Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 14


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 14


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   Kemudian ia tercengang karena Siang Koan Goat Nio dan Kam Hay Thian tidak tampak di situ.   "Beng Kiat!"   Lie Ai Ling mendekatinya.   "Bukan malam purnama, kenapa engkau terus-menerus memandang langit?"   "Oh, Ai Ling!"   Toan Beng Kiat tersenyum getir.   "Langit sedang merana karena tiada bulan."   "Langit atau engkau yang sedang merana?"   Tanya Lie Ai Ling sambil tertawa.   "Engkau anak lelaki, jangan terlampau berperasaan terhadap urusan itu!"   "Urusan apa?"   Tanya Toan Beng Kiat.   "Biasa,"   Sahut Lie Ai Ling sambil tertawa lagi.   "Kita semua adalah teman baik. Jangan dikarenakan urusan percintaan, kita jadi terpecah belah lho!"   "Itu tidak akan terjadi,"   Toan Beng Kiat tersenyum.   "Sebab aku masih bisa mengendalikan perasaanku."   "Bagus! Tapi____"   Lie Ai Ling mengerutkan kening.   "Kenapa?"   Toan Beng Kiat memandangnya.   "Kelihatannya engkau mengkhawatirkan sesuatu, bukan?"   "Ng!"   Lie Ai Ling mengangguk.   "Apa yang engkau khawatirkan?"   "Kam Hay Thian,"   Lie Ai Ling menggeleng-gelengkan kepala.   "Dia sangat emosionil. Kelihatannya dia sangat menyukai Goat Nio, namun Goat Nio bersikap acuh tak acuh kepadanya."   "Ya,"   Toan Beng Kiat manggut-manggut.   "Sedangkan Soat Lan dan Lu Hui San menyukai Kam Hay Thian, itu____"   Lie Ai Ling menghela nafas panjang. "Ai Ling!"   Toan Beng Kiat tersenyum.   "Engkau tidak usah khawatir, tidak akan terjadi suatu apa pun. Percayalah!"   "Engkau yakin itu?"   "Yakin."   "Syukurlah!"   Sementara di balik sebuah pohon, tampak Siang Koan Goat Nio duduk bersandar, dan Kam Hay Thian berdiri di sampingnya.   "Goat Nio!"   Panggil Kam Hay Thian dengan suara rendah.   "Hay Thian!"   Sahut Siang Koan Goat Nio.   "Aku tahu bagaimana perasaanmu, namun____"   "Kenapa?"   Kam Hay Thian duduk sambil memandangnya.   "Terus terang, aku merasa tidak cocok denganmu,"   Ujar Siang Koan Goat Nio perlahan.   "Dari pada berlarut-larut dan memberikanmu harapan, lebih baik aku berterus terang."   "Engkau... engkau...."   Kam Hay Thian menghela nafas panjang.   "Engkau sama sekali tidak menaruh hati kepadaku?"   "Ya."   Siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Apakah dikarenakan Bun Yang, yang belum engkau ketemukan itu?"   Tanya Kam Hay Thian dengan wajah berubah.   "Bukan,"   Sahut Siang Koan Goat Nio.   "Kalau begitu karena apa?"   Tanya Kam Hay Thian penasaran.   "Aku harap engkau mau menjelaskannya!"   "Sudah kukatakan tadi, aku merasa tidak cocok denganmu. Jadi engkau harus mengerti,"   Sahut Siang Koan Goat Nio dan menambahkan.   "Kita semua sebagai teman baik, jangan karena ini lalu kita semua terpecah belah!"   "Baik."   Kam Hay Thian manggut-manggut "Aku memang harus mengerti, terimakasih atas penjelasanmu!" "Aku mohon maaf!"   Ucap Siang Koan Goat Nio. Kam Hay Thian menghela nafas panjang, lalu melangkah pergi dengan kepala tertunduk.   "Hay Thian!"   Panggil Lam Kiong Soat Lan sambil menghampirinya.   "Oh, Soat Nio!"   Kam Hay Thian memandangnya.   "Kok engkau belum tidur?"   "Aku tidak bisa tidur,"   Sahut Lam Kiong Soat Lan.   "Hay Thian, bagaimana kalau kita mengobrol sebentar?"   Kam Hay Thian mengangguk, lalu mereka duduk di situ. Lam Kiong Soat Lan menengadahkan kepalanya memandang ke langit seraya berkata.   "Aku melihat engkau bersama Goat Nio. Kalian berdua membicarakan sesuatu yang penting?"   "Ya."   Kam Hay Thian mengangguk.   "Aku mencurahkan isi hatiku, namun dia menolak."   "Apa alasannya?"   "Dia mengatakan tidak cocok denganku."   "Oooh!"   Lam Kiong Soat Lan manggut-mang-Igut.   "Kelihatannya kalian berdua memang tidak cocok, maka janganlah engkau memaksakan diri."   "Tentu tidak."   Kam Hay Thian tertawa getir.   "Aku tidak akan memaksakan diri dan harus tahu diri, dan mulai sekarang aku tidak akan mendekatinya lagi."   "Hay Thian,"   Ujar Lam Kiong Soat Lan lembut.   "Kita semua adalah teman baik. Jangan dikarenakan itu kita semua lalu terpecah belah."   "Jangan khawatir!"   Kam Hay Thian tertawa.   "Aku bukan pemuda yang berhati begitu sempit." "Syukurlah!"   Ucap Lam Kiong Soat Lan. Sementara Lu Hui San terus berdiri seorang diri, sosok bayangan mendekatinya lalu memegang bahunya.   "Jangan terus melamun di sini, tidak baik!"   Terdengar suara yang amat lembut, yang ternyata suara Toan Beng Kiat.   "Oh, Beng Kiat!"   Lu Hui San tersenyum.   "Aku tidak melamun, melainkan sedang memikirkan sesuatu."   "Apa yang sedang kau pikirkan?"   "Aku sedang memikirkan diriku sendiri."   "Kenapa dirimu?"   "Aaaah...!"   Lu Hui San menghela nafas panjang.   "Itu urusanku, percuma kuberitahukan kepadamu."   "Hui San,"   Ujar Toan Beng Kiat sambil tersenyum.   "Kita adalah teman baik, jadi harus membagi rasa dan pikiran yang memberatkan, agar pikiranmu tidak tertekan."   "Beng Kiat!"   Lu Hui San terharu.   "Terima-kasih atas kebaikanmu, namun____"   "Aku tahu____"   Toan Beng Kiat menggeleng-gelengkan kepala.   "Engkau jatuh hati kepada Kam Hay Thian, tapi Kam Hay Thian malah jatuh hati kepada Goat Nio. Itu yang membuat pikiranmu tertekan, bukan?"   "Tidak juga,"   Lu Hui San tersenyum.   "Pikiranku tidak akan tertekan oleh masalah itu."   "Syukurlah!"   Ucap Toan Beng Kiat.   "Hui San, di sini sangat dingin, lebih baik ke dalam saja."   Lu Hui San manggut-manggut, kemudian berjalan ke dalam dan diikuti Toan Beng Kiat. Sementara Siang Koan Goat Nio tetap duduk di situ, sosok bayangan mendekatinya, yang tidak lain Lie Ai Ling. "Goat Nio..."   Panggilnya dengan suara rendah.   "Ai Ling!"   Sahut Siang Koan Goat Nio.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Duduklah!"   "Aku memang ingin duduk di sini,"   Kata Lie Ai Ling dengan tersenyum lalu duduk.   "Tadi Kam Hay Thian duduk di sini, bukan?"   Siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Kalian membicarakan apa?"   "Dia mencurahkan isi hatinya, namun kutolak angsung,"   Jawab Siang Koan Goat Nio dan menambahkan.   "Itu agar tidak terus berlarut-larut. Kalau aku tidak menolak, tentu dia masih berharap."   "Betul."   Lie Ai Ling mengangguk, kemudian menghela nafas panjang.   "Aaah! Janganlah kita dibutakan cinta, itu sangat berbahaya!"   "Aku tahu, maka aku harus berterus terang kepadanya. Kalau tidak, tentu akan kacau balau."   "Aku yang menyaksikannya pun jadi pusing, sebab kelihatannya Soat Lan dan Hui San jatuh hati kepada Kam Hay Thian, sedangkan Toan Beng Kiat justru jatuh hati kepada Lu Hui San."   "Lalu engkau jatuh hati kepada siapa?"   Tanya Siang Koan Goat Nio setengah bergurau.   "Pemuda idaman hatiku belum muncul,"   Sahut Lie Ai Ling sambil tersenyum.   "Maka aku tidak memikirkan soal cinta!"   "Tidak memikirkan tapi membayangkannya, bukan?"   "Itu kadang-kadang."   Lie Ai Ling mengangguk.   "Kita merupakan gadis dewasa, tentu akan membayangkan itu, bukan?" "Yaaah!"   Siang Koan Goat Nio menghela nafas.   "Alangkah baiknya kita tidak memikirkan dan tidak membayangkannya, agar tidak pusing."   "Goat Nio!"   Lie Ai Ling tersenyum.   "Ayohlah, kita masuk di sini sangat dingin!"   "Baik,"   Siang Koan Goat Nio mengangguk kemudian mereka bangkit berdiri lalu berjalan memasuki markas.   Malam itu mereka semua tidak bisa tidur, karena perasaan masing-masing tercekam oleh sesuatu.   -ooo0dw0ooo- Kegusaran Seng Hwee Sin Kun telah memuncak, entah sudah berapa kali ia memukul meja dengan wajah merah padam.   "Jadi kalian gagal membasmi Tiong Ngie Pay?"   "Ya."   Tok Chiu Ong mengangguk dan memberitahukan.   "Itu dikarenakan kehadiran beberapa orang di markas itu."   "Oh?"   Seng Hwee Sin Kun mengerutkan kening.   "Siapa mereka?"   "Chu Ok Hiap, Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan dan lain-lainnya."   Pat Pie Lo Koay memberitahukan.   "Karena itu, kami gagal membasmi Tiong Ngie Pay."   "Hmm!"   Dengus Seng Hwee Sin Kun dingin.   "Mereka semua betul-betul merupakan duri dalam mata! Kita harus membasmi mereka dulu!"   "Itu tidak perlu,"   Sahut Pat Pie Lo Koay.   "Sebab mereka merupakan suatu umpan bagi kita. setelah mereka meninggalkan markas Tiong Ngie way, barulah kami pergi menyerang Tiong Ngie Way lagi." "Bagus!"   Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak.   "Tidak mungkin mereka tidak akan meninggalkan larkas Tiong Ngie Pay itu! Ha ha ha...!"   Memang benar apa yang dikatakan Seng Hwee Sin Kun, keesokan harinya Toan Beng Kiat dan lainnya meninggalkan markas Tiong Ngie Pay menuju markas pusat Kay Pang.   Akan tetapi, di tengah jalan telah terjadi sesuatu, ternyata Kam Hay Thian meninggalkan mereka secara diam-diam.   Hal itu sangat mengelisahkan Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan, Lie mi Ling, Siang Koan Goat Nio dan Lu Hui San.   "Aaaah...."   Toan Beng Kiat menghela nafas ?anjang.   "Tak disangka Kam Hay Thian begitu keras hati!"   "Bukan keras hati, melainkan tidak mau ber-aul,"   Sahut Lie Ai Ling sambil menggeleng-[ clengkan kepala.   "Bukan karena tidak mau bergaul, aku yakin Ada masalah lain,"   Ujar Lam Kiong Soat Lan. [ Tentunya karena Goat Nio."   "Mungkin karena aku,"   Sahut Siang Koan I ioat Nio dengan kening berkerut-kerut.   "Malam itu kalian berdua duduk di balik pohon,"   Ujar Lam Kiong Soat Lan sambil memandang Siang Koan Goat Nio.   "Apa yang kalian bicarakan?"   "Dia mencurahkan isi hatinya, tapi aku menolak,"   Sahut Siang Koan Goat Nio.   "Mungkin karena itu, maka dia memisahkan diri dengan kita."   "Ngmm!"   Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut.   "Itu memang masuk akal, namun kepergian-nya itu akan membahayakan dirinya pula."   "Maksudmu dia akan pergi ke Lembah Kabut Hitam?"   Tanya Lie Ai Ling dengan hati tersentak "Mungkin."   Lam Kiong Soat Lan mengangguk.   "Sebab dia telah bertekad ingin membunuh Seng Hwee Sin Kun." "Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi menyusulnya?"   Tanya Lu Hui San seakan mengusulkan.   "Jangan!"   Toan Beng Kiat menggelengkan kepala.   "Lebih baik kita ke markas pusat Kay Pang saja. Kita berunding dulu dengan kakekku dan kakek Lim."   "Jadi engkau membiarkan Kam Hay Thian pergi menempuh bahaya seorang diri?"   Tanya Lu Hui San tidak senang.   "Jangan salah paham!"   Sahut Toan Beng Kiai sambil tersenyum.   "Dia memang meninggalkan kita, namun belum tentu dia pergi ke lembah itu Lagi pula dia bukan pemuda bodoh yang akan bertindak tanpa suatu perhitungan matang."   "Benar,"   Sela Lam Kiong Soat Lan.   "Lebih baik kita melanjutkan perjalanan ke markas pusat Kay Pang saja. Kita berunding bersama di sana, tidak perlu berdebat di sini membuang-buang waktu."   "Aaaah...."   Lu Hui San menghela nafas panjang dan tidak mau banyak bicara lagi, kemudian mereka melanjutkan perjalanan menuju markas pusat Kay Pang.   -ooo0dw0ooo- Dua hari kemudian, mereka sudah tiba di markas pusat Kay Pang.   Dapat dibayangkan betapa gembiranya Gouw Han Tiong dan Lim Peng Hang.   "Kakek! Kakek Lim..."   Panggil Toan Beng Kiat sambil memberi hormat.   "Kalian...."   Gouw Han Tiong tertawa gembira.   "Duduklah!"   Mereka duduk. Gouw Han Tiong memandang Toan Beng Kiat seraya berkata.   "Kalian dari mana?" "Kami____"   Toan Beng Kiat menutur semua kejadian itu, kemudian menambahkan sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Sungguh sayang sekali Kam Hay Thian memisahkan diri dengan kami!"   "Pemuda itu____"   Gouw Han Tiong menghela nafas.   "Terlampau terbawa oleh emosinya sendiri."   "Aku yakin..."   Ujar Lim Peng Hang sambil menatap mereka.   "Pasti ada suatu masalah d antara kalian. Ya, kan?"   "Ya,"   Lam Kiong Soat Lan mengangguk.   "Masalah apa itu?"   Tanya Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening.   "Jangan ditutup-tutupi, jelaskan saja!"   "Itu dikarenakan____"   Lam Kiong Soat Lan memberitahukan.   "Maka dia memisahkan diri dengan kami."   "Aaaah...."   Lim Peng Hang menghela nafas lagi.   "Di saat begitu malah timbul masalah yang tak menyenangkan!"   "Kakek Lim,"   Sela Lie Ai Ling.   "Memang ada baiknya Goat Nio menolak langsung. Kalau tidak, lama-kelamaan akan bertambah gawat."   "Ngmm!"   Lim Peng Hang manggut-manggut, kemudian berkata dengan kening berkerut.   "Aku justru tidak habis pikir, kenapa Seng Hwee Kauw menyerang Tiong Ngie Pay?"   "Mungkin...."   Ujar Gouw Han Tiong setelah berpikir sejenak. Seng Hwee Kauw telah bekerja sama dengan Hiat Ih Hwe, maka Seng Hwee Kau menyerang Tiong Ngie Pay dengan maksud membantu Hiat Ih Hwe."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Benar."   Lim Peng Hang mengangguk.   "Kita pun harus berhati-hati, karena kemungkinan besar Seng Hwee Kauw juga akan menyerang ke mari."   "Apakah kejadian itu, perlu kita beritahukan kepada Sam Gan Sin Kay?"   Tanya Gouw Han Tiong. "Memang seharusnya, tapi____"   Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.   "Ayahku sudah tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan."   "Cuma memberitahukan, bukan berarti Sam Gan Sin Kay harus ke mari,"   Ujar Gouw Han Tiong dan menambahkan.   "Kalau kita tidak memberitahukan, aku khawatir kita pula yang akan dipersalahkannya."   "Benar."   Lim Peng Hang mengangguk.   "Kalau begitu, siapa yang akan berangkat ke Pulau Hong Hoang To?"   "Bagaimana, kalau Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan saja?"   Usul Gouw Han Tiong sambil tersenyum.   "Ngmm!"   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Itu memang baik, jadi mereka bisa tahu pulau itu."   "Beng Kiat!"   Gouw Han Tiong menatapnya.   "Bagaimana kalau engkau dan Soat Lan yang berangkat ke pulau Hong Hoang To?"   "Baik, Kakek."   Toan Beng Kiat mengangguk, kemudian memandang Lu Hui San seraya bertanya.   "Engkau mau ikut dengan kami ke Pulau Hong Hoang To?"   "Aku____"   Lu Hui San menggelengkan kepala. Toan Beng Kiat tampak kecewa, dan iti membuat Gouw Han Tiong mengerutkan kenin lalu memandang Lim Peng Hang.   "Kapan mereka berangkat?"   "Besok juga boleh,"   Sahut Lim Peng Hang.   "Beng Kiat, besok kalian berdua berangkatlah ke Pulau Hong Hoang To! Jangan menunda waktu, sebab keadaan telah gawat!"   Ujar Gouw Han Tiong sungguh-sungguh dan berpesan.   "Ingat, jangan menimbulkan urusan dalam perjalanan!" "Ya, Kakek."   Toan Beng Kiat mengangguk.! "Ai Ling, Goat Nio dan Hui San! Kalian bertiga tinggal di sini beberapa hari!"   Tegas Lim Peng Hang.   "Jangan pergi secara diam-diam!"   "Ya."   Ketiga gadis itu menyahut serentak.   Keesokan harinya, berangkatlah Toan Beng Kiat bersama Lam Kiong Soat Lan ke Pulau Hong Hoang To.   -ooo0dw0ooo- Lie Ai Ling, Siang Koan Goat Nio dan Lu Hui San duduk di halaman markas pusat Kay Pang.   Wajah Lu Hui San tampak murung, kelihatannya sedang memikirkan sesuatu.   "Hui San!"   Lie Ai Ling tersenyum.   "Engkau sedang memikirkan apa?"   "Terus terang, aku sedang memikirkan Kam Hay Thian,"   Sahut Lu Hui San jujur.   "Aku khawatir akan terjadi sesuatu atas dirinya. Sebab dia begitu keras hati, maka pasti ke lembah itu."   "Jangan khawatir!"   Ujar Siang Koan Goat Nio.."Walau dia keras hati, namun tidak bodoh. Kalaupun dia berangkat ke lembah itu, tentu dia sudah berpikir matang sekali."   "Memang, namun...."   Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala.   "Bagaimana mungkin dia seorang diri mampu melawan Seng Hwee Sin Kun?"   "Kalau begitu, kita harus bagaimana?"   Tanya ?Lie Ai Ling.   "Kita harus pergi membantunya,"   Sahut Lu Hui San sungguh-sungguh.   "Dia teman baik kita, apakah kita tega membiarkan dia seorang diri menempuh bahaya?"   "Itu____"   Lie Ai Ling menghela nafas panjang. "Kalau kalian berdua tidak mau pergi membantunya, biar aku seorang diri yang pergi."   "Hui San!"   Siang Koan Goat Nio menatapnya.   "Kami juga mempunyai rasa solidaritas, hanya saja...."   "Kenapa?"   Tanya Lu Hui San.   "Bukankah lebih baik kita tunggu Beng Kiat dan Soat Lan pulang dulu, barulah kita pergi kelembah itu?"   Sahut Siang Koan Goat Nio. Lu Hui San tersenyum getir, kemudian menghela nafas panjang.   "Tentunya Kam Hay Thian sudah jadi mayat di lembah itu,"   Ujar Lu Hui San dengan mata basah.   "Hui San____"   Lie Ai Ling tersentak.   "Engkau...."   "Aku memang jatuh hati kepadanya, tapi dia Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala.   "Dia acuh tak acuh terhadapku, namun aku tidak mempermasalahkan itu, sebab aku merasa kasihan dan simpati kepadanya."   "Hui San,"   Tanya Siang Koan Goat Nio mendadak.   "Engkau mencintainya?"   "Ya."   Lu Hui San mengangguk.   "Tapi aku tahu dia tidak mencintaiku. Namun... aku tetap merasa kasihan dan simpati kepadanya. Karena itu, aku harus pergi membantunya."   "Baiklah."   Siang Koan Goat Nio manggut "Mari kita pergi bersama, tapi kita tidak boleh berterus terang kepada kedua kakek itu. Karena mereka pasti tidak mengijinkan."   "Lalu kita harus bagaimana?"   Tanya Lu San.   "Aku mempunyai akal,"   Sahut Lie Ai Ling dengan wajah berseri.   "Alasan kita pergi mencari Kakak Bun Yang."   "Benar."   Siang Koan Goat Nio mengangguk. Jadi kita pasti diijinkan pergi mencari Bun Yang." "Kalau begitu, mari kita menemui kedua kakek itu!"   Ajak Lie Ai Ling sambil tersenyum. Mereka bertiga memasuki markas, kebetulan Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong sedang duduk di ruang depan.   "Kakek Lim, Kakek Gouw..."   Panggil Lie Ai Ling sambil mendekati mereka.   "Ada apa?"   Tanya Lim Peng Hang.   "Yaaah____"   Lie Ai Ling menghela nafas panjang, kemudian menggeleng-gelengkan kepala sambil duduk.   "Lho?"   Lim Peng Hang tercengang.   "Ai ling, apa engkau menghela nafas panjang?"   "Tadi..."   Lie Ai Ling menghela nafas panjang lagi.   "Ada apa, beritahukanlah!"   Desak Lim Peng liang sambil menatapnya.   "Jangan ragu!"   "Tadi aku melihat Goat Nio duduk melamun di bawah pohon, wajahnya murung sekali____"   "Lho? Kenapa?"   Lim Peng Hang memandang Siang Koan Goat Nio, dan gadis itu segera menundukkan kepala.   "Oooh!"   Gouw Han Tiong tertawa.   "Jangan-jangan dia sedang memikirkan cucumu itu!"   "Bun Yang?"   Lim Peng Hang terbelalak.   "Siapa lagi kalau bukan cucumu yang tampan itu?"   Sahut Gouw Han Tiong, kemudian tertawa sambil memandang Lie Ai Ling.   "Betulkah Goa Nio terus-menerus memikirkan Bun Yang?"   "BetuL"   Lie Ai Ling mengangguk.   "Bahkan kadangkadang...."   "Kenapa?"   Tanya Lim Peng Hang cepat. "Goat Nio sering menangis seorang diri,"   Sahut Lie Ai Ling sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Dan bergumam memanggil nama Kakak Bun Yang."   "Oh?"   Lim Peng Hang tersentak.   "Kok bisa begitu? Padahal Goat Nio belum bertemu Bun Yang."   "Itu gara-garaku juga."   Lie Ai Ling menghela nafas panjang.   "Sebab aku sering memuji Kakak Bun Yang di hadapannya, maka dia sangat tertarik sehingga"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ingin sekali bertemu dia?"   Tanya Gouw Hai Tiong.   "Ya."   Lie Ai Ling mengangguk.   "Oleh karena itu, aku pikir...."   "Kalian bermaksud pergi mencari Bun Yang?"   Tanya Lim Peng Hang dan merasa kasihan pada Siang Koan Goat Nio.   "Kami memang bermaksud begitu, tapi...."   Lil Ai Ling menggelengkan kepala.   "Belum tentu kami diijinkan pergi. Ya, kan?"   "Tidak salah,"   Sahut Lim Peng Hang.   "Kalau begitu____"   Lie Ai Ling menghela nafas panjang.   "Pasti celaka."   "Kenapa celaka?"   Tanya Lim Peng Hang dengan kening berkerut.   "Goat Nio____Goat Nio pasti sakit rindu, yang tiada obatnya."   Sahut Lie Ai Ling.   "Benar."   Sela Gouw Han Tiong.   "Sakit rindu memang tiada obatnya, kecuali bisa bertemu orang yang dirindukannya."   "Kalau begitu harus bagaimana?"   Lim Peng liang menggeleng-gelengkan kepala.   "Kita harus mengijinkan mereka pergi mencari Bun Yang. Kalau tidak, Goat Nio pasti celaka,"   Sahut Gouw Han Tiong. "Mereka berdua belum pernah bertemu, kenapa bisa jadi begitu?"   Lim Peng Hang merasa heran.   "Bisa saja begitu."   Gouw Han Tiong tertawa. Bukankah kita pernah dengar, ada seorang pemuda jatuh hati kepada Sang Bidadari yang di dalam lukisan, akhirnya sakit rindu dan kemudian meninggal!"   "Ngmmm!"   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Baiklah. Aku mengijinkan mereka pergi mencari Bun Yang."   "Terimakasih, Kakek Lim!"   Ucap Lie Ai Ling dengan wajah berseri.   "Kapan kalian akan berangkat pergi mencari Bun Yang?"   Tanya Lim Peng Hang sambil memandang mereka bertiga.   "Sekarang,"   Sahut ketiga gadis itu serentak.   "Apa?"   Lim Peng Hang tertegun.   "Sekarang?"   "Ya."   Ketiga gadis itu mengangguk.   "Bagaimana kalau besok saja?"   Tanya Lir Peng Hang.   "Bagaimana mungkin Goat Nio bisa menunggu sampai besok?"   Gouw Han Tiong tertawa "Sudahlah, biar mereka berangkat sekarang saja! "Baik."   Lim Peng Hang manggut-manggut lalu memandang mereka bertiga seraya berpesan "Kalian harus berhati-hati, jangan sampai bertemu Seng Hwee Kauw atau Hiat Ih Hwe!"   "Kami pasti berhati-hati,"   Ujar Lie Ai Lin berjanji.   "Kami pergi mencari kakak Bun Yan bukan pergi mencari gara-gara dengan pihak Sen Hwee Kauw atau Hiat Ih Hwe."   "Mudah-mudahan kali ini kalian akan bertemu Bun Yang, cucuku itu!"   Ucap Lim Peng Hang dan menambahkan.   "Kalau bertemu dia, kalian harus ajaklah ke mari!" "Ya."   Ketiga gadis itu mengangguk, lalu berangkat dengan wajah berseri-seri, dan yang paling gembira adalah Lu Hui San.   -ooo0dw0ooo- Bagian ke dua puluh sembilan Muncul Penolong Di dalam markas Tiong Ngie Pay, tampak Yo Suan Hiang sedang bercakap-cakap dengan Tan Ju Liang, Lim Cin An, Cu Tiang Him dan Tan Giok Lan.   "Bagaimana menurut kalian, apakah pihak Seng Hwee Kauw masih akan menyerang ke mari?"   Tanya Yo Suan Hiang serius.   "Menurutku..."   Jawab Tan Ju Liang dengan kening berkerutkerut.   "Pihak Seng Hwee Kauw pasti akan menyerang ke mari lagi."   "Apa alasanmu?"   "Sebab kini Toan Beng Kiat dan lainnya telah meninggalkan markas kita ini, maka pihak Seng Hwee Kauw pasti memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang lagi."   "Benar."   Yo Suan Hiang manggut-manggut. 'Tapi kita pun sudah siap menyambut penyerangan mereka, lagi pula para anggota kita terlatih, tidak seperti para anggota Seng Hwee Kauw."   "Betul."   Lim Cin An mengangguk.   "Namun pemimpin mereka pasti berkepandaian tinggi, maka kita harus hati-hati."   "Kita semua memang harus hati-hati,"   Ujar Yo Suan Hiang, kemudian memandang Tan Giok Lan seraya berkata.   "Engkau harus baik-baik menjaga diri, sebab kepandaianmu masih rendah."   "Ya, Bibi."   Tan Giok Lan mengangguk.   "Lapor pada ketua!"   Seru salah seorang anggota sambil berlari masuk.   "Pihak Seng Hwe Kauw mulai menyerang ke mari."   "Demi Tiong Ngie Pay, kita semua harus bertempur matimatian!"   Sahut Yo Suan Hiang.   "Ya!"   Sahut para anggota penuh semanga "Kami semua rela mati demi Tiong Ngie Pay!"   "Bagus!"   Yo Suan Hiang tertawa gembira "Mari kita sambut mereka!"   Yo Suan Hiang dan lainnya langsung melesai ke luar. Setelah sampai di luar markas, mereka melihat tiga orang tua berdiri di situ, dan satu di antaranya seorang wanita tua. Mereka bertiga adalah Hek Sim Popo, Pek Bin Kui dan Leng Bin Hoatsu.   "Maaf!"   Ucap Yo Suan Hiang sambil memberi hormat.   "Selama ini, kami tidak bermusuhan dengan pihak kalian, kenapa mendadak kalian menyerang ke mari?"   "Ha ha ha!"   Pek Bin Kui tertawa.   "Aku adalah Pek Bin Kui, dia adalah Leng Bin Hoatsu dan wanita tua itu adalah Hek Sim Popo. Kami menyerang ke mari atas perintah Kauwcu."   "Kauwcu kalian pasti Seng Hwee Sin Kun."   Ujar Yo Suan Hiang dan menambahkan.   "Kami tidak bermusuhan dengan Seng Hwee Sin Kun kenapa dia memerintah kalian untuk menyerang kami?"   "He he he!"   Hek Sim Popo tertawa terkekeh.   "Kalian harus tahu, Kauwcu kami dan ketua Hiat Ih Hwe sudah bekerja sama. Oleh karena itu, kami mewakili Hiat Ih Hwe membasmi kalian. He he he...!" "Oooh! Ternyata begitu!"   Yo Suan Hiang manggut-manggut sambil tertawa dingin.   "Kalian kira gampang membasmi Tiong Ngie Pay? Sebaliknya mungkin kalian yang akan menjadi mayat di tempat ini."   "Serang mereka!"   Perintah Leng Bin Hoatsu kepada para anak buahnya untuk menyerang para anggota Tiong Ngie Pay.   Begitu perintah itu diturunkan, seketika terjadilah pertempuran dahsyat antara para anggota Seng Hwee Kauw dengan para anggota Tiong Ngie Pay.   Sedangkan Leng Bin Hoatsu, Pek Bin Kui dan Hek Sim Popo juga mulai menyerang mereka.   Yo Suan Hiang melawan Hek Sim Popo, Tan Ju Liang melawan Pek Bin Kui, Lim Cin An dan Cu Tiang Him melawan Leng Bin Hoatsu.   Belasan jurus kemudian, Yo Suan Hiang tampak mulai terdesak.   Oleh karena itu, ia terpaksa menggunakan Cit Loan Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pusing Tujuh Keliling), ciptaan Tio Cie Hiong.   Begitu Yo Suan Hiang menggunakan ilmu [pedang tersebut, seketika juga Hek Sim Popo merasa pusing dan matanya berkunang-kunang.   Hal itu membuatnya terkejut sekali.   Ia pun segera mengeluarkan ilmu andalannya, sehingga pertarungan mereka menjadi bertambah sengit.   Sementara Tan Ju Liang juga sudah mulai berada di bawah angin, bahkan lengannya telah terluka oleh senjata lawan.   Begitu pula Lim Cin An dan Cu Tiang Him.   Mereka mulai terdesak dan paha mereka telah terluka.   "Ha ha ha!"   Pek Bin Kui dan Leng Bin Hoatsi tertawa gelak sambil menyerang mereka dengar jurus-jurus yang mematikan.   Di sisi lain, yaitu Hek Sim Popo, nenek itu tampak terdesak oleh Yo Suan Hiang yang menggunakan Cit Loan Kiam Hoat.   Namun Yo Suar Hiang terkejut ketika melihat Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him yang dalam keadaan bahaya.   Mendadak ia membentak keras sambil menyerang Hek Sim Popo dengan jurus Ban Kiam Hi Thian (Selaksa Pedang Terbang Ke Langit), namun cepat-cepat Hek Sim Popo menangkis dengan jurus Heng Soh Cian Kun (Menyapu Ribuan Prajurit).   Trang! Terdengar suara benturan senjata.   Yo Suan Hiang tetap berdiri di tempat, tetapi Hek Sim Popo terpental beberapa depa.   Untung nenek itu memiliki lweekang tinggi, kalau tidak, ia pasti sudah terluka dalam.   Hek Sim Popo terkejut bukan kepalang, namun mendadak balas menyerang Yo Suan Hiang dengan senjata rahasia.   Serr! Serrr! Serrrr! Yo Suan Hiang cepat-cepat memutar pedangnya untuk menangkis senjata-senjata rahasia itu, sehingga membuatnya tidak sempat membantu Tan Ju Liang dan Lim Cin An maupun Cu Tiang Him.   Sementara para anggotanya sudah banyak yang mati.   Namun sisanya masih melawan secara mati-matian.   Sedangkan Tan Ju Liang, Lim Cin An, dan Cu Tiang Him sudah tak mampu balas menyerang.   Mereka bertiga hanya bertahan mati-matian.   Tampaknya tidak lama lagi, ketiga-tiganya pasti akan mati di ujung senjata Pek Bin Kui dan Leng Bin Hoatsu.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Akan tetapi, di saat bersamaan terdengarlah suara siulan yang amat nyaring kemudian melayang turun seorang gadis berusia dua puluhan, berparas cantik tapi tampak dingin sekali.   Ketika melayang turun, gadis itu mengibaskan tangannya menaburkan racun ke arah para anggota Seng Hwee Kauw.   "Aaaakh! Aaaakh! Aaaakh...!"   Terdengar suara jeritan yang menyayat hati.   Belasan anggota Seng Hwee Kauw roboh sambil menggeliat-geliat, dan berselang sesaat tubuh mereka mengeluarkan asap.   Ternyata mereka telah mati dengan daging mencair.   Betapa terkejutnya para anggota Seng Hwee Kauw lain.   Mereka segera mundur dengan wajah pucat pias.   Leng Bin Hoatsu, Pek Bin Kui dan Hek Sim1 Popo juga terkejut bukan main.   Mereka memandang gadis itu sambil mundur beberapa langkah.   "Siapa engkau?"   Bentak Leng Bin Hoatsu.   "Kenapa mencampuri urusan kami?"   "Kalian memang tidak kenal aku, tapi aku kenal kalian semua!"   Sahut gadis itu sambil tersenyum dingin.   "Aku ke mari justru ingin mencampuri urusan kalian. Karena kalau bertarung aku pasti kalah, maka aku menggunakan racun!"   "Beritahukan!"   Bentak Hek Sim Popo.   "Siapa engkau?"   "Aku bernama Phang Ling Cu, juga adalah Ngo Tok Kauwcu,"   Sahut gadis itu.   "Haaah...!"   Leng Bin Hoatsu, Pek Bin Kui dan Hek Sim Popo tersentak. Mereka tersentak bukan dikarenakan Ngo Tok Kauwcu itu berkepandaian tinggi, melainkan Ngo Tok Kauw sangat terkenal racunnya.   "Engkau... engkau Ngo Tok Kauwcu?"   "Kalau kalian tidak percaya, boleh coba racunku!"   Phang Ling Cu mengangkat sebelah tangannya. Seketika juga Leng Bin Hoatsu, Pek Bin Kui dan Hek Sim Popo meloncat ke belakang dengan wajah pucat pias.   "Hmm!"   Dengus Phang Ling Cu dingin.   "Kalian masih belum mau enyah dari sini? Ingin merasakan kelihayan racunku?"   Leng Bin Hoatsu, Pek Bin Kui dan Hek Sim Popo saling memandang, kemudian mereka melangkah pergi.   Para anggota Seng Hwee Kauw segera mengikuti mereka meninggalkan tempat itu.   Phang Ling Cu tertawa dingin.   Yo Suan Hiang menghampirinya sambil memberi hormat.   "Terimakasih atas bantuanmu, Ngo Tok Kauw-cu!"   Ucapnya.   "Tidak usah mengucapkan terimakasih,"   Sahut Phang Ling Cu sambil tersenyum ramah.   "Panggil saja namaku! Aku bernama Phang Ling Cu, dan engkau pasti Yo Suan Hiang. Aku pun harus memanggil bibi."   "Ling Cu____"   Yo Suan Hiang tertegun.   "Kok engkau tahu namaku?"   "Siapa tidak kenal ketua Tiong Ngie Pay yang selalu menentang Hiat Ih Hwe? Lagipula...."   Phang Ling Cu tersenyum lagi.   "Aku berhutang budi kepada adik Bun Yang."   "Engkau kenal Tio Bun Yang?"   Yo Suan Hiang terbelalak.   "Kenal."   Phang Ling Cu mengangguk.   "Dia yang menyembuhkan wajahku."   "Oooh!"   Yo Suan Hiang manggut-manggut.   "Ling Cu, mari kita masuk!"   "Terimakasih!"   Ucap Phang Ling Cu.   "Cepat kalian obati anggota-anggota yang terluka"   Ujar Yo Suan Hiang pada Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him.   "Ya, Ketua,"   Sahut mereka bertiga dan segera mengobati anggota-anggota yang terluka. Sementara Yo Suan Hiang dan Phang Ling Cu telah berada di dalam markas dan mereka duduk berhadapan. "Tiong Ngie Pay berhutang budi padamu, Ling Cu,"   Ujar Yo Suan Hiang.   "Kalau engkau tidak segera muncul, Tiong Ngie Pay pasti hancur."   "Jangan berkata begitu, Bibi Suan Hiang!"   Sahut Phang Ling Cu.   "Tadi aku sudah bilang, Adik Bun Yang yang menyembuhkan wajahku. Kalau tidak, aku masih memakai cadar dan wajahku sangat menyeramkan."   "Oh ya!"   Yo Suan Hiang menatapnya seraya bertanya.   "Di mana engkau bertemu Bun Yang?* "Di kota Kang Shi..."   Jawab Phang Ling Cu dan menutur tentang kejadian itu sambil tersenyum.   "Adik Bun Yang berhati bajik, luhur dan mulia. Aku kagum dan salut padanya."   "Setelah itu, dia ke mana?"   "Entahlah."   "Aaaah!"   Yo Suan Hiang menghela nafas panjang.   "Sudah lama aku tidak bertemu dia, aku sudah rindu sekali kepadanya!"   "Dia memang pemuda yang baik, berkepandaian tinggi tapi tidak menyombongkan diri."   "Benar,"   Yo Suan Hiang manggut-manggut. ''Oh ya, engkau sengaja ke mari atau kebetulan...."   "Boleh dikatakan sengaja ke mari, tapi juga boleh dikatakan kebetulan,"   Sahut Phang Ling Cu. '"Justru malah membantu Bibi Suan Hiang."   "Ling Cu!"   Yo Suan Hiang memandangnya.   "Karena engkau membantu kami, Seng Hwee Kauw pasti mendendam padamu."   "Aku memang mempunyai dendam pada Seng Hwee Sin Kun,"   Ujar Phang Ling Cu memberitahukan.   "Karena Seng Hwee Sin Kun membunuh ayahku, maka aku harus menuntut balas." "Ayahmu dibunuh oleh Seng Hwee Sin Kun?"   "Ya,"   Phang Ling Cu mengangguk sambil menghela nafas.   "Padahal ayahku teman baiknya."   "Oh?"   Yo Suan Hiang terbelalak.   "Lalu kenapa Seng Hwee Sin Kun membunuh ayahmu?"   "Dia ingin menyerakahi kitab Seng Hwee Cin Keng. Oleh karena itu, dia membunuh ayahku demi memperoleh kitab itu. Akhirnya dia berhasil, bahkan berhasil pula menguasai semua ilmu yang tercantum di dalam kitab itu."   "Ooooh!"   Yo Suan Hiang manggut-manggut.   "Ternyata begitu! Tapi... apakah engkau mampu melawan Seng Hwee Sin Kun?"   "Aku bukan lawannya, namun aku mahir racun."   Phang Ling Cu memberitahukan.   "Aku akan berusaha membunuhnya dengan racun."   "Itu akan berhasil?"   "Belum tentu,"   Phang Ling Cu menggeleng kan kepala.   "Oleh karena itu, aku harus berunding dengan Adik Bun Yang."   "Sayang sekali, Bun Yang tidak berada di sini, ujar Yo Suan Hiang dan memberitahukan.   "Tapi belum lama ini justru muncul Toan Beng Kiat Kam Hay Thian dan lainnya ke mari. Pada waktu itu, pihak Seng Hwee Kauw pun menyerang namun pihak Seng Hwee Kauw tidak pmelawan mereka, dan akhirnya kabur."   "Kalau begitu, Seng Hwee Sin Kun sangat licik,"   Ujar Phang Ling Cu dingin dan melanjutkan "Setelah mereka pergi, dia perintahkan para anak buahnya menyerang lagi."   "Karena itu, aku harus berterimakasih kepadamu,"   Ucap Yo Suan Hiang setulus hati. "Bibi Suan Hiang!"   Phang Ling Cu tersenyum "Jangan mengucapkan terimakasih kepadaku, karena aku memang mempunyai dendam dengan Seng Hwee Sin Kun! Oh ya, aku mau mohon pamit!"   "Kenapa begitu cepat?"   "Aku akan pergi mencari Adik Bun Yang."   "Ling Cu, cobalah engkau ke markas pusa Kay Pang, siapa tahu Bun Yang berada di sana!"   "Baiklah. Aku akan ke sana."   Phang Ling Cu bangkit berdiri.   "Bibi Suan Hiang, sampai jumpa!' "Sampai jumpa, Ling Cu!"   Sahut Yo Suan Hiang dan berpesan.   "Kalau bertemu Bun Yang, tolong beritahukan bahwa aku sangat rindu kepadanya."   "Ya, Bibi Suan Hiang,"   Phang Ling Cu mengangguk, lalu melesat pergi. -ooo0dw0ooo- Sementara itu, di dalam markas Seng Hwee Kauw, tampak Seng Hwee Sin Kun marah-marah sambil memukul meja.   "Kenapa kalian bertiga, bisa gagal membasmi Tiong Ngie Pay?"   "Kauwcu!"   Leng Bin Hoatsu memberitahukan.   "Sebetulnya kami hampir berhasil membasmi Tiong Ngie Pay, tapi"   "Kenapa?"   Tanya Seng Hwee Sin Kun sambil mengerutkan kening.   "Mendadak muncul seorang gadis bernama Phang Ling Cu, yang mengaku dirinya adalah Ngo Tok Kauwcu. Gadis itu mahir menggunakan racun, sehingga belasan anggota kita mati keracunan,"   Sahut Leng Bin Hoatsu. "Phang Ling Cu? Dia sudah muncul?"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Gumam Seng Hwee Sin Kun.   "Kauwcu kenal gadis itu?"   Tanya Pek Bin Kui.   "Kenal,"   Seng Hwee Sin Kun mengangguk.   "Dia putri teman baikku itu. Tak disangka dia pun mahir menggunakan racun!"   "Racun yang digunakannya sungguh lihay sekali!"   Ujar Hek Sim Popo.   "Belasan anggota kita itu mati dengan daging mencair, sungguh menakutkan!"   "Hmm!"   Dengus Seng Hwee Sin Kun dingin.   "Dia pasti akan menuntut balas atas kematian, ayahnya, maka kalian harus hati-hati menghadapinya."   "Ya!"   Sahut mereka serentak.   "Dia mahir menggunakan racun, namun aku tidak takut akan racunnya,"   Ujar Seng Hwee Si Kun sambil tertawa.   "Ha ha ha...!"   "Kenapa begitu?"   Tanya Pat Pie Lo Koay.   "Aku memiliki Seng Hwee Sin Kang, maka, aku kebal terhadap racun apa pun."   Seng Hwee Sin Kun memberitahukan.   "Karena itu, dia tidak bisa membunuhku dengan racun."   "Oooh!"   Pat Pie Lo Koay manggut-manggut.   "Kauwcu!"   Ujar Leng Bin Hoatsu mendadak dengan wajah serius.   "Aku punya suatu usul."   "Usul apa? Beritahukanlah!"   Sahut Seng Hwee Sin Kun sambil menatapnya.   "Mudah-mudahan usul yang dapat dipakai!"   "Tentu usul yang dapat dipakai."   Leng Bin Hoatsu tertawa.   "Usulku yakni kita harus melatih dan sekaligus mengajar ilmu silat kepada para anggota kita, sebab mereka masih agak kacau di saat bertempur, dan kepandaian mereka masih rendah!"   "Ngmmm!"   Seng Hwee Sin Kun manggut-manggut.   "Usulmu kuterima."   "Terimakasih, Kauwcu!"   Ucap Leng Bin Hoatsu sambil memberi hormat.   "Kuserahkan tugas itu kepada kalian,"   Ujar Seng Hwee Sin Kun sungguh-sungguh dan memandang mereka tajam.   "Setelah itu, kalian boleh pergi menyerang Tiong Ngie Pay lagi."   "Ya, Kauwcu,"   Sahut mereka berlima sambil mengangguk.   "Kami pasti melaksanakan tugas itu dengan baik."   "Bagus, bagus!"   Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak.   "Ha ha ha...!" -ooo0dw0ooo- Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan yang berlayar ke Pulau Hong Hoang To telah tiba di pulau tersebut. Kedatangan mereka justru membingungkan para penghuni pulau itu, karena tidak kenal Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan.   "Siapa kalian berdua?"   Tanya Tio Tay Seng dengan kening berkerut.   "Kenapa kalian berani datang di pulau ini?"   "Maaf!"   Ucap Toan Beng Kiat sambil member hormat.   "Namaku Toan Beng Kiat, dan dia ber nama Lam Kiong Soat Lan."   "Oooh!"   Wajah Tio Tay Seng langsung berseri "Ternyata kalian datang dari Tayli, silakan duduk! Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lai duduk, Sam Gan Sin Kay menatap mereka serayi bertanya, "Bagaimana kabarnya orang tua kalian? Mereka baik-baik saja?"   "Orang tua kami baik-baik saja,"   Jawab Toan Beng Kiat dan memberitahukan.   "Kami ke mari atas perintah Kakek Lim dan Kakek Gouw untuli menyampaikan suatu kabar berita."   "Oh?"   Tio Tay Seng memandang mereka "Kabar berita apa?"   "Pihak Seng Hwee Kauw terus-menerus berupaya membunuh kami, bahkan belum lama in pihak Seng Hwee Kauw menyerang Tiong Ngie Pay,"   Jawab Toan Beng Kiat memberitahukan "Mungkin dalam waktu dekat, pihak Seng Hwee Kauw akan menyerang markas pusat Kay Pang.   "Oh?"   Wajah Sam Gan Sin Kay berubah "Kalian tahu siapa ketua Seng Hwee Kauw?"   "Ketua Seng Hwee Kauw adalah Seng Hwee Sin Kun. Dialah pembunuh kakek tua dan Lan Kiong hujin,"   Ujar Toan Beng Kiat.   "Oooh!"   Sam Gan Sin Kay manggut-manggut "Kini di rimba persilatan telah muncul seorang Chu Ok Hiap (Pendekar Pembasmi Penjahat), bernama Kam Hay Thian,"   Toan Beng Kiat memberitahukan.   "Putera Kam Pek Kian dan Lie Siu Sien."   "Apa?!"   Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im terbelalak.   "Kam Hay Thian itu putra mereka?"   "Ya."   Toan Beng Kiat mengangguk.   "Tapi... ayahnya sudah meninggal."   "Oh?"   Tio Cie Hiong mengerutkan kening.   "Kapan ayahnya meninggal?"   "Sudah lama. Ayahnya dibunuh orang karena menolong seorang tua dan memperoleh sebuah kitab Seng Hwee Cin Keng." "Kalau begitu, pembunuh ayahnya adalah Seng Hwee Sin Kun?"   Tio Cie Hiong mengerutkan kening.   "Ya."   Toan Beng Kiat mengangguk.   "Oleh karena itu, Kam Hay Thian bersumpah akan membunuh Seng Hwee Sin Kun. Ketika kami menuju markas pusat Kay Pang, dia memisahkan diri dengan kami."   "Itu...."   Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.   "Kami pun bertemu Goat Nio, Ai Ling dan berkenalan dengan seorang gadis bernama Lu Hui San."   Toan Beng Kiat memberitahukan.   "Mereka bertiga berada di markas pusat Kay Pang."   "Oooh!"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "Nah!"   Ujar Kou Hun Bijin sambil tertawa.   "Kini giliranku bicara. Aku ingin bertanya kepada Soat Lan, sebab dari tadi dia diam saja."   "Bibi mau tanya apa?"   Lam Kiong Soat Lan tersenyum.   "Apakah putriku sudah bertemu Bun Yang?"   Ternyata ini yang ditanyakan Kou Hun Bijin.   "Belum."   Lam Kiong Soat Lan menggelengkan kepala.   "Apa?"   Kou Hun Bijin terbelalak, kemudian memandang Tio Cie Hiong sambil berkata.   "Adik, sebetulnya putramu itu hilang ke mana?"   "Aku... aku mana tahu!"   Sahut Tio Cie Hiong.   "Ha ha ha!"   Sam Gan Sin Kay tertawa gelak.   "Bun Yang sangat tampan, jangan-jangan____"   "Apa?"   Tanya Kou Hun Bijin sambil melotot.   "Ayoh, lanjutkan!"   "Jangan-jangan dia dikurung oleh janda cantik,"   Sahut Sam Gan Sin Kay dengan tertawa gelak. "Hmm!"   Dengus Kou Hun Bijin.   "Kalau Bun Yang berani berbuat begitu, akan kutampar mukanya sampai rusak!"   "Eeeh?"   Sam Gan Sin Kay tertawa lagi.   "Dia putra Cie Hiong dan Ceng Im, bukan putramu lho!"   "Aku tidak perduli!"   Sahut Kou Hun Bijin melotot.   "Pokoknya aku harus hajar dia!"   "Lho? Isteriku!"   Kim Siauw Suseng tersenyum.   "Pembicaraanmu kok menyimpang sampai begitu jauh?"   "Pengemis bau yang memulai."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Dia sudah sinting, kenapa engkau ikut sinting pula?"   "Ha ha ha!"   Sam Gan Sin Kay tertawa gelak.   "Isterimu memang sudah gila, Bun Yang belum jadi mantunya, tapi dia sudah begitu galak. Bagaimana kelak kalau sudah jadi mantunya? Itu betul-betul gawat."   Sementara Tio Tay Seng, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im cuma menggeleng-gelengkan kepala.   Di saat itulah muncul Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa.   Wajah mereka berseri-seri, namun kemudian terperangah, karena melihat Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan.   Tio Cie Hiong segera memperkenalkan.   Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan langsung memberi hormat.   "Ooooh!"   Lie Man Chiu manggut-manggut sambil tersenyum.   "Ternyata mereka putra Toan Wie Kie dan putri Lam Kiong Bie Liong!"   "Kalian berdua bertemu Ai Ling, putriku?"   Tanya Tio Hong Hoa.   "Kami sudah bertemu Ai Ling dan Goat Nio,"   Jawab Lam Kiong Soat Lan.   "Mereka berada di markas pusat Kay Pang."   "Kalian sudah bertemu Bun Yang belum?"   Tanya Lie Man Chiu. "Belum,"   Toan Beng Kiat menggelengkan kepala.   "Heran!"   Gumam Tio Hong Hoa.   "Anak itu pergi ke mana?"   "Dia____"   Sam Gan Sin Kay baru mau mengatakan sesuatu, tapi Kou Hun Bijin telah melototinya.   "Awas!"   Ancamnya.   "Kalau berani mencetus kan yang bukan-bukan, pipimu pasti bengkak!"   "Ha ha!"   Sam Gan Sin Kay tertawa gelak "Sastrawan sialan, isterimu kok begitu galak! Kalau aku adalah engkau, dia sudah ku____"   "Apa?"   Tanya Kou Hun Bijin, yang kelihatan nya sudah siap menampar Sam Gan Sin Kay yang bermulut usil itu.   "Ti... tidak!"   Sam Gan Sin Kay meleletkan lidahnya.   "Sudahlah, jangan terus bergurau!"   Tandas Tio Tay Seng serius.   "Kini rimba persilatan mulai kacau, kita harus bagaimana?"   "Paman,"   Sahut Tio Cie Hiong.   "Aku dan Adik Ceng Im sudah tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan."   "Sama,"   Sela Sam Gan Sin Kay.   "Begini saja,"   Ujar Kim Siauw Suseng.   "Kita lihat dulu bagaimana perkembangan selanjutnya. Apabil terjadi sesuatu di sana, Lim Peng Hang pasti akan mengutus orang ke mari memberitahukan. Seandai nya begitu, barulah kita berunding bersama."   "Setuju!"   Sam Gan Sin Kay manggut-manggut Tio Tay Seng juga mengangguk, lalu memandang Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan seraya berkata.   "Kalian berdua tinggal di sini dulu, tidak usah buru-buru ke Tionggoan." "Ya."   Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan mengangguk.   "Ha ha ha!"   Sam Gan Sin Kay tertawa.   "Tio Tocu, sudah waktunya kita main catur."   "Baik."   Tio Tay Seng juga tertawa.   Mereka berdua lalu pergi main catur.   Sedangkan yang lain masih bercakap-cakap dengan Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan.   -ooo0dw0ooo- Di markas Hiat Ih Hwe, tampak Lu Thay Kam duduk dengan wajah tak sedap dipandang.   Gak Gong Heng duduk di sebelahnya sambil mengerutkan kening, kemudian menundukkan kepala.   "Jadi Seng Hwee Kauw tidak berhasil membasmi Tiong Ngie Pay?"   Tanya Lu Thay Kam bernada gusar.   "Ya."   Gak Cong Heng mengangguk.   "Dua kali Seng Hwee Kauw menyerang Tiong Ngie Pay, tapi gagal."   "Apa?"   Lu Thay Kam tertegun.   "Dua kali menyerang tapi gagal? Kenapa begitu? Apakah Seng Hwee Kauw cuma mainmain?"   "Seng Hwee Kauw tidak main-main, Lu Kong Kong."   Gak Cong Heng memberitahukan.   "Sebab banyak anggota Seng Hwee Kauw yang menjadi korban di markas Tiong Ngie Pay."   "Kalau begitu____"   Lu Thay Kam mengerutkan kening.   "... mungkinkah ketua Tiong Ngie Pai berkepandaian tinggi sekali!"   "Ada beberapa orang membantu Tiong Ngie Pay, maka penyerangan pertama kali itu gagal."   "Siapa yang membantu Tiong Ngie Pay?" "Chu Ok Hiap, Toan Beng Kiat, Lam Kiong, Soat Lan, Lie Ai Ling, Siang Koan Goat Nio dan____"   Gak Cong Heng tidak berani melanjutkan.   "Dan siapa?"   Tanya Lu Thay Kam.   "Lu Hui San,"   Sahut Gak Cong Heng sambil menundukkan kepala.   "Apa?!"   Lu Thay Kam tersentak.   "Putriku...."   "Nona Hui San telah bergabung dengan mereka, jadi____"   "Aaaah...!"   Lu Thay Kam menghela nafas panjang.   "Kenapa San San bertemu mereka?"   "Kini Nona Hui San berada di markas pusat Kay Pang. Perlukah aku menyuruh beberapa orang ke markas pusat Kay Pang?"   "Tidak usah,"   Lu Thay Kam menggelengkan kepala.   "Biarkan saja."   "Tapi...."   "Itu tidak jadi masalah. Kalau dia sudah bosan merantau, tentu akan pulang."   "Oh ya!"   Gak Cong Heng memberitahukan.   "Semalam ada utusan Seng Hwee Kauw ke mari."   "Utusan itu menyampaikan apa?"   "Minta maaf atas kegagalan itu, kini para anggota Seng Hwee Kauw sedang dilatih dan diajarkan ilmu silat. Mungkin tidak lama lagi, mereka akan menyerang Tiong Ngie Pay."   "Bagus, bagus!"   Lu Thay Kam tertawa terbahak-bahak.   "Tiong Ngie Pay memang harus dibasmi. Kalau tidak, perkumpulan itu merupakan kalangan bagi kita."   "Benar, Lu Kong Kong,"   Sahut Gak Cong Heng dan ikut tertawa.   "Kita harus terus memperalat Seng Hwee Kauw." "Tidak salah. Ha ha ha...!"   Lu Thay Kam tertawa terbahakbahak lagi, lalu melesat pergi.   -ooo0dw0ooo- Bagian ke tiga puluh Cai Hoat Cat (Penjahat Pemetik Bunga) Tio Bun Yang terus melanjutkan perjalanan bersama monyet bulu putih, yang duduk di bahunya.   Ketika hari mulai gelap, Tio Bun Yang memasuki sebuah desa yang cukup besar.   Akan tetapi, sungguh mengherankan! Padahal hari baru mulai gelap, namun rumah-rumah penduduk desa itu telah tertutup rapat.   "Heran?"   Gumam Tio Bun Yang.   "Kenap semua rumah telah ditutup? Apakah telah terjadi sesuatu di desa ini?"   Monyet bulu putih bercuit sambil manggut manggut seakan mengatakan 'Ya'.   Tio Bun Yang menengok ke sana ke mari kemudian mendekati salah sebuah rumah dan mengetuk perlahan.   Lama sekali barulah pintu rumah itu terbuka sedikit dan seorang tua melongok ke luar.   Ketika melihat Tio Bun Yang, orang tua itu tampak menarik nafas lega.   "Siapa engkau, anak muda?"   Tanya orang tua itu.   "Aku pengembara, Paman,"   Jawab Tio Bun Yang dengan ramah.   "Hari baru mulai malam, tapi kenapa para penduduk desa ini sudah menutup pintu?"   "Anak muda____"   Orang tua itu menghela nafas panjang.   "Telah terjadi sesuatu di desa ini." "Paman, apa yang telah terjadi?"   "Anak muda, masuklah, aku akan mencerita kannya!"   Orang tua itu membuka pintu, kemudian Tio Bun Yang melangkah ke dalam.   "Paman, ceritakanlah apa yang telah terjadi!"   "Duduklah dulu, anak muda!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Ucap orang tua itu, kemudian berseru.   "Cing Cing! Cepat suguhkan teh untuk tamu kita!"   "Tidak usah repot-repot, Paman!"   Ujar Tio Bun Yang.   "Tidak apa-apa."   Orang tua itu tertawa. Tak lama tampak seorang gadis berusia dua puluhan menyuguhkan secangkir teh. Cukup cantik gadis itu. Justru gadis itu terbelalak ketika melihat Tio Bun Yang, wajahnya pun agak kemerah-merahan.   "Silakan minum, Tuan!"   Ucapnya malu-malu.   "Terimakasih, Kak!"   Tio Bun Yang tersenyum. Senyuman Tio Bun Yang membuat gadis tergebui terpukau, sehingga berdiri terpaku di tempat.   "Cing Cing!"   Orang tua itu tertawa gelak.   "Kenapa engkau?"   "Ayah...."   Cing Cing menundukkan kepala.   "Kalau mau duduk, duduklah!"   Ujar orang tua itu.   "Jangan terus berdiri di situ, tidak baik lho!"   "Ayah...."   Cing-Cing duduk di sebelah orang tua itu dengan sikap malu-malu.   "Anak muda!"   Orang tua itu menatap Tio Bun Vang dengan penuh perhatian.   "Siapa engkau?"   "Namaku Tio Bun Yang. Paman, ceritakanlah apa yang telah terjadi di desa ini?" "Belum lama ini, di desa ini muncul seorang Cai Hoa Cat (Penjahat Pemetik Bunga), sehingga para penduduk desa tercekam."   "Penjahat itu memetik bunga apa?"   Heran Tio I Bun Yang.   "Kenapa bisa membuat para penduduk desa ini tercekam?"   "Anak muda..."   Orang tua itu terbelalak.   "Engkau tidak tahu istilah itu?"   "Istilah apa?"   "Cai Hoa Cat adalah penjahat pemerkosa wanita."   Orang tua itu memberitahukan.   "Karena itu, sebelum hari gelap para penduduk desa sudah menutup pintu rumah. Aku punya anak gadis, maka ketakutan sekali."   "Oooh!"   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Malam ini penjahat itu akan muncul?"   "Mungkin."   Orang tua itu menghela nafas panjang.   "Penjahat itu menculik kaum gadis lalu diperkosa, dilepaskan keesokan harinya."   "Kalau begitu..."   Ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh.   "Aku harap malam ini dia muncul di sini!"   "Apa?!"   Orang tua itu melotot.   "Kok engkau begitu jahat? Cing Cing adalah putriku satu-satunya, juga merupakan harapanku. Engkau...."   "Paman!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Aku harap penjahat itu muncul di sini, karena aku akan menangkapnya. Jadi Paman jangan salah paham."   "Eh? Anak muda!"   Orang tua itu terbelalak.   "Engkau jangan bergurau, penjahat itu lihay sekali! Puluhan pemuda di kampung ini mengeroyoknya, namun malah dirobohkannya dengan mudah sekali."   "Oh?"   Tio Bun Yang tersenyum lagi.   "Paman, sudah berapa banyak gadis yang diperkosa penjahat itu?" "Sudah belasan,"   Sahut orang tua itu sambil menggelenggelengkan kepala.   "Padahal penjahat itu masih muda, bahkan cukup tampan. Tapi dia justru melakukan perbuatan terkutuk itu."   "Paman, kalau begitu____"   Tio Bun Yang menatapnya.   "Bolehkah malam ini aku menginap di sini?"   "Boleh,"   Sahut Cing Cing cepat.   "Eh?"   Orang tua itu tertegun.   "Ayah belum menjawab, kenapa engkau sudah menyahut tanpa persetujuan ayah? Bagaimana kalau dia juga penjahat?"   "Ayah!"   Cing Cing tersenyum.   "Kalau dia penjahat, mungkin masih banyak anak gadis yang bersamanya."   "Cing Cing, engkau...."   Orang tua itu menggelenggelengkan kepala, kemudian manggut-manggut.   "Benar juga ya!"   "Paman!"   Tio Bun Yang tertawa kecil, sedangkan monyet bulu putih bercuit-cuit sambil menyengir.   "Ei, monyet!"   Orang tua itu melotot.   "Kenapa engkau menyengir? Mau minum arak ya?"   Monyet bulu putih manggut-manggut. Orang tua itu ternganga lebar mulutnya kemudian tertawa gelak.   "Anak muda, monyetmu mengerti bahasa manusia ya?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Ha ha ha!"   Orang tua itu tertawa lagi.   "Cing Cing, ambilkan arak wangi yang ayah simpan tahunan itu! Ayah ingin bersulang dengan monyet bulu putih ini!"   "Ya, Ayah."   Cing Cing berlari ke dalam. Berselang sesaat ia sudah kembali dengan membawa tiga buah cangkir dan sebuah kendi berisi arak wangi. Gadis itu menaruh cangkircangkir ke hadapan mereka, lalu menuang arak wangi. "Ha ha!"   Orang tua itu tertawa.   "Mari kita bersulang!"   Mereka bertiga bersulang bersama.   Bukan main monyet bulu putih itu, hanya sekali teguk keringlah cangkirnya, lalu disodorkan ke hadapan Cing Cing.   Gadis itu segera menuang arak wangi ke dalam cangkir yang di tangan monyet bulu putih, yang kemudian bercuit seakan mengucapkan terimakasih.   Setelah itu, monyet bulu putih mengangkat cangkirnya, seperti mengajak orang tua itu bersulang.   "Luar biasa!"   Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala.   "Arakku masih ada setengah cangkir, tapi monyet bulu putih sudah tambah, sungguh luar biasa! Tidak akan mabuk tuh?"   "Jangan khawatir, Paman!"   Ujar Tio Bun Yang.   "Kauw heng tidak akan mabuk, percayalah!"   "Oooh!"   Orang tua itu tertawa.   "Anak muda, monyet bulu putih itu begitu kecil, kenapa kau panggil kauw heng?"   "Kecil badannya, namun usianya____"   "Berapa usianya?"   "Tiga ratus tahun lebih sedikit."   "Apa?!"   Orang tua itu terbelalak.   "Anak muda, tidak baik membohongi orang tua lho!"   "Paman, aku tidak pernah bohong,"   Sahut Tio Bun Yang.   "Kauw heng memang sudah berusia tiga ratus tahun lebih, dia berasal dari Gunung Thian San."   "Oh?"   Mulut orang tua itu ternganga lebar.   "Luar biasa, sungguh luar biasa sekali! Kalau begitu, aku pun harus memanggilnya kauw heng.   "Ha ha! Kauw heng, mari kita bersulang!"   Orang tua itu meneguk arak wanginya perlahan-lahan, tapi sebaliknya monyet bulu putih itu malah menghabiskan araknya dengan sekali teguk. "Haah...?"   Orang tua itu melotot.   "Celaka! Kalau arak wangi ini habis, aku tidak mampu beli lagi."   "Jangan khawatir, Paman,"   Ujar Tio Bun Yang sambil mengeluarkan setael uang emas dan diberikannya kepada orang tua itu seraya berkata.   "Ini untuk Paman membeli arak wangi."   "Apa? Untuk membeli arak wangi?"   Oranj tua itu terbelalak.   "Setael uang emas ini bisa untuk membeli sawah, aku tidak berani menerimanya.' "Terimalah!"   Desak Tio Bun Yang.   "Kalau tidak, kami akan merasa tidak enak."   "Tapi"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Orang tua itu tampak ragu menerimanya. Monyet bulu putih bercuit-cuit kelihatannya tidak senang.   "Eh? Kenapa kauw heng?"   Orang tua itu heran.   "Kalau Paman menolak, kauw heng pasti marah,"   Ujar Tio Bun Yang memberitahukan.   "Kauw heng..."   Mendadak monyet bulu putih melempar cangkir yang dipegangnya ke dinding, membuat orang tua itu dan putrinya tercengang. Ceeeep! Cangkir itu menancap di dinding.   "Haaah...?"   Orang tua itu dan putrinya terkejut bukan main, mereka berdua saling memandang.   "Paman, kauw heng mulai marah lho!"   Ujai Tio Bun Yang sambil tersenyum.   "Maka Paman harus menerima uang emas ini."   "Ba... baik."   Orang tua itu segera mengambil uang emas tersebut. "Tuan!"   Cing Cing menatapnya.   "Kauw heng kelihatan berkepandaian tinggi. Aku yakin Tuan. pasti berkepandaian tinggi pula."   "Kira-kira begitulah."   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Oh ya, jangan memanggilku Tuan, panggil saja namaku!"   "Mungkin usiaku lebih besar, bagaimana kalau aku memanggilmu Adik Bun Yang?"   "Baik."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Jadi aku harus memanggilmu Kakak Cing Cing."   "Terimakasih!"   Ucap Cing Cing sambil tersenyum manis.   "Sama-sama."   Tio Bun Yang juga tersenyum.   "Terimakasih, anak muda!"   Ucap orang tua itu dan menambahkan.   "Dengan adanya uang emas ini maka aku bisa membeli sawah."   "Paman ingin membeli sawah?"   "Ya."   "Kalau begitu..."   Tio Bun Yang mengeluarkan setael uang emas lagi, lalu diberikan kepada orang tua itu seraya berkata.   "Penambahan untuk Paman membeli sawah."   "Eh? Anak muda...."   Orang tua itu terbeliak.   "Aku...."   "Kalau Paman tidak menerima, kauw heng pasti marah,"   Ujar Tio Bun Yang. Monyet bulu putih langsung menyeringai.   "Ba... baik. Terimakasih..."   Ucap orang tua itu sambil menerima uang emas tersebut "Sekarang sudah malam, lebih baik Paman dan Kakak Cing Cing pergi tidur saja."   "Adik Bun Yang, aku ingin melihatmu menangkap penjahat itu,"   Sahut Cing Cing yang tidak mau beranjak dari tempat duduknya. "Ha ha!"   Orang tua itu tertawa.   "Putriku begitu, aku pun sama."   "Eeeh?"   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. Namun mendadak dia mengerutkan kening, dan monyet bulu putih bercuit-cuit.   "Ada apa?"   Tanya orang tua itu heran.   "Penjahat itu sudah datang,"   Sahut Tio Bun Yang dengan suara rendah.   "Haaah...?"   Wajah orang tua itu dan putrinya langsung berubah pucat.   "Bagaimana baiknya?"   "Tenanglah, Paman!"   Ujar Tio Bun Yang sambil tersenyum. Tak berapa lama kemudian terdengarlah seruan di luar.   "Cing Cing yang cantik manis, aku datang menjemputmu untuk pergi bersenang-senang!"   "Dia... penjahat itu."   Suara orang tua tersebut bergemetar.   "Penjahat itu mau menculik Cing Cing."   "Tenang!"   Tio Bun Yang beranjak ke pintu, sedangkan monyet bulu putih tetap duduk di bahunya. Tio Bun Yang membuka pintu, dilihatnya seorang pemuda berwajah cukup tampan berdiri di luar.   "Kawan! Siapa engkau? Kenapa engkau begitu tak bermoral?"   Tanya Tio Bun Yang sambil menatapnya tajam.   "Padahal engkau cukup tampan, tentunya tidak sulit memperisteri gadis cantik."   "Diam!"   Bentak pemuda itu.   "Siapa engkau? Kenapa engkau mencampuri urusanku?"   "Namaku Tio Bun Yang,"   Jawabnya memberitahukan.   "Kebetulan aku menginap di sini, maka aku harus melindungi Cing Cing. Kawan, beritahukanlah namamu!" "Dengar baik-baik! Namaku Kwee Teng An. Aku mau bersenang-senang dengan gadis yang mana pun, engkau tidak berhak turut campur!"   "Saudara Kwee!"   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Engkau baru berusia dua puluhan dan cukup tampan, tapi kenapa justru mengambil jalan sesat?"   "Eh? Kenapa engkau mencampuri urusanku?"   Bentak Kwee Teng An.   "Engkau ingin cari mati ya?"   "Terus terang, aku masih merasa kasihan dan simpati kepadamu!"   "Ha ha ha!"   Kwee Teng An tertawa.   "Engkau tidak perlu berbaik hati kepadaku, cepatlah engkau enyah! Kalau tidak, engkau pasti mati di ujung pedangku!"   Kwee Teng An menghunus pedangnya, lalu menatap Tio Bun Yang dengan dingin dan bengis. Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala, kemudian mengeluarkan suling pualamnya.   "Saudara Kwee, sebetulnya aku merasa tidak tega memusnahkan kepandaianmu! Tapi... engkau sama sekali tidak mau bertobat, maka aku terpaksa harus bertindak agar engkau tidak bisa melakukan kejahatan lagi!"   "Hmm!"   Dengus Kwee Teng An.   "Engkau memang ingin cari mampus! Lihat seranganku!"   Kwee Teng An langsung menyerangnya dengan sengit.   Tio Bun Yang berkelit dan balas menyerang.   Sementara orang tua dan putrinya yang ketakutan itu, memberanikan diri mengintip ke luar.   Kebetulan Tio Bun Yang mulai bertarung dengan penjahat itu, maka wajah mereka bertambah pucat.   Para penduduk desa juga mulai berhambur ke luar.   Mereka menyaksikan pertarungan itu dengan hati berdebar-debar tegang.   Semuanya berharap Tio Bun Yang dapat mengalahkan penjahat itu.    Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo Keris Maut Karya Kho Ping Hoo Raja Silat Karya Chin Hung

Cari Blog Ini