Pendekar Sakti Suling Pualam 11
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 11
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung "Ada kasus apa?" Tanya Ma Tayjin setelah duduk. "Tayjin, ada kasus gadis ini," Sahut kepala pengawal sambil menunjuk Lu Hui San yang berdiri ditengah-tengah ruang itu. "Ayahnya tidak mau membayar pajak, maka kalian tangkap dia?" Tanya Ma Tayjin sambil menatap Lu Hui San dengan terbelatak. "Wuah. Bukan main cantiknya!" "Betul, Tayjin," Bisik penasihat sambil tersenyum. "Belum pernah aku melihat gadis secantik itu." "Tapi gadis itu membawa pedang." Ma Tayjin mengerutkan kening. "Apakah dia gadis rimba persilatan?" "Tidak mungkin. Sebab gadis itu begitu halus, mungkin pedang itu cuma pedang mainan," Sahut penasihat itu. "Ngmm!" Ma Tayjin manggut-manggut, kemudian membentak Lu Hui San. "Cepatlah engkau berlutut!" Akan tetapi, Lu Hui San tetap berdiri tegak sambil menatap Ma Tayjin dengan dingin. "Kurang ajar!" Ma Tayjin memukul meja. "Sungguh berani engkau tidak berlutut? Pengawal! Cepat hajar dia!" Akan tetapi, para pengawal diam saja dengan kepala tertunduk. Itu membuat Ma Tayjin bertambah gusar. "Kenapa kalian tidak menuruti perintahku?" Disaat bersamaan, mendadak Lu Hui San tertawa dingin. "Apakah engkau Ma Tayjin?" "Betul! Cepatlah engkau berlutut!" Bentak Ma Tayjin dengan mata melotot. "Kalau engkau masih berdiri, kakimu akan dipatahkan!" "Oh?" Lu Hui San tertawa dingin lagi. "Begitukah sikap seorang pembesar?" "Kurang ajar engkau!" Ma Tayjin memukul meja lagi. "Petugas, cepat hukum gadis liar itu!" "Ya, Tayjin," Sahut beberapa petugas, dan segera mendekati Lu Hui San. "Hukum dia dengan sepuluh kali pukulan!" Ma Tayjin memberi perintah lagi. "Ya." Petugas-petugas itu mengangguk. Akan tetapi, di saat bersamaan mendadak Lu Hui San mengayunkan tangannya, dan terdengarlah suara Plak Plok Plak Plok! "Aduuuh!" Jerit para petugas itu sambil memegang pipi. "Haah?" Ma Tayjin terkejut bukan main, sehingga matanya terbelalak lebar. "Gadis liar! Engkau berani menampar para petugas?" "Hmmm!" Dengus Lu Hui San dingin. "Hari ini aku harus menghukummu, karena engkau telah berlaku sewenangwenang terhadap para penduduk kota ini!" "Apa?!" Ma Tayjin tertegun. Sementara para penduduk yang berdiri di luar kantor sudah mulai berteriak-teriak. "Hukum Ma Tayjin! Dia telah membuat para penduduk kota ini sengsara!" "Pengawal, cepat usir orang-orang itu!" Bentak Ma Tayjin. Para pengawal diam saja. Maka sudah barang tentu Ma Tayjin menjadi bertambah gusar, Sehingga wajahnya menjadi merah padam. "Kenapa kalian diam saja? Apakah kalian juga mau dihukum?" "Ma Tayjin!" Sahut Lu Hui San dingin. "Mereka takut kepadaku. Maka bagaimana mungkin mereka berani menuruti perintahmu?" "Engkau...." Ma Tayjin melotot. "Ma Tayjin, hari ini aku harus menghukummu!" Tegas Lu Hui San sambil melangkah maju ke hadapan pembesar itu, kemudian mengeluarkan sebuah medali pemberian Lu Thay Kam. "Kenal benda ini?" "Haaah...?" Ma Tayjin dan penasihatnya terbelalak, dan sekujur badan mereka pun mulai menggigil ketakutan. "Maaf! Maaf...." Ma Tayjin dan penasihatnya segera memberi hormat kepada Lu Hui San, tetapi gadis itu hanya tersenyum dingin. "Kini kalian berdua sebagai terdakwa, maka cepat berdiri di sana!" Bentak Lu Hui San. "Ya, ya...." Ma Tayjin dan penasihatnya menurut, lalu segera berdiri di tengah-tengah ruang itu dengan kaki bergemetar. Ternyata mereka mengenali medali itu. Sementara para pengawal, petugas dan penduduk kota yang berdiri di luar terheran-heran menyaksikannya. Mereka sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi. Lu HUi San duduk di kursi Ma Tayjin, kemudian mendadak ia memukul meja, sehingga membuat jantung Ma Tayjin dan penasihat itu nyaris copot. "Kalian berdua masih belum berlutut?" Ma Tayjin dan penasihatya segera menjatuhkan diri berlutut di hadapan Lu Hui San. Para pengawal dan para petUgas tercengang melihatnya. Sedangkan para penduduk kota yang ada diluar langsung bersorak-sorak. "Ma Tayjin berlutut! Ha ha ha!" "Ma Tayjin harus dihukum, karena dia pembesar korup!" Betapa terkejutnya Ma Tayjin dan penasihat itu ketika mendengar suara seruan. Wajah mereka langsung berubah pucat pias "Nona, aku bukan pembesar korup!" "Bhong!" Terdengar suara sahutan di luar. "Dia sembarangan menaikkan pajak demi kantongnya sendiri!" "Nona, itu... itu... "Tergagap Ma Tayjin. "Maksudmu itu adalah peraturan dari ibu kota?" Tanya Lu Hui San. "Yaa!" Ma Tayjin mengangguk. "Oh?" Lu Hui San menatap penasihat itu, kemudian tanyanya dingin. "Betulkah itu peraturan dari ibu kota?" Penasihat itu menundukkan kepala. "Baik!" Lu Hui San tertawa dingin. "Kalau engkau tidak mau menjawab dengan jujur, akan kupenggal kepalamu!" "Ampun! Ampun...!" Penasihat itu segera membenturkan kepalanya ke lantai. "Jangan penggal kepalaku!" "Kalau begitu, engkau harus menjawab dengan jujur!" Bentak Lu Hui San. "Sebetulnya, itu bukan peraturan dari ibu kota, me1ainkan..." "Dia yang mengusulkan menaikkan pajak para penduduk kota ini!" Potong Ma Tayjin berkilah sambil menuding penasihat itu. "Ma Tayjin bertanya padaku, karena isterinya lebih dan sepuluh. Mereka harus hidup mewah. Karena itu, aku terpaksa mengusulkan begitu," Sahut penasihat itu. "Isterinya juga banyak, lebih dan lima! Maka hasil kenaikan pajak itu kami bagi dua." Ma Tayjin memberitahukan. "Bagus! Bagus!" Lui Hui San tertawa dingin. "Kalian berdua memang telah bekerja-sama, maka aku harus menghukum kalian!" "Ampun! Ampun...!" "Nona!" Terdengar suara seruan di luar. "Jangan memberi ampun pada mereka!" Lui Hui San manggut~manggUt, kemudian berseru. "Petugas!" "Ya!" Sahut para petugas itu sambil memberi hormat. "Siapa di antara kalian yang bersedia melaksanakan tugas untuk memukul pantat mereka berdua?" Tanya Lui Hui San. "Kami semua bersedia!" Sahut para petugas. Mereka memang merasa sakit hati terhadap Ma Tayjin dan penasihatnya, lantaran sering dicaci-maki. Ma Tayjin dan penasihat itu bersenang-senang dengan para isterinya, sementara mereka harus menghadapi para penduduk kota yang kadang-kadang mengamuk di kantor itu. "Bagus!" Lu Hui San manggut-manggut lalu berseru. "Pengawal!" "Ya!" Sahut para pengawal sambil memberi hormat. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tengkurapkan Ma Tayjin dan penasihatnya!" Para pengawal itu langsung menekan badan Ma Tayjin dan penasihat itu sampai tengkurap dilantai. "Ampun, Nona! Ampun... kami tidak akan bertindak sewenang-wenang lagi!" Ujar Ma Tayjin berjanji. "Tapi sesuai dengan hukum kerajaan, kalian berdua harus ditindak!" Sahut Lui Hui San, lalu memberi perintah kepada para petugas. "Pukul pantat mereka masing-masing dua puluh lima kali!" Para petugas segera mengambil alat pemukul. "Ampun.!" Tak lama kemudian terdengar suara pukulan. "Aduuuh! Aduuuh!" Jerit Ma Tayjin dan penasihat itu kesakitan. "Aduuh... .!" "Asyiiik!" Seru para penduduk kota yang diluar. "Rasakan sekarang, mereka berdua sering menyuruh para petugas memukul kita, kini giliran mereka dipukul! Asyiiiik!" Setelah memukul dua puluh lima kali, barulah para petugas itu berhenti. Ma Tayjin dan penasihatnya merintih-rintih. Pantat mereka membengkak dan memar. "Nona!" Ujar para petugas sambil memberi hormat. "Kami ingin mengundurkan diri, tidak mau jadi petugas di sini lagi!" "Baik!" Lui Hui San mengangguk. "Kami juga tidak mau jadi pengawal di sini lagi!" Ujar para pengawal sambil memberi hormat. "Tidak apa-apa!" Lu Hui San manggut-manggut, kemudian menuding penasihat yang masih tengkurap di lantai. "Cepat berikan mereka pesangon tiga bulan gaji, cepat!" Penasihat itu segera bangkit berdiri, tapi terjatuh lagi. Terpaksalah ia merangkak ke dalam. "Horeee!" Seru para penduduk kota yang diluar. "Ada anjing merangkak-rangkak!" Tak seberapa lama kemudian, penasihat itu sudah kembali ke ruang depan dengan tertatih-tatih. Ia lalu memberikan uang pesangon kepada para petugas dan pengawal tersebut. "Nona! Kami ucapkan banyak terimakasih. Sampai jumpa!" Mereka segera meninggalkan ruang kantor itu sambil tertawatawa. "Nah, dengar baik-baik! Mulai sekarang kalian tidak boleh bertindak sewenang-wenang lagi! Kalau kalian masih berlaku begitu...." "Ya, ya!" Ma Tayjin berusaha bangkit berdiri. "Kami tidak berani lagi!" "Bagus, bagus!" Lu Hui San tertawa, lalu meninggalkan ruang kantor itu sambil tersenyum-senyum. Para penduduk kota bersorak sorai penuh kegembiraan. "Terimakasih, Nona! Terimakasih...!" Sementara Ma Tayjin dan penasihatnya berbisik-bisik. Wajahnya masih tampak pucat pias. "Tahukah engkau siapa gadis itu?" "Tentunya dia utusan dan Lu Kong Kong," Jawab penasihat itu dengan suara rendah. "Kalau tidak salah, gadis itu adalah putri kesayangan Lu Kong Kong." Ma Tayjin memberitahukan. "Haaah?!" Penasihat itu nyaris pingsan seketika, kemudian meraba-raba kepalanya seraya berkata. "Untung kepalaku tidak copot!" -oo0dw0oo- Setelah meninggalkan kota itu, Lu Hui San melanjutkan perjalanannya. Hatinya merasa geli teringat akan kejadian yang lucu tadi. Hingga hari menjelang sore, Ia sampai di sebuah tempat yang agak sepi. Mendadak Ia mendengar suara dentangan senjata, seperti suara pertarungan. Cepat dia melesat menuju tempat asalnya suara itu. Setibanya di situ, ia melihat belasan orang berpakaian merah tengah mengeroyok seorang pemuda dan seorang gadis. Menyaksikan itu, timbullah niatnya untuk membantu. "Sungguh tak tahu malu kalian, belasan orang mengeroyok dua orang!" Bentak Lu Hui San sambil mendekati mereka yang sedang bertarung, membuat mereka berhenti seketika. "Siapa engkau?" Bentak salah seorang berpakaian merah. "Kalian tidak perlu tahu siapa aku. Pokoknya aku harus bantu mereka!" Sahut Lu Hui San sambil menghunus pedangnya. "Haaaa?" Terbelalak belasan orang berpakaian merah. Mereka tampak terkejut. "Han Kong Kiam (Pedang Cahaya Dingin)! Mari kita kabur!" Belasan orang berpakaian merah langsung melarikan diri. Melihat hal itu Lu Hui San tercengang. Kemudian ia menyarung pedangnya kembali. "Kenapa mereka begitu takut pada pedangku?" Gumamnya dengan kening berkerut. "Nona!" Pemuda itu mendekati Lu Hui San sambil memberi hormat "Terimakasih atas bantuanmu. "Sama-sama," Sahut Lu Hui San sambil tersenyum. "Terimakasih Nona." Gadis itU pun memberi hormat. "Namaku Lam Kiong Soat Lan, dan kawanku Toan Beng Kiat. Bolehkah kami tahu namamu?" "Namaku Lu Hui San!" Jawabnya sambil balas memberi hormat. "Nma yang indah sekali..." Ujar Toan Beng Kiat. Namun ucapan itu ditahannya. Dan wajahnya tampak memerah. "Terimakasih atas pujianmu," Ucap Lu Hui San. "Beng Kiat!" Lam Kiong Soat Lan tertawa kecil. "Selain indah namanya, orangnya pun cantik sekali," Ujarnya bernada menyindir. "Soat Lan..." Wajah Toan Beng Kiat bertambah merah. Sementara Lu Hui San tersenyum-senyum lalu bertanya. "Kalian berdua kkak beradik?" "Boleh dikatakan begitu," Sahut Lam Kiong Soat Lan menjelaskan. "Karna kami adalah famili dekat." "Oooh!" Lu Hui San manggut-manggut. "Oh ya, siapa sebenarnya orang-orang berpakaian merah itu?" "Mereka para anggota Hiat Ih Hwe," Jawab Toan Beng Kiat. "Kenapa kalian bertarung dengan mereka?" Tanya Lui Hui San lagi. "Mereka ingin membunuh kami, maka kami terpaksa melawan," Jawab Lam Kiong Soat Lan. "Kalian punya dendam dengan mereka?" "Sesungguhnya tidak." "Kalau begitu, kenapa mereka ingin membunuh kalian?" "Entahlah!" Toan Beng Kiat menggeleng kepala. "Ketika kami sampai di sini, mendadak mereka muncul dan langsung menyerang kami." "Kalau begitu, mungkin ada salah paham?" Tukas Lu Hui San. "Kami sama sekali tidak mengerti," Lam Kiong Soat Lan menggeleng~gelengkan kepala. "Oh ya! Kenapa mereka begitu takut melihat pedangmu?" "Aku sendiri justru tidak habis berpikir," Ujar Lu Hui San. "Memang membingungkan." "Siapa yang menghadiahkan pedang itu padamu?" Tanya Toan Beng Kiat mendadak sambil memandangnya. Ia sangat terkesan baik terhadap gadis itu. "Ayahku!" Lu Hui San memberitahUkan. "Kalau begitu...." Toan Beng Kiat tersenyum. "Ayahmu pasti sangat terkenal sekali. Orang-orang tadi mngenali pedang milik ayahmu." Lu Hui San hanya tersenyum. "Siapa ayahmu?" Tanya Lam Kiong Soat Lan. "Ayahku bernama Lu Kam Thay," Jawab Lu Hui San, sengaja membalikkan kata Thay Kam jadi Kam Thay. "Lu Kam Thay..?" Gumam Lam Kiong Soat Lan. "Maaf bolehkah kami mengetahui julukan ayahmu?" "Ayahku tidak punya julukan," Sahut Lu Hui San sambil tersenyum. "Oooh!" Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut. Tiba-tiba muncul beberapa orang yang segera memberi hormat pada Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soan Lan, dan Lu Hui San. "Maaf, kami mengganggu kalian!" Ucap salah seorang itu dan memberitahukan. "Kami adalah anggota Tiong Ngie Pay...." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tiong Ngie Pay?" Tanya Toan Beng Kiat dengan wajah berseri, karena pernah mendengar perkumpulan tersebut dari kakeknya. "Ya!" Orang itu mengangguk dan memberi hormat lagi. "Ketua kami mengundag kalian kemarkas!" Toan Beng Kiat melirik Lam Kiong Soat Lan. Terdengar suara menggumam dan mulutnya, Seperti ragu untuk mengucapkan kata-kata. Namun Lam Kiong Soat Lan mendahuluinya. "Baik!" Gadis itu mengangguk. "Terimakasih!" Ucap anggota Tiong Ngie Pay itu sambil tertawa gembira "Mari ikut kami" Sementara Toan Beng Kiat memandang Lu Hui San, kemudian berkata dengan penuh harap. "Nona Hui San, mari ikut kami ke markas Tiong Ngie Pay!" "Baik!" Lu Hui San mengangguk "Terimakasih!" Ucap Toan Beng Kiat tanpa sadar. "Eh?" Lu Hui San tersenyum "Kenapa engkau mengucapkan tenmakasih padaku? Itu tidak perlu!" "Aku..." Toan Beng Kiat tergagap dengan wajah kemerahmerahan "Karena girang, maka mengucapkan terimakasih padamu!" Sindir Lam Kiong Soat Lan sambil tertawa "Jadi, dia mengucapkan terimakasih atas kesediaanmu ikut ke markas Tiong Ngie Pay!" "Oooh!" Lu Hui San tersenyum lagi. Mereka bertiga mengikuti para anggota Tiong Ngie Pay menuju markas mereka. Beberapa saat kemudian, sampailah mereka di markas tersebut Yo Suan Hiang, Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him menyambut kedatangan mereka dengan penuh kegembiraan dan kehangatan. "Terimakasih atas kedatangan kalian!" Ucap Yo Suan Hiang "Silakan duduk!" Mereka bertiga duduk, Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan terus memandang Yo Suan Hiang "Ka1au tidak salah, engkau pasti Bibi Suan Hiang, kan?" "Betul" Yo Suan Hiang mengangguk. "Siapa yang memberitahukan pada kalian?" "Kakekku," Jawab Toan Beng Kiat. Yo Suan Hiang manggut-manggut sambil tersenyum. "Kakekmu pasti Gouw Han Tiong, dan ayahmu tentunya Toan Wie Kie, sedangkan ibumu bernama Gouw Sian Eng! Ya, kan?" "Bagaimana Bibi bisa tahu?" Tanya Toan Beng Kiat, merasa heran. "Tentu tahu, sebab aku kenal kakek dan kedua orang tuamu," Ujar Yo Suan Hiang sambil memandang Lam Kiong Soat Lan. "Engkau pasti putri kesayangan Lam Kiong Bie Liong dan Toan Pit Lian. Begitu, bukan?" Lam Kiong Soat Lan tercengang mendengar ucapan wanita itu. "Karena aku kenal kedua orang tuamu, bahkan juga kenal Lam Kiong hujin yang telah tiada itu!" Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut. "Gadis ini..." Yo Suan Hiang menatap Lu Hui San, karena tidak mengenalnya. "Siapa gadis ini?" "Namanya Lu Hui San," Jawab Toan Beng Kiat memperkenalkan. "Kami baru berkenalan, dia membantu kami mengusir para anggota Hiat Ih Hwe." Yo Suan Hiang manggut-manggut sambil tersenyum. "Terima kasih atas kedatanganmu, Nona!" Lu Hui San juga tersenyum. "Bibi, panggil namaku saja!" Pintanya merendah. "Baik." Yo Suan Hiang mengangguk. "Oh ya, Tio Bun Yang telah ke mari, tapi sudah pergi." "Sayang sekali!" Toan Beng Kiat menggeleng-gelengkan kepala. "Padahal kami ingin sekali bertemu dia!" "Oh ya!" Yo Suan Hiang memberitahukan. "Kam Hay Thian juga sudah kemari? "Kam Hay Thian? Siapa dia?" Tanya Toan Beng Kiat. "Dia putra Kam Pek Kian dan Lie Siu Sien. Ayahnya sudah meninggal" Yo Suan Hiang memberitahukan. "Ayah Tio Bun Yang kenal mereka. Beberapa hari yang lalu, dia meninggalkan markas ini!" Sementara beberapa anggota sibuk menyuguhkan minuman. Tak lama kemudian mereka bersulang bersama sambil tertawa riang gembira. "Oh ya," Ujar Yo Suan Hiang. "Bagaimana jika kalian tinggal di sini beberapa hari?" "Maaf, Bibi!" Jawab Toan Beng Kiat. "Kami masih ada urusan lain, jadi tidak bisa tinggal disini!" "Kalau begitu..." Yo Suan Hiang tersenyum. "Malam ini kalian menginap di sini saja, besok baru pergi? Toan Beng Kiat mengangguk. "Baiklah, Bibi." Mereka menginap semalam di markas Tiong Ngie Pay. Keesokan harinya barulah mereka meninggalkan markas itu. -oo0dw0oo- Sementara itu, para anggota Hiat Ih Hwe telah sampai di markas. Mereka langsung melapor pada Gak Cong Heng yang baru diangkat menjadi wakil ketua, menggantikan Lie Man Chiu yang sekian lama tak kembali ke markas. "Wakil Ketua, ketika kami bertarung dengan seorang pemuda dan seorang gadis, mendadak muncul gadis lain yang menggunakan pedang Han Kong Kiam..." "Apa?!" Bukan main terkejutnya Gak Cong Heng mendengar laporan itu. "Kalian bertarung dengan gadis itu?" "Tidak, Wakil Ketua. Kami langsung kabur!" "Bagus!" Gak Cong Heng menghela nafas lega. "Untung kalian tidak bertarung dengan gadis itu!" "Wakil Ketua, bolehkah kami bertanya...." "Aku tahu, kalian mau bertanya apa. Kenapa tidak boleh mengganggu gadis pemilik pedang Han Kong Kiam, kan?" "Betul." "Aku akan memberitahukan pada kalian. Tapi kalian tidak boleh membocorkan rahasia ini! Siapa yang berani membocorkan, akan dihukum mati!" Para anggota menganggukkan kepala. "Kalian harus tahu, gadis itu adalah... putri kesayangan Lu Kong Kong!" "Haaah?" Wajah para anggota itu langsung berubah pucat. "Untung kami tidak bertarung dengan gadis itu." "Ingat, apabila kalian bertemu gadis itu, harus segera melarikan diri. Pokoknya tidak boleh mengganggunya!" Malam harinya, ketika Lu Thay Kam datang ke markas Hiat Ih Hwe, segeralah Gak Cong Heng melapor tentang itu. "Ngmmm!" Lu Thay Kam manggut-manggut dan menegaskan. "Pokoknya para anggota tidak boleh mengganggu putriku jika bertemu dia harus segera kabur!" Gak Cong Heng mengangguk. "Aku dengar, belum lama ini telah muncul Seng Hwee Kauw dalam rimba persilatan Kalian, harus selidiki siapa ketua Seng Hwee Kauw itu?" "Baik, Lu Kong Kong." Gak Cong Heng mengangguk lagi. "Alangkah baiknya kita bisa bekerjasama dengan Seng Hwee Kauw. Jadi, perkumpulan kita pasti jadi kuat sekali." "Aku akan coba melaksanakan itu," Ujar Gak Cong Heng berjanji. "Apabila Hiat Ih Hwe bisa bekerjasama dengan Seng Hwee Kauw,kita pun boleh memanfaatkan mereka untuk membunuh para menteri dan jenderal yang setia." "Betul! Ha-ha-ha...!" Lu Thay Kam tertawa gelak. "Ha-haha...!" -oo0dw0oo Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / Bagian 22 Membunuh para Anggota Seng Hwee Kauw Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan, dan Lu Hui San melanjutkan perjalanan sambil tertawa riang gembira. Hubungan mereka semakin akrab, bahkan Toan Beng Kiat kelihatan telah jatuh hati padanya. Akan tetapi, sikap Lu Hui San biasa-biasa saja. Itu membuat Toan Beng Kiat agak kecewa tapi tetap penuh harapan. Semua itu tidak terlepas dari mata Lam Kiong Soat Lan. Tampaknya ia berniat membantu Toan Beng Kiat secara diam-diam. Hari ini mereka bertiga sampai di sebuah rimba. Ketiganya beristirahat di bawah sebuah pohon. "Sungguh indah rimba ini!" Ujar Toan Beng Kiat sambil menoleh ke arah Lu Hui San yang duduk di sisi Lam Kiong Soat Lan. "Sebetulnya rimba ini tidak indah," Sahut Lam Kiong Soat Lan sambil tersenyum. "Hanya karena keberadaan Hui San di sini, membuat rimba ini berubah indah." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Soat Lan!" Wajah Toan Beng Kiat agak kemerah-merahan "AkU bicara sesungguhnya." "Aku pun bicara sesungguhnya," Sahut Lam Kiong Soat Lan sambil melirik Lu Hui San "Ya, kan" "Bagaimana mungkin diriku bisa menambah keindahan rimba ini" Tukas Lu Hui San menyelak pembicaraan itu. Mulutnya tertawa geli. "Itu menurut pandangan Beng Kiat" Lam Kiong Soat Lan tertawa dan menambahkan "Hui San, Beng Kiat kelihatan sangat tertarik padamu," Bisiknya kepada Hui San. "Oh?" Lu Hui San tersenyum. "Sesungguhnya kita semua adalah teman...." "Jadi engkau tidak tertarik pada Beng Kiat?" Tanya Lam Kiong Soat Lan mendadak sambil menatapnya. "Itu akan mengecewakan Beng Kiat, lho!" "Kita baru berkenalan, belum waktunya untuk membicarakan tentang itu." Sahut Lu Hui San, tersenyum. "Kalau begitu..." Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut. "Masih perlu waktu." "Soat Lan!" Tegur Toan Beng Kiat. "Jangan membicarakan ini, sebab Hui San akan tersinggung." "Aku tidak akan tersinggung, kita sama-sama teman. Bagaimana mungkin aku begitu gampang tersinggung?" Ujar Lu Hui San. "Bagus!" Lam Kiong Soat Lan tersenyum lebar. "Hi San, engkau memang gadis yang baik!" "Engkaupun begitu." Mendadak mereka mendengar suara jeritan wanita minta tolong. Mereka bertiga saling memandang, lalu segera beriari menuju tempat asal suara itu. Terlihat belasan orang berpakatan hijau berusaha memperkosa seorang wanita. Mati-matian wanita itu meronta, menendang, dan menggigit. Plaaak! Salah seorang berpakaian hijau menamparnya. "Aduuuh!"Wanita itu jatuh. Pakaiannya telah tersobek sanasini tidak karuan. Betapa gusarnya Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan, dan Lu Hui San menyaksikan. Mereka bertiga serentak membentak. "Berhenti!" Belasan orang berpakaian hijau menoleh Ketika melihat Lam Kiong Soat Lan dan Lu Hui San, tertawalah mereka. "Ha ha ha! Ada gadis cantik mengantarkan diri, kita akan bersenang-senang dengan mereka!" "Siapa kalian? Kenapa begitu kurang ajar?" Tanya Toan Beng Kiat sambil mengerutkan kening. "Kami anggota Seng Hwee Kauw!" "Oooh!" Toan Beng Kiat manggut-manggut. "Ternyata kalian para anggota Seng Hwee Kauw. Katakan, siapa ketua kalian!" "Ketua kami adalah Seng Hwee Sin Kun!" Sahut salah seorang angota Seng Hwee Kauw sambil menatapnya. "Oooh, kalian...." "Memang kami!" Toan Beng Kiat manggut-manggut. "Bukankah tempo hari kawan-kawan kalian yang ingin membunuh kami?" "Ha ha ha!" Anggota Seng Hwee Kauw tertawa gelak. "Kami memang sedang cari kalian, tak disangka bertemu di sini! Ha ha! Hari ini kalian harus mampus!" "Oh?" Toan Beng Kiat mulai menghunus pedangnya, begitu pula Lam Kiong Soat Lan dan Lu Hui San. "Serang mereka!" Seru anggota Seng Hwee Kauw yang rupanya pimpinan gerombolan berpakaian hijau itu. Belasan anggota Seng Hwee Kauw langsung menyerang Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan, dan Lu Hui San dengan berbagai macam senjata tajam. Terjadilah pertarungan sengit, Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan menggunakan Thian Liong Kiam Hoat, sedangkan Lu Hui San menggunakan Ie Hoa Ciap Bok Kam Hoat. Pertarungan berjalan imbang, karena belasan anggota Seng Hwee Kauw berkepandaian cukup tinggi. Karena itu, Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan, dan Lu Hui San harus mengeluarkan jurus-jurus andalan. Toan Beng Kiat berhasil melukai salah seorang anggota Seng Hwee Kauw, setelah mengeluarkan jurus Thian Liong Jip Hai (Naga Kahyangan Masuk Ke Laut). Lam Kiong Soat Lan juga berhasil melukai seorang anggota Seng Hwee Kauw. Ternyata ia mengeluarkan jurus Thian Liong Cioh Cu (Naga Kahyangan Merebut Mutiara). Mereka berdua masih belum menggunakan Kim Kong Cap Sah Ciang (Tiga Betas Jurus Pukulan Cahaya Emas), sebab mereka belum dalam bahaya. Lu Hui San juga telah berhasil melukai lawannya, Ia mengeluarkan jurus Hoa Khay Yap Cing (Bunga Memekar Daun Menghijau). Tiga anggota Seng Hwee Kauw telah terluka, mereka roboh dengan mulut merintih-rintih kesakitan, karena bahu mereka terluka oleh pedang. "Cepat serang mereka dengan senjata rahasia!" Seru kepala anggota Seng Hwee Kauw. Seketika para anggota Seng Hwee Kauw menyerang mereka bertiga dengan berbagai macam senjata rahasia Sementara Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan dan Lu Hui San segera berdiri ke arah tiga jurusan dengan punggung saling bertemu punggung. Begitu mendengar suara desiran senjata rahasia, mereka pun langsung memutarkan pedang masing-masing membentuk payung untuk menangkis serangan maut itu. Ting! Tang! Tring! Semua senjata rahasia tertangkis dan jatuh berpentalan. Bersamaan dengan itu tampak sosok bayangan melayang turun. Tanpa berbasa-basi lagi, orang itu langsung menyerang para anggota Seng Hwee Kauw itu. Sosok bayangan yang ternyata Kam Hay Thian menyerang mereka menggunakan Pak Kek Kiam Hoat. Mengeluarkan jurus Keng Thian Tung Te (Mengejutkan Langit Menggetarkan Bumi). Seketika terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Dua anggota Seng Hwee Kauw terkapar berlumuran darah. Dada mereka berlubang tertembus pedang Kam Hay Thian. Dua nyawa pun melayang seketika. Kemunculan Kam Hay Thian membuat Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan, dan Lu Hui San merasa memperoleh bantuan. Mereka menyerang lebih cepat Hingga hanya beberapa jurus mereka berhasil melukai iawan-lawannya. Yang paling ganas adalah Kam Hay Thian. Dia sama sekli tidak memberi ampun pada para anggota Seng Hwee Kauw. Hanya sebentar saja ia telah membunuh delapan anggota Seng Hwee Kauw. Sisa enam orang telah dilukai Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan, dan Lui Hui San. Keenam anggota Seng Hwee Kauw itu merintih-rintih kesakitan. Saat itu Kam Hay Thian mengayunkan pedangnya ke arah mereka. "Aaakh! Aaaakh....!" Terdengarlah suara yang menyayat hati. Dada keenam anggota Seng Hwee Kauw tertembus pedang Kam Hay Thian. Darah segar mengucur deras, membasahi tubuh mereka yang seketika itu juga telah berjatuhan tewas Dengan tenang Kam Hay Thian menyarungkan pedangnya. Sementara Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan, dan Lui Hui San menatapnya terbelalak kaget Mereka tidak menyangka pemuda itu begitu sadis. "Terima kasih atas bantuan Anda." Ucap Toan Beng Kiat seraya mendekatinya. "Aku bernama Toan Beng Kiat, mereka berdua bernama Lam Kiong Soat Lan dan Lu Hui San." "Oooh!" Kam Hay Thian balas memberi hormat. "Namaku Kam Hay Thian, julukanku adalah Chu Ok Hiap (Pendekar Pembasmi Penjahat)!" "Kam Hay Thian?" Terperangah Toan Beng Kiat. Begitu pula Lam Kiong Soat Lan dan Lu Hui San. "Kalian kenal aku?" Kam Hay Thian juga tertegun akan sikap mereka, padahal ia tidak kenal mereka. "Kami tahu tentang engkau," Sahut Toan Beng Kiat sambil tersenyum. "Bibi Suan Hiang yang memberitahukan." "Kalau begitu, tentunya kalian sudah pergi kemarkas Tiong Ngie Pay," Tukas Kam Hay Thian sambil tersenyum. "Betul." Kam Hay Thian mengangguk. "Eeeeh?" Mendadak Lam Kiong Soat Lan menengk ke sana ke mari. "Kemana wanita itu?" "Sudah pergi," Sahut Kam Hay Thian. "Aku melihat dia kabur terbirit-birit ketakutan." "Oooh!" Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut sambil menatapnya. Kelihatannya gadis ini sangat tertarik pada pemuda itu. "Julukanmu Chu Ok Hiap, pantas tidak memberi ampun pada mereka," Ujar Toan Beng Kiat. "Kita jangan mengobrol di sini!" Sela Lam Kiong Soat Lan. "Tempat ini sudah berubah seram dengan adanya mayatmayat itu. Mari kita cari tempat lain saja!" Mereka meninggalkan tempat itu, menuju sebuah sungai tak jauh dan tempat pertempuran. "Mari kita duduk di pinggir sungai. Lihat, irnya jernih sekali!" Seru Lam Kiong Soat Lan girang. "Baik!" Kam Hay Thian menyambut gembira. Mereka segera menuju ke pinggir sungai, kemudian duduk di sana dan mulai mengobrol. Kam Hay Thian manggut-manggut sambil memandangi Toan Beng Kiat. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Saudara Kam, kepandaianmu sungguh tinggi sekali," Puji Toan Beng Kiat kagum. "Bolehkah kami tahu siapa gurumu?" "Aku...." Tergagap Kam Hay Thian sambil menggelenggelengkan kepala. "Aku tidak punya guru." "Luar biasa!" Sela Lam Kiong Soat Lan sambil tertawa kecil. "Tidak punya guru kok bisa berkepandaian begitu tinggi?" "Aku belajar sendiri di dalam sebuah goa...." Jawab Kam Hay Thian lalu menuturkan tentang itu. "Oh" Toan Beng Kiat terbelalak "Guru kami pernah menceritakan tentang kitab pusaka itu!" "Siapa guru kalian?" "Tayli Lo Ceng" Sahut Toan Beng Kiat "Guru kami bilang, kitab-kitab pusaka itu milik Bu Lim Sam Mo" Toan Beng Kiat menyapa sambil memandangi Kam Hay Thian. "Saudara Kam, engkau sungguh beruntung memperoleh kitab-kitab pusaka itu. Tapi harus hati-hati, jangan sampai direbut orang!" Ujar Toan Beng Kiat "Kitab-kitab pusaka itu telah kubakar, aku khawatir akan direbut penjahat." "Hay Thian!" Lam Kiong Soat Lan memanggil namanya "Kenapa engkau begitu sadis? Sama sekali tidak memberi ampun pada para anggota Seng Hwee Kauw tadi" "Nona Soat Lan," Kam Hay Thian menjelaskan. "Sesuai dengan julukan, ku tidak memberi ampun pada para penjahat" "Chu Ok Hiap" Lam Kiong Soat Lan tertawa "Julukan itu memang cocok untukmu!" Kam Hay Thian manggut-manggut, sementara Lu Hui San yang sejak tadi terdiam mulai membuka mulut. "Kenapa engkau begitu membenci para penjahat"" "Sebab ayahku dibunuh penjahat, maka aku harus membasmi mereka!" Sahut Kam Hay Thian. "Oh ya, kenapa kalian juga bertarung dengan para penjahat itu?" "Mereka ingin memperkosa wanita yang kabur terbirit-birit itu," Jawab Lam Kiong Soat Lan. "Kalian tahu siapa mereka itu?" "Mereka para anggota Seng Hwee Kauw." "Seng Hwee Kauw?" Gumam Kam Hay Thian dengan wajah berubah. "Eh"" Lam Kiong Soat Lan menatapnya "Kenapa engkau?" "Kalian tahu siapa ketua mereka?" Tanya Kam Hay Thian dengan mata mulai membara. "Seng Hwee Sin Kun." "Pasti dia! Pasti dia!" Seru Kam Hay Thian sambil meloncat bangun "Aku harus bunuh dia! Aku harus bunuh dia!" "Saudara Kam!" Toan Beng Kiat segera bangkit berdiri. Dipegangnya bahu pemuda itu. "Tenang, duduklah!" "Maaf!" Ucap Kam Hay Thian sambil duduk kembali. "Aku terlampau emosi!" "Engkau kenal Seng Hwee Sin Kun itu?" Tanya Lam Kiong Soat Lan sambil menatapnya. "Ada dendam di antara kalian?" "Mungkin Seng Hwee Sin Kun itulah pembunuh ayahku," Jawab Kam Hay Thian penuh kegeraman. "Tanpa sengaja ayahku menotong Seorang tua, sebelum orang tua itu menghembuSkan nafas penghabisan, dia menyerahkan sebuah kitab pada ayahku," Kam Hay Thian menghela nafas dan melanjutkan. "Karena kitab itu, maka ayahku dibunuh penjahat itu." "Penjahat itu merebut kitab tersebut?" Tanya Toan Beng Kiat. "Ya!" Kam Hay Thian mengangguk. "Kitab apa itu?" Tanya Lam Kiong Soat Lan. "Kitab Seng Hwee Cin Keng," Jawab Kam Hay Thian memberitahukan "Kitab ilmu silat yang amat tinggi sekali. "Seng Hwee Cin Keng "gumam Toan Beng Kiat. "Seng Hwee.... tidak salah lagi, Seng Hwee Sin Kun adalah penjahat yang membunuh ayahku, mungkin juga dialah pembunuh kakek tuaku" "Memang mungkin" Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut "Penjahat itu juga pembunuh nenekku." "Oh? Bagaimana cara kematian mereka " Tanya Kam Hay Thian. "Mati hangus." Lam Kiong Soat Lan memberitahukan. "Kalau begitu tidak salah lagi, pasti penjahat itu!" Ujar Kam Hay Thian. "Karena Seng Hwee Sin Kang mengandung semacam hawa api yang dapat menghanguskan apapun!" "Kita punya musuh yang sama!" Ujar Lam Kiong Soat Lan. "Bagaimana kalau kita menyerang ke markas mereka?" "Kita tidak tahu di mana markas mereka" Kam Hay Thian menggeleng-gelengkan kepala. "Lain kali kalau kita bertemu anggota Seng Hwee Kauw lagi, kita harus bertanya di mana markas mereka itu." "Aku setuju," Kam Hay Thian manggut-manggut. "Jangan berlaku ceroboh!" Sela Toan Beng Kiat. "Lebih baik memberitahukan dulu pada kakekku dan kakek Lim, bagaimana menurut pendapat mereka!" "Kalau begitu, lebih baik aku saja yang pergi menyerang markas Seng Hwee Kauw itu," Tandas Kam Hay Thian. "Jangan gegabah!" Ujar Lu Hui San memperingatkan. "Kepandaian Seng Hwee Sin Kun itu sangat tinggi, dia pasti telah berbasil mempelajari Seng Hwee Cin Keng itu. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia mendirikan Seng Hwee Kauw dan menyebut dirinya Seng Hwee Sin Kun! Karena itu, sebelum bertindak, lebih baik kita pikirkan secara matang dulu!" "Betul!" Sahut Toan Beng Kiat. "Nona Hui San," Ujar Kam Hay Thian dengan kening berkerut. "Aku bukan sok jago, aku tak sabar ingin membalas dendam." "Aku mengerti itu." Lu Hui San manggut-manggut. "Tapi, alangkah baiknya kita terima saran Beng Kiat." Kam Hay Thian berpikir lama sekali, sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, aku menuruti pendapat Saudara Toan!" "Setelah kita tahu di mana markas Seng Hwee Kauw, barulah kita pergi ke markas pusat Kay Pang," Ujar Lam Kiong Soat Lan. "Sekarang belum perlu. Kemudian, kalau ada apaapa, lebih baik kita berunding dulu." "Betul!" Lu Hui San manggut-manggut. "Kita semua sudah saling berteman, jadi di antara kita mesti ada saling pengertian. Jauhkan sikap keras kepala kita!" "Nona Hui San!" Kam Hay Thian tersenyum. "Sebetulnya aku tidak keras kepala, cuma... ingin lekas-lekas membalas dendam saja!" "Nah!" Lu Hui San tertawa kecil. "Engkau mengatakan begitu, itu berarti telah mengaku dirimu keras kepala. "Eeeh?" Kam Hay Thian tertegun. "Aku....?" "Maaf!" Ucap Lu Hui San sambil tersenyum. "Apabila ucapanku tadi menyinggung perasaanmu, aku mohon maaf." "Aku tidak tersinggung, sungguh!" Kam Hay Thian tersenyum. "Oh ya, kalian mestinya bisa bersikap adil pula." "Memangnya kenapa?" Tanya Lam Kiong Soat Lan. "Kalian tahu orang tuaku, tapi aku belum tahu siapa orang tua kalian, bukankah kurang adil?" "Oooh, itu!" Lam Kiong Soat Lan tertawa. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ayahku bernama Lam Kiong Bie Liong, ibuku bernama Toan Pit Lian!" "Ayahku bernama Toan Wie Kie, kakak kandungnya Toan Pit Lian!" Toan Beng Kiat menimpali. "Ibuku bernama Gouw Sian Eng, kakekku adalah wakil ketua Kay Pang!" "Oooh!" Kam Hay Thian manggut-manggut, kemudian bertanya pada Lu Hui San yang diam itu. "Siapa kedua orang tuamu? "Ayahku bernama Lu Kam Thay. Ibuku... sudah lama meninggal," Ujar Lu Hui San. "Nah!" Ujar Toan Beng Kiat. "Kini kita berempat adalah teman baik, maka kita harus bersatu melawan Seng Hwee Kauw." Kam Hay Thian manggut-manggut. "Tapi...." Mendadak Toan Beng Kiat memandang Lu Hui San. "Hui San tidak punya dendam apa-apa dengan Seng Hwee Sin Kun." "Aku ingin membantu," Potong Lu Hui San. "Boleh, kan?" "Tentu bo!eh, namun akan membahayakan dirimu! Aku pikir....," Toan Beng Kiat menatapnya. "Tidak perlu dipikir lagi, sebab aku sudah mengambil keputusan untuk membantu kalian!" "Terima kasih!" Ucap Toan Beng Kiat, Kam Hay Thian, Lam Kiong Soat Lan serentak sambil tersenyum. "Ayo!" Ajak Lu Hui San sambil bangkit berdiri. "Sudah lama kita duduk di sini, kita lanjutkan perjalanan!" "Menuju ke mana?" Tanya Kam Hay Thian. "Kemana pun boleh," Sahut Lu Hui San. "Ya, kan?" "Betul!" Toan Beng Kiat manggut-manggut. Mereka berempat meneruskan perjalanan. "Mudah-mudahan pihak Seng Hwee Kauw akan muncul, jadi kita bisa bertanya pada mereka berada di mana markas itu," Ujar Kam Hay Thian. "Tapi ingat!" Pesan Lam Kiong Soat Lan. "Jangan langsung membunuh mereka, agar kita bisa bertanya pada mereka!" "Cukup sisakan satu saja," Sahut Kam Hay Thian. "Aku adalah Chu Ok Hiap, tidak bisa mengampuni mereka!" Lam Kiong Soat Lan menggeleng-gelengkan kepala. "Kalian harus tahu," Ujar Kam Hay Thian sungguh-sungguh. "Betapa jahatya para anggota Seng Hwee Kauw, mereka pasti sering memperkosa dan membunuh. Buktinya mereka juga ingin membunuh kalian, maka apa salahnya aku membasmi mereka?" "Tapi...." Lu Hui San menghela nafas. "...terlampau sadis!" "Mereka memperkosa dan membunuh, apakah itu tidak sadis?" Sahut Kam Hay Thian sambil menatapnya. "Kalau hanya dilukai dengan senjata mereka akan kembali berlaku jahat apabila sudah sembuh. Dan kejahatan mereka akan semakin merajatela. Aku tak inginkan semua itu. Coba kau pikir kalau tidak dibasmi habis para penjahat itu, entah berapa banyak orang yang akan mati ditangan mereka!" "Sudahlah!" Sela Toan Beng Kiat sambil tertawa. "Kita tidak perlu memperdebatkan itu, sebab pikiran orang berbeda. Yang penting, kita jangan melakukan kejahatan." "Aaah...." Lu Hui San menghela nafas panjang. "Kini aku baru tahu, dalam rimba persilatan memang penuh kejahatan. Pantas ayahku berpesan padaku harus berhati-hati hidup di rimba persilatan. "Ayahmu benar, maka engkau harus berhati-hati," Ujar Toan Beng Kiat lembut sambil memandangnya. "Aku pun akan melindungimu." "Terimakasih," Ucap Lu Hui San dengan wajah agak kemerah-merahan. "Jadi engkau cuma melindunginya, lalu bagaimana aku?" Tanya Lam Kiong Soat Lan sambil tersenyum. "Ingat, aku adikmu!" "Jangan cemas!" Sahut Toan Beng Kiat sambil tertawa. "Saudara Kam melindungimu!" "Eh? Aku..." Sahut Kam Hay Thian menggeragap "Aku pun harus melindungi diriku sendiri." "Dasar bodoh engkau!" Toan Beng Kiat melototinya "Tidak mengerti sama sekali" "Lho? Kenapa?" Tanya Kam Hay Thian bingung. "Aku berbicara sesungguhnya." Toan Beng Kiat menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau betul-betul bodoh!" "Aku... aku mungkin memang bodoh." Hay Thian menundukkan kepala, membuat Lam Kiong Soat Lan tertawa geli. "Engkau tidak bodoh. Kau terlalu jujur dan polos, sobat. Tapi itu sifat yang baik," Ujar Lam Kiong Soat Lan. "Aku suka denganmu!" "Nah!" Toan Beng Kiat tertawa. "Engkau suka apa?" "Suka sifatnya itu," Sahut Lam Kiong Soat Lan dengan wajah kemerah-merahan. "Memangnya kenapa?" "Aku kira..." Toan Beng Kiat tersenyum-senyum. "Kau kira apa, heh?" Tanya Lam Kiong Soat Lan dengan mata melotot. "Aku kira itu... " Gumam Toan Beng Kiat sambil tertawa "Ha-ha-ha... .!" -oo0dw0oo- Bagian 23 Berangkat ke Tionggoan Beberapa hari ini, Lie Ai Ling selalu marah-marah tidak karuan Tentu saja ini sangat membingungkan kedua orang tuanya Bahkan Tio Tay Seng, kakeknya, juga tidak habis pikir, kenapa cucunya itu selalu marah-marah. "Cie Hiong!" Ujar Tio Tay Seng sambil menggelenggelengkan kepala. "Kenapa beberapa hari ini Lie Ai Ling selalu marah-marah?" Tio Cie Hiong hanya tersenyum. "Itu karena kedua orang tuanya belum memperbolehkannya ke Tionggoan," Jawabnya kemudian. "Oh, itu!" Tio Tay Seng manggut-manggut. "Cie Hiong, bagaimana menurutmu?" "Maksud Paman?" "Bolehkah kita mengijinkan dia pergi ke Tionggoan?" "Kini dia sudah cukup dewasa, memang tidak baik juga terus mengekangnya. Ada baiknya kita mengijinkannya ke Tionggoan. Lagipula ayahnya telah menjanjikan itu. Tidak baik membohongi anak!" "Kalau begitu, kita harus membicarakannya dengan kedua orang tuanya," Ujar Tio Tay Seng sungguh-sungguh. "Benar!" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Kakak Hiong.." Ujar Lim Ceng Im. "Ada baiknya dia pergi ke Tionggoan bersama Goat Nio." "Tentu saja." Tio Cie Hiong manggut-manggut. Kebetulan muncul Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa. Tio Tay Seng segera mempersilakan mereka duduk. "Ada apa, Ayah?" Tanya Tio Hong Hoa. "Tahukah kalian kenapa Ai Ling marah-marah?" Tio Tay Seng balik bertanya sambil memandang mereka. Tio Hong Hoa mengangguk. "ini karena kami belum mengijinkannya ke Tionggoan!" "Kenapa?" Tio Tay Seng mengerutkan kening. "Dia masih kecil" "Kini dia sudah dewasa, lagi pula Man chiu pernah menjanjikannya. Jadi tidak baik mengulur-ulur janji." "Ayah setuju dia ke Tionggoan?" Tanya Tio Hong Hoa. "Yaah." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tio Tay Seng menghela nafas panjang. "Dia sudah cukup dewasa, ada baiknya juga dia menimba pengalaman di Tionggoan. Lagipula dia akan berangkat bersama Goat Nio." "Kalau Ayah setuju, kami pun tidak berkeberatan," Ujar Tio Hong Hoa. "Kami akan memberitahukan padanya." Sementara itu muncul pula Sam Gan Sin Kay, Kim Siauw Suseng, dan Kou Hun Bijin. "Hi-hi-hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Ada apa nih? Kok berkumpul disini?" "Kami sedang membicarakan Ai Ling," Sahut Tio Tay Seng. "Kenapa dia?" Tanya Kim Siauw Suseng heran. "Beberapa hari ini, dia selalu marah-marah. Apakah kalian tidak tahu itu?" Tio Tay Seng balik bertanya. "Tentu tahu!" Kim Siauw Suseng tertawa. "Dia marahmarah karena belum diijinkan ke Tionggoan!" "Kini kami sudah setuju, tapi harus berangkat bersama Goat Nio," Ujar Tio Tay Seng. "Tentu," Sahut Kou Hun Bijin sambil tertawa nyaring. "Goat Nio memang harus pergi ke Tionggoan mencari Bun Yang." "Kalau begitu, kita harus memberjtahukan padanya, agar hatinya merasa gembira," Ujar Lim Ceng Im. "Siapa yang terus cemberut?" Mendadak muncul Lie Ai Ling dan Siang Koan Goat Nio. "Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Engkau yang cemberut! Namun sebentar lagi wajahmu pasti berseri." "Hmm!" Dengus Lie Ai Ling. "Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa lagi. "Ai Ling, tahukah engkau kami sudah setuju?" "Ah! Bohong!" "Ai Ling!" Tio Hong Hoa tersenyum lembut. "Kami tidak bohong, kami mengijinkan engkau ke Tionggoan lagi!" "Oh?" Wajah Lie Ai Ling langsung berseri. "Ibu dan ayah sudah setuju?" "Kami semua sudah setuju," Sahut Lie Man Chiu sambil tersenyum. "Tapi harus berangkat bersama Goat Nio." "Itu sudah pasti," Lie Ai Ling tertawa. "Sebab Goat Nio harus bertemu Kakak Bun Yang." "Mulai, ya!" Siang Koan Goat Nio menoleh dengan mata melotot, merasa digoda Ai Ling. "Mulai apa?" Lie Ai Ling tertawa. Siang Koan Goat Nio diam saja, sedangkan Lie Ai Ling terus tertawa gembira. "Tidak lama lagi, Hong Hoang Lihiap dan Kim Siauw Siancu akan muncul di Tionggoan!" Ujarnya. "Julukan-julukan itu memang tepat bagi kalian," Ujar Kou Hun Bijin sambil tertawa. "Putriku memang Kim Siauw Siancu, dan engkau Hong Hoang Lihiap! Hi hi hi...!" "Kapan kalian akan berangkat?" Tanya Tio Tay Seng. "Besok," Sahut Lie Ai Ling. "Baiklah," Tio Tay Seng manggut-manggut, kemudian memberi nasihat dan lain sebagainya. Lie Ai Ling mendengar dengan penuh perhatian, begitu pula Siang Koan Goat Nio. Keesokan harinya, berangkatlah mereka ke Tionggoan dengan hati penuh rasa kegembiraan. -oo0dw0oo Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / Belasan hari kemudian, Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling sudah tiba di Tionggoan. Mereka melanjutkan perjalanan menuju ke markas pusat Kay Pang. "Goat Nio!" Ujar Lie Ai Ling sambil tersenyum. "Kali ini kita harus berhasil bertemu Kakak Bun Yang. Siang Koan Goat Nio hanya tersenyum. "Engkau rindu sekali padanya" "Tentu" Lie Ai Ling mengangguk "Sudah hampir tiga tahun aku tidak bertemu dia" "Jangan-jangan..." Siang Koan Goat Nio menghentikan ucapannya. Dipandangnya Ai Ling. "Kenapa tidak dilanjutkan?" Sergah Ai Ling. "Maksudku, jangan-jangan engkau mencintainya," Ujar Siang Koan Goat Nio sambil tertawa kecil. "Memang!" Lie Ai Ling mengangguk "Tempo hari sudah kukatakan padamu, babwa aku mencintainya sebagai kakak, bukan sebagai kekasih. Jadi, engkau harus paham, dia adalah kakakku yang paling baik di dunia" "Oh, ya?" Siang Koan Goat Nio tersenyum. "Sungguh!" Ujar Lie Ai Ling "Aku berharap engkau berjodoh dengan dia, itu karena aku sangat cocok dengan engkau!" "Aku tahu maksud baikmu, tapi Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala "Belum tentu dia akan tertarik padaku" "Aku berani jamin!" Lie Ai Ling tertawa kecil "Kalau dia bertemu engkau, pasti tertarik" Sekonyong-konyong terdengar suara tawa, lalu muncul belasan orang berpakaian hijau. "Ha ha ha! Sungguh kebetulan, kita bertemu dua gadis yang cantik sekali Sungguh beruntung kita hari ini!" "Siapa kalian?" Bentak Lie Ai Ling. "Kami anggota-anggota Seng Hwee Kauw. Nona sungguh cantik sekali, tentunya kalian tak menolak bersenang-senang dengan kami," Ujar orang berpakaian hijau yang merupakan kepala anggota-anggota Seng Hwee Kauw itu. "Ciss!" Dengus Lie Ai Ling. "Apakah kalian tidak berkaca?" "Kami tidak perlu mengaca, karena biar bagaimanapun kalian berdua harus melayani kami bersenang-senang," Ujar kepala anggota Seng Hwee Kauw itu sambil tertawa terkekehkekeh. "Kami juga harus bersenang~senang dengan mereka!" Seru yang lain. "Jangan melupakan kami!" "Jangan khawatir!" Kepala anggota Seng Hwee Kauw itu tertawa. "Kalian semua pasti mendapat giliran, tapi jangan berebutan!" Betapa gusarnya Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling mendengar percakapan kotor itu. Siang Koan Goat Nio segera mengeluarkan suling emasnya, sedangkan Lie Ai Ling menghunus pedang pusaka Hong Hoang Kiam. Kelihatannya kegua gadis itu sudah siap bertarung. "He-he-he!" Kepala anggota Seng Hwee Kauw trtawa. "Kalian ingin bertarung dengan kami?" "Ya!" Sahut Lie Ai Ling. "Kami tidak takut pada kalian!" "Nona, Nona! Dari pada kita bertarung dengan senjata, bukankah lebih baik kita bertarung yang enak dan penuh kenikmatan? Pokoknya kalian berdua akan merasa puas." Kegusaran Lie Ai Ling telah memuncak. Ia langsung menyerang dengan menggunakan ilmu pedang Hong Hoang Kiam Hoat. Begitu melihat Lie Ai Ling mulai menyerang, Siang Koan Goat Nio juga menyusulnya. Gadis itu menggunakan Cap Pwee Kim Siauw Ciat Hoat. Seketika terjadilah pertarungan sengit, belasan jurus kemudian, Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling tampak mulai terdesak. Sehingga kedanya harus mengeluarkan jurus-jurus andalan. Di saat itulah mendadak berkelebatan beberapa sosok bayangan, langsung menyerang para anggota Seng Hwee Kauw itu. Ternyata mereka Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan, Lu Hui San dan Kam Hay Thian. Dapat dibayangkan, betapa terkejutnya para anggota Seng Hwee Kauw saat itu. Mereka bertarung sambil mundur siap melarikan diri. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Akan tetapi, bagaimana mungkin Kam Hay Thian membiarkan mereka melarikan diri. Pedangnya berkelebatan ke sana ke mari laksana kilat. Dia mengeluarkan jurus Thian Gwa Kiam In (Bayangan Pedang di Luar Langit). Terdengarlah suara jeritan menyayat hati. Tiga anggota Seng Hwee Kauw telah roboh berlumur darah. Dada mereka berlubang tertembus pedang Kam Hay Thian. "Hay Thian! Jangan bunuh mereka semua!" Seru Toan Beng Kiat mengingatkannya. "Ya!" Sahut Kam Hay Thian. Sementara Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling juga telah berhasil melukai lawannya. Begitu pula Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan dan Lu Hui San. Para anggota Seng Hwee Kauw yang terluka itu bergelimpangan dan mengerang kesakitan. Sedangkan Kam Hay Thian terus menyerang. Terdengar lagi suara jeritan, tiga anggota Seng Hwee Kauw roboh mandi darah lagi. Dada mereka pun berlubang mengucurkan darah segar. Mayat-mayat bergelimpangan berlumur darah. Pertarungan itu berhenti. Tampak beberapa anggota Seng Hwee Kauw yang terluka itu masih merintih-rintih. Kam Hay Thian mendekati mereka dengan tatapan dingin, kemudian mendadak menggerakkan pedangnya. "Aaaakh! Aaaakh! Aaaakh...!" Para anggota yang terluka itu pun dibunuhnya tanpa ampun, hanya tersisa satu orang. Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling menyaksikan itu dengan mata terbeliak ngeri. Mereka berdua sama sekali tidak menyangka pemuda itu begitu bengis. "Engkau harus menjawab dengan jujur, mungkin aku akan mengampuni nyawamu!" Bentak Kam Hay Thian pada anggota Seng Hwee Kauw itu. "Ya! Ya...." Jawab orang itu ketakutan. "Berada di mana markas Seng Hwee Kauw?" "Di...di...Lembah Kabut Hitam!" "Terletak di mana Lembah Kabut Hitam itu?" "Di... di kaki Hek Ciok San (Gunung Batu Hitam)!" "Engkau pernah memasuki Lembah Kabut Hitam itu?" "Tidak pernah! Sebab... sebab kami cuma merupakan anggota biasa. Jadi tidak boleh masuk!" "Di lembah itu terdapat jebakan?" "Bagus!" Kam Hay Thian tertawa dingin, kelihatannya ia sudah siap menghabiskan nyawa orang itu. "Tahan, Saudra Kam!" Teriak Toan Beng Kiat memperingatkan. "Biar dia kembali ke sana untuk melapor!" Kam Hay Thian mengangguk, lalu menatap orang itu. "Cepat enyah dan sini!" Dengan sempoyongan orang itu berlari meninggalkan tempat pertempuran, Kam Hay Thian terus tertawa dingin. Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling mendekati mereka, lalu memberi hormat. "Terimakasih atas bantuan kalian!" "Sama-sama," Sahut Lam Kiong Soat Lan sambil memandang mereka. "Kita tidak pernah bertemu, tapi rasanya sudah tahu." Lie Ai Ling tertegun memandangi mereka. "Kalau tidak salah..? ujar Lam Kiong Soat Lan sambil tersenyum. "Kalian brdua pasti Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling. "Dari mana kau tahu?" Tanya Lie Ai Ling dengan mata membeliak. Lam Kiong Soat Lan tersenyum, sementara Siang Koan Goat Nio terus memandanginya. "Kalau begitu, kalian pasti Lam Kiong Soat Lan dan Toan Beng Kiat." "Betul," Lam Kiong Soat Lan tertawa gembira, kemudian menunjuk Lu Hui San dan Kam Hay Thian dan memperkenalkan mereka. "Mereka adalah Lu Hui San dan Kam Hay Thian." Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling segera memberi hormat pada mereka, Lu Hui San dan Kam Hay Thian langsung balas memberi hormat. "Selamat berjumpa!" Ucap Lu Hui San sambil tersenyum. "Sama-sama," Sahut Lie Ai Ling sambil tertawa. "Bagus, kita semua berkumpul disini." "Aku Toan Beng Kiat," Ujar pemuda itu memperkenalkan diri, lalu tanyanya. "Kenapa kalian bertarung dengan para anggota Seng Hwee Kauw itu?" "Kami tidak paham sama sekali. Mereka muncul lalu mencetuskan kata-kata kotor, membuat kami tersinggung dan merasa diremehkan," Tutur Ai Ling. "Mereka memang jahat," Ujar Kam Hay Thian. "Karena itu, aku tidak memberi ampun pada mereka!" "Engkau sungguh sadis!" Ujar Lie Ai Ling menggelenggelengkan kepala. "Yang sudah terluka pun engkau bunuh. huh! Aku jadi seram dan takut." "Terhadapku?" Tanya Kam Hay Thian dengan kening berkerut. "Ya!" Lie Ai Ling mengangguk. "Engkau sangat bengis." "Jangan merasa seram maupun takut!" Sela Toan Beng Kiat sambil tersenyum dan melanjutkan. "Dia sadis cuma terhadap penjahat, karena dia adalah ChU Ok Hiap!" "Pendekar Pembasmi Penjahat?" "Ya!" "Pantas tidak memberi ampun pada para penjahat" Lie Ai Ling manggut-manggut "Apa julukan kalian?" Tanya Lam Kiong Soat Lan ingin mengetahuinya. "Bolehkan engkau memberitahukan pada kami?" Lie Ai Ling tersenyum. "Julukanku Hong Hoang Lihiap, julukan Goat Nio adalah Kim Siauw Siancu." "Sungguh indah julukan-julukan itu!" Lam Kiong Soat Lan tertawa kecil. "Aku belum punya julukan." "Tidak apa-apa," Ujar Lie Ai Ling. "Kelak engkau pasti punya julukan. Lam Kiong Soat Lan tersenyum. Sementara Toan Beng Kiat memandang mereka seraya bertanya. "Nona Ai Ling, kedua orang tuamu adalah Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa?" "Betul." Lie Ai Ling mengangguk. "Kedua orang tuamu pasti Toan Wie Kie dan Gouw Sian Eng." "Betul," Toan Beng Kiat manggut-manggut. "Orang tua kita merupakan teman baik, kita pun harus jadi teman baik." "Tentu." Lie Ai Ling tertawa. "Oh ya." Lam Kiong Soat Lan menatap Siang Koan Goat Nio. "Kedua orang tuamu pasti Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Bijin yang awet muda itu." "Betul!" Siang Koan Goat Nio mengangguk. "Aku pun tahu kedua orang tuamu. Mereka adalah Lam Kiong Bie Liong dan Toan Pit Lan." "Tidak salah." Lam Kiong Soat Lan tersenyum, kemudian memberitahukan. "Kedua orang tua Kam Hay Thian adalah Kam Pek Kian dan Lie Siu Sien, paman Cie Hiong kenal mereka." "Oooh!" Lie Ai Ling manggut-manggut, lalu memandang Lu Hui San seraya bertanya. "Siapa kedua orang tuamu?" "Ayahku adalali Lu Kam Thay, sedangkan ibuku sudah lama meninggal," Jawab Lu Hui San. Sementara Kam Hay Thian terus memandang Siang Koan Goat Nio. Dia kelihatan tertarik pada gadis itU. "Ei! Engkau!" Mendadak Lie Ai Ling mennjuk Kam Hay Thian. "Engkau begitu membenci para anggota Seng Hwee Kauw, kelihatannya punya dendam dengan mereka." "Betul." Kam Hay Thian mengangguk. "Ketua mereka membunuh ayahku!" Lie Ai Ling manggut-manggut. "Pantas kalau begitu," Gumamnya. "Ketua Seng Hwee Kauw itu pun membunuh kakek tuaku." Toan Beng Kiat memberitahukan. "Maksudmu Tui Hun Lojin?" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tanya Lie Ai Ling. "Ya!" Toan Beng Kiat mengangguk. "Nenekku pun dibunuhnya." Lam Kiong Soat Lan memberitahukan. "Maka kami semua ingin membunuh Seng Hwee Sin Kun itu!" "Seng Hwee Sin Kun?" Lie Ai Ling tertegun. "Siapa dia?" "Ketua Seng Hwee Kauw," Sahut Lam Kiong Soat Lan. "Kalau begitu, kami harus membantu," Ujar Lie Ai Ling sungguh-sungguh. "Goat Nio juga pasti mau membantu? "Terima kasih," Ucap Toan Beng Kiat. "Kalau begitu, mari kita menyerbu ke markas Seng Hwee Kauw!" Ujar Kam Hay Thian mendadak. "Kita sudah tahu di mana markas itu." "Kita memang sudah tahu markas Seng Hwee Kauw, tapi kita tidak boleh langsung menyerbu ke sana." Ujar Toan Beng Kiat. "Kenapa?" Kam Hay Thian mengerutkan kening. "Bukankah tadi orang itu memberitahukan bahwa di sana terdapat jebakan? Lagipula kita kurang pengalaman. Lebih baik kita berunding dulu dengan kakekku dan kakek Lim," Usul Toan Beng Kiat dan menambahkan. "Kita tidak boleh bertindak ceroboh!" Kening Kam Hay Thian terus berkerut, seperti hendak berkata tapi diurungkan. "Memang lebih baik berunding dulu dengan kedua kakek itu. Sebab, mereka sangat berpengalaman," Ujar Siang Koan Goat Nio. "Kita tidak boleh bertindak semau kita, terlalu berbahaya!" Kam Hay Thian mengangguk sambil memandang Siang Koan Goat Nio "Aku menuruti pendapatmu." Lam Kiong Soat Lan dan Lui Hui San saling memandang, sedangkan Toan Beng Kiat tampak melongo. "Eeeh?" Terheran-heran Lie Ai Ling sambil memandang mereka. "Kenapa kalian jadi begitu, persis seperti orang bloon?" Toan Beng Kiat tersenyum. "Ucapan Hay Thian tadi...." "Kenapa ucapannya?" "Katanya dia menuruti pendapat Goat Nio!" Toan Beng Kiat memberitahukan. "Itu yang mengejutkan kami." "Kenapa harus terkejut? Pendapat yang benar memang harus dituruti, jadi tidak usah terkejut!" Sahut Ai Ling keheranan. Sementara wajah Kam Hay Thian telah kemerah-merahan, tadi dia mengucapkan kata-kata tanpa disadari. Sedangkan Siang Koan Goat Nio cuma bersikap biasa-biasa saja. Semua percakapan Itu bagaikan angin lalu baginya. "Ayoh!" Ajak Lam Kiong Soat Lan mendadak. "Mari kita berangkat ke markas pusat Kay Pang!" Yang lain mengangguk, mereka lalu berangkat menuju ke markas pusat Kay Pang. -oo0dw0oo- Di ruang tengah di dalam markas Seng Hwee Kauw, tampak Seng Hwee Sin Kun, Leng Bin Hoatsu, Pek Bin Kui, Pat Pie Lo Koay, Tok Chiu Ong, dan Hek Sim Popo dengan wajah serius. Kelihatannya mereka sedang merundingkan sesuatu. "Kita semua telah menerima laporan itu, bahwa telah muncul Chu Ok Hiap dan lainnya membunuh para anggota kita. Maka aku ingin bertanya, bagaimana menurut kalian?" Seng Hwee Sin Kun bertanya kepada mereka. "Tentunya kita harus membunuh mereka," Sahut Hek Sim Popo. "Benar!" Sambung Tok Chiu Ong. "Kita harus membunuh mereka, sebab telah membunuh puluhan anggota kita." "Ngmm!" Seng Hwee Sin Kun manggut-manggut. "Sebetulnya sasaranku adalah orang tua mereka." "Kalau begitu," Ujar Pat Pie Lo Koay mengemukakan pendapatnya. "Kita tidak perlu membunuh mereka. Kita buat mereka terluka agar orangtua mereka muncul! Bagaimana menurut Kauwcu?" "Aku setuju," Sahut Seng Hwee Sin Kun manggut-manggut, kemudian memandang Pek Bin Kui. "Bagaimana menurutmu?" "Apa yang dikatakan Pat Pie Lo Koay memang bisa diterima," Sahut Pek Bin Kui sambil tersenyum. "Kita melukai mereka dengan tujuan memancing orangtua mereka keluar. Setelah itu kita membunuh orangtua mereka!" Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo Raja Silat Karya Chin Hung