Pendekar Patung Emas 23
Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Bagian 23
Pendekar Patung Emas Karya dari Qing Hong Pada saat mereka berbicara itulah tanpa terasa sudah tiba di depan rumah Cuo It Sian. Bangunan ini amat besar dan megah sekali, pintu depan dicat merah darah sedang tembok yang mengelilingi bangunannya amat tinggi sekali, sedang tangga batu yang menghubungkan jalandengan pintu dibuat dari ubin yang mengkilap. satu kali pandang saja sudah tahu kalau dia merupakan seorang hartawan yang sangat kaya, baru saja mereka berdua tiba di depan pintunya terlihatlah seorang pelayan tua sudah menyambut kedatangan mereka, ujarnya sambil merangkap tangannya memberi hormat. "Kalian berdua mau cari siapa ?" Sengaja Ti Then perlihatkan sikapnya yang amat dingin dan angkuh. "Mau cari Lo ya kalian" "Oooh .. tolong tanya siapa nama dari kongcu?" Tanya pelayan tua itu lagi sambil tertawa. "Cayhe Ti Then sedang dia adalah nona Wi, putri kesayangan dari Pek Kiam Pocu, kami sengaja datang menyambangi lo ya kalian" Ketika pelayan itu disebutkannya nama ini, sikapnya semakin ramah lagi, berkali-kali dia rangkap tangannya memberi hormat. "Kiranya kalian datang dari Pek Kiam Po, silahkan masuk ke dalam untuk minum teh." Selesai berkata dia bergegas ke samping mempersilahkan tamu- tamunya untuk masuk. "Apa Lo ya kalian ada dirumah?" Tanya Ti Then mendadak. "Lo ya baru saja keluar rumah, tapi orangnya ada di dalam kota saja..Silahkan kalian berdua tunggu sebentar di dalam blar Lo han segera kirim orang cari dia kembali" Ti Then segera mengangguk. Ia dan Wi Lian In segera masuk ke dalam ruangan dalam. Pelayan tua dengan memimpin mereka berjalan masuk melalui ruangan tengah, ruangan minum teh dan akhirnya berbelok ke suatu serambi yang amat panjang, setelah itu barulah sampai disuatu ruangan tamu yang amat kecil tapi indah sekali. Pelayan tua itu segera mempersilahkan mereka berdua untuk duduk ujarnya:"Lo ya kami selamanya paling suka menerima tamu-tamu terhormat di dalam ruangan tamu yang kecil ini, kalian berdua jangan sampai marah" Sambil berkata dia meletakkan dua cawan teh wangi ke depan Ti Then serta Wi Lian In sambungnya. "Kalian berdua tunggulah sebentar di sini, biariah Lo han kirim orang untuk panggil Lo ya kami kembali" Selesai berkata dia segera memberi hormat dan mengundurkan diri dari dalam ruangan. Wi Lian In setelah melihat pelayan tua itu pergi baru bergeser ke samping tubuh Ti Then, ujarnya dengan suara rendah. "Aku rasa.. mungkin kita sudah salah anggap orang lain". "Kenapa ??" Tanya Ti Then sambii tersenyum. "Coba kau lihat orang lain begitu kaya tapi tidak menjadi sombong karenanya, bahkan terhadap orang lain begitu ramah, bagaimana bisa jadi orang yang bermaksud jahat ??" "Tahu orangnya tahu wajahnya belum tentu tahu hatinya, di dalam dunia ini banyak orang yang menggunakan kedok orang baik padahal hatinya amat busuk dan tersimpan niat-niat jahat yang berada diluar batas." Wi Lian In segera mengerutkan alisnya. "Tapi aku rasa Cuo It Sian bukanlah manusia semacam ini. ." "Aku juga tidak berani pastikan dialah orang yang melakukan jual beli tersebut tetapi kita harus mengadakan penyelidikan juga terhadap dirinya." "Ehmmm .... nanti sesudah bertemu dengan dia apa yang kita ucapkan lebih baik sedikit sopan dan halus sehingga tidak sampai mencelakai orang lain." "Aku sudah tahu, kau berlegalah hati". sahut Ti Then sembari tertawa.Dengan perlahan Wi Lian In angkat cawannya dan mereguk sedikit teh itu, ujarnya kemudian. "Teh ini sungguh wangi sekali, entah menggunakan daun teh apa namanya??" Ti Then pun ikut meneguk satu tegukan, kemudian sahutnya. "Inilah yang dinamakan Yu Cian, aku pernah minum teh ini dahulu." "Apa itu Yu Cian??" "Itulah Teh yang dipetik sebelum musim pemghujan, teh semacam ini sesudah direndam dengan air panas yang mendidih kemudian diletakkan di bawah sorotan sinar matahari segera akan timbul suatu warna yang menyilaukan mata, bukan saja rasanya gurih dan harum bahkan sangat mahal harganya" Tidak tertahan lagi Wi Lian In meneguk lagi satu tegukan ujarnya kemudian sambil tertawa. "Pengalaman dan pengetahuanmu sungguh amat luas." . Ti Then pun ikut tertawa. "Itu bukanlah terhitung apa- apa." "Cuo It Sian sudah begitu tidak aneh kalau dia tidak ingin menyabat sebagai pembesar lagi, coba kau lihat tempat tinggalnya ini saja mungkin hampir meliputi seratus dua ratus kamar banyaknya." "Tidak salah, disekitar kota Cong cin -Hu mi semua bangunan kebanyakan tidak sebesar rumah ini" Baru saja mereka berbicara sampai di situ tampaklah pelayan tua tadi sudah berjalan masuk bersama-sama seorang tua yang memakai pakaian amat perlente sekali" Ti Then segera mengira kakek tua berbaju perlente itu adalah si sian Thay ya, dengan cepat dia bangkit berdiri: Pelayan tua itu dsngan cepat berkata sambil tertawa:"Ini adalah kuasa kami, Lo ya kami sebentar lagi baru kembali" "ooh... Ti Then tidak berani berlaku ayal, segera dia rangkap tangannya memberi hormat kepada orang itu. "selamat bertemu, selamat bertemu." Orang tua itu cepat-cepat balas memberi hormat, ujarnya ssmbari tertawa. "Ti Siauw hiap silahkan duduk, majikan kami baru saja keluar harap tunggu sebentar lagi." Ti Then segera mengucapkan kata-kata merendah dan duduk kembali ke tempat semula. Kuasa she Go itu pun duduk di hadapan mereka, kepada Wi Lian In tanyanya. "Nona ini apakah putri kesayangan dari Wi Pocu??" Wi Lian In dengan tersenyum malu-malu menundukkan kepalanya, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Kuasa she Go itu pun segera menoleh kepada Ti Then kembali. "Aku dengar katanya Ti siauw hiap sudah diangkat sebagai Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam Po??" "Benar. ." "Sungguh soorang pemuda enghiong" Puji kuasa she Go itu. "Para pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po semuanya merupakan jago-jago nomor wahid di dalam Bu lim, dengan usia dari Ti Siauw hiap yang masih demikian muda ternyata dapat menduduki di atas para pendekar pedang sungguh merupakan suatu hal yang aneh dan sukar untuk dipercaya." "Terima kasih atas pujian diri Penguasa Go, cayhe tidak berani untuk menerimanya" "Ini hari Ti Siauw hiap serta nona Wi datang kemari entah mem punyai urusan apa? " Tanyanya lagi dengan sopan. "Kami sengaja datang untuk menyambangi majikan kalian-""Oooooh... terima kasih, terima kasih..Ehm, aku dengar katanya di dalam Benteng Pek Kiam Po pada waktu-waktu mendekat ini sudah berturut-turut terjadi beberapa urusan entah berita ini benar tidak..." "Penguasa Go sudah mendengar berita apa?" Tanya Ti Then dengan amat cepat. Penguasa Go melirik sekejap kearah Wi Lian In kemudian sambil tertawa jawabnya. " Urusan mengenai Hong siauw hiap dan nona Wi..." "Sedikit pun tidak salah, samuanya memang peristiwa yang nyata"jawab Wi Lian In dengan mantap. "Heeeii .. sungguh tidak nyana Hong siauw hiap dia orang ternyata sudah terjurumus ke dalam lembah yang demikian hinanya, sungguh sayang sekali." "Hong Mon Ling sudah mati." Seketika itu juga penguasa Go menjadi sangat terperanyat. "oooh, ayahmu..ayahmu yang hukum mati dia?" "Bukan" "Lalu. , lalu bagaimana dia bisa mati?" Tanya penguasa Go itu semakin terperanyat. saat itulah Ti Then secara tiba-tiba memotong. "Majikanmu kapan baru kembali?" Agaknya penguasa Go menjadi melengak atas dipotongnya perkataan ini, tapi dengan cepat dia sudah sadar kembali kalau Ti Then tidak senang dia mencampuri urusannya, dengan wajah penuh senyuman paksa ujarnya kemudian. "Sudah hampir datang, tadi majikan kami sedang pergi cari teman untuk diajak ngobrol, mungkin sebentar lagi sudah kembali, apakah Ti siauw hiap ada urusan yang penting?" "Ooh..tidak begitu penting, hanya ada satu urusan yang hendak minta keterangan darinya" "Entah urusan apakah itu?" Tanya penguasa Go cepat."Urusan ini lebih baik dibicarakan sesudah bertemu muka sendiri dengan majikan kalian-" "Baik..baik. ." Seru penguasa Go berulang kali sambil tertawa malu. "Silahkan kalian menunggu sebentar..ooh iya, apa kalian berdua sudah bersantap" "Sudah." "Jikalau belum bersantap, kalian berdua tidak usah terlalu sungkan- . oooh.. majikan sudah datang." Ti Then mau pun Wi Lian In segera menoleh ke arah luar ruangan, ternyata tidak salah seorang tua beejubah hijau dengan langkah tergesa-gesa berjalan menuju ke dalam ruangan tamu yang amat kecil itu. Kakek tua itu berusia kurang lebih delapan puluh tahunan, rambutnya sudah memutih semua, sedang alisnya amat panjang sampai di bawah mata, hidungnya yang mancung serta wajahnya yang merah bersinar menunjukkan suatu semangat yang tinggi serta keangkeran yang tak terbantahkan. Wi Lian In pernah bertemu dengan Sian Thay ya Cuo It Sian ini, karenanya begitu dilihatnya si pembesar kota itu datang segera dia bangkit berdiri untuk menyambut. Ti Then yang berada di sampingnya pun segera ikut bangkit berdiri. Dengan langkah yang amat cepat si pembesar kota Cuo It san berjalan masuk ke dalam ruangan tamu itu, begitu dilihatnya Wi Lian In berdiri di sana segera dia tertawa terbahak bahak. "Haa..hee..hey budak. angin apa yemg meniup kau datang ke sini?" Wi Lian In tidak berani berlaku ayal di hadapan seorang cianpwe segera dia menjura uutuk memberi hormat. "Wi Lian In datang menghunjuk hormat kepada Cue locianpwe." "Haa..hee..hee. ." Sipembesar kota Cuo It Sian tertawa lagi. "Benerapa tahun tidak bertemu, kau sudah bertambah tinggi"sambil tertawa malu Wi Lian In menundukkan kepalanya rendah- rendah, tanpa memberikan jawaban. Dengan perlahan Cuo It Sian menoleh kearah Ti Then, tanyanya sambil tertawa. "Apakah saudara ini adalah Ti Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam Po, si pendekar baju hitam Ti Then?" Ti Then pun segera merangkap tangannya memberi hormat. "Boanpwe memberi hormat, harap cianpwe suka memaafkan-" "Tidak perlu begitu sungkan, cepat duduk untuk berbicara" Seru Cuo It san tertawa. Penguasa Go pun dengan cepat mengundurkan diri dari sana, demikianlah tua muda tiga orang segera mengambil tempat duduknya masing-masing. Pertama-tama Cuo It Sian yang buka mulut. "Apakah ayahmu tidak datang??" Tanyanya. "Tidak" "Sudah ada beberapa tahun lamanya lohu tidak mengunjungi Benteng Pek Kiam po, apakah ayahmu serta Hu Pocu baik-baik saja??" Wi Lian In tidak menyawab, dia hanya melirik sekejap kearah Ti Then. Cuo It Sian yang melihat air muka mereka sedikit aneh segera menjadi tertegun. "Ada urusan apa??" Tanyanya keheranan. Sepasang mata Ti Then dengan amat tajamnya memandang ke atas wajahnya, kemudian baru jawabnya dengan perlahan. "Urusan ini sangat panjang untuk diceritakan, kali ini boanpwe serta nona Wi sengaja dari gunung Kim Teng san datang ke mari untuk menyambangi diri Locianpwe" Ketika Cuo It Sian mendengar jawaban ini dia sepertinya merasa keheranan, sambil mengedip-ngedipkan matanya dia balas pandangsekejab Ti Then-" Kalian datang dari gunung Kim Teng san, apa arti perkataan ini??" Air mukanya hanya diliputi oleh perasaan terkejut dan heran, sama sekali tidak terdapat perasaan ragu-ragu serta takutnya. Ti Then dengan amat tajamnya memandang wajahnya terus, tambahnya. "Benar kami datang dari gunung Kim Teng san, sengaja datang menyambangi diri locianpwe." Tanpa terasa Cuo It Sian menggerutkan alisnya rapat-rapat, dengan perasaan bingung ujarnya. "Jadi maksud kalian- kalian baru saja naik kegunung Kim Teng san untuk untuk menyambangi si kakek pemalas Kay Kong Beng kemudian datang ke rumah Lohu?? Ini..ini berarti ada urusan apa?" Ti Then sedikit pun tidak melihat adanya perubahan yang aneh pada wajahnya, tanpa terasa dia dibuat gugup juga, ujarnya. "Apakah Locianpwe tidak tahu kalau Hu pocu kami sudah bunuh diri??" Air muka Cuo It Sian seketika itu juga berobah amat hebat, mendadak dia bangkit berdiri teriaknya dengan terperanyat. "Apakah Huang Puh Kiam Pek bunuh diri? dia kenapa mau bunuh diri??" Kali ini walau pun air mukanya berubah amat hebat tetapi perubahan ini jelas sungguh berubah, dan bukannya berubah seperti apa yang dibayangkan oleh Ti Then semula. Ti Then segera mem punyai dugaan kalau dia bukanlah orang yang melakukan jual beli serta membunuh mati Hong Mong Ling, karena jika dia betul-betul orangnya tidaklab mungkin perubahan wajahnya begitu sungguh-sungguh, karenanya perasaan curiga yang semula ditujukan kepada diri pembesar kota Cuo It Sian inipun menjadi goyah juga. Dia menarik napas panjang-panjang, lama kemudian barulah ujarnya. "Inilah hal yang Wi Pocu sangat ketahui, karenanya Wi pocu memerintahkan boanpwe untuk datang kemari minta petunjuk dari Locianpwe, karena Lo cianpwe sudah bersahabat sangat lama sekali dengan diri Hu Pocu, kemungkinan sekali Locianpwe tahu mengapa Hu Pocu bunuh diri" Dengan perasaan terkejut bercampur heran Cuo It Sian memandang wajah Ti Then tak berkedip. "Lohu sudah ada dua tiga tahun lamanya tidak bertemu dengan Hu Pocu, dia Heey..coba bagaimana kalau kalian Ceritakan dulu dengan teliti keadaan yang sudah terjadi??" Ti Then menundukkan kepalanya berpiklt sebentar, kemudian barulah mengangguk. "Baiklah, urusan ini harus diceritakan sedari Wi pocu membatalkan ikatan jodoh antara Hong Mong Ling dengan nona Wi, tentang urusan ini tentunya Locianpwe sudah dengar berita dari orang lain bukan?" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Benar, pernah mendengar tentang berita ini" "Ada satu malam boanpwe sedang bermain Catur dengan Hu Pocu sehingga jauh malam mendadak budak kami datang melapor kalau nona Wi sudah lenyap tanpa bekas, Hu Pocu serta boanpwe segera berangkat menuju ke kamar untuk mengadakan pemeriksaan, menurut keadaan pada waktu itu kami mengambil kesimpulan kalau nona Wi sudah diculik, oleh Hu Pocu memerintahkan seluruh pendekar pedang yang ada di dalam Benteng untuk mengadakan pemeriksaan di empat penjuru.." "Waktu itu apakah Wi Pocu tidak berada di dalam Benteng??" Potong cuo It Sian mendadak. "Benar, Wi Pocu serta seorang pendekar pedang merah karena ada urusan sudah keluar Benteng, tetapi pada keesokan harinya Wi Pocu sudah kembali lagi ke dalam Benteng dan sekali lagimenggerakkan semua pendekar pedang yang ada di dalam Benteng untuk melakukan pengejaran. Hu Pocu serta boanpwe pada pagi hari-hari ketiga bersama-sama meninggalkan Benteng Pek Kiam Po ,," Segera dia menceritakan kembali bagaimana dia menerima undangan dari si setan pengecut, bagaimana melukai kulit kepala si Setan pengecut itu di atas gunung Kim Teng San menolong kembali Wi Lian In lalu bagaimana mengetahui bahwa Huang Puh Kian Pek adalah si setan pengecut itu. Ketika selesai mendengar cerita itu Cuo It Sian saking.terperanyatnya sudah menjerit tertahan, tanyanya. "Apakah sesudah kalian berhasil membuka rahasianya lalu dia melakukan bunuh diri?" "Benar." Sahut Ti then mengangguk. Sebelum dia melakukan bunuh diri apakah tidak mengatakan kenapa dia sampai bersekongkol dengan Hong Mong Ling untuk menculik diri Nona Wi?" Terpaksa Ti Then berbohong sahutnya. "Benar, dia bilang sudah menerima pesanan jual beli dari seseorang, orang itu sanggup membayar selaksa tahil perak Kepadanya dengan syarat mencurikan semacam barang Wi Pocu dari dalam Loteng Penyimpan Kitabnya" Air muka Cuo It Sian sedikit pun tidak berubah, tanyanya dengan cemas. "Siapakah orang yang sudah melakukan jual beli dengan Hu Pocu itu?" Ti Then tidak segera memberikan jawabannya, hanya ia terus menerus memperhatikan perubahan air muka pihak lawan, sebentar kemudian setelah merasa yakin kalau dia bukanlah orang yang melakukan jual beli itu, jawabnya:"Hu Pocu hanya mengatakan ada orang yang melakukan jual beli dengan dia dengan upah selaksa tahil perak, karena untuk sesaat dia menjadi rakus akan harta makanya baru menerima permintaan tersebut sedangkan siapa yang sudah melakukan pekerjaan ini dia sama sekali tidak mau mengatakannya" Dia berhenti sejenak, kemudian sambungnya. "Kiranya Wi Pocu tahu kalau Locianpwe mem punyai hubungan persahabatan yang sangat erat dengan Hu Pocu selama puluhan tahun lamanya, sengaja mengirim boanpwe kemari untuk minta keterangan barangkali locianpwe mengetahui sedikit urusan ini" Cuo It Sian mengerutkan alisnya rapat-rapat, lama sekali dia tidak menyawab, kurang lebih seperminum teh kemudian baru terdengar dia membuka mulutnya member jawaban. "Selama ini Hu Pocu jadi orang amat jujur dan berhati lurus bagaimana bisa melakukan pekerjaan semacam ini? Hei, sungguh membuat orang merasa diluar dugaanTiSiauwhiap tadi bilang baru saja pulang dari gunung Kim Teng San, sebetulnya apa arti dari perkataan ini?" "Setelah Boanpwe serta nona Wi menerima perintah untuk meninggalkan Benteng ditengah jalan sudah mendengar perkataan dari seorang kawan Bulim yang mengatakan pernah bertemu muka dengan Hong Mong Ling di atas gunung Kim Teng San, karenanya segera boanpwe berdua berangkat menuju ke atas gunung Kim Teng San dengan harapan bisa menawan dia" "Tidak salah."Sahut Cuo It Sian mengangguk. "Jikalau bisa berhasil menawan Hong Mong Ling maka kita bisa tahu juga siapa orangnya yang sudah melakukan pekerjaan jual beli itu akhirnya apa kalian berhasil menawan dia kembali?" "Setelah boanpwe berdua tiba di atas gunung Kim Teng San, pada waktu itulah sudah menemukan kalau Hong Mong Ling sedang berlutut di depan gua tempat kediaman Si kakek pemalas Kay Kong Beng, dia sedang memohon si kakek pemalas Kay Kong Beng maumenerimanya sebagai murid dengan harapan bisa memperoleh sebuah sandaran." "Lohu dengar si kakek pemalas sudah bersumpah untuk tidak menerima murid kembali, mungkin dia tidak akan diterima sebagai muridnya bukan?" "Benar" Jawab Ti Then mengangguk. "Ketika dia melihat boanpwe berdua muncul di sana dengan gugup segera melarikan diri, tetapi ketika sampai di bawah puncak dia sudah berhasil boanpwe tawan dan pada saat boanpwe sedang paksa dia untuk memberitahukan nama orang yang melakukan jual beli itu, baru dia mau menyawab saat itulah sebuah batu cadas sudah menyambar datang dan tepat menghajar batok kepalanya sehingga binasa" "Haaaa.siapa orang itu?" Tanya Cuo It Sian kaget. "Sudah tentu orang yang sudah melakukan jual beli dengan Hu Pocu, dia sengaja turun tangan membunuh Hong Mong Ling untuk melenyapkan kesaksian." "Siapakah orang itu ?" Tanya Cuo It Sian lagi sambil memandang tajam wajahnya. Ketika Ti Then melihat dia betul-betul tidak memperlihatkan sedikit perubahan pun segera memastikan kalau dia bukanlah orang yang sudah melakukan jual beli itu, karenanya dengan terus terang jawabnya. "Sungguh sayang sekali boanpwe sama sekali tidak melihat dirinya, begitu batunya menyambar segera dia melarikan diri dari sana, karena itu boanpwe tidak berhasil menawan dia kembali." "Heey sungguh sayang sekali" "Kenapa tidak, tetapi boanpwe percaya cepat atau lambat akhirnya aku berhasil juga menawan dia, karena di dalam Bu-lim orang yang bisa membayar uang sebesar satu laksa tahil perak tidak banyak jumlahnya."Mendengar perkataan itu air muka Cuo It Sian segera berubah amat hebat, sepasang matanya mernancarkan sinar yang amat tajam, sesudah memandang beberapa saat lamanya ke atas wajah Ti Then pada air mukanya segera timbullah senyumannya yang amat dingin. "Lohu sekarang paham, kalian sudah mencurigai Lohu kalau adalah orang yang melakukan jual beli dengan Hu Pocu" "Tidak berani, tidak berani..locianpwe sudah salah paham" Cuo It San tertawa dingin. "Lohu merupakan salah satu orang yang sanggup membayar uang sebesar selaksa tahil Perak, ditambah lagi merupakan kawan baik dari Hu Pocu, bukan begitu?" "Nama besar dari locianpwe sudah tersebar diseluruh Bu-lim, mana boanpwe berdua berani menaruh perasaan curiga terhadap diri locianpwe, kedatangan boanpwe ini hari hanya mengharapkan locianpwe mau member sedikit gambaran dan sedikit keterangan kepada kami, selain itu tidak punya maksud lainnya" Sekali lagi Cuo It Sian memandang tajam wajahnya, dengan diiringi suatu senyuman yang amat tidak gembira ujarnya. "Jikalau perkataanmu ini tidak bohong, Lohu di sini minta maaf terlebih dulu karena tidak bisa membantu kalian sebab lohu sendiri juga tidak tahu siapa orangnya yang patut dicurigai" "Di dalam dunia kangouw saat ini kecuali locianpwe serta si anying langit rase bumi siapa lagi yang amat kaya?" "Lohu tidak tahu" Sahut Cuo It Sian sambil gelengkan kepalanya, Bilamana kalian menganggap siapa yang kaya dialah manusia yang patut dicurigai boleh dikata pikiran kalian terlalu kekanak-kanakan" "Tetapi hal ini sangat beralasan sekali" Timbrung Wi Lian In yang selama ini bungkam terus. "Kalau begitu" Ujar Cuo It Sian lagi sambil tertawa dingin tak henti-hentinya."Lohu juga termasuk salah seorang yang patut dicurigai bukan? Coba kalian ke kota dan tanyakan kepada penduduk di sini selama dua bulan yang baru lalu pernahkah Lohu meninggalkan kota Tiong Khin Hu ini barang setapak pun, orang-orang di dalam kota setiap hari melihat lohu ada di sini" "Locianpwe kau jangan marah" Wi Lian In coba meredakan hawa amarah Cuo It Sian yang mulai berkobar. "Kami memang benar-benar tidak menaruh perasaan curiga terhadap diri Locianpwe, kami hanya sengaja datang kemari untuk minta keterangan dari kau orang tua dan mengharapkan dari sini bisa memperoleh sedikit keterangan" Jilid 18.2: Tertawan di gudang bawah tanah "Jikalau kalian tidak pernah menaruh perasaan curiga terhadap lohu kenapa pertama yang kalian ucapkan adalah kalian baru saja datang dari gunung Kim Teng san? hal ini membuktikan kalau kalian sudah menaruh curiga lohulah orang yang sudah membinasakan Hong Mong Ling sewaktu berada digunung Kim Teng san. kalian kini sengaja berbicara tentu sengaja sedang memeriksa perubahan wajah dari lohu apakah mencurigakan atau tidak" Wajah Lian In segera berubah menjadi merah padam. "Sudahlah tetapi sekarang kami sudah percaya kalau kau orang tua bukanlah orang yang melakukan jual beli itu" Dengan wajah penuh perasaan tidak senang Cuo It Sian bertanya kembali. "Sekarang ayahmu berada dimana?" "Beberapa hari kemudian dia akan pergi ke istana Thian Teh Kong untuk menemui janyinya." "Kalian juga mau pergi ke istana Thian Teh Kong?" Tanya Cuo It sian lagi. "Benar.""Kalau lohu mau membicarakan persoalan ini langsung berhadapan dengan ayahmu" Wi Lian In menjadi gugup dibuatnya. "Tidak... tidak perlu begitu" "Kenapa? apakah Lohu tidak seharusnya pergi mencari ayahmu untuk membicarakan persoalan ini hingga menjadi jelas..." "Bukan begitu" Seru Wi Lian In agak gugup "Kami pergi ke istana Thian Teh Kong sebetulnya mau bertempur dengan si rase bumi Bun Jin Cu, jikalau orang tua berangkat bersama-sama kami si rase bumi Bun Jin Cu bisa salah paham menganggap kau orang tua merupakan bala bantuan kami, lebih baik kau orang tua tidak usah berbuat begini." "Sampai waktunya biarlah Lohu berdiri di samping untuk menonton saja." "Tetapi" Mendadak Cuo It sian tertawa terbahak-bahak. "Ha..haa . haaa.. haaa.. Lohu sekarang sudah paham, ini hari kalian datang mencari lohu pasti bukan atas perintah dari ayahmu, bukan begitu?" "Benar" Sahut Wi Lian In, sekali lagi wajahnya sudah berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus. "Jika Tia tahu kami datang ke sini mencari kau orang tua, dia pasti akan marah kepadaku" "Baik, baik" Seru Cuo It Sian tertawa terbahak-bahak. " Kalian datang mencari Lohu sekali pun bukan atas perintah dari ayahmu, tapi Lohu mengingat usia kalian yang masih kecil tidak akan cari perkara lagi dengan diri kalian" Wi Lian In menjadi amat girang. "Dengan begitu kau orang tua tidak jadi ikut kami pergi ke istana Then Teh Kong bukan ???""Benar" Sahut Cuo It sian mengangguk. Saat itulah Wi Lian In baru merasa hatinya menjadi lega, dengan tersenyum malu dia menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Keponakan perempuanmu tidak tahu apa-apa sehingga membuat salah terhadap kau orang tua, sungguh maaf sekali" "Tidak mengapa, tidak mengapa padahal urusan ini tidak bisa salahkan kalian kalau sampai menaruh curiga kepadaku, Lohu memang tidak salah memiliki banyak uang bahkan Hu pocu pun mem punyai hubungan persahabatan yang amat erat selama puluhan tahun lamanya, jikalau Lohu misalnya mohon padanya untuk mencarikan semacam barang milik ayahmu, dia memang pasti sukar untuk menampiknya." Dia berhenti sebentar untuk berganti napas, kemudian tambahnya lagi sambil tertawa. "Tetapi kalian pun harus berpikir walau pun harta kekayaan dari lohu ini boleh di kata belum menangkan sebuah negara tapi untuk dipakai seumur hidupku masih terlalu berlebihan, Lohu mau apa, ada apa, buat apa pergi menyuruh orang lain untuk mencuri sebuah barang ke punyaan ayahmu??" Ti Then segera bangkit berdiri, sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya. "Perkataan dari Locianpwe sedikit pun tak salah, maaf tadi boanpwe sekalian sudah menaruh curiga kepada diri Locianpwe, mohon locianpwe suka memaafkan, kini ijinkan boanpwe sekalian memohon diri" "Buat apa begitu tergesa-gesa?" Tanya Cuo It sian melengak. "Perjanyian dengan pihak istana Thian Teh Kong tinggal beberapa hari saja, kami harus segera berangkat untuk mengejar waktu." " Kalau memang begitu lohu juga tidak akan menahan kalian lebih lama lagi" Seru Cuo It sian kemudian sambil bangkit berdiri"Lain kali jika lewat dikota ini jangan lupa untuk tinggal beberapa hari di rumah Lohu ini, walau pun usia dari lohu sudah amat tua tetapi sangat suka untuk bergaul dan berkawan dengan orang- orang muda" Ti Then segera menyanggupi hal itu, bersama-sama dengan Wi Lian In mereka berpamit dan keluar dari ruangan itu. Cuo It Sian menghantar mereka berdua sampai diluar pintu besar, masing-masing barulah berpisah, Ti Then bersama-sama Wi Lian In dengan menunggang kudanya masing-masing dengan cepat berjalan ke tengah jalanan dalam kota. Terdengar Wi Lian In menghela napas panjang, ujarnya kemudian ketika sudah berada ditengah jalan. "Coba kau lihat, sejak semula aku sudah bilang dia tak mungkin orang yang sudah melakukan jual beli itu" " Tetapi jika tidak datang sendiri untuk membuktikan siapa yang tahu kalau dia bukan orangnya?" Bantah Ti Then cepat. "Untung sekali dia tidak kukuh untuk ikut kami pergi menemui Tia, kalau tidak Tia tentu akan memaki aku setengah mati." "Kita mencurigai dialah orang yang sudah melakukan jual beli itu semuanya sangat beralasan sekali, aku kira ayahmu tidak akan memaki kita semua." "Sekali pun perasaan curiga kita pada dirinya sangat beralasan tetapi perkataannya lebih beralasan lagi, dia sangat kaya sekali, mau apa ada apa buat apa pergi mencuri barang miliknya Tia?" Mendengar perkataan ini Ti Then terpaksa tertawa pahit. "Kemungkinan sekali barang milik ayahmu itu untuk dibeli dengan uang." "Kau berbicara demikian berarti juga masih menaruh sedikit curiga terhadap dirinya" "Tidak" Bantah Ti Then dengan cepat."Maksudku, sekali pun orang kaya masih ada alasan juga untuk pergi mencuri barang miliknya orang lain-" Dengan sedihnya Wi Lian In menghela napas panjang. "Hanya entah barang apa yang sudah Tia simpan di dalam Loteng Penyimpan kitabnya itu?" "Sesudah bertemu dengan ayahmu lebih baik kita jangan tanyakan soal ini" "Kenapa?" "Sebelum Hu Pocu bunuh diri dia pasti sudah menguraikan persoalan ini di hadapan ayahmu, sedang ayahmu kalau memangnya tidak ingin kita ikut mengetahui persoalan iui di dalamnya pasti ada persoalan yang harus dirahasiakan, kita tak seharusnya membuat ayahmu serba susah" "Tidak. persoalan ini harus di tanyakan sampai jelas" "Sekali pun kau ingin tahu, ayahmu belum tentu mau beri tahu padamu" Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya. "Aku tidak percaya kalau Tia masih ada rahasia yang tidak boleh diberitakan pada putrinya sendiri" "Mungkin ada satu hari ayahmu akan memberitahukan persoalan ini dengan sendirinya tetapi sekarang aku kira belumlah saatnya buat kita untuk ikut mengetahui soal ini" "Apa kau menganggap barang yang disimpan Tia itu ada hubungannya dengan rahasia pribadinya?" "Aku kira bukan" Jawab Ti Then gelengkan kepalanya. Jika ada sangkut paut dengan rahasia pribadi ayahmu maka orang yang bermaksud mengadakan pencurian itu pasti seorang dari kalangan lurus, tetapi orang yang memerintahkan Hu pocu melakukan pencurian itu bukanlah orang dari kalangan lurus""Kalau memangnya tidak ada sangkut pautnya dengan rahasia pribadi Tia, kenapa kita tidak boleh ikut menyelidikinya??" "Persoalan ini aku sendiri juga tidak mengerti, pokoknya kalau memang ayahmu tidak mengijinkan kita ikut tahu di dalamnya pasti ada alasan-alasan yang kuat" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dengan perlahan Wi Lian In menghela napas panjang. "Huy, sudahlah untuk sementara aku akan berpura-pura tidak tahu akan urusan ini, kini apa kita langsung menuju ke istana Then Teh Kong??" "Untuk menginap satu hari di dalam kota juga boleh, hanya saja bila Cuo It sian tahu akan hal ini dia pasti tidak akan senang hati." "Kalau begitu kita keluar dari kota saja" Mereka berdua segera menyalankan kudanya keluar dari kota Tiong khin cu dan berangkat menuju kearah selatan, ketika sudah berjalan sejauh dua puluh li sampailah mereka di sebuah dusun kecil sedang hari pun mulai larut malam. "Sudahlah" Seru Wi Lian In tiba-tiba sambil tertawa. "Seperti juga perkataan dulu menjelang tengah malam beristirahatlah, ayam mulai berkokok baru melihat langit kembali" "Aku kira di dalam dusun ini tidak ada rumah penginapan" Ujar Ti then ikut tertawa juga. "Kalau begitu kita cari kuil saja untuk menginap satu malam." Ternyata dugaan mereka sedikir pun tidak salah, sekali pun sudah berputar ke seluruh dusun, ternyata sebuah rumah perginapan pun tidak kelih atan, tetapi diluar dusun di temuinya sebuah kuil dari kaum Toosu. Kuil Toosu itu bernama kuil sam Cing Kong, walau pun bangunannya tidak begitu besar tetapi keadaannya amat tenang sekali karena itu mereka berdua segera mengambil keputusan untuk menginap di sana.Segera terlihat seorang tosu tua dengan amat ramahnya berjalan keluar menyambut kedatangan mereka, setelah mengetahui maksud kunjungan Ti Then berdua dengan perasaan amat girang ujar Toosu tua itu. "Baiklah, kalian berdua kalau tidak merasa muak dengan kotoran kuil kami, silahkan untuk bermalam di sini" Ti Then menjadi amat girang sekali. "Entah siapa sebutan dari Tootiang??" Tanyanya. "Pinto It Cing dan merupakan penerima tamu dari kuil ini" Ti Then pun segera memperkenalkan dirinya. "Cayhe bernama Ti Then sedang nona ini adalah putri dari Pek Kiam Pocu" Ketika itu It Cing sanyien mendengar kalau mereka merupakan orang-orang dari kalangan Bu lim, air mukanya segera berubah amat hebat, dengan tertawa paksa ujarnya. "oooh .. silahkan masuk. silahkan masuk. ." Selesai minum teh It Cing Toojin segera bangkit memimpin mereka berdua menuju kedua buah kamar yang bersih dan tenang sekali, akhirnya tanyanya juga. " Kalian berdua tentu belum bersantap malam bukan?" "Benar, tetapi cayhe membawa bekal makanan kering, Tootiang tidak usah. ." "Bekal kering untuk dimakan ditengah jalan" Potong it Cing Toojin dengan cepat. "Kini sicu sudah ada dikuil kami, buat apa berlaku begitu sungkan-sungkan- tunggulah sebentar biar Pinto perintah orang untuk kirim nasi kemari." Selesai berkata dia memberi hormat dan mengundurkan diri dari kamar. Tidak lama kemudian seorang Toosu berusia pertengahan dengan membawa senampan nasi dan sayur berjalan masuk ke dalam kamar kemudian meletakkan nasi serta sayur itu ke atas mejadengan amat rapinya, ujarnya kepada Ti Then sambil memberi hormat. "sicu silahkan bersantap.jikalau membutuhkan apa-apa silahkan perintah saja." "Terima kasih atas perlakuan kalian yang baik, cayhe tidak memerlukan apa-apa lagi" Sahut Ti Then cepat sambil gelengkan kepalanya. Sesudah Toosu berusia pertengahan itu meninggalkan kamar, barulah Ti Then bersama-sama Wi Lian In duduk saling berhadapan dan mulai bersantap. sambil bersantap ujar Wi Lian In dengan perlahan. "Toosu-toosu dari kuil ini sangat baik sekali memperlakukan orang lain, besok sebelum berangkat kita harus beri beberapa tahil perak kepada mereka" "Baiklah, aku juga merasa Toosu-toosu itu sangat ramah dan sopan sekali, seharusnya kita kasih persen lebih banyak kepada mereka" "Adakalanya, bisa hidup beberapa hari lamanya ditempat yang demikian sunyinya ini terhadap badan mau pun pikirannya sangat baik sekali." " Betul" Sahut Ti Then setuju. "Bila cuma beberapa hari saja masih tidak mengapa. kalau kelamaan mungkin akan merasa kesal juga. ." Sedang mereka berdua bercerita sambil bersantap masuklah Toosu berusia pertengahan tadi membawa sepoci teh panas, sehabis membereskan meja dia pun mengundurkan diri kembali. Ujar Ti Then kemudian- "Jarak hari ini sampai waktu perjanyian kita dengan si rase bumi Bun Jin Cu masih ada delapan hari lamanya, sedang kita baru hari sudah bisa tiba di istana Thian Teh Kong, coba kaupikir enaknya selama beberapa hari ini kita pergi kemana?""Bagaimana kalau kita menginap beberapa hari di dalam kuil ini saja ??" "Tidak baik, lebih cepat cari tempat untuk bermain saja" "Hanya tidak tahu disekitar tempat ini ada pemandangan yang indah tidak ??" "Besok pagi kita pergi tanya pada toosu itu bukankah sudah beres?" "Baiklah sekarang kau kembalilah kekamar untuk beristirahat" Dengan perlahan Wi Lian In berjalan ke dekat meja dan menuang teh ke dalam dua cawan, sambil mengangsurkan cawan yang satu ke depan Ti Then ujarnya dengan manya. "Aku masih tidak ingin tidur, kita ngomong-ngomong lagi saja." Ti Then segera menerima cawan itu dan meneguknya satu tegukkan- "Waktu buat kita untuk ngomong-ngomong masih sangat banyak sekali" Serunya sambil tertawa. "Jika kau bosan dengan aku biarlah aku segera pergi" Ujar Wi Lian In kurang senang kemudian diteguknya jugs teh dalam cawan itu. "Ha ha ha..jangan ngomong begitu" Wi Lian In segera meletakkan cawannya ke atas meja, kemudian berjalan ke hadapannya, ujarnya dengan malu-malu. "Coba ngomonglah secara terus terang, sebenarnya ... kau suka . suka padaku tidak?" Ti Then sama sekali tidak menduga kalau dia bisa mengeluarkan kata-kata ini, untuk seketika itu juga dia dibuat kelabakan. "Su... sudah..sudah tentu suka". Wi Lian In angkat kepalanya memandang sekejap ke arahnya, dengan wajah sedih ujarnya:" Tetapi aku merasa kalau kau tidak suka padaku, kau selalu menghindari aku, selalu berlagak pura... berlagak pilon-" Ti Then pun meletakkan cawannya ke atas meja, sambil memegang kencang sepasang pundaknya dia menghela napas dengan perlahan- "Tidak salah, aku selalu berusaha menghindari kau, hal ini karena..karena aku tidak sesuai untuk mencintai..mencintai dirimu." Menggunakan kesempatan ini Wi Lian In menyatuhkan diri ke dalam pelukannya ujarnya dengan air mata yang menetes ke luar. "Kau sedang omong kosong,jika kau tidak pantas siapa lagi yang pantas? siapa lagi yang sesuai?" "Siapa pun pantas, siapa pun sesuai cuma aku seorang yang tidak pantas" Jawab Ti Then perlahan sedang tangannya dengan sangat mesra mengelus elus rambutnya yang indah itu. Mendadak Wi Lian In angkat kepalanya dengan air muka penuh perasaan terkejut bercampur gusar, ujarnya. "Apa arti dari perkataanmu ini?" Dengan cepat Wi Lian In angkat tangannya untuk menutupi bibirnya, ujarnya dengan manya. "Siapa yang menghendaki kau punya kedudukan? siapa yang menghendaki kau punya uang? Kenapa kau bisa punya pikiran yang demikian menggelikan?" Berbicara sampai di sini mendadak sepasang tangannya yang sedang merangkul Ti Then dengan perlahan terlepas sedang tubuhnya pun dengan amat lemasnya merosot ke bawah untuk kemudian jatuh terlentang tidak sadarkan diri. Ti Then yang melihat seCara tiba-tiba dia jatuh tidak sadarkan diri hatinya menjadi amat terperanyat, cepat- cepat ditariknya. "Wi Lian In kau kenapa?" Tanyanya dengan cepat.Sepasang mata Wi Lian In dipejamkan rapat-rapat, tubuhnya lemas tak bertenaga sama sekali ternyata dia benar- benar jatuh tak sadarkan diri Ti Then sama sekaii tidak menduga die bisa jatuh tidak sadarkan diri secara tiba-tiba untuk sesaat hatinya menjadi bingung sekali, segera dia meaggendong badannnya untuk di atas pembaringan. Tetapi baru saja dia berjalan dua langkah dari tempat semula mendadak lututnya menjadi sangat lemas saking tidak kuatnya tubuhnya mau pun tubuh Wi Lian In sama-sama jatuh ke atas tanah. Dia pun jatuh tidak sadarkan diri. 00000 PERTAMA-TAMA yang sadar kembali adalah Ti Then, dia seperti baru saja bangun dari suatu tidur yang amat pulas sekali, tetapi ketika dia bisa membuka matanya kembali dan melihat dengan jelas pemandangan di sekeliling tempat itu tanpa terasa lagi dia menemukan dirinya sudah tidak tertidur di dalam kamar pada kuil san cing Koan itu, kini dia berada disuatu ruangan bawah tanah yang amat dingin, lembab dan gelap sekali. Luas dari ruangan bawah tanah itu kurang lebih hanya lima kaki saja, sekelilingnya merupakan dinding dinding tanah yang amat lembab. Di bawah dinding tanah sebelah badannya terdapatlah sebuah tangga-tangga batu yang menuju ke atas, diujung tangga batu terdapat sebuah pintu besi, sedang di samping pintu di atas dinding tergantunglah sebuah lampu minyak. selain itu tidak tampak barang lainnya. Ti Then merasakan baru saja terbangun dari suatu impian yang amat buruk. sesudah tertegun beberapa saat lamanya barulah dia mulai angkat kakinya berjalan menuju ke atas tangga-tangga itu. Tetapi baru saja berjalan sejauh tiga depa, mendadak terdengartah.. "cring .." Seketika itu juga badannya berhentibergerak. walau sudah berusaha sekuat tenaga tetap tidak berhasil untuk maju. Cepat- cepat dia tundukkan kepalannya memandang, saat itulah dia baru merasa kalau dibagian pinggangnya sudah di ikat dengan seutas rantai yang amat kuat sedang ujung rantai tersebut diikat dengan sebuah tiang besi yang ditanam amat dalam sekali di bawah permukaan tanah. Pada waktu dia melihat adanya tiang besi itulah dia juga melihat diri Wi Lian In seperti juga dirinya dirantai dengan besi dan saat ini sedang berbaring dipojokan dinding. Ti Then segera meloncat ke samping tubuh Wi Lian In, tertaknya dengan cemas. "Lian In- . Lian In, cepat kau bangun" Wi Lian In lelap tertidur dengan amat pulasnya. Ti Then segera gerakan tangannya menggoyangkan tangannya teriaknya kembali. "Lian In- , Lian In- , cepat bangun" Waktu itulah Wi Lian In baru mengeluarkan sedikit suara, dengan perlahan matanya dipentangkan kemudian gumamnya dengan suaranya yang amat manya. "Hari belum terang, tidur sebentar lagi." Baru berbicara sampai di situ mendedak dia bangkit berdiri, air mukanya berubah sangat hebat. "Hey, tempat mana ini?" "Sebuah ruangan bawah tanah" Sa hut Ti Then tertawa pahit. "Ruang bawah tanah?" Teriak Wi Lian In dengan perasaan amat terperanyat "Ruang bawah tanahnya siapa?? bagaimana kita sampai di sini??" "Mungkin ruang bawah tanahnya kuil Sam Cing Koan, HHmm, kita masih bilang mereka angat sopan dan ramah menghadapi tamu-tamu, kiranya tak lebih kaum bajingan rampok""Tetapi. ." Seru Wi Lian In lagi dengan kaget. "Bagaimana mereka bisa berhasil menawan kita kembali?" "Sesudah kita minum air tehnya tidak lama kemudian sudah jatuh tidak sadarkan diri, tentu di dalam tehnya sudah diberi obat pemabok oleh mereka." Wi Lian In menjadi amat geli, sekali pergelangan tangannya dengan cepat di balik untuk mencabut keluar pedangnya, siapa tahu dia sudah menangkap tempat kosong, sehingga tanpa terasa lagi air mukanya berubah sangat hebat, dengusnya dengan amat dingin- "Hmmm pedangku juga diambil mereka" Melihat kegusaran dari Wi Lian In, Ti Then tertawa pahit lagi, ujarnya sambil menuding kearah rantai yang mengikat pinggang mereka. "Mereka masih merantai kita dengan sebuai rantai yang begitu besar" Wi Lian In dengan cepat mencekal erat-erat rantai itu, sepasang matanya merah berapi saking marahnya. "Bisa tidak diputus dengan paksa?" "Biar aku coba-coba." Dia putar badannya kearah tiang besi itu, sepasang tangannya dengan kencang mencekal erat-erat rantai tersebut kemudian di tariknya beberapa kali. Akhirnya bukan saja tidak berhasil memutuskan rantai itu bahkan untuk menggoyangkan tiang besinya pun tidak sanggup. Tanpa terasa lagi dia mengeluarkan seruan kecewa. "Tidak bisa, tidak bisa ...barang semacam ini harus ada sebuah pedang pusaka yang bisa memotong besi baru bisa berhasil" Wi Lian In pun mengerahkan tenaganya untuk mencoba tarik rantai itu, ketika dilihatnya betul- betul dia tidak berhasil memutuskan rantai tersebut, dia baru berhenti menarik, ujarnya sambil menggerutuk gigi "Toosu bangsat, apa maksud mereka untuk menahan kita ditempat seperti ini?"Ti Then tidak memberikan jawabannya, matanya dengan amat tajam memandang lurus ke atas tiang besi itu. Lama sekali baru dia buka mulutnya. "Entah tiang besi ini bisa dicabut keluar dari permukaan tanah atau tidak?" "Mari kita coba bersama-sama." Demikianlah mereka berdua segera mendekati tiang besi itu, empat buah tangan bersama-sama merangkul tiang besi tersebut kemudian bersama-sama mencabutnya. siapa tahu sekali pun mereka sudah kerahkan seluruh tenaga yang mereka miliki, jangan dikata tercabut, sedikit bergerak pun tidak. seperti tiang besi itu sudah berakar di dalam tanah. Hal ini membuat Wi Lian In menjadi amat heran- "Suatu urusan yang amat aneh, dengan kekuatan kita berdua, sekali pun sebuah pohon besar juga bisa roboh, kenapa tidak sanggup untuk mencabut keluar sebuah tiang besi saja." "Dalam hal ini hanya ada satu sebab saja, tiang besi ini dihubungkan dengan tiang besi yang lain, jika ada empat tiang besi yang ditanam di bawah tanah, sekali pun kita berdua kerahkan semua tenaga juga tidak akan berhasil." Tak terasa lagi Wi Lian In menjadi murung dibuatnya. "Lalu bagaimana baiknya?" "Duduk dulu, kita menanti sebentar lagi" Sambil berkata dia duduk bersandar ke dinding. Dengan gemasnya Wi Lian In pun mendepakkan kakinya ke atas tanah, kemudian duduk disisi Ti Then, ujarnya lagi. "Sungguh aneh sekali, aku lihat Toosu-Tosu bangsat itu sama sekali tidak memiliki kepandaian silat, coba kau lihat mereka memiliki ilmu silat tidak?" "Ehmm.. tidak." Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sahut Ti Then gelengkan kepalanya. Dengan gemas sekali lagi Wi Lian In menghela napas panjang. "Ternyata kita bisa kecundang ditangan para tosu-tosu bangsat yang tidak berkepandaian silat, sungguh menyesal sekali""Di dalam kuil Sam Cing Koan bukan hanya ada Toosu menerima tamu itu saja, Toosu-toos yang lain mungkin memiliki kepandaian silat" Wi Lian In segera merogoh ke dalam sakunya, tapi sebentar kemudian sudah mendengus dengan amat gusar. "Hmm semua uangku sudah diambil mereka, punyamu bagaimana?" Ti Then pun ikut merogoh ke dalam sakunya. "Semua sudah diambil oleh mereka, iih, salah masih ada ini" Kiranya uang kertas itu adalah uang yang diterimanya dari si Giok Bin Longkung cu Hoay Lo, itu manusia cabul tempo hari, uang yang sebesar lima belas laksa tahil itu di dalam gudang uang Tiang An Glen Khie di kota Tiang An. Waktu itu sesudah dia berhasil menawan itu manusia cabul Giok Bian Lang cung cu Hoay Lo dia pernah menggunakan uang itu untuk menebus nyawanya, dia menganggap uang itu adalah hasil rampasan, rampokan pihak lawannya karena itu tidak mau menyanggupi permintaannya dan turun tangan menghukum mati dia orang. Setelah itu dalam anggapannya dia ingin pergi kekota Tiang An untuk mengambil uang tersebut guna dibagikan kepada orang- orang miskin, karena perubahan yang terjadi berulang kali, maksudnya ini tidak terlaksana terus tidak di sangka ini hari ternyata uang itu tidak sampai terampas oleh bajingan-bajingan toosu di atas kuil Sam Cing Koan. "Sungguh suatu urusan yang aneh" Teriak Wi Lian In keheranan. "Uang kertas ini bisa memperoleh uang sebesar lima belas laksa tahil kenapa mereka tidak mau" "Ehmm" Ti Then segera memasukkan uang itu ke dalam sakunya kembali. "Inilah keteledoran mereka, kau jangan berteriak keras- keras sehingga mereka bisa tahu urusan ini"Dengan perlahan Wi Lian In mengangguk. ujarnya dengan suara yang amat lirih sekali. "Mereka mengurung kita ditempat ini entah bermaksud hendak menggunakan cara apa membereskan kita?" "Semoga saja tidak memotong daging kita untuk di jual sebagai makanan." "Kau jangan omong sembarangan" Teriak Wi Lian In dengan amat terperanyat. "Mereka bukannya sedang membuka kedai gelap. buat apa potong daging kita untuk dijual ??" "Selain itu tidak terpikir oleh ada alasan apa lagi mereka mau tangkap kita, jika ditinyau dari keadaan biasanya setelah mereka merampas uang kita tentu membunuh sekalian kita sehingga bersih" "Dan terbukti kini dia tidak membunuh kita, tentu ada maksud- maksud lainnya..." Sambung Wi Lian In segera. "Tidak mungkin-. tidak dia menawan kita sebagai sandera untuk memeras ayahmu" "Bagaimana kau bisa tahu?" "Aku percaya di dalam kuil itu pasti ada Toosu yang memiliki kepandaian silat, sedang ketika kita masuk ke dalam kuil untuk menginap secara gegabah sudah lapor nama kita, mereka kalau sudah tahu kalau kau adalah putrinya Pek Kiam Pocu, sekali pun nyalinya mereka lebih besar pun belum tentu berani melakukan pekerjaan ini." Wi Lian In yang merasa perkataan dari Ti Then sangat berasalan sekali, tanpa terasa sudah mengangguk. "Tidak salah.. karena itu turun tangan membinasakan diri kita tetapi mereka sama sekali tidak turun tangan terhadap kita" "Itulah sebabnya" Seru Ti Then sambil kerutkan alisnya rapat- rapat. "Kita tidak bisa paham soal ini ..Hmm. Aku sudah tahu, tentu Tosu-toosu dari kuil Sam Ciang Koan ini adalah anak buah dari sianying langit rase bumi" Air muka Wi Lian In segera berubah sangat hebat. "Berdasarkan hal apa kau berani memastikan kalau mereka adalah anak buah dari si anying langit rase bumi??" "Anak buah dari si anying langit rase bumi sangat banyak sekali dan meliputi berbagai golongan, apa lagi tempat ini dengan istana Thian Teh Kong jaraknya sangat dekat sekali, karena Toosu-toosu dari kuil san Cing Koan ini pasti anak buah dari si anying langit rase bumi mereka tahu si rase bumi Bun Jen Cu sudah menantang ayahnya untuk bertanding, maka dari kini mereka tawan kita terlebih dahulu kemudian memaksa ayahmu untuk mengaku kalah" Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi pucat pasi, dengan nada amat cemas serunya. " Kalau benar begitu, kita harus cepat- cepat berusaha untuk melarikan diri dari sini" Dengan perlahan Ti Then mengangguk, mendadak ujarnya dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara. "Ada orang datang, kita cepat- cepat berbaring ke tanah pura- pura masih belum sadar" Dengan meminyam kesempatan dia tidak bersiap siaga kita turun tangan menguasai dirinya" Selesai berkata dengan mengambil tempat seperti semula Ti Then jatuhkan diri berbaring kembali. Wi Lian In pun dengan cepat ikut berbaring ketempat semula. Baru saja mereka selesai berbaring, pintu besi diluar tangga batu itu sudah terbuka kemudian disusul dengan suara gesekan pintu yang amat panjang, seorang berkerudung hitam dengan membawa makanan berjalan turun ke bawah. Manusia berkerudung ini seluruh badannya memakai pakaian berwarna hitam, selain dari potongannya bisa dilihat kalau dia adalah seorang lelaki sampai kira- kira berusia berapa tahun pun tidak tahu.Dia berjalan turun ke bawah tangga batu yang terakhir, kemudian berhenti kurang lebih empat depa dari tempat dimana Ti Then sekalian berbaring, setelah memandang beberapa waktu ke arah Ti Then serta Wi Lian In yang berbaring di atas tanah, mendadak dia mengeluarkan suara tertawanya yang amat dingin. "He. Hee.. kalian sungguh-sungguh belum sadar kembali?" Selesai berkata dia bungkukkan badannya meletakkan makanan yang dibawanya itu ke atas tanah, kemudian putar badannya siap pergi dari sana. Mendadak Ti Then meloncat bangun tangannya dengan dahsyat melancarkan satu cengkeraman maut mengarah pinggang pihak lawannya, serangan ini dilakukan bagaikan kilat cepatnya tetapi ketika berada kurang lebih lima enam cun dari pihak lawannya tubuhnya sudah tertahan oleh rantai yang mengikat pinggangnya. Agaknya manusia berkerudung hitam itu telah tahu kalau Ti Then tidak akan sanggup mencengkeram dirinya, karena itu sengaja dia tidak menghindar bahkan berdiri tegak tidak bergerak sedikit pun juga, ujarnya sambil tertawa aneh. "Suatu ilmu cengkeraman yang amat bagus, jikalau tadi aku terkena cengkeramanmu itu pasti sekerat dagingku akan hilang" Ti Then betul-betul dibuat amat gusar sekali, telapak kanannya ditarik sedang kakinya mendadak melancarkan satu tendangan kilat mengancam lambung pihak lawannya. orang berkerudung hitam itu sekali lagi tertawa terbahak-bahak, dia mundur setengah langkah ke belakang menghindarkan diri dari tendangan tersebut, ejeknya lagi. "Tendanganmu kali ini juga tidak jelek. hanya kurang panjang sedikit ha ha ha..." Ditengah suara tertawanya yang amat keras dia mulai melangkah naik ke atas tangga-tangga batu itu untuk pergi. "Berhenti" Bentak Ti Then dengan amat gusar. Orang berkerudung hitam itu sama sekali tidak mau menggubris dan meneruskan langkahnya menaiki tangga-tangga batu itu,setelah melewati pintu besi lantas ditutupnya pintu itu dengan amat keras. Saking gusarnya hampir-hampir Ti Then merasakan dadanya mau meledak dibuatnya, makinya dengan amat gusar. "Bajingan pengecut, cucu kura-kura, Kenapa kalian tidak mau bicara lebih jauh lagi?" "Sudah..sudahlah..tidak usah memaki lagi" Ujar Wi Lian In sambil bangkit duduk. "Aku lihat mereka pasti anak buah dari si anying langit rase bumi" "Hmm, jika aku berhasil meloloskan diri dari sini, pasti kubunuh mereka satu persatu" Seru Ti Then dengan amat gemas. "Jika dilihat bentuknya, dia bukan Toosu-toosu itu." Ti Then dengan berdiam diri duduk kembali ke tempat semula, sesudah menghembuskan napas panjang-panjang barulah ujarnya. "Tempat ini kemungkinan sekali bukan berada dikuil Sam Cing Koan itu .." "Dan ruangan bawah tanah ini bukan ruang bawah tanahnya kuil Sam Cing Koan?" Tanya Wi Lian In dengan amat terperanyat. "Mungkin kita sudah berada di dalam istana Thian Teh Kong." Sekali lagi Wi Lian In dibuat terperanyat oleh perkataan ini. "Tidak mungkin, agaknya kita belum begitu lama jatuh pingsan." "Bagaimana kau bisa tahu kalau kau belum jatuh pingsan sangat lama? Mungkin kita sudah tidak sadarkan diri beberapa hari lamanya, kemudian mereka membawa kita dari kuil Sam Cing Koan ke dalam istana Thian Teh Kong." Berbicara sampai di sini, dia mengambil makanan yang baru saja dikirim itu ujarnya lagi."Coba kau lihat, makanan ini jauh lebih bagus dari makanan yang kita temui sewaktu berada di dalam kuil Sam Cing Koan, tempat ini pasti bukan kuil Sam Cing Koan itu" Dengan perasaan amat terkejut bercampur ragu-ragu teriak Wi Lian In lagi. "Jikalau tempat ini adalah istana Thian Teh Kong, tadi orang itu kenapa harus berkerudung?? si rase bumi Bun Jin Cu kenapa tidak turun kemari untuk bertemu muka dengan kita??" "Dia mungkin sengaja memperlihatkan kemisteriusannya, dia pikir mau menyiksa kita terlebih dulu". "Hey. ." Wi Lien in menghela napas panjang. "Kelihatannya untuk melarikan diri kita akan mengalami kesulitan. "Lain kali jika dia kirim santapan buat kita lagi, aku harus carikan satu akal buat menawan dia" Mendengar perkataan itu Wi Lian In tertawa pahit. "Jika dia tidak mau berjalan mendekati kita, bagaimana kita bisa menawan dirinya?" "Aku punya akal, mari sekarang kita makan dulu" Dia bangkit berdiri dan mengambil makanan itu ke hadapan Wi Lian In, ketika dilihatnya makanan itu sangat lezat kelihatannya tanpa terasa dia sudah tertawa. "Coba kau lihat makanan itu jauh lebih enak daripada makanan yang kita temui sewaktu berada di kuil Sam Cing Koan, aku berani bertaruh tempat ini pasti bukan kuil Sam Cing Koan itu" Agaknya Wi Lian In tidak bernapsu untuk bersantap, dengan wajah amat murung ujarnya. "Coba kau katakan, kau punya akal apa untuk menawan orang berkerudung itu?" Ti Then tidak mau langsung memberikan jawabannya, dia mengambil semangkok nasi, ujarnya kemudian sambil tertawa:"Makan kenyang dulu, setelah itu aku baru beritahukan kepadamu" "Aku tidak bernapsu" "Tidak makan kenyang mana ada tenaga untuk menawan musuh? Cepat makan, cepat makan!" Wi Lian In segera merasa kalau perkataannya sedikit pun tidak salah, dengan paksakan diri dia pun mengambil nasi untuk makan. Ti Then yang dikarenakan sudah mem punyai cara untuk menawan musuh hatinya sangat gembira sekali, satu mangkuk nasi belum berapa lama sudah habis disikat olehnya. Wi Lian In yang melihat dia bersantap dengan begitu bernapsunya segera mengangsurkan nasinya yang masih separuh ke hadapan wajahnya, ujarnya dengan manya. "Aku tidak habis, kau tolonglah aku habiskan nasi yang masih separuh ini" Dengan perlahan Ti Then gelengkan kepalanya. Jika kau tidak mau habiskan nasi itu maka aku tidak mau beritahukan bagaimana caranya menawan pihak musuh" "Aku sungguh-sungguh tidak bernapsu untuk bersantap" "Bagaimana juga kau harus makan" Wi Lian In menjadi agak gemas dibuatnya. "Hmmm, kau mau paksa aku?" "Sekarang kau baru tahu?" Balas tanya Ti Then sambil tertawa terbahak-bahak. Dalam hati Wi Lian in tahu dia berbuat demikian karena takut dia menderita kelaparan karena itu memaksa dia untuk berdahar, tanpa terasa hatinya merasa terhibur juga, sehingga tanpa dia sadari nasi yang masih ada separuh mangkuk di dalam sekejap saja sudah disikat hingga ludas.Agaknya dia sangat ingin sekali mengetahui caranya Ti Then hendak menawan musuh, sambil membersihkan mulutnya dia berkata. "Sudah selesai, ayoh sekarang beritahukan padaku kau mau menggunakan cara apa untuk menawan orang berkerudung itu?" "Menggunakan cambuk" "Darimana kau mendapatkan cambuk itu?" Tanya Wi Lian In agak melengak. Ti Then segera melepaskan ikat pinggangnya dan memegang ujung dari ikat pinggang tersebut, sedikit tangannya digetarkan seketika itu juga ikat pinggang yang amat lemas menjadi kuat bagaikan seekor naga yang sedang menari. Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo