Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 38


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 38


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   "Maaf, aku sama sekali tidak tahu."   Menteri Bun menggelengkan kepala.   "Aaaah...!"   Pancha menghela natas panjang. 'Aku rindu sekali kepadanya." "Akan kuutus beberapa pengawalku untuk menyelidikinya,"   Ujar menteri Bun.   "Terimakasih!"   Pancha manggut-manggut lalu bertanya kepada Kim Ih Hoat Ong.   "Kapan kita berangkat ke pinggir kota Lam An?"   "Besok pagi,"   Sahut Kim Ih Hoat Ong singkat.   "Kalau begitu..."   Ujar menteri Bun.   "Akan kuperintahkan puluhan pengawalku menyertai kalian."   "Itu tidak perlu, cukup kami saja."   Tegas Kim Ih Hoat Ong dan menambahkan.   "Para pengawal kalian semuanya gentong nasi. Percuma mereka ikut kami pergi menangkap Lie Tsu Seng."   "Ya, ya."   Menteri Bun manggut-manggut, kemudian tertawa gelak.   "Ha ha ha! Akan tamat riwayat Lie Tsu Seng kali ini! Ha ha ha...!" -oo0dw0oo- Di sebuah batu besar dekat pantai, tampak beberapa orang duduk sambil bercakap-cakap. Mereka adalah Toan Beng Kiat, Bokyong Sian Hoa, Sie Keng Hauw, Lie Ai Ling, Kam Hay Thian, Lu Hui San, Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soat Lan.   "Aaaah...."   Lie Ai Ling menghela nafas panjang.   "Aku tak menyangka kalau kakak Bun yang dan Goat Nio begitu pendek umur!"   Katanya.   "Aku masih tidak percaya kalau mereka berdua sudah mati,"   Ujar Kam Hay Thian.   "Sebab di dasar jurang itu tidak terdapat mayat mereka."   "Aku pun tidak percaya kalau mereka berdua sudah mati,"   Sela Lu Hui San.   "Itu bagaimana mungkin?" "Sungguh mengherankan!"   Ujar Bokyong Sian Hoa.   "Goat Nio terjatuh ke jurang itu, sedang Kakak Bun Yang terjun ke situ. Namun kita tidak menemukan mayat mereka. Bukankah itu sungguh mengherankan?"   "Memang."   Toan Beng Kiat manggut-manggut.   "Oleh karena itu, aku berkesimpulan bahwa mereka berdua belum mati. Sebab di dasar jurang itu pun tiada binatang buas, jadi tidak mungkin mayat mereka digondol binatang buas."   "Tapi. .."   Lie Ai Ling mengerutkan kening.   "Kenapa Kakak Bun yang dan Goat Nio tidak kembali ke markas pusat Kay Pang?"   "Sie Keng Hauw menggeleng-gelengkan kepala.   "Memang membingungkan dan merupakan teka teki."   "Kami ke mari justru untuk menunggu..."   Ujar Toan Beng Kiat melanjutkan.   "Menunggu kemunculan Bun Yang dan Goat Nio. Tapi hingga kini mereka berdua masih belum muncul."   "Mungkin...."   Lie Ai Ling mulai terisak-isak.   "Kakak Bun Yang dan Goat Nio sudah mati, Thian (Tuhan) sungguh tidak adil!"   Toan Beng Kiat menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memandang Lam Kiong Soat Lan seraya berkata.   "Kita sudah sekian lama berada di Pulau Hong Hoang To ini, bagaimana kalau besok pag' krta pulang ke Tayli?"   Lam Kiong Soat Lan mengarah pada Yo Kiam Heng.   "Bagaimana?"   "Terserah engkau,"   Jawab Yo Kiam Heng sambil tersenyum.   "Aku menurut saja."   "Baiklah."   Lam K'ong Soat Lan manggut-manggut sambil tersenyum lembut "Kita pulang ke Tayli esok pagi."   "Yaaah!"   Waiah Lie Ai Ling tampak murung.   "Kok begitu cepat kal in pulang ke Tayli "   Tanyanya. "Sudah lama kami tinggal di sini, aku khawatir orang tua kami akan mencemaskan kami"   Ujar Toan Beng Kiat dan berpesan.   "Oh ya! Apabila ada kabar beritanya mengenai Bun Yang dan Goat Nio, harap kalian segera ke Tayli memberitahukan kepada kami!"   "BaiK."   Lie Ai ling mengangguk.   Keesokan harinya, Toan Beng Kiat, Bokyong Sian Hoa.   Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soat Lan berpam it kepada TJO Tay Seng dan lainnya, kemudian mereka berempit meninggalkan Pulau Hong Hoang To -oo0dw0oo- Kini mereka berempat telah berada di Tionggoan.   Dalam perjalanan ini tak henti-hentinya mereka membicarakan Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat Nio,- "Bagaimana kalau kita ke markas pusat Kay Pang, siapa tahu sudah ada berita di sana!"   Usul Toan Beng Kiat.   "Baik."   Bokyong S'an Hoa, Yo Kiam heng dan Lam Kong Soat Lan mengangguk Mereka berempat lalu menuju arah markas pusat Kay Pang, yang harus melewatkan kota Lam An.   T saat berada di pinggir kola tersebut, mereka menyaksikan suatu pertarungan vang amat seru dan sengit.   "Hah?"   Lie Ai Ling terperanjat.   "Bukankah yang sedang bertarung itu Bibi Suan Hiang Kakak Giok Lan, Paman Tan Ju Linng dan Lin Cin An. Mereka tampak terdesak oleh tiga belas penyerang itu!"   "Betul"   Lu Hi San manggut-manggut.   "Mereka Bibi Suan Hiang, Kakak Giok Lan dan .."   "Hah?"   Bokyong Sian Hoa tampak terkejuf sekali "Pemuda itu Pancha putra pamanku, pendeta tua itu adalah Kim Ih Hoat Ong dan tiga belas orang tu adalah Cap Sah Sin Eng! Mereka berkepandaian tinggi sekali!"   "Ayoh! I'ita harus cepat membantu Bibi Suan Hiang!"   Seru Toan Beng Kiat. Saat uu Yo Suan Hiang, Tan Giok Lan dan lainnya telah terluka. Toan Beng Kiat bersiul panjang sambil melesat ke arah Cap Sah Sin Eng. Beg 'u pula Bokyong Sian Hoa dan lainnya.   "Begitu kaki mereka menginjak tanah. Cap Sah Sin Eng langsung mengepung mereka.   "Siapa kalian?"   Tanya pemimpin Cap Sah Sin Eng.   "Kami dari Tayli!"   Sahut Toan Beng Kiat jujur dan menambahkan.   "Kami harap tuan-tuan sudi melepaskan mereka!"   "Kalian dari Tayli?"   Pemimpin Cap Sah Sin Eng mengerutkan kening.   "Kami pihak Manchuria tidak pernan bertikai dengan pihak Tayli. aku harap kalian jangan mencampuri urusan kami!"   Bersamaan itu, Pancha menghampir mereka sambil menatap Bokyong Sian Hoa, kemudian berseru girang.   "Adik Sian Hoa! Adik Sian Hoa...."   "Jangan panggil aku!' bentak Bokyong Sian Hoa.   "Aku benci engkau dan benci ayahmu!"   "Adik Sian Hoa...."   Pancha menggeleng-gelengkan kepala.   "Itu adalah urusan kedua orang tua kita, sedangKan kita bukankah sangat baik dari kecil? Lagi pula aku yang membantumu kabur dari istana.. ."   "Diam!"   Bentak Bokyong Sian Hoa lagi.   "Ayahmu membunuh kedua orang tuaku, aku... aku...." "Adik Sun Hoa...."   Pancha menghela nafas panjang.   "Kita kakak beradik."   "Engkau masih ingat kita kakak beradik?"   Bokyong Sian Hoa memandangnya sinis.   "Betul."   Pancha manggut-manggut.   "Kalau begitu, kalian harus melepaskan mereka!"   Ujar Bokyong Sian Hoa sambil menunjuk Yo Suan Hiang dan lainnya.   "Akan kubicarakan dengan Kim Ih Hoat Ong."   Pancha segera mendekatinya, kemudian mereka berbisik-bisik.   "Baik."   Kim Ih Hoat Ong mengangguk.   "Tidak apa-apa kita melepaskan mereka, tapi kita harus menangkap Sian Hoa dan lainnya."   "Hoat Ong...."   Pancha terkejut.   "Kelihatannya adikmu itu sudah tidak mau ikut kita, lagi pula aku punya suatu rencana,"   Ujar Kim Ih Hoat Ong berbisik.   "Kalau kita tangkap teman-teman Sian Hoa. dapat kita jadikan sandera untuk menukar dengan Lie Tsu Seng."   Pancha manggut-manggut, lalu mendekati Bokyong Sian Hoa dan berkata sambil tersenyum.   "Kami akan melepaskan mereka, tapi engkau dan teman-temanmu harus ikut kami."   "Tidak!"   Tegas Bokyong Sian Hoa.   "Kami tidak akan ikut kalian, pokoknya tidak!"   "Adik Sian Hoa! Kalau begitu, apa boleh buat!"   Sahut Pancha dan berseru.   "Cap Sah Sin Eng, tangkap mereka, tapi jangan kalian lukai!"   "Ya,"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sahut Cap Sah Sin Eng.   Sedangkan Toan Beng Kiat, Bokyong Sian Hoa, Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soan Lan segera menghunus pedang masing-masing.   Mendadak pemimpin Cap Sah Sin Eng bersiul, seketika juga tiga belas orang itu bergerak berputar-putar mengelilingi Toan Beng Kiat dan lainnya.   Ternyata tiga belas orang itu mulai menyusun formasi Cap Sah Sin Eng Tin.   "Mari kita serang mereka!"   Seru Toan Beng Kiat.   Mereka berempat mulai menyerang, namun justeru terjadi hal yang tak terduga, yaitu begitu mereka menyerang, malah menyerang kawan sendiri.   Sementara Cap Sah Sin Eng terus berputar, bahkan kemudian meluncur ke atas dan sekaligus menyerang.   "Celaka!"   Keluh Toan Beng Kiat.   "Mereka menggunakan semacam formasi. Soat Lan, kita simpan saja pedang kita. Lebih baik kita menyerang dengan Kim Kong Cap Sah Ciang (Tiga Belas Jurus Pukulan Cahaya Emas)."   "Baik."   Lam Kiong Soat Lan dan Toan Beng Kiat segera menyarungkan pedang masing-masing.   Setelah itu, mulailah mereka menyerang Cap Sah Sin Eng dengan ilmu pukulan tersebut.   Akan tetapi, pukulan mereka justru nyaris melukai kawan sendiri.   Ketika mereka menyerang Cap Sah Sin Eng, mendadak yang diserang itu menghilang, yang muncul malah Yo Kiam Heng dan Bokyong Sian Hoa.   Maka, mereka berdua cepatcepat menarik serangan masing-masing.   Berselang beberapa saat kemudian, Toan Beng Kiat, Bokyong Sian Hoa, Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soat Lan mulai terdesak dan tampak lelah sekali.   "Lumpuhkan mereka dengan totokan!"   Seru pemimpin Cap Sah Sin Eng.   Mulailah Cap Sah Sin Eng menyerang mereka dengan Peng Khong Tiam Hiat (Ilmu Menotok Jalan Darah Jarak Jauh).   Tak seberapa lama kemudian, Toan Beng Kiat dan lainnya telah tertotok, sehingga mereka berempat berdiri tak bergerak di tempat.   "Ha ha ha!"   Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak lalu mendadak melesat ke arah mereka, sekaligus menotok jalan darah mereka lagi.   "Mereka akan lumpuh tujuh hari tujuh malam dan siapa pun tidak akan mampu membebaskan totokan itu! Ha ha ha...!"   "Maafkan aku. Sian Hoa!"   Ucap Pancha.   "Aku terpaksa menyuruh Cap Sah Sin Eng bertindak kurang ajar terhadap kalian."   "Diam!"   Bentak Bokyong Sian Hoa dengan mata berapi-api.   "Kalau engkau ingin membunuhku cepatlah bunuh!"   "Adik Sian Hoa!"   Pancha tersenyum.   "Bagaimana mungkin aku membunuhmu? Kita adalah...."   "Hm!"   Dengus Bokyong Sian Hoa dingin.   "Jangan bermulut manis, aku benci!"   "Adik Sian Hoa...."   Pancha menggeleng-gelengkan kepala. Di saat bersamaan terdengarlah suara tawa cekikikan.   "Hi hi hi! Hi hi hi...!"   Kemudian muncul seorang gadis berusia dua puluhan, yang ternyata Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui.   "Kakak! Kakak!"   Seru Bokyong Sian Hoa girang.   "Cepat tolong kami!"   "Tenanglah!"   Sahut Bu Ceng Sianli sambil tersenyum.   "Aku pasti menolong kalian."   Ketika Bu Ceng Sianli muncul, Pancha terpukau oleh kecantikannya. Ia memandang wanita itu dengan mata terbelalak dan mulut ternganga lebar.   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan.   "Anak muda! Kenapa engkau memandangku seperti kehilangan sukma?" "Ha ha ha!"   Pancha tertawa.   "Nona sangat cantik sehingga membuat sukmaku hilang!"   "Oh, ya?"   Bu Ceng Sianli tersenyum manis.   "Aku tidak bohong,"   Sahut Pancha dan bertanya.   "Maaf, bolehkah aku tahu siapa Nona?"   "Aku Bu Ceng Sianli. Siapa engkau?"   Pancha, Kim Ih Hoat Ong dan Cap Sah Sin Eng terperanjat. Mereka tidak menyangka kalau gadis cantik itu adalah Bu Ceng Sianli yang sangat terkenal. Pancha manggut-manggut.   "Ternyata aku berhadapan dengan Bu Ceng Sianli yang sangat terkenal dalam rimba persilatan Tionggoan. Namaku Pancha."   "Engkau Putra Mahkota raja Manchuria?"   Tanya Bu Ceng Sianli sambil menatapnya tajam.   "Betul."   Pancha mengangguk.   "Bagus!"   Bu Ceng Sianli tertawa.   "Cepatlah engkau suruh pendeta jelek itu membebaskan totokannya!"   "Ha ha ha!"   Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak.   "Bu Ceng Sianli, aku tidak menyangka kalau engkau masih muda dan sedemikian cantik. Sungguh beruntung aku bertemu engkau di sini!"   "Hei, pendeta jelek! Cepatlah membebaskan totokanmu yang di badan mereka!"   Sahut Bu Ceng Sianli.   "Aku adalah Kim Ih Hoat Ong, sudah lama aku mendengar nama besar Nona. Oleh karena itu...."   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa geli.   "Pendeta jelek, engkau sedang merayu ya?"   "Bu Ceng Sianli!"   Kim Ih Hoat Ong menatapnya tajam.   "Kudengar kepandaianmu sangat tinggi, maka aku ingin bertanding." "Bertanding dengan siapa?"   "Denganmu."   "Tapi...."   Bu Ceng Sianli memandang Toan Beng Kiat dan lainnya.   "Mereka harus kau bebaskan dulu."   "Kalau engkau mampu mengalahkan aku, aku pasti membebaskan mereka. Tapi apabila engkau kalah, engkau harus ikut kami ke Manchuria, karena.... Pancha, Putra Mahkota raja Manchuria sangat tertarik kepadamu."   Ujar Kim Ih Hoat Ong.   "Betul, betul,"   Sela Pancha sambil tersenyum.   "Nona, aku memang sangat tertarik kepadamu. Aku... aku pun sudah jatuh hati."   "Oh, ya?"   Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan.   "Tapi bagaimana kalau pertandingan berakhir dengan seri?"   "Kalau seri, aku harus membawa mereka pergi,"   Sahut Kim Ih Hoat Ong dan menambahkan.   "Kita bertanding secara adil."   "Tentu."   Bu Ceng Sianli manggut-manggut dan bertanya.   "Kita akan bertanding dengan cara apa?"   "Cukup dengan tangan kosong,"   Sahut Kim Ih Hoat Ong dan menambahkan.   "Hanya sampai batas seratus jurus saja."   "Bagaimana kalau seri?"   "Tadi aku sudah bilang, kalau seri aku tetap membawa pergi mereka. Namun pertandingan boleh dilanjutkan kelak."   "Baik."   Bu Ceng Sianli mengangguk.   "Aku setuju."   Kim Ih Hoat Ong dan Bu Ceng Sianli berdiri berhadapan, dan masing-masing menghimpun lwee- kang. Kim Ih Hoat Ong menghimpun Tong Cu Sin Kang (Tenaga Sakti Anak Perjaka), sedangkan Bu Ceng Sianli menghimpun Hian Goan Sin Kang. "Hoat Ong!"   Seru Pancha mendadak.   "Jangan melukai Nona itu!"   "Tenang!"   Sahut Kim Ih Hoat Ong sambil manggutmanggut.   "Anak muda,"   Ujar Bu Ceng Sianli sekaligus melemparkan sebuah senyuman kearabnya.   "Nona...."   Pancha terbelalak menyambut senyuman itu, bahkan semakin terpukau, kemudian berkata kepada Kim Ih Hoat Ong.   "Hoat Ong! Bagaimanapun engkau harus dapat mengalahkannya!"   Kim Ih Hoat Ong mengangguk, lalu mulai menyerang Bu Ceng Sianli.   Bu Ceng Sianli tertawa nyaring sambil berkelit, sekaligus balas menyerang.   Terjadilah pertarungan yang amat menegangkan.   Pancha menyaksikan pertarungan itu dengan hati berdebar-debar, sebab kalau pertarungan itu berakhir seri, Kim Ih Hoat Ong cuma bisa membawa pergi Bokyong Sian Hoa dan lainnya.   Namun apabila menang, maka Bu Ceng Sianli harus ikut mereka ke Manchuria, itu yang diharapkannya.   Sementara pertandingan itu terus berlangsung, tak terasa sudah melewati puluhan jurus.   Mereka berdua mulai cemas dan terperanjat, karena tidak menyangka pihak lawan memiliki kepandaian yang begitu tinggi.   "Bu Ceng Sianli,"   Ujar Kim Ih Hoat Ong kagum.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kepandaianmu sungguh tinggi sekali. Aku kagum akan kepandaianmu."   "Sama."   Sahut Bu Ceng Sianli sambil berkelit, karena mendadak Kim Ih Hoat Ong menyerangnya.   "Pendeta jelek, kepandaianmu pun tinggi sekali."   "Ha ha ha!"   Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak sambil berhenti menyerang Bu Ceng Sianli seraya berkata.   "Kini tinggal tiga jurus lagi, ini merupakan jurus-jurus penentuan. Berhatihatilah, aku akan mengeluarkan ilmu andalanku."   "Terimakasih atas peringatanmu!"   Sahut Bu Ceng Sianli.   "Aku sudah siap menyambut ilmu andalanmu."   "Hati-hati!"   Seru Kim Ih Hoat Ong.   Mendadak ia menyerang Bu Ceng Sianli dengan San Hai Ho Liu Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Gunung Laut Dan Arus Sungai), dan mengeluarkan jurus Teng Tia Ju San (Tenang Tegar Bagaikan Gunung).   Sekonyong-konyong lengan jubah Kim Ih Hoat Ong melembung, dan ia melesat ke arah Bu Ceng Sianli.   Bu Ceng Sianli tertawa nyaring.   Di saat bersamaan sepasang telapak tangannya memancarkan cahaya putih, dan berkelebatan menangkis serangan Kim Ih Hoat Ong.   Ternyata wanita itu mengeluarkan ilmu Hian Goan Ci, yaitu jurus Thay Yang Kuang Hui (Matahari Bersinar Terang).   Blaaam! Terdengar suara benturan.   Ilmu pukulan San Hai Ho Liu Ciang Hoat beradu dengan ilmu Jari Sakti Hian Goan Ci.   Kim Ih Hoat Ong dan Bu Ceng Sianli berdiri tak bergeming di tempat, namun yang menyaksikan itu malah pucat pias wajahnya.   Beberapa saat kemudian Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak, lalu berkata dengan suara parau.   "Ha ha ha! Lweekangmu sungguh tinggi! Aku tidak menyangka kalau engkau mampu menangkis seranganku."   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa nyaring.   "Pendeta jelek, lweekangmu juga tinggi sekali. Aku tidak menyangka kalau dadamu tidak berlubang oleh Hian Goan Ci."   "Kini tinggal dua jurus lagi. Berhati-hatilah! Aku akan menyerangmu lebih dahsyat."   "Silakan! Aku sudah siap menyambut seranganmu."   Mendadak Kim Ih Hoat Ong memekik keras dan menyerang Bu Ceng Sianli dengan jurus Hai Po Thau Thau (Gelombang Laut Menderu Deru).   Lengan jubah Kim Ih Hoat Ong bergerakgerak menimbulkan suara menderu-deru ke arah Bu Ceng Sianli.   Di saat bersamaan, tiba-tiba jari tangan Bu Ceng Sianli bergerak-gerak secepat kilat, sehingga berubah jadi ribuan jari.   Itulah jurus Cian Ci Keng Thian (Ribuan Jari Mengejutkan Langit).   Blaam! Ces! Ces! Cesss...!"   Terdengar suara benturan dan suara lain. Bu Ceng Sianli termundur-mundur beberapa langkah, sedangkan Kim Ih Hoat Ong tetap berdiri di tempat.   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan.   "Jurus ini kita seri, sebab engkau berhasil membuatku termundur-mundur beberapa langkah, namun aku pun berhasil melubangi lengan jubahmu!"   "Ha ha ha! Betul!"   Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut.   "Kini tinggal satu jurus lagi, perlukan kita lanjutkan?"   "Terserah!"   "Menurut aku..."   Ucapan Kim Ih Hoat Ong terputus, karena mendadak terdengar suara tawa gelak yang memekakkan telinga.   "Ha ha ha! Ha ha ha!"   Melayang turun seorang tua, yang tidak lain Si Pincang.   "Asyik! Ada pertandingan seru!"   "Pincang!"   Bentak Bu Ceng Sianli.   "Mau apa engkau ke mari?"   "Mau jadi penonton,"   Sahut orang tua pincang.   "Bukankah masih ada satu jurus lagi?"   "Hm!"   Dengus Bu Ceng Sianli. "Maaf!"   Ucap Kim Ih Hoat Ong sambil memandang orang tua pincang.   "Bolehkah aku tahu siapa engkau?"   "Aku adalah Si Pincang."   Sahut orang tua pincang sambil tertawa.   "Engkau pasti Kim Ih Hoat Ong dari Manchuria. Ya, kan?"   "Betul."   Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut.   "Lihay juga engkau, pendeta jelek,"   Ujar orang tua pincang.   "Engkau mampu mengalahkan ketiga ketua itu hanya dalam dua puluh lima jurus. Kalau aku mau, aku pun mampu mengalahkan mereka dalam jurus sekian pula."   "Oh?"   Kim Ih Hoat Ong tampak tersentak.   "Betul."   Orang tua pincang mengangguk.   "Tapi...."   "Kenapa?"   Kim Ih Hoat Ong menatapnya tajam.   "Walau kita berkepandaian tinggi, tapi masih bukan lawan seorang pendekar muda,"   Sahut orang tua pincang.   "Mungkin dalam lima puluh jurus dia mampu mengalahkanmu."   "Oh, ya?"   Kim Ih Hoat Ong tampak tidak percaya.   "Siapa pendekar muda itu?"   "Dia adalah Giok Siauw Sin Hiap-Tio Bun Yang."   Orang tua pincang memberitahukan.   "Dia?"   Kim Ih Hoat Ong mengerutkan kening.   "Aku pernah mendengar tentang dia, tapi bukankah dia sudah mati di dasar jurang?"   "Ha ha ha!"   Orang tua pincang tertawa.   "Dia tidak mati, mungkin tidak lama lagi dia akan muncul."   "Bagus, bagus!"   Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut.   "Apabila dia muncul, aku pasti bertanding dengan dia."   "Pendeta jelek,"   Tanya Bu Ceng Sianli.   "Bagaimana? Perlukah kita melanjutkan pertandingan ini?" "Bagaimana kalau kita lanjutkan lain kali saja?"   Kim Ih Hoat Ong balik bertanya.   "Boleh...."   Bu Ceng Sianli memandang Toan Beng Kiat dan lainnya.   "Tapi engkau harus membebaskan mereka!"   "Tidak bisa!"   Kim Ih Hoat Ong menggelengkan kepala.   "Sesuai dengan perjanjian, aku harus membawa mereka!"   "Kalau begitu...."   Wajah Bu Ceng Sianli tampak gusar sekali.   "Mari kita bertanding lagi!"   "Nona!"   Sela Pancha.   "Lebih baik lain kali saja. Jangan dilanjutkan sekarang. Kami tidak akan mengganggu para pengawal Lie Tsu Seng itu, hanya membawa Bokyong Sian Hoa dan lainnya ke tempat tinggal menteri Bun...."   "Diam!"   Bentak Bu Ceng Sianli.   "Nona...."   Pancha tampak kecewa sekali.   "Aku bermaksud baik."   "Sianli."   Bisik orang tua pincang.   "Biar mereka pergi, lebih baik kita berunding di markas Lie Tsu Seng."   "Pendeta jelek!"   Ujar Bu Ceng Sianli.   "Kalian boleh membawa mereka berempat ke rumah Menteri Bun, tapi apabila kalian berani mengganggu seujung ramput pun, Menteri Bun pasti kubantai dan kalian pasti kukejar sampai Manchuria!"   "Ha ha ha!"   Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak.   "Bu Ceng Sianli dan engkau Si Pincang, sampai jumpa!"   "Hm!"   Dengus Bu Ceng Sianli.   "Nona!"   Pancha menatapnya dengan mata berbinar-binar.   "Kita pasti berjumpa kembali!"   "Huh!"   Sahut Bu Ceng Sianli.   "Siapa ingin berjumpa dengan pendeta jelek! Dasar tak tahu malu!" "Nona...."   Pancha menghela nafas panjang, lalu melangkah pergi. Setelah mereka pergi, Bu Ceng Sianli melototi orang tua pincang seraya membentak.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kenapa engkau tadi omong besar di hadapan Kim Ih Hoat Ong?"   "Aku terpaksa omong besar, kalau tidak..."   Sahut orang tua pincang melanjutkan.   "Kita dan lainnya pasti celaka. Sebab kepandaian pendeta jelek, Pancha dan tiga belas orang itu sangat tinggi sekali. Kita tidak mampu melawan mereka, maka harus membiarkan mereka membawa Toan Beng Kiat dan lainnya."   "Pincang!"   Ujar Bu Ceng Sianli sinis.   "Engkau sangat pengecut!"   "Aku bukan pengecut, namun menggunakan otak,"   Sahut orang tua pincang.   "Bukankah kita masih bisa berunding tentang itu?"   Di saat mereka sedang berdebat, tampak Yo Suan Hiang, Tan Giok Lan dan lainnya mendekati mereka, lalu memberi hormat sambil berkata.   "Terimakasih atas pertolongan Sianli dan lo cianpwee! Tapi Toan Beng Kiat dan lainnya...."   "Percayalah! Mereka tidak akan membunuhnya,"   Sahut orang tua pincang.   "Sianli, lo cianpwee, mari ke markas Lie Tsu Seng!"   Ajak Yo Suan Hiang.   "Kita berunding di sana saja."   "Baik."   Bu Ceng Sianli manggut-manggut, kemudian mereka semua menuju ke markas Lie Tsu Seng.   Lie Tsu Seng dan lainnya duduk di dalam tenda.   Yo Suan Hiang, Bu Ceng Sianli, orang tua pincang dan lainnya sudah berada di dalam.   Wajah mereka tampak serius sekali, sedangkan Lie Tsu Seng terus mengerutkan kening.   Lie Tsu Seng menghela nafas panjang.   "Entah bagaimana nasib Toan Beng Kiat dan lainnya! Sungguh mencemaskan!"   "Aku yakin mereka tidak akan terjadi apa- apa,"   Ujar orang tua pincang dan menambahkan.   "Sebab Bokyong Sian Hoa berada di tengah- tengah mereka, tentunya gadis itu akan membela yang lain."   "Ngmm!"   Lie Tsu Seng manggut-manggut.   "Itu memang benar, sebab mereka tiada urusan dengan menteri Bun atau dengan pihak Manchuria. Tapi... kenapa Kim Ih Hoat Ong menangkap mereka? Mungkinkan ada suatu rencana busuk di balik itu?"   "Mungkin."   Bu Ceng Sianli mengangguk dan bertanya.   "Kenapa pihak Manchuria ke mari?"   "Mereka ingin menangkapku,"   Sahut Lie Tsu Seng.   "Kalau kalian tidak muncul, aku pasti sudah ditangkap."   "Hmm!"   Dengus Bu Ceng Sianli dingin.   "Lain kali aku harus membunuh pendeta jelek itu!"   "Sianli!"   Orang tua pincang menggeleng-gelengkan kepala.   "Belum tentu engkau mampu membunuhnya, sebab kepandaian Kim Ih Hoat Ong itu tinggi sekali, belum ditambah Pancha dan tiga belas orang itu."   "Benar."   Bu Ceng Sianli manggut-manggut.   "Kepandaian pendeta jelek itu memang tinggi sekali. Hian Goan Ci tidak dapat melukainya."   "Apa?"   Orang tua pincang terbelalak.   "Hian Goan Ci tidak dapat melukainya? Ilmu apa yang dimilikinya?"   "Tong Cu Sin Kang,"   Sahut Bu Ceng Sianli memberitahukan.   "Maka badannya kebal terhadap senjata tajam, racun dan ilmu pukulan apa pun." "Bukan main!"   Orang tua pincang menggeleng- gelengkan kepala.   "Kalau begitu siapa yang sanggup melawannya?"   "Lho?"   Bu Ceng Sianli menatapnya heran.   "Bukankah engkau bilang tidak lama lagi Bun Yang akan muncul? Tadi aku kira engkau sudah bertemu dia."   "Aku...."   Orang tua pincang tersenyum.   "Aku membohongi pendeta jelek itu, agar dia merasa penasaran terhadap Bun Yang."   "Oooh!"   Bu Ceng Sianli manggut-manggut, kemudian tertawa seraya berkata.   "Hi hi hi! Engkau memang licik, namun ada baiknya juga membohongi pendeta jelek itu."   "Oh ya!"   Mendadak orang tua pincang menatap Bu Ceng Sianli dengan penuh perhatian.   "Eh?"   Bu Ceng Sianli melotot.   "Kenapa engkau memandangku seperti kucing melihat ikan?"   "Aku punya akal untuk membebaskan Toan Beng Kiat dan lainnya,"   Sahut orang tua pincang dengan wajah berseri.   "Akal apa?"   Tanya Bu Ceng Sianli.   "Apakah berkaitan dengan diriku?"   "Betul."   Orang tua pincang manggut-manggut.   "Hanya engkau yang dapat menolong mereka berempat, namun harus melalui seseorang."   "Maksudmu?"   Bu Ceng Sianli tidak mengerti.   "Beritahukanlah!"   "Pancha sudah jatuh cinta kepadamu, maka peralatlah dia untuk membebaskan Toan Beng Kiat dan lainnya!"   "Omong kosong!"   Bentak Bu Ceng Sianli.   "Dari pada berbuat itu, lebih aku bertanding mati-matian dengan pendeta jelek itu!"   "Tapi...." "Diam!"   Bentak Bu Ceng Sianli. Seketika juga orang tua pincang itu diam, namun kemudian bergumam.   "Cuma berpura-pura mencintai Pancha, lalu memperalatnya membebaskan Toan Beng Kiat."   "Pincang!"   Bu Ceng Sianli melotot.   "Engkau kira mereka begitu bodoh? Hm! Dasar pincang dan tak punya otak!"   "Jangan berdebat!"   Ujar Lie Tsu Seng.   "Lebih baik kita lihat perkembangan selanjutnya, setelah itu barulah kita berunding kembali."   "Benar."   Orang tua pincang manggut-manggut.   "Aku khawatir Toan Beng Kiat dan lainnya dijadikan sandera " -oo0dw0oo- Bagian ke tujuh puluh delapan Curahan kerinduan dan cinta kasih Betulkah Tio Bun Yang sudah mati? Ia telah terjun ke jurang, tapi di dasar jurang itu tidak terdapat mayatnya. Apa yang telah terjadi atas dirinya setelah terjun ke jurang? Tentunya ia tidak akan hilang begitu saja. Ternyata Tio Bun Yang jatuh di telaga di dasar jurang itu. Luncuran badannya begitu cepat, maka begitu jatuh, langsung tenggelam. Sungguh di luar digaan, di dasar telaga itu terdapat pusaran air, yang membuat badan Tio Bun Yang berputarputar, akhirnya ia pun pingsan. Perlahan-lahan Tio Bun Yang membuka matanya, rupanya ia sudah siuman dari pingsannya. Tampak seorang gadis berdiri di hadapannya tengah memandangnya dengan mesra dan penuh cinta kasih, bahkan tersenyum lembut.   "Adik Goat Nio...."   Tio Bun Yang, seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.   "Adik Goat Nio, ternyata kita bertemu di alam baka! Aku... aku gembira sekali."   "Kakak Bun Yang...."   Gadis itu ternyata Siang Koan Goat Nio. Ia menangis terisak-isak saking girangnya.   "Kakak Bun Yang...."   "Adik Goat Nio!"   Tio Bun Yang menggenggam tangannya.   "Kenapa engkau menangis? Kini kita sudah berkumpul di alam baka, sehalusnya engkau gembira."   "Aku... aku gembira sekali, maka menangis,"   Sahut Siang Koan Goat Nio, lalu mendekap dadanya.   "Adik Goat Nio...."   Tio Bun Yang membelainya.   "Tak disangka kita sudah jadi arwah, namun sungguh menggembirakan, karena kita bisa berkumpul kembali."   "Kakak Bun Yang!"   Siang Koan Goat Nio memberitahukan.   "Kita belum mati...."   "Apa?"   Tio Bun Yang tersentak.   "Kita belum mati?"   "Cobalah gigil jari tanganmu, terasa sakit atau tidak?"   Ujar Siang Koan Goat Nio.   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk, kemudian menggigit jari tangannya. Seketika juga ia menjerit kesakitan.   "Aduuuh! Sakit sekali!"   "Itu pertanda engkau belum mati, aku pun demikian,"   Ujar Siang Koan Goat Nio sambil tersenyum.   "Kakak Bun Yang, kita tidak akan berpisah lagi."   "Adik Goat Nio...."   Mendadak Tio Bun Yang terisak-isak sambil memeluknya erat-erat.   "Adik Goat Nio...." "Kakak Bun Yang!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Siang Koan Goat Nio membelainya seraya bertanya dengan lembut.   "Kenapa engkau menangis?"   "Aku menangis karena girang,"   Jawab Tio Bun Yang.   "Ternyata kita belum mati...."   "Aku yakin suatu hari engkau pasti ke mari, maka aku tetap tabah di sini,"   Ujar Siang Koan Goat Nio dan menambahkan.   "Aku terus menunggu, dan ternyata tidak sia-sia aku terus menunggu, karena hari ini engkau ke mari."   "Adik Goat Nio, tuturkanlah apa yang telah terjadi atas dirimu!"   "Aku tidak begitu ingat lagi,"   Ujar Siang Koan Goat Nio.   "Tapi aku masih ingat, ketua Kui Bin Pang adalah seorang pemuda bernama Kwee Teng An. Beberapa tahun lalu, engkau pernah memusnahkan ilmu silatnya."   "Dia yang memberitahukan kepadamu?"   "Ya."   Siang Koan Goat Nio mengangguk dan melanjutkan.   "Ketika sampai di Tebing Selaksa Bunga, dia... ingin berbuat kurang ajar terhadap diriku, maka aku meloncat mundur. Setelah itu, aku tidak ingat apa yang telah terjadi."   "Apakah engkau tidak tahu kalau di belakangmu terdapat jurang yang menganga lebar?"   Tanya Tio Bun Yang.   "Aku memang tidak tahu,"   Jawab Siang Koan Goat Nio dan melanjutkan.   "Ketika aku tersadar, aku sudah berada di sini."   "Oh?"   Tio Bun Yang segera memandang kc sana ke mari. ternyata ia berada di pinggir sebuah kolam alam, yang di sekitarnya tampak bunga liar beraneka warna.   "Adik Goat Nio, tempat apa ini?"   "Sebuah goa yang amat luas di dalam perut gunung."   Siang Koan Goat Nio memberitahukan.   "Aku terus menunggu di sini, akhirnya engkau muncul juga." "Adik Goat Nio."."   Tio Bun Yang memeluknya lagi.   "Kita... kita sudah berkumpul kembali."   "Selama-lamanya tidak akan berpisah lagi,"   Ujar Siang Koan Goat Nio.   "Oh ya! Engkau juga terjatuh ke jurang?"   "...."   Tutur Tio Bun Yang dan menambahkan.   "Setelah itu, aku ke Tebing Selaksa Bunga bersama Bu Ceng Sianli dan orang tua pincang Aku... aku terjun ke jurang."   "Kakak Bun Yang...."   Siang Koan Goat Nio terisak-isak.   "Aku tidak menyangka, kalau engkau begitu setia terhadapku."   "Adik Goat Nio!"   Tio Bun Yang membelainya sambil tersenyum lembut.   "Hanya engkau yang kucintai, maka aku harus setia kepadamu."   "Engkau terjun ke jurang demi diriku, aku... aku terharu sekali,"   Ujar Siang Koan Goat Nio dengan air mata berderaiderai.   "Jangan menangis, Adik Goat Nio!"   Tio Bun Yang membelainya lagi.   "Mimpi buruk itu telah berlalu, mulai sekarang kita akan melewati hari- hari yang indah."   "Kakak Bun Yang,"   Ujar Siang Koan Nio dengan suara rendah.   "Kita hidup tenang dan bahagia di pulau Hong Hoang To, jangan mencampuri urusan rimba persilatan lagi."   "Baik."   Tio Bun Yang mengangguk, tapi kemudian keningnya berkerut.   "Ada apa, Kakak Bun Yang?"   Siang Koan Goat Nio menatapnya.   "Ada sesuatu yang ler- ganjel di dalam hatimu?"   "Adik Goat Nio!"   Tio Bun Yang menggeleng- gelengkan kepala.   "Kita tidak mungkin bisa meninggalkan tempat ini."   "Ya."   Siang Koan Goat Nio manggut-manggut.   "Kita berada di dalam goa yang di dalam perut gunung, tidak mungkin kita bisa keluar dari goa ini. Tapi...." "Kenapa?"   "Ada keganjilan pada kolam alam itu."   Siang Koan Goat Nio memberitahukan.   "Engkau muncul dari kolam itu, tentunya aku pun keluar dari situ."   "Tidak salah."   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Di dasar telaga itu terdapat pusaran air maka kita terseret ke mari."   "Aku terus menunggu di sini, karena itu aku melihat keganjilan kolam itu."   Ujar Siang Koan Goat Nio.   "Pada waktu tertentu, air kolam itu muncrat ke atas bagaikan air mancur. Hari ini juga begitu, justru engkau muncul dari situ."   "Oh?"   Tio Bun Yang tampak tertarik.   "Kadang-kadang...."   Siang Koan Goat Nio memberitahukan.   "Air kolam itu berputar-putar ke dalam. Aku pernah melempar sesuatu ke kolam itu, lalu ikut berputar-putar ke dalam."   "Adik Goat Nio!"   Tio Bun Yang tampak girang sekali.   "Kita bisa meninggalkan tempat ini."   "Oh?"   Wajah Siang Koan Goat Nio berseri.   "Bagaimana caranya?"   "Kita harus menunggu air kolam itu berputar- putar ke dalam,"   Jawab Tio Bun Yang menjelaskan.   "Kita meloncat ke kolam itu agar terseret pusaran air sampai ke telaga."   "Betul."   Siang Koan Goat Nio manggut-manggut.   "Kakak Bun Yang, kita... kita bisa meninggalkan tempat ini."   "Adik Goat Nio, disaat meloncat ke kolam itu, engkau harus menahan nafas sambil menghimpun Giok Li Sin Kang!"   Pesan Tio Bun Yang.   "Ya."   Siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Dan juga..."   Pesan Tio Bun Yang lagi.   "Kita pun harus berpegangan tangan agar tidak terpisah." "Ya."   Siang Koan Goat Nio mengangguk lagi, kemudian menundukkan kepala seraya berbisik.   "Kakak Bun Yang, aku... aku ingin cepat-cepat menikah denganmu. Sungguh!"   "Adik Goat Nio."   Tio Bun Yang tersenyum lembut.   "Begitu sampai di Pulau Hong Hoang To, kita langsung menikah."   "Kakak Bun Yang,..."   Siang Koan Goat Nio mendekap d; dadanya dengan penuh rasa bahagia.   "Aku... aku bahagia dan gembira sekali."   Menteri Bun dan Kim Ih Hoat Ong terus tertawa gelak, Cap Sah Sin Eng duduk diam, sedangkan Pancha tampak melamun.   "Hoat Ong,"   Tanya menteri Bun heran.   "Kenapa Pancha terus melamun, apa gerangan yang telah teriadi atas dirir ya?"   "Dia..."   Kim Ih Hoat Ong tertawa lagi.   "Ha ha ha! Dia sedang jatuh cirta, maka terus melamun."   "Oh?"   Menteri Bun tertegun.   "Dia jatuh cinta pada gadis mana? Apakah gadis itu juga mencintainya?"   "Gadis itu memang cantik sekali, namun galak dan liar,"   Sahut Ki.n Ih Hoat Ong memberitahu kan.   "Gadis itu adalah Bu Ceng Sianli."   "Hah?"   Mulut menteri Bun ternganga iebar "Bu Ceng Sianli? Kepandaiannya...."   "Yaaah.".."   Kim Ih Hoat Ong menghembus nafas panjang "Kepandaian gadis itu sungguh tinggi sekali! Kalau aku fidak memiliki Tong Cu Siu Kang, aku past sudah mati"   "Hoat Ong tidak sanggup mengalahkannya?"   Tanya Menteri Bun mendadak.   "Mungkin aku sanggup mengalahkannya, tapi ratusan jurus."   Jawab Kim Ih Hoat Ong jujur dan menambahkan.   "AKU harus melukainya." "Pokoknya Hoat Ong tidak boleh melukai nya!"   Sela Pancha mendadak dan melanjutkan.   "Apabila aku kawin dengan dia, tentu kekuatan kita bertambah Namun , dia kelihatan tidak menaruh perhatian kepadaku. Aaaah...!"   "Pancha!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kim Ih Hoat Ong menggeleng-gelengkan kepala.   "Sudahlah Jangan terus memikirkan Bu Cengg Sianli, kini dia. adalah musuhku."   "Hoat Ong ..."   Kening Pancha berkerut-kerut. ?Aku...."   "Sudahlah!"   Kim Ih Hoat Ong menggeleng- gelengkan kepala lagi.   "Kini kita telah berhasT menawan Toan Beng Kiat dan teman-temannya. Aku yakin Bu Ceng Sianli dan orang tua pincang itu tidak akan tinggal diam." 'Aaaah . !"   Menteri Bun menghela nafas panjang "Seharusnya kalian menangkap Lie Tsu Seng, bukan Toan Beng Kiat."   "Tapi aku punya suatu rencana,"   Ujar Kim Ih Hoat Ong sambil tertawa geiak.   "Karena itu, aku yakin Lie Tsu Seng pasti menyerahkan dirinya kepada kita! Ha ha ha...!"   "Rencana apa?"   Tanya Menteri Bun tertarik.   "Begini...."   Kim Ih Hoat Ong memberitahukan.   "Dirikan sebuah panggung yang agak jauh dari markas Lie Tsu Seng, kita ikat Toan Beng Kiat, Bokyong Sian Hoa, Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soat Lan di atas panggung itu. Setelah itu, kita mengutus seseorang untuk menemui Lie Tsu Seng, menyatakan bahwa dalam waktu tujuh hari Lie Tsu Seng harus menyerahkan diri kepada kita. Kalau tidak, kita akan membunuh mereka berempat, yang di atas panggung itu."   "Ha ha ha!"   Menteri Bun tertawa gembira.   "Sungguh merupakan ide yang jitu sekali! Tapi alangkah baiknya kalau kita mengutus seorang ke sana dulu, setelah itu barulah kita mendirikan panggung tersebut." "Ngmm!"   Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut.   "Usulmu kuterima dengan baik."   "Terimakasih!"   Ucap Menteri Bun dan bertanya.   "Kapan kita mengutus seseorang untuk menemui Lie Tsu Seng?"   "Besok,"   Sahut Kim Ih Hoat Ong.   "Bagus!"   Menteri Bun tertawa gembira.   "Setelah panggung itu kita dirikan, aku akan mengirim pasukan kerajaan ke sana untuk berjaga- jaga."   "Itu tidak perlu,"   Ujar Kim Ih Hoat Ong.   "Oh ya! Ada berapa banyak pengawal di sini?"   "Kurang lebih tiga ratus pengawal,"   Sahut Menteri Bun.   "Kalau begitu, aku cukup membutuhkan seratus pengawal saja untuk menyertai kami."   Kim Ih Hoat Ong memberitahukan, kemudian menambahkan pula.   "Pasukan kerajaan harus ditempatkan di sini, sebab aku khawatir pihak pemberontak akan menyerang ke mari."   "Ngmm!"   Menteri Bun manggut-manggut.   "Besok aku akan mengutus seseorang ke sana."   "Ingat! Harus bilang utusan dariku, jangan bilang utusan dari sini!"   Kim Ih Hoat Ong mengingatkan.   "Agar pihak pemberontak tidak menyerang ke mari, dan seolah-olah Menteri Bun tidak tersangkut dalam hal ini."   "Terimakasih, terimakasih!"   Ucap Menteri Bun.   "Mari kita bersulang lagi!"   "Mari!"   Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak.   "Ha ha ha...!" -oo0dw0oo- Lie Tsu Seng, Bu Ceng Sianli, orang tua pincang, Yo Suan Hiang dan lainnya duduk dengan wajah serius. Kadang      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   / kadang kening mereka berkerut-kerut, sepertinya sedang memikirkan sesuatu.   "Heran!"   Gumam Lie Tsu Seng.   "Kenapa pihak Kim Ih Hoat Ong dan Menteri Bun diam saja? Mungkinkah...."   Mendadak muncul seseorang, yang memberi hormat dan melapor.   "Utusan Kim Ih Hoat Ong ingin bertemu."   "Persilakan dia masuk!"   Sahut Lie Tsu Seng.   "Ya."   Orang itu segera pergi. Sedangkan Lie Tsu Seng dan lainnya saling memandang, berselang sesaat muncullah utusan Kim Ih Hoat Ong, yaitu salah seorang pengawal menteri Bun.   "Maaf!"   Ucap orang itu sambil memberi hormat.   "Kim Ih Hoat Ong mengutus aku ke mari."   "Silakan duduk!"   Sahut Lie Tsu Seng.   "Terimakasih!"   Ucap orang itu lalu duduk.   "Mau apa Kim Ih Hoat Ong mengutusmu ke mari?"   Tanya Lie Tsu Seng sambil menatap orang itu.   "Menyampaikan sesuatu kepada Tuan!"   "Oh?"   Lie Tsu Seng menatapnya tajam.   "Engkau boleh menyampaikannya?"   "Dalam tujuh hari, apabila Tuan tidak menyerahkan diri kepada Kim Ih Hoat Ong, maka Toan Beng Kiat dan lainnya pasti mati."   Orang itu memberitahukan.   "Apa?"   Lie Tsu Seng tertegun.   "Hm!"   Dengus Bu Ceng Sianli.   "Aku terpaksa membunuhmu!"   "Bu Ceng Sianli,"   Ujar orang itu.   "Aku hanya diutus ke mari. Kalau engkau membunuhku pertanda engkau pengecut." "Apa?"   Bu-Ceng Sianli melotot.   "Engkau memang ingin cari mampus! Setelah aku membunuhmu, barulah aku pergi mencari Kim Ih Hoat Ong!"   "Sianli,"   Ujar Lie Tsu Seng.   "Jangan bertindak ceroboh, tenanglah!"   Sebetulnya Bu Ceng Sianli sudah mau bergerak, namun begitu mendengar teguran Lie Tsu Seng, wanita itu langsung diam di tempat.   "Baiklah."   Lie Tsu Seng manggut-manggut.   "Sekarang engkau boleh pulang, beritahukan pada Kim Ih Hoat Ong, bahwa kami akan mempertimbangkannya!"   "Ya!"   Orang itu memberi hormat, lalu meninggalkan tenda itu. Lie Tsu Seng dan lainnya saling memandang, lama sekali barulah Lie Tsu Seng membuka mulut.   "Apa boleh buat aku terpaksa menyerahkan diri kepada Kim Ih Hoal Ong."   "Tidak bisa!"   Bu Ceng Sianli menggelengkan kepala.   "Aku yakin mereka cuma mengancam."   "Tapi...."   Lie Tsu Seng menggeleng-gelengkan kepala.   "Toan Beng Kiat dan lainnya berada di tangan mereka."   "Mereka tidak mungkin membunuh Bokyong Sian Hoa,"   Ujar Bu Ceng Sianli dan menambahkan.   "Juga belum tentu berani membunuh Toan Beng Kiat, Yo Kiam Heng maupun Lam Kiong Soat Lan Itu cuma merupakan siasat licik, agar engkau menyerahkan diri"   "Aaaah. .!"   Lie Tsu Seng menggeleng geleng kan kepala.   "Aku tidak tahu harus baga.mana.'' "Begir;"   Ujar orang tua pincang.   "Masih ada tujuh hari kita ikuti saja permainan mereka " 'Maksudmu?"   Tanya Bu Ceng Sianli.   "Aku yakin itu adalah rencana Menteri Bun,"   Jawab orang tua pincang.   "Sebab tidak mungkin Kim Ih Hoat Ong menghendaki Lie Tsu Seng. Oleh karena itu, kita tunggu saja apa kemauan mereka."   "Ngmm!"   Bu Ceng Sianli manggut-manggut "Baiklah kita tunggu saja bagaimana perkembangannya."   Orang yang diutus pergi menemui Lie Tsu Seng, kini sudah kembali ke rumah Menter Bun, lalu melapor tentang itu "Ha ha ha!' Menteri Bun tertawa gelak.   "Aku yakin Lie Tsu Seng pasti akan menyerahkan dirinya! Ha ha ha...!"   "Itu belum tentu."   Kim Ih hoat Ong menggelengkan kepala.   "Sebab mereka bukan orang bodoh."   "Oh?"   Menteri Bun mengerutkan kening.   "Apakah mereka akan. mengorbankan Toan Beng K iat dan lainnya?"   "Tentu tidak. Tapi ..."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kim Ih Hoal Ong melanjutkan.   "Mereka pasti tahu kita tidak akan membunuh Toat Beng Kiat dan lainnya."   "Kalau begitu kita bunuh saja mereka,"   Ujar Menteri Bun tanpa berpikir.   "Menteri Pun!"   Kim Ih Hoal Ong menatapnya seraya bertanya "Er.gkau berani menanggung resikonya?"   "Aku...."   Menteri Bun menghela nafas pan'ang.   "Sesuai dengan rencana semula, mulai besok panggung itu harus didirikan dan buatkan juga empat buah tiang untuk mengikat Toan Beng K;at dan lainnya!"   "Hoat Ong."   Tanya Pancha.   "Auakah Sian Hoa juga harus di kat di panggung itu?" "Tentu."   Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut. 'Agar Lie Tsu Seng lebih yakin bahwa kita akan membunuh mereka berempat."   "Tapi...."   Pancha menggeleng gelengkan kepala.   "Tindakan itu akan menjauhkan aku dengan Bu Ceng Sianli."   "Pancha!"   Kim Ih Hoat Ong mengerutkan kening.   "Masih banyak gadis lain yang cantik- cantik, tenang saia!"   Pancha menghela nafas paring.   "Aku tiak pernah jatuh cinta, baru kali ini. Hoat Ong, bagaimana kalau mereka berempat kita lepaskan agar aku bisa mengambil hati Bu Ceng Sianii?"   "Jangan!"   Kim Ih Hoat Ong menggelengkan kepala.   "Sebab tujuan kita adalah menangkap Lie Tsu Seng. Setekh periiinp.n pemberontak itu menyerahkan diri kepada kiti, barulah mereka berempat kita lepaskan."   "Hoat Ong ..."   "Sudahlah! Jangan memikirkan yang bukan bukan!"   Tandas Kim Ih Hoat Ong. 'Perlihatkanlah kegagahan bangsa ManchuWa, siapa tahu kelak k;ta akan berkuasa di sini."   "Aaaah ..!"   Pancha menghela nafas paniang, lalu berjalan menuju ruang batu.   Para pengawal langsung memberi hormat.   Pancha memberi syarat, salah seorang pengawal langsung membuka pintu ruang batu.   Fancha melangkah ke aalam.   tampak Bokyong Sian Hoa duduk bersandar pada dinding dengan tangan dan kaki terikat rantai.   "Adik Sian Hoa...."   Pancha mendekatinya.   "Pergi! Cepat pergi.'"   Bentak Bokyong Sian Hoa "Aku benci engkau! Kalau engkau berani membunuh Beng Kiat dan lainnya, aku past1 bersumpah mencincangmu!" 'Aaah ..!"   Pancha menghela nafas pai.jang. "Ayoh' Cepat lepaskan kami!"   Bokyong Sian Hoa menatapnya dengan penuh krbemi.ui "kenapa engkau menyekapku di ruang balu ini, sedangkan Beng Kiat, Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soat Lan berada di ruang lain?"   "Sebab engkau adikku."   "Phui!"   Bokyang Sian Hoa meludah.   "Siapa adikmu? Aku tidak sudi menjadi adikmu!"   "Adik Sian Hoa...."   "Cepatlah tinggalkan ruang ini! Cepaaat!"   Bentak Bokyong Sian Hoa sambil melotot.   Pancha mengerutkan kening, kemudian meninggalkan ruang batu sambil menghela nafas panjang.   Sesungguhnya ia ingin menanyakan tentang Bu Ceng Sianli kepada Bokyong Sian Hoa.   namun gadis itu terus mencacinya dan mengusirnya, maka ia terpaksa harus meninggalkan ruang itu dengan perasaan kecewa.   -ooo0dw0oo- Bagian ke tujuh puluh sembilan Menundukkan Kim Ih Hoat Ong Berita tentang tertangkapnya Toan Beng Kiat, Bokyong Sian Hoa, Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soat Lan telah sampai di telinga pihak KayPang.   Betapa terkejutnya Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong ketika mendengar berita tersebut.   "Heran?"   Ujar Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening.   "Kenapa pihak Manchuria menangkap mereka berempat?"   "Mungkinkah itu merupakan suatu siasat busuk?"   Tanya Gouw Han Tiong.   "Mungkin."   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Kemudian muncul Bu Ceng Sianli bertanding dengan Kim Ih Hoat Ong. Sungguh di luar dugaan kepandaian mereka seimbang. Setelah itu muncul pula Si Pincang, dan kini mereka berada di markas Lie Tsu Seng. Oh ya, sungguh sayang sekali Ling Cu sudah kembali ke markasnya."   "Kita harus bagaimana?"   Tanya Gouw Han Tiong mendadak.   "Toan Beng Kiat adalah cucumu,"   Sahut Lim Peng Hang.   "Maka kita harus pergi menolong mereka."   "Tapi...."   Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan kepala.   "Kepandaian kita berdua tidak mampu menandingi Kim Ih Hoat Ong itu."   "Memang."   Lim Peng Hang mengangguk.   "Tapi kita dan Si Pincang tentu dapat melawan Cap Sah Sin Eng. Secara tidak langsung kita telah membantu Bu Ceng Sianli."   "Aaaah.J"   Mendadak Gouw Han Tiong menghela nafas panjang.   "Hingga k;ni tiada berita tentang Bun Yang dan Goat Nio, entah bagaimana nasib mereka?"   "Seandainya Bun Yang berada di sini, aku yakin masalah itu dapat diatasi."   Ujar Lim Peng Hang.   "Tapi dia....".   "Sudah sekian lama dia dan Goat Nio tidak muncul di sini, berarti mereka telah mati. Aaah...!"   Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan kepala.   "Di saat kita masih dalam kedukaan, malah muncul urusan itu pula!"   "Aaaah...!"   Lim Peng Hang menghela nafas panjang.   "Bun Yang...."   Di saat bersamaan, berkelebat dua sosok bayangan ke hadapan mereka. Betapa terkejutnya Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong, dan Lim Peng Hang langsung membentak.   "Siapa?"   "Kakek! Kakek Gouw!"   Terdengar suara sahutan. "Haaah...?"   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong terbelalak, sehingga mulut mereka ternganga lebar, lama sekali baru bersuara.   "Bun Yang! Goat Nio!"   Ternyata yang muncul itu adalah Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat Nio. Bayangkan betapa gembiranya Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong. Mereka berdua mengucek mata seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.   "Kakek Lim! Kakek Gouw!"   Panggil Siang Koan Goat Nio.   "Kami sudah kembali"   "Bun Yang...."   Mata Lim Peng Hang berkaca- kaca.   "Kalian duduklah!"   "Ya, kakek."   Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat Nio segera duduk.   "Bun Yang, Goat Nio!"   Gouw Han Tiong terus menatap mereka, kemudian berkata "Ternyata kalian berdua masih hidup, kenapa sekarang baru kembali"   "Bun Yang,"   Tanya Lim Peng Hang dengan wajih berseriseri.   "Kenapa kami tidak menemukan kalian di dasar juang itu? Sebetulnya kali in berdua berada di mana?"   "Kakek Lim,"   Jawab Siang Koan Goat Nio.   "Aku terjatuh ke dalam telaga yang di dasar jurang...."   Siang Koan Goat Nio menutur tentang apa yar.g dialaminya, Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong mendengarkan dengan penuh perhatian "Oooh!"   Lim Peng Hang manggut-manggut setelah mendengar penuturan itu.   "Tidak heran kalau kami tidak menemukan kalian, ternyata kalian berada di dalam goa itu. Kalau Bun Yang tidak terjun ke jurang, tentunya kalian tidak akan berjumpa kembali."   "Betul."   Tio Bun Yang mengangguk "Kami tidak bisa cepat-cepat meninggalkan goa itu...."   Tio Bun Yang membeiitahukan tentang air kolam yang di dalam goa tersebut, Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong manggut-manggut "Jadi kalian harus menunggu air kolam itu berputarputar ke dalam, barulah kalian meloncat ke kolam itu?".   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Kami terseret pusaran air sampai di tengah telaga. Kemudian kami segera berenang ke tepi, dan naik ke atas. Kami melihat banyak tali di situ dan kami duga pasti kakek, ayah, ibu serta lainnya yang datang di tempat itu."   "Betul."   Lim Peng Hang tersenyum.   "Kami dan pihak Tayli turun ke dasar jurang itu Syukurlah kalian berdua masih hidup dan kini sudah kembali!"   "Kakek, kami harus segera pulang ke pulau Hong Hoang To,"   Ujar Tio Bun Yang dan menambahkan.   "Agar ayah, ibu dan lainnya tidak terus berduka."   "Ya. Tapi...."   Lim Peng Hang mengerutkan kening "Ada apa, Kakek?"   Tanya Tio Bun Yang.   "Apakah di sana telah terjadi sesuatu?" 'Bun Yang,"   Sahut Gouw Han Tiong, lalu menutur tentang Kim Ih Hoat Ong yang menangkap Toan Beng Kiat dan lainnya.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Oleh karena itu, lebih baik kita pergi menyelamatkan mereka dulu."   "Tidak disangka pihak Manchuria mulai mengacau di Tonggoan!"   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Baiklah kita harus segera pergi menyelamatkan mereka. Kapan kita berangkat?"   "Menurut aku..."   Sela Gouw Han Tiong.   "Kita harus ke markas Lie Tsu Seng dulu, berunding dengan mereka. Setelah itu, barulah kita bertindak."   "Baiklah."   Tio Bun Yang mengangguk. "Bun Yang, engkau harus berhati-hati terhadap Kim Ih Hoat Ong, sebab kepandaiannya tinggi sekali!"   Pesan Lim Peng Hang.   "Ya."   Tio Bun Yang manggut-manggut dan bertanya.   "Kakek, kapan kita berangkat ke markas Lie Tsu Seng?"   "Besok pagi,"   Jawab Lim Peng Hang. Tio Bun Yang kelihatan tidak sabaran.   "Bagaimana kalau kita berangkat sekarang saja? Sebab aku khawatir...."   "Besok pagi saja,"   Ujar Lim Peng Hang sambil tersenyum.   "Karena sekarang kalian berdua harus beristirahat."   "Ya, Kakek."   Tio Bun Yang dan Siang Kon Goat Nio mengangguk.   "Oh ya!"   Lim Peng Hang teringat sesuatu dan langsung memberitahukan.   "Hari itu Kim Coa Long Kun ke mari menanyakan tentang dirimu, kemudian dia membantai seratus penjahat. Setelah itu, tiada kabar beritanya lagi."   "Oh?"   Tio Bun Yang tertegun.   "Kenapa dia membantai para penjahat itu?"   "Mungkin membalaskan dendammu,"   Sahut Gouw Han Tiong.   "Sebab engkau dicelakai penjahat, maka dia membunuh para penjahat itu."   "Aaaah...!". Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Dia...."   "Dia tidak berhati jahat, hanya tercekam rasa dendam saja,"   Ujar Gouw Han Tiong sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Pada hal dia sangat solider."   "Betul."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Bahkan juga sangat setia kawan." "Bun Yang, Goat Nio,"   Ujar Lim Peng Hang.   "Lebih baik kalian beristirahat, sebab besok pagi kita akan berangkat ke markas Lie Tsu Seng."   Tio Bun Yang dan Goat Nio mengangguk, lalu melangkah ke dalam. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong manggutmanggut dengan wajah berseri, kemudian Lim Peng Hang berkata.   "Sungguh di luar dugaan, ternyata mereka belum mati! Ha ha ha...!"   "Syukurlah kini mereka sudah kembali! Cucuku dan lainnya pasti dapat diselamatkannya."   Ujar Gouw Han Tiong. -oo0dw0oo- Kening Lie Tsu Seng terus berkerut-kerut, begitu pula yang lainnya. Sejenak kemudian barulah pemimpin pemberontak itu berkata.   "Kini Toan Beng Kiat, Bokyong Sian Hoa, Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soat Lan telah di ikat pada tiang di panggung itu. Kalau aku tidak menyerahkan diri, mereka berempat pasti mati."   "Jangan terkena siasat mereka!"   Ujar Bu Ceng Sianli dan menambahkan.   "Hingga saat ini aku masih tidak percaya, kalau mereka berani membunuh Toan Beng Kiat dan lainnya."   "Kalau begitu, kita harus bagaimana?"   Lie Tsu Seng menghela nafas panjang.   "Apakah kita tinggal diam?"   "Tentu tidak,"   Sahut Bu Ceng Sianli.   "Besok adalah batas waktu tujuh hari, kita serbu mereka."   Orang tua pincang menggeleng-gelengkan kepala.   "Bagaimana mungkin kita dapat melawan mereka?" "Kalau engkau takut mati, lebih baik pergi bersembunyi saja,"   Sahut Bu Ceng Sianli sambil melotot.   "Maksudku kita jangan bertindak gegabah, pikirkan dulu secara cermat."   Ujar orang tua pincang.   "Apabila kita bertindak gegabah, yang bakal celaka adalah Tuan Lie."   "Aaaah...!"   Keluh Bu Ceng Sianli.   "Seandainya Bun Yang berada di sini, aku yakin dia mampu mengatasi masalah ini. Tapi dia... Sudahlah, pokoknya besok pagi kita pergi menyerbu mereka sebab tiada jalan lain yang harus kita tempuh."   "Baik."   Yo.Suan Hiang mengangguk.   "Mari kita serbu mereka pagi!"   "Aku setuju."   Lie Tsu Seng manggut-manggut dan melanjutkan.   "Namun kita harus mengatur strategi, karena ada seratus lebih pengawal Menteri Bun di sana. Oleh karena itu, aku pun harus membawa sekitar dua ratus orang untuk mengepung tempat itu,"   "Baik."   Bu Ceng Sianli mengangguk.   "Aku melawan Kim Ih Hoat Ong, Si Pincang dan lainnya melawan Cap Sah Sin Eng. Pokoknya kita bertarung mati-matian dengan meraka."   "Ngmm!"   Lie Tsu Seng manggut-manggut.   "Jatuh bangun kita bergantung pada esok. Semoga kita berhasil menyelamatkan Toan Beng Kiat dan lainnya!" -oo0dw0oo- Keesokan harinya Bu Ceng Sianli dan lainnya berangkat ke tempat panggung itu, sedangkan Lie Tsu Seng memimpin dua ratus orang menyertai mereka. Tak seberapa lama kemudian, Bu Ceng Sianli dan lainnya sudah tiba di tempat tujuan, dan Lie Tsu Seng langsung mengepung tempat itu. "Ha ha ha!"   Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak.   "Sungguh tak disangka akhi nya kalian datang juga!"   "Pendeta jelek!"   Sahut Bu Ceng Sianli menyindir.   "Kami orang Han bukan pengecut, sebaliknya kalian orang Manchunci justru pengecut! Kalian cuma berani melakukan perbuatan yang tak terpuji!"   "Oh, ya?"   Kim Ih Hoat Ong tertawa lagi "Baiklah kalau begitu mari kita bertanding melanjutkan pertandingan kita tempo hari ! Kalau engkau kalah harus meninggalkan tempat ini, tidak boleh mencampui urusan kami! Sebaliknya kalau aku yang Kalah, kami pasti membebaskan Toan Beng Kiat, Bokyong Sian Hoa, Yo Kiam Heng dan Kiam Kiong Soat Lan.   bahkan kami pun akan segera kembali ke Manchuria'"   "Baik!"   Bu Ceng Sianli manggut-manggut.   "Nona!"   Panggil Pancha menqadak.   "Hmm!"   Dengus Bu Ceng Sianli dingin.   "Engkau bukan pemuda gagah, sepab engkau tidak berani membebaskan mereka demi cintamu kepadaku! Engkau banci! bagaimana mungkin aku akan tertarik kepadamu?"   "Nona Sekarang juga aku akan membebaskan mereka!"   Ujar Pancha sungguh-sungguh.   "Percuma!"   Bu Cerrg Sianli merggelengkan kepala.   "Karena aku dan Hoai Ong sudah ada perjanjian, kami akan segera mulai bertanding!"   "Nona!"   Pancha tampak kecewa sekali. Ia mengakui bsnar apa yang dikatakan Bu Ceng Sianli, bahwa dirinya tidak berani berbuat begitu demi cintanya kepada Bu Ceng Sianli maka Ia pun merasa menyesal sekali.   "Sudahlah! Jangan banyak bicara!"   Tandas Bu Ceng Sianli, lalu memandang Kim Ih Hoat Ong seraya berkata.   "Ayoh, kita mula' bertandirg! Pokoknya hari ini harus ada yang kalah dan yang menang!" 'Baik!"   Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut.   Bu Ceng Sianli mulai menghimpun Hian Goan Sin Kang, sedangkan Kim Ih Hoat Ong menghimpun Tong Cu Sin Kang.   Akan tetapi di saat bersamaan terdengarlah suara suling yang amat lembut menggetarkan kalbu.   Begitu mendengar suara suling itu, berserilah waiah Bu Ceng Sianli.   "Adik Bun Yarg' Adik Bun Yang...!"   Serunya dengan penuh kegembiraan Sebaliknya Kim ih Hoat Org.   Pancha dan Cap Sah Sin Eng tampak tersentak berselang sesaat, tampak empat sosok bayangan melayang turun di sisi Bu Ceng Sianli, yakni Iam Peng Hang, Gouw Han Tiong, Tio Bun Yang dan Siang Koang Goat Nio.   "Kakak Sho Cui!"   Seru T.o Bun Yang dan Siang Koan Goat Nio serentak dengan gembira sekali.   "Adik Bun Yang, Adik Goat Nio...!"   Bu Ceng Sianli memandang mereka dengan mata bersimbah air mata saking girangnya.   "Kalian... kalian telah berkumpul, ternyata kalian tidak mati! Aku... aku girang sekali!"   "Kakak Siao Cui!"   Tio Bun Yang tersenyum, lalu menutur tentang kejadian yang dialaminya secara ringkas. Bu Ceng Sianli manggut-manggut, kemudian memperkenalkan mereka.   "Pendeta jelek! Mereka adalah Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong ketua dan tetua Kay Pang! Pemuda itu adalah Giok Siauw Sin Hiap Tio Bun Yang dan gadis itu adalah Siang Koan Goat Nio calon isterinya!"   "Ha ha ha!"   Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak.   "Sudah lama aku mendengar nama besar Giok Siauw Sin Hiap! Sungguh beruntung kita bertemu di sini hari ini!" "Sama-sama!"   Sahut Tio Bun Yang sambil memandang ke arah panggung.   "Mereka berempat tidak bermusuhan dengan pihak Manchuria, kenapa kalian tangkap?"   "Karena ingin ditukarkan dengan Lie Tsu Seng!"   Sahut Kim Ih Hoat Ong.   "Aku tidak menyangka...."   Tio Bun Yang menggelenggelengkan kepala.   "Pihak Manchuria begitu licik dan pengecut! Pada hal Hoat Ong adalah guru istana Manchuria! Bukankah tindakan itu sangat mempermalukan Bangsa Manchuria?"   "Dalam siasat perang, tiada istilah licik!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sahut Kim Ih Hoat Ong sungguh-sungguh.   "Maka kami Bangsa Manchuria bukan pengecut, lagi pula aku dan Bu Ceng Sianli sudah ada suatu perjanjian, yaitu kami akan bertanding! Kalau dia kalah harus segera pergi dari sini, kalau aku kalah harus membebaskan mereka berempat , bahkan kami akan segera pulang ke Manchuria!"   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Kalau begitu, aku akan mewakili Bu Ceng Sianli bertanding dengan Hoat Ong!"   "Ha ha ha!"   Kim Ih Hoat Ong tertawa gembira.   "Baik! Aku memang ingin mencoba kepandaianmu, sebab aku dengar kepandaianmu sangat tinggi sekali! Boleh dikatakan sebagai pendekar nomor satu di Tionggoan!"   "Hoat Ong!"   Tio Bun Yang menatapnya tajam seraya bertanya.   "Kita bertanding dengan tangan kosong atau dengan senjata?"   "Cukup dengan tangan kosong saja!"   Sahut Kim Ih Hoat Ong dan menambahkan.   "Tapi harus ada yang menang dan kalah, tidak ada istilah seri!"    Si Tangan Halilintar Karya Kho Ping Hoo Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini