Pendekar Patung Emas 22
Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Bagian 22
Pendekar Patung Emas Karya dari Qing Hong Ti Then sudah tahu peristiwa apa yang sudah terjadi, karenanya dengan sangat tegang dia mengajak Wi Lian In berjalam menuju kamar buku dimana Wi Ci To sudah menanti, setelah memberi hormat ujarnya. "Pocu mengundang boanpwe datang kemari entah mem punyai petunjuk apa?" "Silahkan Ti Kiauw tauw ambil tempat duduk." Ti Then segera menarik sebuah bangku dan duduk. Lama sekali Wi Ci To memandangi dirinya sambil tersenyum, kemudian baru ujarnya . "Sifat dari Ti Kiauw tauw lain kali harus sedikit diubah." " Urusan apa?" Tanya Ti Then tertegun. " Waktu itu kenapa kau mengakui kalau kau adalah Lu Kongcu itu?" Ti Then tertawa serak."Kiranya Pocu bermaksud demikian, apakah sekarang pocu sudah tahu kalau boanpwe bukanlah Lu Kongcu?" "Tidak salah" Jawab Wi Ci To sambil mengangguk. "Hari ini lohu baru tahu kalau Ti Kiauw tauw benar-benar bukanlah Lu Kongcu itu, tetapi kalau memangnya kau bukan dia kenapa waktu itu sudah mengaku" Ti Then tak langsung memberikan jawabannya sebaliknya balas tanya. "Bagaimana Pocu berani memastikan kalau boanpwe bukanlah Lu Kongcu itu?" " Urusan sudah begini untuk mengelabui pun tidak ada gunanya, Lohu sudah mengirim seorang pendekar pedang merah untuk pergi kekota Tiang An untuk melakukan penyelidikan, pendekar pedang merah itu sudah berhasil memperoleh keterangan kalau Lu Kongcu yang waktu itu memukul rubuh Hong Mong Ling di dalam rumah pelacuran Touw Hoa Yuan memangnya Lu Kongcu sendiri dan bukanlah Ti Kiauw tauw yang sengaja menyamar." "Bagus sekali" Teriak Ti Then tertawa. "Boanpwe sudah menduga bahwa pasti ada satu hari urusan ini bisa dibikin terang" " Waktu itu ketika lohu menanyai dirimu kenapa kau sudah mengakuinya?" Tanya Wi Ci To lagi. "Ku Ie mau pun Liuw Su Cen terus menerus mengatakan kalau boanpwe adalah Lu Kongcu, itu sedangkan Pocu sendiri pun agaknya sudah mempercayai perkataan mereka, di dalam keadaan seperti itu kalau boanpwe tidak mengaku apa mungkin Pocu mau mempercayainya??" Air muka Wi Ci To segera berubah dan memperlihatkan perasaan menyesal. " Waktu itu Lohu memang betul-betul sudah mempercayai perkataan mereka, tetapi kau tidak seharusnya mengakui semuanya itu, seharusnya kau bisa membedakan urusan ini dengan dirimu sendiri"" Omong terus terus terang saja, boanpwe sama sekali tidak punya alasan untuk tetap tinggal ditempat ini oleh karena itu malas untuk mendebat urusan ini." "Karena itu" Ujar Wi Ci To lagi "Lohu anjurkan agar sifatmu itu sedikit diubah, sifat yang keras dan ketus kadang kala bisa mendatangkan kesukaran bagi dirinya sendiri" "Benar, terima kasih atas petunjuk dari pocu" Dengan perlahan Wi Ci To menoleh ke arah Wi Lian In, ujarnya kemudian sambil tertawa. "Inyie, Ti Kiauw tauw memang benar-benar seorang pemuda yang bersih dan jujur, waktu itu kita betul-betul berbuat sesuatu yang salah terhadapnya, kau bilang benar tidak ??" Semula di dalam anggapan wi Lian In 'Lu Kongcu' itu adalah hasil penyamaran Ti Then, tetapi dikarenakan dua kali Ti Then menolong dia lolos dari "mulut macan" Bahkan lenyapkan pula bencana yang akan menimpa benteng Pek Kiam Po karena itulah perasaan curiga terhadap Ti Then menjadi lenyap dan di dalam anggapannya sekarang Ti Then sengaja menyamar sebagai Lu Kongcu semuanya dikarenakan dia mencintai dirinya. Sekarang sesudah dia tahu kalau Ti Then bukanlah Lu Kongcu itu di dalam hatinya sekali pun merasa girang juga atas kebersihan diri Ti Then tidak urung merasa kecewa juga, setelah mendengar perkataan dari ayahnya dengan perasaan malu dia menundukkan kepalanya.. Dengan perlahan Wi Ci To berbatuk-batuk kering, ujarnya kemudian sambil tertawa. "Para pendekar pedang merah telah ada sebagian yang telah kembali ke dalam Benteng makanya Lohu ambil keputusan untuk berangkat ini hari juga" "Pergi mencari Hong Mong Ling?" Tanya Ti Then Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat keren."Benar" Sahutnya perlahan- "Peraturan perguruan lohu selamanya keras terhadap murid-murid yang murtad dan berbuat jahat selamanya tidak meninggalkan kehidupan" "Tia. ." Wi Lian In mendadak nyeletuk. "Kau orang tua tidak tahu dia sudah bersembunyi dimana, kau orang tua mau cari dimana?" "Biarlah lohu cari disegala tempat, kemudian bila sampai waktunya langsung menuju ke istana Thian Teh Kong untuk memenuhi janyi." " Kalau memangnya begitu, biarlah Ti Kiauw tauw serta putrimu ikut bersama-sama Tia?" Dengan perlahan Wi Ci To gelengkan kepalanya. "Jangan, bilamana kita bertiga harus melakukan perjalanan bersama-sama, hal ini terlalu menyolok dan mudah di ketahui oleh bangsat kecil itu." "Tetapi Ti Kiauw tauw serta putrimu juga mau pergi ke istana Thian Teh Kong " Bantah Wi Lian In ngotot. "Begini saja, dua hari lagi kalian berdua baru berangkat dengan mengambil jalan lain, dengan demikian kesempatan untuk bertemu dengan bangsat cilik itu pun menjadi lebih besar." Dia berhenti sebentar, kemudian dengan wajah yang amat dingin tambahnya. "Bilamana kalian sudah berhasil bertemu dengan dia, tidak usah buang tenaga membawa dia kembali ke dalam Benteng, juga tidak perlu bertanya lebih banyak. ditempat itu juga turun tangan bunuh mati dirinya" Diam-diam Wi Lian In melirik ke arah Ti Then, kemudian baru ujarnya sambil tertawa. "Kau sudah dengar belum??" Ti Then terpaksa angkat bahunya, dia hanya tersenyum saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun, padahal di dalam hati diam- diam pikirnya:"Aku tidak akan berbuat demikian, bilamana berhasil menawan dirinya, aku harus menanyai lebih jelas lagi.." Tampaklah Wi Ci To sudah bangkit berdiri ujarnya. "Inyie, coba kau bantu ayahmu bereskan sedikit perbekalan, lohu mau kumpulkan semua pendekar pedang merah untuk diberi tugas, setelah itu aku harus segera berangkat." Sambil berkata dia berjalan keluar dari kamar bukunya. Ti Then pun segera ikut bangkit berdiri dan berjalan keluar, tinggal Wi Lian In seorang yang berada dalam kamar buku itu membantu ayahnya membereskan buntalannya. Satu jam kemudian Wi Ci To di bawah hantaran Ti Then, wi Lian In serta berpuluh-puluh pendekar pedang merah meninggalkan Benteng Pak Kiam Po untuk melakukan perjalanannya. Wi Lian In yang melihat ayahnya sudah berangkat meninggalkan benteng segera merasakan hatinya jauh lebih ringan, kepada Ti Then sambil tersenyum mesra ujarnya. "Kita mau berangkat hari apa??" "Ayahmu minta kita baru berangkat dua hari kemudian, kita pastikan saja baru berangkat." "Entah Tia sedang bermain sandiwara apa, padahal bilamana kita bisa berangkat bersama-sama bukankah jauh lebih bagus lagi?" Ti Then hanya tersenyum saja dan tidak memberikan jawabannya, dia tahu kenapa Wi Ci To menghendaki melakukan perjalanan seorang diri, sebab-sebab Wi Ci To menghendaki demikian tentunya bukan dikarenakan dia mau memberikan kesempatan kepada Wi Lian In untuk lebih erat bergaul dengan dia. melainkan dia tidak menghendaki ada orang ketiga yang hadir sewaktu dia menawan diri Hong Mong Ling kemudian menghukum mati dia orang, dengan demikian rahasianya itu pun tidak akan sampai tersiar diluaran. Tetapi urusan ini dia tidak enak untuk menjelaskan kepada diri Wi Lian In-Wi Lian In yang melihat dia hanya tertawa saja tanpa memberikan jawabannya, wajahnya segera berubah semu merah, ujarnya. "Ayo kau bilang." "Kau minta aku bicara apa ??" "Coba kau bilang kenapa Tia tidak mengijinkan kita melakukan perjalanan bersama-sama dengan dia orang tua." "Bukankah ayahmu sudah menjelaskan?, kita melakukan perjalanan dengan berpisah begitu kesempatan untuk bertemu dengan Hong Mong Ling pun menjadi jauh lebih besar." Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya. "Kau kira hanya alasan ini saja ??" "Mungkin memang begitu" Sahut Ti Then tertawa. Dengan manyanya Wi Lian In melototkan matanya ke arahnya. "Hmmm, kau orang sungguh pandai berpura-pura." Di dalam hati Ti Then tahu dia sangat menginginkan dia berkata demikian, lalu ujarnya. "Mungkinkah masih ada satu alasan, tetapi bilamana aku katakan tentu akan dipukul. ." "Siapa yang mau pukul kau??" "Orang yang ada di sampingku" Ujar Ti Then tersenyum. Wi Lian In segera tertawa senang. "Buat apa aku pukul dirimu?? cepat kau katakan tentu aku tidak pukul dirimu" Jilid 17.2: Siapa pembunuh Hong Mong Ling? "Baiklah aku katakan, ayahmu tidak membiarkan diri kita melakukan perjalanan bersama-sama dia orang tua memang masih ada satu alasan, dan alasan itu adalah tidak ingin mengganggu kita berdua."Wajah Wi Lian In segera berubah menjadi merah dadu, dengan nada manya ujarnya. "Aku tidak paham perkataanmu ini" "Baiklah aku bicara lebih jelas lagi, ayahmu mau memberikan kesempatan pada kita berdua untuk melakukan perjalanan bersama- sama dengan begitu kesempatan buat kita berdua untuk bermesra- mesraan pun menjadi lebih banyak." Wi Lian In merasa malu juga girang, dengan perlahan dia mendorong badannya kemudian dengan cepat lari keluar dari dalam kamar. Keesokan harinya, baru saja fajar menyingsing dia sudah datang kekamar Ti Then, ujarnya. "Hey. kita berangkat ini hari saja bagaimanaa??" .."Bukankah ayahmu minta kita berangkat dua hari lagi, sekarang baru satu hari" Ujar Ti Then sambil menguap berulang kali. "Pokoknya kan kita menganggur, berangkat ini hari atau berangkat besok juga sama saja" "Kalau tidak ada bedanya kita berangkat besok saja" Jawab Ti Then cepat. "Tidak, kita berangkat ini hari saja" Melihat kelakuan ini Ti Then tersenyum. "Buat apa begitu cemasnya???" Wi Lian In segera medepakkan kakinya ke atas tanah. "Kau tidak mau berangkat, aku mau berangkat seorang diri." Selesai berkata dia segera putar badannya siap mau pergi. Dengan cepat Ti Then menarik pergelangan tangannya lalu ujarnya sambil tertawa. "Jangan merasa bingung dulu, mau berangkat kita pun harus bersiap-siap dengan buntalan-""Baiklah. kau cepat bersiap-siap. biar aku beritahukan para pendekar pedang merah." Tidak lama kemudian mereka berdua masing-masing dengan mempergunakan seekor kuda berlari meninggalkan Benteng Pek Kiam Po. Wi Lian In kelihatan girang sekali mendengar dia berkata sambil tertawa. "Jarak dari sini ke gunung Kim Hud san masih ribuan lie lagi jauhnya, jika di dalam satu hari kita melakukan perjalanan sejauh dua ratus lie berarti lima hari kemudian haru sampai" " Kau punya rencana jadi tamunya istana Thian Teh Kong??". "Bagaimana bisa dikatakan jadi tamu" Tanya Wi Lian In tertegun- Ti Then tersenyum. "Janyinya si rase bumi Bun Jin Cu masih ada dua puluh hari lamanya, jikalau kita sampai di sana setengah bulan lebih cepat, bukankah sama saja jadi tamu istana Thian Teh Kong ???" Wajah Wi Lien In segera berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus. "Tidak salah, aku sudah lupa kalau perjanyian kita masih ada dua puluh hari lamanya..." "Karena itu kita tidak perlu cepat-cepat, berjalan perlahan pun tidak mengapa." "Tidak sampai lima puluh li satu hari??" Tanya Wi Lian In sambil memandangi wajah Ti Then- "Jikalau kita melakukan perjalanan selambat itu, kiranya kuda kita tidak akan sabaran" "Cepat tidak baik lambat juga tidak baik, lalu kita harus berjalan secara bagaimana?" "Lebih baik kita cari tempat untuk bermain-main".Mendengar perkataan itu Wi Lien In menjadi amat girang. "Bagus sekali, coba kau bilang kita baiknya bermain ke tempat mana ?" "Bagaimana kalau gunung Kim Tong sam" Senyuman yang menghiasi bibir wi Lian In segera berubah menjadi senyuman pahit, dengan perasaan amat terkejut dia teriak tertahan. " Gunung Kim Tong san ?" " Kenapa??" Tanya Ti Then tersenyum. Wi Lian In dengan perlahan menarik napas panjang-panjang, lama sekali baru ujarnya. " Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Gunung Kim Teng sen bukanlah tempat kediaman dari si kakek pemalas Kay Kong Beng". " Kenapa .?" "Kau mau kegunung Kim Teng san apa mem punyai maksud lain?" Tanya Wi Lian In sambil pandang tajam wajahnya. "Tidak ada" Jawab Ti Then sambil menggelengkan kepalanya. "Aku merasa kalau pemandangan di atas gunung Kim Tong san sangat bagus sekali, aku pingin main-main ke sana." "Kau kenal tidak dengan si kakek pemalas Kay Kong Beng ?" "Kenal.. kenal. hanya saja aku tidak punya rencana untuk mencari dia orang, sesampainya di atas gunung Kim Teng san asalkan kita tidak mendekati tempat kediamannya perduli apa sikakek pemalas atau si kakek rajin" . Agaknya Wi Lian In bisa dibuat paham maksudnya. " Kalau begitu baiklah, aku mendengar sifatnya si kakek pemalas Kay Kong Beng sangat aneh, lebih baik kita jangan terlalu mencari gara-gara dengan dia.""Kau pernah dengar dari siapa kalau sifatnya si kakek pemalas Kay Kong Beng sangat aneh??" Tanya Ti Then keheranan- "Dari Tia, Tia pernah katakan walau pun si kakek pemalas Kay Kong Beng itu dari aliran lurus tetapi suka menyendiri dan jadi orang sangat sombong, dia bukanlah seorang manusia yang bisa diajak bergaul." "Perkataan dari ayahmu itu sedikit pun tidak salah, makanya aku sendiri pun tidak suka padanya." "Aku dengar katanya dia berdiam diri di atas puncak paling atas dari gunung Kim teng san, satu hari satu malam terus menerus duduk tidak bergerak. apa betul begitu?" "Tidak salah" Jawab Ti Then sambil mengangguk "Karenanya semua orang memberikan julukan si kakek pemalas kepadanya." "Kenapa dia berbuat begitu?" Tanya Wi Lian In lagi dengan perasaan heran- "Siapa yang tahu, mungkin seperti apa yang ayahmu katakan karena sifatnya yang angkuh, sombong dan suka menyendiri itulah" "Ada orang bilang kepandaian silatnya jauh lebih tinggi dari kepandaian silat ayahku, kau lihat bagaimana??" "Aku pun dengar orang-orang lain berkata demikian, padahal keadaan yang sebenarnya siapa pun tidak tahu" "Sekali pun boleh di hitung kepandaian silatnya sangat jauh lebih dari kepandaian silat ayahku, tetapi ayahku adalah seorang cianpwe yang paling dihormati di dalam Bu lim." "Perkataanmu sedikit pun tidak salah" Sahut Ti Then sambil mengangguk. "Kepandaian silat nomor satu bukanlah suatu yang aneh tetapi sifat paling baik dan nomor satu bukanlah suatu yang luar biasa." Wi Lian In segera tertawa. "Kau lihat bagaimana dengan sifat dan tindak tanduk Tia??""Soal itu sukar untuk dikatakan-" Sekali lagi Wi Lian In tertawa cekikikan- "Tia adalah seorang pendekar sejati, juga seorang malaikat dalam kasih sayang, perkataan ini kau setuju tidak??" "Sangat setuju sekali" Jawab Ti Then sambil mengangguk. " Waktu itu, ketika aku mendengar kalau Tia pernah menikah sebelum kawin dengan ibuku di dalam hati aku benar-benar merasa sangat sedih, kemudian sesudah tahu kalau shu sim Mey telah mati empat puluh tahun yang lalu, kesedihanku menjadi hilang.." "Benar, Ayahmu mengawini ibumu sebagai istri yang syah dan bukannya dijadikan gundik, seharusnya kau tidak punya alasan untuk bersedih hati" "Tetapi ternyata Tia merindukan seorang yang sudah mati empat puluh tahun yang lalu, belasan tahun ini terlalu keterlaluan?" "Kurasa tidak." Sahut Ti Then tersenyum. "orang yang bisa seperti ayahmu sungguh sedikit sekali." "Karena itulah sesudah aku pikir bolak balik bukan saja aku tidak menyalahkan Tia, bahkan semakin menghormati dirinya, karena di dalam dunia ini orang lelaki biasanya suka yang baru dan bosan dengan yang lama, orang seperti Tia yang tidak melupakan cintanya yang pertama sungguh sukar ditemui" "Benar benar" Barulah kali ini Ti Then menganggukkan kepalanya. Mendadak Wi Lian In tertawa merdu. "Sedang kau kemungkinan sekali termasuk salah satu dari sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang." TI Then menjadi tertawa geli. "Bagaimana kau bisa tahu kalau aku jadi orang tidak suka yang baru dan bosan yang lama?" "Aku bisa melihatnya""Mungkin orang semacam aku ini tidak seperti ayahmu" Jawab Ti Then sambil angkat bahunya. "Tetapi aku percaya aku jadi orang suka yang baru dan bosan dengan yang lama" Wi Lian In dengan perlahan menundukkan kepalanya, sambil tertawa malu ujarnya. "Aku mau buktikan dengan menggunakan waktu" "Sedikit pun tidak salah" Sambung Ti Then dengan cepat. "Waktu adalah sebuah cermin, siapa pun tidak bisa menghindarinya" Dengan periahan Wi Lian In menoleh ke arah lain, tanyanya tiba- tiba. "Beritahukan padaku, bilamana Tia mendadak.. mendadak menghendaki dari... kau punya rencana mau berbuat apa?" Sengaja Ti Then pura-pura tidak paham atas perkataannya itu. "Mendadak menghendaki apa. ." Wi Lian In dengan gemas menoleh kembali, sambil tersenyum malu-malu dia melotot kearah Ti Then. "Kau jangan pura-pura tolol, aku tak mau bicara lagi." Sehabis berkata cambuknya segera diayunkan dan dia lantas melarikan kudanya ke arah depan. Mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya menuju ke arah Timur laut sambil melakukan perjalanan mereka tak henti- hentinya mencari jejaknya Hong Mong Ling, akan tetapi sama sekali tidak memperoleh hasil. Di dalam sekejap mata saja sembilan hari sudah berlalu dengan cepat, mereka sudah tiba dipegunungan Kim Teng san. Jarak antara gunung Kim Teng san menuju ke gunung Kim Hud san dimana istana Thian Teh Kong terletak masih ada tiga ratus li jauhnya, walau pun gunung Kim Hud san jauh lebih tinggi dari gunung Kim Teng san ini, tetapi pemandangannya jauh lebih indah,sedang kaum pelancong yang mengunjungi gunung ini pun amat banyak sekali. Mereka berdua segera menitipkan kuda mereka disebuah rumah petani di bawah gunung, dengan alasan mau melancong ke atas gunung mereka melanjutkan perjalanannya naik ke gunung dengan berjalan kaki. Wi Lian In yang sudah pernah mengunjungi berbagai tempat kenamaan tanpa terasa kini mengerutkan alisnya. " Gunung Kim Teng san ini jauh berbeda dengan gunung Go bi kita." Ti Then tertawa. "Apanya yang tidak sama??" Tanyanya "Yang berbeda adalah digunung Go bi jarang ada orang yang melancong." "Ha ha ha. .jadi maksudmu kau suka tempat yang tenang?" Tanya Ti Then sambil tertawa terbahak-bahak. "Benar. tidak seperti digunung ini dimana- mana ada orang yang berpesiar" "Di sana ada sebuah pohon yang usianya sudah ribuan tahun." Ujar Ti Then kemudian sambil menuding ke depan. "Di bawah pohon ada goanya, mari aku bawa kau ke sana. ." Mereka berdua sesudah melihat pohon tua itu segera duduk beristirahat di bawah pohon itu juga, agaknya Wi Lian In bukanlah orang yang suka akan ketenangan, baru saja duduk sebentar mendadak dia sudah bertanya kembali. "Si kakek pemalas Kay Kong Beng berdiam dimana, jaraknya masih jauh?" "Tidak terlalu jauh.. jaraknya dari sini mungkin masih ada puluhan li, kau buat apa bertanya hal ini?"" Tidak mengapa, aku sedang berpikir satu hari penuh dia duduk terus di dalam guanya, apa tidak merasa kesepian dan jemu?" "Di sampingnya masih ada seorang kacung buku yang bisa menghilangkan perasaan jemunya" Jawab Ti Then perlahan. "Bilamana dia melihat ada orang asing yang ke sana,dia bisa marah tidak??" "Hal Ini sih tidak. bilamana kau tidak pergi mengganggu dia dan kau hanya lewat saja di depannya dia tidak akan memperdulikan dirimu" " Kalau memangnya demikian, bagaimana kalau kita pergi lihat- lihat??" "Bukankah kau tidak ingin mencari gara-gara?" Tanya Ti Then sambil tertawa. "Kita tidak usah mengganggu dia, asalkan lewat saja di depan guanya sudah cukup, aku belum pernah melihat sendiri bagiamana wajahnya jagoan nomor satu dari dunia ini." "Ha ha ha. ." Tt Then tertawa terbahah-bahak. "Dia seperti juga manusia biasa punya dua mata ,satu hidung dan satu mulut." Mendengar perkataan dari Ti Then ini wi Lian In menjadi agak gemas.. "Siapa yang bilang dia tidak punya mata hidung dan mulut? aku hanya pingin melihat wajahnya saja." "Baiklah, mari ikut aku." Ujar Ti Then kemudian sambil bangkit berdiri. Demikianlah ..mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya menuju ke tengah gunung. setelah melewati tebing-tebing dan jalan pegunungan sejauh sepuluh li, di hadapan mereka munculah sebuah puncak gunung yang amat megah sekali, sambil menuding ke atas puncak tersebut ujar Ti Then perlahan."Di atas puncak itulah tempat kediaman si kakek pemalas itu, mau naik ke atas?" "Hmm..." Walau pun puncak gunung itu kelihatannya amat megah dan aneh sekali tetapi tidak sukar untuk mendakinya, kedua orang itu dengan cepat mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya masing- masing untuk mendaki ke atas, tidak sampai sepertanakan nasi kemudian mereka sudah tiba di atas puncak tersebut. Di atas puncak gunung sangat jarang terdapat tumbuh- tumbuhan yang tumbuh di sana, pemandangannya bebas dan meluas, baru saja mereka berdua tiba di atas puncak dari kejauhan sudah melihat goa tempat tinggal si kakek pemalas Kay Kong Beng itu, bahkan di depan goa masih kelihatan sesosok bayangan manusia. orang itu..adalah seorang pemuda, saat ini dia sedang berlutut menghadap ke dalam gua. Karena jaraknya yang masih jauh mereka berdua tidak bisa melihat apakah si kakek pemalas Kay Kong Beng ada di dalam goa, juga tidak bisa melihat dengan jelas siapakah pemuda yang sedang berlutut di depan goa itu, Wi Lian In begitu melihat di depan goa tempat tinggal si kakek pemalas Kay Kong Beng terdapat seorang pemuda yang sedang berlutut tidak bergerak. tanpa terasa sudah merasa terkejut, ujarnya dengan suara yang sangat lirih. "Aneh sekali, bukankah orang itu kacung bukunya?" "Bukan-" Jawab Ti Then dengan wajah amat serius. " Kacung bukunya aku pernah bertemu muka dengannya, wajahnya bukan demikian??" "Kalau tidak siapa orang itu?" Tanya Wi Lian In kurang puas "Kenapa dia berlutut di hadapan goa tempat tinggal sikakek pemalas Kay Kong Beng itu?"Ti Then segera terbayang kembali keadaannya setahun yang lalu dimana dia berlutut di hadapan kakek pemalas Kay Kong Beng ini mohon diterima sebagai murid, hatinya segera terasa bergolak, dengan perlahan dia mendengus. "Aku kira orang itu tentu sedang mohon si kakek pemalas Kay Kong Beng menerimanya sebagai murid Hmm. sungguh goblok..." "Bagaimana kau bisa tahu kalau orang itu ingin mengangkat si kakek pemalas Kay Kong Beng sebagai gurunya?" Tanya Wi Van in dengan perasaan amat terkejut. "Hanya orang yang mohon diangkat sebagai muridnya saja yang mau berlutut dengan sangat hormat tanpa bergerak di depan goa tempat kediamannya itu" "Bagaimana kau bisa tahu kalau orang itu sudah berlutut sangat lama sekali di sana?" Tanya Wi Lian In kembali. "Coba kau lihat di atas punggung orang itu sudah terdapat dedaunan kering yang amat banyak sedang saat ini di atas puncak sama sekali tidak ada angin, ranting-ranting pohon pun tidak bergoyang maka aku menduga orang itu tentu sudah berlutut sangat lama sekali" Dengan perlahan Wi Lian In menganggukkan kepalanya. "Jikalau orang itu memang datang untuk mengangkat dia sebagai guru, maka si Kay Kong Beng ini memang sedikit pun tidak punya perasaan-" Mendengar perkataan dari Wi Lian In ini sekali lagi Ti Then tertawa dingini "Kecuali dia disebut sebagai si kakek pemalas yang kerjanya hanya duduk melulu, dia pun memiliki sebuah hati yang amat keras bagaika baja" "Bilamana dia tidak ingin menerima orang itu sebagai muridnya, kenapa tidak mau terus terang saja beritahu kepadanya, sebaliknya menyuruh orang itu berlutut dalam waktu yang amat panjang?""Dahulu aku juga pernah datang ke sini mohon dia menerima diriku sebagai muridnya, dia sepatah kata-kata pun tidak bilang, hanya pejamkan matanya terus sambil duduk tidak bergerak, Hmm. ." "Ooh. ." Seru Wi Lian In sambil pentangkan matanya lebar-lebar. "Kau..kau juga pernah mohon mengangkat dia sebagai gurumu??" "Benar" Sahutnya Tt Then mengangguk. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hal ini benar terjadi kapan??" "Dahulu. ." "Sebelum belajar ilmu dari Bu Beng Lojin?" "Ehmm" Ti Then tidak membuka mulutnya kembali, dia tidak ingin membicarakan peristiwa yang sudah terjadi waktu yang lampau, karena bilamana harus menceriterakan urusan yang sudah lalu maka dia akan menemui kesulitan di dalam menceriterakan asal usulnya itu. Wi Lian In yang melihat dia tidak mau memberi penjelasan sejelas-jelasnya segera mengira dia tidak ingin mengingat kembali peristiwa yang menyedihkan hatinya, karena itu dia pun tidak terlalu mendesak. sambil menarik ujung bajunya dia berkata. "Bagaimana kalau kita lihat-lihat di sana?" "Baik, jika orang itu benar-benar ingin menganggap Kay Kong Beng sebagai guru, lebih baik cepat-cepat kita nasehatkan padanya untuk menghilangkan pikiran ini." Sambil berkata dia segera mulai berjalan menuju ke gua tersebut. Kurang lebih setelah mereka berjalan delapan sembilan kaki dari dimana pemuda itu berlutut, dari sana sudah dapat melihat si kakek pemalas Kay Kong Beng yang ada dalam gua. selang pada saat ini mendadak si kakek pemalas Kay Kong Beng mementangkan matanya lebar-lebar, ujarnya dengan dingin.. "Kau belum pergi?"Usianya kurang lebih sudah mendekati sembilan puluh tahunan, rambut serta jenggotnya sudah memutih bagaikan perak. Wajahnya kaku dan sangat berwibawa disertai sifatnya yang dingin kaku. Pada badannya dia memakai jubah tipis berwarna hijau, mungkin karena sudah terlalu lama duduk di sana seluruh tubuhnya penuh dengan debu sehingga keadaannya mirip sekali dengan seorang pengemis. Pemuda yang berlutut di depan gua ketika mendengar si kakek pemalas Kay Kong Beng membuka mulutnya terlihatlah seluruh tubuhnya tergetar dengan amat keras. segera dengan nada merengek ujarnya. "Hamba mohon kau orang tua mau terima aku sebagai murid, sejak ini hari walau pun di suruh menjadi anying atau kuda sebagai pembalasan jasa hamba juga mau" Ternyata tidak salah, dia memang datang untuk mohon diterima sebagai murid. Tanpa terasa Ti Then mau pun wi Lian In bersama-sama menghentikan langkah kakinya, ketika mereka mendengar kalau si kakek pemalas Kay Kong Beng membuka mulut, hal ini berarti juga pemuda itu mem punyai harapan, karenanya tidak ingin maju untuk mengganggu. Tampak si kakek pemalas Kay Kong Beng mengerutkan alisnya yang sudah memutih, ujarnya dengan suara amat berat. "Sekali pun kau berlutut seratus tahun lagi juga tidak berguna, Lohu sejak dulu sudah ambil sumpah tidak akan menerima murid lagi." Pemuda itu menganggukkan kepalanya berulang kali, dengan nada memohon ujarnya lagi. "Hamba mem punyai dendam berdarah yang harus dibalas, bilamana kau orang tua tidak mau menerima hamba sebagai murid berarti hamba tidak mem punyai kesempatan lagi untuk membalas dendam sakit hati ini. .""Soal ini tidak ada hubungannya dengan lohu" Jawab si kakek pemalas itu dengan suara amat dingin. Hampir-hampir pemuda itu dibuat menangis karena cemasnya, dengan nada isak tangis yang ditahan-tahan mohonnya lagi. " Hamba mohon kau orang tua mau berbuat baik, asalkan kau orang tua tidak mau terima aku sebagai murid. lebih ..lebih baik hamba mati..mati..di sini saja." "Hmmm, setiap orang yang mohon Lohu terima dia sebagai murid tentu bilang punya dendam sakit hati yang harus dibalas, Lohu telah bosan terhadap omongan itu" Pemuda itu tidak bisa menahan isak tangisnya lagi, dengan melelehkan air matanya, rengeknya lagi. "Setiap perkataan yang hamba katakan adalah nyata,jlkalau kau orang tua tidak percaya boleh..boleh pergi menyelidiki sendiri" "Tidak perlu periksa lagi" Potong si kakek pemalas cepat "Lohu sama sekali tidak akan percaya kalau Wi Ci To bisa melakukan pekerjaan yang merugikan orang banyak ini" Ketika Wi Lian In mendengar bahwa persoalan ini menyangkut ayahnya tanpa terasa tubuhnya tergetar keras, segera dia siap maju ke depan untuk menanyai lebih jelas lagi. Ti Then yang melihat tindak tanduknya ini dengan cepat-cepat mencegah dirinya, ujarnya setengah berbisik. "Jangan keburu napsu, kita dengar lagi apa yang akan dikatakan- " Agaknya pemuda itu masih tidak merasakan Ti Then serta Wi Lian In sudah ada di sampingnya, dengan perasaan yang bergolak dia angkat tangannya bersumpah. "Bilamana perkataan dari hamba ada sepatah yang bohong, biarlah Thian memberikan kematian yang mengerikan kepadaku, Wi Ci To bajingan tua itu memang benar-benar sudah membunuh matiayah ibuku bahkan sudah merampas pusaka keturunanku pedang pusaka Khang Lu Po Kiam." -0000000- Ada saat berbicara dia angkat kepalanya, dengan demikian Ti Then serta Wi Lian In bisa melihat bagian dari wajahnya, begitu mereka bisa melihat wajahnya tanpa terasa lagi mereka berdua menjerit kaget. Dialah sinaga mega Hong Mong Ling adanya. Ternyata dia sudah lari ke atas gunung Kim Teng san untuk omong sembarangan di hadapan sikakek pemalas Kay Kong Beng. Wi Lian In merasa terkejut, gusar juga girang dia mana bisa bersabar lebih lama lagi, sambil membentak nyaring dengan cepat tangannya mencabut keluar pedangnya dan menubruk kearahnya. Hong Mong Ling yang mendengar secara tiba-tiba dari belakang badannya muncul suara bentakan nyaring dengan cepat dia menoleh ke belakang, tetapi begitu dilihatnya mereka adalah Wi Lian In serta Ti Then saking terkejutnya dia menjerit keras, hampir- hampir sukmanya ikut melayang saking takutnya, sambil menjerit ngeri dia melayang dan melarikan diri menuju ke samping kanan dari gua tersebut. "Bangsat kau mau lari kemana". Bentak Wi Lian In dengan amat gusar. Tubuhnya dengan cepat menubruk melakukan pengejaran dengan amat cepatnya. Ti Then pun ikut menyusul dari belakang, tubuhnya bagaikan seekor kuda terbang, di dalam sekejap mata saja sudah melampaui diri Wi Lian In dan berada kurang lebih empat kaki di belakang Hong Mong Ling. Tetapi pada saat itulah Hong Mong Ling sudah berada di pinggiran puncak. dengan gugupnya dia tanpa memilih jalan lagi sudah meloncat turun dari atas puncak tersebut. Ti Then yang tidak tahu keadaan dari puncak itu ketika dilihatnya dia meloncat turun dia pun ikut meloncat juga.Tetapi begitu dia sudah meloncat turun segera terlihatlah keadaan dari puncak itu tanpa terasa dia sudah menarik napas dingin, diam-diam pikirnya dtngan perasaan terkejut. "Bangsat cilik kau sungguh-sungguh tidak ingin nyawamu lagi" Kiranya di bawah puncak itu adalah sebuah tebing yang amat curam. jaraknya dengan punggung puncak itu ada dua puluh kaki lebih, sedang ditengahnya sama sekali tidak terdapat pohon yang bisa menghambat daya luncur tersebut, karenanya bila meloncat turun dari sana berarti juga melakukan bunuh diri. Sedang keadaan dari Hong Mong Ling saat ini seperti juga sebuah bintang yang rontok dengan cepatnya meluncur terus kearah bawah. Ti Then yang berada di dalam keadaan terkejut itu tiba-tiba melihat tubuh Hong Mong Ling yang meluncur dengan cepatnya ke bawah itu mendadak mencabut keluar pedangnya. pada saat dia berhasil mencabut keluar pedangnya itulah tubuhnya sudah berada kurang lebih satu kaki dari permukaan tanah. "Triing.." Terdengar suara ujung pedang yang mengenai tanah kemudian disusul dengan suara benturan yang amat keras, seluruh tubuh Hong Mong Ling dengan amat beratnya terlempar jatuh ke atas permukaan tanah. Mungkin karena dia menggunakan pedangnya terlebih dulu untuk menyentuh tanah sehingga bisa membuang sebagian besar dari daya tekanan itu, karena itulah dia tidak sampai menjadi terluka parah setelah jatuh terlentang beberapa saat lamanya dia segera berguling dan bangun kembali untuk kembali melarikan diri ke bawah puncak. Ti Then pun segera ikut menggunakan caranya itu, pedangnya dengan cepat dicabut keluar kemudian dengan gaya menusuk menutul permukaan tanah dan membuang sebagian dari tenaga dan dengan gesitnya dia berguling ke samping. Ketika memandang kembali terlihatlah saat itu Hong Mong Ling sudah berada kurang lebih beberapa kaki jauhnya dari tempatdimana kini dia berada dikarenakan tempat selanjutnya tumbuh dengan rapatnya pohon-pohon maka dengan enaknya dia bisa mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk melarikan diri. Wi Lian In yang berdiri diujung puncak tidak berani langsung meloncat turun dengan cepat teriaknya. " Cepat kejar.. cepat kejar jangan sampai dia lolos kembali." Dengan cepat Ti Then melayangkan tubuhnya ke tengah udara, kemudian dengan kecepatan bagaikan kilat mengejar kearah depan. Agaknya Hong Mong Ling sudah ambil keputusan biar pun dirinya mati juga tidak ingin sampai ditawan kembali oleh Ti Then tampak dengan nekatnya dia terus terjun ke bawah puncak. Ti Then dengan kencangnya mengejar terus dari belakang, satu rintangan demi satu rintangan bisa dilaluinya dengan selamat. Di dalam sekejap mata mereka berdua sudah tiba di kaki gunung, Hong Mong Ling yang pertama-tama mencapai permukaan tanah tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju kearah hutan rimba yang agak lebat di samping tempat itu. Begitu tiba di atas tanah datar kecepatan larinya Ti Then pun semakin lipat ganda, tampak di dalam satu dua kali loncatan saja dia sudah berada kurang lebih beberapa kaki di belakangnya. Agaknya Hong Mong Ling sudah tahu kalau dia tidak mungkin berhasil lolos dari kejarannya, mendadak tubuhnya berputar sedang pedangnya dengan amat dahsyat melancarkan satu serangan mematikan kearah belakang. Ti Then dengan cepat angkat pedangnya menangkis kemudian disusul dengan tiga serangan berantai melanda tubuhnya, di dalam sekejap saja sudah membuat Hong Mong Ling menjadi kalang kabut dibuatnya. Dengan paksakan diri Hong Mong Ling berhasil juga meloloskan diri dari beberapa serangan itu, agaknya dia tahu dirinya sudah terjepit mendadak tertawa sedih."Ti Then, kau sudah rebut calon istriku kini mau bunuh aku lagi, dimana letaknya hati nalurimu?? "Sebetulnya aku tidak punya maksud untuk membunuh kau, tetapi hatimu terlalu jahat,." "Aku hanya ingin mengangkat si kakek pemalas sebagai suhuku, sama sekali tidak mengandung maksud lain" "Kalau begitu kenapa tadi kau bilang Wi Ci To sudah bunuh mati ayah ibumu bahkan sudah merebut barang pusaka turun temurunmu?" Hong Mong Ling menjadi kelabakan dibuatnya. "Itu...itu salahku bicara terlalu cepat, jikalau kali ini kau mau melepaskan aku, aku bersumpah akan mengubah sifatku yang jelek ini." Dengan meminyam kesempatan sewaktu mereka sedang berbicara itulah Ti Then dengan cepat menempelkan ujung pedangnya ke depan ulu hatinya kemudian memaksa dia mepet dengan pohon, bentaknya. " Lepaskan padangmu. " Hong Mong Ling menurut perintahnya dan melepaskan pedangnya ke atas tanah, ujarnya sambil tertawa pahit . "Bilamana kau bunuh mati aku mungkin selama hidupmu akan merasa menyesal. " Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya. "Sekarang aku mau tanya satu urnsan kepadamu, jika kau bisa memberikan jawaban yang memuaskan hati aku segera melepaskan satu jalan kehidupan buat dirimu." Hong Mong Ling menjadi amat girang. "Baik, silahkan bertanya." "Apa tujuan dari Hu Pocu bersekongkol dengan kau untuk menculik pergi nona Wi?""Dia menaruh simpatik kepadaku" Alis dari Ti Then segera dikerutkan rapat-rapat, ujarnya sambil tertawa dingin. "Nona Wi dengan cepat akan sampai di sini, jikalau dia sudah sampai di sini aku tidak bisa membantu kau lagi, makanya cepat kau katakan terus terang." Hong Mong Ling dibuat ragu-ragu beberapa saat lamanya, akhirnya jawabnya juga. "Baiklah, urusan yang sebetulnya adalah begini, ada orang yang melakukan jual beli dengan Hu Pocu dan sanggup memberi dia selaksa tahil perak sebagai balas jasanya, syaratnya adalah mintakan sebuah barang dari dalam Loteng penyimpan kitabnya.." "Siapa orang itu?" Desak Ti Then lebih lanjut. "Dia adalah .." "Plaak" Mendadak keningnya terpukul oleh semacam senyata rahasia sehingga darah segar memancar keluar membasahi empat penjuru. Sebuah batu cadas dengan amat tepatnya bersarang dikeningnya, dikarenakan tenaga sambitan yang amat keras dan kuat membuat batu itu seketika itu juga bersarang amat dalam di dalam kepalanya itu, darah segar memancar keluar dengan amat derasnya. Ti Then menjadi amat terperanyat dengan cepat dia putar pedangnya melindungi badan bentaknya dengan keras. "Kawanan tikus dari mana yang sudah datang, cepat menggelinding keluar. " Batu itu berkelebat dari belakang tubuhnya karena itu segera dia memutar tubuhnya ke belakang, dengan kepandaiannya sekarang serta kecepatan geraknya boleh di kata waktu antara dia putar badannya serta Hong Mong Ling terkena sambaran batu itu hanya terpaut tidak lebih sekejap mata saja, tetapi walau pun dia sudahputar matanya memandang keempat penjuru jangan dikata orangnya sekali pun bayangannya juga tidak tampak. Ti Then merasa terkejut bercampur gusar baru saja dia siap hendak melakukan pengejaran mendadak dari kaki puncak sebelah depannya muncul dua sosok bayangan manusia..si kakek pemalas Kay Kong Beng serta Wi Lian In, segera tanyanya. "Nona Wi, kau melihat tidak seorang melarikan diri dari tempat ini?" Sambil lari mendekat sahutnya Wi Lian In cepat. "Tidak, apa dia berhasil melarikan diri ?" "Yang aku maksudkan bukan Hong Mong Ling" Jawab Ti Then semakin bingung. "Dia adalah orang yang lain dan baru saja menyambit senyata rahasia membunuh mati Hong Mong Ling." Air muka Wi Lian In segera berubah amat hebat. "Ada urusan apa? . , . siapa orang itu ?" Tanyanya dengan amat terperanyatat. "Karena aku tidak melihat dia baru bertanya dengan dirimu, ketika aku putar tubuhku orang itu sudah melarikan diri tanpa bekas.." Agaknya Wi Lian In benar-benar dibuat terperanyat, tanyanya kepada si kakek pemalas Kay Kong Beng yang berdiri disisinya. "Kay Lodianpwe, kau melihat tidak?" "Tidak." Jawab sikakek pemalas Kay Kong Beng sambil gelengkan kepalanya. "Lohu selama ini ikut kau turun kemari, kau tidak melihat sudah tentu Lohu juga tidak melihatnya." Waktu berbicara air mukanya masih tetap dingin kaku dan sangat tawar, agaknya semua urusan tidak ada hubungannya dengan dia."Bajingan. Aku harus cari orang sampai dapat" Seru Ti Then dengan amat gusarnya. Sambil berkata tubuhnya dengan cepat berkelebat mengejar kearah depan. Dia memastikan orang itu tentu orang yang mengadakan jual beli dengan Hu Pocu, pihak lawan sengaja turun tangan membunuh mati Hong Mong Ling tentu bertujuan untuk menutup mulutnya, karena itulah dia sudah bulatkan tekad untuk mencari hingga dapat orang yang melakukan pemibunuhan itu. Wi Lian In ketika melihat Ti Then melakukan pengejaran segera ujarnya kepada sikakek pemalas Kay Kong Beng. "Kay Lo-cianpwe, kau bisa bantu kami untuk carikan orang itu ?" Si Kakek pemalas Kay Kong Beng tetap berdiri ditempat semula. "Lohu tidak ingin terlibat di dalam urusan yang tidak berguna, kalian pergilah cari sendiri" Ujarnya dengan amat tawar. Wi Lian In tidak bisa berbuat apa-apa terpaksa dia mendepakkan kakinya keras-keras ke atas tanah kemudian mengejar dengan mengambil arah yang berlainan. Menanti setelah mereka berdua lenyap dari pandangan barulah sikakek pemalas itu berjalan mendekati mayat Hong Mong Ling yang sudah putus napas itu, lama sekali dia memandang wajahnya kemudian baru menghela napas panjang. "Hati bangsat cilik ini amat jahat, dia seharusnya binasa.." Ujarnya sambil gelengkan kepalanya. Ti Then yang kerahkan tenaga dalamnya sepenuh tenaga membuat larinya pun semakin cepat, bagaikan kilat cepatnya dia melakukan pemeriksaan disekeliling hutan itu. sesudah dicarinya ubek-ubekan selama setengah hari lamanya tetap tidak memperoleh hasil, dia pun dengan uring-uringan terpaksa kembali ketempat semula.Sesampainya di sana tampaklah olehnya si kakek pemalas masih berdiri di hadapan. mayat Hong Mong Ling, dia tidak berani berlaku ayal dengan cepat maju ke depan memberi hormat, ujarnya. " Kay Lo-cianpwe apa masih ingat dengan cayhe ? Dengan perlahan kulit mata si kakek pemalas bergerak melirik sekejapkearahnya. "Bukankah kau sipendekar baju hitam Ti Then yang pada tahun lalu memohon Lohu menerima dirimu sebagai murid?" Ujarnya dengan nada amat tawar. "Benar, urusan tahun yang lalu tidak usah kita ungkap lagi." Terlihat sikakek pemalas sedikit tersenjum. "Jika dilihat dari gerakan tubuhmu tadi kelihatan sekali jauh tebih hebat berpuluh-puluh kali lipat dari tahun yang lalu jagoan dari mana yang sudah menggembleng dirimu ?" "Maaf tidak bisa cayhe sebut" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pada wajah sikakek pemalas Kay Kong Beng sedikit pun tidak kelihatan perasaan tidak puasnya, dia tertawa terbahak-bahak. "Kau bocah cilik apa masih menaruh perasaan marah kepada diri Lohu?" "Tidak." "Kalau begitu bagus sekali, bukannya Lohu tidak pandang dirimu sebaliknya dikarenakan sejak dulu Lohu sudah angkat sumpah untuk tidak menerima murid lagi." "Boanpwe sudah tahu kalau kau orang tua pada waktu yang lampau pernah menerima satu murid kemudian dikarenakan muridmu itu berbuat jahat dan durhaka maka di dalam keadaan gusar kau orang bunuh mati muridmu itu kemudian bersumpah untuk tidak menerima murid kembali, kau orang tua tidak mau menarima murid kembali memang sangat beralasan sekali. ""Benar." Jawab Sikakek pemalas Kay Kong Beng mengangguk. "Makanya Lohu tidak ingin menerima murid kembali dan tidak ingin membunuh mati muridku yang kedua ini." Ti Then dengan perlahan-lahan menoleh memandang keempat penjuru. "Nona Wi kemana?" "Mengejar orang itu." Dengan perlahan Ti Then berjongkok di depan mayat dari Hong Mong Ling dan memeriksanya dengan teliti luka pada bagian kepalanya, ketika dilihatnya batu yang menyambar tersebut bersarang sedalam satu cun tanpa terasa hatinya merasa berdesir juga, ujarnya. "Sungguh hebat tenaga dalam orang itu." Si kakek pemalas Kay Kong Bang hanya mengangguk saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. "Locianpwe sudah tahu orang itu?" Tanya Ti Then lagi sambil menuding kearah mayat Hong Mong Ling. "Tadi sudah dengar dari nona Wi." "Locianpwe bisa percaya terhadap semua omongannya?" "Jikalau dia mengatakan orang lain, Lohu mungkin masih mau percaya, tetapi dia bilang Wi Ci To yang sudah membunuh mati ayah ibunya hal ini Lohu tidak akan mempercayai," Ti Then menjadi amat girang. "Itulah sangat bagus, padahal orang tuanya" , Baru saja berbicara sampai di sini ranting-ranting di atas kepalanya mendadak bergoyang, tampak dengan ringannya Wi Lian In meloncat turun dari atas pohon itu. "Kau menemukan sesuatu?... tanya Ti Then dengan cepat. -ooo0dw0ooo- Jilid 18.1: Pembesar kota Cuo It Sian "Tidak, setan pun tak kelihatan." "Hmm" Dengus Ti Then dengan amat gemasnya. "aku harus berusaha cari dia sampai dapat, dia tak akan lolos dari tanganku" "Sebetulnya tadi sudah terjadi urusan apa?" Tanya Wi Lian In perlahan. Ti Then segera menceritakan pengalamannya terakhir tambahnya. "Di dalam pada saat ini orang yang bisa membayar uang sebanyak satu laksa tahil perak tidak banyak jumlahnya, dengan menurut titik terang itu pasti bisa kita dapatkan." "Si anying langit rase bumi punya banyak uang, mereka juga bisa melakukan" Tiba-tiba si kakek pemalas menimbrung. Dengan perlahan Ti Then gelengkan kepalanya. "Pasti bukan perbuatan dari si anying rase bumi" "Ooh ..." Seru si kakek pemalas. "Dengan berdasarkan hal apa kau berani bicara begini." "Karena sianying langit Kong sun Yau sudah binasa diujung pedang boanpwe." Tanpa terasa air muka si kakek pemalas sedikit berubah. "Kiranya begitu" Sahutnya perlahan. "Kau sanggup membinasakan si anying langit Kong sun You berarti juga kepandaian silatmu sudah mencapai tarap amat tinggi." Ti Then tidak mau menyawab perkataannya itu, kepala Wi Lian In ujarnya. "Bagaimana kalau kita kubur saja mayatnya." Dengan pandangan gemas dan penuh diliputi kebencian Wi Lian In melirik sekejap ke atas jenazah Hong Mong Ling."Bajingan ini sudah melupakan budinya Tia yang sudah membesarkan dirinya, bahkan masih memfitnah dia orang tua menghina dan mengatakan Tia sudah membinasakan ayah ibunya, manusia yang berhati binatang semacam ini buat apa kita kuburkan mayatnya??" "Pokoknya dia sudah binasa, buat apa pikirkan persoalan itu lagi??" Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya. "Kau mau kuburkan mayatnya, kuburlah sendiri aku tidak mau". Terpaksa Ti Then mencabut pedangnya dan seorang diri menggalikan sebuah liang untuk mengubur mayat Hong Mong Ling. "Nona Wi, apakah ayahmu baik-baik saja ??" Tanya sikakek pemalas kemudian kepads Wi Lian In. Wi Lian In tidak berani kurang hormat, segera dia bungkukkan badannya memberi hormat. "Terima kasih atas perhatian cianpwe, Tia baik-baik saja"" "Ehmm. Lohu sudah ada dua tahun lamanya tidak bertemu dengan ayahmu, bilamana kau bertemu dengan dia sampaikan salam dari Lohu." "Baiklah terima kasih atas perhatian cianpwe" Sekali lagi Wi Lian In memberi hormat. "Lohu mau kembali ke dalam goa, apa kalian mau duduk-duduk sebentar di dalam goa?" "Tidak perlu, tidak berani mengganggu ketenangan dari cianpwe" Jawab Wi Lian In dengan gugup. Si kakek pemalas segera tersenyum, dengan cepat bagaikan kilat dia putar tubuhnya dan berlalu dari sana. Saat ini Ti Then sudah selesai mengubur mayatnya Hong Mong Ling, sambil melemaskan otot-ototnya dia memandang bayangan sikakek pemalas yang mulai melayang dengan cepatnya menuju ke atas puncak, gumamnya seorang diri. "Orang tua ini boleh dikatakan baik juga, boleh dikatakan jahat, sungguh membuat orang menjadi bingung." "Perduli bagaimana pun, asalkan dia tidak berbuat kejahatan sudahlah cukup" Sambung Wi Lian In segera. Dengan perlahan Ti Then membersihkan pedangnya kemudian memasukkan kembali ke dalam sarungnya. "Tadi bagaimana dia mau ikut kau datang kemari?" Tanyanya kemudian. "Ketika dia mendengar aku adalah putrinya dari Pek Kiam Pocu sikapnya segera berubah, dia bilang dia tidak akan percaya terhadap semua perkataan dari Hong Mong Ling bahkan mengutarakan kepadaku mau membantu menawan kembali si bangsat cilik Hong Mong Ling itu." Ti Then segera tersenyum. "Kelihatannya di dalam dunia ini dia hanya menghormati ayahmu seorang saja" Wi Lian In pun segera ikut tertawa. "Hal ini berarti juga dia bukanlah seorang yang benar-benar suka menyendiri" "Mari kita pergi dari sini" Wi Lian In segera mengangguk, dengan berdampingan mereka berjalan menuruni gunung itu dengan langkah yang amat perlahan. sembari berjalan tak henti hentinya Ti Then berpikir terus.."Aku tidak bisa menerka di dalam Bulim waktu ini selain si anying langit rase bumi yang memiliki banyak uang siapa lagi yang bisa begitu kayanya kau tahu tidak?" "Kau jangan terlalu percaya atas perkataannya, mungkin sekali dia sedang berbohong""Tidak." Bantah Ti Then segera. "Aku percaya dia bukan sedang berbohong, coba kau pikirlah jikalau dia sedang berbohong kenapa orang lain bisa bunuh mati dia secara tiba-tiba sewaktu dia hendak memberi tahu nama orang yang mengadakan jual beli?" "Tapi waktu itu bukankah Tia sudah membawa kita masuk ke dalam Loteng Penyimpanan kitab untuk melihat-lihat?" Bantah Wi Lian In tidak mau kalah. "Bukankah di dalam loteng itu kecuali terdapat kitab-kitab serta lukisan yang bertumpuk tumpuk hanya ada rahasia pribadi Tia sendiri?" Ti Then hanya tertawa tidak menyawab. Dengan cepat Wi Lian In putar kepalanya memandang dirinya. "Apa kau kira Tia masih menyimpan rahasia yang tidak mau diceritakan pada kita" "Bukan suatu rahasia, tapi semacam barang" "Selamanya Tia menganggap uang perak. mau pun emas seperti kotoran manusia, dia tidak akan menyimpan barang-barang berharga yang bernilai satu kota" Ti Then tidak ingin membuat dia tidak gembira segera ujarnya lagi. "Ehm, kemungkinan sekali orang yang melakukan jual beli itu tahu kalau ayahmu memiliki sebuah Loteng Penyimpanan kitab yang amat misterius, lalu sudah mengangap di dalamnya pasti tersimpan barang-barang berharga, dengan demikian timbulah hati serakahnya dan menggunakan uang sebesar selaksa tahil perak untuk menyuruh Hu Pocu masuk ke dalam Loteng Penyimpan kitab itu melakukan pencurian" Wi Lian In segera mengangguk tanda menyetujui pendapatnya ini."Yang aneh kenapa Hu Pocu mau menyanggupi permintaan orang lain dan melakukan pekerjaan yang begitu memalukan terhadap Tia." "Uang sejumlah satu laksa tahil perak. jumlah itu bukanlah suatu jumlah yang kecil sudah tentu setiap orang terpancing itu"Jawab Ti Then tertawa. "Sedangkan orang yang melakukan jual beli itu ternyata tak tahu barang apa yang sudah disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab itu sehingga berani mengeluarkan uang satu laksa tahil perak ..Hm siapa dia?" Berkata sampai di situ mendadak dia menghentikan langkah kakinya, sedang air mukanya penuh diliputi oleh perasaan terkejut bercampur ragu-ragu. Ti Then yang melihat perubahan wajahnya segera tahu tentu dia sudah teringat siapa orang yang bisa melakukan jual beli itu, hatinya menjadi amat girang, tanyanya dengan cepat. "Siapa?" "Tidak mungkin, tidak mungkin." Seru Wi Lian In kembali sambil gelengkan kepalanya "Dia tak mungkin mau melakukan pekerjaan semacam ini." "Siapa yang kau maksudkan?" Desak Ti Then lagi. "Pembesar kota atau sian Thay ya, Cuo It Siang" Pikiran Ti Then menjadi terang kembali. Tak salah dalam Bu lim selain si Anying langit Rase Bumi, boleh dihitung sian Thay ya Cuo It Sian saja yang paling kaya. "Tapi aku berani pastikan dia pasti bukanlah orang yang melakukan jual beli itu" Ti Then berpikir sebentar kemudian mengangguk. "Ehmm, si pembesar kota Cuo It Sian merupakan seorang pendekar tua yang sudah mem punyai nama sangat terkenal didalam dunia kang ouw, dengan sifat dan tindak tanduknya setiap hari dia tak mungkin mau melakukan pekerjaan semacam ini ..." Kiranya yang dikatakan sebagai pembesar kota Cuo It Sian dalam Bu lim mem punyai nama yang sangat terkenal sekali, dia bukan saja pandai di dalam ilmu silat dalam hal ilmu surat menyurat pun sangat jempolan, pada waktu yang lampau sesudah dia lulus dalam ujian negara dia diangkat sebagai pembesar kota tapi baru saja menyabat kedudukan itu satu tahun lamanya dia sudah meletakkan jabatannya, sebabnya karena di dalam melakukan penyelidikan dan pemeriksaan soal pembunuhan, para pembunuhnya ternyata adalah para enghiong hohan yang sedang membela keadilan. Dia tahu kedudukannya sebagai pembesar sangat terikat karenanya segera letakkan jabatannya pulang kam pung. sejak waktu itu dia sering berkelana di dalam Bu lim sebagai seorang pendekar yang menegakkan keadilan. Dengan harta peninggalan leluhurnya yang begitu banyak. bukan saja hidupnya cukup dan senang bahkan suka membantu kepada yang lemah dan karena itulah semua orang di dalam Bu lim menyebut dirinya sebagai Sian Thay ya. Dengan perkataan lain, dia merupakan seorang pendekar yang membenci akan kejahatan, manusia semacam ini sudah tentu tidak mungkin mau melakukan jual beli dengan Huang puh Kiam Pek untuk mencuri barang dari Wi Ci To. "Tetapi..." Ujar Ti Then lagi sesudah berpikir beberapa waktu lamanya. "Selain dia, siapa lagi yang bisa mengeluarkan uang sebanyak selaksa tahil perak???" "Mungkin orang yang melakukan jual beli itu bukanlah orang dari kalangan Bu lim." Ti Then segera tertawa. "Kalau begitu kau tidak setuju dengan pendapatku tadi?" "Apa pendapatmu?" Tanya Wi Lian In melengak."Aku tadi berpendapat kalau orang yang membunuh mati Hong Mong Ling adalah orang yang melakukan jual beli dengan Hu Pocu." "Tetapi dengan kepandaian silatnya yang tidak lemah, jikalau dia ingin mencuri semacam barangnya Tia bukankah bisa turun tangan sendiri?" Bantah Wi Lian In cepat. "Sebabnya bisa sangat banyak sekali, sekarang aku baru tahu satu sebabnya saja, tentu dia sudah menyelidiki keloteng Penyimpan kitab itu dan mengetahui di sana sudah terpasang alat-alat rahasia yang amat lihay, karena tahu tidak bisa turun tangan sendiri lalu melakukan jual beli dengan diri Hu Pocu" Tanpa terasa Wi Lian In menganggukkan kepalanya. "Ehmm, masih ada satu sebab lagi, tentu orang yang melakukan jual beli itu mem punyai hubungan persahabatan yang amat erat dengan diri Hu pocu, makanya Hu pocu baru menyanggupi ... ." Berbicara sampai di sini mendadak air mukanya berubah kembali dengan amat hebatnya. "Jika demikian adanya, itu sian Thay ya Cuo It Sian merupakan orang yang patut dicurigai." Dengan tajam Ti Then memandangi wajahnya. "Apakah Cuo It Sian sangat baik dengan Hu Pocu?" "Benar, mereka merupakan sepasang sahabat yang paling erat" "Kalau begitu, kita bisa pergi mencari Cuo It Sian untuk diajak berbicara" "Rumahnya ada dikota Tiong khin Hu, darisini masih ada tiga hari perjalanan" "Ehmm perjanyian dengan si rase bumi Bun Jin cu masih ada dua belas hari lamanya, masih ada waktu." Ujar Ti Then segera. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo " Kalau begitu mari kita berangkat."Mereka berdua segera turun dari gunung Kim Teng san, setelah mengambil kudanya kembali di rumah petani mereka segera berangkat memasuki daerah siok Khin. Tiga hari kemudian sampailah mereka di kota Tiong khin Hi Hari itu siang hari sudah menjelang, sinar matahari dengan amat teriknya memancarkan sinarnya ke seluruh jagad. Mereka berdua sesudah menangsal perutnya disebuah kedai rumah makan dan bertanya alamat dari Cuc It sian barulah menunggang kuda masing- masing menuju ke sana. Ujar Wi Lian In kemudian ketika berada ditengah jalan. "Sesudah bertemu muka nanti kita harus menggunakan cara apa untuk membuktikan dia benar atau bukan orang yang melaksakan jual beli tersebut??" "Pertama-tama kita beritahukan kepadanya terlebih dulu kalau kita baru saja pulang dari gunung Kim Teng san, jikalau dia memang benar orang yang melakukan jual beli itu setelah mendengar perkataan kita air mukanya pasti berubah, dengan berdasarkan hal ini sedikit-dikitnya kita bisa buktikan kalau dia adalah si pembunuh Hong Mong Ling. Jika air mukanya sama sekali tidak berubah?" Tanya Wi Lian In kemudian. "Kalau memang begitu kita beritahukan kepadanya kalau Hu Pocu karena gagal melakukan pekerjaan kini sudah bunuh diri dan ayahmu perintahkan kita berdua untuk sengaja menyambangi dirinya untuk dimintai beberapa petunjuk. jika kita bicara begini bilamana dia adalah orang yang melakukan jual beli itu air mukanya tidak bisa tenang-tenang saja, sedikit berubah saja kita bisa pastikan dia itu orangnya" "Pendapatmu sungguh bagus sekali, baiklah kita lakukan demikian saja." Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo