Pendekar Patung Emas 11
Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Bagian 11
Pendekar Patung Emas Karya dari Qing Hong Sambil dahar terus menerus dia memikirkan cara-cara untuk meloloskan diri dari pengawasan setan pengecut itu, tetapi sesudah berpikir setengah harian lamanya masih tetap saja merasa kalaupekerjaan ini harus menggunakan bantuan sinar rembulan. .jika sinar rembulan tidak menyinari tebingnya maka dengan diam-diam dia bisa meninggalkan goa untuk berusaha menolong wi Lian In. Setan pengecut itu pernah bilang kalau gua tersebut terdapat jalan mundur, perkataan itu jika betul maka dirinya bisa pergi mencari pintu gua yang sebelah, dari sana diam-diam masuk ke dalam dan turun tangan menguasai Hong Mong Ling terlebih dulu. Tidak lama kemudian malam hari pun semakin kelam. Kuda Ang san Khek itu dengan perlahan kembali ke hadapan Ti Then dan tepat menutupi pintu gua, melihat hal ini pikiran Ti Then dengan cepat bergerak. Dia mengambil kembali selimut yang ada di atas tanah sambil ujarnya dengan perlahan. "Ang San Khek harap berdiri jangan bergerak, jangan sampai si Setan Pengecut diseberang sana bisa melihat semua gerak gerikku." Sehabis berkata dia membungkukkan tubuhnya masuk ke dalam gua itu. Dalamnya gua itu tidak lebih hanya lima depa saja, sesudah berjalan sampai di ujung gua dengan punggung menghadap pintu gua dia membuka selimutnya dan di buka di atas tanah, setelah itu dengan cepat mengumpulkan batu-batu yang ada di sana ke dalam selimut itu sehingga sebesar tubuh manusia dan dibaringkan ke atas tanah, dengan demikian bentuknya mirip sekali dengan seorang manusia yang sedang tidur terlentang dengan nyenyaknya di atas tanah. Sesudah semua persiapan selesai barulah dia berjalan keluar dari gua dan duduk di sana memandangi Hong Mong Ling yang sedang mengawasi dirinya dari tebing seberang, ujarnya dengan keras. "Hong Mong Ling malam belum begitu kelam, bagaimana kalau kita bercerita?" " Cerita apa? " Ujar Hong Mong Ling dengan dingin. "Bagaimana kalau kita bercerita tentang pengalamanmu sampai mengangkat Setan pengecut ini menjadi guru?""Hemm..soal ini tidak ada yang bisa diceritakan" "Kamu bangsat cilik jadi orang sungguh aneh, sekali pun Wi Pocu tidak jadi menjodohkan putrinya kepadamu, tapi belum sampai mengusir kamu dari perguruan, buat apa sekarang melaksanakan perkerjaan seperti ini?" "Dia sudah membatalkan perjodohan itu, sudah tentu aku tidak punya muka lagi untuk tetap hidup di dalam benteng Pek Kiam Po" "Sekali pun tidak punya muka untuk menetap di dalam benteng Pek Kiam Po juga tidak punya alasan untuk menculik nona Wi" "Barang yang tidak bisa didapatkan oleh aku Hong Mong Ling, tidak akan dibiarkan di pungut oleh orang lain" "Hemm..jika begitu kau memangnya seorang bajingan yang paling busuk" "Heeei... orang she Ti" Ujar Hong Mong Ling dengan sangat gusar. "Jika kamu orang tidak mau melihat Wi Lian In menderita lebih baik bicara sedikit sopan" "Kamu mau duduk semalaman di sana untuk menyaga dia" "Tidak salah" "Aku takut kamu orang bisa melamur" "Kalau begitu boleh coba-coba saja, kamu berani berjalan satu kaki dari guamu..h mm..pertunjukan bagus segera dimulai.." "Aku bisa muncul di sampingmu secara diam-diam, kemudian memenggal batok kepalamu" Agaknya Hong Mong Ling tidak menjadi jeri atas gertakan itu, sambil tertawa dingin ujarnya. "Bagus sekali, aku mau tunggu kemunculanmu itu" Ti Then tidak berani banyak cakap lagi, segera dia pejamkan mata mulai mempersiapkan dirisatu jam kemudian bulan yang berbentuk bulat muncul di tengah udara malam yang bearna biru tua, sinar rembulan dengan terangnya menyinari semua penyuru di selat itu, menyinari tebing dimana Hong Mong Ling tinggal, juga menyinari tebing di sebelah sini. Dengan perlahan Ti Then menarik selimutnya yang berisi penuh batu itu ke samping tubuhnya dan membentuk sesosok tubuh yang sedang duduk tidak bergerak. Tidak lama kemudian si Setan pengecut itu pun berjalan keluar dari dalam gua. Kepada Hong Mong Ling yang sedang berjaga ujarnya. "Kau pergilah tidur sebentar, tapi jangan mengganggu budak itu" Hong Mong Ling segera menyahut dan bangkit kembali ke dalam gua. Si setan pengecut itu segera duduk di depan pintu gua, dia melihat pintu gua dimana Ti Then tidur tertutup sama kali oleh tubuh kudanya tidak tertahan, teriaknya. "Hei Ti Then kamu sudah tidur ?" "Sudah hampir tidur, ada urusan apa?" "Cepat singkirkan kuda itu ke samping, kalau tidak bagaimana aku bisa mengawasi kamu" "Pokoknya asal aku keluar gua tidak akan lolos dari sepasang matamu, buat apa kau kuatir??" Setan pengecut menjadi sangat gusar, bentaknya. "Aku suruh singkirkan yaah singkirkan, jangan banyak bantah lagi.." "Aku hanya bisa suruh dia rebah saja karena aku mau gunakan dia sebagai penahan angin"Berbicara sampai di sini dia menepuk-nepuk paha kudanya, ujarnya. "Ang san khek ...kau rebahlah. Setan pengecut itu tidak bisa lihat aku hatinya tidak tenang." Kuda yang bernama Ang San Khek itu ternyata menurut, dengan perlahan-lahan merebahkan dirinya. Begitu kuda itu merebahkan diri dengan cepat Ti Then meminyam kesempatan itu berguling ke samping kudanya, dan bersembunyi di bawah perutnya, ujarnya dengan keras. "Demikian bisa melihat tidak?" Di dalam beberapa saat ini hatinya betul-betul merasa sangat tegang, dia takut pihak lawannya mengetahui kalau orang yang tidur terlentang di depan goa adalah manusia palsu, jika hal ini sampai diketahui maka tidak akan ada cara lagi untuk meninggalkan gua itu secara diam-diam. Tetapi setan pengecut itu agaknya tidak kelihatan, sambil mendengus dingin ujarnya. "Yang ini masih boleh juga" Diam-diam Ti Then menghembuskan napas lega, ujarnya lagi dengan keras. "Aku mau tidur, kau jangan banyak berbicara lagi." "Kau tidurlah" Ti Then segera bersembunyi di bawah perut kudanya tanpa berani berkutik lagi, kurang lebih setengah jam kemudian barulah dia menepuk tubuh kudanya dengan perlahan, ujarnya dengan nada yang sangat rendah. "Ang san Khek. ayoh berdiri dan bawa aku ke sana..di belakang batu-batu cadas itu." Kuda Ang san Khek ini memang merupakan seekor kuda jempolan yang tahu maksud manusia, mendengar perkataan itu ia segera bangkit berdiri. Dengan cepat tangan kiri Ti Then memegang leher kudanya, sedang tangan kanannya mencekal kaki depan sebelah kanan darikuda itu, seluruh tubuhnya di angkat terlentang di samping kanan kuda itu dengan demikian dari pihak si Setan pengecut itu sama sekali tidak bisa melihat gerakannya ini. ujarnya kemudian dengan perlahan. "Ayoh jalan. ." Sambil menggoyang-goyangkan ekornya kuda itu dengan perlahan berjalan menuju belakang tumpukan batu-batu cadas yang tersebar di sana. Saat itu si Setan pengecut yang berada di tebing sebelah sana mendadak buka mulut, teriaknya. "Hei Ti Then, kudamu lari. " Ti Then menjadi sangat terperanyat, tetapi tidak sampai mengucapkan sepatah kata pun. Teriak setan Pengecut itu lagi dengan keras. "Hei Ti Then, kamu dengar tidak?" Untuk tidak menyawab tidak mungkin, terpaksa Ti Then bergumam seorang diri "Mungkin dia mau pergi buang hajat, hei hanya seekor binatang saja kamu juga mau larang gerak-geriknya" "Mungkin dikarenakan kudanya belum terlalu jauh meninggalkan goa sehingga si setan pengecut itu tidak sampai mendengar kalau suara Ti Then berasal dari tubuh kuda itu, Terdengar dia mendengus dengan sangat dingin ujarnya. "Aku tidak tega melihat kamu kehilangan seekor kuda jempolan... kudamu itu memang seekor kuda yang sukar dicari" Diam-diam Ti Then merasa geli, pikirnya. "Tidak salah, pandanganmu ternyata sangat tajam, kuda ini memang seekor kuda jempolan yang tahu perkataan manusia, dia sedang membantu aku meloloskan diri dari pengawasanmu" Segera gumamnya. "Kamu sudah mengganggu aku dua kali, jika kamu masih mengharapkan besok pagi aku tuliskan kepandaian silatku, jangan coba sadarkan aku lagi.."Setan pengecut itu tidak berani bicara lagi, segera dia tutup mulutnya rapat-rapat dan duduk tidak bergerak lagi.. Sebaliknya waktu itu kuda tersebut sudah berjalan duluan menuju ke belakang tumpukan batu-batu cadas itu Ti Then segera melepaskan tangannya dan menyatuhkan diri diantara batu-batu tersebut, ujarnya dengan perlahan. "Ang san Khek apa kamu mau buang hajat?" Agaknya kuda itu tidak mengerti arti perkataan itu, dia tetap berdiri tidak bergerak dari tempat semula. Ti Then segera mengulapkan tangannya, ujarnya. "Kalau begitu, pulanglah ke depan gua" Kuda itu mengerti, dengan perlahan dia putar tubuhnya dan berjalan ke depan gua kemudian merebahkan dirinya pula seperti tadi. Ti Then menjadi sangat girang, sesudah berdiam diri beberapa saat lamanya dan didengarnya tidak ada suara dari setan pengecut lagi barulah dengan perlahan menggerakkan tubuhnya menuju ke luar selat itu. Batu-batu cadas yang tersebut disekitar tempat itu sukar dihitung banyaknya, dengan cepat dia berkelebat diantara batu-batu cadas dan akhirnya berhasil juga meloloskan diri dari pandangan tajam sepasang mata setan pengecut itu. Sesudah berlari kurang lebih sepuluh kaki jauhnya dengan perlahan lahan dia menongolkan kepalanya memandang, tampak dari tempat kejauhan setan pengecut itu masih tetap duduk di atas batu cadas yang menongol keluar itu, hal ini membuktikan kalau dia tidak tahu kalau dirinya sudah meloloskan diri, dalam hati tidak terasa menjadi sangat girang sekali, dengan cepat dia berlari menuju keluar selat sempit itu. Dia mengambil ke keputusan untuk mendaki tebing lembah itu terlebih dulu, kemudian berputar ke punggung gunung, dari sanabarulah mencari mulut gua di belakang gua dimana Wi Lian In dikurung. Dia memilih sebuah tebing yang penuh ditunbuhi oleh rumput- rumput panjang sehingga bisa digunakan untuk badannya, tidak sampai seperminum teh lamanya dia sudah mencapai puncak dari tebing tersebut. Dengan segera dia menengok ke bawah, terlihatlah pohon-pohon yang rindang dan lebat tumbuh dengan suburnya pada punggung bukit tersebut saking banyaknya sukar sekali untuk dilihat apakah ditempat itu terdapat sebuah pintu gua yang merupakan belakang dari gua dimana Wi Lian In tertawan atau tidak. Tetapi dalam hatinya dia punya dugaan yang sangat kuat kalau pintu gua tersebut tentu terletak pada punggung bukit itu karenanya dengan perasaan hati yang mantap dia berjalan menuju ke sana. Sesampainya dikaki bukit, dia mulai berjalan dan memeriksa dengan sangat teliti, kurang lebih sesudah berjalan ratusan tindak tidak salah lagi, sebuah gua muncul di hadapannya. Keadaan dari gua itu begitu tertutupnya bahkan diluar pintu gua penuh tumbuh rotan dengan lebatnya, jika bukan orang yang punya maksud mencari agaknya akan sukar untuk menemukannya . Dengan sangat berhati hati sekali Ti Then menyingkirkan tumbuhan rotan di depan gua itu, terlihatlah keadaan dalam gua itu sangat gelap sekali bahkan boleh dikata tidak terlihat sesuatu apa pun, sesudah di dengarnya dengan penuh perhatian beberapa saat lamanya tetap saja tidak terdengar suara sedikit pun, barulah dengan melintangkan pedangnya di depan dada dia mulai menerobos masuk ke dalam gua tersebut, dalam hati pikirnya. Jarak selat sebelah sana sampai di sini kurang lebih ada lima puluh kaki jauhnya,bilamana Hong Mong Ling serta Wi Lian In berada di sebelah sana sudah tentu gerakan-gerakan di sini tidak akan sampai didengar oleh mereka.."Dengan menggunakan pedangnya sebagai pencari jalan, dengan entengnya dia berjalan masuk ke dalam gua itu, tubuhnya ditempelkan pada dinding gua sedang langkahnya pun setindak demi setindak maju ke depan, agaknya dia takut sampai kedengaran suaranya. Keadaan gua itu berliku-liku, sesudah berjalan masuk kurang lebih dua puluh kaki jauhnya, masih belum juga terdengar suara sedikit pun. "Ehmm..benar..mungkin Hong Mong Ling serta Wi Lian In sudah tertidur sehingga tidak kedengaran sedikit pun suara mereka..Eh eh... kenapa tidak ada jalan lagil?. Baru saja dag berpikir demikian, pedang panjangnya secara mendadak terbentur pada sebuah dinding gua, dengan cepat dia maju ke depan untuk melihat, saat itulah dia baru mengetahui kalau jalanan gua itu sudah tertutup oleh beberapa buah batu cadas yang besar, dalam hati tidak terasa menjadi sangat heran, pikirnya. Aneh. .jika gua ini merupakan gua tempat persembunyian mereka, kenapa ditutup dengan batu cadas ? apa mungkin aku sudah salah mencari?. Pada saat .pikirannya sedang berputar itu dengan cepat diambilnya korek api dari menyulutnya, terlihatlah batu yang menyumbat gua itu kurang lebih terdapat empat buah yang masing- masing seberat lima ratus kati. Tiga buah berada di bawah dan satu berada ditengahnya, dengan demikian persis menyumbat seluruh jalan gua itu. Ketika dilihatnya lebih teliti lagi, dengan jelas segera terlihat perbedaannya, warna empat buah batu cadas itu sama sekali berbeda dengan batu-batu pada dinding gua itu, hal ini memperlihatkan kalau benda itu dipindah ke sana belum lama. Dengan cepat Ti Then mematikan obornya, karena dia tahu gua yang dicari sama sekali tidak salah, pihak lawan memindahkan empat buah batu itu untuk menyumbat gua, mungkin digunakan sebagai persiapan menghadang penyerbuan musuh.Dengan perlahan-lahan, dia meletakkan pedang panjangnya ke samping, kemudian dengan menggunakan sepasang tangannya dia mengangkat sebuah batu dan dan diletakkan ke samping. Ketika menengok ke arah sana terlihatlah gua itu pun dalam keadaan gelap gulita. Dia mengambil kembali pedang panjangnya dan merubuhkan ketiga buah batu lainnya kemudian baru berjalan menuju ke arah gua itu, langkahnya sangat hati hati, sedikit pun tidak menimbulkan suara, karena dia tahu jarak aja dengan selat sebelah sana sudah tidak jauh lagi. Sesudah berjalan lagi lima belas kaki jauhnya, dari lorong gua sebelah depan muncullah sinar lampu yang remang-remang. Dia menduga jaraknya dengan tempat dimana Hong Mong Ling serta Wi Lian In berada sudah tidak jauh lagi karenanya langkah kakinya semakin hati-hati lagi, setindak demi setindak dia berjalalan ke depan. Sesudah berjalan delapan sembilan kaki lagi, di depan matanya terbentanglah sebuah ruangan goa yang sangat luas. Ditengah ruangan goa itu tersulut sebuah lamcu minyak yang menerangi seluruh ruangan tersebut. sinaga mega Hong Mong Ling duduk bersandar pada sebuah batu cadas. saat itu matanya dipejamkan rapat-rapat, agaknya sedang tertidur, di hadapannya terlentanglah tubuh Wi Lian In. sepasang tangannya diikat kencang- kencang, tubuhnya berbaring menghadap kearah dinding, agaknya dia pun sudah tertidur. Baru saja Ti Then mau melakukan suatu gerakan, mendadak terdengar si setan pengecut sudah berteriak dari luar goa.. "Mong Ling. ." Dengan cepat Hong Mong Ling meloncat bangun, sahutnya. "Sudah datang. ." Dengan cepat dia berlari keluar goa."Coba kamu lihat. ." " Lihat apa ?? tanya Hong Mong Ling melengak. "Kamu lihat, bangsat cilik itu berbaring di dalam goa tanpa bergerak sejak tadi." "Mungkin dia sudah tertidur." "Tidak mungkin. " Ujar setan pengecut itu... "Di dalam situasi seperti ini dia tidak mungkin bisa tidur, tetapi dia sedikit pun tidak bergerak sejak tadi, aku lihat keadaannya sedikit mencurigakan, coba kamu pergi lihat." "Baiklah. ." "Jika betul betul dia tertidur kamu tidak usah bangunkan dia, sifat bangsat cilik itu sangat keras jika sampai membuat dia jengkel tidak ada kebaikannya bagi kita." "Baiklah. ." Kedua orang itu sesudah berbicara sampai di sini segera berhenti, keadaannya pun menjadi tenang kembali mungkin Hong Mong Ling sudah meloncat turun dari tebing itu. Ti Then yang melihat ada kesempatan bagus tidak mau menyia- nyiakan begitu saja, dengan cepat dia meloncat ke samping tubuh Wi Lian In karena dia tidak tahu kalau jalan darah gagu dari Wi Lian In sudah tertotok maka begitu sampai di samping tubuhnya dengan cepat menutupi mulutnya. Wi Lian In yang mulutnya ditutupi menjadi sangat terkejut dan sadar kembali dari pulasnya, tetapi begitu dilihatnya Ti Then sudah berdiri di hadapannya tidak tertahan pada air mukanya muncul perasaan terkejut bercampur girang. Sesudah memberi tanda kepadanya untuk tidak bicara, barulah Ti Then melepaskan tangannya kemudian menggendong tubuhnya mengundurkan diri dari gua itu.Sesudah melepaskan tali pengikat tubuhnya barulah ujarnya dengan menggunakan ilmu hanya menyampaikan suara. "Nona Wi kamu sudah bisa bergerak" Wi Lian In mengangguk. Setelah itu barulah Ti Then meletakkan tubuhnya ke atas tanah, ujarnya lagi. "Kau boleh cepat mengundurkan diri ke dalam goa, biar aku yang menghadapi setan pengecut itu." Sehabis berkata dia putar tubuhnya siap meninggalkan tempat itu. Dengan cepat Wi Lian In menarik tangannya, ujarnya dengan perlahan. "sedikit berhati hati, kepandaian dari setan pengecut itu sangat tinggi." Ti Then hanya mengangguk dan melanjutkan perjalanannya ke depan. Sesudah melewati ruangan goa itu sampailah dia di depan pintu goa, saat itu si setan pengecut itu sedang duduk bersila di depan sana dengan tenangnya. Jarak dari Ti Then serta si setan pengecut itu tidak lebih hanya tinggal dua kaki saja. Agaknya seluruh perhatian dari setan pengecut itu sedang dipusatkan pada seluruh gerak-gerik Hong Mong Ling, karenanya sama sekali dia tidak merasa kalau Ti Then sudah muncul dibela kang tubuhnya. Sesampainya jarak kurang lebih lima depa dari belakang tubuhnya barulah Ti Then menghentikan langkahnya, dia berdiri tegak tidak bergerak sediki pun juga. saat ini asalkan dia melancarkan satu serangan saja dengan telak akan mencabut nyawa setan pengecut itu, tetapi dia tidak mau berbuat demikian dia tidak mau membokong orang lain dari belakangnya. Baru saja dia mau buka mulut memanggil kemudian turun tangan, mendadak terdengar Hong Mong Ling yang berada di bawah tebing sedang berteriak dengan keras. "Suhu... celaka. ."Tubuh setan pengecut itu menjadi tergetar dengan sangat keras, tetapi tubuhnya masih tetap duduk tidak bergerak di atas tanah, tanyanya dengan berat. "Ada apa?" "Dia sudah melarikan diri. ..." Teriak Hong Mong Ling sambil menjerit kaget. "Apa?" Teriak setan pengecut itu sambil meloncat bangun. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Siapa yang berbaring di dalam gua itu? Apa bukan dia yang berada di sana?" "Bukan. ." Teriak Hong Mong Ling lagi dengan keras. "Di sana hanya terdapat sebuah selimut yang membungkus beberapa barang sehingga bentuknya seperti orang" "Kalau begitu orangnya tidak berada di dalam gua?" Ujar setan pengecut itu dengan perasaan sangat terperanyat. "Tidak ada." "Kalau ... kalau begitu dia sudah lari?" "Tidak salah ..aku memang sudah berada di sini." Ujar Ti Then dengan dinginnya. Begitu setan pengecut itu mendengar suara Ti Then muncul secara mendadak dari belakang tubuhnya tidak tertahan lagi seluruh tububnya tergetar dengan sangat keras, mendadak dia putar tubuh bertekuk lutut siap mencabut pedangnya yang tergantung pada pinggangnya... Tetapi baru saja tangannya berada beberapa cun dari sarungnya sebuah sinar pedang dengan kecepatan yang luar biasa sudah berkelebat melalui atas kepalanya. "Aduh" Setan pensecut itu menjerit aneh, tubuhnya dengan cepat jumpalitan ditengah udara kemudian dengan cepatnya melayang ke dalam lembah. Sekerat kain hitam serta seutas rambut kepala beserta kulitnya sudah terpapas dan melayang jatuh dari tengah udara.Kulit kepala itu tidak lebih sebesar telapak tangan anak kecil. Dengan cepat Ti Then mengikuti dari belakangnya, sambil tertawa keras ujarnya. "Jangan lari. Hey setan pengecut aku mau coba-coba minta pelajaran ilmu silatmu" Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya tubuh setan pengecat itu dengan cepat berlari menuju ketengah batu-batu cadas yang berserakan itu, dari sana kemudian meloncat dan melayang lagi ke luar lembah dengan sangat cepatnya. Ketika Ti Then sampai di dalam lembah dengan cepat sinar matanya berkelebat memandang sekeliling tempat itu, saat itu bayangan tubuh dari Hong Mong Ling sudah lenyap. dengan cepat tubuhnya melayang mengejar kearah setan pengecut itu, teriaknya lagi. "Hei setan pengecut, jangan lari..mari kita coba-coba kepandaian masing-masing..." Setan pengecut itu tetap tidak ambil perduli, dengan sipat kuping dia melarikan diri dengan terbirit birit, hanya di dalam sekejap mata saja sudah melenyapkan diri di balik pepohonan yang tumbuh sangat lebat itu. Begitu Ti Then melihat rimba yang sangat lebat itu segera tahu untuk mengejar setan pengecut itu bukan merupakan urusan yang mudah, karenanya dia tidak melanjutkan pengejarannya melainkan balikkan tubuh mencari jejak Hong Mong Ling. -ooo0dw0ooo- Jilid 9.1. Menteri Pintu dan Pembesar Jendela Dia percaya Hong Mong Ling masih bersembunyi diantara batu- batu cadas yang terbesar itu. segera dia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dengan cepat melayang ketengah batu batu cadas yang terbesar itu untuk menawannya.Siapa tahu walau sudah dicari ke semua tempat, tidak tampak pula bayangan dari Hong Mong Ling. Eeh ... eh. Bangsat cilik itu sungguh teramat licik. Apa mungkin dia melarikan diri keluar lembah terlebih dulu dari pada si setan pengecut itu? Atau mungkin dengan pinyam kesempatan ini masuk ke dalam goa kembali untuk menyerang Wi Lian In ?? Pikiran ini begitu berkelebat di dalam benaknya, dia tidak berani berayal lagi, dengan cepat memutar tubuh lari ke dalam gua tadi. Dengan satu kali loncatan dia naik ke atas tebing yang menonjol keluar kemudian masuk ke dalam gua, teriaknya dengan keras. "Nona Wi, nona Wi. ." Dalam gua suasana tetap sunyi senyap. tidak terdengar suara jawaban dari Wi Lian In. Hatinya bertambah tegang, makinya dengan gemas. "Kurang ajar. ." Tanpa menanti lebih lama lagi dia putar tubuh menerjang keluar gua tersebut. "Aku di sini. ." Terdengar suara Wi Lian In muncul ketika mendadak dari balik sebuah cadas di samping gua itu. Ti Then menjadi melengak. dengan cepat dia putar tubuhnya memandang ke arah dimana berasalnya suara itu, saat itu tampak Wi Lian In baru saja munculkan diri dari balik batu cadas di samping gua itu, tak terasa dengan perasaan heran tanyanya. "Nona Wi, kamu sedang berbuat apa di balik batu itu?" Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam, dengan nada kemalu maluan sahutnya dengan manya. "Buat apa kamu urus aku . ." Agaknya Ti Then sadar apa yang baru saja terjadi, wajahnya pun kelihatan berubah memerah, sahutnya sambil tertawa malu. "Ooh ..aku kira ..aku kira. .""Kamu kira aku diculik pergi?" Ujar wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya. "Benar.." Sahut Ti Then sambil mengangguk "Aku pergi kejar itu setan pengecut tapi tidak berhasil kemudian balik mencari Hong Mong Ling, dia juga tidak ada makanya aku kira dia lari masuk ke dalam gua." "Hemm ... memangnya kamu tidak punya minat bunuh kedua orang itu, kalau tidak bagaimana mereka bisa lolos?" "Bukan ..bukan begitu" Bantah Ti Then dengan cemas "Kepandaian silat dari setan pengecut itu memang sangat tinggi, ketika aku kejar dia, tubuhnya sudah berada sangat jauh sekali." "Tadi kamu bisa bunuh mati dia dengan satu kali tusukan, tapi kamu hanya lukai kulit kepalanya saja." "Bukannya begitu" Ujar Ti Then sambil tersenyum "Aku tidak beri am pun kepadanya, hanya saja dia bisa menghindar dengan cepat." "Tahukah kamu siapa sebetulnya orang itu??" "Tidak..." Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Malam itu sewaktu dia memasuki dalam benteng, kepalanya juga ditutupi dengan kain hitam, hanya saja suaranya seperti pernah kudengar. Aku merasa suara itu sering aku dengar" Pada setengah tahun yang baru saja lewat apa nona Wi pernah meninggalkan benteng?" Wi Lian In kelihatan sedikit tertegun, sahutnya. "Tidak pernah, buat apa kamu tanyakan hal ini??" Ti Then dengan perlahan berjalan bulak balik di sana, sambil tersenyum kemudian ujarnya lagi. "Nona tadi bilang suara dari setan pengecut itu sering sekali didengar tapi selama setengah tahun belakang ini tidak pernah keluar dari Benteng, makanya kemungkinan sekali setan pengecut itu adalah...""Orang Benteng Pek Kiam Po kita?" Tanya Wi Lian In dengan air muka yang sudah berubah hebat. "Kecuali begitu tidak ada penjelasan lainnya." Sepasang mata Wi Lian In dipentangkan lebar-lebar, dengan perasaan terkejut bercampur ketakutan ujarnya. "Tidak mungkin, di dalam benteng Pek Kiam Po kita kecuali ayahku berserta Hu Pocu tidak ada seorang pendekar pedang merah pun yang memiliki kepandaian silat setinggi setan pengecut itu ..." "Nona selalu bilang kepandaian silat dari setan pengecut itu sangat tinggi, dengan dasar apa nona bisa bicara begitu?" "Hari kedua sesudah dia menculik aku didekat keresidenan Lok san sian dia bertemu dengan Hong Mong Ling, agaknya dia tahu urusanku dengan Hong Mong Ling dan minta Mong Ling angkat dia sebagai suhu." Hong Mong Ling melihat orang yang dikempit dia adalah diriku maka mengajukan satu syarat jika di dalam dua puluh jurus dia bisa mengalahkan dirinya dia baru mau angkat dia sebagai guru, akhirnya setan pengecut itu berhasil mengalahkan dia tidak sampai dua puluh jurus, kepandaian silat setinggi itu hanya kau serta ayahku sekalian saja yang bisa melakukan." Ti Then tersenyum. "Yang kamu maksudkan aku serta ayah mu sekalian." "Sekalian" Dua kata ini menunjuk siapa?" "Sudah tentu Hu Pocu." Hati Ti Then segera bergerak, teringat kembali malam ketika dia diculik orang. Pada saat itu Huang Puh Kian Pek sedang bermain catur dengan dirinya diruang tamu dia tidak mungkin bisa setan pengecut itu, tanpa terasa lagi dia gelengkan kepalanya. "Kenapa kamu gelengkan kepala?" Tanya Wi Lian In heran. "Tidak mengapa. ."Agaknya Wi Lian In juga sudah mencurigai Huang Puh Kian Pek, sambil mengerutkan alis gumamnya seorang diri. "Apa mungkin perbuatan Hu Pocu?" "Apa kamu merasa suara dari si setan pengecut itu agak mirip suara dari Hu Pocu?" Wi Lian In termenung berpikir beberapa saat lamanya. "Bukannya mirip sekali, hanya sedikit mirip ..." "Hu Pocu adalah sute dari ayahmu, bagaimana dia bisa melakukan pekerjaan seperti ini?" "Benar." Ujar Wi Lian In dengan air muka sedikit bingung dan curiga. " Hubungannya dengan ayabku sangat erat sekali, sudah sepatutnya tidak melakukan pekerjaan seperti ini, tapi... kamu bilang setan pengecut itu adalah orang benteng Pek Kiam Po kita, kalau begitu kecuali dia masih ada siapa lagi?" "Malam itu apakah si setan pengecut yang masuk ke dalam kamar nona dan menculik pergi?.." "Agaknya memang betul" "Bagaimana kamu bisa bilang agaknya memang betul?" "Sebelum aku diculik agaknya sudah terkena semacam obat mabuk terlebih dulu sehingga apa pun yang sudah terjadi aku tidak tahu, kemudian sesudah kesadaranku pulih kembali barulah aku merasa kalau tubuhku dibawa lari setan pengecut itu keluar Benteng" "Saat itu aku masih bermain catur dengan Hu Pocu di dalam ruangan tamu" Wi Lian In menjadi melengak. "Oooh...saat itu kalian masih bermain catur di dalam ruangan tamu?" "Benar." Sahut Ti Then sambil mengangguk. "makanya Hu Pocu tidak mungkin adalah si setan pengecut itu."Wi Lian In mengerutkan alisnya lagi dengan rapat. " Kalau tidak, siapa sebetulnya setan pengecut itu ??" " Kemungkinan sekali setan pengecut itu memang bukan orang Benteng Pek Kiam Po kita, walau pun aku sendiri juga merasa suara itu sepertinya pernah di kenal . ." Mendadak dari sepasang mata Wi Lian In memancarkan sinar yang sangat tajam, ujarnya dengan cepat. "Apa mungkin si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ??" "Tidak mungkin... tidak mungkin." Ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya "Pedang si setan pengecut itu digantungkan pada pinggang sebelah kirinya dan bukan digantungkan pada pinggang sebelah kanan bahkan sewaktu mencabut pedangnya tadi menggunakan tangan kanan." "Jika dia betul-betul adalah Cian pit Yuan sudah tentu sengaja akan menggunakan tangan kanannya untuk menutupi wajah yang sebetulnya." "Omonganmu memang sedikit pun tidak salah, tapi seorang yang sudah terbiasa menggunakan tangan kiri di dalam suatu keadaan yang sangat kritis dan membahayakan jiwanya, dia tidak mungkin bisa mengingat ingat harus menggunakan tangan kanannya." Agaknya semakin berpikir Wi Lian In merasa semakin bingung, sambil mendepak kakinya ke atas tanah ujarnya. "Huuu ..sudahlah, mari kita pulang saja." "Jangan" Ujar Ti Then dengan cepat. "Nanti sesudah terang tanah baru kita pulang" " Kenapa ?" Ti Then duduk kembali ke atas tanah dengan tenangnya. "Serangan terang bisa ditahan serangan menggelap sukar diduga, kemungkinan sekali mereka sudah pasang jebakan diantara selat yang sempit itu. .""Kamu masih takuti mereka?" Ujar Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya yang kecil mungil itu. Ti Then yang mendengar perkataannya sangat lucu itu tidak terasa tertawa keras. "Aku tidak takut pada mereka, hanya saja kamu bukan tandingan Hong Mong Ling" "Hemm.." Dengus Wi Lian In dengan dingin "siapa yang bilang ??" "Hari itu ketika berada di atas gunung Go bi karena hatiku sedang mangkel dan jengkel sehingga sukar untuk menenangkan hati, karenanya baru berhasil dikalahkan olehnya. Padahal jika betul-betul bertempur hemm ..hemm . ." Tubuhnya yang langsing genit itu dengan gemasnya dibanting ke atas tanah dan duduk tidak bergerak lagi. Ti Then tersenyum, tanyanya dengan halus. "Perutmu sudah lapar belum?" "Belum. ." Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ayahmu sudah kirim perintah seratus pedang untuk menawan kembali Hong Mong Ling, cepat atau lambat akhirnya akan mati juga kamu tidak usah begitu jengkelnya" "Ayahku apa pernah keluar cari aku. ." "Pernah. ." Sahut Ti Then sambil mengangguk "Dia pernah keluar Benteng untuk menguntit aku, tapi yang lalu sudah pulang ke dalam Benteng kembali." Wi Lian In menjadi terkejut, dengan penuh keheranan tanyanya. " Kenapa ayahku menguntit kamu?.." "Ayahmu anggap aku sebagai seorang manusia yang patut dicurigai bahkan menuduh aku orang yang menculik kamu pergi, karenanya secara diam-diam menguntit aku dan mengawasi semua gerak-gerikku"Segera dia menceritakan kisahnya sewaktu sesaat memasuki lembah. Dengan perasaan yang tidak tenang ujar Wi Liau In dengan perlahan. "Ayahku mencurigai dirimu juga bukan tidak beralasan" "Benar, makanya aku sama sekali tidak marah, hanya saja sesudah aku hantar kamu pulang ke dalam Benteng segera akan meninggalkan kalian." Air muka Wi Lian In berubah hebat. "Kamu mau tinggalkan kami sekalian?" Tanyanya. "Benar. ." Sahut Ti Then sambil mengangguk. "Jadi kamu masih merasa marah terhadap ayahku?" "Tidak. " Sahutnya sambil gelengkan kepalanya lagi. "Lalu kenapa mau tinggalkan kami?" "Aku takut, kawan-kawan di dalam Benteng ada yang tidak tahu urusan yang sebetulnya dan menganggap aku yang merusak perkawinanmu dengan Hong Mong Ling ..." "Sekali pun kamu punya niat merusak hubungan kita tapi aku tetap merasa sangat berterima kasih terhadap dirimu karena dia pergi main perempuan disarang pelacur adalah urusan yang sungguh-sungguh sudah terjadi.." "Sekali pun omonganmu sedikit pun tidak salah." Ujar Ti Then sambil tersenyum. "Tapi aku merasa jauh lebih baik . ." "Tidak usah banyak omong lagi" Potong Wi Lian In dengan cepat. "Asalkan kamu tanya dalam hatimu sendiri pernah berbuat atau tidak, tidak usah perduli lagi omongan orang lain" Ketika Ti Then mendengar kata-kata..Tanya hati sendiri pernah berbuat atau tidak, tidak terasa lagi air mukanya berubah menjadi merah padam. "Jika kamu sudah ambil keputusan mau meninggalkan benteng Pek Kiam Po sekarang juga silahkan pergi." "Nona Wi... kamu jangan marah.. ""Aku tidak marah, kamu boleh pergi ..." "Tapi aku mau hantar nona pulang ke dalam benteng terlebih dulu." "Tidak usah" Ujar Wi Lian In dengan sengit. "Aku bisa pulang sendiri, aku tidak mau kamu hantar aku pulang ke dalam Benteng." "Si setan pengecut serta Hong Mong Ling kemungkinan sekali masih bersembunyi disekitar tempat ini, bagaimana aku bisa tinggalkan kamu seorang diri?" "Urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan kamu, jika aku terjatuh ketangan mereka lagi biarlah anggap memang itu nasibku." Berbicara sampai di sini tidak tertahan lagi dia mengucurkan air mata dan menangis tersedu-sedu. "Nona Wi." Ujar Ti Then dengan cemas. "Kamu jangan menangis. .jangan menangis...baiklah aku tidak akan meninggalkan kau lagi" Wi Lian In dengan cepat memutar tubuh membelakangi dirinya, ujarnya lagi sambil menahan isak tangisnya. "Aku tidak mau dikasihani orang lain, kau pergilah." Ti Then termenung sangat lama sekali, kemudian sambil menghela napas baru sahutnya. "Jika kamu menginginkan aku tinggal di dalam benteng Pek Kiam Po untuk selamanya aku juga bisa menyangupinya. Tapi aku jadi orang punya nasib yang sangat jelek sekali, mungkin bisa membawa kesialan juga kepada orang lain, jika pada suatu hari terjadi suatu urusan kamu janganlah menyesal." "Apa itu nasib jelek membawa kesialan bagi orang lain? omongan yang tidak karuan itu sepatah pun aku tidak percaya." "Heeei..." Ujar Ti Then dengan nada yang berat. "Aku bilang kemungkinan sekali aku membahayakan ayah ibumu" Mendadak Wi Lian In putar kepalanya memandang tajam kearahnya. "Apa arti dari perkataanmu itu???""Tidak punya arti yang istimewa, aku hanya merasa aku jadi orang sangat sialan, bersandar pada pagar..pagar ambruk. bersandar pada tembok..tembok jebol." Mendadak Wi Lian In tertawa cekikikan dengan merdunya, ujarnya. "Bagaimana kamu bisa punya perasaan begitu" Ti Then angkat bahunya," Kenyataannya memang begitu, umpama saja sesudah aku masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po tidak selang lama sudah ada beberapa peristiwa yang terjadi saling susul menyusul, permulaan Cian pit Yuan yang datang mengacau kemudian muncul si setan pengecut itu ..." "Tapi. ." Potong wi Lian In dengan cepat. "Kamu berhasil pukul mundur cianpit Yuan dan menolong aku dari cengkeraman si setan pengecut itu." "Tapi jauh lebih baik tidak sampai terjadi urusan itu" Ujar Ti Then dengan perlahan. "Sejak kamu masuk benteng Pek Kiam Po kami, secara diam- diam aku terus menerus mengawasi gerak gerikmu, aku merasa agaknya kamu punya pikiran di dalam hati, selamanya uring- uringan dan tidak gembira dapat kamu ceritakan karena apa ?" "Aku tidak punya pikiran dalam hatiku" Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Apa kamu pernah mengalami suatu peristiwa yang sangat mendukakan hatimu" Tanya Wi Lian In sambil memperhatikan wajahnya tajam-tajam. "Tidak pernah. ." "Jika betul-betul tidak ada seharusnya kamu jadi seorang yang sangat gembira, dengan usiamu yang masih demikian mudanya sudah berhasil memiliki kepandaian silat demikian tinggi, dikemudian hari jago nomor wahid di dalam dunia akan kau miliki, seharusnya kamu gembira tapi kelihatannya kamu sangat tidak gembira bahkan murung terus."Berbicara sampai di sini mendadak seperti teringat akan sesuatu, pada wajahnya timbul suatu senyuman manis sambil mengangguk ujarnya. "Ooh... sekarang aku sudah tahu." Ti Then menjadi melengak. "Kamu tahu apa??" Wi Lian In menundukkan kepalanya rendah-rendah, sambil tersenyum malu ujarnya. "Kamu pernah mencintai seorang nona tetapi kemudian hati nona itu berubah, tidak mau perduli kamu lagi bukan begitu?" "Ha ha ha..tidak..tidak pernah terjadi urusan ini." "Kau jangan menipu aku" Ujar wi Lian In sambil tersenyum malu- malu. "Tidak. aku tidak menipu kamu. ." " Kalau tidak, kenapa kau tidak gembira" "Jika kau anggap aku jadi orang tidak gembira mungkin dikarenakan aku dilahirkan menjadi seorang yang tidak gembira." "Omong kosong" Ujar wi Lian In sambil mendelik kearahnya. "Mana ada orang yang dilahirkan dalam keadaan tidak gembira." "Ada. ." Sahut Ti Then perlahan. "Misalnya seorang bayi yang baru saja lahir di dalam dunia, ayah ibunya saling susul menyusul meninggal dunia sehingga membiarkan anak itu hidup di dalam kemiskinan, hidup tanpa mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, hidup dalam kekurangan. coba kamu pikir sesudah dia menginyak dewasa bisa jadi orang yang lincah dan selalu gembira tidak?" Wi Lian In teringat kembali riwayatnya yang pernah diceritakan kepada dirinya, kini mendengar perkataan itu segera tahu kalau dia sedang mengatakan dirinya karena itu perasaan simpatik dan kasihan timbul kembali di dalam hatinya, sambil melelehkan air mata ujarnya:"Sewaktu masih kecil kamu memang sangat susah, tapi sekarang sudah lain keadaannya, seharusnya kamu cari kesenangan, jangan pikirkan urusan yang sudah lalu." Ti Then hanya tersenyum saja, kepalanya ditolehkan memandang keluar gua, ujarnya lagi. "Hari hampir terang tanah, kenapa kamu tidak istirahat sebentar??." "Tidak..aku tidak bisa tidur..mari kita omong lagi saja... kau... kau... kau sudah punya idaman hati?" "Belum ada." Dengan tersenyum malu-malu dan kepala yang ditundukkan rendah-rendah ujar Wi Lian In lagi. "Kamu ... kamu tidak ingin menikah?" "Setiap lelaki yang sudah menginyak dewasa tentu kawin, siapa yang tidak pikirkan? Hanya saja dengan wajah seperti aku ini, mana ada nona mana yang mau jadi istriku?" "Kamu bolak balikkan kenyataan.. "ujar Wi Lian In sambil tersenyum. "Mungkin kamu yang terlalu pandang tinggi diri sendiri sehingga tidak pandang orang lain" "... Bukan ... bukan . ." "Biarlah sesudah pulang ke dalam benteng aku mau suruh ayahku carikan seorang nona untukmu." Ujar Wi Lian in lagi sambil tertawa. "Jangan. ." Ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Urusan perkawinan lebih baik jangan dipaksa, biarlah nanti datang dengan sendirinya." Wi Lian in menundukkan kepala berpikir sebentar, kemudian barulah ujarnya sambil tersenyum. "Beritahu padaku, isteri yang kau inginkan merupakan nona macam bagaimana?""Aku belum pernah pikirkan" "Kalau begitu kamu pikirlah sekarang juga." "Aku tidak tahu. ." "Coba pikirkan dengan perasaan. ." Ti Then menghembuskan napas panjang kepalanya diangkat dan memandang tajam wajahnya kemudian sambil tersenyum sahutnya. "Bila pada satu hari aku bisa memperoleh seorang istri seperti nona Wi, hatiku sudah merasa sangat puas.." Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi merah dadu, ujarnya sambil tersenyum malu-malu. "Ehm...ayahku sering bilang aku jadi orang terlalu manya, sifatnya pun berangasan sedikit-dikit suka marah, aku bukan seorang nona yang baik" "Nona yang suka marah itulah nona yang paling menyenangkan, begitu marah pot-pot bunga pada melayang... sungguh menyenangkan sekali." Dikatai begitu Wi Lian In melototkan mata kearahnya, ujarnya sambil mencibirkan bibirnya. "Bagus sekali, jika dilihat potonganmu memang jujur tidak kusangka mulutnya licin juga, suka menggoda orang." Ti Then tertawa terbahak bahak dengan kerasnya. Tetapi sebaliknya dalam hati dia merasa sangat pahit, karena dia merasa hubungannya dengan Wi Lian In semakin lama semakin erat dan semakin intim..Tujuan yang diharapkan majikan patung emas juga hampir tercapai. Tidak lama kemudian cuaca sudah terang, Ti Then segera bangkit berdiri ujarnya. "Jalan, kita keluar dari lembah ini." Kedua orang itu dengan cepat meloncat turub dari atas tebing, Ti Then berjalan menuju kearah tebing seberang membereskanselimut serta barang barangnya kemudian menyerahkan tunggangannya kepada Wi Lian In, ujarnya sambil tertawa. "Kuda ini sungguh cerdik sekali, jika bukannya kemarin malam dibantu dia kemungkinan sekali aku tidak punya cara untuk menolong kamu keluar." Wi Lian In tersenyum manis. "Mulai sekarang kuda itu adalah milikmu" "Tidak. ." Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Aku tidak punya kesempatan banyak untuk menunggang kuda, lebih baik tinggalkan untuk kamu gunakan" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kau sungguh-sungguh tidak mau?" "Benar, aku tidak memerlukan. ." "Kalau begitu biarlah dia pergi hidup sendiri, mari kita pergi" Sehabis berkata dia melepaskan tali lesnya dan meninggalkan tempat itu dengan cepat. Melihat tindakannya yang aneh itu Ti Then melengak. dengan cepat dia pungut kembali tali les itu serunya. "Tunggu sebentar, kamu sungguh-sungguh tidak inginkan kuda ini lagi?" "Aku sudah bilang, kuda itu aku hadiahkan kepadamu, dengan begitu dia sudah menjadi milikmu jika kau tidak suka maka kuda itu tidak ada majikannya lagi." Ti Then yang dikatai begitu menjadi serba susah, mau tertawa tidak bisa mau menangis pun tidak sanggup dengan tergesa gesa sahutnya. "Baik, baik, Baiklah, aku mau .., aku mau, hanya saja ada satu syarat." Wi Lian In menghentikan langkahnya, sambil menoleh ujarnya tersenyum. "Tentu kau sudah ketularan penyakit setan pengecut itu. syarat apa?""Kau yang tunggangi dia kembali ke dalam Benteng kemudian kuda itu baru menjadi milikku." "Aku menunggang kuda, kau jalan kaki ??" "Dijalan aku bisa beli seekor kuda lagi." Wi Lian In baru mengangguk menyetujui, dia putar tubuh dan meloncat naik ke atas kudanya kemudian dengan perlahan berjalan keluar dari lembah sempit itu. Ti Then yang takut si setan pengecut serta Hong Mong Ling masih belum mematikan niatnya maka sengaja dia berjalan di depan membukakan jalan bagi Wi Lian In, dengan menghindari batu batu cadas yang tersebar meluas dengan sangat hati-hati dia bergerak ke depan. Sesudah mengitari tanah yang penuh dengan batu batu cadas, meadadak Wi Lian In menuding ke atas sebuah batu bulat di atas tanah, ujarnya. "Coba lihat, apa itu ??" Ti Then tolehkan kepalanya memandang ke sana, terlihatlah di atas batu bulat itu terdapat beberapa tetes darah segar, ujarnya kemudian. "Darah itu mungkin darah yang menetes keluar dari luka setan pengecut itu, kemarin malam kulit kepalanya berhasil kutabas sedikit mungkin, darah yang mengucur keluar tidak sedikit jumlahnya . "Kita ikuti saja bekas bekas darah itu, mungkin masih bisa temukan kembali mereka berdua." "Tidak mungkin" Ujar Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Luka Setan pengecut itu tidak mungkin masih mengucur darah hingga sekarang, jika kita mau ikuti jejak darahnya mencari mereka mungkin sudah terlalu terlambat.".. "Dia bilang punya dendam sakit hati dengan suhumu entah hal itu benar atau tidak?""Dia ada sakit hati dengan orang lain kemungkinan tidak pura- pura, tetapi tidak mungkin hasil perbuatan suhuku karena mereka sama sekali tidak tahu siapa sebetulnya suhuku." Wi Lian In tersenyum, sambil pandang wajahnya ujarnya lagi. "Kau juga tidak tahu nama suhumu, jika mereka katakan belum tentu kau bisa tentukan apa nama itu nama suhumu atau bukan. Bukan begitu?" "Tidak salah. ." Sahut Ti Then sambil mengangguk. "Tapi dia boleh katakan beberapa ciri-ciri yang menonjol, jika ciri-ciri yang dia katakan kebanyakan mirip dengan ciri-ciri suhuku maka hal ini sudah cukup membuktikan suhuku adalah musuh besarnya." "Yang paling lucu lagi. Dia ingin tahu nama suhumu tapi tidak berani mengatakan nama serta sebutan sendiri" "Makanya, kemungkinan sekali tidak punya musuh besar, tujuannya ingin memperoleh dan mengetahui ilmu silat suhuku." Kedua orang itu sambil berjalan sembari bercerita, tidak lama kemudian sudah keluar dari selat sempit itu kemudian dengan mengikuti jalanan gunung menuruni gununk tersebut. Pada siang harinya sampailah mereka di kota In Kiang sian, di dalam kota Ti Then membeli seekor kuda kemudian dahar hingga kenyang, setelah itu barulah jalan bersama sama keluar kota menuju kekota Go bi. Ditengah jalan tidak ada peristiwa yang terjadi, pada siang hari, hari keempat sampailah mereka didaerah keresidenan siok lam. Baru saja melewati suatu tanah tandus yang gundul dan kering ternyata sudah bertemu dengan sebuah peristiwa yang sangat membingungkan. secara mendadak mereka dicegat orang-orang yang menghalangi perjalanan mereka adalah dua orang jago Bu lim yang punya bentuk tubuh kurus dan gemuk, usia dari kedua orang itu kurang lebih lima puluh tahunan. Yang gemuk punya tubuh yang kekar bagaikan sapi, alisnya lebat matanya bulat besar sedangwajahnya penuh berewok. Pada sepasang tangannya mencekal dua buah senyata kapak yang besar. Yang kurus mem punyai bentuk tubuh kecil kering seperti mayat, matanya sipit seperti mata tikus, pada janggutnya memelihara janggut kambing yang panjang sedang pada pinggangnya terselip sepasang golok berbentuk sabit. Dengan perlahan lahan mereka berjalan keluar dari balik batu kemudian berdiri tegak ditengah jalanan, jika dilihat sikap mereka agaknya sudah sangat lama mereka menanti di sana. Ti Then serta Wi Lian In begitu melihat munculnya dua orang yang sangat aneh itu dengan cepat menahan tali les kudanya, mereka berdua mengira sudah bertemu dengan perampok perampok biasa sehingga tanpa terasa saling bertukar pandangan dan tersenyum ringan. Air muka kakek yang punya tubuh kurus kelihatan dikerutkan, ujarnya dengan nada menyeramkan. "Hei orang muda, kaukah yang disebut pendekar baju hitam Ti Then?" Ti Then yang mendengar pihak lawannya tahu akan nama serta sebutan sendiri segera tahu kalau dia bukan perampok biasa, tak tertahan dia menjadi tertegun dibuatnya, sambil rangkap tangannya memberi hormat, sahutnya. "Cayhe memang benar adanya, bagaimana sebutan cianpwe berdua? Ada keperluan apa ??" "Hemm ..hemm . ." Dengus kakek kurus itu dengan dinginnya. "Lohu berdua tidak punya she tidak punya nama, hanya ada satu sebutan, Lohu disebut sebagai Mentri pintu dan yang satu ini disebut sebagai Pembesar jendela" "Mentri pintu? Pembesar jendela ?" Ujar Ti Then melengak. "Tidak salah. ."Ti Then tidak bisa menahan gelinya lagi, dia tertawa terbahak bahak dengan kerasnya. " Kalian malaikat-malaikat dari kelenteng mana?" Tanyanya. "Kelentengnya disebut istana Tian Teh Kong, tempatnya digunung Kim Hud san" Ti Then menjadi sangat terperanyat, tapi dia mengangguk juga sahutnya. "Kiranya orang-orang dari Thian Kauw Teh Hu atau Anying langit rase bumi" Si pembesar jendela melototkan matanya dengan gusar bentaknya. "Apa anying langit rase bumi? Yang betul Kaisar langit Ratu Bumi" Kiranya jika menyebut Anying langit Rase bumi, empat kata ini tidak ada seorang pun yang tidak tahu nama ini di dalam Bu lim, mereka merupakan sepasang suami istri pencipta huru hara dibumi, yang laki disebut sebagai Anying langit Kong sun Yau sedang yang perempuan disebut Rase bumi Bun Jin Cu. Bukan saja kepandaian silat yang dimiliki sepasang suami istri ini sangat lihay bahkan jadi orang sangat kejam dan licik. hampir boleh dikata tidak ada tandingannya di dalam golongan Hek to, karenannya ke dua orang itu menduduki kedudukan yang paling tinggi di dalam kaum Hek-to. Dikarenakan selama hidupnya selalu menduduki tempat yang teratas, harta kekayaannya tidak terhitung banyaknya, mereka mendirikan sebuah istana Thian Teh Kong di atas gunung Kim Hud san dengan mengambil sebutan Kaisar langit ratu bumi. Suami istri ini bukan saja menguasahi seluruh Liok lim bahkan anak buahnya pun mencapai selaksa lebih, maka itulah kaum pendekar dari golongan Pek to termasuk Pocu dari Benteng Pek Kiam Po, Wi ci to sendiri tidak berani secara terang-terangan bentrok dengan mereka, sebab itulah siapa pun dari kalangan Bu lim jauh lebih jeri setelah mendengar nama Kaisar langit Ratu bumi daripada nama besar Benteng Pek Kiam Po.Sedang kini setelah Ti Then mendengar istana Thian Teh Kong lalu mengubah sebutan Kaisar langit ratu bumi menjadi Anying langit rase bumi, sudah tentu membuat Pembesar jendela itu menjadi amat gusar. Jika bukannya dari majikan patung emas dia berhasil memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi, dia tidak akan berani mengubah sebutan Kaisar langit Ratu Bumi... itu menjadi Anying langit Rase Bumi, tapi kini dia tidak akan takut untuk meloloskan diri dari belenggu majikan patung emas dan sangat mengharapkan bisa bertemu dengan jago-jago Bu lim yang memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi, dia sangat mengharapkan ada orang yang berhasil pukul rubuh dia makanya semakin manusia yang berbahaya semakin manusia yang lihay dia semakin ingin coba-coba mengusik mereka. Kini melihat Pembesar jendela itu begitu gusar air mukanya sedikit pun ujarnya sembil tersenyum. "sebutan majikan kalian memangnya Anying langit Rase Bumi, apanya yang tidak betul?" Pembesar jendela semakin gusar lagi, sambil maju satu langkah ke depan bentaknya dengan wajah meringis menyeramkan. "Bangsat cilik, kamu orang sudah bosan hidup yaah". si Mentri pintu yang berada di sampingnya dengan cepat menarik dia ke belakang, ujarnya. "Jite, jangan terburu napsu, biar kita bicarakan lebih jelas dulu baru turun tangan" "Benar" Ujar Ti Then sambil tertawa. "Malaikat penjaga pintu dengan anying penjaga pintu memang sangat berbeda, buat apa kalian begitu galak galak. Ha ha ha ha ..." Si menteri pintu dengan cepat angkat kepalanya, dengan pandangan yang sangat tajam dia melirik sekejap kearah Ti Then kemudian dengan wajah dingin kaku ujarnya. "Hemm ..kalian apa baru saja turun dari gunung Fan cing san?" "Tidak salah" Sahut Ti Then sambil mengangguk."Bagus sekali, lohu berdua mendapatkan perintah dari Thian cunTeh Ho untuk mintakan sebuah barang dari Lo te" "Hemm ... hemm ... selama berpuluh-puluh tahun Thian Kauw Teh Hu menduduki tempat yang tertinggi di dalam Liok lim, harta yang dikumpulkan pun kurang lebih ratusan buah kereta banyaknya, buat apa kalian cari aku seorang yang miskin." "Hem ... Thian cun Teh Ho mau cari kau sudah merupakan satu penghormatan yang besar bagimu" Ujar menteri pintu itu dengan dingin. -ooo0ooo- "Memang benar..Memang benar." Sahut Ti Then sambil berulang kali mengangguk. "Hanya tidak tahu kalian inginkan aku orang serahkan barang macam apa?" Si Menteri Pintu itu segera tertawa dingin tak henti-hentinya. "Buat apa Lo te berpura pura tanya lagi." Ti Then miringkan kepalanya berpikir sejenak. kemudian sambil tertawa ujarnya. "ooh ... mungkin kalian menginginkan batok kepala cayhe ini?" "Maksud Thian cun Teh Ho kami, minta Lo te mau serahkan itu barang tanpa melakukan perlawanan, mereka orang tua mau beri kalian ribuan tahil perak sebagai tanda terima kasih. Kalau tidak terpaksa aku harus penggal kepala kalian untuk dilaporkan." Nada suaranya sangat dingin kaku tapi tenang, agaknya dalam hati sudah punya pegangan yang kuat tentu berhasil memenggal batok kepala Ti Then itu. Ti Then yang ditanyai begitu menjadi bingung, sambil mengucak ucak matanya tanyanya lagi. "Apa kalian menginginkan nona di sampingku ini?" "Urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang benteng Pek Kiam Po, Thian Cun kami tidak punya minat terhadap nona Wi ini."" Kalau tidak. " Ujar Ti Then sambil mengerutkan alisnya. "Sebetulnya kalian inginkan barang apa?" Agaknya si pendekar jendela tidak bisa menahan sabar lagi, bentaknya dengan keras. "Bangsat cilik, kamu orang jangan berpura-pura lagi, lohu nanti tebas kepalamu dengan satu kali bacokan" Air muka Ti Then berubah menjadi sangat dingin, perlahan-lahan dia meloncat turun dari tunggangannya kemudian berjalan maju tiga langkah ke depan, ujarnya. "Coba kamu tabaskan kepalaku ini." Mata pembesar jendela itu melotot ke luar, dengan air muka penuh kemarahan dia menoleh kearah si menteri pintu, ujarnya. "Toako, barang itu pasti berada di dalam badannya. Bangsat cilik ini tidak tahu kebaikan orang lebih baik kita bunuh saja kemudian baru ambil barang itu dari dalam tubuhnya." "Ehm ..." Sahut menteri pintu itu dengan perlahan kemudian dia putar kepalanya memandang Ti Then dengan jangat dingin. ujarnya lagi. " Lohu beri satu kesempatan yang terakhir bagimu, cepat serahkan barang itu." "Tidak" Bagaikan seekor harimau kelaparan dengan mengaum keras pembesar jendela itu dengan cepat meloncat maju ke depan, kampak raksasa ditangan kirinya dengan dahsyat diayun memenggal kearah teng gorokan Ti Then. Jurus serangannya sangat kuat dan dahsyat sehingga menimbulkan suara desiran yang sangat kuat ditengah udara, datangnya serangan ini begitu dahsyatnya sehingga orang yang berdiri satu kaki dari sana pun merasakan desiran angin sambarannya itu. Ti Then tetap berdiri tidak bergerak, menanti kampak pihak musuhnya hampir mendekati tubuhnya barulah badannya sedikitmiring ke samping, tangan kirinya secepat kilat mencengkeram menguasahi urat nadi pergelangan tangannya, sedang tangan kanannya bersamaan waktu pula melancarkan satu serangan dahsyat yang dengan tepat menghajar perutnya. "Bluuk ....." Kemudian disusul dengan suara dengusan berat, pembesar jendela itu sama sekali tidak pernah menduga gerakan dari Ti Then bisa demikian aneh dan cepatnya, di dalam keadaan yang sangat terkejut kapak ditangan kanannya dengan cepat diangkat dan ditabas ke atas batok kepala Ti Then, tetapi baru saja kapaknya itu diangkat sampai tengah jalan seluruh tubuhnya sudah berhasil diangkat oleh Ti Then ke tengah udara. Dengan mengerahkan tenaga yang besar Ti Then segera melemparkan tubuh pembesar jendela itu ketengah udara, bagaikan sebuah layang-layang yang putus benangnya tubuhnya melayang hingga sejauh dua tiga kaki. "Bluuuk..." Punggungnya dengan keras menghajar pohon di belakangnya, seketika juga tubuhnya menjadi lemas bagaikan kapas, sama sekali tidak punya tenaga untuk merangkak bangun. Sejak semula hingga sekarang tidak lebih hanya makan waktu sekejap mata saja. Si Menteri pintu yang melihat kejadian ini tidak terasa lagi matanya melotot keluar dengan bulatnya, mulutnya melongo, sedang air mukanya sebentar berubah pucat pasi sebentar lagi berubah menjadi kehijau-hijauan, Perasaan terkejut yang dirasakan saat ini jauh lebih hebat dari perasaan terkejut pada diri Pembesar jendela itu Sejak lama dia sudah mendengar nama Pendekar pakaian hitam Ti Then ini, dia pun pernah dengar tingkatan kepandaian silat yang dimiliki Ti Then sehingga mereka sudah punya pegangan yang kuat untuk mengalahkan Ti Then tidak perduli siapa pun yang maju dari mereka berdua tapi sekarang, pembesar jendela rubuh ditangan Ti Then tidak sampai satu jurus pun bahkan dipukul hingga tidak kuat bangkit berdiri bukankah hal ini sangat mengejutkan hatinya? Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Pedang Pusaka Thian Hong Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo