Pendekar Sakti Suling Pualam 21
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 21
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung Ujar orang berpakaian putih perak dengan suara lantang. "Hampir seratus tahun perkumpulan kita bubar secara tidak langsung, itu dikarenakan ketua yang lama menghilang tiada jejaknya di daerah Tionggoan ini. Beberapa tahun lalu, aku terjatuh ke dalam jurang, kemudian tanpa sengaja aku memasuki sebuah goa. Di dalam goa itu aku menemukan sosok tubuh, yang ternyata mayat Pek Kut Lojin (Orang Tua Tulang Putih). Di hadapan mayat itu terdapat sebuah kitab catatan ilmu silat dan catatan mengenai riwayat Pek Kut Lojin, bahkan terdapat pula sepucuk surat dari kulit binatang. Selanjutnya aku harap Ngo Sat Kui (Lima Setan Algojo) menjelaskan kepada saudarasaudara sekalian." Kelima orang yang berdiri di belakang orang itu melangkah maju, kemudian salah seorang dari mereka berkata dengan lantang. "Kami berlima adalah Ngo Sat Kui, ayah kami adalah pengawal Pek Kut Lojin, ketua Kui Bin Pang. Beberapa bulan lalu, kami melihat kembang api perkumpulan kita meluncur ke atas, maka kami berlima segera berangkat ke mari. Kami bertemu ketua yang baru, itu telah disahkan oleh ketua yang lama dengan surat keputusan. Kami berlima telah membaca surat keputusan itu, bahkan kami pun telah menguji kepandaiannya. Tidak salah, kepandaian yang dimilikinya adalah kepandaian Pek Kut Lojin, begitu pula pakaian dan kedok yang dipakainya sekarang." "Bagaimana ketua yang lama berada di dalam goa itu?" Tanya salah seorang anggota. "Ketua yang lama terkena pukulan sehingga jatuh ke dalam jurang," Sahut salah seorang Ngo Sat Sin yaitu Toa Sat Sin. "Oleh karena itu, hampir seratus tahun tiada kabar beritanya. Kini perkumpulan kita sudah ada ketuanya, ini merupakan keberuntungan bagi Kui Bin Pang kita." "Siapa yang memukul jatuh ketua yang lama?" Tanya salah seorang anggota lagi. "Ketua yang lama telah memberitahukan di dalam kitab catatannya, ternyata adalah Tio Po Thian, majikan Pulau Hong Hoang To," Jawab Toa Sat Kui dan menambahkan. "Maka pihak Pulau Hong Hoang To adalah musuh besar kita. Kalau sudah tiba waktunya, kita akan membasmi pihak Pulau Hong Hoang To, bahkan juga akan membasmi Kay Pang dan partaipartai lainnya." Betapa terkejutnya Siang Koan Goat Nio mendengar itu, sementara Toa Sat Kui mulai melanjutkan. "Kini kita masih belum berhasil menemukan Tianglo (Tetua), dan dua orang Hu Hoat (Pelindung), maka kita belum bisa bergerak. Kami berlima akan berusaha mencari Tetua dan dua Pelindung itu. Kalau mereka sudah wafat, tentunya mereka punya turunan. Apabila turunan mereka tidak mau bergabung, kami berlima harus bertindak tegas terhadap turunan mereka." "Kami semua pasti setia kepada ketua yang baru!" Seru para anggota. "Hidup Kui Bin Pang! Hidup ketua yang baru!" "Bagus! Bagus!" Toa Sat Kui tertawa gelak. "Ha ha ha! Dua bulan kemudian kita akan bertemu kembali di markas! Sekarang kalian boleh bubar!" Para anggota Kui Bin Pang itu mulai melesat pergi sambil mengeluarkan siulan aneh yang menyeramkan, dan tak lama terdengarlah suara derap kaki kuda. Sementara Siang Koan Goat Nio yang mengintip di atas pohon itu belum berani bergerak. Setelah ketua Kui Bin Pang dan Ngo Sat Sin itu melesat pergi, barulah gadis itu menghela nafas lega sambil berpikir. Berselang beberapa saat kemudian, ia melesat pergi menuju arah timur. Ternyata ia telah mengambil keputusan untuk kembali ke markas pusat Kay Pang, karena harus memberitahukan kepada Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong tentang apa yang didengarnya tadi. Itu memang penting sekali, sebab menyangkut Pulau Hong Hoang To. -oo0dw0oo- Bagian ke empat puluh satu Perkenalan yang merepotkan Ho Bun Yang terus melakukan perjalanan ke Gunung Thian San. Hari ini ia tiba di sebuah desa. Kebetulan ada sebuah kedai teh di pinggir jalan, maka ia mampir untuk melepaskan dahaga. Cukup ramai kedai teh itu. Para tamu terdiri dari kaum pedagang dan kaum rimba persilatan, bahkan terdapat beberapa pelancong pula. Begitu Tio Bun Yang duduk, pelayan kedai itu segera menyuguhkan secangkir teh seraya bertanya. "Tuan mau pesan makanan lain?" "Tidak usah," Sahut Tio Bun Yang sambil menggelenggelengkan kepala. Sementara beberapa pedagang bercakap-cakap dengan serius sekali. Wajah mereka tampak memucat. "Belum lama ini di Gurun Sih Ih telah muncul setan iblis yang menunggang kuda." "Omong kosong! Mana ada setan iblis me. nunggang kuda? Engkau sudah mabuk ya?" "Aku tidak mabuk, memang telah muncul setan iblis di Gurun Sih Ih. Aku... aku menyaksikannya dengan mata kepala sendiri. Iiiih, sungguh menyeramkan!" "Oh? Engkau menyaksikan setan iblis itu dengan mata kepala sendiri?" "Ya. Setan iblis itu berpakaian putih, menunggang kuda sambil mengeluarkan suara siulan aneh yang menyeramkan. Wajah mereka seram sekali!" "Engkau melihat jelas wajah mereka?" "Hanya sekelebatan saja." "Kalau begitu... mungkin mereka memakai kedok setan." "Entahlah. Yang jelas sangat menyeramkan Aku... aku nyaris pingsan seketika itu." "Mereka menuju ke mana?" "Ke arah Tionggoan. Aku yakin setan iblis itu sudah berada di daerah Tionggoan." "Setan iblis itu tidak mengganggumu?" "Kalau setan iblis itu menggangguku, bagaimana mungkin aku masih bernafas sampai di sini?" "Menurut aku..." Ujar pedagang yang tampak agak berpengalaman. "Itu bukan setan iblis, melainkan manusia biasa seperti kita. Hanya saja mereka berkepandaian tinggi, dan berasal dari suatu golongan. Kita bukan kaum rimba persilatan, jadi tidak usah takut, karena mereka tidak ikan mengganggu kita." "Mudah-mudahan begitu! Tapi kota Giok Bun Kwan sudah mulai sepi, sebab para pedagang tidak berani ke daerah lain melalui Gurun Sih Ih. Aku pun sudah tidak mau berdagang ke daerah-daerah yang berdekatan Gurun Sih Ih. Aku... aku masih merasa seram dan takut." Pada waktu bersamaan, di meja lain tampak beberapa lelaki berpakaian ringkas. Mereka adalah kaum rimba persilatan, juga sedang membicarakan sesuatu dengan serius sekali. "Beberapa bulan ini, di rimba persilatan telah muncul seorang gadis yang amat cantik mempesonakan. Siapa yang melihatnya pasti akan jatuh hati padanya. Gadis itu memang cantik sekali." "Aku pun pernah mendengar tentang gadis itu. Apakah engkau pernah melihatnya?" "Tidak pernah. Akan tetapi gadis itu sangat uidis sekali. Siapa yang berani berlaku kurang ajar padanya, pasti dibunuhnya tanpa ampun!" "Itu sesuai dengan julukannya." "Engkau tahu julukannya?" "Tahu. Julukannya adalah Bu Ceng Sianli (Bidadari Tanpa Perasaan). Gadis itu memang tak punya perasaan. Membunuh orang sambil tersenyum, seakan membunuh seekor semut." Mendengar penuturan itu, Tio Bun Yang menggelenggelengkan kepala. Pada waktu bersamaan muncul pula seorang gadis ke dalam kedai teh itu. Kecantikan gadis itu sulit diuraikan dengan kata-kata. Begitu melihat gadis itu, para tamu terbelalak dengan mulut ternganga lebar. Tio Bun Yang juga memandang gadis itu sejenak, namun sikapnya tidak seperti para tamu lain. Sementara gadis itu menengok ke sana kt mari, kemudian mendekati meja Tio Bun Yang. "Adik kecil, bolehkah aku duduk di sini?" "Tentu boleh, Kakak besar," Sahut Tio Bun Yang. Karena gadis itu memanggilnya 'Adik kecil', maka ia memanggilnya 'Kakak besar', itu membuat gadis tersebut tertawa geli. "Hi hi hi!" Suara tawanya merdu bagaikan kicauan burung, menggetarkan kalbu para lelaki di kedai itu. Gadis tersebut duduk sambil menatap Tio Bun Yang. "Adik kecil, engkau sungguh tampan dan lucu!" "Kakak besar," Sahut Tio Bun Yang dan nn mandangnya. "Engkau amat cantik dan menggeli kan." "Oh, ya?" Gadis itu tertawa lagi. Siapa gadis itu? Tidak lain adalah Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui. Kaum rimba persilatan di kedai teh itu sama sekali tidak mengenalnya. Mereka cuma mendengar tentang dirinya tapi tidak pernah melihatnya. "Sungguh beruntung pemuda itu!" Bisik seseorang kepada temannya. "Gadis yang cantik jelita itu duduk bersamanya." "Tentu. Karena pemuda itu sangat tampan, tidak seperti kita yang berwajah tidak karuan." "Kalau aku bisa memperisterinya, jadi budaknya pun aku rela." "Gadis itu memang cantik sekali. Kelihatannya dia tertarik pada pemuda itu. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia mau duduk bersamanya?" "Sayang sekali dia tidak mau duduk bersama kita di sini!" "Bagaimana mungkin gadis itu mau duduk bersama kita? Dia masih muda dan cantik sekali, sedangkan kita berwajah tidak karuan dan sudah berusia tiga puluhan." Sementara gadis itu terus-menerus memandang Tio Bun Yang, sepertinya sedang mengamati sesuatu benda antik yang sangat menarik hatinya. "Adik kecil, bolehkah aku tahu namamu?" "Namaku Tio Bun Yang." "Oooh!" Gadis itu manggut-manggut sambil tersenyum manis. "Kenapa engkau tidak bertanya namaku?" "Tidak baik sembarangan bertanya nama seorang gadis, aku tidak mau dikatai kurang ajar." "Kalau engkau menanyakan namaku, tentu aku tidak akan mengataimu kurang ajar," Ujar Tu Siao Cui sambil menatapnya dalam-dalam, lalu memperkenalkan diri. "Namaku Tu Siao Cui." "Tu Siao Cui? Tu Siao Cui..." Gumam Tio Bun Yang dengan kening berkerut-kerut. "Tu Siao Cui...." "Eh? Anak kecil!" Tu Siao Cui tertegun. "Kenapa engkau terus-menerus bergumam menyebut namaku?" "Aku pernah mendengar namamu, tapi tidak mungkin dia adalah engkau," Sahut Tio Bun Yang. "Oh?" Tu Siao Cui terbelalak. "Di mana engkau pernah mendengar namaku?" "Aku pernah bertemu seorang tua di dalam sebuah goa di Gunung Hong San. Orang tua itu dibelenggu dengan rantai baja." "Apa?" Tu Siao Cui tampak terkejut. "Orang tua itu masih hidup?" "Sudah mati." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Orang tua itu punya seorang murid perempuan yang sangat jahat. Murid perempuan itulah yang merantainya. Tapi sebelumnya dia pun berhasil memukul murid perempuannya." "Siapa orang tua itu?" "Thian Gwa Sin Hiap-Tan Liang Tie." "Dia yang menceritakan itu kepadamu?" "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Ternyata dia salah tangan membunuh kedua orang tua Tu Siao Cui. Demi menebus dosanya, maka dia mengurusi Tu Siao Cui." "Hmm!" Dengus Tu Siao Cui. "Syukurlah dia sudah mampus!" "Eh? Engkau...." Tio Bun Yang menatapnya heran. "Kok engkau tidak bersimpati kepadanya?" "Dia telah membunuh kedua orang tua Tu Siao Cui, kenapa aku harus bersimpati kepadanya?" "Orang tua itu sangat menyesal, namun Tu Siao Cui itu sangat kejam," Ujar Tio Bun Yang. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tidak ingat budi, malah menyiksanya di dalam goa itu" "Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa cekikikan. "Engkau merasa kasihan pada orang tua itu?" "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Tapi juga merasa kasihan pada Tu Siao Cui itu, entah bagaimana dia?" "Engkau juga kasihan pada Tu Siao Cui itu?" Tanya Tu Siao Cui bernada girang. "Yaaah!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Dia pun terluka, tapi masih sempat membawa pergi kitab Hian Goan Cin Keng. Itu adalah kejadian enam puluh tahun lampau, maka bagaimana mungkin Tu Siao Cui itu masih hidup?" Halaman 28-29 tidak ada "Aku Hek Sim Popo! Engkau pernah mendengar namaku?" "Hek Sim Popo..." Gumam Tu Siao Cui. "Aku tidak pernah mendengar namamu tu, sungguh!" "Engkau murid siapa? Kenapa berani menentang Seng Hwee Kauw?" Tanya Hek Sim Popo sengit "Engkau tidak usah tahu aku murid siapa !" Sabut Tu Siao Cui sambil tertawa nyar.ng. "Para anggota Seng Hwee Kauw itu kurang ajar terhadapku, maka aku membunuh mereka!" "Hmm!" Dengus Hek Sim Popo dingin. "Hari ini engkau harus mampus!" "Oh, ya?" Tu Siao Cui tertawa cekikikan. "Jangan-jangan engkau dan para anak buahmu itu yang akan mampus!" "Hek Sim Popo," Ujar Tio Bun Yang mendadak. "Seng Hwee Sin Kun, ketua kalian itu sudah pulih?" "Engkau...." Hek Sim Popo tersentak, kemudian menatapnya tajam. "Engkau adalah Giok Siauw Sin Hiap?" "Betul." Tio Bun Yang manggut-manggut. "Hek Sim Popo. lebih baik kalian segera enyah dari sini! Jangan cari penyakit! Setelah Seng Hwee Sin Kun pulih, aku akan membuat perhitungan dengannya." "Giok Siauw Sin Hiap! Itu adalah urusanmu dengan Seng Hwee Sin Kun, namun sekarang aku punya urusan dengan dia!" Sahut Hek Sim Popo sambil menuding Tu Siao Cui. "Bagus! Bagus!" Tu Siao Cui tertawa cekikikan. "H hi hi! Berarti kalian sudah bosan hidup!" "Bu Ceng Sianli!" Bentak Hek Sim Pono. "Hari ini engkau harus mampus!" "Hek Sim Popo, jadi engkau mau bertarung denganku?" Tanya Tu Siao Cui dengan kening berkerut. "Engkau takut?" Sahut Hek Sim Popo sambil tertawa dingin. "Takut? He he he!" Tu Siao Cui tertawa terkekeh-kekeh. "Aku sama sekali tidak kenal apa itu takut! Mari kita bertarung di luar, agar tidak menghancurkan kedai teh ini!" "Baik!" Hek Sim Popo mengangguk. Mereka melesat ke luar, begitu pula para anggota Seng Hwee Kauw dan Tio Bun Yang. Tu Siao Cui dan Hek Sim Popo berdiri berhadapan, dan mula mengeluarkan Iweekang masing-masing. Tio Bun Yang berdiri agak jauh, namun perhatiannya dicurahkan pada Tu Siao Cui, karena ingin menyaksikan kepandaiannya. "Lihat serangan!" Bentak Hek Sim Popo mendadak, sekaligus menyerang Tu Siao Cui dengan ilmu pukulan andalannya. Tu Siao Cui tertawa nyaring, kemudian secepat kilat berkelit dan balas menyerang. Ter-jadilah pertarungan yang amat seru dan sengit. Belasan jurus kemudian mendadak Tu Siao Cui berseru. "Hek Sim Popo! Berhati-hatilah, aku akan mencabut nyawamu!" "Engkau yang akan mampus!" Sahut Hek Sim Popo, dan tiba-tiba menyerang Tu Siao Cu dengan senjata ranasia. Serrt! Serrrrt! Serrrr...! Senjata-senjata rahasia itu meluncur cepat ke arah Tu Siao Cui. "Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa nyaring sambil mengibaskan lengan bajunya. Sungguh luar biasa! Senjata-senjata rahasia itu terpukul jatuh semua. Di saat itulah Tu Siao Cui mengeluarkan Hian Goan Ci. Tampak sinar putih berkelebat ke arah Hek Sim Popo. Begitu cepat, sehingga Hek Sim Popo tidak sempat berkelit, tapi berusaha menangkis. Cessss! "Aaaaakh..!" Jerit Hek Sim Popo. Ia terhuyung-huyung ke belakang lalu terkapar berlumuran darah. Ternyata dadanya telah berlubang dan nyawanya melayang seketika. "Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa. "Dia yang cari mampus, bukan aku yang ingin membunuhnya!" "Sebetulnya engkau tidak perlu membunuhnya, cukup melukainya saja," Ujar Tio Bun Yang sambil menggelenggelengkan kepala. "Oh?" Sahut Tu Siao Cui sambil tersenyum "Bahkan aku pun akan membunuh mereka semua!" Tu Siao Cui ti bergerak, bersamaan itu Tio Bun Yang pun bergerak menggunakan Kiu Kiong San Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat). "Haaah..?" Bukan main terkejutnya Tu Siao Tui, karena Tio Bun Yang sudah berada dihadapannya. "Sudahlah!" Ujar Tio Bun Yang. "Engkau sudah membunuh Hek Sim Popo, jangan membunuh mereka lagi!" "Adik kecil! Engkau...." Tu Siao Cui mengerutkan kening. "Engkau berani menghalangiku?" "Dimana masih bisa mengampuni orang, ampunilah!" Sahut Tio Bun Yang dan menambahkan. "Membunuh merupakan perbuatan yang sangat berdosa, janganlah engkau membuat takdir buruk pada dirimu sendiri!" "Engkau...." Tu Siao Cui terbelalak, kemudian tertawa geli."Hi hi hi! Kelihatannya engkau pantang membunuh, maka seharusnya engkau pergi bertapa atau jadi bikhu." Sementara para anggota Seng Hwee Kauw saling memandang. Mereka tahu nyawa mereka dalam bahaya. Namun mereka sama sekali tidak berani kabur, hanya berharap Bu Ceng Sianli akan mendengar perkataan Tio Bun Yang. "Kakak!" Tio Bun Yang menatapnya. "Engkau secantik bidadari, haruslah berhati welas asih. Jangan suka membunuh menodai dirimu sendiri, lepaskanlah mereka!" "Bagaimana kalau aku tidak bersedia melepaskan mereka?" "Aku terpaksa menghadapimu," Tegas Tio Bun Yang. "Karena aku tidak mau melihat engkau membunuh lagi." "Engkau membela mereka?" Tu Siao Cui mengerutkan kening. "Mereka adalah para penjahat lho!" "Terus terang, yang kubela adalah dirimu. Sama sekali bukan mereka," Sahut Tio Bun Yang sungguh-sungguh. "Engkau pun harus tahu, sebetulnya mereka dan ketuanya adalah musuhku. Tapi aku akan membuat perhitungan dengan Seng Hwee Sin Kun, ketua mereka itu, bukan terhadap mereka." "Oh?" Tu Siao Cui tersenyum. "Bagaimana engkau membela diriku?" "Agar engkau tidak berbuat dosa lagi," Sahut Tio Bun Yang. "Nah, bukankah aku membelamu?" "Ngmm!" Tu Siao Cui manggut-manggut. "Masuk akal juga apa yang engkau katakan! Baiklah Aku melepaskan mereka." "Terimakasih, Kakak!" Ucap Tio Bun Yang. lalu memandang para anggota Seng Hwee Kauw seraya berkata. "Cepatlah kalian pergi, kalau pikiran Bu Ceng Sianli berubah celakalah kalian!" "Terimakasih, Giok Siauw Sin Hiap!" Ucap mereka sambil memberi hormat. "Kami telah berhutang budi kepadamu. Sampai jumpa!" Para anggota Seng Hwee Kauw berjalan pergi, sekaligus menggotong mayat Hek Sim Popo meninggalkan tempat itu. "Adik kecil!" Tu Siao Cui tersenyum. "Engkau memang berhati bajik, maka tidak seharusnya engkau berkecimpung di rimba persilatan." "Aaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aku memang sudah jenuh akan rimba persilatan." "Adik kecil...." Tu Siao Cui menatapnya dalam-dalam, kemudian ujarnya sungguh-sungguh. "Kelihatannya hatimu terganjel sesuatu. Katakanlah kepadaku, siapa tahu aku bisa membantumu!" "Terimakasih atas maksud baikmu!" Ucap Tio Bun Yang. "Tapi, tiada suatu apa pun terganjel dalam hatiku." "Adik kecil..." Tu Siao Cui menatapnya dengan mata berbinar-binar. "Entah apa sebabnya, aku merasa suka sekali padamu." "Kakak...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala, lalu melangkah pergi. Akan tetapi, Tu Siao Cui segera mengikutinya. Puluhan langkah kemudian, Tio Bun Yang terpaksa berhenti karena Tu Siao Cui masih terus mengikutinya. "Eeeh?" Tio Bun Yang mengerutkan kening. "Kenapa engkau terus mengikutiku? Aku masih harus menempuh perjalanan, jangan menggangguku!" "Adik kecil!" Tu Siao Cui tertawa. "Aku tidak mengganggumu, melainkan ingin melakukan perjalanan bersamamu. Boleh kan?" "Untuk apa?" Tio Bun Yang menggeleng- gelengkan kepala. "Lagi pula kita baru berkenalan, jadi tidak baik melakukan perjalanan bersama." "Pokoknya aku harus ikut engkau," Tegas Tu Siao Cui dan menambahkan. "Engkau ke mana, aku pasti ikut." "Engkau sudah gila ya?" "Aku memang tergila-gila padamu," Sahut Tu Siao Cui sambil tertawa cekikikan. "Oleh karena itu, aku harus ikut engkau." "Kakak! Jangan bergurau, itu... bagaimana mungkin? Sudahlah! Jangan menggangguku! Aku harus segera melakukan perjalanan!" "Pokoknya aku harus ikut!" "Engkau tidak boleh ikut!" "Aku harus ikut! Pokoknya ikut!" "Kakak...." Tio Bun Yang betul-betul kewalahan menghadapi Bu Ceng Sianli, akhirnya ia duduk di bawah sebuah pohon. "Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa cekikikan sambil duduk di sebelahnya. "Adik kecil, kenapa engkau kelihatan takut padaku!" "Aku tidak takut padamu, melainkan tidak baik kita melakukan perjalanan bersama. Aku sudah punya kekasih, lagi pula kita baru berkenalan." "Itu tidak jadi masalah." Mendadak Tu Siao Cui memegang tangannya. "Adik kecil, aku suka sekali padamu." "Kakak...." Tio Bun Yang mengerutkan kening. "Terus terang, aku pun suka padamu. Tapi engkau kuanggap sebagai kakak." "Terima kasih! Terimakasih!" Ucap Tu Siao Cui. Tiba-tiba ia membaringkan dirinya, lalu memandang Tio Bun Yang dengan penuh gairah nafsu. Tio Bun Yang menghela nafas panjang, sedangkan Tu Siao Cui terus memikat sekaligus menggodanya dengan berbagai gaya merangsang. Akan tetapi, Tio Bun Yang tetap duduk tenang di tempat, kelihatannya sama sekali tidak terangsang. Betapa penasarannya Tu Siao Cui, ia tidak percaya iman Tio Bun Yang begitu teguh. Perlahan-lahan ia melebarkan sepasang kakinya, menghadap ke arah Tio Bun Yang. Setelah itu, ia menyingkap pakaiannya sehingga pahanya yang putih mulut itu tertampak sedikit. Perlu diketahui, Tu Siao Cui juga memiliki semacam ilmu sesat yang merangsang kaum lelaki. Kalau lelaki itu telah terangsang, tapi tidak disalurkan padanya, maka lelaki itu akan mati secara mengenaskan. Namun Tu Siao Cui justru tidak tahu, kalau Tio Bun Yang memiliki ilmu Penakluk Iblis. Karena itu, ia sama sekali tidak akan tergoda maupun terangsang. Itu sungguh membahayakan diri Tu Siao Cui sendiri, sebab akan terjadi senjata makan tuan. Tio Bun Yang tahu tentang itu, sehingga timbul rasa cemasnya. Sedangkan Tu Siao Cui sudah tidak bisa menarik kembali ilmu sesatnya itu, membuat wajahnya mulai memucat. Tiba-tiba Tio Bun Yang teringat sesuatu. Maka ia segera mengeluarkan sulingnya dengan wajah berseri-seri. Tak lama terdengarlah suara alunan suling yang sangat menyentuh hati. Begitu mendengar suara suling itu, sekujur badan Tu Siao Cui tampak tergetar keras. Berselang beberapa saat kemudian, wajahnya yang memucat itu mulai berubah seperti semula. Perlahan-lahan ia bangkit duduk di hadapan Tio Bun Yang, lalu menatapnya dengan penuh kekaguman. "Adik kecil..." Ujar Tu Siao Cui seusai Tio Bun Yang meniup sulingnya. "Aku sama sekali tidak menyangka, engkau begitu mahir meniup suling, bahkan suara sulingmu juga mengandung kekuatan yang dapat membersihkan hati maupun batin orang yang tersesat. Aku sungguh kagum padamu!" "Kakak tidak usah heran," Ujar Tio Bun Yang sambil tersenyum. "Kalau aku tidak memiliki ilmu Penakluk Iblis, pasti sudah tergoda!" "Apa!" Tu Siao Cui terbelalak. "Engkau masih sedemikian muda, tapi sudah memiliki ilmu itu?" "Sejak kecil aku sudah belajar ilmu Penakluk Iblis." Tio Bun Yang memberitahukan. "Aku juga tahu, kalau engkau memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali. Aku harap, mulai sekarang engkau jangan terlampau gampang membunuh orang, sebab akan menciptakan suatu karma buruk untukmu." "Adik kecil, terimakasih atas nasihatmu!" Ujar Tu Siao Cui sungguh-sungguh. "Baru kali ini aku bertemu dengan pemuda yang begitu luar biasa. Padahal usiaku sudah delapan puluh lebih." "Kakak!" Tio Bun Yang tersenyum. "Aku tak menyangka, kakak pun suka bergurau." "Adik kecil, kelak engkau akan percaya mengenai usiaku. Sampai jumpa!" Tu Siao Cui melesat pergi. Sayup-sayup terdengar suara seruannya. "Aku suka padamu...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala, berselang sesaat barulah ia melesat pergi melanjutkan perjalanannya. -ooo0dw0ooo- Beberapa hari kemudian, Tio Bun Yang sudah tiba di Kota Kang Shi. Mendadak ia teringat pada Ngo Tok Kauwcu-Phang Ling Cu Maka, segeralah ia menjadi markas Ngo Tok Kauw. "Adik Bun Yang...." Betapa gembiranya Ngo Tok Kauwcu. "Aku tak menyangka engkau akan ke mari." "Maaf, Kakak!" Ucap Tio Bun Yang jujur. "Aku bukan sengaja kemari, kebetulan berada di kota ini, maka aku mampir menengok Kakak." "Terima kasih!" Ngo Tok Kauwcu tersenyum. "Silakan duduk!" Tio Bun Yang duduk, kemudian memandang Ngo Tok Kauwcu seraya bertanya dengan penuh perhatian. "Bagaimana keadaan Kakak selama ni?" "Aku baik baik saja," Sahut Ngo Tok Kauwcu. "Oh ya, engkau baik-baik saja? Bagimana keadaan kauw heng?" "Aku baik-baik saia. Tapi...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang. Kauw heng sudah ma .." "Oh!" Ngo Tok Kauwcu menggeleng-geleng- kan kepala. "Sungguh kasihan kauw heng itu! Dia berkorban dem menyelamatkan nyawamu." "Aaaah!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang lagi. "Aku berhutang budi kepada monyet bulu putih itu. Maka aku bersumpah, turunanku tidak boleh membunuh monyet jenis apa pun." "Ngmm!" Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut. "Oh ya, kenapa engkau datang di kota ini!" "Aku sedang menuju ke Gunung Thian San." "Lho?" Ngo Tok Kauwcu tertegun. "Kenapa engkau ke sana lagi?" "Itu dikarenakan Goat Nio...." Tio Bun Yang memberitahukan. "Maka aku berangkat ke sana lagi." "Ternyata begitu! Tapi...." Ngo Tok Kauwcu mengerutkan kening. "Siapa pun yang pergi ke Gunung Thian San, harus melalui kota ini. Namun para anggotaku tidak melihat adanya seorang gadis menuju Gunung Thian San." "Oh?" Tio Bun Yang tertegun. "Mungkinkah dia mengambil jalan lain?" "Tidak mungkin," Ujar Ngo Tok Kauwcu. "Perjalanan ke Gunung Thian San harus melalui kota ini, jadi aku yakin Goat Nio belum sampai kota ini." "Bagaimana mungkin dia belum sampai di kota ini?" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tio Bun Yang mengerutkan kening. "Dia berangkat duluan karena mengira aku masih di Gunung Thian San" "Kalau begitu...." Wajah Ngo Tok Kauwcu agak berubah. "Apakan telah terjadi sesuatu atas dirinya?" "Itu...." Tio Bun Yang mulai cemas. "Kepandaiannya cukup tinggi, tidak mungkin akan terjadi sesuatu atas dirinya. Oh ya, engkau tahu bagamana keadaan Seng Hwee Sin Kun? Apakah dia sudah pulih?" "Aku telah memperoleh informasi mengenai Seng Hwee Sin Kun," Jawab Ngo Tok Kauwcu memberitahukan. "Dalam bulan ini dia akan pulih, maka engkau harus berhati-hati." "Ya." Tio Bun Yang manggut-manggut. "Adik Bun Yang!" Ngo Tok Kauwcu menatapnya seraya bertanya. "Bagaimana kepandaianmu sekarang? Apakah sudah bertambah maju?" "Kepandaianku memang sudan bertambah maju..." Jawab Tio Bun Yang dan menutur tentang keberhasilannya mempelajari ilmu Kan Kun Taylo Im Kang. "Syukurlah!" Ucap Ngo Tok Kauwcu dengan wajah berseri "jadi engkau pasti sudah dapat menandingi Seng Hwee Sin Kun." "Mudah-mudahan!" Sahut Tio Bun Yang sambil menghela nafas panjang. "Kini yang kupikirkan adalah Goat Nio. Kalau aku belum bertemu dia, sama sekali tidak bisa tenang." "Adik Bun Yang...." Ngo Tok Kauwcu menggelenggelengkan kepala. "Oh ya, aku akan menyuruh beberapa anggotaku untuk mencari Goat Nio. Apabila ada kabar beritanya, aku pasti ke markas pusat Kay Pang memberitahukan kepada mu." 'Terimakasih, Kak!" Ujar Tio Bun Yang dan melanjutkan. "Tapi biar bagiamanapun, aku harus ke Gunung Thian San. " "Baik." Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut. "Bertemu atau tidak dengan Goat Nio, aku harap engkau ke mari lagi!" "Itu sudah pasti." Tio Bun Yang mengangguk. "Karena aku pulang dari Thian San harus melalui kota ini." "Kapan engkau akan berangkat ke Gunung Thian San?" "Sekarang." "Apa?" Ngo Tok Kauwcu terbelalak. "Engkau mau berangkat sekarang? Tidak bermalam di sini?" "Aku harus cepat-cepat sampai di sana," Sahut Tio Bun Yang sekaligus berpamit. "Kakak, aku mohon diri!" "Adik Bun Yang," Pesan Ngo Tok Kauwcu. "Pulang dari Gunung Thian San, jangan lupa mampir! Sebab aku pun akan menyuruh beberapa orang pergi menyelidiki tentang Goat Nio." "Terimakasih, Kak! Sampai jumpa!" Ucap Tio Bun Yang lalu berangkat ke Gunung Thian San dengan perasaan cemas. -ooo0dw0oo- Beberapa hari kemudian, Tio Bun Yang sudah sampai di Gunung Thian San. Akan tetap walau ia sudah mencari ke sana ke mari di gunung itu, namun tetap tidak berhasil menemukan Siang Koan Goat Nio. Akhirnya ia menuju goa tempat tinggal monyet bulu putih. Begitu memasuki goa tersebut, ia langsung menjatuhkan d duduk di hadapan makam monyet bulu putih. "Kauw heng...." Sepasang mata Tio Bun Yang bersimbah air. "Aku datang di Gunung Thian San ini untuk mencari Goat Nio, namun dia tidak berada di gunung in Maka aku ke mari menengokmu, kauw heng...." Tio Bun Yang terisak-isak. Berselang sesaat barulah ia baugkit berdiri dan berkata. "Kauw heng, aku tidak bisa lama-lama di sini karena masih harus pergi mencari Goat Nio maafkan aku!" Tio Bun Yang terus menatap makam monyet bulu putih itu, lama sekali barulah meninggalkan goa tersebut. la melakukan perjalanan dengan menggunakan ginkang. Beberapa hari kemudian ia sudah sampai di kota Kang Shi, dan langsung menuju markas Ngo Tok Kauw. "Adik Bun Yang...." Ngo Tok Kauwcu menatapnya. "Duduklah!" Tio Bun Yang duduk sambil menghela nafas panjang, kemudian menggeleng- gelengkan kepala seraya berkata. "Kakak, aku tidak bertemu Goat Nio." "Berarti dia tidak ke Gunung Thian San. Aku pun belum memperoleh kabar beritanya." "Aaah...!" Keluh Tio Bun Yang dengan wajah cemas. "Mungkinkah telah terjadi sesuatu atas dirinya?" "Menurut aku tidak," Ujar Ngo Tok Kauwcu. "Kemungkinan besar dia kembali ke markas pusat Kay Pang. Maka alangkah baiknya engkau ke markas pusat Kay Pang saja. Kalau aku memperoleh kabar beritanya, pasti ke sana memberitahukan kepadamu." "Baiklah." Tio Bun Yang mengangguk. "Kalau begitu, aku harus segera berangkat ke markas pusat Kay Pang. Sampai jumpa Kak!" -ooo0dw0ooo Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / Bagian ke empat puluh dua Siang Koan Goat Nio ditangkap Sementara itu di markas Seng Hwee Kauw, tampak Leng Bin Hoatsu, Pek Bin Kui, Pat Pie Lo Koay dan Tok Clu Ong duduK dengan wajah serius. Berselang beberapa saat kemudian, terdengarlah suara tawa terbahak-bahak, muncullah Seng Hwee Sin Kun dengan wajah berseri-seri. "Ha ha ha! Ha ha ha...!" "Selamat, Ketua!" Ucap mereka berempat sambil bangkit berdiri, sekaligus memberi hormat kepada Seng Hwee Sin Kun. "Terimakasih! Terimakasih! Ha ha ha...!" Sahut Seng Hwee Sin Kun tertawa sambil duduk. Leng Bin Hoatsu dan lainnya juga ikut duduk. Seng Hwee Sin Kun menatap mereka dengan penuh perhatian. "Tidak sampai setahun aku sudah pulih, bahkan Iweekangku juga bertambah tinggi setelah makan sisa pil Seng Hwee Tan itu. Kini sudah saatnya Seng Hwee Kauw menguasai rimba persilatan." "Benar, Kauwcu," Sahut Leng Bin Hoatsu. "Kini Kauwcu telah pulih, berarti sudah saatnya Seng Hwee Kauw menguasai rimba persilatan." "Ngmm!" Seng Hwee Sin Kun manggut-manggut. "Oh ya, bagaimana keadaan rimba persilatan selama aku berada di dalam ruang rahasia?" "Tidak terjadi apa-apa," Sahut Pek Bin Kui. "Tapi belum lama ini di rimba persilatan telah muncul Bu Ceng Sianli." "Bu Ceng Sianli?" Seng Hwee Sin Kun mengerutkan kening. "Siapa dia dan bagaimana kepandaiannya?" "Dia seorang gadis berusia dua puluhan, parasnya cantik sekali dan berkepandaian sangat tinggi." Pek Bin Kui memberitahukan. "Siapa gurunya dan berasal dari mana serta perguruan mana, kami sama sekali tidak mengetahuinya." "Oh?" Seng Hwee Sin Kun mengerutkan kening lagi seraya bertanya. "Apakah dia menentang perkumpulan kita?" "Dia memang sering membunuh para anggota kita, tapi juga pernah membunuh kaum persilatan dari golongan putih," Jawab Pek Bin Kui. "Kalian diam saja? Sama sekali tidak mengambil suatu tindakan terhadap Bu Ceng Sianli itu?" Tanya Seng Hwee Sin Kun bernada gusar. "Kauwcu!" Leng Bin Hoatsu memberitahukan. "Aku telah mengutus Hek Sim Popo pergi memberesinya, tapi...." "Kenapa?" Tanya Seng Hwee Sin Kun dengan kening berkerut-kerut. "Telah terjadi sesuatu?" "Ya." Leng Bin Hoatsu mengangguk. "Hek Sim Popo telah mati, belasan anggota kita pulang...." "Apa?" Air muka Seng Hwee Sin Kun berubah hebat. "Hek Sim Popo dibunuh oleh Bu Ceng Sianli itu?" "Ya," Sahut Pat Pie Lo Koay. "Kalau waktu itu Giok Siauw Sin Hiap tidak berada di tempat, belasan anggota kita pun pasti dibunuh." "Giok Siauw Sin Hiap bersama Bu Ceng Sianli itu?" Tanya Seng Hwee Sin Kun sambil mengepal tinju. "Mereka berdua memang bersama, tapi mereka tiada hubungan satu sama lain." Pat Pie Lo Koay memberitahukan. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kauwcu, secara tidak langsung kita berhutang budi kepada Giok Siauw Sin Hiap." "Kita berhutang budi pada Giok Siauw Sin Hiap? Ha ha ha...!" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak. "Omong kosong!" "Itu memang benar..." Ujar Pat Pie Lo Koay. "Seng Hwee Kauw tidak berhutang budi kepada siapa pun," Sahut Seng Hwee Sin Kun ketus. "Oh ya, bagaimana Lu Thay Kam? Apakah dia pernah mengutus orangnya ke mari?" "Gak Cong Heng, wakil Lu Thay Kam memang pernah ke mari, namun tidak membicarakan apa pun pada kami, hanya sekedar mengobrol lalu pergi," Jawab Leng Bin Hoatsu. "Karena Kauwcu menutup diri di ruang rahasia, sejak itu pihak Lu Thay Kam tidak pernah ke mari lagi." "Ngmm!" Seng Hwee Sin Kun manggut-mang- gut. "Kini Seng Hwee Kauw harus mulai bertindak, maksudku harus membasmi Kay Pang dan partai-partai lainnya, agar Seng Hwee Kauw dapat menguasai rimba persilatan." "Maaf Kauwcu!" Ujar Pat Pie Lo Koay. "Menurut aku, lebih baik kita membereskan Bu Ceng Sianli dulu. Setelah itu, barulah kita membasmi Kay Pang dan partai-partai besar lainnya". "Kalian tahu Bu Ceng Sianli itu berada di mana?" Tanya Seng Hwee Sin Kun. "Kami tidak tahu," Sahut Leng Bin Hoatsu sambil menggelengkan kepala. "Kalau begitu...." Seng Hwee Sin Kun mengerutkan kening. "Cara bagaimana kita memberesinya?" "Kauwcu!" Leng Bin Hoatsu memberitahukan. "Sebetulnya Bu Ceng Sianli bersifat agak sesat. Kalau kita bisa menariknya untuk bergabung, itu sungguh baik sekali." "Tapi bukankah dia sering membunuh para anggota kita?" "Benar." Leng Bin Hoatsu mengangguk. "Namun itu dikarenakan para anggota kita yang mengganggunya duluan, maka dia membunuh mereka. Bu Ceng Sianli pun pernah membunuh para pesilat dari golongan putih. Apabila dia mau bergabung dengan kita, bukankah kita dapat memanfaatkannya untuk membunuh para pesilat golongan putih?" "Ide yang cemerlang!" Ujar Seng Hwee Sin Kun sambil tertawa gelak. "Kalau begitu, kalian harus berusaha mengundangnya ke mari. Itu adalah tugas kalian, laksanakan dengan baik!" "Ya," Sahut mereka serentak, kemudian Pek Bin Kui memberitahukan. "Kauwcu, kami telah menerima informasi, bahwa Siang Koan Goat Nio sedang menuju markas pusat Kay Pang." "Oh?" Wajah Seng Hwee Sin Kun tampak berseri. "Kalau begitu, cepatlah kalian pergi tangkap dia!" "Kauwcu," Tanya Pat Pie Lo Koay. "Kenapa gadis itu harus ditangkap?" "Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa. "Kalau dia kutangkap, tentunya dia tidak akan tiba di markas pusat Kay Pang. Nah, bukankah itu akan mencemaskan pihak Kay Pang?" "Maksud Kauwcu menyanderanya?" Tanya Pat Pie Lo Koay. "Kira-kira begitulah," Seng Hwee Sin Kun manggutmanggut. "Setelah itu, barulah kita kirim berita ke markas pusat Kay Pang, agar mereka datang ke mari. Di saat itulah kita membantai mereka." "Betul." Pek Bin Kui mengangguk. "Kita harus bertindak begitu." "Tapi...." Pat Pie Lo Koay menggeleng-gelengkan kepala. "Itu pasti akan mengundang kemarahan pihak Pulau Hong Hoang To, yang tentunya akan membahayakan Seng Hwee Kauw." "Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terbahak-bhak. "Aku justru ingin memancing mereka ke mari, kalian harus tahu. Kepandaianku kini boleh dikatakan sudah tiada tanding di kolong langit. Nah, apa yang harus ditakuti?" Pat Pie Lo Koay diam, sedangkan yang lain justru tertawa gembira. Berselang sesaat Seng Hwee Sin Kun berkata. "Kalian berempat cepat pergi menangkap Siang Koan Goat Nio, tapi jangan melukainya! Pergunakan bom asap agar dia pingsan, barulah kalian tangkap!" "Ya, Kauwcu," Sahut mereka berempat, lalu berangkat pergi untuk menangkap Siang Koan Goat Nio. -oo0dw0oo- Siang Koan Goat Nio terus melakukan perjalanan menuju markas pusat Kay Pang. Ketika sampai di tempat yang sepi, mendadak melayang turun beberapa orang di hadapannya. Mereka ternyata Leng Bin Hoatsu, Pek Bin Kui, Pat Pie Lo Koay dan Tok Chiu Ong. "Ha ha ha!" Leng Bin Hoatsu tertawa seraya berkata. "Nona, kita bertemu lagi!" "Kalian mau apa?" Tanya Siang Koan Goat Nio dingin sambil mengeluarkan sulingnya. "Nona," Sahut Pat Pie Lo Koay memberitahukan. "Kami ke mari bermaksud mengundangmu ke markas kami, itu adalah perintah Kauwcu kami " "Bagaimana kalau aku menolak?" "Kami terpaksa harus menggunakan kekerasan," Ujar Leng Bin Hoatsu. "Oleh karena itu, kami harap Nona menurut!" "Hmm!" Dengus Siang Koan Goat Nio dingin. "Aku tidak akan menurut, pokoknya aku akan melawan mati-matian!" "Baik!" Leng Bin Hoatsu tertawa dan berseru. "Mari kita serang Nona Siang Koan ini!" Seketika mereka berempat langsung menyerang Siang Koan Goat Nio dengan tangan kosong. Gadis itu bergerak cepat berkelit, kemudian balas menyerang dengan sulingnya, menggunakan ilmu Cap Pwee Kim Siauw Ciat Hoat (Delapan Belas Jurus Maut Suling Emas). Akan tetapi, belasan jurus kemudian Siang Koan Goat Nio tampak mulai berada di bawah angin. Di saat itulah ia menggunakan Cit Loan Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pusing Tujuh Keliling) ciptaan Tio Cie Hiong. Begitu Siang Koan Goat Nio menggunakan ilmu tersebut, Leng Bin Hoatsu dan lainnya segera meloncat ke belakang. Pek Bin Kui merogoh ke dalam bajunya, mengeluarkan suatu benda ber- bentuk bulat, lalu dilemparkannya ke arah gadis itu. Daaar! Benda itu meledak dan mengeluarkan asap. "Haaah...?" Siang Koan Goat Nio terperanjat. Ia tahu asap itu mengandung racun, tapi sudah tidak sempat menutup pernafasannya, akhirnya ia terkulai pingsan. "Ha ha ha!" Pek Bin Kui tertawa. "Kita berhasil, Kauwcu pasti gembira sekali!" "Mari kita bawa dia pulang!" Sahut Leng Bin Hoatsu. "Jangan membuang waktu di sini!" "Baik." Pat Pie Lo Koay mengangguk, kemudian membopong Siang Koan Goat Nio. "Ha ha ha!" Leng Bin Hoatsu tertawa gelak. "Mari kita kembali ke markas!" -ooo0dw0ooo Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / Betapa gembiranya Seng Hwee Sin Kun karena Siang Koan Goat Nio sudah tertangkap. Pat Pie Lo Koay menaruh gadis itu ke bawah. Ternyata gadis itu masih dalam keadaan pingsan. "Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun terus tertawa terbahakbahak. "Kini gadis itu berada di tangan kita, pihak Kay Pang pasti cemas sekali!" "Kauwcu," Tanya Pat Pie Lo Koay. "Kapan Kauwcu akan mengutus orang ke markas Kay Pang?" "Tidak perlu begitu cepat," Sahut Seng Hwee Sin Kun. "Aku ingin membuat pihak Kay Pang dan pihak Pulau Hong Hoang To dicekam rasa gelisah terutama kedua orang tua gadis itu! Ha ha ha...!" "Kauwcu,"ujar Pek Bin Kui mengusulkan. "Bagaimana kita musnahkan kepandaiannya?" "Itu ..."Seng Hwee Sin Kun tampak ragu. "Tidak perlu,"sela Pat Pie Lo Koay cepat. "Kalau kita memusnahkan kepandaian gadis itu, sama juga mempermalukan Seng Hwee kauw, bukan?" "Benar," Seng Hwee kauwcu manggut-manggut. "Kalau begitu,kurung saja dia dan biarkan dia sadar sendiri." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ya" PatPie Lo Koay mengangguk,sekaligus membopong Siang Koan Goat Nio lalu dibawa ke dalam. Berselang sesaat, Pat Pie Lo Koay sudah kembali ke ruang depan. "Bagaimana?"tanya Seng Hwee Sin Kun.dis itu sudah dikurung?" "Sudah, Kauwcu" Pat Pie Lo Koay mengangguk. "Baiklah" Seng Hwee Sin Kun manggut-manggut. "Sekarang kalian boleh beristirahat." "Terimakasih, Kauwcu!"ucap mereka sentak, kemudian pergi ke kamar masing-masing Begitu memasuki kamar, Pat Pie Lo Koay berjalan mondarmandir dengan kening berkerut-kerut, kelihatannya ia sedang memikirkan sesuatu, berselang beberapa saat kemudian ia manggut-manggut epertinya sudah mengambil suatu keputusan. Malam harinya, Pat Pie Lo Koay berjalan berendap-endap menuju halaman belakang, lalu melesat ke atas sebuah pohon. Sungguh di luar dugaan, ternyata ada seekor burung merpati di atas pohon itu. Pat Pie Lo Koay mengikat sesuatu di kaki burung merpati itu, kemudian menepuk kepala burung merpati tersebut seraya berkata "Cepatlah engkau terbang ke markas Ngo Tok Kauw, tapi harus berhati-hati!" Burung merpati itu manggut-manggut, lalu terbang meluncur ke angkasa. Pat pie Lo Koay menghela nafas lega, dan segera kembali ke kamarnya. -ooo0dw0ooo- Perlahan-lahan Siang Koan Goat Nio membuka matanya, ternyata gadis itu telah sadar dan tampak tercengang karena mendapatkan dirinya berada di dalam kamar batu. "Eh? Aku berada dimana?" Gumamnya sambil menengok ke sana ke mari. "Apakah aku sudah ditangkap?" Siang Koan Goat Nio mencoba menghimpun lweekangnya, namun tidak berhasil karena sekujur badannya masih lemas. "Haaah?" Gadis itu terkejut bukan main. "Aku telah kehilangan hawa murni?" Mendadak pintu kamar batu itu terbuka, Pat Pie Lo Koay berjalan ke dalam. Begitu melihat Pat Pie Lo Koay itu, Siang Koan Goat Nio menudingnya. "Cepat lepaskan aku! Cepaaat!" "Tenang, Nona!" Sahut Pat Pie Lo Koay. "Kauwcu kami ingin menemuimu, mari ikut aku ke ruang depan!" "Hmm!" Dengus Siang Koan Goat Nio dingin. "Aku tidak sudi menemui Seng Hwee Sin Kun yang licik itu!" "Nona...." Pat Pie Lo Koay menatapnya dalam- dalam. "Mari ikut aku agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan!" Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening, lama sekali barulah mengangguk, lalu bersama Pat Pie Lo Koay menuju ruang depan. "Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak. "Apa kabar, Nona Siang Koan? Tentunya engkau baik-baik saja, bukan?" "Hmm!" Dengus Siang Koan Goat Nio dingin. "Silakan duduk, Nona Siang Koan!" Ucap Seng Hwee Sin Kun. Siang Koan Goat Nio duduk, Seng Hwee Sin Kun menatapnya tajam, kemudian tertawa seraya berkata. "Ha ha ha! Tahukah engkau kenapa kami menangkapmu?" "Tahu," Sahut Siang Koan Goat Nio. "Pertanda kalian semua pengecut!" "Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak. "Kalau kami pengecut, engkau pasti sudah jadi mayat!" "Oh?" Siang Koan Goat Nio tertawa dingin. "Kalau begitu, cepatlah bunuh aku!" "Bunuh engkau?" Seng Hwee Sin Kun tertawa lagi. "Kami tidak akan membunuhmu, hanya mengurungmu di sini saja." "Seng Hwee Sin Kun, lebih baik engkau segera melepaskan aku!" Bentak Siang Koan Goat Nio. "Kalau tidak...." "He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terkekeh-kekeh. "Engkau harus tahu apa sebabnya aku mengurungmu di sini! Itu agar pihak Kay Pang dan pihak Pulau Hong Hoang To ke mari, karena aku ingin membunuh mereka semua!" "Oh?" Siang Koan Goat Nio tidak terkejut, sebaliknya malah tertawa dingin dan berkata. "Seng Hwee Sin Kun, jangan menyombongkan diri! Mungkin engkau yang akan mati di tangan Kakak Bun Yang!" "Maksudmu Giok Siauw Sin Hiap itu?" "Ya." "Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak. "Kalau waktu itu monyet bulu putih tidak menangkis pukulanku, Giok Siauw Sin Hiap pasti sudah mati!" "Hm!" Dengus Siang Koan Goat Nio, kemudian bertanya mendadak. "Seng Hwee Sin Kun, kenapa engkau begitu dendam kepada kami?" "Karena aku memang punya dendam dengan pihak Kay Pang dan pihak Pulau Hong Hoang To!" Seng Hwee Sin Kun memberitahukan. "Terutama terhadap Kou Hun Bijin itu, karena gara- gara dia kakak seperguruanku mati di tangan Kwan Gwa Siang Koay dan Ngo Kui!" "Oh?" Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening. Ia memang cerdik maka tidak membocorkan identitas dirinya. "Pat Pie Lo Koay, bawa dia ke dalam kamar batu itu!" Ujar Seng Hwee Sin Kun. "Dan jangan lupa beri dia minum racun pelemas badan!" "Ya, Kauwcu." Pat Pie Lo Koay mengangguk, kemudian membawa Siang Koan Goat Nio ke kamar batu. Gadis itu menurut, karena tahu bahwa melawan pun percuma, bahkan akan membahayakan dirinya. Namun ia tetap berharap Tio Bun Yang akan muncul menolongnya. -oo0dw0ooo- Sementara itu, Tio Bun Yang telah sampai di markas pusat Kay Pang. Akan tetapi, Siang Koan Goat Nio tidak berada di markas itu. "Jadi...." Lim Peng Hang menatapnya. "Engkau tidak bertemu Goat Nio di Gunung Thian San?" "Tidak." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Menurut Ngo Tok Kauwcu, Goat Nio tidak ke Gunung Thian San." "Kenapa Ngo Tok Kauwcu mengatakan begitu?" Lim Peng Hang heran. "Sebab siapapun yang pergi ke Gunung Thian San, harus melalui Kota Kang Shi," Jawab Tio Bun Yang memberitahukan. "Tapi para anggota Ngo Tok Kauw sama sekali tidak melihat Goat Nio di kota itu. Maka Ngo Tok Kauwcu berkesimpulan, bahwa Goat Nio tidak pergi ke Gunung Thian San." "Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Kalau begitu, pergi ke mana Goat Nio?" "Mungkinkah..." Ujar Gouw Han Tiong dengan kening berkerut-kerut. "telah terjadi sesuatu atas dirinya?" "Goat Nio berkepandaian cukup tinggi, tidak mungkin akan terjadi sesuatu atas dirinya," Sahut Lim Peng Hang. "Lalu kenapa tiada kabar beritanya?" Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan kepala dan menambahkan. "Bun Yang, lebih baik engkau tunggu disini. Engkau jangan ke manamana, jadi kalian tidak akan selisih jalan lagi!" "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Aku merasa heran, sebetulnya dia pergi ke mana? Kenapa tiada jejaknya sama sekali?" "Begini," Ujar Lim Peng Hang sungguh-sungguh. "Kakek akan menyuruh beberapa orang menyelidiki jejak Goat Nio, engkau tinggal di sini saja," "Ya, Kakek." Tio Bun Yang mengangguk. Wajahnya tampak cemas dan muram sekali. "Seandainya Goat Nio terjadi sesuatu...." "Bun Yang!" Gouw Han liong tersenyum. ''Jangan memikirkan yang bukan-bukan! Goat Nio tidak akan terjadi apa-apa. Percayalah!" "Mudah-mudahan!" Ucap Tio Bun Yang. Kemudian mendadak ia teiingat sesuatu. "Oh ya, apakah Kakek pernah mendengar tentang Bu Ceng Sianli?" "Bu Ceng Sianli?" Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala. "Kakek tidak pernah mendengar tentang dia. Mungkinkah dia adalah pendekar wanita yang baru muncul di rimba persilatan! Engkau bertemu dia?" "Aku memang telah bertemu Bu Ceng Sianli tu." Tio Bun Yang memberitahukan sambil menghela nafas. "Dia cantik jelita berusia dua puluhan, namun berhati kejam. Dia membunuh orang seperti membunuh semut." "Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Dia membunuh siapa?" "Membunuh Hek Sim Popo...." Tio Bun Yang menutur tentang kejadian itu dan menambahkan. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bahkan dia pun ingin membunuh para anggota Seng Hwee Kauw, tapi aku mencegahnya." "Kenapa dia membunuh pihak Seng Hwee Kauw?" Gouw Han Tiong heran. "Apakah dia punya dendam dengan pihak Seng Hwee Kauw?" "Sebetulnya dia tidak punya dendam apa pun dengan pihak Seng Hwee Kauw, hanya dikarenakan para anggota Seng Hwee Kauw menggodanya, maka dia membunuh mereka." "Engkau bentrok dengan Bu Ceng Sianli itu?" Tanya Lim Peng Hang sambil menatapnya. "tidak" Tio Bun Yang menghela nafas. "Ketika aku mencegahnya membunuh para anggota Seng Hwee Kauw, dia tampak gusar tapi kemudian malah menuruti perkataanku." "Engkau tahu namanya dan bagaimana kepandaiannya?" Tanya Gouw Han Tiong. "Dia bernama Tu Siao Cui kepandaiannya tinggi sekali," Jawab Tio Bun Yang memberitahukan. "Hanya Belasan jurus dia telah berhasil membunuh Hek Sim Popo." "Oh?" Lim Peng Hang terperanjat. "Kalau begitu, kepandaiannya memang tinggi sekali." "Bun Yang," Tanya Gouw Han Tiong. "Enakau tahu siapa gurunya?" "Tidak tahu." Tio Bun Yang menggeleng- gelengkan kepala. "Aku justru bingung memikirkannya." "Kenapa bingung?" Lim Peng Hang menatapnya tajam. "Kakek jangan salah paham!" Ujar Tio Bun Yang dengan wajah agak kemerah-merahan. "Yang kupikirkan adalah identitasnya, sebab aku pernah bertemu Thian Gwa Sin Hiap di dalam goa, di Gunung Hong San...." Tio Bun Yang menutur tentang itu. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong mendengar dengan penuh peihatian. "Thian Gwa Sin Hiap..." Gumam Lim Peng liang seusai Tio Bun Yang menutur, kemudian bertanya kepada Gouw Han Tiong. "Engkau pernah mendengar tentang Thian Gwa Sin Hiap dan Tu Siao Cui?" "Tidak pernah" Gouw Han Tiong menggelengkan kepala. "Kalau begitu..." Ujar Lim Peng Hang. "Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui itu bukan Tu Siao Cui, murid Thian Gwa Sin Hiap itu. Mungkin kebetulan nama mereka sama, sebab Tu Siao Cui murid Thian Gwa Sin Hiap itu sudah berusia delapan puluhan, sedangkan Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui baru berusia dua puluhan." "Kakek, aku pun berpikir begitu." Tio Bun Yang memberitahukan. "Tapi Bu Ceng Sianli justru mengaku, bahwa dirinya adalah Tu Siao Cui murid Thian Gwa Sin Hiap itu." "Menurut aku..." Ujar Lim Peng Hang setelah berpikir sejenak. "Gadis itu pasti bercanda denganmu." "Aku pun beranggapan begitu. Tidak mungkin Bu Ceng Sianli itu adalah Tu Siao Cui murid Thian Gwa Sin hiap." Tio Bun Yang menggeleng- gelengkan kepala. "Tapi dia justru mengatakan, kelak aku akan mengetahuinya." "Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening dan berpesan. "Bun Yang, engkau harus berhati- hati terhadapnya. Kakek yakin dia berasal dari golongan sesat." "Benar, Kakek." Tio Bun Yang mengangguk. "Gadis itu memang memiliki ilmu sesat. Dia... dia menggunakan ilmu sesat itu untuk merangsang diriku." "Bagaimana engkau?" Tanya Lim Peng Hang tegang. "Apakah engkau terangsang olehnya?" "Tidak." Tio bun Yang tersenyum. "Kakek sudah lupa ya? Aku memiliki ilmu Penakluk Iblis " "Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggut sambil menarikk nafas lega. "Kakek melupakan itu." "Kakek," Ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh. "Kalau aku tidak memiliki ilmu Penakluk Iblis, mungkin akan terangsang." "Bun Yang," Tanya Gouw Han Tiong mendadak. "Bagaimana cara gadis itu merangsangmu?" "Caranya... " Tio Ban Yarg memberitahukan dengan wajah agak kemerah-merahan, kemudian menambahkan. "Aku mengeluarkan sulingku sekaligus meniupnya, akhirnya dia tersentak sadar." "Bukan main!" Gouw Han Tiong menggeleng- gelengkan kepala "lelaki mana yang tidak akan terangsang?" "Tapi?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Menurut aku, dia cuma ingin mcncoba dirimu." "Kenapa Kakek mengatakan begitu?" Tio Ban Yang heran. "Coba engkau pikir, para anggota Seng Hwee Kauw menggodanya, dia langsung membunuh mereka tanpa ampun! Berarti dia bukan gadis yang bukan-bukan. Namun terhadapmu, dia malah...." Lim Peng Hang menjelaskan. "Nah, bukankah dia ingin mencoba bagaimana keteguhan imanmu?" "Benar juga, Kakek." 'Tio Bun Yang tersenyum. "Aku sama sekali tidak berpikir sampai ke situ, tapi dia bilang suka kepadaku. Itu sungguh memusingkan pikiranku'" "Tidak apa-apa," Sahut Lim Peng Hang sungguh-sungguh. "Mungkin dia telah menganggapmu sebagai adik, maka berani mencetuskan ucapan itu." "Kakek, aku memang berharap begitu. Kalau tidak, repotlah aku," Ujar Tio Bun Yang sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Karena Goat Nio akan menaruh salah paham padaku." "Jangan khawatir!" Lim Peng Hang tersenyum. "Kakek akan menjelaskan kepada Goat Nio." "Terimakasih, Kakek! Terimakasih!" Ucap Tio Bun Yang. "Tapi entah kapan Goat Nio akan muncul di sini! Aku... aku mengkhawatirkannya." "Tenang saja!" Ujar Lim Peng Hang menghiburnya. "Percayalah Goat Nio tidak akan terjadi apa-apa." "Yaaah!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang. Mudahmudahan dia tidak akan terjadi apa- apa!" -ooo0dw0ooo- Bagian ke empat puluh tiga Berkumpul di Markas Pusat Kay Pang Kini kepandaian Kam Hay Thian sudah maju pesat dan lweekangnya pun bertambah tinggi Oleh karena itu, ia memohon pamit kepada Tio Cie Hiong. "Paman, aku ingin kembali ke Tionggoan." "Ngmm!" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Memang sudah waktunya engkau kembali ke Tionggoan, tapi engkau harus ingat! Jangan terlampau gampang membunuh orang, sebab akan menimbulkan karma buruk bagi dirimu sendiri! Ingatlah itu!" "Ya, Paman." Kam Hay Thian mengangguk. "Hay Thian!" Lim Ceng Im menatapnya seraya berkata. "Hui San adalah gadis yang baik, bahkan sangat mencintaimu. Oleh karena itu, janganlah engkau menyia-nyiakannya!" "Bibi...." Kam Hay Thian mengerutkan kening. "Engkau tidak mencintainya?" Tanya Lim Ceng Im sambil menatapnya tajam. "Aku...." Kam Hay Thian menundukkan kepala. "Aku...." "Hay Thian!" Lim Ceng Im menghela nafas panjang. "Kalau menolak cintanya, engkau pasti akan menyesal." Kam Hay Thian tidak menyahut. Tio Cie Hiong memandangnya, kemudian menggelenggelengkan kepala. "Cinta memang tidak bisa dipaksakan, namun... Hui San merupakan gadis yang lemah lembut, bahkan boleh dikatakan dia yang menyelamatkan nyawamu. Engkau harus ingat itu!" Katanya. "Aku pasti ingat, Paman," Ujar Kam Hay Thian. "Tapi mengenai soal cinta, memang tidak bisa dipaksa." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Baiklah." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Besok pagi engkau boleh kembali ke Tionggoan." Dalam waktu bersamaan, muncullah Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw. Keduanya lalu menghampiri Kam Hay Thian sambil tersenyum. "Hay Thian," Ujar Sie Keng Hauw sambil memandangnya. "Adikku mencarimu ke mana- mana, ternyata engkau berada di sini!" "Aku mohon pamit kepada Paman dan Bibi." Kam Hay Thian memberitahukan. "Besok pagi aku akan kembali ke Tionggoan!" "Apa?" Lie Ai Ling terbelalak. "Besok pagi engkau akan kembali ke Tionggoan?" "Ya." Kam Hay Thian mengangguk. "Lalu bagaimana Hui San?" Tanya Lie Ai Ling tanpa sadar. "Engkau tidak mengajaknya?" "Aku...." Kam Hay Thian menundukkan kepala. "Ai Ling," Ujar Sie Keng Hauw. "Bagaimana kalau kita dan Hui San juga berangkat ke Tionggoan?" "Setuju," Sahut Lie Ai Ling dengan wajah berseri. "Ai Ling," Ujar Lim Ceng Im sambil menatapnya. "Lebih baik engkau minta ijin kepada kedua orang tuamu dulu, Keng Hauw juga harus ikut menghadap!" "Ya, Bibi," Sahut Sie Keng Hauw dan Lie Ai Ling serentak, lalu bermohon diri. Mereka berdua pergi menemui Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa, sedangkan Kam Hay Thian masih tetap berdiri di tempat. "Hay Thian, pergilah engkau menemui Hui San!" Ujar Tio Cie Hiong. "Beritahukan kepadanya, bahwa engkau akan kembali ke Tionggoan esok! Kalau dia mau ikut, ajaklah!" "Ya, Paman," Kam Hay Thian mengangguk, lalu melangkah pergi dengan kepala tertunduk. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im saling memandang, kemudian mereka menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela nafas panjang. "Aku khawatir..." Ujar Tio Cie Hiong perlahan. "di antara mereka akan terjadi sesuatu kelak." "Maksudmu Kam Hay Thian dan Lu Hui San?" Tanya Lim Ceng Im. "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Sebab Kam Hay Thian sangat dendam pada Lu Thay Kam, sedangkan Lu Hui San adalah anak angkat Lu Thay Kam itu. Nah, itu...." "Mudah-mudahan tidak akan terjadi suatu apa pun!" Ucap Lim Ceng Im. "Ya, mudah-mudahan!" Sahut Tio Cie Hiong. "Namun semua itu sudah merupakan takdir." -ooo0dw0ooo- Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa terbelalak ketika mendengar putrinya menyatakan ingin berangkat ke Tionggoan. "Apa?" Lie Man Chiu menatap mereka. "Kalian berdua ingin berangkat ke Tionggoan?" "Ya." Lie Ai Ling mengangguk. "Kami ingin ke markas pusat Kay Pang, mungkin Kakak Bun Yang dan Goat Nio berada di sana." "Tapi...." Lie Man Chiu mengerutkan kening. "Ayah, ijinkanlah kami ke Tionggoan!" Desak Lie Ai Ling. "Sebab besok pagi Hay Thian juga akan kembali ke Tionggoan." "Oh?" Tio Hong Hoa tertegun. "Dia sudah mengambil keputusan itu?" "Ya." Lie Ai Ling mengangguk. "Dia sudah minta ijin kepada paman dan bibi, kami ingin berangkat bersamanya." "Bagaimana Hui San?" Tanya Tio Hong Hoa. "Dia pasti ikut," Sahut Lie Ai Ling. "Ibu, ijinkanlah kami ke Tionggoan!" "Itu...." Tio Hong Hoa memandang Lie Man Chiu seraya bertanya. "Bagaimana? Engkau memperbolehkan mereka ke Tionggoan?" "Kita memang tidak bisa terus menahan mereka di sini, karena itu kita harus memperbolehkan mereka ke Tionggoan," Sahut Tio Hong Hoa sambil tersenyum. "Terimakasih, Ibu!" Ucap Lie Ai Ling. "Terimakasih, Bibi!" Ucap Sie Keng Hauw dengan wajah berseri dan menambahkan. "Aku pasti baik-baik menjaga Ai Ling." "Ngmm!" Tio Hong Hoa manggut-manggut. "Bibi mempercayaimu, tapi kalian harus langsung menuju ke markas pusat Kay Pang!" "Ya, Ibu." Lie Ai Ling mengangguk. "Ingat!" Pesan Lie Man Chiu. "Ada apa-apa, harus berunding dengan Kakek Lim dan Kakek Gouw." "Ya." Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw mengangguk. Mereka berdua lalu pergi menemui Lu Hui San yang berada di halaman belakang. Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo