Pendekar Sakti Suling Pualam 13
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 13
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung "Itu tidak perlu." "Harus," Sahut Ngo Tok Kauwcu. Sesungguhnya tidak ada peraturan tersebut, tapi wanita itu ingin menjajal kepandalan Tio Bun Yang. "Kalau tidak, siauwhiap tidak bisa meninggalkan tempat ini." "Kauwcu!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa harus merusak suasana?" "Itu sudah merupakan peraturan." Sahut Ngo Tok Kauwcu sambil tertawa, kemudian berkata kepada Hek Sat. "Ambilkan kecapiku!" "Kauwcu...." Hek Sat tampak ragu. "Cepat ambilkan!" Bentak Ngo Tok Kauwcu. "Ya, Kauwcu." Hek Sat segera pergi mengambil kecapi tersebut, kemudian ditaruh di atas meja. "Kalian semua boleh meninggalkan ruang ini," Ujar Ngo Tok Kauwcu dan berpesan. "Bawa juga semua binatang beracun yang ada di ruang ini!" "Ya, Kauwcu." Hek Pek Siang Sat mengangguk, lalu mengibaskan tangannya. Para anggota Ngo Tok Kauw yang berdiri di situ langsung meninggalkan ruang itu. Barulah Hek Pek Siang Sat berjalan pergi sambil bersiul dan seketika semua binatang beracun yang ada di situ merayap pergi mengikuti mereka. "Tio siauwhiap!" Ngo Tok Kauwcu memandang monyet bulu putih yang duduk diam dibahu Tio Bun Yang. "Bagaimana monyet itu?" "Tidak apa-apa." Tio Bun Yang tersenyum. "Biar kauw-heng tetap duduk di bahuku." "Baiklah." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. Ketika Tio Bun Yang berada di rumah hartawan Kwee, monyet bulu putih tetap duduk dibahunya. Begitu pula di saat Tio Bun Yang mengobati hartawan Kwee dan putrinya. Hartawan Kwee dan isterinya memang tahu aturan, sama sekali tidak bertanya tentang monyet bulu putih itu. "Kauwcu ingin memainkan kecapi itu?" Tanya Tio Bun Yang sambil memandang alat musik yang ada di atas meja. "Betul Sahut Ngo Tok Kauwcu "Tio siauwhiap harus tahu, aku akan memainkan Mi Hun Mo Im (Suara Iblis Menyesatkan Sukma), maka Siauwhiap harus berhati-hati Kalau tidak kuat bertahan, jangan memaksa diri karena siauwhiap akan terluka dalam." "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Kalau begitu..." Jari tangan Ngo Tok Kauwcu menyentuh tali senar kecapi itu. "Aku akan mulai." Cring! Cring! Cring...! Jari tangan Ngo Tok Kauw mulai bergerak memetik tali senar alat musik itu. Perlu diketahui, tali senar itu berjumlah empat. Kini Ngo Tok Kauwcu hanya memetik dua di antaranya, namun cukup mengejutkan Tio Bun Yang, sebab ia mlai terpengaruh oleh Mi Hun Mo Im itu. Segeralah ia mengerahkan ilmu PenakLuk Iblis. Barulah ia terbebas dan pengaruh itu, otomatis wajahnya berseri. Bukan main kagumnya Ngo Tok Kauwcu, tapi juga merasa penasaran karena Tio Bun Yang tidak terpengaruh Karena itu, ia mulai memetik tali senar ke tiga, sehingga suara kecapi itu semakin tajam dan meninggi. Akan tetapi, Tio Bun Yang tetap tidak terpengaruh, sebaliknya wajahnya malah bertambah berseri. Ngo Tok Kauwcu semakin kagum, namun juga semakin penasaran dan membuatnya jadi nekat. Ia mulai memetik tali senar ke empat. Itu sungguh mengejutkan Tio Bun Yang, sebab pemuda itu tahu akhirnya Ngo Tok Kauwcu akan mengalami luka dalam, apabila ia kuat bertahan. Oleh karena itu, Ia cepat-cepat mengeluarkan suling pualamnya, sekaligus meniupnya. Terdengarlah suara suling yang amat halus menekan suara kecapi itu. Tio Bun Yang memang menggunakan suara suling pualamnya untuk menekan suara kecapi agar Ngo Tok Kauwcu akan berhenti memainkan kecapinya jadi tidak akan mengalami luka dalam. Itu memang benar. Ngo Tok Kauwcu telah memetik tali senar ke empat, maka tidak bisa berhenti mendadak. Apabila ia berhenti mendadak, pasti mati terserang oleh Mi Hun Mo Im itu. Di saat ia dalam keadaan gugup dan panik, dilihatnya Tio Bun Yang mengeluarkan suling pualamnya. Tak lama terdengarlah suara suling pualam yang amat halus, dan seketika dadanya jadi lega. Suara suling pualam itu berhasil menekan suara kecapi, karena Tio Bun Yang mengerahkan Pan Yok Hian Thian Sin Kang untuk meniup suling pualamnya itu. Berselang beberapa saat kemudian, Ngo Tok Kauwcu pun berhenti, lalu memandang Tio Bun Yang sambil menarik nafas dalam-dalam. Tio Bun Yang pun berhenti meniup suling pualamnya, lalu memandang Ngo Tok Kauwcu sambil tersenyum lembut. "Terima kasih Tio siauwhiap!" Ucapnya sambil memberi hormat. "Kauwcu," Ujar Tio Bun Yang berpesan. "Jangan sembarangan memetik tali senar ke empat itu, sangat membahayakan dirimu." "Aku terlampau penasaran," Sahut Ngo Tok Kauwcu sambil menundukkan kepala. "Karena itu aku lalu nekat." "Tiada artinya kan?" Tio Bun Yang tersenyum lagi. "Untung aku memiliki suling pualam ini. Kalau tidak, bukankah Kauwcu akan celaka?" "Ya," Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut. "Tio siauwhiap, engkau memang merupakan pendekar yang berhati bajik. Aku kagum sekali kepadamu." "Terima kasih!" Ucap Tio Bun Yang sambil menyimpan suling pualamnya kedalam bajunya. "Oh ya! Kenapa Kauwcu memakai cadar?" "Karena...." Ngo Tok Kauwcu menghela nafas panjang. "Karena wajahku telah rusak oleh racun. Sedangkan aku dan Hek Pek Siang Sat tak dapat membuat obat pemunahnya." "Oh?" Tio Bun Yang mengerutkan kening. "Kauwcu, bolehkah aku melihat wajahmu?" "Jangan!" Ngo Tok Kauwcu menggelengkan kepala. "Karena akan mengejutkan Tio siauw hiap, wajahku... sungguh menakutkan." "Tidak apa-apa," Ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh. "Aku ingin memeriksa wajah Kauwcu." "Tapi...." Ngo Tok Kauwcu tampak ragu. "Jangan ragu, Kauwcu!" Desak Tio Bun Yang. "Mudahmudahan aku bisa mengobati wajahmu." "Baiklah? Perlahan-lahan Ngo Tok Kauwcu melepaskan kain cadarnya. Tio Bun Yang terbelalak sebab wajah Ngo Tok Kauwcu memang sungguh menakutkan. Membengkak dan bernanah, bahkan berlubang-lubang kecil. "Kenapa wajah Kauwcu bisa jadi begitu?" "Aaaah " Ngo Tok Kauwcu menghela nafas panjang. "Aku meramu semacam racun, khususnya untuk membunuh Seng Hwee Sin Kun. Namun ak tidak berhasil meramu racun itu, sebaliknya malah membuat wajahku jadi keracunan begini." "Ooooh!" Tio Bun Yang manggut-manggUt. "Kauwcu, bolehkah aku memerika wajahmu?" "Silakan!" Sahut Ngo Tok Kauwcu, Namun wanita itu tidak yakin Tio Bun Yang dapat menyembuhkan wajahnya. Tio Bun Yang mengeluarkan sebatang jarum perak, setelah itu mulailah memeriksa wajah Ngo Tok Kauwcu dengan jarum perak itu secara intensif sekali. Berselang beberapa saat kemudian, barulah ia manggutmanggut, sambil membersihkan jarum perak itu, yang lalu disimpan ke dalam bajunya. "Bagaimana? Bisakah engkau mengobati Wajahku?" Tanya Ngo Tok Kauwcu sambil memandangnya. "Mudah-mudahan!" Sahut Tio Bun Yang dengan tersenyum lalu bertanya. "Oh ya, disini tersimpan Coa Cih Cauw (Daun Lidah Ular) dan...?" "Ada!" Ngo Tok Kauwcu mengangguk. Ia memang menyimpan beberapa macam daun dan rumput obat tersebut. "Tolong ambilkan!" Ujar Tio Bun Yang. Ngo Tok Kauwcu menepuk tangan tiga kali, kemudian muncullah Hek Pek Siang Sat, yang lalu memberi hormat kepada Ngo Tok Kauwcu. "Ada perintah apa, Kauwcu?" "Ambilkan daun dan rumput obat...." Ngo Tok Kauwcu menyuruh mereka mengambil daun dan rumput obat tersebut. "Ya, Kauwcu." Hek Pek Siang Sat segera pergi mengambil daun dan rumput obat itu. Tak seberapa lama, mereka sudah kembali kesitu dengan membawa daun dan rumput obat itu, yang lalu ditaruhnya di atas meja. "Kauwcu," Ujar Tio Bun Yang. "Tolong tumbuk sampai halus daun dan rumput obat itu!" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ngo Tok Kauwcu mengangguk, lalu menumbuk daun dan rumput obat itu sampai halus, setelah itu ditaruh ke dalam sebuah mangkok tembaga. Tio Bun Yang mengambil dua butir obat pemunah racun, lalu dihancurkannya sekaligus dimasukkan ke dalam mangkok tembaga itu, dan diaduknya. Sementara Hek Pek Siang Sat saling memandang. Mereka berdua tahu Tio Bun Yang mencoba mengobati wajah Kauwcu mereka. Namun mereka berdua tidak yakin Tio Bun Yang akan berhasil. "Maaf!" Ucap Tio Bun Yang. "Aku akan mengoleskan obat ini diwajahmu, boleh kan?" Ngo Tok Kauwcu manggut..manggut. Dengan hati-hati sekali Tio Bun Yang mengoleskan obat itu di wajah Ngo Tok Kauwcu. Itu membuat Ngo Tok Kauwcu berterima kasih dan terharu. "Harus tunggu sebentar," Ujar Tio Bun Yang sambil tersenyum. Mudah-mudahan wajahmu akan sembuh!" Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut, Tio Bun Yang duduk diam, sedangkan Hek Pek Siang Sat berdiri mematung di sisi kiri kanan Ngo Tok Kauwcu, mereka berdua berharap wajah Kauwcu bisa sembuh. Tak lama kemudian, Tio Bun Yang menyuruh Hek Sat mengambil sebaskom air hangat. Hek Sat mengangguk dan segera pergi mengambil sebaskom air hangat lalu ditaruh di atas meja. "Terima kasih!" Ucap Tio Bun Yang. Kemudian ia memandang Ngo Tok Kauwcu seraya berkata. "Silakan Kauwcu mencuci muka sekarang!" "Mencuci muka?" Ngo Tok Kauwcu tertegun. "Tapi... ." "Jangan ragu, cucilah mukamu!" Sahut Tio Bun Yang mendesaknya sambil tersenyum lembut. Ngo Tok Kauwcu menatapnya sejenak, setelah itu barulah mulai mencuci mukanya. Berselang sesaat, Ia mendongakkan kepalanya. Seketika Hek Pek Siang Sat berseru kaget dengan mata terbelalak lebar. "Haaah... .?" "Kenapa?" Tanya Ngo Tok Kauwcu dengan rasa heran. "Wajah Kauwcu! Wajah Kauwcu!" "Kenapa wajahku?" Tanya Ngo Tok Kauwcu tegang. "Wajah Kauwcu sudah sembuh," Sahut Hek Pek Siang Sat serentak dengan wajah berseri. "Wajah Kauwcu sudah sembuh." "Apa?!" Ngo Tok Kauwcu kurang percaya. "Wajahku telah sembuh?" "Benar." Tio Bun Yang manggut-manggut sambil tersenyum. "Cobalah Kauwcu raba!" Dengan tangan agak bergemetar Ngo Tok Kauwcu merabaraba wajahnya Ternyata wajahnya sudah berubah halus. Betapa terkejut dan gembiranya Ngo Tok Kauwcu. Mulut ternganga lebar dan matanya terbelalak menatap Tio Bun Yang. "Wajahku... wajahku... ." Tio Bun Yang hanya tersenyum. Sedangkan Hek Sat segera mengambil sebuah kaca, lalu diberikan kepada Ngo Tok Kauwcu. Ngo Tok Kauwcu langsung mengaca, dan begitu melihat wajahnya a langsung menangis terisak-isak. Memang sungguh di luar dugaan, karena wajahnya sudah sembuh, sehingga tampak cantik. "Selamat, Kauwcu!" Ucap Tio Bun Yang. "Tio siauwhiap...." Gadis berusia dua puluhan itu langsung berlutut di hadapan Tio Bun Yang. Ketika melihat Ngo Tok Kauwcu berlutut, Hek Pek Siang Sat pun ikut berlutut di hadapan Tio Bun Yang. "Bangunlah!" Tio Bun Yang mengangkat bangun Ngo Tok Kauwcu. "Tidak usah begini!" Ngo Tok Kauwcu terus menangis terisak-isak sambil bangkit berdiri, begitu pula Hek Pek Siang Sat. "Tio siauwhiap," Ujar gadis itu dengan air mata berderaiderai sambil duduk. "Namaku Phang Ling Cu. Aku... aku telah berhutang budi kepadamu." "Jangan berkata begitu!" Tio Bun Yang tersenyum. "ini cuma kebetulan saja.." "Tio siauwhiap, bolehkah aku tahu siapa ayahmu?" Tanya Ngo Tok Kauwcu mendadak. "Ayahku bernama Tio Cie Hiong." "Hah? Apa?" Phang Ling Cu dan Hek Pek Siang Sat tampak terkejut sekali. "Pek Ih Sin Hiap adalah ayahmu?" "Ya." "Aaaah... ." Ngo Tok Kauwcu Phang Ling Cu menghela nafas panjang,"Pantas engkau dapat menyembuhkan wajahku, karena Sok Beng Yok Ong adalah guru ayahmu" "Kok Kauwcu tahu?" Tanya Tio Bun Yang "Hek Peng Siang Sat yang memberitahukan," Sahut Ngo Tok Kauwcu Phang Ling Cu. "Sungguh beruntung aku bertemu engkau!" "Tao siauwhiap," Ujar Hek Sat. "Kami sama sekali tidak menyangka, bahwa engkau adalah putera Pek Ih Sin Hiap yang sangat kesohor itu. Maafkan kami, yang telah berlaku kurang hormat terhadapmu, Tio siauwhiap!" "Jangan berkata begitu," Ujar Tao Bun Yang "Sesungguhnya kalian sangat baik terhadapku." "Tio siauwhiap!" Ngo Tok Kauwcu tersenyum. "Usiaku lebih tua darimu, bagaimana kalau aku memanggilmu adik, dan engkau memanggilku kakak?" "Baik."Tio Bun Yang tersenyum. "Adik Bun Yang." Ngo Tok Kauwcu tertawa gembira, begitu pula Hek Pek Siang Sat. "Kakak Ling Cu, aku sudah harus mohon diri." Tio Bun Yang bangkit berdiri. "Karena harus meneruskan perjalanan." "Adik Bun Yang...." Wajah Ngo Tok Kauwcu berubah muram. "Bagaimana kalau engkau tinggal di sini beberapa hari?" "Maaf Kakak Ling Cu!" Ucap Tio Bun Yang. "Aku harus segera meneruskan perjalanan, lain kali aku akan ke mari lagi. "Baiklah," Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut, lalu menyerahkan bungkusan yang diambilnya di atas meja kepada Tio Bun Yang. "Jangan lupa membawa bungkusan ini!" "Kakak Ling Cu!" Tio Bun Yang tersenyum. "Engkau sangat membutuhkan uang, jadi itu untukmu saja." "Adik Bun Yang...." "Kakak Ling Cu, sampai jumpa!" Tio Bun Yang melangkah pergi. Ngo Tok Kauwcu dan Hek Pek Siang Sat mengantarnya sampai di depan, dan setelah Tio Bun Yang hilang dan pandangan mereka, barulah mereka kembali masuk. "Aaaah...." Ngo Tok Kauwcu menghela nafas panjang. "Sungguh tak disangka, dia malah menyembuhkan wajahku!" "Ternyata Pek Ih Sin Hiap Tio Cie Hiong adalah ayahnya!" Ujar Hek Sat memberitahukan. "Ketika ayahmu masih hidup, ingin sekali ayahmu bertemu Pek Ih Sin Hiap, namun...." "Ayahmu keburu mati," Sambung Pek Sat sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kini malah putranya yang menyembuhkan wajahmu. Sungguh hebat ilmu pengobatannya!" "Maklum," Ujar Hek Sat. "Ayahnya pernah ikut Sok Beng Yok Ong, maka Bun Yang pun mahir ilmu pengobatan." "Aaaah....!" Ngo Tok Kauwcu menghela nafas lagi. "Yang jelas Ngo Tok Kauw telah berhutang budi padanya." -oo0dw0oo- Bagian 26 Menolong seorang Tua Tio Bun Yang telah meninggalkan kota Kang Shi, dan kini memasuki sebuah hutan. Tiba-tiba ia mendengar suara rintihan. Segeralah ia melesat ke sana. Dilihatnya seorang tua berusia enam puluhan duduk bersandar di sebuah pohon sambil merintih-rintih. Nafasny memburu, dan wajahnya pucat pias. "Paman...." Tio Bun Yang mendekatinya. "Anak muda..." Sahut orang tua itu lemah. "Kakiku terpagut ular beracun." "Oh?" Tio Bun Yang cepat-cepat memeriksa kaki orang tua itu. Memang terdapat bekas pagutan ular di betisnya. Tio Bun Yang segera menotok beberapa jalan darah di dada orang tua itu, agar racun ular tidak menjalar ke jantung. Setelah itu, ia mengeluarkan jarum peraknya, kemudian mengorek bekas pagutan ular. Sementara orang tua itu terus menatapnya dengan mata redup. Usai mengorek bekas pagutan ular itu, Tio Bun Yang memasukkan sebutir obat pemunah racun ke dalain mulut si orang tua. Tak seberapa lama, tampak darah hitam mengalir ke luar dan bekas pagutan ular. Berselang sesaat, yang keluar berganti darah merah, Tio Bun Yang segera menotok jalan darah di kaki orang tua itu. Seketika darah merah berhenti mengalir dan Tio Bun Yang menarik nafas lega. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Nafas orang tua itu tidak memburu lagi, dan wajahnya pun tampak agak segar. Betapa gembiranya orang tua itu, kemudian ucapnya. "Terimakasih anak muda, engkau telah menyelamatkan nyawaku!" "Paman..." Tio Bun Yang tersenyum "Dimana rumah Paman? Aku akan mengantar Paman pulang." "Tidak jauh dan sini," Sahut orang tua itu sambil menunjuk ke arah timur. Tio Bun Yang menggendong orang tua itu, lalu melesat ke arah timur menuju rumah orang tua tersebut. Tak seberapa lama, sampailah ia di rumah orang tua itu. Ditaruhnya orang tua itu ke tempat duduk, kemudian ia pun duduk di hadapannya". "Kenapa Paman berada di hutan itu?" "Aku mencari daun obat-obatan, tapi tanpa sengaja aku menginjak ular beracun, dan kemudian ular itu memagut betisku." "Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut. "Paman seorang diri tinggal di rumah ini?" "Ya." Orang tua itu mengangguk lalu bertanya. "Anak muda, bolehkah aku tahu siapa engkau?" "Namaku Tio Bun Yang, Paman." "Aku Sie Kuang Han!" Orang tua itu memberitahukan. "Aku mempunyai seorang anak, namanya Sie Keng Hauw." "Kok tidak kelihatan anak paman itu?" "Dia berada di tempat gurunya, mungkin tidak lama lagi akan pulang." Sie Kuang Han menatapnya. "Anak muda, terimakasih atas pertolonganmu." "Tidak usah berterimakasih, Paman!" Tio Bun Yang tersenyum. "Kebetulan aku lewat di hutan itu, dan mendengar suara rintihan Paman." "Oooh" Sie Kuang Han manggut-manggut. "Engkau masih muda, tapi mahir ilmu pengobatan. Aku yakin, engkau pasti berkepandaian tinggi." Tio Bun Yang hanya tersenyum. Mendadak Sie Kuang Han menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Paman kenapa?" Tanya Tio Bun Yang heran. "Sudah belasan tahun aku tinggal di sini, tidak sangka hari ini engkau yang menyelamatkan nyawaku." "Selama belasan tahun, Paman tidak pernah meninggalkan tempat ini?" "Tidak pernah." Sie Kuang Han menghela napas panjang lagi "Aku memang mengasingkan diri disini Karena di luar sana sudah tidak karuan." "Tidak karuan? Maksud paman?" "Kerajaan kacau balau, Thay Kam yang berkuasa di istana. Kelihatannya Dinasti Beng tidak bertahan lebih lama lagi" "Paman mantan pembesar?" -oo0dw0oo- Jilid 6 "Aku memang mantan pengawal seorang jenderal," Sahut Sie Kuang Han sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Jenderal itu saudara Kandungku, namanya Sie Kuang Weng. Belasan tahun lalu, Lu Thay Kam memfitnah saudaraku. Karena itu, kaisar langsung menghukum mati kami sekeluarga. Aku membawa putraku melarikan diri, namun saudaraku sekeluarga...." "Dihukum mati semua?" Sambung Tio Bun Yang. "Ya." Sie Kuang Han mengangguk dengan mata basah. "Saudaraku mempunyai seorang putri bernama Sie Hui San, entah bagaimana nasibnya? mudah-mudahan ada orang menolongnya!" "Kalau Sie Hui San selamat, kira-kira berapa usianya sekarang?" Tanya Tio Bun Yang. "Sekitar tujuh belas." Sie Kuang Han memberitahukan. "Di lehernya terdapat sebuah tanda merah. Akan tetapi, bagaimana mungkin dia bisa selamat?" "Oh ya! Sudah berapa lama putra Paman berada di tempat gurunya?" "Sudah hampir sepuluh tahun. Apabila dia berhasil menguasai kepandaian tinggi, dia harus pergi membunuh Lu Thay Kam itu." "Paman...." Tio Bun Yang menggeleng-geleng kan kepala. "Apa gunanya bunuh-membunuh? Tiada artinya sama sekali." "Anak muda!" Sie Kuang Han menatapnya "Lu Thay Kam itu memfitnah saudaraku ingin memberontak, akhirnya kaisar menghukum mati saudaraku sekeluarga, bahkan isteriku pun di hukum mati. Itu merupakan dendam kesumat, maka Lu Thay Kam harus dibunuh!" "Paman...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala lagi, kemudian bangkit berdiri. "Paman, aku mohon pamit!" "Kenapa begitu cepat?" "Aku masih harus meneruskan perjalanan Sampai jumpa, Paman!" "Anak muda...." Sie Kuang Han menghela nafas panjang. Sedangkan Tio Bun Yang terus berjalan meninggalkan rumah itu. -oo0dw0oo Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / Ketika matahari mulai condong ke ufuk barat, Bun Yang telah sampai di sebuah kota kecil, mendadak ia mendengar suara pertempuran, dan segera melesat ke tempat itu. Ternyata pasukan kerajaan sedang bertempur dengan para pemberontak, korban pun berjatuhan. Menyaksikan pertempuran itu, Tio Bun Yang menggelenggelengkan kepala. Para pemberontak bertempur mati matian, dan pasukan kerajaan yang berjumlah ratusan orang itu terus menyerang para pemberontak yang tersisa puluhan orang, sebab sudah banyak vang mati dan terluka. "Habiskan mereka semua!" Seru pemimpin pasukan kerajaan. "Jangan sampai ada yang meloloskan diri!" Sebetulnya Tio Bun Yang tidak mau mencampuri urusan itu. Namun ia merasa tidak tega melihat para pemberontak dibantai oleh pasukan kerajaan. "Kauw heng, aku terpaksa harus menolong para pemberontak itu," Ujarnya kepada monyet putih yang duduk di bahunya. Monyet bulu putih bercuit sambil manggut-manggut, seakan menyetujuinya. Tio Bun Yang menarik nafas dalam dalam, setelah itu mendadak melesat ke depan, lalu beijungkir balik ke arah pemimpin pasukan kerajaan itu. Betapa terkejutnya pemimpin pasukan kerajaan ketika melihat sosok bayangan melesat ke .... Jilid 6 Halaman 6-7 ga ada ..... itu sambil memberi hormat. "Silakan masukk!." Tio Bun Yang memandang kedua orang yang mengantarnya, dan kedua orang itu segera berkata "Silakan masuk, siauw hiap! Kami menunggu di luar saja." Tio Bun Yang manggut-manggut, lalu melangkah memasuki tenda itu. Dilihatnya seorang lelaki berusia empat puluh, yang gagah dan berwibawa duduk di situ. "Oh, siauw hiap!" Lelaki itu tertawa gembira sambil bangkit berdiri. "Silakan duduk!" "Terimakasih!" Ucap Tio Bun Yang lalu duduk "Siauw hiap!" Lelaki itu memandangnya sambil memperkenalkan diri. "Aku Lie Tsu Seng, terima kasih atas pertolonganmu!". "Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut" Ternyata Paman adalah Lie Tsu Seng yang di sanjung rakyat! Kebetulan aku lewat di kota kecil itu. Karena menyaksikan pertempuran yang tak seimbang maka aku turun tangan menolong para pemberontak itu." "Mereka para anak buahku" Lie Tsu Seng memberitahukan. "Kalau siauw hiap tidak segera muncul, mereka pasti mati. Sekali lagi kuucapkan terimakasih kepada siauw hiap!" "Paman tidak usah mengucapkan terima kasih kepadaku. Paman ingin membebaskan penderitaan rakyat, maka wajar aku membantu mereka" Ujar Tio Bun sambil tersenyum. "Oh ya, nama siauw hiap ?" "Namaku Tio Bun Yang " "Tio siauw hiap masih sangat muda, tapi berkepandaian begitu tinggi. Itu sungguh di luar dugaan dan mengagumkan! Ha..ha..ha!" "Paman!" Tio Bun Yang memandangnya. "Ada sesuatu penting Paman mengundangku kemari?" "Begini, kini kerajaan sudah bobrok. Para Thay Kam dan menteri saling merebut kekuasaan, sedangkan kaisar cuma tahu bersenang-senang, sehingga membuat rakyat menderita sekali. Tio Sauw hiap berkepandaian begitu tinggi, bagaimana kalau bergabung dengan kami?" "Maaf, Paman!" Tio Bun Yang menggelengkan kepala. "Aku tidak mau mencampuri urusan politik kerajaan." "Aaaah...." Lie Tsu Seng menghela nafas panjang "Sungguh sayang sekali! Padahal saat ini tenagamu sangat dibutuhkan rakyat." "Maaf, Paman!" Ucap Tio Bun Yang sambil bangkit berdiri. "Aku tidak mau mencampuri urusan pemberontakan." "Tio siauw hiap...." Lie Tsu Seng tampak kecewa sekali. "Paman, banyak pemberontakan di sana sini. Paman harus menyatukan mereka, agar kuat. Kalau tidak. Paman tidak akan berhasil," Ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh. "Usul yang tepat!" Lie Tsu Seng tertawa gernbira. "Aku pasti berupaya menyatukan mereka!! "Oh ya!" Tio Bun Yang memberitahukan. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kalau aku bertemu Bibi Suan Hiang, aku akan berunding dengan dia supaya dia mau bergabung dengan Paman." "Siapa dia?" Tanya Lie Tsu Seng tertarik. "Bibi Suan Hiang adalah ketua Tiong Ngie Pay." Tio Bun Yang memberitahukan. "Mungkin Bibi Suan Hiang akan bergabung dengan Paman" "Ketua Tiong Ngie Pay?" Wajah Lie Tsu berseri. "Perkumpulan itu khususnya menentang Hiat Ih Hwe, kan?' "Betul." "Bagus, bagus!" Lie Tsu Seng tertawa gelak. "Sudah lama aku ingin menemui ketua Tiong Ngie Pay itu, namun tidak mempunyai waktu. Kebetulan engkau ingin bicara kepadanya, itu sungguh bagus sekali. Tolong sampaikan salamku kepadanya, dan semoga mereka bersedia bergabung dengan kami!" "Pasti kuusahakan," Ujar Tio Bun Yang berjanji. "Terimakasih!" Ucap Lie Tsu Seng sambil tertawa gembira. "Ha ha ha...!" "Paman, aku mohon pamit!" "Baiklah." Lie Tsu Seng mengangguk, lain mengantar Tio Bun Yang sampai di luar tenda. "Sampai jumpa, Paman!" Ucap Tio Bun Yang ambil memberi hormat, kemudian melesat pergi laksana kilat. "Bukan main!" Seru Lie Tsu Seng kagum. "Masih begitu muda tapi berkepandaian begitu tinggi" ---ooo0dw0ooo--- ..... itu sambil memberi hormat. "Silakan masukk!." Tio Bun Yang memandang kedua orang yang mengantarnya, dan kedua orang itu segera berkata "Silakan masuk, siauw hiap! Kami menunggu di luar saja." Tio Bun Yang manggut-manggut, lalu melangkah memasuki tenda itu. Dilihatnya seorang lelaki berusia empat puluh, yang gagah dan berwibawa duduk di situ. "Oh, siauw hiap!" Lelaki itu tertawa gembira sambil bangkit berdiri. "Silakan duduk!" "Terimakasih!" Ucap Tio Bun Yang lalu duduk "Siauw hiap!" Lelaki itu memandangnya sambil memperkenalkan diri. "Aku Lie Tsu Seng, terima kasih atas pertolonganmu!". "Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut" Ternyata Paman adalah Lie Tsu Seng yang di sanjung rakyat! Kebetulan aku lewat di kota kecil itu. Karena menyaksikan pertempuran yang tak seimbang maka aku turun tangan menolong para pemberontak itu." "Mereka para anak buahku" Lie Tsu Seng memberitahukan. "Kalau siauw hiap tidak segera muncul, mereka pasti mati. Sekali lagi kuucapkan terimakasih kepada siauw hiap!" "Paman tidak usah mengucapkan terima kasih kepadaku. Paman ingin membebaskan penderitaan rakyat, maka wajar aku membantu mereka" Ujar Tio Bun sambil tersenyum. "Oh ya, nama siauw hiap ?" "Namaku Tio Bun Yang " "Tio siauw hiap masih sangat muda, tapi berkepandaian begitu tinggi. Itu sungguh di luar dugaan dan mengagumkan! Ha..ha..ha!" "Paman!" Tio Bun Yang memandangnya. "Ada sesuatu penting Paman mengundangku kemari?" "Begini, kini kerajaan sudah bobrok. Para Thay Kam dan menteri saling merebut kekuasaan, sedangkan kaisar cuma tahu bersenang-senang, sehingga membuat rakyat menderita sekali. Tio Sauw hiap berkepandaian begitu tinggi, bagaimana kalau bergabung dengan kami?" "Maaf, Paman!" Tio Bun Yang menggelengkan kepala. "Aku tidak mau mencampuri urusan politik kerajaan." "Aaaah...." Lie Tsu Seng menghela nafas panjang "Sungguh sayang sekali! Padahal saat ini tenagamu sangat dibutuhkan rakyat." "Maaf, Paman!" Ucap Tio Bun Yang sambil bangkit berdiri. "Aku tidak mau mencampuri urusan pemberontakan." "Tio siauw hiap...." Lie Tsu Seng tampak kecewa sekali. "Paman, banyak pemberontakan di sana sini. Paman harus menyatukan mereka, agar kuat. Kalau tidak. Paman tidak akan berhasil," Ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh. "Usul yang tepat!" Lie Tsu Seng tertawa gernbira. "Aku pasti berupaya menyatukan mereka!! "Oh ya!" Tio Bun Yang memberitahukan. "Kalau aku bertemu Bibi Suan Hiang, aku akan berunding dengan dia supaya dia mau bergabung dengan Paman." "Siapa dia?" Tanya Lie Tsu Seng tertarik. "Bibi Suan Hiang adalah ketua Tiong Ngie Pay." Tio Bun Yang memberitahukan. "Mungkin Bibi Suan Hiang akan bergabung dengan Paman" "Ketua Tiong Ngie Pay?" Wajah Lie Tsu berseri. "Perkumpulan itu khususnya menentang Hiat Ih Hwe, kan?' "Betul." "Bagus, bagus!" Lie Tsu Seng tertawa gelak. "Sudah lama aku ingin menemui ketua Tiong Ngie Pay itu, namun tidak mempunyai waktu. Kebetulan engkau ingin bicara kepadanya, itu sungguh bagus sekali. Tolong sampaikan salamku kepadanya, dan semoga mereka bersedia bergabung dengan kami!" "Pasti kuusahakan," Ujar Tio Bun Yang berjanji. "Terimakasih!" Ucap Lie Tsu Seng sambil tertawa gembira. "Ha ha ha...!" "Paman, aku mohon pamit!" "Baiklah." Lie Tsu Seng mengangguk, lain mengantar Tio Bun Yang sampai di luar tenda. "Sampai jumpa, Paman!" Ucap Tio Bun Yang ambil memberi hormat, kemudian melesat pergi laksana kilat, "Bukan main!" Seru Lie Tsu Seng kagum. "Masih begitu muda tapi berkepandaian begitu tinggi" ---ooo0dw0ooo--- Tio Bun Yang terus melanjutkan perjalanan. Di saat saat memasuki sebuah rimba, mendadak muncul belasan orang berpakaian hijau dengan berbagai macam senjata di tangan. Belasan orang berpakaian hijau itu langsung mengurungnya, dan Tio Bun Yang memandang mereka dengan kening berkerut. "Siapa kalian?" Tanyanya. "Kenapa mengurungku?" "Engkau adalah Giok Siauw Sin Hiap - Tio Bun Yang, bukan?" Tanya salah seorang, yang rupanya pemimpin belasan orang berpakaian hijau itu. "Betul." Tio Bun Yang manggut-manggut. "Kami para anggota Seng Hwee Kauw! Hari ini engkau harus mampus di tangan kami!" "Oh?" Tio Bun Yang tersenyum. "Kita tidak bermusuhan, kenapa kalian ingin membunuhku?" "Ini perintah dari ketua kami!" "Siapa ketua kalian?" "Seng Hwee Sin Kun!" "Apakah Seng Hwee Sin Kun punya dendam denganku?" "Kami tidak tahu! Yang jelas ketua perintahkan kami membunuhmu! Bersiap-siaplah engkau untuk mati!" "Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Kenapa kalian mematuhi perintahnya yang bukan-bukan ini?" "Seng Hwee Sin Kun adalah ketua kami sudah barang tentu kami harus mematuhi semua perintahnya!" "Sudahlah!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Lebih baik kalian membiarkan aku pergi." 'Tidak bisa! Pokoknya kami harus membunuhmu!" Sahut orang itu. "Kalian semua betul-betul cari penyakit," Ujar Tio Bun Yang sambil mengeluarkan suling pualam nya. Sedangkan monyet bulu putih tetap duduk di bahunya. "Serang dia!" Seru pemimpin para anggota Seng Hwee Kauw itu. Orang-orang itu langsung menyerang Tio Bun Yang dengan berbagai macam senjata. Tio Bun Yang segera berkelit menggunakan Kiu Kiong San Tian Pou, kemudian balas menyerang dengan ilmu Giok Siauw Bit Ciat Kang Khi dan mengeluarkan jurus Hai Lang Thau Thau (Ombak Laut Menderu-Deru), Hoan Thian Coan Te (Membalikkan Langit Memutarkan Bumi) dan jurus Han In Giok Siauw (Ribuan Bayangan Suling Kumala). Ketiga jurus itu berhasil memutuskan urat para anggota Seng Hwee Kauw, sehingga kepandaian mereka musnah. Mereka terkapar sambil merintih-rintih dengan mulut mengeluarkan darah segar. "Engkau... engkau...." Pemimpin para anggota Seng Hwee Kauw menunjuknya dengan tangan bergemetar. "Kalian yang cari penyakit, bukan aku berhati kejam," Ujar Tio Bun Yang sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kini kepandaian kalian telah musnah, aku harap kalian menjadi orang baik-baik!" "Hmm!" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dengus pemimpin para anggota Seng Hwee Kauw. "Ketua kami pasti mencarimu untuk menuntut balas!" "Oh?" Tio Bun Yang tersenyum. "Aku memang ingin bertemu ketua kalian. Di mana markas kalian?" "Di Lembah Kabut Hitam!" "Di mana Lembah itu?" "Dekat kaki Gunung Batu Hitam!" "Terimakasih atas kesediaanmu memberitahukan kepadaku, sampai jumpa!" Ucap Tio Bun Yang lalu melesat pergi ---ooo0dw0ooo--- Bagian ke dua puluh tujuh Hiat Ih Hwe dan Seng Hwee Kauw bekerja sama. Seng Hwee Sin Kun memukul meja dengan wajah merah padam. Dia sangat gusar setelah menerima laporan bahwa belasan anggotanya gagal membunuh Tio Bun Yang, dan sebaliknya kepandaian mereka malah musnah. "Aku harus membunuh Tio Bun Yang!" Ujar Seng Hwee Sin Kun sambil mengepal tinju. "Jangan gusar, Ketua!" Ujar Leng Bin Hoatsu. "Sebab para anggota kita itu berkepandaian rendah, tentunya tidak bisa melawan Giok Siauw Sin Hiap." "Kalau begitu, perlukah aku yang turun tangan membunuh Giok Siauw Sin Hiap, Chu Ok Hiap dan lainnya?" "Tidak perlu, Ketua," Sahut Pek Bin Kui dan menambahkan. "Apabila perlu, kami akan turun tangan." "Betul," Sambung Pat Pie Lo Koay. "Biar kami yang turun tangan, dan itu sudah cukup." Mendadak terdengar suara seruan di luar, yang susulmenyusul, dan seketika mereka pun berhenti berbicara. "Gak Cong Heng, wakil ketua Hiat Ih Hwe berkunjung!" "Gak Cong Heng wakil ketua Hiat Ih Hwe berkunjung..'" "Undang dia masuk!" Sahut Seng Hwee Sin Kun. "Undang dia masuk! "Undang dia masuk...." Terdengar suara yang susulmenyusul sampai di luar. Berselang beberapa saat, tampak seseorang berjalan masuk, yang tidak lain Gak Cong Heng, wakil ketua Hiat Ih Hwe, yang lalu memberi hormat kepada Seng Hwee Sin Kun dan lainnya. "Selamat datang, Saudara Gak!" Ucap Seng Hwee Sin Kun sambil tertawa gembira. "Ha ha ha...!" "Selamat bertemu, ketua!" Sahut Gak Cong Heng sambil tertawa gelak. "Silakan duduk!" Ucap Seng Hwee Sin Kun. "Terimakasih!" Gak Cong Heng duduk. "Mari kuperkenalkan! Ini adalah Leng Bin Hoat, wakil ketua Seng Hwee Kauw dan...." Seng Hwee Sin Kun memperkenalkan mereka satu-persatu. Gak Cong Heng dan mereka saling memberi hormat sambil tertawa-tawa, setelah itu Seng Hwe Sin Kun bertanya. "Ada sesuatu penting Saudara Gak ke mari?" "Ya," Gak Cong Heng mengangguk. "Ketua mengutusku ke mari untuk mengundang Hwee Sin Kun ke markas kami." "Oh?" Seng Hwee Sin Kun menatapnya sambil tertawa. "Ketua Hiat Ih Hwe ingin merundingkan sesuatu denganku?" "Betul." Gak Cong Heng mengangguk. "Kalau begitu...." Seng Hwee Sin Kun diam sejenak, kemudian barulah manggut-manggut. "Baik, aku akan ke sana." "Terimakasih, Sin Kun!" Ucap Gak Cong Heng gembira. "Harap Sin Kun bersedia ikut aku kesana" "Sekarang?" Ujar Seng Hwee Sin Kun. "Ya." Baiklah," Seng Hwee Sin Kun manggut-manggut. "Mari kita berangkat, jadi tidak usah membuang-buang waktu." "Betul," Lu Thay Kam manggut-manggut. "Terimakasih!" Ucap Gak Cong Heng, dan mereka berdua lalu berangkat Wajah Gak Cong Heng tampak berseri, karena berhasil mengundang Seng Hwee Sin Kun ke markasnya. ---ooo0dw0ooo--- Di dalam markas Hiat Ih Hwe, tampak beberapa orang sedang duduk sambil tertawa gembira, dan terus bersulang dengan wajah berseri-seri. "Ketua "Ha ha ha!" Ketua Hiat Ih Hwe tertawa gembira. "Sin Kun mau ke mari, sungguh merupakan suatu kehormatan bagi Hiat Ih Hwe." "Sama-sama," Sahut Seng Hwee Sin Kun sambil tertawa gelak. "Lu Kong Kong mengundangku kemari, juga merupakan kehormatan bagiku." "Ha ha ha!" Ketua Hiat Ih Hwe atau Lu Thay Kam tertawa terbahak-bahak. "Mari kita bersulang lagi!" Mereka bersulang, setelah itu mulailah mereka mengarah pada pokok pembicaraan. "Lu Kong Kong mengundangku ke mari, tentunya ada sesuatu penting. Silakan terbuka saja!" Ujar Seng Hwee Sin Kun "Betul" Lu Thay Kam manggut-manggut "Terus terang, aku ingin berunding dengan Sin Kun." "Mengenai apa?" "Maksudku, Hiat Ih Hwe ingin bekerja sama dengan Seng Hwee Kauw. Bagaimana menurut. Sin Kun?" "Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa. "Itu memang baik sekali. Tentunya aku setuju." "Bagus, bagus! Ha ha ha...!" Lu Thay Kam tertawa gembira. "Namun hal ini sudah pasti ada persyaratannya, bukan?" "Betul." Seng Hwee Sin Kun mengangguk "Kira-kira apa persyaratannya?" "Bagaimana kalau Sin Kun yang mengajukannya dulu?" "Lu Kong Kong tentunya tahu bahwa Se Hwee Kauw kian hari kian bertambah besar dan kuat, namun____" Lanjut Seng Hwee Sin Kun sambil memandangnya. "Mengenai keuangan Seng Hwe Kauw, otomatis mengalami kesulitan." "Maksud Sin Kun ingin minta bantuanku! tanya Lu Thay Kam. "Ya." Seng Hwee Sin Kun mengangguk. "Itu gampang. Kapan Sin Kun membutuhkan, aku pasti menyediakannya," Ujar Lu Thay Kan sambil tertawa. "Terimakasih, Lu Kong Kong!" Seng Hwei Kam Sin Kun juga tertawa. "Lalu bagaimana syarat Lu Kong Kiam- Kong Kong?" "Tentunya Sin Kun tahu, kini yang berani menentang Hiat Ih Hwe adalah Tiong Ngie Pay Jadi syaratku hanya menghendaki agar Seng Kauw membasmi Tiong Ngie Pay Apakah Sin Kun sanggup? "Sanggup," Seng Hwee Sin Kun manggul-manggut. "Kalau begitu, mari kita bersulang atas kc sepakatan kita untuk bekerja sama! Ha ha ha...!" Lu Thay Kam tertawa gembira. "Mari!" Seng Hwee Sin Kun juga tertawa terbahak-bahak. Mereka berdua bersulang dengan wajah ber-ri, dan sesaat kemudian mereka mulai bercakap-cakap lagi. "Oh ya!" Lu Thay Kam teringat sesuatu. "Kini istriku sedang merantau. Aku menghadiahkan pedang pusaka Han Kong Kiam kepadanya. Harap Sin Kun perintahkan kepada para anggota, agar jangan mengganggu gadis yang memiliki pedang tersebut." "Baik." Seng Hwee Sin Kun mengangguk. "Tapi bagaimana bentuk Pedang Pusaka itu?" "Pedang pusaka itu dapat memancarkan cahaya yang mengandung hawa dingin. Lu Thay Kam memberitahukan. "Itulah pedang pusaka Han Kong Kiam" "Nama putri Lu Kong Kong?" "Kuberitahukan kepada Sin Kun, tapi harus dirahasiakan!" Pesan Lu Thay Kam dan memberitahukan. "Namanya Lu Hui San!" "Aku pasti merahasiakan identitasnya, ujar Seng Hwee Sin Kun berjanji. "Pokoknya para anggotaku tidak akan mengganggu putri Lu Kong Kong itu." "Terimakasih!" Ucap Lu Thay Kam. "Oh ya, Sin Kun membutuhkan berapa banyak uang emas?" Seng Hwee Sin Kun memberitahukan berapa jumlahnya. "Cukupkah?" Tanya Lu Thay Kam sambil tertawa "Cukup." "Kalau kurang, kapan pun Sin Kun bok minta kepadaku," Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ujar Lu Thay Kam. "Terimakasih, Lu Kong Kong!" Ucap Seng Hwee Sin Kun dengan gembira. "Oh ya, kapan uang itu akan dikirimkan ke markasku?" "Beberapa hari ini." Lu Thay Kam memberitahukan. "Aku akan mengutus Gak Cong Heng dan beberapa orang untuk mengantar uang tersebut ke markas Sin Kun!" "Terimakasih!" Ucap Seng Hwee Sin Kun dengan wajah berseri. "Setelah menerima uang itu aku pasti memerintahkan para anggotaku pergi menyerang Tiong Ngie Pay." "Bagus, bagus! Pokoknya Tiong Ngie Pay harus dibasmi," Ujar Lu Thay Kam sambil tertawa "Setelah Tiong Ngie Pay dibasmi, Seng Hwe Kauw pun harus membantuku membasmi para pemberontak." "Itu urusan kecil," Sahut Seng Hwee Sin kun sambil tertawa. "Baiklah, aku mau mohon pamit! "Selamat jalan!" Ucap Lu Thay Kam "Sampai jumpa Lu Kong Kong!" Ucap Seri Hwee Sin Kun, yang lalu meninggalkan markj Hiat Ih Hwe sambil tertawa gembira. Sementara itu, Toan Beng Kiat dan lainnya terus melakukan perjalanan menuju markas pusat Kay Pang. Dalam perjalanan, mereka terus bercakap-cakap, terutama Lie Ai Ling. Dia tak henti-hentinya membicarakan ini dan itu, ada saja yang dibicarakannya. "Ai Ling!" Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa mulutmu tidak bisa diam sih?" "Memangnya aku tidak boleh bicara?" Sahut Ai Ling sambil tersenyum. "Aku suka bicara, jadi mulutku tidak bisa diam." "Kalau engkau terus begitu, mana ada pemuda yang akan jatuh hati kepadamu?" Ujar Siang Koan Goat Nio. "Hi hi hi!" Lie Ai Ling tertawa. "Kalau tidak jada pemuda jatuh hati kepadaku yah sudahlah! Aku sama sekali tidak kalut, sebaliknya engkau sudah rindu pada Kakak Bun Yang, bukan?" "Engkau mulai menggoda ya?" Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening dan wajahnya agak kemerah-merahan. "Jadi..." Sela Kam Hay Thian mendadak. "Goat Nio menyukai Bun Yang? Kapan mereka bertemu?" "Mereka berdua belum pernah bertemu," Sahut Lie Ai Ling.. "Namun aku yakin Goat Nio pasti menyukai Kakak Bun Yang." "Bagaimana mungkin?" Kam Hay Thian menggelenggelengkan kepala. "Sebab mereka berdua belum pernah bertemu, kalau pun bertemu belum tentu... " "Maksudmu Goat Nio belum tentu akan menyukai Kakak Bun Yang?" Tanya Lie Ai Ling. "Ya." Kam Hay Thian mengangguk. "Lho?" Lie Ai Ling menatapnya terbelalak "Kok engkau...." "Dia telah jatuh hati kepada Goat Nio, maka tidak menghendaki Goat Nio menyukai Bun Yang" Sela Lu Hui San mendadak. "Oh?" Mulut Lie Ai Ling ternganga lebati "Betulkah begitu?" "Memang begitu." Lu Hui San manggut-manggut. "Kalau tidak...." "Hui San!" Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Jangan omong yang bukan- bukan, sebab akan merusak persahabatan kita semua!" "Goat Nio!" Lu Hui San tersenyum. "Aku omong sesungguhnya." "Hui San, sudahlah!" Toan Beng Kiat mende katinya. "Kita semua adalah teman baik yang harus bersatu, jadi____" "Aku tahu." Lu Hui San manggut-manggul "Baiklah. Mulai sekarang aku tidak akan banyak bicara." "Aku yang akan banyak bicara." Sela Lie Ai Ling sambil tersenyum. "Kalau tidak, semuanya pasti membisu. Itu jadi tidak enak dan tiada Kesemarakan. Ya, kan?" "Engkau memang banyak mulut." Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala dan menghela nafas. "Anak gadis, sebaiknya jangan banyak mulut." "Hi hi hi!" Lie Ai Ling tertawa geli. "Mulutku cuma satu, kok engkau bilang mulutku banyak sih?" "Engkau____" Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Sssst!" Lu Hui San memberi isyarat. "Kalian dengar, ada suara pertempuran di depan." Toan Beng Kiat, Kam Hay Thian, Lie Ai Ling, Siang Koan Goat Nio dan Lam Kiong Soat Lan mendengarkan dengan penuh perhatian. "Betul," Ujar Kam Hay Thian. "Ada suara pertarungan di depan. Mari kita ke sana!" Mereka berenam langsung melesat ke tempat itu. Tampak belasan orang berpakaian merah mengeroyok gadis berusia dua puluhan. "Eeeeh?" Lie Ai Ling terbelalak menyaksikannya. "Gadis itu menggunakan Hong Hoang Kiam hoat (Ilmu Pedang Burung Phoenix), tapi belum begitu mahir. Siapa yang mengajarnya ilmu pedang itu ?" "Heran?" Gumam Siang Koan Goat Nio. "Dia pun menggunakan Kiu Kiong San Tian Pou untuk berkelit. Kok dia mengerti kedua ilmu itu?" "Sungguh mengherankan!" Sahut Lie Ai Ling. "Kenapa kalian berdua?" Tanya Toan Beng Kiat. "Gadis itu menggunakan Ilmu pedang Hong Hoang Kiam Hoat," Jawab Lie Ai Ling. "Bahkan juga berkelit dengan ilmu Kiu Kiong San Tian Pou. Mungkinkah dia ada hubungan dengan ayah* ku?" "Kenapa engkau berkata begitu?" Tanya Lam Kiong Soat Lan. "Sebab ayahku juga mahir ilmu pedang itu," Sahut Lie Ai Ling. "Ayahmu juga mahir Kiu Kiong San Tian Pou?" Tanya Lam Kiong Soat Lan. "Setahuku tidak." Lie Ai Ling menggelengkan kepala. "Paman Cie Hiong memang mengajarku dan Goat Nio ilmu langkah kilat itu, namun gadis itu____" "Kita bantu gadis itu, kemudian kita tanya Bukankah kita akan tahu? Jadi tidak perlu menerka membuang-buang waktu," Sela Kam Hay Thian yang sudah timbul nafsu membunuhnya. "Baik." Toan Beng Kiat mengangguk. "Mari kita bantu gadis itu!" Mereka berenam langsung melesat ke sana, dan tentunya sangat mengejutkan orang-orang berpakaian merah itu. "Kami adalah anggota Hiat Ih Hwe! Siam kalian?" Bentak kepala para anggota Hiat Ih Hwe itu. "Hmm!" Dengus Kam Hay Thian. "Aku adalah Chu Ok Hiap, jadi aku akan membasmi kalian semua hari ini!" "Apa?!" Para anggota Hiat Ih Hwe mundur beberapa langkah. "Pendekar Pembasmi Penjahat?" "Betul!" Kam Hay Thian menghunus pedangnya. "Serang dia!" Seru pemimpin para anggota Hiat Ih Hwe, yang kemudian ikut menyerang Kam Hay Thian. Ketika Kam Hay Thian diserang, Toan Beng Kiat dan lainnya langsung turun tangan membantunya. Terjadilah pertarungan yang tak seimbang, sebab Kam Hay Thian dan lainnya berkepandaian tinggi, sebaliknya kepandaian para anggota Hiat Ih Hwe tidak begitu tinggi. Oleh karena itu, belasan jurus kemudian para anggota Hiat Ih Hwe sudah terkapar berlumuran darah. Tampak beberapa anggota Hiat Ih Hwe masih merintih-rintih, ternyata mereka hanya terluka. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kam Hay Thian mendekati mereka lalu mendadak menggerakkan pedangnya. Tak lama orang-orang yang terluka itu pun tewas dengan dada berlubang. Kam Hay Thian betul-betul tidak memberi ampun kepada mereka, sehingga membuat Toan Beng Kiat menggeleng-gelengkan kepala. Jilid 6 hal.26-27 ga ada .........kan kepala. "Lagi pula dia tidak begitu lama berada di rumahku. Setelah mengajarku ilmu-ilmu itu, dia berpamit." "Aaah____" Lie Ai Ling menghela nafas panjang. "Sayang sekali! Kenapa begitu Sulit bertemu dia?" "Kakak Giok Lan!" Siang Koan Goat Nio memandangnya. "Apa rencanamu sekarang?" "Aku tidak mempunyai rencana apa-apa." Air mata Tan Giok Lan mulai meleleh. "Aku pun tidak tahu mau ke mana." "Aku mempunyai usul," Ujar Toan Beng Kiai sambil tersenyum. "Bagaimana kalau kita ajak nona ini ke markas Tiong Ngie Pay?" "Usul yang jitu," Sahut Lie Ai Ling sambil tertawa gembira. "Memang lebih baik Kakak Giok Lan bergabung dengan Bibi Suan Hiang. Dia pasti aman di markas itu." "Betul." Siang Koan Goat Nio manggut-manggut, kemudian memperkenalkan mereka. Tan Giok Lan segera memberi hormat, dan mengucapkan terimakasih dengan air mata berderai-derai. "Nah!" Ujar Lie Ai Ling. "Kita jangan membuang-buang waktu lagi, mari kita berangkat ke markas Tiong Ngie Pay!" -ooo0dw0ooo- Dua hari kemudian, mereka bertujuh sudah sampai di markas Tiong Ngie Pay. Kedatangan rreka tentunya sangat menggembirakan Yo Suan liang, Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang lim. Beberapa anggota Tiong Ngie Pay segera menyuguhkan arak wangi. Yo Suan Hiang mengajak mereka bersulang, sehingga suasana pun menjadi semarak. "Aku tidak menyangka sama sekali, kalian akan ke mari," Ujar Yo Suan Hiang sambil memandang Lie Ai Ling, Siang Koan Goat Nio dan Tan Giok Lan. "Mari kuperkenalkan!" Lie Ai Ling tertawa. Aku adalah" "Engkau... engkau____" Mendadak Yo Suan Hiang terbelalak. "Engkau Ai Ling?" "Bibi Suan Hiang masih mengenaliku, padahal aku tadi aku diam saja." Lie Ai Ling tertawa geli. "Ai Ling...." Yo Suan Hiang memandangnya dengan mata basah. "Aku tak menyangka engkau sudah besar dan cantik. Oh ya, bagaimana ayah-mu?" "Ayahku sudah kembali ke Pulau Hong Hoang to," Sahut Lie Ai Ling, lalu memperkenalkan Siang Koan Goat Nio. "Bibi Suan Hiang, dia Goat Nio. putri kesayangan Kim Siauw Suseng dan Kou Jun Bijin." "Oh?" Yo Suan Hiang menatapnya dengan penuh perhatian. "Bukan main!" "Apanya yang bukan main?" Tanya Lie Ai Ling sambil tertawa kecil. "Sungguh cantik dan lemah lembut," Sahut Yo Suan Hiang kagum. "Betul-betul cantik sekali!" "Bibi Suan Hiang," Ujar Lie Ai Ling mendadak. "Dia sangat serasi dengan Kakak Bun Yang, bukan?" "Benar." Yo Suan Hiang manggut-manggut dan menambahkan. "Tapi tergantung jodoh mereka juga. Oh ya, kalian sudah bertemu Bun Yang?" "Belum." Lie Ai Ling menggelengkan kepala, kemudian memperkenalkan Tan Giok Lan, yang duduk diam itu. "Bibi Suan Hiang, dia Tan Giok Lan. Kedua orang tuanya dibunuh oleh para anggota Hiat Ih Hwe. Dia pernah bertemu Kakak Bun Yang. Untung Kakak Bun Yang pernah mengajarnya ilmu silat, maka dia dapat melolos kan diri." "Oh?" Yo Suan Hiang menatapnya serayu bertanya. "Siapa ayahmu?" "Ayahku bernama Tan Thiam Song, mantan pembesar di kota Keng Ciu," Jawab gadis itu dan mulai terisak-isak. "Ooh!" Yo Suan Hiang manggut-manggul. "Tan Tayjin sangat jujur, adil dan bijaksana! Bahkan sering menentang perintah Lu Thay Kam. Maka tidak heran pihak Hiat Ih Hwe membunuhnya" Tiba-tiba Lu Hui San mengerutkan kening, Karena ayah angkatnya disinggung dalam ucapan Yo Suan Hiang. "Bibi Suan Hiang!" Tanyanya heran. "Apakah Lu Thay Kam mempunyai hubungan dengan perkumpulan Hiat Ih Hwe?" "Lu Thay Kam adalah ketua Hiat Ih Hwe," Sahut Yo Suan Hiang memberitahukan sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Lu Thay Kam memang jahat sekali, sering membunuh jenderal dan menteri yang setia." Lu Hui San diam saja. Lie Ai Ling memandang Yo Suan Hiang seraya berkata. "Bibi Suan Hiang, kami ke mari justru dikarenakan Kakak Giok Lan. Kini dia sudah tidak mempunyai orang tua dan dikejar-kejar pihak Hiat lh Hwe. Maka kami ajak dia ke mari untuk bergabung dengan Bibi." "Bagus!" Yo Suan Hiang tertawa gembira. Tentunya kuterima dengan senang hati." "Terimakasih, Bibi!" Ucap Tan Giok Lan. "Giok Lan!" Yo Suan Hiang memandangnya ?ambil tersenyum. "Mulai sekarang engkau tinggallah di sini!" "Ya, Bibi." Tan Giok Lan mengangguk. "Oh ya, engkau harus ingat," Pesan Yo Suan Hiang. "Jangan lupa melatih ilmu silatmu, itu sangat penting sekali!" "Aku mohon petunjuk Bibi!" Ujar Tan Giok Lan. "Itu sudah pasti." Yo Suan Hiang manggm manggut. "Aku pasti memberi petunjuk padamu " "Terimakasih, Bibi!" Ucap Tan Giok Lan tci haru. "Nah!" Lie Ai Ling tersenyum. "Urusan ini sudah beres, maka kami mau mohon pamit!" "Apa?!" Yo Suan Hiang terbeliak. "Kalian sudah mau pergi? Kenapa begitu cepat?" "Kami masih harus melanjutkan perjalanan kami markas pusat Kay Pang." Lie Ai Ling memberitahukan. "Tidak bisa!" Yo Suan Hiang menggelengkan kepala. "Pokoknya kalian harus bermalam di sini. dan besok baru berangkat." "Bibi Suan Hiang...." "Baiklah." Sela Toan Beng Kiat. "Kami akan bermalam di sini." "Eh?" Lie Ai Ling melototi Toan Beng Kiat "Kenapa harus bermalam di sini? Bukankah akan merepotkan Bibi Suan Hiang?" "Cuma satu malam," Sahut Toan Beng Kiat sambil tersenyum. "Lagi pula kita semua masih capek, apa salahnya kita bermalam di sini?" "Tapi akan merepotkan Bibi Suan Hiang." "Tidak, tidak merepotkan," Ujar Yo Suan Hiang sambil tersenyum. "Sebaliknya aku malah merasa gembira sekali." "Betul," Sambung Tan Ju Liang dan Lim Cin An. "Kami sungguh merasa gembira sekali." "Yang benar?" Tanya Lie Ai Ling sambil tersenyum. "Tentu benar." Yo Suan Hiang tertawa kecil. 'Ingat! Sudah berapa lama kita tidak bertemu? , Maka malam ini harus mengobrol sampai pagi." "Wuah!" Lie Ai Ling tertawa. "Kalau begitu, harus begadang! Terus terang, aku tidak bisa begadang." "Sekali-kali boleh, kan?" Yo Suan Hiang tertawa lagi. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tentu engkau tidak berkeberatan." "Baik." Lie Ai Ling mengangguk. "Malam ini kita semua harus begadang." -ooo0dw0ooo- Bagian ke dua puluh delapan Tiong Ngie Pay diserang Malam harinya, suasana di markas Tiong Ngie Pay tampak semarak- Sebab Yo Suan Hiang mengibarkan pesta perjamuan, dan mereka bersantap sambil bersulang. Akan tetapi, di saat mereka sedang bersulang, seorang anggota berlari masuk dan melapor. "Celaka! Seng Hwee Kauw menyerang!" "Apa?" Betapa terkejutnya Yo Suan Hiang "Seng Hwee Kauw menyerang ke mari?" "Ya." "Berapa jumlah mereka?" "Puluhan orang, dan ada dua orang tua yang berkepandaian tinggi sekali." "Siapa kedua orang tua itu?" "Pat Pie Lo Koay dan Tok Chiu Ong." "Baik." Yo Suan Hiang manggut-manggut. Kemudian berkata kepada Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him. "Mari kita sambut mereka" "Hmm!" Dengus Kam Hay Thian mendadak "Bagus, bagus! Malam ini aku pasti tidak akan melepaskan mereka." "Maaf, Chu Ok Hiap!" Ujar Yo Suan Hiang. "Ini urusan Tiong Ngie Pay, maka...." "Aku pasti turut campur." Sahut Kam Hay Thian. "Sebab Seng Hwee Sin Kun pembunuh ayahku." Kam Hay Thian langsung melesat ke luar, dan yang lainnya pun mengikutinya. Begitu sampai di luar markas, mereka melihat Pat Pie Lo Koay. Tok Chiu Ong dan puluhan anggota Seng Hwee Kauw berdiri dengan tangan memegang senjata. Pat Pie Lo Koay dan Tok Chiu Ong tampak terkejut ketika melihat Kam Hay Thian dan lain nya berada di situ. Mereka berdua saling memandang sekaligus memberi isyarat, kemudian meloncat ke belakang. "Serang mereka!" Seketika para anggota Seng Hwee Kauw menyerang pihak Tiong Ngie Pay. Kam Hay Thian bersiul panjang sambil menggerakkan pedangnya, menggunakan Pak Kek Kiam Hoat menangkis dan alas menyerang. Dalam beberapa jurus, lima anggota Seng Hwee Kauw sudah roboh berlumuran darah. Sementara Toan Beng Kiat dan lainnya juga mulai balas menyerang, kemudian terjadilah pertarungan yang amat seru dan sengit. Akan tetapi, bagaimana mungkin para anggota Seng Hwee Kauw itu dapat melawan, sebab kepandaian mereka masih rendah. "Tok Chiu Ong," Bisik Pat Pie Lo Koay. "Bagaimana baiknya?" "Kita berdua tidak mampu melawan Chu Ok Hiap dan teman-temannya," Sahut Tok Chiu Ong. Lebih baik kita suruh para anak buah kita mundur, dan kita pun harus kabur." "Benar." Pat Pie Lo Koay mengangguk. Mereka berdua lalu melesat pergi sambil berseru sekeras-kerasnya. "Kalian semua cepat mundur!" Para anggota Seng Hwee Kauw langsung melarikan diri. Kam Hay Thian terus mengejar dan membantai mereka. Namun ketika ia hendak mengejar Pat Pie Lo Koay dan Tok Chiu Ong, Toan Beng Kiat cepatcepat mencegahnya. "Hay Thian! Mereka sudah pergi jauh, percuma kau mengejar mereka!" "Malam ini mereka berdua masih dapat meloloskan diri, aku sungguh penasaran sekali!" Sahut Kam Hay Thian dingin. "Mereka berdua sungguh licik, hanya menyuruh para anak buahnya maju, tapi mereka berdua berada di belakang!" "Sudahlah! Mari kita kembali ke markas!" Ajak Toan Beng Kiat. Mereka berdua lalu melesat ke markas. Lie Ai Ling dan lainnya sudah berada di situ. Mereka semua lalu masuk ke markas. "Sungguh tak disangka..." Ujar Yo Suan Hiang setelah duduk. "Pihak Seng Hwee Kauw menyerang ke mari, seharusnya pihak Hiat Ih Hwe!" "Memang mengherankan," Tan Ju Liang menggelenggelengkan kepala. "Selama ini kita tidak bermusuhan dengan pihak Seng Hwee Kauw kenapa mendadak Seng Hwee Kauw menyerang kemari?" "Mungkinkah..." Ujar Lim Cin An setelah ber pikir sejenak. "Seng Hwee Kauw dan Hiat Ih Hwi sudah bekerja sama?" "Itu memang mungkin," Sahut Cu Tiang Him "Kalau tidak, tentunya mereka tidak akan melakukan penyerangan mendadak." "Mungkinkah dikarenakan kehadiran kami di sini?" Ujar Toan Beng Kiat. "Sebab pihak Seng Hwee Kauw memang ingin membunuh kami." "Tidak masuk akal," Tan Ju Liang menggelengkan kepala. "Karena tadi Pat Pie Lo Koay dan Tok Chiu Ong malah meloncat ke belakang ketika melihat kalian berada di situ. Jadi sasaran mereka kemari bukan kalian, melainkan kami." "Benar," Yo Suan Hiang manggut-manggut. "Lagi pula sebelum bertarung, mereka berdua sudah kabur." "Kami pernah bertarung dengan mereka." Kam Hay Thiari memberitahukan. "Pada waktu itu mereka berdua berhasil kabur, malam ini pun berhasil kabur pula. Itu sungguh membuat aku jadi penasaran sekali!" "Oh?" Yo Suan Hiang menatapnya seraya bertanya. "Mereka berdua tak sanggup melawan kalian?" "Benar." Lie Ai Ling mengangguk. "Bahkan kami berhasil melukai lengan Tok Chiu Ong." "Oooh!" Yo Suan Hiang manggut-manggut. 'Pantas mereka segera meloncat mundur begitu melihat kalian!" "Aku masih penasaran, kenapa Pat Pie Lo Koay dan Tok Chiu Ong dapat kabur malam ini," Ujar Kam Hay Thian. "Walau begitu..." Ujar Yo Suan Hiang memberitahukan. "Hampir tiga puluh anggota Seng Hwee Kauw menjadi korban di sini, aku yakin itu merupakan pukulan berat bagi ketua mereka." "Hmm!" Dengus Kam Hay Thian dingin. "Pokoknya aku harus membunuh Seng Hwee Sin Kun!" "Hay Thian!" Toan Beng Kiat mengingatkan. "Seng Hwee Sin Kun berkepandaian tinggi sekali, kita semua bukan lawannya." "Bukan lawannya juga aku harus melawan," Sahut Kam Hay Thian dan menambahkan. "Pokoknya dia harus mati di tanganku." Toan Beng Kiat menghela nafas panjang, sedangkan Yo Suan Hiang menggeleng-gelengkan kepala. "Padahal malam ini kita akan mengobrol sampai pagi, tapi karena adanya kejadian itu, maka alangkah baiknya kita semua beristirahat saja," Ujar Yo Suan Hiang sambil bangkit berdiri. "Maaf, aku mau ke kamar!" Yo Suan Hiang berjalan masuk, sedangkan Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him masih duduk di situ. "Maaf!" Ucap Tan Ju Liang. "Kalau kalian tidak mau tidur, boleh duduk-duduk di halaman. Kami harus pergi mengontrol pos-pos penjagaan." "Tidak apa-apa," Sahut Toan Beng Kiat sambil manggutmanggut. Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him segera melangkah ke luar, sedangkan Toan Beng Kiat dan lainnya saling memandang. Siang Koan Goat Nio melangkah ke halaman, dan tak lama Kam Hay Thian pun pergi menyusulnya. Lam Kiong Soat Lan dan Lu Hui San mengerutkan kening, itu membuat Lie Ai Ling menggeleng-gelengkan kepala. Toan Beng Kiat menghela nafas panjang, kemudian ia melangkah ke luar. "Celaka!" Gumam Lie Ai Ling sambil berjalan mondarmandir di ruang itu. Lam Kiong Soat Lan dan Lu Hui San memandangnya sejenak, setelah itu mereka berdua pun melangkah ke luar. "Mudah-mudahan mereka mengerti tentang cinta, jadi tidak akan terjadi hal-hal yang tak diinginkan," Gumam Lie Ai Ling lagi, kemudian memandang Tan Giok Lan yang duduk termangu-mangu. "Kakak Giok Lan, jangan melamun! Lebih haik masuklah menemui Bibi Suan Hiang untuk mengobrol!" Tan Giok Lan mengangguk, lalu melangkah ke dalam. Lie Ai Ling menggeleng-gelengkan kepala, kemudian barulah melangkah ke luar. Dilihatnya Toan Beng Kiat berdiri seorang diri sambil memandang langit yang tak berbintang. Sedangkan Lam Kiong Soat Lan dan Lu Hui San duduk melamun di dekat sebuah pohon. Pendekar Pemabuk Karya Kho Ping Hoo Bangau Sakti Karya Chin Tung Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo