Pendekar Patung Emas 13
Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Bagian 13
Pendekar Patung Emas Karya dari Qing Hong "Omong kosong" Bentak kakek kura-kura itu, sedang air mukanya berubah sangat hebat. "Selama hidup lohu bunuh orang sampai tidak bisa dihitung jumlahnya, tapi sekali pun belum pernah melihat sukma orang mati bisa muncul lagi. .""He he he he... kali ini dia munculkan diri untuk beritahu padaku tempat persembunyian kalian, hal ini membuktikan kalau kejahatan yang kalian kerjakan sudah terlalu banyak, sehingga saat kematian kalian sudah hampir tiba." Sehabis berkata dia angkat pedangnya mendesak kearahnya. Kakek kura-kura itu segera merendahkan tubuhnya memperkuat kuda-kudanya, sambil tertawa terkekeh kekeh ujarnya. "Hee heee ...- jangan keburu senang dulu, belum tentu siapa yang akan binasa hari ini, coba kamu lihat ular-ular beracun yang berada di atas tanah itu, Heee heee... mereka bisa menghabiskan badan seorang manusia hidup-hidup." Tak henti-hentinya Ti Then terus mendesak ke arahnya, sambil tersenyum-senyum sahutnya. "Tentang hal ini aku bisa percaya, tapi itu majikannya ular-ular tidak berada di sini, tanpa ada seruling iblisnya ular-ular beracun ini tidak akan menyerang orang." Mendadak kakek kura-kura itu melayang sejauh beberapa kaki dari tempat semula dan berdiri di atas ujung bambu, dari dalam sakunya dia mengambil keluar sebuah seruling bambu, ujarnya sambil tertawa lebar. "Coba kamu lihat, barang apa ini" Ti Then menjadi tertegun begitu melihat seruling itu, tanyanya cepat. "Barang itukah seruling iblis dari majikan ular?" "Tidak salah." "Bagaimana Majikan Ular bisa serahkan seruling iblisnya kepadamu?" "Dia takut ada orang orang Bu lim lainnya yang datang merebut budak itu sehingga dia atur barisan selaksa ular ini kemudian serahkan seruling iblisnya kepada lohu." Berbicara sampai di sini dia melintangkan serulingnya di bawah bibirnya siap ditiupnya."Kamu orang sungguh teramat bodoh" Ujar Ti Then sambil tersenyum senyum. " Hanya ular-ular berbisa seperti itu mana bisa lukai aku orang ??" "Hmmm.. hmmm.. mungkin tidak bisa lukai kamu orang, tapi budak itu tak mungkin bisa lolos dari bencana ini" "Tahukah kamu dia adalah putri dari Pek Kiam Pocu ???" "Tahu.." "Kamu orang mengandalkan apa sehingga tidak takut padu Wi Pocu?" "Hee heeee....."sahut kakek kura-kura itu sambil tertawa dingin. "Asalkan lohu dengan Majikan ular berhasil memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng itu tidak sampai butuhkan waktu satu tahun tentu sudah berhasil melatih suatu ilmu silat yang sangat dahsyat sekali, saat itu jangan dikata Wi Ci To sekali pun si kakek Pemalas Kay Kong Beng kami juga tidak akan takut." "Jangan mimpi yang muluk muluk, pikir dulu urusan yang berada di depan matamu sekarang. Kamu orang tidak mungkin bisa loloskan diri dari pedang naga emasnya Wi Pocu ... coba kamu toleh ke belakang lihat siapa yang sudah datang itu?" Kakek kura-kura itu berubah sangat hebat sekali wajahnya, dia mengira Wi Ci To sungguh-sungguh sudah menyusup hingga belakang tubuhnya, dengan cepat kepalanya ditoleh ke belakang untuk melihat sedang tongkat besinya bersamaan waktunya menyambar kearah belakang. Tetapi dengan cepat dia sudah merasa kalau dia terkena pancingan pihak musuhnya, ketika dia sadar kembali saat itu Ti Then dengan mengacungkan pedang panjangnya sudah menubruk datang ke depan tubuhnya. Kakek kura-kura sebagai seorang jago di dalam kalangan Hek to yang memiliki kepandaian sangat tinggi, saat ini tidak menjadi gugup dengan cepat dia merasa kalau di belakangnya ada orang yang sedang menyerang kearahnya dengan cepat tubuhnyaberputar, tongkat besi ditangannya dengan tidak mengubah jurus serangannya. "sreeet ..." Dengan santarnya menyapu tubuh Ti Then. Ti Then dengan cepat mengerahkan tenaga murni ketangannya, pedangnya dengan cepat menyambut datangnya serangan itu. "Criiing .. ." Pedang serta tongkat besi sekali lagi terbentur satu sama lainnya, kedua orang itu agaknya sudah mendapatkan getaran yang sangat keras sekali, tubuh kakek kura-kura melayang kearah sebelah kanan sedang tubuh Ti Then terpental kearah sebelah kiri, begitu mencapai permukaan tanah masing-masing mundur lagi beberapa langkah ke belakang. Ular-ular beracun yang berada disekeliling tempat itu menjadi sangat terkejut, untuk beberapa saat lamanya mereka tidak bisa membedakan yang mana musuhnya yang mana kawannya, bersamaan waktunya mematuk kearah dua orang itu. Kakek kura-kura dengan gusarnya memaki, tongkat besinya dengan cepat menyapu menyingkirkan ular-ular beracun itu, kemudian tubuhnya meloncat ke atas melayang ketempat kejauhan. Dia punya niat untuk lari ketempat agak kejauhan dari sana kemudian meniup seruling iblisnya untuk memerintahkan ular-ular beracun itu menyerang kearah Ti Then beserta Wi Lian in, karena hanya menghindarkan diri dari Ti Then sejauh mungkin dia baru punya kesempatan untuk membunyikan seruling iblis tersebut. Ti Then mana mau membiarkan dia meniup seruling iblis itu, sambil membentak keras, ujung kakinya dengan cepat menutul permukaan tanah mengejar kearahnya. Gerakannya kali ini seperti anak panah yang terlepas dari busurnya, di dalam sekejap saja sudah mengejar dekat tubuh kakek kura kura itu, pedang panjangnya segera digetarkan mengancam punggung kakek kura kura tersebut. Kakek kura kura begitu melihat kesempatan untuk melarikan diri digagalkan kembali oleh Ti Then hatinya menjadi teramat gusar,dengan cepat dia putar tubuhnya menyambut datangnya serangan tersebut. Demikianlah satu muda yang lain tua dengan dahsyatnya bertempur ditengah hutan bambu itu. Karena ular beracun yang berada di dalam hutan bambu itu semakin lama semakin banyak-maka kedua orang itu sambil bertempur sembari berjaga jaga terhadap serangan ular ular beracun itu, situasinya dengan sendirnya semakin bahaya lagi. Setelah lewat kurang lebih tiga puluh jurus lebih makin lama kakek kura kura itu terdesak hingga berada di bawah angin, tapi bagaimana pun juga dia mem punyai pengalaman yang sangat luas di dalam dunia kangouw begitu melihat dirinya sukar untuk merebut kemenangan, dia tidak mau meneruskan pertempuran itu, tubuhnya mendadak meloncat ketengah udara kemudian berjumpalitan dan melayang ke atas ujung bambu, dari sana dengan kecepatan yang luar biasa melarikan diri Dengan cepat Ti Then meloncat ke atas mengejar, bentaknya dengan keras- "Hey kura-kura tua tinggalkan seruling iblis itu, kalau tidak hmm.... hmmm... .jangan coba coba melarikan diri" Kakek kura kura itu pura pura tidak mendengar, tubuhnya bagaikan terbang cepatnya meloncat dan melayang kearah depan. Ti Then menjadi teramat gusar, bentaknya lagi. "Baiklah. aku harus bunuh kamu kura-kura tua agaknya." Baru saja dia siap dari mengejar ke arahnya mendadak dari dalam hutan terdengar suara jeritan kaget dari Wi Lian In. "Aduh .... Ti Toako cepat kemari, ada seekor ular berbisa merambat kemari. ." Mendengar perkataan itu Ti Then menjadi sangat terkejut sekali, tanpa perduli kakek kura kura itu lagi dengan cepat putar tubuh berkelebat kearah dimana Wi Lian In berada, terlihatlah seekor ular beracun yang sangat besar sedang merambat mendekati tubuh WiLian In, lidahnya dijulur-julurkan ke depan siap menggigit mangsanya, dengan cepat tubuhnya melayang ke depan sedang pedang panjangnya disambar dengan hebatnya. "Sreeett" Kepala ular itu segera tertabas hingga lepas dari tubuhnya, sedang tubuh ular itu segera melingkar dan rubuh tidak berkutik lagi. Setelah itu barulah Ti Then memutuskan tali-tali pengikat tubuhnya, dengan cemas tanyanya. "Mereka menotok jalan darahmu tidak ??" "Benar" Sahutnya perlahan. " Kura- kura tua itu menotok jalan darah .., Aduh, awas belakangmu." Pedang panjang Ti Then dengan cepat membabat ke belakang, seekor ular beracun segera menggeletak tidak bernyawa lagi tanyanya kemudian. "Jalan darah apa yang sudah tertotok??" "Jalan darah kaku" Telapak tangan Ti Then dengan cepat menepuk kearah pinggangnya, kemudian menarik dia berdiri "Cepat jalan, kura-kura tua itu mau meniup seruling iblisnya." Perkataannya baru saja diucapkan, dari tempat kejauhan terdengarlah suara irama seruling yang ditiup secara samar samar berkumandang kemari. Semula irama dari seruling itu halus dan enak didengar, tapi lama kelamaan bertambah cepat sehingga akhirnya cepat sekali bagaikan sedang mengirim perintah untuk melancarkan serangan. Suara irama seruling itu kini berubah menjadi tinggi melengking memekikkan telinga, ular-ular beracun yang berada di tengah hutan bambu itu kelihatan mulai mengangkat kepalanya masing-masing, bagaikan bergeraknya berjuta juta ekor kuda mereka bersama-sama bergerak maju ke depan.Ular ular beracun yang semula rebah di sekeliling tubuh Wi Lian In pun seketika itu juga bagaikan kilat cepatnya menyusup dan menerjang ke depan dengan dahsyatnya. Pedang panjang Ti Then segera diputar sedemikian rupa membunuh mati ular ular beracun yang mendekati kearahnya, teriaknya dengan keras. " Cepat lari... cepat lari..." Wi Lian In yang diteriaki seperti itu saking cemasnya hampir hampir menangis dibuatnya. "Tidak bisa." Teriaknya keras. "Darah di dalam badanku belum lancar kembali, aku tidak bisa lari." Ti Then tidak bisa berbuat apa apa lagi, terpaksa dia ulur tangannya memeluk pinggangnya yang langsing kecil menggiurkan itu, tubuhnya dengan cepat menyejak tanah dan melayang ke atas ujung bambu. Walau pun ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sangat tinggi tetapi untuk bergerak dan melayang terus di atas ujung bambu sambil menggendong sesosok tubuh manusia tidak mungkin bisa bertahan lama, dengan paksakan diri sesudah melayang sejauh tiga empat kaki jauhnya tubuhnya sekali lagi tertekan ke bawah. Tubuhnya belum saja melayang mencapai permukaan tanah ada berpuluh puluh ekor ular beracun segera menerjang datang dengan cepatnya. Saking terkejutnya Wi Lian In menjerit keras dan menutup matanya tidak berani melihat lagi, dia mengira kali ini kematiannya sudah menjelang datang, pada saat dia memejamkan matanya itulah pada telinganya terdengar suara samberan angin pedang yang sangat keras, tubuhnya sekali lagi dibawa melayang ke atas- Kiranya sesudah Ti Then membunuh mati berpuluh-puluh ekor ular beracun itu sekali lagi dia menggendong badan Wi Lian In ke atas ujung bambu.Tapi sesudah menerjang kurang lebih tiga empat kaki lagi, tenaga murninya buyar kembali sehingga tubuhnya tanpa bisa ditahan melayang ke bawah lagi. Kali ini ular-ular beracun yang menyerang kearahnya semakin banyak, dari jumlahnya yang tadi bagaikan kilat cepatnya ular-ular itu menyusup datang dari empat penjuru. Pedang Ti Then diputar bagaikan naga sakti melindungi seluruh tubuhnya, satu demi satu dia bunuh habis berpuluh puluh ekor ular beracun itu, siapa tahu baru saja tubuhnya mau meloncat naik untuk ketiga kalinya mendadak kaki sebelah kirinya terasa sangat sakit, hatinya menjadi sangat terkejut, ujarnya dengan perlahan. "Nona Wi, kamu bisa lari sendiri belum saat ini ???" "Mungkin sudah bisa." Ti Then segera meletakkan dirinya ke atas tanah, kemudian menyerahkan pedang panjang itu ketangannya, sambil menunjuk kearah sebelah barat ujarnya. "Lari ke sebelah sana, sesudah lari kurang lebih dua puluh kaki jauhnya kamu sudah lolos dari bahaya ini." "Kamu?? " Tanya Wi Lian In melengak. "Sudah tentu aku juga akan lari." "Oooh..." Dengan cepat dia meloncat ke depan melewati kurang lebih tiga kaki tingginya setelah tubuhnya melayang turun kepermukaan tanah pedang panjangnya tak henti-hentinya digerakkan membunuh ular- ular beracun itu, sekali lagi badannya melayang setindak demi setindak, sedepa demi sedepa dilaluinya dengan cepat. Ti Then yang kini sudah bebas dari beban yang berat segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dengan sangat ringan melayang pada ujung bambu itu, dengan kencangnya dia mengikuti di belakangnya tubuh Wi Liau In. Tapi sesudah melewati kurang lebih puluhan kaki jauhnya mendadak terasa olehnya kaki kirinyasemakin lama semakin kaku, semakin lama semakin tidak mau ikuti perintahnya lagi. Dia tahu jika dia tidak cepat-cepat melarikan diri dari tempat itu kemudian menutup jalan darah kakinya sehinggi racun tersebut tidak sampai menyerang jantungnya, maka dirinya tentu akan terbinasa tubuhnya segera meloncat ke depan lagi semakin cepat, dengan sekuat tenaga dia lari ke depan dan melewati badan Wi Lian In yang jauh berada di depan badannya itu. Di dalam sekejap mata dia sudah berhasil menerjang keluar dari hutan bambu itu dan menuruni bukit tersebut, saat ini seluruh kaki kirinya sudah kehilangan rasa baru saja dia melayang turun dari ujung bambu tubuhna tidak sanggup berdiri lagi, tidak am pun lagi tubuhnya terjengkang ke belakang dan rubuh berguling di atas tanah. Wi Lian In yang baru saja melayang keluar dari hutan bambu begitu melihat Ti Then terguling jatuh dari atas bukit itu menjadi sangat terkejut, teriaknya. "Ti kauw tauw, kau kenapa ??" Bukit kecil itu tidak terlalu curam sehingga kecepatan bergulingnya tubuh Ti Then pun tidak begitu cepat, sambil berteriak Wi Lian In sembari mengejar ke bawah, pada jarak kurang lebih satu kaki dari permukaan tanah di bawah bukit Wi Lian In berhasil mengejar sampai dan menarik tubuhnya ke atas- Seluruh wajah Ti Then kotor oleh pasir dan debu akibat gelindingan tadi, tapi kesadarannya masih tetap normal ujarnya segera dengan cepat. "Kaki kiriku digigit ular beracun itu, cepat kau totok seluruh jalan darah pada kakiku itu" Cepat- ." Wi Lian In tidak berani berlaku ayal lagi, jari tangannya dengan cepat bergerak menotok seluruh jalan darah pada kakinya, kemudian dengan cemas tanyanya. "Bagaimana baiknya ?" "Tidak mengapa, meminyam kesempatan kura-kura tua itu tidak mengetahui, cepat kau bimbing aku meninggalkan tempat ini."Wi Lian In segera memasukkan pedang panjang itu ke dalam sarungnya, ujarnya. "Biar aku bopong kamu lari dari sini...." Jilid 10.2 : Majikan Ular & Kakek Kura-kura Dengan tidak banyak omong lagi, dia sebera mengangkat dan menggendong tubuh Ti Then lari dari tempat itu "Cepat lari ke belakang gundukan tanah diseberang sana." Wi Lian In dengan menggendong tubuh Ti Then dengan cepatnya lari ke depan, sesudah melewati jalan raya dan lari lagi beberapa ratus tindak sanpailah disebuah bukit dengan hutan bambu yang sangat rapat- Dengan cepat-cepat dia menerobos ke dalam hutan bambu itu. "Sudah cukup," Ujar Ti Then lagi. "Sekarang coba lihat apakah kura-kura tua itu mengejar kemari atau tidak." Terpaksa Wi Lian in meletakkan tubuh Ti Then ke atas tanah dan balik keluar dari hutan bambu itu, dari tempat kejauhan terlihatlah sesosok bayangan manusia dengan cepatnya sedang melayang keluar dari bukit sebelah sana, dia tahu tentunya si kakek kura-kura Phu Tong seng sedang lari mendatang. Tanpa banyak pikir lagi dia putar tubuh lari kembali ke dalam hutan bambu itu sekali lagi mengendong tubuh Ti Then dan lari meninggalkan hutan tersebut. "Dia mengejar kemari?" Tanya Ti Then dengan cemas. "Benar." "Kau bisa menangkan dia ??"" "Tidak tahu" Sahut Wi Lian In sambil gelengkan kepalanya. "Kau mau suruh aku turun tangan melawan dia?"- "Tentang hal ini harus melihat kau punya pegangan untuk menangkan dia atau tidak? Kalau kau merasa punya paganganyang kuat bisa nenangkan dia boleh juga kita berhenti untuk bertempur lawan dirinya..." "Tidak." Potong wi Lian In dengan cepat. "Kita harus berusaha punahkan racun yang bersarang dikakimu dulu." " Untuk sementara kaki pun tidak mengapa." "Sekali pun begitu tapi hatiku tidak tenang." Dengan kencangnya dia menggendong tubuh Ti Then berlari keluar dari hutan bambu itu, sesudah melewati satu bukit ke kecil lagi dia meneruskan larinya ke depan, kurang lebih sudah berlari sepuluh lijauhnya sampaiah mereka disebuah kaki gunung yang tidak mereka ketahui namanya. "Kau sudah lelah.. ." Ujar Ti Then lembut. "Mari kita berhenti dan beristirahat dulu..." Wi Lian In tidak menyawab, matanya dengan sangat tajam memandang keadaan disekeliling tempat itu, kemudian lari lagi menuju ke atas gunung, sesudah lari lagi sejauh satu dua li barulah dia berhenti disebuah lekukan gunung dilereng gunung tersebut. Dia meletakkan tubuh Ti Then ke atas tanah, sambil menggunakan ujung bajunya menyeka keringat ujarnya sambil tertawa. "Mungkin mereka tidak akan menemukan tempat ini bukan?" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Asalkan mereka bukan datang bersama-sama, aku tidak akan takut kepada mereka, aku percaya masih punya cukup tenaga untuk bunuh mati kura-kura tua itu." Dengan perlahan Wi Lian In berjongkok di depannya, sambil menggulung celananya dengan perlahan tanyanya. "Lukamu berada di sebelah mana?" "Agaknya di atas lutut."Dengan teliti Wi Lian In memeriksa kearah lututnya, terlihatlah dikakinya itu terdapat dua titik luka yang sangat kecil, sambil menggunakan tangannya menekan tanyanya lagi. "Sakit tidak?-" "Sedikit pun tidak terasa" "Lalu bagaimana baiknya?" Tanya Wi Lian In sangat cemas- "Aku sudah kerahkan tenaga murni untuk mendesak racun itu tidak sampai menyerang ke dalam tubuh, tapi jika di dalam enam jam ini tidak berusaha mendesak racun itu keluar dari kakiku, maka kaki sebelah kiri ini akan membusuk dan hancur." Wi Lian In begitu mendengar perkataan itu tidak terasa menggigit kencang bibirnya. "Ditubuh majikan ular Yu Toa Hay tentu membawa obat pemunah..." "Benar-" Sahut Ti Then sambil mengangguk- " Hanya mungkin sukar untuk merebutnya" "Aku bisa pergi ke dalam kota untuk adu jiwa dengan dia, tapi " Sewaktu aku tidak berada di sini jika kakek Kura-kura itu datang cari kamu lalu..." "Ha ha ha ... soal itu tidak mengapa, walau pun aku tidak bisa bergerak tapi jika dia berani mendekati aku... Hmm aku masih punya tenaga untuk bereskan dia, hanya yang aku kuatirkan adalah kau, mungkin kamu bukan tandingannya...." Wi Lian In mengerutkan alisnya rapat-rapat- "Dulu aku pernah dengar ayahku bilang katanya kepandaian silat dari majikan ular serta kakek kura-kura hanya satu tingkat lebih tinggi dari pendekar prdang merah dari Benteng Pek Kiam Po kita, perkataan ini entah betul tidak ??..." "Ehmm.. ." Sahut Ti Then kemudian sesudah berpikir sebentar "Tadi sewaktu aku bertempur dengan kakek kura-kura itu, di atasujung bambu dia bisa bertahan tiga puluh jurus banyaknya, dengan kepandaian seperti itu mungkin tidak lebih tinggi satu tingkat saja." "Kalau begitu aku sungguh-sungguh bukan lawan dari Majikan ular itu, tapi tidak cari dia tidak mungkin bisa dapatkan obat pemunah." "Aku sendiri bisa menyembuhkan luka ini." Sahut Ti Then sambit tertawa pahit. sehabis berkata dia mencabut kembali pedang panjangnya. Air muka Wi Lian In segera berubah hebat, samhil menahan pedangnya ujarnya dengan cemas. "Jangan., Ini bukan cara yang baik." "Kau sudah salah menduga" Ujar Ti Then sambil tertawa. "Aku bukan bermaksud memotong kaki kiriku ini" Wi Lian In menjadi melengak. " Kalau tidak kenapa kau cabut pedangku" "Aku mau robek bekas luka itu dan memaksa darah beracun itu keluar." "Oooh - - -" Agaknya Wi Lian In menjadi sadar, dengan cepat dia menarik kembali tangannya. "Benar, aku pernah dengar jika seseorang tergigit ular berbisa harus cepat-cepat paksa darah yang mengandung racun itu mengalir keluar dari badan, kalau tidak maka orang itu akan semakin payah. Tapi kau sudah tergigit sangat lama sekali entah cara ini masih bisa digunakan tidak?" "Kita coba saja." Sehabis berkata dia memberikan pedang panjangnya, dengan menggunakan ujung pedang menggurat beberapa kali kearah bekas luka kecil pada lututnya itu, segera terlihatlah darah hitam mengalir keluar dengan derasnya. Melihat hal itu Wi Lian In menjadi gugup. "Mari aku bantu kau keluarkan darah beracun itu"Sehabis berkata dia sebera menggerakkan sepasang tangannya mencekal lutut Ti Then itu dan mulai memijit mijit tempat itu sehingga darah hitam yang keluar semakin banyak. Beberapa saat kemudian darah hitam yang mengalir keluar dari bekas luka itu semakin lama semakin berkurang, tapi seluruh kaki sebelah kiri itu masih tetap merah membengkak. Mendadak Wi Lian In berlutut di hadapannya, dengan menggunakan mulutnya yang kecil mungil mulai menyedot sisa-sisa dari darah hitam yang tertinggal di dalam lutut itu. Tidak terasa lagi air muka Ti Then berubah merah padam, dengan cemas ujarnya. "Nona Wi, jangan begitu" Wi Lian In tetap tidak gubris omongannya, dengan sekuat kuatnya dia menyedot sisa-sisa darah hitam itu. Terpaksa Ti Then memejamkan matanya, sambil menghela napas diam-diam pikirnya. "Heei.... kelihatannya kehendak Thian memang begitu sehingga menyuruh aku tergigit ular beracun itu....." Wi Lian In sembari menyedot sembari muntahkan keluar, sesudah berturut turut menyedot dan muntahkan kembali keluar berpuluh puluh kali banyaknya barulah ujarnya. "Sudah cukup, sekarang aku mau bebaskan jalan darah yang tertotok pada lututmu ini, kau tetap lanjutkan kerahkan tenaga murni berusaha memaksa sisa-sisa sari racunnya keluar tubuh, jangan sampai racun tersebut masuk ke dalam tubuh lagi." Tangannya dengan cepat bergerak menotok dan menepuk membebaskan jalan darah yang tertotok itu. Begitu jalan darahnya terbebas dari totokan, darah segera mengucur keluar lagi dari bekas luka itu. Darah yang mengalir keluar tetap masih darah berwarna hitam, setelah lewat sesaat kemudian barulah makin lama berubah menjadidarah segar, wi Lian In menggunakan jarinya menekan lagi lututnya sambil bertanya . "Coba bagaimana sekarang rasanya" "Sudah sedikit berasa." Mendengar hal itu Wi Lian In menjadi sangat girang. "Tidak perlu obat pemunah dari Majikan ular lagi bukan?" "Benar." Sahut Ti Then sambil mengangguk. "sekarang hanya cukup obat dari Tabib biasa sudah akan sembuh kembali." "Coba kamu berdiri dan jalan." "Pasti bisa jalan.. ." Sahut Ti Then sambil tertawa. "Hanya saja tidak sanggup untuk berlari." Sambil berkata sembari bangkit berdiri dia berjalan bolak balik beberapa kali di sana, hanya saja jalannya kali ini sedikit pincang seperti orang buntung. Wi Lian In sangat girang sekali, dia berjalan kearah suatu selokan kecil didekat tempat itu untuk mencuci mulutnya kemudian berjalan kembali ke hadapan Ti Then, ujarnya sambil tertawa. "Bagaimana kamu bisa temukan aku dibukit itu??" "Sebelum itu aku harus tanya dulu kepadamu, bagaimana kamu bisa sampai terjatuh ketangan Kwan si Ngo Koay itu?" Balik tanya Ti Then sambil tertawa pahit. "Sekali pun Kwan si Ngo Koay punya sedikit nama besar di dalam dunia kangouw, tapi dengan kepandaian yang kau miliki sekarang ini tidak mungkin bisa tertawan dengan begitu mudahnya." Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi merah padam. "Aku ditawan mereka selagi tertidur sangat nyenyak." "Sungguh kamu orang tidak punya sedikit perasaan waspadamu." "Tidak punya cara lain, begitu aku tertidur sekali pun dunia kiamat juga tidak akan merasa-""Ehmmm.... malam itu begitu aku dengar ada orang yang berjalan malam di atas atap segera keluar kamar untuk melihat, waktu itu tidak terlihat seorang pun di atas genteng makanya aku segera lari kekamarmu, tapi kamu sudah lenyap diculik orang." "Mungkin mereka sudah totok jalan darah pulasku." Ujar wi Lian In sedikit membela diri "Sehingga aku sama sekali tidak merasa ... ." "Di dalam kamarmu aku temukan secarik kertas yang mereka tinggalkan, mereka perintah aku untuk membawa kitab pusaka Ie Cin Keng untuk ditukar dengan kau diluar kota, begitu aku sampai di tanah pekuburan itu segera muncullah empat orang berkerudung ..." Segera dia menceritakan kisahnya itu dengan jelas, akhirnya tambahnya lagi. "Sedang di tanah bukit itu aku bisa menemukan kamu semuanya bergantung pada untung atau tidak saja, aku punya dugaan orang yang menculik kau pergi itu tentu melarikan diri kearah sebelah sini maka karenanya sengaja mengejar kemari, ketika mengejar sampai bawah bukit itu tetap saja tidak mendapatkan tanda-tanda apa pun, hatiku betul-betul merasa gemas dan jengkel sehingga duduk beristirahat di bawah pohon. Tiba-tiba itulah mendadak terdengar suara bercakap cakap dua orang dari atas bukit itu, kemudian melihat pula Majikan ular berlari menuruni bukit tersebut menuju ke dalam kota, hatiku menjadi curiga secara diam-diam memasuki hutan bambu itu dan akhirnya mendengar suaramu" "Hmmm... hmmm.. ." Dengan gemasnya Wi Lian In mendepakkan kakinya ke atas tanah. "Semuanya ini hadiah dari setan pengecut serta bangsat Hong Mong Ling itu, lain kali jika bertemu dengan mereka lagi.. ." Mendadak Ti Then menggoyangkan tangannya mencegah dia berbicara lebih lanjut, ujarnya dengan rendah. "Jangan bicara, ada orang datang." Wi Lian In mendiadi sangat terkejut sambii memandang sekeliling tempat itu tanyanya dengan perlahan. "Dimana?""Di sana." Sahut Ti Then sambil menuding kearah hutan didekat tempat itu "Agaknya ada dua orang . ." Wi Lian In semakin menjadi tegang. "Tentu Majikan ular serta kakek kura-kura itu, cepat kita bersembunyi." Luka kaki Ti Then belum sembuh seluruhnya sehingga gerakannya pun tidak begitu lincah lagi, mereka karena takut terjerumus kembali ke dalam barisan Selaksa ular segera bersama sama meloncat bersembunyi disebuah liang kecil dekat tempat tersebut. Di samping liang itu penuh ditumbuhi rumput liar yang sangat tinggi dan lebat, orang yang bersembunyi di bawah rumput-rumput liar itu tidak mudah untuk ditemui kembali. Baru saja mereka berdua menyembunyikan diri di bawah rumput liar itu terlihatlah dua orang kakek tua munculkan dirinya dari hutan beberapa kaki dari tempat itu dan berjalan kearahnya. Orang itu tidak lain adalah Majikan ular Yu Toa Hay serta kakek kura kura Phu Tong seng adanya. Mereka sambil berjalan keluar dari hutan matanya dengan tajam memandang sekeliling tempat itu, terdengar Majikan ular Yu Toa Hay sembari memeriksa sekeliling tempat itu tanyanya. "Apakah Phu heng betul betul melihat jelas kalau bangsat cilik itu sudah tergigit oleh ular beracun milik lohu itu?" "Tidak akan salah." Sahut kakek kura kura Phu Tong seng itu sambil manggut-manggut. "Sewaktu Lohu mengejar keluar dari hutan bambu itu bertepatan melihat budak itu menggendong dia lari kemari-" "Kalau begitu tentu mereka melarikan diri ke dalam gunung ini, jika ini hari kita tidak berhasil mendapatkan mereka kembali, penghidupan selanjutnya akan tidak tenang kembali-""Ehmmm... siapa bilang tidak. Wi Ci To tentu tidak akan melepaskan kita." "Makanya-" Ujar Majikan ular dengan suara yang berat. "Kita harus menangkap mereka kembali kemudian sekalian kita bunuh mati.. ." "Bangsat cilik itu sudah terluka oleh gigitan ular beracun, mungkin tidak akan melarikan diri terlalu jauh. Mari kita cari secara berpisah saja." "Baik," Sahut Majikan ular sambil mengangguk- "Phu heng memeriksa sebelah sana, biar Lohu yang memeriksa sebelah sini, Ayoh jalan." Kedua orang itu bersama sama meloncat ketengah udara dan melewati liang itu, satu kiri yang lain kekanan bagaikan terbang cepatnya lari ke depan. Kakek kura-kura itu melayang tepat di atas Ti Then serta Wi Lian In yang bersembunyi di bawah liang tengah rerumput tebal itu. Wi Lian In sesudah melihat bayangan tubuh mereka lenyap dari pandangan barulah menghembuskan napas lega, ujarnya. "Sungguh amat bahaya, asalkan kura-kura tua itu menengok ke bawah segera jejak kita akan diketahui." "Ehmmm... masih untung Majikan ular itu tidak bawa serta ular- ular beracunnya, jika dia bawa serta ular-ular berbisanya kita tidak mungkin bisa bersembunyi lagi..." "Ti Toako, menggunakan kesempatan mereka mencari kita ke atas gunung lebih baik cepat-cepat kita kembali ke dalam kota saja" Sambil berkata dia mengulur tangannya membimbing Ti Then bangun. Tetapi begitu dilihatnya kaki kiri Ti Then tetap tidak bisa bergerak bebas segera ujarnya lagi. "Bagaimana kalau aku gendong saja?""Aaah jelek sekali." Ujar Ti Then sambil tertawa. "Jika sampai dilihat orang lain bukankah sedikit kurang sopan dan tidak sedap dipandang." "Hemmm....." Dengus wi Lian In sambil cemberut. "Sekarang keselamatan yang paling penting, aku saja tidak takut kau takut apa lagi." Tubuhnya yang kecil langsing dan mungil itu sebera sedikit menjongkok menggendong tubuh Ti Then pada pangkuannya, kemudian dengan cepat lari menuruni gunung itu. Di dalam sekejap mata mereka sudah berada ditepi jalan raya yang banyak orang sedang melakukan perjalanan, Ti Then begitu melihat di sana banyak orang tidak terasa merasa malu juga, ujarnya dengan cemas. "Cepat turunkan aku, ada orang yang melihat kita." Wi Lian In tetap tidak gubris, dengan cepat berlari menuju kearah kota Ho Kiang sian. "Nona Wi..." Ujar Ti Then dengan cemas. "Jarak dari sini ke kota Ho Kiang sian masih ada tiga puluh li jauhnya, apa kau mau gendong aku sampai di dalam kota ??" "Biarlah lari sampai tidak bisa lari baru kita bicarakan lagi." Dia tidak mau ambil perduli lagi terhadap orang-orang dijalan yang memandang ke arahnya dengan sinar mata terkejut bercampur keheranan, dengan menundukkan kepalanya dia berlari terus ke depan sehingga sejauh puluhan li, waktu itu keringat sudah mengucur dengan derasnya membasahi seluruh bajunya sedang napasnya pun kempas kempis tidak teratur. Waktu itu untung saja lewat sebuah tandu besar dengan delapan orang yang menggotong, begitu dia melihat kedelapan orang kuli menggotong tandu tersebut sangat lincah langkahnya segera berhenti, tanyanya. "Hei, di dalam tandu ada orang tidak?" Ke delapan orang kuli tandu itu melihat seorang nona muda menggendong seorang pemuda melakukan perjalanan ditengahsiang hari bolong pada memandangnya dengan sinar mata penuh perasaan heran bercampur terkejut, bersama-sama mereka berhenti. Salah satu diantaranya menyahut dengan sopan. "Tidak ada, kenapa orang itu?" "Dia tergigit ular beracun, nyawanya di dalam keadaan sangat bahaya. Harap paman sekalian beriaku baik hati membawa kami ke dalam kota untuk berobat." Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kuli tandu itu begitu mendengar perkataan tersebut segera memerintahkan kawan-kawannya untuk menurunkan tandu tersebut dan membuka pintu tandunya, ujarnya kemudian. "Urusan tidak boleh terlambat lagi, cepat nona bawa dia masuk. ." Wi Lian in menjadi sangat girang, dengan tergesa gesa dia membimbing tubuh Ti Then duduk ke dalam tandu itu, tanyanya lagi. "Aku boleh masuk sekalian???" "Nona apanya dia ???". "Aku adalah adiknya" " Kalau memangnya saudara sekandung tidak usah mengikuti adat lagi, silahkan nona duduk sekalian di dalam tandu" Wi Lian In segera membungkukkan tubuhnya masuk ke dalam tandu, tanyanya lagi. "Paman-paman sekalian apakah orang-orang dari kota Ho Kiang sian ???". "Benar" Sahut kuli itu sambil menutup kembali pintu tandunya. " Kemarin hari kami hantar nyonya hartawan Shie kedesanya, karena perjalanan yang amat jauh baru ini pagi kita berangkat pulang? " "Kalau begitu bagus sekali, nanti sesudah masuk kota harap hantar kami kerumah tabib sekalian, aku bisa kasih kamu orang uang sebagai imbalannya, Hanya ada satu hal yang kalian ingat jika ditengah jalan ada orang yang menanyakan jejak kami bersaudara jangan sekali kali kalian beritahu pada mereka."Kuli-kuli tandu itu begitu mendengar ada persenan uang hatinya menjadi sangat girang sekali, segera menyahut dengan sangat sopan. Demikianlah kedelapan orang itu segera mengangkat tandu besar itu melanjutkan perjalanan ke dalam kota Ho Kiang sian. Di dalam tandu hanya terdapat satu tempat duduk saja, karenanya Wi Lian In terpaksa berjongkok di depan tubuh Ti Then. Ti Then yang teringat dua kali dia menggendong dirinya melarikan diri bahkan dengan tidak perduli kotor sudah hisapkan keluar darah berbisa pada kaki kirinya tanpa terasa perasaan berterima kasih yang meluap luap memenuhi benaknya, tanpa terasa lagi dia menarik tubuhnya ke dalam pangkuannya sendiri Air muka Wi Lian in segera berubah menjadi merah padam, tapi dia tidak memberi perlawanan sedikit pun dengan manyanya dia duduk di atas kaki kanannya dan bersandar pada dadanya, sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat... Kedua orang itu siapa pun tidak ada yang buka bicara, masing- masing berdiam diri sambil saling berpeluk pelukan. Saat ini adalah saat yang paling menggembirakan di dalam lembaran hidup mereka, sebaliknya waktu yang paling menggembirakan juga lewat paling cepat, mendadak mereka mendengar suara pembicaraan orang yang sangat ramai sekali, kiranya mereka sudah masuk dalam kota. Wi Lian In tidak berani duduk di atas Ti Then lagi, dengan diam diam dia melorot ke bawah dan berjongkok kembali ke depannya. sambil membereskan rambutnya ujarnya dengan perlahan. " Kuda- kita apa masih berada di dalam rumah penginapan?" "Benar." Sahut Ti Then sambil mengangguk. "Mereka tidak menemukan kita di atas gunung, mungkin segera akan kembali ke dalam kota menanti kita di dalam rumah penginapan.""Benar, tentu mereka tahu kalau kuda tunggangan kita masih berada di dalam rumah penginapan." "Heii ..." Ujar wi Lian in lagi sambil menghela napas panjang. "Hanya kuda Ang San Khek itu merupakan seekor kuda jempolan, kalau sampai hilang sungguh sayang sekali." "Sudah tentu tidak bisa kita buang begitu saja." "Tapi jika kita kembali kerumah penginapan untuk mengambil kuda itu mungkin segera akan diketahui mereka, mereka tidak mendapatkan kitab pusaka le Cin Keng dan ditambah lagi takut dengan ayahku datang mencari balas, sudah tentu akan bunuh kita untuk menutup mulut." "Jangan kuatir." Ujar Ti Then tetap tenang. "Mereka tidak mungkin berani melakukan pekerjaan itu di dalam kota" Sedang mereka bercakap cakap mendadak terdengar kuli tandu itu buka suara ujarnya. "Nona, dijalanan ini ada sebuah kedai obat Hwe Cun di dalamnya ada seorang tabib yang sangat lihay ilmu pengobatannya, bagaimana kalau kita cari tabib itu saja?." "Baiklah. ." Tidak lama kemudian tandu itu pun berhenti: Kuli tandu itu segera membuka pintu tandu mempersilahkan wi Lian In sekalian turun, terlihatlah saat ini mereka sudah berada di depan pintu kedai obat bermerek Hwe Cun itu, segera Wi Lian in membimbing Ti Then turun, sesudah memberi upah beberapa tahil perak kepada kuli-kuli tandu itu barulah bersama sama berjalan masuk ke dalam kedai obat tersebut. Orang-orang dalam kedai obat itu begitu melihat seorang nona membimbing seorang pemuda berjalan masuk pada memandang kearahnya dengan perasaan heran, tanyanya dengan cepat. "Ada urusan apa ??""Cayhe digigit seekor ular berbisa kini datang untuk berobat, apakah Tabib ada di dalam?." "Ada ... ada." Sahut pelayan itu dengan cepat.."silahkan kongcu masuk ke dalam" Wi Lian In dengan membimblug Ti Then berjalan masuk ke dalam kamar yang ditunjuk pelayan itu, saat itu terlihatlah seorang kakek tua sedang memeriksa penyakit seseorang karenanya mereka menanti sebentar baru mendapatkan giliran- Kiranya kakek tua itulah merupakan tabibnya, dia mempersilahkan Ti Then duduk terlebih dahulu kemudian baru tanyanya. "Badan sebelah mana yang terasa tidak enak?" "Kaki kiri cayhe digigit ular berbisa." "Oooh ... ." Sahut Tabib itu sambil mengangguk. "Biarlah Lohu periksa sebentar ....Ehmm ... digigit ular, berbisa macam apa??" "Ular berekor merah darah." Tabib itu sembari memeriksa sambil tanyanya lagi. "Kapan digigitnya ?." "Pagi tadi, kurang lebih dua jam yang lalu. ." Tabib itu menggunakan jarinya menekan beberapa kali disekitar bekas luka tersebut, ujarnya. "Kau sudah keluarkan darah-darah yang mengandung bisa itu sehingga kini tidak berbahaya lagi, sesudah diobati dua kali ditambah minum obat penawar segera akan sembuh seperti sedia kala." Sehabis berkata dia mengambil pitnya dan menulis resep kemudian berikan kepada Ti Then dan memesankan cara-cara penggunaannya. Sesudah membajar rekening dan mengundurkan diri dari sana lalu menyerahkan itu resep kepada pelayan yang dengan cepat sudah menyediakan obat-obat yang dibutuhkan itu, ujarnya."Obat ini digunakan sebagai obat luar sedang obat berupa bubuk ini untuk dimakan, setiap lewat dua jam harus menggunakan satu kali." Ti Then bayar kembali uang obat itu dan digunakan sekalian obat tersebut di sana, setelah itu baru tanyanya. "Kapan bengkaknya akan hilang ??" "Besok sudah sembuh sama sekali" Mendengar itu Ti Then menjadi lega hatinya, kepada Wi Lian In ujarnya sambil tertawa. "Ayo pergi, kita pergi kerumah penginapan itu." Kedua orang itu kembalilah kerumah penginapan dimana mereka tinggal, pelayan-pelayan dengan air muka penuh perasaan terkejut masing-masing pada merubung menanyakan sesuatu, Ti Then hanya menyawab adanya pencuri yang mencuri barangnya sehingga dia pergi kejar dan tergigit ular beracun, dengan demikian mereka pun menjadi tenang kembali. Tanya Wi Lian In kemudian. "Kuda kuda kami apa masih ada ??" "Masih ... masih ..." Sahut pelayjan itu sambil mengangguk. "Kalian berdua apa mau segera berangkat?" "Tidak" Ujar Ti Then perlahan. Kami mau menginap satu malam lagi, besok pagi baru berangkat, Kau pergilah siapkan makanan untuk kami" Pelayan itu segera menyahut dan mengundurkan diri, Mendadak Ti Then teringat kembali akan si macan kumbang hitam Khie Hoat itu manusia yang menduduki sebagai Lo-ji dari Kwan si Ngo Keay masih tertotok jalan darahnya ditengah tanah pekuburan diluar kota, ujarnya kemudian kepada Wi Lian in"Bagaimana kalau kamu orang kerjakan suatu pekerjaan?" "Kerjaan apa?"" Kemarin malam Loji dari Kwan si Ngo Koay si macan kumbang hitam Khie hoat tertotok jalan darahnya hingga kini mungkin masih berada di sana, coba kau pergi ke sana lepaskan dia pergi." "Hmmm ... kejahatan yang dikerjakan Kwan si Ngo Koay sudah sangat banyak sekali, sekali pun mati juga tidak sayang, buat apa kita pergi urus dia lagi" "Tidak. ." Bantah Ti Then dengan cepat. "Aku sudah bilang sama dia asalkan di dalam kelenteng tanah ditengah kota aku bisa temukan kamu maka setelah pulang aku bebaskan dia pergi, walau pun di dalam kelenteng tanah ditengah kota aku tidak temukan kau tapi hal ini bukan kesalahannya." "Walau pun begitu ... hari ini kau lepaskan dia pergi, dikemudian hari dia bisa cari kau untuk membalas dendam." "Hal itu termasuk persoalan lain lagi..." Wi Lian In ketika melihat dia sudah ambil ketetapan di dalam hatinya terpaksa mengangguk. "Baiklah, hanya saja dia berada di tanah pekuburan sebelah mana?" "Di sebelah barat kota, kau pergilah dengan menunggang kuda Ang san Khek. cepat pergi cepat kembali dan hati-hati jangan sampai diculik orang lagi..." "Cis..." Seru Wi Lian in dengan perasaan malu dan manya. "Disiang hari bolong begitu ada siapa yang berani mengganggu aku Wi Lian In? Hmmm, kalau berani ganggu aku jangan harap bisa hidup lagi." Sehabis berkata dia berjalan keluar dari kamar. Ti Then menanti sesudah dia keluar baru menutup pintu kamar dan rebahkan dirinya ke atas pembaringan untuk beristirahat. Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu kamar. "Siapa?" Tanyanya sambil bangkit berdiri"Aku." Suara dari pelayan rumah penginapan itu berkumandang masuk ke dalam kamar. "Tuan bukankah kamu suruh aku siapkan makanan ?" "Ehmm ... masuklah. Pintu itu tidak terkunci." "Baik," Pintu kamar dibuka, pelayan rumah penginapan itu dengan membawa makanan berjalan masuk kemudian mengaturnya di atas meja, sedang pada mulutnya gumamnya seorang diri "Sungguh membingungkan sekali, aneh... aneh..." "Ada urusan apa ??" "Itu ... seorang lelaki berusia pertengahan secara tiba-tiba menghadang hamba untuk menanyakan segala hal bahkan masih mengajak hamba guyon, sehingga kuah telur ini menjadi sedikit bercecer." Mendengar perkataan itu hati Ti Then menjadi sedikit bergerak. sambil memandang wajahnya, tanyanya dengan serius. "Lelaki itu tanya apa saja??" "Dia adalah tamu yang baru datang pagi ini, tadi sewaktu hamba membawa makanan kemari mendadak dia menghadang hamba dan menanyakan apa ada nona yang mau temani dia tidur nanti malam, lalu tanya juga letak rumah pelacuran- Hamba terpaksa satu demi satu memberikan jawabannya, tapi mendadak dia menuding ke belakang hamba sambil katanya. "Coba lihat, nona itu sungguh cantik." Hamba cepat-cepat menoleh ke belakang. "HHuuu ... sungguh matanya sedikit buta, di belakang hamba mana ada bayangan nona cantik." Ti Then tersenyum. "Sewaktu kamu menoleh lalu kuah itu secara tiba-tiba tercecer?" "Benar, hanya saja tidak terlalu banyak yang tercecer ..." " Orang itu tinggal dikamar sebelah mana?" Pelayan itu menuding ke kamar sabelah kanan. sahutnya. "Dia menginap dikamar ke empat dari kamar sini.""Membawa teman tidak?" "Tidak." Sahut pelayan itu sambil gelengkan kepalanya.."Dia hanya satu orang saja." "Ehmmm ... kini masih berada di dalam rumah penginapan?" "Benar, sesudah mengajak hamba guyon-guyon sebentar lalu kembali ke dalam kamarnya.." "Baiklah, kau boleh pergi" Ujar Ti Then kemudian sambil mengangguk. Pelayan itu segera membawa nampannya mengundurkan diri dari kamar. Dengan perlahan Ti Then berjalan mendekati kuah telur yang dimaksud tadi kemudian dibaunya beberapa kali, setelah itu sambil tersenyum memanggil pelayan itu lagi. "Pelayan...." Waktu itu pelayan tersebut belum jauh meninggalkan kamarnya Ti Then, begitu mendengar suara panggilan segera putar tubuh sambil bertanya. "Kongcu minta barang apa lagi.." "Oooh tidak. ." Ujar Ti Then dengan suara yang keras. "Adikku ada urusan hendak keluar sebentar tapi dengan cepat dia akan kembali, jika kamu melihat dia pulang beritahu padanya aku sedang menunggu dia di dalam kamar untuk makan bersama sama." "Baik ... baik..Tentu aku beritahukan padanya. ." Ti Then menoleh memandang sekejap kearah kamar di sebelah kanannya itu kemudian menutup pintu kamarnya kembali dan duduk di depan mejanya. Sambil menyendoki kuah tetur itu dicobanya seteguk, tapi tidak sampai ditelan sesudah dicoba lalu dimuntahkan kembali kepojokan kamar, pada air mukanya terlintaslah suatu senyuman yang amat dingin, pikirnya. "Hmmm ... kiranya obat pemabok." Dia berjalan mendekati pembaringan dan merebahkan dirinya, pikirannya dengan cepat berputar memikirkan orang lelaki berusia pertengahan yang hendak menjebak dirinya dengan menaruh obat pemabok pada kuah telur tersebut.Tetapi dengan ditemuinya beberapa orang yang munculkan diri untuk merebut kitab pusaka Ie Cin Keng dia tahu saat ini disekelilingnya terdapat sangat banyak orang yang sedang mengincar kitab pusaka Ie Cin Keng itu dari tangannya, karenanya dia sangat menyesal sudah suruh wi Lian In keluar kota untuk membebaskan diri simacan kumbang hitam Khie Hoat. Walau pun jarak tanah pekuburan itu tidak jauh dari dalam kota, sekali pun ilmu pedang dari Wi Lian in tidak lemah tapi kemungkinan sekali pun beberapa orang jago berkepandaian tinggi bergabung menjadi satu untuk turun tangan bersama-sama seperti buktinya kakek kura-kura serta Majikan ular itu bekerja sama menculik dia untuk memaksa dirinya menyerahkan kitab pusaka Ie cin Keng kepada mereka. Semakin berpikir dia merasa semakin cemas, dengan cepat dia bangun kembali sambil gumamnya seorang diri " Lebih baik aku keluar kota sebentar untuk melihat-lihat." Baru saja dia berjalan mendekati pintu kamar, mendadak pintu itu didorong oleh orang, terlihatlah Wi Lian In sambil tersenyum berjalan masuk ke dalam. Melihat munculnya Wi Lian in tanpa menemui cedera apa pun hati Ti Then seketika itu juga menjadi lega. dengan girang serunya. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Oooh .. .. kamu sudah kembali." "Pelayan tadi bilang kau sedang tunggu aku makan." Ujar Wi Lian In sambil tertawa. "Benar kau sudah temui dia???." "Sudah, aku potong telinganya terlebih dulu baru lepaskan dia pergi." "Ha ha ha..." Ujar Ti Then sambil tertawa serak. "sifatmu persis seperti ayahmu,sedikit dikit suka gotong telinga orang lain .... Ha ha ha. .""Aku potong telinganya untuk peringatkan padanya lain kali jangan suka cepat percaya kabar bohong." Ti Then segera menutup pintu kamar kembali, sambil gape padanya, katanya lagi. "Ayoh cepat makan, kuahnya hampir dingin." Dua orang itu segera duduk saling berhadapan untuk mulai dahar. Sesudah menelan nasinya terlihatlah Wi Lian In mengambil kuah telur itu untuk diminum, melihat hal itu dengan cepat Ti Then gelengkan kepalanya, sambil tersenyum dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara ujarnya. "Kuah itu jangan diminum" " Kenapa ??" Tanya Wi Lian In melengak. Ti Then segera beri tanda kepadanya untuk memperendah suaranya, kemudian dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara ujarnya lagi. "Di dalam kuah itu ada obat pemaboknya." "Ehmm." Dengus Wi Lian In tidak percaya. " Kau sedang menakut-nakuti aku." "Aku tidak menipu kau." Sahut Ti Then dengan serius. "Ada orang secara diam-diam memasukkan obat pemabok ke dalam kuah itu untuk memaboklan kita orang." Melihat sikapnya yang sungguh-sungguh dan serius Wi Liau In menjadi amat terkejut sekali. "Bagaimana kau bisa tahu??" Segera Ti Then menceritakan apa yang didengarnya dari pelayan tentang lelaki berusia pertengahan itu, akhirnya tambahnya lagi. "Tadi aku sudah mencobanya dan merasa kalau di dalam kuah itu betul terdapat obat pemaboknya, asalkan kau meneguk satu tegukan saja tanggung secara kontan akan jatuh tidak sadarkan diri""Siapa lelaki berusia pertengahan itu??" Tanya Wi Lian In dengan air muka berubah sangat hebat. "Masih tidak tahu" Sahutnya sambil gelengkan kepalanya. "Menurut pelayan itu katanya dia berada dikamar ke empat dari sebelah kanan kita." Mendadak Wi Lian In bangkit berdiri dan berjalan keluar kamar. Dengan cepat Ti Then menarik dia kembali, ujarnya sambil tersenyum. "Kau mau berbuat apa?" "Cari dia." Ti Then segera tarik dia duduk kembali ke tempat semula, dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara ujarnya sambil tertawa: -ooo0dw0ooo- Jilid 11 : Jay hoa cat yang nahas "Buat apa, bukankah lebih bagus kalau kita tunggu dia masuk sendiri kemudian baru turun tangan????" "Tunggu dia masuk sendiri ???" Tanya Wi Lian In melengak. "Tidak salah, tunggu dia masuk sendiri" "Benar." Sahut Wi Lian In kemudian sambil mengangguk. agaknya dia sudah paham arti perkataan itu tanpa terasa senyuman segera menghiasi bibirnya. "Sst ...jangan bicara lagi" Tiba-tiba Ti Then memperingatkan diri Wi Lian In. "Mungkin dia sudah berada di depan kamar kita" Dengan suara yang diperkeras sengaja Wi Lian In angkat bicara lagi. "Malam ini kita harus lebih berhati-hati, kemungkinan orang itu akan datang lagi" "Yang harus hati-hati adalah kau, lebih baik malam ini kamu orang jangan tidur" " Kitab pusaka Ie cin Keng itu sudah kau bawa?" Ti Then mengerutkan alisnya rapat-rapat."Benar" Sahutnya terpaksa. "Dibawa dalam badan jauh lebih aman rasanya" "Heei ..sungguh menjengkelkan, entah siapa yang sudah menyiarkan berita kalau kau telah mendapatkan kitab pusaka Ie cin Keng itu, semula menteri pintu serta pembesar Jendela dari Anying langit Rase bumi, kemudian disusul Hwesio berwajah riang dari Siauw limpay, Kwan si Ngo Koay, Majikan ular serta terakhir kakek kura-kura." "Sejak kini entah masih ada seberapa banyak anying-anying bajingan yang datang merebut" "Ie Cin Keng kan kitab ilmu silat yang berisikan kepandaian tertinggi di dalam Bu lim waktu ini, barang itu merupakan impian dari setiap jago dalam dunia kangouw tidak bisa, disalahkan mereka kalau pada datang merebut..." Wi Lian In mengambil sendok kemudian diaduk adukkan pada mangkok yang berisikan kuah telur itu sehingga mengeluarkan suara yang nyaring. "Kuah telur ini sudah dingin, bagaimana kalau suruh pelayan memanasi terdebih dulu??" "Tidak perlu." Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Aku suka makan yang dingin, kau tidak mau biar aku yang makan." Sambil berkata dengan menggunakan sendok dia mengetuk beberapa kali pada pinggiran mangkok. "Ting ... ting ..." Disusul suara sedang menghitup kuah tanda rasanya yang sedap. "Coba lihat" Seru Wi Lian In sambil tertawa ..... "Seperti sudah lama tidak makan" "Selamanya aku memang paling suka kuah telur." "Coba aku teguk sesendok. " Sambil berkata dia pun menggunakan sendoknya mengetuk pinggiran mangkok kemudian suara sedang menghabiskan kuah itu. "Rasanya enak bukan??? " Tanya Ti Then sambil tertawa."Ehmmm ....tidak seberapa". "Ini yang dikatakan kesukaan setiap orang tidak sama, sejak kecil aku sudah suka makan kuah telur..." "Aaaaah kenapa??" Berbicara sampai di sini, badan bersama-sama dengan kursinya terjengkang kearah belakang. Wi Lian In dengan cepat meloncat-loncat bangun sambil menjerit keras. "Aduh, kau ...... kau kenapa ???" Ditengah suara jeritan kaget itu mendadak pintu kamar dengan mengeluarkan suara yang keras sudah didorong oleh seseorang, seorang lelaki berusia pertengahan dengan potongan seorang siucay sambil tersenyum berjalan masuk. Tanyanya. "Nona, sudah terjadi urusan apa??" Wi Lian In sama sekali tidak menduga pihak lawannya berani masuk sebelum dirinya ikut jatuh tidak sadarkan diri, untuk beberapa saat lamanya dia menjadi tertegun. "Kau ... kau siapa ???" Dengan perlahan lelaki berusia pertengahan itu menutup kembali pintu kamar kemudian membungkukkan badannya memberi hormat. "Cayhe orang-orang kangouw menyebutku sebagai pemuda berwajah tampan Cu Hoay Lo menemui nona" Begitu Wi Lian In mendengar kalau pihak lawannya adalah Giok Bin Longkun itu manusia cabul yang gemar pipi licin tidak terasa air mukanya berubah sangat hebat, serunya. "Kiranya kau adalah Giok Bin Longkun ..kau ... kau datang kemari .... punya tujuan apa?" Selesai berkata tubuhnya mulai bergoyang kemudian dengan perlahan lahan rubuh ke atas tanah jatuh tidak sadarkanr diriBibir Giok Bin Longkun itu manusia cabul kelihatan sedikit bergerak sehingga kelihatan sebaris giginya yang putih bersih sambil tertawa ringan ujarnya. "Apa tujuanku? Nona Wi ini sungguh terlalu tolol .... kalau memangnya sudah tahu sebutanku Giok Bin Longkun bagaimana tidak tahu maksud tujuanku? He he he ..." Die berhenti sebentar, senyuman yang menghiasi bibirnya pun berubah semakin menyeramkan, ujarnya lagi sambil tertawa. "Tapi aku harus mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu terlebih dulu kemudian baru beri kesenangan kepadamu." Dengan perlahan dia berjalan ke samping tubuh Ti Then kemudian berjongkok di sisinya. Tangannya mulai diulur ke dalam saku Ti Then untuk memeriksa ... mendadak dia menjerit, sangat keras badannya tidak kuasa lagi terbanting dengan amat kerasnya ke atas tanah. Kiranya urat nadi tangan kanannya sudah dicengkeram Ti Then dengan kerasnya. Ti Then yang berhasil mencengkeram tangan kanannya segera membanting tubuhnya ke atas tanah, dirinya dengan mengikuti gerakan tersebut bangkit berdiri dan memutar lengan kanannya itu ke belakang punggung. Perasaan terkejut dalam hati Giok Bin Longcun tidak kecil, di dalam keadaan yang sangat lemas tubuhnya memutar ke kiri, sedang dua jari tangan kirinya dengan kecepatan bagaikan kilat menusuk kearah sepasang mata Ti Then- Ti Then tertawa dingin, dengan tangan kirinya dia menangkis serangan pihak lawan sedang tangannya yang lain dengan sekuat tenaga mengangkat lengan kanannya ke atas. "Pleetak ..." Lengan kanannya itu segera terputus dari ruasnya.Giok Bin Langcun menjerit kesakitan, saat itu dia tak bertenaga lagi untuk memberikan perlawanan, kepalanya dengan lemas ditundukkan ke bawah. Wi Lian In pun dengan cepat meloncat bangun, tangannya dengan cepat menyambak rambutnya dan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, kemudian dengan menggunakan telapak tangannya dia menghadiahi wajah Giok Bin Langkun keras-keras, terlihatlah bekas- bekas telapak yang merah menghiasi pipinya. Seluruh wajah Giok Bin Longkun sudah berubah menjadi merah membiru dan mulutnya pun darah segar mengucur keluar dengan derasnya, sampai waktu itulah Wi Lian In baru melepaskan tangannya, ujarnya sambil tertawa dingin " Giok Bin Langcun, coba sekali lagi katakan perkataanmu tadi." Giok Bin Langcun mana berani buka mulutnya, terpaksa dia membungkam seribu bahasa. "Bangsat cabul ini sudah merusak perempuan banyak sekali sehingga pembesar berbagai tempat punya niat untuk menangkap dia, tidak disangka ini hari bisa terjatuh ketangan kita." "Kau punya rencana serahkan bangsat cabul ini kepada pembesar??." Dia menggelengkan kepalanya. " Manusia seperti ini sesudah ditangkap harus dibunuh mati, jika diserahkan pada pembesar mungkin dia masih bisa melarikan diri" "Benar, cepat kita turun tangan." Dengan cepat Ti Then menggerakkan tangannya mendorong badan Giok Bin Langcun ke atas tanah, dengan kakinya menginyak perutnya, ujarnya dengan amat dingin. "Hei Cu Hoay Lo, kau orang masih ada pesan terakhir tidak ??" Air muka Giok Bin Langcun berubah menjadi pucat pasi bagaikan mayat, keringat dingin mengucur keluar dengan amat derasnya."Aku ... aku di Tiang an masih punya simpanan uang ... sebesar ... sebesar lima belas laksa tahil ..." "Hmm..." Dengus Ti Then dengan amat dingin- "Orang bilang Giok Bin Langcun seorang yang sangat kaya dan gemar akan harta, ternyata berita ini sedikit pun tidak salah ... lalu apa yang kau maui ???" "Aku rela menyerahkan uang itu kepadamu asalkan kau orang mau mengam puni jiwaku satu kali ini ..." "Lalu dengan cara bagaimana aku pergi menerima uang sebesar lima belas laksa tahil dari gudang uang itu ??." Ketika Giok Bin Langcun melihat Ti Then punya maksud untuk menerima, air mukanya sedikit berubah. "Di dalam badanku ada secarik kertas tanda bukti untuk menerima uang tersebut" Ti Then segera bungkukkan badannya memeriksa sakunya dan mengambil keluar secarik kertas tanda bukti penerima uang yang dimaksud itu, sesudah dibolak balik melihat sekejap barulah ujarnya sambil tertawa. "Uang-uang ini apakah hasil tabunganmu dari perampoaan serta pembegalan yang kau lakukan selama beberapa tahun ini?" Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Pendekar Pemabuk Karya Kho Ping Hoo Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo