Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 20


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 20


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   Sahut Tio 'Im Seng sambil menggeleng-gelengkan kepala, kemudian menambahkan.   "Para anggota Kui Bin Pang itu telah muncul, pertanda perkumpulan itu sudah punya ketua. Karena itu...."   "Hi hi hi!"   Kou Hun Bijin tertawa nyaring "Tio Tocu, engkau khawatir perkumpulan itu akab ke mari menuntut balas?"   "Kalau terjadi itu, bukankah ketenangan Pulau Hong Hoang To ini akan terusik?"   Sahut Tay Seng sambil menghela nafas panjang.   "Kita semua ingin hidup tenang dan damai di sini.' "Paman,"   Ujar Tio Cie Hiong.   "Kui Bin Pang itu sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi atas diri ketua yang dulu. tentunya mereka tidak akan ke mari menuntut balas."   "Tapi biar bagaimanapun, kita harus berjaga-jaga,"   Sahut Tio Tay Seng sungguh-sungguh.   "Ha ha ha!"   Sam Gan Sin Kay tertawa gelak.   "Tio Tocu, kalau Kui Bin Pang ke mari, kita habiskan saja mereka."   "Pengemis bau...."   Tio Tay Seng menggeleng-geengkan kepala.   "Engkau harus tahu, para anggota Kui Bin Pang dan ketuanya berkepandaian tinggi sekali. Terus terang, kemungkinan besar aku bukan tandingan ketuanya."   "Hi hi hi!"   Kou Hun Bijin tertawa cekikikan.   "Tio Tocu, kenapa engkau berubah menjadi pengecut?"   "Bijin!"   Tio Tay Seng tersenyum getir.   "Aku tidak berubah menjadi pengecut, melainkan memikirkan ketenangan pulau ini."   "Sudahlah!"   Tandas Kim Siauw Suseng.   "Belum tentu mereka itu para anggota Kui Bin Pang. kalaupun benar, kita tidak usah takut."   "Tapi...."   Tio Tay Seng menghela nafas panjang.   "Apabila Kui Bin Fang muncul di rimba persilatan, pasti akan terjadi pula bencana di rimba persilatan." "Paman,"   Ujar Tio Cie Hiong.   "Itu urusan rimba persilatan, kita tidak usah mencampurinya."   "Ngmmm!"   Tio Tay Seng manggut-manggut. Sementara Lie Ai Ling diam saja dengan pikiran menerawang. Apa yang mereka bicarakan bagaikan angin lalu, sebab pikirannya terus mengarah pada Sie Keng Hauw yang telah mencuri hatinya.   "Ai Ling!"   Tio Hong Hoa menatapnya seraya bertanya.   "Kenapa engkau melamun. Apa yang engkau pikirkan?"   "Ibu...."   Wajah Lie Ai Ling agak kemerah merahan.   "Yatsumi tidur di kamar mana?"   "Itu..."   Pikir Tio Hong Hoa sejenak.   "Sekamar saja dengan Hui San dan Bokyong Sian Hoa."   "Kalau begitu, aku akan mengantarnya ke kamar untuk beristirahat,"   Ujar Lie Ai Ling sambil menarik Yatsumi ke dalam. Perlahan-lahan Lie Ai Ling membuka pintu kamar itu, dilihatnya Lu Hui San dan seorani gadis duduk di situ.   "Ai Ling"   Panggil Lu Hui San gembira.   "Hui San!"   Lie Ai Ling menggenggam tangannya erat-erat.   "Engkau kok agak kurusan?"   "Aku...."   Lu Hui San menghela nafas panjang "Oh ya, mari kuperkenalkan! Ini adalah Bokyon Sian Hoa, berasal dari Manchuria."   "Selamat bertemu, Sian Hoa!"   Ucap Lie ai Ling sambil memberi hormat, lalu memperkenalkan Yatsumi.   "Dia berasal dari Jepang, namanya Yatsumi"   "Selamat bertemu Nona Hui San dan Non Sian Hoa!"   Ucap Yatsumi sambil membungkuk badannya. "Hi hi hi!"   Bokyong Sian Hoa tertawa geli, sekaligus balas memberi hormat dengan cara menjura.   "Kenapa engkau membungkukkan badanmu dalam-dalam begitu?"   "Ini cara Bangsa Jepang memberi hormat,"   Sahut Yatsumi memberitahukan sambil tersenyum.   "Ooh!"   Bokyong Sian Hoa manggut-manggut, kemudian bertanya kepada Lie Ai Ling.   "Engkau bertemu Kakak Bun Yang?"   "Tidak."   Lie Ai Ling menggelengkan kepala.   "Tapi dia bertemu seorang pemuda tampan. Mereka berdua sudah saling jatuh hati,"   Sela Tatsumi memberitahukan.   "Eh? Engkau kok begitu banyak mulut sih?"   Tegur Lie Ai Ling sambil melotot.   "Ai Ling!"   Lu Hui San tampak gembira.   "Siapa pemuda itu? Betulkah kalian berdua sudah saling jatuh hati?"   "Dia bernama Sie Keng Hauw, kami berdua...."   Lie Ai Ling tidak melanjutkan ucapannya, Mainkan tampak tersipu.   "Apa?"   Lu Hui San tersentak.   "Pemuda itu bernama Sie Keng Hauw?"   "Engkau kenal dia?"   Lie Ai Ling heran.   "Mungkinkah dia putra pamanku?"   Sahut Lu Hui San.   "Tentunya engkau masih ingat, pamanku adalah Sie Kuang Han."   "Ooooh!"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Aku ingat sekarang, pantas aku merasa pernah mendengar nama itu! Ternyata dia putra pamanmu Sungguh di luar dugaan!"   "Ai Ling..."   Bisik Lu Hui San.   "Ingat, engkau tidak boleh membuka tentang hubunganku dengan Lu Thay Kam!"   "Jadi...."   Lie Ai Ling terbelalak.   "Hingga kini dia belum tahu ayah angkatmu adalah Lu Tha Kam?" "Dia sama sekali tidak tahu,"   Sahut Lui Hu San dengan suara rendah.   "Kalau dia tahu, entah apa yang akan terjadi? Sebab dia sangat men dendam kepada ayah angkatku itu."   "Jangan khawatir!"   Lie Ai Ling tersenyum "Aku tidak akan memberitahukan tentang itu. oh ya, ayahku sudah tahu?"   "Tentu, tahu,"   Sahut Lu Hui San.   "Karena ayahmu mantan wakil ayah angkatku."   "Oh?"   Lie Ai Ling terbelalak.   "Ayahmu..."   Tutur Lu Hui San dan menambahkan.   "Namun ayahmu sama sekali tidak membuka rahasiaku itu."   "Oooh!"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Baik lah. Aku akan ke kamar untuk beristirahat sebentar. Kalau engkau berjumpa Keng Hauw lalu ajaklah dia ke mari!"   "Baik."   Lie Ai Ling mengangguk, lalu melangkah ke kamarnya. Begitu memasuki kamarnya ia terbelalak karena melihat kedua orang tua sudah menunggu di situ.   "Ayah, Ibu!"   "Ai Ling,"   Sahut Tio Hong Hoa sambil tersenyum lembut.   "Duduklah!"   Lie Ai Ling duduk di sebelah ibunya dengan kepala tertunduk. Gadis itu yakin ibunya akan tanya ini dan itu kepadanya.   "Ai Ling!"   Tio Hong Hoa menatapnya seraya bertanya.   "Betulkah engkau bertemu seorang pemuda, bahkan kalian berdua sudah saling jatuh hati?"   "Ya."   Lie Ai Ling mengangguk malu-malu.   "Siapa pemuda itu?"   Tanya Lie Man Chiu.   "Apakah dia pemuda yang baik?"   "Dia bernama Sie Keng Hauw. Menurut aku dia memang pemuda yang baik,"   Jawab Lie Ai ling dan menambahkan. "Justru sungguh di luar dugaan, ternyata pemuda itu saudara Hui San."   "Oh?"   Lie Man Chiu tertegun.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Dari mana engkau tahu?"   "Tadi Hui San memberitahukan, maka aku pun ingat...."   Lie Ai Ling memberitahukan sekaligus menutur tentang itu.   "Ooooh!"   Lie Man Chiu manggut-manggut sambil tersenyum, kemudian berpesan.   "Ai Ling, engkau tidak boleh memberitahukan kepada Hay Thian bahwa Lu Thay Kam adalah ayah angkat Hui San."   "Tadi Hui San juga berpesan begitu,"   Ujar Lie Ai Ling melanjutkan.   "Aku pun tak menyangka jikalau Ayah pernah jadi wakil ayah angkatnya."   "Ai Ling...."   Lie Man Chiu menghela nafas panjang.   "Itu telah berlalu, jangan diungkit lagu"   "Ya, Ayah."   Lie Ai Ling mengangguk.   "Ai Ling!"   Tio Hong Hoa menatapnya lembut "Apabila engkau bertemu lagi dengan pemuda itu, ajaklah dia ke mari menemui ibu dan ayah!"   "Ibu...."   Wajah Lie Ai Ling berseri.   "Besok aku akan berangkat ke markas pusat Kay Pang sebab Goat Nio masih menunggu di sana. Lagi pula Keng Hauw akan ke markas pusat Kay Pang menemuiku. Aku... aku harus segera berangkat ke sana."   "Baik,"   Pesan Lie Man Chiu sungguh-sungguh "Setelah kalian berjumpa, ajaklah dia ke mari!"   "Ya, Ayah."   Lie Ai Ling mengangguk. Keesokan harinya, Lie Ai Ling berpamit ke pada semua orang.   "Ai Ling, kalau engkau bertemu Bun Yang dan Goat Nio, ajaklah mereka pulang!"   Pesan Lim Ceng Im. "Seandainya cuma bertemu Goat Nio...."   Kou Hun Bijin juga ikut berpesan pada gadis itu "Biarlah dia tetap di markas pusat Kay Pang menunggu Bun Yang."   "Ya."   Lie Ai Ling mengangguk.   "Ai Ling!"   Sam Gan Sin Kay menatapnyi seraya berkata.   "Sampaikan pesanku kepada Peng Hang, bahwa menyuruh dia menyelidiki Kui Biu Pang!"   Lie Ai Ling mengangguk lagi, dan setelah itu barulah berangkat. Lie Man Chiu, Tio Hong Hoa, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im mengantarnya sampai di luar rumah.   "Syukurlah dia sudah punya kekasih!"   Ucap m Cie Hiong setelah Lie Ai Ling tidak kelihatan.   "Memang sungguh di luar dugaan!"   Sahut Lie lan Chiu sambil tersenyum.   "Pemuda itu saudara Li Hui San!" 'Oh, ya?"   Tio Cie Hiong tertegun.   "Kok engkau tahu?"   "Ai Ling yang beritahukan,"   Sahut Lie Man hiu menjelaskan.   "Pemuda itu bernama Sie Keng Kauw, putra Sie Kuang Han, paman Lu Hui San."   "Aku jadi bingung nih,"   Ujar Lim Ceng Im dengan kening berkerut.   "Hui San bermarga Lu, sedangkan Keng Hauw bermarga Sie. Kok ayah Seng Hauw adalah paman Hui San?"   "Perlu kuberitahukan..."   Ujar Lie Man Chiu n menutur, kemudian menambahkan.   "Kini kalian sudah tahu ayah angkat Hui San adalah Lu lay Kam, namun jangan menceritakan kepada Hay Thian!"   "Ooh!"   Tio Cie Hiong manggut-manggut.   "Tenyata begitu! Baiklah. Kami tidak akan menceritakan tentang itu kepada Hay Thian."   "Tapi...."   Lim Ceng Im mengerutkan kening.   "Kelak Hay Thian pasti mengetahuinya." "Itu urusan kelak, lagi pula Hay Thian mungkin sudah mencintai Hui San,"   Sahut Tio Hong Hoa "Mudah-mudahan!"   Ucap Tio Cie Hiong sambil menghela nafas panjang.   "Kini yang kupikirkan adalah Kui Bin Pang itu." ---ooo0dw0oo--- Bagian ke tiga puluh sembilan Menanti dengan penuh kesabaran Di ruang depan markas pusat Kay Pang, tampah Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong sedang duduk sambil bercakapcakap.   "Entah Bun Yang berhasil menyusul Goat Nio apa tidak?"   Ujar Lim Peng Hang sambil menghela nafas panjang.   "Aku justru khawatir mereka tidak bertemu"   Sahut Gouw Han Tiong.   "Sebab Gunung Thian San begitu luas, tinggi dan udaranya dingin. Cara bagaimana Bun Yang bisa mencarinya?"   "Itu...."   Lim Peng Hang menggeleng-geleng kan kepala. Di saat bersamaan, muncul seorang pengemis tua menghadap mereka. Setelah memberi hormat pengemis itu melapor.   "Pangcu, ada seorang pemuda berkunjung kemari."   "Oh?"   Lim Peng Hang tercengang.   "Siapa pemuda itu? Mau apa dia berkunjung ke mari?"   "Dia bernama Sie Keng Hauw, ingin menemui Lie Ai Ling."   "Kalau begitu..."   Pikir Lim Peng Hang sejenak.   "Suruh dia masuk!"   "Ya, Pangcu."   Pengemis tua itu memberi hormat lalu melangkah pergi. Tak lama muncullah Sie Keng Hauw.   "Pangcu!"   Sie Keng Hauw menjura.   "Terimalah hormatku!" "Silakan duduk!"   Sahut Lim Peng Hang sambil menatapnya tajam.   "Terimakasih!"   Ucap Sie Keng Hauw lalu duduk.   "Anak muda, sebetulnya siapa engkau?"   Tanya iuw Han Tiong.   "Bolehkah engkau menjelas-n/ "Namaku Sie Keng Hauw. Aku pernah bertemu Lie Ai Ling dan gadis Jepang itu."   Sie Keng Hauw memberitahukan.   "Dia yang berpesan kepadaku ke mari menunggunya, karena dia sedang mengantar gadis Jepang itu ke Pulau Hong Hoang to "   "Ooh!"   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Tapi dia belum ke mari, mungkin masih dalam perjalanan menuju ke sini."   "Kalau begitu...."   Sie Keng Hauw bangkit dari tempat duduknya.   "Aku mohon diri saja. Beberapa hari kemudian, aku akan ke mari lagi."   "Begini saja,"   Ujar Gouw Han Tiong mengusulkan.   "Lebih baik engkau tinggal di sini menunggunya, jadi engkau tidak usah repot ke sana ke mari!"   "Tapi akan merepotkan Paman-paman."   "Tidak apa-apa."   Lim Peng Hang tertawa gelak.   "Engkau boleh tinggal di sini menunggu Ai Ling. Oh ya, bolehkah kami tahu siapa orang tuamu?"   "Ayahku bernama Sie Kuang Han."   Sie Keng Hauw memberitahukan.   "Ooh!"   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Oh ya!"   Sie Keng Hauw teringat sesuatu, dia langsung memberitahukan.   "Aku juga kenal Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat Nio. Mereka yang membawa Hui San pergi menemui ayahku.' "Oh?"   Wajah Lim Peng Hang berseri.   "Sungguh diluar dugaan, engkau juga kenal cucuku!" "Apa?"   Sie Keng Hauw tertegun.   "Bun Yang adalah cucu Paman?"   "Benar."   Lim Peng Hang manggut-manggut "Ibunya adalah putriku. Oh ya, engkau juga kena! Lu Hui San?"   "Terus terang, Hui San dan aku bersaudara."   Sie Keng Hauw menjelaskan.   "Ayahku dan ayah nya adalah saudara kandung."   "Oooh!"   Lim Peng Hang manggut-manggut lagi.   "Ternyata begitu! Tak disangka Lu Thay Kam adalah ayah angkatnya!"   "Paman, apakah Bun Yang, Goat Nio dan Hui .San tidak berada di sini?"   Tanya Sie Keng Hauw.   "Mereka tidak berada di sini. Hui San berada di Pulau Hong Hoang To, sedangkan Bun Yang dan Goat Nio...."   Lim Peng Hang memberitahukan.   "Oooh!"   Sie Keng Hauw manggut-manggut.   "Keng Hauw,"   Ujar Gouw Han Tiong mendadak sambil tersenyum.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Engkau jangan memanggil kami paman, harus memanggil kami kakek!"   "Maaf!"   Sie Keng Hauw cepat-cepat minta maaf.   "Aku sama sekali tidak berpikir sampai kesitu, harap Kakek Lim dan Kakek Gouw sudi memaafkan ku!"   "Ha ha ha!"   Gouw Han Tiong tertawa gelak.   "Tidak apaapa."   "Keng Hauw!"   Lim Peng Hang menatapnya lain.   "Setelah engkau bertemu Ai Ling, bagaimana perasaanmu terhadapnya?"   Tanyanya.   "Aku..."   Wajah Sie Keng Hauw agak kemerah-merahan.   "Terkesan baik terhadapnya."   "Juga jatuh hati padanya?"   Tanya Lim Peng Hang lagi sambil tersenyum. "Ya."   Sie Keng Hauw mengangguk.   "Tapi____"   "Kenapa?"   Tanya Lim Peng Hang cepat.   "Aku tidak tahu apakah dia juga jatuh hati padaku apa tidak,"   Jawab Sie Keng Hauw sambil menghela nafas panjang.   "Keng Hauw,"   Ujar Gouw Han Tiong sungguh sungguh.   "Engkau harus bertanya kepadanya, jangan ragu dan merasa malu untuk bertanya!"   "Ya."   Sie Keng Hauw mengangguk.   "Ha ha ha!"   Lim Peng Hang tertawa gelak "Dia yang menyuruhmu menunggu di sini, tentunya dia juga telah jatuh hati padamu. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia akan menyuruh ke mari menunggunya?"   "Benar."   Wajah Sie Keng Hauw berseri. Lim Peng Hang dan Gouw Hang Tiong salii memandang, kemudian keduanya tertawa terbahak bahak.   "Ha ha ha! Ha ha ha...!"   Walau Sie Keng Hauw sudah menunggu beberapa hari, Lie Ai Ling yang ditunggunya belum juga kunjung datang.   Namun pemuda tersebut tidak putus harapan atau patah semangat, dia tetap menanti dengan penuh kesabaran.   Menyaksikan itu, diam-diam Lim Peng Han dan Gouw Han Tiong memujinya dalam hati Mereka berdua juga bersyukur dalam hati, karena Lie Ai Ling bertemu pemuda yang baik, sopan, tampan dan penuh kesabaran.   Hari ini Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong in Sie Keng Houw duduk di ruang depan sambil bercakap-cakap.   "Heran?"   Gumam Lim Peng Hang.   "Kenapa sudah lewat lima enam hari Ai Ling masih belum kemari?"   "Mungkin dia ada halangan,"   Sahut Sie Keng Hauw.   "Itu tidak apa-apa, aku akan tetap menunggunya di sini. Tapi apakah aku tidak akan Mengganggu Kakek Lim dan Kakek Gouw?"   "Tentu tidak."   Lim Peng Hang tersenyum.   "engkau boleh terus menunggunya di sini."   "Terimakasih, Kakek Lim."   Ucap Sie Keng lauw.   "Aku yakin..."   Ujar Gouw Han Tiong.   "Dia pasti ke mari."   Di saat bersamaan, tampak sosok bayangan berkelebat ke dalam, terdengar pula suara seruan nyaring.   "Kakek Lim! Kakek Gouw!"   "Ai Ling!"   Sahut Lim Peng Hang dan Gouw lan Tiong sambil tertawa.   "Ha ha ha! Akhirnya engkau muncul juga!"   "Ai Ling!"   Sie Keng Hauw buru-buru mendekatinya.   "Ai Ling!"   "Keng Hauw!"   Panggil Lie Ai Ling sambil memandangnya dengan mata berbinar-binar.   "Sudah lama engkau menungguku di sini?"   "Tidak begitu lama,"   Sahut Sie Keng Hau "Aku...."   "Tidak begitu lama, namun sudah enam hari dia menanti di sini,"   Ujar Lim Peng Hang memberitahukan.   "Akan tetapi, dia tetap menanti def ngan sabar sekali."   "Oh?"   Wajah Lie Ai Ling berseri.   "Terima kasih, Kakek Lim dan Kakek Gouw!"   "Lho?"   Lim Peng Hang heran.   "Kenapa engkau berterimakasih kepada kami?"   "Karena..."   Ujar Lie Ai Ling dengan suara rendah.   "karena Keng Hauw diperbolehkan tinggal di sini menungguku."   "Ooh!"   Lim Peng Hang manggut-manggut sambil tersenyum.   "Ai Ling, dia pernah bertanya sesuatu kepada kami!" "Apakah yang dia tanyakan?"   "Dia bertanya, apakah engkau juga jatuh hati padanya?"   "Dia____"   Wajah Lie Ai Ling agak kemerah-merahan, namun hatinya berbunga-bunga.   "Kakek Lim, betulkah dia bertanya begitu?"   "Betul."   Lim Peng Hang mengangguk.   "Nah engkau harus memberitahukan kepadanya!"   "Kakek Lim____"   Lie Ai Ling cemberut.   "Baiklah."   Ling Peng Hang dan Gouw Hai Tiong bangkit dari tempat duduknya.   "Kami ke dalam, silakan kalian berdua saling mencurahkan isi hati masing-masing di sini!"   Usai berkata begitu, Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong berjalan ke dalam sambil tertawa gelak.   "Konyol sekali Kakek Lim dan Kakek Gouw!"   Ujar Lie Ai Ling dengan suara rendah.   "Mereka tidak konyol, melainkan demi kebaikan kita,"   Sahut Sie Keng Hauw.   "Ai Ling, mari kita duduk!"   Lie Ai Ling mengangguk. Mereka lalu duduk sambil saling memandang dengan mata berbinar-binar.   "Eeeh?"   Lie Ai Ling menengok ke sana ke mari.   "Kok Goat Nio tidak kelihatan?"   "Dia sudah berangkat ke Gunung Thian San."   Sie Keng Hauw memberitahukan.   "Apa?"   Lie Ai Ling tertegun.   "Kapan dia berangkat?"   "Entahlah."   Sie Keng Hauw menggelengkan kepala.   "Kakek Lim yang memberitahukan kepadaku."   "Aaah...!"   Keluh Lie Ai Ling sambil menghela nafas panjang.   "Kenapa dia tidak sabar menungguku?" "Karena dia tak tahan menahan rindunya kepada Bun Yang,"   Ujar Sie Keng Hauw.   "Maka dia berangkat ke sana."   "Oooh!"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Seandainya aku tidak muncul hari ini, bagaimana engkau?"   "Aku akan tetap menanti dengan penuh ke sabaran."   "Bagaimana kalau aku tidak muncul sama sekali?"   "Aku pasti menyusulmu ke Pulau Hong Hoan To,"   Ujar Sie Keng Hauw sungguh-sungguh.   "Namun dengan membawa kekecewaan."   "Lho?"   Lie Ai Ling terbelalak.   "Kenapa harus membawa kekecewaan?"   "Karena engkau tidak muncul di sini, berarti engkau sudah melupakan aku. Nah, bukankah aku akan kecewa sekali?"   "Keng Hauw...."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Lie Ai Ling tersenyum.   "Kini aku sudah berada di sisimu, bagaimana perasaan mu?"   "Aku gembira sekali,"   Sahut Sie Keng Hauw kemudian mendadak menggenggam tangan gadis itu erat-erat.   "Ai Ling, engkau jatuh hati padaku?"   "Ng!"   Lie Ai Ling mengangguk perlahan.   "Engkau?"   "Sama."   Sie Keng Hauw tersenyum lembut "Oh ya! Ternyata engkau teman baik Hui San itu sungguh di luar dugaan!"   "Benar."   Lie Ai Ling tertawa gembira.   "Setelah aku tiba di Pulau Hong Hoang To, barulah aku tahu tentang itu. Hui San yang memberitahukan kepadaku. Pantas aku merasa pernah mendengar namamu!"   "Ai Ling, bagaimana keadaan adikku? Dia baik-baik saja?"   Tanya Sie Keng Hauw penuh perhatian.   "Dia baik-baik saja,"   Jawab Lie Ai Ling.   "Engkau tahu tentang itu dari ayahmu?" "Ya."   Sie Keng Hauw mengangguk.   "Bahkan ayahku berpesan, aku dan Hui San tidak perlu menuntut balas terhadap Lu Thay Kam."   "Syukurlah!"   Ucap Lie Ai Ling.   "Tapi ketika itu, Lu Thay Kam justru nyaris mati di tangan Hui San."   "Oh?"   Sie Keng Hauw mengerutkan kening. 'Kenapa bisa begitu?"   "Ternyata Lu Thay Kam sangat menyayangi Kui San, maka dia rela mati di tangan Hui San."   Lie Ai Ling memberitahukan, kemudian menutur tentang kemunculan Tio Bun Yang, yang menyelamatkan nyawa Lu Thay Kam.   "Aaaah!"   Sie Keng Hauw menghela nafas panjang.   "Pada dasarnya Lu Thay Kam tidak jahat, tapi dikarenakan politik di istana, maka dia tertaksa bertindak kejam."   "Tapi ada satu hal yang sangat memusingkan,"   Ujar Lie Ai Ling sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Hal apa?"   "Mengenai Kam Hay Thian."   "Memangnya kenapa?"   "Hui San mencintainya, namun Kam Hay Thian bersikap acuh tak acuh kepadanya. Lagi pula dia sangat mendendam pada Lu Thay Kam karena...."   Lie Ai Ling menceritakan tentang kematian guru silat Lie dan putrinya yang dibunuh para anggota Hiat Ih Hwe.   "oleh karena itu, Kam Hay Thian bersumpah akan membunuh Lu Thay Kam, sedangkan Lu Thay Kam adalah ayah angkat Hui San."   "Itu memang sangat memusingkan."   Sie Ken, Hauw menghela nafas.   "Oh ya! Apakah Kam Hay Thian belum tahu bahwa Lu Thay Kam adalah ayah angkat Hui San?" "Belum tahu. Karena itu, engkau juga tidak boleh memberitahukannya apabila kalian bertemu!"   Pesan Lie Ai Ling.   "Ya."   Sie Keng Hauw mengangguk.   "Ai Ling aku ingin menemui Hui San. Maukah engkau mengantarku ke Pulau Hong Hoang To?"   "Tentu mau,"   Sahut Lie Ai Ling sambil tersenyum manis.   "Karena kedua orang tuaku pingin bertatap muka denganmu."   "Oh? Aku...."   "Engkau tidak mau bertatap muka dengan kedua orang tuaku?"   "Tentu mau dan memang harus. Tapi...."   Sie Keng Hauw tersenyum.   "aku agak gugup."   "Kenapa harus gugup?"   Ujar Lie Ai Ling sambil menatapnya.   "Kalau engkau gugup, pertanda... engkau tidak bersungguhsungguh terhadapku lho!"   "Ai Ling!"   Sie Keng Hauw menatapnya lembut seraya berkata.   "Aku bersungguh-sungguh terhadapmu, percayalah!"   "Aku percaya."   Lie Ai Ling menundukkan ppala.   "Ha ha ha!"   Terdengar suara tawa gelak, muncul Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong.   "Bagaimana? Kalian berdua sudah beres menarahkan isi hati masing-masing?"   "Kakek Lim...."   Lie Ai Ling cemberut.   "Sudah, Kakek Lim,"   Sahut Sie Keng Hauw sambil tersenyum.   "Terimakasih atas perhatian kakek Lim dan Kakek Gouw! Terimakasih!"   "Ha ha ha!"   Lim Peng Hang dan Gouw Han tertawa lagi, lalu duduk sambil memandang mereka.   "Kalian berdua merupakan pasangan yang cocok dan serasi. Kami turut gembira." "Kakek Lim...."   Lie Ai Ling melotot, lalu mendadak teringat sesuatu.   "Oh ya! Ada titipan pesan dari Sam Gan Sin Kay. Beliau berpesan...."   "Ayahku berpesan apa?"   Lim Peng hang heran.   "Menyelidiki gerak gerik Kui Bin Pang (Perkumpulan Muka Setan)!"   Lie Ai Ling memberitahukan.   "Ternyata orang-orang berpakaian putih dan memakai kedok setan yang pernah kami lihat tempo hari itu, adalah para anggota Kui Bin Pang"   "Kui Bin Pang?"   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling memandang, keduanya kelihatan bingung.   "Apakah Kui Bin Pang itu merupakai perkumpulan yang baru muncul di rimba per silatan?"   "Entahlah."   Lie Ai Ling menggelengkan kepala.   "Aku tidak begitu jelas. Tapi kakek Tio tahu tentang Kui Bin Pang itu."   "Oh?"   Lim Peng Hang mengerutkan kening "Apa yang dikatakan Tio Tocu mengenai Kui Bin Pang itu?" .   "Kakek Tio memberitahukan..."   Lie Ai Lini menutur sesuai dengan apa yang dikatakan Tio Tay Seng. Setelah mendengar penuturan Lie Ai Ling muka Lim Peng Hang dan Gouw Han Tion tampak berubah hebat.   "Kui Bin Pang..."   Gumam Gouw Han Tiong "Tidak salah. Almarhum pernah menceritaka tentang itu."   "Ayahmu tahu jelas mengenai Kui Bin Pang"   Lim Peng Hang tertegun.   "Ketika berusia belasan, ayahku pernah ke kota Giok Bun Kwan. Di kota perbatasan itu ayahku mendengar tentang Kui Bin Pang,"   Ujar Gouw Han Tiong dan melanjutkan.   "Perkumpulan itu merupakan perkumpulan misteri, ketua dan para anggotanya berkepandaian sangat tinggi sekali. Namun perkumpulan itu tidak pernah memasuki daerah Tionggoan." "Kalau begitu...."   Kening Lim Peng Hang berkerut-kerut.   "Kenapa kini para anggota Kui Bin Pang itu berada di Tionggoan?"   "Karena itu, Sam Gan Sin Kay menyuruh kita menyelidikinya,"   Sahut Gouw Han Tiong.   "Ngmm!"   Lim Peng Hang manggut-manggut. kita harus perintahkan beberapa anggota handal untuk menyelidiki itu."   "Betul."   Gouw Han Tiong mengangguk.   "Tapi jangan bentrok dengan mereka sehingga menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan!"   Lim Peng Hang manggut-manggut lagi, kemudian memandang Lie Ai Ling seraya bertanya, iTempo hari engkau dan Siang Koan Goat melihat mereka, apakah engkau masih ingat mereka menuju mana?"   "Mereka menuju utara!"   Lie Ai Ling mem-itahukan.   "Baiklah,"   Ujar Lim Peng Hang.   "Kami akan menyelidiki tentang itu. Oh ya, Goat Nio tidak lagi menunggu di sini, dia sudah berangkat ke gunung Thian San."   "Keng Hauw sudah memberitahukan kepadaku"ujar Lie Ai Ling.   "Kakek Lim, aku dan Keng Hauw harus segera berangkat ke Pulau Hong Hoang To."   "Tidak mau menunggu Goat Nio atau Bun Yang?"   Tanya Lim Peng Hang.   "Ayah dan ibu berpesan kepadaku, aku harus segera membawa Keng Hauw ke Pulau Hong Hoang To,"   Jawab Lie Ai Ling dan menambahkan.   "Lagi pula Keng Hauw ingin bertemu Hui San."   "Kapan kalian akan berangkat?"   "Besok pagi. Oh ya! Paman Cie Hiong berpesan, kalau Kakak Bun Yang dan Goat Nio ke mari, tolong suruh mereka segera pulang ke Pulau Hong Hoang To!" "Baik."   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Kalau mereka ke mari, pasti kusuruh segera pulang ke Pulau Hong Hoang To."   "Terimakasih, Kakek Lim!"   Ucap Lie Ai Ling.   "Ha ha ha!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Lim Peng Hang tertawa gelak.   "Ai Ling, engkau sungguh beruntung sekali, karena Keng Hauw merupakan pemuda yang baik, tampan dan penuh kesabaran."   Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw telah meninggalkan markas pusat Kay Pang, langsung menuju Pulau Hong Hoang To.   Perjalanan ini sung guh menggembirakan mereka.   Mereka bersenda gurau, bercanda ria dan memadukan cinta.   Oleh karena itu, tak terasa sama sekali mereka sudah tiba di Pulau Hong Hoang To.   Dapat dibayangkan, betapa gembiranya Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa, begitu pula yang lain.   Kou Hun Bijin terus memandang Sie Keng Hauw dengan penuh perhatian, kelihatannya seakan sedang mengamati suatu benda antik.   "Bijin!"   Tegur Sam Gan Sin Kay sambil tertawa pelak.   "Ha ha ha! Kenapa engkau begitu?"   "Ngmmm!"   Kou Hun Bijin manggut-manggut.   "Pemuda itu memang pantas menjadi suami Ai Ling."   "Ha ha ha!"   Sam Gan Sin Kay tertawa gelak lagi.   "Kenapa engkau berubah menjadi begitu usil?"   "Hi hi hi!"   Kou Hun Bijin tertawa nyaring. 'Aku paling tua di sini, tentunya berhak menentukan sesuatu."   "Oh, ya?"   Sam Gan Sin Kay terbelalak.   "Tio Tocu!"   Kou Hun Bijin menatapnya seraya bertanya.   "Apakah aku tidak boleh menentukan sesuatu di sini?" "Tentu boleh. Tentu boleh..."   Sahut Tio Tay Seng sambil tertawa terbahak-bahak. Sementara Sie Keng Hauw berdiri terbengong-bengong di tempat, sebab barusan Kou Hun Bijin mengatakan bahwa dirinya paling tua, itu sungguh mengherankannya.   "Keng Hauw,"   Bisik Lie Ai Ling memberitahu "Kou Hun Bijin sudah berusia seratus tahun lebih. Suaminya adalah Kim Siauw Suseng yang juga awet muda."   "Ooooh!"   Sie Keng Hauw manggut-manggu dengan mata terbelalak.   "Goat Nio putri mereka."   Lie Ai Ling mem beritahukan lagi.   "Pantas Goat Nio begitu cantik, ternyata kedua orang tuanya awet muda!"   Bisik Sie Keng Hauw.   "Anak muda,"   Ujar Tio Tay Seng sambil tersenyum.   "Duduklah! Jangan terus berdiri!"   "Terimakasih, Kakek!"   Ucap Sie Keng Hauv sambil duduk. Kemudian Lie Ai Ling pun duduk di sebelahnya dengan wajah berseri-seri.   "Bocah,"   Ujar Kou Hun Bijin sambil tertawa "Hi hi hi! Mari kuperkenalkan mereka semua Yang duduk di sisiku ini suamiku tercinta, yang dekil itu adalah pengemis bau dan yang duduk ditengah-tengah itu adalah Tio Tay Seng, majikan pulau ini."   Sie Keng Hauw terus-menerus memberi hormat kepada mereka satu persatu.   Hal itu membuat Lie Ai Ling tertawa geli dalam hati.   Sementar Lie Man Chiu dan Tio Hoang Hoa tersenyum senyum, keduanya tampak merasa suka kepada pemuda itu.   Seusai Kou Hun Bijin memperkenalkan mereka, muncullah Kam Hay Thian, bersama Lu Hui San, Bokyong Sian Hoa dan Yatsumi.   "Ai Ling!"   Seru gadis Jepang itu gembira 'Syukurlah engkau pulang bersama Sie Keng Hauw!"   "Yatsumi!"   Wajah Lie Ai Ling agak kemerah-merahan. Kemudian ia berkata kepada Lu Hui San.   "Hui San, tahukah engkau siapa dia?"   "Aku tahu...."   Lu Hui San manggut-manggut.   "Dia Kakak Keng Hauw, putra pamanku."   "Adik Hui San!"   Panggil Sie Keng Hauw sama memandangnya.   "Belasan tahun kita tidak bertemu, engkau... engkau sudah dewasa!"   "Engkau juga sudah dewasa,"   Sahut Lu Hui San dan menambahkan.   "Aku dengar... engkau dan Ai Ling sudah saling jatuh hati. Ya, kan?"   "Ya."   Sie Keng Hauw mengangguk.   "Engkau dan Kam Hay Thian pun sudah saling mencinta, bukan?"   "Itu...."   Lu Hui San melirik Kam Hay Thian.   "Kami memang merupakan kawan akrab,"   Sahut Kam Hay Thian. Betapa kecewanya Lu Hui San mendengar ucapan itu, sehingga nyaris menangis.   "Benar."   Sie Keng Hauw tertawa.   "Kalian berdua memang sudah akrab sekali. Bagus, bagus!"   "Hi hi hi!"   Mendadak Kou Hun Bijin tertawa nyaring.   "Kalian tingkatan muda, kalau mau muntahkan isi hati atau memadu cinta, janganlah diruang ini! Di tempat yang sepi saja, jadi tidak ada yang mengganggu."   "Biarkan saja!"   Sahut Sam Gan Sian Kay.   "Kenapa engkau usil?" "Hai! Pengemis bau!"   Kou Hun Bijin melotot "Kenapa engkau selalu menentangku? Mau dihajar ya?"   "Jangan, jangan!"   Sam Gan Sin Kay mengoyang-goyangkan sepasang tangannya.   "Takut aku"   "Hmm!"   Dengus Kou Hun Bijin dingin sekaligus mengancam.   "Kalau engkau berani lagi pasti kutampar mulutmu!"   "Ampun! Ampun!"   Sahut Sam Gan Sin Kay "Sam Gan Sin Kay,"   Ujar Lie Ai Ling memberitahukan.   "Aku sudah menyampaikan pesan itu kepada Kakek Lim."   "Terimakasih!"   Ucap Sam Gan Sin Kay, yang kemudian melirik Sie Keng Hauw.   "Kalian berdua memang merupakan pasangan yang serasi."   "Terimakasih, Sam Gan Sin Kay!"   Ucap Sie Keng Hauw sambil memberi hormat.   "Kami ber dua...."   "Ha ha ha!"   Sam Gan Sin Kay tertawa gelak "Ha ha ha! Aku tahu, kalian berdua sudah saling mencinta, bukan?"   "Ya."   Sie Keng Hauw mengangguk.   "Keng Hauw____"   Wajah Lie Ai Ling tampak kemerahmerahan.   "Engkau...."   "Ai Ling,"   Ujar Sie Keng Hauw sambil tersenyum.   "Di hadapan tingkatan tua, kita harus berterus terang. Tidak boleh merasa malu."   "Betul! Betul! Ha ha ha...!"   Sam Gan Sin Kay terus tertawa gembira, kemudian bertanya mendadak.   "Kapan kalian berdua akan melangsungkan pernikahan?"   "Eeeeh?"   Sie Keng Hauw dan Lie Ai Ling ling memandang, keduanya tidak tahu harus bagaimana menjawabnya.   "Itu akan dirundingkan nanti,"   Sahut Lie Man Chu.   "Sekarang mereka baru tiba, tidak baik mengutarakan itu." "Oh ya! Ai Ling!"   Kou Hun Bijin menatapnya seraya bertanya.   "Kenapa Goat Nio dan Bun Yang tak pulang?"   "Aku tidak bertemu Goat Nio,"   Sahut Lie Ai Ling memberitahukan.   "Ternyata dia tidak sabar menunggu. Karena saking rindunya pada Kakak Bun Yang, maka dia berangkat ke Gunung Thian san."   "Dia berangkat ke Gunung Thian San menyusul Bun Yang?"   Kou Hun Bijin terbelalak.   "Kenapa jadi kacau begitu?"   "Sebab Goat Nio tidak tahu, kalau Kakak Bun Yang sudah ke mari, bahkan juga sudah berangkat kemarkas pusat Kay Pang. Lantaran tidak sabar nunggu, akhirnya dia berangkat ke Gunung Thian San. Beberapa hari kemudian, Kakak Bun Yang justru tiba di markas pusat Kay Pang, namun takk bertemu Goat Nio. Karena itu, Kakak Bun Yang segera berangkat ke Gunung Thian San."   "Mereka berdua...."   Kou Hun Bijin menggeleng-gelengkan kepala.   "Main kejar kejaran, kasihan sekali! Mudah-mudahan mereka akan bertemu di Gunung Thian San!"   "Itu tidak apa-apa,"   Sela Sam Gan Sin Kay "Kejar-kejaran itu akan memperdalam cinta kasih mereka, sekaligus membuat mereka semakin rindu satu sama lain."   "Engkau senang ya mengetahui mereka belum bertemu?"   Tanya Kou Hun Bijin ketus sambil melotot.   "Aku tidak mengatakan senang, namun...! Sam Gan Sin Kay tersenyum.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Itu merupakan suatu cobaan bagi mereka."   "Hmm!"   Dengus Kou Hun Bijin.   "Diam! Jangan banyak omong!"   "Baik! Baik! Aku akan diam."   Sam Gan Sin Kay segera menutup mulutnya rapat-rapat. "Ai Ling,"   Ujar Tio Hong Hoa.   "Engkau boleh ke dalam untuk beristirahat. Ajak juga Sie ken Hauw!"   "Ya."   Lie Ai Ling segera menarik Sie Ken Hauw ke dalam. Kam Hay Thian, Lu Hui San, Bokyong Sian Hoa dan Yatsumi pun ikut ke dalam. Mereka semua menuju ke halaman belakang.   "Saudara Kam...."   Sie Keng Hauw menepuk bahunya.   "Aku gembira sekali bertemu denganmu."   "Sama-sama,"   Sahut Kam Hay Thian sambil tersenyum.   "Aku pun senang sekali bertemu denganmu."   "Hui San adalah adikku, aku harap engkau baik-baik menjaganya!"   Ujar Sie Keng Hauw mengandung suatu maksud tertentu.   "Itu...."   Kam Hay Thian mengerutkan kening.   "Kak,"   Ujar Lu Hui San cepat.   "Aku sudah dewasa, tentunya bisa menjaga diri sendiri."   "Adik...."   Sie Keng Hauw menghela nafas panjang, kemudian mengalihkan pembicaraan.   "Sayang sekali, aku belum bertemu Bun Yang."   "Dia tampan sekali,"   Ujar Bokyong Sian Hoa mendadak sambil tersenyum.   "Bahkan kepandaian nya juga tinggi sekali."   "Sian Hoa...."   Lie Ai Ling tertegun.   "Eng-kau....   "Aku tahu, Kakak Bun Yang sangat mencintai Goat Nio,"   Ujar Bokyong Sian Hoa.   "Goat Nio pun sangat mencintainya. Kalau mereka berdua tak saling mencinta, aku pasti berupaya mendampingi Kakak Bun Yang."   "Ngmm!"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Engkau adalah gadis yang blak-blakan, bahkan juga tau diri. Bagus! Engkau memang pantas menjadi adik Bun Yang." "Ai Ling!"   Bokyong Sian Hoa tertawa kecil.   "aku sudah memanggilnya Kakak Bun Yang."   "Sama."   Lie Ai Ling tersenyum.   "Sejak kecil aku memanggilnya Kakak Bun Yang."   "Lagi pula aku pun harus tahu diri,"   Tambah Bokyong Sian Hoa.   "Kakak Bun Yang mencintai Goat Nio, namun dia menyayangiku. Aku sudah merasa puas. Kita harus ingat akan satu hal, cinta tidak bisa dipaksa. Kalau dipaksa justru akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan."   "Eeeh?"   Lie Ai Ling terbelalak.   "Engkau paling kecil di antara kita, tapi pikiranmu sudah begitu jauh dan matang. Aku salut kepadamu."   "Yaah!"   Bokyong Sian Hoa menghela nafai panjang.   "Terus terang, aku merasa kasihan sekali kepada Hui San."   "Lho?"   Lu Hui San tersentak.   "Kenapa?"   "Engkau begitu mencintai Kam Hay Thian"   Sahut Bokyong Sian Hoa secara blak-blakan.   "Namun sebaliknya dia selalu bersikap acuh tak acuh, kelihatannya dia merindukan gadis lain."   "Sian Hoa____"   Air muka Kam Hay Thian tampak berubah.   "Engkau harus tahu, gadis yang engkau rindukan itu mencintai pemuda lain. Maka percuma engkau merindukannya. Lebih baik arahkan perhatianmu pada Lu Hui San! Kalau engkau menolak cintanya, pasti menyesal kelak,"   Ujar Bok yong Sian Hoa.   "Engkau____"   Wajah Kam Hay Thian tampak tidak senang.   "Hmm!"   Dengus Bokyong Sian Hoa.   "Hui San begitu baik terhadapmu, namun engkau malah bersikap dingin dan acuh tak acuh terhadapnya. Aku juga anak gadis, tentunya merasa simpati padanya, tapi merasa sebal padamu." "Sian Hoa____"   Yatsumi segera menarik tangan gadis itu.   "Jangan terus menegurnya!"   "Dia adalah pemuda yang tak tahu diri,"   Ujar Bokyong Sian Hoa.   "Setahuku, Hui San yang membopongnya ke mari ketika dia terluka parah. tapi dia...."   "Sian Hoa!"   Lie Ai Ling merasa tidak enak.   "Sudahlah! Jangan...."   "Aku merasa kasihan pada Hui San, sebab batinnya tersiksa sekali,"   Sahut Bokyong Sian Hoa dan menambahkan.   "Kalau aku adalah Hui san, sudah kutendang pemuda yang begitu macam!"   "Sian Hoa____"   Lie Ai Ling menggeleng-gelengkan kepala. Kam Hay Thian memandang mereka semua, kemudian meninggalkan tempat itu dengan kepala tertunduk.   "Hay Thian!"   Panggil Lu Hui San dengan suara rendah.   "Percuma engkau memanggilnya,"   Sahut Bok-Yong Sian Hoa.   "Dia adalah pemuda yang tak punya perasaan dan tidak mengenal cinta yang suci murni. Kelak dia pasti hidup menderita karena itu."   Sementara Sie Keng Hauw diam saja. Namun ia terus menatap iba pada Lu Hui San. Dalam hal ini, ia tidak bisa membantu apa-apa. ---ooo0dw0ooo--- Pintu kamar Lie Ai Ling terbuka, Lie Mu Chiu dan Tio Hong Hoa melangkah ke dalam dengan wajah berseri-seri.   "Ayah, Ibu..."   Gadis itu tercengang, karena sudah larut malam kedua orang tuanya justru datang di kamarnya.   "Engkau belum tidur, Nak?"   Tanya Tio Hong Hoa lembut. "Aku baru mau tidur,"   Sahut Lie Ai Ling.   "Ada urusan apa, sehingga Ibu dan Ayah ke mari lagi malam?"   "Kami ingin membicarakan sesuatu dengan mu,"   Sahut Tio Hong Hoa sambil duduk di pinggir tempat tidur, sedangkan Lie Man Chiu cuma berdiri memandangnya sambil tersenyum.   "Ibu ingin membicarakan apa?"   Tanya Lie / Ling heran.   "Nak!"   Tio Hong Hoa menatapnya dalam-dalam seraya bertanya.   "Engkau sungguh-sungguh mencintai Sie Keng Hauw?"   "Ya."   Lie Ai Ling mengangguk.   "Dia juga mencintaimu?"   Tanya Tio Hong Hoa lagi.   "Ya,"   Jawab Lie Ai Ling dengan wajah agak kemerahmerahan.   "Dia memang mencintaiku."   "Syukurlah!"   Ucap Tio Hong Hoa.   "Lalu bagaimana rencana kalian?"   "Rencana apa?"   Lie Ai Ling heran.   "Tentunya mengenai pernikahan kalian,"   Sahut Lie Man Chiu.   "Kira-kira kapan kalian akan melangsungkan pernikahan?"   "Ayah...."   Lie Ai Ling tersipu.   "Kami baru saling mencinta, kenapa Ayah sudah membicarakan itu? Bukankah terlampau cepat?"   "Kalau kalian berdua sudah saling mencinta, apa salahnya segera melangsungkan pernikahan?"   Ujar Lie Man Chiu sambil tertawa.   "Ayah!"   Lie Ai Ling tersenyum.   "Aku tidak mau begitu cepat menikah, sebab aku belum ingin punya anak."   "Kami justru ingin cepat-cepat menggendong cucu,"   Ujar Tio Hong Hoa sambil tersenyum.   "Karena itu, engkau harus segera menikah." "Ibu, aku belum mau menikah."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Lie Ai Ling cemberut.   "Aku masih muda, belum bisa mengurusi bayi."   "Jangan khawatir! Ibu akan mengurusinya,"   Ujar Tio Hong Hoa sungguh-sungguh.   "Jadi engkau tidak usah mengkhawatirkan itu."   "Ibu, pokoknya aku belum mau menikah!"   Lie Ai Ling membanting-banting kaki.   "Baiklah."   Tio Hong Hoa tersenyum.   "Terus terang, kami sangat menyukai Sie Keng Hauw Dia memang merupakan pemuda baik, sopan dan penuh kesabaran."   "Dia memang sabar,"   Ujar Lie Ai Ling mem beritahukan.   "Dia terus menungguku di markas pusat Kay Pang."   "Ngmm!"   Tio Hong Hoa manggut-manggut.   "Nak, kini legalah hati kami karena engkau sudah punya kekasih."   "Ibu...."   Mendadak wajah Lie Ai Ling tampak agak berubah.   "Aku...."   "Ada apa, Nak?"   Tanya Tio Hong Hoa sambil menatapnya.   "Hatimu masih terganjel sesuatu? Katakanlah pada ibu!"   "Aku mengkhawatirkan Hui San."   Lie Ai Ling menggelenggelengkan kepala.   "Dia begitu mencintai Kam Hay Thian, tapi Kam Hay Thian malah acuh tak acuh terhadapnya."   "Nak!"   Tio Hong Hoa tersenyum.   "Cinta tidak bisa dipaksa, kalau Kam Hay Thian tidak mencintai Lu Hui San, maka Lu Hui San harus menjauhinya."   "Memang."   Lie Ai Ling manggut-manggut "Tapi Hui San sudah begitu dalam mencintainya aku khawatir mereka akan terjadi sesuatu kelak"   "Ai Ling,"   Ujar Lie Man Chiu sungguh-sungguh.   "Engkau harus berusaha menasihatinya." "Ya, Ayah."   Lie Ai Ling mengangguk dan memberitahukan.   "Tadi Sian Hoa telah mencetuskan yang pedas dan tajam terhadap Kam Hay Ihian, mungkin pemuda itu akan tersinggung."   "Oh?"   Tio Hong Hoa mengerutkan kening. 'Itu akan menimbulkan suatu masalah di pulau"   "Belum tentu,"   Ujar Lie Man Chiu.   "Sebab kam Hay Thian merupakan pemuda yang baik, hanya saja cintanya belum tumbuh terhadap Hui san. Aku yakin suatu saat nanti, dia akan mencintainya."   "Mudah-mudahan!"   Ucap Tio Hong Hoa, kemudian berkata kepada Lie Ai Ling.   "Nak, kami harap engkau dan Keng Hauw jangan begitu cepat meninggalkan pulau ini, tinggallah di sini beberapa bulan!"   "Baik."   Lie Ai Ling mengangguk.   "Akan kuberitahukan kepadanya, mungkin dia akan menuruti perkataanku."   "Ngmm!"   Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa manggutmanggut, kemudian keduanya pun tersenyum.   "Syukurlah!" ---ooo0dw0ooo---   Jilid 9 Bagian ke empat puluh Bu Ceng Sianli (Bidadari Tanpa Perasaan) Sementara itu, Siang Koan Goat Nio terus melakukan perjalanan menuju Gunung Thian San.   Enam tujuh hari kemudian, gadis itu merasa menyesal atas tindakannya.   Gunung Thian San begitu luas, tinggi dan hawanya dingin sekali.   Bagaimana mungkin ia bisa mencari Tio Bun Yang di sana? Kini barulah terpikirkan olehnya, karena itu ia merasa menyesal.   Seharusnya ia tetap menunggu di markas pusat Kaypang.   Namun sudah terlanjur, maka gadis itu terpaksa melanjutkan perjalanan.   Hari ini Siang Koan Goat Nio tiba di sebuah kota kecil.   Ia mampir di kedai teh, karena sudah merasa haus sekali Setelah Siang Koan Goat Nio duduk, pelayan kedai itu langsung menyuguhkan secangkir teh hangat seraya bertanya.   "Nona mau pesan makanan lain?"   "Tidak usah!"   Sahut Siang Koan Goat Nio.   Di saat ia baru mau mengangkat cangkirnya, mendadak melangkah ke dalam seorang gadis berusia dua puluhan.   Bukan main cantiknya gadis itu, sudah barang tentu membuat para tamu terpukau menyaksikannya.   Siang Koan Goat Nio adalah gadis yang sangal cantik, namun ia merasa mengakui akan kecantikan gadis yang baru datang itu.   Karena tiada meja yang kosong, maka gadis itu mendekati meja Siang Koan Goat Nio.   "Adik manis!"   Tanya gadis itu.   "Bolehkah aku duduk di sini?"   "Silakan!"   Sahut Siang Koan Goat Nio dengan ramah sambil tersenyum lembut.   "Aku gembira sekali Kakak mau duduk bersamaku."   "Terima kasih!"   Ucap gadis itu sambil duduk di hadapannya. Pelayan segera menyuguhkan secangkir teh, kemudian bertanya dengan sopan dan tersenyum "Nona mau pesan makanan lain?"   "Sajikan makanan ringan untuk kami berdua!"   Sahut gadis itu. "Ya, ya."   Pelayan itu mengangguk dan cepat- cepat menyajikan beberapa macam makanan ringan "Adik manis, mari kita nikmati makanan ringan ini!"   Ujar gadis itu sambil tersenyum ramah.   "Terimakasih, Kak!"   Ucap Siang Koan Goat Nio, yang terkesan baik pada gadis itu. Mereka berdua mulai menikmati makanan ringan sambil mengobrol, dan gadis itu memandang Siang Koan Goat Nio.   "Adik manis, engkau sungguh cantik!"   "Kakak lebih cantik dariku,"   Sahut Siang Koan Goat Nio.   "Oh ya, bolehkah aku tahu siapa Kakak?"   "Panggillah aku Kakak Cui!"   "Baik."   Siang Koan Goat Nio mengangguk lalu memperkenalkan diri.   "Namaku Siang Koan Goat Nio. Kakak Cui boleh panggil namaku saja."   "Goat Nio, engkau sedemikian cantik, tentunya sudah punya kekasih, bukan?"   Tanya gadis itu mendadak.   Siapa sebetulnya gadis itu? Ternyata Tu Siao Cui yang berusia delapan puluhan itu, murid Thian Gwa Sin Hiap-Tan Liang Tie.   Setelah merendam di sumur alam di dalam goa, maka Tu Siao Cui berubah menjadi muda seperti gadis berusia dua puluhan yang cantik jelita.   "Aku...."   Siang Koan Goat Nio menundukkan kepala.   "Kenapa harus malu? Berterus teranglah!"   Ujar Tu Siao Cui sambil tertawa.   "Aku berterus terang kepadamu, aku belum punya kekasih."   "Oh?"   Siang Koan Goat Nio tampak kurang percaya.   "Kakak Cui secantik bidadari, bagaimana mungkin belum punya kekasih?" "Yaah!"   Tu Siao Cui menghela nafas panjang.   "Memang banyak sekali pemuda mendekatiku, tapi mereka kubunuh semua."   "Haaah...?"   Siang Koan Goat Nio terperanjat.   "Kenapa engkau membunuh mereka?"   "Sebab mereka berlaku kurang ajar terhadapku."   Tu Siao Cui memberitahukan.   "Belum apa- apa mereka sudah berani meraba-raba diriku."   "Sungguh sadis dan tak punya perasaan!"   Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala.   "Bukankah mereka bisa kau usir, jadi tidak usah kau bunuh?"   "Hmm!"   Dengus Tu Siao Cui dingin.   "Pemuda- pemuda macam itu cuma mengotori dunia, lebih baik dibasmi!"   "Kakak Cui...."   Siang Koan Goat Nio terbelalak.   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa geli.   "Kenapa engkau terbelalak? Takut padaku ya?"   "Aku tidak takut, hanya tidak menyangka...."   Siang Koan Goat Nio menghela nafas panjang.   "Aku memang Bu Ceng Sianli (Bidadari Tanpa Perasaan)."   Tu Siao Cui memberitahukan sambil tertawa.   "Maka engkau tidak usah merasa heran aku begitu sadis. Tapi aku tidak sembarangan membunuh."   "Kakak Cui...."   Di saat Siang Koan Goat Nio ingin mengatakan sesuatu, mendadak muncul belasan orang berpakaian hijau, yang tidak lain adalah anggota Seng Hwee Kauw.   Ketika melihat Siang Koan Goat Nio dan Tu Siao Cui, para anggota Seng Hwee Kauw itu langsung tertawa gembira.   "Ha ha ha! Ada dua gadis cantik di kedai teh ini, sungguh beruntung kita hari ini!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sementara para tamu lain sudah kabur terbirit-birit, sehingga di dalam kedai itu cuma tertinggal Siang Koan Goat Nio dan Tu Siao Cui. Pemilik kedai itu dan beberapa pelayannya sudah menggigil ketakutan, mereka mencemaskan kedua gadis itu.   "Ha ha ha! Nona-nona manis!"   Kepala anggota Seng Hwee Kauw mendekati Siang Koan Goat Nio dan Tu Siao Cui.   "Bolehkah aku duduk di sini?"   "Tentu boleh,"   Sahut Tu Siao Cui sambil tersenyum manis.   "Silakan duduk!"   "Terima kasih! Terimakasih!"   Kepala anggota Seng Hwee Kauw itu gembira sekali lalu duduk seraya bertanya.   "Kalian berdua berasal dari mana?"   "Dari Kang Lam,"   Sahut Tu Siao Cui.   "Pantas kalian berdua begitu cantik!"   Ujar Kepala anggota Seng Hwee Kauw itu sambil tertawa.   "Ternyata kalian berasal dari Kang Lam!"   "Oh ya!"   Tu Siao Cui. Tertawa kecil.   "Engkau tampak begitu gagah dan membawa begitu banyak anak buah. Bolehkah aku tahu engkau dari partai mana?"   "Seng Hwee Kauw,"   Sahut Kepala anggota Seng Hwee Kauw itu sambil membusungkan dada, karena barusan Tu Siao Cui mengatakannya begitu gagah.   "Jadi kalian bukan berasal dari tujuh partai besar!"   Ujar Tu Siao Cui dan menambahkan.   "Seng Hwee Kauw tidak begitu terkenal."   "Seng Hwee Kauw sangat terkenal, bahkan tak lama lagi akan menguasai rimba persilatan."   "Oh, ya?"   Tu Siao Cui tertawa.   "Siapa Ketua Seng Hwee Kauw?" "Seng Hwee Sin Kun. Ketua kami berkepandaian tinggi sekali. Kami semua pun berkepandaian cukup tinggi. Engkau membawa pedang, apakah kalian juga gadis rimba persilatan?"   "Bukan."   Tu Siao Cui tersenyum.   "Tapi kami pernah belajar ilmu silat, maka kami membawa pedang untuk menakuti para penjahat."   "Oooh!"   Kepala anggota Seng Hwee Kauw tertawa.   "Kalian berdua sudah berkenalan dengan kami, maka kami berani jamin tiada seorang penjahat pun berani mengganggu kalian."   "Kalau begitu, kami harus berterima kasih kepadamu!"   Ucap Tu Siao Cui.   "Sungguh beruntung kami berkenalan dengan kalian!"   "Tidak salah! Ha ha ha! Bahkan kalian pun tidak akan kesepian, sebab kami semua siap melayari kalian berdua!"   "Oh?"   Tu Siao Cui tersenyum.   "Maaf, aku tidak mengerti maksudmu! Bolehkah engkau menjelaskan?"   "Engkau harus tahu, kami semua lelaki gagah. Pokoknya pasti dapat memuaskan kaum anak gadis yang mana pun. Nah, engkau mengerti?"   "Aku...."   Tu Siao Cui menggelengkan kepala.   "Aku masih kurang mengerti, tolong jelaskan sekali lagi agar aku mengerti!"   "Begini...."   Kepala anggota Seng Hwee Kauw itu berbisik.   "Kami semua siap menemani kalian berdua tidur."   "Oh, itu!"   Tu Siao Cui tertawa merdu.   "Tapi kalau kami tidak mau, bagaimana kalian?"   "Ha ha ha! Jangan sampai kami bertindak secara paksa!"   "Kalau begitu...."   Tu Siao Cui menatapnya.   "Kalian sudah sering memperkosa anak gadis?" "He he he!"   Kepala anggota Seng Hwee Kauw itu cuma tertawa terkekeh.   "He he he...!"   "Jadi...."   Tu Siao Cui tersenyum.   "Kami berdua harus menemani kalian tidur?"   "Betul."   "Goat Nio,"   Ujar Tu Siao Cui.   "Bagaimana engkau, apakah engkau bersedia menemani mereka tidur?"   "Kakak Cui! Engkau...."   Siang Koan Goat melotot.   "Kita tidak bisa melawan mereka, maka terpaksa harus menemani mereka tidur,"   Ujar Tu Siao Cui sambil memberi isyarat.   "Engkau tidak berkeberatan, bukan?"   "Aku...."   Siang Koan Goat Nio tidak mengerti akan isyarat itu.   "Terserah Kakak Cui."   "Baiklah."   Tu Siao Cui manggut-manggut, kemudian memandang Kepala anggota Seng Hwee Kauw itu seraya berkata.   "Kalau begitu, kita harus pergi ke tempat yang sepi."   "Benar! Benar!"   Kepala anggota Seng Hwee Kauw itu tertawa gembira, lalu meninggalkan kedai teh itu. Para anak buahnya langsung mengikutinya sambil tertawa terbahakbahak.   "Mari kita ikut mereka!"   Tu Siao Cui menarik Siang Koan Goat Nio.   "Kakak Cui...."   Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening.   "Tenang saja!"   Tu Siao Cui tersenyum.   "Aku tahu engkau pun berkepandaian tinggi, tentunya engkau tidak takut terhadap mereka."   Siang Koan Goat Nio tidak menyahut. Tak seberapa lama kemudian, mereka sudah sampai di suatu tempat yang sangat sepi. Tempat itu merupakan sebuah rimba. "He he he!"   Kepala anggota Seng Hwee Kauw itu tertawa terkekeh.   "Bagaimana dengan tempat ini? Kalian berdua merasa cocok?"   "Cocok sekali,"   Sahut Tu Siao Cui.   "Kalau begitu, cepatlah kalian buka!"   "Buka apa?"   "Buka pakaian kalian,"   Sahut Kepala anggota Seng Hwee Kauw itu sambil tertawa.   "Ha ha ha...!"   "Seharusnya kalian yang buka duluan, tidak mungkin kaum wanita yang buka pakaian duluan, bukan?"   "Itu...."   Kepala anggota Seng Hwee Kauw memandang yang lain seraya bertanya.   "Bagaimana menurut kalian?"   "Apa yang dikatakan nona itu memang benar, kita kaum lelaki yang harus buka pakaian duluan,"   Sahut mereka sambil tertawa.   "Ha ha ha! Pokoknya kita harus bergilir secara adil!"   "Beres."   Kepala anggota Seng Hwee Kauw tertawa terkekeh.   "Seperti biasa... harus aku yang menikmatinya duluan."   "Ayoh!"   Desak Tu Siao Cui sambil tertawa genit.   "Cepatlah kalian buka, pokoknya kalian semua pasti memperoleh giliran secara memuaskan."   "Eeeh!"   Siang Koan Goat Nio terbelalak.   "Kakak Cui...."   "Tenang saja!"   Sahut Tu Siao Cui. Sementara Kepala anggota Seng Hwee Kauw dan lainnya sudah mulai melepaskan pakaian masing-masing. Setelah tinggal tersisa celana dalam, mereka mendekati Tu Siao Cui dan Siang Koan Goat Nio dengan penuh nafsu birahi.   "Kalian sudah siap?"   Tanya Tu Siao Cui merdu. "Nona, kami... kami sudah tidak tahan nih! Ayohlah! Cepatan dikit!"   "Baik,"   Sahut Tu Siao Cui dan mendadak tertawa nyaring sambil menggerakkan jari tangannya ke arah para anggota Seng Hwee Kauw itu.   Sungguh menakjubkan, karena jari tangannya memancarkan cahaya, yang kemudian meluncur laksana kilat ke arah dada para anggota Seng Hwee Kauw.   "Aaakh! Aaaakh! Aaaakh...!"   Terdengar suara jeritan yang menyayatkan hati. Belasan anggota Seng Hwee Kauw itu telah terkapar berlumuran darah, dada mereka berlubang tertembus Hian Goan Ci (Ilmu Jari Sakti) yang dilancarkan Tu Siao Cui.   "Engkau... engkau...."   Kepala anggota Seng Hwee Kauw masih sempat menudingnya.   "Engkau... engkau siapa?"   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa nyaring.   "Aku Bu Ceng Sianli (Bidadari Tanpa Perasaan)! Hi hi hi...!"   "Haaah...!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Mata Kepala anggota Seng Hwee Kauw mendelik-delik, kemudian nyawanya melayang.   "Kakak Cui...."   Siang Koan Goat Nio tidak tega menyaksikan kematian mereka.   "Engkau... engkau sungguh sadis! "Goat Nio!"   Tu Siao Cui tersenyum.   "Yang sadis aku atau mereka? Seandainya kita tidak memiliki ilmu silat, apa yang akan terjadi atas diri kita? Bukankah mereka akan memperkosa kita secara bergilir? Nah, mereka begitu jahat maka aku harus membunuh mereka demi membela sesama kaum wanita."   "Kakak Cui...."   Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala.   "Goat Nio!"   Tu Siao Cui tersenyum lagi.   "Mereka adalah para penjahat, jadi pantas diberantas. Engkau berhati lemah, itu akan membahayakan dirimu sendiri lho!" "Tapi...."   Siang Koan Goat Nio menghela nafas panjang.   "Cukup melukai mereka saja, tidak perlu membunuh."   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa cekikikan.   "Engkau berhati bijak dan penuh rasa kasihan, maka engkau tidak boleh berkecimpung di rimba persilatan. Lebih baik hidup tenang di suatu tempat yang sepi."   "Aku memang tidak ingin berkecimpung di rimba persilatan, hanya saja...."   Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku sedang mencari seseorang...."   "Mencari seseorang?"   Tu Siao Cui menatapnya seraya bertanya.   "Mencari kekasihmu?"   "Ng!"   Siang Koan Goat Nio mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan.   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa nyaring.   "Engkau tidak perlu mencarinya, seharusnya dia yang mencarimu."   "Tapi...."   Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening, kemudian menatapnya seraya berkata.   "Engkau seperti ibuku...."   "Oh, ya?"   "Engkau dan ibuku sama-sama suka tertawa cekikikan. Heran! Kenapa bisa begitu?"   "Siapa ibumu?"   "Kou Hun Bijin."   "Apa?"   Tu Siao Cui terbelalak.   "Ibumu adalah Kou Hun Bijin yang awet muda itu?"   "Ya."   Siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Engkau kenal ibuku?"   "Puluhan tahun lalu, kami pernah bertemu."   Tu Siao Cui memberitahukan, kemudian menatapnya dengan penuh keheranan.   "Engkau adalah anak angkatnya?" "Aku anak kandungnya, ayahku adalah Kim Siauw Suseng."   "Apa?"   Tu Siao Cui tertegun.   "Kim Siauw Suseng yang juga awet muda itu ayahmu?"   "Ya."   Siang Koan Goat Nio mengangguk, gadis itu memandangnya dengan mata terbelalak.   "Tadi engkau bilang, puluhan tahun lalu pernah bertemu ibuku?"   "Benar."   "Bagaimana mungkin?"   Siang Koan Goat Nio tidak percaya.   "Usiamu baru dua puluhan."   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa cekikikan.   "Kalau kubilang usiaku sudah hampir sembilan puluh, engkau percaya?"   "Tentu tidak."   "Ayah dan ibumu awet muda, apakah aku tidak bisa dari tua kembali menjadi muda seperti anak gadis berusia dua puluhan?"   "Itu...."   Siang Koan Goat Nio tetap tidak percaya.   "Aku tidak percaya sama sekali."   "Kelak engkau pasti percaya."   Tu Siao Cui tersenyum.   "Oh ya, Goat Nio, kita terpaksa harus berpisah di sini, karena masih ada urusan yang harus kuselesaikan."   "Kakak Cui...."   Siang Koan Goat Nio memandangnya seraya bertanya.   "Tadi engkau menggunakan ilmu apa membunuh para anggota Seng Hwee Kauw itu?"   "Hian Goan Ci!"   Tu Siao Cui memberitahukan.   "Hian Goan Ci?"   Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening.   "Ilmu apa itu?"   "Ilmu jari sakti,"   Ujar Tu Siao Cui menjelaskan.   "Tadi aku menggunakan empat bagian lwee- kangku, maka dada mereka tertembus oleh ilmu tersebut. Seandainya aku cuma menggunakan dua atau tiga bagian lweekangku, mereka hanya akan mengalami kelumpuhan."   "Kalau begitu, kenapa engkau tidak melumpuhkan mereka, melainkan membunuh mereka?"   "Engkau harus tahu, mereka adalah penjahat yang suka memperkosa wanita,"   Sahut Tu Siao Cui.   "Oleh karena itu, mereka harus diberantas tanpa ampun."   Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala.   "Goat Nio!"   Tu Siao Cui tersenyum.   "Kalau kita berjodoh, kelak pasti akan berjumpa lagi."   "Ya."   Siang Koan Goat Nio manggut-manggut.   "Goat Nio, sampai jumpa!"   Ucap Tu Siao Cui lalu melesat pergi.   Siang Koan Goat Nio berdiri termangu-mangu di tempat, kemudian memandang mayat-mayat yang bergelimpangan itu sambil menggeleng-gelengkan kepala.   Mendadak muncul beberapa orang berpakaian hijau, yang ternyata para anggota Seng Hwee Kauw.   Begitu melihat mayat-mayat itu, wajah mereka langsung berubah.   "Nona yang membunuh mereka?"   Tanya salah seorang dari mereka.   "Bukan,"   Sahut Siang Koan Goat Nio.   "Yang membunuh mereka telah pergi, kalian terlambat ke mari."   "Siapa orang itu?"   "Bu Ceng Sianli."   "Haaah?"   Para anggota Seng Hwee Kauw itu tampak terkejut. Mereka saling memandang.   "Mari kita bawa mayatmayat itu ke markas!"   Siang Koan Goat Nio menatap mereka sejenak, kemudian barulah melesat pergi.   Para anggota Seng Hwee Kauw itu tidak memperdulikannya, karena sibuk mengumpulkan mayatmayat itu.   -ooo0dw0ooo- Siang Koan Goat Nio melanjutkan perjalanan menuju Gunung Thian San.   Ketika berada di tempat sepi, mendadak ia mendengar suara siulan aneh yang menyeramkan, kemudian terdengar pula suara derap kaki kuda.   Segeralah ia melompat ke balik sebuah pohon, lalu mengintip ke arah suara siulan aneh yang menyeramkan itu.   Berselang sesaat, tampak belasan ekor kuda berpacu cepat.   Para penunggangnya berpakaian serba putih dan memakai kedok setan.   Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening.   Kelihatannya ia sedang berpikir.   Akhirnya ia manggut-manggut seakan telah mengambil suatu keputusan.   Setelah kuda-kuda itu lewat, gadis itu langsung melesat menggunakan ginkang mengikuti mereka.   Ketika hari mulai gelap, sampailah ia di suatu tempat yang merupakan sebidang padang rumput.   Siang Koan Goat Nio melesat ke atas pohon, untuk bersembunyi di situ sambil mengintip.   Tampak di padang rumput itu telah berkumpul lima puluhan orang berpakaian putih.   Di tengah-tengah padang rumput itu terdapat sebuah batu besar.   Seorang berpakaian putih perak bergemerlapan dan berkedok setan berdiri di atas batu itu.   Di belakangnya berdiri lima orang.   Berapa usia mereka, sama sekali tidak bisa diketahui, karena semuanya memakai kedok setan.   "Saudara-saudara sekalian! Dalam waktu beberapa bulan ini, aku terus-menerus meluncurkan kembang api perkumpulan kita, itu agar kalian berkumpul di sini!"    Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Seruling Gading Karya Kho Ping Hoo Raja Silat Karya Chin Hung

Cari Blog Ini