Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 26


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 26


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Memang cerdik orang tua pincang itu. Jadi dia yang menceritakan kepadamu tentang Kui Bin Pang?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Dia memberitahukan kepadamu siapa ketua baru Kui Bin Pang?"   Tanya Tio Cie Hiong.   "Beliau juga tidak tahu siapa ketua baru perkumpulan itu, sebab mereka semua memakai kedok setan."   "Dia memberitahukan kepadamu mengenai ilmu silat ketua baru Kui Bin Pang itu?"   "Beliau memberitahukan,"   Ujar Tio Bun Yang.   "Ketua Kui Bin Pang memiliki kepandaian yang mngat tinggi, yakni Pek Kut Im Sat Kang (Tenaga Jlawa Dingin Beracun) dan ilmu hitam. Tapi .Menurut orang tua pincang, ketua baru Kui Bin Pang juga memiliki ilmu lain. Jadi kepandaiannya jauh lebih tinggi dari ketua lama."   "Oh?"   Tio Cie Hiong mengerutkan kening.   "Mungkinkah ketua baru Kui Bin Pang itu berkepandaian lebih tinggi dari Seng Hwee Sin Kun?"   "Entahlah."   Tio Bun Yang menggelengkan kepala.   "Tapi sungguh mengherankan, kenapa pi-hak Kui Bin Pang menolong kabur Seng Hwee Sin Kun?"   "Mungkin ketua Kui Bin Pang punya suatu rencana tertentu."   Tio Cie Hiong menggeleng gelengkan kepala.   "Kay Pang dan tujuh partai besar dalam bahaya."   "Kakak Cie Hiong...."   Muncul Lim Ceng Im "...barusan engkau bilang Kay Pang dan tujuh partai besar dalam bahaya! Lalu kita harus bagii mana? Apakah membiarkan ayahku dibunuh pihak Kui Bin Pang?"   "Itu belum terjadi, engkau tidak usah cemas Tio Cie Hiong tersenyum. "Kalau terjadi, itu sudah terlambat."   Lim Ceng Im menghela nafas panjang.   "Kita harus memikirkan hal itu."   "Kita akan berunding dengan paman, Sai Gan Sin Kay dan lainnya. Jadi engkau tidak peri begitu cemas."   Tio Cie Hiong menggengga tangannya.   "Heran!"   Gumam Lim Ceng Im.   "Kenapa rimba persilatan tidak pernah tenang? Setelah Bu Li Sam Mo mati, kini rimba persilatan malah be tambah kacau."   "Yaaah!"   Tio Cie Hiong menggeleng-gclen kan kepala.   "Oleh karena itu, kita hidup tenang di Pulau Hong Hoang To ini."   "Tapi kali ini...."   Wajah Lim Ceng Im tampak cemas.   "....menyangkut keselamatan ayahku."   "Adik Im, aku tahu itu."   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Tentunya aku harus memikirkan jalan keluarnya kelak."   "Terimakasih, Kakak Cie Hiong,"   Ucap Lim Ceng Im.   "Adik Im!"   Tio Cie Hiong tersenyum lagi. 'Ayahmu adalah mertuaku, aku harus memikirkan keselamatannya."   "Kakak Cie Hiong!"   Lim Ceng Im tersenyum htihagia. Betapa gembiranya Tio Bun Yang menyaksikan kemesraan kedua orang tuanya. Ia sangat bersyukur punya orang tua yang hidup bahagia.   "Ayah, Ibu,"   Ujarnya kemudian.   "Mengenai musuh Kui Bin Pang, Ayah dan Ibu tidak perlu Memikirkannya. Biar aku yang memikirkannya saja. Ayah dan Ibu tetap hidup tenang dan bahagia di pulau ini."   "Nak!"   Lim Ceng Im tersenyum.   "Oh ya, kapan engkau akan menikah dengan Goat Nio?"   "Sebetulnya aku sudah ingin menikahinya, tapi kini malah muncul urusan Kui Bin Pang. Oleh karena itu, terpaksalah harus menunggu urusan m selesai dulu, barulah bisa tenang,"   Jawab Tio Hun Yang.   "Ngmmm!"   Tio Cie Hiong manggut-manggut. itu terserah engkau dan Goat Nio, kami pasti merestuinya."   "Terimakasih, Ayah,"   Ucap Tio Bun Yang. Sementara di kamar lain, yaitu di kamar Siang Koan Goat Nio, juga sedang berlangsung pembicaraan serius.   "Goat Nio,"   Ujar Kou Hun Bijin.   "Kapi engkau akan menikah dengan Bun Yang yang ganteng itu?"   "Kok Ibu yang kalut sih?"   Wajah gadis iti memerah.   "Goat Nio!"   Kou Hun Bijin tersenyum.   "Tahu kah engkau, ibu sudah ingin sekali menggendog cucu. Kalau engkau belum menikah dengan Bun Yang, bagaimana ibu menggendong cucu?"   "Ibu...."   Siang Koan Goat Nio menundukkan kepala.   "Sesungguhnya kami sudah mau menikah tapi...."   "Kenapa?"   "Kini justru muncul urusan Kui Bin Pang. itu menyangkut para penghuni pulau ini."   Siang Koan Goat Nio memberitahukan.   "Aku pernah menguntit para anggota Kui Bin Pang."   "Oh?"   Kou Hun Bijin terbelalak.   "Kalau begitu, Kay Pang dan tujuh partai besar memang dalam bahaya."   "Karena itu...."   Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala.   "Bagaimana mungkin kami menikah? Kakak Bun Yang pasti memikirkan itu."   "Nak!"   Kou Hun Bijin tersenyum.   "Itu terserah kalian, dalam situasi ini kalian memang tidak bisa melangsungkan pernikahan." "Terimakasih atas pengertian Ibu,"   Ucap Siang Koan Goat Nio.   "Tapi...."   Kou Hun Bijin menggeleng-gelengkan kepala.   "Entah kapan ibu akan menggendong cucu?"   "Benar."   Terdengar suara sahutan kemudian Muncullah Kim Siauw Suseng sambil tersenyum, 'kapan ayah akan menggendong cucu?"   "Ayah...."   Siang Koan Goat Nio cemberut.   "Sebetulnya..."   Ujar Kim Siauw Suseng sungguh-sungguh.   "....engkau dan Bun Yang boleh menikah sekarang, tiada hubungannya dengan urusan Kui Bin Pang lho!"   "Memang!"   Siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Tapi Kakak Bun Yang pasti tidak mau."   "Biar ayah bicara dengan kedua orang tuanya,"   Ujar Kim Siauw Suseng dan menambahkan.   "Kalau kalian sudah menikah, legalah hati kami."   "Ayah jangan membicarakan tentang ini dengan kedua orang tua Bun Yang, aku malu kan?"   "Kenapa malu?"   Kou Hun Bijin tersenyum, itu urusan orang tua, ibu dan ayahmu akan menemui Tio Cie Hiong."   "Ibu...."   Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala.   "Suamiku,"   Ujar Kou Hun Bijin pada Kim Siauw Suseng.   "Ayolah! Mari kita ke kamar mereka!"   "Baik, isteriku sayang,"   Sahut Kim Siauw Suseng.   Mereka berdua lalu pergi ke kamar Tio Cie Hiong.   Siang Koan Goat Nio terpaksa ikut karena ingin menemui Tio Bun Yang.   Mereka justru berpapasan dengan Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im yang sedang melangkah ke luar dari kamar Tio Bun Yang.   "Adik!"   Kou Hun Bijin tertawa.   "Mari kita ke ruang tengah, aku ingin bicara denganmu!"   "Baik."   Tio Cie Hiong mengangguk. Mereka lalu ke ruang tengah, sedangkan Sian Koan Goat Nio ke kamar Tio Bun Yang. Sebelum gadis itu melangkah ke dalam, Tio Bun Yaij sudah ke luar dari kamarnya.   "Adik Goat Nio!"   Panggil Tio Bun Yang dengan wajah berseri.   "Kakak Bun Yang...."   Siang Koan Goat Ni tersenyum mesra.   "Mari kita ke halaman depan, kita bercakap cakap di sana!"   Ajak Tio Bun Yang lembut.   "Ya."   Siang Koan Goat Nio mengangguk. Mereka berdua menuju ke halaman depan kemudian duduk di bawah sebuah pohon rindang "Adik Goat Nio!"   Tio Bun Yang memandangnya seraya bertanya.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ada apa kedua orang tuan menemui orang tuaku?"   "Itu...."   Siang Koan Goat Nio tersenyum malu malu.   "Ingin membicarakan sesuatu."   "Mengenai Kui Bin Pang?"   "Bukan."   Wajah Siang Koan Goat Nio aga memerah.   "Mengenai kita...."   "Mengenai kita?"   Tio Bun Yang tertegun "Memangnya kenapa?"   "Kakak Bun Yang, aku berterus terang saja,"   Ujar Siang Koan Goat Nio dengan suara rendah.   "kedua orang tuaku menghendaki kita segera menikah."   "Oh?"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Sebetulnya aku pun ingin cepat-cepat menikah denganmu, tapi....   "Terhalang oleh urusan Kui Bin Pang, bukan?" "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Kalau kita sudah menikah, tentu engkau akan hamil. Bagaimana kalau di saat itu pihak Kui Bin Pang menyerbu Kay Pang?"   "Itu...."   Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening.   "Di saat itu, tentu engkau tidak akan membiarkan aku seorang diri ke Tionggoan kan? Sedangkan engkau dalam keadaan hamil, lalu kita harus bagaimana?"   "Kalau begitu, kita jangan menikah dulu,"   Ujar Siang Koan Goat Nio sambil tersenyum dan melimbahkan.   "Yang penting kita selalu berkumpul, jangan berpisah."   "Betul."   Tio Bun Yang mengangguk sambil tersenyum.   "Adik Goat Nio, pokoknya mulai sekarang, kita tidak boleh berpisah lagi."   "Asyiiik!"   Terdengar suara tawa.   "Berduaan nih ya?"   Muncul Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw. Mereka menghampiri Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat Nio sambil tersenyum-senyum.   "Kalian...."   Siang Koan Goat Nio melotot "Mengganggu orang saja!"   "Kalau tidak mau diganggu, lebih baik kalian di kamar saja,"   Sahut Lie Ai Ling sambil tertawa "Nah! Ketahuan ya!"   Siang Koan Goat Nio menunjuk Lie Ai Ling sambil tertawa-tawa.   "Engkau dan dia pasti sering berduaan di dalam kamar, Ya, kan?"   "Eh? Engkau...."   Wajah Lie Ai Ling langsung memerah.   "Engkau sudah bisa menggoda orang ya!"   "Siapa suruh engkau mulai duluan?"   Sahut Siang Koan Goat Nio.   "Boleh kan aku menbalasmu?"   "Tentu boleh."   Lie Ai Ling lalu duduk. Sie Keng Hauw juga ikut duduk di sisi gadis itu. "Bun Yang,"   Ujar Sie Keng Hauw sambil menghela nafas panjang.   "Sungguh tak disangka kini malah muncul Kui Bin Pang!"   "Yaaah!"   Tio Bun Yang tersenyum getir.   "Mau bilang apa, mungkin sudah merupakan nasib rimba persilatan."   "Oh ya!"   Ujar Lie Ai Ling mendadak.   "Entah bagaimana keadaan Sian Hoa yang berada di Tayli?"   "Tentunya selalu berduaan dengan Bong Kiat"   Sahut Siang Koan Goat Nio dan menambahkan "Kita harus turut bergembira tentang itu."   "Goat Nio, tahukah engkau Bokyong Sian Moa itu sangat cantik?"   Lie Ai Ling memandangnya.   "Kalau dia belum bersama Beng Kiat, aku yakin engkau pasti cemburu padanya."   "Lho?"   Siang Koan Goat Nio tercengang.   "Memangnya kenapa?"   "Sebab..."   Sahut Lie Ai Ling dan bersikap serius.   "....gadis itu sangat baik terhadap Kakak bun Yang."   "Oh?"   Siang Koan Goat Nio tersenyum.   "Eh?"   Lie Ai Ling terbelalak.   "Kok engkau lidak cemburu?"   "Karena aku mempercayai Kakak Bun Yang,"   Jawab Siang Koan Goat Nio sambil melirik Tio Bun Yang dengan mesra.   "Oooh!"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Tapi kalau aku melihat ada gadis berlaku baik pada Keng Hauw, aku pasti merasa cemburu."   "Adik Ai Ling!"   Sie Keng Hauw tersenyum.   "Itu namanya cemburu buta. Engkau tidak boleh begitu lho! Karena akan menimbuliean hal-hal yang tak diinginkan."   "Kakak Keng Hauw!"   Lie Ai Ling tersenyum manis.   "Aku percaya padamu." "Nah!"   Sie Keng Hauw memandangnya mesra.   "Memang harus begitu."   "Oh ya!"   Tio Bun Yang teringat sesuatu.   "Entah bagaimana dan berada di mana Kam Hay Thian dan Lu Hui San?"   "Mereka...."   Sie Keng Hauw menghela nafa panjang.   "Sungguh kasihan mereka! Setelah Lu Thai Kam mati, Lu Hui San pun tiada kabar beritanya. Padahal mereka berdua merupakan pasangan yang serasi, hanya...."   "Kam Hay Thian terlampau keras hati, bahkan juga tidak tahu diri,"   Ujar Lie Ai Ling bernada kurang senang terhadap pemuda tersebut.   "Hui San begitu mencintainya, tapi dia malah...."   "Adik Ai Ling!"   Tio Bun Yang menggelengi gelengkan kepala.   "Dalam hal itu, kita tidak bisa menyalahkannya. Sesungguhnya dia pun sangat menderita sekali."   "Menderita apa?"   Sahut Lie Ai Ling scngill "Yang paling menderita adalah Hui San. Kalau bertemu Kam Hay Thian, rasanya ingin sekali aku menamparnya."   "Adik Ai Ling."   Sie Keng Hauw tersenyum.   "Jangan begitu galak, aku jadi takut nih."   "Jangan takut!"   Lie Ai Ling tersenyum.   "Aku tidak akan menamparmu, sebaliknya...."   "Engkau pasti akan menciumku kan?"   Sambung Sie Keng Hauw sambil tertawa kecil.   "Idiiih! Dasar tak tahu malu!"   Lie Ai Ling cemberut.   "Engkau yang sering mencium aku."   "Nah!"   Tio Bun Yang tertawa.   "Ketahuan ya. Kalian berdua sering cium-ciuman. Pantas di saat kalian berduaan, sering terdengar suara cup-cupan!"   "Eeeh?"   Sie Keng Hauw menatapnya terbelalak.   "Bisa juga engkau menggoda orang!" "Sekali-kali,"   Ujar Tio Bun Yang.   "Boleh kan?"   "Tentu boleh,"   Sahut Lie Ai Ling sambil memandang mereka.   "Kalian berdua tidak pernah berciuman ya?"   "Itu rahasia kami."   Siang Koan Goat Nio tersenyum.   "Tidak boleh kuberitahukan."   "Oh ya, rahasia nih!"   Lie Ai Ling tertawa.   "Tapi aku pernah melihat kalian berdua berpeluk-pelukan. Hi hi hi...!" -oo0dw0ooo- Bagian ke lima puluh dua Gadis gila dalam Rimba Seorang gadis duduk di bawah pohon. Pakaiannya kumal dan mukanya dekil sekali. Gadis itu ber-nyanyi-nyanyi kecil, kemudian menangis meraung-raung dan berteriak-teriak.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kam Hay Thian! Aku benci padamu! Aku benci padamu...."   Siapa gadis yang tak waras itu? Ternyata Lu Hui San, yang sungguh mengenasiean keadaannya.   "Engkau membunuh ayah angkatku, aku... aku benci padamu? Tapi...."   Lu Hui San terus bergumam sambil menangis, kemudian tertawa-tawa.   "...tapi aku mencintaimu! Tidak, aku benci padamu! Benci padamu...."   Mendadak melayang sosok bayangan ke hadapan Lu Hui San, yang tidak lain Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui.   Setelah berdiri di hadapan Li Hui San, ia menatapnya dengan penuh perhatian Sedangkan Lu Hui San sama sekali tidak memperdulikannya, terus menangis dan bergumaan "Kam Hay Thian, aku mencintaimu! Tapi.   kenapa engkau malah membunuh ayah angkatku! Engkau tidak mencintaiku tidak jadi masalah, namun kenapa membunuh ayah angkatku? Kam Haj Thian! Aku benci padamu! Aku benci padamu...."   "Sungguh kasihan gadis ini!"   Bu Ceng Sianli Tu Siao Cui menggeleng-gelengkan kepala.   "Gara gara cinta jadi tidak waras, aku harus menyembuhkannya."   "Kenapa aku harus membencinya? Kenapa.."   Lu Hui San bergumam lagi.   "Aku begitu mencintainya, kenapa harus membencinya? Aaaa Kam Hay Thian...."   "Gadis yang bernasib malang!"   Tu Siao Cui menatapnya dalam-dalam seraya bertanya.   "Siapa engkau?"   "Aku...."   Lu Hui San tampak tertegun.   "Siapa aku? Siapa engkau? Kenapa engkau berada sini?"   "Aku adalah Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui."   "Hi hi hi!"   Lu Hui San tertawa.   "Engkau tak punya perasaan? Tapi engkau begitu cantik lho! Kok tak punya perasaan?"   "Aku membenci kaum lelaki yang tak punya nurani,"   Sahut Tu Siao Cui memberitahukan.   "Maka aku sering membunuh mereka."   "Membunuh mereka?"   Lu Hui San terbelalak.   "Engkau begitu kejam? Aku masih ingat, Kakak Bun Yang selalu berkata, bahwa membunuh melupakan suatu dosa berat...."   "Engkau kenal Bun Yang?"   Tu Siao Cui tersentak.   "Kenal."   Lu Hui San tersenyum.   "Dia pemuda yang sangat baik, lemah lembut dan berhati bajik."   "Betul."   Tu Siao Cui tertawa.   "Bahkan dia juga sangat bijaksana dan adil, aku kagum dan salut padanya."   "Engkau kenal Kakak Bun Yang?"   "Kenal." "Siapa engkau?"   "Bukankah aku sudah bilang tadi?"   "Kapan engkau bilang?"   "Tadi."   Tu Siao Cui memberitahukan.   "Aku adalah Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui, engkau siapa? Bolehkah memberitahukan padaku?"   "Aku...."   Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku sudah lupa, tapi aku ingat pada Kam Hay Thian. Dia... dia juga tak punya perasaan."   "Adik!"   Tu Siao Cui menggeleng-gelengkan kepala.   "Engkau mengalami tekanan batin, maka engkau jadi tidak waras."   "Apa itu tidak waras?"   "Tidak waras artinya gila."   "Hi hi hi!"   Lu Hui San tertawa cekikikan "Siapa bilang aku gila? Jangan-jangan engkau yang gila!"   "Adik!"   Tu Siao Cui tersenyum lembut, kemudian menggenggam tangannya seraya bertanya "Maukah engkau menjadi temanku?"   "Teman? Apa itu teman?"   "Teman artinya sangat baik satu sama lain bahkan juga saling menolong."   "Oooh!"   Lu Hui San manggut-manggut.   "Kakak Bun Yang juga sering bilang begitu."   "Nah! Kita harus menjadi teman,"   Ujar Tu Siao Cui dan menambahkan.   "Sebab aku jugi kenal Bun Yang. Dia memanggilieu kakak dan aku memanggilnya adik."   "Oh?"   Wajah Lu Hui San yang dekil itu tampak berseri.   "Baik. Kita jadi teman, aku memanggilmu kakak." "Tapi...."   Tu Siao Cui menatapnya lembut.   "engkau harus menuruti perkataanku lho!"   "Ya, ya,"   Lu Hui San mengangguk.   "Aku pasti menuruti perkataanmu. Oh ya, engkau perempuan atau lelaki?"   "Perempuan."   "Bagus, bagus. Aku punya kakak perempuan. Aku... aku gembira sekali. Kakak pasti sayang kepadaku bukan?"   "Tentu."   Tu Siao Cui tersenyum lembut, lalu membelainya.   "Aku sangat sayang padamu, Dik."   "Terimakasih Kakak, terimakasih."   "Nah, engkau harus mandi agar badanmu jadi bersih."   "Aku tidak mau mandi ah!"   "Kenapa?"   "Nanti ada orang jahat mengintip."   "Jangan khawatir!"   Tu Siao Cui tertawa.   "Aku akan menjagamu. Tidak akan ada orang jahat berani mengintipmu."   "Ya, ya."   Lu Hui San mengangguk.   "Nanti aku akan mandi!"   "Bagus!"   Tu Siao Cui menatapnya lembut.   "Sekarang aku akan memeriksamu, agar engkau tepat sembuh."   "Ya, ya."   Lu Hui San mengangguk lagi. Tu Siao Cui segera memeriksa Lu Hui San. Berselang sesaat kening Tu Siao Cui tampak berkerut-kerut seakan terkejut.   "Engkau memiliki Iweekang yang begitu tinggi. Siapa yang mengajarmu Iweekang?"   Tanya Tu Siao Cui seusai memeriksanya.   "Lweekang? Aku tidak kenal Iweekang,"   Sahut Luu Hui San sambil tertawa dan bertanya.   "Kenapa kakak periksaku? Apakah aku sakit?" "Engkau memang sakit, maka engkau harus menuruti semua perkataanku,"   Ujar Tu Siao Cuil "Engkau adalah kakakku, aku harus menuruti perkataanmu,"   Sahut Lu Hui San dan menambahkan.   "Aku adikmu yang baik, kan?"   "Engkau adikku yang paling baik."   Tu Siao Cui menggenggam tangannya erat-erat.   "Adikl engkau mengalami suatu pukulan dahsyat. Itu membuat batinmu tergoncang hingga jadi tidal waras. Namun aku mampu menyembuhkanmu sebab aku memiliki Hian Goan Sin Kang!"   Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui memang baik sekali terhadap Lu Hui San yang tak waras itu.   Setiap hari ia pasti menyuruhnya mandi dan mengganti pakaian, bahkan juga mengobatinya dengan Hian Goan Sin Kang.   Belasan hari kemudian, Lu Hui San sudah tampak ada perubahan membaik, sehingga Tu Siao Cui merasa girang.   "Adik!"   Tu Siao Cui menatapnya.   "Sudah ingat siapa dirimu? Beritahukanlah!"   "Aku... aku...."   Kening Lu Hui San terus berkerut, kelihatannya ia sedang berpikir keras "Aku...."   "Engkau kenal Tio Bun Yang?"   "Tio Bun Yang? Dia Kakak Bun Yang..."   Sahut Lu Hui San.   "Dia adalah pemuda baik, dia... dia yang menolong Kam Hay Thian."   "Siapa Kam Hay Thian itu?"   "Dia... dia pemuda jahat. Dia... dia pembunuh ayah angkatku. Aku... aku benci dia."   "Engkau ingat Tio Bun Yang dan Kam Hay thian, tentunya juga ingat akan diri sendiri. Cobalah ingat siapa dirimu!" "Aku... aku...."   Mendadak Lu Hui San berteriak.   "Aku sudah ingat!"   "Nah, beritahukanlah!"   Tu Siao Cui tampak gembira sekali.   "Aku Lu Hui San, Lu Thay Kam adalah ayah angkatku. Tapi...."   Kini Lu Hui San telah ingat semua itu.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "....ayah angkatku mati di tangan Kam Hay Thian."   "Adik Hui San!"   Tu Siao Cui memeluknya. 'Syukurlah engkau sudah sembuh, aku gembira sekali."   Katanya.   "Engkau...."   Lu Hui San terbelalak.   "Siapa enkau?"   "Aku adalah Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui. Aku yang menyembuhkanmu,"   Sahut Tu Siao Cui memberitahukan.   "Engkau...."   Lu Hui San mengerutkan kening, kemudian mendadak mendekap di dada Tu Siao Cui sambil menangis terisak-isak.   "Kakak"   "Jangan menangis, Dik!"   Tu Siao Cui membelainya.   "Kini engkau sudah sembuh, maka tidak boleh banyak berpikir yang bukan-bukan."   "Terimakasih, Kakak,"   Ucap Lu Hui San dengan air mata berderai-derai.   "Terimakasih...."   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa cekikika "Tidak usah berterimakasih kepadaku, aku ini mengobatimu karena merasa cocok denganmu."   "Kakak...."   "Hui San, beritahukanlah kenapa Kam Hay Thian membunuh ayah angkatmu?"   "Karena...."   Lu Hui San memberitahukan sambil menangis terisak-isak.   "....padahal dia tahu aku sangat mencintainya. Namun dia tetap membunuh ayah angkatku." "Cinta...."   Tu Siao Cui menggeleng-gelengkan kepala.   "Usiaku sudah delapan puluh lebih, namun aku tidak pernah bercinta dengan siapa pun "   "Apa.. ?"   Lu Hui Sian terbelalak "Usia kakak sudah delapan puluh lebih? Itu... bagaimana mungkin?"   "Adik!"   Tu Siao Cui tersenyum membohongimu, percayalah!"   "Aku tidak membohongimu, percayalah "   "Aku tidak mungkin percaya. Jangan-jangan Kakak juga tidak waras seperti aku tempo hari"   "Adik!"   Tu Siao Cui terpaksa menutur tentang apa yang dialaminya, sehingga membuat dirinya menjadi muda lagi.   "Haaah...?"   Mulut Lu Hui San ternganga lebar.   "Itu sungguh tak masuk akal lho!"   "Engkau harus tahu,"   Ujar Tu Siao Cui memberitahukan.   "Di alam semesta ini memang mengandung kegaiban dan kemujizatan. Apa yang kualami cuma merupakan sebagian kecil dari itu."   "Oh?"   Lu Hui San terbelalak.   "Oleh karena itu, menghadapi segala sesuatu luruslah tabah!"   Tu Siao Cui menasihatinya.   "Dan hingan terlampau cepat putus harapan maupun lulus asa!"   "Ya, Kakak."   Lu Hui San mengangguk.   "Aku tahu...."   Tu Siao Cui menatapnya sambil tersenyum.   "Engkau sangat mencintai Kam Hay Thian. Ya, kan?"   "Ya, Kakak."   Wajah Lu Hui San tampak kemerah-merahan.   "Yapi..."   "Dia membunuh ayah angkatmu, itu membuat hatimu terpukul hebat, sehingga menjadi tidak waras sekaligus membencinya pula "   Tu Sioa Cui menggeleng-gelengkan kepala dan menambahkan "kalau engkau masih mencintainya, carilah dia!"   "Itu...."   Lu Hui San menghela nafas panjang. Hiu tidak mungkin, sebab dia sama sekali tidak mencintaiku."   "kalau begitu...."   Tu Siao Cui menatapnya dalam dalam.   "Apa rencanamu sekarang?"   "Aku...."   Mata Lu Hui San mulai basah.   "Aku ingin menjadi biarawati saja. Bagaimana menurut Kakak?"   "Adik!"   Tu Siao Cui tersenyum.   "Itu terserah engkau, namun apabila engkau dan Kam Hay Thian berjodoh, pasti akan berjumpa kembali."   "Kakak...."   Lu Hui San menundukkan kepala "Oh ya, Kakak kenal Tio Bun Yang?"   "Kenal."   Tu Siao Cui tertawa.   "Kami sudah mengangkat saudara. Dia memang pemuda yang baik, lemah lembut, sopan, jujur, bijaksana, adil dai berpengertian. Aku kagum dan salut padanya."   "Dia sudah tahu akan asal-usul, Kakak?"   "Sudah tahu."   "Sekarang dia berada di mana?"   "Entahlah?"   "Aaaah!"   Lu Hui San menghela nafas panjang "Kalau Kam Hay Thian bersifat seperti dia...."   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa cekikika "Sifat orang mana bisa sama, pasti berbeda."   "Kakak...."   Lu Hui San memandangnya dengan air mata berderai.   "Aku... aku telah berhutang budi kepadamu." "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa nyaring "Jangan berkata begitu, Adik! Engkau sama seki tidak berhutang budi kepadaku."   "Tapi Kakak telah menyembuhkanku, sudah barang tentu aku berhutang budi kepada Kakak"   Ujar Lu Hui San sungguhsungguh.   "Aku menyembuhkanmu tanpa pamrih, maka engkau tidak berhutang budi kepadaku."   Tu Siao Cui menatapnya penuh perhatian.   "Betuliean eng-kau ingin menjadi biarawati?"   "Ya."   Lu Hui San mengangguk pasti.   "Kalau begitu...."   Tu Siao Cui menghela nafas panjang.   "Tak jauh dari sini terdapat sebuah kuil biarawali, engkau ke sanalah!"   "Kakak...."   "Adik!"   Tu Siao Cui tersenyum lembut.   "Jangan berduka, kita akan berjumpa lagi kelak!"   "Kakak...."   "Kita berpisah di sini. Kalau tekadmu telah niat, berangkatlah engkau ke kuil biarawati itu!"   "Ya."   "Adik, sampai jumpa!"   Ucap Tu Siao Cui sambil melesat pergi.   "Kakak! Kakak...!"   Teriak Lu Hui San memanggilnya, namun Tu Siao Cui sudah tidak kelihatan.   Lu Hui San menghela nafas panjang, lalu melesat pergi menuju kuil biarawati tersebut.   -oo0dw0oo- Lu Hui San berdiri di depan Pek Yun Am (Kuil biarawati Awan Putih).   Berselang beberapa saat kemudian, pintu kuil itu terbuka.   Tampak dua biarawati berjalan ke luar.   Segeralah Lu Hui San memberi hormat "Maaf, aku ingin menemui ketua kuil ini!"   "Oh?"   Kedua biarawati menatapnya deng penuh perhatian.   "Ada urusan apa engkau ingi menemui ketua kami? "Aku...."   Lu Hui San menundukkan kepal "Aku ingin menjadi biarawati di sini. Maka, pq kenankanlah aku menemui ketua kalian!"   "Siancay! Siancay!"   Pujian para biarawati pada Sang Budha.   "Mari ikut kami ke dalam!"   "Terimakasih!"   Ucap Lu Hui San dan kemudian mengikuti mereka ke dalam.   "Silakan duduk! Kami ke dalam membe tahukan kepada ketua,"   Ujar salah seorang biar] wati itu "Terimakasih!"   Ucap Lu Hui San sambil duduk Tak seberapa lama kemudian, kedua biaraw itu sudah kembali ke sana dengan wajah berse "Ketua bersedia menemuimu, mari ikut ka ke ruang samadi!"   Biarawati itu memberitahuku sekaligus mengantar Lu Hui San ke ruang samaj Tampak seorang biarawati tua duduk bersih kedua biarawati itu berdiri di luar "Sian Kouw (Biarawati Welas Asih)!"   Pangj Lu Hui San sambil bersujud di hadapan biarawa* tua itu. Biarawati tua itu menatapnya tajam tapi lembut, berselang sesaat ia menggeleng-gelengkan kepala.   "Siancay! Siancay! Duduklah!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Ucap biarawati lua itu.   "Ya!"   Lu Hui San segera duduk dengan kepala tunduk.   "Aku adalah Khong Sim Nikouw. Siapa engkau dan mau apa ke mari?"   Tanya biarawati tua itu sambil tersenyum lembut. "Khong Sim Nikouw, aku... aku ingin menjadi 'iarawati,"   Jawab Lu Hui San dengan mata basah.   "Namamu?"   "Lu Hui San."   "Hui San!"   Khong Sim Nikouw tersenyum lagi.   "Engkau tidak berjodoh menjadi biarawati, sebab engkau harus menikah dan punya anak."   "Tapi...."   "Siancay! Siancay! Engkau ingin menjadi biarawati karena merasa putus asa terhadap sesuatu, artiinya tidak dengan setulus hati, maka engkau tidak bisa menjadi biarawati."   "Khong Sim Nikouw, terimalah aku...."   Lu Hui San menangis terisak-isak.   "Siancay! Siancay!"   Khong Sim Nikouw memndangnya lembut.   "Engkau cuma menghadapi suatu percobaan, haruslah tabah menghadapinya. Kaau engkau menjadi biarawati, engkau tidak akan mencapai kesempurnaan, malah akan membuatmu menderita kelak."   "Aku... aku sudah membulatkan tekad menjadi biarawati."   "Itu dikarenakan engkau merasa putus asa Padahal sesungguhnya itu cuma merupakan suatu percobaan."   "Khong Sim Nikouw...."   "Engkau berkepandaian tinggi, namun masih tidak bisa memusatkan pikiran dan mcnguatkan batinmu. Akhirnya engkau menjadi tidak waras Kalau tiada seseorang menyembuhkanmu, saat ini engkau masih dalam keadaan tidak waras."   "Haaah?"   Lu Hui San terkejut. Ia tidak menyangka Khong Sim Nikouw tahu tentang itu. "Siancay! Siancay!"   Khong Sim Nikouw tersenyum.   "Aku bisa melihat sampai ke dalam hatimu"   "Oh?"   Lu Hui San semakin terkejut.   "Karena suatu hal dan putus cinta, maka engkau ingin menjadi biarawati. Begitu kan?"   "Ya."   "Oleh karena itu, aku tidak bisa menerimanl Engkau tidak berjodoh menjadi biarawati, namun engkau boleh tinggal di sini."   "Terimakasih, Khong Sim Nikouw!"   Ucap Lu Hui San dan cepat-cepat bersujud di hadapan biarawati tua itu.   "Siancay! Siancay!"   Khong Sim Nikouw itu senyum lembut dan penuh welas asih, kemudian menambahkan.   "Kebahagiaan sudah berada di ambang pintu, tunggulah dengan sabar!"   Ucapan itu membuat Lu Hui San tertegun, la memandang Khong Sim Nikouw dengan tidak mengerti, sedangkan biarawati tua itu hanya tersenyum-senyum.   -oo0dw0oo- Di sebuah kedai arak di suatu kota, tampak seorang pemuda dekil sedang meneguk arak.   Pemuda itu sudah dalam keadaan mabuk, namun masih terus meneguk arak yang di atas meja.   "Ha ha ha!"   Pemuda itu tertawa gelak.   "Aku telah membunuh ayah angkatnya, dia... dia pasti membenciku! Sesungguhnya... aku pun sangat mencintainya, hanya saja...."   Pemuda itu terus tertawa sambil mengoceh. Siapa pemuda itu? Ternyata Hay Thian, yang tidak berhasil mencari Lu Hui San. Karena merasa berdosa terhadap gadis itu, maka ia terus ber-mabuk-mabukan. "Tuan...."   Pelayan mendekatinya kemudian bertanya.   "Engkau sudah mabuk, jangan minum lagi!"   "Engkau takut aku tidak mampu bayar?"   Sahut Kam Hay Thian.   "Ha ha ha! Aku memang tidak punya uang."   "Tuan...."   Pelayan itu mengerutkan kening.   "Jangan khawatir, aku pasti bayar!"   Ujar Kam Hay Thian, yang kemudian meneguk araknya sambil tertawa-tawa.   "Ha ha ha! Hidup tiada artinya, lebih baik bermabuk-mabukan sepanjang hari! Ha ha ha...!"   Di saat bersamaan, seorang gadis cantik jelita melangkah ke dalam kedai arak itu.   Para tamu terbelalak seketika.   Kecantikan gadis itu telah membuat mereka terpukau.   Kam Hay Thian yang dalam keadaan mabuk pun telah melihat kehadiran gadis itu.   dan lansung tertawa gelak seraya bergumam.   "Gadis cantik selalu bernasib malang. Di mana ada gadis cantik, di situ pasti akan timbul masalah Ha ha ha...!"   "Hi hi hi!"   Gadis itu tertawa cekikikan sambil menghampirinya, lalu duduk.   "Pemuda dekil, kenapa engkau mencela kaum gadis cantik?"   Tanyanya.   "Engkau memang cantik...."   Kam Hay Thian menatapnya.   "Tapi nasibmu sial."   "Omong kosong!"   Gadis itu melotot, kemudian tertawa seraya bertanya.   "Pemuda dekil, siapa engkau?"   "Aku Chu Ok Hiap (Pendekar Pembasmi Penjahat)! Siapa Nona?"   "Hi hi hi! Aku Bu Ceng Sianli."   Sungguh diluar dugaan, gadis itu ternyata adalah Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui. "Bidadari Tanpa Perasaan?"   Kam Hay Thian terbelalak.   "Engkau memang secantik bidadari, bagaimana mungkin tak berperasaan? Itu tidak mungkin!"   "Aku memang tak berperasaan terhadap kaum lelaki."   Tu Siao Cui menatapnya penuh perhatian.   "Kelihatannya engkau sangat membenci kaum wanita, itu apa sebabnya?"   "Sebetulnya aku tidak membenci kaum wanita, malah aku... aku telah melakukan suatu dosa terhadap seorang wanita,"   Sahut Kam Hay Thian.   "Maka dia sangat membenciku."   "Kenapa begitu?"   "Dia sangat mencintaiku, namun aku menolak tintanya karena suatu hal. Aaaah! Memang aku yang bersalah."   "Chu Ok Hiap, bolehkah aku tahu namamu!"   "Namaku Kam Hay Thian."   "Apa?"   Mata Tu Siao Cui langsung membara, dan tangannya melayang ke arah pipi Kam Hay thian. Plaak! Plook! Plaaak! Plooook! "Aduuuh!"   Kam Hay Thian menjerit kesakitan, mabuknya pun langsung lenyap. Ia mengusap pipinya sambil memandang Tu Siao Cui dengan mata terbelalak.   "Kenapa engkau menamparku?"   "Aku memang harus menghajarmu?"   Sahut Tu Siao Cui.   "Eeeh?"   Kam Hay Thian segera melesat k luar.   "Engkau kok tidak tahu aturan? Aku tida berlaku kurang ajar terhadapmu, tapi kenapa engkau ingin menghajarku?"   "Aku mewakili Lu Hui San menghajarmu!"   "Apa?"   Kam Hay Thian tertegun.   "Lu Hui San?"   "Ya."   Tu Siao Cui mengangguk.   "Nah, bersiap-siaplah! Aku akan mulai menghajarmu!" "Silakan!"   Sahut Kam Hay Thian.   "Terimalah tendanganku!"   Seru Tu Siao Cui sambil menendangnya beberapa kali dengan sekuat tenaga.   Duuk! Duuuk! Duuuuk! Kam Hay Thian tetap tak bergeming dari tempatnya dan membiarkan dirinya ditendang.   Untung Tu Siao Cui tidak mengerahkan lweekangnya.   Seandainya Tu Siao Cui mengerahkan lweekangnya untuk menendang, Kam Hay Thiai pasti sudah terluka parah.   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa.   "Ternyata engkau masih tahu diri, sama sekali tidak melawan!"   "Aku malah sangat berterimakasih kepadamu, sebab engkau bersedia mewakilinya menghajari ku?"   Sahut Kam Hay Thian.   "Ayolah! Hajar aku lagi!"   "Tidak!"   Tu Siao Cui menggelengkan kepala.   "Kini engkau telah sadar akan kesalahanmu, maka aku tidak akan menghajarmu lagi!"   "Terimakasih!"   Ucap Kam Hay Thian.   "Oh ya, aku...."   "Engkau ingin tahu Lu Hui San berada di mana kan?"   Tu Siao Cui tertawa nyaring.   "Betul, betul. Nona, beritahukanlah!"   "Aku akan memberitahukan, tapi harus ada syaratnya."   "Apa syaratmu?"   "Syaratku...."   Tu Siao Cui tersenyum-senyum.   "Engkau harus menyembah di hadapanku."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Baik."   Kam Hay Thian langsung menjatuhkan diri berlutut di hadapan Tu Siao Cui. "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa cekikikan.   "Ternyata engkau masih punya nurani! Engkau membunuh ayah angkatnya, namun dia tetap mencintaimu. Karena itu, dia jadi gila."   "Apa?"   Wajah Kam Hay Thian memucat.   "Dia... dia jadi gila?"   "Tapi kini sudah sembuh."   "Oooh!"   Kam Hay Thian menghela nafas lega.   "Siapa yang menyembuhkannya?"   "Aku,"   Sahut Tu Siao Cui.   "Aku yang menyembuhkannya."   "Terimakasih, Nona!"   Ucap Kam Hay Thian sambil membentur-benturkan kepalanya di tanah.   "Terimakasih...!"   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa nyaring.   "Lu Hui San berada di Pek Yun Am, engkau harus menuju ke timur."   "Terimakasih! Terimakasih!"   Ucap Kam Hay Thian. Ketika ia mendongakkan kepalanya, ia terbelalak karena Tu Siao Cui sudah tidak berada di hadapannya.   "Sungguh tinggi kepandaian gadis itu!"   Setelah bergumam, barulah ia melesat pergi ke arah timur, sesuai dengan petunjuk Tu Siao' Cui.   -oo0dw0oo- Bagian ke lima puluh tiga Berlutut dengan setulus hati Perlahan-lahan Kam Hay Thian mengetuk pinti Pek Yun Am.   Berselang sesaat terbukalah pintul itu.   Dua biarawati berdiri di situ sambil menatapnya dengan penuh keheranan.   "Maaf, aku telah mengganggu ketenangan Pek Yun Am!"   Ucap Kam Hay Thian sambil memberi hormat.   "Siancay! Siancay! Ada urusan apa engkau ke mari?" "Aku... aku ingin bertemu Lu Hui San."   "Lu Hui San?"   "Ya."   Kam Hay Thian mengangguk.   "Dia berada di sini kan?"   "Betul."   Salah satu biarawati itu mengangguk.   "Lu Hui San memang berada di sini. Bolehkah kami tahu siapa engkau?"   "Namaku Kam Hay Thian."   "Oooh!"   Kedua biarawati itu manggut-manggut.   "Baiklah. Engkau tunggu di sini, kami kedalam memberitahukan kepada ketua! Ingat, jangan sembarangan masuk!"   "Ya."   Kam Hay Thian mengangguk. Kedua biarawati itu berjalan ke ruang samadi. Sampai di pintu ruang itu, salah seorang dari mereka melapor.   "Ketua, Kam Hay Thian ke mari."   "Siancay! Siancay!"   Sahut Khong Sim Nikouw sambil manggut-manggut, kemudian memandang Luu Hui San yang duduk di sisinya.   "Hui San, engkau sudah dengar kan?"   "Ya, Sian Kouw (Biarawati Welas Asih)."   Lu Hui San mengangguk. Air mukanya tampak terus berubah tak menentu.   "Bagaimana? Engkau bersedia menemui pemuda itu?"   "Tidak,"   Jawab Lu Hui San.   "Aku tidak mau menemuinya, aku benci dia."   "Siancay! Siancay!"   Khong Sim Nikouw tersenyum.   "Kenapa ucapanmu berlawanan dengan suara hatimu?"   "Aku...."   Lu Hui San menundukkan kepala kemudian berjalan ke depan, dengan air mata berderai-derai. Sementara Kam Hay Thian menunggu disitu "Dia ke mari pertanda dia telah sadar akan kesalahannya, maka engkau harus memaafkannya, sekaligus menerimanya pula,"   Ujar Khong Sing Nikouw dan menambahkan dengan sungguh-sund guh.   "Ketika engkau baru ke mari, bukankah ak pernah mengucapkan sesuatu?"   "Maaf, Sian Kouw! Aku... aku lupa."   "Kebahagiaan telah berada di ambang pinti tunggulah dengan sabar. Inilah yang kuucapkai hari itu, dan kini sudah tiba. Engkau mengerti "   "Sian Kouw...."   Lu Hui San terbelalak.   "Tapi..."   "Engkau masih ragu terhadapnya?"   "Ya"   "Kalau begitu...."   Khong Sim Nikouw "Engkau boleh mencoba bagaimana hatinya"   "Caranya?"   Lu Hui San tertarik.   "Kedua muridku itu akan memberitahukan kepadanya, bahwa engkau tidak sudi menemuinya. Apabila dia berlutut di depan kuil dengan setulus hati, berarti dia bersungguh-sungguh terhadapmu. Mengerti?"   "Mengerti."   "Siancay! Siancay!"   Ucap Khong Sim Nikou lalu berseru.   "Kalian berdua beritahukan kepada nya, bahwa Lu Hui San tidak sudi menemuinya"   "Ya, Guru,"   Sahut kedua biarawati itu kemudian berjalan kedepan. Sementara itu Kam Hay Thian menunggu disitu dengan hati berdebar-debar. Ketika melihat kedua biarawati menghampirinya, ia segera bertanya.   "Bagaimana, Sian Kouw?" "Siancay! Siancay!"   Salah satu biarawati itu menggelenggelengkan kepala.   "Lu Hui San tidak sudi menemuimu. Maaf. kami tidak bisa berbuat apa-apa?"   "Sian Kouw...."   Wajah Kam Hay Thian pucat pasi "Siancay! Siancay!"   Kedua biarawati itu menghela nafas panjang, kemudian melangkah kedalam sekaligus menutup pintu "Adik Hui San! Adik Hui San! Aku ...aku rindu padamu..."   Gumam Kam Hay Thian kemudian menjatuhkan diri berlutut di depan Pek Yun Am itu. -oo0dw0oo- Khong Sim Nikouw, Lu Hui San dan kedua murid biarawati tua itu duduk di ruang samadi. Wajah Lu Hui San terus berubah tak menentu.   "Siancay! Siancay!"   Ucap Khong Sim Nikouw sambil memandang Lu Hui San.   "Sudah tiga hari tiga malam Kam Hay Thian berlutut di situ tanpa makan dan minum, itu pertanda dia berlutut dengan setulus hati. Maka, engkau harus menyelami perasaannya sekarang."   "Sian Kouw...."   Lu Hui San menundukkan kepala.   "Hui San!"   Khong Sim Nikouw tersenyum lembut.   "Kini sudah saatnya engkau meninggaliean Pek Yun Am ini."   "Sian Kouw...."   "Oh ya!"   Mendadak wajah Khong Sim Nikouw berubah serius.   "Aku yakin Tu Siao Cui yang menyuruhnya ke mari. Tu Siao Cui muda kembali itu merupakan suatu berkah bagi dirinya. Kini di. telah berbuat kebaikan. Siancay! Siancay! Kalau engkau bertemu dia, sampaikan pesanku kepada nya! Dia harus banyak berbuat kebaikan untuk menebus dosanya terhadap Thian Gwa Sin Hiap Engkau harus menyampaikan pesanku ini kepada nya, karena demi kebaikannya pula." "Ya, Sian Kouw. Aku pasti menyampaikan kepadanya."   "Siancay! Siancay!"   Ucap Khong Sim Nikow sambil memandangnya. Ia mengeluarkan sebuni tusuk konde lalu diserahkan kepada Lu Hui San. seraya berkata.   "Simpan tusuk konde ini baik-baik kalau engkau bertemu Tayli Lo Ceng, berikan kepadanya!"   "Haaah?"   Lu Hui San tertegun.   "Sian Ko kenal Tayli Lo Ceng?"   "Siancay! Siancay!"   Khong Sim Nikouw menghela nafas panjang.   "Sudah hampir delapan puluh tahun kami tidak bertemu. Siancay! Siancay! Semua itu telah berlalu, lagi pula aku...."   "Guru...."   Wajah kedua muridnya berubah pucat pias.   "Siancay! Sincay!"   Khong Sim Nikouw tersenyum.   "Segala apa yang ada di dunia, itu hanya kepalsuan belaka. Kosong dan segala itu memang kosong."   "Sian Kouw...."   Lu Hui San tercengang mendengarnya.   "Hui San!"   Khong Sim Nikouw tersenyum lembut.   "Engkau boleh pergi sekarang bersama pemuda itu. Tempuhlah hidup yang bahagia! Jangan menyia-nyiakan hidup yang teramat singkat m! "Ya, Sian Kouw."   Lu Hui San segera bersujud.   "Sian Kouw, aku mohon diri!"   "Bangunlah, Hui San!"   Khong Sim Nikouw berpesan.   "Simpanlah baik-baik tusuk konde itu!"   "Ya, Sian Kouw."   Lu Hui San mengangguk sambil bangkit berdiri, kemudian berpamit dengan air mata bercucuran.   "Semoga engkau hidup bahagia, Hui San!"   Ucap Khong Sim Nikouw sambil memandangnya dengan lembut sekali.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Sian Kouw...." "Pergilah!"   Khong Si Nikouw memejamkan matanya. Lu Hui San bersujud lagi. Setelah memberi hormat kepada kedua biarawati itu, barulah melangkah ke luar. Kedua biarawati itu men antarnya sampai di depan kuil, setelah itu mereka menutup pintu.   "Adik Hui San! Adik Hui San...!"   Seru Ka Hay Thian dengan mata bersimbah air.   "Adik Hui San...."   Lu Hui San tidak menyahut, namun air mata nya sudah berderai-derai. Perlahan-lahan Kam. Hay Thian mendekatinya, lalu menjatuhkan dan berlutut di hadapan gadis itu.   "Adik Hui San, maafkanlah aku!"   "Kakak Hay Thian...."   Lu Hui San juga menjatuhkan diri berlutut di hadapan pemuda itu "Aku... aku memaafkanmu."   "Terimakasih, Adik Hui San!"   Ucap Kam Hay Thian sambil menjulurkan tangannya untuk memegang bahu gadis itu.   "Adik Hui San, aku... aku cinta padamu."   "Kakak Hay Thian..-."   Lu Hui San menangis terisak-isak saking girang.   "Aku... aku sudah mencintaimu sejak pertama kali melihatmu. Tapi engkau..."   "Adik Hui San!"   Kam Hay Thian menatapnya lembut.   "Itu telah berlalu, jangan kau ungkit lagi Yang jelas... kini kita sudah saling mencintai takkan berpisah selama-lamanya."   "Kakak Hay Thian...."   Lu Hui San mendekap di dadanya.   "Aku... aku bahagia sekali."   "Adik Hui San, maafkanlah aku yang telah membunuh ayah angkatmu! Sekali lagi aku minta maaf!"   Ucap Kam Hay Thian sambil membelainya dengan penuh cinta kasih.   "Ibumu juga dibunuh oleh para anggota Hiat Ih Hwe. Yaaah! Sudahlah! Semua itu telah ber-lalu, anggaplah sebagai mimpi buruk saja!" "Ya."   Kam Hay Thian mengangguk, sekaligus mengangkatnya bangun.   "Adik Hui San, apa rencanamu sekarang?"   "Aku sudah rindu kepada pamanku. Bagaimana kalau kita ke sana?"   Sahut Lu Hui San malu-malu.   "Benar."   Kam Hay Thian manggut-manggut. Aku memang harus mengunjungi pamanmu."   "Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang!"   Ajak Lu Hui San.   "Baik."   Kam Hay Thian mengangguk.   Mereka berdua berangkat ke tempat tinggal ie Kuang Han.   Dalam perjalanan itu mereka Li senda gurau penuh kegembiraan.   -oo0dw0oo- Dalam perjalanan menuju tempat tinggal Sie Kuang Han, Kam Hay Thian dan Lu Hui San juga mendengar tentang musnahnya markas Seng Hwe Kauw.   Itu sungguh menggembirakan mereka berdua.   Namun ada satu hal yang membuat Kam Hay Thian tidak habis pikir, yakni tidak adanya kabar mengenai Seng Hwee Sin Kun.   "Heran!"   Gumam Kam Hay Thian dengan kening berkerutkerut.   "Kenapa tiada kabar beritl mengenai Seng Hwee Sin Kun? Apakah Bun Yan berhasil membunuhnya?"   "Kalau Bun Yang berhasil membunuhnya, tentunya akan tersiar berita tersebut. Namun tidak. Mungkin..."   Ujar Lu Hui San setelah berpikir sejenak.   "Seng Hwee Sin Kun berhasil melolosieah diri."   "Itu memang mungkin."   Kam Hay Thian manggut-manggut "Lebih baik kita tanyakan kepada Kakek Lim nanti"   "Benar."   Lu Hui San mengangguk. Beberapa hari kemudian, mereka sudah sampai di tempat tinggal Sie Kuang Han. Betapa gembiranya orang tua itu ketika melihat Lu Hui San datang bersama seorang pemuda.   "Paman!"   Panggil gadis itu.   "Hui San!"   Sie Kuang Han tertawa gembira "Ha ha ha! Duduklah!"   "Paman, dia Kam Hay Thian...."   Lu Hui San memperkenalieannya, dan pemuda itu segera mem beri hormat.   "Paman, terimalah hormatku!"   Ucap Kam Hay I hian.   "Tidak usah sungkan-sungkan! Ha ha ha!"   Sie Kuang Han tertawa gelak.   "Ayolah! Duduk!"   Lu Hui San dan Kam Hay Thian lalu duduk. Sie Kuang Han memandang Lu Hui San seraya bertanya.   "Kenapa Keng Hauw tidak kemari?"   "Dia...."   Lu Hui San tersenyum.   "Dia berada di Pulau Hong Hoang To, dan sudah punya kekasih."   "Oh?"   Wajah Sie Kuang Han berseri.   "Siapa kekasihnya!"   "Lie Ai Ling, putri kesayangan Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa."   Lu Hui San memberitahukan.   "Oooh!"   Sie Kuang Han manggut-manggut gembira.   "Syukurlah!"   "Paman,"   Ujar Lu Hui San.   "Lu Thay Kam telah mati."   "Oh?"   Sie Kuang Han tampak terkejut.   "Apakah dia mati dibunuh?"   "Ya."   Lu Hui San mengangguk.   "Siapa yang membunuhnya?"   Tanya Sie Kuang llan sambil menghela nafas panjang.   "Dia."   Lu Hui San menunjuk Kam Hay Thian. "Apa?"   Sie Kuang Han terbelalak.   "Kok bisa begitu? Hui San, tuturkanlah kejadian itu!"   "Paman...."   Lu Hui San menutur tentang semua kejadian itu, kemudian menambahkan.   "Aku aku telah memaafkannya."   "Aaaah...."   Sie Kuang Han menghela nafas "Mungkin itu sudah merupakan takdir!"   "Paman,"   Ujar Kam Hay Thian sambit mengeleng-gelengkan kepala.   "Aku telah melakukan kesalahan, sebab kini istana bertambah kacau Muncul seorang menteri berniat berkhianat."   "Yaaah! Dinasti Beng sulit dipertahankan lagi segera akan tumbang!"   Sie Kuang Han menghela nafas panjang.   "Oh ya, kalian tinggal di sini beberapa hari!"   "Ya!"   Lu Hui San mengangguk.   "Kami akan tinggal di sini beberapa hari, setelah itu hari berangkat ke markas pusat Kay Pang."   "Itu memang baik sekali."   Sie Kuang Han manggutmanggut.   "Oh ya, kalau kalian bertema! Keng Hauw, suruh dia kemari bersama Lie Ling!"   "Ya, Paman."   Lu Hui San tersenyum.   "Pama pasti akan menyayangi Ai Ling, sebab dia canti lincah dan periang."   "Syukurlah kalau begitu!"   Ucap Sie Kuang Ha sambil tertawa gembira.   "Ha ha ha!" -oo0dw0oo- Beberapa hari kemudian, Lu Hui San dan Kam Hay Thian berpamit kepada Sie Kuang Han. Mereka berdua langsung menuju markas pusat Kay Pang. Kini jalinan cinta mereka bertambah dalam, maka tidak heran kalau wajah mereka tampak bahagia. Kira-kira empat hari kemudian, mereka sudah Sampai di markas pusat Kay Pang. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong menyambut kedatangan mereka dengan mulut ternganga lebar, karena mereka tahu tentang Lu Hui San dan Kam Hay thian. Namun kini mereka justru muncul bersama, maka mencengangkan Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong.   "Kakek Lim, Kakek Gouw!"   Panggil Lu Hui san sambil tersenyum.   "Kalian...."   Lim Peng Hang terbelalak.   "Silakan duduk! Silakan duduk!"   Lu Hui San dan Kam Hay Thian duduk, sedangkan Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong masih terus memandang mereka dengan penuh rasa heran.   "Kami...."   Lu Hui San menundukkan kepala.   "Bukankah kalian...."   Lim Peng Hang menggaruk-garuk kepala.   "Kok kini malah ke mari berduaan?"   "Kakek Lim, kami...."   Kam Hay Thian memberitahukan tentang kejadian mereka itu dan menambahkan.   "....kalau aku tidak bertemu Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui, mungkin tidak bisa bertemu Hui San."   "Oooh!"   Lim Peng Hang manggut-manggu "Ternyata begitu, syukurlah!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kakak Hay Thian!"   Lu Hui San menatapnya "Jadi Kakak Siao Cui yang memberitahukanmu mengenai diriku berada di Pek Yun Am?"   "Ya."   Kam Hay Thian mengangguk sambil tersenyum.   "Kami bertemu dia di kedai arak. Setelah tahu aku adalah Hay Thian, maka dia langsung menampar dan menendangku."   "Dia yang menyembuhkan aku."   "Dia pun memberitahukan kepadaku."   Kam Hay Thian menggeleng-gelengkan kepala.   "Adik Hui San, aku...."   "Kakak Hay Thian!"   Lu Hui San tersenyum lembut.   "Itu telah berlalu, jangan diungkit sehingga merusak suasana!" "Ya."   Kam Hay Thian mengangguk.   "Oh ya kepandaian Nona Siao Cui itu sungguh tinggi sekali."   "Engkau tahu berapa usianya?"   Tanya Lu Hui San mendadak.   "Dua puluhan,"   Sahut Kam Hay Thian "masih begitu muda, tapi kepandaiannya sangat tinggi sekali."   "Engkau keliru."   Lu Hui San tertawa kecil "Keliru?"   Kam Hay Thian heran.   "Keliru napa?"   "Usia Kakak Siao Cui sudah hampir sembilan puluh, bukan dua puluhan lho!"   Lu Hui San memberitahukan.   "Apa?"   Kam Hay Thian terbelalak, kemudian tertawa gelak.   "Adik Hui San, aku tidak menyangka engkau bisa bergurau juga."   "Itu memang benar, aku tidak bergurau."   Ujar Lu Hui San sungguh-sungguh lalu menutur tentang apa yang dialami Tu Siao Cui.   "Itu... itu sungguh merupakan suatu kegaiban. Neneknenek berusia hampir sembilan puluh, namun masih tampak remaja. Tak masuk akal tapi nyata, sungguh luar biasa!"   Kam Hay Thian menggeleng-gelengkan kepala.   "Seperti halnya dengan Kou Hun Bijin."   "Tapi kini Kou Hun Bijin sudah kelihatan tua, karena dia menikah dengan Kim Siauw Suseng,"   Ujar Lim Peng Hang.   "Kalau tidak, dia dan Kim Siauw Suseng pasti tetap tampak seperti berusia empat puluhan."   "Kalau begitu..."   Tanya Lu Hui San.   "....Bu Ceng Sianli akan tua juga bila menikah?"   "Mungkin."   Lim Peng Hang mengangguk.   "Oh ya! Di mana Kakak Bun Yang, Ai Ling dan lainnya?"   Tanya Lu Hui San mendadak. "Mereka sudah pulang ke Pulau Hong Hoang to,"   Jawab Lim Peng Hang.   "Apakah kalian sudah laliu tentang Seng Hwee Kauw?"   "Sudah, tapi tidak begitu jelas,"   Ujar Kam Hay Thian dan bertanya.   "Kok tiada kabar beritanya mengenai Seng Hwee Sin Kun?"   "Aaah...."   Gouw Han Tiong menghela nafas panjang.   "Seng Hwee Sin Kun terluka parah oleh pukulan yang dilancarkan Bun Yang, tapi disaat itu mendadak muncul lima orang berpakaian serba putih dan memakai kedok setan."   "Oh?"   Kam Hay Thian terperanjat.   "Kui Bin Pang?"   Air muka Lu Hui San berubah.   "Ya."   Gouw Han Tiong manggut-manggut "Kelima orang itu membawa kabur Seng Hwe Sin Kun."   "Kakek Gouw, apakah Seng Hwee Sin Kun punya hubungan dengan Kui Bin Pang itu?"   Tanya Kam Hay Thian.   "Entahlah."   Gouw Han Tiong menggeleng gelengkan kepala, kemudian memandang Lim Pera Hang seraya berkata.   "Pangcu, engkau saja yang memberitahukannya!"   Lim Peng Hang menghela nafas panjang, lama sekali barulah membuka mulut dengan wajah serius.   "Ketua lama Kui Bin Pang punya dendam dengan majikan lama Pulau Hong Hoang To. Sebetulnya Kui Bin Pang cuma bergerak di sekita Gurun Sih Ih..."   Tutur Lam Peng Hang sejelas jelasnya, setelah itu menambahkan pula.   "...tiada seorang pun tahu siapa ketua baru Kui Bin Pari lu."   "Kakek Lim,"   Tanya Lu Hui San.   "Mungkinkah Kui Bin Pang akan menyerbu Pulau Hong Hoang To?" "Kalau Kui Bin Pang berani menyerbu kesana, malah lebih baik,"   Sahut Lim Peng Hang.   "Namun Kui Bin Pang tidak akan menyerbu kesana, mereka tidak sebodoh itu."   "Kalau begitu, apakah Kui Bin Pang diam saja?"   Tanya Kam Hay Thian.   "Sesungguhnya mereka sudah mulai bergerak, Tapi secara diam-diam,"   Jawab Lim Peng Hang. Buktinya kelima orang itu telah muncul menolong Seng Hwee Sin Kun. Ya, kan?"   "Heran?"   Gumam Kam Hay Thian.   "Kenapa Kui Bin Pang menolong Seng Hwee Sin Kun? Mungkinkah punya suatu tujuan tertentu?"   "Itu memang mungkin."   Gouw Han Tiong manggutmanggut.   "Kalau tidak, bagaimana mungkin pihak Kui Bin Pang akan menolongnya? Hanya saja... kita tidak tahu apa tujuan Kui Bin Pang itu."   "Aaaah...."   Kam Hay Thian menghela nafas panjang.   "Seng Hwee Sin Kun belum mati, aku harus membunuhnya!"   "Kakak Hay Thian!"   Lu Hui San memancingnya dengan kening berkerut.   "Engkau...."   "Adik Hui San, aku...."   Kam Hay Thian menundukkan kepala.   "Hay Thian!"   Lim Peng Hang menatapny "Seng Hwee Sin Kun membunuh ayahmu, memang pantas engkau membalas dendam! Tapi tidak boleh bertindak ceroboh, alangkah baiknya berunding dulu dengan Hui San."   "Ya, Kakek Lim."   Kam Hay Thian mengangguk pasti.   "Bagus! Bagus!"   Lim Peng Hang manggut manggut sambil tersenyum.   "Kalian harus ingat jangan ada kendala apa pun lagi di antara kalian!"   "Ya,"   Ujar Kam Hay Thian menambahkaij "Aku berjanji, pasti menuruti perkataan Hui San" "Kakak Hay Thian...."   Wajah Lu Hui Sal langsung berseri.   "Engkau...."   "Adik Hui San,"   Ujar Kam Hay Thian sungguh, sungguh.   "Aku pernah bersalah terhadapmu, maka kini aku harus menuruti semua perkataanmu."   "Kakak Hay Thian!"   Lu Hui San terharu.   "Aku menuruti semua perkataanmu."   "Itu yang disebut saling mengerti, saling melindungi dan saling mencinta,"   Ujar Lim Peng Ha sambil tertawa gelak.   "Ha ha ha...!"   "Oh ya, Kakek Lim,"   Tanya Lu Hui San mendadak.   "Apakah Kakak Bun Yang sudah bertemu Goat Nio?"   "Sudah."   Lim Peng Hang menutur tentang itu "Kini mereka semua berada di Pulau Hong Hoang To."   "Kakek Lim, apakah Beng Kiat dan Soat Lan juga berada di Pulau Hong Hoang To?"   Tanya Kam Hay Thian.   "Sudah lama mereka pulang ke Tayli."   Lim Peng Hang memberitahukan.   "Bun Yang mengajak Bokyong Sian Hoa ke sana, karena Bu Ceng Sianli mengacau di istana Tayli...."   Lim Peng Hang menutur, Kam Hay Thian dan Lu Hui San mendengar dengan penuh perhatian. Seusai Lim Peng Hang menutur, Kam Hay Thian bertanya dengan nada terkejut.   "Tayli Lo Ceng terluka oleh pukulan Bu Ceng Sianli?"   "Ya."   Lim Peng Hang mengangguk.   "Tapi sudah sembuh. Sedangkan Bokyong Sian Hoa malah tinggal di Tayli."   "Oh?"   Lu Hui San heran.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kenapa Sian Hoa tinggal di sana?"   "Sebab...."   Lim Peng Hang tersenyum.   "Ternyata Sian Hoa dan Beng Kiat saling jatuh hati." "Oooh!"   Lu Hui San manggut-manggut sambil tertawa gembira.   "Syukurlah kalau begitu!"   "Kakek Lim,"   Tanya Kam Hay Thian.   "Apakah Bun Yang akan menikah dengan Goat Nio di Pulau Hong Hoang To?"   "Itu sudah pasti, namun tidak begitu cepat."   Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.   "Lho? Kenapa?"   Kam Hay Thian bingung.   "Karena terhalang oleh kemunculan Kui Bin Pang."   Lim Peng Hang memberitahukan.   "Oleh karena itu, mereka tidak akan begitu cepat langsungkan pernikahan, mungkin harus menunggu...."   "Menunggu urusan dengan Kui Bin Pang itu selesai?"   Kam Hay Thian mengerutkan kening "Kira-kira begitu."   Lim Peng Hang manggut manggut.   "Tapi pernikahan mereka tiada kaitannya dengan urusan itu, kenapa mereka tidak mau segera melangsungkan pernikahan?"   Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala.   "Lagi pula mereka sudah berada di Pulau Hong Hoang To."   "Yaah!"   Lim Peng Hang menghela nafas.   "Yang jelas mereka belum mau menikah, jadi tidak bisa dipaksa."   "Kakek Lim,"   Tanya Lu Hui San mendadak "Bolehkah kami ke Pulau Hong Hoang To?"   "Tentu boleh."   Lim Peng Hang mengangguk "Tapi alangkah baiknya kalian tinggal di sini dulu beberapa hari."   "Kakek Lim...."   Lu Hui San tercengang.   "Ke napa kami harus tinggal di sini dulu beberapa hari ?"   "Itu...."   Lim Peng Hang tidak melanjutkan cuma menghela nafas panjang.   "Kalau dalam beberapa hari ini terjadi sesuatu dalam rimba persilatan, bukankah kalian bisa memberitahukan kepada pihak Hong Hoang To?"   Lanjut Gouw Han Tiong.   "Sebab barubaru ini, situasi rimba persilatan agak lain. Sepertinya diselimuti suatu bencana."   "Oh?"   Kam Hay Thian mengerutkan kening.   "Kok Kakek Gouw tahu akan itu?"   "Yaah!"   Gouw Han Tiong menghela nafas panjang.   "Kami dapat merasakannya, itu membuat kami cemas sekali."   "Mungkinkah Kui Bin Pang akan menimbuliean bencana?"   Tanya Lu Hui San.   "Kira-kira begitulah,"   Sahut Gouw Han Tiong dan menambahkan.   "Oleh karena itu, kami mengutus Cian Chiu Lo Kay (Pengemis Tua Lengan Seribu), wakil Pangcu bergerak di luar untuk menyelidiki situasi dalam rimba persilatan."   "Kalau begitu..."   Ujar Lu Hui San.   "Kami akan tinggal di sini beberapa hari, setelah itu barulah berangkat ke Pulau Hong Hoang To."   "Ngmmm!"   Lim Peng Hang manggut-manggut, kemudian bertanya mendadak sambil tersenyum. Oh ya, kapan kalian menikah?"   "Masih lama,"   Jawab Kam Hay Thian.   "Lebih cepat lebih baik lho.   "   Ujar Lim Peng Hang sambil tertawa gelak.   "Ha ha ha...!" -oo0dw0oo- Bagian ke lima puluh empat Tujuh Partai Besar dilanda bencana Di ruang tengah markas Kui Bin Pang, duduk beberapa orang dengan wajah serius. Mereka adalah ketua Kui Bin Pang, Dua Pelindung dan Lima Setan Algojo. Berselang sesaat, ketua Kui Bin Pang tertawa gelak seraya berkata. "Ha ha ha! Kini Seng Hwee Sin Kun telah pulih, bahkan aku telah mempengaruhinya dengan ilmu hitam, maka dia selalu mematuhi perintah ku."   "Kalau begitu, kapan Ketua akan perintahkan dia beraksi dalam rimba persilatan?"   Tanya Ton Sat Kui.   "Tentunya dalam beberapa hari ini. Ha hii ha!"   Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak lagi.   "Aku pun telah mengajarnya Toh Hun Ciang (Pukulan Perusak Sukma), siapa yang terkena pukulan itu pasti jadi gila."   "Jadi Seng Hwee Sin Kun tidak membunuh para ketua tujuh partai besar?"   Tanya Toa Sal Kui.   "Cukup membuat mereka gila,"   Sahut ketua Kui Bin Pang.   "Namun dia akan membunuh para murid partai besar."   "Lalu bagaimana dengan Kay Pang?"   Tanya salah satu Pelindung.   "Setelah memberesiean para ketua partai besar itu, barulah turun tangan terhadap Lim Peng liang dan Gouw Han Tiong,"   Sahut ketua Kui Bin Pang.   "Ketua akan perintahkan Seng Hwee Sin Kun memukul mereka dengan Toh Hun Ciang?"   Tanya Sam Sat Kui.   "Tidak."   Ketua Kui Bin Pang menggelengkan kepala.   "Itu akan kuatur nanti. Ha ha ha!"   "Ketua!"   Salah satu Pelindung memberitahukan.   "Kay Pang sangat kuat, itu harus dipikirkan masak-masak."   "Sudah kupikirkan masak-masak,"   Sahut ketua kui Bin Pang lalu menatap Ngo Sat Kui seraya hertanya.   "Apakah kalian sudah memperoleh informasi mengenai para penghuni Pulau Hong Hoang To?"   "Sudah,"   Jawab Toa Sat Kui.   "Para penghuni Pulau Hong Hoang To terdiri dari Tio Tay Seng, Sam Gan Sin Kay, Kim Siauw Suseng, Kou Hun Itijin, Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im, Lie Man Chiu, Tio Hong Hoa, Tio Bun Yang, Siang Koan iioat Nio, Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw."   "Ngmmm!"   Ketua Kui Bin Pang manggut-kanggur.   "Tapi Tio Cie Hiong punya hubungan dengan Tayli."   Toa Sat Kui memberitahukan.   "Yang berkepandaian paling tinggi adalah Tayli Lo Ceng!"   "Ha ha ha!"   Ketua Kui Bin Pang tertawa terbahak-bahak bernada angkuh.   "Aku sama sekali tidak takut kepada mereka!"   "Apakah kepandaian Ketua lebih tinggi dari mereka?"   Tanya salah satu Pelindung mendadak "Tentu,"   Sahut ketua Kui Bin Pang.   "Kalau tidak, bagaimana mungkin aku berani memunculiean Kui Bin Pang dalam rimba persilatan?"   "Tapi...."   Pelindung itu menggeleng-gelengkan kepala.   "Kita masih belum menemukan Tetua"   "Itu tidak jadi masalah,"   Ujar ketua Kui Bin Pang.   "Sebab kini sudah saatnya Kui Bin Pang muncul di rimba persilatan secara resmi. Seng Hwee Sin Kun merupakan perintis. Ha ha ha...l" -oo0dw0oo- Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong, Kam Hay Thian dan Lu Hui San duduk di ruang depan sambil bercakap-cakap.   "Sudah beberapa hari kami tinggal di sini. namun masih belum ada kejadian apa pun dalam rimba persilatan,"   Ujar Kam Hay Thian.   "Kakek Lim, apakah kami masih harus tinggal di sini?"    Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong

Cari Blog Ini