Pendekar Patung Emas 12
Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Bagian 12
Pendekar Patung Emas Karya dari Qing Hong Jilid 9.2. Satu kesulitan hilang dua kesusahan datang Sebetulnya dia berpegangan bahwa gerakannya kali ini pasti mendatangkan hasil, siapa tahu saking terkejutnya tidak tertahan lagi tubuhnya gemetar dengan kerasnya. Ti Then tersenyum, ujarnya setengah mengejek. "Pembesar jendela itu sungguh sebuah gentong nasi, masa satu gerakan saja tidak bisa bertahan, baiklah seharusnya kini kamu orang sebagai Menteri pintu yang turun tangan menggantikan dia." Saking takutnya tubuh menteri pintu itu sudah serasa menjadi kaku, dengan wajah penuh ketakutan melotot ke arah Ti Then ujarnya dengan gemetar. "Ke..kepandaian ..kepandaianmu ini apa berasal ..berasal dari ..dari kitab pusaka Ie Cin Keng ?" Ti Then yang mendengar perkataan itu menjadi melengak. " Kitab pusaka Ie cin Keng ?" "Apa memangnya bukan ?" "Ha ha ha ha ..yang kamu maksudkan adalah kitab pusaka Ie Cin Keng yang berisikan pelajaran silat Tat Mo Couwsu itu?" "Benar" Sahut menteri pintu sambil menganguk. "Kitab itu sudah hilang sejak ratusan tahun yang lalu, kali ini kamu menemukannya kembali di atas gunung Fan cin san bukan begitu??" "Ooh ...jadi barang yang harus aku serahkan adalah kitab pusaka Ie Cin Keng itu??" Dengan ragu-ragu menteri pintu itu mengangguk. tapi ke lihatan jelas dari air mukanya kalau perasaan takut dan jeri sudah meliputi tubuhnya. Ti Then tersenyum lagi. "Kalian dengar dari siapa kalau aku menemukan kitab pusaka Ie Cin Keng itu di atas gunung Fan cin san??""Seseorang yang dapat dipercayai sudah melaporkan hal itu kepada Thian cun Teh Ho kami." "Siapa orang yang dapat dipercayai itu??" "Lohu belum pernah bertemu, tidak tahu." Dengan perlahan Ti Then menoleh kearah Wi Lien in, ujarnya sambil tertawa ringan. "Tentu si setan pengecut itu." "Ehmm, sebuah siasat pinyam golok untuk membunuh orang yang sangat bagus sekali" Ti Then menoleh kembali kearah menteri pintu itu, sambil menepuk-nepuk tubuhnya sendiri ujarnya sambil tertawa. "Tidak salah, kitab pusaka Ie Cin Keng itu memang berada di sini, ayooh maju rebut" Agaknya menteri pintu itu tidak punya keberanian untuk melakukan hal tersebut makanya tubuhnya masih tetap berdiri tak bergerak. "Bagaimana?? sudah tidak mau??" "Ehmm... ehmm...jika didengar perkataan nona Wi agaknya Lote sama sekali tidak pernah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu??" "Tidak. .kamu salah, aku memang mendapati kitab pusaka Ie Cin Keng itu." Dengan perlahan menteri pintu itu menggeserkan tubuhnya kearah Pembesar jendela, ujarnya. "Kepandaian silat Lo te sangat hebat sekali, Lohu mengaku kalah biarlah kami kembali ke dalam istana Thian Teh Kong dan melaporkan peristiwa hari ini kepada Thian cun Teh Ho, biar Thian cun Teh Ho sendiri yang mengurus." "Ha ha ha..." Ujar Ti Then secara mendadak sambil tersenyum... "Tadi sudah galak-galak sekarang mau pergi dengan begitu saja??" Menteri pintu itu tetap berdiam diri, tubuhnya dibungkuk membantu Pembesar jendela itu bangkit berjalan.Agaknya dia punya minat meninggaikan tempat itu dengan tebaikan muka. "Tunggu sebentar." Bentak Ti Then secara mendadak dengan sangat dingin, air mukanya berubah membesi. Tubuh menteri pintu itu kelihatan tergetar sangat keras, sambil meletakkan tubuh pembesar jendela ke tanah kembali, ujarnya. "Walau pun kepandaian silat Lo te sangat tinggi tapi kami orang- orang dari istana Th an Teh Kong bukanlah manusia-manusia yang bisa kau permainkan sesuka hati... kau ingin berbuat apa?..." Ti Then yang melihat keadaannya begitu kasihan dalam hati diam-diam merasa geli, segera ujarnya lagi dengan sangat dingin. "Tirukan tiga kali menyalaknya anying, kemudian barulah kalian boleh pergi." Air muka menteri pintu itu segera berubah hebat. dia tahu urusan tidak mungkin bisa selesai dengan mudah. Karenanya tangannya dengan cepat mencabut keluar sepasang goloknya yang berbentuk sabit, teriaknya. "Siapa yang harus meniru menyalaknya anying masih ditentukan dulu dengan kepandaian masing-masing . " "Benar....beralasan. Beralasan. Mari..Mari ... ayoh serang" Ujar Ti Then sambil maju satu langkah ke depan. "Kenapa kamu orang tidak cabut ke luar pedangmu?" Bentak mentri pintu dengan gusar. "Hemmm... hemmm... untuk menghadapi anying-anying penjaga pintu semacam kalian masih belum berhak memaksa aku untuk menggunakan pedang" Walau pun dalam hati menteri pintu itu sudah merasa jeri tapi keadaan sangat memaksa, karenanya sambil membentak keras tubuhnya menubruk ke depan sedang goloknya dengan hebat membacok tubuh Ti Then."Sreeet... sreeet..." Goloknya dari sebelah kanan kearah kiri dengan kecepatan luar biasa membacok bahu kiri Ti Then sedang golok lainnya dari sebelah kiri menuju kearah kanan menyambar pinggang Ti Then. Melihat datangnya serangan dahsyat dengan cepat Ti Then mundur satu langkah ke belakang menghindarkan diri dari bacokan sepasang goloknya, pada saat sepasang goloknya baru saja berkelebat lewat itulah tubuhnya dengan cepat berkelebat ke depan, dengan meminyam kesempatan ini dia melancarkan satu serangan menghajar dadanya. Jurus serangan ini tidak ada keanehan atau keistimewaannya, mentri pintu itu sendiri juga melihat dengan jelas datangnya serangan itu tapi sekali pun dia mencoba menghindar tetap kalah cepat. "Bluuk . ." Dadanya dengan keras kena hajaran itu. Tubuh menteri pintu segera rubuh ke atas tanah dengan kerasnya. Meminyam kesempatan itu Ti Then segera meloncat ke depan, kakinya dengan kuat-kuat menginyak perutnya, ujarnya sambil tertawa dingin. "Ayoh bilang kamu mau tirukan gonggongan anying tidak?" Air muka Menteri pintu itu berubah menjadi pucat pasi bagaikan mayat dan rubuh terlentang di atas tanah tidak berani bergerak sedikit pun juga. ujar Ti Then lagi dengan dingin "Ayoh bilang kamu mau menyalak tidak ?? Hemm hemm, jika tidak maujangan salahkan aku mau inyak tubuhmu hingga hancur." Sambil berkata kakinya mengerahkan tenaga menginyak lebih kuat lagi ke atas tubuh menteri pintu itu. Dari keningnya kelihatan sekali keringat sebesar butir-butir kedelai mulai mengucur ke luar dengan derasnya, seperti babi yang mau dipotong teriak menteri pintu itu dengan keras:"Baik. .. baiklah, aku teriakan aku teriak.." Mendengar perkataan itu barulah Ti Then menarik kembali tenaganya, ujarnya. "Ehmm ... kalau begitu ayoh cepat menggonggong" Menteri pintu itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi, terpaksa dia buka mulutnya menggonggong. "Au . au ..au..Baru berteriak tiga kali air mukanya sudah berubah menjadi merah padam. Ti Then segera berputar kearah Pembesar jendela yang bersandar di samping pohon, ujarnya. "Kau mau menggonggong tidak ??" Pembesar jendela itu tidak berani membangkang, terpaksa dia pun menyalak tiga kali. Setelah itulah Ti Then baru menarik kembali kakinya yang menginyak perut menteri pintu itu, sambil mundur dua langkah ke belakang ujarnya. "Cepat pulang dan beritahu sama Anying langit rase bumi, katakan kitab pusaka Ie cin Keng memang berada di dalam sakuku tapi jika mereka inginkan harus datang minta sendiri." Menteri pintu itu tidak berani membangkang, dengan cepat dia merangkak bangun dan menyelipkan kembali sepasang goloknya ke belakang punggung. Sesudah membimbing pembesar jendela bangun bagaikan dua orang yang sedang mabok mereka berjalan kearah timur dengan sempoyongan. Teriak Ti Then lagi dengan keras. "Masih ada, katakan pada Anying langit Rase Bumi aku berada di dalam Benteng Pek Kiam Po sebagai tamu, jika mencari aku di sana, jangan sampai mengganggu orang-orang benteng seujung rambut pun."Menteri pintu Pembesar jendela tidak berani banyak cakap, dengan keadaan yang sangat mengenaskan mereka meninggaikan tempat itu dengan cepat. Wi Lian In tersenyum ujarnya. "Kedua orang tua bangkotan itu sedikit pun tidak bersemangat." Ti Then pun segera meloncat naik ke atas kuda, sahutnya.."Orang yang menyaga pintu delapan sembilan bagian tidak punya semangat semua" Sambil berkata dia menepuk kudanya melanjutkan perjalanan ke depan. "Kedua orang itu" Ujar Wi Lian In lagi "aku juga pernah dengar, menurut apa yang aku ketahui para cay cu yang mau menyambangi Thian Kauw Te Hu di atas gunung Kim hud san harus memberi sogokan terlebih dulu kepada mereka, jika tidak kasih . .jangan harap bisa bertemu dengan Anying langit rase bumi itu." "Jago-jago di bawah pimpinan Anying langit Rase bumi itu sangat banyak jumlahnya, entah kerapa kali ini mereka mengirim dua orang gentong nasi seperti itu." "Terhadap kamu kedua orang itu memang mirip gentong nasi" Ujar Wi Lian In sambil pandang wajahnya. "tapi bagi orang lain cukup mereka berdua sudah membuat setiap orang merasa pusing kepala" "Mungkin juga karena setan pengecut itu tidak memberi penjelasan yang lebih teliti kepada orang-orang Anying langit Rase bumi itu sehingga mereka hanya kirim dua orang gentong nasi tersebut." "Ti toako" Ujar Wi Lian In lagi. " Kenapa kamu bilang kitab pusaka Ie Cin Keng itu berada ditanganmu??" "Sekali pun aku bilang tidak ada belum tentu mereka mau percaya." "Tapi dengan demikian orang-orang Anying langit Rase bumi tidak akan melepaskan kamu begitu saja..""Nona Wi kamu salah" Sahut Ti Then sambil tersenyum "seharusnya bilang aku yang tidak akan melepaskan mereka," "Si Anying langit Kong sun Yau jadi orang ganas kejam, tak berperikemanusiaan, si Rase bumi Bun Jin Cu jadi orang banyak akal dan licik, jika mereka suami istri bergabung menjadi satu, sekali pun ayahku juga belum tentu bisa menangkan mereka, kamu jangan terlalu pandang rendah musuh.." "Ha ha ha ... untuk menghadapi aku mereka tidak akan terpikirkan untuk bergabung dan kerubuti aku seorang" "Sekali pun seorang lawan seorang" Ujar wi Lian In lagi "Kau juga jangan terlalu gegabah, menurut apa yang aku dengar kepandaian silat mereka berdua suami istri tidak terpaut banyak dengan kepandaian ayahku." "Aku tahu." "Tapi jika kamu punya kekuatan untuk bunuh mereka janganlah ragu-ragu turun tangan, hati mereka berdua suami istri sangat kejam dan ganas, tidak perduli kejahatan apa pun pernah mereka lakukan, sudah seharusnya mereka dibunuh cepat cepat" "Kau boleh tunggu saja...." "Heei ..." Ujar wi Lian In lagi sambil menghela napas panjang "setan pengecut itu tentu tidak menyebarkan berita bohong ini kepada Anying langit Rase bumi itu saja, sejak kini kita harus lebih berhati hati lagi." "Kitab pusaka Ie Cin Keng itu merupakan barang peninggalan Siauw limpay, aku hanya takut hwesio-hwesio dari kuil siauw lim si percaya penuh akan berita bohong ini kemudian datang cari aku, orangnya aku sih aku tidak takut semakin banyak orang yang datang semakin aku merasa gembira." "Hei ... hwesio-hwesio Siauw limpay sangat menghormati ayahku, jika sampai mereka datang biarlah ayahku yang beri penjelasan mungkin . ."Kiranya pada saat itu juga di hadapan mereka berkelebat lagi bayangan manusia dengan sangat cepatnya, di hadapan mereka sudah muncul seorang hwesio dari Siauw limpay. Hwesio itu baru berusia kurang lebih empat puluh tahunan, wajahnya persegi dengan telinga yang sangat besar, tubuhnya gemuk besar pakaian pada dadanya terbuka sedikit sehingga kelihatan perutnya yang buncit besar itu, air mukanya selalu menampilkan senyuman sedang pada dadanya tergantung sebuah tasbeh berwarna hitam, jika dilihat dandanannya mirip sekali dengan Ji lay hud. Tidak salah lagi, hwesio itu memang berasal dari partai Siauw limpay dan merupakan seorang hwesio pendekar yang sudah terkenal di dalam Bulim ..siauw Mi Leh atau Hwesio berwajah riang. Air muka Ti Then berubah sangat hebat, dengan cepat dia meloncat turun dari kudanya dan memberi hormat, ujarnya. " Kiranya Mi Leh Thaysu sudah datang, masih ingatkah taysu kepada tecu?" "He he he ..." Sahut Hwesio berwajah riang itu sambil tertawa terkekeh. "Bagaimana tidak kenal. Pinceng ini hari memangnya datang untuk cari kamu orang." "Semoga saja jangan karena kitab pusaka Ie Cin Keng itu." "Memang betul, pinceng datang ke sini karena kitab pusaka Ie cin Keng itu." "Haaa?" Seru Ti Then dengan terkejut. "Apa Taysu sendiri juga mempercayai berita bohong itu?" "Urusan ini timbul sudah tentu ada sebabnya" "Benar." Sahut Ti Then sambil mengangguk. "sebab-sebabnya ada seorang berkerudung yang menculik nona Wi ini dan membawa dia ke atas gunung Fan cin san, tecu berhasil menolong nona Wi ini dari cengkeramannya bahkan berhasil melukai kulit kepala orangberkerudung itu mungkin karena dendam dan sakit hati karena lukanya itu sehingga dia menyebarkan berita bohong tersebut kemana mana, bahwa aku Ti Then sudah dapatkan kitab pusaka Ie cin Keng itu. ." Agaknya Hwesio berwajah riang tidak mendengarkan perkataan Ti Then tersebut, sambil tetap tertawa-tawa ujarnya. "Ti sicu. Waktu itu ketika kita bersama-sama minum arak di atas gunung Ngo Thay san jaraknya hingga sekarang seberapa lama?" Ti Then yang tidak tahu maksud pihak lawannya begitu mendengar pertanyaan ini, menjadi melengak. "... Agaknya hampir dua tahunan. ." "Tidak salah. " Sahut siauw Mi Leh sambil mengangguk. "Biarlah kita hitung dua tahun saja, pada dua tahun yang lalu sekali pun kamu sudah punya nama terkenal di dalam Bu lim tapi kepandaian silatmu saat itu paling tinggi juga memadahi seorang Pendekar pedang putih dari Benteng Pek Kiam Po, sebaliknya sesudah dua tahun, ini hari hanya cukup menggunakan satu jurus berhasil mengalahkan kedua orang malaikat penjaga pintu dari Anying langit Rase bumi. Coba tahukah kau berapa kali lipat kemajuan kepandaian silatmu?" "Satu tempat paham yang lain akan ikut sukses, asalkan aku berhasil mengetahui rahasianya sudah tentu akan mendapatkan kemajuan yang sangat pesat." "Tapi." Ujar Hwesio berwajah riang itu lagi. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Walau pun memperoleh kemajuan yang bagaimana pesatnya pun tidak mungkin bisa secepat ini, kecuali kamu sudah dapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng tersebut." "Thaysu." Seru Ti Then dengan serius. "Tecu betul-betul tidak mendapatkan kitab pusaka It cin Keng tersebut, harap thaysu jangan dengarkan berita bohong itu." "Kamu sudah mendapatkan banyak kebaikan dari kitab pusaka Ie cin Keng itu, untuk bekal dikemudian hari pinceng kira juga sudahjauh lebih cukup. Kenapa kamu orang tidak menggunakan perasaan hatimu berpikir kalau barang itu harus dikembalikan kepada pemiliknya?" Ti Then yang melihat hwesio itu tetap menuduh dia sudah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, dalam hati benar-benar merasa tidak senang ujarnya kemudian. "Sewaktu tecu mengalahkan menteri pintu pembesar jendela tadi, apa Thaysu sudah melihatnya semua ?" "Benar pinceng melihatnya dengan sangat jelas" Sahut Hwesio berwajah riang itu sambil mengangguk. "Kalau begitu, perkataan selanjutnya antara tecu dengan nona Wi Thaysu juga sudah dengar semua bukan?" "Tidak salahh" Sahut hwesio itu sambil mengangguk lagi "sepatah kata pun tidak ada yang ketinggalan." "Kalau memangnya begitu seharusnya thaysu tahu keadaan yang sesungguhnya." "Kalian sejak tadi sudah tahu di samping jalan masih ada orang yang menonton sehingga yang satu menyanyi yang lain menambahi untuk mengelabuhi orang lain, Cara seperti itu hwesio sudah sangat jelas sekali." "Heei ..omong pulang pergi agaknya Thaysu tidak akan percaya omongan tecu lagi?" "Ti sicu" Ujar Hwesio itu dengan serius. "Demi masa depanmu yang cemerlang lebih baik kembalikan saja kitab itu pada pihak siauw limpay kami" "Kalau tecu tidak sanggup mengeluarkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, thaysu siap berbuat apa?" Perlahan-lahan si hwesio berwajah riang itu melepaskan tasbehnya yang tergantung pada dadanya, kemudian ditempatkan ke atas udara ujarnya sambil tertawa."Ti sicu bisa memandang se Jilid kitab pusaka Ie Cin Keng setinggi nyawa sendiri sungguh membuat pinceng tidak menduga." Tasbeh yang dilemparkan ke atas udara itu ketika jatuh ke atas tanah segera timbul suara gemuruh yang sangat keras. "Bluuuk... ." Tasbeh itu tidak dapat dihalangi lagi menancap di tanah sedalam beberapa cun, sungguh suatu kepandaian yang sangat dahsyat sekali. "Thaysu tecu tidak ingin sampai turun tangan melawan thaysu" Ujar Ti Then sesudah melihat demonstrasi kepandaian itu. "Boleh ..boleh ..asalkan kitab pusaka Ie cin Keng itu kau serahkan kepada pinceng" "Tecu berani bersumpah, jika tecu pernah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin keng itu maka tubuhku akan mengalami keadaan seperti pohon ini" Sambil berkata tubuhnya, dengan cepat melayang setinggi beberapa kaki kemudian dengan hebatnya dia kirim satu serangan dahsyat kearah pohon tersebut. Pohon itu mem punyai lebar beberapa depa, tetapi begitu kena serangannya segera patah menjadi dua dan rubuh ke atas tanah dengan menimbulkan suara yang sangat berisik. Hwesio berwajah riang itu juga merupakan seorang jago yang mengutamakan tenaga pukulan, karenanya begitu dia melihat Ti Then berhasil pukul rubuh sebuah pohon sebesar itu dalam hati segera sadar kalau kepandaiannya masih kalah jauh, tidak terasa lagi air mukanya berubah sangat hebat, ujarnya sambil tertawa kering. "Suatu pukulan yang sangat bagus, tidak aneh kalau Ti sicu tidak memandang sebelah mata pun kepada diri pinceng." "Thaysu, kamu masih tidak percayai omonganku?" Hwesio berwajah riang itu tertawa dingin."Hemm... hemm..pinceng hanya percaya kepandaian silat sicu jauh berada di atas kepandaianku" Sehabis berkata dia mengambil kembali tasbehnya yang kemudian digantungkan pada dadanya kembali, sesudah itu putar tubuh dan berlalu dari sana dengan langkah lebar. Ti Then hanya bisa menghela napas perlahan dan berjalan menaiki kuda tunggangannya kembali, dengan berdiam diri dia menyalankan kudanya melanjutkan perjalanan. Wi Lian In segera menarik tali les kudanya membiarkan tunggangannya itu berjalan disisi Ti Then, ujarnya kemudian. "Ti Toako Agaknya dia masih tidak percaya. Heei ... kali ini mungkin semakin repot lagi." "Tidak mengapa, pada suatu hari tentu aku berhasil menangkap setan pengecut itu, asalkan berhasil menawan dia maka berita bohong yang disiarkan pun tidak usah aku pergi jelaskan sendiri" "Heei ..." Ujar Wi Lian In lagi sambil menghela napas panjang. "Entah dia sekarang berada dimana" "Mungkin dia bisa datang dengan sendirinya" "Ciangbunyien dari siauw lim pay tidak sebodoh Hwesio berwajah riang itu, mungkin dia mau percayai omonganmu" Ti Then hanya tersenyum tidak mengucapkan sepatah kata pun. Hari itu menjelang malam mereka berdua sudah tiba di dalam kota Ho Kiang sia untuk beristirahat, sesudah dahar malam di penginapan masing-masing berpisah untuk beristirahat di dalam kamarnya sendiri Dikarenakan urusan yang terjadi pada siang harinya dalam hati Ti Then sudah waspada, sebab itulah sesudah tidur hingga tengah malam dia tidak berani tidur lagi, segera duduk bersemedi di atas pembaringan.Baru saja lewat kurang lebih setengah jam, urusan ternyata terjadi juga. "Plaaak. ." Suara itu sangat perlahan sekali muncul dari atas atap rumah, jika didengar suara itu agaknya ada orang yang sedang berjalan di atas genteng memecahkan atap. Dengan perlahan lahan Ti Then turun dari atas pembaringannya kemudian membuka pintu kamar, sekali berkelebat tubuhnya dengan sangat cepat berjumpalitan naik ke atas atap rumah. Tapi ..di bawah sorotan sinar bintang yang remang-remang di atas atap tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun, tempat itu kosong melompong dan sangat sunyi. Tak terasa dia menarik napas panjang pikirannya. "Hemm aku tidak akan salah dengar, gerakan orang itu sungguh amat cepat." Sesudah memeriksa beberapa saat lamanya tetap tidak menemukan hal yang mencurigakan terpaksa dia meloncat turun lagi dan berjalan ke depan kamar Wi Lian In, dengan perlahan diketuknya tiga kali. Dia takut Wi Lian In tidur terlalu nyenyak sehingga memberi kesempatan kepada pihak musuh sehingga dia pikir mau bangunkan dia memberi peringatan supaya waspada. siapa tahu ..dari balik pintu tidak terdengar suara sahutan dari Wi Lian In. "Nona Wi ini tentu tertidur sangat nyenyak, kalau tidak waktu itu juga tidak akan terjatuh ketangan setan pengecut itu." Berpikir sampai di situ dia mengetuk lagi sambil teriaknya keras. "Nona Wi, bangun." Dari dalam kamar tetap tidak terdengar suara sahutan dari Wi Lian In. Orang yang berlatih ilmu silat tidak mungkin bisa berbuat begitu Mendadak dia merasa keadaan tidak beres, dengan seluruh tenaga didorongnya pintu itu, tidak sangka pintu itu tidak dikunci samasekali, begitu didorong pintu itu segera terpentang lebar. Hal ini semakin membuat dia bertambah terkejut, sambil meloncat masuk teriaknya. "Nona Wi ..Nona Wi. ." Di dalam kamar tidak disulut lampu, karenanya untuk sesaat dia tidak tahu di atas pembaringan itu ada orangnya atau tidak. Dia menanti sebentar tapi tidak terdengar suara Wi Lian In juga, segera tahulah dia kalau urusan sudah terjadi, dengan cepat dicarinya korek dan menyulut lampu dalam kamar itu. Begitu lampu disulut keadaan di dalam kamar menjadi terang benderang. Wi Lian In ternyata tidak berada di dalam kamar. Selimut di atas pembaringan sudah dike sampingkan tapi tidak terlihat tanda-tanda melawan, agaknya Wi Lian In diculik pergi dalam kedaan tidur sangat nyenyak. Ti Then merasa sangat terkejut bercampur gusar, sambil mend epakkan kakinya ke atas tanah makinya. "Bangsat cecunguk. Heeem... tidak melihat darah berceceran agaknya mereka tidak puas.. " Dengan cepat dia putar tubuh siap meninggalkan tempat itu, medadak dia menjadi tertegun dibuatnya, sambil berjalan kearah pintu kamar dirobeknya secarik kertas. Kiranya kertas itu sejak semula sudah ditempelkan orang di balik pintu kamar itu. Pada kertas itu kira-kira tertuliskan demikian. " Harap bawa kitab pusaka Ie Cin Keng untuk ditukar dengan orangmu di luar kota dalam tanah pekuburan". Oooh ..kiranya orang yang menculik nona Wi Lian In bukan setan Pengecut itu, sebaliknya orang lain ? siapa dia ??? Mentri Pintu serta Pembesar Jendela.?? Tidak mungkin, mereka tidak punya nyali sebegitu besar.Apa mungkin Hwesio berwajah riang dari siauw lim Pay ?? Tapi ..dia merupakan seorang hwesio dari partai kenamaan, bagaimana mungkin melakukan pekerjaan semacam ini ?? Hemmm tentu seorang manusia dari golongan Hek to yang belum mau munculkan diri Berpikir sampai di sini Ti Then tidak ragu-ragu lagi, dengan cepat dia putar tubuh kembali ke dalam kamarnya, memakai pakaian luar membawa buntaiannya, setelah meninggalkan uang perak dengan tergesa-gesa meninggalkan rumah penginapan itu. Pada siang harinya sewaktu bersama sama Wi Lian In masuk ke dalam kota melalui pintu sebelah timur. "ditengah jalan memang pernah menemui sebidang tanah pekuburan. Dalam hati dia tahu orang yang meninggalkan surat itu tentu menunjuk tanah pekuburan itu sebagai tempat pertemuan karenanya dengan cepat dia berlari menuju kepintu kota sebelah timur. Di dalam sekejap mata dia sudah berada di bawah tembok kota, karena pintu kota yang sudah ditutup dengan cepat dia meloncat naik tembok dan berlari keluar kota. Tidak lama dia sudah tiba di tanah pekuburan itu Teriaknya dengan keras sesampainya di sana. "Cayhe Ti Then sudah tiba menurut suratmu, hei kawan harap munculkan dirimu." Ditengah malam buta berada ditengah tanah pekuburan yang sangat menyeramkan keadaannya, jika bukannya seorang yang bernyali besar tidak mungkin berani melakukan hal ini Lewat sesaat kemudian dari empat penjuru tanah pekuburan itu muncul empat sosok bayangan manusia yang berkelebat mendatang dengan gerakan yang sangat ringan, lincah dan cepat. Begitu Ti Then melihat munculnya empat orang sekaligus bahkan jika ditinyau ilmu meringankan tubuhnya sudah mencapai pada taraf kesempurnaan dalam hati terasa berdesir juga, pikirnya."Bagaimana bisa muncul sebegitu banyak orang..Ehmmm..agak sukar untuk menghadapi mereka sekaligus... ." Baru saja dia berpikir sampai di situ, keempat orang itu sudah melayang datang. Ternyata mereka berempat juga merupakan orang-orang yang berkerudung. Dalam hati Ti Then tahu sebab-sebab mereka mengerudungi wajah mereka, tak terasa sambil tertawa dingin ujarnya. "Hemmm... manusia-manusia pengecut juga tidak berani perlihatkan wajah aslinya, sungguh banyak terdapat di dalam dunia kangouw saat ini" Keempat orang berkerudung itu tidak mau perduli ejekannya itu, seseorang yang berdiri ditengah membuka mulut secara mendadak, ujarnya dengan dingin. "Barang itu sudah kau bawa?" "Sudah aku bawa." Sahut Ti Then sambil mengangguk. " Kalau begitu cepat serahkan" "Aku mau menemui nona Wi dulu." "Dia sangat baik," Ujar manusia berkerudung itu. "sesudah kau serahkan barang itu, kami segera lepaskan dia pulang." "Tidak. " Ujar Ti Then tetap pada pendiriannya. "Aku harus melihat dulu nona Wi terluka atau tidak. sesudah itu baru serahkan itu barang kepadamu. ." "Kamu boleh berlega hati, kami belum punya alasan untuk melukai dia." "Tidak bisa" Sahut Ti Then kukuh pada pendiriannya "sebelum aku bertemu dengan dia, barang itu tidak akan kuserahkan kepada kalian." Agaknya orang berkerudung itu merasa sedikit keberatan, sesudah termenung berpikir beberapa saat lamanya barulah ujarnya:"Dia tidak berada disekitar tempat ini, kami punya rencana sesudah memperoleh barang itu baru lepaskan dia pulang... ." Ketika Ti Then mendengar wi Lian In tidak berada disekitar tempat ini segera dia mengambil suatu keputusan di dalam hatinya, tanyanya kemudian. " Kalian masih punya teman?" "Tidak salah." Sahutnya sambil mengangguk. " Kalian seharusnya membawa nona Wi kemari ..." "He he he ... " Potong orang berkerudung itu sambil tertawa dingin. "Tapi kami kira jauh lebih aman jika menyembunyikan dia ditempat yang lain." "Ha ha ha ha....Kalian sudah melakukan suatu kesalaban yang besar" Ujar Ti Then sambil tertawa terbahak bahak "Jika kalian membawa dia kemari mungkin karena takut kalian sakiti dia terpaksa aku serahkan kitab pusaka Ie cin Keng itu kepada kalian..Tapi sekarang ..dia tdak berada disekitar tempat ini, jadi aku pun tidak usah takut apa-apa lagi" Perkataan itu begitu selesai diucapkan mendadak tubuhnya bergerak ke depan dengan kecepatan luar biasa menyerang musuhnya. Agaknya orang berkerudung itu sama sekali tidak menduda kalau Ti Then berani turun tangan menyerang dia, hatinya betul-betul merasa sangat terkejut, dengan cepat dia mundur ke belakang bersamaan waktunya pula pergelangan tangan kanannya membalik siap cabut gedang menyambut datangnya serangan musuh. Tapi baru saja pedangnya dicabut sampai tengah jalan, tubuhnya baru saja mundur ke belakang itulah terasa suatu sinar pedang yang sangat menyilaukan mata menyambar kearah pinggangnya. Sinar pedang itu dengan cepat berkelebat sedang tubuh orang berkerudung itu pun seperti tidak terkena serangan, tubuhnya melanjutkan gerakannya mundur hingga sejauh lima enam tindakbaru berhenti. saat tubuhnya berhenti itulah mendadak tubuhnya bagian atas dan bagian bawah rubuh dengan arah berlainan, darah segar segera menyembur keluar bagaikan pancuran membuat seluruh permukaan tanah basah oleh ceceran darah itu, kiranya pinggang orang itu sudah tergotong hingga menjadi dua bagian. Ketiga orang berkerudung lainnya juga menyoren pedang panjang pada punggungnya, tetapi sejak munculkan diri ke dalam dunia kangouw hingga saat ini belum pernah melihat serangan pedang yang bisa dilakukan demikian cepatnya, begitu melihat temannya sudah dibabat putus pinggangnya hanya di dalam sekejap mata, tidak tertahan lagi saking terkejutnya mereka pada berdiri melongo. Pada saat tubuh orang berkerudung itu rubuh ke atas tanah itulah tubuh Ti Then sudah berkelebat berdiri di hadapan seorang berkerudung yang berdiri di sebelah kiri. Orang berkerudung itu merasa sangat terperanyat, belum sempat dia cabut pedang kaki kanannya dengan seluruh tenaga melancarkan satu tendangan dahsyat ke arah perut Ti Then. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sekali pun serangan tendangan ini dilancarkan di dalam keadaan gugup tapi kekuatau dan kedahsyatannya luar biasa. Bagaimana pun juga serangan pedang Ti Thenyauh lebih cepat satu tindak dari serangannya itu, dengan satu jurus Hong sauw Lok Jap atau angin bertiup menggugurkan daun suatu jeritan ngeri segera berkumandang keluar dari mulutnya. Wajahnya sudab berhasil terpapas separuh oleh serangan silat pedang Ti Then itu. Sisanya dua orang berkerudung itu melihat kehebatan Ti Then sukar ditahan bahkan hanya sedikit mengangkat tangan sudah berhasil membunuh dua orang kawannya, tak terasa hatinya merasa sangat jeri, kini mana berani maju untuk bergebrak lagi, masing- masing segera putar tubuh melarikan diri dengan cepat-cepat. Ti Then sejak semula sudah menduga kalau mereka akan melarikan diri, karenanya begitu serangannya berhasil membunuhorang berkerudung yang kedua tubuhnya sudah berputar ditengah udara, bentaknya dengan keras. "Lihat pedang. ." Pedang ditangan kanannya segera disambit ke depan dengan cepat. Kecepatan dari serangan ini sukar dibayangkan dengan menggunakan kata-kata. Kiranya orang berkerudung ketiga yang berdiri di sebelah kanannya pada saat tubuhnya meloncat pergi itulah sudah tertusuk oleh sambitan pedang Ti Then itu, pedangnya menembus dari punggung hingga ulu hatinya dan muncul kembali pada dadanya, terdengar dia menjerit ngeri dengan sangat keras, sesudah berlari sempoyongan beberapa tindak tubuhnya segera rubuh di atas sebuab kuburan yang besar, seketika itu juga menghembuskan napasnya yang penghabisan. Ti Then sesudah menyambitkan pedangnya itu tubuhnya tidak berhenti begitu saja, sekali lagi dia meloncat ke depan tangannya dipentangkan lebar-lebar, dengan jangat cepat mengejar kearah orang berkerudung yang keempat. Hanya cukup dua kali lompatan saja tubuhnya sudah berada beberapa kaki di belakang tubuhnya. Dengan dingin ujarnya. "Hemmm . .jika ingin hidup lebih baik berhentilah dengan cepat." Ketika orang berkerudung keempat yang sedang melarikan diri itu menoleh ke belakang melihat Ti Then sudah berada di belakang tububnya tidak terasa kakinya terasa menjadi lemas, dengan cepat dia menghentikan larinya dan jatuhkan diri berlutut di hadapan Ti Then, ujarnya dengan sedikit merengek. "Ti ... Ti siauhiap harap ..harap jangan turun tangan jahat ..turun tangan jahat kepadaku ..." " Cepat lepaskan kerudungmu terlebih dulu" Bentak Ti Then dengan keras.Dengan gugup orang ber kerudung itu melepaskan kain kerudungnya sehingga terlihatlah selembar wajah yang sangat jelek yang saat itu sudah berubah menjadi pucat pasi saking terkejutnya, dengan tak henti-hentinya dia mengangguk anggukkan kepalanya. Dengan pandangan tajam Ti Then memperhatikan terus wajahnya, sesaat kemudian baru tanyanya. "Ehmm ... sepertinya aku pernah bertemu dengan kamu orang" "Benar benar ? pada bulan Tiong ciu tahun yang lalu dijalanan menuju ke Kwan Lok." "Oooh benar." Ujar Ti Then secara mendadak. "Kau adalah Lo Nao dari Kwan si Ngo Koay yang disebut apa Hek . ." "Benar, aku bernama Hek Pauw atau simacan kumbang hitam Khie Hoat." " Ketiga orang itu apa saudaramu semua?" "Benar, mereka adalah Jiko, samko, serta su ko . ." "Dimana Toako kalian oh Lui si atau malaikat halilintar Khie Ciauw ??" "Dia ... dia membawa nona Wi menunggu kami di dalam kelenteng tanah ditengah kota." "Ehmm..." Sahut Ti Then kemudian tanyanya lagi. "Kalian dengar dari siapa kalau aku mendapatkan se Jilid kitab pusaka Ie Cin Keng" "Aku dengar dari sinaga mega Hong Mong Ling yang bilang." Sahut si macan kumbang hitam Khie Hoat sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Dia bilang kamu sudah dapatkan se Jilid kitab pusaka Ie Cin Keng yang mau dipersembahkan untuk Pocu dari Benteng Pek Kiam Po" "Kalian bertemu dengan si naga mega Hong Mong Ling dimana??""Disebuah kota keresidenan Tong Jlen sian, ratusan li di sebelah selatan gunung Fan Cin san" " Kapan ???" "Sudah lima enam hari lalu" "Hemmm..hemmm" Ujar Ti Then sambil tertawa dingin "Hanya dikarenakan se Jilid kitab pusaka Ie cin Keng,saja kalian berani turun tangan menculik pergi none Wi, nyali kalian sungguh tidak kecil." Sembari terus menerus mengangguk anggukkan kepalanya ujar Khie Hoat lagi dengan gemetar. "Sebetulnya kami tidak berani melakukan hal itu, karena melihat kepandaian silat dari Ti siau hiap sangat lihai terpaksa melaksanakan pekerjaan dengan diam-diam sehingga ... sehingga... ." "Ehmmm..sekarang kamu orang merasa kitab pusaka Ie Cin Keng lebih berharga atau nyawa saudara-saudara kalian yang lebih berharga???" "Sudah tentu nyawa lebih berharga. .. " Sahut simacan kumbang hitam Khie hoat sambil melelehkan air mata. "Heemm... Baiklah." Ujar Ti Then lagi "Kau rebahlah dulu beberapa saat di tanah pekuburan ini, aku mau pergi ke kelenteng tanah di dalam kota lihat-lihat dulu,jika nona Wi berada di sana maka aku lepaskan satu jalan hidup bagimu, kalau tidak ... Hmm heemmm ..." -oo000oo- Jilid : 10:1. Wi Lian In diculik lagi Sehabis berkata dengan satu kali cengkeraman dia menyambak rambutnya dan angkat seluruh tubuhnya ke atas, jari tangannya dengan lincah tapi cepat bagaikan kilat menotok jalan darah kakunya.Itu Macan kumbang hitam Khie Hoat hanya bisa mendengus dengan sangat berat, badannya seketika itu juga menjadi kaku. Tangannya yang lain dari Ti Then tidak berhenti sampai di situ saja, tubuhnya dengan segera didorong ke depan sehingga rubuh terlentang di atas tanah, kemudian baru putar tubuh mencabut kembali pedang panjangnya membersihkan bekas-bekas darah dan masukkan kembali ke dalam sarungnya Setelah semuanya selesai barulah dia berlari menuju ke dalam kota Ho Kiang san. Tidak sampai sepertanak nasi dia sudah berada kembali di dalam kota itu. Saat ini waktu menunjukkan kurang lebih kentongan keempat, sinar rembulan yang memancarkan sinar menerangi jagat pun sudah lenyap dari pandangan, suasana di dalam kota gelap gulita tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun yang berlalu lalang ditengah jalan, sampai penjual makanan dimalam hari pun sudah tidak kelihatan batang hidungnya kembali. Dia tidak tahu kelenteng tanah itu terletak dikota sebelah mana, terpaksa dengan mengadu untung secara sembarangan mencari diseluruh pelosok kota, akhirnya ditemui juga sebuah kelenteng tanah di sebelah tengah kota tersebut. Kelenteng tanah itu terletak dipusat kota, karena waktu yang telah sangat lama keadaan diluaran dari kelenteng itu sudah tidak karuan bentuknya, walau begitu lampu yang terdapat di dalam ruangan dalam masih belum terpadamkan, di dalam kelenteng itu masih terang benderang oleh sorotan sinar lampu. Ti Then tidak berani secara langsung menerjang masuk ke dalam kelenteng itu, karenanya secara diam-diam sesudah memeriksa keadaan disekeiling tempat itu terlebih dulu, sejenak kemudian dia merasa disekeliling kelenteng itu hanya di bawah meja sembahyangan saja yang bisa digunakan untuk menyembunyikan diri, atau dengan perkataan lain itu oh Lui sin atau Malaikat halilintar Khie Ciawpasti membawa Wi Lian In bersembunyi di bawah kolong meja sembahyangan tersebut. segera dia mengerahkan ilmumeringankan tubuhnya dengan tanpa mengeluarkan sedikit suara pun berjalan maju ke depan. Selangkah demi selangkah dia berjalan ke depan meja sembahyangan itu, dengan perlahan-lahan diangkatnya meja sembahyangan tersebut kemudian secara mendadak dengan seluruh tenaga di baliknya meja itu ke samping. "Braak ..braaak . " Suara yang nyaring memecahkan kesunyian yang mencekam dipagi hari buta itu, di bawah meja itu ternyata tidak salah lagi muncul sesosok bayangan manusia yang rebah terlentang di atas tanah. Orang itu tidak lain adalah Lo-toa dari Kwan si Ngo Koay atau lima manusia aneh dari daerah Kwan si, Malaikat halilintar Khie Ciauw adanya. Tetapi si Malaikat halilintar Khie Ciauw yang ditemuinya sekarang ini terlentang di tanah tanpa bergerak sedikit pun juga, memang dari mulutnya tidak henti-hentinya malah terlihat darah segar mengalir keluar dengan derasnya. Dia sudah binasa ? Sebetulnya Ti Then mau melancarkan serangan dahsyat berusaha mencengkeram tubuhnya, tapi begitu dilihatnya keadaan yang mengerikan dari mata malaikat halilintar Khi Ciauw itu tidak terasa rasa terperanyatnya menjerit keras. Ternyata si Malaikat halilintar Khie Ciauw sudah sudah menemui kematiannya dengan rasa ngeri dan misterius sekali? Hal ini memperlihatkan kalau ada orang yang mendahului dirinya mengejar datang ke kelenteng tanah ini untuk membunuhnya kemudian merebut pergi We Lian In. Hal ini begitu berkelebat di dalam pikiran Ti Then segera mengulurkan tangan memeriksa mayat dari Khie Ciauw. Dirabanya mayat itu masih ada hawa hangat, dalam hati dia tahu pembunuhnya meninggalkan tempat ini belum begitu lama, dengan cepat dia putar tubuh dan meloncat naik ke atas atap kelenteng. Dari atas memeriksa keadaan disekelilingnya.Tapi ... dengan ketajaman pandangannya tetap tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Sekali lagi dia meloncat masuk ke dalam kelenteng tanah dan memeriksa dengan sangat teliti keadaan disekeliling tempat itu apakah pembunuhnya meninggalkan surat atau tidak, tapi sekali pun sudah dicari ubek-ubekan selama setengah harian jejaknya pun tidak tampak, hatinya tidak tertahan lagi menjadi sangat cemas. Terpikir olehnya kalau orang yang membunuh mati Khie Ciauw dan merebut pergi Wi Lian In bertujuan atas kitab pusaka Ie Cin Kengnya maka orang itu pasti akan meninggalkan surat baginya untuk berjanyi bertemu di suatu tempat, tapi sampai sekarang tanda-tanda ditinggalkannya surat sama sekali tidak tampak, hal ini memperlihatkan kalau tujuan orang itu tidak terletak pada kitab Ie Cin Keng tersebut melainkan pada Wi Lian In sendiri Dengan perkataan lain orang itu kalau bukannya si setan pengecut tentu perbuatan dari Hong Mong Ling. Jika dugaannya ini tidak meleset maka akibat yang diderita Wi Liau In akan jauh berada diluar dugaannya karena Hong Mong Ling pernah berkata. "Barang yang tidak bisa aku dapati tidak akan membiarkan barang itu didapatkan orang lain." Kali ini napsu binatangnya tentu akan diumbarkan ke tubuh Wi Lian In. memperkosa dirinya kemudian membunuh mati. .. Semakin berpikir dia semakin takut, dengan cepat tubuhnya berkelebat menuju kearah utara. Dia memilih lari ke arah utara karena punya alasan yang kuat, ketiga arah lainnya tidak mungkin di tempuh oleh orang itu untuk melarikan dirinya. Arah Timur pasti melewati gunung Fan cin san, orang itu pasti melihat sendiri dan menduga banyak jago-jago Bulim yang sedang berangkat menuju kegunung Fan cin san untuk memperebutkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, karenanya tidak mungkin dia mau ambil arah tersebut..Arah selatan merupakan jalan yang dilalui Ti Then untuk memasuki ke dalam kota, orang itu tidak mungkin berani menempuh bahaya bertemu dengan dirinya. Sedang arah barat merupakan jalan menuju ke benteng Pek Kiam Po, di daerah gunung Go bi, sudah tentu orang itu tidak akan mau masuk ke dalam perangkap, karena itulah dia berani pastikan orang yang menculik Wi Lian In itu tentu melarikan diri menggunakan arah utara. Dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya bagaikan kilat cepatnya dia mengejar ke arah utara, di dalam sekejap saja kota Ho Kiang sian sudah di lalui, dengan mengikutijalan raya dia terus mengejar ke depan. Tidak terasa lagi tiga puluh li sudah dilalui dengan cepat tetapi sampai waktu itu tetap tidak didapatkanjejak apa pun, sedang cuaca pun mulai terang kembali. Langkah kakinya semakin lama semakin perlahan, akhirnya dia menyatuhkan tubuhnya beristirahat di bawah sebuah pohon besar, tak henti-hentinya dia menghela napas panjang. Bagaimana? Jika tidak berhasil menolong Wi Lian In kembali, dirinya mana punya muka untuk kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po lagi? Jika tidak untung Wi Lian In menemui kematiannya ditangan Hong Mong Ling, dirinya sudah tentu berhasil meloloskan diri dari kesukaran tapi ... soal ini sebetulnya mendatangkan keuntungan atau bencana bagi dirinya sendiri? Majikan patung emas perintahkan dirinya kawin dengan dia sudah tentu dia punya suatu maksud tertentu, jika misalnya dia binasa apakah Majikan patung emas mau berhenti dengan begitu saja? Tidak mungkin, dia pasti berubah membuat rencana baru lagi, kemudian perintahkan dirinya pergi melakukan suatu pekerjaan yang baru, sedang pekerjaan baru itu kemungkinan sekalimerupakan pekerjaan yang jauh lebih sulit dari pekerjaan untuk mengawini Wi Lian In. oooo0oooo "Su heng, aku menanti kamu orang di sini saja, ditengah jalan kamu harus berhati-hati." "Ha ha ha ha ..Jangan kuatir, sekali pun sudah bertemu dengan dia Lohu mau lihat dia bisa berbuat apa terhadap diri Lohu." Sedang dia berpikir keras mendadak suara bercakapnya manusia memecahkan kesunyian yang mencekam dipagi hari itu, suara itu berkumandang datang dari gundukan tanah di belakang pohonnya itu. Dengan cepat dia menoleh ke belakang, terlihatlah di atas bukit kecil berpuluh-puluh kaki dari tempatnya sedang ada sesosok bayangan manusia yang berlari menuruni bukit itu. Orang itu usianya diantara enampuluh tahunan, pada badannya memakai baju berwarna hijau pada tangannya mencekal sebuah tongkat berkepala ular, gerakannya sangat gesit dan lincah dengan kecepatan yang luar biasa dia melayang turun dari bukit kecil itu kemudian berlari menuju kearah kota Hoa Kiang sian. Begitu Ti Then melihat wajah dari kakek tua berbaju hijau itu tidak tertahan lagi hatinya berdebar sangat keras, pikirnya terkejut. "Aaah ... bukankah dia majikan ular Yu Toa Hay adanya??" Majikan ular Yu Toa Hay merupakan jagoan berkepandaian tinggi yang sangat terkenal dari kalangan Hek to, kepandaian silat yang dimiliki bukan saja sangat tinggi sukar diukur bahkan gemar memelihara bermacam macam ular yang berbisa, dimana saja dia pergi kawanan ularnya tentu dibawa serta sehingga begitu bertemu dengan musuh tangguh segera dia akan perintahkan ular-ular beracunnya menyerang pihak musuhnya itu, karena itulah di dalam kalangan Bu lim dia terkenal sebagai seorang iblis yang paling ditakuti oleh setiap orang.Dia ...secara mendadak kenapa bisa munculkan dirinya di sini ?? siapa orang yang berjalan sama sama dengan dia itu ?? Dengan sendirian dia pergi kekota Hoa Koa san. Beberapa pertanyaan ini bagaikan kilat cepatnya berkelebat di dalam benak Ti Then, dengan tanpa disadari lagi pikirannya teringat kembali orang yang membunuh mati si Malaikat halilintar Khie Ciauw kemudian menculik pergi Wi Lian In, apakah orang itu kemungkinan sekali perbuatan dari ini majikan ular Yu Toa Hay? semangatnya menjadi bangkit kembali, sesudah dilihatnya bayangan tubuh majikan ular Yu Toa Hay hilang dari pandangan barulah dengan perlahan lahan dia bangkit, setelah melingkari beberapa lingkaran bukit itu barulah dia berjalan menaiki bukit kecil tersebut. Di atas bukit itu muncul suatu hutan bambu yang sangat lebat sekali. Dia dengan tenangnya menaiki bukit itu kemudian berjalan masuk ke dalam hutan bambu, selangkah demi selangkah maju ke depan dengan perlahan sekali. Baru saja berjalan beberapa kaki mendadak dari empat penjuru terdengarlah suara desisan ular yang sangat ramai sekali, dengan cepat dia tundukan kepalanya memandang terlihatlah ada berpuluh puluh ular beracun sedang menyusup kearahnya dengan sangat cepat sekali. Ular itu adalah ular berekor hijau yang sangat beracun sekali. Ti Then menjadi sangat terkejut sekali, dia tahu dugaannya kalau orang itu tidak lain adalah majikan ular Yu Toa Hay sedikit pun tidak salah, segera tubuhnya melayang ke atas ujung bambu menghindarkan diri dari serangan kawanan ular beracun itu, kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya melanjutkan berjalan kearah depan. Agaknya Majikan ular Yu Toa Hay itu sudah membentuk barisan ular disekeliling bukit itu, semakin berjalan ke depan ular-ular beracun yang terlihat pun semakin banyak. Ular-ular itu denganbebasnya bergerak dan menyusup diantara hutan bambu itu cukup sekali pandang saja bisa menduga jumlahnya di atas ratusan ekor. Diantara ular-ular beracun itu ada beberapa ekor merupakan ular Pek tok coa yang agaknya pernah mendapatkan latihan khusus, begitu melihat Ti Then berjalan diantara ujung-ujung bambu ternyata dengan cepat mengejar di belakangnya, lidahnya dijilat-jilat keluar agaknya hendak menerkam mangsanya. Dengan tergesa-gesa Ti Then mencabut keluar pedangnya untuk melindungi badannya, berjalan puluhan kaki lagi mendadak dari tengah hutan bambu itu berkumandang keluar suara jeritan keras dari seorang gadis sambil ujarnya. "Bangsat tua, aku harus bicara bagaimana hingga kamu orang mau percaya?" Mendengar suara itu Ti Then menjadi terkejut, karena suara itu tidak lain berasal dari suara Wi Lian In. Dalam keadaan yang sangat girang diam-diam pikir Ti Then dalam hati. "Oooh Thian terima kasih atas bantuanmu, akhirnya aku dapatkan dia kembali. Tapi entah siapakah bangsat tua itu ..." Ketika dia berpikir sampai di situ terdengar suatu suara yang sangat tua dan serak menyahut dengan gusar. "Jangan berteriak lagi, tidak perduli kamu orang mau bicara apa pun Lohu tidak akan percaya." "Hmmm..." Terdengar suara dengusan yang sangat dingin dari Wi Lian In. "Aku beritahu padamu, kepandaian silat dia tidak di bawah kepandaian ayahku, jika nanti dia datang kalian tidak lebih hanya ada satu jalan kematian saja yang bakal kalian terima." "He he he he kepandaian silatnya memang sangat tinggi sekali, tapi.. .jika dia tidak mau serahkan itu kitab pusaka Ie cia Keng kepada kami. Hm hmm.. yang menemui kematian ini hari bukan kita tapi dia."Wi Lian In tertawa dingin tak henti-hentinya. "Kamu kira kalau bisa bekerja sama dengan bangsat tua she Yu itu lalu bisa berhasil bunuh mati dia?Hmmm jangan mimpi disiang hari bolong." "Sekali pun tidak bisa." Sahut kakek tua itu sambil tertawa terbahak bahak "tapi kita masih punya satu senyata ampuh, heee heee ..." "Senyata ampuh macam apa?" "Barisan selaksa ular..." "Aaaah..." "Majikan ular sudah atur barisan selaksa ularnya disekeliling bukit ini, nanti jika bangsat cilik Ti Then masuk ke dalam barisan asalkan dia tidak mau serahkan itu kitab pusaka Ie cin Keng kepada kami.... Hmmm, cukup majikan ular meniup serulingnya maka walau pun kepandaian silat yang dimilikinya sangat tinggi tetap akan berubah menjadi tulang-tulang putih yang bertumpuk di sini." Agaknya Wi Lian In dibuat ketakutan oleh perkataannya ini sehingga tidak mengucapkan kata-kata lagi. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ti Then yang bersembunyi diujung bambu begitu mendengar Barisan selaksa Ular.... tiga kata tidak tertahan lagi hatinya terasa bergidik, diam-diam pikirnya. "Untung itu majikan ular sudah pergi kekota cari aku, kalau tidak asaikan dia menggerakkan barisan selaksa ularnya ini. Haai.... entah bagaimana jadinya" Ti Then tidak berani berlaku ayal lagi, pedang panjang ditangannya segera digerakkan.. "Sreeet...." Dengan satu kali tebasan dia memutuskan beberapa batang bambu yang lembut kemudian dengan sangat ringan melayang beberapa kaki dari tempat semula. Ditengah suara bentakan yang sangat keras sesosok bayangan manusia dengan kecepatan yang luar biasa menerjang datang daritengah sebuah hutan bambu kira-kira tujuh kaki dari tempatnya berdiri sekarang ini. Orang ini merupakan seorang kakek tua yang usianya juga berada di atas enam puluh tahunan, pada tubuhnya memakai pakaian berwarna abu-abu, pada tangannya mencekal sebuah tongkat besi yang berat, satu satunya ciri yang berbeda dengan majikan ular adalah dia merupakan seorang kakek jelek yang bongkok badannya bahkan kepalanya kecil mulutnya pun kecil. Bentuknya mirip sekali dengan seekor kura-kura yang sedang berdiri Dengan kecepatan yang luar biasa dia meloncat naik ke atas ujung bambu, tongkat besinya disilangkan di depan dadanya melindungi tubuh matanya dengan tajam memeriksa keadaan disekeliling tempat itu tapi begitu dilihatnya ditempat itu tidak terdapat sesosok bayangan manusia pun tidak terasa air mukanya berubah tertegun, gumamnya seorang diri "Urusan aneh, urusan aneh, apa mungkin ular-ular beracun dari Yu beng sedang berkelahi???" Kiranya sewaktu dia meloncat naik ke ujung bambu, Ti Then dengan meminyam kesempatan ini sudah meloncat turun ke permukaan tanah, karenanya dia hanya melihat beberapa batang bambu sedang bergoyang dengan tidak henti-hentinya. Begitu Ti Then mencapai pada permukaan tanah dengan menggunakan kecepatan yang paling luar biasa berkelebat kearah di mana Wi Lian In berada. Di bawah hutan bambu itu sebetulnya terdapat banyak sekali ular-ular beracun yang bergerak, tapi dikarenakan gerakannya yang terlalu cepat maka tidak ada seekor ular pun yang berhasil menggigit badannya, bahkan diantara ular-ular itu ada beberapa yang berhasil diinyak sampai mati. Sebaliknya dikarenakan gerakannya yang terlalu cepat, suara yang dikeluarkan dari sambaran angin yang mengenai bajunya pun semakin keras, kakek tua bongkok yang berdiri di atas ujung bambusegera merasakan akan hal ini, sambil membentak keras tubuhnya dengan cepat menubruk kearahnya- Pedang panjang Ti Then sekali lagi membabat putus bambu- bambu kecil di depannya sehingga bambu itu rubuh kearah kakek tua itu, di dalam sekejap saja tubuhnya sudah menubruk hingga depan wi Lian In. Saat ini sepasang tangan Wi Lian In diikat ke belakang dan duduk bersandar di bawah batang bambu yang besar, begitu dilihatnya Ti Then muncul di sana saking girangnya dia berteriak. "Ti Toako cepat tolong aku" Baru saja Ti Then mengangkat tubuhnya bangun mendadak segulung angin serangan yang sangat santar menyerang punggungnya dengan amat dahsyat, terpaksa dia melepaskan kembali tubuh Wi Lian In, tubuhnya diputar pedang panjangnya dengan hebat menusuk ke depan. "Triiing.." Pedang panjangnya sekali lagi terbentur dengan tongkat besi kakek bongkok itu sehingga percikan bunga api berkelebat memenuhi angkasa. Tubuh kakek bongkok itu seperti terkena serangan berat, tubuhnya yang semula menubruk ke depan seketika itu juga rubuh terjengkang ke belakang. Tapi tubuhnya memang sangat lincah dan gesit sekali, dengan cepat dia bersalto beberapa kali ditengah udara kemudian dengan sangat ringan melayang turun ke permukaan tanah. Ti Then tidak ambil kesempatan itu menyerang kembali, dengan melintangkan pedangnya di depan dada dia berdiri di depan wi Lian In, tanyanya dengan perlahan. "Nona Wi, siapa kura-kura tua ini ??" Saat itu Wi Lian In merasa sangat girang bercampur tegang, sahutnya dengan tergesa segera. "Omonganmu tidak salah, dia memang seorang kura-kura tua ... bernama Kui su atau Kakek kura-kura Phu Tong seng."Diam-diam Ti Then menarik napas panjang, sambil memandang tajam kearah kakek Kura-Kura itu ujarnya dengan dingin. "Kiranya kamu adalah itu kakek Kura-Kura Phu Tong seng, selamat bertemu, selamat bertemu. ." Kedudukan kakek kura-kura Phu Tong seng ini di dalam kalangan hek to tidak di bawah Majikan ular Yu Toa Hay, dia pun merupakan seorang manusia bahaya yang punya sifat ganas dan sangat kejam, di dalam dunia kangouw dia bersama dengan Majikan ular Yu Toa Hay disebut sebagai Bulim Ji Koay atau dua manusia aneh dalam Bu lim. Di dalam Bu lim masih ada satu perkataan lagi yang sangat terkenal sekali yaitu. " Lebih baik bertemu Majikan ular daripada bertemu Kakek kura kura.... karena begitu Kura-Kura menggigit manusia tidak akan melepaskannya kembali begitu juga dengan sifatnya, kecuali orang yang bertemu dengan dia memiliki kepandaian silat yang lebih tinggi dari dirinya, kalau tidak orang yang berani mengusik dirinya jangan harap nyawanya bisa selamat. Sejak lama Ti Then sudah mendengar nama besarnya ini, dalam hati diam-diam merasa sangat girang dan untung sekali karena jika bukannya Majikan patung emas sudah menurunkan ilmu silatnya yang sangat lihay jika sampai bertemu dengan manusia jahanam yang demikian ganasnya sekali pun pingin mengundurkan diri belum tentu bisa terlaksana dengan sangat mudah. Tetapi sekarang pihak yang merasa takut adalah kakek Kura-Kura Phu Tong seng. Sewaktu tongkat besinya tadi bentrok dengan pedang panjang Ti Then, secara diam-diam dia sudah mengerahkan tenaganya sebesar tujuh bagian tapi malah tergeser mundur sejauh satu kaki oleh tenaga pantulan yang dilancarkan Ti Then, peristiwa ini merupakan satu peristiwa hebat yang untuk pertama kalinya dirasakan sejak dia menerjunkan dirinya ke dalam dunia kangouw. Dengan air muka yang penuh perasaan kaget bercampur ragu, dia memandang melotot kearah Ti Then, beberapa saat kemudianbarulah ujarnya dengan perlahan. "Hei bangsat cilik. Kamu orang sudah bunuh mati Majikan ular Yu Toa Hay ???" "Belum" Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. Agaknya kakek Kura-Kura Phu Tong seng sama sekali tidak bisa terpikirkan bagaimana Ti Then bisa tiba ditempat itu sedemikian cepatnya, karenanya tanyanya lagi. "Kalau begitu dia berada dimana?" Ti Then tersenyum. "Bukankah dia pergi kekota Ho Kiang sian cari aku?" "Ooh .... kiranya kau menemukan tempat ini dengan sendirinya, bagaimana kamu bisa tahu kalau kami berada di sini?" " Itu Malaikat halilintar Khie Ciauw yang beritahu padaku." "Apa?" Ujar kakek Kura-Kura setengah melengak. "Dia belum mati?" "Sudah mati sangat lama." Kakek kura-kura itu melengak lagi. "Tadi kamu bilang . ." "Tidak salah. ." Sambung Ti Then dengan cepat. "Sewaktu aku mencari dia di dalam kelenteng tanah itu dia sudah binasa." Semakin mendengar perkataan Ti Then ini si kakek kura-kura semakin menjadi bingung, ujarnya. "Kalau memangnya begitu, bagaimana dia bisa beritahu padamu kalau kami berada di sini??" "Sukmanya belum buyar, karena merasa benci kepada kalian, dia sudah munculkan dirinya kembali untuk beritahukan tempat persembunyian kalian kepadaku." Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo