Seruling Samber Nyawa 5
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 5
Seruling Samber Nyawa Karya dari Chin Yung Mendadak laki-laki kurus tinggi mengenakan kedok hitam itu menggeledekkan suara tawa dinginnya yang mendirikan bulu tengkuk ditengah malam gelap ini, suaranya mendengung bergema sekian lama diudara. Lambat laun suara tawa itu semakin meninggi keras dan melengking bak ujung sebatang anak panah yang menusuk lubuk hati manusia. Semua laki-laki seragam hitam yang berdiri melingkar diluar gelanggang kontan mengunjuk sikap menderita yang ditahan-tahan keringat sebesar kacang membanjir keluar. Mereka tahu bahwa tawa panjang ini bukan lain semacam serangan tawa, Karena gema suara ini merupakan hawa panah yang telah didesak dan didorong keras. kekuatan hawa murni dari Lwekang tertinggi unuk melukai musuh. Terhadap siapa suara tawa ini ditujukan, maka isi perut dari orang itu pasti akan tergetar hancur dengan menyemburkan darah dan melayanglah jiwanya. Para laki-laki yang berdiri diluar gelanggang paling-paling hanya keserempet gelombang dari genta tawa itu saja, tapi toh mereka sudah menderita dan mengerahkan tenaga untuk melawan. Mereka jelas mengetahui siapakah kedua orang yang tengah mereka hadapi ditengah gelanggang ini. Ma Giok-liong adalah orang yang harus diringkus hidup-hidup atas perintah Pangcu mereka. Sedang mereka yang lain adalah tokoh lihay yang berulang kali dipanggil dan diundang untuk masuk anggota perkumpulan mereka, tapi selalu membunuh utusan yang membawa surat undangan, bukan saja menolak malah menentang, dia ini bukan lain adalah iblis rudin Siok Kui-tiang yang kenamaan dan disegani. Mereka tahu pula bahwa kedua orang ini sekarang tengah mengerahkan hawa murni untuk mengobati luka luka dalamnya dan sudah sampai pada taraf yang menentukan, sedikit gangguan saja cukup untuk menamatkan jiwa mereka. Apalagi menggunakan penyerangan cara tawa bergelombang yang mengerahkan hawa murni dari aliran lurus sana! Disaat orang berkedok seragam hitam itu mulai perdengarkan suara tawanya tadi, Giok-liong dan Siok Kiutiang yang bersila ditengah gelanggang itu tampak melonjak tergetar tubuhnya Lebih parah lagi keadaan Siok- Kiu-tiang, wajahnya menunjuk rasa derita yang tertahan, mengikuti suara gelombang tawa yang semakin meninggi rasa derita diwajahnya juga semakin tebal, sehingga kulit wajahnya mengkerut dan meringis menggigit bibir sampai berdarah, keringat dingin membanjir membasahi seluruh tubuh. Lebih mendingan keadaan Giok-liong, setelah seluruh tubuh tergetar hebat, kabut diatas kepalanya itu segera bergulung lebih keras seperti air mendidih diatas tungku yang mengepul tinggi dan melebar sekelilingnya sehingga terlingkup oleh kabut tipis. Lambat-laun kabut tipis ini mulai membungkus kedua orang ini yang duduk bersila ini. Suara gelombang tawa mendadak lenyap dan berhenti. Orang berkedok yang berdiri ditengah itu dengan sorot pandangan dingin berpaling kanan kini serta berkata. "Cahyu Hu-hoat bunuh mereka." Sedikit mengerahkan badan kedua pelindung itu segera menghadap didepannya serta katanya sambil memberi hormat. "Baik Pang-cu!" Seiring dengan hilang suara mereka, dua bayangan hitam serentak melesat mundur, sedemikian cepat gerak gerik mereka laksana kilat menyambar tahu-tahu badan mereka sudah melambung tinggi sepuluh tombak, dimana pinggang ditekuk serta merentang kedua tangan masing-masing, jalur-jalur kabut warna kehijauan segera merembes keluar dari seluruh badan mereka. Begitu kedua dengkul masing-masing ditekuk, dari setinggi sepuluh tombak itu badan mereka lantas meluncur turun bak umpama burung garuda yang hendak menerkam dan mencabik mangsatnya, berbareng dengan itu, empat kepalan tangan mereka juga ikut bekerja memancarkan sinar merah yang sangat menyolok (BERSAMBUNG Jilid KE 5) Jilid 05 Empat jalur sinar merah mengepulkan asap tebal membawa hawa hangat yang membakar langsung menerjang kearah putih ditengah gelanggang itu. Waktu badan mereka tinggal lima tombak lagi dari atas tanah, hawa panas yang membakar kulit semakin, tebal, sekejap mata itu, sepuluh tombak sekitar gelanggang sudah terbakar menjadi hangus, Para seragam hitam yang mengurung diluar gelanggang siang siang sudah mundur jauh menyelamatkan diri. Sorot bara api yang terang menyalanya ia bak umpama gugur gunung telah menindih tiba, Terus menerjang kearah kurungan kabut putih yang menelan seluruh bayangan Giokliong dengan Siok Kiu-tiang. Ditengah udara tiba-tiba terdengar gelak tawa kepuasan yang berlimpah-limpah. Sepasang mata Hiat-hong pangcu memancarkan kilat terang yang aneh, wajahnya mengunjuk rasa girang dan puas pula. Dia tahu betapa besar perbawa Te-hwe-tok-yam yang lihay dan ganas sekali itu. Kiranya pelindung kanan kiri dari Hiat-hong pang ini adalah saudara kembar, dari kecil memang mereka sudah dibawai kecerdikan dan bakat yang luar biasa, tabiatnya juga sangat keras dan berangasan, sejak kecil mereka diangkat menjadi murid-murid seorang tokoh lihay didaerah barat yang bernama julukan Le hwe-heng-cia, setelah ber-tahun-tahun belajar sekarang kepandaian mereka sudah mencapai tingkat yang cukup dapat dibanggakan. Untuk memenuhi ambisinya untuk melebarkan sayap memperbesar perkumpulan serta pcngaruhnya, Hiat hong Pangcu menyebar pada pembantunya untuk menampung dan mengundang tokoh-tokoh aneh kaum persilatan yang sudi diperalat olehnya dengan imbalan harta benda yang tiada nilainya, dalam suatu kesempatan yang kebetulan dia bertemu dengan seorang gembong silat kalangan hitam yang sudah lama mengasingkan diri, dari mulut orang ini ia diperkenalkan akan adanya tokoh Le-hwe-heng cia yang lantas diundangnya masuk menjadi anggota memperkuat kedudukan dan tujuan ambisinya. Kemaruk oleh harta kedudukan akhirnya Le-hwe-heng-cia meluluskan dan menerima undangan agung ini, Tapi saat mana dia tengah mempelajari semacam ilmu yang serba ganas sebelum berhasil latihannya ini tak mungkin dia dapat tinggal pergi dari sarang nya. Terpaksa ia perintahkan kedua murid kembarnya ini datang lebih dulu ke Tionggoan untuk menambal dulu kekosongan di Hiat-hong-pang. Begitu tiba kedua saudara kembar ini lantas diangkat menjadi Hu-hoat atau pelindung kanan kiri, sudah tentu mereka sangat berterima kasih dengan kedudukan tinggi ini. Tak heran tak segan-segab mereka rela turun tangan dan bekerja mati-matian. Umpamanya peristiwa yang dihadapi kali ini adalah sedemikian penting dan serius sampai sang Pang-cu sendiri harus ikut terjun di medan laga, maka dapatlah diperkirakan betapa pentingnya urusan ini. Oleh karena itu begitu kedua saudara kembar ini turun tangan, tidak kepalang tanggung lagi mereka lancarkan ilmn perguruannya yang paling lihay dan ganas, dengan dilandasi hawa murni dalam tubuh mereka lancarkan hawa panas yang membara dan berbisa. Yaitu ilmu, Te-hwe-tok-yam, tujuannya hendak membakar hangus dan melebur abukan kedua orang yang tengah duduk bersila terbungkus kabut ditengah gelanggang itu. Baru saja suara gelak tawa mereka terdengar bara api yang menyala-nyala menyilaukan mata itu sudah menyampuk keras ke arah gulungan kabut tebal ditengah gelanggang itu. "Dar.... Dar ..." Ledakan dahsyat aneh yang menggetarkan langit dan menggoncangkan bumi menggelegar ditengah gelanggang. Disusul angin lesus membadai menerjang keempat penjuru menerbitkan suara, menderu hawa panas yang membakar kulit. Belum lagi suara ledakan dahsyat ini lenyap mendadak terdengar gelombang panjang gelak tawa yang lantang dan bentakan keras menggeledek yang terus meninggi menembus angkasa, Dua bayangan putih dan ungu laksana bintang meluncur dimalam hari melesat mumbul ketengah angkasa terus menerjang kearah dua saudara kembar yang masih berada ditengah udara itu. "Blang Bluk !" Ledakan hasil dari gempuran hebat ini membuat empat bayangan manusia terpental jatuh keatas tanah. Tampak Giok liong dan Siok Kiu-tiang dengan wajah membesi berdiri ditengah gelanggang, Sebaliknya dua saudara kembar pelindung Hiat hong pang itu berdiri setombak di sebelah sana dengan raut muka penuh mengunjuk keheranan dan kejut. Mendadak mulut pelindung kiri menggerung keras, rupanya suatu aba-aba untuk bergerak serentak, karena saat itu juga tampak bayangan melejit pesat sekali kedua pelindung kanan kiri ini sudah merangsak hebat kearah Giok-liong dan Siok Kiutiang. Giok-liong berdua juga tidak mau tinggal diam, berbareng mereka menggerakkan kedua tangan masing masing terus melompat maju memapak. Tadi, waktu Giok-liong tengah kerahkan tenaga murninya mengobati luka-luka dalam nya mendadak terasakan olehnya, bahwa sekelilingnya sudah terkepung oleh serombongan orang yang mengenakan seragam hitam, diam-diam hatinya bercekat, batinnya. "Kalau mereka secara keji turun tangan menggunakan kesempatan baik ini, pasti celakalah jiwa kita berdua." Tengah berpikir ini, semakin cepat ia lancarkan tenaga murninya disamping itu iapun siaga menghadapi setiap senangan yang membahayakan jiwa mereka. Dengan sikap siaganya ini maka keadaan dan situasi sekelilingnya tidaklah luput dari pengawasannya. Tidak lama kemudian Hiat-hong Pangcu serta pelindung dikanan kirinya juga muncul. Giok-liong tahu dan insaf bahwa pertempuran dahsyat hari ini sudah tidak mungkin dihindarkan lagi, maka sekuat tenaga ia kerahkan Ji-lo menghadapi setiap serangan. Betul juga tidak luput dari dugaannya, dengan Lwe-kang yang tinggi dari aliran Lwekeh Pang-cu Hiat-hong pang mengirim gelombang suara gelak tawanya yang menyerupai ilmu Syai-cu hong dari aliran Budha berusaha hendak memusnahkan atau melenyapkan kepandaian mereka berdua. Tanpa ajal segera Giok-liong gerakkan tenaga Ji lo keluar badan dengan kabut putih itu ia bungkus bentuk tubuh mereka berdua didalamnya, lalu dengan gelombang suara lirih ia berkata kepala Siok Kiu-tiang. "Hiat-hong Pang-cu sendiri datang mungkin susah dihadapi, betapapun kita harus waspada dan hati-hati." Bersamaan dengan itu dirogohnya pula pulung kecil yang berisi pil mustajab tadi dituangnya dua butir pil, ditelannya sebutir dan diberikan kepada Siok Kiu tiang sebutir lalu dengan cara yang paling cepat mereka berobat diri menyembuhkan luka masing-masing. Gelombang tawa yang menggema tinggi semakin keras, semangat dan pertahanan Giok-liong sudah hampir tergempur dan tidak kuat bertahan Iagi. Terpaksa ia tidak hiraukan lagi luka-luka dalam yang belum sembuh seluruhnya, dengan tekun desak seluruh kekuatan Ji-lo keluar badan, dengan mengerahkan dua belas bagian tenaganya baru dia tidak terkalahkan. Seumpama tekanan pihak lawan ditambah setingkat saja pasti hancurlah pertahanannya itu berarti tamatlah jiwanya atau paling tidak badannya tergetar hancur luka parah. Tapi ternyata Hiat-hong Pang cu malah menghentikan gelombang tawanya dan menyuruh kedua pelindungnya turun tangan. Dengan daya kecepatan luar biasa Giok-liong memutar tenaga Ji-Io sekali putaran didalam badannya, lalu berkata lagi kepada Siok Kiu-tiang menggunakan gelombang tekanan lirih. "Musuh mulai bergerak hati-hatilah!" Terdengar Siok Kui-tiang menyahut "Aku paham, kau sendiri juga hati-hatilah!" Tepat pada saat itulah kedua pelindung Hiat hong-pang dengan serangan bara apinya telah menerjang tiba dari tengah udara. Kebetulan saat itu juga Siok Kiu- tiang sudah kerahkan bawa murni pelindung badannya keluar digabung dan dikombinasikan dengan Ji-lo terus disungsungkan keatas, Setelah terdengar ledakan dahsyat bagai bom meledak, Giok liong bersama Siok Kiu-tiang berbareng melesat naik keatas terus meluncur turun lagi berdiri berendeng. Dalam gebrak pertama saling gempur ditengah udara ini. diam-diam Giok-liong terperanjat. Karena terasakan olehnya bahwa kepandaian dua pelindung Hiat-hong-pang ini masih setingkat lebih tinggi bila dibanding dengan Thian-siu-su-cia Ih Peng. Tanpa merasa timbullah kewaspadaan yang lebih besar dalam benaknya. Kalau diterawangi situasi gelanggang, para jago silat dari Hiat-hong-pang pasti bukan beberapa gelintir saja, ini berarti situasi dihadapi sekarang sangat tidak menguntungkan bagi Giok-liong berdua, sedikit alpa atau ceroboh bertindak mungkin jiwa sendiri bakal terkubur ditempat alas ini. Tengah hatinya menimang-nimang, kedua pelindung Hiathong oang itu sudah menubruk tiba sembari lancankana pukulan deras yang membawa tekanan panas tinggi. Giok-liong sudah mengejek dingin, Ji-lo dikerahkan sepuluh bagian dimana kedua tangannya bersilang terus disurung kedepan menyambut serangan musuh. Sekejap saja angin puyuh bergulung bertambah seret tak ubahnya seperti gulungan banjir yang melandai dengan dahsyatnya diselingi bayangan angin pukulan yang santer, sedemikian sengit dan seru pertempuran kali ini, sebaliknya disebelah sana tampak Iblis rudin berputar dan berkisar seperti keong berputar sedemikian lincah, dan gesit tubuhnya berputar, dimana setiap kali tangan kakinya bergerak angin tutukan jarinya yang mendesis menyambar-nyambar dengan bentuk bayangan laksana sekokoh gunung bagaikan gelombang badai pula derasnya. Tapi kepandaian lawan juga bukan baru saja lulus dari perguruannya, bukan saja aneh dan hebat, kepandaian mereka memang lihay dan ajaib lain dari yang lain ditambah ganas dan berbisa lagi, betapa dalam Lwekang mereka benar benar sangat mengejutkan. Pertempuran terjadi semakin dahsyat dan ramai, tubuh mereka berempat sedemikian lincah dan tangkas sekali, setiap pukulan atau tendang saja pasti membawa kesiur angin keras yang membawa maut ini masih belum yang paling mengejutkan adalah suhu panas yang terbawa oleh hawa pukulannya yang mematikan itu sedikit ajal saja pasti badan akan hangus meskipun hanya kena samberannya saja karena keracunan... Empat orang terbagi dalam dua kelompok pertempuran semakin lama jalan pertempuran ini semakin memuncak dan hangat tatkala mana Giok-liong sudah kerahkan Ji-lo sampai tingkat kesepuluh jurus atau tipu tipu permainan Sam-ji-cuihun chiu juga mulai dilancarkan. Kuntum mega putih mulai mengembang bertaburan mengelilingi sekitar gelanggang, sebuah telapak tangan putih halus laksana banyangan setan seperti perlahan tapi cepat sekali melayang datang menutul kearah musuh. Waktu ia pandang keadaan pihak lawan, kiranya musuh juga sudah kerahkan seluruh kemampuannya, seluruh tubuh musuh sudah terbungkus oleh cahaya merah marong dari bara api yang panas sekali sampai mengepulkan asap hitam, sedemikian tebal dan kuat hawa panas ini sedang saling gempur dan bertahan mengadu kekuatan. Dilain pihak iblis rudin Siok Kiu tiang sendiri juga sudah mempamerkan segala kepandaian simpanaunya, jari tangannya me-nari-nari memetakan sorot merah dari keampuhan jari tutukannya, begitu keras angin tutuIannya itu mendesis kemana-mana sampai babak terakhir ini mereka masih saling serang dan gempur dengan sama kuatnya. Dilihat keadaan pertempuran dahsyat ini kiranya sebelum ribuan jurus susah ditentukan pihak mana yang bakal menang atau kalah Bahkan daya kekuatan suhu panas yang membara itu lama kelamaan terangsang bau hangus terbakar yang memualkan. Sekitar lima tembak sekeliling gelanggang semua sudah hangus terbakar. Keruan para seragam hitam yang menonton diluar gelanggang mundur semakin jauh, mereka menyingkir sambil waspada mengawasi gelanggang pertempuran untuk menjaga supaya kelinci yang sudah mereka kepung tidak lolos Iagi. Sementara itu Hiat-hong pangcu berdiri sambil bersidakep dikelilingi lima orang berkedok yang baru saja tiba belum lama. Sang waktu terut berlalu tanpa menunggu, Meskipun belum kelihatan bahwa kedua pelindungnya bakal kalah, namun juga tidak banyak mengambil keuntungan. Sekonyong-konyong terdengar Hiat-tong Pangcu tertawa dingin, ujarnya. "Binatang dalam jaring juga masih berani berontak." Setelah mengekeh sekian lamanya, mendadak ia berpaling kepada lima pengikutnya, katanya. "Kalian berlima boleh maju, bantulah kedua pelindung kita, bunuh atau riugkus ke dua orang ini hidup-hidup." Walaupun Giok-liong tengah tepat menghadapi musuhnya, tapi kuping dan matanya tetap dapat mengikuti keadaan di sekelilingnya. Begitu melihat keadaan yang membahayakan ini dia merasa terkejut, bentaknya dengan murka. "Bagus benar Hiat-hong pang kalian, ternyata tidak tahu malu dan hina dina, main keroyok untuk ambil kemenangan" Sembari berkata beruntun ia kirim dua kali jotosan, dua gumpal kabut putih teriring dengan angin keras seketika menyentak mundur pelindung musuh yang dihadapinya sampai tersungkur hampir jatuh. Terdengar Giok-liong bergelak tertawa serta serunya. "Tuan mudamu jikalau tiada berisi masa berani malang melintang didunia persilatan!" Terdengar pelindung kiri ini memekik gemetar saking gusar, suaranya aneh, dimana tangannya meranggeh kebelakang, tahu-tahu tangannya sudah melolos keluar senjata tombak pendek bercabang tiga seperti garpu, senjata ini berbentuk aneh panjang tiga kaki dan berkilat menyilaukan mata, Sedikit pergelangan tangan menggertak berbareng badannya melejit maju merangsak dengan serangan yang mematikan kearah Giok-liong. Secara kebetulan perkataan Giok-liong baru saja habis diucapkan, cepat-cepat tangan kiri bergerak melingkar terus didorong kedepan, re.lang tangan kanan secepat kilat meluncur keluar dari lingkaran bundar itu langsung menutuk ke dada lawan, Maka mega putih menerpa kedepan dengan keras, di tengah kilatan cahaya merah marong juga menerjang datang dari depan, seketika angin menderu dan mendesis bersuitan saking hebatnya. "Siiiut ..... daaarrr, ..." Begitu ledakan itu lenyap dua bayangan lantas terpental mundur. Selarik cahaya kuning emas terus mencorong tinggi ketengah angkasa, ternyata bahwa senjata potlot emas Giokliong sudah dilolos keluar, Namun belum sempat senjata Giokliong ini beraksi, mendadak angin-kencang mendesir disertai sinar hijau dingin meluncur kearah punggungnya dengan kecepatan yang susah diukur. Lima bayangan terbagi dalam dua kelompok bagai angin badai menerpa kencang menerjang kearah Giok-liong dan Siok Kiu-tiang Bersama itu dua atas rantai warna merah tahu-tahu juga sudah menusuk tiba didepati dada Giok-liong. Angin pukulan bagai gelombang samudra yang mengamuk, rantai merah berseliweran saling gubat dengan sinar hijau semua menuju satu sasaran, sekonyong-konyong terdengar sebuah tawa panjang yang mengalun tinggi dari mulut Giokliong. Cahaya kuning lantas mencorong tinggi ketengah udara, selarik sinar kuning yang menyilaukan mata diiringi derai tawa yang lantang melingkar lingkar menggulung keluar. Kontan terdengarlah pekik mengaduh yang mengerikan ditengah udara disertai suara srat sret bergantian, darah lantas beterbangan berceceran keempat penjuru. Satu diantara kelima orang seragam hitam itu sudah jatuh mampus dibawah seragam jurus Kong-sim (Kejut hati). Pertempuran masih belum berhenti sampai disitu saja, sinar kuning masing-masing terus berputar kencang diantara bungkusan kabut putih, bergerak lincah dan tangkas sekali di bawah kepungan rantai merah dan sinar hijau jelas sekali bahwa Giok-liong sudah lancarkan tipu-tipu dari pelajaran Janhu su-sek dengan dilandasi dua belas bagian tenaga Ji-lo, karena para pengerubutnya adalah dua orang seragam hitam dan pelindung kiri yang rata-rata berkepandaian cukup tinggi. Sekonyong-konyong suara jeritan dan gerengan saling susul terdengar digelanggang sebelah sana. Dalam kesibukannya melawan musuh Giok-liong berkesempatan untuk berpaling dan melirik kearah sana, Dilihatnya wajah iblis rudin Siok Kiu- tiang pucat pasi serta sempoyongan mundur berulang kali, lengan kiranya sudah terluka panjang mengalirkan darah, besar dan panjang luka itu kira-kira setengah kaki kulit serta daging lengannya sudah terkupas melanda i-lambat sehingga darah susah di bendung lagi. Sebaliknya ditangan kanannya masih mencengkeram keras sebuah lengan tangan musuh yang dibetotnya putus. Dengan susah payah dan banyak makan tenaga ia terus hadapi rantai merah yang diputar kencang memenuhi angkasa. Keadaan ini memang sangat genting, keruan Giok-lioog kaget dan kwatir. Hanya sedikit terpecah perhatiannya saja hampir saja Giok liong harus membayar mahal kelalaiannya ini. Mendadak musuh didepannya tertawa terloroh-loroh, dimana terlihat pundak pelindung kiri Hiat-hong-pang bergoyang-goyang. puluhan sinar kehijauan yang terang dan lembut sekali segera melesat kencang meluruk kearah Giok-liong, Bersama itu dua utas rantai merah yang bergerak lincah laksana ular naga yang hidup membawa angin menderu serta gelombang panas yang membakar kulit sekaligus bersamaan menerpa dan menggulung tiba, Bukan hanya sekian saja Giok-liong menghadapi ancaman elmaut, karena disebelah samping kanan kiri kedua orang seragam hitam itu juga memutar kencang senjatanya menusuk tiba dari kanan kiri terus menubruk dan membabat kearah Giok-liong. Giok-liong menggerung keras, kedua kakinya mendadak dijejakkan diatas tanah, badannya lantas melesat mundur kesamping, kebelakang, bersama itu sinar kuning dari potlot masnya diputar kencang, jurus Sip-hun dari salah satu Janhun- su-sek dikeluarkan. Sesuai dengan nama jurus serangan ini yaitu kehilangan sukma, kontan terdengar salah satu dari seragam hitam pengeroyoknya segera melompat mundur sambil menjerit ngeri, terang kalau sukmanya melayang menghadapi raja akhirat. Tapi tak beruntung bagi Giok-liong tiba-tiba terasakan bahwa paha kirinya juga sakit dan nyeri menusuk tuIang, namun sekuat tenaga ia bertahan dan berlaku tenang, kaki menjejak mendadak ia jumpalitan ditengah udara, badannya meluncur lagi kesamping setombak lebih berbareng terdengar bentakannya menggeledek. "iblis rudin jangan gugup, Giok- Iiong mendatangi l" Dimana tangan kanan diayun, sebuah potlot masnya disambitkan dengan kencang berubah selarik sinar kuning langsung meluncur kearah pelindung kanan dari Hiat hongpang yang tengah menusukkan senjatanya kearah Siok Kiu tiang yang mendeprok ditanah kahabisan tenaga dan darah. Bentakaa Giok liong yang keras dan garang itu cukup membuat pelindung kanan itu tergelak kaget dan keder, sedikit merendek saja tahu-tahu sinar kuning yang mendesis keras laksana anak panah yang sudah menusuk tiba didepan mata, Meskipun ia sudah berusaha berkelit sambil memutar tubuh, tak urung mulutnya menggerung keras seperti babi hendak disembelih. Karena potlot mas Giok liong dengan telak telah menghunjam amblas kedalam punggungnya sampai tembus kedepan dada kontan badannya roboh terkapar ditanah, Darah segar segera memancur keluar dengan deras dari dadanya, Tapi ia masih membelalakkan kedua matanya mencorong menyakitkan sebelum ajal ini dia masih sempat menyambitkan kedua senjata garpunya kearah Siok Kiu-tiang, Lantas badannya sendiri terbanting sekali lagi dan tak bergerak untuk selama-lamanya. Begitu potlot masnya disambitkan, menurut perhitungan Giok-liong akan segera mengejar datang untuk mengambilnya kembali untuk menghadapi lagi kejaran dan kepungan pelindung kiri serta dua seragam hitam lainnya, sungguh diluar dugaannya bahwa watak pelindung kanan itu ternyata sedemikian ganas dan kejam, sebelum ajal ini masih mengerahkan seluruh sisa tenaganya untuk menyerang Siok Kiu-tiang dengan sambitan kedua senjata garpunya, Saking kejut segera mulut Giok-liong menghardik keras, tubuhnya juga melenting tiba dengan kecepatan meteor terbang dimana kedua tangannya bergerak saling susul, angin badai segera terbit bergulung-gulung, untung masih sempat menyampok pergi kedua senjata garpu musuh sehingga menyelonong kesamping. Dilain saat begitu kakinya menyentuh tanah, rasa sakit di paha sebelah kiri segera merangsang hatinya, sampai kakinya lemas dan tenaga hilang, terpaksa ia melolos jatuh ketanah. Bertepatan dengan itu, pelindung kiri jadi mengamuk dan menggembor keras sambil lancarkan pukulan yang membawa suhu panas membawa terus mengepruk keatas kepalanya. sementara itu, dua orang seragam hitam lainnya juga sudah meluruk tiba pula dengan serangan senjata yang cukup ganas puIa. Dalam seribu kerepotan ini, tiba-tiba terdengar Siok Kiutiang membentak keras, badannya tiba-tiba mental naik ketengah udara setinggi tiga tombak. "Wut" Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Beruntun ia kirim dua kali pukulan mengarah kedua orang seragam hitam itu. Dilain pihak Giok-liong sendiri juga sudah menyedot hawa dan mengerahkan tenaga dari pusarnya, tangan kiri diayun dengan seluruh kekuatannya sedang tangan kanan merogoh kedalam saku terus beruntun menyambitkan tiga batang senjata rahasia yang berbentuk potlot mas kecil. "Blang !" Bum !" Seiring dengan suara gemuruh yang menggetar ini, terdengar lolong panjmg kesakitan dari mulut pelindung kiri Bersamaan itu sinar merah marong juga tengah meluncur menghunjam kearah dada Giok-liong. Diam-diam Giok-liong bergirang hati, tahu dia bahwa ketiga batang potlot masnya ternyata telah mengenai sasarannya dengan telak, Mendadak dengan kaki kanan sebagai poros ia memutar tubuh sambit mendekam tubuh, tepat sekali ia menghindarkan diri dari sasaran dua garpu musuh yang melesat tiba. "BIum!" Disebelah sana Siok Kiu-tiang juga telah saling gempur pukulan dengan kedua lawannya. Tiba-tiba ia menggembor keras,"Maknya, bunuh semua!" Membawa seluruh badan yang penuh berlepotan darah ia terus menubruk maju lagi, seolah-olah kedua tangannya itu secara mendadak mulur panjang sekali lipat, kiranya jurus Kam-thian ci yang mematikan itu sudah dilancarkan. Bukan kepalang kaget dan rasa takut ke dua orang seragam itu, sambil berseru ketakutan mereka melompat mundur. Tapi meski pun mereka sudah bergerak cepat, dan berusaha menyelamatkan diri tak urung juga sudah terlambat, kedua kepalan tangan yang membesar itu menutuk tiba dari tengah udara jeritan yang mengerikan berkumandang sampai sekian lamanya, darah dan daging manusia yang hancur berkeping-keping berterbangan keempat penjuru, kedua orang seragam hitam berbareng direnggut jiwanya. Cepat-cepat Giok-liong berjongkok menjemput senjata potlot masnya lalu perlahan lahan berdiri tegak. Saat mana terdengarlah-serentetan getaran tawa dingin yang menggiriskan bulu roma mengalun tinggi. Tampak Hiat hong Pang-cu mengulapkan tangan sembari memberi perintah. "Serbu!" Maka sorak-soraklah para seragam hitam yang mengepung diiuar gelanggang sambil angkat senjata terus menerjang maju sembari kekuatan serbuan yang dibawa oleh pihak Hiat hong-pang tidak hanya terpaut puluhan saja karena dari belakang batu batu besar di kejauhan sana juga beruntun berloncatan ke luar pula berpuluh puluh bayangan hitam yang membawa senjata berkilauan terbang mendatangai menyerbu ketengah gelanggang. Mendadak Giok-liong merasakan dipaha kirinya merembeskan darah dan terasa hangat, celakanya suhu hangat ini semakin menjalar keatas, maka cepat-cepat ia mengerahkan hawa murni untuk menutup jalan-jalan darah. Tiba-tiba terdengarlah ejekan tawa dingin dari samping kirinya. "Buyung, menyerah saja" Sebuah bayangan hitam berkelebat tahu-tahu Hiat hong Pang-cu sudah berada didepannya, berbareng tangannya ikut bergerak lima jalur angin dingin menyamber kencang melesat kearah lima jalan darah penting di dadanya. Giok-liong bergelak tawa keras sekali tangan kanan juga digerakkan sinar kuning segera berkelebat berbareng ia juga menggerung keras. "Siok-toako, bunuh semua!" Terdengarlah rentetan ledakan keras, di mana jalur-jalur angin saling bentrok dengan potlot mas, konton Giok-liong rasakan telapak tangannya tergetar linu dan sakit sekali, hampir saja senjatanya terlepas dari cekalannya. Dalam kagetnya kedua kakinya secara otomatis segera menjejak tanah, badannya lantas melenting mundur berbareng kuntum awan putih bergelombang menuruti gerak pukulan sisanya teras melebar dan menerjang keempat penjuru. Jerit dan pekik mengaduh menyayatkan hati sebelum ajal saling susul, darah berceceran dimana-mana menjadi genangan jang besar. Dimana-mana bayangan hitam berkelebat kaki tangan daging-daging manusia yang sudah menjadi mayat beterbangan kesana sini. Para seragam satu persatu roboh menggeletak tanpa bangun kembali. Seluruh tubuh Giok-liong dan Siok Kui tiang sudah penuh berlepotan darah, tapi mereka masih terus bertempur matimatian. Matahari sudah mulai mengunjukkan diri dari peraduannya hari sudah menjelang pagi, Hasil dari pertempuran semalam suntuk, ini darah mengalir menjadi genangan besar, mayat bergelimpangan bertumpuk tinggi. Semakin bertempur jarak Giok-liong dan Siok Kui-tiang semakin jauh akhirnya mereka semuanya terpisah saat mana Giok-liong tangan menghadai empat orang seragam hitam didepan sebuah hutan. Keempat orang seragam hitam ini biasanya dikalangan Kangouw juga termasuk tokoh kelas satu, tapi sekali ini mereka harus berhadapan dengan Giok liong, betapapun tinggi kepandaian mereka masih jauh dibanding kemampuan Giok liong. Tapi keadaan Giok-iiong saat mana sangat payah, bukan saja sudah lelah juga badannya penuh luka-Iuka, Apalagi setelah bertempur mati-matian dikeroyok sedemikian banyak musuh-musuh Hiat-hong-pang, tenaga dalamnya sudah banyak terkuras keluar. Maka dibawah kerubutan keempat musuh ini dia semakin terdesak dibawah angin, Gerak empat pedang panjang musuh sangat cepat merupakan satu tekanan berat bagi dirinya, Kalau desiran angin pedang dapat mengiris kulit sebaliknya bayangan pukulan gabungan mereka berempat juga sangat deras bagai gelombang samudra, sedemikian rapat kerja sama mereka hakikatnya Giok-liong sudah terkekang dalam kepungan mereka. Mendadak Giok liong kerahkan seluruh sisa kekuatan tenaga murninya sambil memutar potlot masnya satu lingkaran, nyana jurus Toan-bing (putus nyawa) dari Jan-hunsu- sek telah dilancarkan dengan seluruh kekuatannya. ,,Prak - Blum" Beruntun terdengar benturan keras yang menggetarkan bumi, diselingi lima kali jeritan mengaduh disusul bayangan orang terbang sungsang sumbel ke-empat penjuru, darah beterbangan menari-nari ditengah udara, jenazah mereka terbanting keras diatas tanah. Giok-liong merasa jantungnya berdebar keras hatinya merasa mual, segulunng darah segar menerjang keatas menembus tenggorokkannya. Diam-diam hatinya berteriak. "Tidak, tidak, aku tidak tidak boleh roboh" Dia tahu sekali ia jatuh, bukan mustahil jiwanya bakal melayang ditangan para kamrat-kamrat Hiat-hong-pang ini. Demikianlah sedikit pandangannya menjadi kabur dan pikiran tidak tentram, badannya segera melayang tinggi dan jatuh kena pukulan gabungan para musuhnya yang kejam dan telengas, badannya terus terbang tinggi menerobos dahandahan sehingga menerbitkan suara yang berisik, akhirnya Giok-liong merasa seluruh tubuh tergetar keras, kiranya dirinya sudah terbanting masuk kedalaman sebuah rimba dan menindih putus dan merontokkan banyak dahan dan daun pohon. Tidak tertahan lagi, mulutnya menguak menyemburkan darah segar, kepalanya terasa puyeng dan pusing tujuh keliling, pandangan menjadi gelap lantas dia jatuh celentang tak ingat apa-apa lagi. Tidak lama setelah Giok-liong terjatuh masuk kedalam rimba, dari lereng gunung sana juga terdengar suara jerit dan lolong kesakitan, beberapa orang saling bersahutan untuk mengakhiri pertempuran berdarah ini. Alam sekelilingnya masih diliputi keremangan kabut pagi yang tebal, suasana sangat sunyi senyap, angin sepoi-sepoi menghembus lalu membawa pagi yang sejuk dingin. Diatas lereng gunung sana, didepan hutan ini, darah berceceran . menggenangi mayat-mayat yang tidak lengkap anggota tubuhnya, Sayup-sayup terdengar suara keluh dan gerangan orang yang menderita kesakitan sungguh keadaan serupa ini sangat mendirikan bulu roma. Dari kejauhan belakang gunung sana, empat bayangan orang tengah terbang cepat bagai meteor, Begitu sampai kiranya tidak lain adalah Hiat-hong Pang cu sendiri yang seluruh badannya penuh berlepotan darah serta tiga orang berkedok seragam hitam. Begitu berhenti berlari, segera Hiat-hong Pang-cu berseru dengan penuh kejengkelan. "Hm, Siok Kiu tiang dan bocah berkedok itu tak mungkin dapat lari jauh, segera keluarkan perintah suruh semua saudara-saudara dari berbagai sekte bekerja keras mencari jejak mereka." Habis berkata ia menyapu pandang kesekitarnya lalu katanya lagi. "Bersihkan seluruh gelanggang pertempuran ini, Pun-sii (aku) akan memeriksa kebelakang gunung." Sambil mengulapkan tangan badannya lantas melesat cepat sekali laksana kilat meluncur kebelakang gunung, Keadaan dibelakang gunung sangat sunyi senyap, kabut pagi masih belum buyar, angin sepoi menghembus lalu melambaikan dahan-dahan pohon. Diatas sebuah dahan pohon besar yang menjulur keluar dimana terkulai semampai lemas seseorang terluka parah, seluruh tubuh orang ini berlepotan darah keadaannya sangat menguatirkan. Orang ini bukan lain adalah Giok-liong adanya, darah segar masih meleleh terus dari mulut dan hidungnya, Setetes demi setetes menitik diatas tanah terus meresap kedalam tanah. Kabut putih yang mengembang halus menyelimuti seluruh badannya terus mengalir lewat tanpa bersuara. Dewa elmaut seakan sudah mencabut seluruh jiwanya, kesunyian yang mencekam telah meliputi seluruh semesta alam ini, sekonyong-konyong dari dalam rimba sebelah dalam sana terdengar suara halus yang merdu tengah berkata. "Eh, apakah ada orang sedaag bertempur diluar rimba ?" Baru saja lenyap suaranya lantas terlihat sebuah bayangan hijau pupus yang berbentuk semampai melayang enteng sekali di keremangan kabut. Tetesan darah dari atas pohon hampir saja menetes diatas wajahnya yang ayu jelita dan bersemu merah. sedikit terkejut segera ia mundur beberapa langkah sambil mendongak keatas, kontan terdengar mulutnya berteriak kaget. "Oh orang ini ..." Dalam keadaan pingsan itu tiba-tiba Giok-liong sedikit menggeliat mulutnya mengguman lirih menahan sakit. Bayangan hijau pupus ini adalah seorang gadis remaja yang mengenakan pakaian hijau mulus, tampan alisnya dikerutkan setelah mengamati keadaan Goik-liong yang semampai diatas dahan ia berkata seorang diri. "Ternyata masih belum mati! Aku harus menolongnya !" Habis berkata sepasang matanya yang jeli dan bening itu menyapu pandang keluar rimba. Tampak disana malang melintang rebah empat mayat manusia seragam hitam. Sekarang baru dia paham duduknya perkara, batinnya. "Ya, tentu begitu, pasti ke empat orang ini mengeroyok dia seorang..." Mendadak sebuah bayangan hitam laksana bintang jatuh tengah meluncur cepat sekali dari lereng bukit sebelah sana. Gadis baju hijau segera mengangkat alis dan bersiaga, pikirnya . "Orang yang datang ini mengenakan baju hitam pula, mungkin adalah kerabat dari keempat orang yang mati itu." Sedikit menggerakkan badan dan menjejakkan kaki, ringan sekali ia melompat keatas dahan, tangannya yang halus dan lencir segera diulurkan terus menjinjing tubuh Giok-liong, maka dilain kejap bayangan mereka sudah lenyap dari alingan pohon pohon yang rimbun didalam hutan. Baru saja bayangan gadis baju hijau menghilang didalam rimba, bayangan hitam itupun sudah tiba diluar rimba. Begitu melihat keempat mayat yang bergelimpangan itu, sepasang matanya yang tersembunyi dibalik kedok memancarkan sorot kegusaran yang meluap-luap, dengusnya dongkol. "Bocah keparat, betapa juga kau takkan dapat lepas dari cengkeramanku." Sepasang matanya yang tajam menyapu pandang keempat penjuru, badannya mendadak melenting tinggi terus menerjang keda-larn hutan, sekejap mata saja ia sudah berputar sekali memeriksa situasi terus melayang balik lagi keatas lereng bukit sana. Lambat laun matahari sudah naik tinggi ditengah cakrawala lalu doyong lagi kearah barat, haripun berganti malam. Dalam keadaan sadar tak sadar tahu-tahu Giok liong sudah rebah sepuluh hari di atas pembaringan. Hari itu perlahanlahan ia membuka mata, selarik sinar merah menyilaukan pandangan matanya. Bersama dengan itu hidungnya juga mengendus bau wangi semerbak yang menyegarkan badan terasa badannya rebah diatas kasur yang empuk dan enak sekali. Setelah matanya terbuka lebar, terlihat didepan sebelah sana adalah sebuah jendela besar yang terbentang lebar. Diluar jendela sinar matahari tampak telah doyong kearah barat. Tanpa terasa Giok-liong bertanya-tanya dalam hati. "Tempat apakah ini?" Pandangan segera menjelajah keadaan sekitarnya, didapatinya inilah sebuah kamar kecil yang dipajang dan dilengkapi segala prabot serba antik dan penuh bebauan harum dilihat keadaan semacam ini, tidak perlu diragukan lagi pasti adalah kamar tidur seorang gadis remaja. Segera terbayang pengalaman selama ini dalam benaknya, Tahu dia bahwa dirinya lelah ditolong orang, tapi siapakah orang yang telah menolongnya ini! Dilihat dari keadaan kamar ini bukan mustahil yang menolong dirinya adalah seorang gadis. Untuk ini lantas teringat olehnya akan Ang-i-mo-li Li Hong. sebetulnya Li Hong adalah seorang gadis yang baik, namun mengapa julukannya sedemikian seram dan tak enak didengar? Lantas teringat juga akan iblis rudin Siok Kui-tiang, untuk dirinya sampai dia menderita dan bukan mustahil malah mengorbankan jiwanya. Ya, iblis rudin pasti sudah mati! Betapa tidak dengan membekal luka-Iuka dalam yang sangat parah itu dia masih terus bertahan melawan dan menggempur mati-matian dengan para durjana dari Hiat-hong-pang, seumpama tidak terbunuh mati oleh musuh pasti juga mati lemas kehabisan tenaga. Oh, Tuhan! Nasibku ini sudah sedemikian jeleknya." Mengapa setiap orang yang bertemu dengan aku harus pula mengalami penderitaan yang hebat ini? Apakah aku ini seorang yang bertuah? Ayah sudah menghilang tanpa jejak sejak aku masih kecil, lbu juga karena terlalu baik terhadap aku sampai akhirnya tidak diketahui mati hidupnya, Dalam hati juga akan Li Hong yang telah melepas budi menolong jiwanya dari renggutan elmaut. akhirnya toh diculik orang dengan keadaan telanjang buIat, iblis rudin setelah tahu bahwa dirinya adalah sahabat yang terdekat, jiwanya melayang di bawah keroyokan kaum Hiat-hong-pang. Berpikir sampai disitu, tanpa merasa berkobar amarahnya, desisnya sambil menggigit bibir. "Hiat-hong-pang. Hiat-hongpang, Akan datang satu hari aku Ma Giok-liong pasti menumpas habis menjadi rata dengan tanah seluruh Hiathong- pang. Aku harus menuntut balas ..." Sekonyong-konyong dari luar pintu sana terdengar suara tawa ringan yang nyaring dan merdu. "Kongcu, kau sudah sadar!" Se-iring dengan suara halus ini melayang masuklah sebuah bayangan langsing semampai kedalam kamar. Seketika Giok liong merasa pandangannya menjadi terang, matanya memandang kesima. Alis yang melengkung indah bak bulan sabit, menaungi sepasang mata bundar besar yang bersinar bening, Hidung mancung tinggi, dengan mulut mungil yang merah seperti delima merekah. Sambil tersenyum lebar mengunjuk sebarisan giginya yang putih bersih perlahan-lahan menghampiri kearah pembaringan. Cepat-cepat Giok-liong bangun berduduk serta katanya. "Budi pertolongan nona yang sedemikian besar ini, selama hidup pasti cayhe takkan melupakannya." Gadis ayu berpakaian hijau mulus ini begitu Giok liong membungkukkan badan lantas memutar badan, sahutnya tertawa. "Kongcu, pakaianmu terlalu kotor, sudah kusuruh orang mencucikannya ! Lekaslah kau benahi pakaian nanti sebentar aku datang lagi !" Bau wangi merangsang hidung, tahu tahu dia sudah melesat pula keluar kamar. Merah jengah selembar raut muka Giok liong, tersipu-sipu ia menunduk melihat badan sendiri, baru sekarang ia merasa Iega, Ternyata badannya telah mengenakan pakaian Iain. Buntalannya juga terletak dipinggir ranjang. Jubah luarnya yang besar serta putih itu juga tergantung di dinding. Lekas- lekas dibukanya buntalannya itu, kiranya Jan hun ci sena barang barang bekal lainnya masih ada, Sedang potlot juga tertindih dibawah buntalannya itu, Legalah hatinya, maka cepat-cepat ia berganti pakaian mengenakan jubah putih itu. Mendadak merasakan suatu keanehan yang mengherankan hatinya, Bukankah dirinya terluka parah dan tertolong sampai disini, mengapa badannya sekarang tiada merasakan bekasbekas luka parah itu? Dicobanya menyedot hawa mengerahkan hawa murni, terasa hawa murninya penuh padat dan Aotv gairah, rasanya lebih kuat dan kokoh dari sebelum itu. Tengah ia merasa terheran heran, terdengar pula suara merdu itu berkata diluar pintu. "Kongcu kau sudah berganti pakaian belum ?" "Sudahlah !" Bayangan hijau disertai bebauan harum yang merangsang hidung, tabu-tahu gadis serba hijau mulus itu telah melayang masuk lagi, Bergegas Giok-liong nyatakan lagi rasa terima kasihnya akan pertolongan jiwanya ini. "Sudah jangan sungkan-sungkan, luka-Iukamu sungguh sangat parah !" "Ya, luka-luka cayhe ini bila tidak mendapat pertolongan nona, pasti jiwaku saat ini sudah lama melayang." "Bukan aku yang mengobati lukamu, adalah nenekku yang mengobati !" "Ah, kalau begitu besar harapanku bisa menghadap kepada beliau untuk menyatakan banyak terima kasih akan budinya ini." "Tidak perlu, setelah mengobati lukamu lantas nenek keluar pintu menyambangi salah seorang kenalannya." "Harap tanya tempat apakah ini?" "Hwi-hun -san-cheng !" "Hah ..." Seketika Giok-liong berdiri kesima seperti kehilangan semangat. Betapa tenar dan disegani Hwi-hun san-ceng ini dikalangan Kangouw, bagi setiap kaum persilatan tiada seorangpun yang tidak mengetahui akan nama yang cemerlang ini, Hanya tiada seorangpun yang tahu dimanakah sebenarnya letak dari pada Hwi-hun-san ceng ini. Yang mengepalai Hwi-hun-san cheng atau perkampungan awan terbang ini adalah Hwi hun-chiu (tangan awan terbang) Coh Jian-kun ilmu silatnya tinggi wataknya juga aneh, tokohtokoh dari aliran putih atau hitam srnna segan mencari perkara terhadapnya! Apalagi selama hidup ini dia paling mengutamakan "kependekaran", banyak kebajikan dari pada kejahatan yang telah dilakukan selama hidupnya ini. Pula dia tidak suka mencampuri urusan orang lain, maka jarang dia tersangkut dalam perkara rumit yang mengikat dirinya. Melihat sikap Giok liong yang lucu ini, gadis pakaian hijau itu segera berkata halus. "Kau jangan takut, ayah dan ibu sekarang tidak berada dirumah, Saat ini akulah yang paling besar berkuasa dirumah ini, seluruh penghuni perkampungan ini tiada yaag berani lerobosan di kediamanku." Giok liong menggelengkan kepala, katanya. Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bukan cayhe takut! Harap tanya nama nona yang harum?" "Aku Coh Ki-sia, ayah ibuku biasa panggil aku Siau sia! Nenek paling sayang padaku, sayang dia sekarang tak berada dirumah "Kalau dia ada pasti kau juga akan suka padanya, Eh, siapakah namamu?" "Ma Giok-liong"! "Nah, kalau begitu bolehkah aku panggil Liong-koko terhadap kau?" Dalam berkata-kata ini Coh Ki-sia berjingkrak dan melompat.lompat rnengunjukkan jiwanya yang polos dan lincah, Tapi didalam kelincahannya ini menunjukkan juga keagungan jiwanya. Cepat-cepat Giok-liong msnyahut . "Sudah tentu boleh." "Engkoh Liong, luka-luka badanmu hari itu benar-benar sangat parah, Kebetulan seorang diri aku mengeloyor keluar dan menoIongmu pulang kemari! sungguh begitu melihat keadaan luka-lukamu itu aku kaget setengah mati. Seluruh badan berlumuran darah pula aku tidak berani mengabarkan kepada ayah dan ibuku, terpaksa kulaporkan kepada nenekku. Begitu melihat Potlot emasmu itu tanpa banyak bicara lagi segera nenek turun tangan mengobati lukamu, setelah keadaanmu tidak menguatirkan lagi baru dia tinggal pergi menyambangi kenalannya, sebelum berangkat dikatakannya bahwa beliau suka kepada kau !" Tergerak hati Giok-liong, tanyanya. "Apakah peraturai dalam Hwi-hun san-cbeng ini sangat keras?" "Sudah tentu sangat keras, terutama bila ayahku berada dirumah, lebih garang dan galak dari siapa saja, kadangkadang sikapnya itu sangat menakutkan." "O, kalau begitu... apakah aku harus menunggu ayah ibumu kembali baru menghaturkan terima kasih?" "Jangan... Hei, kau hendak pamitan?" "Ya, sebab ada urusan penting yang mengikat cayhe, tidak boleh aku tinggal terlalu lama disini, Budi pertolongan yang besar ini, biarlah lain waktu saja aku berusaha membayarnya." Mendengar penjelasannya ini, Coh Ki sia lantas mengunjuk sikap yang kecewa dan tidak senang hati, rada lama dia termenung lalu katanya. "Engkoh Liong, tunggulah beberapa hari lagi, tunggulah nenekku kembali, baiklah ?" Suaranya halus penuh nada mengharukan membuat hati Giok liong terketuk tak sampai hati ia berlaku keras. Tak enak rasanya kebaikan hati orang, terpaksa Giok-liong manggut-manggut serta katanya. "Baiklah, paling larna aku hanya boleh tinggal lima hari lagi." Bukan kepalang girang Coh Ki-sia sampai berteriak dan berjingkrak-jingkrak. "Engkoh Liong, sungguh baik benar hatimu !" Sebaliknya diam diam Giok-liong menghela napas, Talni dia, Siau-sia seorang diri dalam Hwi-hun-san-cheng yang sunyi dan sepi begini, tentu dia merasa kesepian, pikir punya pikir dia lantas bertanya. "Nona Coh..." Coh Ki-sia lantas menyenggak perkataannya, ujarnya lincah . "jangan panggil aku Nona Coh lagi, panggil aku Siau-sia saja!" "Baik, Siau-sia." "Hrh." Coh Ki-sia mengiakan "Didalam perkampungan ini pasti ada banyak kawan yang menemani kau bermain bukan ?" Rasa masgul dan rawan segera menyelubungi seluruh raut muka Coh Ki-sia, tampak alisnya dikerutkan, katanya sedih. "Tidak, ayah ibuku melarang aku bertemu dengan orang lain ! Tempo hari ada seorang pemuda yang tidak setampan kau, tapi dia baik hati, pandai bicara lagi, secara, sembunyisembunyi ia datang kemari bermain dengan aku, akhirnya diketahui ayah, dikatakan bahwa dia mempunyai maksud jahat yang lantas di bunuhnya, Karena peristiwa itu aku sampai menangis beberapa hari lamanya ! walaupun aku tidak suka pada dia, tapi tidak seharusnya ayah membunuhnya ! Ai, sungguh kalau dipikirkan sangat menjengkelkan." "Sudahlah Siau-sia, tujuan ayah ibumu adalah baik untuk kau." "Baik juga tidak seharusnya begitu, justru nenek mengatakan mereka salah." "Kenapa nenek tidak mau menegor kepada mereka untuk tidak berbuat demikian ?" "Nenek tidak cocok dengan ayah ibu sering bertengkar dikatakan bahwa ayah tidak berbakti, maka beliau tidak suka bicara dengan ayah ibu. Engkoh Liong, ayah ibumu tentu sangat baik terhadapmu bukan, mereka mengijinkan kau dolan kemari ... " Hati Giok-liong menjadi terharu tenggorokan juga lantas sesak, katanya setelah menelan air liur. "Ya, mereda sangat baik terhadap aku." "Tapi apakah mereka tidak kwatir kau mengalami bahaya diluaran ?" Dua titik air mata kontan meleleh dari ujung mata Giokliong. seumpama dalam keadaan biasa pasti tak semudah itu ia mengalirkan air mata soalnya dia sudah biasa ditimpa segala kemalangan dan penderitaan lahir batin, sehingga lahiriahnya sangat pendiam dan dingin, menjadi gemblengan dalam menahan sabar. Namun menghadapi gadis remaja seayu bidadari yang lincah gerak geriknya pandai bicara lagi, sulit ia mengendalikan perasaan hatinya lagi. Begitu melihat Giok-liong mengalirkan air mata, Siau-sia menjadi gelisah dan gugup, pelan-pelan dan halus sekali gerakannya ia mengulurkan sebelah tangannya dengan jarijari yang runcing halus seperti tidak bertulang mengusap air mata yang meleleh di kedua pipi Giok-liong, ujarmu lemah lembut "Engkoh Liong, kenapa kau nangis? Apakah Ayah ibumu juga tidak baik?" Pertanyaan lemah lembut yang menusuk sanubari ini lebih menambah kedukaan hati Giok-liong, air mata meleleh semakin deras tak terlahanlan lagi. Keruan Siau sia semakin gugup, katanya bingung. "Engkoh Liong, Siau sia yang salah membuat kau berduka saja..." Sambil berkata dengan lembut ia mengelus ngelus rambut Giok-lioag. Giok-liong menahan rasa duka serta menahan akan tangisnya, katanya. "Maaf, Siau-sia, aku terpengaruh oleh perasaan." "Tidak menjadi soal, aku tahu kau sedang kunang enak badan," Aku sendiri kalau tidak enak badan juga sering nangis. Engkoh Liong, urusan apakah yang membuat hatimu berduka, dapatkah kau ceritakan kepada Siau-sia?" "Aku ....aku , . , . !" "Engkoh Liong, kita bicara tentang perihal lain saja?" Sang waktu terus berjalan, hari berganti hari, tahu-tahu lima hari telah berlalu tanpa terasa, Dalam lima hari ini hubungan Giok-liong dengan Siau sia ada banyak kemajuan yang mengejutkan. Maklum yang pria tampan dan ganteng, berilmu tinggi pandai sastra lagi, sedang yang perempuan secantik bidadari lincah dan polos pula, Memang agaknya mereka sangat cacok dan merupakan sepasang jodoh yang sudah ditakdirkan Tuhan. Sayang Giok-liong ditakdirkan pengalaman hidup yang pahit getir serta riwayat hidup yang sengsara! Dia mempunyai tugas berat menuntut balas dendam kesumat keluarganya serta kepentingan kaum persilatan yang tengah terancam mara bahaya kemusnahan. Sebaliknya Siau-sia dilarang untuk berdekatan dengan segala orang laki-laki, akibatnya adalah laki-laki itu pasti dibunuh oleh ayahnya. Tapi selama lima hari ini, mereka berdua menyingkirkan segala pikiran buruk, setiap saat selalu berduaan tak pernah berpisah. Menjelang magrib pada hari kelima, matahari sudah terbenam diperaduannya, sang putri malam juga sudah memancarkan cahayanya yang redup. Dipinggir sebuah sungai kecil yang mengalirkan air jernih dalam sebuah hutan kecil, sepasang kekasih tengah duduk berhimpitan berkasih mesra. Terdengar Siau sia sedang berkata "Engkoh Liong, benar benar kau hendak berangkat?" "Ya, Siau-sia, sukalah kau memaafkan aku." "Apa kau tega meninggalkan Siau-sia seorang diri kesunyian disini." "Siau-sia, keadaan di Kangouw serba unik dan banyak bahayanya, jiwa siapapun sulit dapat terlindung! Apalagi dimana mana banyak tersebar musuh besarku, besar niat mereka hendak membunuh aku!" "Lalu kenapa kau harus berangkat?" "Banyak sekali urusan yang harus kuselesaikan." "Engkoh Liong, jikalau urusanmu sudah selesai, apakah kau datang kembali membawa aku?" "Tentu, Siau-sia aku pasti kemari lagi." "Betapapun kau jangan melupakan aku." "Tidak aku tidak akan melupakan kau." "Engkoh Liong..." "Heh, ada apa?" "Aku...aku cinta kau!" Habis berkata cepat-cepat ia menundukkan kepala kemalu-maluan dengan selebar wajahnya merah jengah, melirikpun tidak berani. Giok-liong menghela napas, tangannya diulur mengelus rambut Siau-sia yang panjang halus semampai bak benang sutra, katanya lirih. "Siau-sia, aku juga mencintai kau tapi..." "Tapi apa , , , . " "Tapi bila siapa bermain cinta denganku, hari-hari selanjutnya pasti mengalami penderitaan saja, mungkin aku ini seorang yang bertuan..." "Engkoh Liong, lekas kau jangan berkata begitu?" Badan yang padat montok, segera merebahkan diri kedalam pelukan Giok-liong. Kedua bibirnya yang panas hangat juga segera melumat dan melekat erat sekali pada bibir Giok-liong yang menyambutnya dengan penuh nafsu. Dunia seakan-akan sudah berhenti berputar. Dibawah cahaya bulan yang remang-remang itu tampak kedua bayangan manusia itu lama-lama berdekapan dari bayangan terbaur menjadi satu. Memang lekatan pada sang bibir yang merangsang ini semakin mengaburkan kesadaran mereka berdua. seakan-akan dunia ini sudah menjadi milik mereka sendiri. Entah sudah berapa lama mereka mengecap rasa nikmat sebagai manusia hidup dalam alam semesta ini, Tahu-tahu sang waktu sudah berlalu tanpa mereka sadari. Sekarang sang putri malam sudah doyong kebarat. Sedang diufuk timur sang sinar surya sudah mulai mengintip dari peraduannya. Suara bisik bisik dari percakapan mereka berdua terdengar lagi. "Engkoh Liong, aku cinta padamu." "Adik Sia, aku cinta kau!" "Engkoh Liong, aku sudah menyerahkan segala milikku kepadamu, kuharap kau tidak melupakan aku!" "Benar, adik Sia legakan hatimu! Engkoh Liongmu ini bukan pemuda bangor yang suka ingkar janji! Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk selekasnya menyelesaikan tugasku kembali kesini menjemput kau!." "Engkoh Liong sungguh aku sangat bahagia! Aku sangat girang!" "Adik Sia!" "Hmmmm." "Kini sudah hari keenam, betapapun aku harus segera berangkat!" "Baiklah, lekaslah kau berangkat dan cepat kembali supaya aku tidak kwatir dan terlalu mengenang dan mengharap harap kau." "Baik," Berdua mereka berjalan berendeng bergandeng tangan keluar dari rimba. Kasih mesra yang tidak mengenal batas terpaksa harus bubar mengiringi rasa duka nestapa sebelum berpisah ini, mereka sama-sama menghentikan langkah. Air mata pelan-pelan mengalir keluar dari kedua biji mata Siau-sia yang bening pudar itu. "Selamat berpisah Engkoh Liong, jagalah dirimu baik-baik, adik Siamu selama hidup ini selalu akan menantimu..." Tak tertahan lagi air mata mengalir deras. Pelan-pelan Giok-liong mengecup air maia yang mengalir deras itu, serta katanya tersendat "Adik Sia. selamat berpisah, aku berangkat..." Memutar tubuh terus lari kencang! Diatas tanah tersiram setetes air mata yang tak terbendung lagi, tak tertahan lagi Siau sia menangis sesenggukan tapi dia masih kuat melebarkan kedua pandangan matanya serta melambaikan tangan, sampai bayangan Giok-liong sudah menghilang dibalik pinggang gunung sebelah depan sana. Walaupun perpisahan ini bukan untuk selamanya, namun betapapun rasanya sangat berkesan dan menggetarkan hati, Hidup manusia memang kadang kadang harus dikasihani, baru saja mereka terangkap sebagai suami istri, dalam waktu kilat harus berpisah lagi. Asmara memang suka mempermainkan orang, betapa kejam dan menyedihkan! Membawa hati yang penuh duka lara Giok-liong kembangan Leng-hua-toh sekuatnya, besar hasratnya untuk membuang jauh-jauh rasa sedih dan pilu hatinya dibelakang. Si Tangan Halilintar Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bego Karya Can Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo