Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 30


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 30


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   "Ibu!"   Tio Bun Yang mentapnya.   "Kami harus berangkat sekarang."   "Hati-hati, Nak!"   Pesan Lim Ceng Im.   "Ya, Ibu."   Tio Bun Yang mengangguk. "Bun Yang!"   Tio Cie Hiong menatapnya serius.   "Biar bagaimana pun, engkau harus menolong Goat Nio. Tapi... harus berhati-hati, jangan ceroboh!"   "Ya, Ayah."   Tio Bun Yang mengangguk lagi.   "Bun Yang!"   Kou Hun Bijin mulai bersuara.   "Hilangnya Goat Nio adalah tanggung jawabmu, maka engkau harus mencarinya!"   "Ya,"   Ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh.   "Kalau terjadi apa-apa atas diri Goat Nio, aku pun tidak akan hidup lagi."   "Bun Yang...."   Lim Ceng Im terkejut.   "Ibu...."   Mata pemuda itu tampak basah.   "Aku-aku sangat mencintai Goat Nio." -oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh Mengosongkan Markas untuk menjebak Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him telah tiba di Gunung Mo Kui San. Karena mereka telah melakukan perjalanan, sehingga membuat luka mereka bertambah parah. Tiba-tiba muncul beberapa anggota Kui Bin Pang. Begitu melihat mereka, terkejutlah para anggota Kui Bin Pang itu.   "Toa Jie Hu Hoat...."   "Kalian... kalian..."   Sahut Yo Kiam Heng lemah.   "Cepat papah kami ke markas!"   Para anggota Kui Bin Pang itu segera memapah mereka. Berselang beberapa saat kemudian, sampailah di markas tersebut. Ketua Kui Bin Pang langsung memeriksa mereka, lalu memberi mereka semacam obat.   "Makanlah obat itu!"   Ujar ketua Kui Bin Pang.   "Terimakasih, Ketua!"   Sahut Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him, lalu makan obat tersebut.   "Luka kalian cukup parah,"   Ujar ketua Kui Bin Pang.   "Orang yang melukai kalian itu memiliki Iweekang yang sangat tinggi. Beritahukanlah kepadaku siapa orang itu!"   "Dia adalah Tio Cie Hiong."   Yo Kiam Heng memberitahukan.   "Kepandaiannya memang tinggi sekali. Kami berdua tidak sanggup melawannya, untung masih dapat meloloskan diri."   "Bagaimana yang lain?"   Tanya ketua Kui Bin Pang.   "Para anggota itu telah terbunuh semua,"   Jawab Kwan Tiat Him.   "Sedangkan Lim Peng Hang dan lainnya telah sembuh."   "Apa?"   Ketua Kui Bin Pang tampak terkejut.   "Mereka telah sembuh?"   "Ya."   Kwan Tiat Him mengangguk.   "Siapa yang menyembuhkan mereka?"   "Tio Cie Hiong,"   Jawab Yo Kiam Heng dan menambahkan.   "Sungguh tak disangka, dia memiliki ilmu Penakluk Iblis!"   "Oooh!"   Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut.   "Pantas dia dapat menyembuhkan mereka!"   "Ketua,"   Tanya Toa Sat Kui.   "Kini apa rencana kita?"   "Ha ha ha!"   Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak.   "Siang Koan Goat Nio masih berada di tangan kita, maka aku yakin mereka pasti akan menyerbu ke mari!"   "Itu tidak mungkin."   Yo Kiam Heng menggelengkan kepala.   "Sebab mereka tidak tahu berada di mana markas kita!" "Lambat laun mereka pasti tahu,"   Sahut katun Kui Bin Pang.   "Oleh karena itu, aku justru punya suatu rencana."   "Ketua punya rencana apa?"   Tanya Kwan liat Him.   "Kita akan mengosongkan markas ini,"   Sahut ketua Kui Bin Pang sambil tertawa gelak.   "Ha ha ha...!"   "Mengosongkan markas ini?"   Kwan Tiat Him bingung.   "Betul,"   Ketua Kui Bin Pang melanjutkan.   "Berhubung Siang Koan Goat Nio masih berada di sini, maka aku yakin mereka pasti akan menyerbu ke mari. Nah, markas kosong ini akan mengubur mereka. Ha ha ha...!"   "Maksud Ketua mengosongkan markas ini untuk menjebak mereka?"   Tanya Toa Sat Kui. 'Tidak salah."   "Kalau begitu... kita akan pindah ke mana?"   "Pindah ke Gurun Sih Ih."   "Apa?"   Ngo Sat Kui dan kedua Hu Hoat itu tercengang.   "Kita semua pindah ke Gurun Sih Ih?"   "Ya."   Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut.   "Di gurun itu terdapat sebuah tempat yang sangat indah, namun sangat misteri. Markas Kui Bin Pang dulu berada di sana. Bagi orang luar sulit mencapai tempat itu!"   "Oh?"   Ngo Sat Kui dan kedua Hu Hoat saling memandang, kemudian Toa Sat Kui bertanya.   "Ketua sudah pernah ke sana?"   "Pernah."   Ketua Kui Bin Pang mengangguk.   "Kok ketua tahu tempat itu?"   Yo Kiam Heng heran.   "Ha ha ha!"   Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak.   "Ketua Kui Bin Pang lama meninggalkan sebuah peta. Aku mengikuti petunjuk dari peta itu, maka sampai di tempat misteri tersebut, ternyata terdapat sebuah bangunan besar yang penuh jebakan."   "Bangunan itu adalah markas Kui Bin Pang lama?"   Tanya Toa Sat Kui.   "Betul. Tempat itu berada di Gurun Sih Ih."   Ketua Kui Bin Pang memberitahukan.   "Bagi orang luar tidak mudah mencapai tempat itu. Kalau pihak Kay Pang atau pihak Hong Hoang To berani ke sana, mereka pasti mati di sana."   "Kalau begitu, tanya Toa Sat Kui.   "Kapan kita berangkat ke Gurun Sih Ih?"   "Sekarang,"   Sahut ketua Kui Bin Pang singkat.   "Sekarang?"   Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him tampak terkejut.   "Ya."   Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut.   "Aku yakin ada orang membuntuti kalian, maka pihak Kay Pang maupun pihak Hong Hoang To pasti sudah tahu markas kita ini. Oleh karena itu. kita harus segera meninggalkan markas ini. Sebelum kita berangkat, aku akan menggerakkan semua alat jebakan. Ha ha ha...!" -oo0dw0oo- Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan Tio Bun Yang telah tiba di markas pusat Kay Pang. Betapa gembiranya para anggota Kay Pang dan Cian Chiu Lo Kay. Mereka bersorak sorai sambil memukul-mukulkan tongkat bambu ke tanah.   "Pangcu! Tetua!"   Panggil Cian Chiu Lo Kay sambil memberi hormat. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong manggut-manggut lalu duduk. Tio Bun Yang pun segera duduk.   "Syukurlah Pangcu dan Tetua sudah pulang!"   Ucap Cian Chiu Lo Kay. "Lo Kay, selama ini apakah pernah terjadi sesuatu di sini?"   Tanya Lim Peng Hang.   "Tidak, Pangcu,"   Jawab Cian Chiu Lo Kay dan menambahkan.   "Namun kami menerima suatu informasi dari istana."   "Oh?"   Lim Peng Hang mengerutkan kening.   "Informasi tentang apa?"   "Menteri Ma yang sangat berkuasa itu telah mengutus beberapa orang ke Manchuria. Kalau tidak salah, menteri Ma bermaksud meminjam pasukan Manchuria untuk menghancurkan para pemberontak yang dipimpin Lie Tsu Seng, sebab kini Lie Tsu Seng telah berhasil menguasai beberapa kota."   "Oooh!"   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Itu urusan kerajaan, kita tidak perlu ikut campur."   "Pangcu!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Cian Chiu Lo Kay menghela nafas panjang.   "Dulu Kay Pang pernah ikut berjuang menggulingkan Dinasti Goan (Mongol), setelah itu berdirilah Dinasti Beng (Ming)."   "Tidak salah."   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Tapi pada waktu itu, negeri Han dijajah oleh bangsa Mongol. Maka Kay Pang ikut berjuang, kini...."   "Pangcu, kalau pasukan Manchuria memasuki Tionggoan, rakyat Han pasti menderita,"   Ujar Cian Chiu Lo Kay memberitahukan.   "Lo Kay...."   Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.   "Itu urusan politik, kita tidak perlu mencampurinya. Apabila pasukan Manchuria menyerbu Tionggoan, barulan kita menahan pasukan Manchuria itu."   "Ya, Pangcu."   Cian Chiu Lo Kay mengangguk.   "Bun Yang, kenapa engkau diam saja?"   Tanya Lim Peng Hang. "Kakek, aku...."   Tio Bun Yang menggelenggelengkan kepala.   "Memikirkan Goat Nio?"   "Ya."   "Bun Yang...."   Lim Peng Hang menatapnya.   "Bukankah engkau bermaksud pergi menolong Goat Nio?"   "Memang."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Tapi... aku khawatir Kakek tidak memperbolehkan aku pergi."   "Kakek memperbolehkan engkau pergi, namun engkau harus berhati-hati!"   Pesan Lim Peng Hang dan berkata.   "Kakek pun tahu, engkau pasti sudah tahu markas Kui Bin Pang itu berada dimana. ya, kan?"   "Kok Kakek bisa menduga begitu?"   Tio Bun Yang heran.   "Engkau bersama Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him, mungkinkah engkau tidak bertanya kepada mereka?"   Sahut Lim Peng Hang sambil tersenyum.   "Kakek...."   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Memang tidak bisa mengelabui mata Kakek."   "Engkau harus ingat, berhasil atau tidak menolong Goat Nio, engkau harus kembali ke sini!"   Pesan Lim Peng Hang.   "Agar engkau tidak terus melamun, engkau boleh berangkat sekarang."   "Terimakasih, Kakek!"   Ucap Tio Bun Yang.   "Terimakasih!"   "Bun Yang!"   Lim Peng Hang menatapnya seraya bertanya.   "Markas Kui Bin Pang itu berada di mana?"   "Di Gunung Mo Kui San!"   "Gunung Mo Kui San?"   Cian Chiu Lo Kay tampak terkejut.   "Gunung itu merupakan tempat bermukimnya setan iblis, maka dinamai Gunung Setan Iblis." "Lo Kay!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Itu cuma tahyul. Oh ya, Lo Kay pernah ke gunung itu?"   "Tidak pernah."   Cian Chiu Lo Kay menggelengkan kepala.   "Tapi gunung itu sulit sekali didaki, karena banyak batu curam dan pasir hidup."   "Pasir hidup?"   Tio Bun Yang tidak mengerti.   "Apa itu pasir hidup?"   "Siapa yang menginjak pasir itu, jangan harap bisa keluar lagi."   Cian Chiu Lo Kay menjelaskan.   "Sebab pasir itu dapat menyedot makhluk apa pun, karena itu, janganlah menginjaknya."   "Ya!"   Tio Bun Yang mengangguk.   "Bun Yang!"   Pesan Gouw Han Tiong.   "Yang penting engkau harus berhati-hati, jangan bertindak ceroboh!"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk lagi. lalu berpamit.   "Kakek, Kakek Gouw, aku mohon diri untuk berangkat ke Gunung Mo Kui San!"   "Baiklah."   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Engkau berhasil atau tidak menolong Goat Nio, haruslah kembali ke sini!"   "Ya. Kakek,"   Ujar Tio Bun Yang "Aku akan kembali ke sini."   "Bun Yang,"   Ucap Gouw Han Tiong.   "Mudah mudahan engkau berhasil menolong Goat Nio!"   "Terimakasih, Kakek Gouw!"   Tio Bun Yang manggutmanggut kemudian melangkah pergi.   Setelah meninggalkan markas pusat Kay Pang, Tio Bun Yang langsung menuju arah Gunung Mo Kui San.   sesuai dengan petunjuk Kwan Tiat Him.   Beberapa hari kemudian, ia telah memasuki sebuah desa kecil.   Kebetulan ia melihat seorang tua dan segera menghampirinya.   "Paman tua, bolehkah aku bertanya?"   "Anak muda!"   Orang tua itu menatapnya.   "Engkau ingin bertanya apa?"   "Di mana letak Gunung Mo Kui San?"   "Gunung Mo Kui San?"   Orang tua itu tampak terkejut sekali.   "Anak muda, engkau mau ke gunung itu?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Anak muda!"   Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala.   "Lebih baik engkau jangan ke sana?"   "Kenapa?"   "Di sana banyak setan dan iblis."   Orang tua itu memberitahukan.   "Maka sering terdengar suara siulan yang sangat menyeramkan."   "Paman tua!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Aku ke sana justru ingin membasmi setan iblis itu."   "Oh?"   Orang tua itu memandangnya dengan mata terbelalak.   "Anak muda, engkau jangan bergurau!"   "Aku tidak bergurau. Paman tua,"   Sahut Tio Bun Yang. Mendadak badannya bergerak menggunakan Kiu Kiong San Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat), dan seketika ia menghilang dari hadapan orang tua itu.   "Haaah?"   Mulut orang tua itu ternganga lebar sambil menengok ke sana ke mari.   "Anak muda, engkau berada di mana?"   "Paman tua, aku berada di sini,"   Sahut Tio Bun Yang, yang tahu-tahu sudah berdiri di hadapan orang tua itu.   "Eeeeh?"   Orang tua itu tertegun.   "Engkau... engkau bisa menghilang?" "Kalau tidak, bagaimana mungkin aku bisa membasmi setan iblis?"   Sahut Tio Bun Yang sambil tertawa.   "Sudah percaya. Paman tua?"   "Engkau..."   Orang tua itu terbelalak.   "Apakahl engkau jelmaan Dewa?"   "Kira-kira begitulah."   Tio Bun Yang terpaksa' berdusta, agar orang tua itu memberitahukannya letak Gunung Mo Kui San.   "Haaah...?"   Orang tua itu langsung menjatuh kan diri berlutut di hadapan Tio Bun Yang.   "Maaf! Maaf, aku tidak tahu kehadiran Dewa."   "Di mana letak Gunung Mo Kui San?"   "Sudah tampak dari sini."   Orang tua itu memberitahukan sambil menunjuk ke arah timur.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Gunung Mo Kui San itu kadang-kadang tidak tampak karena tertutup awan, bentuknya sangat menyeramkan."   "Terimakasih, Paman tua!"   Ucap Tio Bun Yang sambil melesat pergi.   "Dewa...!"   Panggil orang tua itu. Karena tiada sahutan maka orang tua itu segera mendongakkan kepalanya. Namun ia tidak melihat Bun Yang. Cepat-cepat ia bangkit berdiri sambil menengok ke sana ke mari sekaligus bergumam.   "Dewa itu bisa menghilang. Tapi... kalau dia jelmaan Dewa, kenapa tidak tahu letak Gunung Mo Kui San? Mungkinkah dewa itu baru turun dari kahyangan, maka tidak tahu jalan?"   Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala, kemudian berjalan pergi dan bergumam lagi.   "Bisa bertemu dewa, pertanda aku sangat beruntung. Tapi... buktinya aku hidup melarat. Mudah-mudahan selelah bertemu dewa itu, hidupku bisa berubah beruntung!"   Plak! Mendadak sebuah bungkusan jatuh di hadapan orang tua itu. "Hah?"   Orang tua itu terkejut bukan main. Kemudian dipandangnya bungkusan itu dengan kening berkerut-kerut.   "Bungkusan apa itu?"   "Aku dewa memberikan kepadamu, Paman tua."   Terdengar suara sahutan, ternyata Tio Bun Yang yang menyahut, ia belum pergi jauh karena ingin melihat bagaimana sikap orang tua itu, justru malah mendengar gumaman orang tua itu, maka ia melempar sebungkus uang perak ke hadapannya.   "Terimakasih, dewa! Terimakasih!"   Orang tua itu langsung menyembah. Setelah itu barulah ia memungut bungkusan tersebut.   "Haaah? Betul-betul uang perak! Cukup untuk membeli sawah! Terimakasih, dewa!"   Tiba-tiba orang tua itu mengerutkan kening, kemudian menggaruk-garuk kepala sambil bergumam.   "Heran! Kenapa dewa itu memanggil aku paman tua? Jangan-jangan dia dewa kecil, maka memanggilku dewa tua! Ha ha ha...!"   Orang tua itu tertawa gembira sambil berjalan pergi.   -oo0dw0oo- Sementara Tio Bun Yang sudah hampir tiba di Gunung Mo Kui San.   Gunung tersebut menjulang tinggi, bentuknya memang sangat menyeramkan.   Bagi yang tak bernyali, tentu tidak akan berani mendekati gunung itu.   "Hik! Hik! Hik...!"   Mendadak terdengar suara tawa yang menyeramkan.   "Hik! Hik! Hik!"   Tio Bun Yang mengerutkan kening, kemudian menengok ke sana ke mari. Namun tidak melihat apa-apa, kecuali ranting pohon bergoyang-goyang terhembus angin. Di saat itulah terdengar suara tawa yang menyeramkan lagi.   "Hik! Hik! Hik...!"   Menyusul terdengar pula suara yang amat menyeramkan.   "Aku ingin makan daging manusia! Aku ingin makan daging manusiai" "Setan iblis dari mana?"   Bentak Tio Bun Yang.   "Cepatlah keluar, jangan terus bersembunyi!"   "Hik! Hik! Hik! Aku akan menghisap darahmu! Aku akan menghisap darahmu!"   Mendadak melayang turun sosok bayangan. Tanpa banyak bertanya lagi, Tio Bun Yang langsung menyerangnya, sehingga membuat sosok bayangan itu kelabakan. ' "Berhenti! Berhenti...!"   "Siapa engkau?"   Bentak Tio Bun Yang.   "Manusia atau setan iblis?"   "Aku manusia, bukan setan iblis,"   Sahut sosok bayangan itu.   "Anak muda! Engkau sudah lupa kepadaku ya?"   "Manusia...."   Tio Bun Yang menegasi sosok yang berdiri di hadapannya, ternyata seorang tua berkaki pincang.   "Eh? Lo cianpwee...."   "Ha ha ha!"   Orang tua pincang itu tertawa gelak. Dia tidak lain adalah guru Sie Keng Hauw.   "Aku ingin menakutimu, malah hampir terkena pukulanmu!"   "Lo cianpwee...."   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Sungguh kebetulan kita bertemu di sini!"   Ujar orang tua pincang dan bertanya.   "Bagaimana muridku itu, dia baik-baik saja?"   "Dia baik-baik saja."   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Kini dia berada di Pulau Hong Hoang To."   "Syukurlah!"   Ucap orang tua pincang sambil tersenyum.   "Oh ya, engkau mau ke mana?"   "Mau ke Gunung Mo Kui San."   "Maksudmu ke markas Kui Bin Pang?"   "Ya." "Percuma engkau ke sana."   "Kenapa?"   "Aku justru dari sana."   Orang tua pincang memberitahukan.   "Markas Kui Bin Pang itu telah kosong. Untung aku tahu tentang jebakan! Kalau tidak, aku sudah jadi mayat di sana."   "Apa?"   Wajah Tio Bun Yang berubah pucat pias.   "Markas Kui Bin Pang itu telah kosong?"   "Benar."   Orang tua pincang mengangguk.   "Aaaah...!"   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Anak muda!"   Orang tua pincang itu terbelalak.   "Kenapa engkau menghela nafas panjang?"   "Goat Nio dikurung di markas Kui Bin Pang itu. entah bagaimana nasibnya?"   Sahut Tio Bun Yang.   "Aku harus ke sana."   "Tunggu!"   Cegah orang tua pincang.   "Ada apa?"   Tio Bun Yang mengerutkan kening.   "Goat Nio adalah kekasihmu kan?"   Orang tua' pincang menatapnya.   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Gadis itu telah dibawa pergi tidak ada di markas itu."   Orang tua pincang memberitahukan.   "Siapa yang membawanya pergi?"   Tanya Tio Bun Yang cemas.   "Ketua Kui Bin Pang,"   Jawab orang tua pincang.   "Ketua Kui Bin Pang dan lainnya telah pergi semua."   "Mereka pergi ke mana?"   "Ke Gurun Sih Ih." "Ke Gurun Sih Ih?"   Tio Bun Yang tertegun.   "Mau apa mereka pergi ke sana?"   "Di Gurun Sih Ih terdapat sebuah tempat misteri."   Orang tua pincang memberitahukan.   "Markas Kui Bin Pang lama berada di tempat misteri itu."   "Kalau begitu, mereka ke markas itu. Ya, kan?"   Tanya Tio Bun Yang.   "Betul."   Orang tua pincang manggut-manggut.   "Lo cianpwee tahu tempat itu?"   Tanya Tio Bun Yang penuh harap.   "Aku pernah dengar mengenai tempat itu, tapi...."   Orang tua pincang menggeleng-gelengkan kepala.   "Tidak tahu jelas berada di mana tempat misteri itu. Kalau tidak salah berada di tengah-tengah Gurun Sih Ih!"   "Di tengah-tengah Gurun Sih Ih?"   "Kalau tidak salah. Akan tetapi, tempat itu bisa hilang mendadak."   "Hilang mendadak?"   Tio Bun Yang tertegun.   "Kok bisa hilang mendadak? Bolehkah lo cian-. pwee menjelaskannya?"   "Itu memang merupakan tempat misteri. Kalau kita berada di Gurun Sih Ih, kita akan melihat tempat itu."   Orang tua pincang menjelaskan.   "Namun begitu kita dekati tempat itu akan hilang mendadak pula."   "Kok bisa begitu?"   Tio Bun Yang heran.   "Entahlah."   Orang tua pincang menggeleng-gelengkan kepala.   "Maka sulit sekali untuk mencapai tempat itu.   "Lo cianpwee pernah ke sana?"   "Tidak pernah." "Kalau begitu...."   Tio Bun Yang mengerutkan kening.   "Bagaimana mungkin ketua Kui Bin Pang mencapai tempat tersebut?"   "Dia dan lainnya pasti bisa mencapai tempat itu."   Sahut orang tua pincang memberitahukan.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ketua Kui Bin Pang itu pasti memperoleh peta peninggalan Pek Kut Lojin, maka dia dan lainnya bisa mencapai tempat itu."   "Aaaah...!"   Keluh Tio Bun Yang.   "Aku harus bagaimana?"   "Anak muda,"   Pesan orang tua pincang.   "Lebih baik engkau jangan ke sana, sebab sangat membahayakan dirimu!"   "Akan kupikirkan,"   Sahut Tio Bun Yang.   "Sekarang aku harus ke markas Kui Bin Pang di Gunung Mo Kui San!"   "Percuma engkau ke sana, markas Kui Bin Pang itu sudah musnah!"   "Sudah musnah?"   "Ya. Telah kumusnahkan dengan bahan peledak, dan kini tinggal puing-puingnya saja."   "Oh! Kalau begitu..."   "Anak muda,"   Usul orang tua pincang.   "Lebih baik engkau kembali ke markas pusat Kay Pang, berunding dengan Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong!"   "Ya, lo cianpwee."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Anak muda,"   Ujar orang tua pincang menghiburnya.   "Jangan cepat putus asa, percayalah! Engkau pasti akan berkumpul kembali dengan kekasihmu itu."   "Terimakasih. lo cianpwee!"   "Anak muda, sampai jumpa..."   Ucap orang tua pincang, sekaligus melesat pergi.   Tio Bun Yang berdiri termangu-mangu di tempat.   Beberapa saat kemudian barulah ia melesat pergi dengan tujuan kembali ke markas pusat Kay Pang.   -oo0dw0oo- Tio Bun Yang tiba di markas pusat Kay Pang dengan wajah murung.   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong cuma memandangnya tanpa bertanya apa pun.   "Aaaah...!"   Tio Bun Yang menghela nafas panjang sambil duduk. Setelah Tio Bun Yang duduk, barulah Lim Peng Hang bertanya kepadanya.   "Bagaimana? Kau tidak berhasil mencari Goat Nio?"   "Yaaah...!"   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Ketika hampir sampai di Gunung Mo Kui San, aku bertemu orang tua pincang."   "Orang tua pincang?"   Lim Peng Hang mengerutkan kening.   "Siapa dia?"   "Dia adalah guru Sie Keng Hauw. Putra tetua lama Kui Bin Pang,"   Ujar Tio Bun Yang memberitahukan.   "Aku sudah memberitahukan kepada Kakek, Kakek sudah lupa'"   Lim Peng Hang manggut-manggut "Lalu bagaimana?"   "Orang tua pincang itu memberitahukan kepadaku, bahwa markas Kui Bin Pang yang di Gunung Mo Kui San itu telah kosong."   "Apa?"   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong tertegun.   "Markas Kui Bin Pang itu telah kosong?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Orang tua pincang itu justru dari markas itu, ternyata ketua Kui Bin Pang telah membawa pergi Goat Nio."   "Oh?"   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling memandang, kemudian menggeleng-gelengkan kepala. "Orang tua pincang itu pun telah memusnahkan markas Kui Bin Pang itu."   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Dengan cara meledakkannya."   "Bun Yang!"   Lim Peng Hang menatapnya seraya bertanya.   "Orang tua pincang itu memberitahukan kepadamu, ke mana ketua Kui Bin Pang dan lainnya?"   "Mereka semua ke Gurun Sih Ih."   "Apa?"   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong terbelalak.   "Ke Gurun Sih Ih?"   "Ya."   "Kui Bin Pang memang berasal dari Gurun Sih Ih."   Ujar Lim Peng Hang dan menambahkan.   "Berarti mereka ke markas Kui Bin Pang lama yang di Gurun Sih Ih."   "Kakek tahu di Gurun Sih Ih itu terdapat sebuah tempat misteri?"   Tanya Tio Bun Yang.   "Pernah dengar tapi tidak tahu jelas tentang tempat misteri itu,"   Sahut Lim Peng Hang sambil menggelengkan kepala.   "Aku pun pernah dengar, tapi tidak pernah ke tempat misteri itu,"   Ujar Gouw Han Tiong.   "Ayahku yang memberitahukan kepadaku, namun sayang sekali ayahku sudah tiada."   "Tui Hun Lojin tahu jelas mengenai tempat misteri di Gurun Sih Ih itu?"   Tanya Lim Peng Hang.   "Entahlah."   Gouw Han Tiong menggelengkan kepala.   "Tapi ayahku pernah ke Gurun Sih Ih."   "Sayang sekali...."   Lim Peng Hang menghela nafas panjang.   "Ayahmu sudah tiada!"j "Oh ya!"   Gouw Han Tiong teringat sesuatu.   "Mungkin Cian Chiu Lo Kay tahu mengenai tempat misteri itu." "Mungkin."   Lim Peng Hang manggut-manggut lalu bertepuk tangan. Tak lama muncullah seorang pengemis.   "Pangcu memanggilku?"   Tanya pengemis itu sambil memberi hormat.   "Cepat panggil Cian Chiu Lo Kay ke mari!"   Sahut Lim Peng Hang.   "Ya, Pangcu."   Pengemis itu segera ke depan. Berselang sesaat muncullah Cian Chiu Lo Kay, yang kemudian memberi hormat seraya bertanya.   "Ada urusan apa Pangcu memanggilku?"   "Duduklah Lo Kay!"   Sahut Lim Peng Hang. Setelah Cian Chiu Lo Kay duduk, barulah Lim Peng Hang bertanya.   "Engkau tahu tentang suatu tempat misteri di Gurun Sih Ih?"   "Pernah dengar,"   Jawab Cian Chiu Lo Kay tercengang.   "Kenapa Pangcu menanyakan tentang tempat misteri itu?"   "Sebab perkumpulan Kui Bin Pang telah ke tempat misteri itu."   Lim Peng Hang memberitahukan.   "Bahkan ketua Kui Bin Pang itu pun membawa Goat Nio ke sana."   "Oh?"   Air muka Cian Chiu Lo Kay tampak berubah.   "Kalau begitu, sulitlah mencarinya."   "Maksudmu?"   Tanya Lim Peng Hang.   "Aku dengar, siapa pun tidak akan bisa mencapai tempat misteri itu,"   Jawab Cian Chiu Lo Kay memberitahukan.   "Sebab tempat misteri itu sepertinya cuma merupakah halusinasi saja, tidak nyata sama sekali, dapat dilihat tapi tak bisa dicapai bahkan bisa menghilang kalau didekati."   "Oh?"   Lim Peng Hang terbelalak. "Itu tidak mungkin,"   Ujar Tio Bun Yang.   "Hanya omong kosong!"   "Bukan omong kosong."   Cian Chiu Lo Kay memberitahukan dengan wajah serius.   "Belasan tahun lalu, ada beberapa pendekar mencoba ke tempat misteri itu, namun mereka tidak pernah kembali."   "Kalau begitu...."   Tio Bun Yang mengerutkan kening.   "Bagaimana mungkin ketua Kui Bin Pang dan para anak buahnya mencapai tempat misteri itu?"   "Iya."   Cian Chiu Lo Kay manggut-manggut.   "Berarti ada suatu jalan menuju tempat misteri tersebut."   "Tidak salah,"   Ujar Gouw Han Tiong.   "Sebab markas Kui Bin Pang lama berada di tempat misteri itu, hanya saja kita tidak tahu bagaimana cara menuju tempat misteri itu."   "Bun Yang!"   Cian Chiu Lo Kay memandangnya.   "Engkau bermaksud ke Gurun Sih Ih mencari tempat misteri itu?"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Kalau begitu, tinggallah engkau di sini beberapa hari!"   Ujar Cian Chiu Lo Kay.   "Aku akan pergi menemui beberapa kawan karib untuk menanyakan tentang tempat misteri di Gurun Sih Ih itu."   "Terimakasih, Lo Kay!"   Ucap Tio Bun Yang.   Karena itu ia tinggal di markas pusat Kay Pang beberapa hari untuk menunggu informasi tersebut.   -oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh satu Berangkat ke Gurun Sih Ih Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan dan Bok yong Sian Hoa yang kembali ke Tayli, kini sudah tiba di kerajaan kecil itu.   Tentunya sangat menggembirakan Toan Hong Ya dan kedua orang tua mereka.."Ayah! Ibu!"   Panggil Lam Kiong Soat Lan dengan air mata berderai-derai, itu sungguh me- f ngcjutkan kedua orang tuanya.   "Nak!"   Toan Pit Lian langsung merangkulnya.   "Kenapa engkau menangis? Beritahukanlah kepada ibu, siapa yang telah menghinamu?"   "Ibu...."   Lam Kiong Soat Lan terisak-isak. Ternyata gadis itu selalu memikirkan Yo Kiam Heng yang telah mencuri hatinya.   "Nak!"   Lam Kiong Bic Liong membelainya.   "Kenapa engkau? Beritahukanlah kepada ayah!"   Menyaksikan itu, Toan Wie Kie dan Gouw Sian Eng pun tertegun. Perlahan-lahan Toan Wie Kie mendekati putranya, falu bertanya dengan suara rendah.   "Beng Kiat. apa yang terjadi atas diri Soat Lan?"   "Tidak terjadi apa-apa."   Toan Beng Kiat tersenyum dan berbisik.   "Dia mulai jatuh cinta...."   "Oooh-'"   Toan Wie Kie manggut-manggut.   "Dia sangat kesal karena engkau memaksanya pulang. Ya, kan?"   "Tidak, Ayah."   Toan Beng Kiat menggelengkan kepala.   "Kalau tidak, lalu kenapa?"   Tanya Toan Wie Kie heran.   "Ayah...."   Toan Beng Kiat menghela nafas.   "Panjang sekali kalau dituturkan, maka lebih baik kita ke ruang tengah saja."   "Baik."   Toan Wie Kie mengangguk.   "Mari kita ke ruang tengah!"   Mereka semua ke ruang tengah. Setelah duduk Toan Wie Kie berkata kepada putranya. "Beng Kiat, tuturkanlah apa yang telah terjadi!"   "Setelah kami memasuki daerah Tionggoan, mendadak muncul lima orang berpakaian serba putih dan memakai kedok setan. Ternyata mereka adalah Ngo Sat Kui dari perkumpulan Kui Bin Pang."   "'Haaah?"   Bukan main terkejutnya Toan Wie Kie.   "Lalu bagaimana?"   "Mereka mengundang kami ke markas dengan alasan bahwa ketua Kay Pang dan lainnya sudah berada di sana. Oleh karena itu, kami bertiga pun memenuhi undangan itu."   Toan Beng Kiat memberitahukan.   "Begitu sampai di markas Kui Bin Pang, kami dikurung...."   "Oh?"   Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening.   "Jadi Ngo Sat Kui menjebak kalian?"   "Ya."   Toan Beng Kiat mengangguk dan melanjutkan.   "Ternyata Kakek Lim, Kakek Gouw, Kam Hay Thian, Sie Keng Hauw dan Lie Ai Ling juga berada di dalam ruang balu itu."   "Goat Nio pun berada di situ,"   Sela Lam Kiong Soat Lan dan menambahkan.   "Tapi kemudian dia dipindahkan ke ruang lain!"   "Oh?"   Kening Lam Kiong Bie Liong berkerut-kerut.   "Setelah itu bagaimana?" -oo0dw0oo-   Jilid . 13 "Kami dicekoki semacam obat, setelah itu kami mulai kehilangan kesadaran."   Toan Beng Kiat memberitahukan.   "Apa yang terjadi selanjutnya, kami sama sekali tidak mengetahuinya."   "Aku tahu,"   Sela Lam Kiong Soat Lan. "Apa?"   Toan Beng Kiat terbelalak.   "Engkau tahu?"   "Ya."   Lam Kiong Soat Lan mengangguk.   "Pada waktu itu, orang yang memakai kedok setan warna kuning tidak mencekoki aku dengan obat penghilang kesadaran melainkan dengan obat biasa. Dia pun memberitahukan namanya, sekaligus menyuruhku harus pura-pura seperti kehilangan kesadaran...."   "Dia adalah Yo Kiam Heng kan?"   Tanya Toan Beng Kiat sambil tersenyum.   "Ng!"   Lam Kiong Soat Lan mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan.   "Memang dia."   "Oh ya!"   Toan Beng Kiat memandangnya.   "Engkau tidak terpengaruh oleh ilmu sesat itu?"   "Juga terpengaruh, namun ketika sampai di Pulau Hong Hoang To, aku sudah tersadar."   Lam Kiong Soat Lan memberitahukan.   "Apa?"   Toan Wie Kie terbelalak.   "Kalian ke Pulau Hong Hoang To?"   "Itu atas saran Yo Kiam Heng kepada ketua Kui Bin Pang,"   Sahut Lam Kiong Soat.   "Dia dan temannya memimpin kami serta dua puluh anggota Kui Bin Pang pergi menyerbu Pulau Hong Hoang To."   "Oooh!"   Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut.   "Sungguh pintar Yo Kiam Heng itu!"   "Bagaimana hasil penyerbuan itu?"   Tanya Toan Wie Kie.   "Begitu sampai di Pulau Hong Hoang To, Yo Kiam Heng langsung memerintahkan kami membunuh para anggota itu. Kebetulan aku tersadar dari pengaruh ilmu sesat itu, maka langsung saja aku berseru agar pihak Pulau Hong Hoang To membunuh para anggota itu." "Oooh!"   Toan Wie Kie manggut-manggut sambil tersenyum.   "Para anggota itu pasti mati semua. Ya, kan?"   "Ya."   Lam Kiong Soat Lan mengangguk dan melanjutkan.   "Di saat itu, barulah Paman Cie Hiong tahu mereka terpengaruh oleh ilmu sesat."   "Ilmu sesat apa itu?"   Tanya Lam Kiong Bie l umg.   "Toh Hun Tay Hoat (Ilmu Sesat Pembetot Sukma)."   Lam Kiong Soat Lan memberitahukan. Siapa yang terpengaruh oleh ilmu sesat itu, pasti akan menuruti perintah ketua Kui Bin Pang."   "Kenapa mereka menuruti juga perintah Yo Kiam Heng?"   Tanya Toan Wie Kie tidak mengerti.   "Ketua Kui Bin Pang menggunakan suatu cara agar mereka menuruti perintah Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him,"   Jawab Lam Kiong Soat Lan.   "Siapa Kwan Tiat Him itu?"   Tanya Lam Kiong bu' Liong.   "Teman Yo Kiam Heng atau termasuk salah satu pelindung perkumpulan Kui Bin Pang,"   Jawab Toan Beng Kiat.   "Secara tidak langsung mereka malah menyelamatkan kami."   "Bagaimana setelah itu?"   Tanya Lam Kiong Bie Liong.   "Setelah itu..."   Jawab Lam Kiong Soat Lan melanjutkan.   "Paman Cie Hiong mulai menyadarkan mereka dengan suara siulan. Di saat itu terdengar pula suara suling mengiringi suara siulan itu, dan tak lama muncullah Tio Bun Yang."   "Mereka berdua berhasil menyadarkan Kakek Lim dan lainnya?"   Tanya Lam Kiong Bie Liong.   "Berhasil! Tapi...."   "Kenapa?"   "Ternyata Kakek Lim dan lainnya belum sadar betul, sebab mereka masih terpengaruh oleh obat penghilang kesadaran." "Lalu bagaimana?"   "Paman Cie Hiong memeriksa mereka."   La Kiong Soat Lan memberitahukan.   "Harus dengan rumput Tanduk Naga, barulah mereka bisa pulih"   "Oh?"   Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening.   "Apakah Cie Hiong memiliki rumput obat itu?"   "Tidak, tapi Kakak Bun Yang membawa rumput Tanduk Naga itu,"   Jawab Lam Kiong So Lan.   "Itu memang kebetulan sekali. Rumput obat itu digodok lalu diberikan kepada kakek Lim dan lainnya, tak seberapa lama kemudian, pulihlah mereka seperti sedia kala."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Oooh!"   Lam Kiong Bie Liong menghela nafas panjang.   "Paman Cie Hiong menyuruh kami segera pulang."   Toan Beng Kiat memberitahukan.   "Sedangkan Sie Keng Hauw, Lie Ai Ling dan Kai Hay Thian dan Lu Hui San tetap tinggal di Pulau Hong Hoang To!"   "Ngmm!"   Toan Wie Kie manggut-manggu "Itu demi keamanan kalian semua. Oh ya, bagaimana dengan Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him?"   "Mereka berdua kembali ke markas Kui Bi Pang. Tujuan mereka untuk menolong Goat Nio "   Jawab Lam Kiong Soat Lan dengan wajah muram.   "Itu..."   Kening Toan Wie Kie berkerut-kerut.   "Bukankah ketua Kui Bin Pang akan mencurigai mereka?"   "Sebelum kembali ke markas Kui Bin Pang,terlebih dahulu Paman Cie Hiong melukai mereka..."   Ujar Lam Kiong Soat Lan, yang air matanya mulai meleleh lagi.   "Luka Yo Kiam Heng parah sekali."   "Memang harus begitu,"   Sahut Toan Wie Kie. Kalau tidak, ketua Kui Bin Pang pasti mencurigai mereka." "Paman Cie Hong pun memberi mereka obat."   Dan Beng Kiat memberitahukan, kemudian melambaikan sambil tersenyum.   "Malam itu.... Soat Loan berduaan dengan Yo Kiam Heng."   "Eeeh?"   Wajah Lam Kiong Soat Lan langsung ?merah.   "Beng Kiat!"   Tanya Toan Pit Lian penuh perhatian.   "Yo Kiam Heng masih muda?"   "Masih muda dan tampan,"   Jawab Toan Beng kiat memberitahukan.   "Dia dan Soat Lan sudah saling jatuh hati."   "Oh?"   Toan Pit Lian tersenyum sambil bertanya pada putrinya.   "Soat Lan, betulkah engkau jatuh hati kepada pemuda itu?"   "Beng Kiat omong kosong,"   Sahut Lam Kiong Soat Lan cemberut.   "Dia omong sembarangan."   "Baik."   Toan Beng Kiat manggut-manggut.   "Kalau aku bertemu Yo Kiam Heng, aku akan memberitahukannya mengenai ucapanmu ini."   "Hah?"   Lam Kiong Soan Lan terkejut buka main.   "Jangan diberitahukan, aku... aku cuma.."   "Cuma apa?"   Toan Beng Kiat menatapnya sambil tersenyum.   "Soat Lan,"   Sela Bokyong Sian Hoa yang diam dari tadi.   "Lebih baik engkau mengaku, bahwa engkau telah jatuh hati kepada Yo Kiam Heng Kalau tidak, aku pun akan mengadu kepadanya mengenai ucapanmu barusan."   "Sian Hoa!"   Lam Kiong Soat Lan melotot "Engkau kok begitu jahat sih?"   "Makanya engkau harus mengaku!"   Sahi Bokyong Sian Hoa sambil tertawa geli.   "Hi hi hi Ayoh, cepatlah mengaku!" "Aku...."   Lam Kiong Soat Lan menundukkan kepala.   "Aku dan dia memang sudah saling, saling...."   "Saling apa? Lanjutkanlah!"   Desak Bokyong Sian Hoa.   "Saling jatuh hati,"   Sahut Lam Kiong Soat Lan dengan suara rendah.   "Bagus! Hi hi hi!"   Bokyong Sian Hoa tertail geli lagi.   "Malam itu kalian berdua saling mencurahkan perasaan masingmasing, kan?"   "Kalian berdua juga begitu kan?"   Sahut Lam Kiong Soat Lan balas menggodanya.   "Bahkan kalian berdua pun sudah saling mencium. Ya, kan?"   "Eh? Soan Lan?"   Wajah Toan Beng Kiat memerah.   "Engkau...."   "Soat Lan,"   Ujar Bokyong Sian Hoa.   "Kalau sudah saling mencinta, apa salahnya saling mencium pula? Nah, tanyakan kepada kedua orang tuamu, apakah mereka tidak pernah saling mencium?"   "Lho?"   Wajah Toan Pit Lian kemerah-merahan.   "Kenapa kami terbawa-bawa dalam pembicaraan kalian?"   "Boleh kan?"   Bokyong Sian Hoa tertawa.   "Agar menyemarakan suasana."   "Oh ya!"   Toan Wie Kie teringat sesuatu.   "Bagaimana keadaan Goat Nio di markas Kui Bin Pang itu?"   "Dia baik-baik saja. Tapi...."   Lam Kiong Soat Lan menghela nafas panjang.   "Kakak Kiam Heng memberitahukan kepadaku, bahwa ketua Kui Bin Pang jatuh hati kepada Goat Nio."   "Oh?"   Toan Wie Kie mengerutkan kening. 'Kalau begitu... ketua Kui Bin Pang itu pasti masih muda? Kalian tahu siapa dia?" "Tidak tahu."   Toan Beng Kiat menggelengkan kepala.   "Sebab dia memakai kedok setan warna merah, jadi kami tidak pernah melihat wajahnya."   "Oooh!"   Toan Wie Kie manggut-manggut. kini kalian bertiga telah tiba dengan selamat. Maka, mulai sekarang kalian bertiga tidak boleh ? Tionggoan."   "Ayah...."   Toan Beng Kiat menatapnya.   "Kalau ketua Kui Bin Pang itu sudah dibasmi, tentunya kami boleh ke Tionggoan lagi kan?"   "Tentu boleh."   Toan Wie Kie manggut-manggut dan menambahkan.   "Namun sementara ini, kalian bertiga tidak boleh ke mana-mana."   "Ya, Ayah."   Toan Beng Kiat mengangguk.   "Oh ya!"   Lam Kiong Bie Liong memandang putrinya seraya bertanya.   "Bukankah Kam Hay Thian telah berpisah dengan Lu Hui San? Kok mereka bisa bersama di markas Kui Bin Pang?"   "Mereka telah akur dan saling mencinta,"   Ujar Lam Kiong Soat Lan.   "Syukurlah!"   Ucap Lam Kiong Bie Liong sambil manggutmanggut. Di saat bersamaan, Lam Kiong Soat Lan pun menghela nafas panjang.   "Aaaah...!"   "Soan Lan!"   Lam Kiong Bie Liong menatapnya seraya bertanya.   "Kenapa engkau menghela nafas panjang? Ada sesuatu yang terganjal di dalam hatimu?"   "Aku...."   Lam Kiong Soat Lan menundukkan kepala.   "Dia pasti mencemaskan pemuda pujaan hatinya itu,"   Ujar Bokyong Sian Hoa sambil tersenyum.   "Ya, kan?"   "Sian Hoa...."   Lam Kiong Soat Lan cemberut. "Jangan cemas!"   Ujar Toan Beng Kiat sungguh-sungguh.   "Tidak akan terjadi suatu apa pun atas dirinya. Oh ya, bukankah dia telah berjanji...."   "Kakak Beng Kiat,"   Tanya Bokyong Sian Hoa bernada menggoda Lam Kiong Soat Lan.   "Pemuda ganteng itu pernah berjanji apa kepada Soat Lan?"   "Kalian...."   Lam Kiong Soat Lan membanting-lunting kaki.   "Kalau tidak salah..."   Sahut Toan Beng Kiat sambil tertawa.   "Yo Kiam Heng pernah berjanji akan berkunjung ke mari, tujuannya menengok Soat Lan lho!"   "Kalian... kalian sungguh jahat!"   Lam Kiong Soat Lan membanting-banting kaki lagi.   "Beng Kiat,"   Tanya Lam Kiong Bie Liong dengan wajah berseri.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Betulkah Yo Kiam Heng akan kemari?"   "Betul, Paman."   Toan Beng Kiat mengangguk dan menambahkan.   "Kelihatannya dia sangat mencintai Soat Lan."   "Oh?"   Wajah Lam Kiong Bie Liong bertambah berseri.   "Dia adalah pemuda baik yang juga lemah lembut?"   "Betul, Paman."   Toan Beng Kiat mengangguk lagi.   "Dia memang cocok dengan Soat Lan, mereka berdua merupakan pasangan yang serasi."   "Syukurlah!"   Ucap Lam Kiong Bie Liong sambil tertawa gembira.   "Ha ha ha! Kini legalah hati kami!"   "Soat Lan,"   Tanya Toan Pit Lian mendadak.   "Engkau mencintai Yo Kiam Heng?"   "Ibu...."   Wajah Lam Kiong Soat Lan memerah "Sebab ibu dengar bahwa Yo Kiam Heng mencintaimu. Kaiau kau tidak mencintainya, bukankah percuma? Ya, kan?"   Toan Pit Lian tersenyum.   "Oleh karena itu, ibu ingin tahu bagamana engkau, mencintainya atau tidak." "Ibu, aku...."   Lam Kiong Soat Lan menundukkan wajahnya dalam-dalam dan melanjutkan dengan suara rendah.   "Aku juga mencintainya."   "Apa? Ibu tidak mendengar. Coba ulangi sekali lagi!"   Ujat Toan Pit Lian sambil tertawa "Ibu jahat!"   Lam Kiong Soat Lan menghempas-hempaskan kakinya dan mulutnya pun terus cemberut.   "Ha ha ha!"   Toan Wie Kie tertawa gelak.   "Syukurlah kini Soat Lan sudah punya kekasih kami turut bergembira!"   "Paman...."   Wajah Lam Kiong Soat Lan memerah.   "Jangan terus menggodaku.... Mendadak gadis itu berlari ke dalam menuju kamarnya. Sedangkan Toan Wie Kie dan La Kiong Bie Liong terus tertawa gembira. Toan Pit Lian juga putrinya. tersenyum, lalu ke dalam menyusul putrinya. Lam Kiong Soan Lan duduk di pinggir ranjang sambil melamun. Tiba-tiba ia mendengar suara langkah, ternyata Toan Pit Lian berjalan perlahan menghampirinya.   "Ibu..."   Panggil Lam Kiong Soat Lan.   "Nak!"   Sahut Toan Pit Lian, kemudian duduk di sisinya sambil tersenyum.   "Kenapa engkau melamun? Memikirkan Yo Kiam Heng ya?"   "Ibu...."   Lam Kiong Soat Lan menghela nafas panjang.   "Aku... aku mencemaskannya."   "Nak!"   Toan Pit Lian membelainya.   "Jangan emas, dia tidak akan terjadi apa-apa! Percayalah"   "Tapi...."   Air mata gadis itu mulai meleleh. Kalau ketua Kui Bin Pang mencurigainya, dia pasti celaka."   "Tidak mungkin ketua Kui Bin Pang akan mencurigainya,"   Ujar Toan Pit Lian dan menambahkan.   "Sebab Cie Hiong telah melukai mereka, itu akan menghapus kecurigaan ketua Kui Bin Pang."   "Tapi...."   Lam Kiong Soat Lan mengerutkan kening.   "Dia dan Kwan Tiat Him masih harus nenyelamatkan Goat Nio. Bila ketua Kui Bin Pang mengetahuinya, mereka berdua pasti celaka."   "Jangan khawatir!"   Toan Pit Lian tersenyum, Mereka berdua pasti berhati-hati, dan akan memperhitungkan keadaan, tidak akan bertindak ceroboh."   "Ibu...."   Lam Kiong Soat Lan terisak-isak.   "Aku baru mulai jatuh cinta kepadanya, namun harus berpisah dengan dia pula! Aaaah...!"   "Bukankah dia telah berjanji akan ke mari menengokmu?"   "Betul. Tapi kapan?"   "Nak!"   Toan Pit Lian tersenyum.   "Engkaii harus bersabar, suatu hari nanti dia pasti ke mari"   "Tapi...."   "Jangan cemas!"   Toan Pit Lian membelainya "Oh ya, Bun Yang masih berada di Pulau Hong Hoang To?"   "Kami berangkat bersama, namun berpencar setelah memasuki daerah Tionggoan. Dia bersama Kakek Lim dan Kakek Gouw ke markas pusi Kay Pang, kami menuju ke mari, sedangkan Kiam Heng dan Kwan Tiat Him ke markas Kui Bin Pang."   "Kalau begitu..."   Pikir Toan Pit Lian dan melanjutkan.   "Bun Yang pasti akan pergi menolong Goat Nio. Berarti dia akan bertemu Kiam Heng dan Kwan Tiat Him."   "Tapi...."   Lam Kiong Soat Lan mengerutld kening.   "Kakak Bun Yang tidak tahu tempat markas Kui Bin Pang." "Nak!"   Toan Pit Lian tersenyum.   "Ibu yakin Bun Yang tahu itu."   "Kok Ibu begitu yakin?"   Lam Kiong Soat Lan heran.   "Bun Yang pasti bertanya kepada Kwan Tiat Him. Nah, tentunya Bun Yang sudah tahu markas Kui Bin Pang berada di mana. Oleh karena itu dia pasti ke sana menolong Goat Nio."   "Setelah Kakak Bun Yang berhasil menolongGoat Nio, apakah Yo Kiam Heng akan meninggalkan markas Kui Bin Pang?"   "Itu sudah pasti,"   Sahut Toan Pit Lian.   "Di saat itulah dia akan ke mari menengokmu, maka engkau tidak usah khawatir."   "Ya, Ibu."   Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut, kemudian dengan wajah agak berseri ia bergumam.   "Dia pasti ke mari. Dia pasti kemari menengokku." -oo0dw0oo- Tio Bun Yang sama sekali tidak bisa duduk diam. Sudah tiga hari ia berada di markas pusat Kay Pang, namun Cian Chiu Lo Kay masih belum kembali. Itu membuatnya resah dan gelisah "Bun Yang!"   Lim Peng Hang menatapnya.   "Bersabarlah! Mungkin dalam satu dua hari ini Lo Kay akan kembali."   "Engkau harus tenang!"   Ujar Gouw Han Tiong. Namun ketika baru melanjutkan, mendadak muncul Cian Chiu Lo Kay.   "Pangcu...."   Cian Chiu Lo Kay memberi homat kepada Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong.   "Duduklah, Lo Kay!"   Sahut Lim Peng Hang Setelah Cian Chiu Lo Kay duduk Tio Bun Yang segera bertanya. "Bagaimana, Lo Kay, apakah sudah ada infomasi mengenai tempat misteri di Gurun Sih Ih itu?"   "Aaaah...!"   Cian Chiu Lo Kay menghela nafas panjang.   "Aku sudah menemui beberapa kawan karibku namun mereka .."   "Mereka tidak tahu tentang tempat misteri itu?"   Tanya Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening "Mereka cuma pernah mendengar, tapi tidak tahu jelas mengenai tempat misteri itu,"   Jawab Cian Chiu Lo Kay.   "Sebaliknya mereka malah menganjurkan agar tidak ke sana."   "Kenapa?"   Tanya Tio Bun Yang.   "Kata mereka, siapa yang pergi cari tempat misteri itu, pasti tidak bisa kembali,"   Jawab Cia Chiu Lo Kay "Maka..."   "Biar bagaimana pun..."   Ujar Tio Bun Yang tegas.   "Aku harus ke Gurun Sih Ih."   "Bun Yang...."   Lim Peng Hang menatapnya dengan kening berkerut-kerut.   "Engkau sudal mengambil keputusan itu?"   "Ya, Kakek."   Tio Bun Yang mengangguk "Aku lelaki, harus bertanggung jawab terhada| sesuatu. Lagi pula.... Goat Nio adalah kekasihki dia berada di tangan ketua Kui Bin Pang. Apakah aku harus tinggal dlam? Kalau begitu aku Jadi Lelaki macam apa?"   "Ngmm!"   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Bun Yang engkau memang harus menyelamatkannya sebab itu adalah tugas kewajibanmu."   "Tapi...."   Gouw Han Tiong mengerutkan kenling- "Gurun Sih Ih begitu luas, bagaimana mungkin engkau bisa mencari tempat misteri itu?"   "Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan,"   Sahut Tio Bun Yang dan melanjutkan.   "Sebagai leaki sejati dan gagah berani, harus sanggup menempuh bahaya apa pun. Kalau tidak, aku pasti mempermalukan Kay Pang dan pihak Pulau Hong Hoang To. Ya, kan? "Benar."   Gouw Han Tiong manggut-manggut.   "Tapi alangkah baiknya dipikirkan masak-masak, jangan bertindak ceroboh!"   "Ya"   Tio Bun Yang mengangguk.   Setelah berunding cukup lama, akhirnya Lim Peng Hang memperbolehkan Tio Bun Yang berangkat ke Gurun Sih Ih.   Keesokan harinya, berangkatlah Tio Bun Yang ke gurun tersebut dengan menunggang kuda.   -oo0dw0oo- Tujuh delapan hari kemudian, Tio Bun Yan telah tiba di Giok Bun Kwan (Kota Perbatasan) Ia mampir di sebuah kedai teh.   Setelah duduk, ia memesan teh dan makanan ringan kepada seorang pelayan.   Pelayan itu segera menyajikan apa yang di pesannya.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Namun ketika baru mau menghiru tehnya, Tio Bun Yang mendadak tersentak karen mendengar percakapan beberapa pedagang.   "Kini daerah di sekitar Gurun Sih Ih tidak akan aman lagi, sebab belasan hari lalu telah muncul setan iblis di gurun itu."   "Setan iblis apa?"   "Sungguh menyeramkan! Setan iblis itu berpakaian serba putih, wajah mereka sangat menakutkan, bahkan juga mengeluarkan suara yan, amat menyeramkan."   "Oh? Kalau begitu, kita kaum pedagang tida bisa melewati Gurun Sih Ih lagi!"   "Memang begitulah. Aaah, tidak disangka setan iblis itu muncul lagi di Guruh Sih Ih!"   "Kakekku pernah bercerita, dulu setan iblis itu pernah muncul, tapi kemudian hilang begitu saja. Tak disangka kini mereka muncul lagi, ini sungguh membuat gelisah kaum pedagang!" "Bahkan juga menggelisahkan beberapa suku kecil di sekitar Gurun Sih Ih...."   Ketika mereka berbicara sampai di situ, mendadak Tio Bun Yang menghampiri mereka, kemudian memberi hormat seraya berkata.   "Maaf, Tuan-tuan, bolehkah aku bertanya?"   "Mau tanya apa?"   Sahut salah seorang pedagang yang berusia empat puluhan.   "Duduklah!"   "Terimakasih!"   Ucap Tio Bun Yang sambil duduk.   "Paman tahu tentang tempat misteri di Gurun Sih Ih itu?"   Tanyanya. Pertanyaan tersebut membuat para pedagang itu saling memandang dengan air muka berubah, dan kemudian menatap Tio Bun Yang dengan penuh perhatian.   "Anak muda, kenapa engkau bertanya tentang tempat misteri itu?"   Tanya pedagang yang berusia empat puluhan.   "Aku ingin ke tempat misteri itu,"   Sahut Tio Bun Yang jujur.   "Haaah...?"   Para pedagang itu terbelalak.   "Anak muda, engkau sedang mabuk atau sedang bergurau dengan kami?"   "Aku bersungguh-sungguh, Paman."   "Bersungguh-sungguh?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Aku memang ingin ke tempat misteri itu, mohon Paman memberi petunjuk!"   "Anak muda!"   Pedagang berusia empat puluhan itu menggeleng-gelangkan kepala.   "Engkau masih muda, kenapa mau cari mati?"   "Paman...."   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Aku ke tempat misteri itu dengan tujuan mencari orang." "Mencari orang?"   Para pedagang itu terperangah.   "Anak muda, setahu kami di tempat misteri itu cuma terdapat setan iblis, tidak ada orang sama sekali."   "Paman,"   Desak Tio Bun Yang.   "Berilah petunjuk, agar aku bisa sampai di tempat misteri itu!"   "Maaf, Anak muda!"   Sahut pedagang berusia empat puluhan itu.   "Kami sama sekali tidak tahu jalan menuju tempat misteri itu, sebab kami tidak pernah ke sana."   "Paman,"   Tanya Tio Bun Yang.   "Kira-kira siapa yang pernah ke tempat misteri itu?"   "Tidak ada."   Pedagang berusia empat puluhan itu menggelengkan kepala.   "Kaum pedagang tidak pernah berani ke tempat itu.   "Aaaah...!"   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Oh ya, di mana ada rumah penginapan?"   "Keluar dari kedai teh ini, engkau berbelok ke kiri, tak lama akan sampai di rumah penginap. Peng Lay."   "Terimakasih, Paman!"   Ucap Tio Bun Yan lalu kembali ke tempatnya, dan duduk termenung di situ.   Para pedagang itu mulai berbisik-bisik membicarakannya.   Lama sekali Tio Bun Yang termenung.   setelah itu barulah ia meneguk tehnya, kemudian bersantap.   Berselang beberapa saat, hari mulai gelap, Tio Bun Yang segera membayar minuman dan makanannya, lalu meninggalkan kedai teh itu.   Ia menunggang kudanya menuju rumah penginapan.   Ketika berada di depan penginapan tersebut, muncullah seorang pelayan menyambutnya dengan wajah berseri-seri.   "Tuan perlu kamar?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk sambil meloncat turun. Pelayan itu segera menuntun kuda tersebut ke samping penginapan. Setelah menambat kuda itu, ia cepat-cepat menghampiri Tio Bun Yang.   "Tuan,"   Ujar pelayan itu ramah.   "Mari ikut aku ke dalam!"   Tio Bun Yang mengangguk, lalu mengikuti pelayan itu ke dalam. Pelayan itu berhenti di depan sebuah kamar, hiu membuka pintu kamar itu seraya bertanya.   "Tuan cocok dengan kamar ini?"   "Ng!"   Tio Bun Yang mengangguk.   "Silakan masuk, Tuan!"   Ucap pelayan itu dengan ramah. Tio Bun Yang melangkah ke dalam. Dilihatnya kamar itu cukup bersih dan besar, maka ia manggut-manggut.   "Tuan mau pesan makanan dan minuman?"   Tanya pelayan itu setelah Tio Bun Yang duduk.   "Cukup teh saja,"   Sahut Tio Bun Yang, lalu menyodorkan setael perak untuk pelayan itu.   "Tuan..."   Pelayan terbelalak ketika melihat uang perak itu. Selama ia menjadi pelayan penginapan Peng Lay, belum pernah ada tamu yang memberikannya setael perak, maka ia mengira Tio Bun Yang sedang bergurau "Ambillah!"   Ujar Tio Bun Yang sambil tet senyum "Tuan...."   Pelayan itu menerima uang perai itu dengan tangan agak bergemetar.   "Terimakasih Tuan! Terimakasih. Seusai mengucapkan terimakasih berulang kali barulah pelayan itu pergi mengambil teh untuk Tio Bun Yang. Di saat pelayan itu pergi, terdengar suara isak tangis di kamar sebelah, itu membuat Tio Bu Yang mengerutkan kening. Setelah pelayan kembali ke situ, segera Tio Bun Yang bertanya "Siapa yang menangis di kamar sebelah?"   "Itu...."   Pelayan memberitahukan.   "Seorang wanita berusia empat puluhan."   "Kenapa wanita itu menangis?"   "Putrinya sakit keras,"   Sahut pelayan sambil menggelenggelengkan kepala.   "Entah sudah berapa banyak tabib yang mengobati gadis kecil itu pun tidak tahu sakit apa gadis itu."   "Sakit apa gadis kecil itu?"   "Entahlah."   Pelayan menggelengkan kepala "Sebab para tabib yang telah memeriksa gadis tapi... tiada seorang pun yang dapat menyembuhkannya."   "Oh?"   Tio Bun Yang mengerutkan kening.   "Kalau begitu, gadis kecil itu pasti mengidap penyakit aneh."   "Mungkin."   Pelayan manggut-manggut.   "Aku mengerti sedikit mengenai ilmu pengobatan,"   Ujar Tio Bun Yang memberitahukan.   "Tolong antar aku ke kamar wanita itu!"   "Tuan...."   Pelayan terbelalak.   "Jangan ragu!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Antarkan aku ke sana, mudah-mudahan aku bisa menyembuhkannya!"   "Baik, Tuan."   Pelayan mengangguk.   "Mari ikut aku ke kamar sebelah!"   "Terimakasih!"   Ucap Tio Bun Yang, sekaligus mengikuti pelayan itu ke kamar tersebut. Sampai di depan kamar itu, perlahan-lahan pelayan mengetuk pintu.   "Siapa?"   Suara sahutan dari dalam. "Pelayan!"   "Masuklah!"   Pelayan mendorong pintu kamar itu. Tio Bun Yang memandang ke dalam, dilihatnya seorang wanita berpakaian aneh duduk di pinggir ranjang sambil menangis terisak-isak, di atas ranjang terbujur sosok tubuh yang kurus.   "Maaf!"   Ucap pelayan memberitahukan.   "Tuan ini mengerti sedikit ilmu pengobatan, maka ingin memeriksa gadis kecil itu."   "Oh?"   Wanita itu menoleh. Begitu melihat Tio Bun Yang, yang masih sedemikian muda, menggeleng-gelengkan kepala.   "Terimakasih, Tua tapi tidak mungkin Tuan dapat mengobati putriku ini."   "Nyonya,"   Ujar pelayan.   "Walau Tuan ini masih muda, namun siapa tahu justru Tuan ini yang dapat menyembuhkan putri Nyonya itu."   "Aaaah...!"   Wanita itu menghela nafas panjang.   "Sudah belasan tabib berpengalaman di kota ini memeriksanya, tapi tiada satu pun yang mampu mengobatinya. Sedangkan tuan ini masih muda...' "Nyonya! Siapa tahu...."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Para tabib itu meminta biaya tinggi, aku sanggup bayar. Tapi... mereka justru tidak sanggup menyembuhkan putriku."   "Bibi,"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Aku tidak minta biaya apa pun, percayalah!"   "Tuh!"   Pelayan tertawa.   "Tuan ini sangat ba hati, tidak seperti tabib lain."   "Oh?"   Wanita itu menatap Tio Bun Ya dengan penuh perhatian.   "Engkau tidak min biaya apa pun?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk. "Kenapa begitu?"   Wanita itu heran.   "Karena aku bukan tabib, lagi pula sesama manusia memang harus saling menolong,"   Sahut Tio Bun Yang sambil tersenyum.   "Aku mengeti sedikit ilmu pengobatan, maka kugunakan untuk menolong yang sakit."   "Oooh!"   Wanita itu manggut-manggut.   "Tapi putriku...."   "Biar aku segera memeriksanya,"   Ujar Tio Bun Yang sambil mendekati gadis kecil yang terbaring di atas ranjang itu, lalu memeriksanya dengan teliti sekali.   Pelayan itu sangat tertarik, maka tidak meninggalkan kamar itu, terus memperhatikan Tio Bun Yang memeriksa gadis kecil itu.   Berselang beberapa saat kemudian, usailahTlio Bun Yang memeriksa gadis kecil itu.   Ia menarik nafas lega seraya berkata.   "Untung aku segera datang! Kalau tidak, lewat dua jam putri Bibi tidak dapat tertolong lagi."   "Oh?"   Wajah wanita itu pucat pias.   "Kalau begitu, cepatlah tolong putriku ini! Aku mohon...."   Mendadak wanita itu menjatuhkan diri berlutut di hadapan Tio Bun Yang, tapi Tio Bun Yang segera membangunkannya.   "Tenanglah, Bibi!"   Ujar Tio Bun Yang.   "Aku pasti menolongnya."   Usai berkata, Tio Bun Yang menaruh telapak tangannya di ubun-ubun gadis itu, lalu mengeluhkan Pan Yok Hian Thian Sin Kang, dan sekaligus disalurkan ke tubuh gadis kecil itu melalui ubun-ubunnya.   Sesaat kemudian, telapak tangan Tio Bun Yang mulai mengeluarkan asap putih.   Justru sungguh menakjubkan, asap putih itu berputar-putar di sekitar kepala gadis kecil itu, kemudian menerobos ke dalam melalui ubun-ubunnya Menyaksikan itu, pelayan dan wanita itu terbelalak dan mulut mereka ternganga lebar Lewat beberapa saat setelah itu, barulah Tio Bun Yang berhenti mengerahkan lweekangnya.   Ia tersenyum sambil memasukkan sebutir obat ke mulut gadis itu, lalu berkata kepada wanita tersebut.   "Putri Bibi sudah tertolong. Sebentar lagi dia pasti bisa berjalan, dan makan minum seperti biasa."   "Oh? Terimakasih, Tuan! Terimakasih!"   Ucap wanita itu. Baru saja dia mau berlutut mendadak Tio Bun Yang mengibaskan lengan bajunya sambil tersenyum.   "Bibi tidak usah berlutut!"   "Haaah?"   Wanita itu terperanjat, karena merasa sekujur badannya kaku, tapi tak lama sudah normal kembali.   "Tuan...."   "Ibu! Ibu..."   Panggil gadis kecil itu.   "Nak! Nak..."   Saking girang wanita itu m nangis dengan air mata berderai-derai.   "Oh, anakku...."   "Ibu! Aku... aku lapar!"   Ujar gadis kecil sambil bangun.   "Tunggu, Nak!"   Sahut wanita itu, kemudian bertanya kepada Tio Bun Yang.   "Tuan, putriku sudah boleh makan?"   "Boleh."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Dia sudah sembuh, jadi boleh makan dan minum seperti biasa."   "Oooh!"   Wanita itu manggut-manggut.   "Pelayan, cepat ambilkan makanan untuk putriku!"   "Hah? Apa?"   Pelayan itu tersentak, ternyata saking terkesima akan kehebatan Tio Bun Yang, sehingga membuatnya terbengang-bengong.   "Bukan main! Cuma diraba, gadis kecil itu langsung sembuh! Sungguh bukan main!"   Pelayan itu segera pergi mengambil makanan untuk si gadis kecil. Sudah barang tentu ia pun menyiarkan berita tentang itu.   "Kelihatannya Bibi bukan orang Tionggoan. Sebab pakaian Bibi aneh sekali"   Kata Tio Bun Yang "Betul, Tuan."   Wanita itu mengangguk.   "Kami buan orang Tionggoan, melainkan salah satu kecil kecil di sekitar Gurun Sih Ih."   "Oh?"   Wajah Tio Bun Yang tampak berseri.   "Kalau begitu. Bibi pasti tahu mengenai tempat misterii di Gurun Sih Ih!" 'Tidak begitu jelas,"   Ujar wanita itu dengan air muka berubah.   "Kenapa Tuan menanyakan itu ?"   "Terus terang, aku ingin ke tempat misteri itu "   "Haaah?"   Bukan main terkejutnya wanita itu "Tempat misteri itu penuh dengan berbagai setan iblis, kenapa Tuan ingin ke sana?"   "Bibi!"   Tio Bun Yang menghela nafas panjang "Aku ke sana demi menolong seseorang."   "Oh?"   Wanita itu mengerutkan kening.   "Terus terang, aku pun tidak tahu berada di mana tempat misteri itu."   "Aaaah...!"   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Tuan,"   Ujar wanita itu dengan wajah serius "Kami pernah melihat tempat itu, namun tidak berani mendekatinya."   "Oh?"   Wajah Tio Bun Yang berseri.   "Tempat itu berada di mana?"   "Sebelah barat Gurun Sih Ih."   Wanita itu memberitahukan.   "Tapi tempat itu akan muncul di saat senja. Jadi Tuan harus menuju arah barat Gurun Sih Ih, tapi harus hati-hati jangan sampai tersesat di gurun itu!"   "Terimakasih atas petunjuk Bibi!"   Ucap Tio Bun Yang. Di saat bersamaan, muncullah pelayan dengan membawa makanan untuk gadis kecil yang baru sembuh itu.   "Tuan,"   Tanya pelayan setelah menaruh makanan itu di atas meja.   "Sebetulnya gadis kecil itu sakit apa?"   "Gadis kecil itu tidak sakit, melainkan keracunan."   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Keracunan apa?"   Pelayan itu tersentak.   "Dia makan semacam buah yang beracun, maka keracunan."   Tio Bun Yang menjelaskan.   "Kalau terlambat bertemu denganku dia pasti mati, sebab tiada seorang tabib pun yang mampu memunahkan racun itu."   "Oooh!"   Pelayan itu manggut-manggut dan sangat kagum kepadanya.   "Tuan masih muda, tapi ilmu pengobatan Tuan sudah begitu hebat."   "Aku cuma mengerti sedikit ilmu pengobatan."   "Cuma mengerti sedikit sudah begitu hebat, apalagi banyak!"   Ujar pelayan sambil tertawa.   "Tuan!"   Mendadak wanita itu menyodorkan sebuah bungkusan berisi ratusan tael perak kehadapan Tio Bun Yang seraya berkata.   "Ini untuk tuan!"   "Terimakasih!"   Ucap Tio Bun Yang, namun ia tidak menerima bungkusan itu.   "Tadi aku sudah bilang, tidak menerima biaya apa pun."    Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Drama Gunung Kelud Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini