Pendekar Patung Emas 16
Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Bagian 16
Pendekar Patung Emas Karya dari Qing Hong "Usaha yang tergesa-gesa tidak akan mencapai pada tujuan, kau pernah mendengar perkataan ini belum?" Seru Ti Then sembari tertawa. "Jika kau tidak berhasil menjadi suami Wi Lian In di dalam jangka waktu saru setengah bulan ini, hal ini merupakan suatu kerugian yang amat besar bagiku" "Urusan perkawinan merupakan suatu urusan yang besar" Bantah Ti Then lagi. "Urusan ini harus ditentukan oleh ayah ibu kita, sedang ibu dari Wi Lian In sudah lama tidak berada di dalam dunia ini lagi, dia harus mendengarkan perkataan dan keputusan dari ayahnya tapi Wi Ci To merupakan seorang yang sangat teliti dan tidak terlalu percaya terhadap orang lain, hanya dalam jangka waktu satu setengah bulan saja tidak mungkin dia bisa mengawinkan putrinya kepadaku" "Hemm.." "Kau bilang betul tidak?" Desak Ti Then itu lagi. Majikan patung emas itu membungkamkan diri tidak bicara lagi. Majikan patung emas itu segera menarik kembali patung emasnya, lalu menutup kembali atap rumah dan meninggalkan tempat itu secara diam-diam. Ti Then tersenyum, segera dia susupkan diri ke dalam selimut dan tidur dengan nyenyaknya. Kokokan ayam jago membising telinga dipagi hari, sinar matahari dengan tajamnya memancarkan sinar keseluruh ruangan, suatu pagi yang cerah menjelang kembali. Agaknya keadaan Wi Lian In terhadap Ti Then saat ini sudah tidak bisa ditinggal barang sekejap pun, baru saja Ti then selesaimencuci muka dia sudah datang untuk mengundang Ti Then sarapan pagi. Selesai sarapan pagi, dia pun minta Ti Then bertindak sebagai Kiauw tauw untuk menurunkan kepandaian selat kepadanya. Dengan perasaan amat girang Ti Then memenuhi semua ajakannya, bersama dirinya berjalan menuju ke lapangan latihan silat. Ujar Wi Lian In kepada diri Ti Then. "Kita kaum wanita jika disuruh latihan ilmu telapak atau ilmu pukulan kiranya tidak sesuai, lebih baik Ti Kiauw tauw ajari aku main ilmu pedang saja" "Baiklah" Sahut Ti Then sembari mengangguk. "Biar aku mainkan satu kali buatmu" Selesai berkata dia mencabut keluar pedangnya dan mainkan satu gerakan dengan amat perlahan. Pada siang harinya mereka menyelesaikan latihan untuk hari itu, ujar Wi Lian In kemudian dengan suara perlahan. "Selesai makan siang, bagaimana kalau kita pesiar ke atas gunung?" "Tidak" Jawab Ti Then menolak ajakannya itu. "Dalam beberapa hari ini aku harus tetap tinggal di dalam Benteng untuk menanti kedatangan hwesio-hwesio dari Siauw lim Pay serta Anying langit Rase bumi" Mendengar ajakannnya ditolak Wi Lian In mencibirkan bibirnya. "Mereka tidak akan datang begitu cepat!" Serunya. "Hal ini sukar untuk kita bicarakan sekarang" "Aku tidak mau bicara sama kau lagi" Seru Wi Lian In mengambek, kakinya dijejakkan ke atas tanah dengan keras. "Aku mengundang kau berpesiar ke atas gunung kau menolak, lain kali jika kau mengundang aku saat itu aku juga tidak mau""Bagaimana kalau begini saja, kita jangan pergi terlalu jauh, hanya cukup duduk-duduk di atas tebing Sian Ciang saja" Ujar Ti Then kemudian sembari tertawa. "Di atas tebing Sian Ciang kita bisa mengawasi pemandangan seluruh Benteng, jika terlihat sedikit situasi yang tidak baik kita masih punya waktu untuk lari turun" Wi Lian In hanya ingin pergi berduaan dengan dia, karena itu terhadap usulnya ini tidaklah terlalu rebut. "Bagus" Teriaknya kegirangan sesudah mendengar perkataan itu, cepat kita pergi bersantap" Tapi sewaktu mereka bersantap siang itulah mendadak Wi Ci To tersenyum sambil ujarnya. "Ti Kiauw tauw, lohu dengar dari hu-pocu katanya permainan caturmu amat tinggi?" "Mana, mana.." Seru Ti Then tetap merendah. "Sewaktu boanpwe bermain catur dengan Hu-pocu kedua-duanya boanpwe memegang biji hitam sedang hasilnya pun satu kali menang satu kali seri" "Tidak salah" Sambung Huang Puh Kian Pek sembari tertawa. "Tapi lohu bisa melihatnya kalau sewaktu permainan kedua Ti Kiauwtauw sengaja mengalah" "Tidak..tidak.." Bantah Ti Then cepat. "Selamanya jika boanpwe bermain dengan orang lain jika makan terus makan, selamanya belum pernah mengalah dengan siapa pun" "Wi Ci To tersenyum. "Tinggi atau rendah nanti lohu sekali pandang segera akan tahu" Ujarnya. "Nanti biarlah lohu mengalah tiga biji catur terlebih dulu kepada Ti Kiauw tauw" "Baiklah" Sahut Ti Then menyanggupi. "Boanpwe dengar permainan catur dari Pocu amat tinggi dan merupakan jago tak terkalahkan dalam dunia saat ini, harap pocu banyak memberi petunjuk kepada boanpwe""Tidak bisa!" Mendadak teriak Wi Lian In. "Kenapa tidak bisa?" Tanya Wi Ci To melengak. "Tadi Ti Kiauw tauw sudah berjanyi kepadaku untuk mengajak aku berpesiar ke atas tebing Sian Ciang sehabis bersantap" Wi Ci To memandang sekejap kearah putrinya kemudian memandang pula kearah Ti Then, dalam hati dia tahu, yang mau adalah siapa, segera dia tersenyum. "Kalau memangnya begitu" Ujarnya kemudian. "Biarlah sesudah kembali dari tebing Sian Ciang baru kita main catur" Demikianlah, sesudah habis bersantap siang Wi Lian In dengan perasaan amat girang membawa Ti Then keluar benteng untuk kemudian mendaki ke atas tebing Sian Ciang. Tebing Sian Ciang merupakan sebuah bukit tebing dengan tinggi mencapai puluhan kaki tingginya, dari atas puncak tebing itu dapat melihat seluruh pemandangan dari Benteng Pek Kiam Po dengan teramat jelasnya. Kedua orang itu setelah mencapai puncak tebing segera duduk berjajar di sebelah tebing yang berlatarkan Benteng Pek Kiam Po, ujar Ti Then kemudian sesudah memandang sekejap sekeliling tempat itu. "Benteng kalian bisa berdiri di samping gunung merupakan suatu keangkeran yang luar biasa, hanya saja ada satu kekurangannya" "Kekurangan apa?" Tanya Wi Lian In dengan cepat. "Jika ada orang yang mau menyerang Benteng bisa naik dari atas tebing ini" "Hal ini tidak mungkin bisa terjadi" Potong Wi Lian In dengan cepat sembari tertawa. "Sekali pun kepandaian silat orang itu lebih tinggi pun tidak mungkin bisa meloncat turun dari sini" Ti Then tersenyum."Yang aku maksud bukanlah manusia, tetapi batu besar serta panah berapi" "Ooh..benar!" Teriak Wi Lian In kaget, sedang air mukanya sudah berubah sangat hebat. "Jika musuh melontarkan batu-batu besar dari sini maka seluruh Benteng Pek Kiam Po akan hancur, jika memanahkan panah-panah berapi maka seluruh Benteng Pek Kiam Po akan terbakar hangus" Tambah Ti Then lagi. Wi Lian In menarik napas panjang. "Selamanya kita belum pernah memikirkan akan hal ini, kau kira mereka berani tidak melakukan hal ini?" Tanyanya. "Semoga saja tidak" "Dugaanmu ini sangat tepat sekali, nanti aku mau laporkan urusan ini kepada Tia, biar dia kirim beberapa orang pendekar pedang untuk menyaga di atas tebing ini" "Ehmm..seharusnya memang begitu" Sahut Ti Then mengangguk. "Coba kau lihat" Seru Wi Lian In tertawa sambil menuding kearah Benteng Pek Kiam Po. "Di situlah letaknya kamarmu, nomor tiga dari sebelah kiri deretan ketiga..sudah terlihat belum?" "Ehmm..sudah" Dia masih melihat juga atap kamarnya, karena di dalam otaknya tanpa terasa sudah memikirkan dengan cara bagaimana Majikan patung emas itu bisa muncul di atas atap kamarnya tanpa mengeluarkan sedikit suara pun, sedangkan para pendekar pedang yang menerima perintah untuk mengawasi dirinya secara diam-diam pun tidak aka nada yang melihat. Wi Lian In yang melihat dia dengan termangu-mangu sedang memandangi keadaan Benteng segera menyenggol tangannya. "Hey, kau sedang pikirkan apa?" Tanyanya sambil tertawa.Ti Then menarik kembali pandangannya. "Aku tidak sedang berpikir" Sahutnya sambil tertawa. "Sebaliknya sedang melihat.." "Melihat kamarmu itu?" Tanya Wi Lian In sembari tertawa manis. "Tidak, melihat ruangan lainnya, ruangan di hadapan kamar buku ayahmu" "Loteng penyimpan kitab?" "Benar" Jawab Ti Then sambil mengangguk. "Si Lo-cia pernah beritahu padaku untuk jangan mendekati loteng penyimpan kitab itu, dia bilang ayahmu melarang siapa pun juga untuk memasuki loteng penyimpan kitab itu termasuk kau serta Hu-pocu" "Benar.." Ujarnya dengan serius. Dengan pandangan tajam Ti Then memandangi wajahnya, kemudian tanyanya. "Kenapa?" "Aku sendiri juga tidak jelas, Tia hanya bilang di dalam loteng itu disimpan berbagai kitab yang sangat berharga sekali" "Kau percaya?" "Akuaku tidak percaya, tapi aku tidak berani Tanya" Sahut Wi Lian In dengan terputus-putus. "Bukankah ayahmu sangat sayang padamu?" "Benar" Jawab Wi Lian In. "Urusan apa pun dia mau menyanggupi diriku, tapi dia melarang aku memasuki loteng penyimpan kitab itu, dengan serius dia pernah memberi peringatan kepadaku untuk jangan mendekati loteng tersebut. Pernah dua kali secara diam-diam menyelundup masuk ke sana akhirnya diketahui oleh Tia. Untuk pertama kalinya dengan sangat gusar dia hanya memaki dan memarahi aku tapi ketika kedua kalinya bukan saja memaki dan memarahi aku, bahkan memukul diriku""Kau dipukul?" Tanya Ti Then dengan amat terkejut. "Benar" Sahutnya sambil tertawa. "Untuk pertama kalinya dia pukul aku bahkan memukul dengan keras sekali membuat aku hampir-hampir setengah mati" "Itulah sangat aneh sekali, bagaimana ayahmu bisa pandang harta kekayaan itu jauh lebih tinggi daripada dirimu?" Dengan sedihnya Wi Lian In menghela napas panjang. "Aku pikir di dalam sana tentunya tidak disimpan barang-barang berharga saja" Serunya dengan sedih. "Di sana tentu disimpan suatu rahasia yang punya hubungan sangat erat dengan Tia" "Apa bisa suatu barang pusaka yang amat berharga?" "Seharusnya bukan" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sahut Wi Lian In sambil gelengkan kepalanya, Tia tidak begitu gemar menyimpan harta, jika memiliki suatu pusaka yang amat berharga dia tentu akan beritahukan kepadaku" Dia berhenti sejenak, kemudian sambungnya lagi. "Waktu itu sesudah memukul aku dengan amat keras agaknya dia merasa sangat menyesal, dia lari kekamarku untuk menghibur diriku bahkan dengan melelhkan air mata minta aku jangan sampai memasuki loteng penyimpan kitab itu lagi, waktu itu aku secara tiba-tiba merasa Tia begitu kasihan lalu menyanggupinya, bahkan sudah angkat sumpah untuk selamanya tidak memasuki loteng penyimpan kitab itu lagi, demikianlah sejak hari itu aku tidak berani mendekati sana lagi" "Bagaimana dengan Hu pocu?" Tanya Ti Then kemudian. "Selamanya dia pun tidak pernah menanyakan loteng penyimpan kitab itu, terhadap hal itu agaknya dia tidak mau ambil perduli" "Para pendekar pedang di dalam Benteng juga tidak ada seorang pun yang berani untuk menyelidiki?""Dulu memang pernah ada seorang pendekar pedang merah secara diam-diam sudah menyelundup masuk ke dalam loteng, tapi baru saja satu langkah memasuki pintu segera terjirat mati oleh alat-alat rahasiai yang dipasang di sana" "Benar" Jawab Ti Then dengan bergidik. "Aku dengar si Lo-cia juga pernah berkata kalau di dalam loteng penyimpan kitab itu memang dipasang alat-alat rahasia yang teramat lihay" Dengan perlahan Wi Lian In mengulurkan tangannya yang putih mulus untuk mencekal pergelangan tangannya. Dengan mesrahnya Wi Lian In menyandarkan badannya ke atas dada Ti Then, dengan suara yang penuh perasaan cinta ujarnya. "Aku tahu kau sangat baik sekali.." "Tidak!" Teriak Ti Then dengan perasaan menyesal. "Aku tidak baik, mungkin pada suatu hari kau bisa merasa aku jauh lebih jahat dari Hong Mong Ling" "Aku tidak percaya" Sahut Wi Lian In sembari tertawa. "Lebih baik kau jangan terlalu percaya kepada diriku" Pada wajah Wi Lian In terlintaslah suatu sinar kebahagiaan, ujarnya dengan perlahan. "Jika kau bukan seorang yang patut dipercayai, maka di dalam dunia ini tidak aka nada orang yang bisa dipercayai lagi" "Bukankah dahulu kau sangat percaya terhadap Hong Mong Ling?" Ujarnya sambil tertawa pahit. Wi Lian In mengerutkan keningnya rapat-rapat ketika mendengar perkataan itu. "Itulah karena aku sudah dibuat buta, tapi aku hanya bisa buta untuk satu kali saja" Ujarnya. Ti Then tersenyum kembali."Mungkin aku masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po memang mem punyai suatu rencana tertentu seperti yang dikatakan oleh Hong Mong Ling dahulu" "Jangan sebut dia lagi!" Teriak Wi Lian In dengan gemas. "Aku tidak mau dengar namanya lagi" Dengan perlahan Ti Then hanya bisa menghela napas panjang saja, kemudian bungkam di dalam seribu bahasa. "Kenapa kau menghela napas panjang?" Tanya Wi Lian In dengan heran ketika mendengar Ti Then menghela napas. "Tidak mengapa" Sahutnya sembari gelengkan kepala. Dengan pandangan yang tajam Wi Lian In memandang wajahnya tanpa berkedip. "Apakah kau menganggap karena aku punya ikatan jodoh dengan dia lalu aku adalah.." "Bukan..bukan.." Bantah Ti Then dengan amat gugup. "Aku tidak punya pikiran begini, aku tahu kau masih suci bersih" "Semua orang menganggap jika seorang nona sudah dijodohkan dengan orang lain maka mati hidupnya termasuk orang keluarga itu, apa kau punya pandangan begini?" "Tidak" "Kalau begitu" Tetapi ketika dilihatnya wajah Ti Then amat murung maka tanyanya dengan cepat. "Lalu kenapa kau tidak genmbira?" "Siapa bilang aku tidak gembira?" Tanya Ti Then sembari tertawa paksa. "Kau jangan menipu aku, aku bisa melihatnya kalau di dalam hatimu ada urusan""Aku sedang berpikir, loteng penyimpan kitab ayahmu bisa mendatangkan banyak bencana bagi dirinya" "Kau boleh legakan hati" Ujar Wi Lian In tersenyum. "Sejak adanya Benteng Pek Kiam Po Loteng penyimpan kitab itu sudah ada, tapi selama puluhan tahun ini belum pernah terjadi orang luar ada yang datang menyelidiki tempat itu" "Musuh luar bisa dicegat tapi musuh dalam selimut sukar ditahan" "Tidak ada musuh dalam selimut" Seru Wi Lian In dengan keras. "Semoga saja begitu." Dengan pandangan yang tajam Wi Lian In mengawasi wajahnya kembali. "Kau kira ada tidak?" Tanyanya. "Jika aku sudah mengemukakan dugaanku, harap kau jangan marah dan jangan ada orang ketiga yang mendengar." Ujar Ti Then dengan serius. "Baiklah." Sahutnya sambil mengangguk. "Mau bicara..bicaralah" "Kemarin sewaktu aku berbaring di atas pembaringan sudah berpikir sangat lama sekali, aku merasa Hu Pocu memang patut kita curigai." Wi Lian In menjadi terkejut bercampur heran. "Bukankah sewaktu makan malam kemarin dia sudah buka kain pengikat kepala untuk kita lihat?" Ujarnya "Tidak salah, tapi hanya sepintas lalu saja tidak bisa dilihat lebih jelas." "Tapi aku bisa melihatnya teramat jelas" Jawab Wi Lian In dengan pasti. "Di atas kepalanya memang tidak terlihat sedikit bekas lukamu." Ti Then tersenyum tawar."Dia bisa memotong kulit kepala orang lain sesudah kering kemudian ditempelkan pada bekas lukanya sendiri, hal itu hanya bisa dilihat dengan jelas jika kita memeriksa dengan lebih teliti." Ujarnya. -ooo0dw0ooo- Jilid 13.1: Ku Ie dan Liuw Su Cen berkunjung Wi Lian In merasa terkejut bercamput heran, dengan mementangkan mata lebar-lebar tanyanya. "Kau kira dia bisa berbuat begitu?" "Ehmm, hanya itu dugaanku saja, benar atau tidak harus kita buktikan sendiri" Dengan mengerutkan alisnya rapat-rapat lama sekali Wi Lian In termenung untuk berpikir keras, kemudian barulah dia mengangguk. "Tidak salah" Sahutnya dengan nada serius "Jika bilang dia bukanlah si setan pengecut itu, secara tiba-tiba dia bisa memakai kain pengikat kepala pada waktu yang bersamaan, hal ini memang sedikit mencurigakan, tapi kita hendak menggunakan siasat apa pergi memeriksa keadaan kepalanya itu" "Kita harus melaksanakan tugas ini dengan pinyam kesempatan sewaktu dia tidak merasa." "Jadi maksudmu menanti dia tertidur dengan amat nyenyak?" Tanya Wi Lian In. "Tidak bisa, tidak bisa" Seru Ti Then dengan cepat sembari gelengkan kepalanya. "Dia merupakan manusia macam apa? Asal satu langkah kau memasuki kamarnya dia pasti akan segera terbangun." "Kalau tidak begitu" Seru Wi Lian in dengan cemberut. "Kita mau gunakan cara apa lagi?" Melihat sikapnya yang cemberut itu Ti Then tersenyum."satu-satunya cara kita harus gunakan obat pemabok" Sahutnya "Sebelum dia masuk kamar untuk tidur secara diam-diam kita harus masukkan obat pemabok itu ke dalam teko air tehnya" "Caramu itu walau pun bagus, tapi sewaktu dia sadar kembali, segera akan diketahui olehnya kalau dia sudah mendapat bokongan pihak musuh." Ti Then tersenyum lagi "Asalkan sesudah minum teh lalu dia naik ke atas pembaringan untuk istirahat maka hal itu tidak akan dirasakan olehnya" Dia berhenti sebentar untuk berganti napas, lalu sambungnya lagi. "Sekali pun omong kosong kita bilang dia merasa kalau dirinya sudah dibokong orang lain, hal itu tidaklah penting jika terbukti pada kepalanya tidak terdapat bekas luka, cukup asaikan dia tidak tahu kalau orang yang memberi obat pemabok itu adalah kita berdua hal ini tidaklah mengapa" Wi Lian in berdiam diri untuk berpikir beberapa waktu lamanya, kemudian barulah mengangguk sambil sahutnya. "Baiklah, kalau begitu kita putuskan pakai obat pemabok saja. Biarlah aku yang secara diam-diam memasukkan benda tersebut ke dalam teko air tehnya, tapi ... kau punya obat pemabok itu?" "Tidak ada" "Di dalam benteng kita juga tidak terdapat benda semacam itu, lalu bagaimana sekarang baiknya?" Tanya Wi Lian in sedikit cemas. "Kita bisa pergi ke dalam kota untuk membelinya di warung obat, asal kita mau kasih uang lebih banyak sudah tentu mereka pasti juga menjualnya kepada kita." "Ehm ..." Sahutnya Wi Lian in kemudian sembari mengangguk. "Tetapi siapa yang pergi beli""Sebaiknya kau saja yang pergi lebih baik aku jangan tinggalkan tempat ini" "Baiklah, sekarang berangkat saja bagaimana?" Ti Then termenung berpikir sebentar, kemudian barulah kasih jawaban- "Bila sebelum hari gelap kau bisa barangkat kembali ke sini, sekarang pergi pun tidak ada halangannya, kalau tidak berangkat besok pun belum terlambat." "Kalau begitu aku berangkat sekarang saja" Seru Wi Lian in dengan cepatnya "Tunggu saja setelah aku berhasil beli barang itu barulah kita pulang ke Benteng bersama-sama, setelah itu malam ini kau harus tantang Tia adu main catur, dengan begitu pasti dia akan menonton di samping. saat itulah aku mau gunakan kesempatan tersebut memasuki kamarnya" Selesai berkata dia segera bangkit berdiri. Ti Then pun segera ikut bangkit. "Lebih baik aku ikut kau saja" Ujarnya. Wi Lian in menjadi tertegun. "Bukankah tadi kau bilang tidak leluasa untuk tinggalkan tempat ini" Tanyanya dengan penuh keheranan. "Tadi aku bilang jika kita berangkat besok pagi, sekarang kita semua sudah berada diluar benteng, kita boleh berangkat ke dalam kota secara diam-diam, tentunya gerak gerik kita ini tak akan diketahui oleh orang lain." Wi Lian In yang mendapat kawan berjalan seorang seperti Ti Then ini sudah tentu dalam hati merasa sangat girang sekali. "Betul" Serunya dengan penuh kegirangan "Mari kita berangkat bersama-sama." Demikianlah mereka berdua itu dengan mengikuti jalan semula menuruni tebing tersebut, sesudah mengitari bawah gunung dengan cepat mereka berdua berangkat menuju kekota keresidenan Go bi.Jarak antara benteng pedang menuju ke kota Go bi kurang lebih ada empat puluh li jauhnya, sepanjang jalan antara kedua tempat itu jarang terdapat dusun yang di tinggali orang karena itu orang- orang yang melakukan perjalanan pun tidaklah begitu banyak. Mereka berdua dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh masing-masing dengan cepat melakukan perjalanannya, tak sampai satu jam kemudian mereka berdua sudah tiba di dalam kota kerisidenan Go bi tersebut. Kali ini merupakan pertama kali Ti Then memasuki kota kembali sesudah terjadinya peristiwa di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan, karena takut sampai dikenali kembali orang-orang dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan itu, karenanya begitu tiba di dalam kota dia berusaha keras untuk menghindari tempat sarang pelacur tersebut. Sesudah berjalan belak belok dan melaluijalan-jalan kecil yang sepi tidak lama kemudian terlihatlah oleh mereka diseberang jalan terdapat sebuah kedai penjual obat. Ujarnya kemudian kepada Wi Lian in dengan suara yang amat rendah. "Kau tunggulah sebentar di sini, biar aku yang pergi beli." Selesai berkata dengan langkah lebar dia berjalan menuju ke dalam kedai penjual obat itu. Begitu masuk ke dalam warung penjual obat tersebut segera terlihatlah seorang tua yang berdiri di balik lemari dengan sangat hormat sekali menggape ke arahnya. "Silahkan duduk, silahkan duduk." Ujarnya sembari tersenyum. "Kongcu..kau mau cari apa?" Dengan cepat Ti Then berjalan mendekati sisi tubuh kakek tua itu, kemudian barulah ujarnya dengan suara rendah. "Cayhe mau cari sedikit obat pemabok." "Mao beli apa?" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tanya kakek tua itu dengan air muka tertegun. " Obat pemabok. ""Maaf ... maaf." Seru kakek tua itu sambil gelengkan kepalanya. "Di dalam warung kami tidak dijual obat semacam itu" Dari dalam sakunya Ti then mengambil keluar dua tahil perak yang kemudian diletakkan di atas meja. "Cayhe hanya mencari satu bungkusan kecil saja." Desaknya dengan nada serius. "Tidak ada..tidak ada" Dari dari dalam sakunya Ti Then mengeluarkan satu tahil perak kembali dan diletakkan di samping dua tahil perak semula, sambil tersenyum tanyanya. " Kalian sungguh-sungguh tidak menjual barang tersebut" Sinar mata kakek tua itu dengan tajamnya memperhatikan uang yang terletak di atas meja itu, napasnya menjadi memburu, kemudian berubah menjadi ngos-ngosan sedikit gugup. "Benar .... benar dulu memang masih ada sedikit, kemudian .... kemudian ..sudah terjual habis." Dari dalam sakunya sekali lagi Ti Then mengambil keluar satu tahil perak. kemudian ujarnya sembari tersenyum. "Mungkin masih ada sisa sedikit, tolong kau carikan sedikit buat aku ..." Air muka kakek tua itu ma kin lama berubah menjadi memutih, kemudian sahutnya lagi dengan gugup. "Baik ... baik ..baik ... biar lohan pergi cari-cari" Selesai berkata dengan tergesa-gesa dia berlari masuk ke dalam bilik kamarnya. Beberapa saat kemudian terlihatlah dengan wajah penuh kegirangan dia berjalan keluar. "Kongcu" Serunya sembari tertawa. "Keuntunganmu sungguh bagus sekali, ternyata memang tersisa sedikit"Sambil berkata dari dalam sakunya dia mengambil keluar sebuah bungkusan kecil yang sangat tipis yang kemudian diangsurkan ke arah Ti Then, sedang tangannya yang sebelah sudah mulai mencomot uang perak yang terletak di atas meja. Ti Then sesudah bungkusan yang berisikan obat pemabok itu mendadak dia ulur tangannya menekan tangan kakek tua itu yang sedang mengambil uang di atas meja tersebut. "Tunggu dulu" Serunya sembari tertawa. Air muka kakek tua itu seketika itu juga berubah sangat hebat, dengan ketakutan, tanyanya. "Ada urusan apa?" Ti Then tersenyum. "Jual belikan obat pemabok merupakan suatu pelanggaran undang-undang negara, mungkin tentang hal ini kau pun tahu bukan" Ujarnya dengan nada menggertak. Saking terkejutnya seluruh tubuh kakek tua itu sudah mulai gemetar, ujarnya dengan Suara yang tersedu-sedu. "Kau ... kau petugas dari pengadilan ??" "Ha ha ha ... bukan..bukan."Jawab Ti Then dengan tertawa tak henti-hentinya. "Tapi aku bisa membawa bungkusan obat pemabok ini sebagai bukti untuk dilaporkan pada pengadilan, waktu itu...." Kakek tua itu menjadi sangat terperanyat. "Kongcu bagaima kau bisa mencelakai orang seperti begitu?" Ujarnya dengan perasaan tidak puas? "Tadi Lohan sudah bilang kalau tidak ada, adalah kongcu sendiri yang terus memohon ..." "Kamu orang tidak perlu begitu tegang" Potong Ti Then sembari tersenyum "Aku tidak akan melaporkan urusan ini kepada pengadilan"Saat ini kakek tua itu baru bisa menghembuskan napas lega sambil menyeka keringat yang mengucur keluar ujarnya. " Kongcu kau betul-betul pandai menggoda..." "Ehmmm ... .aku merasa obat ini sedikit kemahalan, hanya satu bungkus begini sudah minta empat tahil perak..sungguh mahal sekali" "Omongan apa itu ???" Teriak kakek tua itu sedikir gusar. " Lohan selama ini belum pernah membicarakan soal harga, bukankah kongcu sendiri yang rela memberi uang sebegitu banyak" "Oh begitu? Kalau begitu cayhe mohon diri dulu." Ujar Ti Then dengan serius. Sesudah memasukkan bungkusan obat itu ke dalam sakunya dengan cepat dia putar tubuhnya berjalan pergi. Agaknya kakek tua itu merasa urusan tak beres, dengan cemas teriaknya. "Tunggu sebentar." "Ada petunjuk apa lagi?" Tanya Ti Then sembari menoleh ke belakang sedang di dalam hati dia merasa sangat geli sekali. Dari dalam sakunya kakek tua itu mengeluarkan dua tahil perak kemudian disusulkan ketangan Ti Then, ujarnya sambil menghela napas panjang. "Begitu sudahlah, heei...." Tanpa sungkan-sungkan Ti Then menerima kembali uang perak itu dan dimasukkan ke dalam sakunya, sambil tersenyum dia berjalan meninggalkan warung itu untuk kembali kesisi Wi Lian In. "Ayoh jalan" Ujarnya tersenyum. "Sudah dapatkan barang itu??" Tanya Wi Lian In ditengah jalan, agaknya dia merasa tak tenang. "Sudah" "Apa dia juga menanyakan digunakan buat apa barang itu?" Tanya Wi Lian In lagi."Tidak" Sahutnya sambil gelengkan kepalanya. "Hanya aku sudah berbuat guyon dengannya, urusan selanjutnya biarlah sesudah meninggalkan kota kita bicarakan lagi." Mereka berdua tidak berani berhenti terlalu lama di dalam kota, karenanya dengan cepat kedua orang itu bergerak keluar kota. Sesampainya di pinggiran kota barulah Ti Then mulai menceritakan kisahnya mempermainkan si kakek tua penjual obat itu membuat Wit Lian in tertawa terpingkal-pingkal saking gelinya. "Kau jadi orang sungguh curang" Ujarnya sembari tertawa. "Sudah memperoleh barangnya orang lain merasa sayang untuk keluar uang buat membayar" Bukannya aku merasa sayang" Bantah Ti Then sambil tertawa juga. "Kebanyakan orang-orang yang memperjual belikan obat- obatan semacam itu bukanlah manusia baik- baik, biarlah kali ini mereka sedikit merasakan kelihayanku" Sambil berkata dia mengambil keluar bungkusen kecil yang berisikan obat pemabok itu lalu dibukanya untuk Wi Lian in lihat. "Nah kau terimalah barang ini" Ujarna kemudian. Wi Lian in menyambut bungkusan kecil berisikan obat pemabok tersebut. "Aku harus masukkan seberapa banyak obat ini ke dalam teko air tehnya?" Tanyanya kemudian. "Aku kira separuh sudah cukup" "Baiklah" Seru Wi Lian in kemudian sambil anggukkan kepala. "Baiknya kita kerjakan malam ini juga." "Jikalau kita berhasii mengetahui dia adalah si Setan pengecut itu, kau pikir baiknya bertindak bagaimana?" "Akan kuberitahukan kepada Tia, biarlah Tia yang mengambil tindakkan selanjutnya" Jawab Wi Lian in-Ti Then menganggukkan kepalanya menyetujui, kemudian sambil menghela napas panjang, ujarnya lagi. "Aku sangat mengharapkan dia bukanlah si Setan pengecut itu." Mereka berdua sembari melanjutkan perjalanan sembari bercakap-cakap. sesampainya di depan benteng Pek Kiam Po, cuaca sudah menunjukkan hampir malam. Baru saja mereka menginyakkan kakinya ke dalam Benteng, segera terlihattah seorang pendekar pedang putih sudah menyambut kedatangan mereka, ujarnya sambil bungkukkan badannya memberi hormat. "Ti Kiauw tauw kau sudah kembali" "Ehmm ... " Sahut Ti Then sernbari anggukkan kepalanya. "Ada urusan apa?" "Tadi Pocu sudah beri pesan, katanya jika Ti Kiauw tauw serta nona sudah balik ke dalam benteng dipersilahkan segera menuju keruangan tamu" Ujar pendekar pedang putih itu dengan amat sopan. Dalam hati Ti Then hanya merasakan jantungnya berdebar-debar amat keras, tanyanya dengan amat cemas. "Sudah terjadi peristiwa apa?" "Ada orang yang datang menyambang diri Ti Kiauw tauw." "Apakah mereka adalah Anying langit Rase bumi atau mungkin hwesio-hwesio dari Siauw Limpay?" Tanya Ti Then lagi dengan perasaan lebih cemas. "Semua bukan ..."jawab pendekar pedang putih itu sambil gelengkan kepalanya. " Kalau begitu siapa mereka Cayhe tidak kenal." Dalam hati diam-diam Ti Then merasa sangat heran, tidak mungkin ada temannya yang datang menyambangi dia, karena itu pikirannya menjadi kacau, sambil memandang sekejap kearah Wi Lian in, ujarnya kemudian- "Cepat kita pergi melihat."Selesai berkata dengan langkah tergesa-gesa dia berjalan menuju keruang tamu. Mereka berdua dengan tergesa-gesa menuju ke dalam ruang tamu, begitu masuk ke dalam ruangan segera terlihatlah di dalam ruangan sudah hadir dua orang lelaki dan dua orang wanita, yang lelaki adalah Wi Ci To serta Huang puh Kian Pek. yang wanita adalah germo dari Sarang pelacur Touw Hua Yuan, Ku Ie serta pelacur terkenal Liuw Su Cen. Begitu Ti Then tampak Ku Ie serta Liuw Su Cen, secara tiba tiba di dalam Benteng Pek Kiam Po ini membuat hatinya seketika itu juga terasa tergetar dibuatnya, dengan cepat dia menahan langkah selanjutnya untuk beberapa saat lamanya tidak sanggup mengucapkan Sepatah kata pun- Munculnya Ku Ie serta Liauw su Cen secara tiba-tiba di dalam Benteng Pek Kiam Po ini jika dibicarakan terhadap dirinya boleh dikata merupakan suatu pukulan yang fatal. Bagaimana mereka bisa sampai di sini? Hmmm, Tentu hasil permainan dari Hong Mong Ling, sesudah berdiri tertegun beberapa waktu lamanya, segera dia melanjutkan perjalanannya menuju ke depan, kepada Wi Ci To sembari memberi hormat ujarnya. "Pocu, tadi boanpwe dengar dari seorang pendekar pedang putih katanya ada tamu yang datang mencari boanpwe?" "Benar" Sahut Wi Ci To dengan wajah amat serius, sambil menuding kearah Ku Ie serta Liauw Su Cen sambungnya. "Kedua orang perempuan inilah yang sedang mencari kau" Waktu itu Ku Ie serta Liauw Su Cen sudah berdiri dari tempat duduknya, terlihatlah Ku Ie dengan wajah penuh senyuman ramah sudah membuka mulutnya dan berkata. "Lu Toakongcu, tentu kau sudah lupa pada kami ibu beranak bukan?" Liauw su Cen dengan cepat bungkukkan badannya memberi hormat, sambungnya dengan suara yang merdu genit:"Kami datarg menyambangi secara tiba-tiba, harap Lu kongcu jangan marah" Mendengar omongan mereka berdua yang tidak karuan itu tanpa terasa Ti Then sudah kerutkan alisnya rapat-rapat, dengan tertegun lama sekali dia pandang mereka berdua, kemudian barulah dia balikkan badannya bertanya kepada Wi Ci To. "Kedua orang perempuan ini apakah Ku Ie serta Liuw Su Cen dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan?" Wi Ci To hanya menganggukkan kepalanya saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ti Then tertawa dingin, kepada Ku Ie yang berdiri di sampingnya dia berkata. "Toa nio ini mungkin sudah salah menangkap orang, cayhe bukanlah Lu kongcu yang kalian maksudkan" "Benar" Jawab Ku Ie itu. "Baru saja aku baru tahu kalau nama kongcu yang sebetulnya adalah Ti Then" Sembari menghela napas panjang sambungnya lagi. "Sebetulnya kami ibu beranak tidak berani datang mengganggu Ti kongcu, tapi Su Cen budak ini sudah betul-betul mencintai diri kongcu, sejak waktu itu dia bisa berkenalan dengan diri kongcu, selama ini makan tidak enak tidur pun tidak enak. setiap hari hanya pikirkan kongcu seorang kapan bisa datang mengunjungi dia kembali" Pikiran Ti Then menjadi semakin ruwet dan kacau. "Kalian sudah salah anggap" Potongnya dengan keras "Cayhe memangnya bernama Ti Then, tapi bukanlah Lu kongcu yang pada waktu itu pernah mengunjungi sarang pelacur Touw Hoa Yuan kalian-" "Bagaimana bisa bukan" Bantah Ku Ie lagi sambil tertawa serak. "Dengan jelas kau adalah Lu kongcu yang waktu itu turun tangan melukai diri Hong kongcu, sesudah aku tahu nama yang sebetulnya dari kongcu dan tahu pula kalau kongcu sudah menyabat sebagaiKiauw tauw dari benteng Pek Kiam po ini, saat ini biar aku menceritakan urusan ini kepada Su Cen budak ini, sejak waktu itu Su Cen budak ini setiap hari sudah ribut ribut mau datang ke sini untuk kongcu, aku sudah bilang sama dia kini kongcu sudah menyabat sebagai Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam po, jika kita datang ke sana mungkin kongcu akan kehilangan muka, tapi Su Cen budak ini tetap ngotot saja, dia bilang kongcu dengan senang hati mau menerima kedatangan kita ibu beranak sedang aku pun mem punyai pikiran Ti kongcu tentunya jadi orang berperasaan halus, tidak mungkin bisa melupakan kekasihnya yang terdahulu maka dari itu" "Sudah cukup," Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Potong Ti Then dengan keren, sedang wajahnya berubah membesi. "Siapa yang perintahkan kalian kemari?" Ku Ie berdiam diri beb erapa saat, kemudian sembari tertawa sambungnya lagi. "Ti kongcu, kau sunguh pandai berguyon, kami ibu beranak dengan bersungguh hati datang menyambang dirimu, bagaimana kau bisa memfitnah kami mengatakan kami datang atas perintah orang lain?" "Cayhe hari ini belum pernah pergi ke sarang pelacur Tuw Hoa Yuan kalian, kini kau terus menerus mengatakan aku Lu kongcu itu, terang-terangan kalian sudah perintah orang lain untuk mencelakai diriku" Teriak Ti Then dengan keras. Mendengar omongan ini Ku Ie hanya tertawa pahit saja, kepada Liuw Su Cen yang berada di sampingnya ujarnya dengan sedih. "Hei budak, aku bilang bagaimana? Kini orang lain sudah menyabat sebagai Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam Po, dia tidak mungkin akan mau berkawan dengan kau sebagai seorang pelacur murahan yang rendah derajatnya." Dengan rasa sedih Liuw Su Cen angkat kepalanya melirik sekejap kearah Ti Then kemudian tundukan kepalanya kembali rendah- rendah, sesudah menghela napas panjang barulah sahutnya lirih. "Ku Ie mari kita pulang saja.""lbumu paling takut kalau kau tidak puas" Ujar Ku Ie kemudian sembari menghela napas panjang. "Kini malah menjadi lebih baik, sejak kini kau boleh menerima tamu kembali menurut perintah ku" Berbicara sampai di sini kepada Wi Ci To serta Huang puh Kian pek dia sedikit bungkukkan dirinya memberi hormat. "Kami sudah mengganggu Pocu berdua, dalam hati sungguh merasa tidak tenang" Ujarnya dengan perlahan- "Lain kali jika Pocu berdua datang kekota harap mau duduk sebentar di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan kami" "Pergi..Pergilah." Seru Wi Ci To dengan kasar sedang tangannya diulapkan berulang kali. Demikianlah dengan berjalan berlenggak lenggok Ku Ie serta Liuw Su Cen berjalan meninggalkan ruangan itu. Tiba-tiba Ti Then maju satu langkah menghalangi perjalanan mereka. "Jangan pergi" Bentaknya dengan kasar. "Ada apa?" Tanya Ku Te sembari tertawa melengking sehingga serasa menusuk kuping. "Katakan siapa yang sudah perintah kalian kemari" Bentaknya dengan dingin. Alis Ku Ie segera dikerutkan rapat-rapat sambil tertawa terkekeh- kekeh serunya. "Aduh Ti Kongcu kau sungguh pandai main sandiwara, kau sudah punya kekasih yang baru kini tidak mau mengingat kembali kekasih yang lama, tentang hal ini tidak mengapa, bagaimana?? kamu tidak mengijinkan kami ibu beranak pergi dari sini?" Ti Then tidak mau ambil perduli padanya dengan wajah yang amat keren tetap bentaknya. "Siapa yang perintah kalian kemari? sudah beri uang berapa??""Hmm. ." Dengus Ku Ie dengan amat dingin "Walau pun Su Cen kami hanya seorang pelacur tapi tidak seperti kau Ti Kongcu yang sudah lupa keadaan sendiri, kau jangan salah memandang." "Aku bisa kasih uang yang lebih banyak lagi kepada kalian asalkan kalian mau beri tahu dengan sejujurnya siapa yang sudah perintah kalian kemari" Ujar Ti Then coba membujuk mereka berdua. Ku Ie tidak mau gubris dirinya lagi, kepada Wi ci To sembari tertawa dingin ujarnya. "Wi Pocu, tolong tanya kami apa sudah boleh pergi? " "Ti Kiauw tiauw" Seru Wi Ci To dengan nada kurang senang. "Biarkan mereka pergi" Mendengar omongan ini seketika itu juga Ti Then sudah tahu kalau dia telah percaya akan omongan Ku Ie ini, sedang dalam hati dia pun tahu perintah dari majikan patung emas yang diserahkan kepadanya juga boleh dikata hanya sampai di sini saja, karena itu segera dia menyingkir ke samping membiarkan Ku Ie serta Liauw su Cen berlalu dari dalam ruangan. Sesudah melihat bayangan mereka berdua lenyap dari pandangan barulah dia merangkap tangannya memberi hormat kepada Wi Ci To. "Pocu" Ujarnya perlahan-. "Boanpwe ada satu urusan yang hendak dititipkan kepada Pocu." " Urusan apa?" Tanya Wi Ci To sembari menghela napas panjang. "Hwesio-hwesio dari partai Siauw lim serta Anying langit Rase bumi mungkin di dalam beberapa hari ini bisa muncul di sini, jika mereka sudah tiba tolong katakan kepada mereka boanpwe akan menanti kedatangan mereka dipenginapan Hokan di dalam kota. Selesai berkata dia beri hormat juga kepada Huang puh Kian Pek. setelah itu dengan langkah lebar dia berjalan meninggalkan ruangan tamu tersebut.Wi Ci To, Huang puh Kian Pek mau pun Wi Lian In tidak ada yang buka mulut memanggil dia kembali. Sekembalinya ke dalam kamarnya dengan tergesa-gesa dia membereskan barang-barangnya dan dipanggulnya ke atas pundaknya, pedang panjang hadiah dari Wi Ci To diletakkannya ke atas pembaringan lalu dia berjalan keluar dari kamar. Melihat sikapnya yang sangat aneh itu si Lo-cia itu pelayan tua segera menyambut kedatangannya . "Ti Kian-Kauw tauw, kau mau kemana ?" Tanyanya penuh keheranan- "Lo-cia" Jawab Ti Then sambil tertawa pahit "Sejak ini hari kau tidak perlu melayani aku lagi". "Sudah terjadi urusan apa?" Tanya Lo-cia dengan perasaan terperanyat sesudah mendengar perkataan dari Ti Then itu. "Aku mau pergi." " Kemana??" Tanya si Lo-cia lagi dengan cemas. "Heei... belum kutentukan-.." Setelah itu dengan langkah tergesa-gesa dia meninggalkan kamar tersebut. "Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?" Tanyanya si Lo-cia sembari mengejar hingga samping tubuhnya. "Aku sudah bukan Kiauw tauw dari benteng" Si Lo-cia menjadi melengak. "Kau sudah ribut dengan nona kami?" Tanyanya. "Bukan- . jika kau mau tahu jelas persoalannya, kau boleh tanya langsung kepada Pocu" Dia tidak pergi pamit dengan Wi Ci To serta Wi Lian In lagi, sesudah keluar dari pintu benteng segera menuju kelapangan latihan silat. Di sana sudah terlihatlah pendekar pedang putih yangditemuinya tadi sedang menuntun kuda Ang san Khek yang dihadiahkan Wi Lian In kepadanya itu. Melihat Ti Then berjalan ke sana pendekar pedang putih itu segera menuntun kuda tersebut ke hadapannya. "Ti Kiauw tauw" Ujarnya. "Ini adalah tungganganmu" "Tidak."Jawab Ti Then cepat sembari menggelengkan kepalanya "Kuda ini miliknya nona Wi." "Nona Wi tadi sudah bilang, kuda ini adalah milik Ti Kiauw tauw, jika Ti Kiauw tauw tidak mau dia bilang terpaksa kuda ini harus dijagal saja." Ti Then menjadi ragu-ragu sebentar, akhirnya sahutnya sembari anggukkan kepalanya. "Baiklah, kau tolong sampaikan dia ucapan terima kasihku." Sesudah menerima tali les kuda tersebut dari tangan perdekar pedang putih itu dengan cepat tubuhnya melayang ke atas kuda itu kemudian melarikan tunggangannya dengan cepat menuju keluar Benteng. Di dalam sekejap mata Benteng Pek Kiam Po sudah ditinggal sangat jauh sekali. Dengan berdiam diri dia terus melarikan kudanya turun gunung, di dalam hatinya waktu itu entah harus dibilang girang atau sedih, dia merasakan hatinya kosong melompong, dalam hati dia tahu Wi Lian In adalah seorang nona yang patut dicintai oleh setiap lelaki, tapi bisa meninggalkan dirinya di dalam keadaan seperti ini juga mungkin merupakan suatu urusan yang sangat bagus. Dia sadar urusan ini terjadi bukanlah karena kesengajaan dari dia sendiri, sehingga dia mem punyai alasan untuk mempertanggung jawabkan urusan itu di hadapan majikan patung emas tersebut. Tidak salah, majikan patung emas pasti sudah tahu urusan yang terjadi baru saja ini, dia pasti tidak akan menyalahkan persoalan ini kepada dirinya.Haa..ha..ha..orang yang sudah menyuap Ku Ie serta Liaw Su Cen untuk membongkar kedokku itu tentu bermaksud hendak merusak hubunganku dengan Wi Lian In-tapi pastilah dia tidak akan menduga kalau dengan tindakannya ini justru sudah membantu aku meloloskan diri dari kurungan serta perintah majikan patung emas yang tidak tahu diri itu. Hal inilah yang sudah membuat dia merasa sangat girang, tapi di samping itu dia pun merasa sedikit kecewa. Hanya karena sedikit urusan yang tidak berarti ini dia harus putus hubungan lama sekali dengan Wi Lian In, Seorang nona yang memiliki wajah yang amat cantik apalagi bentuk tubuhnya yang begitu menggiurkan, Sungguh merupakan Suatu urusan yang patut disesalkan- Sampai waktu inilah dia baru merasa kalau perjuangan dirinya beberapa waktu ini tidaklah sia-sia belaka, secara diam-diam dirinya sudah betul-betul jatuh cinta terhadap Wi Lian In. Ditengah jalanan gunung yang amat sunyi itu dia berhasil melewati kereta kuda yang ditunggangi oleh Ku Ie serta Liuw Su Cen, dengan mempercepat larinya kuda dia melanjutkan perjalanannya menuju ke kota Go bi. Sebelum cuaca benar-benar gelap sekali lagi dia sudah tiba di dalam kota Go bi. Sesampainya di depan penginapan Hokan dia minta satu kamar, selesai makan malam segera tutup pintu untuk beristirahat. Dia tidak ingin menuju ke dalam sarang pelacur Touw Hua Yuan untuk memaki Ku Ie, karena dia tahu orang yang sudah perintah mereka berdua melakukan urusan ini tidak luput dari Hong Mong Ling serta si setan pengecut dua orang, apalagi untuk menanyai seorang pelacur sehingga tahu betul-betul siapa yang sudah perintah mereka melakukan hal itu tak terhindar harus buang uang banyak.Sat ini dia hanya punya satu-satunya harapan, yaitu mengharapkan munculnya majikan patung emas pada malam ini kemudian membicarakan persoalan ini hingga jelas. Malam ..... semakin lama semakin kelam. Kurang lebih kentongan kedua malam itu, tiba-tiba ..dari dinding kamar sebelah secara mendadak muncul suatu suara ketukan yang amat aneh sekali. Ada orang yang sedang mengetuk dinding tembok dari kamar sebelah. Dengan cepat Ti Then meloncat bangun kemudian mengetuk juga tiga kali di atas dinding tersebut. "Siapa ?"tanyanya dengan suara perlahan. "Aku" Ternyata majikan patung emas sudah munculkan dirinya. Ti Then segera tersenyum. "Haa ha ha... kali ini kenapa tidak turun dari atas atap rumah??" Ejeknya. "Jangan banyak omong kosong." Bentak majikan patung emas dengan amat gusar. "Jangan marah dulu, peristiwa ini bukanlah aku yang cari-cari" Dengan dinginnya majikan patung emas mendengus beberapa kali. "Hmm, ya atau bukan aku bisa pergi selidiki sendiri" Ujarnya dingin- "Haa?? apa arti dari perkataanmu ini ??" Tanya Ti Then dengan penuh perasaan heran- "Aku merasa curiga orang yang mendalangi urusan ini adalah kau sendiri" Teriak majikan patung emas dengan gusar."Karena kau ingin melarikan diri dari tugas untuk memperistri Wi Lian In maka kau perintah mereka berdua pergi ke Benteng Pek Kiam Po. ." "Omong kosong." Potong Ti Then tak kalah gusarnya "Kau pandang aku Ti Then seperti orang macam apa?? Tidak salah. Aku tidak rela pergi memperistri diri Wi Lian In tapi aku sudah bicara sangat jelas sekali, aku sudah menyanggupi dirimu untuk menjadi patung emasmu selama satu tahun, saat itu aku tidak pernah merasa menyesal dan tidak akan mungkir melakukan rencana yang begitu memalukan ini" Lama sekali majikan patung emas berdiri tiba-tiba ujarnya lagi. "Kalau begitu aku mau tanya padamu lagi, siang tadi kau bersama-sama Wi Lian In semula bilang mau berpesiar ke atas Sian Ciang, akhirnya kau tidak pergi ke tebing Sian Ciang. Kalian sebetulnya sudah pergi kemana?" "Beli obat" "Obat apa?" Desak majikan patung emas lagi "Obat pemabok" "Ooh soal kemungkinan Huang puh Kiam Pek adalah penyamaran dari si setan pengecut itu kau sudah ceritakan kepada Wi Lian In?" "Tidak salah" Jawab Ti Then sembari mengangguk "Sebetulnya dia rencananya mau turun tangan malam ini juga untuk membuktikan apakah Huang puh Kiam Pek betul-betul si setan pengecut itu atau bukan, tapi sesudah mengalami perubahan seperti ini mungkin dia sudah hapuskan rencana semula" " Kalau begitu" Ujar majikan patung emas lagi sesudah termenung beberapa waktu lamanya. "Kau pikir siapa yang sudah perintah Ku Ie serta Liauw Su Cen pergi kebenteng Pek kiam Po?" "Hmm.... kalau bukan Hong Mong Ling siapa lagi?" Majikan patung emas termenung sebentar untuk berpikir keras, lalu baru sahutnya."Ehmmm,jika saat ini diperintahkan oleh Hong Mong Ling maka si setan pengecut itu pun juga tahu." "Sudah tentu." Majikan patung emas melanjutkan lamunannya, kemudian tambahnya. "Jika umpama Huang puh Kian Pek adalah si setan pengecut itu maka sesudah berhasil menangkap Huang puh Kian Pek tidaklah akan sukar untuk mengetahui tempat persembunyian Hong Mong Ling.." "Tidak salah, tapi Wi Lian In pasti sudah tidak mau melaksanakan tugas seperti apa yang aku susun-" "Kalau begitu biar aku saja yang pergi untuk mengurus" "Ehmmmm, tentang ini bagusnya memang bagus." Jawab Ti Then sembari tersenyum. "Tapi Walaua pun Huang puh Kian Pek betul-betul adalah si setan pengecut itu, belum tentu Wi Ci To mau mengubah pandangannya terhadap diriku, karena dia sudah percaya bahwa akulah Lu Kongcu yang sudah cukul rubuh Hong Mong Ling sewaktu masih berada di dalam sarang pelacur Touw Hua Yuan" Dia berhenti sebentar kemudian sambungnya lagi. "Hong Mong Ling pergi main perempuan memang persoalan yang nyata, sedang aku punya maksud untuk merusak hubungan mereka juga merupakan soal yang nyata." Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sekali pun perkataan dari Ti Then ini masuk akal, tapi agaknya majikan patung emas mem punyai pandangan yang lain. "Asalkan kita bisa buktikan Huang puh Kian Pek adalah si setan pengecut dan bisa menawan Hong Mong Ling kembali, maka persoalan segera akan berubah kembali," Ujarnya dengan tenang. "Kau bisa tawan Hong Mong Ling dan di hadapan Wi Ci To kau bisa paksa dia untuk mengaku kalau Ku Ie sera Liuw Su Cen sudah disuap oleh dia untuk berbuat begitu, jika perlu kau boleh beliomongan dari Ku Ie serta Liauw Su Cen, dengan demikian pandangan Wi Ci To beserta putrinya akan berubah kembali" "Terlalu repot..terlalu repot" Seru Ti Then sambil menghela napas panjang. "Apa selain aku harus kawin dengan Wi Lian In sudah tidak ada jalan lainnya" Mendengar helaan napas dari Ti Then itu, agaknya majikan patung emas dibuat menjadi kurang senang, tidak henti-hentinya dia tertawa dingin- "Tidak ada" Sahutnya singkat. "Ada kalanya" Geremeng Ti Then dengan perlahan. "Aku benar- benar ingin sekali kau bisa bunuh aku sampai mati, aku merasa. ." "Tidak usah banyak omong lagi" Potong majikan patung emas dengan cepat ketika di dengarnya dia mulai melamun. " Untuk sementara kau boleh tinggal dirumah penginapan ini saja, aku mau pulang ke Benteng untuk mulai bekerja, setelah aku buktikan kalau Huang Puh Kiam Pek betul-betul si setan pengecut dan bisa paksa dia mengakui tempat persembunyian dari Hong Mong Ling aku bisa ke sini beri kabar padamu, aku pergi dulu" Keesokan harinya Ti Then sesudah bangun dari tidurnya segera buka pintu kamar memanggil seorang pelayan untuk membersihkan kamarnya, dengan pinyam kesempatan itu tanyanya. "Hei pelayan, kamar sebelah ini kemarin ditinggali tamu dari mana?" Agaknya pelayan itu dibuat melengak oleh pertanyaan ini. "Kongcu" Tanyanya dengan heran "Yang kongcu maksudkan kamar di sebelah kiri atau kamar di sebelah kanan?" "Yang sebelah kiri ini" Jawab Ti Then sembari menuding ke sebelah kiri. "Kamar sebelah kiri ini sama sekali tidak dihuni oleh tamu dari mana pun." Sahut pelayan itu tertawa. " Kemarin malam juga tidak ditinggali orang lain?""Tidak. kamar sebelah kiri ini sudah kosong tiga empat hari lamanya." "Ehmm..kiranya begitu. ." Jawab Ti Then sembari mengangguk. "Ada apanya yang tidak beres" "Mungkin ada tikus yang lari-lari di dalam kamar sehingga mengeluarkan suara ribut- ribut, kemarin malam beberapa kali aku di bangunkan oleh suara ribut- ribut itu" "Tikus memang binatang yang paling menjengkelkan, ada satu kali secara tiba-tiba seorang nona berteriak minta tolong dari dalam kamar, aku cepat- cepat lari masuk ke dalam kamar, Hu..Hu..kau tebak sudah terjadi apa? Kiranya seekor tikus sudah kecebur dalam tong berisikan kotoran, nona itu tanpa dilihat dulu sudah berjongkok, akhirnya ha ha ha. ." Mendengar cerita yang begitu menarik tak terasa lagi Ti Then sudah ikut tertawa terbahak-bahak. Siang harinya ketika Ti Then sedang makan siang di dalam kamar mendadak dari pintu kamarnya terdengar suara ketukan yang amat gencar sekali. "Siapa??" Tanya Ti Then dengan cepat sedang dalam hati diam- diam merasa sedikit terperanyat. Seorang yang masih muda segera memberikan jawabannya. "Ti Kiauw tauw aku" Segera Ti Then bisa mengenali kalau suara itu adalah suara berasal diri Ki Hong, pendekar pedang hitam dari benteng Pek Kiam Po, dengan cepat dia bangkit membuka pintu kamarnya, terlihatlah Khie Hong dengan air muka gugup sudah berdiri tegak di depan kamarnya, dalam hati segera dia tahu sudah terjadi suatu urusan karena itu dengan cemas tanyanya. "Apakah Anying langit Rase bumi sudah datang??". "Selain Anying langit Rase bumi masih ada ada delapan belas orang jago berkepandaian tinggi dari istana Thian Teh kong mereka,agaknya mirip jago-jago Cap Pwe Sah Sin yang tersiar di dalam Bu lim" "Tidak salah" Jawab Ti Then mengangguk. "Aku memang dengar Anying langit Rase bumi punya anak buah yang dijuluki Cap Pwe sah sin atau delapan belas malaikat iblis, kepandaian silat mereka katanya tidak cetek. " Melihat Ti Then tidak berangkat- berangkat, Ki Hong menjadi semakin cemas. "Ti Kiauw tauw" Ujarnya cepat. "mari kita lekas-lekas kembali ke benteng." "Apa Wi Poccu tidak beritahu pada Anying langit Rase bumi kalau aku tidak berada di sana?" "Benar, tapi mereka tidak mau percaya, mereka bilang Tiauw Kiauw tauw pasti berada di dalam Benteng." "Kalau begitu baiklah, ayo berangkat." Dia membuat sedikit persiapan kemudian panggil pelayan penginapan itu untuk diberi sedikit uang, katanya karena ada urusan yang mau diselesaikan diluaran minta dia cepat- cepat sediakan kuda. Sesudah mengunci kamarnya barulah dengan Ki Hong bersama-sama berjalan keluar. Sekeluarnya dari dalam rumah penginapan pelayan itu sudah siapkan kuda Ang San Kheknya di depan pintu, demikianlah masing- masing dengan menggunakan tunggangannya sendiri-sendiri lari keluar dari kota. satu jam kemudian sampailah mereka di dalam Benteng Pek Kiam po. Mereka berdua dengan cepat turun dari kuda ditengah lapangan latihan silat, saat itu barulah Ti Then bertanya. "Mereka dimana??" "Di dalam ruangan tamu" Sahut Ki Hong dengan cepat.Tanpa banyak cakap lagi Ti Then cepat berlari ke dalam ruangan tamu. Jilid 13.2: Anying langit Rase Bumi Di dalam sekejap saja dia sudah sampai di dalam ruangan tamu, terlihatlah Wi Ci To beserta Huang Puh Kian Pek duduk di tengah ruangan sedangkan Anying langit Rase bumi beserta ke delapan belas malaikat iblisnya duduk di kedua belah sisi, masing-masing tidak ada yang berbicara, hanya darl sinar mata masing-masing jelas memancarkan nafsu membunuh yang meluap-luap Usia dari ke delapan belas malaikat iblis ini kurang lebih berada di atas lima puluh tahunan, wajah masing-masing memperlihatkan kebengisan serta keganasan mereka, pada tubuh masing-masing membawa senyata yang berbeda-beda, yang duduk mereka pun urut sesuai dengan senyata yang dibawa mulai dari Golok, pedang, toya besi, kampak, cambuk, rantai, gada, tongkat serta pisau belati. Sedang pada deretan yang lain adalah Tombak, trisula, kampak raksasa, siang kiam, golok melengkung, gelang, golok panjang serta senyata berbentuk bulan sabit. Senyata mereka merupakan delapan belas macam senyata yang aneh dan sakti, sungguh menyeramkan sekali. Sebelum bertemu dengan Anying langit Rase bumi secara pribadi di dalam benak Ti Then pernah membayangkan wajah yang meringis menyeramkan siapa tahu kini sesudah bertemu sendiri kelihatanlah wajah Anying langit Rase bumi itu sedikit kalem. Si anying langit Kong Sun Yau mem punyai wajah yang tampan dengan perawakan sedang usianya mungkin berada diantara empat puluh tahunan hanya saja air mukanya sedikit pucat. Kini dia berdandan sebagai seorang sastrawan dengan bahan pakaian yaug sangat mewah, pada tangannya mencekal sebuah kipas yang terbuat dari tulang, sungguh kelihatan gagah sekali.Sedangkan si Rase bumi Bun Jin Cui berusia diantara tiga puluh tujuh delapan tahunan, alisnya tipis matanya bulat tebal, bibirnya merah bagaikan delima dandanannya sangat berlebihan sehingga kelihatannya sangat genit sekali. sepasang tangannya dengan tak henti-hentinya mempermainkan sebuah sapu tangan berwarna merah, gerak geriknya sangat genit dan pemalu, lagaknya tidak mirip sebagai jagoan yang ditakuti dalam Bu lim. Mereka suami istri begitu melihat Ti Then berjalan memasuki dalam ruangan segera tersungginglah suatu senyuman yang sangat ramah. Ti Then berlagak tidak melihat, sesudah memberi hormat dengan Wi Ci To ujarnya. "Boanpwe Ti Then hunjuk hormat kepada Pocu" Dengan perkataan serta gerak geriknya ini sudah jelas memperlihatkan kalau dia sudah bukan satu keluarga lagi dengan orang-orang Benteng Pek Kiam Po. Wi Ci To tidak perlihatkan reaksi apa-apa, hanya sambil menuding ke arah Anying langit Rase bumi ujarnya. "Mereka berdua adalah Raja langit Kong sun Yau serta Ratu bumi Bun Jin Cui" Ti Then sedikit putar tubuhnya kemudian memandang ke arah Anying lagit rase bumi sembari tertawa tawar. "Lama sudah cayhe dengar nama besar kalian berdua, selamat bertemu, selamat bertemu" Anying langit serta Rase bumi tetap duduk tidak bergerak di tempatnya masing-masing dengan lagak hendak memilih menantu sambil tersenyum-senyum mereka berdua pandangi seluruh tubuh Ti Then dari atas kepala sampai ujung kakinya. Pertama tama Anying langit Kong sun Yau yang buka mulutnya angkat bicara, hanya dia tidak bicara kepada Ti Then melainkan kepada istrinya Rase bumi Bun Jin Cui yang berada disisinya. "Kau lihat bagaimana ?" Tanyanya sembari tertawa."Tidak jelek. tidak jelek." Sahut si Rase bumi Bun Jin Cui sembari memperdengarkan suara tertawanya yang amat genit. "Semangatnya tinggi wajahnya tampan, tubuh kokoh kuaat ..Heemmm tidak rugi menteri pintu pembesar jendela kita dikalahkan ditangannya" Sesudah itu barulah si Anying langit Kong sun Yau menoleh kearah Ti Then dengan memperlihatkan sebaris giginya yang putih mengkilap ujarnya tersenyum. Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Perangkap Karya Kho Ping Hoo Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo