Pendekar Sakti Suling Pualam 37
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 37
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung "Ya, Guru." Sie Keng Hauw mengangguk. "Ngmm!" Orang tua pincang manggut-manggut. "Jadi engkau sungguh-sungguh mencintai Lie Ai Ling?" "Ya, Guru." Sie Keng Hauw mengangguk lagi sambil memandang Lie Ai Ling yang berdiri di sisinya, sehingga wajah gadis itu tampak kemerah-merahan. "Baiklah." Orang tua pincang manggut-manggut lagi dan tersenyum-senyum, kelihatan ia gembira sekali. "Kalau begitu, beberapa bulan kemudian, guru akan ke pulau Hong Hoang To menemui Lie Man Chiu untuk membicarakan pernikahan kalian." "Guru...." Wajah Sie Keng Hauw langsung memerah. "Itu terlampau cepat, lebih baik setahun Iagi " "Aaaah...!" Orang tua pincang menghela nafas panjang. "Tak terduga sama sekali, Bun Yang dan Buat Nio...." "Guru, mereka sedang menunggu kami." "Cepatlah kalian susul mereka!" "Guru," Ucap Sie Keng Hauw. "Sampai jumpa'" "Sampai jumpa, muridku!" Sahut orang tua pincang. Setelah Sie Keng Hauw tidak kelihatan, barulah orang tua pincang itu kembali masuk. "Aaaah...!" Lim Peng Hang menghela nafas panjang. "Mereka sudah pulang ke Tayli dan pulau Hong Hoang To, kini cuma tinggal kita." "Lim Pangcu," Ujar orang tua pincang. "Aku mau pamit." "Cepatlah engkau pergi!" Sahut Bu Ceng Sianli ketus. "Semua itu gara-gara engkau!" "Sianli...." Orang tua pincang menundukkan kepala. "Aku...." "Sudahlah!" Bu Ceng Sianli menggeleng-gelengkan kepala. "Percuma aku terus menerus mempersalahkanmu!" "Sianli, aku mohon diri, semoga kita semua akan berjumpa lagi dalam suasana yang menyenangkan!" Ucap orang tua pincang, lalu melangkah pergi meninggalkan markas pusat Kay Pang. "Aaaah...!" Bu Ceng Sianli menghela nafas panjang. "Sebetulnya dia tidak bersalah, hanya saja tidak bisa melihat situasi." "Sianli," Ujar Lim Peng Hang. "Aku justru tidak habis pikir. Apakah benar Bun Yang dan Goat Nio sudah tewas?" "Itu memang merupakan suatu teka-teki," Sahut Bu Ceng Sianli. "Sebab kita tidak menemukan! mayatnya, sedangkan tidak mungkin mayatnya akan digondol binatang buas." "Memang tidak mungkin." Lim Peng Hang manggutmanggut. "Sebab tiada jejak binatang buas di dasar jurang itu, pertanda tiada binatang buas di sana." "Tapi...." Bu Ceng Sianli mengerutkan kening "Kenapa mayat mereka tidak berada di sana? Itu sungguh membingungkan. Mungkinkah mayat mereka tenggelam ke dasar telaga itu?" "Setahuku...," Sahut Gouw Han Tiong. "Mayat tidak akan tenggelam, melainkan malah terapung di permukaan air. Maka tidak mungkin Bun Yang dan Goat Nio mati di dalam telaga itu." "Heran?" Lim Peng Hang terus menggelengkan kepala. "Mungkinkah Bun yang dan Goat Nio tidak mati?" "Menurutku...," Ujar Bu Ceng Sianli. "Bun Yang dan Goat Nio tidak berumur pendek, jadi tidak mungkin mereka berdua akan mati sedemikian muda." Tiba-tiba Cian Chiu Lo Kay masuk ke dalam bersama seorang gadis, yakni Ngo Tok Kauwcu Phang Ling Cu, yang wajah gadis itu tampak pucat pias. "Pangcu," Lapor Cian Chiu Lo Kay. "Ngo Tok Kauwcu ingin bertemu Pangcu." "Ya," Sahut Lim Peng Hang sambil manggut-manggut. "Ling Cu, silakan duduk!" "Terimakasih!" Ucap Ngo Tok Kauwcu sambil duduk. Sedangkan Cian Chiu Lo Kay segera mengundurkan diri dari situ. "Ling Cu!" Lim Peng Hang memberitahukan. 'Wanita muda ini adalah Bu Ceng Sianli." "Apa?" Ngo Tok Kauwcu terbelalak. "Kelihaiannya Sianli baru berusia dua puluhan. Padahal sesungguhnya...." "Engkau sudah tahu berapa usiaku?" Tanya Bu Ceng Sianli. "Ya." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Adik Bun Yang memberitahukan kepadaku, maka akui tahu usia Sianli." "Ling Cu!" Lim Peng Hang menatapnya. "Engkau sudah tahu tentang kejadian Bun Yang?" "Tidak begitu jelas, justru itu aku ke ingin bertanya tentang Adik Bun Yang," Ujar Ngo Tok Kauwcu. "Aku menerima berita bahwa Adik Bun Yang terjun ke jurang, dan mati di dasar jurang itu. Benarkah berita itu?" "Benar." Lim Peng Hang manggut-manggut "Haaah? Adik Bun Yang...." Ngo Tok Kauwcu pingsan seketika. Bu Ceng Sianli segera mengurut urat di lehernya, berselang sesaat barulah Ngo Tok Kauwcu tersadar dari pingsannya. "Adik Bun Yang? Adik Bun Yang...!" Ucap Ngo Tok Kauwcu memanggil nama pemuda tersebut. "Adik Bun Yang...!" "Tenanglah Ling Cu!" Ujar Bu Ceng Sianli "Sianli," Tanya Ngo Tok Kauwcu. "Di mana makamnya?" "Tidak ada makamnya," Sahut Bu Ceng Sianli sambil menggeleng-gelengkan kepala dan menambahkan. "Dia mati di dasar jurang.'' "Dia dimakamkan di dasar jurang itu?" "Ling Cu!" Bu Ceng Sianli menghela nafas panjang. "Kami tidak berhasil menemukan mayatnya." "Apa?" Wajah Ngo Tok Kauwcu pucat pula "Dia mati tanpa kuburan?" "Kira-kira begitulah," Sahut Bu Ceng Sianli dan melanjutkan. "Tapi kami justru tidak habis pikir tentang itu." "Maksud Sianli?" Ngo Tok Kauwcu heran. "Kalau dia mati di dasar jurang itu, tentunya ada mayatnya," Ujar Bu Ceng Sianli. "Kami berjumlah puluhan orang telah memeriksa jurang itu, tapi tidak mememukan mayat Bun Yang maupun mayat Goat Nio." "Mungkinkah mayat mereka telah digondol binatang buas?" Tanya Ngo Tok Kauwcu. "Tidak mungkin," Jawab Lim Peng Hang. "Sebab di dasar jurang itu tiada jejak binatang buas, berarti tiada binatang buas di sana." "Kalau begitu...." Wajah Ngo Tok Kauwcu tampak berseri. "Mungkin Adik Bun Yang masih hidup." "Kami pun menduga begitu, dan itu yang kita harapkan," Sahut Lim Peng Hang. "Kami berharap Bun Yang dan Goat Nio akan muncul di sini, namun sudah sekian lama kami menunggu, mereka berdua tak pernah muncul." "Aaaah...!" Keluh Ngo Tok Kauwcu. "Tidak mungkin Adik Bun Yang akan mati dengan cara begitu. Tidak mungkin." -oo0dw0oo- Bagian ke tujuh puluh lima Menteri Ma tewas Di saat Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong, Bu Ceng Sianli dan Ngo Tok Kauwcu sedang membicarakan masalah Tio Bun Yang dengan serius muncul Cian Chiu Lo Kay dan melapor. "Pangcu, di luar ada seorang gadis ingin bertemu Bun Yang." "Oh?" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lim Peng Hang tertegun. "Siapa gadis itu?" "Gadis itu bernama Ma Giok Ceng. Dia bilang kenal baik dengan Bun Yang." Cian Chiu Lo Ka memberitahukan. "Bahkan katanya Bun Yang pernah berpesan, apabila ada urusan penting, dia boleh ke mari mencari Bun Yang." "Kakek Lim!" Ngo Tok Kauwcu membertahukan. "Aku kenal dia, sebab Adik Bun Yang pernah membawanya ke markasku!" "Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggu "Lo Kay, cepat suruh dia masuk!" "Ya, Pangcu." Cian Chiu Lo Kay segera keluar. Tak seberapa lama kemudian, tampak seorang gadis melangkah ke dalam dengan wajah duka. Ketika melihat Ngo Tok Kauwcu, gadis itu langsung memanggilnya sambil menangis. "Kakak Ling Cu!" Gadis itu memang Ma Giok Ceng, putri Menteri Ma. "Kakak Ling Cu...." "Adik Giok Ceng!" Sahut Ngo Tok Kauwcu sambil bangkit berdiri. "Kakak Ling Cu!..." Ma Giok Ceng mendekap di dada Ngo Tok Kauwcu. "Kakak Ling Cu...." "Ada apa?" Tanya Ngo Tok Kauwcu sambil membelainya. "Kenapa engkau menangis? Apa yang telah terjadi?" "Kakak Ling Cu, Ayahku... ayahku sudah meninggal," Sahut Ma Giok Ceng dengan air mata berderai-derai. "Apa?" Ngo To Kauwcu terperanjat. "Tenanglah! Mari kuperkenalkan, mereka adalah ketua dan Tetua Kay Pang serta Bu Ceng Sianli." Ma Giok Ceng segera memberi hormat kepada mereka, lalu memandang Bu Ceng Sianli teraya berkata. "Kakak Sianli sungguh cantik, aku yakin kakak Bun Yang pasti suka kepadamu." "Giok Ceng!" Bu Ceng Sianli tersenyum getir. "Kami boleh dikatakan sebagai kakak beradik." "Oh?" Ma Giok Ceng menghela nafas panjang. "Dia pun menganggapku sebagai adiknya." Bu Ceng Sianli manggut-manggut, sedangkan Lim Peng Hang terus memandangnya dengan mala tak berkedip. "Nona Ma, sebetulnya siapa engkau dan cara Bagaimana engkau berkenalan dengan Bun Yang?" Tanya Lim Peng Hang. "Ayahku adalah Menteri Ma." Ma Giok Ceng memberitahukan. "Pada waktu itu aku minggat dari rumah, di tengah jalan bertemu para penjahat, untung muncul Kakak Bun Yang menolongku." "Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Adik Giok Ceng!" Ngo Tok Kauwcu memandangnya seraya bertanya. "Bagaimana ayahmu mati?" "Dibunuh para penjahat," Jawab Ma Giok Ceng dan menutur. "Malam itu ketika aku baru mau tidur, mendadak aku mendengar suara yangl mencurigakan. Aku segera bangun dan keluar dari kamarku, aku melihat belasan orang berendap endap menuju kamar ayahku, yang semuanya ber senjata. Aku langsung membentak, maksudku agar mereka kabur, tapi mereka malah menyerangku Beberapa di antaranya mendobrak pintu kamar ayahku, dan tak lama terdengarlah suara jeritan ayahku. Aku menerobos masuk ke dalam kamal Ayahku sudah tergeletak bermandikan darah, tapi masih sempat berseru menyuruhku kabur, bahkan juga memberitahukan bahwa para pembunuh itu adalah anak buah menteri Bun, saingan berat ayahku." "Aaaah...!" Ngo Tok Kauwcu menghela nafas panjang. "Itu sungguh tak disangka sama sekali" "Untung kakak Bun Yang pernah mengajar ilmu silat tingkat tinggi, maka aku berhasil meloloskan diri," Ujar Ma Giok Ceng melanjutkan "Ialu aku langsung ke mari, tak terduga kakak Iing Cu juga berada di sini." "Maksudmu mau tinggal di sini?" Tanya Ngo tok Kauwcu. "Ayahku telah mati dibunuh, aku... aku tidak punya tempat tinggal," Sahut Ma Giok Ceng terisak-isak. "Karena itu, aku ke mari mencari kakak Hun Yang." "Kenapa engkau tidak langsung ke markasku'.'" Tanya Ngo Tok Kauwcu. "Markas kakak berada di kota Kang Shi, sangat jauh sekali," Ujar Ma Giok Ceng. "Lagi pula kakak Bun Yang pernah berpesan, apabila ada urusan penting, aku boleh ke mari mencarinya. "Nona Ma...." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala. "Jadi engkau masih belum tahu apa yang telah terjadi atas diri Bun Yang?" "Haah?" Wajah Ma Giok Ceng langsung memucat. "Apa yang telah terjadi atas dirinya?" 'Dia terjun ke jurang...." Lim Peng Hang menutur tentang kejadian itu dan menambahkan,"Hlingga kini kami masih tidak tahu pasti dia masih hidup atau sudah mati." "Kakak Bun Yang...." Mendengar itu, Ma Giok Ceng nyaris pingsan, kemudian menangis "Kenapa Kakak Bun Yang begitu bodoh? Aaaah? Kenapa dia membunuh diri dengan cara terjun ke jurang?" "Cinta," Sahut Bu Ceng Sianli. "Dia berbuat begitu karena cinta." "Tapi...." Air mata Ma Giok Ceng berderai-derai. "Kalaupun cinta, seharusnya tidak perlu begitu nekat membunuh diri. Sungguh bodoh kakak Bun Yang! Aaaah...!" "Giok Ceng!" Bu Ceng Sianli menatapnya "Engkau pernah jatuh cinta?" "Pernah." Ma Giok Ceng mengangguk. "Jatuh cinta pada siapa?" Tanya Bu Ceng Sianli. "Kakak Bun Yang," Jawab Ma Giok Cenj jujur. "Pertama kali melihatnya, aku langsung jatuh cinta kepadanya. Tapi dia memberitahukan kepadaku, bahwa dia sudah punya kekasih. Betapa sedih dan kecewanya hatiku, namun aku tidak punya pikiran untuk membunuh diri." "Seandainya Bun Yang juga mencintaimu, hubungan kalian sudah sekian lama, lalu mendadajk Bun Yang jatuh ke jurang. Nah, bagaimana engkau?" Tanya Bu Ceng Sianli mendadak. "Aku... akan ikut mati," Sahut Ma Giok Ceng sambil menundukkan kepala. "Begitu pula Bun Yang, dia rela mati bersama kekasihnya itu." Ujar Bu Ceng Sianli. "Sungguh bahagia sekali Goat Nio! Sedangkan aku...." Ma Giok Ceng mulai menangis sedih lagi "Adik Giok Ceng!" Ngo Tok Kauwcu tersenyum. "Aku pun pernah jatuh cinta kepada Adik Bun Yang, bahkan dia pula yang menyembuhkan mukaku. Tapi setelah tahu dia punya kekasih, aku menjaga diri dari jarak. Sebab dia adalah pemuda baik, aku tidak sampai hati merusaknya. Karena Itu, aku menganggapnya sebagai adik." "Aaaah...!" Ma Giok Ceng menghela nafas panjang. "Hi hi hi!" Mendadak Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan. "Sebelum bertemu Adik Bun Yang, aku malah bertemu Goat Nio. Tapi pada waktu itu aku tidak tahu gadis itu adalah kekasihnya. Kemudian aku bertemu Adik Bun Yang dan seperti kalian, aku pun jatuh cinta kepadanya. Tapi di saat aku ingat akan usiaku, maka aku tersadar. oleh karena itu, aku pun menganggapnya sebagai adik." "Kakak baru berusia dua puluhan?" Ma Giok Ceng menatapnya heran. "Kenapa barusan mengatakan begitu?" "Giok Ceng!" Bu Ceng Sianli tersenyum. "Sesungguhnya usiaku sudah hampir sembilan puluh." "Hah? Apa?" Ma Giok Ceng terbelalak. "Kakak kok bergurau sih?" "Adik Giok Ceng!" Ngo Tok Kauwcu memberitahukan. "Bu Ceng Sianli, tidak bergurau, umurnya memang sudah hampir sembilan puluh...." Ngo Tok Kauwcu menjelaskan mengenai apa yang dialami Bu Ceng Sianli, Ma Giok Ceng mendengar dengan mulut ternganga lebar. "Karena itu..." Sambung Bu Ceng Sianli. "Aku pun kembali muda dan itu sungguh merupakan suatu kemujizatan alam." "Oooh!" Ma Giok Ceng manggut-manggut "Kakak sungguh beruntung!" "Nona Ma'" Lim Peng Hang menatapnya sambil bertanya. "Apa rencanamu selanjutnya?" "Entahlah." Ma Giok Ceng menggelengkan kepala. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aku tidak tahu." "Adik Giok Ceng," Usul Ngo Tok Kauwcu "Bagaimana kalau engkau ikut aku? Markasku sangat aman bagi dirimu." "Terimakasih, Kakak Ling Cu! Tapi...." Ma Giok Ceng mengerutkan kening. "Kenapa?" Ngo Tok Kauwcu menatapnya. "Engkau tidak mau tinggal di markasku?" "Kakak Ling Cu, aku ingin balas dendam" Sahut Ma Giok Ceng sungguh-sungguh. "Itu sulit bagimu...." Ngo Tok Kauwcu. "Adik Giok Ceng, aku harap engkau jangan cari mati" "Kakak Ling Cu, aku...." "Aku punya usul," Ujar Ngo Tok Kauwcu mendadak. "Mungkin engkau akan menerima usu! ku." "Apa usulmu, kakak Ling Cu?" "Adik Bun Yang dan aku kenal baik dengan Lie Tsu Seng. Kalau engkau ingin balas dendam terhadap menteri Bun, engkau harus bergabung dengan Lie Tsu Seng. Kita ke markasnya dan memberitahukan tentang kejadian Adik Bun Yang kepada Bibi Suan Hiang serta yang lain." "Baik." Ma Giok Ceng mengangguk. "Aku bersedia bergabung dengan Lie Tsu Seng." "Kapan kalian akan berangkat ke markas Lie Isu Seng?" Tanya Lim Peng Hang. "Sekarang," Jawab Ngo Tok Kauwcu. "Sebab kami harus segera memberitahukan pada mereka tentang kejadian Adik Bun Yang." "Baiklah." Lim Peng Hang manggut-manggut. "Ling Cu!" Bu Ceng Sianli memandangnya seraya bertanya. "Engkau tahu berada di mana markas Lie Tsu Seng?" "Kalau tidak salah, markas Lie Tsu Seng berada di pinggir kota Lam An. Ya kan?" Sahut Ngo Tok Kauwcu. "Betul." Bu Ceng Sianli mengangguk. "Kakek Lim, Kakek Gouw, Sianli!" Ngo Tok Kauwcu bangkit dari duduknya. "Kami mohon pamit." "Baiklah." Lim Peng Hang mengangguk. "Selamat jalan!" Ma Giok Ceng juga berpamit kepada mereka, lalu mengikuti Ngo Tok Kauwcu meninggalkan markas pusat Kay Pang. "Aaaah...!" Lim Peng Hang menggeleng-geleng kepala. "Tidak disangka begitu banyak gadis jatuh cinta pada Bun Yang, untung Bun Yang tidak mata keranjang! Tapi kini dia...." "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan.. "Kalau aku tidak berpikir panjang, tentunya Adik Bun Yang sudah berada dalam pelukanku!" "Sianli...." Gouw Han Tiong terbelalak. "Justru Adik Bun Yang adalah pemuda baik dan berhati bajik, maka aku sangat menyayanginya, sehingga membuat aku berpikir panjang pula," Ujar Bu Ceng Sianli sambil menghela nafas panjang. "Ketika Adik Bun Yang terjun ke jurang; aku pun ingin ikut terjun. Untung Si Pincang itu keburu mencegahku, kalau tidak, kini aku pun sudah mati di dasar jurang itu." "Terimakasih, Sianli!" Ucap Lim Peng Hang "Sianli begitu baik terhadap cucuku." "Aaaah...!" Bu Ceng Sianli menghela nafas panjang. "Aku kagum dan salut kepada Adik Bun Yang, dia begitu setia terhadap Goat Nio. Walau berada di belakang gadis itu, dia sama sekali tidak menyeleweng padahal begitu banyak gadis cantik mencintainya. Itu yang membuatku kagum dan salut kepadanya." "Tapi sayang sekali." Lim Peng Hang menggelenggelengkan kepala. "Kini Bun Yang sudah tiada." "Mudah-mudahan dia dan Goat Nio masih hidup!" Ucap Bu Ceng Sianli ambil bangkit dari tempat duduknya. "Maaf, aku mohon pamit!" "Sianli...." Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong memandangnya, mereka berdua ingin menahannya tapi tidak berani membuka mulut. "Sampai jumpa!" Ucap Bu Ceng Sianli lalu melesat pergi. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling memandang, kemudian menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela nafas panjang. "Seharusnya julukannya diganti...." Ujar Lim Teng Hang. "Benar." Gouw Han Tiong manggut-manggut. "Harus diganti dengan Toh Ceng Sianli (Bidadari Kelebihan Perasaan)." "Aku tidak menyangka...." Lim Peng Hang menggelenggelengkan kepala. "Begitu banyak gadis jatuh cinta kepada Bun Yang." "Aaaah...!" Gouw Han Tiong menghela nafas panjang. "Kita tidak tahu Bun Yang sudah mati ataukah masih hidup." -oo0dw0oo- Jilid . 16 Di saat Lim Feng Hang dan Gnuw Han Tiong bercakapcakap sambil menghela nafas panjang, tiba-tiba berkelebat sosok bayangan ke dalam, lalu berdiri di hadapan mereka. "Siapa?" Bentak Lim Peng Hang terkejut. "Maaf!" Sahut pendatang itu sambil memberi hormat. Ternyata dia masih muda, berusia dua puluh limaan. "Kedatanganku telah menggangu ketenangan Lim Pangcu dan Couw Tiangio." "Siapa engkau?" Tanya Lim Peng Hang sambil menatapnya tajam. "Aku adalah Kim Coa Long Kun (Pendekar Pdang Ular Emas), kawan baik Tio Bun Yang." "'Haah?" Bukan main terkejutnya Lim Peng Uang dan Gouw Han Tiong. "Silahkan duduk!" "Terimakasih!" Ucap Kim Coa Long Kun sambil duduk. "Bun Yang telah menceritakan tentang dirimu," Ujar Lim Peng Hang. "Tak disangka engkau ke mari hari ini." "Lim Pangcu!" Kim Coa Long Kun menatapnya seraya berkata. "Bun yang boleh dikatakan sebagai adikku. Dia telah memberitahukan kepadaku tentang apa yang dialaminya." "Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggut.| "Belum lama ini..." Ujar Kim Coa Long Kun dengan kening berkerut-kerut. "Aku mendengar suatu kabar yang sangat mengejutkan, yakni Adik Bun yang terjun ke jurang. Betulkah itu?" "Betul." Lim Peng Hang mengangguk. "Aaah...!" Keluh Kim Coa Long Kun. "Kenapa dia begitu bodoh? Aku pun mendengar bahwa kekasihnya jatuh ke jurang itu, maka dia...." "Tidak salah." Lim Peng Hang manggut-mang- gut, kemudian menutur sejelas-jelasnya mengenai kejadian itu. "Adik Bun Yang...." Kim Coa Long Kun menggelenggelengkan kepala. "Jadi dia berhasil mem bunuh ketua Kui Bin Pang?" "Ya." Lim Peng Hang menghela nafas pan jang. "Cinta! Karena cinta dia terjun ke jurang itu." "Apakah Lim Pangcu dan lainnya sudah turun ke dasar jurang itu?" "Kami berjumlah puluhan orang telah turun ke dasar jurang itu, tapi tidak menemukan mayat Bun Yang maupun mayat Goat Nio." "Kalau begitu...." Kim Coa Long Kun mengerutkan kening. "Itu masih merupakan teka teki. Bun Yang dan Goat Nio masih hidup, atau mati, justru tidak bisa dipastikan. Ya, kan?" "Ya." Lim Peng Hang mengangguk. "Mudah-mudahan Adik Bun Yang masih hidup, dia kawanku satu-satunya! Aku cocok dengannya..." Ujar Kim Coa Long Kun sambil menghela nafas panjang dan menambahkan. "Dia pemuda baik, gagah dan berhati bajik." "Oh ya!" Lim Peng Hang teringat sesuatu dan segeralah bertanya. "Engkau telah berhasil menyelidiki musuhmusuhmu?" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Belum." Kim Coa Long Kun mengelengkan kepala. "Adik Bun Yang yang memberitahu kepada Lim Pangcu?" "Ng!" Lim Peng Hang mengangguk. "Kim Coa I ong Kun, kami pihak Kay Pang bersedia membantumu menyelidiki musuh-musuhmu itu." "Terimakasih, Lim Pangcu!" Ucap Kim Coa Long Kun. "Tapi bukankah akan merepotkan pihak Kay Pang?" "Tentu tidak," Sahut Lim Peng Hang. "Engkau kawan baik Bun Yang, sudah barang tentu kami harus membantumu." "Terimakasih, Lim Pangcu!" Kim Coa Long Kun langsung memberi hormat. "Tapi...." Gouw Han Tiong memandangnya seraya berkata. "Kami harus tahu bagaimana ciri- ciri musuh-musuhmu itu." "Mereka berlima memakai topeng dan meng gunakan pedang, namun aku yakin mereka berlima adalah saudara kandung," Ujar Kim Coa Long Kun. "Karena mereka saling memanggil kakak dan adik." "Kalau begitu...." Gouw Han Tiong manggut- manggut. "Itu tidak begitu sulit diselidiki. Mereka memakai topeng agar wajah mereka tidak dikenali. Maka aku berkesimpulan bahwa mereka bukan penjahat, melainkan berasal dari perguruan atau keluarga yang terkenal." "Terimakasih atas petunjuk Gouw Tianglo!" Ucap Kim Coa Long Kun dengan wajah berseri. "Selama ini aku tidak memikirkan tentang ini, terimakasih!" "Kim Coa Long Kun!" Gouw Han Tiong tertawa. "Dalam hal ini, kami pasti membantumu!" "Terimakasih, terimakasih!" Kim Coa Long Kun bangkit dari duduknya. "Maaf, Lim Pangcu dan Gouw Tianglo, aku mohon pamit, sampai jumpa!" Kim Coa Long Kun langsung melesat pergi. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling memandang, kemudian Lim Peng Hang berkata. "Ternyata Kim Coa Long Kun bukan penjahat. Kelihatannya dia pun sangat setia kawan." "Kita harus membantunya menyelidiki musuh- musuhnya itu," Sahut Gouw Han Tiong. "Kita mencari lima bersaudara dari keluarga persilatan." "Sementara ini kita belum bisa membantunya...." Lim Peng Hang menghela nafas panjang. "Sebab aku masih terkenang Bun Yang." "Aaaah...!" Keluh Gouw Han Tiong. "Bun Yang dan Goat Nio...." -oo0dw0oo- Di tepi jurang di Tebing Selaksa Bunga, tampak sosok bayangan berdiri tak bergerak sama sekali, ternyata Bu Ceng Sianli. "Adik Bun Yang...." Gumamnya dengan air mala meleleh. "Aku tidak menyangka engkau akan berakhir dengan cara begitu. Adik Bun Yang, sebetulnya engkau masih hidup atau sudah mati?" Bu Ceng Sianli terisak-isak. Ia kelihatan sedih sekali dan kemudian bergumam lagi. "Engkau adalah pemuda yang amat setia pada cinta, boleh dikatakan tiada duanya di dunia. Aku bangga sekali, karena engkau mau mengaku diriku sebagai kakakmu. Aku sungguh bangga sekali!" Bu Ceng Sianli terus bergumam. "Tapi kini... engkau sudah tiada, tidak mungkin engkau masih hidup." Di saat bersamaan, terdengar suara langkah yang sangat ringan mendatangi tepi jurang itu. Segeralah ia melesat ke belakang pohon. Muncul seorang pemuda berwajah dingin, yang tidak lain Kim Coa Long Kun. Sungguh di luar dugaan, Pendekar Pedang Ular Emas itu pun datang di Tebing Selaksa Bunga. Ia berdiri di tepi jurang, matanya memandang ke bawah sambil bergumam. "Aaaah...! Sedemikian dalam jurang ini, bagaimana mungkin Adik Bun Yang bisa hidup?" Mata Kim Coa Long Kun mulai basah. "Adik Bun Yang, kita adalah sahabat juga boleh dikatakan sebagai saudara. Aku justru tidak menyangka engkau akan terjun ke jurang ini. Engkau... engkau sungguh setia pada kekasihmu! Aku... aku kagum kepadamu." Bu Ceng Sianli yang bersembunyi di belakang pohon, terheran-heran mendengar gumaman pemuda itu, karena ia tidak kenal Kim Coa Long Kun. "Adik Bun Yang..." Gumam Kim Coa Long Kun lagi. "Kita bertemu cuma dua kali. namun rasa solidaritas kita sudah dalam sekali. Oleh karena itu, aku harus berkabung untukmu. Caraku berkabung yakni membunuh seratus penjahat rim ba persilatan, dikarenakan engkau dan Goat Nio mati gara-gara perbuatan penjahat." Mendadak Kim Coa Long Kun membentak ambil menoleh ke arah pohon tempat Bu Ceng Sianli bersembunyi. "Siapa di situ?" "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan .ambil memunculkan diri. "Hei! Anak muda, cukup tajam pendengaranmu!" "Eh?" Kim Coa Long Kun tertegun ketika melihat seorang gadis keluar dari balik pohon. "Siapa engkau? Kenapa bersembunyi di situ?" "Aku adalah Bu Ceng Sianli, aku datang duluan. Karena mendengar suara langkah, maka aku segera bersembunyi di balik pohon itu." "Bu Ceng Sianli..." Gumam Kim Coa Long Kun. "Rasanya aku pernah mendengar julukan- in u." "Oh, ya?" Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan lagi. "Hi hi hi! Anak muda, beritahukanlah julukanmu!" "Julukanku adalah Kim Coa Long kun." "Oooh!" Bu Ceng Sianli manggut-manggut. "Ternyata aku berhadapan dengan Pendekar Pedang Ular Emas yang sadis." "Nona!" Kim Coa Long Kun menatapnya dingin. "Kenapa engkau berada di sini? Punya hubungan dengan Bun Yang?" "Kalau tidak, bagaimana mungkin aku berada tli sini?" Sahut Bu Ceng Sianli. "Hm!" Dengus Kim Coa Long Kun. "Adik Bun Yang sudah mati bersama kekasihnya, percuma engkau terus berada di sini." "Lho?" Bu Ceng Sianli tertawa. "Memangnya kenapa aku tidak boleh berada di sini? Hanyi engkau yang boleh berada di sini?" "Aku adalah sahabatnya, lagi pula kami sudah mengangkat saudara." "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan "Kim Coa Long Kun, tidak baik engkau ber bohong." "Siapa yang berbohong?" Wajah Kim Cos Long Kun berubah dingin sekali. "Kalau aku tidah ingat engkau punya hubungan dengan Adik Bun Yang, lehermu sudah kuputuskan dengan pedang ku!" "Wuaaah!" Bu Ceng Sianli tertawa. "Engkau sungguh sadis, belum apa-apa sudah mau pengga kepalaku!" "Siapa suruh engkau omong sembarangan?" Bentak Kim Coa Long kun. "Sekali lagi engkau omong yang bukan-bukan, sekali cabut pedangku, kepalamu pasti terpental!" "Oh, ya?" Bu Ceng Sianli menatapnya. "Tadi aku telah mendengar gumamanmu, maka aku bilang engkau berbohong. Karena engkau dan Bun Yang belum mengangkat saudara." "Engkau...." Wajah Kim Coa Long Kun ke merah-merahan. "Beritahukan, ada hubungan apa engkau dengan Adik Bun Yang?" "Hubungan Kakak adik." "Apa? Hubungan kakak adik?" "Ya." Bu Ceng Sianli mengangguk. "Aku menganggapnya sebagai adik, dan dia menganggapku sebagai kakak. Nah, bukankah hubungan kami adalah hubunggn kakak adik?" "Bagaimana mungkin?" Ujar Kim Coa Long Kun. "Engkau masih muda dan sangat cantik pula, tidak mungkin engkau tidak mencintainya." "Terimakasih atas pujianmu!" Ucap Bu Ceng Sianli sambil menghela nafas panjang. "Ketika pertama kali bertemu dia, aku memang jatuh cinta kepadanya. Kemudian dia memberitahukan kepadaku bahwa dia sudah punya kekasih." "Tentunya membuatmu kecewa sekali." Ujar Kim Coa Long Kun dan menambahkan. "Adik IJun Yang benar, dia harus berterus terang kepadamu." "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bun Yang adalah pemuda baik dan berhati bajik, maka aku pun harus tahu diri dan ingat akan usiaku." "Usiamu?" Kim Coa Long Kun menatapnya. "Bukankah usiamu baru dua puluhan?" "Kalau aku beritahukan, mungkin engkau tidak akan percaya," Ujar Bu Ceng Sianli melanjutkan. "Sesungguhnya usiaku sudah mendekati kepala sembilan." "Mendekati kepala sembilan?" Kim Coa Long kun terbelalak. "Maksudmu mendekati usia sembilan puluh?" "Ya." Bu Ceng Sianli mengangguk. "Itu bagaimana mungkin?" Kim Coa Long Kun tidak percaya. "Aku tidak bohong," Ujar Bu Ceng Sianli, lalu menutur tentang apa yang dialaminya. Kim Coa Long Kun mendengarkan dengan mulut ternganga lebar, kelihatannya ia masih kurang percaya. "Sungguhkah itu?" Tanyanya. "Percuma aku bohong," Sahut Bu Ceng Sianli, kemudian menghela nafas panjang. "Aku ke maii untuk mengenangnya." "Oh ya!" Kim Coa Long Kun teringat sesuatu "Sianli, bagaimana menurutmu mengenai kejadian Adik Bun Yang?" "Maksudmu?" "Maksudku Bun Yang dan Goat Nio sudah mati atau masih hidup?" "Itu memang suatu teka teki," Sahut Bu Ceng Sianli sambil mengerutkan kening. "Sebab kami tidak menemukan mayat Bun Yang maupun Goal Nio!" "Aku sudah dengar dari Lim Pangcu," Ujai Kim Coa Long Kun menambahkan. "Itu memang membingungkan. Namun kalau Bun Yang masih hidup, tentunya dia sudah ke markas pusat Kay Pang." "Kami memang merasa tidak habis pikir...." Bu Ceng Sianli menggeleng-geleng kepala. "Hm!" Dengus Kim Coa Long Kun dingin "Aku bersumpah akan membunuh seratus penjahat." "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan "Aku setuju." "Baiklah!" Kim Coa Long Kun memberi hormat, lalu mendadak melesat pergi. Bu Ceng Sianli terus tertawa. "Bagus, bagus! Kim Coa Long Kun akan membantai seratus penjahat...!" Bu Ceng Sianli melesat pergi. Apa yang dikatakan Kim Coa Long Kun memang dilaksanakannya. Dia membantai seratus penjahat. Hal itu membuat namanya sangat ditakuti para penjahat! Tapi setelah itu, ia pun menghilang entah ke mana, sama sekali tiada kabar beritanya lagi. -oo0dw0oo- Bagian ke tujuh puluh enam Utusan Manchuria Ngo Tok Kauwcu dan Ma Giok Ceng telah tiba di markas Lie Tsu Seng. Betapa gembiranya Yo Suan Hiang, Tan Giok Lan, Lie Tsu Seng dan lainnya menyambut kedatangan keduanya. Tapi ketika menyaksikan wajah mereka berdua, Yo Suan Hiang dan Tan Giok Lan tersentak, sebah wajah Ngo Tok Kauwcu dan Ma Giok Ceng tampak murung sekali. "Bibi Suan Hiang!" Panggil Ngo Tok Kauwcu sekaligus memberi hormat pada mereka, lalu memperkenalkan mereka pula. "Ini Ma Giok Ceng, putri kesayangan Menteri Ma." "Hah?" Yo Suan Hiang terbelalak. "Gadis ini putri kesayangan Menteri Ma?" "Betul." Ngo Tok Kauwcu mengangguk, sedangkan Ma Giok Ceng segera memberi hormat pada mereka. "Ayahku sudah tewas." Ma Giok Ceng memberitahukan sambil terisak-isak, kemudian menuturku tentang kejadian itu. Yo Suan Hiang menghela nafas panjang. "Jadi kini Menteri Bun yang berkuasa di istana?" "Ya!" Ma Giok Ceng mengangguk. "Sebetulnya ayahku sangat jahat, tapi setelah bertemu kakak Bun Yang, ayahku tidak begitu mencampuri urusan istana lagi. Tapi... malah dibunuh oleh anak buah Menteri Bun." "Engkau kenal Bun Yang?" Tanya Tan Giok Lan. Ma Giok Ceng mengangguk. "Dia yang menolong aku." "Oooh!" Tan Giok Lam manggut-manggut. Sementara Lie Tsu Seng diam saja. Beberapa saat kemudian baru dia membuka mulut. "Bagaimana Bun Yang? Dia baik-baik saja dan sudah berkumpul dengan Goat Nio?" "Dia memang sudah berkumpul dengan Goat Nio," Ujar Ma Giok Ceng sambil menangis. "Aku... aku sedih sekali." "Giok Ceng!" Yo Suan Hiang tersenyum. "Engkau mencintai Bun Yang?" "Aku memang mencintainya, tapi begitu tahu dia sudah punya kekasih, maka aku menganggapnya sebagai kakak," Jawab Ma Giok Ceng dengan air mata berderai-derai. "Kalau begitu, seharusnya engkau bergembira karena mereka berdua sudah berkumpul kembali." Ujar Yo Suan Hiang. "Tapi, kenapa engkau bersedih?" Ma Giok Ceng terisak-isak sedih. "Kakak Bun Yang dan Goat Nio berkumpul di alam baka..." Ujarnya menjelaskan. Betapa terkejutnya Yo Suan Hiang, Tan Giok Lan dan lainnya. "Maksudmu mereka sudah mati?" Ma Giok Ceng mengangguk dengan air mata bercucuran. "Bun Yang...," Yo Suan Hiang nyaris pingsan. Begitu pula Tan Giok Lan. Gadis itu pun nyaris pingsan seketika. "Ling Cu," Yo Suan Hiang memandangnya dengan air mata meleleh. "Engkau tahu jelas tentang itu?" Ngo Tok Kauwcu mengangguk, lalu menutui sejelasjelasnya tentang kejadian tersebut. "Maka kami datang untuk memberitahukan,' tambah Ma Giok Ceng dengan air mata berlinang^ linang. "Aaaah...," Yo Suan Hiang menghela nafas panjang. "Ini sungguh di luar dugaan!" . "Mayat Adik Bun Yang tidak diketemukan mungkinkah Adik Bun Yang belum mati?" Gumam Tan Giok Lan. "Semula pihak Kay Pang, Pulau Hong Hoang To, dan pihak Tayli juga berpendapat begitu Tapi...," Ngo Tok Kauwcu menggeleng-geleng kepala. "Bun Yang dan Goat Nio tidak muncul, itu membuat mereka jadi putus harapan." "Adik Bun Yang...," Tan Giok Lan menangis sedih. "Aku tidak percaya! Aku tidak percaya Adik Bun Yang sudah mati! Aku tidak percaya!" Karena Tan Giok Lan mulai menangis sedih, membuat Yo Suan Hiang, Ngo Tok Kauwcu, dan Ma Giok Ceng pun ikut menangis. Sementara Lie Tsu Seng diam saja. Hanya sepasang matanya telah basah dan dia terus- menerus menghela nafas panjang. Berselang beberapa saat kemudian, barulah reda isak tangis itu. Lie Tsu Seng berkata. "Kami semua turut berduka cita. Bun Yang adalah pemuda baik, gagah, dan berhati bajik. Tak disangka akan mengalami nasib itu." "Tapi...." Ujar Tan Ju Liang mendadak. "Menurut aku, Bun Yang masih hidup. Dia tidak mungkin berumur pendek begitu. Lagipula tidak ditemukan mayatnya." "Tapi sudah sekian lama dia tidak kembali ke markas Pusat Kay Pang, itu pertanda dia sudah iiada," Ujar Ngo Tok Kauwcu sambil menggeleng- gelengkan kepala dan melanjutkan. "Kalaupun mengalami luka parah, tentunya dia sudah kembali ke markas Pusat Kay Pang!" "Mungkin lukanya itu belum sembuh," Sahut Tan Ju Liang. "Mudah-mudahan!" Ucap Yo Suan Hiang, kemudian memandang Ma Giok Ceng seraya bertanya. "Giok Ceng, apa rencanamu sekarang?" "Ayahku sudah tewas, maka aku ingin bergabung saja di sini," Jawab Ma Giok Ceng sungguh-sungguh. "Oh?" Yo Suan Hiang menatapnya dalam- dalam. "Engkau adalah putri almarhum Menteri Ma, bagaimana mungkin engkau bergabung dengan kami yang dicap sebagai pemberontak?" "Aku ingin balas dendam!" Ujar Ma Giok ("eng. "Karena itu, aku harus bergabung di sini." "Bagus, bagus! Ha ha ha...!" Lie Tsu Seng tertawa gelak. "Apabila Menteri Bun dapat ditangkap kelak, pasti kuserahkan padamu!" "Terima kasih, Paman," Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ucap Ma Giok Ceng. "Oh ya!" Lie Tsu Seng memandangnya. "Betulkah ayahmu mulai berubah baik setelah bertemu Bun Yang?" "Betul!" Ma Giok Ceng mengangguk. "Ayahku berharap, Bun Yang memperisteriku, bahkan juga batal bersekongkol dengan pihak Manchuria!" "Oh?" Lie Tsu Seng terbelalak, kemudian manggutmanggut. "Itu adalah jasa Bun Yang, tapi akhirnya menteri Ma mati dibunuh juga." "Itu karena ayahku memprotes usul Menteri Bun dihadapan kaisar, maka Menteri Bun mengutus belasan orang untuk membunuh ayahku." Ma Giok Ceng memberitahukan. "Menteri Bun mengajukan usul apa pada kaisar?" Tanya Yo Suan Hiang. "Sebetulnya sudah lama ayahku merencanakan itu, tapi setelah bertemu kakak Bun Yang, rencana itu dibatalkannya." Jawab Ma Giok Ceng dan melanjutkan. "Menteri Bun mengusulkan pada kaisar, agar bekerja sama dengan pihak Manchuria untuk menghancurkan para pemberontak." "Bagaimana cara bekerjasama itu?" Tanya Yo Suan Hiang. "Menteri Bun akan meminjam pasukan Manchuria untuk menyerang para pemberontak, karena itu ayahku memprotes keras." Jawab Ma Giok Ceng. "Oooh!" Yo Suan Hiang manggut-manggut. "Baiklah, engkau boleh bergabung dengan kami." "Terima kasih, Bibi!" Ma Giok Ceng segera memberi hormat pada semuanya yang berada di situ. "Adik Giok Ceng," Ucap Ngo Tok Kauwcu. Selamat berjuang demi rakyat!" "Terima kasih!" Ma Giok Ceng mengangguk. "Maaf!" Ucap Ngo Tok Kauwcu sambil bangkit berdiri. "Aku tidak bisa lama-lama di sini. Sebab masih ada urusan lain yang harus kuselesaikan, aku mohon pamit. Sampai jumpa!" Mendadak Ngo Tok Kauwcu melesat pergi, Ma Giok Ceng langsung berteriak memanggilnya. "Kakak Ling Cu! Kakak Ling Cu...!" "Giok Ceng!" Yo Suan Hiang menggeleng- geleng kepala. "Percuma engkau berteriak memanggilnya, dia sudah jauh." "Aaaah...," Keluh Ma Giok Ceng dengan wajah murung. "Ayahku mati dibunuh, sedangkan Kakak Bun Yang terjun ke jurang. Goat Nio sungguh bahagia, kani dia telah berkumpul dengan Kakak Bun Yang. Sebaliknya, kita kehilangannya." "Tidak mungkin! Tidak mungkin...," Gumam Lie Tsu Seng mendadak. "Tidak mungkin Bun Yang sudah mati! Itu tidak mungkin." -oo0dw0oo- Sementara itu, di kediaman Menteri Bun tampak meriah dan semarak suasananya. Terdengar pula suara tawa gelak bernada gembira. Ternyata Menteri Bun menjamu beberapa tamu terhormat. Mereka para utusan dari Manchuria, yaitu Kim Ih Hoat Ong (Pendeta Jubah Emas), beliau adalah guru besar di Manchuria, kepandaiannya sudah sulit diukur lagi berapa tingginya. Kim Ih Hoat Ong juga membawa Cap Sah Sin Eng (Tiga Belas Elang Sakti) yang berkepandaian tinggi sekali, ikut pula Pancha Putra Raja Manchuria. "Ha ha ha!" Menteri Bun tertawa gembira. "Aku tidak sangka kalian sedemikian cepat tiba di sini!" "Karena Menteri Bun yang mengundang, maka kami harus melakukan perjalanan siang malam agar cepat tiba di sini," Sahut Pancha. "Namun kami tidak tahu, bagaimana cara kerjasama kita itu?" "Tentunya kalian sudah tahu, telah terjadi pemberontakan di kerajaan kami. Oleh karena itu, kami mohon bantuan kalian," Ujar Menteri Bun. "Bagaimana kami membantu?" Tanya Pancha. "Aku sudah berunding dengan kaisar. Atas persetujuan kaisar, aku ingin pinjam pasukan kalian," Jawab Menteri Bun dengan suara rendah. "Ha ha ha!" Pancha tertawa gelak. "Untuk apa menteri Bun ingin pinjam pasukan dari kami?" "Untuk menumpas para pemberontak!" Sahut menteri Bun. "Apakah pasukan di sini sudah begitu lemah, tidak mampu menumpas para pemberontak itu?" Tanya Pancha bernada menyindir. Hingga harus pinjam pasukan kami?" "Perlu diketahui, para pemberontak itu terdiri dari kaum pesilat yang berkepandaian tinggi." "Ha ha ha! Ha ha ha...." Mendadak Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak memekakkan telinga. "Menteri Bun, sejak aku lahir tidak pernah memasuki daerah Tionggoan. Namun aku sudah pernah ke Thian Tok (India), Turki, Persia, dan Nepal. Aku terus merantau menuntut ilmu silat, tujuanku untuk mengalahkan para jago di rimba persilatan Tionggoan. Aku harap menteri Bun \udi memberitahukan tentang para jago itu." "Baik!" Menteri Bun mengangguk, kemudian memandang salah seorang pengawalnya. "Engkau beritahukan pada Kim Ih Hoat Ong!" Pengawal itu segera memberitahukan. "Di rimba persilatan Tionggoan terdapat tujuh partai besar dan satu Kay Pang (Partai Pengemis). Para ketua rata-rata berkepandaian tinggi." "Aku sudah tahu itu!" Potong Kim Ih Hoat Ong. "Yang ingin kutahu adalah orang yang berkepandaian paling tinggi masa ini, sebab kepandaian para ketua masih berada jauh di bawah kepandaianku!" "Yang berkepandaian paling tinggi adalah Tio Bun Yang, putra kesayangan Pek Ih Sin Hiap Tu Cie Hiong yang bermukim di Pulau Hong Hoan| To. Tapi belum lama ini tersiar berita, bahw; Giok Siauw Sin Hiap Tio Bun Yang terjun kt jurang, mati atau hidupnya merupakan suatu teki teki," Pengawal itu memberitahukan. "Di rimb; persilatan juga telah muncul Bu Ceng Sianli, yan| kepandaiannya sangat tinggi sekali, cantik dar masih muda." "Oh?" Pancha tampak tertarik sekali. "Berapa usianya?" "Dua puluhan," Sahut pengawal itu dan mc nambahkan. "Para penghuni Pulau Hong Hoanj To rata-rata berkepandaian tinggi sekali." "Siapa mereka itu?" Tanya Kim Ih Hoat Ong "Mereka adalah majikan Pulau Hong Hoani To, Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im, Sam Gan Sin Kay, Kim Siauw Suseng, Kou Hun Bijin dan lainnya," Jawab pengawal itu. "Kepandaian mereka sungguh tinggi sekali, namun mereka sudah tidak mencampuri urusan rimba persilatan lagi." "Kalau begitu, sayang sekali!" Ujar Kim Ih Hoat Ong. "Aku mau menyertai Pancha ke mari, justru ingin mengalahkan para jago di Tionggoan ini." "Bagaimana kalau Hoat Ong bertanding dengan para ketua tujuh partai besar?" Tanya pengawal itu mendadak. "Percuma." Kim Ih Hoat Ong menggelengkan, kepala. "Aku yakin dapat mengalahkan mereka 5 dalam tiga puluh jurus." "Apa?" Pengawal itu terbelalak. "Hoat Ong dapat mengalahkan para ketua itu dalam tiga puluh jurus?" "Engkau tidak percaya?" Tanya Kim Ih Hoat Ong sambil tertawa. "Maaf!" Sahut pengawal itu. "Terus terang, aku memang kurang percaya, sebab para ketua i itu berkepandaian tinggi." "Siapa ketua partai Siauw Lim?" Tanya Kim Ih Hoat Ong mendadak. "Hui Khong Taysu." "Seandainya engkau bertanding melawannya, apakah engkau mampu bertahan berapa lama?" "Mungkin cuma kuat bertahan sampai seratus lurus." "Ngmm!" Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut, kemudian berkata. "Aku tetap duduk di sini, engkau boleh menyerang aku dengan senjata. Mari kita lihat engkau mampu bertahan berapa jurus!" "Tapi...." Pengawal itu memandang menteri Bun. "Turutilah Hoat Ong!" Ujar menteri Bun, yang memang ingin menyaksikan kepandaian Kim Ih Hoat Ong. "Ya." Pengawal itu mengangguk, lalu berdiri di hadapan Kim Ih Hoat Ong, sekaligus menghunus pedangnya. "Maaf!" Pengawal itu langsung menyerangnya, namun mendadak badan Kim Ih Hoat Ong meluncur ke atas, sehingga membuat pengawal tersebut menyerang tempat kosong. Secepat kilat pedangnya menyerang ke atas. Kim Ih Hoat Ong tertawa, kemudian sebelah kakinya menendang pedang itu, sekaligus mengibaskan lengan jubahnya. Pengawal itu terdorong ke belakang beberapa langkah sedangkan Kim Ih Hoat Ong duduk kembali di kursinya. Betapa terkejutnya pengawal itu. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Kim Ih Hoat Ong berkepandaian begitu tinggi. Mendadak ia memekik keras, lalu menyerangnya dengan ilmu pedang andalannya. "Ha ha ha!" Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak, dan sekonyong-konyong badannya terangkat ke atas bersama kursi yang didudukinya. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ia berputar-putar ke sana ke mari, sedangkan pengawal itu terus menyerangnya dengan jurus jurus mematikan. Di saat itulah Kim Ih Hoat Ong membentak keras, sekaligus mengibaskan lengan jubahnya. Seketika juga pengawal itu terpental beberapa depa dan pedangnya sudah menjadi beberapa potong. Bukan main terkejutnya pengawal itu, dan metelah berdiri tegak, wajahnya pun tampak pucat pias. "Bagaimana?" Tanya Kim Ih Hoat Ong. "Aku , cuma menggunakan tangan kosong, sedangkan engkau menggunakan pedang. Engkau cuma mampu bertahan berapa jurus?" "Dua puluh jurus," Sahut pengawal itu jujur. "Kalau aku bersungguh-sungguh, engkau cuma mampu bertahan kurang lebih sepuluh jurus," Ujar Kim Ih Hoat Ong. "Ya." Pengawal itu manggut-manggut. "Ha ha ha!" Menteri Bun tertawa gelak. "Agar menarik perhatian para jago di rimba persilatan Tionggoan, Hoat Ong harus mengalahkan ketua partai Siauw Lim. Sebab partai Siauw Lim sangat terkenal." "Betul." Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut. "Aku harus membuat kegemparan di rimba persilatan Tinggoan! Ha ha ha...!" "Oh ya!" Menteri Bun menatapnya sambil berkata. "Hoat Ong masih tampak gagah, sebetulnya dia berusia berapa?" "Menteri Bun," Sahut Pancha sambil tertawa. "Hoat Ong sudah berusia seratus lebih." "Apa?" Menteri Bun terbelalak. "Tapi Hoat Ong kelihatan seperti berusia enam puluhan." "Ha ha ha!" Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak. "Menteri Bun harus tahu, sejak kecil aku sudah belajar ilmu silat, bahkan tidak pernah menyentuh kaum wanita. Di samping itu, aku pernah makan semacam buah langka yang menambah lweekang- ku!" "Oooh!" Menteri Bun manggut-manggut. "Ohya, kenapa Hoat Ong tidak pernah memasuki daerah Tionggoan?" "Karena aku tahu banyak orang berkepandaian tinggi di rimba persilatan Tionggoan, dan aku tidak mau mempermalukan diri sendiri. Maka sebelum berkepandaian tinggi, aku tidak akan memasuki daerah Tionggoan." Kim Ih Hoat Ong memberitahukan. "Sebetulnya aku sudah malas terhadap urusan rimba persilatan, tapi ayah Pancha terusmenerus bermohon kepadaku untuk mengajar di istana. Akhirnya aku mengabulkannya. Ayah Pancha girang sekali, sehingga menghadiahkan jubah emas ini padaku." "Setelah itu..." Tambah Pancha. "Ayah mengutus kami ke mari menemui menteri Bun. Kebetulan sekali juga merupakan kesempatan Hoat Ong untuk menggemparkan rimba persilatan Tionggoan. Ha ha ha...!" "Kalau begitu...." Menteri Bun memandang mereka. "Kapan kalian akan berangkat ke kuil Siauw Lim?" "Besok pagi," Sahut Kim Ih Hoat Ong, lalu tertawa gelak. "Ha ha ha...!" -ooo0dw0ooo- Belasan hari kemudian, tersiarlah berita yang sangat menggemparkan rimba persilatan bahwa ketua partai Siauw Lim, Butong dan Kun Lun dikalahkan oleh Kim Ih Hoat Ong, Koksu (Guru Istana) Manchuria. Pihak Kay Pang juga mendengar berita tersebut. Dapat dibayangkan betapa terkejutnya Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong. "Apa yang dikatakan M a Giok Ceng tempo hari memang benar, kini putra raja Manchuria, Kim Ih Hoat Ong dan Cap Sah Sin Eng mulai mengacau di rimba persilatan Tionggoan," Ujar Lim Peng Hang sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Sungguh tinggi kepandaian Kim ih Hoat Ong!" Sahut Gouw Han Tiong dengan kening berkerut-kerut. "Dia mampu mengalahkan ketiga ketua itu dalam dua puluh lima jurus. Itu sungguh di luar dugaan!" "Mungkinkah dia masih berniat mengalahkan ketua partai lain?" Tanya Lim Peng Hang meminta pendapat Gouw Han Tiong. "Menurut aku..." Ujar Gouw Han Tiong selelah berpikir beberapa saat. "Dia tidak akan mengalahkan ketua partai lain lagi." "Kenapa?" Tanya Lim Peng Hang heran. "Sebab...." Gouw Han Tiong menjelaskan. "Kim Ih Hoat Ong mengalahkan ketiga ketua itu, semata-mata hanya untuk mempermalukan kaum rimba persilatan Tionggoan dan menghendaki munculnya pesilat tangguh melawannya." "Ngmm!" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Tidak salah, tujuannya memang beg1' u." "Mungkin juga, Kim In Hoat Ong itu akan ke mari." Ujar Gouw Han Tong melanjutkan. "Kalau begitu, kita harus bersiap-siap," Sahut Lim Peng Hang, kemudian menghela nafas panjang. "Aaaah, terjadi kendala lagi dalam rimba persilatan!" Gouw Kan Tong mengalihkan pembicaraan. "Belum lama ini .. Kim Coa Long Kun telah membanta," Seratus penjahat lalu menghilang. Entah apa sebabnya, dia membantai para penjahat itu." "Karena itu para penjahat yang masih hidup segera bersembunyi Memang sadis sekali Kini Coa Long Kun itu." Tambah Lim Peng Hang Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala. "Hingga kini Bun Yang dan Goat Nio tiada kanar beritanya, mereka berdua sudah mati." "Tiada harapan lagi Gouw Han Tong menghela nafas panjang "Sudah sekian lama dia tidak kembali, dia... dia pasti sudah tiada." "Entah bagaimana keadaan Cie Hiong dan putriku di Pulau Hong Hoang To, apakah mereka tabah menghadapi kenyataan itu?" Gumam Lim Peng Hang lalu menghela nafas panjang. "Ingin rasanya aicu ke Pulau Hong Hoang To menengok mereka...." Ucapannya terhenti karena dikejutkan oleh berkelebatnya sosok bayangan memasuki markas. "Siapa?" Bentak Lim Peng Hang. "Maaf!" Terdengar suara sahutan dan tampak berdiri seorang gadis yang ternyata adalah Ngo Tok Kauwcu-Phang Ling Cu. "Kakek Lim, Kakek Gouw!" "Oh! Ling Cu!" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Duduklah!" "Terimakasih, Kakek Lim!" Ucap Ngo Tok Kauwcu sambil duduk. "Ling Cu!" Gouw Han Tiong menatapnya sambu bertanya. "Ada suatu yang penting?" "Kakek Gouw sudah mendengar berita tentang Kim Ih Hoat Ong mengalahkan ketua partai Siauw Lim dan ketua partai lainnya?" "Kami sudah mendengarnya," Sahut Gouw Han Tiong dan menambahkan. "Pancha, putra raja Vlanchuria, Kim Hoat Ong dan Cap Sah Sin Eng berada di rumah Menter Run sebagai tamu terhormat, mereka adalah utusan raja Manchuria."' "Betul." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Aku khawatir Kim Ih Hoat Ong dan lainnya akan ke mari, maka aku segera ke sini bermaksud membantu." "Terimakasih, Ling Cu!" Ucap Lim Peng Hang, kemudian menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata. "Tentunya engkau pun ingin bertanya tentang Bun Yang dan Goat Nio, bukan?" "Ya." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Tiada kabar beritanya, kelihatannya sudah tiada harapan." Lim Peng Hang menghela nafas panjang "Aaaah...!" "Kakek Lim!" Kening Ngo Tok Kauwcu berkerut. "Aku tetap tidak percaya kalau Bun Yany telah mati. Aku tetap tidak percaya." "Mau tidak mau engkau harus percaya, sebab hingga saat ini Bun Yang dan Goat Nio tidak kemari," Ujar Lim Peng Hang dengan wajah murung "Sudah sekian lama, bagaimana mungkin mereka masih hidup?" "Kita semua masih dalam duka malah muncul Kim Ih Hoat Ong. Sungguh di luar dugaan'" Ujar Gouw Han Tiong. "Kepandaian Kim Ih Hoat Ong tinggi sekali Dia mampu mengalahkan tiga ketua itu hanya dalam dua puluh lima jurus." Ngo Tok Kauwcu memandang mereka dan bertanya. "Apakah Kakek Lun dan KakeK Gouw sanggup melawan Kim Ih Hoat Ong itu?" "Kalaupun kami bergabung melawannya, aku yakin kami berdua pasti kalah," Sahut Lim Peng Hang jujur "Oh?" Air muka Ngo Tok Kauwcu berubah "Bagaimana k a kalau seandainya Kim Ih Hoal Ong ke mari''" "Tentunya harus melawannya." Lim Peng Hang tersenyum getir. "Kelihatannya Kun Ih Hoat Ong itu hanya ingin menaklukkan pesilat tangguh dalan rimba persilatan Tionggoan. karena dia tidak membunuh." "Menurut aku..." Ujar Gouw Han Tiong. "Kim Ih Hoat Ong tidak akan ke maki atau ke pariai .ain, karena dia punya suatu rencana." "Oh?" Lim Peng Hang memandangnya. "Rencana apa itu?" "Aku tidak bisa mengatakan secara pasti," Sahut Gouw Han Tiong "Yang jelas dia mempunyai rencana busuK." "Aku justru tidak habis pikir," Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ujar Lim Peng Hang sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Tujuan Kim Ih Hoat Ong dan liannya ke Tionggoan hanya urusan kerajaan, kenapa Kim Ih Hoat Ong malah mengusik ketiga ketua itu?" "Memang mengheiankan " Gouw Han Tiong mengerutkan kening. "Tentunya ada sesuatu dibalik itu Maka, sebaiknya kita tunggu perkembangan selanjutnya." "Betul." Lim Peng Hang manggut-manggut. "Kakak Lim," Tanya Ngo Tok Kauwcu mendadak. "Bolehkah aku tinggal di sini beberapa hari?" "Tentu boleh, tentu boleh," Jawab Lim Peng Hang dan menambahkan. "Kami sangat berterima kasih atas kesediaanmu tinggal di sini beberapa hari, mudah mudahan ada kabar beiita tentang Bun Yang!" "Kakek Lim...." Wajah Ngotok Kauwcu agak kemerahmerahan. "Aku tetap tidak percaya kalau adik Bun Yang telah mati, aku tidak percaya sama sekali. Aku harap dia dan Goat Nio akan muncul di sini!" "Mudah-mudahan!" Ucap Lim Peng Hang. "Itu yang kita harapkan." -oo0dw0oo- Bagian ke tujuh puluh tujuh Pertarungan yang menegangkan Di ruang tengah rumah Menteri Bun, tampak belasan orang sedang bersulang sambil tertawa tawa. Mereka adalah Pancha, Kim Ih Hoat Ong, Cap Sah Sin Eng dan tuan rumah sendiri. "Ha ha ha!" Menteri Bun tertawa gelak. "Kini nama Hoat Ong sudah membubung tinggi di rimba persilatan Tionggoan!" "Aku tidak menyangka sama sekali kalau kepandaian ketiga ketua partai itu cuma begitu saja!" Ujar Kim Ih Hoat Ong sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak sampai dua puluh lima jurus telah kukalahkan." "Itu pertanda kepandaian Hoat Ong tinggi sekali," Sahut Menteri Bun dan tertawa lagi, kemudian bertanya. "Apakah Hoat Ong masih ber niat mengalahkan ketua partai lain?" "Tidak perlu," Jawab Kim Ih Hoat Ong. "Aku lelah mengalahkan ketiga ketua itu, maka aku yakin tidak lama lagi akan muncul pesilat tangguh melawanku. Ha ha ha...!" "Oh ya!" Menteri Bun memandang mereka seraya bertanya. "Sudah sekian lama kalian berada di sini, apakah aku perlu memanggil beberapa wanita cantik untuk melayani kalian?" "Aku tidak perlu," Sahut Kim Ih Hoat Ong. "Mungkin mereka membutuhkan." "Bagaimana kalian?" Tanya Menteri Bun kepada Pancha dan Can Sah Sin Eng. "Katakan saja, tidak usah malu-malu!" "Aku sangat tertarik akan tarian dan musik Tionggoan," Sahut Pancha sungguh-sungguh. "Apakah ada penari dan pemain musik di sini?" "Ada." Menteri Bun tersenyum. Ia bertepuk langan tiga kali, lalu muncullah seorang pelayan wanita menghadapnya sambil memberi hormat. "Tuan Besar mau pesan apa?" Tanyanya dengan hormat. "Cepat atur para penari dan pemain musik yang cantikcantik di sini?" Ujar menteri Bun. "Ya, Tuan Besar." Pelayan wanita itu mengangguk. lalu pergi. Berselang beberapa saat kemudian, muncullah belasan gadis cantik, yang semuanya membawa berbagai macam alat musik. Mereka memberi hormat, setelah itu para pemain musik lalu duduk. Tak lama terdengarlah suara alunan musi yang amat menyedapkan telinga dan para pena mulai menari dengan lemah gemulai mengiku irama musik itu. "Ha ha ha!" Pancha tertawa gembira. "Buka main indahnya tarian mereka! Sungguh luar biasa "Engkau tertarik?" Tanya menteri Bun. Pancha mengangguk, kemudian tanyanya be bisik. "Menteri Bun, gadis-gadis itu boleh mi layaniku?" "Tentu boleh." Menteri Bun tertawa. "Seba engkau adalah Putra Mahkota Manchuria! Ha h ha! Mari kita bersulang!" Mereka mulai bersulang lagi sambil menil mati musik dan tarian itu. Berselang beberap saat, barulah musik itu berhenti. Para penari pu berhenti menari, dan langsung memberi horm; sambil tersenyum lembut. "Bagus, bagus!" Pancha tertawa gembira sambil bertepuk tangan. "Aku harap para pemai musik tetap bermain musik, sedangkan para pi nari menemani kami minum!" "Ya, Tuan Muda!" Sahut mereka serentak. Para pemain musik segera memainkan alunan musik masing-masing, sedangkan para penari langsung menghampiri Pancha, lalu menuangkan arak ke dalam cangkir masingmasing. "Silakan minum!" Ucap para penari itu. "Terimakasi, terimakasih! Ha ha ha...!" Pancha tertawa gembira. Tak berapa lama kemudian, Kim Ih Hoat Ong pemandang mereka seraya berkata dengan wibawa. "Cukup!" Ia lalu memandang Menteri Bun. "Suruh mereka pergi!" "Baik." Menteri memandang para pemain musik dan para penari itu. "Cukup sampai di sini, sekarang kalian boleh beristirahat." "Ya, Tuan Besar," Sahut mereka. "Menteri Bun," Ujar Pancha. "Berikan kepada mereka seorang dua puluh tael emas!" "Ya." Menteri Bun bertepuk tangan satu kali, kemudian muncul kepala pengurus. "Ada perintah apa. Tuan Besar?" Tanya kepala lengurus itu sambil memberi hormat. "Ambilkan dua ratus tael emas!" Sahut Menteri Bun. "Ya, Tuan Besar." Kepala pengurus itu segera pergi mengambil uang emas, dan tak seberapa jma ia sudah kembali menghadap Menteri Bun. "Berikan mereka seorang dua puluh tael emas!" Ujar Menteri Bun sambil menunjuk para pemain iiusik dan para penari itu. "Ya, Tuan Besar." Kepala pengurus segera lembagi-bagikan uang emas itu. "Terimakasih, Tuan Besar." Ucap para pemain musik dan para penari itu dengan wajah berseri-seri mengundurkan diri dari ruang tersebut. "Oh ya!" Menteri Run memandang Kim Ih Hoat Ong seraya bertanya. "Kenapa Hoat Ong tidak mau menyentuh kaum wanita?" "Sebab sejak kecil aku belajar Tong Cu Sin Kang (Tenaga Sakti Anak Perjaka), maka aku tidak boleh berhubungan intim dengan kaum wanita," Jawab Kim Ih Hoat Ong memberitahukan "Aku telah berhasil mencapai tingkat tertinggi membuat dinku tidak mempan senjata tajam mau pun racun." Menter Bun manggut-manggut. "Sungguh hebat Hoat Ong!" "Perlu kuberitahukan," Ujar Kim Ih Hoat Ong "Pancha juga berkepandaian tinggi, begitu pula Cap Sah Sin Eng. Karena Cap Sah Sin Eng bergerak sesuai dengan Cap Sah Sin Eng Tin (Formasi Tiga Relas Elang Sakti)." "Ha ha ha!" Menteri Bun tertawa gembira "Oh ya! Aku punya Suatu ide untuk Hoat Ong." ''Ide apa?" Tanya Kim Ih Hoat Ong. "Menangkap Lie Tsu Seng," Jawab Menteri Bun serius. "Apabila Hoat Ong mampu menangkapnya hidup-hidup atau membunuhnya, kiasar pasti gembira sekali. Bahkan juga akan menggemparkan rimba persilatan Tionggoan, sebab banyak kaum rimba persilatan berkepandaian tinggi bergabung dengan pemimpin pemberontak itu." "Ngmmm!" Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut dan bertanya. "Di mana markas Lie Tsu Seng?" "Di pinggir kota Lam An." "Pancha," Tanya Kim Ih Hoat Ong. "Kapan kita berangkat ke sana menangkap pemimpin pemberontak itu?" "Itu terserah Hoat Ong saja," Sahut Pancha, kemudian bertanya kepada Menteri Bun sambil tersenyum. "Apakah Bu Ceng Sianli juga bergabung dengan Lie Tsu Seng?" "Ya." Menteri Bun mengangguk. "Bagus, bagus!" Pancha tertawa gembira. "Hoat Ong harus menundukkannya!" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Baik." Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut. "Oh ya!" Ujar Pancha mendadak. "Aku hampir melupakan satu hal penting." "Hal apa?" Tanya Menteri Bun. "Mengenai adikku Bokyong Sian Hoa." Pancha memberitahukan. "Dia adalah putri pamanku, sudah lama dia datang di Tionggoan ini, apakah menteri Bun tahu tentang dirinya?" Perintah Maut Karya Buyung Hok Pendekar Bunga Karya Chin Yung Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo