Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 32


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 32


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   "Apa rencanamu sekarang, Saudara Bun Yang"   Tanya Yo Kiam Heng sambil memandangnya.   "Engkau?"   Tio Bun Yang balik bertanya.   "Saudara Bun Yang,"   Jawab Yo Kiam heng sambil menghela nafas panjang.   "Aku teringat kepada Lam Kiong Soat Lan."   "Begini..."   Ujar Tio Bun Yang mengusul "Lebih baik kita ke markas pusat Kay Pang setelah itu barulah engkau berangkat ke Tayli"   "Ya."   Yo Kiam Heng manggut-manggut, namun mendadak berkeluh.   "Aaaah! Sungguh mengenaskan cara kematian Tiat Him, aku... harus membalaskan dendamnya!" "Saudara Kiam heng!"   Tio Bun Yang menggelenggelengkan kepala.   "Engkau bukan lawannya, jangan memikirkan soal balas dendam!! "Tapi Tiat Him...."   Yo Kiam Heng menghela nafas panjang.   "Dia... dia mati demi menolong Nona Siang Koan."   "Aku tahu itu,"   Ujar Tio Bun Yang berjanji "Aku pasti menuntut balas kepada ketua Kui Pang."   "Aku... aku harus membunuh ketua Kui Bin Pang dengan tanganku sendiri!"   Yo Kiam Heng berkertak gigi.   "Aku akan terus berlatih di Tayli"   "Saudara Kiam Heng...."   Tio Bun Yang menggelenggelengkan kepala.   "Aku bingung sekali."   "Kenapa bingung?"   "Entah dibawa ke mana Goat Nio, aku tidak tahu harus ke mana mencari mereka! Aaaah! aku...."   "Menurutku, ketua Kui Bin Pang pasti pergi ke Tionggoan. Mudah-mudahan kita akan bertemu dia di sana!"   "Mudah-mudahan!"   Sahut Tio Bun Yang.   "Ayoh, mari kita melanjutkan perjalanan!"   "Baik."   Yo Kiam Heng mengangguk.   Mereka berdua segera melanjutkan perjalanan menuju markas pusat Kay Pang.   Dalam perjalanan ini, Tio Bun Yang sering bertanya kepada orang tentang Siang Koan Goat Nio yang dibawa pergi oleh ketua Kui Bin Pang.   Akan tetapi, tiada seorang pun pernah melihat mereka.   "Aaaah...!"   Keluh Tio Bun Yang dengan wajah murung.   "Entah dibawa ke mana Goat Nio?"   "Tenanglah, Saudara Bun Yang!"   Ujar Yo kiam Heng menghiburnya.   "Aku yakin engkau pasti akan bertemu Nona Siang Koan." "Tapi...."   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala dan matanya mulai bersimbah air.   "Goat Nio...."   Tujuh delapan hari kemudian, mereka berdua baru tiba di markas pusat Kay Pang. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong memandang mereka dengan penuh keheranan, karena mereka tidak menyangka kalau Tio Bun Yang akan muncul bersama Yo Kiam Heng.   "Kakek, Kakek Gouw!"   Panggil Tio Bun Yang "Lo cianpwee!"   Panggil Yo Kiam Heng sambil memberi hormat.   "Kalian duduklah!"   Sahut Lim Peng Hang "Bun Yang, engkau kok ke mari bersama Kiam Heng? Di mana Goat Nio?"   "Kakek...."   Tio Bun Yang menutur tentang semua kejadian itu dan menambahkan dengan wajah murung.   "Tapi aku tetap tidak bertemu Goat Nio."   "Bun Yang...."   Lim Peng Hang menghela nafas panjang.   "Engkau masih mujur,"   Ujar Gouw Han Tionj "Kalau tidak muncul Pahto, engkau pasti mati di Gurun Sih Ih."   "Aaaah...!"   Keluh Tio Bun Yang.   "Lebih baik aku mati di Gurun Si Ih...."   "Bun Yang!"   Bentak Lim Peng Hang bernada gusar.   "Percuma engkau jadi lelaki! Menghadapi sedikit percobaan saja kau sudah begini macam. Tahukah engkau bagaimana pengalaman ayah mu?"   "Aku tahu...."   Tio Bun Yang menundukkan kepala.   "Kakek, maafkan aku!"   "Yaaah!"   Lim Peng Hang mengehela nafas "Kakek tahu bagaimana perasaanmu, namun engkau harus tabah!"   "Ya, Kakek."   Tio Bun Yang mengangguk. "Kasihan Kwan Tiat Him!"   Ujar Lim Peng Hang sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Dia mati demi menepati janjinya."   "Padahal aku sudah memperingatkannya, tapi dia tidak mau mendengar sama sekali,"   Ujar Yo Kiam Heng dengan air mata berlinang.   "Oleh karena itu, aku harus menuntut balas!"   "Menuntut balas?"   Gouw Han Tiong menatapnya.   "Dengan apa engkau membalaskan dendamnya?"   "Aku...."   Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala.   "Kalau pun aku harus terus menerus berlatih, belum tentu dapat melawan ketua Kui Bin Pang itu."   "Engkau tahu siapa dia?"   Tanya Gouw Han Tiong.   "Tidak tahu."   Yo Kiam Heng menggelengkan kepala.   "Kepandaiannya tinggi sekali, terutama ilmu Pek Kut Im Sat Kangnya."   "Jadi...."   Gouw Han Tiong mengerutkan kening,.   "Kwan Tiat Him terkena ilmu pukulan itu, maka badannya mencair?"   "Ya."   Yo Kiam Heng mengangguk.   "Aaaah, mati harus bagaimana memecahkan ilmu itu? entah ilmu itu mengandung racun pula."   "Bun Yang!"   Lim Peng Hang menatapnya seraya berpesan.   "Kalau kelak engkau berhadapan dengan ketua Kui Bin Pang itu, haruslah berhati-hati!"   "Ya, Kakek."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Kiam Heng!"   Lim Peng Hang memandangnya.   "Apa rencanamu sekarang?"   "Aku... aku..."   Jawab Yo Kiam Heng dengan wajah agak kemerah-merahan.   "Aku ingin ke Tayli "Ke Tayli?"   Lim Peng Hang tertegun. "Kakek!"   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Dia ke Tayli ingin menemui Lam Kiong Soat Lan"   "Oooh!"   Lim Peng Hang manggut-manggut sambil tersenyum.   "Kiam Heng ternyata engkau jatuh hati kepada gadis itu!"   "Aku...."   Yo Kiam Heng menundukkan kepala "Dia memang cantik dan lincah. Engkau sangat cocok menjadi pasangannya."   Ujar Lim Peng Hang dan bertanya.   "Kapan engkau akan berangkat ke Tayli?"   "Besok,"   Sahut Yo Kiam Heng.   "Ngmm!"   Lim Peng Hang manggut-manggu "Tentunya kami tidak akan menahanmu di sini silakan berangkat!"   "Terimakasih, Lo cianpwee!"   Ucap Yo Kiam Heng.   Keesokan harinya, berangkatlah Yo Kiam Heng ke Tayli.   Sedangkan Tio Bun Yang tetap tinggal di markas pusat Kay Pang.   -oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh empat Jatuh ke jurang Tidak salah.   Kwee Teng An yang membawa pergi iSang Koan Goat Nio, memang menuju Tionggoan.   Kini mereka telah tiba di suatu tempat dekat jurang di Gunung Heng San.   Tempat itu dinamai Ban Hoa Ngai (Tebing Selaksa Bunga).   Karena di sana banyak bunga beraneka warna.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Sungguh indah Ban Hoa Ngai ini!"   Ujar Kwee Teng an.   "Goat Nio, engkau menyukai tempat ini?" "Entahlah."   Siang Koan Goat Nio menggelengkan kepala sambil memandang hampa pada tempat tersebut.   "Goat Nio...."   Kwee Teng An menatapnya dengan mesra.   "Terus terang, aku sungguh mencintaimu!"   "Aku tidak tahu."   Siang Koan Goat Nio mengalengkan kepala.   "Goat Nio...."   Kwee Teng An ingin mengatakan sesuatu, namun mendadak keningnya tampak berkerut, karena mendengar suara langkah yang halus sekali. Segeralah ia menolehkan kepalanya, tampak seorang tua pincang berdiri di belakangan sambil menyengir.   "Asyiiik!"   Ujar orang tua pincang itu.   "Berdua di tempat yang indah seperti ini memang mengasyikkan."   "Siapa engkau?"   Tanya Kwee Teng An bernada tidak senang.   "Anak muda!"   Orang tua pincang menggeleng gelengkan kepala.   "Pertanyaanmu sungguh kasar Apakah karena aku telah mengganggumu?"   "Sudah tahu kenapa belum mau pergi?"   Sahut Kwee Teng An ketus.   "Ayoh, cepatlah pergi!"   "Ha ha ha! Orang tua pincang itu tertawa "Eh?"   Orang tua pincang terbelalak.   "Anak muda, kenapa engkau tak tahu sopan santun Aku sudah tua, namun engkau masih membent bentakku?"   "Hm!"   Dengus Kwee Teng An.   "Kalau engkau tidak mau pergi, jangan katakan aku kejam!"   "Oh, ya?"   Orang tua pincang tertawa gelak "Ha ha ha! Anak muda, sikapmu sungguh sombong!"   "Jadi engkau masih belum mau pergi?"   Wajah Kwee Teng An mulai berubah kehijau-hijauan "Ha ha ha!"   Orang tua pincang tertawa terbahak-bahak.   "Engkau cukup tampan, tapi kenapa begitu kasar dan kurang ajar?"   Kwee Teng An tidak menyahut, tapi sepasang matanya terus memelototinya.   "Gadis itu cantik sekali, tapi...."   Orang pincang menatap Siang Koan Goat Nio dengan penuh perhatian.   "Heran? Kenapa seperti tak bersukma? Hei! Gadis cantik, siapa engkau?' "Aku...."   Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala.   "Entahlah."   "Hah?"   Orang tua pincang terbeliak.   "Gadis cantik, engkau...."   "Orang tua!"   Bentak Kwee Teng An dingin.   "Kalau engkau masih tetap tidak mau pergi, berarti engkau cari penyakit!"   "Ha ha ha!"   Orang tua pincang tertawa.   "Aku memang ingin cari penyakit di sini!"   "Baik. Sambutlah seranganku!"   Seru Kwee Teng An sambil menyerangnya.   "Wuah, hebat sekali kepandaianmu!"   Sahut orang tua pincang sekaligus berkelit.   "Hmm!"   Dengus Kwee Teng An dingin.   "Lumayan juga kepandaianmu, tua bangka! Coba sambut lagi seranganku ini!"   "Pasti kusambut! Ayoh, cepatlah serang aku!"   Kwee Teng An tidak menyahut, tapi langsung menyerang.   Orang tua pincang cepat-cepat berkelit dan balas menyerangnya.   Puluhan jurus kemudian, orang tua pincang semakin terkejut, karena tidak menyangka kalau pemuda di hadapannya itu berkepandaian begitu tinggi "Tua bangka!"   Bentak Kwee Teng An sambil menghentikan serangannya.   "Ha ha ha!"   Orang tua pincang menarik nafas "Engkau tidak berani menyerangku lagi?"   "Tua bangka!"   Sahut Kwee Teng An sambil mengerahkan Pek Kut Im Sat Kang.   "Kini aku akan mencabut nyawamu dengan Pek Kut Im Ciang!"   "Hah? Apa?"   Wajah orang tua pincang berubah pucat dan mendadak ia meleset pergi laksana kilat "Ha ha ha!"   Kwee Teng An tertawa.   "Tua bangka! Untung engkau cepat kabur! Kalau tidak engkau pasti mati di tanganku!"   Siapa orang tua pincang itu? Ternyata guru Sie Keng Hauw, yang kebetulan melewati tempat itu.   Lantaran melihat Kwee Teng An Siang Koan Goat Nio, dan mengira bahwa mereka berdua adalah sepasang kekasih, maka ia ingin menggoda.   Akhirnya ia malah bertarung den Kwee Teng An.   Ketika pemuda itu menyebut Kut Im Sat Ciang, tahulah orang tua pincang siapa pemuda itu, maka ia buru-buru kabur, karena tahu akan kelihayan ilmu tersebut.   Sementara Siang Koan Goat Nio tetap berdiri mematung di tempat, Kwee Teng An mendekatinya sambil tersenyum lembut.   "Goat Nio,"   Ujarnya.   "Aku telah mengi orang gila itu. Dia kemari ingin mengganggu kita "Oh?"   Siang Koan Goat Nio tidak memperlihatkan reaksi apa pun.   "Goat Nio!"   Kwee Te An memandangi.   "Mari kita duduk!"   Siang Goat Nio mengangguk lalu duduk. Teng An pun duduk di hadapannya, setelah itu Teng An terus menatapnya tajam sambil mengerahkan ilmu Toh Hun Tay Hoat. "Goat Nio!"   "Ya."   "Engkau harus menuruti semua perintahku!"   "Ya."   "Sekarang... engkau harus melepaskan pakaianmu. Cepaat!"   "Ya."   Siang Koan Goat Nio mulai melepaskan pakaiannya, tapi mendadak ia kelihatan tersentak.   "Tidak! Aku tidak boleh melepaskan pakaianku di hadapanmu, tidak boleh!"   "Boleh! Engkau harus cepat melepaskan pakaianmu!"   Ujar Kwee Teng An, suaranya mengandung suatu kekuatan yang tak dapat dilawan.   "Ya."   Siang Koan Goat Nio mengangguk, Namun mendadak dalam batinnya timbul perlawanan.   "Tidak! Tidak!"   "Goat Nio!"   Kwe Teng An terus menatapnya tajam.   "Engkau harus tidur bersamaku!"   "Aku...."   Mendadak Siang Koan Goat Nio bangkit berdiri.   "Tidak! Tidak!"   "Goat Nio!"   Kwee Teng An juga bangkit berdiri dan terus mengerahkan Toh Hun Tay Hoat "Engkau harus menuruti semua perintahku! cepat buka pakaianmu!"   "Aku...."   Siang Koan Goat Nio termundur-bhimlur.   "Aku...."   "Jangan takut, aku sangat mencintaimu! Mari kita bersenang-senang!"   Kwee Teng An mendekatinya.   "Tidak!"   Siang Koan Goat Nio terus melangkah mundur, sama sekali tidak menyadari bahwa di belakangnya ada jurang yang menganga "Goat Nio!"   Kwee Teng An tampak penasaran sekali, Ia memang sudah berniat memperkosanya di tempat tersebut.   "Goat Nio...."   Mendadak pemuda itu merentangkan sepasang tangannya, kemudian menerjang ke arah Siang Koan Goat Nio dengan maksud memeluknya. Akan tetapi, mendadak gadis itu meloncat ke belakang.   "Haaah?"   Betapa terkejutnya Kwee Teng karena loncatan itu justru ke arah mulut jurang "Goat Nio...."   "Aaaakh...!"   Jerit Siang Koan Goat Nio badannya terus merosot ke bawah jurang yang dalamnya ribuan kaki.   "Goat Nio! Goat Nio...!"   Teriak Kwee Teng An sambil memandang ke dalam jurang. Badan Siang Koan Goat Nio makin kecil, akhirnya lenyap dari pandangannya. Kwee Teng An berdiri termangu-mangu dipinggir jurang itu, kemudian menggeleng-gelengkan kepala sambil bergumam.   "Sungguh sayang sekali! Aku belum menikmati tubuhnya dia sudah keburu jatuh ke jurang Tapi aku merasa puas sekali karena Tio Bun Yang sudah kehilangan dirinya! Ha ha ha...!"   Kwee Teng An tertawa gelak, sejurus kemudian barulah berhenti dan mulai berpikir.   Kini Kui Bin Pang telah bubar, lagi pula percuma jadi ketua Kui Bin Pang! Kepandaianku sudah tinggi sekali seharusnya aku memanfaatkan kepandaiianku untuk hidup senang.   Betul! Betul! Aku harus ke ibu kota, siapa tahu akan hidup senang dan mewah di sana.   Setelah berpikir sampai ke sana, maka ia mengambil keputusan untuk berangkat ke ibu kota.   "Ha ha ha!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Kwee Teng An tertawa terbahak-bahak, kemudian meleset pergi.   Di saat itulah muncul seorang tua pincang dari balik pohon dengan kening berkerut-kerut, ternyata apa yang terjadi tadi tidak lewat dari matanya.   Orang tua pincang itu memang cerdik.   Setelah melesat pergi, mendadak ia kembali lagi lalu sembunyi di belakang pohon.   Karena Kwee Teng An sedang mengerahkan ilmu Toh Hun Tay Hoat, maka tidak tahu akan keberadaan orang tua pincang itu.   Betapa terkejutnya orang tua pincang itu ketika melihat Siang Koan Goat Nio meloncat ke belakang, tepatnya ke mulut jurang itu, sehingga membuatnya nyaris menjerit kaget.   Setelah Kwee Teng An meleset pergi, barulah orang tua pincang itu muncul.   Ia berdiri di pingir jurang itu sambil memandang ke bawah.   "Aaaah...!"   Orang tua pincang itu menghela nafas panjang.   "Sungguh kasihan gadis itu! Tidak mungkin bisa hidup...."   Gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Padahal pemuda itu telah menggunakan Toh Hun Tay Hoat, tapi batin gadis itu masih bisa melawan ilmu sesat tersebut! Heran? Sebetulnya siapa gadis itu?"   Lama sekali orang tua pincang itu termangu mangu di pinggir jurang, setelah itu menggeleng gelengkan kepala lagi dan melesat pergi.   -oo0dw0oo- Yo Kiam Heng yang berangkat ke Tayli telah tiba di kerajaan tersebut, dan langsung ke istana Tentunya pengawal kerajaan tidak memperbolehkannya masuk.   "Maaf!"   Ucap Yo Kiam Heng dan memberitahukan.   "Aku ke mari ingin menemui Nona Lam Kiong."   "Engkau siapa dan ada urusan apa ingin menemui Nona Lam Kiong?"   Tanya salah seorang pengawal sambil menatapnya.   "Namaku Yo Kiam Heng, teman Nona Lan Kiong." "Oooh!"   Pengawal itu segera memberi hormat. Maaf, aku tidak tahu kedatangan Yo tayhiap!"   "Eh?"   Yo Kiam Heng terbelalak.   "Yo tayhiap!"   Pengawal itu tersenyum.   "Nona lam Kiong telah berpesan kepada kami, apabila Yo tayhiap ke mari, kami harus mempersilahkan masuk."   "Oh?"   Wajah Yo Kiam Heng berseri.   "Terima-kasih!"   "Yo tayhiap,"   Bisik pengawal itu.   "Beberapa hari ini Nona Lam Kiong terus melamun, mungkin memikirkan Yo tayhiap. Oleh karena itu, Yo Hiap harus membuat kejutan!"   "Kejutan apa?"   Yo Kiam Heng heran.   "Nona Lam Kiong sering duduk seorang diri di halaman, Yo tayhiap masuk saja!"   Ujar pengawal itu melanjutkan.   "Kemunculan Yo tayhiap yang mendadak, tentu akan mengejutkannya."   "Oooh!"   Yo Kiam Heng manggut-manggut lalu bertanya.   "Di mana halaman itu?"   "Dari sini terus berjalan ke dalam. Di halaman itu terdapat taman bunga."   Pengawal itu memberitahukan.   "Tadi Nona Lam Kiong duduk di sana"   "Terimakasih!"   Ucap Yo Kiam Heng lalu berjalan ke dalam. la tak begitu tergesa-gesa, namun tak lama setelah sampai di taman bunga itu. Dilihatnya seorang gadis cantik duduk termenung di situ, yang tidak lain Lam Kiong Soat Lan.   "Adik Soat Lan! Adik Soat Lan!"   Panggil Kiam Heng sambil mendekatinya dengan wajah berseri-seri.   "Haa?"   Lam Kiong Soat Lan terkejut cepat-cepat menoleh. Ketika melihat Yo Kiam Heng, ia justru mengira bahwa matanya telah salah lihat. Maka, ia mengucek-ucek matai "Kakak Kiam Heng? Kakak Kiam Heng...." "Adik Soat Lan!"   Yo Kiam Heng berdiri hadapannya, sekaligus memandangnya dengan mata berbinar-binar.   "Adik Soat Lan...."   "Kakak Kiam Heng!"   Seru Lam Kiong Soat Lan girang sambil meloncat bangun.   "Aku... bukan dalam mimpi?"   "Adik Soat Lan,"   Ujar Yo Kiam Heng sambil tersenyum lembut.   "Aku telah berdiri di hadapanmu, bagaimana mungkin dalam mimpi?"   "Kakak Kiam Heng...."   Lam Kiong Soat Lan langsung mendekap di dadanya.   "Kakak Kiam Heng...."   "Adik Soat Lan...."   Yo Kiam Heng membelainya dengan penuh kasih sayang.   "Aku kemari menengokmu, engkau girang?"   "Aku... aku girang sekali."   Lam Kiong Soat Lan terisak-isak saking girangnya. Kemunculan Yo Kiam Heng yang mendadak itu memang merupakan suatu kejutan yang menggembirakan "Soat Lan!"   Tiba-tiba terdengar suara memanggilnya, kemudian muncul Toan Beng Kiat dan Bokyong Sian Hoa.   "Soat Lan!"   "Aku di sini."   Sahut Lam Kiong Soat Lan dengan suara rendah. Toan Beng Kiat dan Bokyong Sian Hoa langsung ke taman bunga itu. Begitu melihat Lam Kiong Soat Lan berpelukpelukan dengan seorang pemuda, terbelalaklah mereka.   "Soat Lan!"   Panggil Toan Beng Kiat .   "Beng Kiat, dia...."   Sahut Lam Kiong Soat Lan. Di saat bersamaan, Yo Kiam Heng menolehkan kepalanya sambil tersenym.   "Saudara Kiam Heng!"   Seru Toan Beng Kiat tertahan.   "Engkau...."   Yo Kiam Heng melepaskan pelukannya, kemudian menghampiri Toan Beng Kiat sambil memberi hormat.   "Saudara Beng Kiat, kita bertemu kembali."   "Saudara Kiam Heng...."   Toan Beng Kiat terus memandangnya.   "Oh ya, di mana Saudara Tiat. Kenapa dia tidak datang bersamamu?"   "Dia...."   Yo Kiam Heng menghela nafas panjang "Dia telah tewas."   "Haah?"   Bukan main terkejutnya Toan Beng Kiat "Bagaimana kejadian itu? Bolehkah dituturkan?"   "Ng!"   Yo Kiam Heng langsung menutur tentang kejadian yang menimpa Kwan Tiat Him.   Toan Beng Kiat, Bokyong Sian Hoa dan Lam Kiong Soat Lan mendengarkan penuturan sambil menggeleng-gelengkan kepala.   Kemudian Toan Beng Kiat menghela nafas panjang seraya berkata.   "Sungguh kasihan Saudara Tiat Him, dia ber korban demi menolong Goat Nio!"   "Kakak Kiam Heng,"   Tanya Lam Kiong Soat Lan.   "Apakah Kakak Bun Yang berhasil menyelamatkan Goat Nio?"   "Goat Nio dibawa pergi oleh Ketua Kui Bin Pang."   Yo Kiam Heng memberitahukan tentang itu.   "Saudara Bun Yang mengajakku ke markas pusat Kay Pang, setelah itu barulah aku ke mari "Jadi Bun Yang masih berada di markas pusat Kay Pang?"   Tanya Toan Beng Kiat.   "Ya."   Yo Kiam Heng mengangguk.   "Kasihan Kakak Bun Yang, dia pasti cemas dan sedih karena belum berkumpul kembali dengan Goat Nio,"   Ujar Lam Kiong Soat Lan sambil menghela nafas panjang. "Kakak Soat Lan,"   Sela Bokyong Sian IM sambil tersenyum.   "Sebelum Kakak Kiam Heng ke mari, bukankah engkau sangat cemas dan sedih? Kini wajahmu baru kelihatan berseri-seri.   "   "Sian Hoa...."   Lam Kiong Soat Lan cemberut "Hi hi hi!"   Bokyong Sian Hoa tertawa geli "Saudara Kiam Heng!"   Toan Beng Kiat menatapnya.   "Engkau tahu Ketua Kui Bin Pang membawa Goat Nio ke mana?"   "Entahlah."   Yo Kiam Heng menggeleng kepala.   "Kalau tahu, saudara Bun Yang dan aku pasti sudah pergi mengejarnya."   "Aaaah...!"   Toan Beng Kiat menghela nafas.   "Itu merupakan cobaan berat bagi Bun Yang, mudah-mudahan dia bisa tabah menghadapinya!"   "Kakak Bun Yang pasti tabah,"   Ujar Lam Kiong Soat Lan.   "Aku yakin dia akan segera pasti kumpul kembali dengan Goat Nio."   "Itu yang kita harapkan!"   Yo Kiam Heng manggut-manggut.   "Kakak Kiam Heng,"   Ujar Lam Kiong Soat Lan dengan suara rendah.   "Mari kita ke dalam menemui kedua orang tuaku!"   "Ya."   Yo Kiam Heng mengangguk.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Sungguh kebetulan sekali!"   Toan Beng Kiat memberitahukan.   "Kedua orang tua Soat Lan sedang bercakap-cakap dengan kedua orang tuaku di ruang tengah. Mari kita ke dalam!"   Mereka berjalan menuju ke ruang tengah. Begitu melihat kehadiran pemuda asing itu, kedua orang tua Lam Kiong Soat Lan dan kedua orang Toan Beng Kiat semuanya terbelalak.   "Ayah, Ibu!"   Panggil Lam Kiong Soat Lan berseri dan memperkenalkan.   "Dia... dia adalah Kiam Heng." "Paman, Bibi!"   Yo Kiam Heng segera memberi hormat.   "Terimalah hormatku!"   "Oooh!"   Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut sambil tersenyum.   "Ternyata engkau adalah Yo Kiam Heng yang membuat putriku terus melamun! Ha ha ha...!"   "Ayah!"   Wajah Lam Kiong Soat Lan memerah.   "Jangan mengada-ada! Aku...."   "Ayah tidak mengada-ada, melainkan berkata sesungguhnya,"   Sahut Lam Kiong Bie Liong tertawa lagi.   "Ha ha ha...!"   "Kiam Heng!"   Toan Pit Lian menatapi dengan penuh perhatian seraya bertanya.   "Bukankah engkau punya seorang teman bernama Kwee Tiat Him? Kenapa dia tidak ikut ke mari?"   "Dia...."   Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala.   "Dia telah tewas di tangan Ketua Kui Bin Pang."   "Oh?"   Toan Beng Kiat mengerutkan kening "Bagaimana kejadiannya?"   "Malam itu...."   Yo Kiam Heng menutur mengenai kejadian tersebut dan menambahkan.   "Tiat Him mati secara mengenaskan, maka aku harus membalaskan dendamnya."   "Kakak Kiam Heng...."   Lam Kiong Soat Lan terkejut.   "Apakah Bun Yang berhasil menyelamatkan Goat Nio?"   Tanya Toan Wie Kie.   "Tidak."   Yo Kiam Heng menghela nafas panjang.   "Karena Ketua Kui Bin Pang keburu membawa pergi Goat Nio."   "Aaah...!"   Toan Wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.   "Kasihan Bun Yang, dia belum berkumpul dengan Goat Nio...."   "Bagaimana kepandaian Ketua Kui Bin Pang itu?"   Tanya Lam Kiong Bie Liong mendadak."Apakah tinggi sekali?" "Kepandaiannya memang tinggi sekali."   Yo Kiam Heng mengangguk.   "Terutama ilmu Pek Kut Im Sat Ciangnya. Siapa yang terkena ilmu pukulan itu, badannya pasti mencair."   "Oh?"   Lam Kiong Soat Lan merinding.   "Jadi...."   Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening.   "Ilmu pukulan itu mengandung racun?"   "Ya."   Yo Kiam Heng mengangguk.   "Mengandung racun yang amat ganas, dan tiada obat penawarnya."   "Ngmmm!"   Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut, kemudian menatap Yo Kiam Heng dengan penuh perhatian seraya bertanya.   "Betulkah engkau mencintai putri kami ini?"   "Ya,"   Sahut Yo Kiam Heng cepat sambil mengangguk.   "Engkau tahu tentang keluarga Lam Kiong?"   Tanya Lam Kiong Bie Liong mendadak.   "Aku pernah mendengar,"   Ujar Yo Kiam Heng.   "Keluarga Lam Kiong terkenal akan senjata rahasianya, juga sangat disegani lawan maupun kawan "   "bahkan juga ada satu peraturan,"   Tambah giok siauw sin hiap Toan Pit Lian sambil tersenyum.   "Peraturan apa?"   Tanya Yo Kiam Heng hen "Seperti apa yang pernah kami alami...."   To Pit Lian memberitahukan.   "Karena aku mencintai Kakak Bie Liong, maka ibunya menguji kepandaianku."   "Ibu!"   Protes Lam Kiong Soat Lan.   "Mana ada peraturan itu dalam keluarga Lam Kiong?"   "Ada."   Toan Pit Lian mengangguk.   "Itu bohong!"   Lam Kiong Soat Lan cemberut "Ibu cuma mengada-ada!"   "Soat Lan,"   Sela Toan Wie Kie.   "Ibu tidak bohong, itu memang merupakan peraturan Lam Kiong turun-temurun." "Tapi...,"   Ujar Lam Kiong Soat Lan.   "Di sini Tayli, bukan di rumah keluarga Lam Kiong lbu"   "Peraturan keluarga Lam Kiong tetap berlaku di mana saja,"   Sahut Lam Kiong Bie Liong sambil tersenyum.   "Oleh karena itu, Yo Kiam Heng harus bertanding dengan ayah tiga jurus!"   "Ayah!"   Lam Kiong Soat Lan mengerutkan kening.   "Hapus saja peraturan itu, aku...."   "Soat Lan,"   Sahut Lam Kiong Bie Liong.   "Itu adalah peraturan leluhur, bagaimana mungkin ayah menghapusnya?"   "Adik Soat Lan!"   Yo Kiam Heng tersenyum "Aku harus mentaati peraturan tersebut, jangan mengecewakan ayahmu!"   "Tapi...."   Lam Kiong Soat Lan menggeleng-gelengkan kepala, kemudian bertanya kepada Lam Kiong Bie Liong.   "Ayah, bagaimana kalau Kakak Kiam Heng tidak sanggup bertahan dalam tiga jurus?"   "Tentunya dia harus segera angkat kaki dari sini,"   Jawab Lam Kiong Bie Liong.   "Haaah...?"   Wajah Lam Kiong Soat Lan berubah pucat.   "Ayah...."   "Adik Soat Lan!"   Yo Kiam Heng tersenyum lembut.   "Engkau tenang saja! Aku pasti sanggup bertahan."   "Tapi...."   Lam Kiong Soat Lan menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku khawatir...."   "Tidak usah khawatir!"   Yo Kiam Heng tampak tenang sekali. Ia berjalan ke tengah-tengah ruangan ituu, lalu memberi hormat kepada Lam Kiong Liong seraya berkata.   "Paman, aku mohon petunjuk!"   "Bagus! Bagus!"   Lam Kiong Bie Liong menghampirinya sambil terawa gelak.   "Ha ha ha...!" "Paman,"   Tanya Yo Kiam Heng.   "Kita bertarung menggunakan senjata atau tangan kosong ?"   "Kita pakai pedang saja,"   Sahut Lam Kiong Liong sambil menghunus pedangnya.   "Oh ya, engkau tidak punya pedang?"   "Punya."   Perlahan-lahan Yo Kiam Heng melepaskan pedangnya yang dililitkan di pinggang-yaitu pedang lemas.   "Kiam Heng!"   Lam Kiong Bie Liong memberitahukan.   "Kita bertanding cukup tiga jurus saja. Apabila engkau sanggup bertahan, kami pasti merestui kalian."   "Terimakasih, Paman!"   Ucap Yo Kiam Heng dan bertanya.   "Apakah aku boleh balas menyerang?"   "Tentu boleh."   Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut, lalu mulai mengerahkan lweekang nya. Begitu pula Yo Kiam Heng, pemuda itu pun mulai menghimpun lweekangnya siap menghadapi serangan yang akan dilancarkan Lam Kiong Bie Liong.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Hati-hati!"   Seru Lam Kiong Bie Liong dan mendadak menyerang.   Lam Kiong Bie Liong menggunakan Teng Yang Kiam Hoat (Ilmu Pedang Surya), menyerang Yo Kiam Heng dengan jurus Thay Yang Poh Cin (Surya Memancarkan Cahaya).   Tampak pedang Lam Kiong Bie Liong berkelebatan memancarkan cahaya mengarah ke pemuda itu.   Yo Kiam Heng tidak berkelit, melainkan menggunakan Teng Hai Kiam Hoat (Ilmu Pedang Menenangkan Laut), mengeluarkan jurus Kiam Khi Peng Lang (Hawa Pedang Membendung Ombak) menangkis serangan Lam Kiong Bie Liong.   Trang! Terdengar suara benturan pedang.   Yo Kiam Heng terdorong ke belakang lima ingkah, sedangkan Lam Kiong Bie Liong hanya tiga langkah.   "Bagus! Bagus! Ha ha ha!"   Lam Kiong Bie Liong tertawa gembira.   "Aku tak menyangka kalau engkau mampu menangkis seranganku! Nah, sambutlah jurus kedua ini!"   Lam Kiong Bie Liong menyerangnya dengan jurusan Jit Cut Tang Hong (Surya Terbit Di Ufuk Timur), yang bukan main lihay dan dahsyatnya.   Yo Kiam Heng tampak terkejut, namun tetap tenang.   Mendadak ia menggerakkan pedangnya, maka tampak pedangnya berkelebatan menangkis serangan itu.   Ternyata ia mengeluarkan jurus Ban Kiam Teng Hai (Selaksa Pedang Menenangkan Laut).   Jurus tersebut justru dapat membendung serangan Lam Kiong Bie Liong, sehingga menimbulkan kekagumannya.   "Jurus ketiga!"   Seru Lam Kiong Bie Liong, kali ini ia mengeluarkan jurus yang paling lihay dan dahsyat, yakni jurus Jit Liak Sauh Te (Terik Surya Membakar bumi).   "Ayah!"   Seru Lam Kiong Soat Lan kaget.   Ternyata gadis itu tahu akan kelihayan jurus tersebut.   Akan tetapi, Lam Kiong Bie Liong terus melanjutkan serangannya.   Di saat bersamaan, Yo Kiam Heng mengeluarkan siulan panjang, sekaligus menangkis serangan itu dengan jurus Pang Lang Teng Hai (Membendung Ombak Menenangkan Laut), yang merupakan jurus simpanannya.   "Trang!"   Terdengar suara benturan pedang yang memekakkan telinga. Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Bie Lion masing-masing termundur-mundur beberapa langkah, dan wajah mereka tampak pucat pias. I "Ayah! Kakak Kiam Heng!"   Seru Lam Kiong Soat Lan cemas.   "Jangan khawatir!"   Bisik Toan Beng Kie "Mereka tidak akan terjadi apa-apa."   Berselang sesaat, barulah Yo Kiam Heng memberi hormat kepada Lam Kiong Bie Liong "Terimakasih atas kemurahan hati Paman!"   Ucapnya dengan tersenyum.   "Ha ha ha!"   Lam Kiong Bie Liong tertawa gembira.   "Engkau memang pantas menjadi suami Soat Lan! Ha ha ha...!"   "Terimakasih, Paman!"   Ucap Yo Kiam Heng dengan wajah ceria, kemudian melirik Lam Kiong Soat Lan.   Wajah gadis itu langsung memerah, kemudian ditundukkannya dalam-dalam.   Lam Kiong Bie Liong dan Yo Kiam Heng kembali ke tempat duduk.   Sementara Toan Beng Kie terus memandang pemuda itu, lalu bertanya "Engkau dapat bertahan beberapa lama melawan Ketua Kui Bin Pang?"   "Sekitar lima puluh jurus,"   Jawab Yo Kiam Heng jujur.   "Hah?"   Toan Wie Kie terbelalak.   "Kepandaianmu sudah begitu tinggi, tapi... cuma dapat pilahan lima puluh jurus?"   "Ya."   Yo Kiam Heng mengangguk.   "Itu kalau dia tidak mengeluarkan Pek Kut Im Sat Ciang! Apabila dia langsung mengeluarkan ilmu tersebut, Mungkin aku tak mampu bertahan sampai lima jurus."   "Oh?"   Betapa terkejutnya Lam Kiong Bie liong.   "Kalau begitu, kita semua bukan lawannya"   "Ya."   Yo Kiam Heng menghela nafas panjang.   "Aaaah...!"   Toan Wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.   "Hanya Cie Hiong dan Bun Yang yang dapat melawannya!"   "Itu juga belum tentu,"   Ujar Yo Kiam Heng.   "Sebab ilmu pukulan Pek Kut Im Sat Ciang mampu menerobos lweekang pihak lawan." "Kakak Kiam Heng, engkau belum tahu sih. Sesungguhnya Kakak Bun Yang berkepandaian tinggi sekali."   Kata Lam Kiong Soal Lan.   "Kalau begitu..."   Ujar Yo Kiam Heng.   "Sayang sekali, tiada kesempatan bagiku untuk mohon petunjuk kepadanya."   "Apa?"   Lam Kiong Soal Lan melotot.   "Engkau mau bertanding dengannya?"   "Tentu tidak."   Yo Kiam Heng tersenyum.   "Aku bersungguhsungguh mohon petunjuk ke-padanya mengenai ilmu pedang."   "Oooh!"   Lam Kiong Soat Lan menarik nafas lega.   "Kukira engkau ingin menantangnya bertanding"   "Bagaimana mungkin?"   Yo Kiam Heng senyum lagi.   "Kami adalah teman baik, tentusaja aku tidak akan menantangnya bertanding."   "Oh ya!"   Lam Kiong Soat Lan menatapnya "Ilmu pedang apa yang engkau pergunakan untuk menangkis serangan ayahku?"   "Ilmu pedang Teng Hai Kiam Hoat."   Yo Kiam Heng memberitahukan dan bertanya.   "Kenapa engkau menanyakan itu?"   "Karena ilmu pedang itu sangat hebat lihay,"   Sahut Lam Kiong Soat Lan dengan senyum.   "Oleh karena itu...."   "Soat Lan!"   Toan Pit Lian terbelalak.   "Engkau ingin bertanding dengan Kiam Heng?"   "Tidak."   Lam Kiong Soat Lan menggelengkan kepala.   "Aku hanya ingin memperlihatkan ilmu pedangku."   "Oooh!"   Toan Pit Lian berlega hati.   "Itu boleh."   "Terimakasih, Ibu!"   Ucap Lam Kiong Soat Lan, kemudian berkata kepada Yo Kiam Heng "Kakak Kiam Heng, saksikanlah ilmu pedang ku!" "Ya."   Yo Kiam Heng mengangguk Lam Kiong Soat Lan berjalan ke tengah- tengah ruangan.   Setelah memberi hormat, ia mulai menggerakkan pedangnya.   Gerakan pedang itu makin lama makin cepat, membuat Yo Kiam Heng terbelalak.   Ia tidak menyangka kalau Lam Kiong Soat Lan memiliki ilmu pedang yang begitu hebat, ternyata gadis itu mempertunjukkan Thian Liong Kiam Hoat (Ilmu Pedang Naga Kahyangan).   Berselang beberapa saat kemudian, barulah ia menghentikan gerakannya dan memandang Yo Kiam Heng seraya bertanya.   "Engkau sanggup melawan ilmu pedangku?"   "Aku...."   Yo Kiam Heng tampak ragu-ragu.   "Ha ha ha!"   Lam Kiong Bie Liong tertawa.   "Pasti sanggup melawan ilmu pedangmu itu!"   "Bagaimana kalau aku menggunakan Kim Kong Cap Sah Ciang (Tiga Belas Jurus Ilmu Pukulan Cahaya Emas)?"   Tanya Lam Kiong Soat Lan mendadak.   "Kalau engkau mengeluarkan ilmu pukulan itu, tentu Kiam Heng tidak sanggup melawanmu,"   Sahut Lam Kiong Bie Liong.   "Adik Soat Lan,"   Ujar Yo Kiam Heng tertarik.   "Bolehkah engkau mempertunjukkan ilmu pukulan itu?"   "Baiklah."   Lam Kiong Soal Lan mengangguk, mulai mempertunjukkan ilmu pukulan tersebut.   Yo Kiam Heng menyaksikannya dengan mulut menganga lebar ia mengakui dalam hati dirinya tidak sanggup melawan ilmu pukulan itu.   Sesaat kemudian, barulah Lam Kiong Soat Lan berhenti, lalu memandang Yo Kiam Heng seraya bertanya.   "Bagaimana? Engkau sanggup melawan pukulanku ini?" "Tidak sanggup,"   Jawab Yo Kiam Heng jujur "Walaupun aku menggunakan pedang, aku tentu akan kalah."   "Oh?"   Lam Kiong Soat Lan tersenyum, kemudian kembali ke tempat duduknya.   "Adik Soat Lan,"   Ujar Yo Kiam Heng kagum "Aku tidak menyangka kalau kepandaianmu begitu tinggi. Oh ya, siapa gurumu?"   "Aku dan Beng Kiat adalah murid Tayli Ceng."   Lam Kiong Soat Lan memberitahukan "Hah?"   Yo Kiam Heng tampak terkejut.   "Kalian murid padri tua itu?"   "Engkau kenal guru kami?"   Tanya Lam Kiong Soat Lan.   "Tidak. Tapi aku pernah dengar dari ayah. Kata ayah, kepandaian Tayli Lo Ceng tinggi sekali bahkan mahir meramal pula,"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Jawab Yo Kiam Heng dan menambahkan.   "Mungkin guru kalian mampu melawan Ketua Kui Bin Pang."   "Ha ha ha!"   Lam Kiong Bie Liong tertawa "Kiam Heng, kepandaian Bun Yang mungkin sudah lebih tinggi dari Tayli Lo Ceng."   "Bagaimana mungkin?"   Yo Kiam Heng kurang percaya.   "Apabila engkau menyaksikan kepandaiannya, barulah akan percaya,"   Ujar Lam Kiong Bie Liong dan menambahkan.   "Ayahnya juga pernah bertanding dengan Tayli Lo Ceng."   "Siapa yang menang?"   Tanya Yo Kiam Heng.   "Kami tidak tahu."   Lam Kiong Bie Liong tersenyum.   "Hanya mereka berdua yang tahu."   "Oooh!"   Yo Kiam Heng manggut-manggut, lalu berkata sungguh-sungguh kepada Lam Kiong Soat Lan.   "Mulai besok aku akan berlatih denganmu." "Maksudmu ingin menuntut balas kepada ketua Kui Bin Pang?"   Tanya Lam Kiong Soat Lan.   "Ya."   Yo Kiam Heng mengangguk.   "Sudahlah!"   Lam Kiong Soat Lan menggeleng-gelengkan kepala.   "Engkau tidak usah memikirkan itu, biarlah Kakak Bun Yang yang mencarinya."   "Tapi...."   Yo Kiam Heng mengerutkan kening.   "Kiam Heng,"   Ujar Lam Kiong Bie Liong serius.   "Engkau sudah tidak memikirkan Soat Lann? Kalau engkau ingin menuntut balas kepada ketua Kui Bin Pang, berarti engkau mau cari mati"   "Paman...."   "Saudara Kiam Heng!"   Toan Beng Kiat tersenyum.   "Engkau tinggal di sini saja, mengenai Ketua Kui Bin Pang, biarlah Bun Yang yang mencarinya."   "Itu...."   Yo Kiam Heng masih mengerutkan kening.   "Kakak Kiam Heng!"   Air muka Lam Kiong Soat Lan berubah.   "Kalau engkau ingin menuntut balas kepada Ketua Kui Bin Pang, lebih baik pergi sekarang saja! Ayoh, cepat pergi!"   "Adik Soat Lan...."   Yo Kiam Heng menundukkan kepala.   "Aku...."   "Kiam Heng!"   Toan Pit Lian menatapnya "Kami tahu engkau sangat setia kawan, namun menangani Ketua Kui Bin Pang, biarlah Bun Yang yang mencarinya! Sebab engkau bukan lawan Ketua Kui Bin Pang itu, lagi pula engkau harus memikirkan Soat Lan lho!"   "Ya, Bibi."   Yo Kiam Heng mengangguk, memandang Lam Kiong Soat Lan seraya berkata "Aku tidak akan pergi mencari Ketua Kui Bin Pang itu." "Oh?"   Wajah Lam Kiong Soat Lan langsung berseri.   "Tapi ingat, engkau tidak boleh pergi secara diam-diam lho!"   "Aku berani bersumpah...."   "Aku mempercayaimu."   Lam Kiong Soat Lan memandangnya dengan mata berbinar-binar kemudian tersenyum mesra.   "Ha ha ha! Ha ha ha...!"   Lam Kiong Soat Liong dann Toan Wie Kie tertawa terbahak-bahak, itu membuat wajah gadis itu memerah, mendadak lari ke dalam....   -oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh lima Mengabdi pada Menteri Ma Kwee Teng An telah tiba di ibu kota.   Keindahan dan kemewahan gedung-gedung di ibu kota membuatnya terbelalak.   Oleh karena itu, ia semakin berniat hidup senang di ibu kota tersebut.   Setelah merasa puas berkeliling-keliling menikmati keindahan ibu kota, barulah ia mampir ke sebuah kedai arak.   Ia duduk dengan wajah cerah, lalu memesan seguci arak dan makanan, dan pelayan segera menyajikannya.   Ketika Kwee Teng An baru mau meneguk araknya, mendadak ia mendengar beberapaa tamu sedang bercakap-cakap dengan seru sekali.   "Kepala pengawal Menteri Ma mau mengundurkan diri dan pulang ke kampung halaman-maka menteri Ma sedang mencari penggantinya."   "Oh? Siapa yang sanggup menggantikan kedudukan kepala pengawal itu?" "Hingga saat ini, tiada seorang pun yang sanggup menggantikan kedudukan kepala pengawal itu."   "Kok begitu?"   "Karena menteri Ma mengeluarkan sebuah syarat, siapa yang ingin menggantikan kedudukan kepala pengawal itu harus dapat bertanding seimbang dengannya. Namun hingga saat ini, tidak seorang pun yang sanggup melawan kepala pengawal itu sampai tiga puluh jurus."   "Kepala pengawal itu memang berkepandaian tinggi sekali. Kalau tiada seorang pun yang sanggup bertanding seimbang dengannya, maka Menteri Ma tidak akan melepaskannya pulang ke kampung halaman."   "Oh ya, bukankah putri menteri Ma adalah murid kepala pengawal itu?"   "Betul. Gadis itu cantik sekali, entah siapa yang beruntung mempersuntingnya."   Di saat bersamaan, Kwee Teng An mendekati mereka, lalu memberi hormat seraya bertanya "Maaf. Di mana tempat tinggal menteri Ma ?"   "Eh? Anda...."   Mereka menatap Kwee Teng An dengan mata terbelalak, sebab pemuda itu berbadan pelajar.   "Aku ingin bertanding dengan kepala pengawal itu."   Kwee Teng An memberitahukan.   "Apa?"   Para tamu di kedai arak itu semuanya tertegun.   "Anda seorang pelajar, bagaimana mungkin mengerti ilmu silat?"   "Aku justru.sanggup mengalahkan kepala pengawal itu,"   Sahut Kwee Teng An sambil tersenyum.   "Nah, beritahukan di mana tempat tinggal menteri Ma!" "Dari sini berjalan terus, kemudian belok ke kiri...."   Salah seorang tamu memberitahukan.   "Terimakasih!"   Ucap Kwee Teng An girang. Ia cepat-cepat menyerahkan setael perak kepada pelayan, lalu meninggalkan kedai arak itu, dan para tamu mulai membicarakannya.   "Besok kita pasti tahu siapa yang menang. Nah. bagaimana kalau kita bertaruh?"   "Baik. Engkau pegang siapa?"   "Aku pegang kepala pengawal itu."   "Yaaah, kalau begitu, aku tidak jadi bertaruh! sebab bagaimana mungkin ia sanggup melawan kepala pengawal itu?"   "Bagaimana kalau kita bertaruh tiga lawan satu'" 'Tiga lawan satu? Maksudmu?"   "Tiga tael melawan satu tael. Maksudku begitu bagaimana? Engkau berani bertaruh denganku?"   "Kalau begitu... baiklah."   "Mau bertaruh berapa?"   "Sepuluh tael perak. Kalau kepala pengawal itu kalah, engkau harus bayar aku tiga puluh tael perak."   "Tentu."   "Aku ikut bertaruh!"   Seru tamu lain.   "Aku pegang kepala pengawal, tiga lawan satu!"   "Baik. Aku bertaruh denganmu."   "Mau taruh berapa?"   "Seratus tael perak."   "Hah? Berapa?" "Seratus tael perai. Apabila kepala pengawal itu kalah, engkau harus membayarku tiga ratus perak."   "Baik. Tapi... bagaimana kalau mereka seri?"   "Taruhan kita pun menjadi seri."   "Oh ya, kita bertaruh secara tunai, tidak ada istilah hutang."   "Tentu."   "Kalau begitu, mari kita taruh uang kita pada pemilik kedai arak ini! Dia sebagai saksi dari taruhan kita."   "Baik."   Mereka lalu pergi menemui pemilik kedai arak. Betapa gembiranya pemilik kedai arak "Aku bersedia menjadi saksi, tapi harus uang imbalannya."   "Pokoknya beres,"   Sahut salah seorang tamu yang bertaruh itu.   "Nah, sekarang mari kita ke sana!"   "Kita pasti tidak diijinkan masuk, percuma kita ke sana."   "Kita menunggu di luar saja. Siapa yang menang kita pasti mengetahuinya. Ayoh, mari kita ke tempat tinggal Menteri Ma!"   Mereka segera meninggalkan kedai arak itu menuju tempat tinggal Menteri Ma. Sementara Kwee Teng An yang berangkat duluan itu sudah sampai di sana.   "Maaf!"   Ucapnya kepada salah seorang pengapi yang menjaga di pintu.   "Aku ingin menemui Menteri Ma."   "Oh?"   Pengawal itu menatap tajam.   "Engkau siapa dan ada urusan apa ingin menemui Menteri Ma?"   "Aku bernama Kwee Teng An. Aku ke mari ingin bertanding dengan kepala pengawal."   Pemuda itu memberitahukan. "Apa?"   Pengawal itu terbelalak, kemudian tertawa gelak.   "Engkau ingin bertanding dengan kepala pengawal di sini?"   "Ya."   Kwee Teng An mengangguk.   "Baiklah!"   Pengawal itu manggut-manggut.   "Mari Ikut aku ke dalam!"   "Terimakasih!"   Ucap Kwee Teng An, lalu mengikuti pengawal itu ke dalam. Bukan main kagumnya akan keindahan halaman rumah Menteri Ma itu.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Tunggu di sini!"   Ujar pengawal itu.   "Aku harus melapor kepada Menteri Ma dan kepala pengawal."   Kwee Teng An mengangguk, lalu berdiri situ sambil menikmati keindahan taman bunga.   Berselang beberapa saat kemudian, munculah dua orang lelaki tua, yaitu Menteri Ma dan kepala pengawal.   Begitu melihat lelaki tua berpakaian kebesaran, Kwee Teng An segera berlutut.   "Hamba menghadap Menteri Ma."   Ucapnya "Siapa engkau?"   Menteri Ma menatapnya tajam.   "Nama hamba Kwee Teng An. Hamba keari ingin bertanding dengan kepala pengawal,"   Jawab Kwee Teng An memberitahukan.   "Engkau tampak lemah, bagaimana mungkin sanggup bertanding dengan kepala pengawalku"   Menteri Ma menggeleng-gelengkan kepala.   "Hamba sanggup mengalahkannya dalam sepuluh jurus,"   Sahut Kwee Teng An.   "Apa?"   Menteri Ma tertegun.   "Engkau ber omong besar di hadapanku?"   "Hamba tidak omong besar, pasti hamba buktikan,"   Tegas Kwee Teng An.   "Apabila hamba tidak sanggup mengalahkannya dalam sepuluh jurus hamba bersedia dihukum."   "Engkau bersedia dihukum berat?"   Tanya Menteri Ma sungguh-sungguh.   "Hamba bersedia,"   Jawab Kwee Teng An cepat.   "Pikirkan dulu!"   Ujar Menteri Ma.   "Agar engkau tidak menyesal nanti."   "Hamba tidak akan menyesal."   "Baik."   Menten Ma manggut-manggut dan Menambahkan.   "Kalau engkau mampu mengalahkan kepala pengawalku, maka akan kuangkat sebagai pengawal di sini dengan gaji yang memuaskan."   "Terimakasih, Menteri Ma!"   "Tapi seandainya engkau kalah, lenganmu akan kupotong sebagai hukumannya."   "Ya."   Menteri Ma duduk. Di pandangnya kepala ngawalnya seraya berkata.   "Lam Sun, bertandinglah dengan dia!"   "Ya, Menteri Ma,"   Sahut kepala pengawal itu sambil memberi hormat. Dia berusia enam puluhan, namun masih tampak gagah.   "Anak muda, mari kita ke tengah-tengah halaman!"   "Baik."   Kwee Teng An mengikutinya ke tengah-tengah halaman.   "Anak muda, bolehkah aku tahu namamu?"   Kepala pengawal itu menatapnya tajam.   "Namaku Kwee Teng An. Nama cianpwee?"   "Aku bernama Liok Lam Sun."   Kepala pengwal itu tersenyum.   "Siapa gurumu, bolehkah aku mengetahuinya?" "Maaf, cianpwee!"   Sahut Kwee Teng An.   "Aku tak bisa memberitahukan."   "Tidak apa-apa."   Liok Lam Sun tersenyum "Tadi engkau bilang akan mengalahkanku dalam sepuluh jurus. Kalau tidak, engkau bersedia hukum berat?"   "Ya, cianpwee."   "Anak muda!"   Liok Lam Sun menggeleng-gelengkan kepala.   "Engkau terlampau sombong"   "Cianpwee!"   Kwee Teng An tersenyum.   "Aku tidak sombong, melainkan berkata sesungguhnya"   "Oh, ya?"   Liok Lam Sun menatapnya dia tanyanya.   "Kita bertanding dengan tangan kosong atau senjata?"   "Terserah Cianpwee."   "Kalau begitu...,"   Ujar Liok Lam Sun setelah berpikir sejenak.   "Kita bertanding dengan tangan kosong saja."   "Baik."   Kwee Teng An mengangguk. Sementara di luar sudah berkumpul puluhan orang, yaitu para tamu kedai arak yang akan bertaruh.   "Kalian tidak boleh masuk, cukup di sini saja ujar salah seorang pangawal yang menjaga di situ "Ya."   "kenapa kalian ingin menyaksikan pertandingan itu?"   "Karena kami... kami bertaruh."   "Bertaruh?"   "Ya."   "Caranya?" "Tiga lawan satu,"   Salah seorang dari mereka memberitahukan, kemudian menambahkan.   "Siapa Menang menang, pokoknya beres."   "Ngmmm!"   Pengawal itu manggut-manggut dan kitanya.   "Siapa yang paling besar taruhannya?"   "Kami berdua,"   Sahut kedua orang yang bertaruh tiga ratus tael perak melawan seratus tael perak.   "Berapa banyak taruhan kalian?"   Tanya pengawal itu.   "Tiga ratus tael perak melawan seratus tael perak,"   Jawab kedua orang itu jujur.   "Hah?"   Mulut pengawal itu ternganga lebar.   "Begitu besar taruhan kalian?"   "Ya,"   Sahut salah seorang dari mereka.   "Kalau aku menang tiga ratus tael perak, pasti memberimu seratus tael perak."   "Sungguh?"   Tanya pengawal itu kurang percaya "Sungguh!"   Orang itu mengangguk.   "Baik."   Pengawal itu memandang ke dalam.   "Nah. mereka akan segera bertanding. Kepala pengawal sudah memasang kuda-kuda, sedangkan pemuda itu cuma berdiri dan tersenyum-senyum saja"   "Apa?"   Wajah orang-orang yang bertaruh memegang pemuda itu langsung berubah pucat.   "Jangan jangan pemuda itu gila!"   "Tenang!"   Seru pengawal itu dan memberitahukan.   "Pemuda itu dipersilakan menyerang duluan! Yaah! Dia cuma melancarkan pukulan biasa!"   "Melayanglah uangku!"   Keluh salah seorang dari mereka.   "Kepala pengawal berkelit, lalu mendadak membalas menyerang,"   Lanjut pengawal memberitahukan tentang jalannya pertandingan tersebut "Bukan main, badan pemuda itu berkelebat entah menggunakan jurus apa menyerang kepala pengawal.   Kepala pengawal tampak terdesak, dan meloncat mundur.   Akan tetapi...   mendadak badan pemuda itu berputar-putar menyerang kepala pengawal.   Aah.   mataku menjadi silau."   "Bagaimana pertandingan itu?"   Tanya orang bernada tegang.   "Haaah...?"   Pengawal itu terbelalak.   "Kepala pengawal terpental beberapa depa, dan tidak bisa bangun lagi. Pemuda itu menang."   "Horeee...! Aku menang tiga ratus tael perak!"   "Jangan lupa jatahku lho!"   Pengawal itu mengingatkannya.   "Sebentar akan kuantar ke mari, sebab harus ke kedai arak dulu ambil uang itu. Sampai jumpa!"   Orang itu segera berlari ke kedai arak begitu pula yang lain. Sedangkan yang kalah terus bergerutu.   "Dasar kepala pengawal itu sudah tua! Kalau tahu dia bakal kalah, aku tidak akan bertaruh"   Memang tidak salah, kepala pengawal itu terpental beberapa depa terkena pukulan yang dilancarkan Kwee Teng An, bahkan mulutnya mengeluarkan darah.   Untung Kwee Teng An hanya menggunakan lima bagian lweekangnya, maka liok Lam Sun tidak terluka parah.   Menteri Ma terbelalak, seakan tidak percaya apa yang dilihatnya, karena tidak sampai sepuluh jurus, pemuda itu telah berhasil mengalahkan Liok Lam Sun.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Anak muda...."   Liok Lam Sun bangkit berdiri lalu memberi hormat.   "Terimakasih atas kemurahan hatimu! Sekarang juga aku akan pulang ke kampung halaman, lalu bertani di sana." "Lam Sun!"   Menteri Ma menatapnya.   "Cukup lama engkau mengabdi kepadaku, maka aku akan memberimu uang secukupnya untuk membeli sawah."   "Terimakasih, Menteri Ma!"   Ucap Liok Lam Sun yang kemudian berjalan masuk.   "Ha ha ha!"   Menteri Ma tertawa gelak.   "Anak muda, mari ikut aku masuk!"   "Terimakasih, Menteri Ma!"   Ucap Kwee Teng An sambil memberi hormat, lalu mengikuti Menteri Ma masuk. Begitu menyaksikan kemewahan rumah itu, Kwee Teng An terbelalak dengan mulut ternganga saja "Silakan duduk!"   Ucap menteri Ma.   "Terimakasih!"   Sahut Kwee Teng An dan duduk.   "Teng An!"   Menteri Ma menatapnya.   "Mulai sekarang engkau tinggal di sini, kedudukanmu adalah kepala pengawal disini, bahkan sebagai pengawal pribadiku juga. Aku ke mana, engkau harus ikut."   "Ya, Menteri Ma."   "Bagus! Ha ha ha...!"   Menteri Ma tertawa gembira.   "Oh ya, engkau ingin minta gaji berapa sebulan?"   "Kini aku sudah mengabdi kepada Tayjin (Tuan Besar), jadi... tentang gajiku, aku tak begitu mempermasalahkannya."   "Bagus! Bagus!"   Menteri Ma tertawa gembira "Pokoknya engkau membutuhkan uang, bilang saja kepadaku!"   "Terimakasih, Tayjin!"   Ucap Kwee Teng An Di saat bersamaan, Liok Lam Sun juga berpamit kepada Ma Giok Ceng, muridnya. Gadis itu merasa berat sekali berpisah dengan gurunya "Giok Ceng, aku tidak bisa tinggal di sini lagi sebab ayahmu...."   "Guru!"   Mata Ma Giok Ceng mulai basah "Maafkan semua perbuatan ayahku, itu adalah urusan politik kerajaan."   "Maka aku tidak mau terlibat."   Liok Lam Sun menghela nafas panjang.   "Aku ingin hidup tenang di kampung halaman, namun engkau harus ingat satu hal "   "Hal apa?"   Tanya Ma Giok Ceng heran.   "Kwee Teng An memang tampan, tapi engkau tidak boleh tertarik kepadanya, sebab dia berhati licik dan jahat."   "Oh?"   Ma Giok Ceng tersentak.   "Darimana guru bisa tahu itu?"   "Aku melihat pancaran sinar matanya, maka engkau harus berhati-hati!"   Pesan Liok Lam Sun. baiklah, aku mau mohon diri, selamat tinggal!" -oo0dw0oo-   Jilid . 14 "Guru...."   Ma Giok Ceng mulai terisak-isak. Ia mengantar gurunya ke depan, justru bertemu dengan Kwee Teng An. Pemuda mata keranjang ini langsung tertarik kepada Ma Giok Ceng.   "Menteri Ma!"   Liok Lam Sun berpamit.   "Selamat tinggal!"   "Lam Sun!"   Menteri Ma menatapnya.   "Engkau telah mengambil uang?"   "Sudah, terimakasih!"   Ucap Liok Lam Sun, kemudian tersenyum kepada Kwee Teng An seraya berkata.   "Anak muda, sampai jumpa!" "Selamat jalan, cianpwce!"   Sahut Kwee Teng An sambil tersenyum.   "Jangan sakit hati ya!"   "Ha ha ha!"   Liok Lam Sun tertawa gelak. seharusnya aku berterimakasih kepadamu, karena aku bisa pulang ke kampung halaman."   "Guru...!"   Panggil Ma Giok Ceng dengan air mata berlinanglinang.   "Kapan Guru akan kembali menengokku?"   "Giok Ceng!"   Liok Lam Sun menggeleng gelengkan kepala.   "Aku tidak akan kembali lagi baik-baiklah engkau menjaga diri! Selamat tinggal!"   "Guru...."   "Liok Lam Sun tersenyum, lalu berjalan pergi tanpa menoleh lagi. Sedangkan Ma Giok Cen terus menangis terisakisak.   "Nak!"   Panggil menteri Ma.   "Jangan menangii mari ayah perkenalkan, dia adalah Kwee Teng An, kepala pengawal baru di sini!"   "Ng!"   Ma Giok Ceng manggut-manggut.   "Nona Ma,"   Ucap Kwee Teng An sopan sambil memberi hormat.   "Terimalah hormatku!"   "Maaf!"   Sahut Ma Giok Ceng sambil berjalan masuk, sama sekali tidak meladeninya. Kwee Teng An tidak tersinggung, malah tersenyum-senym. Sedangan Menteri Ma menggeleng-gelengkan kepala.   "Teng An, jangan tersinggung! Mungkin dia sedih berpisah dengan gurunya, lagi pula... dia memang manja."   Katanya.   "Tidak apa-apa."   Kwee Teng An mengangguk mengerti.   "Aku tidak tersinggung, sungguh!" "Bagus! Bagus! Engkau memang pemuda sabar! Ha ha ha!"   Menteri Ma tertawa gembira Kemudian ia bertepuk tangan tiga kali dan munculah seorang pembantu wanita.   "Tuan Besar memanggil hamba?"   "Antar kepala pengawal ini ke kamar Liok Lam Sun. Mulai sekarang ia tinggal di kamar itu."   "Ya."   Pembantu wanita itu mengangguk, lalu berkata kepada Kwee Teng An.   "Tuan, mari ikut aku ke dalam!"   "Ng!"   Kwee Teng An manggut-manggut, kemudian memberi hormat kepada menteri Ma.   "Hamba mohon diri!"   "Silakan, silakan!"   Sahut menteri Ma dan berpesan.   "Apabila engkau membutuhkan apa-apa mruh saja para pembantu!"   "Terimakasih, Tuan Besar!"   Kwee Teng An memberi hormat lagi, dan setelah itu barulah mengikuti pembantu wanita itu ke dalam. Berselang sesaat, pembantu wanita itu ber-henti di depan sebuah kamar.   "Tuan, ini kamar Tuan."   Katanya, kemudian mendorong pintu kamar tesebut.   "Silahkan masuk!"   "Terimakasih!"   Ucap Kwee Teng An sekaligus melangkah ke dalam. Ia menengok ke sana ke mari dan manggut-manggut puas.   "Tuan!"   Pembantu wanita itu memberitahukan.   "Aku adalah kepala pembantu wanita di sini. Kalau Tuan membutuhkan apa-apa, beritahukan saja!' "Baik."   Kwee Teng An manggut-manggut.   "Tuan masih muda, tapi kepandaian Tuan tinggi sekali,"   Ujar kepala pembantu wanita kagum.   "Oh?"   Kwee Teng An tersenyum. "Tuan...."   Kepala pembantu wanita itu tampak serius.   "Selain aku sudah berusia empat puluhan para pembantu wanita lain muda-muda semua. Bahkan... cantik-cantik pula."   "Oh, ya?"   Wajah Kwee Teng An langsung berseri.   "Pokoknya aku akan menyuruh pembantu yang cantik ke mari melayani Tuan,"   Ujar kepala pembantu wanita itu sambil tertawa kecil.   "Tuan pesan minuman apa buah-buahan?"   "Tolong ambilkan buah-buahan dan arak wangi!"   Sahut Kwee Teng An.   "Baik."   Kepala pembantu wanita itu mengangguk, lalu segera meninggalkan kamar itu.   Kwee Teng An menutup pintu kamar, duduk dengan wajah berseri-seri penuh kegembiraaan.   Ia sama sekali tidak menyangka kalau dirinya akan menjadi kepala pengawal di rumah menteri Ma.   Ia merasa beruntung dan akan hidup senang, bahkan diam-diam telah mempunyai suatu rencana.   Tiba-tiba dia tersentak, ternyata mendengar suara ketukan pintu.   "Siapa?"   Sahutnya.   "Pembantu wanita yang mengantar minum dan buahbuahan."   Terdengar suara sahutan merdu di luar.   "Masuklah, pintu tidak dikunci,"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Ujar Kwee Teng An. Pintu kamar terbuka. Tampak dua orang gadis cantik melangkah masuk dengan membawa arak wangi dan buahbuahan.   "Tuan, kami bawakan arak wangi dan buah-buahan,"   Ujar salah seorang dari mereka sambil insenyum manis.   "Ha ha ha!"   Kwee Teng An tertawa gembira.   "Taruh saja di atas meja!"   Kedua gadis itu mengangguk, lalu menaruh arak wangi dan buah-buahan itu di atas meja.   "Tuan mau pesan apa lagi?"   Tanya gadis itu.   "Bolehkah aku tahu nama kalian?"   Kwee Teng An memandang sambil tersenyum-senyum.   "Namaku Lan Lan, dia bernama Ling Ling."   "Ha ha ha!"   Kwee Teng An tertawa geli.   "kalau disatukan menjadi Lan Ling!"   "Apabila Tuan memanggil Lan Ling, kami berdua pasti segera ke mari,"   Sahut Lan Lan sambil tertawa cekikikan.   "Bagus! Bagus!"   Kwee Teng An manggut-manggut.   "Tuan sudah mau minum?"   Tanya Ling Ling lembut.   "Aku tuangkan arak wangi itu ya?"   "Baik."   Kwee Teng An mengangguk. Ling Ling segera menuang arak wangi itu kedalam cangkir, lalu diberikan kepada Kwee T An.   "Silakan minum, Tuan!"   "Terimakasih!"   Ucap Kwee Teng An mengambil cangkir itu, kemudian meneguknya.   "Mau ditambah?"   Tanya Ling Ling sambil tersenyum manis.   "Tidak usah."   Kwee Teng An menaruh cangkir itu di atas meja.   "Tuan...."   Lan Lan cepat menyodorkan bu anggur ke mulut Kwee Teng An.   "Ciciplah buah anggur ini!"   "Terimakasih!"   Ucap Kwee Teng An sambil membuka mulutnya. Sambil tertawa gembira Lan Lan memasukk buah anggur itu ke mulut Kwee Teng An, dan pemuda itu langsung mencaploknya. "Tuan mau dipijit?"   Tanya Ling Ling mendadak.   "Kalian bisa memijit juga?"   Kwee Teng An memandang mereka.   "Tentu bisa,"   Sahut Ling Ling dan Lan Lan serentak.   "Bagus!"   Kwee Teng An manggut-manggut "Aku memang merasa pegal, kalian berdua boleh memijitku."   "Ya."   Kedua gadis itu mengangguk. Kwee Teng An membaringkan tubuhnya ke tempat tidur, sedangkan Ling Ling menutup pintu kamar.   "Tuan...."   Lan Lan tertawa kecil.   "Silakan uka pakaian, agar kami lebih leluasa memijit Tuan."   "Oh?"   Kwee Teng An memandang mereka dengan penuh gairah.   "Kalau begitu, kalian pun harus buka pakaian!"   "Idih! Jangan ah!"   Sahut Lan Lan dengan wajah kemerahmerahan.   "Tuan...."   Ling Ling tersenyum.   "Itu... harus nanti malam lho! Tidak baik sekarang, kami takut sewaktu-waktu nona akan ke mari."   "Maksudmu Nona Ma?"   Tanya Kwee Teng An Jnigan mata berbinar.   "Ya."   Ling Ling mengangguk.   "Tuan tertarik kepada Nona Ma?"   "Dia begitu cantik, tentu aku tertarik,"   Sahut Kwee Teng An jujur.   "Oh ya, dia sudah punya kekasih apa belum?"   "Belum."   Lan Lan menggelengkan kepala, kemudian tertawa cekikikan.   "Kalau Tuan sudah tertarik kepada Nona Ma, habislah kami berdua."   "Lho?"   Kwee Teng An heran.   "Memangnya kenapa?" "Bagaimana mungkin Tuan akan tertarik pada kami yang cuma merupakan pembantu? Ya, kan?"   Saht Lan Lan dengan cemberut.   "Ha ha ha!"   Kwee Teng An tertawa.   "Poloknya aku akan bersenang-senang dengan kalian berdua, sekarang kalian pijit aku!"   "Baik, Tuan."   Lan Lan dan Ling Ling mulai memijit Kwee Teng An. Sungguh nikmat pijitan kedua gadis itu, bahkan menimbulkan gairah nafsu birahi, maka mendadak Kwee Teng An memeluk kedua gadis erat-erat.   "Idih! Jangan begini ah! Kami takut kelihatan orang lain."   Bisik Lan Lan.   "Pintu kamar tertutup rapat, bagaimai mungkin terlihat orang?"   Sahut Kwee Teng sambil tertawa, lalu tangannya mulai beraksi menggerayangi tubuh kedua gadis itu. Mata kedua gadis itu merem melek, sekali-kali mulut mereka mengeluarkan suara mendesis-desis.   "Aauuuh...!"   "Ooooh...!"   "Bagaimana?"   Tanya Kwee Teng An.   "Kita mulai sekarang saja!"   "Kami tidak bisa tenang, lebih baik nanti malam saja. Tapi... kami pun sudah tidak tahan."   "Baiklah."   Kwee Teng An manggut-manggij "Nanti malam kalian berdua kemarilah, kita akan main sampai sepuaspuasnya!"   "Kuatkah Tuan melayani kami berdua?"   Tanya Ling Ling. "Jangankan cuma berdua, sepuluh pun aku sanggup,"   Sahut Kwee Teng An sungguh-sungguh Maklum, pemuda itu mantan pemerkosa wanita Pada malam harinya Lan Lan dan Ling Ling mengendapendap ke kamar Kwee Teng An.   Namun ketika mereka baru mau mengetuk pintu kamar n mendadak pintu kamar itu terbuka.   Kwee Teng An berdiri di situ sambil tersenyumsenyum, kemudian secepat kilat menarik kedua gadis itu ke dalam, sekaligus menutup pintu kamar itu.   "Nah!"   Kwee Teng An memandang mereka, sesuai dengan janji, kalian harus membuka baju!"    Pendekar Bunga Karya Chin Yung Pedang Karat Pena Beraksara Karya Tjan ID Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini