Ceritasilat Novel Online

Seruling Samber Nyawa 10


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 10


Seruling Samber Nyawa Karya dari Chin Yung   "Hwesio tua itu sungguh cukup tamak dan nyeleweng dari ajaran sang Budha, sebagai yang suci bersih."   Dalam kejap pemikirannya inilah, dilihatnya keadaan si Hwesio tua sudah rada payah dan tak kuat bertahan lagi, cengkeraman kedua tangannya itu semakin lama semakin kendor dan hampir terlepas, lidah ular sudah semakin memanjang, senti demi senti menjulur mendesak kearah mukanya.   Diam-diam Giok liong mengeluarkan Kim-pit-siti-piau dari buntalannya, begitu kakinya menjejak tanafa, badannya lantas meluncur maju waktu badannya masih terapung ditengah udara tangan kanannya terus diayun menyambitkan selarik sinar kuning mas.   Ular aneh berjambul seperti ayam jago itu mendadak merasakan adanya serangan gelap dari luar ini, mendadak mengeluarkan suara aneh dari mulutnya, seluruh badannya mendadak merontak keras sekali, sedang buah bundar putih perak yang digigit di mulutnya itu terus disemburkan kearah Giok-liong membawa kabut berbisa.   Baru saja Giok liong menyambitkan piau potlot masnya kearah tempat kelemahan dibadan leher si ular aneh berkepala jambul ayam jago, serentak iapun ayun potlot mas di tangan kirinya.   Sewaktu badannya masih terapung dan meluncur maju inilah mendadak dilihatnya anak buah sinar perak yang tengah menyemprot datang itu pecah ditengah jalan, Sari buah yang berupa cairan putih itu berubah selarik sinar putin perak menyemprot datang kearah dirinya di belakang kulit buahnya.   Dalam kesibukannya ini Giok liong tidak sempat banyak berpikir, lekas-lekas ia angkat tangan kirinya meraih pecahan kulit buah sembari membuka mulut dan menyedot dengan keras, Maka sari buah yang berupa cairan warna putih perak itu langsung tersedot masuk seluruhnya ke dalam mulutnya terus tertelan kedalam perut.   Tepat pada waktu itu juga terdengarlah "cras"   Disusul pekik aneh yang mengerikan ternyata piau potlot mas yang disambitkan Giok-liong itu tepat mengenai tempat kelemahan dibawah leher ular aneh berkepala jambul ayam itu.   Hebat sekali kekuatan ular aneh itu, meskipun kelemahannya sudah kena tusuk tapi masih kuat meluncur datang mengejar ke arah Giok-liong dengan garangnya.   Giok-liong pentang kedua lengan tangannya, selarik sinar kuning lantas berkelebat dan terus meluncur cepat sekali memapas kearah batok kepala sang ular, seketika terjadi hujan darah, kiranya potlot mas sambitan Giok liong yang terakhir inipun dengan telak amblas ke dalam batok kepala yang berjambui ayam jago itu, serentak dengan aksinya tadi Giok-liong masih harus membungkuk tubuh sambil lompat maju, karena saat itu juga terasa angin keras menyampok di belakang kepalanya, Kiranya buntut ular yang besar dan keras itu telah menyapu tiba.   Diam-diam Giok liong mengeluh, cepat-cepat ia mengerahkan pinggang berbareng sekuatnya kaki menjejak tanah sehingga tubuhnya melejit tinggi ke tengah udara.   Gerakan yang tepat dan indah ini berhasil meloIos keluar pula sebatang potlot mas lainnya terus disongsongkan ke belakang.   "Plok"   Benturan keras terjadi, seketika Giok liong rasakan seluruh lengannya tergetar linu dan luar biasa, kontan badannya juga lantas meluncur jatuh.   Jilid 10 Disebelah sana dengan mengeluarkan suara gemuruh sepanjang badan ular yang besar itu juga terbanting keras di tanah terpaut beberapa langkah saja di sebelah tubuhnya, seketika bergulingan dan berkelejetan meloncat-loncat menimbulkan debu dan kerikil beterbangan sekian lamanya baru berhenti dan melayanglah nyawanya.   Karena sudah menelan obat pemunah hawa beracun pemberian suhunya yang bernama Pit-tok-tan, Giok-liong sudah tidak usah kwatir lagi menyedot hawa berbisa yang di semburkan dari mulut ular.   Dengan cekatan dicabutnya potlot mas serta membungkuk mengambil piau kecil yang tertancap di bawah leher ular itu bersama terus dimasukkan ke dalam buntalannya.   Sementara itu si Hwesio berkesempatan menggigit pecah Gin-kong-bok-co (ibu buah sinar perak), setelah menyedot habis sarinya, sepasang matanya lantas memancarkan sorot kebuasan yang garang berkilat-kilat, Pada saat itu dilihatnya Giok-liong tengah membungkuk menjemput sesuatu dari kepala ular aneh itu, maka segera ia menghardik bengis.   "Tahan."   Berbareng tangannya menyambitkan kulit buah yang berubah sinar perak langsung menyerang jalan darah Pak-simhiat di punggung Giok-liong, bersama itu tangkas sekali iapun meloncat menubruk membawa serangan membadai dengan pukulan dahsyat dari tengah udara.   Demikian juga kedua ekor harimau besar itu berbareng menggereng keras bergetar terus menubruk kearan Giokliong.   Sungguh mimpi juga Giok-liong tidak mengira pertolongannya secara berbahaya tadi bukan saja tidak mendapat simpatik atau tanda penghargaan malah orang membalas air susu dengan air tuba, serentak turun tangan menyerang dia mengancam jiwanya.   Dalam keadaan yang serba kritis begini tiada banyak kesempatan untuk berpikir Secara gerak reflek ia ayun tangan kirinya, maka kulit anak buah bersinar perak lantas meluncur dengan kecepatan yang susah diukur bersama dengan gerakan tangan ini badannya juga ikut menggeliat terus melambung tinggi ketengah udara dari celah-celah diantara kedua harimau yang persis menubruk tiba dari atas kepalanya.   Dalam pada itu si Hwesio tua yang masih mengapung di tengah udara begitu melihat Giok-liong menyambitkan selarik sinar putih perak, hatinya lantas mengeluh lirih.   "Celaka !"   Badannya mendadak jumpalitan balik terus meluncur turun sambil mengulur tangan meraih kearah kulit anak buah sinar perak yang meluncur datang.   Sayang sekali sedetik sebelum tangannya berhasil menangkap kulit buah itu tahu-tahu terdengar suara "pyaarrr", yang halus, samar-samar percikan cahaya putih perak berkembang ditengah udara lantas terendus bau harum semerbak merangsang hidung.   Begitu tangannya meraih tempat kosong, sepasang mata Hwesio tua lantas memancarkan sorot kebuasan yang penuh nafsu membunuh.   Begitu kaki menginjak sekali tutul lagi, badannya lantas menggeliat dengan gaya yang indah sekali melompat maju mengejar sambil membentak gusar.   "Bunuh !"   Tapi kali ini bukan meluruk kearah Giok-liong sebaliknya melambung tinggi terus menubruk kearah ular aneh yang setengah sekarat itu. Sekali tangan terayun, lantas terlihatlah sinar dingin berkeredep "cras"   Suara sannberan enteng ini menimbulkan cahaya merah mengalir dan berputar, tahu-tahu digenggaman tangannya sudah menyekal sebutir mutiara merah sebesar kepelan tangan kecil yang berkilauan.   Tepat pada saat si Hwesio tua berseru dengan teriakan "Membunuh"   Tadi.   Kedua ekor harimau besar itu lantas mengabitkan ekor masing-masing sambil menggerung sekeras kerasnya sampai menggetarkan tanah pegunungan sekelilingnya, Dengan membawa bau amis yang memuakkan serentak mereka menubruk kearah Giok-liong.   Keruan Giok-liong menjadi gusar, sedikit kakinya menutul, ringan sekali badannya lantas melompat mundur tiga tombak jauhnya, bentaknya dongkol.   "Toa-suhu, apa-apaan kelakuaamu yang ingin melukai orang tanpa sebab ?"   Dalam pada itu si Hwesio tua juga tengah berdiri tegak lalu membentang telapak tangannya, dengan cermat ia awasi mutiara ular merah yang berada di telapak tangannya, Dilain saat ia lantas masukkan mutiara pusaka ini kedalam buntalannya, wajahnya mengunjuk rasa puas dan gembira.   Tapi di lain saat tiba tiba air mukanya berubah gelap, gerungnya rendah.   "Berhenti !"   Benar juga kedua ekor harimau besar itu segera menghentikan aksinya, tapi mereka mendekam ditanah dengan gaya siap menerkam begitu mendengar aba-aba dari tuannya, Tajam dan cermat si Hwesio tua mengamati Giokliong, samar-samar air mukanya sedikit mengunjuk rasa kejut dan heran tapi ini hanya terjadi dalam kilasan saja, maka dilain saat air makanya semakin memberengut, tanyanya dengan tiada berat.   "Siau-si-cu telah merusak anak buah sinar perak wi-iinku, cara bagaimana kau harus menggantinya ?"   Giok-liong menjadi tidak senang, tanyanya balik.   "Jikilau Toa-suou tadi meninggal keperut ular aneh itu lantas cara bagaimana penyelesaiannya ?"   Hwesio tua mendengus hidung, jengeknya.   "LoIap percaya tidak akan tertelan keperut ular."   Jelas tadi Toa suhu sudah tidak kuat bertahan, dalam keadaan yang gawat demikian, jikalau Cayhe tidak lekas-lekas turun tangan, paling tidak Toasuhu tadi sudah berkenalan dengan ciuman ular berbisa tadi."   "Lolap tadi hanya berledek saja dengan ular, bukan saja Sian-si-cu telah membunuh barang permainanku, malahan merusak buah ajaibku lagi, Dengan dosamu ini kalau Lolap tidak turun tangan rasanya belum terlampias rasa dongkol ini !"   Giok liong semakin menjadi dongkol dan gemas pikirnya.   "Dijagat ini kiranya ada juga orang beribadat yang tidak kenal aturan begini."   Terdengar Hwesio tua itu membuka mulut lagi.   "Siau-si-cu apakah kau ini murid To ji Pang Giok ?"   Giok-liong manggut-manggut, tanyanya.   "siapakah nama julukan Toa-suhu ini ?"   Si Hwesio mendehem dulu lalu menjawab.   "Go-bi Goanhwat itulah Lolap ada-nya, dulu pernah bertemu sekali dengan gurumu.   "   Goan-hwat Taysu adalah Susiok dari Hian Goan Taysu Ciang-bunjin Go-bi-pay sekarang, Kepandaian silatnya tinggi dan lihay, tapi wataknya aneh dan suka sirik dan berat sebelah berhati tamak dan loba, Kelakuan yang buruk ini memang sudah menjadi rahasia umum bagi kalangan kaum persilatan.   Menurut aturan, tingkat kedudukannya setingkat lebih rendah dari To-ji Pang Giok, namun dia sendiri mengangkat diri dengan sebutan setingkat dalam jajaran para angkatan tua.   Dari sini bolehlah kita bayangkan betapa congkak dan sombong serta takabur sifat buruknya ini.   Giok-liong bersikap dingin, katanya.   "Kalau Taysu tidak ada petunjuk lainnya lagi baiklah Caybe segera minta diri."   Goan-hwat Taysu menyeringai katanya.   "LoIap ada dua jalan boleh Siau si-cu pilih."   Giok-liong bersikap sungguh, tanyanya.   "Kenapa ?"   "Ganti kerugian Lolap tadi."   "Hoo, cobalah Taysu sebutkan dulu!"   "Syarat pertama, serahkan seruling samber nyawa itu untuk kupinjam selama setahun, Kedua, dengan batok kepala Siausi- cu sebagai ganti rugi."   Seketika berkobar hawa marah Giok-liong, coba pikirkan dengan menempuh bahaya tadi dirinya telah menolong jiwa Si Hwesio ini, sekarang Goan-hwat Taysu sebaliknya berkata demikian mengancam bukan kah bisa bikin orang mati saking jengkel ? Saking marahnya Giok-liong tertawa bahak-bahak, ujarnya.   Sungguh merdu dan enak didengar ucapan Taysu ini.   Kalau mampu marilah silakan turun tangan sendiri."   Goan hwat Taysu mendengus ejek, katanya.   "Kalau benarbenar harus Lolap sendiri yang turun tangan, jiwa Siau-si-cu ini sudah pasti harus diserahkan. Marilah, lebih baik kita bicara dan berdamai saja. silahkan serahkan Seruling samber nyawa itu dan selanjutnya kita menjadi sahabat."   Ucapan Goan-hwat ini semakin mengobarkan kemarahan Giok-liong, seketika air mukanya berubah dingin membeku bersemu merah, desisnya geram.   "Ji-bun Tecu Ma Giok-liong. Minta pengajaran lihay dari Taysu !"   Mendadak Goan-owat Taysu mendongak serta bergelakgeiak, serunya takabur.   "Kau bocah kurcaci ini masa menjadi tandingan LoIap ..."   Belum habis kata-katanya mendadak ia mengebutkan tangannya, segulung angin pukulan lantas menderu keluar menerpa dengan dahsyat.   Serentak dalam waktu yang sama, kedua ekor harimau itu menggerung keras, buntutnya yang panjang dan besar itu lantas menyabet tiba, berbareng mereka menubruk, maju dari kanan kiri, ini betul betul merupakan suatu penghinaan bagi Giok-liong, memandang rendah dengan menyuruh binatangnya menyerang.   Betapa takkan murka hatinya, maka sambil berkekanan panjang suaranya mengalun tinggi, jubah panjang tangannya dikebutkan, badannya lantas melayang enteng sekali, berbareng Ji lo dikerahkan sampai tingkat kesepuluh jurus Cin-chiu juga lantas dilancarkan.   Gerungan harimau menggetarkan bumi angin menderuderu, awan putih berkelompok-kelompok mengembang terus memapas kedepan.   Goan hwat Taysu berteriak kejut .   "Celaka, mundur!"   Lengan bajunya yang panjang lebar cepat-cepat dikebutkan badannya juga ikut meluncur tiba secepat burung terbang, Sayang ia bergerak lambat setindak, masih ia terapung ditengah udara, terdengarlah gerung keras kesakitan dari kedua binatang piaraannya itu.   Darah muncrat kemana-mana, berbareng kedua ekor harimau besar itu terbang terpental kedua jurusan sejauh puluhan tombak terus terbanting keras ditanah, seketika keempat kakinya menghadap langit dan jiwanya melayang.   Goan hwat Taysu menggeram murka, hardiknya .   ,,Berani kau membunuh binatang cerdik penunggu gunungku, Go Bipay tak berdiri sejajar dengan bocah keparat macam kau ini."   Setelah itu ia menggerung dan memekit keras dan panjang sedemikian kerasnya sampai terdengar puluhan li jauhnya.   Bersama itu kedua lengan bajunya yang besar gondrong itu berkibar-kibar, tubuhnya berputar cepat laksana gangsingan, angin menderu-deru hebat, seketika Giot-liong terkepung didalam bayangan pukulan dan tutukan yang berseliweran cepat dan mengancam jiwanya.   Malam ini Giok-liong betul-betuI sangat marah, Pikirpun tidak terpikir olehnya dalam pegunungan yang liar dan sepi ini pakai ketemu seorang Hwesio tua yang tidak mengenal sopan santun dan aturan, maka segera dengusnya mengejek "Jelekjelek aku sebagai murid aliran Ji-bun, masa takut terhadap Go bi-pay kalian,"   Ji-lo terus dikerankan, ilmu Sam-ji-cui-him-chia juga lantas dilancarkan Dalam gelanggang segera timbul segundukan bayang pukulan tangan laksana gunung meninggi berlapis bersusun tiada habisnya, sedemikian rapat dan keras berputar mengembang keluar ditengah deru angin pukulan awan putih mulai berkelompok mengembang bergulung-gulung hebat menerjang kearah Goan hwat Taysu.   "Blang, blung"   Suara dahsyat saling berganti menggetarkan bumi dan langit, batu sampai pecah berhamburan, udara menjadi gelap oleh kabut debu, bayangan kedua orang tibatiba berpencar kedua samping.   Tampak air muka Giok-liong rada bersemu, jubah panjangnya melambai-iambai tertiup angin ia berdiri tegak dan waspada.   Sebaliknya Goan-hwat Taysu tak kuasa berdiri tegak, ia tersurut tiga langkah kebelakang, mulutnya lantas menyeringai tawa sinis.   "Kim-pit-jan-hun Ma Giok liong, hehehehe, kiranya memang cukup hebat dan lihay tak bernama kosong !"   Seiring dengan tawa dinginnya tangkas sekali kedua tangannya bergerak-gerak didepan dadanya lalu masing-masing berputar setengah lingkaran terus didorong maju ke depan dengan sepenuh kekuatan.   "Pyar,"   Begitu angin pukulannya dilancarkan keluar saling sentuh lantas mengeluarkan gesekan yang keras itu, sehingga menimbulkan geseran angin lesus kecil-kecil berpencar ke berbagai sasaran merangsang kearah Giok-Iiong.   Bersama itu, sepuluh jarinya beruntun menjentik, menyambitkandesis angin kencang, sekaligus mengarah ke jalan darah penting ditubuh Giok-Iiong.   Setelah melancarkan serangan bergelombang ini toh, Goanbwat Taysu sendiri masih belum berhenti bergerak, tiba-tiba ia melejit ketengah.   udara, jubah Hwesionya yang besar gedobrakan itu melambai-lambai serentak kedua kaki tangannya bergerak-gerak menari-nari laksana seekor labalaba yang menungkrup keatas kepala.   Melihat tingkah laku orang yang aneh ini, Giok-Iiong betulbetul kaget.   ilmu semacam ini agaknya pernah didengarnya dari cerita suhunya, ini merupakan semacam ilmu jahat yang sangat berbisa dan sudah sekian lama putus turunan.   Sekarang dalam keadaan kepepet begini sulit teringat olehnya apakah nama ilmu macam begini aneh ini.   Karena saat mana angin kencang yang tajam berseliweran bagai badai mengamuk telah menerpa tiba.   Giok-Iiong insyaf akan kelihayan ilmu semacam mi, tanpa berani berayal lagi, cepat ia menarik napas panjang, Ji-lo dikerahkan sampai tingkat kesepuluh, sedemikian deras aliran hawa murni ini sampai terasa gemetar berputar melindungi badannya, Bersama itu Leng-hun-toh juga lantas dikembangkan sedikit kakinya menutul tanah, laksana ikan gesitnya setangkas belut membelesot badannya bergerak lincah seperti kera berloncatan menerjang keluar dari sela-sela angin kencang yang merangsang tiba, belak belok tepat benar seperti belut melesat keluar dari kurungan ilmu musuh.   Agaknya Goan-bwat Taysu tidak mengira akan perbuatan Giok-liong, meski dalam hati ia kagum namun mulutnya menjengek gusar.   "Bocah keparat ternyata berisi juga, Lohu semakin tidak akan mengampuni kau."   Tiba-tiba badannya yang terapung ditengah udara itu bisa berputar cepat segesit burung terbang terus mengejar dan menubruk datang kearah Giok-liong.   Setelah lolos dari serangan angin totokan musuh, lantas Giok-liong berpikir, kalau hari ini dirinya tidak hati hati menghadapi Hwesio jahat tidak kenal aturan ini, pasti celakalah dirinya.   Maka iapun tidak mau kalah garang, ejeknya menghina.   "Tuan mudamu ini masa takut menghadapi ilmu siluman dari aliran sesat yang kau pelajari ini."   Karena pengarahan Ji-io sampai tingkat kesepuluh ini, tiga kaki sekitar tubuhnya sudah terpenuhi dan dilingkupi oleh Sian-thian-cin-khi, berbareng potlot mas juga dilolos keluar terus diacungkan keatas bersiap menghadapi serangan dari atas.   Saat mana badan besar Goan-hwat Taysu kebetulan sudah melayang sampai diatas kepala Giok-liong, ditengah udara ia terloroh-loroh dingin, katanya.   Bocah keparat, kalau kau mau tunduk dengar perintahku maka akan kuampuni jiwamu."   Giok-liong semakin murka, bentaknya.   "Kentut, tuan muda mu ini berkelakuan lurus berlaku bajik dan genah, Mana bisa mendengar perintah dan tunduk pada tua bangka brutal macam kau ini yang menjual nama baik kakek moyangmu demi kesenangan sendiri."   Sebetulnya makiannya ini melulu untuk ucapan pancingan belaka, Tak terduga justru tepat mengenai borok dari keburukan Goan-hwat Taysu. seketika berubah hebat air mukanya. Mulutnya lantas terkekeh-kekeh dingin menyakitkan pendengarnya.   "Keparat dari mana kau mengetahui rahasia pribadi Lohu, hehehehe... ."   Suaranya sedemikian sadis dan mengerikan.   Waktu Giok-liong mendongak keatas, Tampak badan Goanhwat Taysu yang terbang terapung dan bergerak-gerak seperti laba-laba lazimnya, lambat laun terbungkus oleh kabut gelap warna biru tua yang bersinar kemilau.   Demikian juga seluruh air mukanya sudah berubah menjadi biru tua, sungguh ngeri dan menakutkan.   Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tersentak kesadaran Giok-liong, tiba-tiba selintas pikiran berkelebat dalam benaknya.   "inilah Lancu tok yam ilmu jahat berbisa pelajaran Ibun Hwat, pemimpin istana beracun pada empat ratus tahun yang lalu. Tapi jelas bahwa latihannya masih belum matang, Begitulah otaknya bekerja, sebaliknya mulutnya tertawa gelak-gelak, ujarnya.   "Mengandal latihanmu Lan cu-tok-yam yang masih cetek ini, berani kau unjuk kegarangan dan pamer dihadapan seorang ahli, Sungguh takabur dan memalukan!"   Agaknya Goan hwat Taysu sangat terkejut akan ucapan Giok-liong ini.   Tapi badannya sudah mulai amblas menurun terus meluncur tiba dengan seluruh badan terselubung kabut biru, sepasang tangannya berubah seperti cakar burung garuda, telapak tangannya masing-masing memancarkan cahaya terang kebiruan yang bergemerlapan.   Disaat badannya menungkrup turun, sepuluh tombak sekelilingnya menjadi dilingkupi oleh cahaya biru yang terang cemerlang oleh kabut yang semakin tebal.   Giok-liong berdiri tegak sambil menahan napas menanti setiap perubahan Potlot mas-nya masih teracung keatas, Ji lo terus dikerahkan berputar melindungi badan.   Gelombang suara tawa Goan-hwat Taysu semakin berkumandang keras dan menusuk telinga tak enak didengar seolah-olah gelak tawanya ini bukan keluar dari mulut manusia.   Kabut biru yang cemerlang itu semakin tebal, seluruh badan Giok -liong menjadi ikut tersorot menjadi biru terkena sinar reflek dari cahaya kabut biru yang bersinar itu bahwa Lan cu-tok-yam ini sangat berbisa, meskipun bagaimana cara permainan ilmu ini belum jelas.Tapi pernah didengarnya dari cerita gurunya tentang ilmu jahat ini.   Katanya jurus permainannya sangat aneh dan ganas tidak mengenal perikemanusiaan, setiap jurus merupakan serangan mematikan bagi lawan, apalagi banyak perubahan dan sulit diraba mengarah kemana sasaran yang dituju sebetulnya, sehingga sukar dibendung atau bersiaga sebelumnya.   Maka dalam saat ia sendiri menghadapi bahaya seperti yang pernah didengar dari cerita gurunya itu, sedikitpun Giok - liong tidak berani berayal, hawa dan tenaga murninya dikerahkan serta mendorong keluar di luar badan sampai melebar semakin luas kira tiga kaki sekitar tubuhnya terkekang dan diselubungi seluruh kekuatan ilmu Ji-lonya itu.   Jarak musuh sudah semakin dekat dari delapan sampai tujuh dan semakin dekat lagi menjadi enam kaki...   ."   Sekonyong-konyong Giok-liong merasakan adanya perubahan diatas badannya, ternyata tiba-tiba pusarnya telah sedikit tergetar dan mendingin, keruan kejutnya bukan kepalang, Pada saat itulah sesuatu telaga maha dahsyat laksana gugur gunung telah menindih diatas kepala Giok liong.   "PIup !"   Terdengar ledakan ringan, waktu kabut biru kebentur oleh hawa murni diluar tubuh Giok-liong, seketika hawa udara di sekitar gelanggang menjadi berubah keras.   Giok-liong terdengar mendehem keras, potlot mas yang teracung keatas mendadak memancarkan sinar kemilau terus mencang-keatas.   Sesaat lama kedua belah pihak saling bertahan tanpa bergerak.   Tenaga tindihan atau gencetan terasa semakin besar dari berbagai arah terus terpusat ke seluruh badannya.   Giok-liong harus memusatkan pikiran dan mengerahkan tenaga, cahaya bersinar terang yang terpancar di ujung potlot masnya kelihatan mencorong keempat penjuru terus melebar luas.   Lambat laun keringat mulai membanjir diatas jidatnya.   Pancaran cahaya sinar potlot mas yang cemerlang juga semakin mengecil dan redup, Terkilas suatu pikiran dalam benaknya.   "sedemikian kokoh dan kuat nya Lwekang Goanhwat Taysu, mengapa tadi bisa terkalahkan oleh ular aneh berjambul ayam jago ? Apakah ia tengah berlatih semacam ilmu berbisa ?"   Sedikit pikiran ini terlintas, sorot pancaran sinar kekuningan dari kekuatan senjatanya semakin suram lagi, Keringat semakin banyak mengalir sehingga berketes-ketes membasahi seluruh badan seperti kehujanan layaknya.   Giok-liong merasa tenaga tindih dan gencetan dari luar semakin berat, boleh dikata sudah mencapai titik yang tidak kuat dibendung atau ditahan lagi, Hawa murni dalam tubuhnya juga terasa sudah terkuras habis, selayang pandang matanya hanya kabut biru melulu yang melingkupi sekitar badannya.   Sungguh ngeri dan menakutkan Jelas sekali dia mendengar kumandang gelak tawa yang menggiriskan semakin keras terkiang kiang dipinggir kupingnya, kepalanya mulai terasa pusing tujuh keliling, pandangan mulai berkunang-kunang, kaki tangannya juga mulai lemas dan linu gatal tak tertahan lagi.   Perasaan putus harapan lantas menggelitik dalam hati kecilnya.   "Masa aku harus mati secara demikian ini ! Apakah aku lantas demikian ..."   "Ya, dia tahu sekali kabut biru berbisa itu menyentuh tubuhnya, kesadarannya bakal kabur dan terkekang lalu menjadi domba selama hidup ini. Kalau tiada obat pemunahnya yang khusus untuk mengobati dalam tujuh kali tujuh empat puluh sembilan jam orang yang terkena kabut berbisa itu bakal mati dengan seluruh badan menjadi segenang cairan air darah. Begitulah dalam keadaan pikiran tidak tenang dan hawa murni sulit dikerahkan lagi ini. Mendadak terbayang akan adegan dikala ibunya mengalami bencana terlintas dalam otaknya. Lantas pemikiran lain lantas terkilas dalam benaknya secepat kilat.   "Aku tidak boleh mati, masih banyak tugas yang harus kulakukan! Terutama tugas berat yang akan jaya dan runtuhnya penghidupan kaum persilatan di seluruh jagat ini, Dan lagi dengan adanya Lan Cu-tok yam yang kenyataan mulai bersemi pula dikalangan Kangouw ini, bukan mustahil ini merupakan benih kehidupan dari istana beracun, maka ..."   Semakin dipikir terasa betapa besar dan berat tugas yang dipikulnya ini, serentak mulutnya lantas menghardik keras.   "Yaaaa!"   Kedua lengan tangannya mendadak berontak sekuat tenaga, dimana tenaga murninya terkerahkan terus didorong keatas.   Kabut biru rada terdesak keatas, Tapi Goan hwat Taysu masih terus berusaha menekan kebawah, sekonyong-konyong terasa segulung hawa dingin hangat bersemi didalam pusarnya terus menjalar naik langsung menyusup dan menerjang kesuluruh urat nadi dan sendi-sendi seluruh tubuhnya.   Seketika pikiran Giok-liong menjadi terang, keruan girang bukan main hatinya.   batinnya.   "Ya, mungkin karena hawa murni dalam tubuhku sendiri sudah terkuras habis, sekarang kasiat buah ajaib itu telah menunjukkan kegunaannya."   Sungguh tidak disadari olehnya secara serampangan saja pengalaman yang penuh bahaya didasar jurang ini malah merupakan cara yang tepat penggunaannya obat buah ajaib itu.   Saat mana cairan perak atau sari mujarab dari buah ajaib itu, karena tenaga dari dalam tubuhnya sendiri sudah terkuras habis, digencet lagi dari tenaga luar, lantas terbaur menjadi satu dan terkombinasi dengan hawa murni dalam tubuhnya, sekarang sudah mulai menunjukkan keampuhannya yang luar biasa.   Begitulah sewaktu hawa dingin itu meresap keseluruh urat nadi dan sendi-sendi di kaki tangannya, Giok-liong lantas merasa tenaganya banyak bertambah kokoh, pancaran sinar kuning diujung potlot masnya juga mencorong semakin terang, seluruh badannya tiba-tiba menjadi cemerlang mengeluarkan cahaya terang putih perak yang samar-samar.   Saking kegirangan Giok-liong mendongak sambil berpekik lantang serentak kedua lengan tangannya meronta sekuatnya.   "Blang"   Benturan keras seperti ledakan petir terdengar dengan dahsyatnya menggetarkan seluruh pegunungan.   Terlihatlah bayangan orang terbang jumpalitan angin badai melesus membubung tinggi ketengah udara membawa debu dan pasir sehingga udara menjadi gelap.   Seketika Giok-liong merasa bahwa gencetan atau tenaga tindihan dari atas seketika buyar dan lenyap seluruhnya, badan terasa ringan dan nyaman, Teriihat Goan-hwat Taysu jungkir balik ditengah udara sampai beberapa a ir tak jauhnya baru mendaratkan kedua kakinya diatas tanah.   Sejenak kemadian kabut dan sinar biru mulai suram lalu sirna sama sekali, Giok-liong menarik napas dalam-dalam, sikapnya angker dan dingin, tapi kedua pipinya bersemu merah penuh ketampanan semangat sepasang matanya menatap n"ka-.i kebuasan dan penuh nafsu membunuh, dengan tajam ia tatap Goan-hwat Taysu tanpa berkedip.   Wajah Goan-hwat Taysu penuh diseIubungi kabut biru yang berkilauan sungguh perbawanya ini bisa menakutkan orang, Demikian juga kedua biji matanya mendelik besar seperti kelereng memancarkan cahaya biru dingin bagai mata dracuIa, menatap ke arah Giok-liong dengan penuh kegusaran, suaranya terdengar serak dan sember, katanya rendah.   "kau sudah menelan sari buah ajaib ini ?"   Giok-liong mandah menyeringai ejek, bukan menjawab malah bertanya.   "Go bi-tiang-lo, ternyata adalah siluman jahat kaum persilatan. Kabut laba-laba berbisa macam pelajaranmu tadi dari mana kau pelajari ?"   Mendadak Goan-hwat Taysu terloroh-loroh kering mengkirikkan kuduk dan bulu roma, serunya bersenandung.   "Seluas alam semesta, hanya akulah yang teragung Ibun-Hud co (kakek moyang ibun) bertsbi aku panjang umur !"   Baru saja lenyap suaranya, tiba-tiba badannya bergeser berputar cepat sekali entah dengan cara apa tahu-tahu tubuhnya sudah melejit tiba disamping Giok-liong, Dimana sinar biru menyala, tahu-tahu kelima jari tangannya bagai cakar garuda sudah menjojoh datang dibawah ketiak kanan Giok-liong.   Betapa besar nyali dan keberanian Giok-liong, menghadapi ilmu jahat dari kalangan sesat yang lihay dan ampuh ini hatinya rada keder dan gentar juga.   Maka sejak tadi Ji-lo masih terkerahkan terus berputar melindungi seluruh badannya, Begitu melihat cahaya biru berkelebat, potlot mas ditangan kanan lantas bergerak menacup kedepan, samarsamar kabut putih menguap keluar berputar putar mengitari badannya.   Tangkas sekali Goan-bwat Taysu menarik balik tangannya, gerak tubuhnya seenteng kupu kupu menari-nari berkelebat cepat laksana kilat diiringi gelak tawanya yang keras kering menusuk telinga.   Begitu cepat gerak tubuhnya itu sehingga terbentuklah puluhan bayangan manusia berwarna biru, semua sedang berlenggang mengitari Giok-liong dengan langkah gesit dan teratur.   Giok-1iong mendongak sambil berpekik panjang dan keras sekali sampai menembus langit, Potlot masnya mulai bergerak berputar dan menari cepat memancarkan sinar kuning yang memanjang seperti seutas rantai mas yang mengitari seluruh tubuhnya, awan putih mulai berkembang bergulung-gulung, Mulailah ia lancarkan ilmu Jan-hun-su-sek.   Sejak menelan sari buah ajaib, Lwekang Giok-liong mendadak bertambah dalam dan tinggi berlipat gaada, Maka begitu ia lancarkan jurus-jurus tipu silat Jan hun-su-sek perbawanya sudah tentu lain dari biasanya.   Tampak mega putih berputar semakin cepat menderu-deru berdesir diseling pancaran cahaya putih perak yang keluar dari badannya menerangi sekitar badannya, Terutama sesosok bayangan putih yang selulup timbul kadang-kadang jelas dilain saat samar-samar, bergerak seperti lambat namun hakikatnya berkelebat laksana kilat, begitulah sosok bayangan putih ini terbungkus rapi dan ketat oleh seutas sinar kuning yang memanjang selincah kera menari tengah berputar dan bergerak dengan tenang.   Adalah diluar lingkungan badannya ini kabut biru masih tetap bergulung-gulung dengan tebalnya, Gelak tawa Hks,tna jeritan setan masih terdengar menusuk telinga.   Goan-hwat Taysu yang berwajah biru berkilau tengah bergerak dan berputar secepat angin, gerak tubuhnya seakan-akan setan gentayangan, dimana setiap kali lengannya bergerak lantas menimbulkan berbagai bayangan cakar setan warna biru selalu mengancam badan Giok-liong tempat yang diarah terutama adalah jalan darah yang mematikan diatas badannya.   Beginilah tanpa mengenal waktu kedua belah pihak bertempur mempertahankan hidup, begitu saling sentuh lantas terpental berpencar, Ditengah udara saban-saban terdengar benturan keras laksana guntur menggelegar sampai menggetarkan bumi pegunungan, batu-batu besar kecil sampai bergelundungan dari atas tebing.   Sekarang kelebat tubuh mereka yang bertempur ditengah gelanggang semakin cepat, sekitar gelanggang kini sudah diliputi kabut biru yang mengembang tebal bayangan manusia bergerak laksana belut diantara hawa beracun yang mulai mengembang luas setiap saat diancam oleh cengkeraman cakar setan.   Seumpama ombak badai samudera raya yang mengamuk berderai berlapis-lapis tak mengenal putus, dari delapan penjuru angin serempak menuju ke arah Giok-liong.   Meskipun setiap saat jiwanya terancam cakar setan dan hawa beracun disertai serangan-lain yang ganas lagi, tapi Giok-liong tetap berlaku tenang dan angker, sekali bergerak memberikan perlawanan yang gagah berani laksana seekor naga tangguh berlincah menari ditengah udara balas menyerang dengan tidak salah dahsyatnya.   Sang waktu berjalan terus tanpa menamti.   Seiring dengan lewatnya sang waktu situasi pertempuran ditengah gelanggang juga ikut berubah setelah mengalami saling serang menyerang secara keras tawan keras ini, akhirnya didapati oleh Giok-liong bahwa memang perbawa dari Lan-cu tok-yam itu hakikatnya sangat menakutkan.   Namun mengandal bekal Lwekang yang melandasi setiap jurus serangan sendiri ini, untuk menghadapi ilmu Goan hwat Taysu yang masih setengah matang, paling banter baru mencapai empat lima bagian latihannya, kiranya cukup berlebihan untuk mengatasi.   Lambat laun rasa gentar yang tadi menghantui sanubarinya lantas sirna dari membela diri kini balas menyerang dengan tidak kalah garang dan lihaynya, pancaran sinar kuning semakin menyala dan berkembang luas, ditengah kabut yang bergulung bayangan kuning dari ujung potlot mas berkilauan memanjang laksana seutas rantai.   Terlebih hebat lagi adalah gerakan sebuah tangan yang lincah menari membawa deburan gelombang angin yang menderu laksana hujan badai.   Sumber tenaga terus mengalir bergelombang tak mengenal putus seperti gelombang samudera, sedemikian kuat dan ampah sekali tenaga yang dikerahkan ini sehingga sampai gebrak terakhir ini Giok-liong mengambil inisiatif penyerangan, berbalik sekarang Goan-hwat Taysu dengan cakarnya yang ganas dari kabutnya yang berbisa terkepung dan terkekang didalam kekuatan yang dilancarkan Giok-liong malah.   Arena kabut biru yang tadi meluas lebar kini semakin kuncup mengecil akhirnya hanya dapat melindungi sekitar tubuhnya sekitar tiga kaki lebarnya, Suara gaduh dari benturan yang gemuruh terdengar berulang-ulang kali.   Setiap akhir dari benturan itu, kelihatan Goan-hwat Taysu pasti berjengkit dan terpental berloncatan tapi waktu jatuh mendarat lagi masih tetap terkekang didalam mega putih yang mengurungnya.   Lama kelamaan Goan-hwat Taysu menjadi gentar dan takut, keputus asaan mulai melingkupi sanubarinya, Terasa olehnya malaikat kematian sudah membentang lebar kedua lengannya siap menyambut kedatangannya diakhirat.   Baru sekarang terasakan betapa sengsara dan menyedihkan hidup sebatangkara tanpa bantuan seorang yang terdekat, seumpama dirinya sudah merupakan manusia buangan dari masyarakat ramai.   Laksana sebuah sampah yang terombang-ambing di tengah samudera tanpa mengenal arah tujuan tertentu tinggal menunggu waktu tertelan oleh gelom bang ombak yang mengamuk.   Bau kematian mulai bersemi menindih benaknya.   Pedih dan rawan, sungguh tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa dirinya bakal mengalami hari-hari naas seperti ini.   Tapi dia masih berusaha hidup sekuatnya melancarkan sisa-sisa tenaganya.   Cahaya biru kelihatan menyala lantas padam, suara ledakan bagai guntur menggelegar disertai pekik panjang yang melengking tinggi, tampak sesosok bayangan biru membawa hujan darah terus meluncur tinggi menghilang di kejauhan sana.   Sesosok bayangan lain berwarna putih sebaliknya melejit tinggi ketengah udara dua puluhan tombak, ringan sekali kakinya menutul diatas sebuah batu diatas lereng bukit terus jumpalitan naik lagi lalu mendarat diatas ngarai.   Dibawah jurang sana kabut debu masih mengepul tinggi, lambat laun pulih kembali seperti sedia kala.   Tatkala mana sang putri malam kebetulan sudah mulai memancarkan sinarnya yang terang redup berwarna perak halus menerangi kebawah jurang sana.   jelas kelihatan bangkai kedua ekor harimau menggeletak tak berkutik lagi, sebaliknya bangkai ular aneh tiu tersembunyi ditempat gelap yang tidak sampai diterangi sinar bulan purnama ini.   Giok liong berdiri tegak dan berdiam diri, betapa rasa hati ini sulit dilukiskan dengan kata-kata, sungguh tidak nyana olehnya karena mengalami bahaya malah dirinya mendapat rejeki, Malah sekaligus dapat melancarkan kasiat dan kegunaan rejeki yang ampuh itu.   sekarang Lwekang dalam tubuhnya swdab bertambah berlipat ganda.   Namun demikian masih ada suatu persoalan yang selalu mengganjal hatinya, yaitu mungkinkah pimpinan istana beracun Ibun Hwat telah bangkit kembali dari liang kuburnya ? Kalau tidak bagaimana mungkin Lan cu-tok-yam (kabut beracun laba laba biru) bisa muncul pula di kalangan Kangouw? KaIau dugaan ini menjadi kenyataan, ini benarbenar sangat menakutkan.   Lan-cu-tok-yam merupakan ilmu sesat yang diajarkan bukan dari jalan benar, boleh dikata malah semacam ilmu sihir yang jahat dan beracun.   Betapa besar perbawa dan keampuhan ilmu ini, boleh dibuktikan dari apa yang telah dipertunjukkan oleh Goan hwat Taysu tadi, padahal ia hanya berlatih sampai tingkatan empat lima bagian saja.   Hutan kematian tengah menghimpun kekuatan yang terpendam, merupakan bibit bencana atau bisul diantara kaum persilatan.   Kini telah muncul lagi kaum istana beracun.   Ditambah Hiat ing-bun, serta para gembong-gembong iblis jahat yang sebelum ini banyak mengasingkan diri diatas pegunungan kini mulai mengunjukkan diri dan muncul di muka umum.   Dunia persilatan bakal timbul gelombang kejaran yang penuh membawa derita sena bencana bagi kaum persilatan, Entahlah keributan apa lagi yang bakal terjadi.   Tengah ia termenung-menung, dari kejauhan sana didengarnya suara lambatan baju yang tertiup angin, Dari suara lambaian angin dapatlah diperkirakan para pendatang ini kurang lebih berjumlah dua puluh orang.   Malah setiap orangnya adalah tokoh-tokoh kosen yang berkepandaian tinggi termasuk tokoh kelas satu di dunia persilatan.   Jarak mereka kira-kira masih kurang lebih tujuh delapan li, sebetulnya Giok liong berniat tinggal pergi begitu saja, serta dipikir lebih lanjut, mungkin tempat ini tidak jauh letaknya dengan puncak Go bi-san, maka Goan-bwat Taysu bisa membawa kedua ekor harimau penunggu gunung itu ke tempat ini.   Apalagi sebelum merat tadi Goan-hwat Taysu pernah bersuit melengking minta bala bantuan, Mungkin para pendatang ini adalah kelompok dari kaum Go-bi-pay.   Kalau benar para pendatang ini adalah anak murid dari Gobi- pay, dirinya harus memberi penjelasan cara bagaimana sampai terjadi pertempuran disini, dirinya telah kelepasan tangan membunuh binatang piaraan penunggu gunung mereka.   Malah yang lebih tepat dia harus memberitahukan kepada Ciang-bun-jin mereka bahwa Goan-hwat Taysu adalah salah seorang kamprat dari istana beracun.   Karena adanya pikiran terakhir ini ia batalkan niatnya untuk pergi, dengan tenang dan bebas seakan tidak terjadi apa-apa.   ia masukkan potlot mas kedalam buntalannya, dengan menggendong tangan ia mendongak memandang rembulan yang memancarkan sinar purnama.   Tidak lama ia menunggu, menyusun pinggir ngarai sana berlari-lari serombongan Hwesio hwesio gundul, jumlahnya memang kurang lebih dua puluhan orang.   Giok-liong tersenyum sendiri, batinnya.   "Kasiat buah ajaib itu ternyata memang luar biasa. Dari jarak tujuh delapan li jauhnya tokoh-tokoh silat ini berlari, kiranya dengan jelas telah dapat kudengar malah dapai menghitung jumlahnya lagi."   Dalam pada itu dengan langkah enteng dan gerakan yang gesit tangkas sekali para Hwesio itu sudah loncat berseliweran hinggap di sekitar Giok-liong.   Dua orang yang berlari paling depan berusia pertengahan umur, diatas pundak masing-masing memikul Hong-pian-jan (tongkat hwcsio), sikap mereka sangat angker dan galak, Di belakang mereka berdua beriring serombongan hwesio-hwesio yang berusia lebih muda dengan tubuh tegap-tegap.   Begitu mereka sampai segera terdengar salah seorang dari mereka berteriak kejut.   "Celaka, Harimau sakti penunggu gunung kita telah mampus dibawah jurang sana."   Seketika dua puluhan pasang mata serentak memandang kebawah jurang sana. Kedua Hwesio tua pemimpin itu segera melejit tiba dihadapan Giok-liong berjarak setombak, Hwesio yang berdiri disebelah kanan segera membuka mulut.   "Harap tanya Siau si-cu, apakah kau tahu harimau sakti penunggu gunung kita telah dibunuh oleh siapa ?"   Giok-liong angkat tangan sedikit saja, sahutnya.   "Kedua binatang itu telah mampus di kedua tanganku ini !"   Serempak Kedua Hwesio tua itu lantas angkat kedua tongkatnya sampai mengeluarkan suara kentongan, Hwesio yang bicara tadi segera memaki dengan gusar serta melotot.   "Binatang, berani kau bertingkah di atas gunung Go-bi. Berapa sih batok kepalamu, serahkan seluruhnya sebagai hukuman yang setimpal. Hwesio tua di sebelah kiri rada dapat mengendalikan diri, katanya mendengus.   "Buyung, siapa yang suiuh kau membuat gaduh disini ? Siapa namamu, lekas sebutkan, kenapa pula kau telah bunuh binatang sakti kita?"   Dimaki sebagai binatang dan kata-kata kotor lainnya, memuncak kemarahan Giok-liong bagai api disiram minyak, namun sedapat mungkin ia menahan sabar, katanya sambil memberi hormat.   "Aku yang rendah Ma Giok liong, maaf bila kami tidak tahu bahwa daerah ini merupakan lingkungan Go bi-pay kalian, harap para Taysu suka memberikan maaf..."   "Kentut, terang gamblang tempat ini sebagai leluhur berdirinya Go bi-pay kami, mana mungkin kau bisa tidak tahu."   Semakin berkobar amarah Giok-liong sampai alisnya berkerut dalam, kedua matanya memancarkan sinar tajam berkilat kiiat, namun ia masih tidak kehilangan kesabaran sebagai murid aliran lurus yang mengenal tata krama, sahutnya dengan suara tertekan.   "setelah aku yang rendah memasuki daerah ini, lantas bersua dan melihat Goan hwat Taysu dari partai kalian tengah memimpin kedua ekor harimau piaraannya bertempur seru melawan seekor ular berbisa berkepala jambul ayam jago. Dalam keadaan yang sangat gawat sebelum jiwa Goan-hwat Taysu terenggut oleh ular berbisa, aku yang rendah turun tangan menolongnya, Tapi bukan saja kebaikanku tidak diterima malah beliau menyalahkan aku dan hendak mengambil jiwaku. Dari saling serang tadi baru kuketahui bahwa ternyata Goan hwat Taysu merupakan sisa murid dari istana beracun yang sudah diberantas itu ..." "Bocah ingusan, jangan seenakmu buka mulut. Mana boleh Goan hwat Taysu kau tuduh dan kau nista tanpa bukti oleh bocah berbau bawang macam kau ! serang !"   Dengan mengeluarkan suara gemerantang, dua tongkat Hong-pian jan berbareng telah mengemplang dan menyerampang datang membawa deru angin dahsyat, jangan dikata tongkat itu sangat berat dan besar, namun cara menyerangnya sangat tangkas dan dilandasi Lwekang yang hebat, sasarannya tepat dan tempat yang mematikan lagi, sekali gebrak ini terang Giok-liong telah terkepung diarena serangan musuh, jalan mundurpun telah tertutup.   Bersama itu, para Hwesio lainnya serentak berteriak riuh rendah terus menghunus senjata masing masing mengepung Giok-liong ditengah gelanggang.   Baru saja kedua tongkat besar itu menyambar tiba, tibattba pandangan semua orang serasa kabur, tahu-tahu Giokliong sudah berkelebat menggeser tempat setombak disebelah sana, katanya mengejek.   "Sungguh tak nyana para Taysu dari Go bi-pay yang diagungkan sebagai pendeta welas-asih, kiranya jwga tidak mengenai sopan santun?"   Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Tanpa merasa- para Hwesio itu terketuk hatinya diam-diam merasa membatin.   "Ternyata bocah ini bersih juga ,.."   Meskipun otak berpikir, namun gerakan mereka masih terus dilanjutkan serentak terdengar mereka membentak-bentak, terlihatlah sinar senjata berkelebat diiringi angin pukulan menderu berbareng mereka menyerang kearah Giok-liong.   Bertubi-tubi Giok-liong harus main kelit, lalu hardiknya keras.   "Kalau kalian benar benar mendesak terus, terpaksa aku yang rendah harus turun tangan!" "Hahaha, kunyuk, kurcaci macammu ini, silakan kau turun tangan, supaya bisa mampus dengan merem!"   Kemarahan Giok liong sudah sampai pada puncaknya, mendongak keatas ia bersuit panjang, sedemikian keras suaranya sampai para Hwesio merasa tergetar dan tertusuk telinganya, dimana bayangan putih berkelebat seketika terlihatlah sosok tubuh orang terpental jungkir balik disertai suara senjata berjatuhan mengeluarkan suara ramai, Dua titik sinar terang meluncur tinggi ketengah udara, Terdengar kedua Hwesio tua pemimpin tadi mengerang kesakitan, kontan darah menyemprot berceceran "Plak, plak"   Tubuh mereka terbanting keras ditawan sejauh berapa tombak.   Timbul napsu membunuh dalam benak Giok-liong.   Terbayang akan adegan dimana waktu ibunya menghadapi bencana dulu, matanya lantas memancarkan sorot jalang kebuasan gerak tubuhnya semakin gesit dan berloncatan gesit seka!i.   Dimana bayangannya tubuh serta kaki tangannya bergerak, seketika terdengar jeritan ngeri berturut turut, darah berhamburan.   Dalam sekejap saja puluhan sosok tubuh manusia beterbangan dan terbanting mampus ditanah.   Para Hwesio lain yang masih ketinggian hidup berubah air mukanya, dengan berteriak ketakutan serentak mereka berlari berpencar sipat kuping seperti dikejar setan.   Giok-liong menjadi geli dan bergelak tawa sepuas-puasnya, serunya.   "Akan kulihat Go-bi-pay kalian bisa berbuat apa terhadap aku Ma Giok-liong."   Salah seorang dari Hwesto yang melarikan diri itu terdengar berteriak keras.   "Ma-Giok-liong, Kaiau kau berani datanglah menghadap kepada Ciang-bunjin kami,.,, ,,."   Ditengah kumandang gelak tawa Giok-liong menutulkan kakinya, Badannya lantas melayang ketengah udara dengan gaya yang sangat indah ia jumpalitan ditengah udara terus mengejar kearah para Hwesjo melarikan diri tadi, Dengan para Hwesioyang ketakutan sebagai petunjuk jalan ia terus berlari melewati atas kepala mereka.   Belum lama ia berlari dari kejauhan didepan sana lantas berkumandang suara genta dipukul bertalu-talu.   itulah pertanda habis atas saat isirahat malam bagi para Hwesio didalam kelenteng.   Tapi suara genta kali ini lain dari biasanya karena terus bertalu-talu dan bergema lama ditengah udara semakin keras.   Ini pula merupakan pertanda terjadi suatu perubahan besar yang menimpa didalam kelenteng Go-bi-san.   Giok-liong menjadi merasa heran.   Adalah orang yang bernyali begitu besar berani menyerbu keatas Go-bi-san sebagai salah satu aliran ternama dari sembilan golongan silat yang diagungkan didunia persilatan.   Menurut apa yang diketahui saja, diantara para Tiang-lo Gi bi-pay sekarang ada seorang Tianglo yang berkedudukan paling tinggi, beliau adalah Goan-hwat Taysu punya Cosu, seorang Hwesio tua berusia lanjut yang masih ketinggalan hidup, berilmu tinggi pula.   Hwesio tua ini beratus julukan Ngo-hui-heng-cia.   Jejak Ngo-hui-heng-cia selamanya tidak diketahui oleh orang luar, justru karena dengan adanya Ngo-hui-heng-cia inilah maka Go-bi-pay yang sudah disegani oleh kaum persilatan lebih dipandang agung wibawanya lebih besar dimata umum serta bisa sejajar dengan Siau-lim, Bu-tong Thian-san sebagai salah satu aliran yang jempolan diantara sembilan partai besar.   Malam ini entah siapa yang berani menerjang keatas Go-bi san membuat onar, sungguh sukar dimengerti, Tengah ia berpikir kakinya masih melangkah cepat, dari kejauhan sudah terlihat bangunan kelenteng yang berlapis-lapis bukan saja pelita api tidak dipadamkan banyak tempat dipasang lilin dan tengloleng yang besar ditiang-tiang tinggi, seolah olah tengah mengadakan suatu upacara sembahyang atau peringatan besar.   Tapi dengan ketajaman pendengaran Giok-Iiong, pikirnya.   "Apa mungkin keadaan yang angker dan khidmat ini untuk menyambut kedatanganku. Bukan mustahil Goan-hwat Taysu yang melarikan diri membawa luka-luka menghadap kepada Go-bi Ciang-bun-jin Hian Goan Taysu serta mengadu biru dihadapan beliau dengan adanya kenyataan dan bukti yang telah dilakukannya tadi, bukan mustahil menjadikan mereka bersiap siaga ada alasan kuat untuk menghadapi dirinya sebagai musuh besar."   Terpikir sampai disini timbul kekuatiran dalam benaknya.   Tingkat kedudukan Ngo hui heng-cia konon katanya masih setingkat lebih tinggi dari To-ji Pang Giok, gurunya sendiri.   Tingkat kepandaian silatnya katanya juga sangat tinggi hampir menjadi pendekar pedang menjadi dewa.   Tapi berita tinggal berita, hampir selama ratusan tahun ini tiada seorangpun yang pernah melihat beliau mengunjukkan diri mau memamerkan ilmunya yang sejati.   Hian Goan Taysu Ciang-bun-jin Go-bi-pay yang seorang adalah bakat yang sukar dicari keduanya dikalangan persilatan masa kini, terbukti selama dua puluhan tahun ia memegang tampuk pimpinan Go bi-pay sejak masih muda sampai sekarang, Go bi-pay semakin menjulang tinggi dan tenar sebagai aliran besar yang lurus.   Tak peduli selama dua puluhan tahun tahun ini sepak terjangnya.bagaimana,hakikatnya ternyata Go bi-pay telah dipimpinnya sedemikian rapi berdisiplin keras, tingkat kepandaian para muridnya juga merata menjadi tingkatan kelas satu dikalangan Kangouw.   Kalau malam ini membunyikan genta memanggil kumpul seluruh penghuni kelenteng besar ini semata-mata untuk menghadapi dirinya.   Kedatangannya ini melulu mengandal ilmu silat tiada pegangan pasti dapat menang, mengandal kenyataan, dikawatirkan mereka tidak akan mau percaya.   Seumpama terjadi keributan dengan pihak Go bi ini berarti pula menentang dan bermusuhan dengan pihak sembilan partai lainnya.   sekarang keadaan Bu-lim tengah menghadapi ancaman terpendam yang suatu waktu bakal meletus dan gawat dalam dunia yang luas ini kalau kalangan lurus persilatan tidak dapat bersatu dan saling solider, sebaliknya saling bunuh dan bermusuhan, dan sumber kejadian ini melulu karena perbuatannya yang salah langkah ini, ini sungguh sangat menguwatirkan.   Sambil berpikir tubuhnya terus meluncur dengan kecepatan anak panah maju kedepan Tak lama kemudian pintu gerbang pertama sudah kelihatan Dengan ringan Giok-Iiong mendaratkan kakinya dijalan besar disini ia berhenti sejenak mengosentrasikan pikiran dan mengendalikan diri, Lalu pandangannya menjelajah kesekitarnya terlihat empat penjuru sunyi senyap tanpa terdengar suara sedikitpun.   Sebagai tanda hormatnya selangkah demi selangkah ia beranjak maju melintang dari lapangan besar itu lurus menuju ke aula besar, Suara genta yang bertalu talu tadi sudah berhenti, Sang putri malam memancarkan sinarnya yang cemerlang angin menghembus sepoi-sepoi kesunyian disekelilingnya itu membawa suasana yang hening dan angker menegangkan.   Waktu Giok-liong beranjak sampai ditengah lapangan, tibatiba terdengar suara mantram yang mengalun tinggi, pintu besar bercat hitam itu juga pelan-pelan terbuka lebar, Dari belakang pintu beriring keluar dua barisan Hwesio hwesio berseragam kuning terus maju !kedepan pintu lalu berdiri tegak dikedua sisi tak bergerak lagi.   MenyusuI itu berjalan keluar pintu pula empat Hwesio tua yang mengenakan jubah besar warna merah.   Dibelakangnya para Hwesio berkasa merah ini adalah dua Hwesio yang lebih lanjut usia membuntuti di belakang seorang Hwesio bertubuh tinggi kekar berwajah merah bersikap gagah dan garang.   Pelan-pelan dengan langkah berat mereka maju kedepan pintu.   Salah satu Hwesio yang berusia lanjut itu bukan lain adalah Goan hwat Taysu.   Dari keadaan yang penuh keangkeran ini terang sekali Hwesio bertubuh tinggi tegap dengan kedua mata sedikit meram itu pasti bukan lain adalah Hian Goan Taysu Cian-bunjin Go bi-pay sekarang.   Baru saja mereka muncul, keempat Hwesio berkasa merah itu langsung maju ketengah lapangan kira-kira setombak di hadapan Giok-liong baru mereka menghentikan Iangkah.   Berbareng mereka pentang mata memandangi Giok-liong dari bawah keatas dan dari atas kebawah, sejenak kemudian satu diantaranya yang ditengah berseru menyapa dan bertanya.   "Apakah Siau si-cu ini adalah Ma Giok-lioag adanya ?"   Cepat cepat Giok-Iiong merangkap tangan serta menyahut hormat.   "Benar !"   Air muka si Hwesio tua ini berkelebat rasa heran dan kejut, agaknya ia rada tidak percaya maka, ditandaskan lagi sebuah pertanyaan.   "Jadi Si-cu adalah Kim pit jan-hun Ma Giok-liong ?"   Kata Giok-liong.   "Aku yang rendah memang Ma Giok-Jiong, Tentang julukan Kim pit-jan-hun itu, mungkin adalah para sahabat Kangouw yang sembarangan saja yang mengangkatnya,"   Tiba tiba Goan-hwat Taysn maju selangkah serta membentak.   "Benar kurcaci rendah ini, kenapa kalian ..."   Segera Hian Goan Taysu mengulapkan tangan mencegah kata-kata Goan-hwat selanjutnya, lalu manggut manggut kepada ke empat Hwesio tua berkasa merah itu. Hwesio tua berkasa merah itu menatap pula kearah Giok- Hong serta serunya lantang.   "LoIap berempat Hwat Khong, Hwat Bing, Hwat Hui dan Hwat Hay berkedudukan sebagai pelindung Go-bi-pay, ada satu peristiwa yang belum jelas bagi kita mohon sicu suka memberi keterangan."   Giok-liong tersenyum tawar, katanya.   "Ada soal apakah yang perlu kujelaskan cobalah katakan, menurut apa yang aku tahu akan kujelaskan."   Orang yang tampil bicara tadi bukan laju adalah tertua dari keempat Huhoat Go-bi pay yang bernama Hwat Khong, Air mukanya membesi serius, alisnya dikerutkan dalam, suaranya rendah berat.   "Malam-malam Siau-si-cu menerjang keatas gunung Go-bi mencuri buah ajaib kita, membunuh harimau sakti penunggu gunung malah berani melukai Tianglo kami..."   Pada saat itulah terlihat sesosok bayangan meluncur datang terus menubruk ketengah lapangan langsung menghadap kedepan Hian Hoan Taysu terus berlutut serta katanya sambil sesenggukan.   "Tecu beramai sungguh tidak becus, sebagian besar dari para suhengte telah gugur atau terluka berat ditangan musuh, harap Ciang-bun-jin suka memberi keadilan."   Hian Goan Taysu mendehem sekali lalu tanyanya.   "Berapa banyak yang menjadi korban ?"   "Ada empat belas Suheng-te telah menjadi korban keganasannya, enam orang lagi terluka berat, Hanya tecu dan capwe Sute tidak terluka sama sekali ..."   "Baik, kau mundur ...   "   Goao-hwat Taysu menggereng rendah, serta maju seiangkah, katanya.   "Ciang-bun..."   Air muka Hian Goan Taysu membeku dingin, Kepalanya manggut kepada Hwat Khong yang kebetulan tengah berpaling ke arahnya. Hwat Khong sendiri juga telah berubah cemberut membesi kaku, sepatah demi sepatah ia lanjutkan kata-katanya.   "Membunuh pula empat belas murid-murid serta melukai enam orang."   Sampai disini ia merandek menelan liur, mendadak ia berkata lagi lebih keras dengan nada lantang.   "Kalau Siau-si-cu tidak memberikan keadiian, seumpama pihak Go-toi-pay kita tidak meringkus dan menghukum kau, seluruh orang gagah di dunia ini pasti bakal mentertawakan Go bi-pay kita sebagai gentong nasi melulu !"   Giok-liong membelalakkan kedua matanya dengan tajam berkilat ia menyapu pandang ke seluruh gelanggang, lalu sedikit saja ke arah Hwat Khong taysu, berseri tawa, ujarnya.   "Harap Ciang-bun jin kalian suka tampil kedepan untuk bicara."   Berubah air muka Hwat Khong, desisnya berat.    Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Goda Remaja Karya Kho Ping Hoo Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini