Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 33


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 33


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   "Idiih!"   Sahut Ling Ling sambil tertawa genit.   "seharusnya lelaki yang lebih dulu membuka pakaian."   "Baik."   Kwee Teng An tersenyum sambil melepaskan pakaiannya. Kedua gadis itu memandang dengan mata terbelalak, karena tubuh pemuda itu memang berotot.   "Wuaaah!"   Seru Ling Ling tak tertahan.   "Bukan main!"   "Ha ha ha!"   Kwee Teng An tertawa.   "Pokoknya malam ini kalian berdua pasti merasa puas. namun aku khawatir kalian cuma kuat satu kali"   "Oh, ya?"   Lan Lan tertawa cekikikan.   "Kalau begitu, mari kita coba!"   "Itu sudah pasti!"   Kwee Teng An tersenyum.   "Aku sudah melepaskan pakaianku, kini giliran kalian!"   "Wuaduuuh!"   Seru Lan Lan dan Ling Ling ketika melihat ke arah tengah kedua belah paha Kwee Teng An.   "Wuaduuuh...!"   "Kalian belum kuapa-apakan, tapi kalian berdua sudah aduh-aduhan.   "Apalagi nanti, kalian berdua sudah merintihrintih nikmat." "Hi hi hi!"   Kedua gadis itu tertawa, lalu mulai melepaskan pakaian masing-masing.   Tubuh kedua gadis itu memang montok, makin membuat Kwee Teng An semakin bernafsu.   Begitu pakaian mereka dilepaskan, pemuda itu langsung memeluk mereka.   Tak lama kemudian, terdengarlah suara desah dan rintihan kedua gadis itu.   Keesokan harinya, Kwee Teng An pagi pagi sekali sudah bangun.   Walaupun semalam melawan dua gadis menghabiskan beberapa ronde, tapi pemuda itu tetap tampak bersemangat.   Ia berjalan ke luar menuju halaman depan Ketika sampai di halaman itu matanya terbelalak karena melihat Ma Giok Ceng sedang duduk di taman bunga ditemani dua gadis berusia belasan tahun.   "Nona Ma!"   Kwee Teng An mendekatinya dengan wajah ceria sambil memberi hormat.   "Selamat pagi!"   "Pagi!"   Sahut Ma Giok Ceng sambil memandangnya. Walau pemuda itu cukup tampan, namun Ma Giok Ceng tidak merasa tertarik, bahkan sebaliknya malah merasa sebal kepadanya.   "Masih Pagi kok Nona Ma sudah bangun?"   Ianya Kwee Teng An lembut.   "Memangnya aku harus bangun siang?"   Sahut Ma Giok Ceng ketus.   "Nona Ma!"   Kwee Teng An tidak tersinggung bahkan keketusan Ma Giok Ceng, namun malah tersenyum.   "Maafkan apabila aku salah omong!"   "Tuan,"   Ujar Ma Giok Ceng.   "Aku sedang menghirup udara pagi di sini, jangan diganggu!"   "Nona Ma...."   Kwee Teng An menatapnya. 'Aku tidak mengganggu Nona."   Tatatapan pemuda itu membuat sekujur badan Ma Giok Ceng tergetar, dan gadis itu cepat-u'pat menundukkan kepala.   "Aku...."   "Ha ha ha!"   Kwee Teng An tertawa.   "Nona, aku sangat tertarik kepadamu. Apakah engkau jugu tertarik kepadaku?"   "Aku...."   Wajah Ma Giok Ceng kemerah-me-ahan.   "Aku...."   "Ha ha ha!"   Mendadak terdengar suara tawa serak, muncullah Menteri Ma menghampiri mereka.   "Teng An, engkau sudah bangun?"   "Ya, Tuan Besar,"   Sahut Kwee Teng An sambil memberi hormat.   "Selamat pagi, Tuan Besar!"   "Pagi!"   Ucap Menteri Ma sambil menatap padanya.   "Nak, engkau sedang bercakap-cakap dengan Teng An?"   "Ayah...."   Wajah gadis itu langsung memerah, Ternyata tadi Kwee Teng An mengerahkan Tang Hun Tay Hoat terhadapnya, maka gadis itu tampak menurut kepadanya.   "Ha ha ha!"   Menteri Ma tertawa.   "Nak, engkau harus minta petunjuk kepada Teng An, kepandaiannya tinggi sekali lho!"   "Ayah...,"   Ujar Ma Giok Ceng perlahan.   "Aku mau masuk."   "Baiklah."   Menteri Ma manggut-manggut. Ma Giok Ceng melangkah ke dalam rumah diikuti kedua pembantunya, sedangkan menteri Ma masih tertawa, kemudian memandang Kwee Teng An seraya berkata.   "Putriku memang begitu, masih malu-malu."   "Dia putri kesayangan Tuan besar, tentunya agak malumalu dan manja,"   Sahut Kwee Teng An sambil tersenyum.   "Namun dia gadis yang lemah lembut."   "Benar."   Menteri Ma manggut-manggut.   "Teng An, engkau tertarik kepada putriku?" "Ya, Tuan Besar."   Kwee Teng An mengangguk.   "Bagus!"   Menteri Ma tertawa.   "Ha ha ha! Tapi sebelumnya engkau harus berbuat suatu jasa dulu."   "Jasa apa?"   "Akan dibicarakan lain kali,"   Sahut Mental Ma.   "Oh ya, sebagai kepala pengawal di sini engkau harus melatih para anak buahmu."   "Ya, Tuan Besar,"   Ujar Kwee Teng An.   "Itu memang tugasku."   "Bagus! Ha ha ha!"   Menteri Ma tertawa gelak, ngkau harus mempertunjukkan kepandaian agar para anak buahmu kagum dan salut padamu!"   "Baik, Tuan Besar."   Kwee Teng An mengangguk.   "Kalau begitu, engkau harus berseru memang-mereka berkumpul di sini!"   Ujar Menteri Ma.   "Ya, Tuan Besar."   Mendadak Kwee Teng An berseru lantang menggunakan lweekang.   "Kalian para pengawal, cepat berkumpul di sini! Ini perintahku, siapa berani membangkang pasti kuhukum!"   Seketika bermunculan para pengawal.   Mereka memang sudah tahu Kwee Teng An mengalahkan Liok Lam Sun cuma dalam sepuluh jurus.   Itu sungguh mengejutkan, namun di antaranya masih ada yang kurang percaya, mengira Liok Lam Sun sengaja mengalah terhadap pemuda itu.   Setelah para pengawal itu berbaris rapi di situ, barulah Kwee Teng An melangkah maju sambil memperhatikan mereka satu persatu.   Para pengawal itu berjumlah sekitar lima puluh orang, namun tiada satu pun yang berkepandaian tinggi, itu membuat Kwee Teng An menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku menggantikan Liok Lam Sun, kini aku sebagai kepala pengawal di sini.   Oleh karena itu mulai hari ini aku akan melatih kalian!"   Ujar Kwee Teng An memberitauhkan.   "Mungkin di antara kalian ada yang merasa keberatan, karena aku menggantikan Liok Lam Sun."   "Betul!"   Sahut salah seorang pengawal.   "Kami ingin menyaksikan kepandaian Tuan."   "Ngmm!"   Kwee Teng An manggut-manggut kemudian bertanya mendadak.   "Oh ya! Di antara kalian siapa yang punya anjing?"   "Kebetulan sekali,"   Sahut salah seorang pengawal.   "Semalam kami menangkap seekor anjing."   "Bawa ke mari sekarang!"   Perintah Kwee Teng An.   "Ya."   Pengawal itu segera pergi, dan tak lama kemudian sudah kembali dengan membawa seekor anjing. Sementara Menteri Ma berdiri terheran-heran di tempat. Ia sama sekali tidak tahu untuk apa anjing itu, maka menatap Kwee Teng dengan mata terbelalak.   "Tuan Besar!"   Kwee Teng An memberitahukan.   "Kemarin ketika bertanding dengan Liok Lam sun, aku belum mengeluarkan ilmu andalanku. Nah, pagi ini akan kuperlihatkan."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Oh?"   Menteri Ma tercengang.   "Jadi engkau masih punya ilmu andalan?""   "Ya, Tuan Besar."   Kwee Teng An lalu memandang para pengawal seraya berkata.   "Kalian liat baik-baik, akan kupertunjukkan ilmu andalanku!"   Para pengawal saling memandang.   Sedangkan anjing itu berdiri di tengah-tengah halaman.   Kwee Teng An menatap anjing itu, sekaligus mengerahkan Pek Kut Im Sat Kang.   Mendadak ia membentak keras, lalu memukul anjing itu dengan Pek kut Im Sat Ciang.   Tanpa mengeluarkan suara sedikit pun anjing lalu langsung terkapar, kemudian sekujur badannya mengeluarkan asap, setelah itu mulai mencair.   "Haaah...?"   Betapa terkejutnya para pengawal menyaksikan kejadian itu, dan wajah mereka pun pucat pias. Begitu pula Menteri Ma, keningnya berkerut-kerut. Tak lama kemudian tubuh anjing itu hanya tinggal tulangnya dan suasana pun menjadi hening.   "Ha ha ha!"   Mendadak Menteri Ma tertawa terbahak-bahak.   "Teng An, aku tidak menyangka engkau masih memiliki ilmu andalan itu. Kalau kemarin engkau menggunakan ilmu itu untuk bertanding dengan Liok Lam Sun, aku yakin dia pasti mati."   "Betul, Tuan Besar,"   Sahut Kwee Teng An.   "Oleh karena itu, hamba tidak menggunakan ilmu itu untuk melawannya."   "Ngmm!"   Menteri Ma manggut-manggut, kemudian berseru.   "Kalian dengar semua! Mulai hari ini kalian harus memanggil 'Tuan Muda kepada Teng An!"   "Ya, Tuan Besar!"   Sahut para pengawal.   "Ha ha ha!"   Menteri Ma tertawa gelak.   "Ten An, engkau boleh mulai melatih mereka. Aku mau ke dalam."   "Ya, Tuan Besar,"   Kwee Teng An memberi hormat. Menteri Ma berjalan masuk ke rumah. Kwee Teng An memandang para pengawal seraya berkata.   "Mulai sekarang kalian semua harus giat berlatih. Aku akan menggembleng kalian."   "Terimakasih, Tuan Muda!"   Ucap mereka serentak. "Siapa yang berani membangkang perintahku pasti kuhukum seperti anjing itu,"   Ujar Kwee Teng An dingin. Seketika para pengawal menundukkan kepala dengan hati tercekam, Kwee Teng An tersenyum "Kalian tidak usah khawatir! Aku tidak akan sembarangan menghukum kalian, bahkan mulai bulan ini, gaji kalian semua akan kunaikkan"   Kwee Teng An memberitahukan.   "Terimakasih, Tuan Muda!"   Betapa girangnya para pengawal itu. Mereka bersorak sorai dengan wajah berseriseri.   "Tenang!"   Seru Kwee Teng An.   "Mulai searang aku akan mengajar kalian ilmu silat tingkat tinggi, kuharap kalian harus belajar dengan giat!"   "Ya, Tuan Muda!"   Sahut para pengawal itu serentak.   Mulailah Kwee Teng An mengajar mereka ilmu silat tingkat tinggi.   Para pengawal itu pun belajar dengan giat sekali, sebab mereka sangat segan terhadap Kwee Teng An.   Tampak Ma Giok Ceng duduk termenung di dalam kamar.   Kedua pembantu berdiri di sisinya dengan kening berkerutkerut.   Walau kedua gadis itu baru berusia belasan, namun sangat cerdas dan berpikiran panjang.   "Nona,"   Bisik salah seorang gadis itu.   "Menurutku, pemuda itu bukan pemuda baik."   "Betul,"   Sambung yang lain.   "Ketika dia memandang Nona, matanya mendadak bersinar aneh."   "Haaah?"   Ma Giok Ceng tampak tersentak. Betul. Pada waktu itu sekujur badanku tergetar, sehingga aku mau menuruti perkataannya."   "Nona!"   Salah seorang gadis itu memberitahukan.   "Aku pernah membaca sebuah buku cerita tentang seorang gadis terkena ilmu sesat" "Celaka!"   Air muka Ma Giok Ceng berubah hebat.   "Janganjangan pemuda itu memiliki ilmu sesat."   "Mungkin. Oleh karena itu Nona harus berhati-hati! Kelihatannya ayah Nona sangat menyukainya, maka kami khawatir ayah Nona akan menjodohkan Nona kepadanya."   "Haaah...?"   Wajah Ma Giok Ceng berubah pucat.   "Kalau begitu, aku harus bagaimana?"   "Nona, hanya ada satu jalan..."   Bisik gadis itu di telinga Ma Giok Ceng dan menambahkan "Lagipula ayah Nona begitu jahat. Kalau Nona tidak kabur sekarang, tiada kesempatan lagi kelak"   "Aaaah...!"   Ma Giok Ceng menghela nafas panjang.   "Kalau aku pergi, bagaimana ayahku?!"   "Sementara ini Nona harus memikirkan diri Nona."   "Lalu bagaimana kalian berdua?"   "Setelah Nona pergi, kami berdua pun aku berhenti bekerja di sini. Kami ingin pulang ke kampung halaman."   "Ngmm!"   Ma Giok Ceng manggut-manggl "Kalau begitu, aku harus berkemas sekarang."   "Nona harus melalui pintu belakang. Sekarang kami pergi menyapu, Nona harus segera pergi"   "Baik."   Ma Giok Ceng mengangguk.   Kedua gadis itu segera meninggalkannya.   Ma Kiiok Ceng berkemas dan tak lupa membawa uang serta semua perhiasannya.   Setelah itu, ia berendap-endap menuju pintu belakang.   Berselang sesaat, muncullah kedua gadis tadi di kamar Ma Giok Ceng.   Mereka melihat pintu lemari terbuka, dan semua pakaian Ma Giok Ceng tidak ada di dalamnya.   Segeralah mereka berlari ke kamar Menteri Ma.   "Tuan Besar! Tuan Besar!"   Panggil mereka sambil mengetuk pintu kamar Menteri Ma.   "Tuan besar!"   Pintu kamar itu terbuka. Menteri Ma berdiri disitu sambil menatap kedua gadis itu dengan kening berkerut-kerut.   "Ada apa?"   Tanyanya.   "Tuan besar! Nona... Nona...."   "Kenapa Nona?"   "Nona... Nona telah pergi!"   "Apa?"   Menteri Ma tersentak.   "Nona telah pergi? Dia pergi ke mana? Kenapa kalian tidak menemaninya?"   "Kami pergi menyapu di halaman samping, lalu ke kamar Nona, tapi lemari di kamar Nona terbuka dan kosong."   "Aaaah!"   Menteri Ma menghela nafas panjang.   "Kalian berdua harus ingat, tidak boleh menceritakan hal ini pada siapa pun! Dua tiga hari kemudian, kalian berdua boleh pulang ke kampung halaman."   "Ya! Tuan Besar."   "Sekarang kalian pergi panggil kepala pembantu ke mari!"   "Ya, Tuan Besar."   Kedua gadis itu segera pergi memanggil kepala pembantu wanita. Mereka pun bergirang dalam hati, karena Menteri Ma tidak membesar-besarkan urusan itu. Berselang beberapa saat kemudian, munculah kepala pembantu wanita itu menghadap Menteri Ma.   "Tuan Besar...."   "Cepat panggil Kwee Teng An, aku menunggunya di ruang tengah!"   "Ya, Tuan Besar."   Kepala pembantu wanita segera pergi memanggil Kwee Teng An, sedangkan Menteri Ma pergi ke ruang tengah. Berselang beberapa saat kemudian, tamp Kwee Teng An memasuki ruang itu dengan tergesa-gesa.   "Tuan Besar memanggilku?"   Tanyanya sambil memberi hormat.   "Ada suatu tugas untukku?"   "Duduklah Teng An!"   Sahut Menteri Ma dengan ramah.   "Tapi...."   Kwee Teng An ragu untuk duduk "Tuan Besar...."   "Duduklah!"   Desak Menteri Ma.   "Terimakasih, Tuan Besar!"   Ucap Kwee Teng An sambil duduk.   "Teng An...."   Menteri Ma menatapnya.   "Tadi putriku pergi ke rumah familinya. Tentunya engkau tahu, aku cuma mempunyai seorang anak perempuan."   Kwee Teng An mendengarkan dengan penuh perhatian, dan Menteri Ma melanjutkan dengan perlahan.   "Terus terang, sejak melihatmu, entah apa sebabnya aku merasa suka kepadamu."   Menteri Ma tersenyum.   "Oleh karena itu, aku berniat mengangkatmu sebagai anak angkat. Entah engkau setuju atau tidak?"   "Tuan Besar...."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Kwee Teng An tertegun. Ia mengira telinganya salah dengar tentang itu.   "Teng An!"   Menteri Ma menatapnya dalam-dalam.   "Bersediakah engkau menjadi anak angkatku?"   "Terimakasih, Tuan Besar!"   Kwee Teng An langsung menjatuhkan diri berlutut di hadapan Menteri Ma.   "Ha ha ha!"   Menteri Ma tertawa terbahak-bahak.   "Teng An, engkau harus memanggilku ayah angkat!"   "Ayah angkat!"   Panggil Kwee Teng An cepat, betapa girangnya pemuda itu, karena kini Menteri Ma telah mengangkatnya sebagai anak, dan tentunya ia akan hidup senang dan mewah, bahkan ia akan dikelilingi oleh gadis-gadis cantik.   "Teng An, bangunlah!"   Ujar Menteri Ma de- Halaman 24-25 ga ada melatih mereka dengan sungguh-sungguh, pokoknya tidak akan mengecewakan Ayah."   "Bagus! Ha ha ha...!"   Menteri Ma tertawa gembira.   "Besok aku akan menghadap kaisar untuk menceritakan tentang dirimu, agar dirimu bisa diterima sebagai pemimpin pengawal istana."   "Terimakasih, Ayah!"   Ucap Kwee Teng An girang.   "Terimakasih!" -oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh enam Menyelamatkan seorang gadis Tio Bun Yang betul-betul cemas, dan mulai tidak betah tinggal di markas pusat Kay Pang, bahkan sering melamun. Semua itu tentunya tidak terlepas dari mata Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong.   "Bun Yang,"   Ujar Lim Peng Hang ketika mereka bertiga duduk di ruang depan.   "Kelihatannya engkau sedang memikirkan Goat Nio. Ya, kan?"   "Ya, Kakek."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Engkau punya suatu rencana?"   Tanya Lim Peng Hang lembut. "Aku...."   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Aku ingin ke markas Ngo Tok Kauw menemui kakak Ling Cu. Siapa tahu dia punya informasi mengenai ketua Kui Bin Pang."   "Baiklah."   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Kapan engkau akan berangkat?"   "Sekarang."   "Kakek tidak akan melarangmu, tapi engkau harus berhatihati!"   Pesan Lim Peng Hang.   "Sebab kepandaian ketua Kui Bin Pang itu tinggi sekali."   "Ya, Kakek."   "Bun Yang!"   Gouw Han Tiong memandangnya seraya berkata.   "Seandainya terjadi sesuatu atas diri Goat Nio, engkau harus tetap tabah!"   "Ya, Kakek Gouw."   Tio Bun Yang meng-npguk dengan wajah murung, kemudian menghela nafas panjang.   "Aaah...."   "Bun Yang...."   Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.   "Engkau boleh berangkat sekarang, mudah-mudahan berhasil mencari Goat Nio"   "Terimakasih, kakek!"   Ucap Tio Bun Yang, lalu berpamit.   Pemuda itu langsung berangkat ke markas Ngo Tok Kuaw yang di kota Kang Shi.   Ia berharap Phang Ling Cu, ketua Ngo Tok Kauw itu mempunyai informasi tentang jejak ketua Kui Bin Pang Beberapa hari kemudian sampailah dia disuatu tempat sepi.   Tiba-tiba keningnya berkerut ternyata telinganya mendengar suara pertarungan.   Secepat kilat ia melesat ke arah suara itu tibanya di tempat tersebut, dilihatnya seorang gadis cantik sedang bertarung dengan seorang lelaki bertampang seram dan belasan orang ngerumuni mereka sambil bersorak-sorak.   "Ha ha ha!"   Lelaki bertampang seram tertawa gelak.   "Gadis cantik, lebih baik engkau menyerah! Mari kita bersenangsenang, pokoknyi aku pasti memuaskanmu!"   "Diam!"   Bentak gadis itu sambil menyerang. Namun lelaki bertampang seram itu dengan gampang sekali berkelit. Puluhan jurus kemudian, gadis itu makin terdesak, akhirnya pedangnya terlepas dari tanga nya.   "He he he!"   Lelaki bertampang seram itu tertawa terkekehkekeh.   "He he he! Gadis cantik alangkah baiknya engkau menjadi isteriku! He he he...!"   "Binatang!"   Caci gadis itu sekaligus menyerangnya dengan tangan kosong. Akan tetapi, sambil tertawa lelaki bertampang seram itu menangkap tangannya, bahkan sekaligus memeluknya.   "Jangan kurang ajar! Lepaskan!"   Teriak gadis itu sambil meronta-ronta.   "He he he!"   Lelaki bertampang seram itu jertawa terkekehkekeh.   "Pokoknya engkau harus melayaniku bersenangsenang!"   "Lepaskan aku! Lepaskan aku!"   Gadis itu terus berteriak.. Kakinya menendang, namun menindak tubuhnya terkulai. Ternyata lelaki bertampang seram itu telah menotok jalan darahnya, sehingga membuatnya tak bisa bergerak.   "He he he!"   Lelaki bertampang seram itu tertawa, kemudian mulai meraba-raba sepasang payudara gadis itu.   "Jangan! Jangan!"   Teriak gadis itu lemah.   "He he he..."   Lelaki bertampang seram itu tertawa lagi, namun mendadak tersentak karena mendengar suara bentakan yang mengguntur. "Jangan kurang ajar terhadap gadis itu!"   Berkelebat sosok bayangan ke hadapan lelaki bertampang seram itu. Semula lelaki tersebut tampak terkejut, namun begitu melihat yang ber-diri di hadapannya adalah seorang pemuda, seketika juga ia tertawa gelak.   "Ha ha ha! Anak muda! Engkau ingin cari mati ya?"   Ujarnya.   "Mm!"   Dengus pemuda itu, yang tidak lain Ialah Tio Bun Yang.   "Cepatlah kalian enyah! Kalau tidak...."   "Anak muda!"   Bentak lelaki bertampang seram itu.   "Aku adalah perampok sadis. Kalau berani menggangguku, engkau pasti mampus! Serang dia!"   Belasan anak buah perampok itu langsung menyerang Tio Bun Yang dengan berbagai macam senjata.   "Hati-hati!"   Seru gadis itu cemas.   Tio Bun Yang tersenyum, kemudian mendadak mengibaskan lengan bajunya dan seketika terdengar suara hiruk-pikuk.   Trang! Ting! Biang! Semua senjata mereka terpental entah kemana.   Kemudian badan Tio Bun Yang berputar bagaikan angin puyuh dan terdengarlah suara jeritan.   "Aaakh! Aaaakh...!"   Belasan orang itu terpental beberapa depa dan jatuh gedebuk dengan mulut mengeluarkan darah segar.   "Haah...?"   Mulut laki-laki berwajah seram itu ternganga lebar, begitu pula gadis tersebut. Setelah merobohkan perampok-perampok itu. Tio Bun Yang segera mendekati kepala perampok itu. "Anak muda!"   Bentak kepala perampok gusar "Engkau harus mampus di tanganku!"   Kepala perampok itu menyerangnya dengan golok. Tio Bun Yang tersenyum dan badannya bergerak. Seketika juga ia menghilang dari hadapan kepala perampok itu.   "Haaah?"   Kepala perampok itu terbelalak. Ia menengok ke sana ke mari, namun tidak melihat Tio Bun Yang.   "Aku berada di belakangmu!"   Terdengar suara di belakangnya. Kepala perampok itu cepat-cepat mengayunkan goloknya ke belakang, tapi cuma mengenai tempat kosong, sebab Tio Bun Yang sudah tidak berada di situ.   "Hah?"   Kepala perampok itu terkejut bukan main. Dalam waktu bersamaan mendadak muncul Tio Bun Yang di hadapannya sambil tersenyum-senyum.   "Engkau sering merampok dan memperkosa kan?"   Tanya Tio Bun Yang perlahan sambil menatapnya tajam.   "Aku...."   Kepala perampok itu betul-betul ciut nyalinya menghadapi Tio Bun Yang.   "Aku...."   "Terus terang aku tidak pernah membunuh, namun aku tetap akan menghukummu."   "Apa?"   Kepala perampok itu melotot.   "Engkau berani menghukumku?"   "Kenapa tidak?"   Sahut Tio Bun Yang dengan tersenyum.   "Aku... aku harus membunuhmu!"   Teriak kepala perampok itu sambil menyerang Tio Bun Yang dengan goloknya. Tio Bun Yang tetap berdiri diam di tempat, etlika golok itu mengarah kepadanya, barulah ia mengibaskan lengan bajunya. Trang! Golok itu terpental.   "Hah?"   Betapa terkejutnya kepala perampok itu. Ia memandang Tio Bun Yang dengan wajah pucat pias.   "Aku tidak akan membunuhmu,"   Ujar Tio Bj Yang.   "Tapi aku akan memusnahkan kepandaian mu."   "Ampun, Siauhiap! Ampun!"   Kepala perampok itu langsung berlutut di hadapan Tio Bun Yang.   "Aku telah mengampuni, maka tidak membunuhmu. Hanya akan memusnahkan kepandaianmu."   "Siauhiap, jangan engkau musnahkan kepandaianku, aku bersumpah tidak akan melakukan kejahatan lagi!"   "Bersumpah?"   Tio Bun Yang menggeleng gelengkan kepala.   "Itu percuma."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Siauhiap...."   Akan tetapi, mendadak tangan Tio Bun Yang bergerak dan seketika kepala perampok itu menjerit.   "Aaaakh...!"   Mulutnya mengeluarkan darah Ternyata Tio Bun Yang telah memusnahkan kepandaiannya.   "Ayoh, cepat pergi!"   Bentak Tio Bun Yan Kepala perampok itu berjalan pergi dengan sempoyongan.   Para anak buahnya mengikuti dengan langkah tertatih-tatih, membuat gadis itu tertawa geli.   Di saat itulah mendadak Tio Bun Yang menepuk punggung gadis itu untuk membebaskan jalan darahnya yang tertotok oleh kepala perampok.   Begitu jalan darahnya terbuka, gadis itu Iangsung meloncat bangun, kemudian menatap lio Bun Yang dengan kagum.   "Nona,"   Ujar Tio Bun Yang.   "Kini engkau sudah aman, boleh meninggalkan tempat ini."   "Aku..."   Gadis itu menundukkan kepala. "Kenapa engkau?"   Tio Bun Yang heran.   "Aku... aku tidak tahu harus ke mana,"   Sahut padis itu sambil menghela nafas panjang.   "Apa?"   Tio Bun Yang terbelalak.   "Nona...."   "Aku... aku minggat dari rumah,"   Gadis itu memberitahukan dengan jujur.   "Jadi aku tidak tahu harus ke mana."   "Nona!"   Tio Bun Yang menatapnya.   "Kenapa engkau minggat dari rumah? Bagaimana kalau aku mengantarmu pulang?"   "Tidak."   Gadis itu menggelengkan kepala.   "Aku tidak mau pulang, karena aku benci kepada ayah-ku."   "Nona!"   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Tidak baik engkau membenci ayahmu sendiri, engkau akan jadi anak durhaka lho!"   "Tapi ayahku sangat jahat."   Gadis itu menundukkan kepala.   "Ayahmu tidak jahat terhadapmu kan?"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Ayo kuantar pulang! Mungkin ayahmu sangat mencemaskan."   "Ayahku tidak akan mencemaskanku."   Sahut gadis itu."Dia... dia cuma mementingkan diri sendiri."   "Nona!"   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Kalau engkau tidak mau pulang, lalu mau ke mana?"   "Aku..."   Gadis itu menatap Tio Bun Yang dengan mata berbinar-binar.   "Aku ikut engkau saja."   "Mana boleh."   Tio Bun Yang menggelengkan kepala.   "Itu tidak baik"   "Kalau begitu..."   Gadis itu membanting-bantingkan kakinya.   "Lebih baik aku dibunuh kepa perampok itu saja." "Dia tidak bermaksud membunuhmu, melainkan ingin memperkosamu lho!"   Ujar Tio Bun Yang.   "Kepandaianmu masih rendah, tidak baik berkecimpung di rimba persilatan."   "Siapa bilang aku berkecimpung di rimba pel* silatan?"   "Lho? Bukankah kini engkau telah mulai berkecimpung di rimba persilatan?"   "Aku... aku cuma ingin berkelana."   "Nona...."   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku masih ada urusan lain, tidak bisa terus-menerus menemanimu di sini."   "Engkau...."   Gadis itu terisak-isak.   "Engkau kejam!"   "Apa?"   Tio Bun Yang terbelalak.   "Aku kejam? Padahal aku telah menyelamatkanmu barusan, kenapa engkau masih bilang aku kejam?"   "Karena... karena engkau tidak mau mengajakku pergi."   Ujar gadis itu dengan suara rendah.   "Nona...."   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Hei!"   Mendadak wajah gadis itu berseri.   "Kita jangan bercakap-cakap dengan cara berdiri begini, mari kita duduk di bawah pohon!"   "Nona...."   "Ayolah!"   Desak gadis itu. Tio Bun Yang menarik nafas dalam-dalam, lalu duduk di bawah pohon dan gadis itu segera duduk di sisinya.   "Nona, aku tidak bisa lama-lama di sini."   "Lho?"   Gadis itu menatapnya.   "Aku tidak menyuruhmu lama-lama di sini, melainkan Cuma ingin bercakap-cakap denganmu."   "Nona ingin mengatakan apa?" "Hei!"   Gadis itu menatapnya dalam-dalam.   "Bolehkah aku tahu namamu?"   "Namaku Tio Bun Yang."   "Tio Bun Yang..."   Gadis itu manggut-manggut, lalu memandangnya seakan sedang menunggu sesuatu, namun Tio Bun Yang diam saja.   "Hei! kenapa engkau tidak menanyakan namaku?"   "Aku..."   Tio Bun Yang memandang jauh ke depan.   "Namaku Ma Giok Ceng."   Ternyata gadis itu adalah puteri kesayangan Menteri Ma, yang minggat dari rumah. Ia terus memandang Tio Bun Yang.   "Oh ya, bolehkah aku memanggilmu kak Bun Yang?"   "Boleh."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Kalau begitu..."   Wajah Ma Giok Ceng berseri.   "Engkau harus memanggilku adik lho!"   "Ya."   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Kakak Bun Yang, kepandaianmu tinggi sekali. Bolehkah engkau mengajar aku ilmu silat?"   Tanya Ma Giok Ceng mendadak.   "Apa?"   Tio Bun Yang terbelalak.   "Aku tidak punya waktu."   "Kakak Bun Yang!"   Ma Giok Ceng cemberutl "Kenapa sih engkau? Kok kelihatannya tidak begitu senang kepadaku? Apakah engkau merasa sebal kepadaku?"   "Aku tidak merasa sebal kepadamu, melainkankan hatiku sedang resah"   Tio Bun Yang menghela nafas "Resah kenapa? Ditinggal kekasih ya?"   Tanya Ma Giok Ceng sambil tertawa.   "Aaaah..."   Tio Bun Yang menghela nafas lagi. kemudian memandangnya seraya berkata.   "Engkau gadis periang, tidak seharusnya minggat dari rumah. Aku yakin ayahmu sangat memanjakanmu."   "Yaah!"   Ma Giok Ceng menggeleng-gelengkan kepala.   "Itu memang benar, tapi...."   "Adik Giok Ceng, beritahukanlah kepadaku siapa ayahmu dan kenapa engkau pergi meninggikan rumah?"   "Aku akan memberitahukanmu, namun engkau tidak boleh memberitahukan kepada orang lain! Karena akan mencelakai diriku!"   Pesan Ma Giok Ceng sungguh-sungguh.   "Baik."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Aku berjanji! Nah, beritahukanlah!"   "Sebetulnya aku adalah putri menteri Ma di ibu kota."   Ma Giok Ceng memberitahukan.   "Belum lama ini, muncul seorang pemuda di rumahku, Dia mampu mengalahkan guruku, maka ayahku mengangkatnya sebagai kepala pengawal."   "Oooh!"   Tio Bun Yang manggut-manggut dan bertanya.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Siapa pemuda itu?"   "Kalau tidak salah, dia bernama Kwee Teng An."   Ma Giok Ceng memberitahukan lagi.   "Kepandaiannya tinggi sekali dia mampu mengalahkan guruku dalam sepuluh jurus."   "Oh?"   Kening Tio Bun Yang berkerut.   "Kwee Teng An...."   "Engkau kenal dia?"   "Rasanya aku pernah mendengar nama tersebut, tapi... sudah lupa."   Tio Bun Yang mengelengkan kepala dan bertanya.   "Lalu kenapa engkau minggat dari rumah?"   "Sebab.... kelihatan dia bukan pemuda baik. Aku khawatir ayahku akan menjodohkanku padanya, maka aku minggat."   "Sebetulnya engkau tidak usah minggat, kankah engkau bisa menolak apabila ayahmu mej jodohkanmu dengan pemuda itu? Ya, kan?" "Itu tidak bisa, sebab ayahku pasti terus menerus mendesakku. Lagi pula... kepandaian pemuda itu sangat tinggi, dia pasti bisa memaksaku."   "Adik Giok Ceng,"   Ujar Tio Bun Yang.   "Lebih baik kuantar engkau pulang, biar aku yang bicara dengan ayahmu."   "Tiada gunanya."   Ma Giok Ceng menggeleng gelengkan kepala.   "Engkau tidak pernah mendengar tentang ayahku?"   "Memang tidak."   "Ayahku sangat berpengaruh di sana. Entah sudah berapa banyak menteri dan jenderal yang mati di tangan ayahku."   "Ayahmu juga berkepandaian tinggi?"   "Ayahku tidak mengerti ilmu silat, namun kaisar sangat mempercayainya."   "Oooh!"   Tio Bun Yang manggut-manggut "Jadi ayahmu memfitnah mereka di hadapan kaisar, maka kaisar menurunkan perintah menghukum mati mereka. Begitu kan?"   "Ya."   Ma Giok Ceng mengangguk dengan wajah murung.   "Dulu yang berpengaruh di istana adalah Lu Thay Kam, namun sudah mati. Kini malah muncul ayahmu."   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Engkau kenal Lu Thay Kam?"   Tanya Ma Giok Ceng dengan heran.   "Kenal."   Tio Bun Yang mengangguk, kemudian menutur tentang itu.   "Oooh!"   Ma Giok Ceng manggut-manggut.   "Aku tidak menyangka engkau mencintai putri angkatnya itu."   "Engkau jangan salah paham. Yang mencintai Lui Hui San adalah Kam Hay Thian, bukan aku."   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Kini mereka berdua sudah saling mencinta." "Karena itu...."   Ma Giok Ceng tersenyum.   "Engkau pun menjadi patah hati. Ya kan?"   "Tentu tidak,"   Sahut Tio Bun Yang.   "Aku menganggap Lu Hui San sebagai adik. Masih ada Lie Ai Ling dan Lam Kiong Soat Lan, namun mereka semua sudah punya kekasih."   "Bagaimana engkau? Sudah punya kekasih?"   "Aku...."   Tio Bun Yang menghela nafas.   "Aku."   "Kalau engkau belum punya kekasih, aku... bersedia menjadi kekasihmu."   Ujar Ma Giok Ceng dengan suara rendah dan wajah kemerah-merahan.   "Eh? Engkau...."   Tio Bun Yang terbelalak.   "Kakak Bun Yang!"   Ma Giok Ceng tersenyum lembut. 'Begitu melihatmu, aku pun sangat tertarik kepadamu. Aku...."   "Adik Giok Ceng...."   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku hanya bisa menerimamu sebagai adik bukan sebagai kekasih "Kenapa?"   Ma Giok Ceng tampak kecewa "Sebab aku sudah punya kekasih, namanya Sian Koan Goat Nio."   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Tapi...."   "Kenapa?"   "Dia diculik oleh ketua Kui Bin Pang, aku sedang mencarinya."   "Oooh!"   Ma Giok Ceng manggut-manggut "Pantas engkau bilang tidak punya waktu untuk mengajarku ilmu silat, ternyata karena itu!"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk. "Kakak Bun Yang...."   Ma Giok Ceng menatapnya seraya berkata.   "Perkenankanlah aku ikut engkau! Kalau tidak, aku tidak tahu harus ke mana."   "Tapi...."   "Engkau tega membiarkan aku berkeliaran ke sana ke mari? Bagaimana kalau aku bertemu penjahat lagi?"   "Itu... itu...."   Tio Bun Yang mengerutkan kening.   "Kakak Bun Yang...."   Ma Giok Ceng memandangnya dengan penuh harap.   "Apakah engkau tega meninggalkanku seorang diri di sini?"   "Aku...."   Mendadak wajah Tio Bun Yang berseri.   "Kebetulan aku akan ke markas Ngo Tok kauw di kota Kang Shi, engkau boleh ikut aku kesana."   "Terimakasih, kakak Bun Yang!"   Ucap Ma Giok Ceng dengan wajah berseri.   "Terimakasih."   "Ketua Ngo Tok Kauw bernama Phang Ling Cu, dia kakak angkatku."   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Engkau akan aman tinggal di sana."   "Ya."   Ma Giok Ceng mengangguk.   "Terima-kasih!"   "Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang!"   Tio Bun Yang bangkit berdiri.   Ma Giok Ceng juga ikut berdiri, kemudian mereka berdua berangkat ke kota Kang Shi.   Dalam perjalanan menuju markas Ngo Tok Kauw, Tio Bun Yang mengajar Ma Giok Ceng ilmu silat tingkat tinggi, tentunya sangat menggembirakan gadis itu.   Ia terus belajar dengan giat sekali, maka tidak heran kalau kepandaiannya mengalami kemajuan pesat.   Hari ini mereka beristirahat di sebuah lembah.   Ma Giok Ceng memanfaatkan kesempatan ini untuk berlatih.   Sedangkan Tio Bun Yang duduk termenung di bawah pohon, ternyata sedang mjemikirkan Siang Koan Goat Nio.   Kemudian menghela nafas panjang sambil mengeluarkan sulingnya Terdengarlah suara suling yang sangat menggetarkan kalbu.   Ma Giok Ceng berhenti berlatih dan segera mendekati Tio Bun Yang, lalu duduk di sisinya sambil mendengar suara suling itu.   Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Bun Yang berhenti meniup sulingnya dan wajahnya tampak murung sekali.   "Kakak Bun Yang!"   Ma Giok Ceng memandangnya kagum.   "Engkau pandai sekali meniup suling."   "Ya."   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Kakak Bun Yang...."   Ma Giok Ceng menghela nafas panjang.   "Engkau teringat kepada Goat Nio?"   "Ng!"   Tio Bun Yang mengangguk.   "Aku rindu sekali kepadanya. Aaah...!"   "Kakak Bun Yang...."   Mendadak Ma Giok teng terisak-isak.   "Aku tidak pernah jatuh hati kepada pemuda mana pun, namun setelah bertemu denganmu, aku justru jatuh hati tapi engkau sudah punya kekasih."   "Adik Giok Ceng, aku menganggapmu sebagai adik, maka aku pun akan menyayangimu."   "Aaah...!"   Keluh Ma Giok Ceng.   "Aku akan lebih bahagia apabila menjadi isterimu. Namun itu cuma merupakan suatu mimpi di siang hari lolong."   "Adik Giok Ceng...."   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku...."   "Kakak Bun Yang!"   Ma Giok Ceng tersenyum."   Aku kagum kepadamu, karena walau kita berduaan, engkau tidak pernah kurang ajar terhadapku." "Adik Giok Ceng...."   Tio Bun Yang tersenyum.   "Aku yakin kelak engkau pasti ketemu pemuda tampan dan baik percayalah!"   "Kakak Bun Yang?"   Tanya Ma Giok Ceng mendadak.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Bagaimana engkau seandainya terjadi sesuatu atas dirinya?"   "Aku tidak bisa hidup lagi."   "Kalau engkau tidak bisa hidup, aku pun akan... mati,"   Ujar Ma Giok Ceng dengan suara rendah.   "Apa?"   Tio Bun Yang tertegun, kemudia menghela nafas panjang.   "Adik Giok Ceng, engkau tidak boleh begitu"   "Yaaah!"   Ma Giok Ceng menghela nafas panjang "Siapa tahu kelak aku maIah akan menjadi biarawati." -oo0dw0oo- Beberapa hari kemudian, Tio Bun Yang dan Ma Giok Ceng sudah tiba di kota Kang Shi.   Tio Bun Yang langsung mengajaknya ke markas Nno Tok Kauw.   Kedatangan Tio Bun Yang bersama gadis itu sungguh mencengangkan Phang Ling Cu ketua Ngo Tok Kauw.   "Adik Bun Yang...."   "Kakak Ling Cu!"   Tio Bun Yang tersenyum "Mari kuperkenalkan, gadis ini bernama Ma Giok Ceng."   "Oooh!"   Ngo Tok Kauwcu manggut-manggui "Kakak Ling Cu!"   Ma Giok Ceng segera memberi hormat.   "Terimalah hormatku!"   Ngo Tok Kauwcu balas memberi hormat, la mempersilakan mereka duduk.   "Adik Bun Yang ke mari ada urusan penting?"   Tanyanya kemudian "Aaah...!"   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Aku..."   "Adik Bun Yang!"   Ngo Tok Kauwcu menatapnya.   "Engkau belum berhasil mencari Goat Nio ?"   "Belum."   Tio Bun Yang menggelengkan ke pala kemudian menutur tentang semua kejadian itu dan menambahkan.   "Entah dibawa ke mana Goat Nio?"   "Biar bagaimanapun engkau harus tabah,"   Ujar Ngo Tok Kauwcu.   "Aku pun akan membantu mencari jejak Ketua Kui Bin Pang itu."   "Terimakasih, Kakak Ling Cu!"   "Adik Bun Yang!"   Ngo Tok Kauwcu menatapnya seraya bertanya.   "Bagaimana cara engkau berkenalan dengan Giok Ceng?"   "...."   Tio Bun Yang memberitahuan.   ".... maka aku menyelamatkannya."   "Oooh!"   Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut, kemudian memandang Ma Giok Ceng seraya bertanya.   "Bolehkah aku tahu identitasmu?"   "Boleh."   Ma Giok Ceng mengangguk.   "Tapi Kakak Ling Cu tidak boleh memberitahukan kepada orang lain, sebab akan mencelakai diriku."   "Baik."   Ngo Tok Kauwcu tersenyum.   "Aku berjanji!"   "Aku adalah putri menteri Ma...."   Ma Giok Ceng memberitahukan tentang semua itu.   "Maka aku minggat dari rumah."   "Sungguh tak disangka!"   Ngo tok kauwcu menggelenggelengkan kepala.   "Ternyata engkau adalah putri menteri Ma yang sangat berpengaruh istana!"   "Aaah...!"   Ma Giok Ceng menghela nafas panjang.   "Ayahku adalah menteri jahat, aku... aku mengkhawatirkannya." "Oh ya!"   Tanya Ngo Tok Kauwcu.   "Engkau tahu Pemuda itu berasal dari penguruan mana?"   "Tidak tahu."   Ma Giok Ceng menggelengkan kepala.   "Guruku telah berpesan kepadaku harus berhati-hati terhadapnya. Kata guruku, dia pemuda yang sangat licik."   "Ngmm!"   Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut "Lalu apa rencanamu sekarang?"   Ma Giok Ceng segera memandang Tio Bun Yang, dan pemuda itu langsung berkata.   "Kakak Ling Cu, sementara ini biar dia tinggal di sini agar dirinya aman."   "Baiklah."   Ngo Tok Kauwcu tersenyum.   "Dia boleh tinggal di sini. Tapi... markasku ini tentunya tidak bisa menyamai rumah menteri Ma lho!"   "Tidak apa-apa,"   Sahut Ma Giok Ceng cepat "Aku lebih senang tinggal di sini, sungguh!"   "Kini urusan ini telah beres, maka aku harus segera pergi mencari Goat Nio,"   Ujar Tio Bun Yang.   "Kakak Bun Yang...."   Wajah Ma Giok Ceng langsung berubah murung.   "Kok sudah mau pergi?"   "Aku...."   "Adik Bun Yang!"   Ngo Tok Kauwcu senyum.   "Lebih baik engkau bermalam di sini besok pagi baru berangkat."   "Tapi?!"   Tio Bun Yang mengerutkan kening "Kakak Bun Yang!"   Ma Giok Ceng memandang dengan penuh harap, membuat Tio Bun Yang merasa tidak tega berangkat sekarang.   "Adik Bun Yang,"   Desak Ngo Tok Kauwu "Bermalam di sini saja, besok pagi baru berangkat." "Baiklah."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Terimakasih, Kakak Bun Yang!"   Wajah Ma Giok Ceng langsung ceria.   "Terimakasih!"   "Eh?"   Ngo Tok Kauwcu tertawa geli.   "Giok Ceng, kenapa engkau mengucapkan terimakasih padanya?"   "Aku...."   Wajah gadis itu kemerah-merahan.   "Aku...."   "Yaaah...!"   Ngo Tok Kauwcu menghela nafas panjang.   "Kalau Adik Bun Yang belum punya kekasih, kalian berdua memang serasi."   "Kakak Ling Cu,"   Tanya Ma Giok Ceng mendadak.   "Bukankah lelaki boleh punya isteri lebih dari satu?"   "Itu memang kemauan kaum lelaki,"   Sahut Ngo Tok Kauwcu sambil tertawa.   "Seandainya engkau sudah punya suami, apakah memperbolehkan suamimu punya isteri muda?"   "Itu...."   Ma Giok Ceng menggelengkan kepala.   "Tentu aku tidak memperbolehkannya."   "Nah! Itulah...."   Ngo Tok Kauwcu menghela nafas panjang.   "Maka tidak mungkin Adik Bun Yang akan punya isteri lebih dari satu."   "Aaaah...!"   Keluh Ma Giok Ceng.   "Giok Ceng!"   Ngo Tok Kauwcu tersenyum.   "Ketika pertama kali bertemu Adik Bun Yang. Aku pun sangat tertarik kepadanya. Pada waktu itu aku memakai cadar di muka."   "Oh?"   Ma Giok Ceng tertegun.   "Kenapa Kakak memakai cadar di muka?"   "Karena wajahku rusak karena racun."   Ngo Tok Kauwcu memberitahukan.   "Yang menyembuhkan mukaku adalah Adik Bun Yang."   "Oh?"   Ma Giok Ceng terkejut.   "Kakak Yang juga mahir ilmu pengobatan?" "Ya."   Ngo Tok Kauwcu mengangguk.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Tentu nya engkau tahu, kepandaiannya tinggi sekali."   "Betul. Aku telah menyaksikan kepandaianya. Bahkan dia pun mengajarku ilmu silat tinggi tinggi."   Ma Giok Ceng memberitahukan.   "Bagus!"   Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut kemudian menghela nafas panjang.   "Adik Bun Yang memang tampan, baik hati, lemah lembut berpengertian dan berperasaan."   "Wuah!"   Ma Giok Ceng tertawa kecil.   "Di borong semua!"   "Memang begitulah."   Ngo Tok Kauwcu mengangguk.   "Kakak Ling Cu!"   Tio Bun Yang menggeleng gelengkan kepala.   "Jangan terlampau memuji diri ku, karena sesungguhnya aku juga punya kekurangan."   "Kekuranganmu justru merupakan kelebihan bagi orang lain,"   Sahut Ngo Tok Kauwcu.   "Kakak Ling Cu...."   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   Keesokan harinya, berangkatlah Tio Bun Yang pergi mencari Siang Koan Goat Nio.   Keberangkatannya justru membuat Ma Giok Ceng bermuram durja.   Ngo Tok Kauwcu terus menghibur gadis itu, namun malah meledakkan tangisnya yang ditahan-tahan.   Diam-diam Ngo Tok Kauwcu menghela nafas, gadis mana yang tidak akan jatuh cinta pada Tio Inn Yang? Sebab Tio Bun Yang betul-betul pemuda baik dan sangat tampan.   -oo0dw0oo- Tio Bun Yang terus melanjutkan perjalanan tanpa tujuan.   Sore ini ketika ia tiba disuatu tempat, mendadak terdengar suara pertempuran yang hiruk pikuk.   Tio Bun Yang mengerutkan kening, lalu meliat ke arah suara pertempuran itu.   Tampak pasukan kerajaan sedang menyerang para pembrontak.seorang wanita muda bertarung mati-matian.   Begitu melihat wanita itu, tersentaklah hatinya, karena wanita itu ternyata Tan Giok Lan yang ikut Yo Suan Hiang, Ketua Tiong Ngie Pay, kemudian Tiong Ngie Pay bergabung dengan Lie Hu Seng.   Betapa gembiranya Tio Bun Yang.   Ia segera melesat ke arah Tan Giok Lan.   Pasukan kerajaan yang sedang bertempur itu terkejut bukan main, karena melihat sosok bayangan laksana kilat di atas kepala mereka.   "Kakak Giok Lan!"   Panggil Tio Bun Yang setelah melayang turun di hadapan Tan Giok Lan "Haaah...?"   Tan Giok Lan terbelalak.   "Engkau... engkau Adik Bun Yang?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk sambil tersenyum, kemudian memandang pemimpin pasukan kerajaan itu seraya berkata.   "Paman, lebih baik pertempuran yang tak berarti ini dihentikan saja!"   "Anak muda!"   Pemimpin itu menatap Tio Bun Yang dan bertanya.   "Siapa engkau?"   "Namaku Tio Bun Yang."   "Apa?"   Pemimpin itu terbelalak.   "Engkau Giok Siauw Sin Hiap?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk sambil tci senyum.   "Paman, untuk apa mengorbankan begil banyak nyawa, dalam pertempuran yang tiada artinya ini?"   "Giok Siauw Sin Hiap,"   Sahut pemimpin itu "Aku ditugaskan untuk membasmi para pemberontak, bagaimana mungkin aku menghentikan pertempuran ini? Cobalah pikir!"   "Sebetulnya aku tidak mau mencampuri urusan kerajaan. namun wanita ini adalah kakak angkatku" "Giok Siauw Sin Hiap!"   Pemimpin itu menggelenggelengkan kepala.   "Sesungguhnya aku pun tidak menghendaki terjadinya pertempuran ini, tapi... apabila kuhentikan, sampai di markas aku pasti dihukum mati."   "Kalau begitu...."   Tio Bun Yang tersenyum.   "Lebih baik Paman, tidak usah pulang."   "Tapi aku punya anak isteri."   "Bawa serta anak isteri Paman,"   Ujar Tio Bun Ihing.   "Kini situasi semakin gawat, terjadi pertempuran di mana-mana. Lebih baik Paman hidup tenang di suatu tempat, jangan bergelut lagi dengan situasi yang begini macam."   Pemimpin itu berpikir lama sekali, akhirnya Mengangguk seraya berkata sungguh-sungguh.   "Baiklah, aku menuruti nasehatmu."   "Terimakasih!"   Ujar Tio Bun Yang. Pemimpin itu memandang para anak buahnya yangg berjumlah ratusan, kemudian berseru lantang "Kalian semua dengar baik-baik! Pertempuran ini tidak perlu dilanjutkan lagi!"   Sambil menghela nafas panjang.   "Horee!"   Para prajurit itu bersorak girang.   "Siapa yang masih ingin pulang ke markas, silahkan!"   Lanjut pemimpin itu.   "Bagi siapa yang tidak mau pulang ke markas, diperbolehkan pulang! Setelah itu, terserah mau ke mana!"   Para prajurit itu saling memandang, lama sekali barulah mereka berseru serentak.   "kami mau pulang!"   "Baik!"   Pemimpin itu manggut-manggut.   "Sekarang kalian boleh pulang, tapi lebih baik lepaskan seragam kalian agar tidak menimbul kecurigaan pasukan lain!" "Ya!"   Para prajurit itu mulai melepaskan seragam masingmasing, setelah itu barulah mereka meninggalkan tempat tersebut.   "Giok Siauw Sin Hiap,"   Ujar pemimpin sambil tersenyum.   "Aku akan pulang ke rumah selanjutnya kami akan hidup tenang di suatu tempat. Sampai jumpa!"   Pemimpin itu melesat pergi, Tio Bun Yang manggutmanggut, lalu memandang Tan Giok Lan seraya berkata.   "Kakak Giok Lan, kini sudah aman...."   "Adik Bun Yang...."   Tan Giok Lan menatapnya dengan mata basah.   "Sudah sekian lama kita tak bertemu, aku... aku rindu sekali kepadamu,' "Aku pun rindu sekali kepada Kakak,"   Sahut Tio Bun Yang sambil tersenyum.   "Oh ya, bagaimana keadaan Bibi Suan Hiang? Dia baik-baik saja?"   "Bibi Suan Hiang baik-baik saja. Dia pun rindu sekali kepadamu. Adik Bun Yang"   Tan Giok Lan menatapnya.   "Mari ikut kami pergi menemui Bibi Suan Hiang dan Paman Lie Tsu Seng, beliau pun sering teringat kepadamu!"   "Kakak Giok Lan...."   Tio Bun Yang tampak ragu "Aku masih ada urusan lain, tidak bisa...."   "Ayohlah!"   Desak Tan Giok Lan.   "Bibi Suan Hiang sangat merindukanmu, temuilah dia!"   "Kakak Giok Lan...."   Tio Bun Yang berpikir lama sekali, setelah itu barulah mengangguk.   "Baiklah!"   "Adik Bun Yang...."   Wajah Tan Giok Lan langsung berseri, kemudian berseru lantang.   "Mari kita kembali ke markas...!" -oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh tujuh Pertarungan di Markas Lie Tsu Seng Di ruang tengah, tampak Menteri Ma dan Kwee Ceng An duduk dengan wajah serius, rupanya mereka berdua sedang membahas suatu masalah penting.   "Teng An,"   Ujar Menteri Ma.   "Aku telah mengajukan permohonan kepada kaisar, agar engkau diterima sebagai pemimpin pengawal di istana- Tapi...."   "Kenapa?"   Tanya Kwee Teng An dengan kening agak berkerut.   "Apakah kaisar tidak sudi menerima permohonan Ayah?"   "Kaisar akan menerima permohonanku, tapi aku harus memenuhi sebuah syaratnya."   "Apa syarat kaisar?"   "Aku harus mempersembahkan kepala Lie Tsu Seng."   "Maksud kaisar aku harus memenggal kepala pemimpin pemberontak itu?"   "Ya."   Menteri Ma mengangguk, lalu mengb nafas panjang.   "Itu... itu bagaimana mungkin."   "Ayah,"   Ujar Kwee Teng An dengan tersenyum.   "Aku akan pergi memenggal kepala Tsu Seng."   "Oh?"   Wajah Menteri Ma berseri.   Sesungguhnya ia tidak mengajukan permohonan tersebut kepada kaisar, hanya berbohong guna memperalat Kwee Teng An agar membunuh Lie Tsu Seng Sebetulnya Kwee Teng An sangat licik, namun masih kalah licik dibandingkan dengan Menteri Ma.   "Ayah,"   Ujar Kwee Teng An sungguh-sungguh "Kalau aku t,dak berhasil memenggal kepala Lie Tsu Seng, aku tidak akan kembali kesini " "Bagus! Bagus! Menteri Ma tertawa gembira.   "Apabila engkau berhasil memenggal kepala Lie Tsu Seng, kaisar pasti mengangkatmu sebagai pemimpin pengawal istana."   "Tapi...."   Mendadak Kwee Teng An mengerutkan kening.   "Ada apa?"   Menteri Ma menatapnya.   "Aku tidak tahu pemimpin pemberontak itu ada di mana Ayah tahu?"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tentu tahu"   Menteri Ma tersenyum dan memberitahukan "Kini markas Lie Tsu Seng berada di pinggir Kota Lam An."   "Kalau begitu...."   Kwee Teng An bangkit dari duduknya.   "Aku akan berangkat sekarang."   "Nak...."   Menteri Ma juga berdiri, lalu memegang bahunya seraya berkata.   "Semoga engkau berhasil memenggal kepala Lie Tsu Seng!"   "Percayalah kepadaku, Ayah!"   Sahut Kwee Ceng An sambil tersenyum.   "Aku pasti berhasil memenggal pemimpin pemberontak itu."   "Bagus! Bagus! Ha ha ha!"   Menteri Ma tertawa gembira.   "Engkau berkepandaian begitu tinggi, tentunya mampu memenggal kepala Lie Tsu Seng! Ha ha ha...!"   "Ayah, aku berangkat."   Ujar Kwee Ceng An dan berjalan pergi. Menteri Ma memandang punggungnya. Setelah Kwee Ceng An lenyap dari pandangannya ia tertawa gembira lagi. Namun berselang beberapa saat kemudian wajahnya tampak berubah ternyata ia teringat akan putrinya.   "Giok Ceng! Giok Ceng! Engkau berada di mana? Pulanglah, ayah rindu sekali kepadamu!" -oo0dw0oo      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   / Kwee Teng An terus melakukan perjalan siang dan malam, fa bernafsu sekali memeng kepala Lie Tsu Seng, karena ingin menjadi pj mimpin pengawal istana.   Apabila berhasil, ma ia pun tidak perlu bergantung pada Menteri lagi.   Berpikir sampai di situ, mendadak K Teng An tertawa terbahak-bahak.   Beberapa hari kemudian, ia sudah memasul daerah Lam An.   Tampak puluhan tenda di depan sana.   Kwee Teng melesat ke sana tersenyum senyum.   Ia kelihatannya yakin berhasil memenggal kepala Lie Tsu Seng.   Tiba-tiba muncul puluhan pemberontak memandangnya seraya bertanya.   "Siapa engkau? Mau apa engkau ke mari?! "Ha ha ha!"   Kwee Teng An tertawa gelak dan menyahut.   "Kalian tidak usah tahu siapa aku. Aku. ke mari untuk memenggal kepala Lie Tsu Sen. Ha ha ha...!"   "Apa?"   Para pemberontak itu terbelalak.   "Kawan, engkau jangan bergurau dengan kami! Kami semua adalah pejuang...."   "Hm!"   Dengus Kwee Teng An dingin, kemudian mendadak bergerak.   "Aaakh! Aaaakh...!"   Terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Tampak beberapa orang terpental dengan mulut menyemburkan darah segar dan kemudian nyawa mereka pun melayang.   "Ha ha ha!"   Kwee Teng An terus tertawa gelak.   Kemudian badannya berkelebatan ke sana ke mari, dan seketika terdengar lagi suara jeritan Sangat menyayat hati.   Betapa terkejutnya para pemberontak itu, karena sudah belasan orang mati di tangan Kwee Teng An.   Salah seorang di antara mereka segera berlari ke tenda Lie Tsu Seng, dan melapor.   "Celaka! Di luar ada pembunuh." "Pembunuh?"   Lie Tsu Seng mengerutkan kening.   "Siapa pembunuh itu?"   "Entahlah."   "Dia mau membunuh siapa?"   "Dia mau membunuh...."   "Dia mau membunuhku, kan?"   "Betul."   Sementara Yo Suan Hiang, Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him saling memandang, kemudian semuanya memberi hormat kepada Lie Tsu Seng seraya berkata.   "Kami akan menghadapi mereka!"   "Hati-hati!"   Pesan Lie Tsu Seng. Yo Suan Hiang dan lainnya segera meleset keluar ke tempat itu. Mereka melihat Kwee Teng An sedang membantai para penjaga di sana. Di saat mereka baru mau meleset ke hadapan pemuda itu, mendadak terdengar suara tawa cekikikan.   "Hi hi hi! Anak muda, ternyata engkau ke sini membantai para pejuang!"   Terdengar pula suara seruan merdu, lalu melayang turun seorang wanita muda yang sangat cantik, sepasang matanya mengerling mempesonakan. Begitu melihat kecantikan wanita muda itu Kwee Teng An terpukau sehingga matanya terbelalak lebar.   "Nona cantik! Siapa engkau?"   Tanyanya dengan tersenyum lembut.   "Kenapa engkau mencampuri urusanku?"   "Wuah, bukan main lembutnya senyumanmu"   Wanita muda itu tertawa nyaring sambil menatapnya.   "Tapi... penuh kelicikan!" "Nona manis!"   Kwee Teng An tertawa.   "Bolehkah aku tahu siapa engkau?"   "Namaku Tu Siao Cui, juiukanku adalah Bu Ceng Sianli!"   Sungguh di luar dugaan, wanita muda itu ternyata Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui..   "Oooh!"   Kwee Teng An tersenyum.   "Nona Tu, engkau memang secantik bidadari, aku senang sekali bertemu denganmu."   "Oh, ya?"   Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan "Tapi sebaliknya aku malah tidak senang melihat mu."   "Lho? Kenapa?"   "Aku mengikutimu dari ibu kota, tak kusangka engkau ke mari membantai para pejuang!"   "Terimakasih atas kesediaanmu mengikuti aku dari ibu kota!"   Ujar Kwee Teng An sambil tertawa tawa.   "Itu pertanda engkau suka padaku! Ya. kan?"   "Hi hi hi! Kira-kira begitulah,"   Sahut Bu Ceng Sianli.   "Bolehkah aku tahu asal-usulmu?"   Tanyanya.   "Namaku Kwee Teng An. Mengenai asal usulku...."   Pemuda itu menatapnya dengan penuh gairah nafsu birahi.   "Kelak aku akan memberi-lahukan kepadamu!"   "Oh?"   Bu Ceng Sianli tersenyum.   "Sudah tiada kelak lagi bagimu!"   Ketika menyaksikan senyuman itu, Kwee Teng An nyaris menerjang untuk memeluknya.   "Nona Tu! Terus terang, aku sangat tertarik kepadamu! Rasanya ingin sekali menemani tidur. aku yakin engkau tidak berkeberatan, bukan?"   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Suanli hanya tertawa cekikikan, tidak menyahut.   Sementara Yo Suan Hiang dan lainnya me-mandang mereka dengan mata terbelalak.   Mereka tuntu sekali tidak kenal Kwee Teng An dan Bu Ceng Sianli, namun mereka berlega hati, karena Bu Ceng Sianli kelihatan berada di pihak mereka.   "Nona Tu, Setelah aku memenggal kepala Lie Tsu Seng, bagaimana kalau kita pergi bersenang-senang?"   "Idiih! Engkau kok begitu genit?"   "Engkau bersedia menemaniku bersenang-senang, kan?"   "Akan kupertimbangkan! Tapi...."   Mendadak Bu Ceng Sianli menatapnya tajam.   "Aku tidak mengizinkan engkau memenggal kepala Lie Tsu Seng!"   "Kenapa?"   Kwee Teng An mengerutkan kening.   "Engkau punya hubungan dengan pemimpin pemberontak itu?"   "Tidak ada hubungan apa-apa!"   "Kalau begitu, kenapa engkau ingin menghalangiku memenggal kepalanya? Apa alasanmu"   "Lie Tsu Seng adalah pejuang demi rakyat maka aku harus melindunginya."   "Oh?"   Kwee Teng An tersenyum, kemudian mendadak menatap Bu Ceng Sianli dengan tajam sekali sambil mengerahkan Toh Hun Tay Hoat untuk mempengaruhinya.   "Tu Siao Cui, engkau harus menuruti perintahku!"   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli malah tertawa cekikikan.   "Anak muda, percuma engkau mengerahkan ilmu sesatmu, karena aku tidak akan terpengaruh."   "Hah?"   Bukan main terkejutnya Kwee Tcn An.   "Nona Tu...."   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan lagi.   "Engkau perlu tahu sebelum engkau di lahirkan, aku sudah belajar ilmu sesat!" "Ha ha ha!"   Kwee Teng An tertawa.   "Nona Tu, engkau bergurau...."   "Diam!"   Bentak Bu Ceng Sianli mendadak "Cepatlah engkau enyah dari sini! Kalau tidak aku pasti turun tangan membunuhmu!"   "Oh?"   Kwee Teng An tertawa lagi.   "Ha ha ha! Engkau kok galak amat? Sungguh kebetulan, aku memang suka gadis galak! Ha ha ha...!"   "Anak muda!"   Bu Ceng Sianli mengerutkan kening.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Betulkah engkau tidak mau enyah?"   "Aku sudah jatuh cinta kepadamu, bagaimana mungkin aku akan enyah dari sini?"   "Engkau memang ingin cari mampus!"   "Nona Tu!"   Kwee Teng An tersenyum.   "Berhubung aku sudah jatuh cinta kepadamu, maka aku tidak mau bertarung denganmu! Tapi... aku kan membunyikan sesuatu untuk engkau dengar!"   Bu Ceng Sianli tercengang, Kwee Teng An mengeluarkan sebuah benda. Ketika melihat benda itu, air muka Bu Ceng Sianli langsung berubah ia segera berseru.   "Cepatlah kalian semua menyingkir! Kalau tidak kalian semua pasti mati!"   Yo Suan Hiang dan lainnya saling memandang, lama sekali barulah Yo Suan Hiang berseru.   "Mari kita menyingkir!"   Mereka semua langsung menyingkir, membuat Bu Ceng Sianli menarik nafas lega.   "Nona Tu!"   Kwee Teng An menatapnya "Engkau kenal benda ini?" "Tidak, tapi pernah mendengar,"   Sahut Bu Ceng Sianli.   "Benda itu adalah Genta Maut! Ya, kan?"   "Tidak salah!"   Kwee Teng An manggut-manggut.   "Engkau tahu Genta Maut ini, berarti l juga akan kelihayannya! Oleh karena itu, baik engkau menyerah."   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa nyari "Engkau tidak tahu jelas tentang asal-usulku maka engkau berani omong besar di hadapanku"   "Nona Tu,"   Ujar Kwee Teng An sun sungguh.   "Lebih baik kita damai. Sebab aku sudah jatuh cinta kepadamu."   "Kita boleh damai, tapi engkau harus lepaskan Lie Tsu Seng!"   "Tidak bisa! Aku kemari justru ingin memenggal kepalanya. Kalau aku berhasil memenggal kepalanya, maka aku akan hidup senang mewah. Tentunya engkau boleh ikut mencicip nya! Ha ha ha...!"   "Kalau begitu...."   Wajah Bu Ceng Sianli berubah dingin.   "Aku terpaksa harus menghajarmu!"   "Baik! Aku akan melumpuhkanmu dengan Genta Maut ini!"   Sahut Kwee Teng An dan ia membunyikan Genta Maut tersebut.   Seketika sekujur badan Bu Ceng Sianli getar keras, sedangkan Yo Suan Hiang dan lain cepat-cepat menutup telinga.   Wajah mereka pucat pias, lalu menyingkir lebih jauh.   Di saat itu terdengar suara siulan panjang.   Ternyata Bu Ceng Sianli mengeluarkan suara siulan untuk menekan Genta Maut itu.   Maka terdengarlah suara siulan dan bunyi Genta Maut yang saling menyusul.   Kwee Teng terus membunyikan Genta Maut itu, bukan bermaksud membunuh Bu Ceng Sianli, melainkan iya ingin melumpuhkannya.   Sedangkan Bu Ceng sianli terus mengerahkan Lwee Kangnya bersiul untuk menekan bunyi Genta Maut itu.   Di saat bersamaan, Tio Bun Yang, Tan Giok Lan dan lainnya telah tiba di tempat itu.   Ketika mendengar suara-suara tersebut kening Tio Bun Yang langsung berkerut.   "Kakak Giok Lan, kalian semua harus menunggu di sini!"   Pesan Tio Bun Yang dan membertahukan.   "Sebab kalau kalian mendekati tempat itu, bunyi genta itu pasti mencelakai kalian! aku kenal wanita itu. Kelihatannya ia agak kewalahan menghadapi bunyi genta itu, maka aku harus ke sana membantunya!"   "Hati-hati, Adik Bun Yang!"   Ujar Tan Giok Lan.   "Ya!"   Tio Bun Yang mengangguk sambil mengeluarkan suling pusakanya.   Kemudian ia mencari ke tempat itu dan mulai meniupnya.   Terdengarlah alunan suling yang amat lembut menyamankan.   Begitu mendengar suara suling itu, wajah Bu Ceng Sianli langsung berseri, karena ia sudah tahu siapa peniupnya.   Sebaliknya Kwee Teng An malah terkejut.   Ia terus membunyikan Genta Mautnya sambil paling.   Ketika melihat siapa yang muncul, mukanya langsung berubah hebat, karena tidak menyangka kalau Tio Bun Yang akan muncul tempat itu.   Oleh karena itu, timbullah nafsu membunuhnya.   Kwee Teng An memperkeras bunyi Genta Mautnya.   Betapa terkejutnya Bu Ceng Sianli Namun di saat bersamaan, ia pun mendengar suara suling yang makin lembut tapi bernada tinggi dan terus meninggi.   Bu Ceng Sianli berhenti bersiul, lalu dia bersila di bawah sambil mengerahkan lweekang nya.   Sementara Kwee Teng An terus memperkuat bunyi Genta Mautnya, sedangkan suara suling Bun Yang semakin lembut dan bernada semakin tinggi.   Daaar! Mendadak suara ledakan.   Ternyata Genta Maut itu meledak, sehingga membuat Kwee Teng An terpental beberapa depa.   Setelah berdiri ia menatap Tio Bun Yang dengan mata berapi "Adik! Adik...!"   Seru Bu Ceng Sianli saambil bangkit berdiri.   "Kakak Siao Cui!"    Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini