Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 9


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 9


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   Sahut Siang Koan Goat Nio.   "Betul,"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Kalau tidak, bagaimana mungkin dia menyebut dirinya Orang Penebus Dosa? Ya, kan?"   "Ya,"   Siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Kepandaiannya sangat tinggi, dalam waktu sekejap dia mampu membunuh para anggota Hiat Ih Hwe hanya dengan tangan kosong."   "Ngmm!"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Kalau Orang Penebus Dosa itu tidak muncul, entah apa jadinya karena kita menggunakan Cit Loan Kiam Hoat!"   "Para anggota Hiat Ih Hwe itu pasti terkapar semua,"   Sahut Siang Koan Goat Nio.   "Oh ya, aku justru masih merasa heran." "Heran kenapa?"   "Kenapa Orang Penebus Dosa itu harus memakai topeng?"   "Benar. Kenapa ya?"   "Kalau dia tidak kenal kita, dia pasti kenal anggota Hiat Ih Hwe itu. Karena itu, dia harus pakai topeng agar dirinya tidak dikenali."   "Masuk akal,"   Lie Ai Ling mengangguk.   "Tapi siapa dia?"   "Mungkinkah...,"   Sahut Slang Koan Goat Nio dengan kening berkerut.   "Dia ayahmu?"   "Apa?!"   Lie Ai Ling tertegun.   "Bagaimana mungkin? Sebab suaranya begitu parau, tidak mirip suara ayahku."   "Dia sengaja membuat suaranya menjadi parau, lagi pula...,"   Lanjut Siang Koan Goat Nio.   "Ketika aku berbicara kepadanya, dia malah terus memandangmu. Itu sungguh mencurigakan."   "Kenapa tadi engkau tidak bertanya kepadanya?"   Tegur Lie Ai Ling. Siang Koan Goat Nio tersenyum.   "Percuma,"   Katanya.   "Kenapa percuma?"   "Dia pasti tidak akan mengaku."   "Goat Nio aku tidak yakin kalau dia ayahku."   "Al Ling, aku percaya dia pasti akan muncul lagi."   "Kalau dia muncul lagi, aku pasti menyambar topengnya,"   Ujar Lie Ai Ling sungguh-sungguh.   "Aku ingin tahu, betulkah dia ayahku?"   "Aku pasti membantumu,"   Siang Koan Goat Nio tersenyum.   "Terima kasih!"   Ucap Lie Ai Ling sambil tersenyum pula.   "Goat Nio, engkau baik sekali terhadapku. Aku pasti memberitahukan kepada Kakak Bun Yang." -oo0dw0oo- Dua hari kemudian, Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling telah tiba di markas pusat Kay Pang. Kedatangan dua gadis itu membuat Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong gembira sekali. Lim Peng Hang langsung menyuruh mereka duduk, kemudian menyuruh salah seorang anggota menyuguhkan minuman.   "Ha-ha-ha!"   Lim Peng Hang tertawa gelak,"Tak kusangka kalian sudah mulai mengembara!"   "Kakek Lim, aku mengembara karena ingin ingin mencari ayah!"   Lie Ai Ling memberitahukan.   "Oh?"   Lim Peng Hang tersenyum.   "Lalu apa tujuan Goat Nio mengembara?"   "Mencari pengalaman,"   Sahut Siang Koan Goat Nio.   "Kakek Lim!"   Lie Ai Ling tersenyum.   "Sesungguhnya dia mengembara dengan tujuan...."   "Al Ling!"   Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening.   "Apa tujuannya? Benitahukanlah!"   Desak Lim Peng Hang.   "Tujuannya adalah mencari Kakak Bun Yang?"   Lie Ai LAng memberitahukan. Seketika itu juga wajah Siang Koan Goat Nio kemerahmerahan, dan langsung menunduk dalam-dalam.   "Oh, ya?"   Lim Peng Hang menatap Siang Koan Goat Nio yang menundukkan kepalanya, kemudian tertawa terbahakbahak.   "Ha ha ha...!"   "Mereka berdua memang merupakan pasngan yang serasi,"   Sela Gouw Han Tiong mendadak dan tertawa gelak pula. "Betul,"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Kakak Bun Yang dan Goat Nio sungguh merupakan pasangan yang serasi. Kakak Bun Yang tampan, Goat Nio cantik."   "Ai Ling...."   Wajah Siang Koan Goat Nio makin memerah.   "Oh ya, Kakek Lim!"   Tanya Lie Ai Ling.   "Apakah Kakak Bun Yang sudah ke mari?"   "Sudah!"   Lim Peng Hang mengangguk.   "Oh?"   Lie Ai Ling nampak gembira.   "Di mana? Cepatlah panggil dia ke mari, aku mau kenalkannya pada Goat Nio."   "Sayang sekali!"   Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.   "Lho? Kenapa?"   Lie Ai Ling terbelalak.   "Dia sudah meninggaikan markas ini,"   Lim Peng Hang membentahukan "Dia pergi menyelidiki pembunuh Tui Hun Lojin dan Lam Kiong hujin"   "Yaaah!"   Lie Ai Ling menghela nafas panjang.   "Kami terlambat sampai di disini Kalau tidak terlambat, pasti bertemu Kakak Bun Yang!"   "Tadak apa-apa"   Lim Peng Hang tersenyum.   "Masih banyak waktu dan kesempatan bagi Goat Nio bertemu Bun Yang"   "Betul,"   Lie Ai Ling tertawa kecil seraya berkata "Takkan lari jodoh dikejar"   "Ai Ling!"   Siang Koan Goat Nio betul-betul kewalahan digoda Lie Ai Ling terus-menerus.   "Jangan terus menggodaku!"   "Goat Nio!"   Lie Ai Ling tersenyum.   "Aku tidak menggodamu, melainkan berkata sesungguhnya."   Wajah Siang Koan Goat Nio kemerah-merahan.   "Engkau terus mengatakan begitu, bagaimana kalau dia telah bertemu gadis lain yang cantik jelita? Ya, kan?"   "Tidak mungkin,"   Sahut Lie Ai Ling "Sebab Kakak Bun Yang tidak gampang jatuh hati terhadap gadis yang mana pun, percayalah Aku yakin, begitu dia melihatmu pasti jatuh hati kepadamu."   "Ai Ling!"   Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala. Sementara Lam Peng Hang dan Gouw Han Tiong hanya saling memandang, berselang sesaat barulah ketua Kay Pang itu membuka mulut.   "Oh ya! Bagaimana pengalaman kalian dalam perjalanan menuju ke mari?"   "Wuah, bukan main!"   Sahut Lie Ai Ling.   "Apa yang bukan main?"   Tanya Gouw Han Tiong sambil tertawa.   "Bolehkah engkau menjelaskan tentang Bukan main itu?"   "Ketika kami sampai di kota Keng Ciu...,"   Tutur Lie Ai Ling sambil tersenyum-senyum.   "Aku berhasil menyelamatkan nyawa seorang pembesar yang baik hati."   "Syukurlah!"   Ucap Lim Peng Hang sambil tertawa.   "Aku yakin Hong Hoang Lihiap dan Kim Siauw Siancu pasti mulai terkenal dalam rimba persilatan."   "Tapi...."   Gouw Han Tiong mengbela nafas panjang.   "Tentunya juga akan menjadi masalah bagi mereka berdua."   "Betul,"   Lie Ai Ling mengangguk.   "Dua hari yang lalu, kami dihadang belasan anggota Hiat Ih Hwe lagi."   "Lalu bagaimana?"   Tanya Lim Peng Hang. "Mereka ingin membunuh kami, maka kami terpaksa melawan."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Lie Ai Ling memberitahukan. namun kami berdua kurang berpengalaman dalam hal bertarung."   "Kalian berdua kalah?"   Tanya Gouw Han Tiong dengan kening berkerut.   "Kalah sih tidak, hanya berada di bawah angin."   Lie Ai Lang tersenyum dan melanjutkan "Oleh karena itu, kami terpaksa harus menggunakan Cit Loan Kiam Hoat, tapi... ."   "Kenapa?"   Lim Peng Hang menatapnya.   "Di saat kami baru mau menggunakan ilmu pedang tersebut, mendadak muncul seseorang bertopeng membantu kami"   "Kemudian bagaimana?"   Tanya Gouw Han Tiong dengan rasa tertarik "Dengan tangan kosong dia membunuh kepala regu anggota Hiat Ih Hwe, lalu membunuh para anak buahnya "Oh?"   Lim Peng Hang mengerutkan kening.   "Dia membunuh mereka hanya dengan tangan kosong?"   "Betul"   Lie Ai Ling mengangguk.   "Kalau begitu, sungguh tinggi kepandaiannya,"   Ujar Lim Peng Hang dan bertanya.   "Kalian tahu siapa orang bertopeng itu?"   "Aku bertanya padanya, dia menyebut dirinya Orang Penebus Dosa."   Lie Ai Ling memberitahukan.   "Apa?"   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong tertegun "Orang Penebus Dosa?"   Lie Ai Ling mengangguk "Kakek Lim dan Kakek Gouw tahu siapa Orang Penebus dosa itu?" "Kami tidak tahu"   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong menggelengkan kepala dan bergumam.   "Heran? Siapa orang itu?"   "Menurut terkaanku..."   Sela Siang Koan Goat Nio.   "Orang Penebus Dosa itu adalah Paman Man Chiu.   "Apa?"   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong terbelalak.   "MenurutmU dia Lie Man Chiu?"   "Ya."   Siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Apa alasanmu menerka begitu?"   Tanya Lim Peng Hang.   "Sebab ketika aku mengucapkan terima kasih kepadanya, dia diam saja tapi malah terus memandang Ai Ling."   Siang Koan Goat Nio memberitahukan.   "Lagi pula dia terus-menerUs mendesak kami pulang ke Pulau Hong Hoang To."   "Oh?"   Lim Peng Hang mengerutkan kening.   "Betulkah dia Lie Man Chiu?"   Tanya Gouw Han Tiong seakan bergumam.   "Tapi kenapa harus memakai topengT "Mungkin dia tidak menghendaki Ai Ling dan aku mengenalinYa, mungkin juga tidak menghendaki para anggota Hiat Ih Hwe mengenalinya,"   Jawab Siang Koan Goat Nio dan menambahkan.   "Dia pun tampak begitu menaruh perhatian kepada ibu Ai Ling. Itulah yang membuatku menerka dirinya adalah Paman Man Chiu."   "Orang Penebus Dosa. Orang Penebus Dosa..."   Gumam Lim Peng Hang.   "Berarti dia pernah berbuat dosa, kini dia menebus dosanya."   "Paman Man Chiu meningalkan anak isteri, bukankah itu merupakan suatu dosa?"   Ujar Siang Koan Goat Nio.   "Benar."   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Kalau begitu, memang ada kemungkinan dia Lie Man Chiu!"   "Selama tujuh tahun ini, kita sama sekali tidak mendengar kabar beritanya. Jangan-jangan dia..."   Ujar Gouw Han Tiong setelah berpikir sejenak.   "Dia mengabdi kepada Lu Thay Kam, maka dia merahasiakan identitas dirinya!"   "Masuk akal,"   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Lain kali kalau bertemu dia, aku pasti membuka topengnya,"   Ujar Lie Ai Ling sungguh-sungguh.   "Agar bisa tahu jelas siapa dia."   "Kepandaiannya begitu tinggi, bagaimana mungkin engkau dapat membuka topengnya?"   Lim Peng Hang tersenyum.   "Memang."   Lie Ai Ling mengangguk.   "Namun aku mempunyal akal."   "Oh, ya?"   Lim Peng Hang tersenyum lagi.   "Dia menyebut dirinya Orang Penebus Dosa, pertanda dia sangat menyesali perbuatannya dulu, dan berarti kini dia telah sadar. Aku yakin dia pasti akan muncul lagi menemuimu."   "Goat Nio juga bilang demikian,"   Ujar Lie Ai Ling.   "Oh ya?"   Gouw Han Tiong menatapnya.   "Dia bertanya kalian mau ke mana?"   "Ya."   Lie Ai Ling mengangguk.   "Engkau memberitahukan?"   "Ya"   "Bagus!"   Gouw Han Tiong tersenyum "Kalau begitu, kalian tinggal di sini dulu Karena aku yakin dia pasti akan ke mari.   "Oh"   Lie Ai Ling kurang yakin "Kalau Orang Penebus Dosa itu tidak kemari, bukankah kami menunggu dengan sia~sia?" "Percayalah~"   Ujar Gouw Han Tiong "Kalau benar dia Lie Man Chiu, pasti kemari menemuimu."   "Tapi kami tidak bisa lama-lama di sini"   "Kenapa?"   "Kami masih ingin mengembara, lagi pula Goat Nio ingin pergi mencari Kakak Bun Yang, aku harus menemaninya"   "Cukup sepuluh hari kalian tinggal di sini, dalam sepuluh hari ini kalau Orang Penebus Dosa itu tidak keman, berarti dia bukan Lie Man Chiu,"   Ujar Gouw Han Tiong "Baiklah,"   Lie Ai Ling mengangguk, kemudian bertanya kepada Siang Koan Goat Nio.   "Bagaimana? Engkau tidak berkeberatan, bukan?"   "Aku memang tidak berkeberatan, tapi apakah tidak akan merepotkan Kakek Lim dan Kakek Gouw?"   Sahut Siang Koan Goat Nio.   "Tentu tidak."   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong tertawa.   "Kalau begitu, kami mengucapkan terima kasih!"   Ucap Siang Koan Goat Nio.   "Oh ya! Putra Gouw Sian Eng dan putri Lam Kiong Bie Liong sudah menjadi murid Tayli Lo Ceng,"   Gouw Han Tiong memberitahukan dengan wajah berseri-seri.   "Mereka berada di Gunung Thay San."   "Oh?"   Lie Ai Ling tersenyum.   "Kalau begitu, mereka pasti akan memiliki kepandaian tinggi."   "Mudah-mudahan!"   Ucap Gouw Han Tiong sambil tertawa.   "Kalian pasti bertemu mereka kelak."   "Sungguh menggembirakan bisa bertemu mereka!"   Ujar Lie Ai Ling tersenyum dan menambahkan. "Mudah-mudahan Goat Nio bisa bertemu Kakak Bun Yang secepatnya! Katau tidak...."   "Ai Ling, jangan menggoda aku lagi!"   Tegur Siang Koan Goat Nio dengan wajah sedikit cemberut.   "Hi-hi-hi!"   Lie Ai Ling tertawa geli.   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling memandang, kemudian mereka berdua pun tertawa, sehingga membuat wajah Siang Koan Goat Nio kemerah-merahan.   -oo0dw0oo- Bagian ke delapan belas Dendam membara Kam Hay Thian terus melanjutkan perjalanannya.   Hari ini panasnya sungguh luar biasa, sehingga pakaiannya menjadi basah oleh keringat, akhirnya ia berteduh di bawah sebuah pohon.   "Kapan aku akan berhasil mencari pembunuh ayahku?"   Gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Mendadak ia mendengar suara 'Kraak'. Kam Hay Thian terkejut bukan main, karena suara itu berasal dari cincin giok di jari manisnya. Ternyata cincin giok itu telah retak, kemudian pecah.   "Haaah?"   Wajahnya langsung memucat, sebab menurut kepercayaan, apabila giok yang dipakai itu pecah, pertanda akan terjadi sesuatu atau telah terjadi sesuatu atas diri pemiliknya.   Cincin giok itu pemberian Lie Beng Cu, putri guru silat di kota Leng An.   "Cincin giok ini telah pecah, apakah telah terjadi sesuatu atas diri Beng Cu?"   Gumamnya dengan wajah pucat pias.   "Aku harus segera be-iangkat ke kota Leng An."   Kam Hay Thian segera berangkat ke kota h-iscbut, dan dua hari kemudian ia telah tiba dan l.mpsung menuju rumah guru silat Lie. Seorang pembantu tua menyambutnya, dan ketika melihat Kam Hay Thian, terbelalaklah pembantu tua itu.   "Engkau... engkau Kam Hay Thian?"   "Betul, Paman,"   Sahut Kam Hay Thian sambil mengangguk.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Di mana guru silat Lie dan Bcng Cu?"   "Mereka...."   Pembantu tua itu terisak-isak.   "Mari ke dalam!"   Kam Hay Thian tersentak ketika melihat pembantu tua itu terisak-isak. Ia yakin telah terjadi sesuatu atas diri guru silat Lie atau Lie Beng Cu. Kemudian ia mengikuti pembantu tua itu ke dalam.   "Mereka...."   Pembantu tua menunjuk sebuah meja abu, yang dialasnya terdapat dua buah papan nisan bertuliskan nama guru silat Lie dan nama Lie Beng Cu.   "Haaah...?"   Kam Hay Thian langsung berlutut dengan air mata berderai.   "Paman... Beng Cu...."   Pembantu tua itu juga menangis terisak-isak dengan air mata bercucuran, sedangkan wajah Kam Hay Thian telah berubah kehijau-hijauan.   "Paman tua, bagaimana mereka mati?"   Tanya Kam Hay Thian dengan suara bergemetar.   "Dua hari yang lalu...."   Pembantu tua itu memberitahukan.   "Mendadak muncul belasan anggota Hiat Ih Hwe, Guru silat Lie dan Nona Beng Cu mati dibunuh oleh para anggota Hiat Ih Hwe itu."   "Kenapa para anggota Hiat Ih Hwe mcm-l bunuh Paman dan Beng Cu?" "Sebulan yang lalu, tanpa sengaja guru silat Lie menolong beberapa orang Tiong Ngie Pay, yang dilukai pihak Hiat Ih Hwe. Karena itu, pihak Hiat Ih Hwe kemari membunuh guru silat Lie dan Nona Beng Cu,"   Tutur pembantu tua itu dan menambahkan.   "Sebelum menghembuskan nafas penghabisan, Nona Beng Cu masih menyebut namamu."   "Beng Cu...."   Kam Hay Thian menangis ge-i ung-gerungan, kemudian bersumpah di hadapan meja abu itu.   "Aku bersumpah, mulai hari ini aku .ikan membunuh para anggota Hiat Ih Hwe! Paman Lie, Beng Cu! Kalian tenanglah! Aku pasti membalaskan dendam kalian, aku pasti akan membunuh para anggota Hiat Ih Hwe!"   "Terimakasih, Hay Thian!"   Ucap pembantu tua dengan air mata berlinang dan memberitahukan.   "Sungguh kasihan guru silat Lie dan Nona Beng Cu! Walau sudah sekarat, tapi Nona Beng Cu masih menyebut namamu."   Kam Hay Thian telah meninggalkan kota Ieng An dengan membawa dendam yang mem-l'aia.   Karena guru silat Lie dan Lie Beng Cu yang begitu baik hati itu telah mati dibunuh oleh para anggota Hiat Ih Hwe, maka ia bersumpah akan membunuh para anggota perkumpulan itu.   Ketika ia memasuki sebuah rimba, mendadak mendengar suara pertarungan.   Segeralah ia melesat ke tempat itu, kemudian dilihatnya beberapa orang sedang bertarung matimatian melawan belasan orang berpakaian merah.   Begitu melihat orang-orang berpakaian merah, seketika juga darahnya mendidih.   "Berhenti!"   Bentaknya dengan suara mengguntur.   Orang-orang yang sedang bertarung itu terkejut bukan main, dan langsung berhenti bertarung.   Kam Hay Thian menghampiri orang-orang berpakaian merah selangkah demi selangkah dengan wajah kehijauhijauan.   "Siapa engkau?"   Bentak salah seorang berpakaian merah, yang rupanya kepala regu para anggota Hiat Ih Hwe itu.   "Siapa kalian?"   Kam Hay Thian balik bertanya dengan dingin.   "Kami para anggota Hiat Ih Hwe!"   Sahut oranj"   Berpakaian merah itu sambil tertawa dingin.   "Siapa engkau? Sungguh besar nyalimu mencampur urusan kami!"   "Bagus, bagus! Aku adalah Chu Ok Hiap (Pendekar Pembasmi Penjahat)!"   Sahut Kam Ha Thian dengan wajah semakin menghijau, dan pei lahan-lahan ia menghunus pedangnya.   "Ajal kalian lelah tiba hari ini!"   "Hm!"   Dengus orang berpakaian merah itu dan berseru.   "Serang dia!"   Para anggota Hiat Ih Hwe langsung menye-langnya dengan senjata tajam.   Kam Hay Thian tertawa dingin sambil menggerakkan pedangnya.   Seketika pedang itu mengeluarkan hawa dingin, yang tentunya sangat mengejutkan para penyeang itu.   Orang-orang yang bertarung tadi ternyata anggota Tiong Ngie Pay.   Mereka tampak mencemaskan Kam Hay Thian.   Trang! Trang! Trang...! Terdengar suara benturan senjata, yang disusul oleh suara jejerkan yang menyayat hati.   "Aaaakh! Aaaaakh! Aaaaaakh...!"   Tampak lima orang berpakaian merah telah roboh dengan dada berlubang, yang mengucurkan darah segar, dan nyawa mereka pun melayang seketika.   Ternyata Kam Hay Thian menggunakan Ilmu Pedang Pak Kek Kiam Hoat, dan mengeluarkan pirus Thian Gwa Kiam In (Bayangan Pedang Di luar Langit) menyerang para anggota Hiat Ih Hwe itu.   Setelah berhasil membunuh lima orang Hiat Ih Hwe, Kam Hay Thian juga menyerang lagi laksana kilat dengan jurus yang sama.   Terdengar lagi suara jejerkan yang menyayat hati, lima orang Hiat Ih Hwe roboh mandi darah dan mati seketika pula.   Menyaksikan kejadian itu, sisa-sisa anggota Hiat Ih Hwe berusaha melarikan diri.   Kam Hay Thian tertawa dingin sekaligus menyerang mereka dengan jurus Hoan Thian Liak Te (Membalikkan Langit Meretakkan Bumi).   "Aaaakh! Aaaakh! Aaaakh...."   Sisa-sisa ang-gota Hiat Ih Hwe menjerit, lalu roboh tak bernyawa lagi.   Kam Hay Thian memandang mayat-mayat itu sambil tertawa dingin kemudian dengan tenang menyarungkan pedangnya.   Sementara para anggota Tiong Ngie Pay berdiri mematung di tempat.   Mereka sangat kagum dan kaget akan kesadisannya.   Berselang beberapa saat kemudian, barulah ada salah seorang dari mereka yang membuka mulut.   "Terimakasih, siauw hiap!"   "Tidak usah berterimakasih, aku memang ada dendam dengan Hiat Ih Hwe. Kebetulan melihat mereka bertarung dengan kalian, maka aku membunuh mereka,"   Sahut Kam Hay Thian.   "Siauw hiap, bagaimana kalau engkau ikut kami menemui ketua?"   Tanya salah seorang anggota Tiong Ngie Pay.   "Kalian dari perkumpulan apa?"   Tanya Kami Hay Thian.   "Tiong Ngie Pay."   "Oooh!"   Kam Hay Thian manggut-manggut.   "Baiklah. Aku akan menemui ketua kalian." "Terimakasih, siauw hiap!"   Ucap para anggota Tiong Ngie Pay girang, lalu berangkat ke markas mereka bersama Kam Hay Thian.   Yo Suan Hiang, Tan Ju Liang, Lim Cin An dan Cu Tiang Him menyambut kedatangan Kam Hay Thian dengan penuh kegembiraan, apa lagi setelah mengetahui pemuda itu telah membantu para anggotanya.   "Terimakasih, siauw hiap!"   Ucap Yo Suan Hiang.   "Aku adalah Chu Ok Hiap."   Kam Hay Thian memberitahukan.   "Maka jangan memanggilku siauw hiap!"   "Chu Ok Hiap!"   Yo Suan Hiang tersenyum iainah.   "Bolehkah kami tahu namamu?"   "Namaku Kam Hay Thian."   "Siapa kedua orang tuamu?"   "Ayahku bernama Kam Pek Kian, tapi sudah almarhum karena dibunuh penjahat,"   Kam Hay Thian memberitahukan.   "Ibuku bernama Lie Siu Su-n."   "Lie Siu Sien..."   Gumam Yo Suan Hiang sambil berpikir keras.   "Rasanya aku pernah mendengar nama tersebut."   "Tidak mungkin,"   Kam Hay Thian menggelengkan kepala.   "Sebab ibuku bukan wanita rimba persilatan."   "Tapi aku memang pernah mendengar nama tersebut...."   Yo Suan Hiang terus berpikir, kemudian mendadak berseru girang.   "Aku sudah ingat! Aku sudah ingat! Ternyata aku pernah mendengar nama ibumu dari Tio Cie Hiong!"   "Apa?!"   Kam Hay Thian tertegun.   "Paman Cie Hiong?"   "Benar,"   Yo Suan Hiang mengangguk.   "Dia pernah menceritakan tentang ibumu kepada kami."   "Aku mengembara justru ingin mencari Paman Cie Hiong,"   Kam Hay Thian memberitahukan. "Oh?"   Yo Suan Hiang menatapnya sambil bertanya.   "Kenapa engkau mau mencarinya?"   "Kata ibuku, kepandaian Paman Cie Hiong tinggi sekali. Kalau aku ingin menuntut balas kematian ayahku, harus berguru kepada Paman Cie Hiong."   "Ooooh!"   Yo Suan Hiang manggut-manggut "Tapi kepandaianmu sekarang sudah tinggi, di mana engkau belajar?"   "Tanpa sengaja aku memasuki sebuah goa. tutur Kam Hay Thian dan menambahkan.   "Tujuh tahun kemudian, barulah aku menguasai ilmu-ilmu itu."   "Hay Thian!"   Yo Suan Hiang terbelalak.   "Sungguh beruntung engkau, sebab kitab-kitab pusaka itu milik Bu Lim Sam Mo. Goa itu bekas markas Bu Tek Pay. Oh ya, apakah kau bawa kedua kitab pusaka itu?"   "Tidak. Kedua kitab itu telah kubakar."   "Bagus! Kedua kitab itu memang harus dibakar. Kalau tidak, tentu akan menimbulkan ben-i ana,"   Ujar Yo Suan Hiang dan bertanya.   "Kenapa ayahmu dibunuh penjahat?"   "Dikarenakan sebuah kitab pusaka, yaitu kitab Song Hwee Cin Keng."   Kam Hay Thian memberitahukan.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Pada waktu itu aku masih kecil...."   "Kitab Seng Hwee Cin Keng?"   Yo Suan Hiang mengerutkan kening.   "Apakah itu kitab pelajaran ilmu silat tingkat tinggi?"   "Betul,"   Kam Hay Thian mengangguk.   "Maka kini aku sedang mencari penjahat itu."   "Oh ya, sejak kapan engkau meninggalkan rumah?"   Tanya Yo Suan Hiang.   "Sejak aku berusia sebelas tahun, dan kini usiaku sudah delapan belas tahun,"   Jawab Kam Hay Thian. "Hay Thian, kenapa engkau begitu mendendam kepada Hiat Ih Hwe?"   Tanya Yo Suan Hiang mendadak.   "Karena mereka membunuh guru silat Lie dan putrinya...."   Tutur Kam Hay Thian melanjutkan.   "Karena itu, aku bersumpah di hadapan meja abu guru silat Lie dan putrinya, bahwa aku akan membunuh semua anggota Hiat Ih Hwe."   "Jadi guru silat Lie dan putrinya dibunuh karena tanpa sengaja guru silat Lie menolong beberapa anggotaku?"   Tanya Yo Suan Hiang de ngan wajah murung.   "Ya,"   Kam Hay Thian mengangguk.   "Aaaakh...!"   Keluh Yo Suan Hiang.   "Sungguh diluar dugaan!"   "Hmm!"   Dengus Kam Hay Thian dingin dan penuh dendam.   "Pokoknya aku harus membunuh semua anggota Hiat Ih Hwe!"   "Hay Thian!"   Yo Suan Hiang menatapnya.   "Apakah kini engkau masih ingin mencari Tio Cie Hiong?"   "Bagaimana menurut Bibi?"   Tanya Kam Hay Thian.   "Menurutku sudah tidak perlu,"   Jawab Yo Suan Hiang.   "Sebab kepandaianmu sudah begitu tinggi."   "Tapi aku belajar tanpa petunjuk orang! mungkin ada sedikit kesalahan,"   Ujar Kam Hai Thian.   "Maka kepandaianku belum mencapai tingkat atas, karena itu aku harus minta petunjuk kepada Paman Cie Hiong."   "Tempat tinggal Cie Hiong jauh sekali, yaitu di Pulau Hong Hoang To,"   Yo Suan Hiang memberitahukan.   "Jadi... oh ya! Cie Hiong mempunyai seorang putra bernama Tio Bun Yang, yang berkepandaian sangat tinggi. Aku telah menyaksikan kepandaiannya. Dia pernah ke mari tapi kini iitah berada di mana. Aku yakin engkau akan bertemu dia kelak, jadi engkau boleh minta petunjuk kepadanya." "Benarkah kepandaiannya sudah tinggi sekali?"   "Benar,"   Yo Suan Hiang mengangguk.   "Mungkin telah menyamai kepandaian ayahnya."   "Kalau begitu, aku harus minta petunjuk kepadanya."   "Itu memang baik sekali,"   Yo Suan Hiang manggutmanggut.   "Oh ya, Hay Thian. Maukah engkau bergabung dengan kami?"   "Aku bersedia bergabung, namun tidak mau terikat,"   Sahut Kam Hay Thian terus terang.   "Kareena aku masih harus pergi mencari pembunuh ayahku, bahkan juga harus mencari Bun Yang."   "Itu tidak menjadi masalah,"   Yo Suan Hiang teisenyum.   "Jadi sementara ini engkau boleh tinggal di sini, dan kapan pun engkau mau pergi, kami tidak akan menahanmu."   "Baiklah! Terimakasih!"   Ucap Kam Hay Thian. Di ruang khusus dalam istana bagian barat tempat tinggal Lu Thay Kam, tampak Lu Thay Kam sedang duduk dengan wajah serius. Lie Man Chiu duduk di sebelahnya, namun tampak mela mun.   "Man Chiu!"   Lu Thay Kam menatapnya.   "Ke napa engkau melamun? Apa yang terganjel dala hatimu?"   "Tidak."   Lie Man Chiu menggelengkan kq pala.   "Tentunya engkau tahu, banyak anggota kit, yang musnah kepandaiannya, bahkan juga hanya' yang mati,"   Ujar Lu Thay Kam dengan kenin berkerut.   "Bagaimana engkau mengurusi itu?"   "Yang memusnahkan kepandaian anggota kita adalah Giok Siauw Sin Hiap, yang membunuh anggota kita adalah orang bertopeng dan Chu O Hiap,"   Jawab Lie Man Chiu memberitahukan. "Kalau begitu...."   Lu Thay Kam menatapnya lagi.   "Sudah waktunya engkau turun tangan"   "Ya, Lu Kong Kong."   "Yaaah!"   Mendadak Lu Thay Kam menghe nafas panjang.   "Entah kini San San merantai sampai di mana? Aku... aku rindu sekali kepadanya."   "Lu Kong Kong rindu kepadanya?"   "Ya,"   Lu Thay Kam mengangguk. Tentu engkau tahu, dia bukan anak kandungku. Aku telah dikebiri jadi Thay Kam, bagaimana mungkin bisa punya anak?"   "Dia putri angkat Lu Kong Kong, namun Lu Kong Kong kelihatan begitu sayang kepadanya."   "Benar,"   Lu Thay Kam manggut-manggut.   "Aku memang sayang sekali kepadanya."   "Lu Kong Kong...."   Lie Man Chiu menundukkan kepala.   "Engkau ingin mengatakan apa, katakanlah!"   Lu Kong Kong tersenyum.   "Jangan ragu, sudah lujuh tahun lebih engkau mengabdi kepadaku."   "Lu Kong Kong...."   Lie Man Chiu menghela nafas panjang.   "Belum lama ini aku selalu teringat kepada anak isteriku."   "Oh?"   Lu Kong Kong menatapnya.   "Kalau begitu, lebih baik kau ajak mereka tinggal di sini suja."   "Terimakasih atas maksud baik Lu Kong Kong!"   Ucap Lie Man Chiu.   "Terus terang, aku...."   "Engkau ingin mengundurkan diri, bukan?"   "Betul,"   Lie Man Chiu mengangguk.   "Sebab |ku sudah rindu sekali kepada anak isteriku."   "Aku maklum,"   Lu Thay Kam manggut-mang-|ut.   "Namun aku masih sangat membutuhkan bantuanmu." "Lu Kong Kong...."   "Jadi engkau ingin pergi menengok anak isteri-mu?"   "Ya."   "Tidak mau kembali ke sini lagi?"   "Ya."   "Man Chiu...."   Lu Thay Kam menggeleng-gelengkan kepala.   "Kenapa engkau mau melepaskan kehidupanmu yang serba mewah di sini?"   "Lu Kong Kong, kini aku baru sadar bahwa anak isteriku melebihi segala apa pun. Oleh karena itu aku ingin hidup tenang, damai dan bahagia bersama anak isteriku."   "Man Chiu...."   Lu Thay Kam menghela nafas.   "Tentunya aku tidak akan menghadangmu, namun alangkah baiknya engkau kembali ke sini lagi."   "Lu Kong Kong, aku tidak berani berjanji tentang itu,"   Ujar Lie Man Chiu sungguh-sungguh.   "Kalau begitu... baiklah. Kapan engkau akan pergi?"   Tanya Lu Thay Kam dengan wajah muram.   "Sekarang,"   Jawab Lie Man Chiu.   "Sekarang?"   Lu Thay Kam terbelalak.   "Kenapa begitu cepat?"   "Lu Kong Kong, aku sudah rindu sekali kepada anak isteriku, sudah tujuh tahun lebih aku berpisah dengan mereka."   "Yaah!"   Lu Thay Kam menggeleng-gelengkan kepala.   "Kalau begitu, aku harus memberimu sedikit hadiah ...."   "Terimakasih! Itu tidak usah, Lu Kong Kong,' potong Lie Man Chiu cepat.   "Lu Kong Kong tida| melarangku pergi, aku sudah berterimakasih sekali pada Lu Kong Kong." "Terus terang,"   Ujar Lu Kong Kong sungguh-sungguh.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kalau aku tidak mempunyai anak angkat, mungkin aku tidak akan memahami perasaanmu. Sebaliknya aku malah akan mencap dirimu sebagai pengkhianat. Tapi... aku mempunyai anak, yaitu San San yang sangat kusayangi."   "Lu Kong Kong.."   Lie Man Chiu tersentak.   "Jangan cemas!"   Lu Thay Kam tersenyum.   "Aku yakin engkau pasti tahu, betapa jahatnya aku karena selalu membunuh pembesar dan jenderal yang setia. Tapi di antara kita terdapat rasa persahabatan yang dalam sekali. Ingat, selamanya kita tetap sahabat!"   "Lu Kong Kong...."   Mendadak Lie Man Chiu menjatuhkan diri berlutut di hadapan Lu Thay Kam.   "Man Chiu, engkau boleh pergi sekarang untuk menemui anak isteri mu. Mudah-mudahan anak isterimu akan memaafkanmu!"   Ujar Lu Thay Kam dan menambahkan.   "Aku pun mempercayaimu tidak akan membocorkan tentang San San yang pergi merantau itu."   "Jangan khawatir Lu Kong Kong!"   "Baiklah. Engkau boleh pergi sekarang, semoga kita akan berjumpa lagi!"   Usai berkata begitu, Lu Thay Kam meninggalkan ruang khusus itu.   Lama sekali Lie Man Chiu berlutut di situ, kini ia kebingungan dan tidak habis berpikir! Sebetulnya Lu Thay Kam jahat atau baik? Yang jelas ia telah berhutang budi kepadanya.   ---ooo0dw0ooo--- Di ruang depan markas pusat Kay Pang, tampak Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong, Siangi Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling sedang duduk.   Kening Lie Ai Ling terus berkerut-kerut.   "Sudah hampir sepuluh hari kami tinggal di sini, tapi Orang Penebus Dosa itu tetap tidak muncul.   Lebih baik kami pergi saja,"   Ujar Lie Ai Ling.   "Ai Ling!"   Lim Peng Hang tersenyum.   "Ber-j sabarlah beberapa hari lagi! Kalau Orang Penebus Dosa itu masih tidak muncul, barulah kalian pergi."   "Mungkinkah Orang Penebus Dosa itu bukan Lie Man Chiu?"   Tanya Gouw Han Tiong dengan kening berkerut.   "Kalau dia tetap tidak muncul, berarti bukan Lie Man Chiu,"   Sahut Lim Peng Hang.   "Aku ingin cepat-cepat pergi mencari Kakak Bun Yang,"   Ujar Lie Ai Ling.   "Kenapa engkau yang kalut?"   Tanya Gouw Han Tiong sambil tersenyum.   "Aku kalut karena Goat Nio,"   Sahut Lie Ai Ling.   "Kenapa karena aku?"   Wajah Siang Koan Goat Nio kemerah-merahan.   "Jangan bawa-bawa diriku lho!"   "Hi hi hi!"   Lie Ai Ling tertawa.   "Memangnya aku tidak tahu? Setiap malam engkau duduk melamun di dalam kamar, tentunya memikirkan Kakak Bun Yang."   "Bertemu juga belum, kenapa aku harus memikirkannya?"   Sahut Siang Koan Goat Nio dengan wajah memerah.   "Engkau...."   Ucapan Lie Ai Ling terhenti mendadak, karena di saat bersamaan tampak sesosok bayangan berkelebat memasuki ruangan itu.   "Siapa?"   Bentak Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong serentak. Orang yang berkelebat ke dalam itu memakai topeng. Begitu melihat orang bertopeng itu, Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling langsung berseru. "Orang Penebus Desa!"   "Oooh!"   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Silakan duduk, Orang Penebus Dosa! Kami memang sedang menunggu kedatanganmu."   Orang Penebus Dosa diam saja, tapi terus memandang Lie Ai Ling, kemudian dengan perlahan-lahan melepaskan topengnya. Orang itu ternyata benar Lie Man Chiu.   "Ha ha ha!"   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong tertawa.   "Dugaan kami tidak meleset, engkau memang Lie Man Chiu!"   "Paman Lim, Paman Gouw!"   Panggil Lie Man Chiu sambil memberi hormat.   "Ha ha ha!"   Lim Peng Hang tertawa gelak.   "Engkau bersembunyi di mana selama tujuh tahun ini?"   "Aku...."   Lie Man Chiu menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memandang Lie Ai Ling seraya berkata.   "Ai Ling, engkau sudah besar...."   "Diam!"   Bentak Lie Ai Ling mendadak dengan air mata berderai-derai.   "Engkau sungguh kejam, jahat dan tak punya perasaan!"   "Ayah terima semua cacianmu, Nak,"   Ujar Lie Man Chiu dengan mata basah.   "Ayah terima semua cacianmu."   "Engkau begitu tega meninggalkan kami! Karena itu, ibu sering sakit!"   Lie Ai Ling menangis terisak-isak sambil menuding Lie Man Chiu.   "Eng kau bukan ayahku! Cepat pergi! Pergiiii!"   "Nak!"   Air mata Lie Man Chiu meleleh "Maafkanlah ayah, kini ayah telah sadar."   "Ayah...."   Panggil Lie Ai Ling, sekaligus meri dekap di dada Lie Man Chiu. "Nak! Ooooh, anakku!"   Lie Man Chiu memj belainya dengan penuh kasih sayang dan terisak isak.   "Engkau sudi memaafkan ayah?"   "Ng!"   Lie Ai Ling mengangguk.   "Ayah kasihan ibu."   "Ayah tahu...."   Lie Man Chiu terus membelainya.   "Ha ha ha!"   Lim Peng Hang tertawa gelak.   "Semua yang buruk telah berlalu, habis gelap terbitlah terang! Man Chiu, sudah waktunya engkau kembali ke Pulau Hong Hoang To."   "Ya, Paman Lim."   Lie Man Chiu manggut-manggut.   "Selamat Paman Man Chiu!"   Ucap Siang Koan Goat Nio mendadak sambil tersenyum.   "Tidak lama lagi Paman Man Chiu akan berkumpul kembali dengan isteri."   "Terimakasih!"   Sahut Lie Man Chiu.   "Oh ya, engkau putri Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Hijin?"   "Ya,"   Siang Koan Goat Nio mengangguk.   "Terimakasih atas kesediaanmu mendampingi Ai Ling mencariku!"   Ucap Lie Man Chiu.   "Ayah!"   Lie Ai Ling mulai tersenyum.   "Sesungguhnya dia ingin mencari Kakak Bun Yang."   "Oh? Dia sudah kenal Bun Yang?"   "Belum, tapi...."   "Ai Ling!"   Wajah Siang Koan Goat Nio kemerah-merahan.   "Jangan mulai menggoda aku!"   "Hi hi!"   Lie Ai Ling tertawa, padahal barusan ia menangis dengan air mata berderai-derai, namun kini sudah bisa tertawa! "Man Chiu!"   Gouw Han Tiong menatapnya.   "'selama ini engkau berada di mana?" "Paman Gouw!"   Lie Man Chiu menghela nafas panjang.   "Semua itu telah berlalu, jadi tidak usah diceritakan lagi."   Gouw Han Tiong manggut-manggut, kemudian memberitahukan sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Man Chiu, ayahku dan Lam Kiong hujin mati dibunuh orang."   "Apa?!"   Lie Man Chiu terkejut bukan main.   "Kapan terjadi?"   "Dua tahun yang lalu,"   Jawab Gouw Han Tiong.   "Ayahku dan Lam Kiong hujin terkena semacam pukulan yang menghanguskan badan mereka."   "Oh?"   Lie Man Chiu terbelalak.   "Ilmu pukulan apa itu?"   "Kami tidak mengetahuinya,"   Sahut Gouw Han Tiong dan menambahkan.   "Bahkan hingga saat ini kami juga tidak tahu siapa pelakunya."   "Heran!"   Gumam Lie Man Chiu.   "Ilmu pukulan apa itu?"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ilmu pukulan yang mengandung api,"   Ujar Lim Pang Heng.   "Itu merupakan ilmu pukulan yang sangat dahsyat."   "Aaakh...!"   Lie Man Chiu menghela nafas panjang.   "Terus terang, aku sudah jenuh akan rimba persilatan."   "Ayah,"   Tanya Lie Ai Ling mendadak.   "Kapan ayah akan pulang ke Pulau Hong Hoang To?"   "Besok,"   Jawab Lie Man Chiu dan melanjutn kan.   "Kalian berdua juga harus ikut aku pulang."   "Tidak mau ah!"   Sahut Lie Ai Ling cepat.   "Aku masih ingin mengembara, lagi pula kami belum bertemu Kakak Bun Yang."   "Begini,"   Ujar Lie Man Chiu lembut.   "Kita pulang dulu, setelah itu barulah kalian mengembara lagi."   "Tapi...."   Lie Ai Ling tampak ragu, kemudian memandang Siang Koan Goat Nio seakan minta pendapatnya. "Itu baik juga. Kita berdua memang harus pulang bersama Paman Man Chiu, agar tidak mencemaskan ibumu,"   Ujar Siang Koan Goat Nio.   "Kalau begitu, bukankah engkau tidak bertemu Kakak Bun Yang?"   Lie Ai Ling mengerutkan kening.   "Bukankah kita masih akan mengembara? Berarti masih banyak kesempatan, bukan?"   Siang Koan Goat Nio tersenyum.   "Baru asyik mengembara, sudah harus pulang!"   Lie Ai Ling menghela nafas panjang.   "Nak!"   Lie Man Chiu tersenyum lembut.   "Selelah pulang, kalian masih boleh pergi mengembara."   "Baiklah,"   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Oh ya!"   Siang Koan Goat Nio menatap Lie Man Chiu.   "Kenapa Paman membunuh para anggotata Hiat Ih Hwe itu?"   "Untuk menutup mulut mereka,"   Sahut Lie Man Chiu tanpa berpikir.   "Kalau begitu, Paman pasti mempunyai hubungan dengan Hiat Ih Hwe, bukan?"   Siang Koan Goat Nio menatapnya lagi.   "Yaaah!"   Lie Man Chiu menggeleng-gelengkan kepala.   "Semua itu telah berlalu, tidak perlu diungkit kembali."   Siang Koan Goat Nio diam. Sedangkan Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling memandang, kemudian mereka berdua pun manggut-manggut.   "Man Chiu,"   Tanya Lim Peng Hang.   "Jadi engkau akan berangkat besok?"   "Ya,"   Lie Man Chiu mengangguk.   "Tolong sampaikan salamku kepada semua orang yang di sana!"   Pesan Lim Peng Hang.   "Pasti kusampaikan,"   Ujar Lie Man Chiu. "Terimakasih, Man Chiu!"   Ucap Lim Peng Hang sambil tersenyum.   "Sama-sama,"   Lie Man Chiu juga tersenyum "Man Chiu!"   Mendadak Lim Peng Hang me natapnya dalamdalam seraya bertanya.   "Kenapa tujuh tahun yang lalu, engkau mempunyai pikiran untuk mengangkat nama di rimba persilatan?"   "Aaaah!"   Lie Man Chiu menghela nafas.   "Itu dikarenakan dengki, sehingga timbul pula suat ambisi."   "Oh?"   Lim Peng Hang heran.   "Engkau dengki karena apa?"   "Karena Tio Cie Hiong,"   Jawab Lie Man Chiu terus terang.   "Dia dipuji dan disanjung, bahkan tujuh partai besar dan kaum rimba persilatan lannya mengakuinya sebagai Bu Lim Beng Cu. Itu membuatku jadi dengki."   "Ayah,"   Tegur Lie Ai Ling.   "Paman Cie Hiong begitu baik dan menghargai Ayah, sebaliknya Ayah malah merasa dengki kepadanya. Kalau kita sudah sampai di Pulau Hong Hoang To, Ayah harus minta maaf kepadanya!"   "Tentu,"   Lie Man Chiu mengangguk.   "Bahkan aku pun harus mohon ampun kepada kakek dan ibumu."   "Bagus!"   Lie Ai Ling tertawa gembira.   "Kini Ayah telah sadar akan kesalahan itu, karena itu aku merasa bahagia sekali."   "Nak...."   Lie Man Chiu tersenyum.   "Syukurlah!"   Ucap Lim Peng Hang.   "Man Chiu, aku ucapkan selamat padamu, semoga tidak lama lagi engkau dapat berkumpul kembali bersama liong Hoa!"   "Man Chiu!"   Gouw Han Tiong tersenyum.   "Aku pun mengucapkan selamat padamu!"   "Terimakasih Paman Lim! Terimakasih Paman Gouw!"   Ucap Lie Man Chiu terharu sekali.   "Terimakasih!" ---ooo0dw0ooo--- Bagian ke sembilan belas Kemunculan para anggota Seng Hwee Kauw ( Agama Api Suci) Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan yang mulai mengembara itu telah tiba di kota Keng Ciu. Mereka berdua mengembara bukan demi mengangkat nama maupun mencari pengalaman, melainkan berusaha mencari jejak pembunuh Tui Hun Lojin dan Lam Kiong hujin. Ketika tiba di kota itu, mereka terbelalak, karena melihat begitu banyak prajurit kerajaan memukuli dan menyiksa para penduduk.   "Beng Kiat,"   Bisik Lam Kiong Soat Lan.   "Bagaimana kalau kita menolong mereka?"   Toan Beng Kiat menggelengkan kepala.   "Jangan mencampuri urusan kerajaan!"   "Tapi...."   "Hari sudah senja, lebih baik kita mencari rumah penginapan,"   Potong Toan Beng Kiat. Lam Kiong Soat Lan terpaksa menurut. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di sebuah rumah penginapan yang cukup mewah. Pelayan segera menghampiri mereka sambil tersenyum senyum, kemudian bertanya ramah.   "Tuan muda dan Nona membutuhkan kamar?"   "Ada kamar besar?"   Tanya Toan Beng Kiat.   "Ada,"   Sahut pelayan itu.   "Mari ikut aku!"   Pelayan itu mengajak mereka ke dalam, lalu berhenti di depan sebuah kamar yang cukup besar. "Bagaimana kamar ini?"   Tanya pelayan sambil membuka pintu kamar itu. Toan Beng Kiat melongok ke dalam, kemudian manggutmanggut.   "Kamar ini saja,"   Ujarnya.   "Tuan muda dan Nona mau pesan makanan atau minuman?"   Tanya pelayan itu dengan hormat.   "Tolong ambilkan teh!"   Sahut Toan Beng Kiat.   "Ya."   Pelayan itu melangkah pergi. Sedangkan Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan melangkah memasuki kamar itu, lalu duduk berhadapan.   "Heran!"   Ujar Lam Kiong Soat Lan sambil mengerutkan kening.   "Kenapa prajurit kerajaan memukuli dan menyiksa para penduduk kota?"   "Soan Lan!"   Toan Beng Kiat menggeleng-gelengkan kepala.   "Lebih baik jangan banyak m usan!"   "Tapi sungguh kasihan para penduduk kota Itu."   Lam Kiong Soat Lan menghela nafas panjang.   "Sudahlah!"   Toan Beng Kiat menatapnya.   "Kita masih harus ke markas pusat Kay Pang, jangan menimbulkan urusan yang tak diinginkan!"   Lam Kiong Soat Lan diam. Tak lama muncullah pelayan membawakan satu teko teh dan sebuah cangkir.   "Tuan muda!"   Pelayan itu memberitahukan degan wajah berseri.   "Ini teh wangi."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Terimakasih!"   Ucap Toan Beng Kiat sekaligus memberikan persen kepada pelayan itu.   "Terimakasih, Tuan Muda!"   Pelayan itu girang bukan main.   "Terimakasih...." "Pelayan!"   Panggil Lam Kiong Soat Lan mendadak.   "Bolehkah aku bertanya satu hal kepadamu?"   "Silakan, Nona!"   Pelayan itu mengangguk.   "Nona mau bertanya tentang apa?"   "Kenapa prajurit-prajurit kerajaan memukuli dan menyiksa para penduduk kota itu?"   Tanya Lam Kiong Soat Lan.   "Itu...."   Pelayan tersebut menghela nafas panjang sekaligus memberitahukan sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Setelah Tan Tayjin mengundurkan diri dari jabatannya di kota ini, beliau diganti oleh seorang pembesar yang bertindak sewenang-wenang. Pajak penduduk di kota ini dinaikkan, dan siapa yang tidak membayar pajak pasti dipukul dan disiksa."   "Oooh!"   Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut.   "Ternyata begitu!"   "Nona masih mau bertanya apa?"   Lam Kiong Soat Lan menggelengkan kepala. Maka pelayan itu lalu meninggalkan kamar ter sebut.   "Beng Kiat,"   Bisik Lam Kiong Soat Lan.   "Kita harus pergi menghajar pembesar itu."   "Soat Lan...."   Toan Beng Kiat menggeleng polengkan kepala.   "Itu urusan kerajaan, kita jangan turut campur."   "Tapi prajurit-prajurit itu sungguh keterlaluan, begitu pula pembesar itu. Maka... malam ini kita harus pergi menghajar pembesar itu."   "Soat Lan...."   Toan Beng Kiat berpikir lama sekali, akhirnya mengangguk.   "Terimakasih, Beng Kiat!"   Ucap Lam Kiong Soat Lan dengan wajah berseri. "Tapi ingat! Engkau tidak boleh melukai sia-papun,"   Pesan Toan Beng Kiat sambil menatapnya.   "Cukup menakuti pembesar itu saja."   "Ya."   Lam Kiong Soat Lan mengangguk.   --ooo0dw0ooo-- Setelah larut malam, tampak dua sosok bayangan berkelebat di wuwungan rumah pembesar kota itu, kemudian meloncat turun sekaligus mendekati sebuah jendela.   Dua sosok bayangan itu ternyata Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan.   Mereka berdua mengintip ke dalam jendela, yang kebetulan kamar pembesar itu.   Tampak pembesar itu sedang duduk bersama seorang wanita berusia empat puluhan.   Wajah mereka kelihatan muram.   "Walau ditambah dengan harta kekayaan kita, masih tidak bisa mencukupi target yang ditentu kan Lu Thay Kam. Ini sungguh celaka...."   "Lalu harus bagaimana?"   Tanya wanita ituf berkeluh.   "Aaaah...!"   Pembesar itu menghela nafas pan jang.   "Lu Thay Kam pasti menghukum kita."   Di saat bersamaan, daun jendela itu terbuka kemudian tampak dua sosok bayangan melesat kel dalam, yang tidak lain Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan.   "Perampok!"   Jerit wanita itu.   "Kami bukan perampok!"   Sahut Lam Kion Soat Lan sambil menatap pembesar itu dengan tajam.   "Kalian berdua mau apa ke mari?"   Tanya pem besar itu dengan kening berkerut. "Mau menghajarmu!"   Sahut Lam Kiong Soa Lan.   "Karena para anak buahmu memukuli da menyiksa para penduduk kota ini!"   "Oh, itu!"   Pembesar tersebut manggut-manggut.   "Kalau begitu, kalian berdua sama sekali tid tahu tentang masalah ini."   "Masalah apa?"   Lam Kiong Soat Lan melot "Lu Thay Kam mengangkatku menjadi pembesar di kota ini, namun mengharuskan aku menaikkan pajak di kota ini pula. Aku terpaksa harus mentaatinya, sebab kalau tidak aku pasti hukum."   "Hm!"   Dengus Lam Kiong Soat Lan.   "Kalau begitu, engkau yang menyuruh prajurit-prajurit itu memukuli dan menyiksa para penduduk kota ini?"   "Memang!"   Pembesar itu mengangguk.   "Tapi hanya terhadap orang kaya yang tidak mau membayar pajak!"   "Nona...."   Ujar wanita itu sambil menghela nafas.   "Tahukah engkau, kami bersedia mengorbankan harta benda kami demi mencukupi target yang ditentukan Lu Thay Kam! Karena kami sama sekali tidak memungut pajak dari penduduk miskin."   "Betulkah begitu?"   Tanya Lam Kiong Soat Lan kurang percaya.   "Betul."   Pembesar itu mengangguk, kemudian menunjuk sebuah kotak yang ada di atas meja.   "Kotak itu berisi perhiasan isteriku. Barang-ba-iang itu bukan hasil korupsi, melainkan pemberian orang tuanya ketika kami menikah."   "Oh?"   Lam Kiong Soat Lan melirik Toan Beng kiat.   "Kalau begitu, Paman bukan pembesar jahat,"   Ujar Toan Beng Kiat.   "Maaf, kami telah salah menilai!" "Tidak apa-apa."   Pembesar itu tersenyum.   "Aku ini asal dari rakyat, sudah barang tentu harus membela rakyat. Tapi nyawa kami terancam...."   "Kenapa terancam?"   Tanya Lam Kiong Soat Lan.   "Kalau kami berani melanggar perintah Lu Thay Kam, maka kami pasti dibunuh."   Pembesar itu memberitahukan.   "Oooh!"   Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut.   "Maaf, Paman!"   Tanya Toan Beng Kiat.   "Betulkah di kota ini terdapat orang kaya yang tak maui membayar pajak?"   "Betul."   Pembesar itu mengangguk.   "Mereka pura-pura tidak mempunyai uang, dan mengemu-kakan berbagai alasan untuk menolak kenaikan pajak."   "Paman tahu siapa mereka?"   Tanya Toan Bengl Kiat lagi.   "Mereka adalah hartawan Liauw, hartawan Lim dan hartawan Phang,"   Jawab pembesar itu.   "Paman tahu di mana rumah mereka?"   "Tahu."   Pembesar itu memberitahukan.   "Kalau begitu, kami mohon pamit, sebentar akan kembali ke mari lagi,"   Ujar Toan Beng Kiai sambil memberi isyarat kepada Lam Kiong Soal Lan. Gadis itu mengangguk, dan mereka berdul lalu melesat pergi.   "Mereka mau ke mana?"   Tanya wanita itu.   "Tentu ke rumah para hartawan itu,"   Sahul pembesar itu sambil tersenyum.   "Para hartawa! itu memang harus dihajar biar kapok! Kalau tidak, mereka sama sekali tidak mau membayar pajak!"   "Tapi...."   Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala.   "Kita tidak bisa bertahan lama, sebab...." "Aku tahu, tapi apa boleh buat? Padahal aku ingin mengundurkan diri, namun tiada alasan."   "Ada."   Wanita itu tersenyum.   "Berpura-pura snkit, kemudian mohon pengunduran diri."   "Ide yang bagus!"   Pembesar itu tertawa.   "Lebih baik kita hidup tenang di kampung."   "Betul...."   Mendadak Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan melesat ke dalam, dan tangan gadis itu membawa sebuah bungkusan.   "Benar apa yang dikatakan Paman,"   Ujar Toan beng Kiat.   "Para hartawan itu bersenang-senang dengan beberapa wanita cantik. Kami mengancam mereka sehingga mereka mengeluarkan harta benda masing-masing. Nah, bungkusan ini berisi harta benda mereka, kini kuserahkan kepada Paman."   "Terimakasih, siauw hiap!"   Ucap pembesar itu dan menambahkan.   "Secara tidak langsung kalian pun telah menolong rakyat miskin."   "Maksud Paman?"   Tanya Toan Beng Kiat.   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Maksudku rakyat miskin tidak usah membayar pajak dengan adanya harta benda para d u tawan ini."   Pembesar tersebut memberitahukan.   "Paman,"   Ujar Lam Kiong Soat Lan sungguh-auij'guh.   "Menurutku, lebih baik Paman mengundurkan diri saja."   "Kami memang telah memikirkan hal itu, tapi...."   Pembesar itu mengerutkan kening.   "Kalau yang menggantikan aku adalah pembesar korup, celakalah penduduk miskin di kota ini."   "Maaf!"   Ucap Toan Beng Kiat.   "Kami tidak bisa terusmenerus menolong Paman, sebab kami masih harus melanjutkan perjalanan." "Aku tahu itu...."   Pembesar tersebut manggut-manggut.   "Oh ya! Bolehkah aku tahu nama kali an?"   "Namaku Beng Kiat, nama adikku Soat Lan,' sahut Toan Beng Kiat, kemudian menarik Lan Kiong Soat Lan, sekaligus diajaknya melesat pergi Pembesar itu dan isterinya termangu-mangu Mereka saling memandang lalu menghela nafi panjang.   "Sungguh hebat kepandaian mereka!"   Ujar pembesar itu.   "Kalau mereka bersedia mengabdi kepada kerajaan, mungkin Dinasti Beng masih dapat dipertahankan."   "Aaaah!"   Wanita itu menghela nafas panjang lagi.   "Kelihatannya tidak lama lagi Dinasti Ben akan runtuh."   Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan terus melanjutkan perjalanan ke markas pusat Kay Pang. Dalam perjalanan mereka terus menerus membicarakan tentang itu.   "Beng Kiat, kalau begitu, yang jahat adalah Lu Thay Kam."   "Benar,"   Toan Beng Kiat mengangguk.   "Tapi itu urusan kerajaan, kita tidak perlu turut campur."   "Aku tidak menyangka pembesar itu begitu baik. Untung kita tidak sembarangan turun tangan melukainya!"   "Makanya lain kali kalau mau bertindak, harus berpikir dulu."   "Ya."   Lam Kiong Soat Lan mengangguk.   "Sejak kita memasuki Tionggoan, sudah banyak yang kita dengar tentang Hiat Ih Hwe dan Tiong Ngie Pay. Hiat Ih Hwe selalu membunuh para pembesar dan jenderal setia, sedangkan Tiong Ngie Pay malah selalu menentang Hiat Ih Hwe, sehingga kedua perkumpulan itu sering saling bunuh membunuh." "Itu urusan Hiat Ih Hwe dan Tiong Ngie Pay, kita boleh dengar tapi jangan turut campur. Eng-k .m harus ingat itu!"   Pesan Toan Beng Kiat.   "Beng Kiat!"   Lam Kiong Soat Lan mengerutkan kening.   "Kenapa engkau kelihatan begitu ikut akan urusan sih?"   "Bukannya takut, melainkan tugas kita jauh lebih berat,"   Sahut Toan Beng Kiat.   "Apakah engkau lupa, bahwa kita masih harus mencari jejak pembunuh Tui Hun Lojin dan Lam Kiong hujin?"   "Bagaimana aku lupa?"   Ujar Lam Kiong Soal Lan.   "Lam Kiong hujin adalah nenekku, sedang kan Tui Hun Lojin adalah kakek tuamu."   "Oleh karena itu, kita jangan menimbulka urusan lain di rimba persilatan! Itu akan me repotkan kita."   "Ya, aku menurut."   "Nah, harus begitu."   Toan Beng Kiat tcr senyum. Mendadak muncul beberapa orang ber pakaian hijau, yang kemudian memandang Toa Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan sambil tc tawa-tawa.   "Ha ha ha! Kita ditugaskan untuk membun mereka, ternyata mereka masih sedemikian muda ujar salah seorang berpakaian hijau.   "Kita janga membunuh gadis itu, lebih baik bersenang-scna dulu dengannya. Bagaimana?"   "Setuju!"   Sahut yang lain sambil tertawa geli "Kita harus bergilir!"   "Siapa kalian?"   Bentak Lam Kiong Soat gusar, karena mereka mengeluarkan kata-ka kotor.   "Kami adalah anggota Seng Hwee Kauw (Agama Api Suci)!"   Sahut orang yang merupakan pala.   "Kalian berdua pasti bernama Toan Be Kiat dan Lam Kiong Soat Lan, bukan?"   "Kok kalian tahu nama kami?"   Toan Beng Kiat tertegun. "Tentu tahu!"   Orang berpakaian hijau itu tertawa.   "Karena kami ditugaskan untuk membunuh kalian!"   "Oh?"   Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat lian mengerutkan kening, kemudian mereka pun menghunus pedang masing-masing.   "Wuah! Mau melawan ya?"   "Hm!"   Dengus Toan Beng Kiat.   "Kalian kira pampang membunuh kami? Sebaliknya malah kalian yang akan mati di ujung pedang kami!"   "Mari kita serang mereka!"   Seru orang berpakaian hijau itu.   Tampak beberapa bilah pedang mengarah ke Tuan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan.   Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan Segera berkelit, kemudian balas menyerang menggunakan Thian Liong Kiam Hoat (Ilmu Pedang Naga Kahyangan).   Terjadilah pertarungan sengit.   Belasan jurus kemudian, Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat lian terpaksa mengeluarkan jurus-jurus andalan.   Toan Beng Kiat mengeluarkan jurus Thian Liong Jip Hai (Naga Kahyangan Masuk Ke Laut), sedangkan Lam Kiong Soat Lan mengeluarkan jurus Thian Liong Cioh Cu (Naga Kahyangan Merebut Mutiara) "Aaakh! Aaaakh! Aaaakh...!"   Terdengarlah suara jeritan. Para anggota Seng Hwee Kauw itu terhuyung-huyung. Mereka telah terluka dan darah mereka pun terus mengucur.   "Hm!"   Dengus Toan Beng Kiat.   "Cepatlah kalian enyah! Kalau tidak, kalian pasti mati di ujung pedang kami!"   Para anggota Seng Hwee Kauw saling memandang, lalu meninggalkan tempat itu. Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan memandang punggung mereka sambil menggeleng      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   / gelengkan kepala. Kemudian Toan Beng Kiat berkata dengan kening berkerut-kerut.   "Aku tidak menyangka kalau mereka tahu nama kita."   "Heran!"   Gumam Lam Kiong Soat Lan.   "Dari mana mereka tahu nama kita? Padahal kita baru menginjak Tionggoan ini."   "Menurutku, Seng Hwee Kauw pasti mempunyai dendam dengan orang tua kita. Sebali mereka muncul untuk membunuh kita."   "Tapi sejak kita memasuki daerah Tionggoan, sama sekali tidak pernah mendengar tentang perkumpulan itu. Namun justru muncul mendadak untuk membunuh kita."   "Soat Lan, kita harus segera berangkat ke markas pusat Kay Pang untuk memberitahukan kepada kakekku tentang kejadian ini,"   Ujar Toan Beng Kiat.   "Mungkin Seng Hwee Kauw yang membunuh kakek tuaku dan nenekmu."   "Agama Api Suci...."   Gumam Lam Kiong Soat Lan.   "Agama Api.... Api.... Benar, mungkin pihak Seng Hwee Kauw yang membunuh nenekku dan kakek tuamu."   "Ayoh, mari kita berangkat!"   Ajak Toan Beng Kiat. Lam Kiong Soat Lan mengangguk. Mereka berdua segera meninggalkan tempat itu menuju markas pusat Kay Pang. Dalam perjalanan, Toan Heng Kiat terus berpikir dengan kening berkerut-kerut.   "Beng Kiat, kenapa engkau?"   Tanya Lam Kiong Soat Lan.   "Kenapa dari tadi keningmu berkerut-kerut?"   "Aku sedang memikirkan Seng Hwee Kauw itu."   Sahut Toan Beng Kiat.   "Padahal kita baru memasuki daerah Tionggoan, bagaimana mereka bisa tahu nama kita? Bukankah itu sangat mengherankan?"   "Benar,"   Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut.   "Bahkan mereka berniat membunuh kita." "Aku yakin, Seng Hwee Kauw yang membunuh kakek tuaku dan nenekmu,"   Ujar Toan Heng Kiat dan menambahkan.   "Sebab mereka juga mau membunuh kita."   "Mungkin tidak salah dugaanmu."   Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut lagi.   "Oleh karena itu, kita harus memburu waktu agar cepat sampai di markas pusat Kay Pang."   "Maka...,"   Tegas Toan Beng Kiat.   "Jangan menimbulkan masalah lain dalam perjalanan, sebabl itu akan menghambat waktu kita."   "Ya."   Lam Kiong Soat Lan mengangguk. --ooo0dw0ooo-- Beberapa hari kemudian, sampailah mereka di markas pusat Kay Pang, yang tentunya sangat menggirangkan Gouw Han Tiong dan Lim Peng Hang.   "Kakek!"   Panggil Toan Beng Kiat.   "Kakek Lim!"   Lam Kiong Soat Lan juga memanggil mereka dengan hormat. Gouw Han Tiong dan Lim Peng Hang tertawa gembira.   "Beng Kiat!"   Gouw Han Tiong terus menatapnya dengan penuh perhatian.   "Ternyata engkau sudah besar!"   "Tentu."   Toan Beng Kiat tersenyum.   "Kini usiaku sudah enam belas, sudah hampir dewasa.' "Betul, betul! Ha ha ha!"   Gouw Han Tionj tertawa.   "Ayoh, kalian duduklah!"   Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan duduk, sedangkan Gouw Han Tiong masih tetap memandang Toan Beng Kiat sambil tertawa gem bira.   "Kalian berdua adalah murid Tayli Lo Ceng, tentunya sudah berkepandaian tinggi, bukan?"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tanya Gouw Han Tiong. "Entahlah,"   Toan Beng Kiat menggelengkan kepala.   "Kami tidak mengetahuinya."   "Apa yang kalian pelajari dari Tayli Lo Ceng?"   Tanya Lim Peng Hang sambil tersenyum.   "Beberapa macam ilmu pukulan dan ilmu pedang."   Toan Beng Kiat memberitahukan.   "Setelah itu, barulah guru mengajar kami Kim Kong Sin Kang dan Kim Kong Ciang Hoat."   "Oh?"   Gouw Han Tiong terbelalak.   "Apakah itu merupakan ilmu simpanan Tayli Lo Ceng?"   "Betul,"   Lam Kiong Soat Lan mengangguk.   "Guru juga memberitahukan, bahwa ilmu tersebut tidak diajarkan kepada Paman Man Chiu!"   "Kenapa?"   Tanya Gouw Han Tiong dengan rasa heran.   "Kata guru, Paman Man Chiu terlampau berambisi dan... dan...."   Wajah Lam Kiong Soat Lan kemerah-merahan, kemudian memandang Toan Beng Kiat seraya bertanya.   "Engkau ingat?"   "Aku pun sudah lupa,"   Sahut Toan Beng Kiat.   "Ha ha ha!"   Gouw Han Tiong dan Lim Peng Hang tertawa.   "Itu tidak apa-apa. Lupa yah sudahlah!"   "Guru mengingatkan kami, kalau tidak terpaksa jangan mengeluarkan ilmu tersebut."   Toan Beng Kiat memberitahukan.   "Sebab ilmu pukulan tersebut sangat hebat dan lihay."   "Oooh!"   Gouw Han Tiong manggut-manggut.   "Oh ya!"   Ujar Lim Peng Hang memberitahukan.   "Kalian terlambat datang. Beberapa hari lalu Lie Ai Ling dan Siang Koan Goat Nio berada di sini. Lie Ai Ling adalah putri Lie Man Chiu, sedangkan Siang Koan Goat Nio adalah putri Kim Siauw Suseng." "Oh?"   Toan Beng Kiat menggeleng-gelengkan kepala.   "Sayang sekali! Kalau kami tidak terlambat kemari, pasti bertemu mereka!"   "Benar,"   Lim Peng Hang manggut-manggut.   "Oh ya, bagaimana pengalaman kalian dalam perjalanan ke mari?"   "Cukup menegangkan,"   Jawab Toan Beng Kiat dan menutur tentang kejadian yang mereka alami.   "Apa?!"   Kening Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong berkerut-kerut ketika mendengar tentang Seng Hwee Kauw.   "Jadi kini di rimba persilatan telah muncul Seng Hwee Kauw?"   "Ya,"   Toan Beng Kiat mengangguk.   "Menurut kami, kemungkinan besar kakek tua dan Lan Kiong hujin dibunuh pihak Seng Hwee Kauw."   "Oh?"   Gouw Han Tiong tersentak dan ber gumam.   "Seng Hwee (Api Suci)...."   "Itu memang mungkin,"   Sela Lim Peng Hang "Sebab Tui Hun Lojin dan Lam Kiong hujin mat hangus, mungkin terkena Seng Hwee?"   "Mungkin tapi belum pasti,"   Sahut Gouw Hai Tiong, kemudian memandang Toan Beng Kiat M-raya berkata.   "Sungguh sayang sekali kalian terlambat sampai di sini, karena Lie Man Chiu, Lie Ai Ling dan Siang Koan Goat Nio telah berangkat ke Hong Hoang To beberapa hari yang lalu. Seandainya kalian tidak terlambat, mereka akan membawa berita ini ke pulau itu."   "Apa? Paman Man Chiu...."   Toan Beng Kiat terbelalak.   "Dia telah sadar, maka ikut putrinya dan Siang Koan Goat Nio pulang ke Pulau Hong Hoang To."   Gouw Han Tiong memberitahukan, lalu menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Rimba persilatan akan banjir ilarah lagi, karena kemunculan Seng Hwee Kauw!" "Kakek,"   Ujar Toan Beng Kiat.    Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini