Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 2


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 2


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   "Aaakh...."   Keluh Tio Tay seng.   "Paman tidak menyangka akan terjadi itu, padahal Hong Hoa dan Man chiu saling mencinta"   "Ambisi "ujar Tio Cie hong menggeleng-gelengkan kepala.   "Ambisi telah menutup rasa sayang dan cintanya terhadap Kakak Hoa serta anaknya."   Cie Hiong Tio Tay seng menatapnya seraya bertanya.   "Bagaimana menurut pendapatmu, apakah Man chiu akan pulang" "Dia pasti pulang, tapi... tidak begitu cepat,"   Sahut Tio Cie Hiong.   "sebab dia ingin membuat dirinya terkenal."   "Aku justru mengkhawatirkan itu,"   Sela sam Gan sin Kay sambil menghela nafas panjang.   "Dia begitu tega meninggalkan anak isteri, pertanda hatinya sangat kejam dan tak berperasaan. Kemungkinan besar... dia pun akan berubah jahat. Kakek."   Ujar Lim Ceng im.   "Mungkin tidak serius tentang itu."   "Dia ingin mengorbitkan namanya, sudah barang tentu harus melakukan sesuatu yang menggemparkan rimba persilatan. Menggemparkan dengan perbuatan baik memang tidak masalah, sebaliknya apabila dia...."   Sam Gan sin Kay menghela nafas. Kakek pengemis Tio Cie Hiong tersenyum.   "Tidak mungkin dia akan melakukan kejahatan, sebab dia pasti masih ingat kepada gurunya."   "Hm"   Dengus Tio Tay seng dingin.   "Kalau dia masih ingat kepada gurunya, tentunya dia tidak berani meninggalkan anak isterinya dengan cara begitu seharusnYa dia berunding dengan kita."   Tio Tocu sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala.   "Kalau dia berunding dengan kita, tentunya kita tidak mengijinkannya pergi. Karena itu, dia pergi secara diamdiam."   "Yaah, tidak disangka nasib putriku menjadi begini"   Wajah Tio Tay seng bertambah murung, kemudian melanjutkan.   "Kalau dia memang ingin mencari nama dalam rimba persilatan, bukankah dia boleh mengajak putriku?"   Tio Tocu sam Gan sin Kay tersenyum getir.   "Engkau pasti tidak memperbolehkan mereka pergi berkelana, maka dia tidak mau mengajak Hong Hoa." "Takdir"   Gumam Tio Tay seng.   "Mungkin ini merupakan suatu takdir bagi putriku Aaaakh..." --ooo0dw0ooo-- Lie Ai Ling duduk melamun di bawah sebuah pohon. Tanpa sadar tangannya terus mencabut rumput-rumput di sekitarnya.   "Adik Ai Ling "Tio Bun Yang menghampirinya sambil tersenyum lembut.   "Aku mencarimu ke mana-mana, ternyata engkau duduk melamun di sini Kakak Bun Yang...."   Mata Lie Ai Ling mulai basah.   "Adik Ai Ling"   Tio Bun Yang memegang bahunya lalu duduk."Jangan terus berduka, beberapa hari ini engkau tampak agak kurus, lho"   "Kakak Bun Yang...."   Lie Ai Ling mulai menangis terisakisak.   "Ai Ling tidak menyangka, ayah begitu kejam."   "Adik Ai Ling"   Tio Bun Yang menghapus air matanya.   "sesungguhnya ayahmu tidak kejam, hanya saja dia tidak bisa menekan ambisinya, sehingga meninggalkan engkau dan bibi."   "Kakak Bun Yang, bolehkah seorang ayah meninggalkan anak isterinya hanya demi suatu ambisi? tanya Lie Ai Ling mendadak."   "Seharusnya tidak boleh,"   Jawab Tio Bun Yang.   "Ayah yang baik harus bertanggung jawab, dan ada apa-apa harus berunding dengan yang bersangkutan. Tapi. kesadaran ayahmu telah tertutup oleh ambisinya, sehingga membuatnya tidak berpikir panjang lagi."   Bukan main Padahal Tio Bun Yang baru berusia sepuluh tahun, sedangkan Lie Ai Ling baru sembilan tahun, namun mereka berdua justru bisa saling tukar pikiran dan memperbincangkan suatu masalah.   Bukankah itu luar biasa sekali? "Kakak Bun Yang sungguh beruntung, mempunyai ayah yang begitu baik.   sebaliknya Ai Ling.."   Air mata Lie Ai Ling mulai meleleh.   "Adik Ai Ling"   Tio Bun Yang menatapnya lembut.   "Ayahku dan ibumu adalah kakak beradik, maka ayahku boleh dikatakan ayahmu juga. sedangkan Bun Yang adalah kakakmu. Ya, kan?"   "Ng.."   Lie Ai Ling menganggu.   "Terima kasih Kakak Bun Yang selalu menghibur Ai Ling"   "Bun Yang memang harus menghiburmu, sebab engkau adikku."   Tio Bun Yang tersenyum.   "Kakak Bun Yang...."   Lie Ai Ling menatapnya seraya bertanya.   "Kenapa ayah Ai Ling tidak seperti ayahmu?"   "Adik Ai Ling,"   Jawab Tio Bun Yang menjelaskan."   Itu tergantung pada sifat dan watak. karena semua orang tidak memiliki sifat dan watak yang sama. Karena itu, terdapatlah orang baik dan orang jahat."   "Oooh"   Lie Ai Ling manggut-manggut."   Kalau begitu, ayah Ai Ling termasuk orang jahat, kan?"   "Tidak juga."   Tio Bun Yang tersenyum.   "Ayah mu terlampau berambisi, sehingga membuatnya jadi begitu"   "Kakak Bun Yang"   Mendadak Lie Ai Ling menatapnya dalam-dalam.   "Apakah kelak Kakak Bun Yang akan seperti ayah Ai Ling?"   "Tentu tidak."   Ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh.   "Bun Yang harus seperti ayah, tidak mau membunuh dan tidak mau menyakiti orang lain. Bun Yang harus menjadi orang baik, bijaksana dan adil," "Bagus"   Lie Ai Ling tertawa.   Ai Ling gembira dan bangga memcunyai kakak yang begini.   Di saat mereka berdua bercakap-cakap, tampak sepasang mata mengintip ke arah mereka.   Ternyata Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im.   Betapa kagum dan gembiranya hati mereka ketika mendengar percakapan itu, dan mereka pun saling memandang sambil manggut-manggut.   "Ayah, ibu"   Seru Tio Bun Yang mendadak."Jangan terus bersembunyi di balik pohon, tidak baik mencuri dengar pembicaraan orang"   Seketika juga Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im melesat ke hadapan mereka, tentunya Lie Ai Ling terkejut sekali.   "Paman, Bibi"   Panggilnya.   "Ai Ling"   Lim Ceng Im membelainya dengan penuh kasih sayang.   "Nak"   Tio Cie Hiong menatap putranya.   "Bagaimana engkau tahu bahwa kami bersembunyi dibalik pohon?"   "Karena kaki ibu menimbulkan suara, maka Bun Yang tahu kehadiran ibu dan Ayah,"   Jawab Tio Bun Yang sambil tersenyum.   "Kalau kaki ibu tidak menimbulkan suara, Bun Yang pasti tidak akan mengetahuinya"   "Nak"   Tio Cie Hiong menatapnya kagum.   "sungguh tajam pendengaranmu, ayah kagum kepadamu"   "Nak"   Lim Ceng im tersenyum-senyum.   "Padahal kaki ibu hanya bergerak sedikit, tapi engkau dapat mendengarnya. Lagipula... engkau sedang bercakap-cakap dengan Ai Ling, kenapa...."   "ibu"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Ayah pernah pesan, di mana pun kita berada, harus waspada terhadap tempat sekelilingnya". "oooh"   Lim Ceng Im manggut-manggut.   "Tapi ini adalah pulau Hong Hoang To, tidak mungking akan muncul musuh."   "ibu, Bun Yang harus membiasakan begini.Kalau sudah terbiasa, tentu tidak akann melalaikannya " .   "Bagus, bagus "Tio Cie Hiong tertawa gembira.   "Itu merupakan kebiasaan yang baik, di manapun kita berada, haruslah waspada. ini sangat penting dan berlaku dalam rimba persilatan"   "Ya, Ayah."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Nak"   Lim Ceng im menatapnya sambil tersenyum.   "sudah lama ibu tidak mendengar suara sulingmu, sekarang ibu ingin mendengarnya."   "Ya, ibu."   Tio Bun Yang mengangguk lagi, lalu mulai meniup suling pualam pemberian ayahnya.   Terdengarlah suara suling yang sangat menyentuh hati dan menggetarkan kalbu.   Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im saling memandang sambil tersenyum-senyum, sedangkan Lie Ai Ling terus menatap Tio Bun Yang dengan mata berbinar-binar.   --ooo0dw0ooo-- Bagian ketiga Kehadiran padri tua Dua bulan telah berlalu, namun Lie Man chiu tidak pernah kembali ke pulau Hong Hoang To, tentunya membuat Tio Hong Hoa jadi putus asa dan stress, sehingga badannya bertambah kurus.   Hari ini mereka semua berkumpul di ruang depan.   wajah Tio Tay seng tampak murung sekali, sedangkan sam Gan sin Kay terus menerus menghela nafas panjang.   Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im, Tio Hong Hoa, Tio Bun Yang dan Lie Ai Ling duduk diam ditempat.   "Aku harus pergi ke Tionggoan mencari Man Chiu,"   Ujar Tio Tay seng penuh kegusaran.   "Kalau dia tidak mau ikut aku pulang, apa boleh buat Aku harus membunuhnya Ayah...."   Tio Hong Hoa mulai terisak-isak.   "Hoaji"   TioTay seng menghela nafas panjang "jangan kau pikirkan dia lagi, anggaplah dia telah mati suami yang begitu macam buat apa dipikirkan"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ayah, kasihan Ai Ling."   Air mata Tio Hong Hoa meleleh.   "ibu,"   Ujar Lie Ai Ling cepat menghiburnya.   "Ai Ling baikbaik saja. ibu yang harus menjaga diri, karena badan ibu bertambah kurus."   "Nak...."   Tio Hong Hoa menatap putrinya sambil menggeleng-gejengkan kepala.   "ibu,"   Ujar Lie Ai Ling memberitahukan.   "KakakBun Yang bilang, bahwa kita harus tabah menghadapi kejadian apa pun."   "Hidup memang banyak cobaan, maka kita harus tabah. Nak....   "Tio Hong Hoa terisak-isak.   "Bibi,"   Ujar Tio Bun Yang.   "Paman Man chiu telah melupakan Bibi dan Adik Ai Ling, namun Bibi masih terus memikirkannya hingga badan Bibi menjadi kurus. Apakah itu berharga bagi Bibi?"   "Bun Yang....   "Tio Hong Hoa menggeleng-gelengkan kepala.   "Engkau masih kecil, jadi belum tahu bagaimana cinta dan sayangnya seorang isteri kepada suaminya." "Bun Yang tahu itu,"   Ujar Tio Bun Yang.   "Namun Paman Man chiu begitu tega meninggalkan Bibi dan Adik Ai Ling, lalu apa gunanya bibi terus memikirkannya? Itu sama juga menyiksa diri sendiri, bahkan akan membuat Adik Ai Ling berduka pula. Apakah Bibi tidak memikirkan Adik Ai Ling, padahal dia sangat membutuhkan kasih sayang Bibi?"   "Bagus, bagus Masih kecil sudah bisa menasihati orang"   Ujar sam Gan sin Kay mendadak dan menambahkan.   "Hong Hoa, sadarlah Yang harus engkau pikirkan sekarang justru Ai Ling, putrimu. Bukan Man Chiu, yang tak punya perasaan itu. Apa yang dikatakan Bun Yang memang benar. Dia masih begitu kecil, tapi cara berpikirnya malah begitu jauh dan luas."   "Kakek pengemis, aku....   "Tio Hong Hoa menundukkan kepala. Di saat bersamaan, tampak Tio Lo Toa bergegas-gegas berjalan ke dalam dengan wajah serius.   "Tocu Lapor Tio Lo Toa. Tayli Lo Ceng berkunjung."   "oh? Cepat undang beliau masuk "sahut Tio Tay seng.   "Ya"   Tio Lo Toa segera pergi. Tak seberapa lama, terdengarlah suara seseorang, yang amat halus.   "omitohud Maaf, kedatanganku telah mengganggu kalin semua"   Kemudian muncul seorang padri tua, dan memang benar Tayli Lo Ceng.   "selamat datang Lo Ceng"   Ucap Tio Tay seng sambil memberi hormat.   "silakan duduk"   "Terima kasih"   Tayli Lo Ceng duduk. Lo Ceng sam Gan sin Kay memberi hormat. selamat bertemu "omitohud"   Tayli Lo Ceng tersenyum. sin Kay, engkau semakin sehat saja tinggal di sini Ha ha ha"   Sam Gan sin Kay tertawa gelak.   "lo Ceng pun semakin segar bugar lho omitohud.."   "Lo Ceng"   Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im memberi hormat. selamat bertemu "Ha ha ha"   TayliLo ceng lertawa.   "Kalau masih hidup, kita pasti akan bertemu. Kelihatannya kalian bahagia sekali."   "Lo Ceng"   Mendadak Tio Hong Hoa bersujud di hadapannya.   "Hong Hoa memberi hormat...."   "omitobud"   Tayli Lo Ceng menatapnya lembut. semua Itu adalah takdir, juga merupakan nasibmu. Tabahkanlah hatimu demi anak. jangan tercekam oleh rasa keputusasaan Lo Ceng...."   Air mata Tio Hong Hoa berderai-derai.   "omitohud"   Ucap Tayli Lo Ceng.   "Bangunlah"   Tio Hong Hoa bangkit berdiri, dan di saat bersamaan mendadak Tio Bun Yang bersujud dihadapan Tayli Lo Ceng. Bun Yang memberi hormat kepada Lo Ceng "omitohud"   Tayli Lo Ceng menatapnya, kemudian tertawa gelak.   "Bagus, bagus Engkau pasti putra Tio Cie Hiong"   "Betul, Lo Ceng. Tio Bun Yang mengangguk. lalu berkata kepada Lie Ai Ling.   "Adik Ai Ling, cepatlah bertutut memberi hormat kepada Lo Ceng"   "Ya". Lie Ai Ling segera berlutut di hadapan Tayli Lo Ceng.   "Ai Ling memberi hormat kepada Lo Ceng"   "omitobud"   Tayli Lo Ceng menatapnya dalam-dalam.   "Engkau pasti putri Lie Man Chiu omitohud semua itu memang takdir, siapa yang melawan takdir? Kecuali dengan perbuatan yang baik" "Lo Ceng,"   Tanya Tio Bun Yang mendadak "Paman Man Chiu meninggalkan Bibi dan Adik Ai Ling, apakah itu merupakan suatu takdir?"   "omitohud Itu boleh dikatakan karma,"   Sahut Tayli La Ceng "Anak baik, kalian bangunlah"   "Terima kasih, Lo Ceng"   Ucap Tio Bun Yang lalu bangkit berdiri Lie Ai Ling juga ikut berdiri dan duduk di tempat masing-masing. Lo Ceng Tio Tay seng menatapnya Tentunya Lo Ceng sudah tahu akan kejadian di sini "omitohud"   Sahut Tayli Lo Ceng Tio Tocu.   "itu boleh d ikatkan suatu karma. Dalam hal tersebut, jangan mempersalahkan siapa pun"   "Lo Ceng"   Sela sam Gan sin Kay "Lie Man chiu meninggalkan anak isterinya hanya demi mengejar nama, itulah kesalahannya Kenapa Lo Ceng malah bilang jangan mempersalahkan siapa pun?"   "Aku ke mari justru ingin menjelaskan tentang itu,"   Ujar Tayli Lo Ceng "Hidup tidak akan terlepas dari takdir, nasib, peruntungan, jodoh, musibah dan karma Berhubung dulu Tio Po Thian pernah meninggalkan isterinya, maka karma itu jatuh pada Tio Hong lion oleh karena itu, harap Tio Tocu harus paham akan hal tersebut"   "Jadi....   "Tio Tay seng mengernyitkan kening.   "Yang bersalah dalam hal tersebut adalah almarhum ayahku?"   "omitobud "Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang.   "suatu karma yang diperbuat seseorang, ituakan jatuh pada anak cucunya."   "Yaah"   Tio Tay seng menggeleng-gelengkan kepala.   "Kalau kejadian itu merupakan suatu karma, akujuga tidak bisa bilang apa-apa lagi." "Lo Ceng,"   Tanya sam Gan sin Kay mendadak.   "selama ini Tio Cie Hiong tidak pernah membunuh dan melakukan suatu kejahatan, maka tentu tiada karma buruk bagi dirinya."   "omitohud"   Tayli Lo Ceng tersenyum.   "itu memang tidak salah."   Lo Ceng Tio Cie Hiong tersenyum.   "Bagaimana perjalanan hidup anakku kelak? Tentunya tidak akan terlepas dan suatu cobaan."   Tayli Lo Ceng menatap Tio Bun Yang.   "Hatinya bajik, imannya kuat dan tidak mudah tergoda maupun terpengaruh. Mengenai penyakitnya itu, kelak akan sembuh dengan sendirinya."   "Terima kasih, Lo ceng"   Ucap Tio Cie Hiong. Lo Ceng, tanya Tio Hong Hoa mendadak.   "Apakah Man chiu akan pulang ke mari?"   "omitohud Kelak engkau akan mengetahui,"   Sahut Tayli Lo Ceng.   "Yang pasti putrinya akan hidup bahagia kelak."   "Lo Ceng...."   Tio Hong Hoa menghela nafas panjang.   "omitohud"   Tayli Lo Ceng tersenyum lembut dan menambahkan.   "suatu karma buruk harus dihabiskan dengan perbuatan baik, agar tidak membuat sengsara turunan."   "Lo Ceng,"   Tanya Lim Ceng Im.   "Bolehkah putraku pergi berkelana kelak?"   "Boleh. Tayli Lo Ceng mengangguk.   "sebab kelak rimba persilatan sangat membutuhkan kehadirannya."   Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im saling memandang, mereka tahu bahwa apa yang diucapkan Tayli Lo Ceng mengandung arti yang dalam.   "Maksud Lo Ceng?"   Tanya Tio Cie Hiong.   "omitohud "sahut Tayli Lo Ceng.   "Itu merupakan suatu rahasia, yang jelas dia tidak akan terjadi apa pun." "Terima kasih, Lo Ceng"   Ucap Tio Cie hong.   "omitohud"   Tayli Lo Ceng tersenyum sambil bangkit berdiri.   "Aku mau mohon pamit, karena harus berangkat ke Tayli"   "Lo Ceng,"   Pesan Tio Cie Hiong.   "Tolong sampaikan salamku pada Toa n wie Kie, La m Kiong Bie Liong dan lainnya"   "omitohud Pasti kusampaikan,"   Sahut Tayli Lo Ceng sekaligus melesat pergi.   "sampai jumpa"   "Karma Betulkah itu merupakan suatu karma?"   Gumam Tio Tay seng sambil menghela nafas panjang.   "Yaah, sudahlah"   "Ayah,"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Ujar Tio Hong Hoa dengan wajah murung.   "Kini aku telah sadar, bahwa segala sesuatu itu memang merupakan takdir atau karma.Jadi mulai sekarang aku tidak akan memikirkan Man chiu lagi, dan akan baik-baik mendidik Ai Ling?"   "Benar, Hoa ji.   "Tio Tay seng manggut-manggut.   "Memang harus begitu dan legalah hatiku kin"i "Kakak "Tio Cie hong memandangnya sambil tersenyum.   "Aku gembira mendengar ucapanmu."   "Adik Cie Hiong..."   Tio Hong Hoa juga tersenyum, namun senyumnya masih tampak getir.   "Mulai sekarang, aku akan baik-baik mendidik Ai Ling." ---ooo0dw0ooo--- Di halaman istana Tayli, tampak beberapa orang sedang duduk sambil bercakap-cakap. Di sana terlihat pula dua orang anak sedang berlatih ilmu silat. Mereka adalah Toan wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan pit Liansedangkan kedua anak itu adalah Toan Beng Kiat, putra Toan wie Kie, dan yang satu lagi adalah putri Lam Kiong Bie Liong, yang bernama Lam Kiong Soat Lan. "Mereka berdua telah mengalami banyak kemajuan,"   Ujar Toan wie Kie sambil menunjuk kedua anak itu.   "Hanya saja...."   "Kenapa?"   Tanya Gouw sian Eng.   "Kepandaian kita terbatas sekali, maka tidak bisa menurunkan kepandaian tinggi kepada mereka,"   Jawab Toan wie Kie sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Ya."   Gouw sian Eng manggut-manggut.   "oh ya, sudah hampir sebelas tahun kita berpisah dengan Tio Cie Hiong, entah bagaimana keadaan mereka di pulau Hong Hoang To?"   "Ha ha"   Lam Kiong Bie Liong tertawa.   "Mereka pasti hidup bahagia di sana."   "Entah mereka sudah mempunyai anak atau belum?"   Ujar Toan pit Lian mendadak.   "Aku yakin mereka pasti sudah mempunyai anak."   Sahut Lam Kiong Bie Liong dan menambah kan.   "Aku... aku rindu sekali pada mereka."   "sama,"   Ujar Toan wie Kie.   "Entah kapan kita akan berjumpa mereka lagi"   "Bagaimana kalau kita ke sana?"   Tanya Lam Kiong Bie Liong mendadak.   "Tidak bisa. Toan wie Kie menggelengkan kepala. sebab ayah pasti tidak memperbolehkan.   "Yaah Kalau begitu...."   Lam Kiong Bie Liong menghelakan nafas panjang.   "oh ya"   Tiba-tiba Gouw sian Eng tertawa geli. Tentunya kalian masih ingat kepada Kim siauw suseng dan Kou HHun Bijin, bukan? Entah mereka sudah mempunyai anak atau belum?"   "Ha ha ha"   Lam Kiong Bie Liong tertawa gelak.   "suami isteri yang awet muda itu, mungkin sudah mempunyai anak." "Usia Kou Hun Bijin seratus lebih, dan usia Kim Siauw suseng hampir seratus. Apakah mereka masih bisa mempunyai anak?"   Ujar Toan pit Lian.   "Aku yakin mereka masih bisa mempunyai anak."   Sahut Gouw sian Eng dan melanjutkan.   "Kalau anak mereka perempuan pasti cantik sekali, dan kalau lelaki, pasti tampan luar biasa."   "Benar."   Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut.   "sebab mereka awet muda, tentunya anak mereka pasti cantik atau tampan."   "setelah mereka mempunyai anak, apakah mereka akan tetap awet muda?"   Tanya Toan pit Lian "Entahlah."   Lam Kiong Bie Liong menggelengkan kepala.   "Menurutku..."   Ujar Toan Wie Kie setelah berpikir sejenak.   "Kemungkinan besar mereka tidak akan tetap awet muda".   "Kenapa?"   Tanya Gouw sian Eng heran.   "Maaf, Adik sian Eng"   Jawab Toan wie Kie sambil tersenyum.   "Aku tidak bisa menjelaskan, karena cuma menduga saja."   Ayah Toan Beng Kiat menghampiri mereka.   "Bagaimana ilmu silat Beng Kiat? Apakah sudah ada kemajuan?"   "sudah maju pesat, Nak", sahut Toan wie Kie sambil tersenyum. Ayah Lam Kiong Soat Lan menghampiri mereka dengan wajah berseri.   "   Ilmu silat Soat Lan? sudah ada kemajuan seperti Kakak Beng Kiat?"   "Tentu", sahut Lam Kiong Bie Liong sambil tertawa.   "Ilmu silatmu telah maju pesat".   "Ayah", tanya Toan B eng Kiat mendadak.   "Kalau kami sudah dewasa kelak. bolehkah kami berkelana ke Tionggoan?" "Itu urusan kelak jadi harus dibicarakan kelak pula", jawab Toan wie Kie.   "Ibu"   Toan Beng Kiat menatap Gouw sian Eng.   "Kata ibu kepandaian Paman Cie Hiong tinggi sekali, benarkah itu?"   "Benar, Nak". Gouw sian Eng mengangguk.   "Kalau begitu, Beng Kiat ingin belajar kepada Paman Cie Hiong", ujar Toan B eng Kiat sungguh-sungguh.   "Jadi Beng Kiat bisa berkepandaian tinggi."   "Paman Cie Hiong tinggal di pulau Hong Hoang To, sangat jauh sekali."   Toan wie Kie memberitahukan "Ayah, kapan kita pergi menemui Paman Cie Hiong? setelah engkau dewasa kelak."   "Yaah"   Toan Beng Kiat menggeleng-gelengkan kemala.   "Itu masih lama sekali".   "Nak"   Gouw sian Eng menatapnya dalam-dalam.   "Kenapa engkau ingin belajar ilmu silat tingkat tinggi?"   "Ibu"   Toan Beng Kiat tersenyum.   "Beng Kiat ingin menjadi pendekar, yang selalu menolong orang, maka harus memiliki kepandaian tinggi".   "Ha ha ha"   Tiba-tiba muncul Tui Hun Lojin sambil tertawa gelak.   "Usiamu baru sepuluh tahun,kok sudah ingin jadi pendekar?"   "Bukan sekarang, Kakek Tua", ujar Toan Beng Kiat.   "Melainkan kelak setelah Beng Kiat dewasa, Beng Kiat ingin berkelana ke Tionggoan"   "oh?"   Tui Hun Lojin tersenyum.   "Kalau begitu, engkau harus giat belajar".   "Ya, Kakek Tua". Toan Beng Kiat mengangguk. "Bagus, bagus"   Tiba-tiba muncul pula Lam Kiong hujin sambil tertawa-tawa.   "Mau menjadi pendekar harus berhati bajik lho"   "Ya, Nek". Toan Beng Kiat mengangguk. Nenek Lam Kiong Soat Lan menghampirinya.   "Soat Lan juga ingin menjadi pendekar wanita, boleh kan?"   "Tentu boleh". Lam Kiong hujin membelainya.   "oh ya, engkau sudah berlatih ilmu tongkat yang nenek ajarkan itu?"   "Nenek"   Lam Kiong Soat Lan memberitahukan.   "Setiap hari Soat Lan pasti berlatih ilmu tongkat dan ilmu selendang."   "Bagus, bagus"   Lam Kiong hujin tertawa gembira, kemudian memandang Lam Kiong Bie Liong seraya bertanya.   "Engkau sudah ajarkan dia Thay Yang Kiam Hoat (Ilmu Pedang surya)?"   "sudah Lam Kiong Bie Liong mengangguk dengan wajah berseri.   "Soat Lan telah menguasai ilmu pedang itu."   "Bagus"   Lam Kiong hujin manggutmanggut. Di saat bersamaan, mendadak melayang turun seorang padri tua, membuat mereka girang bukan main.   "omitohud?"   Padri tua itu ternyata Tayli Lo Ceng. Toan wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan pit Lian segera bersujud dihadapan padri tua itu.   "Kami memberi hormat kepada Lo Ceng"   "Ha ha "Tayli Lo Ceng tertawa.   "Kalian bangunlah"   Mereka bangkit berdiri, kemudian menyuruh Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan memberi hormat kepada padri tua itu.   Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan langsung menjatuhkan diri di hadapan Tayli Lo Ceng.   "Beng Kiat memberi hormat kepada Lo Ceng Soat Lan memberi hormat kepada Lo Ceng"   "   Omitohud"   Tayli Lo Ceng tersenyum lembut, kemudian menatap kedua anak itu dengan tajam dan manggutmanggut.   "Kalian bangunlah"   "Terima kasih", Lo Ceng Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan bangkit berdiri Tui Hun Lojin dan Lam Kiong hujin memberi hormat kepada Tayli Lo Ceng Padri tua itu memandang mereka sambil tertawa.   "omitohud"   "selamat datang, Lo Ceng"   Ucap Tui Hun Lojin- "Angin apa yang membawa Lo Ceng kemari?"   "Ha ha"   Tayli Lo Ceng tertawa."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Bukan angin yang membawaku ke mari, melainkan atas kemauanku sendiri"   "Lo Ceng"   Toan wie Kie memandangnya"   Apakah ada sesuatu penting?"   "Penting dan tidak". sahutnya sambil memandang Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan-"Terus terang, aku ingin memanfaatkan sisa hidupku untuk kedua anak ini."   "oh?"   Toan wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong girang bukan main- "Maksud Lo Ceng ingin menerima mereka sebagai murid?"   "omitohud Memang begitulah maksudku".   "Terima kasih", Lo Ceng ucap Toan wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong serentak dengan wajah berseri-seri.   "Tapi masih harus kubicarakan dengan Toan Hong Ya, ayahmu?"   Tayli Lo Ceng memberitahukan- "sebab aku akan membawa kedua anak itu ke gunung Thay san, dan akan menggembleng mereka berdua di sana"   Toan wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong, Toan pit Lian, Tui HHun Lojin dan Lam Kiong hujin saling memandang, lama sekali barulah Toan wie Kie membuka mulut.   "Lo Ceng, bukankah lebih baik Lo Ceng tinggal di sini?"   "Kalian berkeberatan?"   Tanya Tayli Lo Ceng sambil tersenyum.   "Berkeberatan sih tidak, tapi...."   Toan pit Lian menundukkan kepala dan melanjutkan.   "Jelas kami akan berpisah dengan anak,"   "Tujuh atau delapan tahun kemudian, mereka pasti kembali ke sini", ujar Tayli Lo Ceng dan menambahkan.   "Apabila kalian merasa berat berpisah dengan anak, berarti kalian telah menyia-nyiakan kesempatan."   "Itu...", ujar Toan wie Kie.   "Bagaimana keputusan ayah kami saja".   "Ngmm"   Tayli Lo Ceng manggut-manggUt, kemudian mengalihkan pembicaraan.   "oh ya, aku ke mari dari pulau Hong Hoang To. Tio Cie Hiong mengirim salam untuk kalian,"   "oh, ya?"   Toan Wie Kie gembira sekali.   "Bagaimana keadaan Cie Hiong dan isterinya, apakah mereka sudah mempunyai anak?"   "Ha ha"   Tayli Lo Ceng tertawa.   "Mereka berdua akan hidup rukun dan bahagia hingga di akhir hayat nanti. Mereka pun sudah mempunyai seorang putra bernama Tio Bun Yang".   "syukurlah"   Ucap Toan wie Kie.   "Lo Ceng", tanya Toan pit Lian.   "Bagaimana anak itu, apakah seperti ayahnya?"   "Anak itu lebih tampan dan cerdas dibandingkan dengan Cie hong". Tayli Lo Ceng memberitahukan.   "Bahkan berhati bajik, mulia dan bijaksana. Kelak dia pasti menjadi seorang pendekar yang luar biasa."   "oh?"   Lam Kiong Bie Liong tersenyum.   "Lo Ceng, bagaimana dengan putri kami ini?"   "omitohud"   Tayli Lo Ceng tertawa.   "Aku tahu maksudmu, tapi putrimu buka n jodoh anak itu."   "Lo Ceng...."   Lam Kiong Bie Liong menghela nafas panjang.   "Aku memang bermaksud menjodohkan putriku kepada anak itu, namun...."   "Kelak putrimu akan ketemu jodohnya sendiri"   Tayli Lo Ceng tersenyum dan menambahkan.   "Begitu pula Toan Beng Kiat".   "Terima kasih", Lo Ceng ucap Toan wie Kie. Mendadak muncul Toan Hong Ya dan isterinya. Ternyata salah seorang dayang melihat Tayli Lo Ceng, lalu cepat-cepat melapor.   "selamat datang", Lo Ceng ucap Toan Hong Ya, dan kemudian isterinya bersujud di hadapan padri tua itu.   "omitohud Kalian bangunlah"   Toan Hong Ya dan isterinya bangkit berdiri, kemudian Toan Hong Ya mempersilakan Tayli Lo Ceng masuk ke dalam.   "Tidak usah ke dalam"   Tolak Tayli Lo Ceng.   "Kita bercakapcakap di sini saja"   "Baiklah."   Toan Hong Ya mengangguk.   "Ayah"   Toan wie Kie memberitahukan.   "Lo Ceng dari pulau Hong Hoang To".   "oh? Bagaimana keadaan mereka di sana, Lo Ceng?"   Tanya Toan Hong Ya. "Mereka baik-baik saja". Tayli Lo Ceng memberitahukan.   "Tio Cie Hiong pun sudah mempunyai seorang putra, bernama Tio Bun Yang."   "syukurlah"   Toan Hong Ya tampak girang sekali, kemudian bertanya.   "Murid Lo Ceng dan Tio Hong Hoa juga sudah punya anak?"   "Mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama Lie Ai Ling. Tapi...."   Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala.   "Kenapa?"   Tanya Toan Hong Ya heran- "Lie Man chiu telah meninggalkan pulau Hong Hoang To", jawab Tayli Lo Ceng sambil menghela nafas.   "omitohud "Itu memang sudah merupakan takdir, maka Tio Hong Hoa harus menerimanya ."   "Lo Ceng,"   Tanya Gouw sian Eng.   "Lie Man chiu pergi ke mana?"   "Dia pergi ke Tionggoan untuk mencari nama. omitohud itu adalah takdirnya, maka aku pun tidak bisa melarangnya. Karena aku tidak boleh melawan takdir itu, kalau aku melawan takdir itu, kelak akan menimbulkan suatu karma lagi bagi mereka."   "Ituu...."   Sebetulnya Lam Kiong Bie Liong ingin menanyakan sesuatu, namun tadi Tayli Lo Ceng telah mengatakan bahwa itu sudah merupakan takdir, maka Ia tidakjadi bertanya.   "omitohud"   Tayli Lo Ceng menghela nafas.   "Kejadian itu pun boleh dikatakan merupakan suatu karma. oleh karena itu, janganlah kalian melakukan sesuatu yang akan menimbulkan karma buruk."   "Ya."   Toan wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong mengangguk. Hong Ya Tayli Lo Ceng menatapnya seraya berkata.   "Aku berniat menerima Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan sebagai murid".   "oh?"   Wajah loan Hong Ya berseri.   "Terima kasih, Lo Ceng"   "Tapi mereka berdua harus kubawa ke Gunung Thay San, aku akan menggembleng mereka di sana. Hong Ya berkeberatan mengenai itu?"   "Tentu tidak."   "Bagus"   Tayli Lo Ceng manggut-manggut, kemudian menatap Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan seraya bertanya.   "Kalian berdua mau menjadi muridku?"   "Mau". sahut kedua anak itu serentak. Namun mendadak Toan Beng Kiat bertanya.   "Apakah kepandaian Lo Ceng tinggi sekali?"   Tayli Lo Ceng tersenyum.   "Di atas gunung masih ada gunung, di atas langit masih ada langit. Artinya kepandaian itu tiada batasnya, engkau harus tahu itu". katanya.   "Ya", Lo Ceng. Toan Beng Kiat mengangguk. kemudian menarik Lam Kiong Soat Lan diajak berlutut di hadapan Tayli Lo Ceng.   "Guru, terimalah hormat kami berdua"   "omitohud"   Tayli Lo Ceng tersenyum lembut."   Kalian berdua bersedia ikut aku ke Gunung Thay san?"   "Bersedia", sahut Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan serentak.   "Kalian harus tahu". Tayli Lo Ceng memandang mereka.   "Tentunya kalian harus berpisah dengan orang tua, apakah kalian merasa berkeberatan"   "sebetulnya Beng Kiat merasa berkeberatan sekali, tapi demi menuntut ilmu, berpisah sementara dengan orang tua tidak jadi masalah." "   Omitohud"   Tayli Lo Ceng manggut-manggut.   "Soat Lan, bagaimana engkau?"   "seperti Kakak Beng Kiat", jawab Lam Kiong Soat Lan- "Kalian berdua pun harus tahu, bahwa tujuh atau delapan tahun kemudian, barulah kalian akan berjumpa orang tua."   "Tidak apa-apa", ujar Toan Beng Kiat seakan telah mengambil keputusan- "Kami berdua pergi menuntut ilmu, jadi orang tua kami pun pasti merasa girang."   "omitohud"   Tayli Lo ceng tersenyum lembut.   "Bagus, mulai sekarang kalian berdua resmi jadi muridku."   "Terima kasih, Lo Ceng"   Ucap Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan serentak dengan wajah berseri.   "sekarang kalian boleh bangun-"   "Ya, Guru". Toan Beng Kiat menarik Lam Kiong Soat Lan untuk diajak bangun.   "Lo Ceng", tanya Toan wie Kie.   "Kapan Lo Ceng akan membawa mereka ke Gunung Thay san?"   "Besok pagi", sahut Tayli Lo Ceng memberitahukan- "Beng Kiat", pesan Toan wie Kie.   "Ayah harap engkau belajar dengan sungguh-sungguh, Jangan mengecewakan Lo ceng"   "Ya, Ayah". Toan Beng Kiat mengangguk.   "Soat Lan", pesan Lam Kiong Bie Liong.   "Engkau pun harus belajar dengap giat, jangan mengecewakan kedua orang tuamu"   "Ya, Ayah". Lam Kiong Soat Lan tersenyum. Tujuh atau delapan tahun kemudian, Soat Lan akan menjadi seorang pendekar wanita. ---ooo0dw0ooo--- Bagian Keempat Suara suling mengalun di lembah Di Kwan Gwa (Luar Perbatasan) terdapat sebuah lembah, yang sangat indah menakjubkan. Bunga-bunga liar bermekaran segar dan sayup,sayup terdengar pula suara air terjun yang diiringi oleh kicauan burung. Mendadak terdengarlah suara suling, yang sangat merdu, dan siapa yang mendengar suara suling itu, pasti akan terbuai. siapa yang meniup suling di lembah yang sepi itu? Ternyata seorang anak gadis berusia sembilan tahun duduk di atas sebuab batu sambil meniup suling. Bukan main cantiknya gadis itu Wajahnya mulus kemerahmerahan, hidung mancung dan mulut kecil mungil, sepasang matanya bersinar terang, lembut dan sejuk. sebetulnya siapa anak gadis yang begitu cantik? Tidak lain putri kesayangan Kim siauw suseng dan Kou Hun Bijin, yang bernama siang Koan Goat Nio. Pagi ini setelah berlatih Giok Li Kiam (Ilmu Pedang Gadis Murni) dengan mempergunakan suling emas pemberian ayahnya, siang Koan Goat Nio lalu duduk di atas batu sambil meniup suling. Di saat sedang asyik meniup suling, mendadak gadis itu melihat sesuatu terjatuh dan atas pohon. segeralah ia melesat ke sana, sekaligus menyambut benda yang jatuh itu, yang ternyata seekor anak burung.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "ciit ciiiit Anak burung itu mencicit. "Ciauji (Anak Burung)"   Siang Koan Goat Nio membelainya seraya berkata.   "Kenapa engkau tidak berhati-hati Kalau tubuhmu membentur tanah, bukankah engkau akan terluka? Lain kali engkau harus hati-hati. sekarang aku akan menaruhmu kembali ke sarang."   Siang Koan Goat Nio melesat ke atas pohon, lalu menaruh anak burung itu ke dalam sarangnya.   setelah itu, barulah ia meloncat turun dan kembali duduk di atas batu, dan mulai meniup suling lagi.   Di saat Ia berhenti meniup sulingnya, Kim siauw suseng dan Kou Hun Bijin muncul sambil tertawa-tawa.   "Bagus, Nak ujar Kim siauw suseng. Engkau telah menguasai Toh Hun Mi Im (Suara Pembetot sukma) "   "Ayah, ibu"   Siang Koan Goat Nio tersenyum. Bukan main lembutnYa senyuman anak gadis "Nak"   Kou Hun Bijin membelainya dengan penuh kasih sayang.   "Engkau tidak melatih Giok Li Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Gadis Murni) dan Giok Li Kiam Hoat (Ilmu Pedang Gadis Murni)?"   "ibu, Goat Nio sudah berlatih tadi". siang Koan Goat Nio memberitahukan- "setelah itu, barulah Goat Nio meniup suling".   "oooh"   Kou Hun Bijin manggut-nanggut.   "Nak"   Kim siauw suseng menatapnya lembut.   "Engkau tidak berlatih Cap Pwee Kim siauw Ciat bat (Delapan BelasJurus Maut suling emas)?"   "sudah, Ayah". siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Goat Nio telah menguasai ilmu itu".   "Bagus"   Kim siauw suseng tertawa gembira.   "Engkau harus terus berlatih agar berkepandaian tinggi, jadi kami tidak akan khawatir kalau kelak engkau pergi berkelana". "Ayah"   Siang Koan Goat Nio tersenyum.   "Kalau tidak salah, Ayah dan ibu pernah memberitahukan pada Goat Nio, bahwa kepandaian Paman Cie Hiong sangat tinggi sekali. Apakah Paman Cie Hiong sudah tiada tanding di kolong langit?"   "Kira-kira begitulah"   Kim siauw suseng mengangguk. Tapi... dia sering mengalami cobaan-"   "Ayah pernah menceritakan itu. Goat Nio sangat kagum dan salut kepada Paman Cie hong, sebab dia begitu setia kepada Bibi Lim Ceng im."   "Dia pun berhati bajik, luhur dan mulia", tambah Kou Hun Bijin "lbu sayang sekali kepadanya."   "Ayah, ibu,"   Tanya siang Koan Goat Nio.   "sudah berapa lama tidak bertemu mereka?"   "Hampir sebelas tahun", jawab Kou Hun Bijin- "Entah mereka sudah mempunyai anak atau belum?"   Kim siauw suseng tersenyum.   "Aku yakin mereka sudah mempunyai anak. mungkin sebesar Goat Nio."   Suseng Kou Hun Bijin menatapnya.   "Terus terang, aku berharap dia mempunyai anak laki-laki"   "Kenapa engkau berharap begitu?"   Tanya Kim siauw suseng.   "Kalau mereka mempunyai anak laki-laki, aku percaya merupakan anak yang baik seperti ayahnya,"   Ujar Kou Hun Bijin sambil tertawa cekikikan.   "Maksudku ingin menjodohkan Goat Nio pada anak mereka itu"   "Eh? Bijin Kim siauw suseng tertawa geli.   "Putri kita baru berusia sembilan tahun, kenapa engkau sudah kalut tentang jodohnya?"   "Bukan kalut, melainkan memikirkannya", sahut Kou Hun Bijin sambil tertawa nyaring. Itu sudah merupakan kebiasaannya, namun siang Koan Goat Nio justru tidak ketularan kebiasaan ibunya itu.   "Aku sih setuju saja,"   Ujar Kim siauw suseng sambil melirik putrinya.   "Tapi itu juga harus tergantung pada mereka. Apabila mereka saling mencinta, memang tidak ada salahnya kita menjodohkan mereka."   "Ayah, ibu"   Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala.   "Usia Goat Nio baru sembilan tahun, kenapa sudah membicarakan perjodohan Goat Nio?"   "Kami adalah orang tuamu, sudah barang tentu harus memikirkan dan membicarakan mengenai perjodohanmu. Ya, kan?"   Sahut Kou Hun Bijin- "Terima kasih, ibu"   Ucap siang Koan Goat Nio sambil tertawa kecil.   "Namun terlampau dini membicarakannya".   "Nak"   Kou Hun Bijin menatapnya dalam-dalam.   "Engkau menyukai anak laki-laki yang bagaimana?"   "ibu...."   Wajah siang Koan Goat Nio kemerah-merahan- "Tidak apa-apa", desak Kou Hun Bijin "jawab sajaGoat Nio...."   Gadis itu menundukkan kepala sambil melanjutkan.   "Menyukai anak laki-laki yang lemah lembut, berhati bajik dan luhur, alim, kalem dan tidak ceriwis. Harus setia dan mencintaiku selama-lamanya."   "Nah, itu"   Kou Hun Bijin tertawa gembira.   "ibu...."   Siang Koan Goat Nio tercengang.   "Apa itu?"   "Tio Cie hong berhati bajik, luhur, dan... pokoknya dia serba baik. Begitu pula Lim Ceng Im isterinya, begitu setia dan sangat mencintai suaminya. Kalau mereka mempunyai anak laki-laki, tentunya akan seperti Tio Cie Hiong,"   Sahut Kou Hun Bijin dan menambahkan.   "Maka...."   Bijin Kim siauw suseng tertawa gelak.   "Kenapa engkau begitu kalut?"   "Aku tidak kalut, tapi menghendaki mantu yang baik. Ingat, Goat Nio adalah anak kita satu-satunya, maka kita harus menaruh perhatian pada perjodohannya."   "Benar. Kim siauw suseng manggut-manggut.   "Namun itu juga tergantung dan pilihannya kelak."   "Nak"   Kou Hun Bijin memandang putrinya sambil tersenyum.   "Tentunya kami tidak akan memaksa, bagaimana engkau saja kelak."   "ibu"   Siang Koan Goat Nio tersenyum.   "Goat Nio tidak pernah berjumpa dengan mereka, lagi pula belum tentu Paman Cie Hiong mempunyai anak laki-laki. seandainya Paman Cie Hiong mempunyai anak perempuan? itu bagaimana?"   "Tidak apa-apa". Kou Hun Bijin tertawa.   "Namun ibu yakin mereka mempunyai anak laki-laki, yang sangat tampan" ---ooo0dw0ooo--- "Ibu...."   Siang Koan Goat Nio tertawa geli.   "Ayah tidak salah, ibu meniang kalut sekali."   "Ibu memang harus kalut."   Kou Hun Bijin tertawa geli.   "Oh ya, masih ada Paman Toan dan Paman Lam Kiong. Mereka semua tinggal di Tayli, mungkin mereka juga sudah mempunyai anak."   "Ibu, kalau berjumpa semua, kita pasti ramai dan gembira sekali,"   Ujar Siang Koan Goat Nio.   "Benar. Entah kapan kita akan berjumpa mereka!"   Ujar Kim Siauw Suseng dan menambahkan, "Sam Gan Sin Kay tinggal di pulau Hong Hoang To, Tui Hun Lojin dan Lam Kiong hujin tinggal di Tayli, sedangkan Gouw Han Tiong telah bergabung dengan Kay Pang.   Kita sudah sepuluh tahun lebih tidak menginjak daerah Tionggoan, entah bagaimana keadaan rimba persilatan disana?"   "Ayah, bukankah di Tionggoan terdapat tujuh partai besar?"   Tanya Siang Koan Goat Nio mendadak.   "Partai mana yang paling terkenal?"   "Siauw Lim Pay,"   Sahut Kim Siauw Suseng.   "Selain Paman Cie Hiong, apakah masih ada orang lain berkepandaian tinggi sekali?"   "Ada."   Kou Hun Bijin memberitahukan.   "Tayli Lo Ceng dan It Sim Sin Ni, nenek Paman Cie Hiong!"   "Kepandaian siapa yang paling tinggi?"   "Tio Cie Hiong,"   Sahut Kim Siauw Suseng.   "Dia memang luar biasa, ilmu silat aliran manapun dapat dipahaminya hanya sekali pandang!"   "Oh?"   Siang Koan Goat Nio semakin kagum.   "Ayah, ingin sekali rasanya Goat Nio bertemu Paman Cie Hiong."   "Ha ha!"   Kim Siauw Suseng tertawa.   "Kalau dia mempunyai anak laki-laki, bukankah lebih baik engkau menemui anaknya?"   "Ayah..."   Wajah Siang Koan Goat Nio kemerah-merahan.   "Heran! Kelihatannya Ayah dan Ibu yakin sekali, bahwa Goat Nio akan berjodoh dengan anak mereka!"   "Kami memang berharap begitu?"   "Bagaimana seandainya anak itu buruk rupa? Apakah Goat Nio juga harus berjodoh dengan dia?"   "Anak mereka tidak mungkin buruk rupa,"   Ujar Kou Hun Bijin sambil tertawa.   "Sebab Tio Cie Hiong sangat tampan, dan isterinya cantik jelita. Tidak mungkin akan menghasilkan anak yang buruk rupa."   "Seandainya buruk rupa?"   "Itu...."   Kou Hun Bijin dan Kim Siauw Suseng saling memandang.   "Itu terserah padamu."   "Ayah dan Ibu setuju kalau Goat Nio menikah dengan orang yang buruk rupa?"   Tanya anak gadis itu mendadak.   "Tentunya tidak setuju;"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sahut Kou Hun Bijin.   "Namun kalau dia itu adalah anak Tio Cie Hiong, ibu masih menerimanya."   "Kalau Goat Nio tidak mau, sambung Siang Koan Goat Nio dengan tersenyum.   "Itu terserah engkau saja."   Kou Hun Bijin tertawa dan melanjutkan.   "Seandainya anak mereka itu tampan, berhati bajik, luhur dan mulia, itu pun terserah engkau, sebab kami sebagai orang tua hanya merestui, tidak bisa memaksa."   "Terima kasih atas pengertian Ibu dan Ayah!"   Ucap Siang Koan Goat Nio.   "Oh ya, Ayah! Kapan kita akan ke pulau Hong Hoang To?"   "Setelah engkau dewasa nanti,"   Jawab Kim Siauw Suseng.   "Ayah...."   Siang Koan Goat Nio tercengang.   "Kenapa harus menunggu Goat Nio dewasa?"   "Karena sekarang engkau harus giat belajar, untuk bekalmu berkelana kelak."   Kim Siauw Suseng memberitahukan.   "Dulu ayah dan Sam Gan Sin Kay dikenal sebagai Bu Lim Ji Khie, ayah awet muda, begitu pula ibumu."   "Tapi...."   Siang Koan Goat Nio menatap mereka.   "Kenapa kini Ayah dan Ibu tampak agak tua?" "Karena kami telah menikah, lagi pula sudah mempunyai anak."   Kim Siauw Suseng menjelaskan.   "Setelah menikah, kami tidak akan awet muda lagi."   "Oooh!"   Siang Koan Goat Nio manggut-manggut.   "Nak!"   Kou Hun Bijin memandangnya seraya berkata.   "Kelak engkau pasti berkecimpung didalam rimba persilatan. Perlu engkau ketabui, bahwa banyak kelicikan, kebusukan dan berbagai kejahatan dalam rimba persilatan. Maka, engkau harus berhati-hati, jangan gampang tergoda dan terpengaruh oleh rayuan manis. Sifat lelaki berbeda-beda, ada yang pandai bermuka-muka dan merayu, bahkan pandai berdusta dan lain sebagainya. Engkau harus menjauhi leiaki yang begitu macam."   "Ya, Ibu."   Siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Oh ya!"   Kim Siauw Suseng teringat sesuatu.   "Bijin, aku mempunyai suatu ide, entah engkau setuju atau tidak?"   "Apa idemu?"   Tanya Kou Hun Bijin heran.   "Putri kita memang cantik sekali, tentu banyak pemuda yang berusaha mendekatinya,"   Jawab Kim Siauw Suseng sambil tersenyum.   "Bagaimana kalau kelak Goat Nio berdandan sebagal anak laki-laki?"   "Itu...."   Kou Hun Bijin memandang putrinya.   "ide yang bagus, Ayah."   Ujar Siang Koan Goat Nio sambil tertawa kecil.   "Goat Nio akan berdandan sebagai anak lelaki, bahkan berpakaian kumal dan wajahnya pun dibikin kotor. Setelah bertemu pemuda idaman hati, barulah Goat Nio berdandan biasa."   "Ngmm!"   Kim Siauw Suseng manggut-manggut.   "Bagus, bagus! Jadi engkau pun bisa menyelami hati anak laki-laki." "Benar."   Kou Hun Bijin tertawa gembira.   "Ibu akan mengajarmu cara merias wajah, sehingga wajahmu tampak tidak karuan."   "Terima kasih, Ibu!"   Ucap Siang Koan Goat Nio.   "Hi hi hi!"   Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. Kim Siauw Suseng menatapnya sambil menggelenggelengkan kepala.   "Untung sifat burukmu ini tidak menurun kepada Goat Nio!"   Ujarnya.   "Maklum,"   Sahut Kou Hun Bijin dan tertawa lagi.   "Itulah ciri khasku, maka aku dijuluki Kou Hun Bijin. Hi hi hi...!" -oo0dw0oo- Kini Siang Koan Goat Nio bertambah giat berlatih. Hari ini Ia berlatih Giok Li Ciang Hoat, Kiam Hoat, Cap Pwee Kim Siauw Ciat bat dan ilmu pukulan lain, ajaran Kwan Gwa Siang Koay dan Lak Kui. Di saat anak gadis itu sedang berlatih, muncullah Kwan Gwa Siang Koay dan Lak Kui, dan mereka menyaksikannya dengan penub perhatian, kemudian manggut-manggut.   "Paman, Paman!"   Seru Siang Koan Goat Nio ketika berhenti berlatih.   "Nona Goat Nio,"   Sahut mereka sambil tertawa gembira.   "Kepandaianmu sudah maju pesat."   "Oh?"   Siang Koan Goat Nio tersenyum lalu duduk di bawah sebuah pohon.   "Paman semua sudah tiada kepandaian lain untuk diajarkan pada Goat Nio?"   "Sebetulnya masih ada, tapi...."   Siluman Kurus menggelengkan kepala.   "Tidak sesuai untuk diajarkan kepadamu."   "Kenapa?"   Siang Koan Goat Nio tercengang. "Ilmu andalan kami berdua adalah Tok Im Ciang (Ilmu Pukulan Dingin Beracun), yang akan merusak sepasang tanganmu yang putih halus, jadi tidak boleh diajarkan kepadamu,"   Siluman Kurus memberitahukan.   "Apa lagi ilmu andalan kami berenam,"   Sambung Kwan Gwa Lak Kui.   "Itu adalah Ku Lu Ciang-hoat (Ilmu Pukulan Tengkorak), juga tidak boleh diajarkan kepadamu."   "Oooh!"   Siang Koan Goat Nio manggut-manggut.   "Paman semua, Goat Nio ingin menanyakan sesuatu, boleh kan?"   "Tentu boleh,"   Sahut Siluman Gemuk.   "Tanyalah!"   "Betulkah Paman Cie Hiong berkepandaian tinggi sekali?"   Ternyata ini yang ditanyakan Siang Koan Goat Nio "Betul."   Kwan Gwa Siang Koay mengangguk.   "Walau kami semua mengeroyoknya, mungkin kami hanya bisa bertahan sampai lima puluh jurus.   "Haaah...?"   Siang Koan Goat Nio terbelalak.   "Paman Cie Hiong begitu hebat sekali?"   "Tidak salah."   Siluman Gemuk manggut-manggut dan memberitahukan "Bu Lim Sam Mo, yang sangat terkenal itu, malah mati karena menyerangnya.   "Apa?!"   Siang Koan Goat Nio tertegun.   "Kenapa bisa begitu?"   "Karena Cie Hiong memiliki Kan Kun Taylo Sin Kang."   Siluman Gemuk menjelaskan.   "Kan Kun Taylo Sin Kang dapat membalikkan lweekang orang yang menyerangnya. Sebetulnya pada waktu itu Cie Hiong tidak berniat membunuh Bu Lim Sam Mo, namun Bu Lim Sam Mo yang cari mati karena menyerangnya dengan Iweekang sepenuhnya. Maka lweekang itu balik menyerang diri mereka sendiri, sehingga membuat mereka bertiga luka parah, dan akhirnya mati." "Kalau begitu, Paman Cie Hiong boleh dikatakan tiada tanding di kolong lagit, bukan?"   "Benar."   Siluman Gemuk mengangguk.   "Namun Tio Cie Hiong tidak pernah memamerkan kepandaiannya bahkan tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan mereka tinggal di pulau Hong Hoang To."   "Goat Nio sudah tahu itu,"   Ujar anak gadis itu.   "Ayah dan ibu yang memberitahukan."   "Nona Goat Nio,"   Ujar Kwan Gwa Siang Koay sungguhsungguh.   "Tio Cie Hiong memang berhati bajik, luhur dan mulia. Kami sangat kagum, salut dan menghormatinya. Lagi pula dia sangat setia terhadap cinta, tidak pernah tergoda oleh gadis lain. Padahal banyak sekali anak gadis jatuh cinta kepadanya, namun dia hanya mencintai Lim Ceng Im."   "Paman tahu mereka sudah mempunyai anak belum?"   Tanya Siang Koan Goat Nio mendadak.   "Ha ha!"   Kwan Gwa Siang Koay tertawa.   "Selama ini kami semua tidak pernah meninggalkan lembah ini, bagaimana mungkin kami mengetahuinya?"   "Aku yakin mereka sudah mempunyai anak,"   Ujar Tiau Am Kui.   "Hanya saja tidak tahu anak laki-laki atau permpuan."   "Kalau anak laki-laki, pasti seperti Tio Cie Hiong,"   Sambung Siluman Gemuk dengan tertawa.   "Apabila anak perempuan, pasti cantik jelita."   "Oh ya?"   Siang Koan Goat Nio tersenyum.   "Kalau anak mereka laki-laki, mungkin berusia sekitar sepuluh tahun, seusia denganmu,"   Ujar Siluman Kurus dan menambahkan.   "Nona Goat Nio, mudahmudahan engkau berjodoh dengan dia!" "Heran!"   Wajah Siang Koan Goat Nio kemerah-merahan.   "Ayah dan Ibu berharap begitu, kalian pun sama! Kenapa sih begitu?"   "Nona Goat Nio,"   Ujar Siluman Gemuk sungguh-sungguh.   "Engkau harus tahu, Tio Cie Hiong berhati bajik, luhur dan mulia, maka anaknya pasti juga begitu. Tio Cie Hiong tampan dan isterinya cantik jelita, tentunya anaknya pasti ganteng, bahkan... mungkin juga dia menggunakan suling pualam. Sedangkan engkau menggunakan suling emas. Bukankah cocok sekali?"   "Paman semua juga harus tahu, bahwa belum tentu mereka mempunyai anak laki-laki. Seandainya mereka mempunyai anak perempuan, sudah barang tentU Goat Nio akan jadi kecewa."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Benar."   Siluman Gemuk manggut-manggut.   "Mudah2an mereka mempunyai anak laki-laki yang ganteng, berhati bajik, luhur dan mulia!"   "Oh ya,"   Ujar Siluman Kurus sungguh-sungguh.   "Kelak engkau berkecimpung dalam rimba persilatan harus berhatihati, jauhilah pemuda yang pandai bermuka-mUka dan pandai merayu! Pemud yang bertipe semacam itu, kebanyakan suka mempermainkan kaum gadis. Nah, engkau harus hati-hati."   "Terima kaSih atas nasihat Paman!"   Ucap Siang Koan Goat Nio dan memberitahukan.   "Ayah Goat Nio mempunyai suatu ide...."   "Ide apa?"   "Kelak di saat Goat Nio berkelana, Goat Nio akan berdandan sebagai anak laki-laki...."   "Menurut aku, itu tidak perlu,"   Potong Siluman Kurus.   "Kenapa?"   Tanya Siang Koan Goat Nio. "Kalau engkau berdandan seperti itu, otomatis engkau tidak bisa menyelami hati kaum pemuda,"   Jawab Siluman Kurus.   "Namun apabila engkau berdandan seperti kaum gadis umumnya, tentu banyak pemuda akan mendekatimu. Nah, engkau dapat menyelami hati mereka, sekaligus tahu pula sifat, watak dan gerak-gerik mereka, bukan?"   "Benar juga."   Siang Koan Goat Nio manggut-manggut.   "Tentang ini akan dirundingkan kelak?"   "Ha ha ha!"   Mendadak terdengar suara tawa, kemudian muncullah Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Bijin. Kwan Gwa Siang Koay dan Lak Kui segera memberi hormat, lalu melangkah ke belakang.   "Kami telah mendengar pembicaraan kalian,"   Ujar Kou Hun Bijin sambil tertawa nyaring.   "Tidak disangka, kalian bisa memberi nasihat kepada Goat Nio!"   "Bijin,"   Sahut Kwan Gwa Siang Koay.   "Terus terang, kami sangat menyayangi Goat Nio. Karena itu, kami harus memberi nasibat kepadanya."   "Bagus, bagus!"   Kou Hun Bijin tertawa gembira.   "Terima kasih atas kasih sayang kalian terhadap Goat Nio!"   "Sama-Sama,"   Ucap Kwan Gwa Siang Koay.   "Ilmu andalan kalian adalah Tok Im Ciang dan Ku Lu Ciang Hoat, itu memang tidak bisa diturunkan kepada Goat Nio,"   Ujar Kou Hun Bijin sungguh.sungguh.   "Namun setahuku, kalian memiliki ginkang yang cukup tinggi. Nah, ajarkan ginkang kalian kepada Goat Nio!"   "Benar. kwan Gwa Siang Koay tertawa gembira.   "kenapa kami tidak memikirkan itu?"   "Terima kaSih, Paman!"   Ucap Siang Koan Goat Nio. "Ha ha ha!"   Kwan Gwa Siang Koay dan Lak Kui tertawa gelak.   "Kalau begitu, mulai besok kami akan mengajarmu ginkang tingkat tinggi."   "Terima kasih!"   Ucap Siang Koan Goat Nio lagi.   "Goat Nio!"   Kou Hun Bijin menatapnYa sambil tersenyum.   "Mereka juga setuju jodohmu adalah anak Tio Cie Hiong."   "Ibu...."   Siang Koan Goat Nio cemberut.   "Kenapa Ibu terus kalut karena urusan itu?"   "Hi hi hi!"   Kou Hun Bijin tertawa nyaring.   "Orang tua mana yang tidak kalut akan perjodohan anaknya?"   "Ibu,"   Ujar Siang Koan Goat Nio sungguh-sungguh.   "Kalau berjodoh, pasti ketemu. Tidak berjodoh, di depan mata pun tidak akan ketemu."   "Ha ha ha!"   Kim Siauw Suseng tertawa gelak.   "Kami akan mempertemukan kalian."   "Maksud Ayah?"   "Setelab engkau dewasa kelak, akan kami ajak ke pulau Hong Hoang To. Nah, bukankah engkau akan bertemu dia?"   "Ayah!"   Siang Koan Goat Nio tertawa geli.   "Siapa tahu anak mereka perempuan, Ayah dan Ibu pasti jatuh terduduk di pulu Hong Hoang To!"   "Kami yakin...,"   Ujar Kwan Gwa Siang Koay mendadak.   "Mereka pasti mempunyai anak laki-laki. Sebab suling pualam akan berjodoh dengan suling emas, dan itu tidak akan salah."   "Betu!."   Kou Hun Bijin tertawa.   "Hi hi hi! Tio Cie Hiong memiliki sebatang suling pualam, pasti diberikan kepada anaknya."   "Heran?"   Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala.   "Kenapa Ayah, Ibu dan Paman semua terus mendesak Goat Nio?" "Kami senang apabila jodohmu adalah anak Tio Cie Hiong,"   Sahut Kwan Gwa Siang Koay sambil tertawa.   "Ha ha ha...." -oo0dw0oo- Siang Koan Goat Nio terus ber1atih ginkang, yang diajarkan Kwan Gwa Siang Koay dan Lak Kui. Tampak bayangannya berkelebat kesana-kemari laksana kilat. Itu sangat mengejutkan burung-burung, yang bertengger di dahan, dan seketika juga burung-burUng itu berterbangan ke udara. Gadis itu berhenti berlatih, lalu memandang burung-burung itu sambil berseru.   "Jangan takut, aku cuma berlatih ginkang! Tidak mengganggU kalian sama sekali! Kalian tidak usah takut!"   Setelah berseru begitu, ia lalu duduk di bawah pohon. Mendadak ia teringat akan apa yang dikatakan kedua orang tuanya, dan seketika wajahnya tampak agak kemerahmerahan.   "Aku masih kecil, namun Ayah dan Ibu malah terus membicarakan perjodohanku serta agak mendesak pula,"   Gumam Siang Koan Goat Nio.   "Mungkinkah Paman Cie Hiong mempunyai anak laki-laki?"   Siang Koan Goat Nio kelihatan sedang berpikir, lama sekali baru mulai bergumam lagi.   "Kalau anak laki-laki, benarkah tampan dan berhati bajik, luhur serta mulia? Apakah jodohku benar dia?"   Siang Koan Goat Nio mengge1eng~gelengkan kepala, kemudian tersenyum sambil menepuk keningnya.   "Usiaku baru sembilan tahun, kenapa harus memikirkan anak laki-laki? Sungguh menggelikan!"   Siang Koan Goat Nio mengeluarkan suling emasnya, lalu ditiupnya.   Begitu lembut dan menggetarkan kalbu alunan suara suling itu, sehingga burung-burung yang berterbangan tadi mulai bertengger lagi di dahan, lalu berkicau-kicau mengiringi alunan suara suling itu.   Berselang beberapa saat, barulah ia berhenti meniup suling itu, lalu memandang burung-burung yang bertengger di dahan.   "Bagaimana? Sedap didengarkan suara sulingku?"   "Memang sedap didengar."   Terdengar suara sahutan, yang disusul oleh suara tawa yang cekikikan. Kemudian muncullah Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Bijin.   "Ayah, Ibu!"   Panggil Siang Koan Goat Nio.   "Hi hi hi!"   Kou Hun Bijin tertawa nyaring.   "Nak, engkau memikirkan apa tadi?"   Wajah gadis itu kemerah-merahan.   "Goat Nio tidak memikirkan apa-apa,"   Katanya.   "Jangan bohong!"   Kou Hun Bijin menatapnya sambil tersenyum lembut.   "Kami telah mendengar apa yang engkau gumamkan."   "Itu..."   Wajah Siang Koan Goat Nio bertambah merah.   "Ha ha ha! Hi hi hi!"   Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Bijin tertawa.   "Mulai berpikir, kan?"   "Gara-gara Ayah dan Ibu sih!"   Siang Koan Goat Nio cemberut.   "Pikiran Goat Nio menjadi terganggu!"   "Tidak apa-apa, tidak apa-apa."   Sahut Kou Hun Bijin sambil tertawa.   "Wajar bagi seorang anak gadis memikirkan anak laki-laki."   "Bijin!"   Kim Siauw Suseng meng-geleng2kan kepala.   "Usianya baru sembilan tahun, belum waktunya dia memikirkan anak laki-laki."   "Sekarang ayah bisa omong begitu, tapi kenapa tempo hari terus membicarakan jodoh Goat Nio?"   Tegur gadis itu. "Eh? Itu... itu... ."   Kim Siauw Suseng tergagap sambil melirik Kou Hun Bijin.   "Hi hi!"   Kou Hun Bijin tertawa.   "Nak, kami hanya membicarakan, namun tidak menyuruhmu berpikir lho!"   "Ayah dan Ibu terus membicarakan itu, sudah barang tentu membuat Goat Nio memikirkannya."   "Benar, benar,"   Kou Hun Bijin manggut-manggut.   "Memang ada baiknya engkau memikirkannya, jadi ibu dan ayahmu pun punya harapan."   "Harapan apa?"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Siang Koan Goat Nio cemberut.   "Itu tuh!"   Kou Hun Bijin tertawa nyaring.   "Hi hi hi... ." -oo0dw0oo- Bagian Kelima Partai Keadilan Bagaimana Yo Suan Hiang yang telah meninggalkan pulau Hong Hoang To menuju ke Tionggoan? Ternyata setibanya di Tionggoan, a langsung ke markas pusat Kay Pang menemui Lim Peng Hang, ketua partai Pengemis. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong menyambut kedatangannya dengan penuh kegembiraan dan kehangatan.   "Silakan duduk, Suan Hiang!"   Ucap Lim Peng Hang ramah.   "Terima kasih, Lim Pangcu!"   Yo Suan Hiang duduk.   "Bagaimana kabar mereka, yang berada dipulau Hong Hoang To?"   Tanya Lim Peng Hang sambil tersenyum.   "Semua baik-baik saja.   "Suan Hiang!"   Lim Peng Hang memandangnya.   "Bagaimana keadaan ayahku, apakah baik-baik saja?" "Beliau baik-baik saja."   Yo Suan Hiang tersenyum.   "Setiap hari pasti bermain catur dengan guruku.   "Oooh?"   Lim Peng Hang manggut-manggut gembira.   "Suan Hiang,"   Tanya Gouw Han Tiong.   "Bagaimana Tio Bun Yang? Apakah kepandaiannya telah maju pesat?"   "Anak itu memang cerdas sekali"   Yo Suan Hiang memberitahukan "Dia telah menguasai Semua kepandaian ayahnya."   "Oh?"   GouW Han Tiong tertawa.   "Ayahnya begitu cerdas, tentunYa dia pasti cerdas pula."   "Kakak Cie Hiong mernang luar biasa,"   Ujar Yo Suan Hiang.   "Sebelum aku berangkat ke mari, dia telah menciptakan ilmu pedang Cit Loan Kiam Hiat, yang sangat lihay sekali.   "Oh?"   Lim Peng Hang tertegUn.   "Ilmu Pedang Pusing Tujuh Keliling?"   "Ya."   Yo Suan Hiang mengangguk.   "Dia mengajarkan ilmU pedang tersebut dan Kiu Kiong San Tian Pou.   "Kalau begitu...."   Gouw Han Tiong tertawa.   "Kepandaianmu pasti sudah tinggi sekali."   "Tinggi sekali sih tidak, namun dapat menjaga diri,"   Ujar Yo Suan Hiang merendah.   "Oh ya!"   Lim Peng Hang tersenyum seraya berkata.   "Suan Hiang, maukah engkau perlihatkan ilmu pedang Cit Loan Kiam bat itu?"   "TentU mau."   Yo Suan Hiang mengangguk sambil bangkit berdiri.   Ia berjalan ketengah-tengah ruangan itu, lalu menghunus pedangnya dan mulai mempertunjukkan ilmu pedang tersebut.   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong menyaksikannya dengan penuh perhatian, namun kemudian merasa berkunang~kunang dan pusing.   Mereka saling memandang dengan mata terbelalak.   Berselang sesaat, Yo Suan Hiang berhenti dan kembali ke tempat duduknya seraya bertanya.   "Bagaimana ilmu pedang Cit Loan Kiam Hoat itu?"   "Sungguh luar biasa!"   Sabut Lim Peng Hang sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku tidak menyangka, kalau Tio Cie Hiong mampu menciptakan ilmu pedang, yang begitu dahsyat dan lihay."   "Bukan main itu!"   Gouw Han Tiong menghela nafas panjang, kemudian menambahkan.   "Aku yakin Tio Bun Yang pasti seperti ayahnya."   "Menurut Kakak Cie Hiong, anak itu malah lebih cerdas dan dirinya"   Yo Suan Hiang memberitahukan.   "Ceng Im pun bilang begitu."    Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo Pendekar Tongkat Liongsan Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini