Pendekar Sakti Suling Pualam 17
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 17
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung "Tidak salah," Sela Tok Chiu Ong. "Kareni itu, setahun kemudian Seng Hwee Kauw pasti dapat menguasai rimba persilatan." "Mudah-mudabanI" Ucap Pat Pie Lo Koay lalu tertawa gelak. "Ha ha ha! Mulai sekarang, kita pun harus memperdalam kepandaian maslng masing." --ooo0dw0ooo-- Bagian ke tiga puluh empat Monyet Bulu Putih Menemui Ajalnya Setelah menempuh perjalanan siang malam beberapa hari, akhirnya Tio Bun Yang tiba juga di Gunung Thian San dengan menggendong erat erat monyet bulu putih Setibanya di gunung itu, Tio Bun Yang segera mengerahkan Pan Yok Hian Thian Sin Kan untuk menghangatkan monyet bulu pulih yang digendongnya. Ia pun menggunakan ginkang menuju goa tempat tinggal monyet bulu putih, da-n ketika hari mulai sore barulah sampai di tersebut. "Kauw heng, kita sudah sampai." Tio Bun Yang memberitahukan. Monyet bulu putih menengok ke sana ke mari dengan mata redup, kemudian bercuit lemah. "Kauw heng!" Tio Bun Yang duduk bersila. Ditaruhnya monyet bulu putih itu di pangkuannya, lalu dibelainya. "Gembirakah engkau berada di dalam goa ini?" Monyet bulu putih mengangguk sambil bercuit, menunjuk dirinya lalu menunjuk ke kiri. "Kauw heng____" Tio Bun Yang terisak-isak. "Engkau bilang setelah engkau mati, aku harus ke arah timur puncak gunung ini?" Monyet bulu pulih manggut-manggut lemah. Tio Bun Yang memandangnya dengan air mata herderai-derai. "Kauw heng, engkau... engkau tidak akan mati____" Tio Bun Yang terus membelainya. Monyet bulu putih menggeleng-gelengkan kepala, kemudian air matanya pun meleleh, sekaligus menjulurkan tangannya memegang lengan Tio Bun Yang. "Kauw heng____" Tio Bun Yang juga menggenggam tangannya erat-erat. "Engkau tidak akan mati____" Monyet bulu putih bercuit-cuit lemam. "Maksudmu aku harus ke arah timur puncak punung ini?" Tanya Tio Bun Yang. "Di sana terdapat sebuah goa es?" Monyet bulu putih itu mengangguk, nafasnya semakin lemah. "Kauw heng...." Tio Bun Yang memeluknya erat-erat. "Kauw heng...." Monyet bulu putih itu bercuit, kemudian kepalanya terkulai. Seketika juga Tio Bun Yang menjerit. "Kauw hengl Kauw heng " Monyet bulu putih itu diam saja, ternyati nafasnya telah putus. Dapat dibayangkan, betapa sedihnya hati Tio Bun Yang. Ia terus membelai monyet bulu putih itu sambil menangis meraung raung. "Kauw beng. Kenapa engkau tinggalkan aku Kauw heng...." Tio Bun Yang terus menangis meraung-raung, akhirnya pingsan. Berselang beberapa saat, barulah ia siuman dan segera memeluk monyet bulu putih itu lagi. "Kauw heng! Engkau mati karena menyelamatkan nyawaku. Aku bersumpah, semua keturunanku tidak boleh membunuh monyet jenis apa pun. Kauw heng, aku bersumpahl" Setelah bersumpah, barulah Tio Bun Yang mengubur monyet bulu putih tersebut, lalu berangkat ke arah timur puncak gunung itu. -ooo0dw0ooo Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / Bukan main dinginnya hawa di puncak sebelah Timur Gunung Thian San. Sejauh mata memandang hanya tampak salju. Tio Bun Yang tidak habis pikir, kenapa monyet bulu putih itu menyuruhnya ke tempat tersebut. Setibanya di tempat itu, ia melihat sebuah jurang yang ribuan kaki dalamnya. Tio Bun Yang berdiri di pinggir jurang itu sambil mengerutkan kening, la yakin monyet bulu putih itu punya maksud tertentu menyuruhnya ke mari. Karena itu, tanpa ragu ia menuruni jurang tersebut sekali gus mengerahkan Pan Yok Hian Sin Kang, agar tidak kedinginan. Tak seberapa lama, sampailah Tio Bun Yang di dasar juraog Sungguh dingin dan indah dasar jurang itu, Tio Bun Yang merasa dirinya seperti berada di dalam sebuah kaca besar, karena di tempat itu hanya terdapat salju beku. Kalau ia tidak memiliki Pan Yok Hian Thian Sin Kang, mungkin sudah mati beku di dasar jurang itu. Tio Bun Yang menengok ke sana ke mari. tiba tiba dilihatnya sebuah goa, dan segeralah ia menuju goa itu. Sampai di depan goa, ia tidak berani langsung masuk, melainkan berdiri di situ sambil memandang ke dalam. Sungguh mengherankan, karena goa itu tampak terang. Berselang sesaat, barulah Tio Bun Yang melangkah memasuki goa itu. Bukan main indahnya goa itu, sehingga sukar diuraikan dengan kata-kata. Tampak berbagai macam bentuk balok es berdiri di dalam goa, dan dinginnya sungguh luar biasa. Tio Bun Yang telah mengerahkan Pan Yok Hian Thian Sin Kang, tapi ia masih merasa dingin., Tiba-tiba ia melihat beberapa baris tulisan terukir pada dinding goa, ternyata merupakan huruf-huruf Han kuno. Tio Bun Yang mengerti, sebab ketika masih kecil, ayahnya pernah mengajarnya hurufhuruf Han kuno tersehut. Maka, segeralah ia membacanya Engkau telah memasuki goa es ini, pertanda monyet salju itu telah mati oleh pukulan Seng Hwee Ciang Hoat yang mengandung api Itu memang sudah takdir, maka engkau tak usah sedih. Tentunya engkau merasa heran, kenapa monyet salju itu menyuruhmu ke mari, itu merupakan pesanku, sebab Seng Hwee Sin Karg telah muncul di rimba persilatan. Oleh karena itu, engkau harus mempelajari Kan Kun Taylo Sin Kang yang mengandung hawa dingin di dalam goa es ini. Perlu engkau ketahui bahwa Kan Kun Taylo Sin Kang yang engkau miliki mengandung hawa panas yang disebut 'Yang', begitu pula Pan Yok Hian Thian Sin Kang yang engkau miliki. Walau engkau memiliki Pan Yok Hian Thian Sin Kang pelindung diri, namun tidak akan terluput dari serangan Seng Hwee Sin Kang yang mengandung semacam api, yang akan membuatmu terluka dalam. Apabila engkau cuma terluka luar, berarti engkau memiliki mutiara inti es yang di dalam batu es di dalam goa hangat tempat tinggal monyet salju. Sungguh beruntung engkau memiliki mutiara inti es itu, karena akan mempermudah engkau mempelajari Kan Kun Taylo Im Kang (Tenaga Sakti Alam Semesta Yang Mengandung Hawa Dingin). Kalau engkau telah berhasil mempelajari Kan Kun Taylo Im Kang, barulah engkau mampu melawan Seng Hwee Sin Kang. Kan Kun Taylo Sin Kang dan Seng Hwee Sin Kang berasal dari Persia, apabila Seng Hwee Sin Kang muncul, maka Hian Goan Sin Kang pun akan muncul (Tenaga Sakti Melumpuhkan Lawan). Ilmu tersebutpun berasal dari Persia. Seandainya ilmu tersebut dimiliki penjahat, celakalah rimba persilatan, sebab Pan Yok Hian Thian Sin Kang dan Kan Kun Taylo Sin Kang maupun Seng Hwee Sin Kang masih di bawah tingkat Hian Goan Sin Kang. Oleh karena itu, engkau harus berhati-hati menghadapi orang yang memiliki Hian Goan Sin Kang. Kini engkau boleh mulai mempelajari Kan Kun Aiylo Im Kang. Ikuti saja petunjuk-petunjuk berikutnyal Engkau harus duduk bersila, sepasang telapak tanganmu harus memegang mutiara inti es itu. Dengan penuh perhatian Tio Bun Yang membaca petunjukpetunjuk tersebut. Ia bergirang dalam hati karena telah memperoleh mutiara inti es tersebut. Seusai membaca petunjuk-petunjuk itu, se geralah ia mengeluarkan kantong kulit dari dalam bajunya, lalu mengambil mutiara inti es di dalam kantong kulit itu. Tio Bun Yang duduk bersila sambil menggenggam mutiara inti es dengan kedua telapak tangannya. Seketika ia merasa hawa yang amat dingin menerobos ke dalam tubuhnya melalui kedua telapak tangannya. Cepat-cepat lah ia mengatur pernafasannya sesuai petunjuk-petunjuk yang dibacanya tadi dengan mata dipejamkan, ia mulai mempelajari Kan Kun Taylo Im Kang. --ooo0dw0ooo-- Para penghuni Pulau Hong Hoang To terheran-heran bercampur gembira karena kemunculan Tayli Lo Ceng yang mendadak itu. Seketika Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Kepala gunduli Aku kira engkau sudah mampus, tidak tahunya masih hidup!" "Omitohudl" Ucap Tayli Lo Ceng sambil tertawa. "Ha ha ha! Apakah kalian senang apabila aku mampus?" "Kami pasti berkabung untukmu!" Sahut Kou Hun Bijin. "Kepala gundul, engkau muncul mendadak di pulau ini, tentunya ada sesuatu yang penting. Ya, kan?" "Betul." Tayli Lo Ceng mengangguk, kemudian menatap Lie Man Chiu. "Omitohud! Kenapa engkau tidak bersujud kepadaku?" "Aku sudah tidak punya muka bersujud di hadapan Lo Ceng," Sahut Lie Man Chiu dengan kepala tertunduk. "Ha ha hal" Tayli Lo Ceng tertawa. "Engkau adalah muridku, maka harus bersujud di hadapanku." "Guru!" Panggil Lie Man Chiu dengan suara bergemetar saking terharu, lalu bersujud di hadapan Tayli Lo Ceng sambil terisak-isak. "Muridku, kenapa engkau terisak-isak?" Tanya Tayli Lo Ceng sambil tersenyum lembut. "Guru, aku pernah melakukan kesalahan," Jawab Lie Man Chiu. "Mohon Guru sudi menghukumku!" "Omitohudl Aku telah menghukummu, maka kini aku tidak perlu menghukummu lagi." "Guru telah menghukumku?" "Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Batinmu selalu tertekan oleh perbuatanmu itu merupakan hukuman bagimu. Mengerti?" "Mengerti, Guru," Ujar Lie Man Chiu. "Guru, bebaskanlah hukumanku itu! Aku... aku sudah tidak tahan." "Muridku!" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Bangunlah! Aku telah membebaskan hukumanmu.' "Terirnakasih, Guru!" Ucap Lie Man Chh sambil bangkit berdiri. "Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak "Lo Ceng, mari kita masuk!" "Terirnakasih!" Tayli Lo Ceng manggut-manggut, lalu melangkah ke dalam Begitu sampai di dalam, Tio Tay Seng seger mempersilakannya duduk. "Silakan duduk, Lo Ceng!" "Terirnakasih, Tio Tocu!" Sahut Tayli Lo Ce sambil duduk. Pada waktu bersamaan, muncullah Toan Ber Kiat dan Lam Kiong Soat Lan seraya berse dengan penuh kegembiraan. "Guru!" "Gurul" Mereka berdua langsung bersujud di hadapi Tayli Lo Ceng. Padri tua itu memandang mereka sambil tertawa. "Ha ha ha! Ternyata kalian berada di sini bagus, bagus!" Ujar Tayli Lo Ceng. "Bangunlah!" Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan bangkit berdiri, kemudian duduk di sisi Tayli Lo Ceng. Tak lama, muncullah Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im. "Lo Ceng!" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Panggil mereka sambil bersujud. "Omitohud!" Ucap Tayli Lo Ceng sambil tersenyum lembut. "Sungguh bahagia kalian berdua, bangun lah" "Terimakasih, Lo Ceng!" Ucap Tio Cie Hiong sekaligus bangkit berdiri, begitu pula Lim Ceng Im. "Kepala gundul!" Tanya Kou Hun Bijin. "Sebetulnya ada urusan apa, sehingga engkau harus ke mari?" "Aku ke mari untuk melihat-lihat," Sahut Tayli Lo Ceng sambil tertawa. "Apakah aku tidak boleh ke mari kalau tiada urusan?" "Tentu boleh, Lo Ceng," Sahut Tio Tay Seng. "Kehadiran Lo Ceng merupakan suatu kehormatan bagi kami semua." "Omitohud!" Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang. "Belum lama ini, mendadak aku merasa tidak tenang, maka aku segera ke mari." "Murid-muridmu berada di sini, tentunya sekarang engkau sudah bisa tenang," Ujar Kou Hun Bijin sambil tertawa nyaring. "Ya, kan?" "Sebetulnya ya, namun...." Tayli Lo Ceng mengerutkan kening. "hatiku masih berdebar-debar. seakan telah terjadi sesuatu." "Oh?" Kou Hun Bijin menatapnya. "Apa yang telah terjadi?" "Aku justru tidak tahu." Tayli Lo Ceng menggelenggelengkan kepala. "Tapi aku yakin, ke jadian itu pasti berkaitan dengan kita." "Kepala gundul, apakah itu tidak salah?" Tany Kou Hun Bijin dengan kening berkerut kerut "Engkau harus tahu, bahwa Lie Ai Ling, Tio Bu Yang dan putriku tidak berada di sini. Mungkinkah telah terjadi sesuatu atas diri mereka?" "Maaf!" Sahut Tayli Lo Ceng. "Aku tidak berani memastikan, maka aku pun tidak berani sembarangan menjawab." "Lo Ceng?" Wajah Lim Ceng Im tampak lagi cemas. "Sudah lama putra kami tidak pula apakah...." "Omitohud! Aku tidak berani memastikan nya " Ujar Tayli Lo Ceng dengan kening berkerut kerut. "Mudah-mudahan mereka tidak akan terjadi sesuatu!" "Lo Cengl" Sam Gan Sin Kay menatapnya "Kami semua menjadi cemas. Beritahukanlah kira kira apa yang telah terjadi!" "Aku yakin telah terjadi sesuatu, namun tidak berani memastikan apa yang telah terjadi," Ujar Tayli Lo Ceng sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau begitu____" Kou Hun Bijin tampak serius. "Besok aku dan suamiku harus ke Tionggoan." "Bijin...." Kim Siauw Suseng tersentak. "Besok kita akan ke Tionggoan?" "Ya." Kou Hun Bijin mengangguk. "Kita harus mencari Goat Nio dan Ai Ling, sebab aku khawatir telah terjadi sesuatu atas diri mereka." "Itu tidak perlu," Ujar Tayli Lo Ceng dan menambahkan. "Lebih baik kita tunggu beberapa hari, kalau mereka masih belum pulang, barulah kalian berangkat ke Tionggoan mencari mereka." "Itu____" Kou Hun Bijin mengerutkan kening. "Kakak," Ujar Tio Cie Hiong. "Kita tunggu saja beberapa hari, kalau mereka masih belum pulang, barulah kita ke Tionggoan " "Engkau dan Ceng Im juga mau ke Tiong goan ?" Tanya Kou Hun Bijin. "Apa boleh buat!" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Kita harus mencari mereka." "Aku pun harus ikut," Sela Sam Gan Sin Kay. "Omitohud!" Ucap Tayli Lo Ceng. "Kemungkinan besar kalian tidak perlu ke Tionggoan." "Kenapa?" Tanya Kou Hun Bijin. "Sebab..." Jawab Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh. "aku merasa ada beberapa orang sedang menuju ke mari." "Kepala gundul!" Kou Hun Bijin menatapnya tajam "Perasaanmu tidak akan salah?" "Aku yakin tidak akan salah." "Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa. "Mari kita buktikan! Mungkin Lo Ceng tidak akan omong kosong." "Kalau kepala gundul itu berani omong kosong, kepalanya yang gundul itu pasti benjoli "sahut Kou Hun Bijin samhil tertawa cekikikan "Aku pasti mengetuk kepalanya!" "Omitohud...." Tayli Lo Ceng tersenyum. "Tidak salah," Ujar Tio Cie Hiong mendadal "Aku mendengar suara langkah berat menuju kemari." "Omitohud!" Tayli Lo Ceng manggut manggut. "Sungguh tajam pendengaranmu! Sekarang aku baru mendengar suara langkah." "Benar," Sahut Kou Hun Bijin. "Aku pun sudah mendengar langkah." Berselang beberapa saat, muncullah Sian Koan Goat Nio, Lie Ai Ling dan Lu Hui San memapah Kam Hay Thian. Kemunculan mereka membuat semua orang melongo bercampur terkejut, sebab Kam Hay Thian dalam keadaan pingsan dan wajahnya pun pucat pias. "Tolong dia! Tolong dia!" Seru Lo Hui San dengan air mata berderai-derai sambil membaringkan Kam Hay Thian di lantai. Tio Cie Hiong segera mendekati Kam Hay Thian, lalu memeriksanya dengan teliti sekali Setelah itu, ia duduk bersila di lantai dan sebelah telapak tangannya ditempelkan di dada Kam Hay Thian yang hangus itu, sekaligus mengerahkan Pan Yok Hian Thian Sin Kang. "Omitohud!" Ucap Tayli Lo Ceng sambil menghela nafas panjang. "Pemuda itu terkena pukulan Seng Hwee Gang Hoat (Ilmu Pukulan Api Suci)]" "Seng Hwee Gang Hoat?" Kini Siauw Suseng, Kou Hun Bijin, Sam Gan Sin Kay dan Tio Tay ng terkejut bukan main. Mereka saling memandang sambil mengerutkan kening. "Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Lo Ceng, apakah Cie Hiong dapat menyelamatkan nyawanya?" Tanya Sam Gan Sin Kay. "Mudah-mudahan!" Sahut Tayli Lo Ceng. Sementara Tio Cie Hiong sudah berhenti mengerahkan Pan Yok Hian Thian Sin Kang. Ia bangkit berdiri sambil menghela nafas lega. "Paman, bagaimana keadaannya?" Tanya Lu Huii San cemas. "Masih bisa ditolong," Sahut Tio Cie Hiong. Kemudian ia berkata kepada Toan Beng Kiat. "Beng Kiat, gendong dia ke kamar!" "Ya, Paman." Toan Beng Kiat segera menggendong Kam Hay Thian yang masih dalam keadaan pingsan itu ke kamar. Tio Cie Hiong juga ikut ke kamar. Lu Hui San tidak ketinggalan. Gadis itu mengikuti dari belakang. Toan Beng Kiat membaringkan Kam Hay Thian di tempat tidur, sedangkan Tio Cie Hiong mengambil dua butir pil, kemudian dimasukkan ke mulut Kam Hay Thian, dan setelah itu ia berkata. "Pemuda itu akan siuman esok, mari kita ke ruang depan!" "Paman, aku... aku ingin menjaganya," Ujar Lu Hui San sambil menundukkan kepala. "Dia tak perlu dijaga. Lebih baik engkau ikut ke ruang depan," Sahut Tio Cie Hiong dan sekaligus berjalan ke ruang depan. "Hui San, mari kita ke ruang depan!" Ajak Toan Beng Kiat. "Engkau harus menuruti perkataan Paman Cie Hiong." Lu Hui San mengangguk, lalu bersama Toan Beng Kiat berjalan ke ruang depan. Mereka duduk di sebelah Lam Kong Soat Lan. Suasana di ruang itu tampak agak luar biasa. "Cie Hiong, bagaimana keadaan pemuda itu?" Tanya Sam Gan Sin Kay. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Dia akan siuman esok," Jawab Tio Cie Hiong memberitahukan. "Namun aku masih merasa heran." "Kenapa merasa heran?" Tanya Kim Siauw Suseng. "Mungkinkah dia punya hubungan dengan Bui Lim Sam Mo?" Tio Cie Hiong mengerutkan ke ning. "Karena dia memiliki Pak Kek Sin Kang " "Oh?" Sam Gan Sin Kay tertegun. "Kalau begitu, mungkinkah dia murid Bu Lim Sam Mo?" "Pengemis bau, engkau sudab pikun barangkali!" Ujar Kui Hun Bijin sambil tertawa. "Sudah hampir dua puluh tahun Bu Lim Sam Mo mati, sedangkan pemuda itu berusia dua puluhan! Coba-lebih pikir, mungkinkah pemuda itu murid Bu Lim Sam Mo?" "Oh, ya! Aku...." Sam Gan Sin Kay tertawa. "Aku memang sudah pikun, tidak memikirkan itu." "Goat Nio, tuturkanlah apa yang telah terjadi!" Ujar Kou Hun Bijin sambil menatap putrinya. "Kam Hay Thian bertarung dengan Seng Hwee Sin Kun..." Tutur Siang Koan Goat Nio mengenai kejadian itu. "Jadi engkau dan Ai Ling sudah bertemu Bun Yang?" Tanya Kou Hun Bijin dengan wajah berseri. "Ya." Siang Koan Goal Nio mengangguk. Wajahnya tampak agak kemerah-merahan. "Tapi____" "Kenapa?" Kim Siauw Suseng memandangnya dalamdalam. "Dia... dia terluka ringan." Siang Koan Goat Nio memberitahukan. "Kauw beng terluka parah kali, aku khawatir...." 'Omitohud!" Ucap Tayli Lo Ceng sambil menghela nafas panjang. "Sungguh kasihan monyet bulu putih itu!" "Bagaimana kauw heng bisa terluka parah?" Tanya Tio Cie Hiong cemas. "Dan bagaimana keadaan Bun Yang?" "Kauw neng menyelamatkan nyawa Bun Yang, maka terkena pukulan yang dilancarkan Seng Hwee Sin Kun," Jawab Siang Koan Goat Nio memberitahukan. "Bun Yang membawa Kauw heng ke gunung Thian San." "Kenapa Bun Yang membawa kauw beng ke sana?" Lim Ceng Im mengerutkan kening. "Seharusnya Bun Yang membawa kauw heng ke mari." "Itu atas kemauan kauw heng. Kelihatannya____" Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Kauw heng tidak bisa hidup lama lagi" "Benar," Sambung Lie Ai Ling dengan mata basah. "Kauw heng tidak bisa hidup lama, karena dadanya telah hangus." "Aaakh...!" Keluh Tio Cie Hiong dengan mati bersimbah air. "Engkau menyelamatkan Bun Yang namun harus mengorbankan dirimu Kauw heng kami berhutang budi kepadamu!" "Omitohud!" Ucap Tayli Lo Ceng. "Itu memang sudah merupakan takdir. Kalau tiada monyet bulu pulih itu, aku yakin Bun Yang pasti celaka di tangan Seng Hwee Sin Kun." "Goat Nio, benarkah Seng Hwee Sin Kun berkepandaian tinggi sekali?" Tanya Kou Hui Bijin. "Benar." Siang Koan Goat Nio menganggut "Kepandaian Bun Yang masih di bawah kepandaiannya." "Tapi dia pun terluka oleh tangkisan kauw heng." Lie Ai Ling memberitahukan. "Kalau tidak, dia pasti mengejar kami." "Dia juga terluka parah?" Tanya Sam Gan Sin Kay. "Entahlah." Lie Ai Ling menggelengkan kepala. "Kami tidak mengetahuinya, sebab kami langsung kabur ketika kauw heng menangkis pukulannya." "Seng Hwee Sin Kun dapat melukai kauw heng, pertanda kepandaiannya tinggi sekali. Namun aku pun yakin dia terluka oleh tangkisan kauw heng, hanya tidak separah kauw heng," Ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Kepandaiannya masih di atas Bu Lim Sam Mo." "Sungguh tak disangka sama sekali____" Tio Tay Seng menggeleng-gelengkan kepala. "Seng Hwee Sin Kun berkepandaian begitu tinggi...." "Omitohud!" Sahut Tayli Lo Ceng memberi-tahukan "Seng Hwee Sin Kang berasal dan Persia, ilmu itu telah muncul. Mungkin tidak lama lagi semacam ilmu lain berasal dari Persia juga akan muncul di rimba persilatan." "Ilmu apa itu?" Tanya Kou Hun Bijin. "Hian Goan Sin Kang (Tenaga Sakti Melumpuhkan Lawan)," Jawab Tayli Lo Ceng dan menambahkan. "Ada beberapa macam ilmu berasal dari Persia, yaitu Kan Kun Taylo Sin Kang, Seng Hwee Sin Kang dan Hian Goan Sin Kang Tio Cie Hiong memiliki Kan Kun Taylo Sin Kang, Seng Hwee Sin Kun memiliki Seng Hwee Sin Kang. Namun Hian Goan Sin Kang-..." "Siapa yang memiliki ilmu Itu?" Tanya Kira Siauw Suscng. "Omitohud...." Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala. "Seharusnya yang memiliki ilmu itu adalah adik seperguruanku." "Apa?" Kou Hun Bijin tertegun. "Kepala gundul, engkau punya adik seperguruan?" "Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Siapa adik seperguruanmu itu?" Tanya Ku Hun Bijin heran. "Kenapa engkau tidak pernah menceritakannya?" "Omitohud____" Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang. "Percuma aku menceritakannya." "Kenapa?" Kou Hun Bijin heran. "Karena...." Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang lagi. "Sudah delapan puluh tahun aku tidak bertemu dia, entah menghilang ke mana adik seperguruanku?" "Kalau begitu...." Sam Gan Sin Kay memandangnya. "Delapan puluh tahun lalu, Lo Ceng masih bertemu dia, kan?" "Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Pada watu itu dia berusia empat puluh lebih, gagah tampan dan berkepandaian tinggi sekali. Dia menggandeng seorang anak gadis berusia sekitar lima 11 tahun. Aku tersentak ketika menyaksikan anak gadis itu." "Lho? Kenapa?" Tanya Sam Gan Sin Kay heran. "Sebab wajah anak gadis itu penuh diliputi dendam, bahkan juga mengandung hawa membunuh yang sangat berat." Tayli Lo Ceng memberitahukan. "Karena itu, aku bertanya kepada adik seperguruanku, siapa anak gadis tersebut. Katanya anak gadis itu bernama Tu Siao Cui, calon muridnya." "Kepala gundul, engkau tidak bertanya asal-usul anak gadis itu?" Tanya Kou Hun Bijin. "Aku bertanya, namun adik seperguruanku itu tidak mau menjawab. Maka aku tidak bertanya lagi, hanya berpesan kepadanya harus berhati-hati terhadap anak gadis itu," Jawab Tayli Lo Ceng dan melanjutkan. "Justru ada satu hal yang sungguh di luar dugaanku, ternyata tanpa sengaja adik seperguruanku itu memperoleh sebuah kitab." "Kitab apa?" Tanya Tio Tay Seng tertarik. "Hian Goan Cin Keng (Kitab Pusaka Ilmu Silat)" Jawab Tayli Lo Ceng memberitahukan. "Aku tak menyangka, dia yang memperoleh Kitab pusaka tersebut." "Kepala gundul, sebetulnya siapa adik seperguruanmu itu?" Tanya Kou Hun Bijin mendadak. "Tan Liang Tie, julukannya adalah Thian Gwa Sin Hiap (Pendekar Sakti Luar Langit)," Jawab Tayli Lo Ceng dan menambahkan. "Adik seperguruanku itu dan Thian Gwa Sin Mo (Iblis Sakti Luar Langit) adalah kawan baik." "Oh?" Kou Hun Bijin tertegun. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Thian Gwa Sin Hiap adalah adik seperguruanmu? Itu... sungguh di luar dugaanl" "Benar." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Aku memang pernah bertemu dia bersama Thian Gwa Sin Mo, tapi setelah itu tidak pernah bertemu dia lagi," Ujar Kou Hun Bijin. "Mungkinkah dia telah... mati?" "Mungkin." Tayli Lo Ceng manggui-manggut sambil menghela nafas panjang. 'Kalau tidak bagaimana mungkin aku tidak bertemu dia hampir delapan puluh tahun?" "Lo Ceng," Tanya Sam Gan Sin Kay. "Muridnya itu juga tiada kabar beritanya sama sekali ?" "Tidak ada." Tayli Lo Ceng menggelengku kepala. "Itu sungguh membingungkan!" "Mungkinkah adik seperguruanmu dan muridnya itu telah mati?" Tanya Kou Hun Bijin. "Omitohud!" Sahut Tayli Lo Ceng. "Aku tidak berani memastikan itu, tapi... mungkin mereka telah mati." "Kalau begitu, ilmu Hian Goan Sin Kang pasti tidak akan muncul di rimba persilatan." Ujar Ki Siauw Suseng. "Itu yang diharapkan," Sahut Tayli Lo Ceng "Kepala gundul," Tanya Kou Hun Bijin. "Bagaimana kehebatan ilmu Hian Goan Sin Kang itu?" "Berapa kehebatan ilmu itu, aku tidak mengetahuinya," Jawab Tayli Lo Ceng jujur. "Yang jelas, ilmu itu hebat bukan main." "Lo Ceng, bagaimana kalau dibandingkan dengan ilmu Kan Kun Taylo Sin Kang?" Tanya Tio Cie Hiong. "Kedua ilmu itu belum bertemu, maka sulit membandingkannya. Namun..." Sahut Tayli Lo Ceng sungguhsungguh. "Siapa yang terserang Hian Goan Sin Kang, pasti akan menjadi lumpuh tak ber-kepandaian lagi." "Kalau begitu...." Tio Cie Hiong manggut-iiMnggut. "Ilmu itu sangat hebat sekali!" "Benar," Ujar Tayli Lo Ceng- "Apabila yang memiliki ilmu itu berhati jahat, pasti akan menimbulkan bencana dalam rimba persilatan.-" "Kepala gundul" Kou Hun Bijin tertawa nyaring. "Bagaimana mungkin ilmu itu akan muncul? Bukankah adik seperguruanmu itu sudah tiada kabar beritanya?" "Omitohud!" Ucap Tayli Lo Ceng- "Mudah mudahan ilmu itu tidak muncul, jadi tidak akan menimbulkan suatu masalah lagi dalam rimba persilatan!" "Kalau pun muncul, itu tidak apa-apa," Sahut Kui Hun Bijin. "Sebab kini rimba persilatan memang sudah kacau." "Omitohud!" Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala. "Bijin, engkau memang suka akan kekacauan." "Omong kosongi" Kilah Kou Hun Bijin. "Siapa bilang aku suka akan kekacauan? Dasar kepala gundul" "Omitohud...." Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang. "Bijin, engkau sama sekali tidak tahu akan satu hal." "Hal apa?" Kou Hun Bijin mengerutkan kening. "Aku pernah ke tempat tinggalmu, yang di Kwan Gwa. Siang Koay dan Ngo Kui sudah menjadi tulang belulang." Tayli Lo Ceng memberilahukan. "Aku yang menguburkan tulang belulang itu." "Apa?" Betapa terkejutnya Kou Hun Bijin "Maksudmu mereka sudah mati semua?" "Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Siapa yang membunuh mereka?" Tanya Kui Hun Bijin dengan mata berapi-api. "Seng Hwee Sin Kun." "Dari mana engkau tahu Seng Hwee Sin Ku yang membunuh mereka?" "Sebab tulang mereka ada yang hangus, maka aku yakin mereka terkena pukulan Seng Hwee-Sin Ciang." "Kalau begitu," Ujar Kou Hun Bijin sambii berkertak gigi. "Aku harus pergi membunuh Seng Hwee Sin Kuni" "Omitohud!" Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala. 'Engkau harus sabar, jangan emosi!" "Aaaakh..." Keluh Kou Hun Bijin. "Ibu," Ujar Siang Koan Goat Nio dengan mata bersimbah air. "Paman-paman itu telah mati semua sungguh kasihan mereka," "Jangan berduka. Nak!" Hibur Kim Siauw Suseng "Kelak kita akan menuntut balas kepada Seng Hwee Sin Kun." "Heran" Gumam Kou Hun Bijan. "Kenapa Seng Hwee Sin Kun membunuh Siang Koay dan Nyo Kui?" "Aku yakin mereka punya dendam. Kalau tidak, bagaimana mungkin Seng Hwee Sin Kun membunuh mereka?" Sahut Tayli Lo Ceng. "Kalau begitu," Ujar Sam Gan Sin Kay dengan kening berkerut. "Kenapa Seng Hwee Sin Kun membunuh Tui Hun Lojin dan Lam Kiong hujin?" "Itu..." Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala. "Itu memang agak membingungkan. Sudahlah, aku mau pergi!" "Kok begitu cepat, Guru?" Ujar Toan Beng Kiat. Lam Kiong Soat Lan dan Lie Man Chiu serentak. "Omitohud!" Sahut Tayli Lo Ceng. "Guru memang harus pergi, kalian baik-baiklah menjaga diri!" "Kepala gundul," Tanya Kou Hun Bijin sambil tertawa nyaring. "Kapan kita akan bertemu lagi" "Omitohud Apabila aku belum-mati, kita semua pasti akan bertemu kembali kelak. Selamat tinggal!" Ucap Tayli Lo Ceng lalu melesat pergi. Dalam waktu sekejab ia telah hilang dari pandangan semua orang. --ooo0dw0ooo-- Perlahan-lahan Kam Hay Thian membuka matanya, namun masih tidak mampu menggerakkan badannya, karena tak bertenaga sama sekali "Hay Thian...." Panggil Lu Hui San girang "Engkau... engkau sudah sadari" "Aku... aku berada di mana?" Tanya Kam Hay Thian bingung. "Apa yang telah terjadi?" "Engkau pingsan belasan hari, kami membawamu ke mari." Lu Hui San memberitahunya "Oh?" Kam Hay Thian menatapnya. "Aku aku berada di mana sekarang? Siapa yang menyelamatkan nyawaku?" "Engkau berada di Pulau Hong Hoang tempat tinggal kami. Kakak Bun Yang yang menolongmu di Lembah Kabut Hitam, dan kami yang membawamu ke mari. Paman Cie Hiong yang menyelamatkan nyawamu." Sahut Lie ai ling. "Aku berada di Pulau Hong Hoang To? Paman Cie Hiong yang menyelamatkan nyawaku?" Kam Hay Thian tampak tertegun. "Ya." Lu Hui San mengangguk. Di saat bersamaan, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im melangkah ke dalam kamar itu. Betapa girangnya mereka, ketika melihat Kam Hay Thian telah siuman. "Syukurlah engkau sudah siumanl" Ucap Tio Cie Hiong dengan wajah berseri-seri. Tapi engkau masih tidak boleh bergerak, harus tetap berbaring di tempat tidur." "Maaf. Paman!" Kam Hay Thian memandangnya. "Aku adalah Tio Cie Hiong, kawan baik ayah dan ibumu." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Paman Tio, maafkan aku karena tidak bisa memberi hormat" "Tidak apa-apa." Tio Cie Hiong tersenyum. "Engkau masih belum bisa bergerak, beberapa hari kemudian barulah engkau bisa bergerak." "Terimakasih Paman Tio telah menyelamatkan nyawakul" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ucap Kam Hay Thian. "Terima kasih!" "Seharusnya engkau berterimakasih kepada mereka bertiga." Tio Cie Hiong menunjuk Lu Hui Sam, Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling. "Kalau mereka terlambat membawamu ke mari, nyawamu pasti sulit diselamatkan." Kam Hay Thian memandang ketiga gadis itu bergantian, kemudian ucapnya terharu. "Terimakasih atas pertolongan kalian bertiga aku...." "Hi hi hil" Lie ai ling tertawa geli. "Tidakusah mengucapkan terimakasih kepada kami ingat kita semua adalah teman baik" "Ya, ya." Kam Hay Thian mengangguk. "Kita semua memang teman baik. Terimakasih" Siang Koan Goat Nio melirik Lu Hui san gadis itu tersenyum malu-malu sambil menundukkan kepala. Itu tidak terlepas dari mata Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im, mereka berdua tersenyum. "Hay Tiran," Tanya Tio Cie Hiong sambil menatapnya dalam-dalam. "Engkau punya hubungan dengan Bu Lim Sam Mo?" "Bu Lim Sam Mo?" Kam Hay Thian tampak tertegun. "Aku tidak kenal Bu Lim Sam Mo Paman." "Oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan keniing "Kalau begitu, engkau belajar Pak Kek Sin Kang dari mana?" "Ketika aku berusia sebelas tahun, ibuku memberitahukan kepadaku tentang Paman. Katanya kalau aku ingin menuntut balas kepada pembunuh ayahku, maka aku harus berguru kepada Paman Karena itu, aku meninggalkan rumah dengan tujuan mencari Paman. Aku sampai di kota Leng An, lalu belajar ilmu silat kepada guru silat Lie..." Tutur Kam Hay Thian dan menambahkan. "Namun ketika aku kembali ke kota Leng An, guru silat Lie dan putrinya yang baik hati itu telah mati dibunuh oleh para anggota Hiat Ih Hwe." "Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut seusai mendengar penuturan Kam Hay Thian. "Sungguh di luar dugaan, ternyata engkau memperoleh kitab-kitab pusaka itu di dalam goa bekas markas Bu Tek Pay! Pantas engkau memiliki Pak Kek Sin Kangl Hanya saja belum begitu tinggi lweekangmu." "Paman, aku mohon diberi petunjuk!" Ujar Kam Hay Thian. "Aku harus membalaskan dendam ayahku kepada Seng Hwee Sin Kun." "Kami pun harus menuntut balas padanya." Sela Toan Beng Kiai dan Lam Kiong Soat Lan serentak. "Kalian____" Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Balas membalas, kapan akan berakhir itu!" "Paman, aku mohon...." "Hay Thian, aku pasti memberi petunjuk kepadamu, namun harus menunggu engkau pulih dulu." Ujar Tio Cie Hiong. "Terirnakasih, Paman!" Ucap Kam Hay Thian. "Oh ya. Paman, kira-kira kapan aku akan pulih?" "Mungkin membutuhkan waktu enam atau tujuh bulan." Tio Cie Hiong memberitahukan "Setelah engkau pulih, barulah aku membimbing mu." "Kenapa harus begitu lama aku baru pulih?" Kam Hay Thian menghela nafas. "Itu...." "Engkau harus sabar, lagi pula Seng Hwee Sin Kun pun telah terluka," Ujar Tio Cie Hiong "Dia harus mengobati lukanya, yang tentunya juga membutuhkan waktu." "Oohl" Kam Hay Thian manggut-manggut "Paman, siapa yang mampu melukai Seng Hwee Sin Kun?" "Kauw heng," Jawab Tio Cie Hiong samb menghela nafas. "Namun monyet bulu putih itupun terluka parah." "Paman, siapa pemilik monyet bulu putih itu!" Kam Hay Thian heran. "Aku." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tapi kauw heng itu ikut Bun Yang pergi mengembara" "Jadi Bun Yang adalah putra Paman?" "Ya." Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian menghela nafas panjang lagi. "Dia membawa Kauw heng ke Gunung Thian San, mungkin kauw heng tidak bisa hidup lama lagi." "Paman, kenapa Bun Yang membawa monyet bulu pulih itu ke Gunung Thian San?" Tanya Kam Hay Thian heran. "Itu atas kemauan Kauw heng. Sebab tempat tinggal Kauw heng berada di Gunung Thian San sahut Tio Cie Hiong sambil menggeleng gelengkan kepala. "Kemauan kauw heng begitu, pertanda-.." "Paman?" Tanya Lie Ai Ling dengan air mata becucuran "Betulkah kauw heng tidak bisa hidup lagi?" "Yaaahl" Tio Cie Hiong menarik nafas. "Kira-kira begitulah.'' "Aaaahl Kauw heng...." Lie Ai Ling terisak-isak. "Dia berkorban demi menyelamatkan Kakak Bun Yang. Kita semua berhutang budi kepada monyet bulu putih itu!" "Benar." Siang Koan Goat Nio manggut manggut dan matanya pun tampak basah. "Kita semua berhutang budi kepada kauw heng." "Memang tidak salah," Ujar Tio Cie Hiong. "Kauw heng pun pernah menyelamatkan nyawaku, dan kini menyelamatkan nyawa Bun Yang. Oleh karena itu, aku harap kalian semua jangan membunuh monyet jenis apa pun!" "Ya," Sahut Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling serentak. Sedangkan Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan manggutmanggut. "Baiklah." Tio Cie Hiong tersenyum "Engkau beristirahatlah kami mau ke ruang depan!" "Paman, aku... aku tetap di sini menemani Hay Thian." Ujar Lu Hui San dengan kepala tertunduk. "Itu...." Tio Cie Hiong memandang Lim Ceng Im. "Bagaimana menurutmu?" "Tentu boleh," Sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum, lalu memandang Lu Hui San seraya berkata. "Engkau boleh tetap di sini menemani Hay Thian!" "Terimakasih, Bibil" Ucap Lu Hui San dengan wajah agak kemerah-merahan. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im saling memandang, kemudian mereka meninggalkan kamar itu menuju ruang depan, diikuti Siang Koan Goa Nio, Lie Ai Ling, Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan dari belakang. "Cie Hiong, pemuda itu sudah sadar?" Tanya Sam Gan Sin Kay ketika melihat kemuncullannya "Dia sudah sadar," Sahut Tio Cie Hiong sambi duduk dan memberitahukan. "Ternyata dia memperoleh kitab kitab pusaka itu di dalam goa bekas markas Bu Tek Pay." "Oooh!" Sam Gan Sin Kay manggut-manggul "Sungguh beruntung pemuda itu!" "Hanya saja" Tio Cie Hiong menggeleng gelengkan kepala. "Aku membutuhkan waktu sekitar enam atau tujuh bulan untuk mengobatinya barulah dia bisa pulih. Setelah itu, aku pun hari memberinya petunjuk mengenai ilmu silatnya. Karena dia belajar Pak Kek Sin Kang tanpa guru maka belum mencapai tingkat tertinggi." "Ngmm!" Sam Gan Sin Kay manggut-manggu "Memang ada baiknya engkau rnembimbingnya sebab dia sangat sadis terhadap penjahat." "Ya" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Sadis terhadap penjahat tidak ada salahnya," Sela Kou Hun Bijin. "Karena dia adalah Chu Ok Hiap (Pendekar Pembasmi Penjahat). Kalau dia tidak sadis terhadap penjahat, itu berarti dia bukan Chu Ok Hiap." "Kakak____" Tio Cie Hiong menggeleng gelengakan kepala. "Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa nyaring, 'Engkau berhati bajik, namun orang lain belum tentu akan berhati bajik lho!" "Karena itu, aku harus membimbingnya agar berhati bajik," Sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. Di saat bersamaan, tampak Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa berjalan ke dalam dengan wajah berseri-seri. "Eeeh?" Kou Hun Bijin memaudang mereka dengan mata terbelalak- "Kenapa wajah kalian berseri-seri? Apa yang membuat kalian begitu gembira?" "Bijin!" Terdengar suara sahutan. "Kami yang membuat mereka gembira." Muncul beberapa orang, yaitu Toan Wie Kie, Gouw Sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan Put Lian. "Kalian...?" Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im membelalak, kemudian mereka segera bangkit berdiri menyambut kedatangan Toan Wie Kie dan lainnya. "Ayah, Ibu!" Seru Lam Kiong Soat Lan, yang langsung berlari menghampiri Toan Put Lian. la mendekap di dadanya. "Soat Lan" Toan Pit Lian membelairnya dengan penuh kasih sayang. Sementara Toan Beng Kiat juga menghampiri kedua orang tuanya. Toan Wie Kie memandang nya sambil manggutmanggut. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Nak..." Panggilnya lembut. "Ayah, Ibu!" Panggil Toan Beng Kiat sambil tersenyum. "Nak____" Gou Sian Eng membelainya. "Aku rindu sekali kepadamu." "Acara mencurahkan kerinduan telah usai "ujar Sam Gan Sin Kay sambil tertawa. "Ha ha Sekarang kalian duduklah!" Toan Beng Kiat, Gouw Sian Eng, Lam Kio Bie Liong dan Toan Pit Lian segera menghormat kepada mereka lalu duduk. "Dari mana kalian tahu Beng Kiat dan Sot Lan berada di sini?" Tanya Tio Cie Hiong heran "Kami ke markas pusat Kay Pang dulu, Pang Lim dan Paman Gouw yang memberitahu kami bahwa Beng Kiat dan Soal Lan berada di Pulau Hong Hoang To, maka kami ke mari "jawab Toan Wie Kie dan menambahkan. "Mereka pun menceritakan tentang kejadian ku." "Ooohl" Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian memandang Lie Ai Ling seraya bertanya. "Bagaimana kalian bisa kenal Ngo Tok kauwcu?" "Kakak Bun Yang yang kenal dia. Namun karena buru-buru menolong Kam Hay Thian, maka Kakak Bun Yang tidak sempat memperkenalkan kami," Jawab Lie Ai Ling menjelaskan. 'Kakak Bun Yang minta bantuan Ngo Tok Kauw m untuk ke markas pusat Kay Pang menemui kakek Lim." "Heran?" Gumam Tio Cie Hiong. "Bagaimana Bun Yang bisa kenal Ngo Tok Kauwcu yang tergolong, sesat itu?" "Kakak Cie Hiong," Ujar Lim Ceng Im sambil tersenyurn. "Walau sesat, tapi Ngo Tok Kauwcu itu tidak jahat!" "Oh yal" Toan Beng Kiat memberitahukan. "Paman Lim juga menceritakan bahwa Bun Yang yang mengobati wajah Ngo Tok Kauwcu." "Oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Adik," Ujar Kou Hun Bijin sungguh-sungguh. "tidak usah mencemaskan Bun Yang! Bukankah kakak juga tergolong wanita sesat? Nah, buktinya kakak tidak jahat kok." "Betul, Paman," Sambung Siang Koan Goat Nio. "Kelihatannya Kakak Phang adalah gadis yang baik, bahkan punya dendam pula terhadap Seng Hwee Sin Kun." "Oh? Dia punya dendam apa terhadap Seng Hwee Sin Kun?" Tanya Tio Cie Hiong. "Hay Thian tahu tentang itu," Jawab Sia Koan Goat Hio. "Lebih baik Paman bertanya kepadanya, agar akan lebih jelas." "Ngmm" Tio Cie Hiong manggut-manggut "Kini kita sudah tahu siapa pembunuh kakekku dan Lam Kiong hujin, maka kita harus pergi membunuhnya," Ujar Gouw Sian Eng sungguh-sungguh. "Seng Hwee Sin Kun telah terluka, jadi tidak perlu pergi membunuhnya," Sahut Tio Hiong. "Ini justru merupakan kesempatan baik buat kita untuk menyerbu ke markas Seng Hwee Kauw "sela Lam Kiong Bie Liong. "Janganlah kita menyia-nyiakan kesempatan ini, mari kita segera menyerbu ke sana membunuh Seng Hwee Kunl" "Kita bukan pengecut," Sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Tentunya kita tidak akan bertindak begitu. Ya, kan?" "Ini...." Wajah Lam Kiong Bie Liong tampaki kemerahmerahan. Pada waktu bersamaan, muncul Lu Hui San sambil memapah Kam Hay Thian. Seketika , Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Hui San, kenapa engkau papah dia ke mari?" Tanya Tio Cie Hiong bernada teguran. "Maaf, Paman!" Jawab Lu Hui San dengan kepala tertunduk. "Hay Thian yang menyuruhku memapahnya ke mari." "Betul, Paman." Sambung Kam Hay Thian. "Harap Paman jangan mempersalahkan Hui Sanl" "Hay Thian...." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau masih tidak boleh tergerak, namun malah" "Paman, aku____" Kam Hay Thian menundukkan kepala. "Hui San," Ujar Lim Ceng Im. "Cepatlah papah dia ke tempat duduk!" "Ya, Bibi." Lu Hui San segera memapahnya ke tempat duduk. Setelah itu gadis tersebut duduk di sebelahnya- "Dia Kam Hay Thian." Tio Cie Hiong memperkenalkan. "Putra Kam Pek Kian dan Lie Siu Sien, namun ayahnya telah meninggal dibunuh Seng Hwee Sin Kun." "Ooohl" Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie liong manggutmanggut. "Hay Thian, bagaimana engkau bisa kenal Ngo Tok Kauwcu?" Tanya Lim Ceng Im mendadak. "Ketika aku hampir tiba di Lembah Kabut Hitam, tiba-tiba dia muncul," Jawab Kam Hay Thian memberitahukan. "Setelah itu. kami pun berkenalan Kemudian dia menceritakan tentang kematian ayahnya, yang ternyata dibunuh oleh Seng Hwee Sin Kun gara-gara sebuah kitab pusaka, yakni Seng Hwee Cin Keng." "Oooh!" Lim Ceng Im manggut-manggut. "Dia tidak menceritakan bagaimana berkenalan dengan Bun Yang?" "Dia tidak menceritakan tentang itu, hanya bilang kenal Bun Yang," Ujar Kam Hay Thian "Tapi dia memberitahukan, bahwa Bun Yang yang menyembuhkan wajahnya." "Oh?" Lim Ceng Im mengerutkan kening "Kenapa wajahnya?" "Entahlah." Kam Hay Thian menggelengkan kepala. "Dia tidak memberitahukan kepadaku." "Cie Hiong," Ujar Lam Kiong Bie Liong sambil memandangnya. "Apa rencanamu sekarang?" Tanya nya. "Rencana apa?" Tio Cie Hiong heran. "Mengenai Seng Hwee Sin Kun" Sahut Lam Kiong Bie Liong. "Maaf!" Tio Cie Hiong menghela nafas pa jang. "Aku tidak punya rencana apa pun, sebab aku sudah tidak mau mencampuri urusan dunia persilatan." "Cie Hiong...." Lam Kiong Bie Liong mengeleng-gelengkan kepala. "Engkau" "Kini Seng Hwee Sin Kun telah terluka," Ujar Tio Tay Seng, majikan Pulau Hong Hoang "Kita tunggu saja bagaimana perkembangannya setelah itu barulah kita berunding." "Baiklah." Lam Kiong Bie Liong manggut-unggul. "Tapi kami tidak bisa lama-lama di sini, sebab Toan Hong Ya telah berpesan kepada kami harus segera membawa Soat Lari dan Beng Kiat pulang ke Tayli." "Oooh!" Tio Cie Hiong manggul-manggut. "Kapan kalian akan pulang ke Tayli?" "Lusa," Jawab Toan Wie Kie. "Kok begitu cepat?" Tio Cie Hiong memandangnya. "Padahal kalian baru tiba di sini." "Maafl" Ucap Toan Wie Kie. "Ayahku yang terpesan begitu, maka kami harus menurut." "Oh ya!" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tayli Lo Ceng ke mari, tapi sudah pergi kemarin." "Oh?" Toan Wie Kie tertegun. "Apakah Lo Ceng berpesan sesuatu untuk kami?" "Tidak" Tio Cie Hiong menggelengkan kepala. "Sayang sekali!" Toan Wie Kie menghela nafas panjang "Kami tidak bertemu padri tua itu!" 'Kenapa harus merasa sayang tidak bertemu dia?" Tanya Kou Hun Bijin mendadak, kemudian ter tawa nyaring. "Dia berkepala gundu!, apakah kalian juga ingin menggundulkan kepala?" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bijin, kami-." Toan Wie Kie tergagap. "Kami.-." "Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Bijin, engkau senang apabila mereka juga berkepala gundu!?" "Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan "Kalau kepala mereka digundulkan, isteri mereka pasti merana! Hi hi hi..-!" --ooo0dw0ooo-- Bagian ke tiga puluh lima Hian Goan Sin Kang (Tenaga Sakt! Melumpuhkan Lawan) Di Lembah Ang Hoa Kok (Lembah Bunga Merah) terdapat sebuah goa yang amat besar dan indah. Lembah tersebut ditumbuhi bunga-bunga liar berwarna merah, maka dinamai Lembah Bunga Merah. Tampak seorang nenek berusia delapan puluhan duduk di dalam goa itu. Kelihatannya nenek itu sedang melatih semacam Iweekang. Berselang sesaat, ubun-ubun nenek itu mengeluarkan uap putih. Itu pertanda Iweekangnya telah mencapai tingkat yang sangat tinggi. Justru sungguh mengherankan, karena uap itu sama sekali tidak buyar, melainkan terus berputar di atas kepala nenek itu. Beberapa saat kemudian, uap putlb itu menerobos ke dalam ubun-ubun nenek tersebut. Perlahan lahan nenek itu membuka matanya, lulu tertawa nyaring menggetarkan goa itu, bahkan berkumandang di luar goa pula. Siapa nenek itu? Ternyata Tu Siao Cut murid Thiaan Gwa Sin Hiap - Tan Liang Tie, adik seperguruan Tayli Lo Ceng. "Hi hi hil Aku telah berhasil menguasai ilmu Hian Goan Sin Kang! Hi hi hi..." Tu Siao Cui terus tertawa nyaring dan bergumam. "Akhirnya aku berhasil menguasai ilmu itu! Tapi...." Mendadak Tu Siao Cui menangis meraung-raung dengan air mata berderai-derai, setelah itu bergumam lagi. "Tapi... aku telah kehilangan masa mudaku. Enam puluh tahun lebih aku berada di dalam goa ini sehingga membuat masa mudaku habis di dalam goa ini pula. Aku benci kepada guruku itu! Benciii...!" Kenapa Tu Siao Cui membenci gurunya? Kenapa sekian lama ia berada di dalam goa itu? Apakah dikarenakan berlatih Hian Goan Sin Kang? "He he he!" Tiba-tiba Tu Siao Cui tertawa terkekeh kekeh. "Tapi aku pun telah mengurungnya di dalam goa di Gunung Hong San, mungkin dia sudah mampus! He lie he..!" Seusai tertawa terkekeh-kekeh dan bergumam, Tu Siao Cui bangkit berdiri sambil bergumam lagi. "Puluhan tahun aku tidak pernah berjalan ke dalam, karena terluka parah oleh pukulan yang dilancarkan guruku! Namun hari ini aku sudah kuat berjalan ke dalam. Aku ingin tahu, ada apa di dalamnya." Tu Siao Cui mengayunkan kakinya ke dalam Goa itu memang aneh, sebab batu-batu yang dindingnya memancarkan cahaya, sehingga membuat goa itu menjadi agak terang. Kenapa selama puluhan tahun ini Tu Si Cui tidak pernah berjalan ke dalam menelusuri goa tersebut? Ternyata ia menderita luka parah akibat terkena pukulan gurunya, sehingga membuat sepasang kakinya lumpuh. Oleh karena itu, ia harus mengobati lukanya. Setelah lukanya sembuh, barulah ia mulai mempelajari Hian Goan Sin Kang. Kini sepasang kaki nya telah sembuh, maka ia berjalan ke dalam melihat-lihat goa yang dihuninya itu. Ketika sampai di ujung goa, ia terbelalak melihat sebuah sumur alam, dan tampak kabut kemerah-merahan di permukaan sumur itu. Tu Siao Cui tercengang. Ia menghampiri sumur alam itu dan melihat airnya. Sungguh mengherankan, ternyata air sumur alam itu berwarna merah. "Herani" Gumam Tu Siao CuL "Kenapa sumur alam ini berwarna merah? Mungkin mengandung racun?" Tu Siao Cui memungut selembar daun kering lalu dicelupkan ke air sumur alam itu. Lama sekali barulah diangkat daun kering itu, lalu diperiksanya dengan teliti sekali. Daun kering itu tampak segar, oleh karena Itu. Tu Sisa Cui yakin air sumur alam itu tidak mengandung racun. "Hi hi hi!" Nenek itu tertawa girang. "Aku akan mandi sepuas-puasnya! Hi hi hi..." Tu Siao Cui mulai menanggalkan pakaiannya yang dibuat dari kulit pohon. Usianya sudah delapan puluh lebih, tentunya tubuhnya sangat tak sedap dipandang. Dia lalu mencebur ke dalam sumur alam itu. Sungguh di luar dugaan, sumur alam itu cukup dalam sehingga kaki Tu Siao Cui tidak menyentuh dasar sumur alam itu. Sambil tertawa gembira Tu Siao Cui berenang ke sana ke mari, kemudian menyelam ke dasar sumur itu. Bukan main indahnya dasar sumur tersebut karena batu-batu di situ memancarkan cahaya. Karena ingin menyaksikan keindahan dari sumur itu, maka ia menghimpun Hian Goan Sin Kang untuk menahan nafasnya. Entah berapa lama kemudian, barulah ia muncul di permukaan air, lalu naik ke atas. Setelah Ia berada di atas, ia pun terbelalak melihat sepasang tangannya. Ternyata sepasang tangannya berubah bersih dan halus, begitu pula sepasang payudara nya tampak agak padat. Dapat dibayangkan, betapa kaget dan gembiranya Tu Siao Cui. Cepat-cepat ia melihat wajahnya di permukaan air sumur itu. Begitu melihat, membuatnya terheran heran, karena wajahnya yang keriput itu tampak segar dan agak halus. "Haaah..?" Mulutnya ternganga lebar. "Mungkinkah air sumur itu akan membuat diriku muda kembali, apabila aku menghimpun Hian Goan Sin Kang di dalam air sumur alam itu?" Berpikir begitu, mendadak Tu Siao Cui meloncat ke sumur alam itu, sekaligus menghimpun Hian Goan Sin Kang. Tu Siao Cui memang tidak tahu, bahwa sumur itu mengandung semacam obat yang menghaluskan kulit. Apalagi ia menghimpun Hian Goan Sin Kang, sehingga mempercepat proses penghalusan itu. Beberapa bulan kemudian, Tu Siao Cui yang berusia delapan puluhan itu telah berubah menjadi seorang gadis berusia dua puluh, bahkan sangat cantik pula. Itu boleh dikatakan tidak masuk akal, namun Tu Siao Cui memang mengalami perubahan itu. "Hi hi hil Hi hi hil" Tu Siao Cui tertawa girang sehingga sepasang matanya mengucur, air mata. "Aku sudah muda kembali, aku sudah muda kembalil Aku akan segera meninggalkan goa inil Hi hi hi..!' --ooo0w0ooo-- Sementara itu, di dalam goa es di Gunung Thian San, Tio Bun Yang telah berhasil mengusai ilmu Kan Kun Taylo Im Kang. Buktinya mutiara inti es yang digenggamnya itu telah lenyap. "Aku telah berhasil!" Sorak Tio Bun Yang dengan wajah berseri. "Aku akan meninggalkan goa es ini" Tio Bun Yang melesat ke luar, kemudian mengerahkan ginkangnya meluncur ke atas. Dalam waktu sekejap, ia sudah mencapai pinggir jurang, lalu melesat ke arah goa hangat tempat tinggal monyet bulu putih. "Kauw heng...." Tio Bun Yang berlutut di hadapan makam monyet bulu putih. "Hari ini aku akan meninggalkan Gunung Thian San. Kalau ada sempat kelak, aku pasti ke mari lagi." Tio Bun Yang terisak-isak dengan air mata berderai-derai. Sejak ia lahir, monyet bulu putih itu sudah menemaninya. Namun kini monyet bulu pulih itu telah tiada, betapa sedihnya hati Tio Bun Yang. "Kauw heng, aku bersumpah lagi, semua keturunanku dilarang membunuh monyet jenis apa pun! Kauw heng, aku pergi__" Tio Bun Yang bangkit berdiri, lalu melesat pergi meninggalkan goa tersebut, tujuannya ke markas pusat Kay Pang. Beberapa hari kemudian, ia melewati sebuah lembah di Gunung Hong San. Mendadak ia mendengar suara pekikan yang amat seram, menyerupai suara pekikan setan iblis. Tio Bun Yang bukan penakut, namun suara pekikan itu membuatnya merinding juga. Karena merasa heran, maka ia melesat ke arah suara itu Tak seberapa lama, ia sudah sampai di hadapan sebuah goa. Ternyata suara pekikan itu berasal dari dalam goa tersebut. Suara pekikan itu makin terdengar jelas, kemudian berubah memilukan. Tio Bun Yang mengerutkan kening, la yakin itu adalah suara pekikan manusia. Oleh karena itu, ia memberanikan diri melesat memasuki goa "Ha ha ha! Ha ha ha !" Suara pekikan itu mendadak berubah menjadi suara tawa, kemudian terdengar suara seruan parau. "Hei! Anak muda cepatlah engkau ke mari" Tio Bun Yang mempercepat langkahnya. Ketika sampai di hadapan orang itu, wajahnya langsung berubah dan terbelalak. Ternyata orang itu sudah tua sekari dan telanjang bulat. Sungguh mengenaskan keadaan orang tua itu, sepasang kaki dan tulang punggungnya terbelenggu rantai baja. "Paman tua...." Tio Bun Yang memandangi dengan iba. "Anak mudai" Orang tua itu tertawa lagi. 'iha hal Jangan takut, aku bukan setan iblis!" "Aku tahu, tapi keadaan Paman tua...." "Aaaakh!" Keluh erang tua itu. "Memang sudah nasib dan takdirku harus dikurung di dalam gua ini. Namun di saat ajalku tiba. justru muncul seorang anak muda ke mari. Ha ha ha! Sungguh menggembira kan!" "Paman tua, aku mengerti sedikit ilmu pengobatan. Bolehkah aku memeriksamu?" "Oh?" Orang tua itu menatapnya dengan mata redup "Percuma, sebab ajalku telah tiba." "Paman tua!" Tio Bun Yang segera memeriksanya kemudian menggeleng-gelengkan kepala. "Ha ha! Ajalku sudah tiba kan?" Orang tua itu tertawa. Tio Bun Yang tidak menyahut, melainkan mengambil sebutir pil dari dalam bajunya lalu dimasukkannya ke mulut orang tua itu. Setelah menelan pil itu, tak lama wajah orang tua itu tampak agak segar. "Bukan main obat itu!" Ujar si kakek sambil tertawa. "Bisa memperpanjang nyawaku untuk beberapa saat!" "Paman tua," Tanya Tio Bun Yang. "Kenapa Paman tua dikurung di sini? Siapa yang berbuat begitu kejam terhadap Paman tua?" "Aaaakh___!." Orang tua itu menghela nafas panjang. "Anak muda, siapa engkau?" "Namaku Tio Bun Yang." "Ngmm!" Orang tua iiu manggut-manggut. "Baiklah. Aku akan menceritakan tentang kejadianku. Aku bernama Tan Liang Tie, julukanku Thian Gwa Sin Hiap. Delapan puluh tahun yang lalu, pada wakiu itu aku baru berusia empat puluhan. Akan tetapi, aku justru melakukan suatu kesalahan." "Kesalahan apa?" "Membunuh sepasang suami isteri." Tan Liari Tie menghela nafas panjang lalu melanjutkan "Sepasang suami isteri itu adalah perampok, kebetulan aku memergoki mereka merampok rumah seorang hartawan. Karena itu, aku turun tangan membunuh mereka. Sebelum perampok wanita itu menghembuskan nafas penghabisan dia berpesan kepadaku agar aku ke rumahnya" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Paman tua ke rumah wanita itu?" "Tentunya aku tidak mau. Namun setelah mereka mati.-" Tan Liang Tie menggeleng-gelengkan kepala. "Muncullah para penduduk kampung itu. Begitu mereka melihatku, para penduduk kampung itu mencaci maki aku." "Lho?" Tio Bun Yang beran. "Kenapa mesti mencaci maki Paman tua?" "Ternyata mereka berdua adalah peramok budiman." Tan Liang Tie memberitahukan. "mereka merampok di rumah para hartawan yang berlaku sewenang-wenang, lalu hasil rampok itu dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Aku sama sekali tidak tahu tentang itu, maka...." "Paman tua terlalu cepat membunuh suamii itu." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Aku sungguh menyesal Karena itu aku sejera ke rumah mereka," Lanjut Tan Liang Tie. Ternyata ada seorang anak gadis berusia sekitar lima tahun di dalam rumah itu. Dia adalah anak suami isteri yang kubunuh itu, namanya Tu Siao Cui. Aku sungguh kasihan kepadanya, maka aku bersumpah dalam hati akan mengurusi anak gadis itu." "Kemudian bagaimana?" "Aku memberitahukan kepadanya bahwa kedua orang tuanya sudah mati. Anak gadis itu menangis sedih, lalu masuk ke kamar. Namun lak lama kemudian, dia keluar lagi dengan membawa buah kitab." "Kitab apa itu?" "Hian Goan Cin Keng." Tan Liang Tie memberitahukan. "Kitab itu adalah kitab pusaka yang berisi pelajaran ilmu silat tinggi sekali. Sungguh di luar dugaan, kitab pusaka tersebut tersimpan di rumah anak gadis itu." "Anak gadis itu tidak memberitahukan dari mana kitab pusaka itu?" "Dia tidak memberitahukan, tapi kedua orang tuanya pernah berpesan, apabila mereka mati, kitab pusaka itu harus diserahkan kepada orang yang mendalangi rumahnya." "Pantas anak gadis itu mengeluarkan kitab pusaka itu!" "Bahkan dia pun menyerahkan kitab pusaka itu kepadaku," Ujar Tan Liang Tie sambi! mengeleng-gelengkan kepala. "Aku melihat anak gadis itu begitu polos dan belum tahu apa-apa, maka aku pun tidak memberitahukannya tentang kematian kedua orang tuanya." "Paman tua tinggal di rumah itu?" "Tidak. Aku membawanya ke goa ini. Maksud aku ingin membesarkannya di dalam goa ini," Sahut Tan Liang Tie sambil melanjutkan. "Tapi di tengah jalan aku justru memberitahukannya bahwa kedua orang tuanya mati dibunuh orang " "Kenapa Paman tua memberitahukannya?" "Yaaah!" Tan Liang Tie menghela nafas panjang. "Dia terus bertanya, maka aku terpaksa memberitahukannya. Dia... dia bersumpah akan membalas dendam." "Paman tua memberitahukan siapa pembun kedua orang tuanya?" Tanya Tio Bun Yang sambil mengerutkan kening. "Tentu tidak," Sahut Tan Liang Tie. "Di saat itu, aku pun bertemu saudara seperguruanku" "Siapa saudara seperguruan Paman tua?" "Saudara seperguruanku bernama Kong Su Hok, julukannya Tayli Sin Ceng. Dia mahir meramal. Ketika melihat anak gadis itu, dia berpesan kepadaku harus berhati-hati padanya. Aku diam saja." "Oh?" "Setelah sampai di goa ini, mulailah aku mengajarnya menulis, membaca dan ilmu silat. Sedang kan aku mulai mempelajari Hian Goan Cin Keng yang berisi Hian Goan Sin Kang (Tenaga Sakli Melumpuhkan Lawan), Hian Goan Ci (Jari Sakti Melumpuhkan), ilmu pukulan dan ilmu pedang." "Bagaimana ilmu-ilmu itu?" Tanya Tio Bun Yang tertarik. "Bukan main hebatnya," Jawab Tan Liang Tie sunggubsungguh dan melanjutkan sambil menggeleng gelengkan kepala. "Ketika Tu Siao Cui berusia sepuluh tahun, mulailah aku mengajarnya ilmu-ilmu itu." Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo