Pendekar Sakti Suling Pualam 15
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 15
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung Setelah bertarung belasan jurus, Tio Bun Yang merasa kagum kepada Kwee Teng An, karena kepandaian penjahat itu cukup tinggi. Mendadak Kwee Teng An membentak keras, ternyata ia menyerang Tio Bun Yang dengan jurus simpanannya, yaitu jurus Lui Soh Ngo Gak (Halilintar Menyambar Lima Bukit). Dahsyat, cepat dan lihay jurus itu. Tampak pedang Kwee Teng An berkelebat-kelebat menyambar Tio Bun Yang. Tio Bun Yang bersiul panjang. Ia tidak berkelit, melainkan menangkis serangan Kwee Teng An dengan jurus Hai Lang Thau Thau (Ombak Laut Menderu-deru). Trannng! Terdengar suara benturan dua senjata. Tio Bun Yang berdiri tegak di tempat, sedangkan Kwee Teng An terpental dua tiga depa ke belakang dengan wajah pucat pias. "Maaf Saudara Kwee!" Seru Tio Bun Yang. "Aku terpaksa harus memusnahkan kepandaian-mu!" Tio Bun Yang melesat ke arah Kwee Teng An sekaligus menyerangnya dengan jurus Cian In Giok Siauw (Ribuan Bayangan Suling Pualam). "Aaaaakh...!" Jerit Kwee Teng An, yang jatuh terduduk. Mulutnya mengeluarkan darah dan salah satu urat di tubuhnya telah putus sehingga kepandaiannya musnah seketika. "Engkau... engkau____" "Kini kepandaianmu telah musnah. Aku harap selanjutnya jadilah engkau orang baik-baik!" "Tio Bun Yang! Aku bersumpah akan menuntut balas dendam ini!" Kwee Teng An menatapnya dengan penuh dendam, kemudian berusaha bangkit untuk berdiri. Para penduduk desa itu bersorak sorai penuh kegembiraan ketika melihat Tio Bun Yang berhasil merobohkan penjahat pemetik bunga. Begitu pula orang tua dan putrinya yang di dalam rumah, mereka berdua segera berlari ke luar lalu menghampirinya. "Anak muda, sungguh hebat engkau!" Orang tua itu mengacungkan jempolnya ke hadapan Tio Bun Yang. "Adik Bun Yang," Ujar Cing Cing dengan wajah berseri. "Dugaanku tidak meleset, engkau berkepandaian tinggi." Tio Bun Yang hanya tersenyum. Sedangkan monyet bulu putih yang duduk di bahunya juga bercuit-cuit. "Terimakasih siauw hiap!" Ucap seorang tua, yang ternyata seorang Kepala Desa. "Engkau telah menyelamatkan desa kami." "Itu memang tugasku." Tio Bun Yang ter-l senyum. "Kebetulan aku lewat di desa ini, kemudian menginap di rumah Cing Cing." "Oooh!" Kepala Desa itu manggut-manggut dan berkata. "Karena engkau telah menyelamatkan desa kami, maka kami harus mengadakan pesta untuk menjamu siauw hiap." "Tidak usah, Paman!" Tio Bun Yang menggelengkan kepala. "Aku masih harus melanjutkan perjalanan." "Belum pagi____" Kepala Desa itu tampak kecewa. "Tidak apa-apa." Tio Bun Yang memandang orang tua itu dan Cing Cing. "Paman, Kakak Cing Cing, sampai jumpa!" Tio Bun Yang melesat pergi. Hal itu sungguh mengejutkan orang tua dan putrinya, yang tidak menyangka Tio Bun Yang akan begitu cepat pergi. "Adik Bun Yang! Adik Bun Yang!" Seru Cing Cing. Akan tetapi, Tio Bun Yang sudah tidak kelihatan. Seketika Cing Cing menangis terisak-isak. "Ayah...." Air mata Cing Cing berderai-derai. "Kenapa adik Bun Yang begitu cepat pergi!" "Dia memang pemuda baik, ramah tamah dan tak mau disanjung," Sahut orang tua itu. "Maka dia segera pergi." "Adik Bun Yang____" Cing Cing terus terisak-isak. "Cing Cing!" Orang tua itu tersenyum. "Percayalah! Kelak kalian akan bertemu lagi." "Tidak mungkin." Cing Cing menggeleng-gelengkan kepala. Sementara Kwee Teng An terus berusaha bangkit untuk berdiri, namun sama sekali tidak bertenaga. Penduduk desa memandangnya dengan penuh kebencian. Mendadak salah seorang tua berseru. "Dia telah memperkosa anak gadisku, sehingga anak gadisku gantung diri. Karena itu, mari kita lemparkan dia ke dalam jurang!" "Setuju!" Sahut yang lain. Beberapa orang langsung menyeret Kwee Teng An, sedangkan Kepala Desa cuma menggeleng-gelengkan kepala. Kwee Teng An terus berkertak gigi dengan mata membara. Tak seberapa lama kemudian, ia telah diseret sampai di pinggir jurang, lalu orang-orang desa itu melemparnya ke jurang yang menganga lebar. "Aaaakh...!" Terdengar suara jeritan panjang. Badan Kwee Teng An terus melayang ke bawah jurang yang ribuan kaki dalamnya. Tak lama setelah Tio Bun Yang meninggalkan desa itu, hari mulai terang. Tio Bun Yang melanjutkan perjalanan, dan mengambil arah timur karena ingin ke markas Tiong Ngie Pay yang ada di pinggir Kota Hay Hong. Dua hari kemudian, ia telah tiba di marka tersebut. Betapa gembiranya Yo Suan Hiang, Ta Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him. Merek menyambutnya dengan penuh kehangatan, lalu mengajaknya bersulang sambil bercakap-cakap. "Bibi," Tio Bun Yang menatap Yo Suan Hiang. "Bagaimana keadaan Tiong Ngie Pay belakangan ini?" Tanyanya. "Bertambah maju, tapi____" Yo Suan Hiang mengerutkan kening. "Kenapa?" Tio Bun Yang heran. "Telah terjadi sesuatu?" "Seng Hwee Kauw dua kali menyerang ke mari." Yo Suan Hiang memberitahukan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Oh?" Tio Bun Yang tertegun. "Bukankah Tiong Ngie Pay tidak bermusuhan dengan Seng Hwee Kauw? Kenapa Seng Hwee Kauw menyerang ke mari?" "Seng Hwee Kauw dan Hiat Ih Hwe telah bekerja sama, maka Seng Hwee Kauw menyerang kami," Sahut Tan Ju Liang. "Namun untung...." "Kebetulan Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan, Lie Ai Ling, Siang Koan Goat Nio dan lainnya berada di sini. Mereka membantu kami, sehingga pihak Seng Hwee Kauw melarikan diri." Yo Suan Hiang memberitahukan. "Oh!" Wajah Tio Bun Yang berseri. "Jadi mereka berada di sini?" "Sudah berangkat ke markas pusat Kay Pang," Ujar Yo Suan Hiang dan menambahkan. "Beberapa hari kemudian setelah mereka pergi, mendadak Seng Hwee Kauw menyerang lagi." "Oh?" Kening Tio Bun Yang berkerut. "Tentunya pihak Bibi banyak yang menjadi korban." "Tidak." Yo Suan Hiang tersenyum. "Sebaliknya malah pihak Seng Hwee Kauw yang menjadi korban." "Kok begitu?" Tio Bun Yang bingung. "Karena muncul seorang gadis membantui kami," Ujar Yo Suan Hiang memberitahukan. "Siapa gadis itu?" "Phang Ling Cu." "Apa?" Tio Bun Yang terbelalak. "Kakak Ling Cu? Maksud Bibi Ngo Tok Kauwcu?" "Betul," Yo Suan Hiang mengangguk. "Dia ke mari mencarimu, justru malah menyelamatkan Tiong Ngie Pay." "Oooh!" Tio Bun Yang tersenyum. "Aku tak menyangka dia ke mari mencariku, tapi secara tidak langsung malah menyelamatkan Tiong Ngie Pay." "Oh ya!" Yo Suan Hiang menatapnya. "Eng-kaukah yang mengobati mukanya?" "Ya." Tio Bun Yang mengangguk lalu sekaligus menutur tentang kejadian itu, kemudian bertanya. "Kenapa dia ke mari mencariku?" "Katanya ingin berunding denganmu, sebab musuh besarnya berkepandaian tinggi sekali." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Maksudnya Seng Hwee Sin Kun?" "Ya." Yo Suan Hiang mengangguk. "Oh ya, ada seorang gadis berada di sini, mungkin engkau tidak dapat menerka siapa dia." "Oh?" Tio Bun Yang tercengang. "Apakah dia Phang Ling Cu?" "Phang Ling Cu sudah pergi," Sahut Yo Suan Hiang sambil tersenyum. "Toan Beng Kiat dan lainnya yang membawa gadis itu ke mari, kini dia tinggal di sini." "Siapa gadis itu?" Tanya Tio Bun Yang. "Dia Tan Giok Lan!" Yo Suan Hiang memberitahukan. "Siapa?" Tio Bun Yang tertegun. "Kenapa dia berada di sini? Bukankah dia dan kedua orang tuanya berada di kampung halamannya?" "Kedua orang tuanya telah dibunuh oleh para anggota Hiat Ih Hwe, dan diapun dikejar-kejar." "Toan Beng Kiat yang menolongnya?" "Ya." "Bibi, di mana Kakak Giok Lan?" "Tiang Him! Panggil Giok Lan ke mari!" Ujar Yo Suan Hiang kepada Cu Tiang Him. "Ya." Cu Tiang Him masuk ke dalam. Berselang sesaat ia sudah kembali bersama Tan Giok Lan. "Adik Bun Yang!" Seru Tan Giok Lan girang. "Adik Bun Yang...." "Kakak Giok Lan!" Tio Bun Yang memandangnya sambil tersenyum. "Aku tak menyangka, engkau tinggal di sini." "Adik Bun Yang!" Mata Tan Giok Lan mulai basah. "Kedua orang tuaku mati di bunuh para anggota Hiat Ih Hwe." "Bibi Suan Hiang telah memberitahukan kepadaku. Syukurlah engkau dapat meloloskan diri!" Ujar Tio Bun Yang sambil menarik nafas. "Kalau engkau tidak mengajarku ilmu silat, aku pasti sudah mati." Tan Giok Lan terisak-isak. "Sudahlah, jangan menangis! Engkau aman di sini." Tio Bun Yang tersenyum. "Oh ya, bagaimana kepandaianmu? Sudah maju pesat?" Tanyanya. "Ya." Tan Giok Lan mengangguk. "Bibi Suan Hiang terus mengajarku, maka kepandaianku menjadi maju pesat." "Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut, kemudian memandang Yo Suan Hiang seraya berkata. "Aku sudah bertemu Lie Tsu Seng." "Apa?!" Yo Suan Hiang, Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him terbelalak. "Engkau bertemu Lie Tsu Seng, yang gagah berani itu?" "Ya." Tio Bun Yang mengangguk lalu menutur tentang kejadian itu. "Oleh karena itu, aku ingin berunding dengan Bibi," Tambahnya. "Mengenai apa?" "Kini Hiat Ih Hwe telah bekerja sama dengan Seng Hwee Kauw, mungkin Seng Hwee Kauw akan menyerang lagi," Ujar Tio Bun Yang. "Itu sungguh membahayakan Tiong Ngie Pay, maka alangkah baiknya kalau Tiong Ngie Pay bergabung dengan Lie Tsu Seng." "Aku memang sudah berpikir begitu, tapi____" Yo Suan Hiang menggeleng-gelengkan kepala. "Belum tentu Lie Tsu Seng akan menerima kami." "Percayalah!" Tio Bun Yang tersenyum. "Paman Lie pasti senang sekali menerima kalian, sebab aku sudah memberitahukan kepadanya." "Oh?" Wajah Yo Suan Hiang berseri, kemudian bertanya kepada Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him. "Bagaimana menurut kalian?" "Setuju!" Sahut mereka serentak. "Memang sudah waktunya kita bergabung dengan Lie Tsu Seng, yang sudah barang tentu akan menambah kekuatan kita." "Baik." Yo Suan Hiang manggut-manggut. "Kalau begitu, mari kita bergabung dengan Lie Tsu Seng!" "Bibi Suan Hiang," Usul Tio Bun Yang. "Kini semuanya telah setuju, maka Tiong Ngie Pay harus segera berangkat ke markas Lie Tsu Seng. Kalau tidak, aku khawatir Seng Hwee Kauw akan menyerang ke mari lagi." "Baik." Yo Suan Hiang mengangguk. "Besok pagi kami akan berangkat ke sana." "Kalau begitu, aku mau mohon diri." Tio Bun Yang bangkit dari tempat duduknya. "Bun Yang...." Yo Suan Hiang terbelalak. "Kenapa begitu cepat engkau berpamit?" "Aku harus segera berangkat ke markas pusat Kay Pang." Tio Bun Yang memberitahukan. "Baiklah." Yo Suan Hiang manggut-manggut. "Oh ya, Bun Yang...." "Ada apa?" Tio Bun Yang tercengang karena melihat Yo Suan Hiang tersenyum serius. "Apakah engkau sudah punya kekasih?" Tanyai Yo Suan Hiang mendadak. "Belum," Sahut Tio Bun Yang dengan wajah agak kemerahmerahan. "Aku... tidak memikirkan itu." "Itu____" Yo Suan Hiang tersenyum lagi. "____Siang Koan Goat Nio sangat cantik, kalem dan lemah lembut. Dia putri kesayangan Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Bijin. Alangkah baiknya" "Bibi Suan Hiang...." Wajah Tio Bun Yang bertambah merah. "Aku" "Adik Bun Yang!" Tan Giok Lan memandangnya seraya berkata sungguh-sungguh. "Siang Koan Goat Nio memang serasi denganmu. Dia boleh dikatakan secantik bidadari." "Kakak Giok Lan____" Tio Bun Yang menggelenggelengkan kepala. "Aku" "Dia juga berada di markas pusat Kay Pang. Kalau engkau langsung berangkat ke sana, pasti bertemu dia," Ujar Yo Suan Hiang. "Baik." Tio Bun Yang mengangguk. "Bibi Suan Hiang, Kakak Giok Lan dan paman-paman, aki mohon pamit. Sampai jumpa!" "Selamat jalan!" Sahut mereka serentak, lalu mengantar Tio Bun Yang sampai di luar markas. Begitu sampai di luar markas, Tio Bun Yang langsung melesat pergi laksana kilat. "Bun Yang dan Goat Nio memang merupakan pasangan yang serasi, mudah-mudahan mereka berjodoh!" Ucap Yo Suan Hiang dengan suara rendah. "Ha ha ha!" Tan Ju Liang tertawa gelak. "Mereka berdua pasti berjodoh!" Keesokan harinya, Yo Suan Hiang, Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him bersama para anggota berjumlah seratusan orang berangkat ke markas Lie Tsu Seng. Mereka justru tidak tahu, setelah mereka berangkat, Seng Hwee Kauw muncul menyerang lagi, namun markas Tiong Ngie Pay telah kosong. "Heran!" Gumam Leng Bin Hoatsu dengan kening berkerut. "Bagaimana markas Tiong Ngie Pay ini bisa kosong tiada seorang pun?" "Mungkinkah pihak Tiong Ngie Pay telah menduga akan penyerangan ini, maka mengosongkan markas ini?" Sahut Pek Bin Kui. "Mungkin." Hek Sim Popo manggut-manggut. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kalau tidak, bagaimana mungkin markas ini kosong begini?" "Lalu apa langkah kita?" Tanya Tok Chiu Ong. "Menurut aku..." Sahut Pat Pie Lo Koay. "Alangkah baiknya kita berpencar mencari mereka." "Baik." Leng Bin Hoatsu mengangguk. "Jangan!" Pek Bin Kui menggelengkan kepala, wajahnya tampak serius. "Kita tidak boleh berpencar mencari Tiong Ngie Pay." "Kenapa?" Tanya Pat Pie Lo Koay sambil menatapnya. "Bukankah tugas kita membasmi mereka?" "Benar." Pek Bin Kui mengangguk. "Tugas kita memang membasmi mereka, tapi kini mereka tidak berada di markas ini, berarti tugas kita telah selesai." "Aku sama sekali tidak mengerti, bolehkah dijelaskan?" Pat Pie Lo Koay menatapnya dalam-dalam. "Tadi engkau mengusulkan kita berpencar mencari mereka, usul itu tidak dapat diterima," Tegas Pek Bin Kui serius. "Sebab apabila kita berpencar mencari mereka, berarti membahayakan diri kita sendiri." "Oh!" Tertegun Pat Pie Lo Koay. "Lo Koay!" Leng Bin Hoatsu tertawa. "Memang benar apa yang dikatakan Pek Bin Kui. Kalau kita berpencar mencari mereka, sudah barang tentu mengurangi kekuatan kita, bahkan amat membahayakan diri kita pula." "Benar." Hek Sim Popo manggut-manggut. "Kita tidak boleh berpencar mencari mereka." "Kalau begitu...." Pat Pie Lo Koay menengok ke sana ke mari, kemudian mengusulkan. "Kita bakar saja markas Tiong Ngie Pay ini." "Usul ini harus diterima," Sahut Pek Bin Kui sambil tertawa gelak. "Kita tidak berhasil membasmi para anggota Tiong Ngie Pay, namun berhasil membumi hanguskan markas ini, tentunya Seng Hwee Sin Kun akan merasa puas." "Ha ha ha!" Leng Bin Hoatsu juga tertawa terbahak-bahak, dan setelah itu ia pun perintahkan para anggota untuk membakar markas Tiong Ngie Pay. Berselang beberapa saat, tampak api mulai berkobar-kobar melalap markas Tiong Ngie Pay itu. Para anggota Seng Hwee Kauw pun bersorak sorai penuh kegembiraan, Leng Bin Hoatsu dan lainnya tersenyum-senyum. Setelah api yang berkobarkobar itu menjalar ke seluruh markas tersebut, barulah mereka meninggalkan tempat itu untuk kembali ke markas Seng Hwee Kauw. Betapa gembiranya Lie Tsu Seng ketika mengetahui kedatangan Yo Suan Hiang bersama para anggotanya. Ia segera keluar dari tendanya untuk menyambut kedatangan mereka. "Selamat datang. Ketua Yo!" Ucap Lie Tsu Seng sembari memberi hormat. "Selamat bertemu, Paman Lie!" Sahut Yo Suan Hiang dan sekaligus balas memberi hormat. "Maaf, kedatangan kami telah mengganggumu!" "Sama sekali tidak mengganggu, malah aku merasa gembira sekali," Ujar Lie Tsu Seng sambil tertawa gelak. "Ha ha ha! Mari silakan masuk!" "Terimakasih!" Ucap Yo Suan Hiang lalu melangkah ke dalam tenda. Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him mengikutinya dari belakang. "Silakan duduk!" Lie Tsu Seng mempersilakan mereka duduk, dan salah seorang anak buahnya langsung menyuguhkan arak wangi. Mereka duduk, kemudian Yo Suan Hiang memperkenalkan Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him. Lie Tsu Seng dan mereka bertiga saling memberi hormat, setelah itu Lie Tsu Seng mengangkat minumannya. "Mari kita bersulang!" Ucapnya sambil tertawa. "Ha ha ha...!" Mereka mulai bersulang sambil mengobrol. Berselang beberapa saat barulah Lie Tsu Seng bertanya dengan serius. "Apakah ada sesuatu penting, maka Ketua Yo ke mari?" "Ya." Yo Suan Hiang mengangguk. "Tio Bun Yang ke markasku, dan mengusulkan agar kami bergabung denganmu." "Oh?" Wajah Lie Tsu Seng berseri. "Apakah engkau bersedia bergabung dengan kami?" "Kami datang ke mari justru ingin bergabung," Sahut Yo Suan Hiang memberitahukan. "Kami telah bersepakat untuk itu." "Bagus, bagus! Ha ha ha!" Lie Tsu Seng tertawa gembira. "Terimakasih atas kesediaan kalian bergabung dengan kami! Mari kita bersulang lagi!" "Mari!" Yo Suan Hiang, Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him bersulang lagi dengan Lie Tsu Seng, sehingga suasana di dalam tenda itu menjadi semarak. Di saat itulah melangkah ke dalam dua lelaki gagah, lalu memberi hormat kepada Lie Tsu Seng. "Bagus, bagus!" Lie Tsu Seng tertawa. "Kalian berdua sudah kembali, mari kuperkenalkan!" Lie Tsu Seng memperkenalkan Yo Suan Hiang dan lainnya kepada dua lelaki itu, kemudian menambahkan. "Mereka berdua adalah pembantu handalku bernama Lie Sih Beng dan Lie Sih Heng, yang keduanya berkepandaian cukup tinggi." Lie Sih Beng dan Lie Sih Heng segera memberi hormat kepada Yo Suan Hiang dan lainnya, setelah itu barulah mereka duduk. "Bagaimana tugas kalian?" Tanya Lie Tsu Seng mendadak. "Apakah sudah dilaksanakan dengan baik?" "Ya." Lie Sih Beng mengangguk. "Hanya kurang memuaskan, karena...." "Kenapa?" Lie Tsu Seng menatap mereka. "Jelaskanlah!" "Ada beberapa kelompok pemberontak tidak bersedia bergabung dengan kita. Padahal kami telah menjelaskan, bahwa apabila kita semua tidak bersatu, sulit sekali untuk sukses," Jawab Lie Sih Beng memberitahukan. "Ngmm!" Lie Tsu Seng manggut-manggut. "Siapa kepala kelompok pemberontak itu?" Lie Sih Beng memberitahukan. Wajah Tan Ju Liang berseri ketika mendengar nama-nama yang disebutkan Lie Sih Beng. "Aku kenal mereka," Ujar Tan Ju Liang sambil tertawa gembira. "Mereka adalah teman-teman akrabku, hanya saja sudah belasan tahun kami tidak bertemu." "Kalau begitu____" Lie Tsu Seng memandangnya dalamdalam seraya berkata. "Tentunya Sau-dara Tan bersedia membantu dalam hal ini." "Ha ha ha!" Tan Ju Liang tertawa gelak. "Itu sudah pasti, Saudara Lie. Sebab kini kita sudah bergabung, maka tugas kalian adalah tugas kami pula." "Terimakasih, Saudara Tan!" Ucap Lie Tsu Seng sambil manggut-manggut gembira dan menambah-kan. "Mulai sekarang kita semua adalah saudara seperjuangan, suka dan duka harus pikul bersama." "Benar." Lim Cin An mengangguk. "Karena itu, kita pun harus membagi tugas sesuai dengan kemahiran masingmasing." "Tidak salah." Lie Tsu Seng manggut-manggut, kemudian memandang Lie Sih Beng dan Lie Sih Heng seraya bertanya. "Kalian berdua punya suatu ide?" "Begini..." Sahut Lie Sih Beng. "Setahu kami, Ketua Yo berkepandaian tinggi, maka alangkah baiknya dia diangkat menjadi pengawal pribadi." "Ngmm!" Lie Tsu Seng mengangguk. "Itu memang tepat sekali." "Sedangkan Saudara Tan mahir mengenai siasat perang, karena itu dia harus diangkat menjadi penasihat," Ujar Lie Sih Beng sungguh-sungguh. "Benar." Lie Tsu Seng mengangguk lagi, lalu memandang Tan Ju Liang seraya bertanya. "Saudara Tan, tidak berkeberatan, bukan?" "Tentu tidak. Hanya saja____" Kening Tan Ju Liang berkerut. "... aku khawatir tidak dapat melaksanakan tugas itu dengan baik." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ha ha ha!" Lie Tsu Seng tertawa gelak. "Saudara Tan, jangan merendahkan diri lho!" "Aku tidak merendahkan diri, melainkan berkata sesungguhnya," Sahut Tan Ju Liang. "Apa tugas Lim Cin An dan Cu Tiang Him?" "Kami berempat akan melatih para anggota berperang," Jawab Lie Sih Beng sungguh-sungguh. "Bagus!" Lie Tsu Seng manggut-manggut, kemudian tertawa gelak seraya berkata. "Ha ha ha! Mari kita bersulang lagi!" -oo0dw0oo- Bagian ke tiga puluh satu Berpadu Suara Suling Sementara itu, Siang Koan Goat Nio, Lie Ai Ling dan Lu Hui San telah tiba di sebuah lembah yang sangat indah. Mereka bertiga lalu duduk beristirahat di bawah sebuah pohon. "Kalau kita terus beristirahat, kapan akan tiba di Gunung Hek Ciok San?" Ujar Lu Hui San sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Tenanglah!" Sahut Lie Ai Ling. "Kita tidak perlu tergesagesa, sebab belum tentu Kam Hay Thian langsung menuju ke sana." "Dia sangat keras hati, aku yakin dia pasti menuju ke sana," Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau kita terlambat menyusulnya, aku khawatir...." "Jangan khawatir!" Lie Ai Ling tersenyum. "Tidak akan terjadi suatu apa pun atas dirinya, percayalah!" "Aaaah!" Lu Hui San menghela nafas panjang. "Aku tahu, engkau cuma menghiburku." "Hui San!" Siang Koan Goat Nio menatapnya lembut. "Kam Hay Thian cukup cerdik, tentunya dia tidak akan bertindak ceroboh, pasti memperhitungkan langkah-langkahnya. Oleh karena itu, engkau tidak perlu terlampau cemas." "Goat Nio...." Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala. "Entah apa sebabnya, aku terus memikirkannya." "Hui San!" Siang Koan Goat Nio tersenyum. "Itu pertanda engkau telah jatuh hati padanya, sehingga terus memikirkannya." "Benar," Sela Lie Ai Ling sambil tertawa kecil. "Hui San, engkau memang telah jatuh hati padanya. Tapi... kuharap engkau dapat mengendalikan perasaan hatimu, agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan." "Aku tahu itu." Lu Hui San manggut-manggut. "Goat Nio," Lie Ai Ling tersenyum. "Lembah ini indah sekali, alangkah baiknya engkau meniup suling di sini," Ujarnya. "Eh? Engkau...." Siang Koan Goat Nio menggelenggelengkan kepala. "Ada-ada saja! Mana boleh aku meniup suling di saat Hui San sedang risau?" "Justru suara sulingmu akan mengusir kerisauannya," Sahut Lie Ai Ling sambil tersenyum. "Ya, kan Hui San?" "Kira-kira begitulah." Lu Hui San manggut-manggut. "Memang baik sekali Goat Nio meniup suling di tempat yang sangat indah ini." "Nah, Goat Nio," Desak Lie Ai Ling. "Ayolah!" Siang Koan Goat Nio mengeluarkan suling emasnya, lalu meniupnya sambil memandang jauh ke depan. Terdengarlah suara suling yang amat merdu dan menggetarkan kalbu. Lie Ai Ling dan Lu Hui San mendengar dengan penuh perhatian, akhirnya pikiran mereka menerawang. Memang kebetulan sekali, Tio Bun Yang, yang sedang menuju markas pusat Kay Pang justru melewati lembah itu. Ketika mendengar suara alunan suling itu, ia langsung berhenti dan tampak tertegun. Makin lama hatinya makin tertarik, sehingga tanpa sadar ia mengeluarkan suling pualamnya, lalu ditiupnya untuk mengiringi suara suling itu. Betapa terkejutnya ketiga gadis itu ketika mendengar suara suling tersebut, terutama Lie Ai Ling yang mengenali suara suling itu. "Haaaah? Kakak Bun Yang?" Gumamnya. Siang Koan Goat Nio meliriknya, namun tidak berhenti meniup sulingnya, kemudian wajahnya tampak berseri. "Tidak salah," Gumam Lie Ai Ling sambil bangkit untuk berdiri. "Itu pasti Kakak Bun Yang, aku mengenali suara sulingnya." Berselang sesaat, muncullah Tio Bun Yang dan monyet bulu putih, yang duduk di bahunya. "Kakak Bun Yang! Kakak Bun Yang...!" Seru Lie Ai Ling girang. Tio Bun Yang tersenyum sambil meniup sulingnya, sedangkan monyet bulu putih bercuit-cuit seakan menyahut. Pertama kali Siang Koan Goat Nio melihat Tio Bun Yang, justru langsung tertarik padanya. Begitu pula Tio Bun Yang, ia sangat tertarik pada gadis itu. Otomatis irama suara suling pualamnya berubah, kedengarannya seperti mencurahkan isi hati Si Peniup Suling itu. Irama suara suling emas pun berubah, sepertinya menerima curahan hati itu. Dapat dibayangkan, betapa lembut dan merdunya paduan suara suling tersebut. Lie Ai Ling dan Lu Hui San mendengarkan dengan mulut ternganga lebar, terpukau dan terkesima. Sementara Tio Bun Yang mulai mendekati Siang Koan Goat Nio, sedangkan gadis itu pun bangkit berdiri, lalu melangkah ke arah pemuda itu. Setelah dekat, barulah mereka berhenti meniup suling, berdiri mematung saling memandang dengan mata berbinar-binar. "Goat Nio," Ujar Lie Ai Ling memberitahukan. "Dia adalah Kakak Bun Yang, yang sering kuceritakan kepadamu." Siang Koan Goat Nio tidak menyahut, namun wajahnya tampak berseri dan agak kemerah-merahan. "Kakak Bun Yang!" Lie Ai Ling memperkenalkan. "Dia adalah Siang Koan Goat Nio, putri kesayangan Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Bijin." "Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut. "Selamat bertemu, Nona Goat Nio!" Ucapnya sambil memberi hormat. "Selamat bertemu!" Sahut Siang Koan Goat Nio sambil tersenyum malu-malu. "Jangan panggil aku Nona, panggil saja____" "Adik Goat Nio," Sela Lie Ai Ling dan menambahkan. "Engkau pun harus panggil dia Kakak Bun Yang, lho!" "Eh? Engkau____" Wajah Siang Koan Goat Nio berubah menjadi merah dan menunduk dalam-dalam. "Ai Ling, engkau jangan menggodaku!" "Aku berkata sesungguhnya, tidak menggoda sama sekali," Sahut Lie Ai Ling sambil tertawa kecil, kemudian menatap Tio Bun Yang dengan penuh perhatian dan berseru tak tertahan. "Wuaaah!" "Adik Ai Ling!" Tio Bun Yang tercengang. "Kenapa engkau?" "Kakak Bun Yang," Sahut Lie Ai Ling. "Engkau bertambah tampan, memang serasi sekali dengan Goat Nio." "Oh?" Tio Bun Yang tersenyum. "Ai Ling!" Siang Koan Goat Nio menatapnya. "Jangan omong yang bukan-bukan, tidak baik lho!" Tegurnya. "Hi hi hi!" Lie Ai Ling tertawa geli. "Jangan pura-pura, padahal engkau girang sekali dalam hati! Engkau kira aku tidak tahu ya?" "Engkau____" Wajah Siang Koan Goat Nio memerah lagi. "Adik Ai Ling!" Tio Bun Yang menatapnya seraya bertanya. "Kenapa kalian berada di lembah ini?" "Kakak Bun Yang, kami bertiga sedang menuju Gunung Hek Ciok San." Lie Ai Ling memberitahukan. "Untuk apa kalian ke sana?" Tanya Tio Bun Yang. "Menyusul Kam Hay Thian," Ujar Lie Ai Ling dan menutur semua itu. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "... maka kami bertiga berangkat ke sana." "Adik Ai Ling____" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak seharusnya engkau membohongi kakekku, lagi pula Seng Hwee Sin Kun berkepandaian tinggi sekali. Belum tentu kalian mampu melawannya, kenapa kalian tidak berpikir panjang?" "Aku____" Lie Ai Ling menundukkan kepala. "Jangan mempersalahkan Ai Ling!" Ujar Lu Hui San mendadak. "Aku yang mendesaknya untuk berangkat ke Gunung Hek Ciok San." "Oh?" Tio Bun Yang memandangnya. Tiba-tiba ia terbelalak karena melihat sebuah tanda di leher gadis itu. "Kakak Bun Yang____" Lie Ai Ling mengerutkan kening. "Kenapa engkau?" "Adik Ai Ling, siapa nona ini? Engkau belum memperkenalkannya," Sahut Tio Bun Yang, yang tetap memandang Lu Hui San, tentunya membuat gadis itu tersipu. "Dia bernama Lu Hui San." Lie Ai Ling memberitahukan dengan wajah tak sedap dipandang, karena mengira Tio Bun Yang tertarik pada gadis itu. "Lu Hui San..." Gumam Tio Bun Yang. Ternyata ia teringat akan penuturan Sie Kuang Han, orang tua yang ditolongnya itu. "Hui San! Hui San...." "Kakak Bun Yang!" Lie Ai Ling melotot. "Kenapa sih engkau? Kenapa terus bergumam menyebut nama Hui San?" "Aku____" Tio Bun Yang agak tergagap. "Aku... teringat sesuatu. Oh ya, siapa orang tua Hui San?" "Ayahku bernama Lu Kam Thay," Sahut Lu Hui San memberitahukan. "Lu Kam Thay..." Gumam Tio Bun Yang lagi dengan kening berkerut. "Lu Kam Thay... Lu Thay Kam____" Wajah Lu Hui San tampak berubah ketika mendengar gumaman itu, sehingga langsung menatap Tio Bun Yang dengan kening berkerut-kerut. "Eeeh?" Lie Ai Ling tercengang. "Kenapa sih kalian berdua? Kok terus saling memandang?" "Tidak ada apa-apa," Sahut Tio Bun Yang sambil tersenyum, kemudian mengalihkan pembicaraan. "Jadi kalian tetap akan berangkat ke Gunung Hek Ciok San?" "Ya." Lie Ai Ling mengangguk. "Karena markas Seng Hwee Kauw berada di Lembah Kabut Hitam di gunung itu, maka kami harus ke sana." "Kalau begitu..." Ujar Tio Bun Yang setelah berpikir sejenak, aku ikut kalian ke sana." "Oh?" Lie Ai Ling girang bukan main. "Kalau engkau ikut, kita pasti dapat melawan Seng Hwee Sin Kun." "Mari kita berangkat sekarang!" Ajak Lu Hui San. "Baik." Tio Bun Yang mengangguk. Mereka berempat lalu berangkat menuju Gunung Hek Ciok San. Dalam perjalanan tak henti-hentinya Tio Bun Yang memperhatikan Lu Hui San. Itu tidak terlepas dari mata Siang Koan Goat Nio, sehingga membuat gadis itu menjadi kecewa sekali dan tidak habis pikir, kenapa Tio Bun Yang bersifat mata keranjang? --oo0dw0oo- Malam harinya, mereka berempat terpaksa bermalam di dalam sebuah rimba. Lie Ai Ling menyalakan ranting dan dahan yang ditumpukkan jadi satu, sedangkan Lu Hui San berjalan pergi, kemudian duduk di bawah sebuah pohon. Berselang sesaat, muncul sosok bayangan mendekatinya, yang tidak lain Tio Bun Yang. "Maaf!" Ucapnya sambil duduk. "Bolehkah kita bercakapcakap sejenak?" "Tentu saja boleh," Sahut Lu Hui San sambil tersenyum. "Mau bercakap-cakap mengenai apa?" "Mengenai dirimu." "Oh?" Lu Hui San mengerutkan kening. "Ada apa diriku?" "Ayahmu adalah Lu Thay Kam?" Tanya Tio Bun Yang mendadak sambil menatapnya tajam. "Nama ayahku adalah Lu Kam Thay," Sahut Lu Hui San seakan menegaskan. "Bukan Lu Thay Kam." "Nona Hui San____" Tio Bun Yang tersenyum. "Aku harap engkau jangan membohongiku, sebab menyangkut riwayat hidupmu." "Maksudmu?" Lu Hui San mengerutkan kening. "Engkau harus menjawab sejujurnya, benarkah Lu Thay Kam adalah ayahmu?" Tanya Tio Bun Yang lagi. "Itu____" Lu Hui San menundukkan kepala. "Lu Thay Kam adalah ayah angkatmu, kan?" Tio Bun Yang menatapnya. "Engkau harus menjawab dengan jujur, karena aku akan menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan asalusulmu." "Engkau tahu asal usulku?" Lu Hui San tersentak. "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Namun engkau harus memberitahukan dengan jujur, barulah aku berani memastikan asal usulmu." "Terus terang...." Lu Hui San mulai memberitahukan. "Lu Thay Kam memang ayah angkatku____" "Jadi engkau tidak tahu siapa ayah kandungmu?" "Tidak tahu, sebab ayah angkatku itu tidak pernah memberitahukan." "Nona Hui San, sebetulnya engkau bermarga Sie." Tio Bun Yang memberitahukan. "Aku telah bertemu pamanmu, yang bernama Sie Kuang Han...." Tio Bun Yang menutur tentang itu, dan Lu Hui San mendengar dengan penuh perhatian, kemudian air matanya meleleh. "Jadi____" Gadis itu terisak-isak. "Lu Thay Kam yang membunuh kedua orang tuaku?" "Menurut pamanmu, Lu Thay Kam memfitnah ayahmu," Ujar Tio Bun Yang sambil menghela nafas panjang. "Karena itu, kaisar menurunkan perintah menghukum mati kalian sekeluarga termasuk keluarga pamanmu." "Aaaah...!" Keluh Lu Hui San. "Aku sama sekali tidak tahu, Lu Thay Kam begitu jahat!" "Nona Hui San____" Tio Bun Yang menatapnya. "... engkau tidak usah berduka, karena kini engkau masih punya seorang paman." "Aku... aku sangat berterimakasih kepadamu! Kalau tidak bertemu engkau, tentunya aku tidak akan tahu asal-usulku" "Nona Hui San, aku bersedia mengantarmu pergi menemui pamanmu. Maukah engkau pergi menemui pamanmu itu?" "Bukankah akan merepotkanmu?" "Tidak." Tio Bun Yang tersenyum. "Bagaimana kalau kita berangkat esok?" "Baik. Tapi...." "Kenapa?" "Bagaimana Goat Nio dan Ai Ling?" "Tentunya mereka harus ikut," Ujar Tio Bun I Yang dan menambahkan. "Setelah engkau bertemu pamanmu itu, barulah kita berangkat ke Gunung Hek Ciok San." "Baik." Lu Hui San mengangguk, kemudian mereka berdua bercakap-cakap lagi. Mereka justru tidak tahu sama sekali, bahwa ada sepasang mata sedang memandang ke arah mereka, yaitu Siang Koan Goat Nio. "Aaaah...!" Gadis itu menghela nafas panjang, ia berdiri di balik sebuah pohon dengan mata basah. "Kenapa dia____" "Goat Nio!" Lie Ai Ling mendekatinya, kemudian memandang ke arah Tio Bun Yang dengan penuh kejengkelan. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aku tak menyangka sama sekali kalau dia begitu cepat berubah. Padaha! dia tidak bersifat begitu, namun" "Ai Ling!" Siang Koan Goat Nio tersenyum getir. "Kelihatannya dia sangat tertarik pada Lu Hui San." "Itu... tidak boleh." Sahut Lie Ai Ling. "Pokoknya Kakak Bun Yang tidak boleh jatuh hati pada Hui San." "Ai Ling...." Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau tidak berhak melarangnya, sudahlah!" "Hm!" Dengus Lie Ai Ling dingin. "Sebelum bertemu Kakak Bun Yang, Hui San menyatakan telah jatuh hati pada Kam Hay Thian. Tapi kini dia kelihatan begitu akrab dengan Kakak Bun Yang. Sungguh keterlaluan!" "Ai Ling, biarkan saja! Lebih baik kita kembali ke Pulau Hong Hoang To. Aku ingin mengajak kedua orang tuaku pulang ke tempat tinggal kami di luar perbatasan." "Goat Nio!" Lie Ai Ling mengerutkan kening. "Itu urusan nanti, yang penting sekarang aku harus pergi mencaci Kakak Bun Yang." Katanya. "Jangan!" Cegah Siang Koan Goat Nio. "Kalau aku tidak mencacinya, rasanya____" "Sudahlah!" Potong Siang Koan Goat Nio. "Jangan menimbulkan masalah lagi!" "Memang sudah terlanjur, maka harus dipermasalahkan," Sahut Lie Ai Ling sambil menarik Siang Koan Goat Nio ke tempat Tio Bun Yang. Kemunculan mereka berdua sama sekali tidak mengejutkan Tio Bun Yang maupun Lu Hui San, sebaliknya malah mempersilakan mereka duduk. "Adik Ai Ling, Goat Nio, silakan duduk!" Ucap Tio Bun Yang dengan tersenyum. "Mari kita mengobrol bersama!" "Kakak Bun Yang!" Lie Ai Ling langsung menudingnya. "Aku tak menyangka, ternyata engkau adalah pemuda yang begitu macam. Aku merasa malu sekali." "Lho?" Tio Bun yang bingung. "Memangnya kenapa?" "Tanya saja kepada dirimu sendiri!" Sahut Lie Ai Ling dingin, lalu memandang Lu Hui San. "Aku pun tak menyangka, engkau gadis semacam itu." "Ai Ling!" Lu Hui San tertegun. ''Kenapa engkau? Apa salahku sehingga engkau mengatakan begitu?" "Hm!" Dengus Lie Ai Ling dingin. "Engkau mengatakan kepadaku telah jatuh hati pada Kam Hay Thian, namun setelah bertemu Kakak Bun Yang...." "Ai Ling!" Lu Hui San menghela nafas panjang. "Engkau telah salah paham. Sebetulnya____" "Sebetulnya apa?" Bentak Lie Ai Ling, yang kemudian menuding Tio Bun yang. "Engkau tak punya perasaan sama sekali. Goat Nio datang di Tionggoan justru ingin mencarimu. Aku sering menceritakan kepadanya tentang dirimu, dia sangat tertarik dan berharap cepat-cepat bertemu. Kini kalian telah bertemu, bahkan mencurahkan isi hati masing-masing pula melalui suara suling. Tapi engkau malah mendekati Lu Hui San secara diam-diam. Sungguh keterlaluan!" "Ai Ling!" Wajah Tio Bun Yang berseri. "Betulkah Goat Nio sangat tertarik kepadaku...?" "Betul." Lie Ai ling mengangguk. "Tapi engkau justru tak punya perasaan sama sekali. Sungguh mempermalukan diri sendiri!" "Engkau telah salah paham padaku," Ujar Tio Bun Yang sambil tersenyum. "Aku bukanlah pemuda semacam itu." "Tapi sudah terbukti____" "Bukti yang tidak kuat." Tio Bun Yang tersenyum lagi. "Sebetulnya kami berdua berada di sini...." "Memadukan cinta kan?" Potong Lie Ai Ling dengan melotot dan mendengus dingin. "Hmmm...!" "Membicarakan sesuatu." Sahut Tio Bun Yang dengan serius dan menambahkan. "Sebab menyangkut rahasia seseorang, maka aku harus menemui Hui San secara diamdiam. Karena itu, malah menimbulkan kecurigaanmu." "Oh?" Lie Ai Ling mengerutkan kening. "Agar aku mempercayaimu, ceritakanlah tentang itu!" "Tapi...." Tio Bun Yang melirik Lu Hui San. "Kini sudah bukan rahasia lagi, lebih baik terbuka saja," Ujar Lu Hui San sambil menghela nafas panjang. "Ai Ling, Goat Nio, sebelumnya aku mohon maaf kepada kalian, karena aku merahasiakan sesuatu terhadap kalian." "Menutup apa?" Tanya Lie Ai Ling heran. "Identitas diriku," Sahut Lu Hui San dan melanjutkan. "Sebetulnya ayahku bukan Lu Kam Thay, melainkan Lu Thay Kam." "Apa?" Seru Lie Ai Ling tak tertahan. "Lu Thay Kam adalah ayahmu?" "Ya." Lu Hui San mengangguk. "Tapi dia bukan ayah kandungku, melainkan ayah angkat." "Jadi____" Lie Ai Ling terbelalak. "Kakak Bun Yang tahu tentang itu?" "Ya. Dia memang tahu. Namun karena masih ragu maka dia bertanya kepadaku," Sahut Lu Hui San. "Bahkan dia juga tahu asal-usulku. Maka untuk memastikan itu, dia menemuiku di sini." "Oh?" Lie Ai Ling menarik nafas lega, kemudian menegur Tio Bun Yang. "Kenapa Kakak Bun Yang tidak mau memberitahukan kepadaku dan Goat Nio?" "Sebab aku harus merahasiakannya, berhubung Lu Thay Kam adalah ketua Hiat Ih Hwe," Sahut Tio Bun Yang. "Jadi aku harus merahasiakannya, agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan." "Oooh!" Lie Ai Ling manggut-manggut. "Sekali lagi aku mohon maaf," Ucap Lu Hui San, lalu menghela nafas panjang seraya berkata. "Karena Bu Yang telah bertemu pamanku, maka aku pun harus memberitahukan kepada kalian mengenai identitasku." "Apa?" Lie Ai Ling terbelalak. "Kakak Bun Yang bertemu pamanmu? Itu" "Benar." Tio Bun Yang mengangguk. "Aku memang telah bertemu pamannya, yang bernama Sie Kuang Han" Tio Bun Yang menutur tentang itu, Lie Ai Ling dan Siang Koan Goat Nio mendengar dengan penuh perhatian. "Kakak Bun Yang," Ujar Lie Ai Ling seusai Tio Bun Yang menutur. "Aku dan Goat Nio telah salah paham terhadapmu, maaf ya!" "Tidak apa-apa." Tio Bun Yang tersenyum. "Tapi lain kali engkau tidak boleh langsung menuduh sebelum tahu jelas suatu masalah." "Ya." Lie Ai Ling mengangguk. "Ohya, Kakak Bun Yang, bolehkah engkau menuturkan semua pengalamanmu itu?" "Tentu boleh." Tio Bun Yang manggut-manggut kemudian menuturkan semua pengalamannya. "Kakak Bun Yang, aku tak menyangka engkau mengunjungi daerah Miauw," Ujar Lie Ai Ling. "Bagaimana keadaan daerah itu?" "Aman dan tenang," Sahut Tio Bun Yang memberitahukan. "Pemandangan di sana pun sangat indah menakjubkan." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kakak Bun Yang...." Lie Ai Ling tersenyum. "Kalau sempat, bagaimana kalau kelak kita pergi ke sana?" "Baik." Tio Bun Yang mengangguk. "Ohya! Besok kita semua akan berangkat ke tempat tinggal Paman Sie, maka lebih baik kita beristirahat sekarang." "Oh?" Lie Ai Ling memandang Lu Hui San. "Kita tidak jadi pergi ke Gunung Hek Ciok San?" "Setelah menemui pamanku, barulah kita berangkat ke sana." Lu Hui San memberitahukan. "Sebab aku harus tahu bagaimana kematian kedua orang tuaku." "Ngmmm!" Lie Ai Ling manggut-manggut, kemudian menarik Lu Hui San seraya berkata. "Mari kita ke tempat lain untuk beristirahat, jangan mengganggu Kakak Bun Yang dan Goat Nio! Mereka berdua harus mencurahkan isi hati masingmasing." "Ai Ling____" Wajah Siang Koan Goat Nio terasa panas. "Engkau" "Hi hi hi!" Lie Ai Ling tertawa. "Kami harus memberi kesempatan kepada kalian berdua untuk memadu cinta." "Ai Ling!" Siang Koan Goat Nio betul-betul salah tingkah dibuatnya. "Engkau sungguh keterlaluan!" "Aku tidak keterlaluan, melainkan tahu diri," Sahut Lie Ai Ling, lalu menarik Lu Hui San meninggalkan tempat itu. "Dia masih bersifat kekanak-kanakan," Ujar Tio Bun Yang sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Namun berhati baik." "Juga sangat polos," Sambung Siang Koan Goat Nio dan menambahkan. "Aku suka sekali kepadanya." "Goat Nio____" Tio Bun Yang menatapnya dengan mata berbinar-binar. "Tadi Ai Ling bilang engkau tertarik padaku, benarkah?" "Aku____" Siang Koan Goat Nio menundukkan kepalanya. "Ya." "Goat Nio!" Mendadak Tio Bun Yang memegang tangan gadis itu. "Aku pun tertarik padamu, bahkan boleh dikatakan telah... telah jatuh hati padamu." "Oh?" Hati Siang Koan Goat Nio langsung berbunga-bunga. "Engkau tidak bohong?" "Aku tidak pernah bohong, percayalah!" Sahut Tio Bun Yang lembut dan bertanya. "Engkau juga jatuh hati padaku?" "Ng!" Siang Koan Goat Nio mengangguk perlahan. "Kedua orang tuaku berharap____" "Kedua orang tuamu berharap apa?" "Berharap kita... bisa bertemu secepatnya." "Kini kita sudah bertemu. Kalau kedua orang tuamu tahu..." Ujar Tio Bun Yang dengan tersenyum. "pasti girang sekali." "Ya." Siang Koan Goat Nio manggut-manggut. Tapi kedua orang tuaku tidak tahu bahwa kita v udah bertemu." "Itu tidak apa-apa." Tio Bun Yang tersenyum. "vang penting kita sudah bertemu. Ohya, betulkah Kam Hay Thian tertarik padamu?" "Betul." Siang Koan Goat Nio mengangguk. "Tapi aku menolaknya secara terang-terangan, agar dia mundur." "Tapi____" Tio Bun Yang mengerutkan kening. "Bukankah Lu Hui San jatuh hati padanya?" "Betul." Siang Koan Goat Nio menghela nafas panjang. "Bahkan Lam Kiong Soat Lan pun jatuh hati padanya." "Oh?" Tio Bun Yang tersentak. "Kalau begitu...." "Yaaah!" Siang Koan Goat Nio menghela nafas panjang lagi. "Aku justru khawatir, kelak akan terjadi sesuatu di antara mereka." "Bagaimana mungkin?" "Tentu saja mungkin. Sebab cinta dapat membutakan orang, bahkan juga akan membuat keruh hati orang yang bersangkutan." "Kalau begitu..." Ujar Tio Bun Yang setelah berpikir sejenak. "Kita harus berusaha menjernihkan hati mereka, agar tidak terjadi sesuatu di kemudian hari." "Ng!" Siang Koan Goat Nio mengangguk. "Ohya, setelah bertemu Paman Sie, kita harus segera berangkat ke Gunung Hek Ciok San. Karena aku khawatir...." "Akan terjadi sesuatu atas diri Kam Hay Thian?" Tanya Tio Bun Yang. "Ya. Sebab pemuda itu berhati keras." Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Aku khawatir dia akan celaka di tangan Seng Hwee Sin Kun." "Kalau begitu, besok pagi kita harus menggunakan ginkang menuju tempat tinggal Paman Sie. Kita tidak boleh membuang waktu." "Benar." Siang Koang Goat Nio manggut-manggut. "Kita tidak boleh membuang waktu. Mari kita beristirahat sekarang!" "Baik." Tio Bun Yang mengangguk. "Tapi alangkah baiknya kita bercakap-cakap sejenak dengan Ai Ling dan Hui San." "Ng!" Siang Koan Goat Nio menuju tempat kedua gadis itu, Tio Bun Yang mengikutinya dari belakang. -ooo0dw0ooo- Jilid 7 "Eh?" Lie Ai Ling terheran heran ketika melihat mereka. "Kok kalian ke maii sih? Sudah cukup kalian mencurahkan isi hati masing-masing?" "Ai Ling!" Tegur Siang Koan Goal Nio. "Jangan suka menggoda! Ka!au kelak engkau bertemu pemuda idaman hatimu, aku pasti balas menggodamu." "Tidak apa-apa," Sahut Lie Ai Ling sambil tertawa kecil. "Ohya, besok pagi kita akan berangkat ke tempat tinggal Paman Ste?" "Ya," Sahut Tio Bun Yang. "Kita harus menggunakan ginkang agar cepat sampai di tempat itu." "Lho?" Lie Ai Ling tercengang. "Memangnya kenapa?" "Sebab kita masih harus berangkat ke Gunung Hek Ciok San," Ujar Siang Koan Goat Nio memberitahukan. "Engkau sudah lupa ya?" "Bagaimana mungkin aku lupa? Kalau begitu, kita harus beristirahat sekarang," Sahut Lie Ai Ling dan menambahkan sambil tertawa. Tapi kalau kalian berdua masih ingin mengobrol, terserah kalian berdua lho!" "Adik Ai Ling!" Legui Tio Bun Yang lembut. "Tidak baik terus-menerus menggoda Goat Nio." "Wuah, sudah mulai membela dia!" Sahut Lie ai ling sambil tertawa. "Baru bertemu lhol Hi hi hi...!" -ooo0dw0ooo- Bagian ke tiga puluh dua Budi dan Dendam Dua hari kemudian, Tio Bun Yang, Siang Koan Goal Nio, Lie Ai Ling dan Lu Hui San sudah tiba di tempat tinggal Sie Kuang Han Kemunculan Tio Bun Yang bersama ketiga gadis itu sangat mengherankan Sie Kuang Han. "Bun Yang____" Sie Kuang Han terbelalak. "Paman!" Tio Bun Yang tersenyum. "Lihatlah siapa gadis ini?" Tanyanya sambil menunjuk Lu Hui San. Sie Kuang Han segera memperhatikan gadis tersebut. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Engkau____" Sepasang mata Sie Kuang Han bertambah terbelalak ketika metibat sebuah tanda di leher gadis itu. "Engkau adalah____" "Aku Lu Hui San." Gadis itu memberitahukan. "Paman adalah" "Hui San..." Gumam Sie Kuang Han. "Tidak salah. Engkau memang Sie Hui San. Nak, akhirnya kita bertemu " Sie Kuang Han memandangnya dengan air mata bercucuran. Lu Hui San langsung mendekapnya dan menangis terisak-isak. "Paman! Paman____" "Nak____" Sie Kuang Han membelainya. "Paman tak menyangka sama sekali, ternyata engkau masih hidup." "Paman, ceritakanlah tentang kematian kedua orang tuaku, aku ingin mengetahuinya!" "Duduklah!" Ujar Si Kuang Han. Setelah Lu Hui San, Tio Bun Yang, Siang Koan Goal Nio dan Lie Ai Ling duduk, barulah Sie Kuang Han menceritakan tentang kematian kedua orang tua Lu Hui San. "Jadi..." Ujar Lu Hui San dengan mata berapi-api. "Lu Thay Kam yang membunuh kedua orang tuaku?" "Ya." Sie Kuang Han mengangguk. "Tapi paman berhasil meloloskan diri dengan membawa Keng Hauw. Justru paman tak menduga kalau engkau masih hidup dan dibesarkan oleh Lu Thay Kam yang sangat jahat itu." "Dia... dia..." Gumam Lu Hui San dengan suara bergemetar. "Dia yang membunuh kedua orang tuaku, maka aku harus balas membunuhnya!" "Betul." Sie Kuang Han manggut-uianggut. "Engkau harus balas dendam, lagi pula engkau bisa mendekati Lu Thay Kain." "Paman, aku pasti balas dendam!" Ujar Lu Hui San berjanji. "Aku pasti membunuh Lu Thay Kam!" "Sayang sekali!" Sie Kuang Han menggeleng-gelengkan kepala. "Keng Hauw belum pulang." "Paman, kira-kira kapan Kakak Keng Hauw pulang?" "Entahlah. Mungkin dalam tahun ini dia akan pulang," Sahut Sie Kuang Han dan melanjutkan. "Ohya, kalian bermalam di sini saja!" "Ya." Lu Hui San mengangguk. Namun diam-diam gadis itu telah mengambil suatu keputusan. Ternyata di tengah malam ia meninggalkan tempat itu tanpa memberitahu Sie Kuang Han maupun lainnya. Dapat dibayangkan, betapa terkejutnya Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling ketika bangun, karena tidak melihat Lu Hui San. "Lho? Ke mana Hui San?" Tanya Lie Ai Ling sambil berlari ke luar. Tio Bun Yang dan Sie Kuang Han yang sedang duduk di ruang depan tampak tersentak ketika melihat mereka berlari ke luar. "Goat Nio, ada apa?" Tanya Tio Bun Yang. "Kakak Bun Yang tidak melihat Hui San?" Siang Koan Goat Nio balik bertanya dengan kening berkerut. "Bukankah dia tidur bersama kalian? Kenapa...." "Dia tidak berada di tempat tidur," Sahut Lie Ai Ling. "Kami kira dia sudah bangun, tapi dia tidak berada di sini." "Apa?!" Sie Kuang Han terkejut. "Dia tidak berada di dalam kamar?" "Tidak ada." Lie ai ling menggelengkan kepala. "Janganjangan...." "Ah, celaka!" Sie Kuang Han bangkit berdiri lalu berjalan mondar-mandir. "Kemungkinan besar dia telah berangkat ke ibu kota. Aku telah bersalah semalam karena mendesaknya harus membalas dendam." "Kalau begitu kita harus bagaimana?" Lie Ai Ling mengerutkan kening, kemudian memandang Tio Bun Yang seraya bertanya. "Kakak Bun Yang, apakah kita harus berangkat ke ibu kota juga?" "Memang harus." Tio Bun Yang mengangguk, lalu membelai monyet bulu putih yang duduk di bahunya. Kauw heng, kita harus berangkat ke ibu kota." Monyet bulu putih bercuit manggut-manggut. Sedangkan Sie Kuang Han terus menghela nafas panjang. "Bagaimana Paman, mau ikut kami ke ibu kota?" Tanya Tio Bun Yang. "Tidak." Sie Kuang Han menggelengkan kepala. "Aku telah bersumpah tidak akan kembali ke ibu kota Kalian saja yang berangkat." "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Bun Yang," Ujar Sie Kuang Han bermohon" Tolong selamatkan Hui San!" "Paman Sie," Sahut Lie Ai Ling. "Kami pasti berusaha menyelamatkannya, Paman tak usah khawatir." Terimakasih!" Ucap Sie Kuang Han. "Terima-kasih...." -ooo0dw0ooo- Tio Bun Yang, Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling sudah tiba di ibu kota. Mereka mencari rumah penginapan karena hari sudah mulai gelap. Lie Ai Ling berjalan sambil menengok ke sana ke mari, ternyata ia mengagumi gedung-gedung mewah yang berdiri tegak di ibu kota "Wuah sungguh mewah dan indah gedung-gedung itu!" Seru Lie Ai Ling sambil menunjuk kian ke mari. "Ai Ling," Bisik Siang Koan Goat Nio. "Kita ke mari bukan untuk menikmati keindahan ibu kota, melainkan untuk mencari Hui San." "Aku tahu." Lie Ai Ling tersenyum. "Namun memang indah sekali ibu kota ini." "Memang indah." Siang Koan Goat Nio mengangguk. "Tapi kita tidak punya waktu untuk menikmati keindahannya." Tak seberapa !ama kemudian, mereka sudah sampai di sebuah rumah penginapan mewah. Seorang pelayan menyambut mereka dengan hormat sekali. "Tuan dan Nona membutuhkan kamar yang besar?" Tanya pelayan itu dengan ramah. "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Mari ikut aku masuk!" Ujar pelayan sambil berjalan masuk, Tio Bun Yang, Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling mengikutinya.. "Kakak Bun Yang," Bisik Lie Ai Ling. "Kita cukup satu kamar saja?" Tio Bun Yang mengangguk. Lie Ai Ling dan Siang Koan Goat Nio saling memandang. Berselang sesaat, mereka sudah sampai di depan sebuah kamar. "Kamar ini cukup besar dan mewah, kalian merasa cocok?" Tanya pelayan sambil menunjuk kamar tersebut. "Cocok." Tio Bun Yang manggut manggut, lalu melangkah ke dalam diikuti Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling. "Tuan mau pesan makanan atau minuman?" "Tolong ambilkan tehl" Sahut Tio Bun Yang. "Ya." Pelayan itu segera melangkah pergi, tapi tak lama telah kembali dengan membawa sebuah teko dan tiga buah cangkir. "Tuan, ini teh wangi." "Terimakasih!" Ucap Tio Bun Yang. Pelayan itu menaruh apa yang dibawanya di atas meja, lalu menuang teh wangi itu ke dalam cangkir. "Siiakan minum!" Ucap pelayan. "Terimakasih!" Tio Bun Yang memberi setael perak kepada pelayan itu. Betapa girangnya pelayan tersebut. "Terimakasih Tuanl Terimakasih..." Ucap pelayan itu dengan wajah berseri-seri, lalu meninggalkan kamar tersebut. Tio Bun Yang segera merapatkan pintu, kemudian duduk seraya berkata kepada Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling. "Mari kita minuml" Kedua gadis itu mengangguk. Mereka bertiga lalu menghirup teh yang masih bangat itu. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kakak Bun Yang, apa rencanamu sekarang?" Tanya Lie Ai Ling mendadak sambil menatapnya. "Rencanaku____" Tio Bun Yang memberitahukan. "Setelah larut malam, aku akan ke tempat tinggal Lu Thay Kam " "Seorang diri?" Lie Ai Ling terbelalak. "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Kakak Bun Yang...." Lie Ai Ling mengerutkan kening. "Itu sangat membahayakan dirimu." 'Tidak akan membahayakan diriku, percayalah!" Tio Bun Yang tersenyum. "Menurut aku..." Pikir Lie Ai Ung sejenak dan melanjutkan. "Lebih baik kami Ikut." "Itu tidak perlu." Tio Bun Yang menggelengkan kepala. "Sebab kalau kalian ikut, justru akan merepotkan aku." "Bagaimana mungkin kami akan merepotkan-mu?" Sahut Lie Ai Ling. "Kami bisa menjaga diri." "Tapi...." Tio Bun Yang mengerutkan kening seraya berkata. "aku akan kurang leluasa bergerak." "Kakak Bun Yang...." "Ai Ling," Ujar Siang Koan Goat Nio. "Memang lebih baik kita tidak ikut agar perhatian Kakak Bun Yang tidak terpecahkan." "Goat Niol" Lie Ai Ling tidak mengerti. "Kita ikut dengan tujuan membantu, bukan untuk memecahkan perhatiannya." "Benar." Siang Koan Goat Nio manggut manggut. "Namun secara tidak langsung akan memecahkan perhatiannya, maka engkau harus mengerti." "Tapi...." "Adik Al Ling!" Tio Bun Yang memandangnya sambil tersenyum. "Engkau jangan bandel!" "Aku...." "Ai Ling, kita tunggu di da!am kamar ini aja, biar Bun Yang pergi seorang diri!" Siang Koan Goat Nio memegang bahunya. "Engkau harus mengerti" "Goat Niol" Lie Ai Ling menatapnya dalam-dalam. "Engkau bisa berlega hati membiarkannya pergi seorang din?" "Kenapa tidak?" Siang Koan Goat Nio tersenyum, kemudian wajahnya berubah serius. Tapi kalau hingga pagi belum kembali, kita harus menyusul ke tempat tinggal Lu Thay Kam " "Baiklah." Lie Ai Ling mengangguk. Setelah larut malam, barulah Tio Bun Yang pergi ke istana tempat tinggal Lu Thay Kam, sedangkan Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling tetap menunggu di dalam kamar penginapan Sementara itu. Lu Hui San telah tiba duluan di istana bagian barat tempat tinggal Lu Thay Kam. Akan tetapi. Lu Thay Kam tidak ada di tempat. "Ayahku pergi ke mana?" Tanyanya pada salah seorang dayang. "Lu Kong Kong pergi semalam. Nona," Jawab dayang memberitahukan. "Hingga saat ini masih belum pulang." "Kira-kira pergi ke mana ayahku?" "Maaf Nona, aku tidak tahu!" "Hmm!" Dengus Lu Hui San sambil melangkah ke ruang khusus. Dayang itu terbelalak menyaksikan sikap Lu Hui San yang kaku dan dingin, kemudian ia pun segera meninggalkan tempat itu. Lu Hui San duduk di ruang khusus dengan wajah dingin. Setelah larut malam, tampak sosok bayangan berkelebat memasuki ruang khusus itu, yang ternyata Lu Thay Kam. "San Sanl" Seru Lu Thay Kam girang. "Anakku, kapan engkau kembali?" Lu Hui San tetap duduk diam, matanya menatap Lu Thay Kam dengan dingin sekali. "San San!" Lu Thay Kam tertegun menyaksikan sikap Lu Hui San yang bermusuhan itu. "Kenapa engkau?" Perlahan-lahan Lu Hui San bangkit dari tempat duduknya, lalu menuding Lu Thay Kam seraya membentak. "Engkau penjahat!" "San San...." Lu Thay Kam terbelalak. "Aku ayahmu, kenapa engkau mengataiku penjahat?" 'Hrnml' dengus Lu Hui San dingin. "Engkau pembunuh kedua orang tuaku!" "San San!" Lu Thay Kam tersentak. "Siapa yang bilang begitu?" "Aku sudah bertemu Sie Kuang Han, pamanku! Dia yang memberitahukan kepadaku tentang kematian kedua orang tuaku!" Sahut Lu Hui San sambil mendekati Lu Thay Kam. "Aku tak menyangka sama sekali, ternyata engkau yang membunuh kedua orang tuaku!" "Pamanmu itu sungguh tak tahu diri!" Ujar Lu Thay Kam sengit. "Tidak seharusnya dia memberitahukan hal itu kepadamu." "Kenapa?" "Karena____" Lu Thay Kam mengerutkan kening. "Sudahlah Kini engkau sudah tahu tentang itu, lalu apa kehendakmu?" "Aku harus membunuhmu!" Sahut Lu Hui San dengan mata berapi-api. "Aku harus membunuhmu!" "San San!" Lu Thay Kam menghela nafas panjang. "Selama belasan tahun, aku membesarkanmu dengan penuh kasih sayang. Namun kini...." "Engkau pembunuh kedua orang tuaku!" Landas Lu Hui San. "Maka aku harus membalaskan dendamnya!" "Aaaah. !" Lu Thay Kam menghela nafas panjang lagi. "San San, engkau harus tahu. Kedua orang tuamu mati dikarenakan politik dalam istana, jadi____" "Engkau yang membunuh kedua orang tuaku, kan?" "Benar." "Kalau begitu, malam ini pun aku harus membunuhmu!" Bentak Lu Hui San sambil menghunus pedang pusaka Han Kong Kiam "San Sanl" Lu Thay Kam menggeleng-gelengkan kepala. "Aku sangat menyayangimu. Kalau engkau ingin membunuhku, silakan!" "Aku memang harus membunuhmu!" Sahut Lu Hui San dan sekaligus mendekati Lu Thay Kam dengan menggenggam erat-erat pedang pusaka tersebut, kelihatannya gadis itu memang ingin membunuhnya. Sedangkan Lu Thay Kam tetap berdiri di tempat lak bergerak, sepasang matanya memandang Lu Hui San dengan penuh kasih sayang. Tersentuh juga hati gadis iiu, namun ia mengeraskan hatinya, kemudian mendadak diayunkannya pedang pusaka itu ke arah Lu Thay Kam. Sementara Lu Thay Kam tetap berdiri di tempat dengan wajah berduka. Kelihatannya ia tidak mau menangkis pedang pusaka itu. Di saat pedang pusaka itu sedang menyambar ke arah leher Lu Thay Kam, tiba-tiba meluncur satu benda secepat kilat ke arah pedang pusaka itu. Trang! Benda itu menghantam pedang Lu Hui San. Bukan main terkejutnya Lu Hui San, karena merasa tangannya semutan sehmgga pedang pusaka itu terlepas dari tangannya. Pedang pusaka itu meluncur ke arah dinding dan menancap di sana. Kejadian yang tak terduga itu membuat Lu Thay Kam tertebak, bahkan sangat terperanjat. Sebab benda yang menghantam pedang pusaka itu adalah sebutir kerikil, namun dapat membuat pedang pusaka itu terlepas dari tangan Lu Hui San dan menancap di dinding. Dapat dibayangkan, betapa tingginya lweekang orang yang menyambitkan kerikil itu. Di saat itulah melesat ke dalam sosok bayangan melalui jendela, yang ternyata Tio Bun Yang. "Bun Yang!" Seru Lu Hui San dengan kening berkerut. "Engkau____" "Hui San!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala, ia berdiri di hadapan gadis itu. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Engkau tidak boleh membunuh Lu Tliay Kam, sebab biar bagaimana pun dia tetap ayah angkatmu." "Dia pembunuh kedua orang tuaku, aku harus membunuhnya!" Badik Buntung Karya Gkh Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bunga Karya Chin Yung