Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bunga 2


Pendekar Bunga Karya Chin Yung Bagian 2


Pendekar Bunga Karya dari Chin Yung   Tanpa bisa ditahan lagi, tubuh lelaki berewok itu telah terdorong kebelakang, dia kejengkang dan rubuh terguling diatas lantai.   Keributan yang terjadi ini tentu saja mengejutkan tamu-tamu lainnya.   Mereka segera berhamburan keluar dari ruangan warung arak.   Hanya beberapa orang saja diantara tamu-tamu itu yang memiliki keberanian cukup besar yang masih tetap berdiam didalam ruangan warung arak itu, untuk ikut menyaksikan keramaian yang tentunya akan terjadi.   Dengan penuh kemurkaan, dan muka yang merah padam, sampai muka lelaki berewok itu yang memangnya telah hitam, bertambah hitam saja.   Matanya juga memancarkan sinar yang menakutkan bukan main.   "Bangsat...!"   Teriaknya dengan penuh kekalapan melihat darah dari mulutnya itu, dimana giginya rontok dua.   "Kau mau main-main dengan tuan besarmu, heh?"   Dan sambil membentak begitu, dia telah melompat dengan kalap.   Lompatan itu merupakan terjangan yang mengandung kekuatan yang bukan main.   Dia menerjang dengan sepasang tangan yang telah diulurkan untuk mencengkeram leher pemuda pelajar itu.   Mungkin juga maksudnya ingin mencekiknya.   Tetapi Siucai itu telah mengeluarkan suara tertawa mengejek.   "Hemmm...!"   Ejeknya.   "Kau benar-benar manusia tidak tahu diri!"   Dan sambil berkata begitu, dia telah mengambil sumpit diatas mejanya.   Tahu-tahu sumpit itu telah diayunkan ke muka orang berewok itu.   Tentu saja lelaki berewok itu jadi terkejut sekali.   Tubuhnya tengah nyelonong untuk mencekik begitu, kalau dia meneruskan, tentu dia bisa berbahaya bukan main, karena ujung sumpit itu telah mengincar matanya.   Saking kagetnya lelaki berewok telah mengeluarkan suara seruan tertahan.   Mati-matian dia berusaha menahan langkah kakinya, dan malah dia jadi gagal untuk mencekik Siucai itu, melainkan dia telah merobah jurusan dan arah dari kedua tangannya, dia menyampok sumpit itu.   "Takkkk!"   Sumpit telah kena dihajarnya telak sekali.   Namun bukannya sumpit itu yang terlepas dari cekalan tangan si pelajar, malah lelaki dengan muka berewok itu yang telah mengeluarkan suara jeritan yang sangat keras dan melompat mundur.   Tangan kirinya memegangi dan mengusap-usap tangan kanannya.   Karena dia merasa kesakitan bukan main pada tangan kanannya itu.   Rupanya, Siucai itu dengan gerakan yang manis telah menggerakkan sumpitnya waktu dia melihat orang berewok itu merobah cara menyerangnya dan membatalkan untuk mencekiknya.   Maka Siucai itu juga telah menghantam pergelangan tangan kanan dari lelaki berewok itu.   Keras sekali ketukannya itu.   21Kolektor E-BookWalaupun sesungguhnya sumpit itu terbuat dari kayu belaka, namun ditangan Siucai itu, sumpit tersebut jadi sangat kuat bukan main, mungkin melebihi kekuatan baja.   Karena pemuda pelajar itu telah mengerahkan dan menyalurkan tenaga Lwe-kangnya pada sumpit itu.   Dengan muka yang sebentar berobah pucat dan sebentar berobah merah padam, lelaki yang mukanya berewok itu telah membentak gusar .   "Siapa kau sesungguhnya bocah?!"   Suaranya bengis bukan main. Pelajar itu tetap duduk tenang-tenang di tempat duduknya.   "Hemmmm, selera makanku telah terganggu oleh serudukan gila dari kerbau hitam liar!"   Mengumam pemuda pelajar itu dengan dingin, dia tidak mengacuhkan lelaki yang mukanya berewokan itu. Tentu saja lelaki yang mukanya hitam dan berewok itu tambah gusar. Dengan kalap dia telah mencabut golok yang tergantung dipinggangnya.   "Sreeengggg!"   Golok itu telah dicabut keluar dari serangkanya.   "Bangsat!"   Bentaknya dengan suara yang bengis sekali.   "Kau harus mampus bocah! Sebutkanlah namamu, agar kau tidak mampus tanpa nama!"   "Manusia kasar seperti kau ini mana pantas mendengar namaku?"   Tanya si pemuda dengan suara mengejek.   Perkataan terakhir dari pemuda pelajar itu benar-benar telah membuat lelaki yang mukanya hitam dan berewok itu, jadi murka bukan main.   Dia telah mengeluarkan serangan penuh kemarahan, golok ditangannya telah menyambar akan membacok kepala dari pelajar itu.   Eng Song yang telah menyaksikan jalannya pertempuran itu jadi terperanjat bukan main.   "Paman Thio... celaka orang itu!"   Serunya dengan suara tertahan. Tetapi Thio Sun Kie tersenyum tenang sekali, tidak terlihat perasaan gugup padanya.   "Bukan pelajar itu yang akan menerima pil pahit, tetapi orang yang mukanya hitam berewok itu yang akan celaka!"   Kata Thio Sun Kie dengan suara yang sabar.   Eng Song telah mementang matanya lebar-lebar mengawasi dengan hati tidak tenang.   Dilihatnya golok dari orang bermuka hitam itu telah meluncur cepat sekali.   Sedangkan pelajar berpakaian serba putih itu sama sekali tidak melakukan gerakan untuk berusaha mengelakan diri.   Dia tetap duduk tenang-tenang dikursinya.   Hanya matanya yang mengawasi tajam sekali atas golok si lelaki bermuka hitam berewok itu dengan sorot yang luar biasa sekali.   Disaat mana golok menyambar dengan cepat dan telah dekat sekali.   Di saat itulah, tahu-tahu pemuda pelajar ini telah mengulurkan tangan kirinya.   Jari telunjuk dan jari tengahnya terentangkan.   Tahu-tahu dia telah menjepit golok lawannya itu.   Anehnya, golok itu terhenti ditengah jalan, dijepit oleh jari tangan tanpa bisa tergerakkan kembali.   22Kolektor E-Book   Jilid 2 LUAR biasa cara menjepit dari Siucai itu, karena dia dapat menjepit menyambarnya golok itu dengan kedua jari tangannya.   Dengan sendirinya hal ini membuat lelaki bermuka hitam itu terperanjat sekali.   Dan belum lagi hilang rasa kagetnya itu, si pelajar berbaju putih itu telah menggerakkan tangan kanannya.   Lengan jubah pelajar itu telah mengibas dengan gerakan yang kuat sekali.   "Weeerrrrr.....!"   Serangkum angin yang kuat bukan main telah menerjang kedada lelaki yang berewok mukanya itu.   "Adehhhhh!"   Terdengar lelaki berewok itu telah mengeluarkan suara jerit tertahan.   Dan tampak tubuhnya telah terpental keras sekali.   Malah celakanya, punggungnya itu telah menghajar dinding ruangan itu.   Keras sekali benturan yang terjadi itu, karena benturan tersebut merupakan benturan yang didorong oleh kekuatan tenaga kebut dari lengan jubah pelajar itu.   Mau tidak mau, satu kali lagi, lelaki bermuka hitam itu telah mengeluarkan suara mengaduh, karena dia kesakitan sekali.   Tubuhnya telah ambruk dilantai, meloso tanpa dapat segera bangkit berdiri.   Goloknya tetap tertinggal dijepitan jari telunjuk dari pelajar yang cakap itu.   Dengan adanya peristiwa seperti itu, dimana pelajar itu dapat menjepit dan merebut golok lawannya dengan hanya menjepit begitu, menunjukkan bahwa tenaga lwekang (tenaga dalam) dari pemuda pelajar ini sangat tinggi sekali.   Eng Song yang melihat peristiwa ini, jadi kagum bukan main pada pemuda, pelajar itu.   Setidak-tidaknya pelajar itu telah memperlihatkan kepandaiannya yang luar biasa.   Karena dia tanpa menggerakkan tubuhnya atau mingser dari duduknya, telah dapat melayani serangan-serangan dari lelaki berewok tersebut.   Malahan telah berhasil untuk merubuhkan lawannya itu.   Tampak lelaki berewok bermuka hitam itu telah merangkak bangun.   Dari mulutnya terdengar suara keluhan perlahan, rupanya dia masih merasa kesakitan yang bukan main pada punggungnya.   Dan juga pandangan matanya masih gelap berputar-putar karena pusing.   Bantingan yang dialaminya tadi, rupanya sangat berpengaruh sekali pada hatinya.   Saat itu, pemuda pelajar berpakaian serba putih itu telah berkata dengan suara yang dingin.   "Hemmmm...... dengan hanya memiliki secuil kepandaian yang tidak berarti seperti itu ingin berbuat galak dan bengis diluaran! Kalau memang aku tidak sedang tanggung menikmati makananku ini, batang lehermu telah kupotes copot!!" 23Kolektor E-BookDan setelah berkata begitu, tahu-tahu tangannya yang menjepit golok lawannya dengan mempergunakan kedua jari tangannya itu telah bergerak.   "Ceeeepppp!"   Mata golok itu telah menancap tepat sekali dilantai dekat kaki lelaki berewok itu.   "Ambillah golokmu itu! Sekali lagi kau coba-coba berlaku kasar dan garang seperti tadi, hemmmm, hemmmm, tentunya Giam Lo Ong (raja Akherat) tidak akan menolak pula jika jiwamu itu kutitipkan padanya.............!!"   Setelah berkata begitu, pemuda pelajar tersebut seperti tidak mau melayani lawannya lagi.   Dia telah meneruskan makannya.   Sedangkan lelaki yang mukanya berewokan itu, yang telah kehilangan dua gigi depannya itu, sehingga tampaknya lucu bagaikan kakek-kakek tua, telah terdiri dengan muka yang merah padam.   Dia sangat murka dan kalap.   Tetapi dia menyadarinya bahwa dia tidak akan berdaya menghadapi pemuda pelajar yang tampan itu.   Maka dia telah mengambil goloknya yang menancap tidak jauh dari kakinya itu dengan tangan yang agak menggigil menahan amarah yang sangat.   "Baiklah!"   Katanya kemudian dengan suara gemetar marah sekali.   "Kali ini aku mengakui aku tidak bisa berbuat apa-apa padamu.... tetapi nanti...... kau tahu sendiri saja!"   "Oh......!"   Si pemuda pelajar telah menoleh sambil mendelik.   "Kau mengancam segala, heh? Mau kupotes batang lehermu?!"   Mendengar itu, dengan perasaan jeri, lelaki yang mukanya hitam itu, telah memutar tubuhnya, dia telah melarikan diri.   Menghilang dari ruangan rumah arak itu.   Si pemuda berpakaian baju pelajar warna putih itu telah tersenyum sendirinya.   Dia telah meneruskan makannya.   Kemudian dari kolong meja dia mengeluarkan sebuah bungkusan dikala dia sudah selesai dengan makannya itu.   Diperiksanya buntalan dan tampak sepasang alisnya telah mengkerut.   Dia seperti sedang mencari sesuatu.   Dan akhirnya dia telah membungkus kembali buntalan itu, karena rupanya tidak tercari juga sesuatu yang diinginkan olehnya.   Dia membiarkan saja buntalan itu diatas meja.   Dengan wajah yang muram, dia telah memanggil seorang pelayan.   Dia membayar harga makannya, kemudian dia telah berlalu.   Thio Sun Kie telah memberi isyarat kepada Eng Song.   "Mari kita kuntit... pemuda pelajar itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi, lagi pula sikapnya sangat aneh sekali, seperti dia tengah mencari-cari sesuatu! Tadi memang dia yang telah mengambil buntalan milik dari orang yang mukanya hitam berewok itu......!"   Eng Song mengiyakan, dan setelah membayar harga makanannya, Thio Sun Kie mengajak Eng Song keluar dari warung arak itu. Mereka masih sempat melihat dari kejauhan pemuda pelajar yang berpakaian serba putih itu. 24Kolektor E-BookThio Sun Kie dan Eng Song segera menguntitnya.   Tetapi beberapa kali Thio Sun Kie memperingatkan Eng Song, agar jangan terlalu dekat menguntit pemuda pelajar itu.   Sebab kalau sampai pemuda itu mengetahui dirinya dikuntit, tentu timbul urusan yang tidak diinginkan.   Saat itu, si pemuda pelajar berpakaian serba putih itu telah menuju kepintu kota sebelah barat, dia telah keluar dari pintu kota.   Thio Sun Kie jadi tambah penasaran, dia telah mengajak Eng Song untuk menguntit terus dari jarak yang cukup jauh.   Pendekar Bunga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Biar bagaimana, sebagai seorang rimba persilatnn yang telah memiliki pengalaman sangat banyak, maka Thio Sun Kie melihatnya ada sesuatu keanehan pada diri pemuda pelajar berbaju putih itu.   Mereka menguntit terus sampai diluar kota.   Tetapi ketika sampai disebuah tikungan dekat lembing gunung, dikaki gunung Po-han-san, tahu-tahu pemuda itu telah lenyap dari pandangan mereka.   "Dia telah mengetahui kita menguntit!"   Kata Thio Sun Kie sambil senyum.   Tetapi biarpun telah menduga pemuda berbaju putih itu telah mengetahui mereka menguntit, tetap saja Thio Sun Kie mengajak Eng Song untuk maju terus.   Ketika sampai disimpangan itu, sesosok bayangan putih telah melompat keluar.   "Mau apa kalian mengikuti aku terus menerus, heh?"   Bentak sosok tubuh itu. Ternyata sosok tubuh putih itu tidak lain dari si pemuda pelajar yang berpakaian serba putih. Thio Sun Kie telah senyum.   "Kongcu (pemuda), kami kebetulaa mengambil jalan yang sama dengan kau......!"   Kata Thio Sun Kie cepat.   "Sama sekali kami tidak bermaksud menguntitmu, karena tidak ada gunanya buat kami! Bukankah diantara kita tidak saling kenal?"   Tetapi wajah pemuda pelajar itu dingin sekali. Matanya juga memancarkan sorot yang sangat tajam bukan main.   "Hemmmm.....!"   Dia mendengus.   "Alasan apa saja boleh kalian katakan seribu kali, tetapi aku telah melihat, sejak tadi kalian berdua memang menguntit diriku! Katakan yang sebenarnya, apa maksudmu! Aku tidak main hajar, karena aku melihat disamping usiamu telah lanjut, juga kawan jalanmu itu seorang bocah cilik! Tetapi jangan coba-coba untuk mempermainkan Pek Ie Siucai (pelajar berbaju putih).... karena aku tidak akan segan-segan untuk mengirim kau ke neraka....!!"   Thio Sun Kie tetap dengan sikapnya yang sangat tenang sekali.   "Mengapa harus berkata-kata keras seperti itu, kongcu?"   Katanya dengan suara yang tawar.   "Sudah Lohu (aku si orang tua) mengatakan, bahwa kami tidak bermaksud menguntitmu! Tetapi kalau memang kau mengatakan kami menguntitmu! Tetapi kalau memang kau mengatakan kami menguntitmu, ya terserah!!"   Muka pelajar itu jadi berobah hebat. Dia jadi gusar bukan main.   "Hemmm, jadi kata-katamu itu sama saja dengan tantangan buatku, bukan tegurnya. 25Kolektor E-BookThio Sun Kie telah mengangkat bahunya.   "Terserah kau saja....!"   "Hmm.... baiklah! Aku mau lihat, cecunguk macam apa sih kau!!"   Kata si pelajar berbaju putih itu dengan suara yang dingin.   Thio Sun Kie telah memerintahkan agar Eng Song menyingkir kepinggir.   Kemudian dia berdiri tenang menghadapi pemuda berbaju putih itu.   Saat itu Siucai itu telah mengeluarkan suara dengusan dingin, kemudian dia menggerakkan tangan kanannya.   "Berrrrrrr......!"   Serangkum angin serangan yang kuat sekali telah menyambar datang.   Dan dia melancarkan serangan dengan mempergunakan ilmu bagian dari tenaga dalamnya.   Tetapi Thio Sun Kie tetap berdiri tenang ditempatnya tanpa bergerak sedikit pun juga.   Tentu saja si pelajar berbaju putih itu telah terkejut bukan main.   Karena dia tadinya menyangka kakek tua dihadapannya ini pasti akan terburu-buru mengelakkan serangannya.   Tetapi siapa sangka, kakek tua yang sudah lanjut usianya itu malah berdiri tenang-tenang ditempatnya tanpa bergerak, dan tidak terlihat gerakan untuk mengelakkan diri sama sekali.   "Heh? Apakah si tua bangka ini mencari mampus?"   Berpikir pelajar itu, Pek Ie Siucai, dengan terkejut dan bercampur heran.   Tetapi biarpun begitu, si pelajar berbaju putih ini tidak berusaha mengurangi tenaga serangannya atau menarik pulang tenaganya.   Dia meneruskan serangannya tanpa mengurangi tenaga menghantamnya.   "Bukkkkkk!!"   Tubuh si kakek tua she Thio itu telah kena dihajar telak sekali.   Tetapi begitu kepalan tangan si pelajar berbaju putih seperti menghajar lempengan baja.   Sedikitpun juga tubuh Thio Sun Kie tidak bergeming akibat pukulan itu.   Malahan, si kakek telah menerima serangan si pelajar dengan bibir tersenyum.   Pek Ie Siucai jadi mengeluarkan suara teriakan kaget dan heran.   Cepat-cepat dia menarik pulang kepalan tangannya dan melompat mundur.   Sepasaug matanya telah dipentang lebar-lebar mengawasi si kakek tua dihadapannya.   "Siapa kau sesungguhnya?"   Bentak pemuda pelajar itu dengan suara yang bengis. Thio Sua Kie telah senyum.   "Apakah setelah menyerang hebat begitu, baru melancarkan pertanyaan? Kalau aku ini seoraag yang lemah, niscaya akan mati dulu, baru menyahuti pertanyaanmu menjelaskan namaku! Bukankah itu yang disebut celaka?!"   Muka si pelajar jadi berobah merah padam waktu mendengar kata-kata Thio Sun Kie yang seperti juga menyindir. Dan dia tidak berani meremehkan kakek tua ini lagi. 26Kolektor E-BookWalaupun kemarahan bergolak di hatinya, namun dia tidak berani memandang enteng pada kakek tua ini.   Tadi waktu kepalan tangannya menghantam telak sekali dada dari kakek tua itu, justeru dia merasakan kepalan tangannya itu sakit luar biasa.   Karena dia menghajar dengan keras, dan yang dihajarnya itu dada si kakek tua Thio Sun Kie keras bagaikan baja saja.   Dengan cara begitu, dia menderita kesakitan yang bukan main.   Namun, sikap angkuhnya tetap saja merajai hatinya, dia tidak mau bertanya lagi, melainkan telah mengempos semangat dan tenaga dalamnya.   Dia telah menyalurkan delapan bagian dari tenaga dalamnya.   Disusul oleh suara bentakannya yang keras sekali, tahu-tahu kepalan tangan dari pelajar berbaju putih ini telah meluncur cepat.   "Wuttttt.....!!"   Seketika itu juga angin serangan yang menerjang kearah si kakek tua Thio Sun Kie menerjang kuat sekali.   Tetapi Thio Sun Kie tetap berdiri tenang-tenang ditempatnya.   Tetapi Pek Ie Siucai sudah tidak mau memperdulikan sikap si kakek tua Thio Sua Kie.   Di dalam hatinya dia yakin, biar bagaimana tangguhnya daya tahan si kakek tua namun dengan di serang mempergunakan delapan bagian dari tenaga dalamnya, dengan sendirinya kakek tua itu pasti akan rubuh.   Kepalan tangannya itu telah meluncur cepat sekali.   "Bukkkk!"   Kembali kepalan tangan Pek Ie Siucai telah menghantam dada Thio Sun Kie.   Eng Song yang melihat peristiwa ini jadi memandang dengan hati yang tegang.   Si bocah melihat betapa Pek Ie Siucai selalu melancarkan serangan dengan kekuatan yang bukan main.   Karena dia saja yang berdiri di pinggir jalan dalam jarak pisah yang cukup jauh, masih bisa merasakan samberan angin serangan itu.   Maka, dia sangat menguatirkan sekali keselamatan si kakek she Thio.   Karena Thio Sun Kie tampaknya adem ayem saja, tenang-tenang dan tidak berusaha menangkis.   Malah serangan yang berikutnya ini tidak ditangkisnya.   Hanya diterima oleh dadanya lagi! "Bukkkkkkk!!"   Lebih keras suara itu. Tetapi begitu kepalan tangan si pemuda pelajar menghantam dada Thio Sun Kie, dia jadi terperanjat sampai mengeluarkan seruan kaget pula. Karena yang dihajarnya tidak keras seperti yang semula, tidak seperti baja. 27Kolektor E-BookMalahan sebaliknya, lunak bagaikan kapas! Tentu saja tenaga serangannya yang kuat bukan main itu seperti amblas tidak ada artinya sama sekali.   Pelajar ini jadi mengeluh.   Sebagai seorang yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi, dengan sendirinya, dia menyadarinya bahwa lawannya ternyata seorang yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi.   Maka dari itu, dia tidak berani memandang remeh lagi Thio Sun Kie.   Cepat-cepat dia menarik pulang kepalan tangannya itu.   Namun hatinya jadi terkesiap.   Karena kepalan tangannya itu seperti juga menempel pada dada Thio Sun Kie.   Dia telah berusaha menariknya, tetapi tetap tidak bisa, malah dia merasakan seperti ada semacam hawa panas yang mengaliri tangannya.   Kembali Pek Ie Siucai jadi terkejut.   Dia mengeluh dalam hatinya.   Didalam saat-saat seperti ini, biar bagaimana Pek Ie Siucai adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, maka dia tidak mau manda diam saja.   Dengan penuh kemurkaan, dia telah menyalurkan tenaga dalamnya pada tangan kirinya.   Dan dia menghantam lagi.   "Bukkkkk!"   Dan terulang pula, kepalan tangan kirinya tetap melekat pada dada si kakek tua Thio Sun Kie.   Waktu dia mau menariknya pula, tetap tidak bisa.   Dengan sendirinya, kedua tangannya itu jadi tetap melekat di dada Thio Sun Kie, bagaikan juga kedua tangannya itu telah kena terborgol dan membuat dia tidak berdaya.   Tentu saja pelajar berpakaian putih itu jadi murka bukan main.   Saking murkanya, tububnya sampai gemetaran dan merasakan dadanya seakan-akan mau meledak......! ooo O ooo 2 ENG SONG yang pengetahuannya untuk ilmu silat masih cetek, jadi heran melihat peristiwa seperti ini.   Eng Song tidak habis mengerti, mengapa si pelajar berpakaian serba putih itu tidak mau menarik pulang kepalan-kepalan tangannya itu, dibiarkan menempel pada dada Thio Sun Kie.   28Kolektor E-Book"Apakah mereka tengah mengadu kekuatan tenaga lwekang?"   Berpikir Eng Song di dalam hati. Saat itu, Eng Song juga telah melihatnya, betapa tubuh Pek Ie Siucai telah gemetaran. Thio Sun Kie telah mendengus dengan suara tertawa dinginnya.   "Hemmm... keluarkan seluruh tenagamu!"   Katanya dengan suara yang tawar.   Muka Pek Ie Siucai sebentar-sebentar berobah.   Merah, pucat lalu merah padam lagi.   Dan dia telah berusaha memusatkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya.   Dia menyalurkan pada kepalan tangannya itu, namun tetap saja tenaga dalamnya itu seperti amblas kedasar lautan tanpa batas.   Tentu saja hal ini membuat dia tercekat hatinya, dia sampai mengucurkan keringat dingin.   Lebih-lebih dia merasakan, tenaga dalam dan murninya itu tanpa dikerahkan, juga telah menerobos keluar dari kedua kepalan tangannya.   Bagaikan tersedot saja kedalam dada Thio Sun Kie.   Bukan main terperanjatnya pemuda pelajar berbaju putih.   Dia mengeluh didalam hatinya.   Dan juga menyesali kecerobohannya mengapa dia sampai berlaku begitu serampangan tidak berhati-hati sama sekali terhadap kakek tua ini.   Tadinya dia menyangka bahwa kakek tua ini hanyalah seorang kakek yang keras hati dan merupakan orang tua yang biasa saja.   Maka tadi dia telah memperlihatkan kegarangannya.   Numun kenyataannya, dia telah terjebak begitu rupa, malah kelihatannya kakek tua she Thio ini memiliki kepandaian yang bukan main.   Hatinya jadi mencelos waktu dia merasakan dada dari kakek tua Thio Sun Kie bergerak- gerak turun naik, seperti juga gelombang laut.   Dan dia merasakan kepalan tangannya itu sebentar panas dan sebentar lagi dingin.   Hal ini, tentu saja mengagetkannya.   Karena sebagai seorang yang memiliki kepandaian yang tinggi, Pek Ie Siucai menyadarinya apa artinya semua itu.   Dia sampai mengeluarkan seruan tertahan dan mati-matian dia menarik kedua tangannya.   Tetap saja kedua kepalan tangannya itu telah melekat di dada si kakek tua Thio Sun Kie.   Pek Ie Siucai menyadarinya bahwa gerakan yang turun naik dari dada Thio Sun Kie merupakan bahaya yang sangat besar baginya.   Kalau sampai gelombang dada dari Thio Sun Kie semakin cepat turun naiknya, berarti si pelajar ini lebih mendekati keajal.   Namun, rupanya Thio Sun Kie tidak bermaksud jahat padanya.   Dia tidak mau kalau sampai pelajar itu kena dicelakai olehnya.   Kalau sampai dadanya itu bergelombang terus, dan semakin lama semakin cepat, tentunya tenaga murni dari pelajar berbaju putih itu tidak akan terbendung dan akan terbinasa dengan kehabisan tenaga murninya.   29Kolektor E-Book   Pendekar Bunga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Maka, tanpa membuang waktu lagi, Thio Sun Kie telah mengeluarkan suara dengusan. Tahu-tahu dia telah membentaknya.   "Pergilah kau....!"   Dan pelajar berbaju putih itu merasakan betapa kedua kepalan tangannya itu telah terlepas dari lekatan dada si kakek she Thio itu.   Seketika itu juga tubuhnya jadi terpental kejengkang kebelakang.   Tetapi disebabkan Pek Ie Siucai memang memiliki kepandaian yang tinggi dan ginkang yang sempurna, dengan sendirinya dia tidak sampai terpental.   Melainkan tubuhnya terhuyung-huyung saja, dan ketika dia mengerahkan tenaga dalamnya pada kedua kakinya, maka dia sudah bisa berdiri lagi.   Tetapi saat itu wajah si pelajar berbaju putih itu telah berobah pucat.   Dia merapatkan sepasang tangannya, menjurah pada Thio Sun Kie.   "Maafkan aku yang muda, yang memiliki mata tapi tak bisa melihat megahnya gunung Thian-san...!"   Kata si pelajar itu.   "Kalau hakseng (murid) boleh tahu, siapakah Locianpwe sebenarnya? Dan apa gelaran locianpwe yang harum?"   Thio Sun Kie telah tertawa tawar.   "Aku orang she Thio paling tidak senang terlalu banyak peradatan. Aku sudah gembira kalau peristiwa tadi bisa kau jadikan sebagai pelajaran buatmu, dilain saat janganlah berlaku berangasan! Bukankah kalau bertemu dengan iblis yang berhati kejam, sekarang ini kau sudah menggeletak ditanah tanpa bernyawa lagi?!"   Mendengar teguran dari Thio Sun Kie, pemuda pelajar itu telah menghela napas.   "Ya! Ya! Memang hakseng terlalu ceroboh!"   Kata pelajar berbaju putih itu mengakui kesalahannya. Melihat pelajar itu mau mengakui kesalahannya, perasaan mendongkol dari Thio Sun Kie lenyap banyak.   "Baiklah! Kau pergilah!"   Katanya kemudian dengan suara yang berobah jadi sabar.   "Tetapi... bolehkah aku mengetahui nama Locianpwe yang harum?"   Tanya pelajar itu dengan sikap yang menghormat sekali. Hal ini disebabkan dia telah mengetahui bahwa orang tua yang tengah dihadapinya ini memang memiliki kepandaian yang sangat tinggi.   "Aku she Thio dan bernama Sun Kie.....!"   Menjelaskan kakek tua she Thio itu.   "Hah?"   Muka pelajar itu jadi tambah pucat.   "Kenapa?"   Tanya Thio Sun Kie tidak acuh. Sedangkan pelajar itu telah cepat-cepat membungkukkan tubuhnya memberi hormat lagi.   "Maaf! Maaf! Sungguh aku berani mati membentur gunung Thian-san!!"   Katanya berulang kali. Dan kemudian tanpa berkata apa-apa lagi, dia telah membalikkan tubuh dengan wajah yang sangat pucat dan berlalu cepat sekali meninggalkan tempat itu. Eng Song yang melihat sikap Pek Ie Siucai jadi heran sekali. 30Kolektor E-Book"Mengapa dia telah berkata begitu dan terburu-buru berlalu dari tempat paman Thio?"   Tanya Eng Song terheran-heran. Thio Sun Kie telah tersenyum, sikapnya telah kembali menjadi sabar. Entah mengapa, dia menyukai Eng Song dan sangat menyayanginya. Malah sambil mengusap-usap kepala si bocah dia telah berkata .   "Pek Ie Siucai sebetulnya bukan sebangsa manusia baik-baik, dia seorang pemetik bunga yang sering mengganggu anak isteri orang. Tentu saja dia ketakutan begitu, karena sebagai seorang Jai hwa-cat, dia ngeri bertemu denganku, karena aku memang terkenal sebagai seorang yang paling membenci kejahatan seperti membenci musuh buyutan...!"   "Pantas.......!"   Eng Song telah mengangguk-anggukan kepalanya. Bocah ini baru mengerti, mengapa Pek Ie Siucai telah pergi terburu-buru begitu.   "Mari kita juga berlalu!!"   Kata Thio Sun Kie mengajak Eng Song untuk berlalu dari tempat itu.   Eng Song dan kakek tua she Thio itupun segera meninggalkan tempat itu.   Mereka telah melanjutkan perjalanan mereka.   Thio Sun Kie memang merupakan seorang tokoh rimba persilatan yang sangat terkenal sekali! Sesungguhnya, sudah sepuluh tahun yang lalu Thio Sun Kie hidup mengasingkan diri dipegunungan Thian San dan sudah tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan.   Selama sepuluh tahun ini, Thio Sun Kie telah hidup tenang.   Karena pendekar tua she Thio ini memang bermaksud melewati hari tuanya dengan tenang tanpa gangguan sesuatu apapun juga.   Namun dengan tidak terduga, pada suatu hari, telah datang padanya sepucuk surat dari seorang sahabatnya, yaitu Bin An Sienie, seorang niekouw dari Gobie Pay.   Niekouw itu adalah sahabat baiknya, dan dia memang selalu berhubungan dengan Bin An Sienie.   Surat yang dikirim melalui seekor burung dara itu ternyata menjelaskan bahwa Bin An Sienie sedang dalam kesulitan dan ingin meminta bantuan dari Thio Sun Kie.   Maka Niekouw yang menjadi ciangbunjin (ketua) dari Gobie-pay itu telah mengundang Thio Sun Kie untuk berkunjung ke Gobie-pay .   "Di dalam bulan Sie-gwe capgo (tanggal limabelas dibulan empat), bencana yang mengancam Gobie-pay akan segera meledak, maka kalau memang sahabatku tidak keberatan, dapat kau berkunjung untuk main- main ke Gobie-pay...!"   Begitu bunyi akhir dari surat Bin An Sienie.   Dengan sendirinya, mau tidak mau akhirnya Thio Sun Kie harus turun gunung lagi.   Karena yang meminta bantuan dan pertolongannya itu adalah sahabatnya seperti Bin An Sienie, mau tidak mau dia malu hati untuk menolaknya.   Terlebih iagi memang Bin An Sienie mengatakan bahwa Gobie-pay tengah mengalami ancaman bencana yang sangat hebat sekali, mau tidak mau memang Thio Sua Kie harus tahu juga dan kalau perlu turun tangan membantuinya.   31Kolektor E-BookSetahu Thio Sun Kie, Bin An Sienie sendiri memang memiliki kepandaian yang tinggi bukan main.   Mungkin tidak berada dibawah kepandaian yang dimiliki oleh Thio Sun Kie.   Namun disebabkan bencana yang akan timbul di Gobie Pay itu terlalu hebat, dengan sendirinya, mau tidak mau Thio Sun Kie sangat dibutuhkan sekali.   Itulah mengapa akhirnya Thio Sun Kie telah turun gunung dari tempat pengasingan dirinya.   Namun dengan tidak terduga-duga, ditengah perjalanan, dia telah bertemu dengan Eng Song.   Dia menyukai bocah itu, apa lagi memang dia mendengar riwayat si bocah, timbul perasaan kasihannya.   Dan juga dia segera mengetahui bahwa orang tua dari Ma Eng Song ini adalah pendekar It Kun Kiehiap yang pernah memberikan pertolongannya ketika dia sedang terluka parah...   budi itu tidak bisa dilupakan olehnya.   Maka Eng Song telah diambilnya sebagai kawan ciliknya.   Disamping itu dia juga telah menurunkan seluruh ilmu yang dimilikinya pada bocah ini.   Tetapi berhubung telah ada sumpah pada dirinya, bahwa Thio Sun Kie tidak akan mengambil murid, dengan sendirinya dia tidak bisa mengadakan hubungan antara guru dan murid pada Eng Song.   Dan mereka hanya merupakan dua orang yang bersahabat.   Persahabatan mereka cukup aneh, karena yang seorang sangat tua usianya, dan yang seorang bocah cilik yang baru berusia tujuh tahun lebih...! Maka mereka lebih cocok seperti seorang kakek dan seorang cucunya.....   Dari tempat dimana mereka sekarang berada untuk mencapai Gobie-san merupakan perjalanan yang cukup jauh, mungkin juga memakan waktu perjalanan selama satu bulan.   Saat sekarang baru cap-jie sah-gwe (bulan tiga tanggal dua belas), jadi cukuplah waktu buat mereka melakukan perjalanan kesana.   Sedangkan Eng Song sendiri tidak mengetahui kemana dia akan diajak.   Karena Thio Sun Kie tidak mengatakan kemana mereka tuju.   Perjalanan selanjutnya mereka tidak menemui rintangan apa-apa.   Karena lima hari menjelang Cap-go pada bulan Sie-gwe itu, mereka telah tiba di kaki gunung Gobie-san.   Gunung Gobie-san merupakan gunung yang tidak begitu tinggi.   Namun digunung ini terdapat banyak sekali tebing dan jurang yang sangat dalam dan berbahaya.   Hari sudah mendekati malam waktu mereka sampai dikaki gunung itu.   "Kita besok pagi saja bertamu pada Ciangbunjin Gobie-pay...!"   Kata Thio Sun Kie. Malam ini biarlah kita bermalam dihutan atau dirumah penduduk."   Sambil berkata begitu, Thio Sun Kie telah mengawasi keadaan sekelilingnya.   Selama sepuluh tahun lebih dia tidak menginjak tempat ini, tetapi pemandangan yang ada dipegunungan Gobie-san itu, memang tetap indah.   Tidak ada perobahan apapun yang terjadi.   Masih tetap yang dulu juga.   Eng Song sendiri melihat betapa pemandangan yang terdapat dipegunungan Gobie-san ini memang sangat indah sekali.   Pohon-pohon Yangliu tampak tumbuh subur memenuhi sepanjang gunung yang berliku itu.   Dan juga, dibawahnya tampak banyak sekali pohon-pohon bunga bermacam warna.   32Kolektor E-BookAir sungai yang mengalir jernih itu hening sekali, dasar sungai terlihat jelas, dan batu-batu kerikil didalam sungai juga tampak.   "Betapa indahnya tempat ini, paman Thio!"   Kata Eng Song. Thio Sun Kie tersenyum ramah.   "Ya.... tetapi dipuncak ini terdapat masih banyak tempat-tempat yang jauh lebih indah dari sekitar daerah ini!!"   Katanya.   Maka dari itu, Eng Song serasa ingin cepat-cepat untuk sampai dipuncak gunung itu.   Dia ingin melihat pemandangan yang jauh lebih indah dari apa yang telah dilihatnya ini.   Disaat itulah, tiba-tiba wajah Thio Sun Kie telah berubah dan telah mengulurkan tangannya.   Dia menyambar lengan Eng Song.   Ditariknya si bocah untuk bersembunyi dibalik pohon-pohon bunga yang rimbun.   "Ada orang...!"   Bisik Thio Sun Kie.   Eng Song telah mementang matanya lebar-lebar.   Dia tidak melihat seorang manusiapun juga.   Malah seekor binatang saja juga tidak terlihat.   Tetapi karena memang percaya bahwa paman Thionya ini memiliki kepandaian yang tinggi dan pendengaran yang sangat tajam, maka dia berdiam diri saja.   Menanti.   Dan benar saja....   dari tempat yang gelap telah melesat sesosok bayangan.   Gerakan bayangan itu sangat cepat sekali.   Dan diantara berkelebatnya bayangan itu, terdengar angin mendesir perlahan.   Seperti juga bayangan orang itu hantu belaka.   Eng Song sampai mementang sepasang matanya.   Tetapi disebabkan hari memang hampir malam dan keadaan disekitar tempat itu gelap sekali, Eng Song tidak berhasil melihat jelas.   Dia hanya melihat sosok bayangan itu telah melompat-lompat2 dari batu yang satu ke batu gunung yang lainnya.   Gerakannya begitu ringan, sehingga di dalam sekejap mata saja, dia telah lenyap dari pandangan mata Eng Song dan Thii Sun Kie.   Tetapi Thio Sun Kie jadi menaruh kecurigaan terhadap bayangan itu.   Dia telah menyambar pinggaag Eng Song.   Dengan rnengempit si bocah dipinggangnya, Thio Sun Kie telah melesat cepat sekali menuju ketempat mana sosok bayangan tadi menghilang.   Dan gerakan yang dilakukaa oleh Thio Sun Kie sangat cepat sekali.   Dia bergerak bagaikan terbang belaka Eng Song yang berada dalam kempitan hanya merasakan betapa angin berseliwiran dipinggir telinganya dan wajahnya.   33Kolektor E-BookKarena keadaan sangat gelap, dengan sendirinya pula Eng Song tidak bisa melihat tempat apa yang mereka lalui.   Disaat itu, bagaikan terbang Thio Sun Kie telah mencelat dari batu gunung yang satu kebatu gunung yang lainnya.   Gerakannya begitu cepat dan gesit sekali, didalam waktu sekejap mata saja, orang she Thio itu telah berlari sampai belasan lie.   Dan akhirnya dia herhasil mengejar sosok bayangan yang tadi.   Dia melihatnya bahwa sosok bayangan itu terus berlari menuju kepuncak gunung Gobie- san.   Dia mengejarnya terus.   Cuma saja, biar bagaimana Thio Sua Kie telah berlaku hati-hati sekali.   Dia tidak mau kalau sampai orang didepannya mengetahui dirinya dikuntit.   Tidak lama kemudian, Thio Sun Kie melihat didepannya terhampar mulut hutan yang cukup lebat.   Sosok bayangan hitam itu telah mencelat masuk kedalam hutan.   Dan telah lenyap....   Thio Sun Kie cepat-cepat telah mengejarnya karena dia tidak mau kehilangan jejak dari buruannya.   Pendekar Bunga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tetapi didalam hutan itu penuh oleh ranting-ranting dan daun kering.   Kalau sampai, terpijak tentunya akan menimbulkan suara yang mencurigai orang buruannya.   Maka dengan cepat Thio Sun Kie telah menjejakan kakinya, tubuhnya mecelat keatas sebatang cabang pohon.   Kemudian dari cabang pohon itu dia telah mencelat lagi, tubuhnya telah mencelat lagi, tubuhnya telah melompat pula kecabang pohon yang lainnya, gerakannya sangat gesit dan ringan.   Dengan sendirinya, dia bisa mengejar terus sosok bayangan hitam yang telah berlari-lari terus menerobos hutan itu.   Sambil menguntit begitu, Thio Sun Kie juga telah memperhatikan keadaan orang buruannya.   Dia melihatnya bahwa orang itu memakai baju singset warna hitam.   Dan gerakannya juga biarpun tidak terlalu hebat, cukup gesit.   Lagi pula dipungggung orang itu tergemblok sebatang pedang panjang.   Sosok bayangan itu terus juga berlari-lari dengan cepat sekali.   Sedikitpun juga dia tidak menyadari bahwa dirinya tengah dikuntit.   Dan akhirnya dia telah menerobos sampai ditengah-tengah hutan itu.   Ternyata ditengah hutan ini terdapat sebuah lapangan rumput yang cukup luas.   Thio Sun Kie berhenti melompat dicabang pohon terakhir dekat lapangan rumput itu.   Berkat daun-daun pohon yang lebat, dia bisa bersembunyi tanpa ada orang yang mengetahui.   34Kolektor E-BookTernyata dilapangan rumput itu telah berkumpul banyak sekali orang.   Tetapi karena tidak dinyalakan penerangan, maka keadaan sangat gelap sekali.   Thio Sun Kie jadi tidak bisa melihat satu persatu dari wajah orang-orang itu.   Dia hanya memperhatikan, betapa kedatangan sosok bayangan yang dikuntitnya tadi, telah disambut oleh seseorang.   Tampak mereka kasak-kusuk dengan sepasang tangan digerak-gerakkan, dan terkadang- kadang ditunjuk-tunjuknya keatas, maka Thio Sun Kie menduga mereka tengah membicarakan sesuatu yang penting.   Walaupun juntlah yang berkumpul dilapangan rumput ini cukup banyak, meliputi tiga puluh orang lebih, namun tidak ada suara yang terdengar.   Karena diantara mereka tidak ada yang membuka suara.   Dengan keadaan seperti itu, sekitar lapangan rumput ini jadi sunyi sekali.   Dan orang yang tadi dikuntit oleh Thio Sun Kie telah diajak ketengah lapangan rumput itu.   Dia telah berbicara dengan beberapa orang lainnya.   Lalu dari orang-orang yang ramai itu, telah muncul seseorang.   Thio Sun Kie telah meletakkan Eng Song disebelahnya, agar si bocah juga menginjak cabang itu.   "Jangan menerbitkan suara!"   Bisik Thio Sun Kie.   "Sedikit saja kau menimbulkan suara, bisa menarik perhatian orang-orang itu......!!"   Dan sambil berkata begitu, Thio Sun Kie juga telah memperhatikan keadaan mata angin.   Karena biarpun angin berhembus tanpa keruan itu, tentunya kalau sampai mata angin justeru mengarah pada rombongan orang dilapangan rumput itu, berarti suara yang bagaimana kecilpun dapat didengar oleh mereka.   Tetapi keadaan mata angin ternyata berhembus kearah si kakek tua she Thio dan Eng Song.   Dengan sendirinya Thio Sun Kie agak tenang hatinya, sebab kalau sampai Eng Song mengeluarkan juga suara yang kecil, tentunya tidak ada artinya apa-apa.   Saat itu, orang yang telah keluar dari rombongan orang banyak itu telah angkat suara .   "Sahabat-sahabat sekalian....!"   Katanya dengan suara yang cukup nyaring.   "Terima kasih atas kesediaan kalian untuk datang berkumpul disini!"   Dan setelah berkata begitu, orang ini telah merangkapkan sepasang tangannya.   Dia telah memberi hormat pada empat penjuru, pada orang-orang yang berkumpul di situ.   Thio Sun Kie telah melihatnya, orang itu berusia diantara empat puluh tahun, wajahnya lancip dengan sepasang kumis tipis dan panjang, bagaikan kumis tikus.   "Seperti sahabat-sahabat ketahui, Siauw-te (aku yang muda) Ong Peng Hin, mempunyai ganjalan yang sangat mendalam dengan ciangbunjin dari Gobie-pay ini... yaitu Bin An Sienie. Pendeta wanita itu telah membinasakan, ayah, kakak dan ibuku. Tiga nyawa telah melayang ditangannya! Maka dari itu, sakit hati ini tidak bisa dilenyapkan begitu saja! Mau tidak mau aku harus membalas dan menuntut balas atas kematian dari orang-orang yang kucintai itu.........!"   Dan orang ini telah berhenti sejenak bicara, dia menyapu sekitar tempat itu dengan sorot mata yang tajam. Rupanya dia ingin mengetahui reaksi dari orang-orang itu. 35Kolektor E-BookSepi sekali. Semuanya mendengarkan dengan baik-baik. Dan orang itu, yang tadi menyebut namanya Ong Peng Hin, telah berkata lagi dengan suara yang cukup nyaring .   "Maka dari itu, Siauw-te telah memberanikan diri untuk mengundang sahabat-sahabat, sebab hanyalah pada sahabat belaka aku bisa meminta perlindungan! Kepandaian Ciangbunjin Gobie Pay itu memang harus kita akui, sangat tinggi, maka Siauw-te tidak mungkin dapat menandinginya! Itulah sebabnya, mau tidak mau memang Sianw-te harus meminta pertolongan dan batuan sahabat-sahabat dengan menyebar surat undangan! Ternyata sahabat-sahabat telah mau memberi muka padaku dan telah memenuhi undangan itu dan semuanya telah berkumpul disini! Inilah suatu rejeki yang maha besar! Aku telah merencanakan, dimalaman Cap-go Sie- gwe ini untuk menyerbu kuil Gobie Pay itu, guna mengambil nyawa Bin An Sienie. Karena sepuluh tahun yang lalu, diharian itu pula ayah, ibu dan kakak kandungku telah dibinasakan olehnya.....!"   Dan waktu berkata sampai disitu, orang yang mengatakan dirinya bernama Ong Peng Hin, telah mengucurkan air mata. Dia menangis. Dengan sendirinya, hal ini malah telah menarik rasa simpati dari kawan-kawannya.   "Hemmm, memang niekouw tua itu terkadang keterlaluan sekali...... dia sering mendesak orang untuk binasa! Aku bersumpah akan membantumu sekuat tenaga!"   Berseru seorang tua yang berjanggut panjang dengan suara yang bersemangat sekali.   "Ohhh, tentunya Locianpwe yang bergelar Sin Wan Kiehiap (pendekar Kera Sakti), bukan?"   Tanya Ong Peng Hin sambil menjurah.   "Dan tentunya Locianpwe dari Kun Lun Pay?"   Orang itu telah mengangguk.   "Terima kasih atas kesediaan dan uluran tangan Locianpwe."   Kata Ong Peng Hin.   Dan ketika ada beberapa orang lainnya yang dengan bersemangat berjanji akan membantunya juga, maka Ong Peng Hin juga telah mengucapkan terima kasihnya.   Di saat itulah, Thio Sun Kie jadi terkejut sekali.   Karena dia telah melihatnya, bahwa orang-orang yang berkumpul dilapangan rumput ini ternyata bukan sebangsa kurcaci.   Melainkan jago-jago rimba persilatan yang memiliki nama besar dengan kepandaian yang tinggi.   Dengan sendirinya, kalau dilihat demikian, orang yang menamakan dirinya Ong Peng Hin itu, sengaja ingin membeli jago-jago itu, untuk diadu dengan pihak Gobie-pay, dengan memberikan perlakuan yang manis.   Dengan gusar Thio Sun Kie mengawasi terus.   Sedangkan Eng Song yang tidak mengerti urusannya, telah berdiam diri saja.   Saat itu, Ong Peng Hin telah melanjutkan perkataannya .   "Aku yakin berkat bantuan-bantuan dari Locianpwe-locianpwe dan sahabat-sahabat lainnya, tentu aku akan bisa menuntut balas! Namun disamping itu, Siauw-te telah memperoleh kabar mengenai sesuatu benda pusaka yang berada ditangan Bin An Siannie!!"   "Benda pusaka?"   Tanya salah seorang dengan suara mengandung keheranan yang sangat.   "Ya!"   Mengangguk Ong Peng Hin.   "Sebuah benda pusaka, yang tentunya di kenal juga oleh para sahabat...! Benda pusaka itu adalah sebuah benda pusaka dirimba persilatan dan setiap 36Kolektor E-Bookorang pasti akan berusaha untuk memilikinya..... karena itu, siapa yang dapat memiliki benda pasaka itu, niscaya akan memperjago dirinya beberapa kali lipat!!"   "Kalau memang boleh tahu, aku si tua bangka ingin mengetahui benda apakah itu, Ong hengtai (saudara Ong)....?!"   Tanya seseorang.   "Benda pusaka itu adalah Pedang Bunga."   Menyahuti Ong Peng Hin.   "Hah?!"   Seketika itu juga terdengar seruan-seruan kaget dari orang-orang yang berkumpul dilapangan rumput itu.   Tampaknya mereka semuanya terkejut bukan main.   Dan seketika itu juga terdengar diantara mereka telah kasak-kusuk membicara dan perihal benda pusaka yang bernama Pedang Bunga itu.   Thio Sun Kie sendiri jadi terkejut sekali.   Dia berpikir keras.   Memang Ong Peng Hin bicara tidak jelas bahwa Pedang Bunga adalah pedang pusaka.   Sebab pedang itu sebetulnya pernah menjadi milik dari kaisar kerajaan Tong, yaitu Lie Sie Bin, yang kemudian telah dihadiahkan kepada Sie Jin Kwie.   Tetapi entah mengapa, didalam pertempuran di Korea, pedang itu telah hilang, lenyap tidak keruan paran.   Dan akhirnya, pedang itu telah muncul kembali didaratan Tionggoan.   Dan terjatuh ditangan Ciangbunjin Siauw Lim Sie.   Namun hanya berlangsung beberapa tahun saja, karena seketika itu juga timbul pergolakan yang hebat bukan main dan orang-orang rimba persilatan telah berusaha sekuat tenaganya untuk dapat memiliki benda pusaka itu.   Maka dengan berbagai jalan mereka telah berusaha mencuri beuda pusaka tersebut.   Entah mengapa, akhirnya Pedang Bunga itu lenyap dari tempat penyimpanan barang- barang pusaka di kuil Siauw Lim Sie.   Padahal kuil Siauw Lim Sie merupakan tempat yang sukar sekali untuk dimasuki orang asing.   Sebab didalam kuil ini memang terdapat banyak sekali hweshio-hweshio yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi bukan main.   Namun, entah bagaimana caranya, ada seorang pencuri yang berhasil mengambil Pedang Bunga itu.   Dan akhirnya, didalam rimba persilatan tersebar kabar Pedang Bunga itu telah berada ditangan Siu Sang Thay.   seorang jago dari Thay-kek-kun, dan dia telah menjagoi rimba persilatan, malang melintang tanpa tanding, karena mengandalkan kehebatan pedang pusaka Pedang Bunga itu.   Tetapi, suatu hari, Siu Sang Thay telah diketemukan orang dalam keadaan mati dengan tubuh yang harcur akibat tusukan dan bacokan senjata tajam.   Juga yang mengejutkan sekali, Pedang Bunga itu telah lenyap dari tangannya.   Maka didunia rimba persilatan, kembali bergolak hebat pula.   37Kolektor E-BookDengan cepat berita Pedang Bunga itu telah tersebar luas bukan main.   Dan jago-jago rimba persilatan, dari yang muda sampai yang tua dan juga dari yang pendeta sampai yang telah mengasingkan diri, semuanya berlomba untuk dapat merebut dan memiliki Pedang Bunga itu.   Kenyataan seperti ini telah menimbulkan pergolakan berdarah didalam rimba persilatan.   Dan akhirnya, pedang itu lenyap tidak ada kabar beritanya lagi.   Dengan sendirinya pergolakan yang terjadi didalam rimba persilatan jadi merendah.   Dan orang mulai melupakan perlahan-lahan perihal Pedang Bunga itu.   Sampai saat ini, entah mengapa, mendadak Ong Peng Hin telah menimbulkan persoalan Pedang Bunga itu lagi.   Thio Sun Kie sendiri percaya setengah tidak karena dia mau menduga apakah Ong Peng Hin menyebut-nyebut pedang itu hanyalah untuk daya tarik dan perangsang buat jago-jago yang masing-masing memiliki kepandaian tinggi itu untuk menyerbu Gobie Pay.   Cuma saja, setidak-tidaknya Thio Sun Kie jadi terkejut dan berkuatir sekali.   Untung saja dia mendengar pembicaraan diantara orang-orang itu.   Dengan sendirinya, nanti dia bisa memberitahukan kepada Bin An Sienie, agar niekouw itu nanti bersiap-siap untuk mengadakan perlawanan atas penyerbuan dari orang-orang pandai yang sedang berkumpul itu.   Sedangkan Eng Song sendiri tidak mengetahui apa kegunaan dari Pedang Bunga itu, sehingga membuat orang yang berkumpul ditanah lapangan rumput itu jadi terkejut semuanya, seperti mendengar suatu berita yang sangat hebat sekali.   Tetapi biarpun hatinya sangat heran, Eng Song tidak berani bertanya dulu pada paman Thionya itu.   Karena diapun melihat betapa muka Thio Sun Kie memperlihatkan ketegangan yang sangat.   Dan juga Eng Song memang teringat pada pesan dari paman Thionya itu, agar dia tidak bersuara dulu.   Maka dari itu, biarpun dia merasa sangat heran sekali, dia berdiam diri saja.   Dan hanya mengawasi kearah orang-orang yang tengah berkumpul dilapangan rumput itu dengan hati yang bertanya-tanya.   * * * THIO SUN KIE dengan cepat mengambil keputusan untuk memberitahukan kepada Bin An Sienie agar bersiap-siap.   Karena orang-orang yang masing-masing memiliki kepandaian tinggi dan tidak lemah itu, telah berkumpul untuk melakukan penyerbuan.   Bin An Sienie bisa mengetahui bahwa bencana yang akan menimpah Gobie-pay itu rupanya memang disebabkan Ong Peng Hin telah mengirimkan surat ancaman buatnya.   Kalau Thio Sun Kie melihat persoalan ini, segera dia mengerti.   Persoalan yang akan muncul bukanlah suatu persoalan yang enteng buat Gobie Pay.   38Kolektor E-BookKarena persoalan ini akan berbuntut panjang, apa lagi memang Ong Peng Hin telah sengaja menyebar racun dengan mengatakan Pedang Bunga berada ditangan dari Ciangbunjin Gobie Pay itu.   Dengan sendirinya, tanpa Ong Peng Hin juga memang banyak sekali jago-jago yang akan meluruk ke Gobie-pay untuk berusaha merebut dan memiliki Pedang Bunga itu.   Inilah yang sangat berbahaya sekali, sebab daya tarik buat orang-orang rimba persilatan, maka Hoa-kiam (Pedang Bunga) itu mempunyai rangsangan yang bukan main hebatnya.   Mau tidak mau memang Thio Sun Kie harus juga dapat bertindak cepat.   Apa lagi memang Thio Sun Kie juga telah mengetahuinya, bahwa urusan selanjutnya hanyalah merupakan basa-basi dari orang-orang itu bersama Ong Peng Hin.   Pendekar Bunga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Dia telah memberi isyarat kepada Eng Song.   Kemudian dengan cepat dia telah mengempit pinggang si bocah.   Eng Song mengerti maksud dari paman Thionya itu, maka dia meringankan tubuhnya, agar paman Thionya itu tidak ada kesulitan mengempitnya.   Dengan ringan, tanpa bersuara sedikitpun juga, Thio Sun Kie telah menjejakan kakinya.   Tubuhnya telah berkelebat dengan gerakan yang sangat cepat sekali.   Lalu dia berlari-lari untuk mendaki kepuncak Gobie San, guna mendatangi kuil Gobie Pay.   Letak kuil itu sebelah barat dari pegunungan itu, dan didalam waktu yang sangat singkat sekali dia telah melihat kuil tersebut.   Maka Thio Sun Kie telah mempercepat larinya.   Dia telah menghampiri pintu kuil yang tertutup.   Tetapi baru saja dia mau mengetuk pintu kuil itu, tiba-tiba dari tempat gelap telah melesat keluar sesosok bayangan disusul oleh berkelebatnya secercah sinar yang sangat terang menyilaukan mata.   Terlebih lagi di malam gelap seperti itu sinar tersebut memantulkan cahayanya yang kemilau.   Thio Sun Kie jadi terkejut.   Dia tengah mengempit Eng Song, sehingga tidak mudah baginya untuk bergerak sekehendak hatinya.   Bisa-bisa Eng Song yang kena dicelakai oleh sosok tubuh yang telah melancarkan serangan dengan tikaman sebatang pedang yang berkilauan itu.   Cepat-cepat Thio Sun Kie melompat kesamping kirinya.   Dan kemudian dengan cepat dia juga telah menyentil pedang yang tetap menyambar datang padanya itu.   "Tringgggggg......!"   Pedang itu mencong kearah lain.   Terdengar suara jeritan kaget dari pemilik pedang itu, kemudian dia berhenti menyerang.   Thio Sun Kie juga dapat melihatnya bahwa yang telah menyerang dirinya adalah seorang niekouw yang berusia diantara tiga puluh tahun.   39Kolektor E-BookWajah niekouw itu tampak pucat sekali, karena dia merasakan betapa ketika pedangnya disentil, serangkum tenaga yang kuat telah menerobos kepedangnya, menggetarkan telapak tangannya.   Hampir saja pedangnya itu terlepas dari cekalannya, untung dia masih bisa mencekalnya dengan keras.   Dengan muka yang sabar, Thio Sua Kie telah tersenyum, katanya .   "Apakah Bin An Sienie berada ditempat?"   Mendengar ditanya perihal Bin An Sienie, gurunya, tentu saja niekouw itu tampaknya tambah terkejut.   Dengan mengeluarkan suara yang menggandung kegeraman, dia tahu-tahu telah menubruk lagi.   Pedangnya telah ditikamkan untuk melancarkan serangan kepada Thio Sun Kie.   Tentu saja Thio Sun Kie menyadarinya bahwa si niekouw ini telah salah paham.   Dia telah mengelakkannya.   Sedikitpun juga Thio Sun Kie tidak menangkis.   "Siannie... kau telah salah paham! Dengar dulu keterangan Lohu!!"   Kata Thio Sun Kie dengan suara yang nyaring sekali.   Tetapi niekouw itu seperti kalap.   Dia telah melancarkan serangan dengan tusukan yang bertubi-tubi.   Dengan sendirinya pedangnya itu telah berkelebat-kelebat cepat sekali.   Mau tak mau Thio Sun Kie harus mengelakkannya berulang kali.   Sebab serangan niekouw itu bukanlah serangan yang sembarangan.   "Biarpun kau mengeluarkan alasan apapun juga, jangan harap kau bisa menginjakkan kakimu di kuil Gobie Pay sebelum seluruh penghuninya mati!"   Teriak si niekouw dengan suara mengandung kekalapan.   Thio Sun Kie jadi yakin, bahwa niekouw ini telah salah mata dan menduga Thio Sun Kie adalah musuh Gobie Pay atau tegasnya orang-orangnya Ong Peng Hin.   Jago tua ini jadi mendongkol bercampur geli dihatinya, dia telah berkata .   "Sienie... coba kau lihat dulu! Apakah kau tidak mengenali aku lagi? Akulah Thio Sun Kie, sahabat Bin An Lonie...!"   Mendengar disebutnya nama Thio Sun Kie, mendadak sekali pedang si niekouw jadi berhenti.   "Kau... kau..."   Suaranya tidak lampias, dia juga telah mengawasi Thio Sun Kie tegas. Tiba-tiba sekali, pedang ditangannya itu telah dilepaskan jatuh ditanah dan niekouw itu telah menjatuhkan diri berlutut dihadapan Thio Sun Kie.    Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo Karena Wanita Karya Kho Ping Hoo Karena Wanita Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini