Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 27


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 27


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   "Kalian sudah tidak betah di sini?"   Lim Peng Hang tersenyum.   "Kalau memang kalian sudah tidak betah tinggal di sini, besok kalian boleh berangkat ke Pulau Hong Hoang To." "Ya."   Kam Hay Thian manggut-manggut. Di saat mereka sedang bercakap-cakap, mendadak muncul seorang pengemis tua, yang tidak lain adalah Cian Chiu Lo Kay, wakil ketua Kay Pang.   "Pangcu...."   Wajahnya tampak serius sekali.   "Duduklah!"   Sahut Lim Peng Hang. Cian Chiu Lo Kay duduk, kemudian menghela nafas panjang seraya berkata.   "Pangcu, tujuh partai besar telah dilanda bencana."   "Apa?"   Bukan main terkejutnya Lim Peng Uang.   "Bencana apa yang menimpa tujuh partai besar itu?"   "Puluhan murid tujuh partai besar mati terbumuh dan para ketua pun...."   Cian Chiu Lo Kay menggeleng-gelengkan kepala.   "Para ketua sudah jadi gila semua."   "Haah...?"   Mulut Gouw Han Tiong ternganga lebar saking terkejut.   "Siapa yang melakukan itu?"   "Seng Hwee Sin Kun,"   Sahut Cian Chiu Lo kay.   "Seng Hwee Sin Kun?"   Seru Lim Peng Hang dan lainnya tak tertahan.   "Ya."   Cian Chiu Lo Kay mengangguk.   "Seng Hwee Sin Kun kelihatan dikendalikan orang, lagi pula dia memiliki semacam ilmu pukulan aneh."   "Oh?"   Lim Peng Hang mengerutkan kening.   "Ilmu pukulan apa?"   "Entahlah."   Cian Chiu Lo Kay menggelengkan kepala.   "Para ketua terkena pukulannya, maka jadi gila."   "Kalau begitu..."   Ujar Gouw Han Tiong.   "Seng Hwee Sin Kun pasti dikendalikan oleh ketua Ku Bin Pang. Mungkin juga ketua Kui Bin Pang yangjj mengajarkan ilmu pukulan aneh itu."   "Memang tidak salah,"   Ujar Cian Chiu Lo Kay "Seng Hwee Sin Kun mengaku dirinya utusan Kun Bin Pang."   "Ternyata begitu...."   Lim Peng Hang manggut manggut.   "Pihak Kui Bin Pang menolongnya hanya ingin mengendalikannya. Kalau begitu, kita harus bersiap siap. Sebab sasaran berikutnya past kita."   "Benar."   Gouw Han Tiong manggut-manggut "Lo Kay,"   Ujar Lim Peng Hang memberi perintah.   "Engkau harus segera ke markas cabang-suruh mereka berhati-hati menghadapi segala ke mungkinan!"   "Ya, Pangcu."   Cian Chiu Lo Kay menganggu sambil memberi hormat, lalu meninggaliean markas pusat itu.   "Aaaah...!"   Lim Peng Hang menghela nafas panjang.   "Kini Kui Bin Pang sudah bertindak, rimba persilatan telah dibanjiri darah."   "Kakek Lim,"   Ujar Kam Hay Thian.   "Karnj harus segera berangkat ke Pulau Hong Hoang To untuk memberitahukan tentang kejadian ini."   "Ya."   Lim Peng Hang mengangguk.   "Kalau begitu, kalian harus berangkat sekarang. Tapi kalian harus berhati-hati!"   "Ya. Kakek Lim."   Kam Hay Thian dan Lu Hui San langsung berpamit. Setelah mereka berdua meninggaliean markas pusat Kay Pang, Lim Peng Hang dan Gouw Han liong saling memandang, kemudian menghela nafas panjang.   "Entah kapan Seng Hwee Sin Kun akan ke mari?"   Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau dia ke mari, kita berdua terpaksa bertarung matimatian dengan dia,"   Sahut Gouw Han Tiong.   "Kita harus mati secara gagah."   "Kita berdua bukan tandingannya, jangan-jangan kita pun akan jadi gila terkena pukulan ilu,"   Ujar Lim Peng Hang sambil menghela nafas panjang.   "Mudah-mudahan pihak Pulau Hong Hoang To segera tiba di sini!"   Ujar Gouw Han Tiong.   "Kalau tidak, Kay Pang pasti akan mengalami nasib yang serupa dengan partai-partai besar itu." -oo0dw0oo- Di dalam markas Kui Bin Pang, terdengari suara tawa yang bergema-gema, itu adalah suara tawa ketua Kui Bin Pang.   "Ha ha ha! Ha ha ha! Para ketua tujuh partai besar sudah jadi gila, itu berarti partai-partai itu telah lumpuh! Ha ha ha...!"   "Kini apa rencana Ketua?"   Tanya Toa Sat Kui.   "Tentunya giliran Kay Pang,"   Sahut ketua Kui Bin Pang.   "Namun harus dengan rencana istimewa."   "Ketua!"   Toa Sat Kui memberitahukan.   "Kam Hay Thian dan Lu Hui San berangkat ke Pulau Hong Hoang To, perlukah kami menangkap mereka?"   "Tidak perlu."   Ketua Kui Bin Pang menggelengkan kepala.   "Biar mereka ke Pulau itu untuk melapor, jadi pihak Pulau Hong Hoang To pasti ke markas pusat Kay Pang. Nah, itu yang kuharapkan. Ha ha ha...!"   "Maksud ketua ingin membunuh mereka di markas pusat Kay Pang?"   Tanya salah satu Pelindung.   "Yang akan kubunuh adalah Tio Bun Yang Tio Cie Hiong, Tio Tay Seng dan Tio Hong Hoa Sebab mereka adalah turunan Tio Po Thian, maka harus dibunuh. Sedangkan yang lain cukup dibuat gila saja. Ha ha ha...!"   Sahut ketua Kui Bin Pang sambil tertawa terkekeh-kekeh.   "Aku harus mencincang Tio Bun Yang."   "Ketua!"   Tanya salah satu Pelindung.   "Apakah Ketua punya dendam pribadi terhadap Tio Bun Yang?"   "Tidak salah. Kebetulan aku punya dendam piibadi dengan dia,"   Sahut ketua Kui Bin Pang.   "Aku jatuh ke dalam jurang gara-gara dia."   "Ketua,"   Ujar salah satu Pelindung.   "Kami dengar, Tio Bun Yang berkepandaian tinggi sekali. Apakah Ketua mampu mengalahkannya?"   "Aku pasti mampu mengalahkannya,"   Sahut ketua Kui Bin Pang yakin.   "Pokoknya aku akan membuatnya menderita dan tersiksa, sebab aku tahu dia sudah punya kekasih bernama Siang Koan Goat Nio yang cantik jelita. He he he...!"   "Ketua...."   Salah satu Pelindung ingin mengatakan sesuatu, tapi dibatalieannya.   "Aku tahu...."   Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut.   "Kalian khawatir aku tidak mampu melawan Tio Bun Yang, bukan?"   "Ya."   Salah satu Pelindung itu mengangguk.   "Aku telah mencoba kepandaian kalian semua. Kalau satu lawan satu, kalian memang bukan tandingannya,"   Ujar ketua Kui Bin Pang sungguh-sungguh.   "Tapi kalau dua lawan satu atau Ngo Sat Kui menggunakan Ngo Kui Tin (Formasi Lima Setan), aku yakin kalian bisa menang."   "Kami berdua melawan satu, Ngo Sat Kui mnggunakan Ngo Kui Tin bisa melawan berupa orang, namun..."   Ujar salah satu pelindung sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Pihak Pulau Hong Hoang To rata-rata memiliki kepandaian tinggi sekali."   "Ha ha ha!"   Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak "Kalian harus tahu, aku memiliki ilmu hitam yang dapat mengendalikan pikiran mereka."   "Tapi lweekang mereka begitu tinggi, bagi bagaimana mungkin mereka terpengaruh oleh ilmu hitam Ketua?"   Ujar salah satu Pelindung, seakan tidak percaya akan kehebatan ilmu hitam yang dimiliki ketuanya.   "Kalian ragu memang tidak salah, sebab kalian belum menyaksikan ilmuku itu,"   Ujar ketua K"   Bin Pang.   "Karena itu, aku terpaksa memperlihatkan ilmu tersebut."   Mendadak ketua Kui Bin Pang memandang kedua Pelindung itu sambil membentak keras.   "Kalian berdua!"   Suara bentakan ketua Kui Bin Pang mengandung suatu kekuatan yang tak dapat dilawan.   "Ketua.."   Kedua Pelinduing itu langsung berdiri mematung.   "Kalian Berdua harus berlutut "   Ujar ketua Kui Bin Pang dengan suara parau.   "Ya "   Kedua pelindung itu segera menjatuhkan diri berlutut.   "Ha ha ha!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Ketua Kui Bin Pang tertawa geli otomatis menyadarkan kedua Pelindung itu.   "Haaah...?"   Betapa terkejutnya kedua Pelindung itu, karena diri mereka berlutut di situ.   "Apa yang telah terjadi?"   "Kalian telah terpengaruh oleh ilmu ketua."   Toa Sat Kui memberitahukan.   "Kalian sama sekali bisa melawan kekuatan ilmu itu"   "Oh?"   Ketua Pelindung itu bangkit berdiri sekaligus kembali ke tempat duduk masing-masing "ilmu hitam itu sungguh lihay sekali"   "Ha ha ha!"   Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. Iweekang kalian sangat tinggi, tapi toh tetap tidak mampu melawan kekuatan ilmu hitamku." "Kalau begitu, pihak Pulau Hong Hoang To ama sekali tidak mampu melawan kekuatan ilmu hitam Ketua?"   Tanya salah satu Pelindung.   "Ya, kecuali...."   Ketua Kui Bin Pang memberitahukan.   "Kecuali mereka memiliki ilmu Penakluk Iblis, barulah tidak akan terpengaruh oleh ilmu hitamku "   "Ilmu Penakluk Iblis?"   "Tidak salah. Itu merupakan semacam ilmu kebatinan tingkat tinggi, tidak gampang mempelajari ilmu itu. Maka aku yakin Pulau Hong Hoang To tidak memiliki ilmu tersebut "   "Oooooh"   Kedua Pelindung dan Lima Setan Algojo manggut-manggut.   "Lagi pula aku memiliki sebuah genta maut, bila aku membunyikan genta itu, pihak lawan pasti akan mati muntah darah."   Ketua Kui Bin Pang memberitahukan sambil tertawa terbahak-bahak.   "Ha ha ha...!"   "Dari mana Kelua memperoleh genta maut itu?"   Tanya Toa Sat Kui.   "Ketika terpukul jatuh ke dalam jurang, Pek Kut Lojin masih kuat merangkak ke dalam sebuah goa di dasar jurang itu."   Ketua Kui Bin Panj memberitahukan.   "Ketua lama mendapat sebuah genta maut di dalam goa tersebut, berikut sebuah kitab kecil yang mengajarkan cara membunyikan genta itu. Kini kalian sudah tahu, maka tidak perlu takut terhadap pihak Pulau Hong Hoang To."   Kedua Pelindung dan Ngo Sat Kui manggut manggut. Ketua Kui Bin Pang memandang mereka, kemudian tertawa terbahak-bahak.   "Ha ha ha! Kita harus menuntut balas terhadap pihak Pulau Hong Hoang To! Sebab Tio Po Thian, majikan lama Pulau Hong Hoang yang memukul jatuh Pek Kut Lojin!" "Kita harus menuntut balas! Kita harus menuntut balas!"   Seru kedua Pelindung dan Ngo Sat Kui serentak.   "Hidup Kui Bin Pang! Hidup Ketua!"   "Ha ha ha! Ha ha ha...!"   Kelua Kui Bin Pa terus tertawa gelak.   -ooo0dw0ooo- Sementara itu, Kam Hay Thian dan Lu Hui San telah tiba di Pulau Hoa Hoang To, kebetulan Tio Bun Yang, Siang Koan Goat Nio, Sie leng Hauw dan Lie Ai Ling berada di luar.   Kemunculan Kam Hay Thian dan Lu Hui San sungguh mengejutkan mereka, sekaligus menggembirakan pula.   "Kalian...."   Lie Ai Ling terbelalak.   "Kalian...."   "Ai Ling!"   Panggil Lu Hui San sambil tersenyum malu-malu.   "Kapan engkau bertemu orang yang tak punya perasaan itu?"   Tanya Lie Ai Ling dengan mata tak berkedip, gadis itu terus menatap mereka.   "Ai Ling!"   Lu Hui San tertawa kecil dengan wajah ceria.   "Kini dia sudah punya perasaan."   "Oh?"   Lie Ai Ling masih kurang percaya, la menuding Kam Hay Thian seraya membentak.   "Kini engkau sudah sadar dan sudah memiliki perasaan serta nurani?"   "Ya."   Kam Hay Thian mengangguk.   "Kalau tidak, bagaimana mungkin aku berkunjung ke mari bersama dia?"   "Oooh!"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Syukurlah kalau begitu!"   "Hay Thian!"   Sie Keng Hauw segera memberi hormat.   "Aku mengucapkan selamat kepada kalian berdua!"   "Terimakasih! Terimakasih!"   Ucap Kam Hay thian sambil balas memberi hormat dengan wajah berseri-seri. "Hay Thian!"   Tio Bun Yang memegang bahu nya.   "Kami ikut gembira, karena kalian berdua sudah saling mencinta."   "Terimakasih, Bun Yang!"   Kam Hay Thian menarik nafas panjang.   "Semua itu adalah kesalahanku, tapi aku sudah mohon maaf kepat Hui San, dan dia sudi memaafkan aku."   "Syukurlah!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Hay Thian,"   Ujar Lie Ai Ling.   "Tahukah kalian, kami di sini sangat mencemasiean kalian"   "Terimakasih untuk itu!"   Ucap Kam Hay Thiaj "Kami tidak akan melupakan kebaikan kalian."   "Jangan berkata begitu!"   Tio Bun Yang tersenyum lagi.   "Kita semua adalah kawan baik."   "Bun Yang...."   Kam Hay Thian menundukkan kepala.   "Aku merasa malu sekali atas kejadian itu."   "Itu telah berlalu, lagi pula kini kalian berdua sudah saling mencinta, jadi tidak perlu diungkit itu lagi,"   Ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh.   "Ya."   Kam Hay Thian mengangguk.   "Oh ya!"   Tiba-tiba Lu Hui San menengok kesana kemari.   "Kok Yatsumi tidak kelihatan? Di berada di mana?"   "Dia sudah pulang ke Jepang."   Lie Ai Ling memberitahukan.   "Dia berhasil membunuh Takara Nichiba, ketua ninja itu."   "Oooh!"   Lu Hui San manggut-manggut.   "Hui San!"   Siang Koan Goat Nio memancingnya seraya bertanya.   "Selama itu engkau berada di mana?"   "Aku...."   Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala.   "Entahlah!" "Lho?"   Siang Koan Goat Nio terbelalak.   "Kok entahlah? Jadi engkau sama sekali tidak tahu dimana keberadaanmu selama itu?"   "ya."   Lu Hui San mengangguk.   "Sebab aku sudah gila."   "Apa?"   Kening Siang Koan Goat Nio ber-nit.   "Engkau sudah gila selama itu?"   "Ya."   Lu Hui San mengangguk lagi.   "Kok engkau tahu itu?"   Lie Ai Ling tercengang.   "Orang gila mana bisa tahu dirinya gila sih?"   "Aku tahu setelah sembuh,"   Sahut Lu Hui san.   "Siapa yang menyembuhkanmu?"   Tanya Lie Ai ling.   "Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui."   Lu Hui San memberitahukan.   "Kakak Siao Cui yang menyembuhkanmu?"   Tanya Tio Bun Yang dengan wajah berseri.   "Ya."   Lu Hui San mengangguk dan melanjutkan.   "Setelah aku sembuh, aku mengambil keputusan untuk menjadi biarawati. Maka, Bu Ceng sianli menyuruhku ke Pek Yun Am. Aku langsung ke kuil biarawati itu dan kemudian tinggal di sana."   "Oooh!"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Lalu cara bagaimana engkau bertemu Kam Hay Thian?"   "Aku bertemu Bu Ceng Sianli di dalam kedai arak. Dia menghajarku setelah tahu siapa diriku"   Sahut Kam Hay Thian memberitahukan.   "Kemudian dia menyuruhku ke Pek Yun Am."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Hui San,"   Ujar Lie Ai Ling.   "Engkau begini cepat memaafkannya? Dia begitu tak punya perasaan."   "Aku berlutut tiga hari tiga malam di depan Pek Yun Am tanpa makan, minum dan tidur"   Kam Hay Thian memberitahukan lagi.   "Barulah dia ke luar menemuiku." "Bagus! Bagus!"   Lie Ai Ling tertawa.   "Memang harus begitu! Seharusnya engkau berlutut tujuh hari tujuh malam."   "Aku pasti mati, dan itu akan membuat Hu San menderita sekali,"   Sahut Kam Hay Thian.   "Kakak Hay Thian...."   Wajah Lu Hui Sian memerah.   "Waduh!"   Lie Ai Ling tertawa geli.   "Bukan main mesranya suaramu, itu sungguh menggetarkan kalbu!"   "Ai Ling...."   Wajah Lu Hui San bertambah memerah.   "Engkau mulai menggoda aku ya?"   "Boleh kan?"   Lie Ai Ling tersenyum.   "Oh ya!"   Kam Hay Thian memandang Tio Bun Yang seraya bertanya.   "Engkau kenal Bu Ceng Sianli kan ?"   "Kenal. Kenapa?"   Sahut Tio Bun Yang.   "Engkau tahu berapa usianya?"   "Tentu tahu."   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Usianya sudah hampir sembilan puluh. Ketika pertama kali bertemu dia, aku sama sekali tidak percaya!"   "Sama."   Kam Hay Thian menggeleng-gelengkan kepala.   "Siapa akan percaya dia sudah berusia sembilan puluh? Padahal kelihatannya baru berusia dua puluhan."   "Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui..."   Gumam Siang koan Goat Nio.   "Dia sudah berusia hampir sembilan puluh?"   "Adik Goat Nio, kenapa engkau bergumam?"   Tanya Tio Bun Yang heran.   "Ketika aku menuju ke Gunung Thian San, tengah jalan bertemu Bu Ceng Sianli itu..."   Sambil tersenyum jawab Siang Koan Goat Nio dan menutur.   "....aku tidak percaya dia sudah berusia hampir sembilan puluh. Dia... dia sungguh cantik sekali!"   Untung dia sudah berusia segitu, kalau tidak..."   Ujar Lu Hui San sambil tersenyum-senyum.   "Kakak Bun Yang bukan pemuda semacam itu, gampang tergoda oleh gadis cantik lain. Sekalipun bidadari yang turun dari kahyangan, diapun tidak akan tergoda,"   Ujar Lie Ai Ling sungguh-sungguh.   "Oh, ya?"   Lu Hui San tersenyum.   "Kok engkau berani mengatakan begitu?"   "Aku dan dia kakak beradik. Sejak kecil kami sudah bersama, jadi aku tahu jelas bagaimana sifatnya,"   Sahut Lie Ai Ling.   "Terimakasih, Adik Ai Ling!"   Ucap Tio Bu Yang sambil tersenyum "Kalau Ai Ling tidak mengatakan begitu, aku pun akan mengatakan begitu juga,"   Sela Sia Koan Goat Nio sambil tersenyum manis.   "Adik Ai Ling, bagaimana aku?"   Tanya Sie Keng Hauw mendadak.   "Harus seperti Kakak Bun Yang!"   Sahut Lie Ai Ling, kemudian merendahkan suaranya.   "Aku yakin engkau pasti mcncintai dan menyayangiku selama-lamanya."   "Pasti! Itu sudah pasti!"   Sie Keng Hauw ter tawa.   "Kakak!"   Panggil Lu Hui San dan memberi tahukan.   "Aku dan Kam Hay Thian sudah pergi menemui paman."   "Oh?"   Wajah Sie Keng Hauw berseri.   "Bagaimana keadaan ayah, baik-baik saja?"   "Paman baik-baik saja."   Lu Hui San manggut manggut.   "Aku pun memberitahukannya, bahwa Kakak sudah punya kekasih. Oleh karena itu paman berpesan apabila engkau sempat, ajaklah Ai Ling ke sana!"   "Ya."   Sie Keng Hauw mengangguk.   "Aku memang sudah rindu pada ayah!"   Mereka bercakap-cakap, berselang sesaat mendadak wajah Kam Hay Thian berubah serius sekali.   "Kami ke mari ingin menyampaikan sesuatu yang teramat penting, maka kami harus segera menemui Kakek Tio dan lainnya."   Kam Hay Thian memberitahukan.   "Oh?"   Tio Bun Yang menatapnya.   "Kalau begitu, mari kita ke dalam!"   Mereka masuk ke dalam langsung menuju ruang tengah, karena Tio Tay Seng dan lainnya rdang berkumpul di situ.   "Eeeeh?"   Kou Hun Bijin terbelalak ketika melihat Lu Hui San bersama Kam Hay Thian. kalian berdua sudah akur ya?"   "Bijin...."   Wajah Lu Hui San kemerah-merahan. Sedangkan Kam Hay Thian segera memberi hormat kepada mereka semua, begitu pula Lu Hui San.   "Ha ha ha!"   Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. Syukurlah kalau kalian sudah akur dan... saling mencinta!"   "Hi hi hi!"   Kou Hun Bijin tertawa cekikikan, kalian berdua kok bisa bertemu dan akur kembali?"   "Itu atas jasa Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui."   H.un Hay Thian memberitahukan sekaligus menutur tentang itu.   "Tak disangka...."   Tio Tay Seng menghela nafas panjang.   "Bu Ceng Sianli berbuat kebaikan! "Kalau begitu..."   Ujar Sam Gan Sin Kay.   "Dia tidak jahat, mungkin akan berada di pihak kita "Dia memang sudah berada di pihak kita, sela Kim Siauw Suseng.   "Maka kita boleh berlega hati." "Ayah!"   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Kan Hay Thian dan Lu Hui San ingin menyampaikan sesuatu yang amat penting."   "Oh?"   Kening Tio Cie Hiong berkerut.   "Kalau begitu, kalian duduklah!"   Mereka duduk. Kemudian Kam Hay Thian berkata.   "Kami ingin menyampaikan tentang Kui Bin Pang. Kami datang dari markas pusat Kay Pang"   "Cepat beritahukan apa yang telah terjadi di markas pusat Kay Pang!"   Lim Ceng Im tidak sabar wajah pun tampak tegang.   "Di markas pusat Kay Pang tidak terjadi apa apa, namun dalam rimba persilatan telah terjadi sesuatu yang sangat menggemparkan,"   Ujar Kai Hay Thian melanjutkan.   "Para murid tujuh partai besar banyak yang mati, dan ketua sudah gila."   "Apa?"   Sam Gan Sin Kay terbelalak.   "Itu perbuatan siapa?"   "Seng Hwee Sin Kun,"   Sahut Kam Hay Thian menambahkan.   "Kini Seng Hwee Sin Kun telah dikendalikan oleh ketua Kui Bin Pang."   "Aaaah...!"   Tio Tay Seng menghela nafas panjang.   "Sasaran berikutnya pasti Kay Pang, sebab Kui Bin Pang tidak berani menyerbu ke sini."   "Kalau begitu...."   Wajah Lim Ceng Im langsung tampak cemas.   "Ayahku dan paman Gouw pasti celaka."   "Maka Kakek Lim mengutus kami kemari memberitahukan,"   Ujar Kani Hay Thian.   "Karena kay Pang dalam bahaya."   "Itu... itu...."   Lim Ceng Im semakin cemas. Ayahku...."   "Adik Im, tenanglah!"   Bisik Tio Cie Hiong. "Kakak Cie Hiong...."   Air mala Lim Ceng Im mulai meleleh.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ayahku sudah tua...."   "Tenang!"   Tio Cie Hiong menggenggam lengannya eraterat.   "Kalau begitu..."   Ujar Sam Gan Sin Kay.   "Aku harus segera ke markas pusat Kay Pang."   "Pengemis bau,"   Sahut Kim Siauw Suseng. Engkau sudah tua sekali, jangan cari mati di sana! lebih baik tetap hidup tenang di pulau ini saja!"   "Tapi...."   Kening Sam Gan Sin Kay yang keriput itu berkerut-kerut.   "Itu menyangkut Kay Pang."   "Pengemis bau, bukankah masih ada Tio Cie Hiong dan lainnya? Nah, engkau sudah begitu tua, tidak usah mencampuri urusan Kay Pang lagi!"   "Aaaah...!"   Sam Gan Sin Kay menghela nafas ranjang.   "Aku...."   "Pengemis bau!"   Kou Hun Bijin memandang nya sambil tertawa.   "Hi hi hi! Engkau tidak usah turut campur, biar tingkatan muda yang memberesi urusan itu!"   "Betul,"   Sela Lim Ceng Im.   "Kakek tidak usah memusingkan urusan itu, biar kami yang mem beresinya!"   "Tujuan Kui Bin Pang terhadap kita, namun sasarannya justru tujuh partai besar dan Kay Pang itu untuk memancing kita ke Tionggoan,"   Ujar Tio Tay Seng sambil mengerutkan kening.   "Kalau begitu, mari kita ke Tionggoan saja!"   Sahut Sam Gan Sin Kay dan menambahkan.   "Biar aku sudah tua sekali, masih cukup kuat untuk bertarung dengan pihak Kui Bin Pang." "Yang jelas engkau pasti akan mampus!"   Ujai Kou Hun Bijin.   "Dari pada harus mampus di sana bukankah lebih baik tenang di sini?"   "Ha ha ha!"   Sam Gan Sin Kay tertawa gelak "Aku tidak menyangka Kou Hun Bijin takut mati Ha ha ha...!"   "Pengemis bau!"   Bentak Kou Hun Bijin mc lotot.   "Engkau jangan menghinaku! Kalau perlu kita bertarung di sini!"   "Ha ha ha!"   Sam Gan Sin Kay masih tertawn gelak.   "Dari pada kita yang bertarung lebih bail kita bertarung dengan pihak Kui Bin Pang?"   "Baik. Kapan kita berangkat ke Tionggoan?' tanya Kou Hun Bijin.   "Eeeh? Bijin!"   Kim Siauw Suseng terbelalak. Betulkah engkau ingin berangkat ke Tionggoan?"   "Ya."   Kau Hun Bijin mengangguk.   "Pengemis bau itu menantangku, maka aku harus berangkat ke Tionggoan."   "Tenanglah, isteriku!"   Ujar Kim Siauw Suseng, kemudian melototi Sam Gan Sin Kay.   "Engkau laki laki, tidak pantas menantang wanita! Ayoh, tandinglah aku!"   "Engkau mana punya nyali untuk bertarung dengan pihak Kui Bin Pang? Buktinya dari tadi dia, saja!"   Sahut Sam Gan Sin Kay menyindir.   "Pengemis bau!"   Kim Siauw Suseng menudingnyaa.   "Kalau aku tidak memandang Tio Tocu, aku sudah hajar engkau!"   "Engkau dapat menghajarku?"   Sam Gan Sin ly tertawa.   "Ha ha ha! Kita berdua adalah Bu mi Jie Khie, bahkan sering bertanding pula. ngkau... pernah kalah sejurus kan?"   "Sekarang kita boleh bertarung lagi!"   Tantang im Siauw Suseng. "Ayah!"   Tegur Siang Koan Goat Nio.   "Ayah kok seperti anak kecil sih? Kita sedang mengharu' masalah, Ayah, Ibu dan Sam Gan Sin Kay ulah ribut tidak karuan! Bukannya berpikir harus bagaimana baiknya, tapi malah ribut! Sungguh keterlaluan!"   "Adik Goat Nio,"   Bisik Tio Bun Yang.   "Tidak baik menegur orang tua!"   "Kalau tidak ditegur, mereka pasti ribut terus,"   Ujar Siang Koan Goat Nio sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Adik Goat Nio...."   Tio Bun Yang memberi isyarat agar gadis itu diam, namun Siang Koa Goat Nio masih tampak cemberut.   "Nak!"   Kou Hun Bijin tersenyum lembut "Engkau benar, kami yang salah karena terus ribut. Maafkan kami ya!"   "Ibu...."   Siang Koan Goat Nio menghela nafas panjang.   "Ha ha ha!"   Sam Gan Sin Kay tertawa.   "Kau yang sudah mau mampus ini memang keterlaluan dan tak tahu diri! Ha ha ha...!"   "Sekarang kuharap tenang semua!"   Ujar Tu Tay Seng.   "Kita masing-masing harus berpikii jalan keluarnya!"   Ucapan Tio Tay Seng membuat hening suasana, sebab mereka mulai berpikir keras. Ber selang beberapa saat kemudian, barulah Sam Gai Sin Kay membuka mulut berbicara.   "Menurut aku, lebih baik urusan itu kita serahkan kepada Tio Cie Hiong dan Lim Ceng lm."   "Benar."   Kim Siauw Suseng dan Kou Hi Bijin mengangguk.   "Maaf!"   Ucap Tio Cie Hiong.   "Kami sudah bersumpah tidak akan mencampuri urusan rimba persilatan, maka kami tidak boleh melanggar sumpah itu." "Kakak Cie Hiong...."   Lim Ceng Im memancangnya.   "Ayahku dan Paman Gouw dalam bahaya."   "Aku tahu."   Tio Cie Hiong manggut-manggut. Begini, kita utus Bun Yang ke markas pusat Kay l'ang."   "Dia... dia seorang diri?"   Lim Ceng Im menggelenggelengkan kepala.   "Aku pasti ikut,"   Ujar Siang Koan Goat Nio.   "Kami pun tidak mau ketinggalan,"   Sambung Lie Ai Ling.   "Betul."   Sie Keng Hauw mengangguk.   "Kami pasti ikut ke Tionggoan."   "Apakah kami akan makan angin di pulau ini?"   Ujar Lu Hui San sambil melirik Kam Hay thian.   "Kami pun harus ikut ke Tionggoan."   "Tidak salah."   Kam Hay Thian manggut-mangut.   "Kami semua harus membantu Kay Pang."   "Bagus! Bagus! Ha ha ha!"   Sam Gan Sin Kay tertawa terbahak-bahak.   "Biar generasi muda saja memberesi urusan itu."   "Setuju,"   Sambung Kim Siauw Suseng dan Kou hun Bijin serentak.   "Tapi...."   Tio Tay Seng menggeleng-gelengkan kepala.   "Mereka masih kurang berpengalaman."   "Justru itu akan menambah pengalaman mereka,"   Sahut Sam Gan Sin Kay.   "Jadi biarlah mereka pergi membantu Kay Pang."   "Cie Hiong, bagaimana menurut engkau?"   Tanya Tio Tay Seng sambil menatapnya.   "Aku setuju, Paman."   Tio Cie Hiong mengangguk. "Tapi...."   Lie Ceng Im mengerutkan kening "Aku tidak begitu berlega hati, karena pihak Ku Bin Pang berkepandaian tinggi sekali."   "Adik Im!"   Tio Cie Hiong tersenyum.   "Bu Yang dan lainnya juga berkepandaian tinggi. Aku yakin mereka sanggup menghadapi Kui Bin Pang"   "Yaaah...!"   Lim Ceng Im menghela nafas panjang.   "Baiklah! Aku setuju!"   "Ayah, kapan kami boleh berangkat ke Tionggoan?"   Tanya Tio Bun Yang.   "Lebih cepat lebih baik,"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sahut Tio Cie Hiong "Kalian boleh berangkat besok pagi."   "Ya, Ayah."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Nak,"   Pesan Lim Ceng Im.   "Kalian semua harus berhatihati, jangan ceroboh!"   "Ya, Ibu."   Tio Bun Yang mengangguk lagi. Tio Tay Seng, Sam Gan Sin Kay, Kim Siauw Suseng, Kou Hun Bijin dan lainnya juga ikut memberikan berbagai wejangan.   "Ai Ling,"   Bisik Tio Hong Hoa.   "Engkau tidak boleh bersikap seperti anak kecil lagi, harus menuruti perkataan Keng Hauw!"   "Ya, Ibu."   Lie Ai Ling mengangguk.   "Juga harus menuruti perkataan Bun Yang! tambah Lie Man Chiu.   "Dia kakakmu!"   "Ya, Ayah."   Lie At Ling mengangguk lagi.   "Keng Hauw,"   Pesan Lie Man Chiu sungguh-sungguh.   "Engkau harus baik-baik menjaga Ai Ling!" "Ya, Paman."   Sie Keng Hauw mengangguk pasti.   "Aku berjanji itu, Paman dan Bibi tidak usah khawatir!"   "Ngmm!"   Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa manggutmanggut sambil tersenyum.   Keesokan harinya, berangkatlah mereka ke Tionggoan menuju markas pusat Kay Pang.   -oo0dw0oo- Bagian ke lima puluh lima Pertarungan di Markas Kay Pang Dalam perjalanan ke Tionggoan, mereka sama sekali tidak mendapat halangan apa pun.   Walau hati mereka agak tercekam, namun masih bisa bersenda gurau.   "Sayang sekali!"   Ujar Lie Ai Ling.   "Sian Hoa berada di Tayli, kalau tidak, kita semua akan berkumpul di markas pusat Kay Pang."   "Entah kapan Sian Hoa dan Beng Kiat akan mengunjungi kita?"   Ujar Lu Hui San.   "Kalau tidak menyangkut urusan dengan Kui Bin Pang, ingin rasanya pesiar ke Tayli."   "Benar."   Tio Bun Yang manggut-manggut "Pemandangan di Tayli indah sekali, siapa yang pernah ke Tayli, pasti tidak akan melupaku negeri kecil itu."   "Oh ya!"   Siang Koan Goat Nio teringat sesuatu, dan segeralah ia memberitahukan.   "Ketika aku mencuri dengar pembicaraan ketua Kui Bin Pang, itu membuatku tidak habis pikir."   "Memangnya kenapa?"   Tanya Tio Bun Yang heran. "Kedengarannya dia sangat dendam kepada mu,"   Jawab Siang Koan Goat Nio "Apakah engkau punya musuh?"   "Aku tidak punya musuh, lagi pula aku tidak kenal ketua Kui Bin Pang itu."   Tio Bun Yang mengerutkan kening.   "Kenapa dia dendam pada ku?"   "Ketua lama Kui Bin Pang mendendam pada majikan lama Pulau Hong Hoang To, otomatis ketua baru itu pun dendam pada pihak Pulau' Hong Hoang To,"   Ujar Lie Ai Ling.   "Maka tidak usah merasa heran."   "Tapi...."   Siang Koan Goat Nio menggeleng gelengkan kepala.   "Menurut aku, ketua Kui Bin Pang itu punya dendam pribadi dengan Kakak Bun Yang!"   "Itu...."   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Itu tidak mungkin, sebab aku sama sekali tidak punya musuh."   "Sudahlah!"   Landas Lie Ai Ling.   "Tentang itu tidak usah dipusingkan, yang jelas Kui Bin Pang memang memusuhi kita."   "Aaaah...!"   Mendadak Sie Keng Hauw menghela nafas panjang.   "Eeeh?"   Lie Ai Ling menatapnya heran.   "Kenapa engkau menghela nafas panjang? Apa yang terganjel dalam hatimu?"   "Aku teringat guruku. Entah bagaimana keadaan beliau?"   Sahut Sie Keng Hauw.   "Aku... rindu kepadanya."   "Oooh!"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Kukira engkau teringat gadis lain!"   "Aku mana punya gadis lain?"   Sahut Sie Keng Hauw sambil tersenyum.   "Aku... hanya mencintai egkau seorang."   "Kakak Keng Hauw...."   Lie Ai Ling tersenyum bahagia.   "Asyiiik!"   Seru Lu Hui San.   "Cinta nih ya!" "Wuah!"   Lie Ai Ling memandangnya, lalu balas menggodanya.   "Ketika Kam Hay Thian meninggalkanmu, siang malam engkau terus-menerus menangis."   "Ai Ling!"   Wajah Lu Hui San langsung memerah.   "Engkau...."   "Makanya jangan coba-coba menggodaku! Nah, rasakan!"   Sahut Lie Ai Ling sambil bertawa.   "Kalian masih bisa bergurau!"   Tio Bun Yang menggelenggelengkan kepala.   "Aku justru merasa khawatir...."   "Mengkhawatirkan apa?"   Tanya Lie Ai Ling "Aku khawatir telah terjadi sesuatu di markas pusat Kay Pang,"   Jawab Tio Bun Yang sambi menghela nafas panjang.   "Kalau begitu, kita harus cepat-cepat ke sana, ujar Sie Keng Hauw.   "Jangan bergurau lagi." -oo0de0oo- Betapa leganya hati mereka ketika tiba di markas pusat Kay Pang, karena yang menyambu kedatangan mereka adalah Lim Peng Hang dai Gouw Han Tiong.   "Kakek! Kakek Gouw!"   Panggil Tio Bun Yang "Bun Yang!"   Sungguh gembira sekali Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong.   "Duduk, du duklah!"   Tio Bun Yang dan lainnya segera duduk kemudian saling memandang sambil menarik nafas lega.   "Kakek, selama ini tidak terjadi sesuatu di sini?"   Tanya Tio Bun Yang.   "Tidak,"   Sahut Lim Peng Hang dan menambahkan- "Hanya saja... banyak pesilat golongan putih yang mati terbunuh."   "Siapa yang membunuh mereka?"   Tanya Kam hay Thian. "Kalau tidak salah pihak Kui Bin Pang. Kelihatannya pihak Kui Bin Pang berniat menguasai rimba persilatan,"   Jawab Gouw Han Tiong.   "Pihak Kui Bin Pang tidak membunuh para anggota Kay Pang?"   Tanya Tio Bun Yang.   "Itu yang membual kami tidak habis pikir, sebab pihak Kui Bin Pang sama sekali tidak mengganggu para anggota Kay Pang."   Lim Peng lang memberitahukan.   "Kakek, mungkinkah ketua Kui Bin Pang punya renana lain terhadap kita?"   Ujar Tio Bun Yang.   "Yaah!"   Lim Peng Hang menghela nafas panjng.   "Mungkin saja. Sebab kini tujuh partai besar sudah lumpuh, karena para ketua partai itu dalam keadaan gila." .   "Oh ya! Kenapa para ketua itu jadi gila?"   Tanya Tio Bun Yang.   "Apa yang menyebabkan mereka jadi gila?"   "Berdasarkan informasi yang kami terima...."   Liwab Gouw Han Tiong dengan wajah serius. , mereka terkena semacam ilmu pukulan yang dilancarkan Seng Hwee Sin Kun."   "Oh?"   Kening Tio Bun Yang berkerut.   "Ilmu pukulan apa itu? Kok bisa menyebabkan orang yang terkena pukulan itu berubah jadi gila?"   "Mungkin semacam ilmu pukulan sesat."   Tukas Lim Peng Hang dan menambahkan.   "Sebab ketua Kui Bin Pang memiliki ilmu hitam."   "Aaaah...!"   Gouw Han Tiong menghela nafas panjang.   "Entah bagaimana keadaan para ketua itu?"   "Bun Yang!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      IJm Peng Hang memandangn seraya berkata.   "Engkau mahir ilmu pengobatan maka alangkah baiknya engkau ke kuil Siauw Lim memeriksa Hui Khong Taysu." 'Tapi di sini...." 'Tidak jadi masalah. Sebab ada Kam Hay Thian dan lainnya berada di sini. Engkau dan Goat Nio berangkat ke kuil Siauw Lim saja!"   "Baiklah."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Kapan kami boleh berangkat, Kakek?"   "Sekarang juga boleh,"   Sahut Lim Peng Han "Cepat pergi bisa cepat juga pulang."   "Kalau begitu, aku dan Goat Nio berangkai sekarang,"   Ujar Tio Bun Yang sekaligus berpamit lalu berangkai ke kuil Siauw Lim.   -oo0dw0oo- Dua hari kemudian setelah Tio Bun Yaa dan Siang Koan Goat Nio berangkat ke kuil Siauv Lim, di markas pusat Kay Pang justru terjadi sesuatu Malam itu ketika Lim Peng Hang.   Gouw lan Tiong dan lainnya sedang bercakap-cakap di uang depan, mendadak terdengar suara siulan aneh yang menyeramkan.   "Hah?"   Air muka Lim Peng Hang langsung berubah hebat.   "Kui Bin Pang "   "Tidak salah,"   Ujar Lie Ai Ling.   "Aku pernah mendengar suara siulan aneh yang menyeramkan ini."   "Mari kita ke luar!"   Seru Lim Peng Hang sambil melesat ke luar, diikuti Gouw Han Tiong, kam Hay Thian dan lainnya dari belakang.   Mereka berdiri di halaman dengan perasaan mencekam dan tegang, sementara suara siulan aneh yang menyeramkan itu masih bergema.   Berselang beberapa saat, melayang turun delapan sosok bayangan putih.   "Kui Bin Pang muncul! Semua harus mati!"   Seru mereka serentak menggunakan lweekang, sehingga memekakkan telinga, "Aku ketua Kay Pang!"   Ujar Lim Peng Hang.   "Setahuku kami Kay Pang tidak bermusuhan depan kalian Kui Bin Pang! Kenapa kalian muncul di sini?"   "Perintah dari ketua, maka kami ke mari mau membunuh kalian!"   Sahut salah seorang yang memakai kedok setan warna hijau.   Ternyata mereka adalah Ngo Sat Kui, yang dua orang lagi memakai ledok setan warna kuning, tidak lain adalah Dua Pelindung.   Sedangkan yang seorang lagi tidak memakai kedok setan, dia adalah Seng Hwee Sin Kun, berdiri diam di tempat seperti patung.   "Ha ha ha!"   Lim Peng Hang tertawa gelak.   "Kalian kira gampang membunuh kami?"   "Kalau kami tidak mampu membunuh kalian semua, tentunya kami tidak akan ke mari!"   Sahut Toa Sat Kui.   "Toa Sat Kui,"   Bisik Toa Hu Hoat (Pelindung Tertua).   "Ketua menyuruh kita menangkap Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong hidup-hidup."   "Aku tahu itu,"   Sahut Toa Sat Kui dengan suara rendah.   "Kalian berdua menangkap Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong, kami berlima dan Seng Hwee Sin Kun akan membunuh yang lain."   "Ng!"   Kedua Pelindung itu mengangguk.   "Ha ha ha!"   Mendadak Toa Sat Kui tertawa gelak.   "Malam ini kalian harus mati! Seng Hwee Sin Kun! Serang mereka!"   Seng Hwee Sin Kun segera menyerang Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong, namun mendadak Kam Hay Thian meloncat ke arah Seng Hwee Sin Kun.   "Hati-hati, Kakak Hay Thian!"   Seru Lu Hui San cemas. Blaaam! Terdengar suara benturan dahsyat. Ternyata Kam Hay Thian menangkis pukulan yang dilancarkan Seng Hwee Sin Kun. Kam Hay thian lerhuyunghuyung ke belakang beberapa langkah, sedangkan Seng Hwee Sin Kun cuma dua langkah.   "Seng Hwee Sin Kun! Cepat bunuh pemuda itu!"   Seru Toa Sat Kui.   Mereka berlima mendadak menyerang ke arah Lu Hui San, Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw.   Sedangkan kedua Pelindung pun mulai menyerang Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong.   Terjadilah pertarungan yang amat seru dan sengit.   Kam Hay Thian bertarung mati-matian melawan Seng Hwee Sin Kun, bahkan bertekad membunuhnya, karena Seng Hwee Sin Kun pembunuh ayahnya.   Seng Hwee Sin Kun mengeluarkan Seng Hwee Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Api Suci) yang mengandung api, sedangkan Kam Hay Thian mengeluarkan Pak Kek Sin Ciang (Ilmu Pukulan Kutub Utara) yang mengandung hawa dingin.   Setelah dibimbing oleh Tio Cie Hiong, Iweekang Kam Hay Thian bertambah tinggi, begitu pula ilmu pukulannya, sebab Tio Cie Hiong telah menyempurnakan ilmu pukulan tersebut.   Akan tetapi, lweekang Kam Hay Thian tetap di bawah tingkat Seng Hwee Sin Kun, maka puluhan jurus kemudian, pemuda itu mulai terdesak.   Sementara Lim Peng Hang dan Gouw Han Liong juga sudah terdesak oleh kedua Pelindung.   Puluhan jurus kemudian, kedua Pelindung itu berhasil menotok jalan darah Lim Peng Hang dari Gouw Han Tiong, sehingga membuat mereka roboh tak bergerak lagi.   Setelah berhasil menotol jalan darah Lim Peng Hang dan Gouw Han Tio kedua Pelindung pun berdiri di tempat sambil menyaksikan pertarungan itu.   Sie Keng Hauw, Lie Ai Ling dan Lu Hui San juga sudah mulai terdesak.   Mereka bertiga cuma dapat bertahan.   Beberapa jurus kemudian, bahkan Lie Ai Ling sudah terluka.   Betapa terkejutnya Sie Keng Hauw, kemudian mati-matian melindungi kekasihnya.   Akan tetapi tak seberapa lama kemudian, tangannya pun terluka oleh pukulan Toa Sat Kui.   Kini keadaan mereka sungguh dalan bahaya! Di saat itulah mendadak terdengar suara tawa yang amat nyaring, menyusul melayang turui sosok bayangan.   "Hi hi hi! Asyik sekali! Ada orang bertarung"   "Kakak!"   Seru Lu Hui San girang.   "Tolong, kami! Kakak!"   "Jangan khawatir, Adik!"   Terdengar suara sahutan yang sangat merdu.   "Kakak pasti bantl kalian!"   Siapa orang itu? Ternyata Bu Ceng Sianli Ti Siao Cui. Ia langsung menyerang ke arah Ngo San Kui dengan Hian Goan Ci. Betapa terkejutnya Ngo Sat Kui. Mereak berlima cepatcepat meloncat ke belakang.   "Siapa engkau?"   Bentak Toa Sai Kui.   "Jangan turut campur urusan ini!"   "Hi hi hi! Aku Bu Ceng Sianli, namaku Tu siao Cui! Aku justru harus mencampuri urusan ni! Hi hi hi...!"   Sahut Tu Siao Cui sambil tertawa nyaring. Sedangkan kedua Pelindung saling memandang, kemudian mendadak membopong Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong lalu melesat pergi seraya berseru.   "Ngo Sat Kui! Mari kita pergi!"   Begitu mendengar suara seruan kedua Pelindung, Ngo Sat Kui pun langsung melesai pergi lan berseru pula.   "Seng Hwee Sin Kun, cepat pulang ke markas!"   Kelika Seng Hwee Sin Kun mau melesat pergi, Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui menyerangnya lengan Hian Goan Ci.   Cesss! Lengan jubah Seng Hwee Sin Kun berlubang.   Sementara Kam Hay Thian sudah dapat bernafas, setelah itu ia mulai menyerang Seng Hwee sin Kun menggunakan Pak Kek Sin Ciang.   Seng Hwee Sin Kun menggeram, kemudian secepat kilat menghindar sekaligus balas menyerang dengan ilmu Seng Hwee Sin Ciang.   Blaaam! Terdengar suara benturan.   Seng Hwee Sin Kun tak bergeming sedikit pun, sedangkan Kam Hay Thian terdorong kebelakang beberapa langkah.   "Chu Ok Hiap!"   Seru Bu Ceng Sianli.   "Engkau mundurlah! Biar aku yang melawannya!"   "Tidak!"   Sahut Kam Hay Thian.   "Dia pembunuh ayahku, aku harus membunuhnya dengan tanganku sendiri!"   "Baik! Aku akan membantumu menyerang nya!"   Ujar Bu Ceng Sianli sambil tertawa.   "Hi hi hi...!"   Sementara Seng Hwee Sin Kun terus meng geram sambil melotot-lotot. Mendadak ia memekik keras, kemudian sepasang telapak tangannya berubah kehijau-hijauan.   "Chu Ok Hiap! Hati-hati!"   Bu Ceng Sianli mengingatkan.   "Dia telah mengerahkan Iweekang nya pada puncaknya!"   Kam Hay Thian mengangguk, kemudian cepat-cepat mengerahkan Pak Kek Sin Kang, sedangkan Bu Ceng Sianli mengerahkan Hian Goan Sin Kang.   Sie Keng Hauw, Lie Ai Ling dan Lu Hui San tegang bukan main.   Mereka menyaksikan itu dengan wajah pucat pias, terutama Lu Hui San.   Mendadak Seng Hwee Sin Kun memekik keras lagi, sekaligus menyerang Kam Hay Thian dengan jurus Seng Hwee Sauh Thian (Api Suci Membakar Langit).   Bukan main dahsyatnya serangan itu, sebab pukulan itu mengandung api kehijau-hijauan.   Kam Hay Thian tidak berkelit, melainkan menangkis serangan itu dengan jurus Leng Swat leng Hai (Salju Menutupi Laut), yang penuh mengandung hawa dingin.   Di saat bersamaan Bu Ceng Sianli juga menyerang Seng Hwee Sin Kun.   Blaaam! Terdengar suara benturan dahsyat memekakkan telinga.   Pada waktu bersamaan terdengar pula suara jeritan.   "Aaaakh...!"   Ternyata Seng Hwee Sin Kun yang menjerit, karena punggungnya telah berlubang terserang Hian Goan Ci. Sedangkan Kam Hay Thian terpental beberapa depa, pakaiannya juga telah hangus, kemudian terkulai.   "Kakak Hay Thian!"   Seru Lu Hui San sambil hrrlari menghampirinya.   "Engkau... engkau terluka?"   "Aku...."   Kam Hay Thian menarik nafas dalam-dalam.   "Aku tidak apa-apa."   Kam Hay Thian bangkit berdiri, lalu mendekati Seng Hwee Sin Kun. Sementara Seng Hwee Sin Kun membalikkan badannya, lalu menatap Bu Ceng Sianli dengan mata membara.   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan.   "Engkau sudah tidak punya sukma, lebih baik mati !"   Tiba-tiba Seng Hwee Sin Kun menggeram, sekaligus menyerang Bu Ceng Sianli menggunakan jurus Thian Te Seng Hwee (Api Suci Langit Bumi), yakni jurus yang paling lihay dan dahsyat "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa nyaring kemudian mendadak jari tangannya bergerak secepat kilat dan memancarkan cahaya putih.   Ternyata ia menggunakan jurus Cian Ci Keng Thian (Ribuan Jari Mengejutkan Langit) untuk me nangkis serangan yang dilancarkan Seng Hwee Sin Kun.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Blaaam! Cesss! Cesss! Itu adalah suara benturan kedua lweekang yang memekakkan telinga Seng Hwee Sin Kun terpental beberapa depa Dada dan perutnya telah berlubang dan darah segar pun mengucur dari lubang itu.   Sedangkan Bu Ceng Sianli terdorong ke belakang lima enam langkah, wajahnya tampak pucat pias.   Di saat Seng Hwee Sin Kun terpental, di saat itu pula Kam Hay Thian menyerangnya dengan jurus Han Thian Soh Swat (Menyapu Salju Hai Dingin).   Blaaam! Punggung Seng Hwee Sin Kun terkena pukulan itu.   "Aaaakh...!"   Jeritnya. Badannya terpental lagi ke arah Bu Ceng Sianli yang sedang mengatur pernafasannya.   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa cekikikat sambil menggerakkan jari tangannya.   "Eeekh!"   Seng Hwee Sin Kun mengeluarkan suara tenggorokan, kemudian terkulai tak bergerak iagi, nyawanya sudah melayang.   "Kakak Hay Thian!"   Seru Lu Hui San sambil mendekatinya.   "Kakak Hay Thian...."   "Adik Hui San...."   Kam Hay Thian memanjangnya sambil tersenyum, namun wajahnya agak jiucat dan pakaian pun telah hangus.   "Aku tidak apa-apa. Engkau tidak usah khawatir!"   "VVuah! Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa geli.   "Kini sudah mesra ya!"   "Kakak...."   Wajah Lu Hui San memerah.   "Jangan menggoda aku!" "Oh, ya?"   Bu Ceng Sianli menatapnya sambil tertawa cekikikan.   "Hi hi hi! Masih mau jadi biarawati?"   "Kakak...."   Lu Hui San menundukkan kepala.   "Celaka!"   Seru Sie Keng Hauw mendadak dengan wajah pucat pias.   "Betul-betul celaka!"   "Anak muda,"   Tanya Bu Ceng Sianli heran.   "Apa yang celaka?"   "Kakek Lim dan Kakek Gouw..."   Sahut Sie Keng Hauw.   "Mereka telah dibawa kabur."   "Haaah...?"   Barulah Lie Ai Ling, Kam Hay Thian dan Lu Hui San tersentak, wajah mereka lalu berubah pucat pias.   "Celaka...   "   "Mereka tidak akan celaka. Kalau mereka celaka, berarti mereka sudah mati dari tadi,"   Sahut Bu Ceng Sianli dan menambahkan.   "Sekarang kita kedalam, jangan terus berdiri di sini!"   "Bagaimana dengan mayat Seng Hwee Sin Kun?"   Tanya Lu Hui San.   "Suruh saja anggota Kay Pang menguburnya!' jawab Bu Ceng Sianli sambil menengok ke sara ke mari.   "Lho? Kok anggota Kay Pang tidak tampak seorang pun? Apakah mereka sudah marnpus semua?"   "Celaka!"   Seru Sie Keng Hauw. Pemuda itu segera melesat pergi, tapi tak lama kemudian sudah kembali dan berkata.   "Ternyata para anggota Kay Pang yang bertugas di luar markas masih dalam keadaan tertidur, karena terkena semacam obat bius!"   "Pantas mereka tidak kelihatan!"   Ujar Lie Ai Ling.   "Syukurlah mereka kalau tidak mati!"   "Celaka!"   Seru Bu Ceng Sianli mendadak. "Ada apa. Kakak?"   Lu Hui San terkejut.   "Ketularan kalian yang dari tadi terus menyebut 'Celaka', maka aku pun ikut-ikutan menyebut celaka. Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawl geli.   "Kakak ada-ada saja!"   Lu Hui San cemberut "Ayolah, mari kita ke dalam!"   Ajak Bu Ceng Sianli sambil melesat ke dalam markas, yang lain mengikutinya dari belakang. Sampai di ruang depan, mereka lalu duduk.   "Kakak adalah Tu Siao Cui?"   Tanya Lie A Ling mendadak sambil menatapnya dengan mata tak berkedip.   "Tidak salah. Kenapa?"   Sahut Bu Ceng Sianli "Bukan main! Sungguh bukan main!"   Ujar Lie Ai Ling sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Eh? Kenapa engkau gadis manis?"   Tanya Bu Ceng Sianli.   "Apanya yang bukan main?"   "Kakak sungguh cantik sekali, kelihatannya baru berusia dua puluhan!"   Jawab Lie Ai Ling.   "Tapi sesungguhnya sudah berusia hampir sembilan puluh. Nah, itu bukan main, kan?"   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan.   "gadis manis, beritahukanlah namamu!"   "Namaku Lie Ai Ling."   Gadis itu memperkenalkan diri sambil tersenyum, lalu memandang kekasihnya seraya berkata.   "Dia bernama Sie Keng Hauw, dia...."   "Aku sudah tahu, dia kekasihmu."   Bu Ceng sianli tertawa cekikikan.   "Ya, Kakak."   Lie Ai Ling mengangguk.   "Oh ya!"   Bu Ceng Sianli menengok ke sana kemari seraya bertanya.   "Kok tidak tampak Tio Bun Yang? Dia tidak berada di sini?" "Dia dan Goat Nio pergi ke kuil Siauw Lim,"   Jawab Kam Hay Thian memberitahukan.   "Sebab "Ketua partai Siauw Lim jadi gila terkena pukulan Ceng Hwee Sin Kun, maka dia ke sana untuk mengobatinya."   "Oh?"   Bu Ceng Sianli tertegun.   "Bun Yang mahir ilmu pengobatan?"   "Dia memang mahir ilmu pengobatan, kepandaiannya pun sangat tinggi sekali."   Lie Ai Ling memberitahukan dengan wajah berseri-seri.   "Bahkan dia juga mahir meniup suling."   "Aku sudah tahu itu."   Bu Ceng Sianli manggut-manggut.   "Oh ya, engkau punya hubungan apa dengan Bun Yang?"   "Aku adiknya."   "Apa?"   Bu Ceng Sianli mengerutkan kening "Bagaimana mungkin engkau adiknya?"   "Ayahnya dan ibuku bersaudara, sedangkan kakeknya dan kakekku saudara kandung."   Lie Ai Ling menjelasiean.   "Oooh!"   Bu Ceng Sianli manggut-manggut "Pantas, engkau begitu bangga, ternyata engkau memang termasuk adiknya!"   "Kakak...."   Lu Hui San mengerutkan kening "Kini Kakek Lim dan Kakek Gouw tidak ada, kita harus bagaimana?"   "Anggap saja kita tuan rumah!"   Sahut Bu Ceng Sianli.   "Beres, kan?"   "Tapi...."   Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala.   "Wakil ketua pun tidak ada di sini, kita...   "Tentunya kita harus menunggu Kakak Bun Yang dan Goat Nio, sebab Kakak Bun Yan adalah cucu ketua Kay Pang ini. Biar dialah yang mengatur!"   Ujar Lie Ai Ling.   "Betul."   Bu Ceng Sianli manggut-manggu "Kita semua memang harus menunggu Bun Yan pulang." "Kakak juga menunggu di sini?"   Tanya Lu Hui San girang.   "Aku mengucapkan 'kita semua', berarti termasuk diriku,"   Sabut Bu Ceng Sianli.   "Dasar goblok!"   "Aku memang goblok, Kak,"   Ujar Lu Hui San sambil tersenyum.   "Kalian sungguh...."   Bu Ceng Sianli menggelenggelengkan kepala.   "Padahal bahu dan lengan kalian terluka, namun masih bisa bergurau."   "Lukaku ringan, tidak apa-apa,"   Sahut Kam Hay Thian.   "Oh ya, aku harus mengucapkan terimakasih kepada Kakak, sebab Kakak telah membantuku membalas dendam."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tidak usah berterimakasih kepadaku. Seharusnya engkau berterimakasih kepada Lu Hui San,"   Ujar Bu Ceng Sianli.   "Ingat! Engkau harus baik-baik terhadapnya! Kalau engkau masih berani menyakiti hatinya, aku pasti membunuhmu!"   "Ya, Kakak."   Kam Hay Thian mengangguk dan berjanji.   "Aku pasti mencintai dan menyayanginya selama-lamanya!"   "Bagus! Bagus!"   Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan.   "Hi hi hi...!"   "Hi hi hi!"   Mendadak Lie Ai Ling juga tertawa cekikikan, itu membuat Bu Ceng Sianli terheran- inian.   "Hei!"   Bu Ceng Sianli melotot.   "Kenapa engkau ikut tertawa seperti aku? Menyindir ya?"   "Mana berani aku menyindir Kakak?"   Sahut Lie Ai Ling tersenyum-senyum.   "Aku teringat Kou Hun Bijin yang suka tertawa seperti Kakak."   "Oh, dia!"   Bu Ceng Sianli manggut-manggut.."Dia dan suaminya berada di mana?"   "Di Pulau Hong Hoang To."   Lie Ai Ling memberitahukan. "Ngmm!"   Bu Ceng Sianli manggut-manggut lagi seraya berkata.   "Apabila aku sempat, pasti berkunjung ke sana."   "Kakak jangan ingkar janji lho!"   Ujar Lie Ai Ling.   "Eh? Aku cuma bilang mau berkunjung ke sana, namun tidak berjanji,"   Sahut Bu Ceng Sianli.   "Kakak...."   Wajah Lie Ai Ling tampak kecewa.   "Kalau sempat, Kakak berkunjung ke Pulau Hong Hoang To ya!"   "Itu kalau aku sempat. Tapi tidak berjanji lho!"   Sahut Bu Ceng Sianli. Di saat itulah muncul beberapa pengemis tua. Mereka memberi hormat kepada Kam Hay Thian, Sie Keng Hauw dan lainnya.   "Maafkan kami..."   Ucap salah seorang dari mereka.   "Karena kami terkena semacam obat bius, sehingga membuat kami...."   "Kami sudah tahu itu,"   Sahut Sie Keng Hauw dan bertanya.   "Oh ya, di mana wakil ketua?"   "Beliau ditugasiean ke markas cabang, mungkin dalam waktu belasan hari ini beliau akan pulang."   "Kakek Lim dan Kakek Gouw ada urusan, maka meninggaliean markas pusat ini,"   Ujar Sie Keng Hauw dan menambahkan.   "Sekarang kalian boleh pergi, sekaligus kuburkan mayat yang di luar markas itu!"   "Ya."   Beberapa pengemis tua itu langsung pergi.   "Kakak Keng Hauw, kenapa engkau berdusta?"   Tanya Lie Ai Ling.   "Kalau aku tidak berdusta, Kay Pang pasti menjadi kacau,"   Sahut Sie Keng Hauw dan melanjutkan.   "Kita tunggu Bun Yang dan Goat Nio pulang, barulah kita berunding bersama." "Oh ya!"   Ujar Bu Ceng Sianli mendadak.   "Apakah ada kamar kosong? Aku sudah lelah sekali, mau beristirahat."   "Ada, Kakak,"   Sahut Lie Ai Ling dan Lu Hui San serentak.   "Kami antar Kakak ke kamar itu."   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa. Kalian cukup baik terhadapku! Bagus! Bagus! Aku sungguh gembira sekali!"   Beberapa hari kemudian, Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat Nio sudah pulang. Betapa gembiranya hati Tio Bun Yang ketika melihat Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui. Ia langsung berseru dengan wajah berseri-seri.   "Kakak! Kakak!"   "Hi hi hi! Adik Bun Yang, engkau sudah pulang?"   Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan.   "Kakak Siao Cui!"   Panggil Siang Koan Goa Nio.   "Masih ingat padaku?"   "Engkau...."   Bu Ceng Sianli menatapnya dengan penuh perhatian.   "Aku ingat! Kita pernai bertemu di kedai teh, kemudian muncul belasan anggota Seng Hwee Kauw. Mereka kuajak ke tempat sepi lalu kubunuh. Ya, kan?"   "Betul."   Siang Koan Goat Nio tertawa gem bira.   "Kukira Kakak sudah lupa."   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli memandang merek; sambil tertawa.   "Ternyata Adik Bun Yang kekasih mu! Engkau memang tidak salah pilih. Kalian berdua memang pasangan yang serasi."   "Kakak....."   Wajah Siang Koan Goat Nio agak kemerahmerahan. Sementara Tio Bun Yang terus memandang Kam Hay Thian dan Sie Keng Hauw. Dari wajah mereka, ia sudah tahu telah terjadi sesuatu di markas pusat Kay Pang ini "Keng Hauw,"   Tanya Tio Bun Yang.   "Di mana kakekku dan Kakek Gouw?" "Mereka...."   Sie Keng Hauw memandang Bu Ceng Sianli.   "Adik Bun Yang,"   Ujar Bu Ceng Sianli.   "Telah teradi sesuatu di markas ini. Kalau aku terlambat datang, mereka pasti sudah jadi mayat."   "Oh?"   Air muka Tio Bun Yang berubah hebat.   "Apa yang telah terjadi?"   "Seng Hwee Sin Kun dan beberapa anggota ,Kui Bin Pang ke mari..."   Tutur Kam Hay Thian, kemudian menghela nafas panjang.   "Apa?"   Wajah Tio Bun Yang langsung berubah pucat pias.   "Kakekku dan Kakek Gouw ditangkap mereka?"   "Ya."   Kam Hay Thian mengangguk.   "Kakek! Kakek...!"   Seru Tio Bun Yang cemas.   "Aaaah! Aku harus bagaimana? Harus bagaimana?"   "Tenanglah, Adik Bun Yang'"   Ujar Bu Ceng Sianli.   "Kakekmu dan Kakek Gouw tidak akan terjadi apa-apa. Sebab seandainya Seng Hwee Sin Kun dan para anggota Kui Bin Pang itu menghendaki nyawa kakekmu dan Kakek Gouw, di saat itu juga kakekmu dan Kakek Gouw pasti sudah mati."   "Betul, Kakak Bun Yang!"   Ujar Lie Ai Ling.   "Kalau Kakak Siao Cui terlambat datang, kami pasti sudah jadi mayat. Kepandaian mereka sangat tinggi sekali."   "Aaaah...!"   Tio Bun Yang menghela nafas panjang, kemudian jatuh terduduk di kursi.   "Entah bagaimana keadaan kakekku dan Kakek Gouw?"   "Adik Bun Yang,"   Tegas Bu Ceng Sianli.   "Pokoknya engkau harus tenang, tidak boleh kacau! Ingat, engkau pemuda gagah, maka tidak boleh cengeng!"   "Ya, Kakak!"   Tio Bun Yang mengangguk. "Oh ya!"   Bu Ceng Sianli menatapnya seraya bertanya.   "Bagaimana keadaan ketua Siauw Lim Pay? Engkau dapat menyembuhkannya?"   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala kemudian menghela nafas panjang.   "Kakak Bun Yang tidak bisa menyembuhkan Hui Khong Taysu?"   Tanya Lie Ai Ling kurang percaya.   "Hui Khong Taysu dipasung karena sering mengamuk. Aku telah memeriksanya, ternyatwa syaraf otaknya telah rusak tergempur oleh semacam ilmu pukulan."   Tio Bun Yang memberi tahukan.   "Tiada obat yang dapat menyembuhkannya? tanya Bu Ceng Sianli.   "Ada,"   Jawab Tio Bun Yang.   "Hanya rumput obat Liong Kak Cauw (Rumput Tanduk Naga) yang dapat menyembuhkannya."   "Kalau begitu, cepatlah Kakak Bun Yang pergi mengambil rumput obat itu!"   Ujar Lie Ai Ling.   "Adik Ai Ling!"   Tio Bun Yang menggeleng gelengkan kepala.   "Tidak gampang mencari Liong Kak Cauw, sebab rumput Tanduk Naga itu cuma tumbuh di daerah Miauw."   "Oh?"   Lie Ai Ling terbelalak.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Ayah dan aku kenal baik ketua suku Miauw, bahkan aku pernah ke sana,"   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Tapi...."   "Adik Bun Yang!"   Bu Ceng Sianli menatapnya.   "Engkau merasa berat berangkat ke daerah Biauw, karena memikirkan kakekmu?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk. "Menurut aku..."   Ujar Bu Ceng Sianli.   "Pihak Kui Bin Pang tidak akan membunuh kakekmu maupun Kakek Gouw, paling juga mereka akan dibikin gila. Berarti kelak engkau pun membutuhhkan rumput Tanduk Naga untuk menyembuhkan mereka. Maka, apa salahnya engkau berangkat ke daerah Miauw untuk mengambil rumput obat itu?"   "Ini...."   Tio Bun Yang masih ragu.   "Kakak, bagaimana kalau aku ke Pulau Hong Hoang To memberitahukan kedua orang tuaku?"   "Jangan!"   Bu Ceng Sianli menggelengkan kepala.   "Itu akan mencemaskan semua orang di sana. engkau sudah dewasa, jadi engkau harus menanganinya, jangan masih bersikap seperti anak kecili!"   "Ya, Kakak."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Tapi bagaimana di sini?"   "Serahkan pada kami!"   Sahut Kam Hay Thian dan Sie Keng Hauw serentak.   "Kami tetap berada disini menunggu engkau pulang."   "Terimakasih!"   Ucap Tio Bun Yang.   "Kakak Bun Yang,"   Tanya Lie Ai Ling.   "Engkau cuma memeriksa Hui Khong Taysu saja?"   "Ya."   "Kenapa Kakak Bun Yang tidak pergi memeriksa ketua partai lain?"   "Itu tidak perlu, sebab penyakit mereka pasti sama. Lagi pula aku harus memburu waktu."   "Adik Bun Yang!"   Bu Ceng Sianli memandangnya.   "Aku mau pergi sekarang, kelak kita akan berjumpa lagi!"   "Kakak...!"   Panggil Tio Bun Yang, Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling serentak, mereka merasa berat berpisah dengan wanita itu. "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan "Kalian jangan cengeng, aku pergi karena harus membantu kalian mencari Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong!"   "Oooh!"   Tio Bun Yang manggut-manggut "Terimakasih, Kakak!"   "Baiklah."   Bu Ceng Sianli bangkit berdiri "Sampai jumpa!"   "Kakak...!"   Panggil Siang Koan Goat Nio. Namun Bu Ceng Sianli sudah melesat pergi tinggal terdengar sayup-sayup seruannya.   "Kelak kita akan berjumpa lagi! Hi hi hi...!"   "Aaaah...!"   Siang Koan Goat Nio menghela nafas panjang.   "Ketika pertama kali aku bertemu Bu Ceng Sianli, aku anggap dia wanita jahat dan sadis! Kini aku baru tahu, dia berhati bajik!"   "Semula aku pun beranggapan begitu, sebab dia membunuh Hek Sim Popo, bahkan ingin membunuh yang lain juga. Oleh karena itu, aku berusaha mencegahnya..."   Ujar Tio Bun Yang dan menutur.   "Maka aku menganggapnya gadis berhati sadis. Pada waktu itu, aku tidak percaya kalau usianya sudah hampir sembilan puluh."   "Siapa yang akan percaya?"   Ujar Lu Hui San .ambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Entah siapa akan menjadi jodohnya?"   "Sepertinya...."   Lie Ai Ling mengerutkan kening.   "Dia sama sekali tidak tertarik pada lelaki yang mana pun."   "Aku harap dia akan ketemu pemuda yang baik!"   Ucap Siang Koan Goat Nio.   "Oh ya!"   Lu Hui San menatapnya.   "Goat Nio, kapan kalian akan berangkat ke daerah Miauw?" "Besok pagi,"   Sahut Tio Bun Yang.   "Kami harus cepat berangkat dan cepat pulang."   "Kami tetap tinggal di sini. Sebelum kalian pulang, kami tidak akan ke mana-mana,"   Ujar Kam Hay Thian.   "Terimakasih!"   Ucap Tio Bun Yang.   -oo0dw0oo- Bagian ke lima puluh enam Kejadian yang mencemaskan Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat Nio sudah berangkat ke daerah Miauw.   Tujuh delapan hari kemudian, mereka berdua sudah tiba di daerah itu dan langsung menemui kepala suku Miauw.   Dapat dibayangkan, betapa girangnya Cing Cing, putri kepala suku Miauw itu.   Ia memeluk Tio Bun Yang erat-erat, sekaligus mengecup pipi nya.   "Cing Cing...."   Wajah Tio Bun Yang langsung memerah.   "Maaf!"   Ucap ibu Cing Cing kepada Siang Koan Goat Nio.   "Itulah adat kami di sini, maka Nona jangan salah paham! Putriku itu sudah punya suami."   "Oooh!"   Siang Koan Goat Nio manggut-manggut.   "Kakak Bun Yang,"   Tanya Cing Cing.   "Nona itu kekasihmu ya?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Namanya Siang Koan Goat Nio."   "Kakak Goat Nio, aku bernama Cing Cing,"   Ujar putri kepala suku Miauw sambil tersenyum "Jangan salah paham ya! Aku sudah punya suami, aku girang sekali atas kedatangan kalian." "Adik Cing Cing!"   Siang Koan Goat Nio tersenyum lembut.   "Aku tidak akan salah paham."   "Syukurlah!"   Ucap Cing Cing.   "Bun Yang!"   Ibu Cing Cing menatapnya seraya bertanya.   "Engkau ke mari tentu ada suatu penting. Ya, kan?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Aku ke mari mencari Liong Kak Cauw."   "Liong Kak Cauw?"   Ayah Cing Cing mengerutkan kening.    Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Sakit Hati Seorang Wanita Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini