Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 31


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 31


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   "Terimalah, Tuan!"   Desak wanita itu.   "Aku tidak akan menerima uang itu."   Tio Bun Yang menggelengkan kepala.   "Sebab aku menolong dengan setulus hati."   "Tuan...."   Wanita itu memandangnya dengan mata terbelalak.   "Baru kali ini aku bertemu orang yang berhati bajik, menolong orang tanpa pamrih." "Betul,"   Sambung pelayan.   "Aku juga baru kali ini melihat cara pengobatan yang begitu aneh. Halaman 30-31 ga ada hi hi "Ya."   Pelayan segera pergi Sedangkan Tio Bun Yang duduk sambil memikirkan perjalanan esok. Tak seberapa lama, kemudian, muncullah pelayan itu dengan membawa sebuah kantong kulit besar berisi air minum "Ini, Tuan,"   Ujar pelayan sambil menaruh kantong kulit berisi air itu di atas meja "Terimakasih!"   Ucap Tio Bun Yang Keesokan paginya, berangkatlah Tio Bun Ya ke Gurun Sih Ih.   Dia tidak menunggang kuda karena merasa tidak tega kepada kudanya.   Maka kudanya dititipkannya kepada pelayan itu.   -oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh dua Tewas dan dikurung Betapa teriknya di Gurun Sih Ih pada siang hari namun sungguh dingin sekali di malam hari Gurun Sih lh ini tiada mata air, maka siapa yang tersesat di gurun itu pasti mati kehausan.   Oleh karena itu, tiada seorang pun yang berani menyeberangi gurun itu apabila cuma seorang diri.   Di tengah-tengah Gurun Sih Ih, justru terdapat sebuah tempat yang amat indah dan subur sungguh merupakan suatu kegaiban, namun itulah disebut sebagai tempat misteri yang dihuni para setan iblis.   Tidak usah heran.   Tempat misteri itu tidak bisa dicapai, sebab hanya bisa dilihat di saat senja hari.   Lagipula disekitar tempat misteri itu terus berhembus angin kencang, yang membuat pasir-pasir beterbangan ke mana-mana.   Makhluk apa pun tidak akan bisa bertahan di situ, sebab akan terhembus terbang entah ke mana.   Akan tetapi, bagi yang tahu tentunya bisa mencapai tempat misteri tersebut, sebab di saat-sat tertentu, angin di sekitar tempat itu berhenti berhembus sejenak.   Betapa indahnya panorama di tempat misteri itu.   Pohonpohon dan rumput-rumput menghijau, tampak pula bungabunga bermekaran berwarna-iiiini.   Justru sungguh mengherankan, di sana tampal sebuah bangunan besar berdiri kokoh.   Bangunan itu ternyata markas lama Kui Bin Pang.   Di dalam markas itu terdengar suara tawa gelak.   Tampak delapan orang sedang bersulang di ruang depan.   Mereka adalah ketua Kui Bin Pang, kedua Hu Hoat dan Ngo Sat Kui.   "Ha ha ha!"   Ketua Kui Bin Pang terus tertawa.   "Tentunya kalian tidak menyangka, kalau aku tahu tempat ini!"   "Ketua,"   Ujar Toa Sat Kui.   "Sungguh beruntung markas berada di sini, sebab tempat sangat indah dan subur, bahkan terdapat beberapa mata air. Jadi kita tidak akan kekurangan makanan maupun air minum, bahkan sangat aman di sini."   "Ha ha ha!"   Ketua Kui Bin Pang terus tertawa "Ini adalah tempat misteri.   Hanya aku seorang yang tahu cara memasuki tempat misteri ini.   Ha ha ha.   Pihak Kay Pang dan Pulau Hong Hoang To tidak mungkin bisa ke mari! Kalau mereka berani mari, pasti akan mampus di Gurun Sih Ih." "Ketua,"   Tanya Yo Kiam Heng mendad "Bagaimana keadaan Nona Siang Koan?"   "Dia baik-baik saja,"   Sahut ketua Kui Bin Pang.   "Dia kukurung di ruang bawah. Tidak lama lagi dia akan menjadi milikku. Ha ha ha...!"   "Ketua,"   Ujat Toa Sat Kui.   "Bagaimana andainya persediaan makanan kita habis?"   "Gampang. Rampok saja para pedagang yang , Wa,au engkau ^ berjanj. akan lewat Gurun Sih Ih."   Sahut ketua Kui Bin dan menambahkan.   "Kalau kalian ingin senang-senang, kalian pun boleh menculik para gadis di sekitar Gurun Sih Ih."   "Terimakasih, Ketua!"   Ucap Toa Sat Kui girang "Nah, mari kita bersulang lagi!"   Ajak ketua Kui Bin Pang sambil tertawa gelak.   "Ha ha ha," -oo0dw0oo- Malam harinya, Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him duduk berhadapan di dalam kamar. Mereka bercakap-cakap dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara, agar tidak terdengar oleh yang lain.   "Kiam Heng, kapan kita turun tangan memiting Nona Siang Koan?"   "Itu...."   Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala.   "Itu sulit sekali, kita tidak boleh ceroboh kalau ceroboh kita pasti celaka "   "Terus terang, aku sudah tidak sabar menunggu,"   Ujar Kwan Tiat Him sungguh-sungguh.   "Aku ingin cepat-cepat menolongnya, lalu meninggalkan markas ini." "Tiat Him,"   Pesan Yo Kiam Heng.   "Biar bagaimana pun, kita harus berhati-hati!"   "Aku tahu itu, tapi...."   Kwan Tiat Him menghela nafas panjang, kemudian menambahkan.   "Aku telah berjanji kepada Tio Bun Yang.."   "Walau engkau telah berjanji kepadanya untuk menolong Nona Siang Koan, namun harus juga lihat situasi. Kalau situasi tidak mengijinkan, janganlah kita turun tangan, sebab akan mencelakai diri kita. Bersabarlah untuk menunggu waktu yang tepat!"   "Kiam Heng!"   Kwan Tiat Him menatapnya, kini engkau sudah punya kekasih, maka engkau tak boleh sembarangan menempuh bahaya. Sebab kalau terjadi sesuatu atas dirimu, bagaimana dengan Lam Kiong Soat Lan? Ya, kan?"   "Maksudmu?"   Yo Kiam Heng heran.   "Maksudku..."   Sahut Kwan Tiat Him sungguh sungguh.   "Biar aku saja yang menolong Nona Siang Koan. Seandainya tidak berhasil dan diriku celaka di tangan ketua, itu pun tidak apaapa karena aku tidak punya tanggungan."   "Tiat Him...."   Yo Kiam Heng menggeleng gelengkan kepala.   "Engkau tidak boleh bertindak sendiri...."   "Kiam Heng!"   Kwan Tiat Him tersenyum getir.   "Telah kupikirkan, kini engkau sudah punya kekasih, maka tidak boleh menempuh bahaya menolong Nona Siang Koan. Jadi... biarlah aku saja yang menolongnya, agar tidak merembet dirimu.   "Itu tidak bisa."   Yo Kiam Heng menggelengkan kepala.   "Ingat!"   Kwan Tiat Him tersenyum.   "Lam Kiong Soat Lan sangat mencintaimu, lagi pula engkau telah berjanji akan ke Tayli menengok nya. Kalau terjadi sesuatu atas dirimu di sini bukankah engkau akan membuatnya menderita?" "Itu...."   Kening Yo Kiam Heng berkerut-kerut, apa yang dikatakan Kwan Tiat Him memang masuk akal, namun kemudian ia berkata.   "Tentang ini, akan kita rundingkan lagi nanti."   "Baiklah."   Kwan Tiat Him mengangguk menambahkan.   "Pokoknya engkau tidak boleh menempuh bahaya!"   "Tiat Him...."   Betapa terharunya Yo Kiam Heng. Tidak disangkanya Kwan Tiat Him begitu memikirkan kepentingan teman. Di saat bersamaan, di ruang tengah juga tampak Toa Sat Kui sedang berbisik-bisik dengan ketua Kui Bin Pang.   "Jadi...."   Ketua Kui Bin Pang menatapnya. Engkau mencurigai kedua Hu Hoat itu?"   "Ya."   Toa Sat Kui mengangguk.   "Sebab dalam beberapa hari ini, gerak-gerik mereka sangat aneh."   "Aneh bagaimana?"   "Kelihatannya mereka ingin melakukan sesuatu."   "Oh?"   Ketua Kui Bin Pang tampak gusar.   "Mereka berdua bekerja sama untuk mengkhianatiku?"   "Kira-kira begitulah."   "Itu... agak tidak masuk akal."   Ketua Kui Bin wig menggeleng-gelengkan kepala.   "Sebab mereka pun terluka parah di Pulau Hong Hoang To."   "Ketua..."   Bisik Toa Sat Kui.   "Mungkin itu ulna merupakan suatu siasat saja."   "Oh?"   Ketua Kui Bin Pang diam beberapa saat lalu melanjutkan.   "Tanpa bukti engkau tidak boleh menuduh."   "Ya, Ketua."   Toa Sat Kui mengangguk.   "Tapi menurut aku, salah satu di antara mereka sedang berupaya menolong Siang Koan Goat Nio." "Oh, ya?"   Ketua Kui Bin Pang tampak kurang percaya.   "Dua malam yang lalu, tanpa sengaja aku melihat Jie Hu Hoat berendap-endap ke sana kemari, kelihatannya seperti sedang mencari sesuatu."   "Lalu bagaimana?"   "Berselang sesaat, dia langsung kembali kamarnya. Aku pun mengintip ke dalam, melihat Jie Hu Hoat duduk di hadapan Toa Hu Hoat"   "Kalau begitu..."   Ujar ketua Kui Bin Pang.   "Jie Hu Hoat itu memang sangat mencurigakan, sedangkan Toa Hu Hoat...."   "Ketua,"   Bisik Toa Sat Kui lagi.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aku pun suatu cara untuk menjebak mereka."   "Oh? Apa caramu itu?"   "Begini...."   Toa Sat Kui berbisik-bisik di telinga ketua Kui Bin Pang, berselang sesaat, ketua Kui Bin Pang itu manggutmanggut seraya berkata dengan suara rendah.   "Bagus! Bagus! Caramu itu memang sungguh jitu sekali!"   "Terimakasih atas pujian Ketua!"   Ucap To Sat Kui girang.   "Pokoknya dengan caraku itu mereka berdua pasti terjebak!"   "Kalau cuma salah satu di antara mereka berarti yang lainnya tidak tersangkut."   "Kita buktikan saja nanti, Ketua."   "Betul. Kita buktikan saja! Ha ha ha...!' Ketika Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him baru mau tidur, mendadak mereka mendengar suara ketukan pintu.   "Siapa?"   Sahut Kwan Tiat Him.   "Ha ha ha!"   Terdengar suara tawa.   "Kalian berdua belum tidur?" "Ketua!"   Kwan Tiat Him dan Yo Kiam Heng tersentak kaget, kemudian segera meloncat bangun, sekaligus membuka pintu kamar itu.   "Ha ha ha!"   Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak sambil melangkah masuk, lalu duduk. Kwan Tiat Him dan Yo Kiam Heng segera memberi hormat, kemudian Yo Kiam Heng bertanya.   "Sudah larut malam Ketua ke mari, apakah ada tugas untuk kami?"   "Ya."   Kedua Kui Bin Pang manggut-manggut.   "Aku gembira sekali, karena selama ini kalian berdua sangat setia kepadaku."   "Itu memang harus,"   Sahut Yo Kiam Heng.   "Kebetulan malam ini aku akan pergi bersama Ngo Sat Kui, maka aku akan menyerahkan kunci kepada kalian."   "Kunci apa?"   Tanya Kwan Tiat Him.   "Kunci pintu ruang bawah,"   Sahut ketua Ki Bin Pang singkat.   "Itu...."   Hati Kwan Tiat Him berdebar-debar "Bukankah Nona Siang Koan dikurung di situ?"   "Betul."   Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut.   "Aku mempercayai kalian, maka kuserahkan kunci ini kepada kalian."   Ketua Kui Bin Pang menyodorkan kunci tersebut ke hadapan mereka, dan Kwan Tiat Him segera menerimanya.   "Jie Hu Hoat,"   Pesan ketua Kui Bin Pang "Simpan baik-baik kunci itu, jangan sampai hilang!"   "Ya, Ketua."   Kwan Tiat Him mengangguk dan bertanya.   "Kapan ketua dan Ngo Sat Kui akan pulang?" "Mungkin... besok sore,"   Sahut ketua Kui Bin Pang.   "Setelah aku pulang, engkau harus kembalikan kunci itu kepadaku."   "Ya, Ketua,"   Sahut Kwan Tiat Him dan bergirang dalam hati.   "Baiklah."   Ketua Kui Bin Pang bangkit berdiri "Kalian boleh tidur, aku dan Ngo Sat Kui aku segera pergi."   Ketua Kui Bin Pang meninggalkan kamar itu. Kwan Tiat Him cepat-cepat menutup pintu, se-il.mgkan Yo Kiam Heng malah duduk diam di pinggir ranjang, kelihatannya seperti memikirkan u-suatu.   "Kiam Heng,"   Tanya Kwan Tiat Him heran, 'enngkau sedang memikirkan apa?"   "Tiat Him...."   Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala.   "Ini sungguh mencurigakan!"   "Maksudmu?"   Tanya Kwan Tiat Him.   "Kenapa mendadak ketua ke mari tengah malam menyerahkan kunci ini kepada kita?"   Sahut Tiat Kiam Heng sambil bangkit berdiri, kemudian berjalan mondar-mandir.   "Mungkinkah... itu melupakan suatu jebakan?"   "Tidak mungkin,"   Ujar Kwan Tiat Him.   "Bukankah tadi ketua bilang, dia sangat mempercayai kita, maka kunci ini dititipkan kepada kita? Nah, ini merupakan kesempatan baik bagi kita."   "Aku tetap bercuriga."   Yo Kiam Heng menggelenggelengkan kepala.   "Sebab bukankah dia bisa menyimpan kunci itu di suatu tempat? Kenapa harus dititipkan kepada kami?"   "Ketua khawatir kunci itu hilang, jadi dititipkan kepada kita."   Ujar Kwan Tiat Him sambil menggenggam kunci itu eraterat.   "Tiat Him...."   Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala. "Begini..."   Bisik Kwan Tiat Him.   "Berhubung engkau sudah punya kekasih, maka biar aku saja yang menolong Nona Siang Koan."   "Lebih baik kita bersama pergi menolongnya ujar"   Yo Kiam Heng.   "Bagaimana mungkin aku membiarkan engkau menempuh bahaya seorang diri?"   "Engkau harus tahu, ketua dan Ngo Sat Kin mungkin sudah pergi."   Kwan Tiat Him tertawa gembira.   "Aku menunggu subuh barulah pergi menolong Nona Siang Koan, engkau tunggu disini saja!"   "Tiat Him...."   Yo Kiam Heng menghela nafas panjang.   "Engkau...."   "Setelah aku berhasil menolong Nona Sian Koan, aku dan dia akan kemari, barulah kita meninggalkan markas Kui Bin Pang ini."   "Tapi...."   "Engkau khawatir akan terjadi sesuatu atasku?"   "Ya."   "Kalaupun aku mati, aku tidak akan menyesal"   Ujar Kwan Tiat Him sungguh-sungguh.   "Sebab aku telah menepati janji kepada Tio Bun Yang. Ia pemuda baik, maka aku harus membantunya." 'Tiat Him...."   Yo Kiam Heng menatapnya.   "Semoga engkau berhasil menolong Nona Siang Koan"   "Ng!"   Kwan Tiat Him manggut-manggut.   -oo0dw0oo- Ketika hari mulai subuh, tampak sosok bayangan berendakendap menuju ruang bawah.   Siapa dia? Tidak lain adalah Kwan Tiat Him.   sedangkan Yo Kiam Heng menunggu di dalam kamar dengan hati berdebar-debar tegang.   Kwan Tiat Him telah sampai di depan pintu ruang bawah.   Di saat itu mulai membuka gembok 'dengan kunci yang dibawanya itu, mendadak terdengarlah suara tawa seram, lalu muncullah enam orang di belakangnya.   Mereka adalah ketua Kui Bin Pang dan Ngo Sat Kui.   Dapat dibayangkan betapa terkejutnya Kwan Tiat Him.   "He he he! Jie Hu Hoat! Mau apa engkau membuka pintu ruang itu?"   Tanya ketua Kui Bin Pang dingin.   "Ketua...."   Kwan Tiat Him menarik nafas dalam-dalam. Ia tahu bahwa dirinya sulit meloloskan diri. Karena itu, ia bersiap untuk bertarung mati-matian.   "Aku ke mari ingin menolong Nona Siang koan."   "Oh?"   Ketua Kui Bin Pang tertawa terkekeh-kekeh.   "He he he! Engkau terjebak oleh akal Toa sat Kui. Kini sudah terbukti engkau berkhianat."   "Hm!"   Dengus Kwan Tiat Him dingin.   "Ayoh, mau kita bertarung, aku tidak takut menghadapimu!"   "Ketua!"   Toa Sat Kui maju selangkah.   "Biar aku yang menghabiskannya."   "Toa Sat Kui!"   Ketua Kui Bin Pang menggelengkan kepala.   "Engkau bukan lawannya, mundurlah!"   Toa Sat Kui terpaksa mundur. Sedangkan ketua Kui Bin Pang segera melangkah maju sambil menuding Kwan Tiat Him.   "Engkau harus mampus di tanganku!"   "Ha ha ha!"   Kwan Tiat Him tertawa geli "Aku akan mati secara gagah, sebaliknya engkau akan menang secara pengecut!"   "Oh?"   Ketua Kui Bin Pang tertawa terkekeh kekeh.   "He he he! Lihat seranganku!"   Ketua Kui Bin Pang langsung menyerang Kwan Tiat Him dengan jurus yang mematikan Kwan Tiat Him berkelit dan sekaligus balas menyerang.   Terjadilah pertarungan seru.   Puluhan jurus kemudian, Kwan Tiat Him mulai terdesak, membuat ketua Kui Bin Pang tertawa gelak.   "Ha ha ha! Jie Hu Hoat. apabila engkau mampu bertahan tiga jurus lagi, maka aku akan melepaskanmu!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Baik!"   Kwan Tiat Him mengangguk.   "Hati-hati!"   Seru ketua Kui Bin Pang. Ia mulai mengerahkan Pek Kut Im Sat Kang (Tenaga Hawa Dingin Beracun), lalu menyerangnya dengan Pek Kut Im Sat Ciang (Ilmu Pukulan Hawa Dingin Beracun).   "Jurus pertama!"   Di saat ketua Kui Bin Pang menyerang, pasang telapak tangannya mengeluarkan uap dingin yang mengandung racun.   Kwan Tiat Him tidak berani menangkis selingan itu.   Ia bergerak cepat menghindar, tetapi, ketua Kui Bin Pang menyerangnya lagi secepat ilat.   Badan ketua Kui Bin Pang berkelebatan menyilaukan mata dan sepasang telapak tangannya terus mengeluarkan uap beracun Kwan Tiat Him meloncat ke belakang.   Namun di saat itu salah satu telapak tangan ketua Kui Bin Pang menghantam dadanya.   Duuuk! "Aaaaakh...!"   Jerit Kwan Tiat Him.   Ia terpental, dan ketika roboh sekujur badannya tampak mengeluarkan asap, kemudian mulai mencair.   namun masih terdengar suara jeritannya yang menyayat hati.   Berselang sesaat, tubuh Kwan Tiat Him tinggal tulangnya saja.   Sungguh mengerikan pemandangan itu! Ngo Sat Kui berdiri mematung ditempat, sedangkan ketua Kui Bin Pang terus tertawa terkekeh-kekeh.   "Mari kita ke kamar Toa Hu Hoat!"   Ajaknya kemudian.   "Dia tersangkut atau tidak harus dihukum"   "Betul?"   Sahut Toa Sat Kui.   "Itu sebagai pelajaran baginya."   Mereka menuju kamar tersebut. Sementara Y Kiam Heng terus berjalan mondar-mandir. Mendadak ia mendengar suara langkah, maka segera meloncat ke tempat tidur.   "Tok! tok! Tok!"   Terdengar suara ketukan.   "Siapa?"   Sahut Yo Kiam Heng.   "Cepat buka pintu!"   Bentak Toa Sat Kui. Yo Kiam Heng segera meloncat bangun, tahu telah terjadi sesuatu atas diri Kwan Tiat Him. Setelah membuka pintu, ia melihat ketua Kui Bin Pang juga berdiri di situ "Ketua...."   "Diam!"   Bentak ketua Kui Bin Pang.   "Bagi Engkau bersekongkol dengan Jie Hu Hoat untuk mengkhianatiku!"   "Ketua,"   Sahut Yo Kiam Heng.   "Aku tidak mengerti apa yang Ketua katakan, bolehkah dijelaskan?"   "Hm!"   Dengus ketua Kui Bin Pang dingj "Aku menjebak kalian dengan kunci itu. Ha ha...!"   "Kunci itu? Bukankah kunci itu berada tangan Jie Hu Hoat?"   "Tidak salah. Dia menggunakan kunci untuk menolong Siang Koan Goat Nio yang kurung di ruang bawah. Ha ha ha! Dia terjebak oleh akal Toa Sat Kui, dan kini dia sudah mati"   "Oh?"   Yo Kiam Heng bersikap acuh tak acuh namun hatinya berduka sekali.   Kalau ia tidak memakai kedok setan, ketua Kui Bin Pang bisa melihat bagaimana air mukanya.   "Engkau bersekongkol dengan dia atau tidak, aku sama sekali tidak mengetahuinya.   Tapi kalian berdua adalah Toa Jie Hu Hoat.   Karena dia berani berkhianat, maka engkau pun harus kuhukum."   "Ketua...."   "Toa Sat Kui! Cepat totok jalan darah di bagian punggungnya!"   Perintah ketua Kui Bin Pang.   "Ya, Ketua."   Toa Sat Kui segera menotok jalan darah di bagian punggung Yo Kiam Heng. Pemuda itu tidak berani melawan, karena tidak ingin mati dengan sia-sia. Setelah jalan darahnya tertotok, Yo Kiam Heng langsung lumpuh Ketua Kui Bin Pang terawa gelak.   "Bagus! Bagus! Engkau tidak melawan!"   Dia manggut-manggut, kemudian memandang Toa Sat Kui.   "Kurung dia di ruang bawah!"   Perintahnya.   "Ya, Ketua."   Toa Sat Kui lalu memapah Yo Kiam Heng ke ruang belakang, sedangkan ketua Kui Bin Pang terus tertawa gelak.   "Ha ha ha! Ha ha ha...!" -oo0dw0oo- Ketua Kui Bin Pang dan Lima Setan Algojo duduk di ruang depan. Mereka kelihatan sedang merundingkan sesuatu.   "Bagaimana menurut kalian, karena hingga saat ini Siang Koan Goat Nio masih belum tertarik kepadaku?"   "Apakah Ketua sudah memperlihatkan wajah?"   Tanya Toa Sat Kui.   "Belum."   Ketua Kui Bin Pang menggelengkan kepala.   "Aku justru tidak menghendakinya mengenali wajahku." "Ketua!"   Toa Sat Kui tertawa.   "Sebetulnya itu tidak menjadi masalah. Lebih baik Ketua memperlihatkan wajah kepadanya, mungkin dia akan tertarik."   "Bagaimana kalau dia tidak tertarik?"   Tanya ketua Kui Bin Pang.   "Ha ha ha!"   Mendadak Jie Sat Kui (Setan Algojo Kedua) tertawa gelak.   "Pergunakan Toh Hun Tay Hoat, gadis itu pasti tertarik kepada Ketua!"   "Tapi...."   Ketua Kui Bin Pang menggeleng gelengkan kepala.   "Memang, kalau aku menggunakan Toh Hun Tay Hoat, tentu dia akan menurut kepadaku. Tapi...."   "Kenapa, Ketua?"   Tanya Toa Sat Kui heran "Aku tetap tidak akan mendapat hatinya"   Sahut ketua Kui Bin Pang sambil menghela nafas panjang.   "Oooh!"   Toa Sat Kui manggut-manggut.   "Kalau begitu... aku punya akal."   "Oh?"   Ketua Kui Bin Pang tampak girang sekali.   "Apa akalmu?"   "Ketua harus menggunakan Toh Hun Tay Hoat untuk mempengaruhi pikirannya."   Toa Sat kui memberitahukan.   "Agar dia membayangkan Tio Bun Yang sedang berbuat yang bukan-bukan dengan gadis lain. Nah, sudah barang tentu dia akan membenci Tio Bun Yang."   "Betul, betul."   Ketua Kui Bin Pang tertawa gembira.   "Ha ha ha! Akalmu sungguh bagus, tapi setelah itu?"   "Ketua harus mendekatinya."   Sahut Toa Sat Kui sambil tertawa.   "Oooh!"   Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut "Kok berabe amat?"   Sam Sat Kui (Setan Algojo Ketiga) menggeleng-gelengkan kepala.   "Pergunakanlah Toh Hun Tay Hoat agar dia tidur bersama Ketua! Beres kan?"   "Itu memang beres."   Ketua Kui Bin Pang mengangguk.   "Namun selamanya aku tidak akan memperoleh hatinya, bahkan dia pasti membenciku selama-lamanya."   "Ha ha ha!"   Sam Sat Kui tertawa.   "Ketua Menghendaki tubuhnya atau hatinya?"   "Aku menghendaki dua-duanya,"   Sahut ketua Hui Bin Pang.   "Kalau aku cuma menghendaki tubuhnya, tentu aku sudah mendapatkannya."   "Oooh!"   Sam Sat Kui manggut-manggut.   "Kalau begitu, memang harus menggunakan akal Ta Sat Kui."   "Ha ha ha!"   Ketua Kui Bin Pang tertawa terbahak-bahak sambil bangkit dari duduknya "Sekarang aku akan ke ruang bawah menemuinyi Ha ha ha...!" -oo0dw0oo- Sementara itu, Siang Koan Goat Nio yang telah dilumpuhkan itu duduk bersandar pada dinding.   Gadis itu tampak kurus dan wajah pun puci pias.   Ia rindu sekali kepada Tio Bun Yang ia berharap kekasihnya itu akan muncul menolongnya.   Di saat ia sedang melamun, mendadak pintu ruang itu terbuka, dan ketua Kui Bin Pang berjalan masuk.   "Nona Siang Koan..."   Panggil ketua Kui Bin Pang.   "Hm!"   Dengus Siang Koan Goat Nio sanil membuang muka.   "Nona Siang Koan...."   Laki-laki itu memangil lagi lalu duduk di hadapannya.   "Aku sangat tertarik kepadamu, kenapa sikapmu begitu dingin terhadapku?"   "Sebab engkau pengecut,"   Sahut Siang Koan Hoat Nio. "Oh?"   Ketua Kui Bin Pang tertawa.   "Aku menculikmu karena tertarik kepadamu, bukan berarti ingin menyiksamu lho!"   "Kita tidak saling mengenal, kenapa engkau tertarik kepadaku?"   Tanya Siang Koan Goat Nio sambil mengerutkan kening.   "Engkau harus tahu, aku sudah punya kekasih."   Tambahnya.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Oh, ya?"   Ketua Kui Bin Pang tertawa.   "Kalau tidak salah, kekasihmu bernama Tio Bun Yang kann?"   "Betul."   Siang Koan Goat Nio mengangguk, ia pemuda baik, tampan dan lemah lembut."   "Oh?"   Ketua Kui Bin Pang tertawa lagi.   "Nona Siang Koan, mungkin engkau mengira aku sudah tua Ya, kan?"   "Engkau sudah tua atau masih muda tiada urusan dengan diriku. Ayoh, cepat lepaskan aku!"   Jerit Siang Koan Goat Nio.   "Jangan jadi pengecut!"   "Nona Siang Koan,"   Tanya ketua Kui Bin Pang.   "Engkau ingin melihat wajahku?"   "Kenapa aku harus melihat wajahmu?"   Siang koan Goat Nio mengerutkan kening sambil mengalengkan kepala.   "Tidak perlu!"   "Aku memakai kedok setan, mungkin menjijikkanmu,"   Ujar ketua Kui Bin Pang sekaligus melepaskan kedok setannya. Terlihatlah raut wajahnya yang begitu tampan.   "Wajahmu cukup tampan, tapi kenapa hatimu begitu jahat?"   Siang Koan Goat Nio menghela nafas panjang.   "Sebetulnya hatiku tidak jahat,"   Sahut ketua Kui Bin Pang sambil tersenyum lembut.   "Buktinya aku tidak menyiksamu."   "Engkau mengurungku di sini, bukankah telah menyiksaku?"   Siang Koan Goat Nio menatapnya dingin. "Nona Siang Koan...."   Ketua Kui Bin Pang menghela nafas panjang.   "Aku tidak pernah jatuh hati kepada gadis yang mana pun, hanya kali ini aku jatuh hati kepadamu."   "Sayang sekali!"   Siang Koan Goat Vio menggelenggelengkan kepala.   "Aku sudah punya ke kasih."   "Hm!"   Dengus ketua Kui Bin Pang, dan mendadak sepasang matanya berapi-api.   "Kuberitahukan kepadamu, namaku Kwee Teng An. Kekasihmu adalah musuh besarku."   "Kwee Teng aH?"   Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening.   "Kami tidak mengenalmu, bagaimana mungkin Kakak Bun Yang adalah musuh besarmu?"   "Julukannya adalah Giok Siauw Sin Hiap Kan?"   "Betul."   "Nah, dia adalah musuh besarku."   "Itu...."   Siang Koan Goat Nio menggelengkan kepala.   "Tidak mungkin, sebab Kakak Bun Yang tidak punya musuh."   "Hmm!"   Dengus Kwee Teng An dingin.   "Betapa tahun lalu, Tio Bun Yang memusnahkan kepandaianku, sehingga para penduduk melemparkanku ke dalam jurang. Tapi... aku tidak mati, sebaliknya malah memperoleh kepandaian yang maha tinggi. Ha ha ha...!"   Sebetulnya siapa Kwee Teng An itu? Ternyata ? adalah mantan Cay Hoa Cat (Penjahat Pemetik Bunga).   Beberapa tahun lalu, ketika Tio Bun Yang tiba di sebuah desa, para penduduknya itu sedang dicekam rasa cemas, karena munculnva seorang penjahat pemerkosa gadis alias penjahat pemetik bunga.   Tio Bun Yang memusnahkan kepandaiannya, lalu meninggalkan desa itu.   Para penduduk desa itu tidak bisa menahan amarah, segera menyeret Kwee Teng An dan kemudian melemparnya ke dalam jurang.   Namun Kwee Teng An tidak mati didasar jurang, sebaliknya malah menemukan sebuah goa tempat tinggal Pek Kut Lojin, ketua Kui Bin Pang lama.   "Kalau begitu..."   Ujar Siang Koan Goat Nio.   "Engkau pasti orang jahat. Maka Kakak Bun Yang musnahkan kepandaianmu."   "Dia pemuda yang tak bermoral. Aku memergokinya sedang memperkosa seorang gadis desa, maka dia memusnahkan kepandaianku,"   Kwee Teng An sekaligus mengerahkan ilmu Hun Tay Hoat.   "Omong kosong!"   Siang Koan Goat Nio gusar sekali.   "Kakak Bun Yang bukan orang semacam itu!"   "Tio Bun Yang memang pemuda yang suka memperkosa."   Kwee Teng An terus mengerah ilmu sesatnya itu untuk mempengaruhi pikiran Siang Koan Goat Nio.   "Lihatlah! Bukankah dia sering tidur bersama seorang gadis cantik?! Dia adalah Tio Bun Yang! Lihatlah!"   Siang Koan Goat Nio mulai terpengaruh sehingga timbul halusinasinya, sepertinya ia lihat Tio Bun Yang sedang tidur bersama seorang gadis cantik.   "Kakak Bun Yang!"   Seru Siang Koan Gj Nio dengan suara bergemetar.   "Kenapa engkau berbuat begitu? Kenapa?"   "Lihatlah! Tio Bun Yang mulai melepasl pakaian gadis itu!"   Suara Kwee Teng An yang mengandung ilmu Toh Hun Tay Hoat.   "Aaaakh!"   Keluh Siang Koan Goat Nio, seakan melihat Tio Bun Yang sedang melepaskan pakaian seorang gadis.   "Kakak Bun Yang...."   "Tuh! Dia sedang mencium gadis itu!"   Su Kwee Teng An. "Kakak Bun Yang...."   Siang Koan Goat mulai menangis terisak-isak. Ia melihat Tio Bun Yang sedang mencium gadis itu.   "Aku benci engkau! Aku benci engkau!"   "Tio Bun Yang adalah pemuda hidung belang, maka engkau tidak boleh mencintainya! Engkau harus melupakannya!"   "Ya."   Siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Aku membencinya! Aku harus melupakannya! Kakak Bun Yang, aku benci engkau!"   "Nona Siang Koan, kini engkau sudah tahu Tio Bun Yang merupakan pemuda apa, maka engkau tidak perlu memikirkannya lagi!"   "Ya."   "Nona Siang Koan!"   Kwee Teng An tertawa.   "Aku adalah pemuda baik dan lemah lembut, engkau harus mencintaiku!"   "Mencintaimu?"   Siang Koan Goat Nio terbelalak. Ternyata batinnya masih terdapat sedikit perlawanan terhadap ilmu sesat itu.   "Kenapa aku haruss mencintaimu? Aku cuma mencintai Kakak Bun Yang.... Tidak! Aku tidak mencintainya! Aku membencinya!"   "Nona Siang Koan...."   Kwee Teng An memegang tangannya, namun mendadak gadis itu membentak.   "Jangan menyentuhku! Kalau engkau berani menyentuhku...."   Ancam Siang Koan Goat Nio.   "Aku akan bunuh diri!"   "Eh? Nona Siang Koan!"   Kwee Teng An tertegun, karena ilmu Toh Hun Tay Hoatnya tidak mampu menguasai pikiran gadis itu, sehingga membuatnya tidak habis berpikir.   Kenapa dalam batin Siang Koan Goat Nio bisa timbul sedikit perlawanan terhadap ilmu sesat itu? Ternyata sejak kecil ia telah berlatih Giok Li Sin Kang (Tenaga Sakti Gadis Murni).   Tenaga sakti tersebut telah memperkuat batinnya, lagipula cintanya terhadap Tio Bun Yang telah mendalam sekali.   Maka, walau pikirannya telah terpengaruh oleh ilmu Toh Hun Tay Hoat, tapi rasa cintanya terhadap Tio Bun Yang tetap bersarang dalam lubuk hatinya.   "Nona Siang Koan!"   Kwee Teng An menatapnya.   "Engkau sudah melihat Tio Bun Yang berbuat yang bukan-bukan dengan gadis lain, kenapa engkau masih tidak mau mencintaiku?"   "Aku...."   Siang Koan Goat Nio menggeleng gelengkan kepala.   "Engkau adalah ketua Kui Bi Pang, aku... aku tidak akan mencintaimu."   "Kalau aku bukan ketua Kui Bin Pang, apakah engkau akan mencintaiku?"   Tanya Kwee Teng An dengan penuh harap.   "Entahlah."   Siang Koan Goat Nio mengeleng-gelengkan kepala lagi.   "Kakak Bun Yan masih bisa berubah, apalagi engkau."   "Nona Siang Koan,"   Ujar Kwee Teng A sambil tersenyum.   "Percayalah! Aku pasti mencintaimu selama-lamanya."   "Sudahlah!"   Siang Koan Goat Nio menghela nafas panjang.   "Cepatlah engkau pergi, jangan menggangguku!"   "Baik."   Kwee Teng An manggut-manggut.   "Aku akan pergi sekarang, tapi engkau jangan memikirkan Tio Bun Yang lagi!"   Siang Koan Goat Nio mengangguk. Kwee leng An bangkit dari duduknya lalu memakai kedok setan, dan meninggalkan ruang itu. Setelah ketua Kui Bin Pang itu pergi, Siang koan Goat Nio menangis terisak-isak sambil bergumam.   "Kakak Bun Yang, kenapa engkau menyeleweng? Kenapa engkau begitu tega? Aku merindukanmu siang dan malam, tapi kenapa engkau menyeleweng dengan gadis lain?"   Air mata Siang koan Goat Nio berderai-derai.   "Kakak Bun Yang, aku... aku benci engkau! Aku benci engkau...!"   Sementara Kwee Teng An sudah berada di ruangg depan. Dia duduk melamun di situ. Ngo Sat Kui juga berada di situ, namun mereka sama-sama diam.   "Aaaah...!"   Kwee Teng An menghela nafas panjang.   "Entah sudah berapa banyak gadis yang dipermainkan, namun kali ini aku sungguh-sungguh jatuh cinta kepada gadis itu!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Katanya.   "Apakah Ketua belum menggunakan ilmu Toh ihin Tay Hoat untuk mempengaruhi pikiran gadis itu?"   Tanya Toa Sat Kui.   "Sudah."   Kwee Teng An mengangguk.   "Kini dia sudah membenci Tio Bun Yang, tapi...."   "Kenapa?"   Tanya Jie Sat Kui.   "Dia tetap tidak mau menerima cintaku,"   Sahut Kwee Teng An sambil menghela nafas panjang.   "Sungguh mengherankan, padahal pikirannya sudah terpengaruh ilmu Toh Hun Tay Hoat"   "Oh?"   Toa Sat Kui tertegun.   "Ketua, lebih baik ajak dia tidur saja!"   Katanya.   "Itu pasti kulakukan, tapi bukan sekarang,"   Sahut Kwee Teng An seraya tertawa.   "Ha ha ha Apabila sudah waktunya, aku pasti...." -oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh tiga Penolong yang tak disangka Tio Bun Yang telah tiba di Gurun Sih Ih. Terik matahari mulai menyengat dirinya dan angin pun mulai berhembus kencang, membuatnya susah membuka matanya. Begitu tiba di Gurun Sih Ih ia terus menuju ke arah barat. Bukan main susahnya melakukan perjalanan! Gurun Sih Ih. Kalau angin berhembus, pasir pl beterbangan sehingga mata harus dipejamkan. Dalam perjalanan ini, Tio Bun Yang telah menghabiskan setengah air minum yang di dalam kantong kulit. Udara di gurun itu memang panas sekali, sehingga membuat tenggorokan cepat keling. Tio Bun Yang terus berjalan ke arah barat. Pakaiannya telah basah oleh keringat yang terus mengucur. Ketika hari mulai senja, ia menghentikan langkahnya sambil menengok ke sana ke mari. Di saat itu, Gurun Sih Ih tampak kemerah-merahan tertimpa sinar matahari senja. Tiba-tiba Tio Bun Yang terbelalak, karena ia melihat sebuah tempat yang amat indah, ada bukit, pohon dan lain sebagainya.   "Itulah tempat misteri! Itulah tempat misteri!"   Seru Tio Bun Yang.   Ia merasa girang dan ia segera meleset ke depan menggunakan ilmu ginkang.   Akan tetapi, di saat itulah terjadi sesuatu yang aneh.   Ternyata tempat misteri itu tampak menjauhi dirinya.   Tio Bun Yang terus mengejarnya Menggunakan ginkang, namun tempat misteri yang dilihatnya itu pun semakin menjauh, bahkan akhirnya sirna dari pandangannya.   "Haaah?"   Bukan main herannya Tio Bun Yang! Ia berdiri termangu-mangu di gurun itu.   "Tempat misteri itu kok bisa hilang?"   Berselang sesaat, mendadak ia terbelalak karena melihat tempat misteri itu muncul lagi disebelah utara.   Segeralah ia meleset ke sana, tetapi, tempat misteri itu pun menjauhinya.   Tio Bun Yang terus mengejarnya, tetapi akhirnya tempat misteri yang dilihatnya itu kembali menghilang.   Ia berdiri di tempat dengan nafas memburu, lalu meneguk air minum yang di dalam kantong kulit.   "Haaah?"   Tio Bun Yang terkejut sekali, sebl air minum itu telah habis.   "Celaka!"   Serunya. Di saat bersamaan, tempat misteri itu muncul lagi di depannya. Tanpa membuang waktu ia langsung meleset ke arah depan, tapi tempat itu mendadak hilang lagi. Sedangkan Tio Bun Yang sudah lelah sekali, dan tenggorokannya pun mulai kering.   "Aaaah...!"   Keluhnya karena ia mulai kehausan lagi.   Ia berjalan sempoyongan.   Saat itu hari sudah mulai gelap.   Tiba-tiba tempat misteri itu muncul lagi di depannya.   Bukan main indahnya tempat itu karena tampak bergemerlapan.   Tio Bun Yang tidak lagi meleset menggunakan gingkang, sebab ia telah kelelahan.   Ia berjalan sempoyongan, dan puluhan langkah kemudian tempat misteri itu pun sirna perlahan-lahan.   "Aaaah...!"   Keluh Tio Bun Yang.   "Aku haus sekali! air! Air...!"   Matanya mulai berkunang-kunang, kemudian dia terkulai. Di saat itulah mendadak muncul seseorang. Ketika melihat Tio Bun Yang, orang itu tampak tertegun.   "Bun Yang..."   Serunya tak tertahan, lalu membopongnya pergi.   "Si... siapa?"   Tanya Tio Bun Yang lemah.   "Aku... aku haus sekali! Aku... aku mau minum...."   Orang itu tidak menyahut, tapi langsung membopongnya dan dibawanya melesat pergi. Akhirnya Tio Bun Yang pingsan dalam bopongan orang itu -oo0dw0oo      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   / Perlahan-lahan Tio Bun Yang membuka matanya.   Ternyata ia telah siuman.   Seketika ia meloncat bangun dengan mata terbelalak, karena mendapatkan dirinya berada di tempat yang amat indah.   Padahal ia masih ingat ketika dirinya kelelahan dan kehausan di Gurun Sih Ih, tiba-tiba muncul seseorang.   Teringat akan hal itu, segeralah ia menoleh, dan dilihatnya seorang bertubuh tinggi besar duduk di bawah pohon sambil meneguk arak.   "Terimakasih atas pertolongan, Tuan!"   Ucapnya "Ha ha ha!"   Orang itu tertawa gelak.   "Tidak bertemu beberapa tahun, engkau kok telah melupakan aku?"   "Siapa Tuan?"   Tio Bun Yang menatapi dengan penuh perhatian.   "Ha ha ha!"   Orang itu tertawa lagi.   "Engkau berkepandaian tinggi, tapi pelupa!"   "Tuan...."   Tio Bun Yang terus mengingat namun tidak bisa ingat siapa penolongnya "Maaf Tuan, aku memang lupa!"   "Bun Yang!"   Orang itu tersenyum.   "Kita pernah bertanding di daerah Miauw. Engkau yang membebaskan kedua orang tua Cing Cing. sudah ingatkah engkau?"   "Hah?"   Mulut Tio Bun Yang ternganga lalu "Paman Pahto! Paman Pahto...."   Betapa girangnya Tio Bun Yang. Ia langsung menghampirinya, lalu duduk di sisinya.   "Ha ha ha!"   Orang itu memang Pahto.   "Sudah ingatkah engkau sekarang?"   "Aku sudah ingat, Paman Pahto,"   Sahut Bun Yang gembira.   "Tak disangka kita bertemu di sini!" "Kalau aku tidak kebetulan melihatmu, miungkin engkau akan mati di Gurun Sih Ih,"   Ujar Pahto sambil tersenyum.   "Engkau berkepandaian tinggi tapi tak berpengalaman di gurun pasir."   "Terimakasih atas pertolongan Paman!"   Ujar Tio Bun Yang sambil memberi hormat.   "Ha ha ha!"   Pahto tertawa gelak.   "Engkau masih tetap sopan seperti beberapa tahun lalu!Aku menangkap ketua suku Miauw dan isterinya, puterinya justru ke Tionggoan minta bantuan kepada ayahmu! Namun malah engkau yang muncul di daerah Miauw bersama Cing Cing itu!"   "Aku masih ingat."   Tio Bun Yang tersenyum.   "Aku harus melewati tiga rintangan...."   "Engkau berhasil melewati tiga rintangan itu, kita pun bertanding. Aku kalah dan membebaskan kedua orang tua Cing Cing. Oh ya, gadis itu kelihatan mencintaimu lho!"   "Kini dia sudah bersuami."   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Eh?"   Pahto tertegun.   "Dari mana engkau tau dia sudah bersuami?"   "Beberapa bulan lalu, aku datang di daerah Miauw..."   Tutur Tio Bun Yang tentang itu dan menarnbahkan.   "Maka aku tahu Cing Cing sudah bersuami."   "Oooh!"   Pahto manggut-manggut.   "Engkau sungguh berjiwa besar! Demi mengobati para ketua tujuh partai besar, engkau datang di daerah Miauw mencari rumput Tanduk Naga!"   "Tapi kemudian...."   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Kenapa?"   Tanya Pahto sambil memandangnya "Ketika kami pulang ke Tionggoan, Goat Nio Hal 64-65 ga ada wew nyaris meloncat bangun.   "Ini... inikah tempat misteri yang kucari?"   "Betul."   Pahto mengangguk dan menjelaska "Tempat ini berada di tengah-tengah Gurun Si Ih. Bagi yang tidak tahu cuaca dan keadaan disini jangan harap bisa mencapai tempat ini."   "Oh?"   Tio Bun Yang memandangnya seraya bertanya.   "Kalau begitu, markas Kui Bin Pang berada di tempat ini?"   "Ya."   Pahto manggut-manggut.   "Markas itu berada di balik bukit, namun harus berhati-hati kalau kau mau ke sana, sebab di sana banyak jebakan."   "Paman Pahto...."   Tio Bun Yang menatapnya dengan mata tak berkedip.   "Kok Paman tahu cara mencapai tempat ini?"   "Ha ha ha!"   Pahto tertawa gelak.   "Aku pun ingin mencari ketua Kui Bin Pang."   "Apa?"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Air muka Tio Bun Yang berubal "Apakah Paman teman ketua Kui Bin Pang?"   "Ha ha ha!"   Pahto tertawa gelak lagi.   "Boleh dikatakan teman, tapi juga boleh dikatakan musuh."   "Maksud Paman?"   Tio Bun Yang bingung.   "Tenang!"   Pahto tersenyum.   "Yang jelas kita tidak mungkin bermusuhan malah aku akan membantumu."   "Oh?"   Tio Bun Yang berlega hati.   "Terimi kasih, Paman!"   "Bun Yang!"   Pahto menatapnya dalam-dalam.   "Beberapa tahun kita tidak bertemu, aku yakin kepandaianmu bertambah tinggi, maka tanganku pun jadi gatal nih."   "Paman...."   Tio Bun Yang menggelengkan kepala.   "Aku harap Paman jangan mengajakku bertanding, karena aku sedang pusing!" "Aku tahu itu."   Pahto tertawa.   "Tapi biar bagaimana pun kita harus bertanding sejenak."   "Tidak. Lebih baik aku mengaku kalah."   "Begini!"   Pahto menunjuk sebuah batu yang cukup besar di hadapan mereka, yang jaraknya kira-kira empat lima depa.   "Kita berdua duduk di sini, lalu mengerahkan lweekang untuk mengangkat batu itu. Siapa yang berhasil mengangkat lebih tinggi, berarti yang menang."   "Paman...."   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Hatiku sedang kacau...."   "Bun Yang!"   Pahto tampak tidak senang.   "Kalau engkau tidak mau bertanding dengan menggunakan cara itu, pertanda engkau tidak menghargaiku."   "Paman...."   Tio Bun Yang berpikir lama sekali, setelah itu barulah mengangguk.   "Baiklah. Mari kita bertanding dengan cara itu!"   "Bagus! Ha ha ha!"   Pahto tertawa gelak.   "Aku mulai lebih dulu."   "Silakan Paman!"   Sahut Tio Bun Yang. Pahto mulai menghimpun lweekangnya, kemudian perlahan-lahan menjulurkan sepasang telapak tangannya ke depan, dan mendadak membentak keras.   "Naik!"   Sungguh menakjubkan karena tiba-tiba batu itu terangkat ke atas, dan makin lama makin tinggi lalu berhenti, pada ketinggian beberapa depa. Setelah itu, batu tersebut merosot ke bawah perlahan-lahan ke tempat semula.   "Sungguh hebat lweekang Paman!"   Ujar Bun Yang memuji.   "Tidak bertemu beberapa tahun, lweekang Paman sudah bertambah tinggi." "Ha ha ha!"   Pahto tertawa terbahak-bahak "Jangan memuji, aku pun tahu lweekangmu makin tinggi. Ayoh, sekarang giliranmu!"   "Ya, Paman."   Tio Bun Yang mengangguk. Ia menarik nafas dalam-dalam mulai menghimpun Pan Yok Hian Thian Sin Kangnya, kemudian menjulurkan sepasang telapak tangan ke depan, dan mendadak membentak keras.   "Naik!"   Bukan main! Batu yang itu terangkat keatas dan makin lama makin naik, kemudian berhenti.   Sesungguhnya Tio Bun Yang masih mampu mengangkat batu itu lebih tinggi, namun ia tidak mau berbuat begitu.   Setelah itu, batu tersebut mulai merosot ke bawah perlahanlahan ke tempat mula.   "Hebat!"   Seru Pahto sambil menghela nafas panjang.   "Aku tahu, engkau tidak mau mempermalukan aku."   "Paman!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Lweekang kita seimbang, jadi kita tidak usah bertanding lagi ? "Ha ha ha!"   Pahto tertawa gelak.   "Kalau aku masih mengajakmu bertanding, berarti aku cari penyakit sendiri."   "Paman...."   "Bun Yang,"   Ujar Pahto sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Sejak kita berpisah di daerah Miauw, aku kembali ke Gunung Himalaya untuk menemui guruku. Aku terus berlatih di sana dengan harapan suatu hari akan mengalahkanmu. Hari tak disangka, aku tetap terjungkal di tanganmu."   "Jangan berkata begitu, Paman!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Sesungguhnya kepandaian Paman sudah tinggi sekali. Kalau bertanding sungguh sungguh, aku pasti kalah."   "Justru akan mempermalukan diriku sendiri."   Pahto menghela nafas panjang dan menambahkan "Selain berkepandaian tinggi, engkau pun berhati besar. Kalau engkau berhati jahat, entah apa jadinya rimba persilatan."   "Oh ya!"   Tio Bun Yang teringat sesuatu dan segera bertanya.   "Ketika aku berada di Gurun Si ih aku melihat tempat ini. Namun kemudian sirna begitu saja. Kenapa bisa begitu?"   "Itu cuma merupakan pantulan cahaya malam hari."   Pahto menjelaskan.   "Tempat ini kelihatan berada di arah barat, tapi sesungguhnya tidak berada di sana. Justru berada di tengahtengah Gurun Sih Ih."   "Oh?"   Tio Bun Yang terbelalak.   "Itu adalah kegaiban alam,"   Ujar Pahto di menambahkan.   "Siapa pun sulit mendatangi tempat ini, karena di sekitar tempat ini sering terjadi badai dan angin pun terus berhembus kencang. Tapi... di waktu tertentu, badai dan angin kencang akan berhenti sejenak. Itulah kesempatan untuk menerobos ke mari."   "Oooh!"   Tio Bun Yang manggut-manggut "Kok Paman tahu tentang itu?"   "Guruku yang memberitahukan,"   Sahut Pahto sambil menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan.   "Pendiri Kui Bin Pang tidak berhati jahil bahkan sering menolong kaum pedagang suku-suku yang tinggal di sekitar daerah Gurun Sih Ih. Pada suatu hari, pendiri Kui Bin Pang menyelamatkan dua anak kecil, kemudian dijadikan muridnya...."   Tio Bun Yang mendengarkan dengan penuh perhatian. Pahto menghela nafas panjang ia melanjutkan.   "Anak yang lebih besar itu berotak cerdas tapi sangat licik. Sedangkan yang kecil agak bodoh, tapi justru berhati bajik. Kedua anak itu kian harri kian bertambah besar dan kepandaian mereka pun bertambah tinggi, tapi yang kecil tetap di bawah tingkat yang besar. Guru mereka tahu akan sifat mereka yang mencolok itu, maka secara diam-diam guru itu mengajarkan kepandaian ilmu setingkat tinggi kepada anak yang kecil, tapi... justru diketahui oleh anak yang besar."   "Lalu bagaimana?"   Tanya Tio Bun Yang tertarik.   "Setelah kedua anak itu dewasa, pada suatu hari pendiri Kui Bin Pang jatuh sakit. Di saat itulah pendiri ia menyerahkan sebuah kitab kepada Si Bungsu, kitab itu adalah Pck Kut Im Sat Im Keng (Kitab Pusaka Pelajaran Lweekang hawa Dingin Beracun),"   Jawab Pahto sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Di saat itulah muncul murid tertua, yang langsung membunuh pendiri Kui Bin Pang dan merebut kitab pusaka tersebut."   "Hah?"   Tio Bun Yang terkejut bukan main.   "Bagaimana nasib Si Bungsu?"   Tanyanya.   "Untung dia berhasil meloloskan diri."   Pahto menghela nafas panjang.   "Si Bungsu langsung kabur ke Gunung Himalaya, kemudian berguru kepada seorang pertapa sakti di sana."   "Oooh!"   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Bagaimana Paman tahu begitu jelas tentang itu?"   "karena Si Bungsu itu adalah guruku."   Pahto Diberitahukan.   "Sedangkan murid murtad itu adalah kakak seperguruan guruku atau Pek Kut Lojin. Dia pula yang mengangkat dirinya sebagai ketua Kui Bin Pang, lalu mulai melakukan berbagai kejahatan. Akan tetapi, mendadak tiada kabar beritanya. Hingga kini sudah hampir seratus tahun, kira-kira sebulan lalu, guruku memperoleh informasi, bahwa di Tionggoan telah muncul Kui Bin Pang, dan sedang menuju ke Gurun Si ih Maka, guruku menyuruhku ke mari."   "Kenapa beliau menyuruh Paman ke mari!" "Untuk membasmi ketua Kui Bin Pang itu sebab guruku tahu bahwa ketua Kui Bin Pang pasti ke markas yang di tempat ini."   "Oooh!"   Wajah Tio Bun Yang berseri.   "Paman, kapan kita ke markas Kui Bin Pang itu?"   "Sekarang pun boleh."   "Kalau begitu, mari kita ke sana!"   "Baik."   Pahto mengangguk, kemudian tersenyum.   "Untung guruku telah memberitahukan mengenai semua jebakan yang ada di markas Kui Bin Pang itu, jadi kita tidak akan terjebak sana."   "Syukurlah!"   Ucap Tio Bun Yang.   Mereka berdua lalu meleset pergi menuju markas Kui Bin Pang, yang di belakang bukit.   Dapat dibayangkan betapa gembiranya Tio Bun Yang.   Di saat meleset ke sana, Pahto, menggunakan ginkang dan makin lama makin cepat.   Ternyata ia ingin menguji ginkang Tio Bun Yang Pemuda itu tersenyum dan terus mengikutinya, la tidak tertinggal setapak pun, sehingga membuat Pahto makin kagum kepadanya.   "Sungguh tinggi ginkangmu!"   Ujar Pahto sambil tertawa.   "Ginkangku masih berada di bawah tingkat ginkangmu."   "Tidak juga."   Tio Bun Yang tersenyum.   "Melainkan Paman mengalah kepadaku."   "Bun Yang!"   Pahto menghela nafas panjang.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Engkau memang bersifat baik. Walau berkepandaian tinggi, namun selalu merendahkan diri. aku kagum dan salut kepadamu."   "Paman...."   Tio Bun Yang cuma tersenyum, mereka berdua terus meleset ke arah markas Kui Bin Pang menggunakan ginkang.   -oo0dw0oo- Berselang beberapa saat kemudian, mereka berdua sudah tiba di suatu tempat di belakang bukit.   Pahto langsung berhenti, dan begitu pula Tio Bun Yang.   "   Tuh!"   Pahto menunjuk ke depan.   "Bangunan .. itu adalah markas Kui Bin Pang yang dilengkapi dengan berbagai jebakan. Walau aku sendiri tahu semua jebakan di sana, tapi kita harus tetap berhati-hati!"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk, lalu memandang ke arah bangunan itu.   "Paman, ada puluhan anggota Kui Bin Pang berada di sana"   "Kita harus membantai mereka."   Sahut Pahto "Paman!"   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Mereka tidak perlu kita bantai, tapi kita cukup memusnahkan kepandaian mereka."   "Bun Yang!"   Pahto menghela nafas panjang "Engkau masih tetap seperti dulu, tidak tega membunuh."   "Yaaah!"   Tio Bun Yang menarik nafas dalam dalam.   "Belum tentu mereka jahat semua, maka alangkah baiknya kita melepaskan mereka."   "Baiklah."   Pahto mengangguk.   "Mari kita kesana!"   Mereka berdua segera meleset ke sana, kemudian melayang turun di hadapan para anggota Kui Bin Pang.   "Haaah...?"   Betapa terkejutnya para anggota Kui Bin Pang. Bahkan salah seorang dari mereka langsung membentak.   "Siapa kalian? Sungguh besar nyali kalian menerobos ke mari!"   "Ha ha ha!"   Pahto tertawa gelak.   "Kau adalah anggota Kui Bin Pang, kalau aku tidak menghargai siauw hiap (Pendekar Kecil) ini, aku sudah membantai kalian!" "Siapa siauw hiap ini?"   Tanya orang itu.   "Dia adalah Tio Bun Yang."   Pahto memberitahukan.   "Kekasihnya bernama Siang Koan Goat Nio, ditangkap oleh ketua kalian. Maka, dia ke mari mencari kekasihnya itu."   Para anggota Kui Bin Pang itu saling memandang, kemudian salah seorang dari mereka berkata.   "Memang benar ketua kami menculik nona itu. Tapi... alangkah baiknya kalian segera pergi, kalau muncul Ngo Sat Kui, kalian pasti mati!"   "Bagus, bagus."   Pahto tertawa gelak.   "Dengan adanya ucapanmu itu, maka aku pun mengampuni kalian. Cepatlah kalian meninggalkan tempat ini!"   "Kami...."   Para anggota Kui Bin Pang tampak ragu.   "Ketua pasti akan membunuh kami...."   "Kalian tidak usah khawatir, sebab kami ke sini justru ingin membasminya."   Ujar Pahto meluaskan.   "Sekarang aku menyatakan Kui Bin Pang dibubarkan."   Ketegasan Pahto membuat mereka tertegun, semuanya saling memandang dengan penuh keheranan, lalu salah seorang dari mereka bertanya.   "Berdasarkan hak apa engkau berani menegaskan begitu?"   "Berdasarkan ini,"   Sahut Pahto sambil mem-perlihatkan sebuah medali. Begitu melihat medali itu, mereka langsung menjatuhkan diri berlutut.   "Kami memberi hormat kepada Ketua!"   Seru nrka serentak.   "Bagus, bagus."   Pahto tertawa gelak.   "Ternyata kalian masih mengenali medali ini! Nah sekarang kuperintahkan, kalian segera meninggalkan tempat ini!" "Ya, Ketua,"   Sahut mereka sambil bangkit berdiri.   "Terimakasih!"   Bersamaan itu, muncullah lima orang, yaitu Ngo Sat Kui. Mereka tampak terkejut ketika melihat Tio Bun Yang bersama seseorang, dan Toa Sat Kui segera membentak.   "Tio Bun Yang, sungguh bernyali engkau kemari! Tempat ini merupakan kuburan bagimu!"   "Di mana Goat Nio? Cepat lepaskan dia"   Sahut Tio Bun Yang.   "Ha ha ha!"   Toa Sat Kui tertawa gelak.   "Kekasihmu sedang bersenang-senang dengan ketua Ha ha ha...!"   "Apa?"   Wajah Tio Bun Yang pucat pias.   "Ngo Sat Kui!"   Bentak Pahto sambil memperlihatkan medali yang di tangannya.   "Kalian kenal medali ini?"   Begitu memandang medali itu, badan mereka tampak bergetar, kemudian mereka berlima saling memandang.   "Ha ha ha!"   Mendadak Toa Sat Kui tertawa gelak.   "Mau apa engkau memperlihatkan medali rongsokan itu?"   "Hah?"   Wajah Pahto berubah hebat.   "Engkau berani menghina medali ini? Engkau memang harus dihukum!"   "Ha ha ha!"   Toa Sat Kui tertawa lagi.   "Kini Kui Bin Pang sudah mempunyai ketua, maka medali itu tiada gunanya!"   "Oh?"   Pahto tertawa dingin.   "Jadi kalian berlima berani melawan medali peninggalan pendiri Kui Bin Pang ini?"   "Bahkan kami pun akan membunuh kalian berdua!"   Sahut Toa Sat Kui, lalu perintahkan para anggotanya menyerang Pahto dan Tio Bun Yang.   "Cepatlah kalian serang mereka!"   Akan tetapi, para anggotanya diam saja. "Kalian berani membangkang perintahku?"   Bentak Toa Sat Kui gusar.   "Kalian tidak takut dihukum mati?"   "Ha ha ha!"   Pahto tertawa seraya berseru.   "Para anggota Kui Bin Pang, cepatlah kalian lepaskan kedok setan itu dan segera meninggalkan tempat ini!"   "Ya!"   Sahut para anggota Kui Bin Pang itu, lalu segera melepaskan kedok setan masing-masing dan cepat-cepat meninggalkan tempat tersebut. Toa Sat Kui gusar bukan kepalang melihat tindakan mereka.   "Mari kita serang dia!"   Bentaknya. Seketika juga Ngo Sat Kui menyerang Pahto, Tio Bun Yang langsung menyingkir. Ia tidak mau membantu Pahto, sebab takut akan menyinggung perasaannya.   "Ha ha ha!"   Pahto tertawa gelak sambil berkelit, lalu balas menyerang.   Terjadilah pertarungan yang seru dan sengit Ngo Sat Kui menggunakan semacam formasi menyerang Pahto, sehingga membuat Pahto tampak kewalahan dan terdesak.   Tio Bun Yang mengerutkan kening menyaksikan keadaan Pahto.   Ia ingin turun tangan membantunya, namun khawatir akan menyinggung perasaannya.   Akan tetapi, kalau dia tinggal diam Pahto akan celaka.   Ia cemas sekali, namun mendadak wajahnya berseri sekaligus berseru.   "Melangkah ke kiri menggeser ke belakang Maju dan meloncat ke atas!"   Ternyata Tio Bun Yang memberi petunjuk kepada Pahto secara diam-diam.   Itu sungguh menggirangkan Pahto membuatnya tertegun, sebab tidak menyangka Tio Bun Yang mengerti tentang formasi itu.   Segeralah ia mengikuti petunjuk itu, lalu tampak pak formasi tersebut mulai kacau.   "Ha ha ha! Bun Yang, engkau sungguh hebat engkau!"   Seru Pahto sekaligus menyerang Ngo Sat Kui. Puluhan jurus kemudian, dua Setan Algojo telah terluka. Di saat itulah Toa Sat Kui melesat ke dalam bangunan itu berseru.   "Kalian berdua, tahan dia! Aku ke dalam melapor kepada ketua!"   "Mau kabur ke mana!"   Bentak Tio Bun Yang.   "Bun Yang, jangan mengejarnya!"   Seru Pahto lan menambahkan.   "Banyak jebakan di sana!"   Tio Bun Yang tidak jadi mengejar Toa Sat kui, dan tetap berdiri di tempat.   Sedangkan Pahto terus bertarung melawan kedua Setan Algojo.   Sementara itu, Kwee Teng An atau ketua Kui Bun Pang justru sedang duduk melamun di ruang tengah.   Mendadak muncul Toa Sat Kui, yang dengan nafas terengah-engah langsung memberi hormat dan melapor.   "Ketua! Para anggota telah meninggalkan tempat ini. Saudara-saudaraku sedang bertarung dengan seseorang yang memegang medali milik pendiri Kui Bin Pang."   "Apa?"   Kwee Teng An meloncat bangun.   "Siapa orang itu?"   "Aku tidak kenal,"   Sahut Toa Sat Kui dan menambahkan.   "Dia datang bersama Tio Bun Yang, dan telah melukai kedua saudaraku."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Apa?"   Kwee Teng An tampak terkejut kemudian tertawa dingin.   "Ha ha ha! Dia datang mau menolong Siang Koan Goat Nio? hm! Jangan bermimpi!"   "Ketua...!"   Sekonyong-konyong Kwee Teng An mengerahkan tangannya, dan Toa Sat Kui yang tidak berjaga-jaga itu terpukul dadanya.   "Aaaakh...!"   Jeritnya dan tubuhnya terpental ke belakang.   "Ketua...."   "Ha ha ha!"   Kwee Teng An tertawa terbahak bahak.   "Kalian berlima sudah tiada gunanya bagi ku! Ha ha ha...!"   "Ketua,"   Hatimu sungguh... sungguh kejam"   Badan Toa Sat Kui mulai berasap dan tak lama kemudian mulai mencair.   "Ha ha ha!"   Kwee Teng An terus tertawa kemudian meleset ke ruang bawah.   Siang Koan Goat Nio duduk bersandar dinding, kelihatannya seperti kehilangan sukma Pintu ruang itu terbuka dan Kwee Teng berjalan masuk sambil menatapnya, lalu berkata menggunakan ilmu Toh Hun Tay Hoat.   "Goat Nio, engkau harus ikut aku pergi!"   "   Ya."   Siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Bagus! Bagus! Ha ha ha!"   Kwee Teng tertawa gelak sambil melepaskan kedok setan kemudian menarik Siang Koan Goat Nio meninggalkan ruang bawah itu. Berselang beberapa saat kemudian setelah Kwee Teng An membawa Siang Koan Goat Nio pergi, muncullah Pahto dan Tio Bun Yang.   "Eeeh?"   Pahto mengerutkan kening.   "Ke kekasihmu tidak ada?"   "Celaka!"   Seru Tio Bun Yang dengan wajah pucat.   "Janganjangan telah dibawa pergi ketua Kui Bin Pang!" "Ngm!"   Pahto manggut-manggut.   "Jie Sat Kui memberitahukan kepada kita, bahwa Siang Koan Goat Nio dikurung di sini, tapi sekarang tidak ada berarti telah dibawa pergi oleh ketua Kui Bin Pang"   "Aaaah...!"   Keluh Tio Bun Yang.   "Kok kita tidak melihat mereka?"   "Tentunya mereka melalui jalan lain, maka kita tidak berpapasan dengan mereka,"   Ujar Pahto, ia kemudian teringat sesuatu.   "Oh ya, kita harus ke ruang lain menyelamatkan Toa Hu Hoat."   "Jie Sat Kui memberitahukan bahwa Toa Hu Hoat dikurung di ruang belakang. Mari kita ke luar!"   Sahut Tio Bun Yang. Mereka naik ke atas, kemudian menuju ruang belakang. Pahto membuka pintu itu, tampak Toa Hu Hoat di dalamnya.   "Saudara Kiam Heng!"   Panggil Tio Bun Yang.   "Saudara Bun Yang!"   Sahut Yo Kiam Heng lemah dan memberitahukan.   "Nona Siang Koan dikurung di ruang bawah."   "Dia tidak ada di sana,"   Ujar Tio Bun Yang sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Telah dibawa pergi oleh ketua Kui Bin Pang." 'Oh?"   Yo Kiam Heng tertegun, kemudian menghela nafas panjang.   "Saudara Bun Yang, Tiat Him telah tewas."   "Apa?"   Tio Bun Yang terbelalak.   "Dia telah tewas ?"   Yo Kiam Heng mengangguk.   "Dia tewas karena menolong Nona Siang Koan...."   Yo Kiam Heng menutur tentang kejadian dan Tio Bun Yang mendengar dengan wajah murung. "Kalian berdua harus segera meninggall tempat ini,"   Ujar Pahto memberitahukan.   "Sebab aku akan menghancurkan semua jebakan yang ada di sini."   "Paman...."   Tio Bun Yang merasa berat berpisah dengan Pahto.   "Ha ha ha!"   Pahto tertawa gelak.   "Bun Yang kita akan berjumpa lagi kelak. Percayalah!"   "Oh ya!"   Tio Bun Yang memperkenalkan mereka.   "Saudara Kiam Heng, paman ini bernama Pahto."   "Paman!"   Panggil Yo Kiam Heng sekali memperkenalkan dirinya.   "Namaku Yo Kiam Heng kakekku adalah Pelindung Perkumpulan Kui Pang."   "Ngmm!"   Pahto manggut-manggut sambil memperlihatkan medali itu. Begitu melihat medali tersebut, Yo Kiam Heng langsung berlutut memberi hormat.   "Ketua...."   "Ha ha ha!"   Pahto tertawa.   "Aku bukan ketua Kui Bin Pang, cepatlah engkau bangun!"   "Terimakasih!"   Yo Kiam Heng bangkit berdiri "Guruku adalah adik seperguruan Pek Kut Lojin."   Pahto memberitahukan. Yo Kiam Him terkejut, namun Pahto tersenyum dan berkata.   "Engkau panggil aku paman saja!"   "Ya, Paman."   Yo Kiam Heng mengangguk.   "Bun Yang....."   Pahto memberitahukan bagaimana cara meninggalkan tempat misteri itu.   "Kita berpisah di sini, kelak kita akan berjumpa kembali"   "Paman!"   Wajah Tio Bun Yang langsung berwajah murung. "Oh ya!"   Pahto memandangnya seraya berkata.   "Aku yakin ketua Kui Bin Pang kembali ke Tionggoan, jadi kalian berdua segera ke Tionggoan saja!"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Terima kasiih atas petunjuk Paman!"   "Cepatlah kalian tinggalkan tempat ini!"   Desak Pahto.   "Sebab aku harus segera menghancurkan lima jebakan yang ada di dalam bangunan ini."   "Paman,"   Ucap Tio Bun Yang.   "Sampai jumpa".   "Sampai jumpa, Bun Yang!"   Sahut Pahto sekaligus menghiburnya.   "Jangan cemas, engkau pun akan berkumpul kembali dengan kekasihmu"   "Terimakasih, Paman!"   Ucap Tio Bun Yang, lalu menarik Yo Kiam Heng meninggalkan bangunan itu. -oo0dw0oo- Tio Bun Yang dan Yo Kiam Heng duduk berhadapan di dalam kedai teh. Kini mereka berdua sudah berada di Giok Bun Kwan ( Perbatasan).    Seruling Gading Karya Kho Ping Hoo Seruling Gading Karya Kho Ping Hoo Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini