Golok Sakti 19
Golok Sakti Karya Chin Yung Bagian 19
Golok Sakti Karya dari Chin Yung "Awas, ini apa?" Kata Seng Giok Cin, sambil unjukkan jempoi dan telunjuknya dalam sikap menyapit. "Hei, mau cubit iagL" Serunya jenaka. Seng Giok Cin ulur tangannya hendak mencubit pemuda jenaka itu. Tapi Ho Tiong Jong malah menyodorkan lengannya untuk dicubit si gadis. "Aduh" Seru sigadis, ketika cubitannya di rasakan seperti mencubit papan besi. Matanya terbelalak mengawasi pada kekasihnya. "Kau, ooooo kau..." "Kenapa?" Tanya sipemuda sambil nyengir ketawa. "Kulitmu...." Kata si nona heran. "kulitmu seperti papan besi ..." Ho Tiong Jong terpingkel-pingkel ketawa. "Makanya, coba adik Giok dengar dahulu aku menutur, tentu tidak berani mencoba menyentuh kulit badanku." "Bagaimana kau bisa jadi begitu, Engko Jong, Lekas cerita." Ho Tiong Jong lantas menceritakan pengalamannya yang luar biasa, ketemu dengan Ie Boen Hoei, Racunnya dapat dikeluarkan kemudian belajar ilmu golok keramat yang kurang enam jurus lagi, hingga sekarang ia pandai memainkan ilmu goloknya sampai delapan belas jurus. Kemudian menceritakan pengalamannya dalam gemblengan Tay Hong Hosiang, yang tenaga dalamnya diberikan kepadanya, hingga ia kebal terhadap totokan musuh pada jalan darahnya dan tenaganya menjadi berlipat ganda tambahnya. Dalam ceritanya itu, sudah tentu ia sembunyikan pengalamannya dengan Li-losat Ie Ya, si iblis cantik yang juga ada menyintai dirinya. Karena kalau ia menyebut nama Ie Ya dan diceritakan pengalamannya dalam kuil Kong Beng Sie, sudah tentu Seng Giok Cin akan merasa tidak enak hatinya dan cemburuan. Setelah mendengar ceritanya Ho Tiong Jong, Seng Giok Cin angguk-anggukan kepalanya dengan berlinang-linang air mata. "Allah selamanya memberkahi orang baik-baik." Katanya, sambil menyeka air matanya yang mulai mengalir membasahi pipinya yang botoh. Ho Tiong Jong terkejut Seng Giok Cin menangis. "Adik Gok. kenapa kau menangis ?" "Inilah ada sebabnya." "Sebabnya, apa ?" "Girang, karena jiwamu sudah terluput dari bahaya kematian-..." Ho Tiong Jong tergerak hatinya. Duduknya menggeser lebih dekat, kemudian tangan-tangannya memegang kedua tangannya si nona dan dibawa kepipinya, matanya menatap wajah si nona yang elok dengan sepasang matanya yang jeli jernih, yang saat itu balas menatap kepadanya, bibirnya yang merah semringah dan kecil mungil bergerak-gerak seolah-olah yang menantang dicium. Hatinya Ho Tiong Jong bergoncang. Ingin ia mencium bibir yang merah semringah itu, ingin ia menyentuh pipi yang putih halus laksana kapas itu dengan hidungnya tapi pikiran sehat tak mengijinkan ia berbuat demikian- Seng Giok Cin masih belum resmi menjadi miliknya. Ia malah seketika itu merasa jengah, apabila ia mengingat pada waktu yang lampau ia sudah mencuri mencium pipinya si gadis karena pikirnya saat itu ada saat yang penghabisan pertemuannya dengan si nona, karena ia akan menghadapi kematian karena racun yang ada dalam dirinya. Maka ia hanya dapat mencium jidatnya si nona dan mengusap usap pipinya yang botoh. "Adik Giok...^ katanya berbisik. "kau...kau..." "Aku kenapa, Engko Jong,.,.? "tanya si gadis pelahan, yang sementara itu merasakan hangat ciuman mesra sipemuda pada jidatnya. "Kau... kau adalah jiwaku yang kedua, adik Giok." "oo....yaaa..." Jawabannya Seng Giok Cin dapatkan dari pelukannya sipemuda yang hangat. oh bahagialah dua merpati itu. Seng Giok cin sambil senderkan kepalanya didadanya Ho Tiong Jong melamun pada saat-saat yang bakal datang, bagaimana ia akan hidup penuh bahagia disampingnya Ho Tiong Jong, pemuda yang menjadi buah kalbunya itu. Terbenam dalam lamunan kebahagian hidup, tampak bibirnya bergerak-gerak bersenyum. Ho Tiong Jong sebaliknya melamun bagaimana nasibnya nanti? Ia mencintai Seng Giok Cin, tapi disamping itu, ia juga tak dapat melupakan cintanya Kim Hong Jie dengan sepasang sujen nya yang memikat hati dan Li losat Ie Ya si iblis cantik yang berkali-kali menolong dirinya, yang juga ada menyintai dirinya dengan segenap hatinya. Dua-dua melamun berbeda-beda, yang satu penuh bahagia dan yang lainnya penuh dengan keragu-raguan. Siapa yang akan memiliki Ho Tiong Jong pemuda cakap. gagah dan tinggi ilmu silatnya? itulah sang nasib yang akan menetapkan pada kelak kemudian hari. "Adik Giok." Bisik sipemuda dengan tiba-tiba. "bagaimana dengan pengalamanmu ketika aku tinggalkan dalam rumah penginapan?" Mendengar pertanyaan ini, tiba-tiba saja awan kebahagiaan yang meliputi Seng Giok cin seolah-olah ditiup angin keras dan tak meninggalkan bekas. Ia berontak pelahan dan meloloskan diri dari pelukannya sipemuda. Kemudian mengawasi Ho Tiong Jong sejenak. mukanya berubah guram. "Engko Jong, pengalamanku sangat getir," Katanya sambil menghela napas. "Sekarang aku tidak diijinkan pulang kerumah, karena aku sudah diusir oleh ayahku, lantaran-.." Seng Giok Cin tundukkan kepalanya, dari sela-sela matanya kontan butiran-butiran air mata laksana mutiara, ia tak dapat melampiaskan ceritanya. "Adik Giok, lantaran apa?" Tanya Ho Tiong Jong. "Lantaran aku dituduh membantu kau men..." "Hei, bicara sedikit terang, adik Giok." "Dituduh membantu kau mencuri salah satu benda pusakanya yang paling disayangi." Ho Tiong Jong tercengang, Sampai disini kita ajak pembaca untuk mengetahui pengalaman Seng Giok cin yang katanya ada sangat getir. seperti pembaca tahu, Seng Giok Cin ditinggalkan oleh Ho Tiong Jong dalam rumah penginapan dalam keadian tertotok urat tidurnya, hingga si nona jadi tidur pulas, si pemuda berbuat demikian, karena tidak ingin Seng Giok Cin akan menderita kesedihan hebat disebabkan menyaksikan kematiannya karena racun. Pada waktu itu, Ho Tiong Jong meninggalkan kamarnya dengan pikiran ling-lung, sedih dan bercucuran air mata mengingat akan nasibnya yang malang, hingga ia lupa merapatkan pula pintu kamar dan memadamkan lampunya. Satu bayangan dikala itu tampak berkelebat begitu Ho Tiong Jong sudah meninggalkan kamarnya agak jauh. Bayangan itu menyelinap masuk kedalam kamar yang pintunya tidak dirapatkan tadi. Bayangan itu tenyata ada kira kira umur tiga puluh tahun, pengawakannya kurus tinggi dan wajahnya lumayan juga tidak termasuk dalam golongan jelek. orang itu ketika sudah berada dalam kamar, meminjam penerangan lampu, ia lihat diatas pembaringan ada rebah wanita cantik luar biar biasa sedang pulas. Ia berlndap-indap menghampiri pembaringan- "Ho Tiong Jong si bocah tolol itu, apa-apaan menotok orang punya urat tidur? Ha-ha ha... dasar ikan bagian aku, sayang sekali kalau aku menolaknya." Demikian orang itu berkata kata sendirian dengan suara pelahan- Ditepi pembaringannya ia duduk mengawasi kecantikan Seng Giok cin, tubuhnya yang langsing ceking menggiurkan hatinya dengan mendadak saja napsu jahatnya berontak. Tangannya diulur untuk mengusap- usap pipi si nona yang halus. "Nona Seng, betul-betul kau cantik laksana bidadarl..." Ia memuji, setelah matanya menatap dengan beringas pada wajahnya Seng Giok Cin sekian lamanya. Kelihatannya ia mengagumi sekali kecantikannya Seng Giok Cin. ow, kalau saja sinona sadar dengan mendadak melihat ada lelaki asing duduk ditepi pembaringannya, niscaya ia akan lompat bangun dan menyerang tanpa ampun lagi. Tapi justeru si nona dalam tidur, dalam pulas, tidak ingat keadaan disekitarnya, hingga sangat leluasa untuk orang berbuat jahat atas dirinya. Demikianlah yang terjadi dengan si lelaki tadi, setelah memandang puas wajah orang dan lengannya mengusap usap pipi si nona, lantas tanganya menggerayang lebih jauh. "Nona Seng, siapa suruh kau begini cantik..." Katanya seraya tangannya membukai kancing baju sinona. Saat itu sudah sebagian kancing bajunya sinona terbuka, hatinya lelaki jahat itu sudah dakdik, duk. Pikirnya nona Seng puterinya Seng Pocu yang akan menjadi "makanan" Lezatnya, tapi ... Tiba-tiba saja satu bayangan orang tinggi besar telah masuk melalui jendela kamar, hingga bikin orang jahat itu menjadi lompat mundur dari pembaringan sambil mengawasi siapa yang datang. Hatinya bukan main kagetnya, karena ia kenali siapa yang datang itu. orang yang baru masuk dari jendela tadi ketawa dingin. "Teng Leng" Bentaknya. "Betul-betul kau berani mati, Kau tahu siapa nona yang kau hendak ganggu itu ?" "Dia Seng Giok cin putrinya Seng Pocu." "Nah, kau sudah tahu kenapa kau begitu berani mati hendak mengganggunya " Si penjahat yang ternyata bernama Teng Leng membangkang. "Kau sebenarnya ada satu Penjahat pemetik bunga, entah sudah berapa banyak perempuan baik-baik yang telah menjadi korbanmu. DiSeng-keepo aku sudah mengenali kau, ketika mana aku sudah ingin membunuh padamu. Tapi aku harus bersabar, karena aku masih pandang mukanya tuan rumah, Seng Pocu. Disini kau ketemu aku,jangan harap kau dapat meloloskan diri..." "orang she Kim, jangan banyak bacot, apa sih kepandaianmu?" Memotong Teng Leng dengan sikap jumawa. "Ha ha ha..." Tertawa orang yang dipanggil orang she Kim, ia ternyata bukan lain dari Kim Toa Ki, murid kesayangan dari ketua oei-sanpay dan akan menjadi calon ciangbun-jin (ketua) dari partainya menggantikan ceng coe Goan, ayahnya nona ceng li yang pada saat itu masih memegang tampuk pimpinan- "Kau tertawakan apa?" Bentak Teng Leng. "Aku tertawakan kau, bangsat tolol" "Bagaimana kan bisa mengatakan aku tolol?" "Kau menguntit Ho Tiong Jong dan Seng Giok Cin akan tetapi diri sendiri dikuntit orang tidak berasa ha ha ha..." Teng Leng berubah wajahnya, ia merasa malu sebagai penjahat tukang menggerayangi orang perempuan, ia terkenal sangat gesit dan sukar dicari jejaknya, karena ia sangat licin. Tempatnya tidak menentu. Dilain pihak, sebenarnya merasa jerih terhadap Kim Toa Ki, yang sudah merebut nama dalam kalangan Kang-ouw karena ilmu pedangnya. Kalau ia sudah unjuk sikap jumawa dan ucapannya yang dikeluarkan seperti yang tidak takuti Kim Toa Ki, itulah karena ia paksakan- Pikirnya, kalau ia tidak unjuk kelemahannya, Kim Toa Ki niscaya tidak begitu memandang rendah padanya. "orang she Kim..." Baru ia mengucapkan demikian, lantas ia seakan angin serangan telapakan tangan telah mengarah dadanya, Itulah serangan Kim Toa Ki yang tidak mau mengasih ketika si bangsat ngoceh lebih lama, jago dari oey-san-pay itu memang sangat benci Teng Leng, pengrusak kesucian kaum wanita. Di Seng keepo sebenarnya ia sudah hendak turun tangan, kalau ia tidak mengingat perbuatannya itu kurang baik terhadap dirinya tuan rumah. Sejak meninggalkan Seng- keepo Kim Toa Ki terus menguntit penjahat cabul itu, tanpa disadari. Kebetulan sekali ketika penjahat perempun itu memasuki kamarnya Ho Tiong Jong diikuti Kim Toa Ki dan lantas mengintai perbuatannya dalam kamar. Ketika ia melihat penjahat itu membukai kancing bajunya Seng Giok Cin, hatinya gusar bukan main tanpa menunggu lagi ia sudah menerjang masuk melalui jendela yang mana tidak terkunci. Ternyata penjahat cabul itu sangat gesit, sebab serangannya Kim Toa Ki dapat dipunahkan dengan kegesitannya. Kemudian ia mengebut dengan lengan bajunya dan saat itu lampu menjadi padam, Keadaan dalam kamar menjadi gelap. pintu tampak terbuka dan si penjahat meloloskan diri, kemudian lompat kegenteng hendak melarikan diri lebih jauh. Tapi ia tidak menyangka sama sekali, kalau Kim Toa Ki gerakannya ada lebih gesit lagi, karena belum berapa langkah ia lari, Kim Toa Ki sudah menyandak dan mengirim serangan dahsyat dengan angin pukulannya, hingga si penjahat terpental tubuhnya dan menggelundung jatuh lagi ketanah. Dengan kesakitan ia bangun dan lekas-lekas mau menghilang, tapi Kim Toa Ki sudah berada lagi didepannya, Kini ia tanpa dapat ditangkis oleh si terjahat cabul, pukulan geledek dari Kim Toa Ki sudah bersarang didadanya, seketika itu juga Teng Leng terhuyung-huyung sambil memuntahkan darah segar dari mulutnya. Kemudian ia rubuh dan-.. jiwanya melayang menemui raja akherat untuk beruntungan akan dosanya yang sudah berbuat banyak kejahatan didalam dunia. Demikian ada bagiannya si penjahat cabul yang dikutuk oleh masyarakat. Kim Toa Ki datang mendekati ia memeriksa dan dapat kenyataan memang Teng- Leng sudah tidak bernyawa lagi, ia kemudian meninggalkan sang korban dan masuk ke dalam kamarnya Seng Giok Cin, ia menyalakan lampu, lalu menghampiri sinona yang sedang rebah tidak ingat keadaan disekitarnya. ia mendadak melihat badannya Seng-Giok Cin yang bajunya sudah terbuka separuh. cepat-cepat ia bertindak keluar dan rapatkan lagi pintu kamar. Dengan tindakan lebar ia pulang ketempat penginapannya sendiri. ia mengetuk kamar disebelah kanan yang ia sewa. "Sumoy, sumoy, bangun... Ada urusan penting yang memerlukan pertolonganmu. Lekas bangun sebentar." Demikian sambil mengetuk pintu, Kim Toa Ki telah membanguni sumoaynya ceng Ie yang tidur dikamar tersebut. "Aaaa... ada apa suheng?" Tanya ceng ie dari sebelah dalam, suaranya marah-marahan- "Bangun sebentar, ada urusan penting perlu dikerjakan-" "Ah, suheng sebaiknya itu dilakukan besok pagi saja, aku ngantuk...." Kim Toa Ki tak berdaya, ia kenal baik tabiatnya sang sumoy kalau sudah tidur tak mau dibangunkan meskipun ada kejadian apa juga. Golok Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setelah ia terpekur sejenak. mendadak ia mendapat serupa pikiran yang dianggapnya akan membikin sang sumoy dapat bangunia lalu mengetuk lagi dan berkata. "Sumoy si penjahat memetik bunga hampir-hampir saja masuk..." "Haaa.... dia" Terdengar ceng ie lompat bangun dari tempat tidurnya. Dilain saat tampak pintu kamar terbuka dan ceng ie sudah berdiri dipintu dengan pakaian untuk jalan malam. "Mana dia suheng? Kurang ajar, aku sebelum dapat membunuh mati orang cabul itu hatiku belum merasa puas." Katanya dengan bengis, hingga Sang suheng ketawa nyengir karena akalnya berhasil. "Hampir masuk bukan kekamarmu sumoy, dia hampir kekamarnya seorang wanita dilain tempat penginapan- mari kita kesana, untuk mengepung dirinya, Masa iya dia bisa lolos dari tangan kita?" Kata Kim Toa Ki. ceng ie tanpa diminta kedua kalinya, dengan lantas merapatkan pintu kamarnya dan mengikuti pada suhengnya yang jalan dimuka menuju ketempat penginapannya Seng Giok Cin. XXXII LENCANA RAHASIA TUHAN. NONA ceng di bawa ketempat di mana Teng Leng menggeletak dalam keadaan tidak bernyawa, dari jauh ceng ie dapat melihat ada orang menggeletak ditanah, lalu menanya pada suhengnya. "Hei, suheng, didepan itu ada orang yang menggeletak. siapa dia ?" "Dia adalah penjahat yang barusan kuberitahukan padamu, sumoy." "Kan bilang kita akan mengepung penjahat, sekarang dia sudah menggeletak dalam keadaan tidak bergerak. buat apa mesti dikepung lagi ?" Ceng ie melirik pada suhengnya sambil monyongkan mulutnya. Kim Toa Ki ketawa nyengir "mari kita lihat dia " Dilain saat keduanya sudah berdiri dekat tubuhnya Teng Leng. "Dia sudah mampus, siapa yang membunuh dia." Tanya ceng ie "Aku sendiri yang membunuhnya." "celaka tiga belas." Menggerendeng ceng ie sambil putar tubuhnya dan hendak kembali ke tempat penginapannya. "Eh, eh nanti dahulu, sumoy...." Kata Kim Toa Ki gugup, sambil pegang lengannya si- nona, hingga si nona terpaksa merandek. "Kau ada apa lagi, penjahat sudah kau bunuh, apa kau kurang puas dan sekarang hendak mengganggu ketentramanku diwaktu tidur?" Si nona berkata, wajahnya cemberut, rupanya mendongkol diapusi oleh suhengnya. "Bukan begitu, sumoy. Kau jangan marah dahulu, dengar aku cerita. Nah, disana itu ada kamarnya wanita yang si penjahat hendak satroni, Dia keburu aku bunuh, hinga tak dapat melakukan kerjaannya yang busuk..." "Hahh, sekarang kau mau apa?" Memotong si nona. "Aku minta pertolonganmu." "Pertolongan apa, sih?" "Tolong kau masuk kedalam kamar itu dan lihat bagaimana keadaannya siwanita dalam kamar itu, apakah dia masih pingsan karena ketakutan ?" Ceng ie jebikan bibirnya. "Hmmm...." Katanya. "ada-ada saja suheng mengasih kerjaan diwaktu aku enak tidur..." Meskipun mulutnya berkata demikian, tapi kakinya terus jalan menghampiri kamarnya Seng Giok Cin. Dalam kamar lampu dipasang terang, maka ketika ia masuk dan mendekati pembaringan lantas saja ia kenali wanita yang sedang tidur itu ada nona Seng, putrinya Seng Pocu. Hatinya ceng ie terkejut "Kenapa Seng Giok Cin berada disini?" Pikirnya. "benar-benar penjahat itu berani mati, beraniberani membentur putrinya seng pocu yang sangat berpengaruh dalam dunia Kang ouw." Terdengar ia meneriaki suheng. "Suheng, apa kau tidak tahu atau dalam kamar ini ada Seng Giok Cin ?" "Mana aku tahu, sebab aku tidak masuk kedalam." Jawab Kim Toa Ki, dalam hati diam-diam ia merasa geli. "celaka betul, bagaimana kau bilang dalam kamar ini ada perempuan kalau kau tak dengan mata sendiri melihatnya ?" "Sudah, jangan banyak rewel, Tolong sadarkan dia dari pingsannya. habis perkara, setelah sadar, kau boleh meninggalkannya sumoy. Kita harus buru-buru pulang..." "Hmmm...." Sumoy perdengarkan suara di-hidung. ceng Ie datang dekat pada nona Seng, lalu ulur tangannya membuka totokan pada urat tidurnya, sebentar lagi sinona mengucek-ngucek matanya, kemudian menangis sedih hingga ceng Ie menjadi heran. "Adik seng, kenapa kau menangis?" Tanya nya. Seng Giok cin sambil susut air matanya yang bercucuran telah mengawasi pada nona ceng. "Hei, enci ceng ada disini?" Ia balik menanya. "Aku disini, karena gara-garanya suhengku yang mengganggu orang tidur-" "Enci ceng, kenapa begitu?" Tanya nona Seng heran. Pikirnya, mesti ada kejadian yang tidak beres, makanya Kim Toa ci dan ceng Ie mendadak ada disitu, ia kuatirkan Ho Tiong Jong, Karena salah paham, dua orang oei-san pay itu yang menduga Ho Tiong Jong mau berbuat jelek terhadap dirinya, telah menghajar Ho Tiong Jong hingga kabur dari situ. "Kalau tidak ada suhengku, niscaya kau akan menjadi korban orang jahat." Kata ceng Ie. "Untung saja ada suhengku yang keburu turun tangan ..." "Enci ceng, siapa orang jahat itu?" Memotong Giok Cin dengan pikiran gelisah. Pikirnya, tentu tidak bisa salahi Kim Toa Ki salah mengerti dan mengira Ho Tiong Jong ada orang jahat. "orang itu yang hendak berbuat jahat atas dirimu sekarang sudah mampus." Seng Giok Cia kaget bukan main- Hampir saja keterlepasan dari mulutnya menyebut nama Ho Tiong Jong. Tapi perkataan "Ho" Yang hampir meluncur dari mulutnya telah ditelannya lagi. "Enci ceng, siapa orang jahat itu yang telah dimampusi oleh suheng ?" Ceng Ie tertawa. "Suhengku sangat berjasa sudah turun tangan sebelum kau dijadikan korbannya." Kata ceng Ie, ia seperti juga yang hendak menggoda nona Seng, tidak lantas menjawab langsung pertanyaannya Seng Giok Cin. Seng Giok Cin tidak sabaran, dalam hati diam-diam sangat mendongkol. "Kau tahu, siapa orang jahat itu?" Tanya ceng ie. Seng Giok Cin geleng-geleng kepala. "Dia adalah si tukang petik bunga diwaktu malam yang tersohor bernama Teng Leng. penjahat paling kurang ajar dan entah sudah berapa banyak wanita yang menjadi korban kebusukannya itu. Hmm baiknya dia hanya ketemu suhengku, coba kalau dia berhadapan dengan aku, pasti kematiannya Tidak tinggal utuh, sedikitnya kepalanya akan terpisah dari tubuhnya" Kaget bukan main Seng Giok Cin mendengar penuturan nona ceng. "terima kasih, memang aku dalam keadaan pulas lupa daratan, mana dapat berdaya membela diri kalau penjahat itu hendak berbuat jahat? Sukur, sukur, dan aku mengucapkan terima kasih kepada suheng mu yang sudah dapat mencegah kejahatannya itu atas diriku. Mana suheng mu sekarang?" "Suhengku ada diluar, mungkin dia sekarang sudah kembali kerumah penginapan- Nah, sekarang kau sudah tersadar dan aku pun sudah tidak diperlukan lagi pertolongannya, maka aku permisi berlalu saja, adik seng." Seng Giok cin turun dari pembaringannyadan memberi hormat pada ceng ie sambil berkata. "Enci ceng, tolong kau sampaikan pada suhengmu aku punya terima kasih atas perlolongannya itu. juga kepadamu yang sudah membuka totokan urat tidurku, aku juga tidak lupa menghaturkan banyak banyak terima kasih." Ceng ie repot juga menerima penghormatan dari nona Seng, Dilain saat Seng Giok Cin sudah berada sendirian lagi, ceng ie sudah pergi menyusul suhengnya, yang pada keesokan harinya mereka telah meneruskan perjalananya ke oey-san. Seng Giok Cin saat itu memikirkan Ho Tiong Jong. Kemana perginya pemuda itu sehingga dirinya dalam keadaan tidak ingat orang hampir-hampir saja menjadi korbannya Teng Leng, yang ia sudah dengar penjahat itu sangat busuk kelakuannya. Ia tidak mengerti akan perbuatannya Ho Tiong Jong yang telah menotok urat tidurnya kemudian ditinggalkan sendirian- Kapan ia ingat akan kejadian dirinya hampir menjadi mangsanya Teng Leng, si penjahat cabul yang mesum itu hatinya Seng Giok Cin menjadi tawar terhadap dirinya Ho Tiong Jong. Pikirnya, pemuda itu benar-benar tak setulusnya menyinta pada dirinya karena buktinya ia telah meninggalkan dirinya. Tapi kemudian ia ragu ragu dalam hatinya sendirian- Kenapa Ho Tiong Jong sudah meninggalkan ia sendirian? Kemana dia sudah pergi? Apakah dia sudah mati karena racun dalam tubuhnya. Pelahan-lahan ia rapihkan pakaiannya, puyeng ia memikirkan halnya Ho Tiong Jong. Sementara itu cuaca juga sudah mulai terang tanah. Dengan hati sedih Seng Giok Cin meninggalkan rumah penginapan itu, kembali pulang ke rumahnya, karena ia tidak ungkulan untuk mencari jejaknya Ho Tiong Jong. Ia jalankan kudanya dengan pelahan-lahan, Pikirannya kusut betul, saban-saban tampak ia kerutkan alis dan bibirnya menjadi seperti yang merasa cemas sekali. Inilah karena pikirannya tidak bisa melupakan pada Ho Tiong Jong, Pemuda itu sudah demikian ihlas meninggalkan dirinya dalam keadaan tertotok, apa- maksudnya? Apakah dengan maksud hendak membuat dirinya celaka? Ah, tidak bisa jadi. Demikian dalam otaknya bergulat pikiran yang hendak menilai kewalitetnya Ho Tiong Jong dalam urusan asmara. Ketika sang matahari sudah mulai naik tinggi, ia terpaksa pecut kudanya untuk dilarikan karena ia merasa kepanasan juga. Tidak lama kemudian ia sudah sampai di rumah. Setelah menyerahkan kudanya kepada pelayannya, lantas ia masuk ke dalam kamarnya, ia menukar pakaian yang barusan penuh debu, kemudian mencari ayahnya dalam ruangan kamar tempat bekerjanya. Pada saat itu, ia melihat ayahnya sedang duduk menghadapi meja tulisnya sambil termenung-menung dan saban-saban tangannya mengurut- urut kumis dan jenggot yarg panjang, Air mukanya seperti yang sangat berduka sekali, hingga Seng Giok Cin merasa sangat kasihan- Tiba-tiba saja ia telah menubruk ayahnya sambil berseru. "Ayah." Tapi seng Eng ternyata sikapnya ada lain dari biasa. Kalau biasanya ia suka menyambut pelukannya sang puteri yang manja dengan penuh kasih, kini ia telah menolak tubuhnya si gadis, sehingga Seng Giok cin jatuh meloso dilantai. "Ayah..." Seng Giok Cin sambil merayap bangun. "Kau jangan menyentuh pula tubuhku, aku sudah bukan ayahmu lagi..." Seng Giok Cin buka lebar matanya, karena merasa sangat kaget akan sikapnya dan perkataannya sang ayah yang demikian asing untuk telinganya. "Ayah, kau kenapa?" Tanyanya ketika sudah berdiri lagi. "Hmm...Budak hina, kau sudah berikan golok Lam tian-to kepada Tiong Jong? jawab." Sang ayah membentak dengan amat gusar. Seng Giok cin anggukkan kepalanya, Seng Eng sangat murka, Alisnya berdiri, kumis dan jenggotnya juga hampir pada berdiri, bahwa menahan amarahnya yang besar. "Budak hina, kalau begitu tentukan yang sudah kasih lolos Tiong Jong yang itu malam menyaru sebagai pengemis. Betul?" Seng Giok cin perih hatinya. Air mata-nya tanpa terasa mengucur deras, sambil anggukkan kepalanya perlahan-lahan ia menjawab "Ayah, Tiong Jong sudah mati, untuk apa ayah sampai begini marahnya?" "Mati? Apa aku tidak tahu, ketika di Liu-soa kok kau tidak ikut pulang, selanjutnya kau kabur dengan anak gendeng itu?" "Memang benar aku bersama Tiong Jong berjalan bersamasama tapi selama itu aku bergaul dengannya tidak melanggar batas kesopanan-" "Bagus Bagus!!! Tidak melanggar batas kesopanan-" "Kau kenapa ayah? Tiong Jong ada satu pemuda baik-baik bagaimana ayah bagitu marah kepadanya." "Baik, baik, itulah dalam anggapanmu yang sudah mabok cinta, Budak hina, kau pulang apa maksudmu?" "Aku pulang kerumah hendak menemui ayah " "Kau pulang hendak membikin aku muntah darah dan lekas mati, bukan?" Seng Giok Cin melengak, ia melihat ayahnya saking marah suaranya hampir terdengar ditenggorokan, kemudian mengucurkan air mata. Seng Eng ada satu jago yang terkenal dalam kalangan putih dan hitam, tidak berkedip membinasakan jiwa manusia dan tidak menyesal akan segala perbuatannya yang salah, apa lagi mengeluarkan air mata. Tapi kali ini, menghadapi puterinya, yang dianggapnya sudah nyeleweng dan membantu pada pemuda bukan komplotannya, bukan main perihnya dan tanpa terasa ia mengucur kan air mata. Menyaksikan keadaannya sang ayah demikian, cepat Seng Giok cin jatuhkan diri berlutut. "Ayah" Katanya sambil menangis tersedu-sedu. "apakah kesalahan Giok Jie Yang membuat ayah begini marah? oh... kalau saja ibu masih ada, tentu Giok Jie akan memeluk kakinya untuk minta perlindungan dari kemarahan ayah yang begini rupa..." Seng Eng semakin sedih mendengar puterinya menyebutnyebut ibunya yang sudah lama meninggal dunia. Perlahan-lahan dari lengan bajunya ia mengeluarkan badibadi kecil dan dilemparkan kedepan Seng Giok Cin sambil berkata. "Budak hina, kau sudah bikin malu ayahnu, hanya kematian saja yang dapat menebus dosamu.. Nah, terimalah ini dan kau boleh habiskan jiwamu di depanku.." Seng Giok Cin bukan main kagetnya, inilah ada perlntah ayahnya yang tidak bisa ditawar lagi. Sudah menjadi kebiasaan ayahnya, kalau hendak menghukum orangorangnya paling dekat, ia melemparkan badi-badi kecilnya untuk orang itu membunuhi diri. Tak ada pengampunan lagi. Dilihat dari sikap orang tua itu. Golok Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Seng Giok Cin sudah tidak diberi ampun lagi. Pikirnya Seng Giok Cin, pemuda yang menjadi idamidamannya sudah mati karena racun maka ia hidup lama-lama juga tidak ada gunanya. Kini ada jalan, ayahnya telah menyuruh ia mati didepannya, Maka ia sudah tidak menyayangi pula jiwanya. Ia lalu menubruk kaki ayahnya dan menangis sesenggukan "Ayah..." Katanya dengan suara memilukan- "Giok Jie ada satu anak yang tidak berbakti, telah membikin ayah kesal dan marah, maka biarlah setelah nanti Giok jie sudah tidak bernapas harap ayah suka mengampuni dosa Giok jie menjadi bergembira lagi sebagaimana biasa ..." Ia hentikan kata-katanya sejenak. tangannya pelan-lahan memungut badi badi yang dilemparkan ayahnya tadi. Saat itu Seng Eng melihat kelakuannya sang putri yang sangat dikasihinya itu, bukan main pilu hatinya, ia seolah-olah ingin menangis menggerung- gerung dan ia tidak tega menyaksikan keadaan putrinya demikian menderita. Ia lihat, setelah badi-badi berada ditangan nya, sambil acungkan itu diarahkan ke tenggorokannya, Seng Giok Cin dengan berlinang-linang air mata telah berkata. "Tiong Jong, kau sudah jalan lebih dulu, tunggulah aku akan menyusul padamu..." Seketika itu, tangannya digerakan hendak menubles tenggorokannya sendiri, akan tetapi diluar dugaan kakinya Seng Eng dengan cepat telah menendang tangan si nona, hingga badi badi itu telah terlempar jauh. "Budak jelek." Kata Seng Eng dengan hati pilu. "Apa-benar Ho Tiong Jong sudah mati? Lekas jawab?" Seng Eng sama sekali tidak menduga kalau Seng Giok Cin begitu setia membela kekasihnya hingga dengan tabah hendak mengorbankan dirinya menyusul rokhnya Ho Tiong Jong. Keadaan Sang puteri membuat Seng Eng berubah wajahnya pucat seketika, dengan gugup barusan ia menendang dengan kakinya si nona hendak tancapkan badi badi nya yang tajam ditenggorokannya . "Ayah..."jawab Seng Giok Cin. "Tiong Jong semalam sudah mati karena racun yang ada dibadannya. Dimana mayatnya sekarang berada, Giok Jie, aku sendiri tidak tahu, Karena ayah begitu marah kepadanya maka Giok Jie pikir biarlah jiwa Giok Jie berkorban untuk menghilangkan kebencian ayah, Ayah, dia ada seorang baik, Giok Jie menyinta kepadanya." Mendengar putrinya dengan terang-terangan membuka rahasia hatinya, Seng Eng sangat gusar selalu. Bahna gemas, saat itu kakinya melayang menendang putrinya, sehingga tubuhnya Seng Giok Cin terlempar bergulingan dua tumbak. Seng Eng masih marah, ia terus menghampiri puterinya dan berkata dengan keras. "Budak hina, budak tak berbudi, kamu ini dengan matimatian membela Ho Tiong Jong dan melupakan ayah yang membesarkan dan mendidik kau sampai dua puluh tahun lamanya. Kau tidak ingat budi orang tua, apa kau ini boleh dihitung manusia?" Seng Giok Cin menangis sedih sekali. Seumurnya, baru kali ini ia mengalami periakuan yang demikian tak enak dari sang ayah, seingatnya, ia sangat dimanja oleh ayahnya dan dianggapnya ia puteri tunggalnya yang sangatjempolan- Tapi kali ini karena sangat membenci Ho Tiong Jong, Seng Eng demikian marah terhadap puterinya. "Ayah..." Kata Seng Giok Cin. "perlu apa menyebut-nyebut orang yang sudah mati. Semalam jam tiga racun dalam tubuhnya bekerja, dan merenggut jiwanya, Pada saat ia meninggalkan Giokjle ia telah menotok urat tidurnya Giokr jie sehingga tidak tahu ke mana ia sudah pergi . ." "Bagus.." Memotong sang ayah. "Kau ditotok dan kau tidak tahu kenapa Tiong Jong sudah pergi, Hm Dalam hal ini kalau bukan kau yang mendustai aku, adalah kau yang membohongi Ho Tiong Jong, kau mengerti." "Ayah mengapa kau berkata demikian?" "Lencana Rahasia Tuhan telah hilang.." "Ayah ..." "Kalau bersekongkol mencuri lencana itu, kau membohongi aku, tapi kalau kau tidak tahu hal Lencana itu, Tiong Jong telah menipu padamu." "Tapi, ayah ..." "Heran." Kata Seng Eng. "Tiong Jong menemukan kematiannya, kenapa ia tidak menyerahkan kembali Lencana itu kepadamu, Lencana itu sudah tentu masih ada pada Tiong Jong ketika ia menarlk napasnya yang penghabisan.." Seng Giok Cin sangat terkejut mendengar cerita ayahnya, dengan suara lemah ia ber-kata. "Tapi, ayah, lencana itu pasti dicuri orang lain- Buat Tiong Jong yang melakukan itu tidak bisa jadi, Giokjie kenal betul hatinya yang jujur. Tak bisa jadi Ho Tiong Jong melakukan itu karena dia tidak tahu akan nilai harganya. Lencana Rahasia Tuhan itu, ia sama sekali tidak tahu kalau dalam Perserikatan Benteng perkampungan ada pertikaian dan keretakan. Betul, dia tidak tahu." Seng Eng tertawa getir. "Anak bodoh, kau tahu apa? Anak tolol itu telah menipu pada mu kau tidak berasa. Kau tahu, lencana itu Selainnya dia tidak ada siapa lagi yang mengambilnya. Dia dengan co Kang cay sudah berdiam dalam gudang benda benda pusaka, bekas- bekas jejaknya mereka tampak tegas. Diluar gudang harta, bekas bekas kakinya itu telah dihapus oleh mereka, rupanya supaya jangan diketahui orang." Seng Giok Cin gelisah hatinya. Ia sama sekali tidak perCaya, kalau Ho Tiong Jong telah mencuri lencana pusaka ayahnya itu. Kalau benar ia pencurinya benar benar anak muda itu cinta kasih terhadap dirinya palsu belaka. Dengan begitu tentu Ho Tiong Jong tidak mati sedang racun yang dikatakan ada dalam tubuhnya dan akan merenggut jiwanya tentu itu hanya karangan Tiong Jong saja. Mengingat pada yang barusan disebut, Seng Giok Cin, keretak gigi wajahnya berubah bengis, tangannya dikepalkepalkan, se-olah-olah yang sangat gemas sekali. Melihat kelakuannya sang puteri, Seng Eng menarlk kesimpulan bahwa Seng Giok Cin benar tidak tahu menahu soal lencana pusaka itu. Pasti adalah Ho Tiong Jong yang telah mencurinya. seng Eng berduka mengingat putrinya sudah terbenam dalam lautan asmara. Ho Tiong Jong cakap dan gagah, ia tidak bisa menyaksikan anaknya meny intai pemuda seperti Ho Tiong Jong yang menjadi idam-idaman gadis yang mana juga. cuma saja ia sangat menyesal, karena terlibat oleh asmara itu, putrinya telah melupakan dirinya yang menjadi ayahnya dan yang mendidiknya sedari kecil. Seng Eng benar-benar sangat berduka, bagaimana ia harus mengambil putusannya kepada putrinya yang sangat dikasihinya itu? Kembali ia mengucurkan air mata. Sambil menyusut air matanya yang mengalir dikedua pipinya, orang tua itu telah berjalan masuk kedalam dan sebentar kemudian keluar lagi, dengan membawa satu bungkusan kecil yang segera dilemparkan pada Seng Giok Cin berkata. "Dalam bungkusan itu ada barang permata berharga, paling sedikit harganya tidak kurang dari seratus sembilan rlbu tail perak,cukup buat ongkos hidupmu, Mulai saat ini kita putus hubungan antara anak dan ayah, maka kau pergilah dari siul, jangan kau menginjak pula rumah ini. Kalau kau melanggar putusanku ini, aku akan membakar rumah ini, dan akan membunuh kau dan aku juga akan menyusul rokhmu." "Ayah." Seru Seng Giok Cin, kembali ia menubruk kaki ayahnya, Akan tetapi Seng Eng dengan keras hati sudah menendang sang puteri hingga ia bergulingan dilantai sambil menangis gegerungan- "Kau tentu kenal baik adatku." Katanya. "Sekali menetapkan keputusan tak dapat dilanggar oleh siapapun. Nah, segera sekarang ku akan mengabarkan kepala gurumu, Kok Lo lo di Tay pek san, supaya dia tidak menerima kedatanganmu kesana karena perbuatanmu yang menghianati ayah sendiri, Kok Lo lo tentu akan menerima baik permintaanku, sebab dia memang paling benci kepada orang yang berhianat, kau boleh hidup kemana saja, jangan mengaku lagi aku sebagai ayahmu. Nah, jalanlah lekas meninggalkan tempat ini " "Ayah, oh, kau... ke.." Lagi-lagi ia menubruk kaki ayahnya, kali ini juga tubuhnya si nona telah terlempar jauh-jauh kena di tendang oleh Seng Eng yang segera meninggalkan putrinya sedang menangis gegerungan. Dilain saat Seng Eng sudah tidak kelihatan dalam ruangan itu, sementara Seng Giok cin juga sudah jatuh pingsan bahna sedihnya, Ketika ia mendusin hari sudah menjelang magrlb. Ia sangat berduka, kembali ia menumpahkan air mata mengingat akan nasibnya entah bagaimana nanti. Setelah melampiaskan kesedibannya, sambil menyeka air mata yang membasahi kedua pipinya, Seng Giok cin pelahanlahan merangkak dan memungut bungkusan kecil tadi yang dilemparkan oleh ayahnya. isinya memang ada barang permata yang sangat berharga dan cukup untuk bekal selama melewatkan hidupnya. Tapi apa artinya hidup untuk dia tanpa Ho Tiong Jong disampingnya? Penghidupan untuknya menjadi tawar, lebih-lebih lagi karena ia dilarang untuk menjumpai gurunya di Tay-pek san- Memang orang tua dalam rumah es di Tay peh-san itu, mudah saja akan menerima pengaduan-nya sang ayah danakan membenci padanya, pikirnya tidak berguna ia pergi menemui gurunya untuk meminta keadilan- Mengingat akan kata-kata ayahnya bahwa Tiong Jong tentu sudah menipu dirinya dan ia kena dibohongi oleh pemuda itu, pikirnya Tiong Jong tentu belum mati dan ia akan mencari orang muda untuk bikin perhitungan atas perbuatannya yang telah membuat putus hubungan antara ia dengan ayahnya^ Semangatnya lantas bangun. Lantas ia bangkit berdiri, kemudian berjalan masuk kedalam kamarnya. Dalam kamarnya tidak terlihat dua pelayannya yang biasa menyambutnya. Kemana mereka itu ? Pikirnya, sudah tentu ayahnya yang sudah menggebah dua pelayannya itu. Hatinya sakit sekali, sambil menggigit bibirnya ia buka lemari dan bereskan pakaiannya yang perlu dibawa sekalian juga beberapa barang permata yang menjadi kesukaannya ia bawa, pedangnya yang disangkutkan pada tiang pembaringan juga tidak lupa ia bawa. Setelah beres, dengan pedang tersoren di pinggang, ia berjalan keluar. Tidak seorangpun ia ketemukan dalam rumah itu, se-olaholah semuanya sudah dilarang oleh ayahnya untuk menjumpai dan melayani padanya. Seng Giok Cin gigit bibirnya sampai berdarah, iailah saking ia menahan pilu hatinya, ia sebagai satu puteri yang sangat dimanja kini diusir begitu kejam. Ia tahu tabiat ayahnya, sekali ia bilang putih harus putih, maka sekali ia mengusir ia sudah harus angkat kaki dari rumahnya, Kalau tidak. benar benar orang tua itu akan membuktikan perkataannya akan membakar rumahnya, membunuh ia dan kemudian membunuh diri sendiri. Demikianlah dengan hati sangat sedih ia meninggalkan rumahnya. Saban-saban tampak ia menoleh kebelakang seakan-akan yang mengucapkan selamat tinggal kepada itu pohon-pohonan yang bagus, kepada itu taman bunga dan kolam indah permai, dimana ia bisa bermain dengan gembira. Sang waktu sudah malam, maka ia tahu mencari suatu rumah penginapan unmk melewatkan sang malam. Dalam rumah penginapan ia minta disediakan makanan, untuk menangsal perutnya yang sudah keroncongan, ia sebenarnya tidak bernapsu makan, akan tapi ia paksakan juga karena kuatir masuk angin dan nanti mendapat halangan dalam perjalanannya mencari Ho Tiong Jong. Mengingat akan dirinya Ho Tiong Jong saban-saban si gadis kertak gigi dan kepal-kepalkan tangannya, ia sangat gemas, karena dirinya sudah ditipu oleh kecintaanya yang palsu, demikian pikirnya. Ia mengharap lekas-lekas ia akan menjumpai pula pemuda itu dan akan membuat perhitungan untuk perbuatannya yang palsu. Untuk membikin supaya dirinya tidak dikenali orang makanya ia sudah menyaru sebagai lelaki dalam perjalanannya. Malah kali ini, ia sudah menutup wajahnya dengan sepotong kain kuning, yang dibagian matanya ia lubangi. Demikianlah dalam pakaian itu, ia telah melakukan perjalanan beberapa hari, tapi penyelidikannya tentang Ho Tiong Jong tidak juga ia dapat selentingan apa-apa. Dengan cara kebetulan sekali, pada itu malam penyerbuan ke kuil Kong beng-si oleh Khoe cong dan kawan-kawannya, seng Giok cin justru berada dalam kuil tersebut, baru saja bertindak masuk untuk minta meneduh karena kemalaman- Ia mendengar orang berteriak menyebut nama Ho Tiong Jong, hatinya lantas terkesiap dan ia kenali bahwa yang berseru itu ada Siauw-pocu Khoe cong. Pikirnya, tidak bisa salah lagi tentu dalam kelenteng itu ada bersembunyi Ho Tiong Jong, orang yang sedang ia cari. Seng Giok Cin mengerti kedatangannya Khoe cong mencari Ho Tiong Jong niscaya tidak bermaksud baik. Khoe cong datang tentu bukan sendirian, masih ada lagi kawankawannya yang akan menyusul belakangan. Melihat kekejamannya Khoe cong yang menerjang masuk dengan menggunakan pukulan-pukulan yang ganas, hatinya Seng Giok Cin tidak tega mendengar hweshlo muda yang menjadi korbannya pada berteriak menyayatkan hati. Lantas Ho Tiong Jong dam kamar yang dijaga kuat oleh Kong Goan hweshlo itu sedang berbuat apa? ia tidak ingin pemuda itu jatuh ditangan kawanan orang kejam, ia harus ambil pihaknya Ho Tiong Jong untuk menolak mundur mereka, kalau sudah selamat barulah nanti ia sendiri membuat perhitungan dengan si pemuda. Setelah mengambil keputusan tetap. maka ia sudah menyerbu dalam perkelahian ketika Khoe cong sedang membasmi kawanan kepala gundul yang tidak seberapa kepandaiannya dari pada menganggap Khoe cong itu ada satu tamu lihay ilmu silatnya. Selanjutnya adalah seperti pembaca mengetahui, maka sekarang kita kembali menceritakan pertemuannya Ho Tiong Jong dan Seng Giok Cin. Melihat Ho Tiong Jong melengak, Seng Giok Cin berkata. "Engko Jong, meskipun cintamu terhadapku tidak dengan setulusnya, aku sendiri tak dapat melupakan padamu. Aku akan pergi kesuatu kuil yang jarang dikunjungi manusia, dimana aku akan cukur rambutku dan masuk menjadi nikow..." Ho Tiong Jong kaget, sambil cekal tangan si gadis dan digoyangkan ia menanya. "Adik Giok, kau mengambil keputusan itu sudah dipikir matang-2" Seng Giok Cin tundukan kepalanya dan sejenak tak dapat menjawab. "Bagaimana, apa kau sudah pikir dengan matang?" Si pemuda ulangi pertanyaannya. "Ya, sudah..." Jawabnya pelahan- "Sebabnya, kenapa kau mau menjauhkan diri dari aku ?" Si nona tak dapat menjawab ia tundukkan kepalanya dengan pikiran kusut. "Kau mengambil tindakan itu karena menyesal sudah bergaulan dengan aku, hingga kau diusir oleh ayahmu bukan?" "... bukan begitu engko ...Jong..." "Habis, apa?" "Kau tidak tahu kesulitan hatiku, Apa kau tidak paham dengan perkataanku barusan bahwa meskipun kau tidak menyinta aku dengan setulusnya, aku sendiri tetap tidak akan melupakan padamu. " "Kesulitan karena lencana pusaka itu?" "Ya. Karena hilangnya lencana itu, ayahku akan mengalamkan kesulitan dari kawan-kawan seperjuangannya yang semuanya ada mempunyai tanda demikian-" "Adik Giok apa kau menyangka aku yang mencurinya." "Aku tidak menuduh padamu, hanya menurut katanya ayah dalam kamar harta ada kedapatan bekas-bekas kakimu dan co Kang cay." Ho Tiong Jong tidak enak hatinya. Sesaat lamanya mereka membisu. "Adik Giok, ayahmu tidak keliru mendapatkan bekas bekas kaki kami dalam kamar harta itu, akan tetapi aku tidak mencuri lencana yang dimaksud itu. Aku hanya mengambil beberapa butir mutiara untuk diberikan kepada co Kang cay..." "Kenapa kau berbuat begitu?" "Karena aku pikir co Kang cay sudah disekap oleh ayahmu dua puluh tahun lamanya, ada lebih dari pantas kalau dia mendapat keuntungan sedikit untuk ongkos hidup melewatkan hari tuanya. Aku kasihan dia...." Sampai disini, si pemuda seperti ingat sesuatu? Ketika ia berada dalam kamar harta dan ketarlk hatinya oleh sesuatu benda dari gading, yang ia masukkan kedalam kantongnya tanpa disadari bahwa itu ada maksud perbuatan mencuri. "Eh Adik Giok. Bukankah ini barangnya yang kau maksudkan?" Sembari keluarkan benda yang terbikin dari gading itu diserahkan pada tangannya si gadis. seng Giok Cin terbelalak matanya melihat benda itu. "Engko Jong, benar ini dia.." Katanya sambil terus diperiksa benda itu. WAJAHNYA yang barusan sangat berduka, kini telah berubah dengan tiba-tiba- ia begitu girang, hingga mulutnya tak berhenti menyungging senyuman- Ho Tiong Jong yang melihat kekasihnya demikian gembira ia merasa puas dan lega hatinya. ia berkata pada Seng Giok Cin. "Adik Giok. harap kau jangan salah paham dan suka dimaafkan perbuatannya, Benda itu telah aku masukkan kedalam kantongku dengan tak mengandung maksud lain dari pada aku merasakan sangat ketarik olehnya dan tanpa disadari aku mengambilnya. Aku berani bersumpah kalau..." Seng Giok Cin menubruk si pemuda, tangannya yang mungil menekap mulutnya yang hendak meneruskan ucapannya. Golok Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aku percaya, aku percaya, Engko Jong," Kata Seng Giok Cin dengan berseri-seri manis. Ho Tiong Jong memeluk tubuhnya si nona yang langsing, matanya berlinangkan air mata. "Adik Giok hanya kau seorang didunia ini yang dapat mempercayai diriku, Adik Giok kau adalah jiwaku yang kedua..." Seng Giok Cin terharu, ia juga tak tahan kalau tak mengucurkan air mata, karena hatinya sangat kasihan pada pemuda sebatang kara ini. "Aku selalu percaya akan kejujuranmu, Engko Jong." Si gadis berkata sambil mengeluarkan sapu tangannya yang wangi semerbak. dipakai menyeka air matanya si pemuda yang berlinang dipipinya yang cakap. Keduanya dengan perasaan lega dan girang lalu pada duduk lagi diatas batu besar dan Seng Giok Cin telah menanya pada sipemuda. "Engko Jong, apakah kau tahu riwayatnya benda ini yang dinamai "Lencana Rahasia Tuhan?" Ho Tiong Jong geleng-geleng kepala. "Aku tak tahu riwayatnya, aku baru melihatnya lebih tegas juga sekarang setelah kau kenali dia ada benda yang dicarinya." Seng Giok Cin angguk-anggukan kepalanya sambil berseri seri. "inilah memang aku sudah menduga," Sahutnya dengan suara merdu. "Engko Jong baiklah aku akan bercerita padamu hal riwayatnya benda pusaka ini, yang begitu jauh aku mendapat tahu dari ayahku, yang dalam tempo senggangnya suka mendongeng kepadaku sukalah kau mendengarkannya ?" "Adik Giok. asal kau yang bercerita, biarpun bermalammalam aku akan mendengarkannya dengan penuh perhatian. " "Kalau orang lain?" Memotong sigadis sambil mengerlingkan matanya yang jeli, yang kontan menusuk hatinya si pemuda hingga berdebaran. Ho Tiong Jong ketawa nyengir. "Kalau yang lain bagaimana ?" Mengulangi Seng Giok Cin. XXXIII. KEMBALI BERPISAHAN. "Kalau yang lain aku ngantuk dibuatnya." "Hii..." Seng Giok Cin sambil ulur tangannya yang halus hendak mencubit lengannya si pemuda akan tetapi ia urungkan ketika mengingat tempo hari ia mencubit seperti iuga mencubit papan besi. "Kenapa tidak jadi adikku ?" Menggoda si-pemuda. Seng Giok Cin deliki matanya, tapi sudah tentu dibarengi dengan senyuman mesra. Keduanya gembira bersenda gurau. Kemudian Seng Giok Cin menuturkan riwayatnya. "Lencana Rahasia Tuhan itu seperti berlkut, Leluhur dari "Perserikatan Benteng Perkampungan," Ada berjumlah sembilan orang. Mereka semuanya ada berkepandaian ilmu silat tinggi dan masing-masing ada mempunyai kepandaian simpanannya yang istimewa. Semuanya sangat terkenal dalam kalangan rlmba persilatan dan rata-rata pada belum punya istri. Mereka itu ada menjagoi dalam kalangan putih, ada juga yang menjagoi dalam kalangan hitam. Pendeknya rata-rata mereka malang melintang dalam kalangan Kangouw jarang menemukan tandingan, oleh karenanya mereka jadi sangat bangga dengan kepandaiannya dimilikinya. Berbareng pada masa itu, ada muncul juga seorang jago silat tua yang menamakan dirinya in Kie Lojin, Kepandaiannya dalam soal ilmu silat, tenaga dalam dan lain-lain, sangat tinggi sukar diukur berapa tingginya. Satu demi satu sembilan jagoan ketemu dengan in Kie Lojin dan satu demi satu sudah pernah dikalahkan oleh In-Kie Lojin. Mereka merasa kurang puas dengan kelakuannya itu. Apa mau, pada suatu waktu mereka bisa berkumpul bersama-sama dan masing-masing pada menceritakan pengalamannya kena dijatuhkan oleh In Kie Lojin. Mereka dengan serentak lalu menganggap bahwa In Kie Lojin itu sebagai musuh mereka bersama. Untuk menebus kekalahan, mereka telah menggabungkan tenaga hendak mencari in Kie Lojin. Tapi sebelumnya, mereka ingin minta petunjuk dari Beng Hie Sanjin, yang menurut kabar ada susioknya in Kie dan benci kepada sutitnya itu. Satu diantaranya sembilan jago itu telah mengutarakan pikirannya, kalau hendak mencari Beng Hie Sanjin tempatnya dibelakang Sian-hoa digunung oeisan. Sebab sering orang melihat orang tua itu ada muncul digunung oei san- Mereka lantas berunding dan telah diambil keputusan untuk pergi kebelakang puncak Lian hoa, mencari orang tua yang telah mengasingkan diri itu. Betul saja, mereka sudah bisa menemui Beng Hie Sanjin ditempat yang disebutkan oleh salah satu kawannya. Mereka dengan berterus terang telah menceritakan bahwa mereka penasaran tempo hari telah dipecundangi oleh In Kie Lojin dan kedatangan mereka adalah hendak minta petunjuk bagaimana caranya supaya bisa mengalahkan in Kie Lojin. Beng Hie Sanjin ketawa mendengar permohonannya sembilan orang itu. Ia kata. benar ia ada susioknya in Kie Lojin. Dahulu ketika suhunya masih hidup, ia belajar bersamasama dengan suhengnya. Tapi dalam pelajaran itu ternyata dibeda-bedakan, suhengnya telah mendapat pelajaran ilmu tenaga dalam yang istimewa, akan tetapi ia sendiri tidak. Maka ketika suhunya meninggal ia bangkit bangkit suhunya yang menyayangi muridnya pilih kasih, selalu mengeloni suhengnya. Sang suheng dengan ketawa menghibur pada sutenya, supaya ia jangan salah mengerti karena dalam anggapan suhunya sang sute ita tabeatnya masih belum ada ketentuan, di kuatirkan kalau sudah mempunyai ilmu yang hebat perjalanannya akan menyeleweng. Keterangan mana membuat Beng Hie Sanjin tidak tenang dan bertengkar dengan suheng yang selalu mengalah kepadanya. Kemudian sang sute sudah meninggaikan suhengnya, yang jadi sangat berduka ketika melihat kepergiannya sang sute yang tak dapat ditahan. Malah Beng He Sanjin saat itu telah sesumbar, bahwa kelak, kemudian ada satu hari ia akan kembali dan mengunjukkan kepandaian yang lebih mahir dari suhengnya. Suhengnya hanya menyambut sesumbarnya sang sute dengan ketawa getir. Lama sejak itu mereka tidak ketemu, ketika pada suatu hari Beng Hie San-jin pulang hendak menemui suhengnya ternyata sang suheng sudah meninggal dunia. Itulah pada tiga puluh tahun berselang, sejak Beng Hie Sanjin meninggaikan suhengnya. Ia dapat kenyataan bahwa ilmu gaib dari kitab. "Kumpulan ilmu silat sejati," Telah diwariskan kepada in Kie Lojin. Hal yang membuat hatinya sangat tidak senang dan mencaci maki pada in Kie Lojin, yang dikatakan tidak berhak menerima warisan kepandaian dari suhengnya. Mereka bertengkar mulut, akhirnya urusan hanya dipusatkan dengan kepalan, Maka keduanya lantas mengukur tenaga kepandaiannya, akan tetapi ternyata Beng Hie Sanjin masih bukan tandingannya in Kie Lojin, ia akhirnya dikalahkan dengan sangat malu sekali ia lantas mencari suatu tempat untuk menyepi dan meyakinkan lebih jauh kepandaian yang kiranya dapat menjatuhkan in Kie Lojin. Ia telah menciptakan suatu tin (barisan) yang istimewa, terdiri dari beberapa orang untuk menempur ln Khie Lojin, karena kalau mengandaikan kepandaian satu dua saja untuk menempur in Kie Lojin masih bukan tandingannya. Kebetulan sembilan orang itu datang berkunjung. Waktu itu in Kie Lojin masih belum rampung meyakinkan semua ilmu dalam kitab pusaka itu, jikalau in Kie Loiin sudah satu tahun meyakinkannya, jangan harap sembilan orang itu dapat merubuhkannya. Tapi justeru waktu itu masih ada tiga bulan dan baru in Kie Lojin tamat mempelajari kitab gaib itu. Sembilan orang itu ketarik dengan penuturannya Beng Hie San jin tentang kitab Kumpulan ilmu silat sejati, mereka ingin memilikinya, maka mereka telah mendesak kepada orang tua itu supaya memberikan pelajarannya tentang barisan. Beng Hie san-jin berkata kepada mereka, bahwa tempo ada demikian singkat, yaitu jikalau sebelumnya tiga bulan mereka dapat belajar dengan mahir pasti ada harapan dapat menang, dan in Kie Lojin, sebaliknya kalau sampai belajar lewat tiga bulan mereka belum mahir dengan ilmu barisan ini, jangan harap bisa menempur in Kie Lojin yang ilmunya sangat tinggi. In Kie Lojin setelah dia mahir dengan segala ilmu silat yang tersebut dalam kitab "Kumpulan ilmu silat sejati" Tentu ia akan menjadi jago tanpa tandingan dalam kalangan rlmba persilatan- Sembilan orang itu merengek-rengek minta diajari ilmu barisan ( tin ) itu dari si orang tua, mereka berjanji akan belajar sungguh-sungguh supaya dapat mengalahkan in Kie Lojin dan merampas kitab pusaka itu untuk dijadikan milik mereka. Demikian, akhirnya mereka punya permintaan diluluskan, Mereka belajar dengan tekan ilmu barisan itu, yang kemudian di namai "barisan Naga Emas dan Kuda sembrani di empat penjara angin", Disebabkan mereka belajar dengan sangat tekun, maka dalam tempo dua bulan mereka sudah lulus di uji oleh Beng Hie Sanjin-Mereka kemudian mencari in Kle Lo-jin untuk membuat perhitungan- Sembilan orang itu terdiri dari sembilan she, mulai she Kim co, Seng, Khoe, Lauw, IHui, cong dan ciauw. Dalam pertemuan dengan In Kie Lojin, mereka minta disaksikan oleh orang-orang dari kalangan Kang-ouw pengeroyokannya atas dirinya in Kie Lojin. Sedang pada in Kie Lojin mereka telah menetapkan syarat, ialah kalau mereka kalah, mereka disuruh apa saja oleh In Kie Lojin, tegasnya mereka menyerah dibawa kekuasaannya In Kie Lojin. Tapi sebaliknya, jikalau mereka menang, mereka tak menginginkan lain dari pada in Kie Lojin suka menyerahkan kitab pusakanya yang sangat mengilarkan hati mereka. in Kle Lojin mendengar syarat itu, telah mengerutkan alisnya dan diam-diam berpikir. "ia sudah mahir atau apal diluar kepala akan isinya kitab "Kumpulan ilmu silat sejati", kalau ia kalah bertanding, tidak ada halangan melukiskan petunjuk diatas sesuatu benda untuk mereka mencari sendiri dimana disimpannya buku pusaka itu." Kalau mereka berjodo, sudah tentu dengan mudah didapatkan oleh mereka berdasarkan petunjuk yang dilukiskan olehnya, akan tetapi kalau mereka tidak mempunyai jodo sudah tentu buku itu tak dapat diketemukan- Akhirnya in Kie Lojin telah menyanggupi syarat yang diajukan oleh mereka. Begitulah, mereka telah mengatur barisannya dengan lantas dan kemudian mengundang untuk In Kle Lojin datang memukul pecah barisannya. In Kie Lojin agak terkejut juga menyaksikan barisan yang belum pernah ia lihat dalam pengalamannya. Tapi, sebagai jago ulung, ia pantang mundur dan menyerbu pada barisan Dengan dikepalai orang she Kim, sembilan orang itu telah mengurung dan jalankan ilmunya dengan sangat hati-hati dan cepat sekali. Setelah lama in Kle Lojin terputar-putar tidak juga dapat memecahkan barisan tersebut, maka ia telah menyerah kalah dan meluluskan permintaannya mereka. Ia minta supaya sembilan orang itu mundur tiga puluh lie dari tempat tinggalnya. Dalam tiga hari mereka akan mendapat pengunjukan dari jago kawasan itu perihal dimana ditaruhnya buku wasiat itu. Mereka memang jerih untuk berurusan lebih jauh dengan in Kie Lojin, maka perjanjiannya itu telah diterima saja dengan sangat terpaksa. Demikianlah dalam tempo tiga hari in Kie Lojin telah melukis pada sembilan buah lencana dari gading, yang mengunjukkan dimana disimpannya buka pusaka itu. Kalau orang dapat membaca dan mengerti maksudnya, yang terlukis pada sembilan lencana gading itu, sudah tentu akan dapat mengambil kitab yang diliarkan itu. Tempo tiga hari sangat cepat dalam anggapannya in Kie Lojin, akan tetapi lama untuk sembilan orang yang menantinantikan kedatangannya jago ulung itu. Tidak sampai mereka mengeluh kekesalan karena in Kie Lojin memegang betul janjinya. Pada waktunya ia telah menemukan sembilan orang itu dan menyerahkan pada mereka masing-masing satu lencana yang dan diberitahukan bagaimana mereka harus gunakan sembilan lencana itu sebagai pengunjuk jalan ketempatnya kitab "Kumpulan ilmu silat sejati" Disimpan- Kala itu sudah malam, maka mereka setelah satu persatu menerima lencana gading itu telah kembali ke tempat penginapannya, semalaman mereka tidak bisa tidur, karena masing-masing pada kuatir kalau lencananya nanti akan dirampas oleh kawannya sendiri. Mereka kemudian telah angkat saudara, akan tetapi perbuatan itu tak menghilangkan rasa curiganya masingmasing akan kecurangan dari kawannya sendiri. Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong