Pendekar Patung Emas 25
Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Bagian 25
Pendekar Patung Emas Karya dari Qing Hong "Sudah tentu sungguh-sungguh" Serunya sambil mengangguk. Wi Lian In dengan perlahan mengangkat kembali wajahnya yang telah memerah itu, tanyanya lagi dengan perasaan malu bercampur girang. "Kalau begitu, kau punya rencana untuk meminang aku tidak?" "Sudah tentu" Sekali lagi Ti Then mengangguk. "Tetapi.sekarang aku kira bukan waktunya untuk membicarakan soal ini..""Tidak" Potong Wi Lian In dengan serius. "Sekarang adalah waktu yang paling tepat untuk membicarakan soal ini, jika kau mau meminang aku maka sekarang juga aku sudah menganggap kau sebagai suamiku, dengan demikian jikalau kita sampai mati tertelan oleh lautan api itu kita mati juga sebagai suami istri" "Kalau kita tidak jadi mati?" Tanya Ti Then lagi. "Kalau begitu dari kedudukan sebagai suami istri kita undurkan sebagai calon suami istri, nanti setelah Tia setuju kita baru resmikan upacara ini" Ti Then menjadi sangat girang sekali. "Baik, kalau begitu bagus sekali" "Perlu kita berlutut untuk upacara?" "Sesukamu" Sahut Ti Then tertawa. "Kalau begitu kita berlutut menghadap ke langit" Seru Wi LIan In sambil tertawa malu. "Sesudah sembahyang dengan langit dan bumi kita masing-masing saling member hormat, bagaimana?" "Bagus sekali!" -- 33 Mereka berdua segera berlutut menghadap ke sebelah selatan dan menghormat kepada langit dan bumi setelah itu bangkit berdiri dan saling memberi hormat lagi. Saat itu Wi Lian In betul-betul merasa amat girang sehingga tanpa bisa dicegah lagi dia sudah menubruk ke dalam pelukan Ti Then dan mengucurkan titik air mata kegirangan. Mereka berdua saling berpeluk dengan eratnya, masing-masing tidak ada yang buka suara untuk memecahkan kesunyian yang nikmat tersebut.Api yang berkobar disekeliling mereka semakin lama semakin membesar dan akhirnya disekitar tempat itu pun mulai terbakar dengan dahsyatnya. Lama sekali baru kelihatan Ti Then dengan perlahan mendorong badannya ke samping. "Mari, sekarang kita lompati tembok lautan api ini" Mereka berdua dengan tidak banyak cakap masing-masing mencekal satu ujung tiang besi itu kemudian bersama-sama mengangkatnya. "Ayoh jalan" Bentaknya disusuI tubuhnya bergerak menerjang ke depan. SeteIah berlari sampai ditepian tembok api itu mereka segera meletakkan ujung yang satu dari tiang besi itu ke atas tanah kemudian membentak Iagi . "Naik!" Tubuh mereka bersama-sama meloncat ke atas dengan meminyam kesempatan sewaktu tiang itu berdiri mereka bersama- sama meIepaskan ujung tiang besi sehingga dengan begitu tubuh mereka pun ikut melayang ke atas. Tiang besi itu sebetulnya ada enam depa panjangnya ditambah dengan panjang rantai tiga depa karenanya sekali loncat mereka bisa mencapai setinggi sembilan depa, akhirnya mereka berhasii juga melewati jilatan api setinggi enam tujuh depa itu dengan selamat dan berkelebat menuju kearah luar. Siapa tahu lebar tembok api itu ada satu kaki, karenanya ketika mereka masing-masing mencapai di atas permukaan tanah empat buah kaki mereka dengan serta merta terjatuh ke dalam lautan api. Suatu perasaan yang amat sakit menyerang diseluruh kulit kaki mereka membuat Ti Then mau pun Wi Lian in saking sakitnya sudah berteriak keras.Tanpa terasa lagi dengan sekuat tenaga mereka berguling kearah luar dan menyeret pergi tiang besi yang ada ditengah lautan api itu sejauh tiga empat kaki jauhnya dan lolos dari bahaya tersebut. Ti Then dengan tidak perdulikan perasaan amat sakit yang menyerang kakinya dia dengan sekuat tenaga meloncat ke depan kemudian dengan menyeret Wi Lian In serta tiang besi itu berlari lagi sejauh beberapa kaki. Tetapi pada saat mereka baru saja lolos dari bahaya ituiah mendadak dari samping kiri kanan mereka berkelebat bayangan manusia kemudian disusul dengan berkelebatnya dua batang golok besar yang memancarkan sinar keperak-perakan, hanya di dalam sekejap saja golok tersebut sudah membabat di pinggiran badan mereka. Sekali lagi kedua orang berkerudung hitam itu melancarkan serangan kearah Ti Then berdua. Di dalam keadaan yang amat bingung dan kacau Ti Then tidak sempat mencabut keluar tiang besi yang terselip dipinggangnya untuk digunakan menangkis serangan golok pihak Iawannya, terpaksa dia mengguling ke samping bersamaan pula dia membentak keras dan melancarkan tendangan sapuan kearah kaki musuh. Dengan tendangan sapuan ini sebetulnya dia tidak mengharapkan bisa mengenai pihak musuhnya, siapa tahu urusan yang berada diluar dugaannya sudah terjadi, orang berkerudang hitam itu ternyata tidak sanggup untuk menghindarkan diri dari serangan tersebut. "Bluuuk .." Dengan disertai suara teriakan kaget orang berkerudung hitam itu jatuh terlentang di atas tanah. Pada saat yang bersamaan pula Wi Lian In berhasil menghindarkan diri dari serangan golok orang berkerudung hitam lainnya, di dalam keadaan yang amat cemas tanpa terasa lagi tangannya sudah mencomot segenggam pasir dan disambitnya tepat mengarah wajah pihak musuh.Serangan aneh dengan menggunakan secomot pasir ini kelihatan sekali berada diluar dugaan orang berkerudung hitam itu karenanya dengan tepat pasir tersebut menghajar wajahnya, mungkin ada beberapa pasir yang masuk ke dalam matanya, terdengar dia berteriak aneh kemudian sambil menutupi wajahnya mengundurkan diri ke belakang dengan tergesa gesa. Sebaliknya orang berkerudung hitam yang tersapu jatuh oleh serangan Ti Then tadi tidak sempat untuk melarikan dirinya. Ti Then yang melihat dia terjatuh segera menubruk ke atas tubuhnya sedang sepasang tangannya dengan sekuat tenaga mencekik lehernya dan menekan terus ke atas tanah. Dia betul-betul merasa benci dan gemas atas keganasan pihak lawannya oleh sebab itu sewaktu turun tangan dia sama sekali tidak ragu-ragu. "Kraaak . Suara remuknya tulang-tulang bergema memenuhi sekeliling tempat itu, ternyata tulang leher dari orang berkerudung hitam itu sudah berhasil dicekik remuk olehnya. Dikarenakan sewaktu turun tangan dia melancarkan serangannya dengan secepat kilat maka sampai suara teriakan ngerinya pun belum sempat diteriakkan dia sudah binasa. Orang berkerudung hitam yang terkena percikan pasir tadi setelah melihat kawannya binasa saking takutnya seluruh wajahnya sudah berubah menjadi pucat pasi, berulangkali dia mundur ke belakang agaknya dia betul-betul merasa amat takut. Ti Then menarik kembali tangannya dan bangkit berdiri dengan perlahan, ujarnya dengan amat dingin sambil memandang tajam wajah orang berkerudung hitam itu. "Kini tinggal kau seorang." Sekali lagi orang berkerudung hitam itu mundur beberapa langkah ke belakang, agaknya dia bermaksud melarikan diri dari sana."Kau tidak akan bisa lari." Seru Ti Then tertawa dingin. "Kau harus menyerang kami lagi, menyerang sampai kami betul-betul binasa baru boleh pergi, kalau tidak asalkan kami berhasil melarikan diri sini dan menanyakan pada rumah-rumah petani yang ada disekitar tempat ini siapa majikan kalian, aku tidak akan menemui kesukaran untuk mengetahui siapakah otak dari kalian." Sepasang mata dari orang berkerudung hitam itu segera berkedip-kedip, mendadak ujarnya. "Kam pung pertanyan ini adalah lumbung dari Sian Thay-ya, Cuo It Sian, otak pimpinan kita adalah sipembesar kota Cuo It Sian tersebut." Selesai berkata sepasang kakinya mendadak menutul permukaan tanah dan lari ke depan, Iaksana segulung asap hitam hanya di dalam sekejap saja dia sudah lari tanpa bekas ditelan kagelapan yang masih mencekam sekeliling tempat itu. Ti Then seketika itu juga menjadi tertegun. Perkataan dari orang berkerudung hitam itu membuat hatinya betul-betul tergetar, dia tidak paham apa maksud dari perkataan orang itu, apakah perkataannya itu benar? Apa tujuannya untuk mencelakakan diri si pembesar kota Cuo It Sian ?? Atau memang punya maksud lain ? Wi Lian In pun dibuat terkejut oleh perkataan tersebut, ketika dilihatnya orang berkerudang hitam itu sudah berlari amat jauh tanpa terasa dia sudah bergumam seorang diri. "Apa betul perkataannya? Apa betul pemimpin mereka adalah itu pembesar kota Cuo It Sian ?" Tampak Ti Then menarik napas panjang-panjang. "Sukar untuk dipastikan." Serunya sambil gelengkan kepalanya berulang kali. "Perkataannya ini boleh dipercaya juga boleh tidak dipercaya. ""Perkam pungan tani ini apa betul milik si Cuo It Sian atau bukan kita bisa selidiki dengan mudah." Ti Then berpikir sejenak, kemudiana baru menyahut. " Aku kira tidak salah, perkam pungan tani ini pasti miliknya Cuo It Sian." "Bagaimana kau bisa tahu ?" Tanya Wi Lian In terperanyat. "Perkataan dari orang itu pastl terselip suatu rencana busuk Iainnya.kalau memangnya suatu siasat busuk maka tempat yang dimaksud tentu sungguh-sungguh sehingga membuat kita menjadi percaya, makanya aku rasa ucapannya yang mengatakan perkam pungan tani ini miliknya itu pembesar kota Cuo It Sian sedikit pun tidak salah." "Kalau begitu orang yang perintah tangkap dan tawan kita juga betul-betul perbuatan dari Cuo It Sian?" "Belum tentu" Ti Then gelengkan kepalanya. "Untuk menutupi asal usul yang sebetulnya pihak lawan tanpa ragu-ragu turun tangan melenyapkan kawannya sendiri, kenapa sewaktu mau pergi sudah membocorkan keadaan yang sebenarnya ?" Tanpa terasa Wi Lian In sudah mengangguk. "Tidak salah. Tidak salah, dia berkata begita tentu mau menjerumuskan diri Cuo It Sian. " Sekali lagi Ti Then gelengkan kepalanya. "Tetapi dia harus tahu juga kalau kita tidak akan percaya omongannya dengan begitu mudah, maka perkataannya ini kemungkinan juga memang betul, maksud dia berbicara terus terang pasti mengharap dalam hati kita timbul perasaaan tidak percaya memancing kita masuk ke dalam alam kebingungan" "Sebetulnya kau sedang membicarakan apa?" Tanya Wi Lian In melongo."Maksudku, majikan mereka. Adalah itu pembesar kota Cuo It Sian juga mungkin betul lima bagian karena dia melihat dirinya tidak berhasil mencelakai kita dan Kita pun bisa bertanya-tanya disekitar tempat ini apalagi sewaktu kita sudah dapat dengar dari penghuni perkam pungan tani ini kalau tempat itu miliknya sipembesar kota Cuo It Sian sudah tentu kita akan mencurigai diri Cuo It Sian, karena dia memberitahu kita terlebih dahulu kalau pemimpin mereka adalah Cuo It Sian agar di dalam pikiran kita timbul perasaan tidak percay, karena dia merasa kita tidak akan percaya atas omongannya" Saat itu Wi Lian In baru paham tanpa terasa dia mengangguk lagi. "Tidak salah, jika ditinyau dari sini orang yang menjadi otak dari penangkapan kita kemungkinan sekali perbuatan dari Cuo It Sian. " "Yah atau bukan, sekarang kita hanya bisa pilih salah satu." "Kita boleh pergi Tanya-tanya dulu sekeliling perkam pungan tani ini, tetapi sebelumnya kita harus mencari akal membuka rantai yang mengikat pada badan kita", Ti Then tersenyum, sambil menunjuk kearah orang berkerudung hitam yang baru saja dibunuhnya itu ujarnya. "Jika dugaanku tidak salah, kunci untuk membuka rantai kita ada di dalam badannya" Wi Lian In segera memperlihatkan perasaan yang amat girang. "Ooooh, bagaimana kau bisa tahu kunci itu berada di dalam badannya?" "Tadi sesudah aku bunuh mati orang ini, manusia berkerudung hitam yang lainnya segera mundur ke belakang dengan perasaan amat takut, jika ditinyau dari keadaan kita sekarang ini dengan badan dirantai pada tiang besi yang amatBerat untuk mengejar dirinya pun tidak mungkin bisa berhasil, buat apa harus takut? Karena itu pikiranku segera bergerak, aku pikir" "Kunci itu berada dibadannya" Sambung Wi Lian In dengan amat girang. "Betul" Seru Ti Then ikut tertawa girang. Wi Lian In segera meloncat ke samping mayat dari manusia berkerudung hitam itu san mulai memeriksa isi sakunya, mendadak tampak dia berteriak girang kemudian meloncat bangun sambil memperlihatkan dua buah kunci. "Coba kau lihat" Teriaknya keras. "Dugaanmu sedikit pun tidak salah, kunci itu memang ada di dalam sakunya" Ti Then betul-betul merasa amat girang sekali. "Coba bawa kemari, kita coba" Serunya cemas. Wi Lian In segera menuju ke belakang badannya dan memasukkan salah satu kunci yang ada ditangannya ke dalam lobang kunci rantai tersebut kemudian memutarnya kekanan. "Klik" Rantai sudah terbuka. Ti Then betul-betul merasa amat girang sekali, cepat-cepat direbutnya kuncinya yang lain dan membukakan rantainya mereka berdua yang bisa bebas kembali dari belenggu tak tertahan sudah pada meloncat kegirangan. -ooo0dw0ooo- Jilid 20.1 Api cinta Wi Lian In Tiba-tiba Wi Lian In menjerit kesakitan. "Aduh ..kakiku sakit benar aduh ..." "Waah ... tentu terkena api sewaktu meloncat tadi, mari sini biar aku periksa sebentar."Dia menarik celana kakinya ke atas, terlihatlah kakinya yang semula berwarna putih laksana salju kini sudah berubah menjadi memerah dengan penuh gelembung-gelembung air yang amat banyak. dalam hati Ti Then merasa sedikit tak tega lalu hiburnya dengan suata perlahan- "Wah masih untung cuma kulitnya saja yang terluka, sebentar saja akan sembuh dengan sendirinya" "Lalu bagaimana?" Tanya Wi Lian In kemudian dengan nada kuatir. "Omong kosong ,mari sini biar aku yang periksa" "Tidak usah periksa lagi" Ujar Ti Then sambil tertawa, dia lantas bangkit dan berdiri kembali. "Saat ini kau juga tidak membawa obat luka terbakar, cuma lihat- lihat saja apa gunanya?? Yang penting kita sekarang harus cepat- cepat meninggalkan tempat ini, nanti setelah sampai di dalam kota kita baru beli obat buat luka- luka terbakar ini." Waktu itu sang surya sudah memancarkan sinarnya keempat penjuru, dari tempat kejauhan seCara samar-samar terdengar kokokan ayam yang saling sahut menyahut. Mendengar suara kokokan ayam itu Wi Lian In segera angkat tangannya menuding kearah mana berasalnya suara kokokan ayam tersebut serunya dengan girang. "Di sebelah sana tentu ada rumah kaum petani, ayoo kita lihat ke sana." Kedua orang itu segera meninggalkan rumah petani yang kini sudah terbakar musnah itu. Kurang lebih setelah melakukan perjalanan sejauh setengah li, tak salah lagi mereka sudah menemukan sebuah rumah petani, kaum petani di sana sejak pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya dan kini hanya terlihat seorang perempuan sedang menCuoi pakaian didekat sumur.Dengan tanpa sungkan-sungkan lagi Wi Lian In maju menghampiri perempuan itu untuk kasi hormat. Ujarnya. "Toa so permisi." "Kalian ...." Teriak perempuan desa itu mendadak dengan pandangan penuh perasaan terperanyat, dia memandang kearah Ti Then berdua kemudian meloncat bangun "Kalian datang dari mana??" "Kami kakak beradik sedang mencari seorang famili kami, siapa tahu ketika berjalan sampai di sini sudah tersesat,Toa so tolong tanya tempat manakah ini?" "Ooh, kiranya di sini bernama desa Thay Peng cung," Sengaja Wi Lian In memperlihatkan perasaan terperanyat. "Kami kakak beradik sebetuinya mau pergi ke Tiong cing hu, entah kota Tiong cing hu terletak didaerah mana? jaraknya dari sini masih seberapa jauh?" "Waah jauh sekali. Kota Tiong cing hu terletak di sebelah barat daya harus melakukan perjalanan selama satu hari penuh baru sampai di sana." "Aaah, masih harus menempuh satu hari perjalanan??. kami kira kota Tiong cing hu sudah dekat dari sini" "Kota Tiong khing hu adalah sebuah kota besar, sewaktu hamba masih muda pernah pergi satu kali, pergi ke sana waktu itu hamba harus berjalan satu hari penuh baru sampai" "Famili kami kakak beradik bernama Cuo It sian, mungkin Toa so pernah mendengar nama dari Cuo it sian ini bukan?" Mendengar disebutnya nama Cuo It sian ini perempuan desa itu menjadi sangat girang sekali. "Oooh ... kiranya kalian mau mencari Cuo Lo-ya, kami penduduk dari desa Thay Peng Cun semuanya merupakan lumbung padi milik dia orang tua, sudah tentu kami tahu diri Cuo Lo-ya" Berbicara sampai di sini sikapnya pun berubah menjadi sangat ramah sekali, sepasang tangannya yang masih basah oleh air Cuciandengan tergesa gesa digosok-gosokkan ke atas celananya kemudian dengan wajah penuh dihiasi oleh senyuman ujarnya. "Mari ... mari . silahkan kalian berdua masuk ke dalam rumah, tentu kalian berdua belum sarapan pagi bukan ... ." Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tidak. tidak perlu kami sudah makan." Potong Wi Lian In dengan gugup "Terima kasih atas maksud baik dari Toa so, kita harus segera berangkat" Dengan terburu-buru mereka memberi hormat, kemudian putar badannya melanjutkan perjalanannya..sesudah melakukan perjalanan beberapa saat lamanya barulah terdengar Wi Lian In tertawa dingin. "Heee.. hee .. kelihatannya si pembesar kota Cuo It sian tidak bisa luput dari kecurigaan kita." Ti Then tidak langsung memberikan tanggapannya, dia termenung berpikir sejenak lalu baru jawabnya. "Sebelum kita memperoleh bukti yang betul-betul bisa di pegang teguh, lebih baik jangan secara sembarangan menuduh kalau dialah orang manusia berkerudung itu untuk menawan dan menyekap kita..." "Lalu apa rencanamu dari sekarang untuk menyelidiki urusan ini ??" "Kembali ke kuil Sam cing Koan dulu" "Benar" Seru Wi Lien In menganguk. "Kita mengupas bajingan- bajingan toosu itu terlebih dulu, jikalau mereka sudah mengaku kalau pemimpin mereka adalah Cuo It sian, kita bisa bawa mereka untuk bertemu dengan Cuo It Sian." "Aku pikir peristiwa kita dibikin mabok kemungkinan sekali tidak ada sangkut pautnya dengan tosu-tosu dari kuil Sam cing Koan-" Wi Lian In menjadi melengak"Bagaimana tidak ada sangkut pautnya?? kita dibikin mabok sewaktu berada di dalam kuil, apalagi yang kirim teh itu kepada kita juga toosu-toosu dari kuil tersebut" "Jikalau yang menjadi otak mereka adalah cuo It Sian, seharusnya mereka tahu bisa jelas dari kuil Hwesio-hwesio sukar untuk melarikan diri dari kuil tosu, mereka tidak mungkin berani memerintahkan toosu-toosu kuil itu untuk memberi obat pemabok ke dalam air teh yang bakal kita minum" "Kalau begitu, dia sudah kirim orang lain untuk bersekongkol dengan toosu-toosu kuil Sam cing koan ??" "Kalau misalnya betul-betul begitu" Sahut Ti Then kemudian "Maka orang itu seharusnya mem punyai hubungan yang sangat erat sekali dengan tosu-tosu kuil Sam cing Koan, karena itu para toosu baru menyanggupi untuk membantu mereka, aku lihat tidak mungkin..tidak mungkin" "Tetapi tidak perduli bagaimana pun juga, peristiwa dibikin maboknya kita oleh toosu-toosu kuil sam Cing Koan adalah peristiwa yang betul-betul sudah terjadi" "Sekali pun begitu" Bantah Ti Then lagi. " Kemungkinan sekali otak dari peristiwa ini datang sendiri lalu kirim orang untuk secara diam-diam bercampur baur dengan toosu-tosu yang lain kemudian secara sembunyi-sembunyi memasukkan obat pemabok itu ke dalam air teh kita." " Walau pun kemungkinan bisa begitu, tapi. ." "Aku rasa pasti demikian" Potong Ti Then cepat. " Kalau memangnya demikian lalu buat apa kita pergi ke kuil Sam Cing Koan?" "Pergi mengambil buntalan serta kuda kita" Saat itulah Wi Lian In baru ingat kalau buntalan serta kuda tunggangan mereka masih ketinggalan di dalam kuil sam Cing Koan- segera dia tertawa."Ha.. haa.. aku sudah lupa kalau buntalan serta kuda tungggangan kita masih disimpan di dalam kuil sam Cing Koan-.." Satu jam kemudian mereka berdua sudah tiba di dalam dusun dimana terletak kuil sam Cing Koan, sesudah pergi membeli obat terbakar di sebelah kedai obat barulah mereka menuju kekuil sam Cing Koan- "Tidak perduli bagaimana pun kita harus memancing-mancing pada mereka dengan pertanyaan-pertanyaan" Seru Wi Lian in kemudian sampainya di depan kuil sam Cing Koan itu. "Kemungkinan sekali diantara tosu-tosu yang ada di dalam kuil sekarang ini masih ada yang merupakan komplotan dari orang- orang berkerudung hitam itu." "Sudah tentu harus ditanyai dulu, tetapi aku percaya kita tidak akan bisa berhasil memperoleh jawaban yang memuaskan hati, mari kita masuk." Mereka berjalan menaiki tangga di depan pintu kemudian masuk ke dalam ruangan besar yang bernama sam Cing Thlen waktu itulah mereka sudah melihat si penerima tamu . "It Cing" Tojin menerima seorang kakek tua itu dari rakyat biasa dan kini baru berbicara, ketika dia orang melihat Ti Then serta Wi Lian In berjalan ke dalam ruangan, air mukanya seketika itu berubah menjadi amat terkejut bercampur gembira, cepat-cepat dia berdiri dan datang menyambut. "Bukankah kalian berdua adalah sepasang kakak beradik yang kemarin hari menginap di dalam kuil kami??" Teriaknya. "Benar" Jawab Ti Then sambil bungkukkan badannya memberi hormat. "Malam itu sesudah kalian berdua bersantap. kenapa secara tiba- tiba sudah lenyap tanpa bekas?" "Ha. ha . soal itu kami harus bertanya juga kepada Totiang yang pada malam itu mengirim santapan buat kami berdua.""Ooooh..." Teriak It Cing Toojin tertegun. "Apa mungkin sian Tong sudah berlaku kurang hormat kepada kalian dan sudah berbuat salah kepada kalian berdua?" "Oooh totiang yang malam itu kirim santapan buat kita bersama sian Tong??" Tanya Ti Then tersenyum. "Benar, selama ini dia sangat sopan menghadapi orang lain, tidak disangka kali ini sudah melakukan kesalahan terhadap kalian berdua, waah. dia memang seharusnya dihukum" Ti Then segera tersenyum. "sian Tong totiang bukannya melakukan kesalahan kepada kami berdua karena sikap serta tindak tanduknya" " Kalau tidak" Teriak It Cing Toojin melengak. "Bagaimana dia sudah berbuat salah kepada kalian berdua" Ketika Ti Then melihat dalam ruangan itu masih ada orang sedang menyambangi kuil dia tidak mau secara terus terang membeberkan kejadian yang sesungguhnya di depan orang lain sehingga membuat nama baik dari kuil sam Cing Koa bernoda, karenanya itu ujarnya kemudian. "Dapatkah Tootiang mempersilahkah sian Tootiang untuk ikut kami berbicara di dalam kamar belakang??" "Baiklah" Sahut It Cing Toojin kemudian sambil mengangguk "Buntelan dari sicu berdua masih ada di dalam kamar belakang, silahkan kalian berdua menanti sebentar di dalam kamar belakang, biarlah pinto mencari sian Tong" Ti Then mengangguk menyetujui, dengan diikuti oleh Wi Lian In mereka berdua berjalan melalui pintu samping ruangan tengah itu menuju kekamar di mana kemarin malam mereka menginap. Ternyata kedua buah buntalan itu masih tetap terletak di atas pambaringan dengan baiknya, agaknya mereka memang betul-betul tak pernah menggeserkan buntalan itu.Wi Lian In segera membuka buntalannya untuk memeriksa sebentar isinya, setelah itu barulah ujarnya sambil tertawa. "Kelihatannya mereka betul- betul jujur, buntalanku sama sekali tidak dikutik-kutik oleh mereka" "Tapi buntalanku pasti sudah diperiksa oleh mereka" Perkataan ini baru saja di ucapkan terlihatlah It Cing Tojin serta Sian Tong Toojin sudah berjalan masuk ke dalam kamar. Agaknya It Cing Toojin sudah mendengar apa yang diucapkan oleh Ti Then tadi, sambungnya kemudian. "Benar, pinto memang pernah membuka buntalan dari sicu untuk diperiksa isinya karena lenyapnya kalian berdua secara tiba-tiba membuat pinto merasa tidak tenang untuk mencari tahu asal usul kalian berdua mau tak mau terpaksa kami mesti membuka buntalan kalian untuk diperiksa, harap sicu berdua tak sampai marah karena hal ini" "Tidak mengapa, tidak mengapa..memang seharusnya begitu." It Cing Tojin lantas menuding ke arah Sian Tong Toojin yang berada di sampingnya, ujarnya. "Dialah sian Tong yang pada malam itu melayani sicu berdua, dia sudah berbuat salah apa sicu sekalian boleh secara langsung menegur padanya agar pinto pun bisa menyatuhi hukuman kepadanya" Sepasang mata Ti Then dengan amat tajamnya memandang seluruh tubuh dari Sian Tong Toojin, lama sekali baru terdengar dia tertawa dingin. "To Tiang sudah mendapatkan perintah dari siapa untuk memasukkan obat pemabok ke dalam air teh kami?" "Sicu, kau sedang berbicara apa??" Tanya sian Tong Toojin termangu- mangu. " Kenapa Tootiang harus berpura-pura bodoh?"Air muka Sian Too Toojin semakin berubah hebat, dia segera menoleh ke arah It Cing Toojin yang berdiri di sampingnya. "Susiok" Ujarnya dengan perasaan bingung "sicu ini sedang berbicara apa?" Agaknya It Cing Tojin sudah dibuat terperanyat oleh perkataan tersebut, keringat dingin mengucur keluar dengan derasnya, wajahnya pun berubah pucat pasi serunya lagi sambil memandang kearah diri Ti Then- "Jadi maksud sicu air teh yang pada malam itu dikirim sian Tong kekamar kalian sudah ditaruhi obat pemabok di dalam?" "Sedikit pun tak salah." Sahut Ti Then dengan amat dingin "setelah kami minum air teh itu tak lama kemudian jatuh tak sadarkan diri, sewaktu sadar kembali ternyata kami sudah dikurung di sebuah ruangan di bawah tanah" "Hal ini sungguh-sungguh sudah terjadi?" Teriak It Cing Toojin dengan perasaan terkejut. "Sampai pagi hari inilah kami baru berhasil melarikan diri dari dalam ruangan bawah tanah itu, Tootiang, kau bisa melihat sendiri bukan dari dandanan serta pakaian kami yang kotor dan koyak ini." "Tetapi siauwte tak pernah melakukan pekerjaan semacam ini." Seru Sian Tong Toojin keras-keras. Ti Then tertawa dingin. "salah satu dari ketiga orang berkerudung hitam yang menculik dan mengurung kami itu sudah mengaku kepada kami." "Dia bilang siauw te yang menaruh obat pemabuk itu ke dalam air teh kalian?" Teriak sian Tong Toojin dengan amat gusar. "Tidak salah" "Omong kosong." Teriak Sian Tong Toojin sambil mencak-mencak saking gemasnya. "Dia sedang memfitnah aku, sekarang dia ada dimana?? Ayoh kita cari dia untuk diajak beradu muka dengan aku.""Dia sudah aku lukai bagian lehernya kini masih berada di tempat itu." "Kalau begitu" Ujar sian Tong Toojin dengan amat gusarnya "Mari kita bersama-sama pergi cari dia, di hadapan kita semua boleh kalian tanyakan, siauw te mau lihat dia masih berani mengoceh tak karuan tidak" "Sebetulnya siapakah mereka itu? Kenapa mau menculik kalian berdua?...." Tanya It Cing Toojin kemudian- Ti Then berdiam diri tak menyawab, dia tahu sian Tong Toojin memang benar-benar tidak tersangkut di dalam urusan ini karenanya dia pura-pura tak mendengar. "Demikian pun baik juga." Ujarnya kemudian. "cayhe akan pergi ke sana untuk membawa dia orang datang kemari, aku mau lihat dia yang sedang memfitnah diri Too tiang atau Too tiang yang sedang berbohong bagaimana?" "Bagus sekali, hal ini memang jauh lehih bagus, kebersihan hati siauw te bagaimana bisa dirusak orang dengan seenaknya, sicu cepat engkau tangkap dia dan bawa ke sini agar semua orang bisa menjadi jelas. Hmm... h mm... kurang ajar... kurang ajar..." Ti Then segera menyinying buntalannya dan diikat pada punggungnya, setelah itu baru tanyanya. "Kuda tunggangan kami berdua masih di sini bukan?" "Benar, biar siauw te pergi menuntunnya kemari." Selesai berkata dengan tergesa-gesa dia berjalan pergi. Ti Then segera merangkap tangannya memberi hormat kepada diri It Cing ujarnya. " Kemungkinan sekali orang berkerudung hitam itu memang dia membohong untuk memfitnah diri sian Tong Tootiang. pokoknya bagaimana keadaan yang sebetulnya biarlah cayhe sesudah membawa dia datang ke sini baru kita periksa lagi dengan lebih teliti""Baiklah, pinto berani pastikan kalau sian Tong tidak mungkin merupakan seorang yang begitu jahatnya, sicu silahkan pergi tawan orang itu untuk dibawa ke sini" Mereka bertiga segera berjalan keluar dari kamar, terlihatlah sian Tong tojin sudah menuntun kedua ekor kuda itu menanti di depan pintu. Ti Then serta Wi Lian In segera menerima kudanya masing- masing dan meloncat naik ke atas, sesudah memberi hormat kembali kepada It Cing Tojin mereka segera melarikan kudanya meninggalkan kuil sam Cing Koan. Mereka berdua sesudah melarikan kudanya beberapa waktu lamanya baru terlihatlah Ti Then tertawa pahit. "Coba kau lihat, betul tidak omonganku ?? mereka tentu tidak tahu urusan ini". "Kenapa tadi kau bilang mau membawa orang berkerudung hitam itu untuk dihadapkan dengan dia orang?, bukankah orang berkerudung hitam itu sudah kau cekik mati sejak tadi-tadi?" "Jikalau tidak berbohong mana mungkin mereka akan melepaskan kita pergi dengan begitu saja" "Kini seharusnya kita pergi cari Cuo It sian" "Tidak. tidak ada gunanya cari dia" Wi Lian In menjadi melengak. "Tidak pergi cari Cuo It sian lalu seharusnya pergi cari siapa?." "Cari ayahmu.." Sekali lagi Wi Lian in dibuat melengak oleh jawaban dari Ti Then ini. "Ooooh..benar ??" "Sekali pun yang menjadi dalang penculikan kita adalah Cuo It sian tetapi sekarang kita sama sekali tidak punya bukti apa pun, kita bisa mengapa-apakan dirinya, tidak perduli siapa orang yang menjadi dalang di dalam penculikan ini, tujuan mereka adalahhendak menggunakan kita orang sebagai tunggangan untuk memaksa ayahmu menyerahkan barang itu, makanya kita harus mencari ayahmu untuk diajak berunding, asalkan kita berhasil bertemu dengan ayahmu kemudian menanyakan lebih jelas lagi, tidaklah sukar bagi kita untuk mengetahui siapa dalang yang sebenarnya." "Ehmmm, memang beralasan juga" Jawab Wi Lian In kemudian sambil mengangguk "Tetapi entah sekarang Tia sudah tiba diistana Thian Teh Kong belum?" "Kita berangkat sekarang juga, kemungkinan sekali bisa bertemu dengan beliau" "Aku punya satu pendapat, bagaimana kalau kits kembali kedesa Thay peng sun untuk melihat-lihat keadaan di sana?" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tidak salah" Seru Ti Then, segera di teringat akan sesuatu hal kembali. "Mari kita berangkat sekarang juga, kemungkinan sekali di sana kita bisa bertemu dengan pihak lawan" "Selain itu masih bisa mencari kembali pedang kita, kita mau pergi keistana Thian Teh Kong seharusnya mem punyai pedang yang menggembel dibadan kita." "Baiklah, ayoh kita cepat berangkat" Mereka berdua segera melarikan kuda dengan cepat, tidak selang lama kemudian sudah berada kembali di dalam dusun Thay Peng Cung. Pada jarak kurang lebih ratusan langkah dari depan dusun tersebut mereka meloncat turun dari kuda dengan sangat cepat, memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu. Terlihatlah keadaan didusun tersebut sebagian besar sudah terbakar musnah, kini hanya tinggal tembok-tembok serta tiang tidak ikut terbakar berdiri serabutan, diatap asap dengan tebalnya tetapi keadaan disekitar tempat itu tidak tampak bayangan manusia pun-Agaknya Wi Lian In merasa keadaan diluaar dugaannya, serunya. "Bagaimana di sini tidak tampak sesosok bayangan manusia pun???" "Mari kita lihat-lihat ke sana" Dengan jalan menyelinap mereka berdua dengan bersembunyi- sembunyi jalan mendekati perkam pungan tersebut, sesudah memeriksa disekeliling dusun itu, terasalah oleh mereka kalau disekeliling tempat itu memang betul-betul tidak tampak bayangan musuh, karenanya dengan tenang-tenang baru berani munculkan diri untuk berjalan maju ke depan. orang berkerudung hitam dibunuh mati Ti Then tadi, kini mayatnya sudah terbakar, panasnya hawa di sana saat ini seluruh kulit badan sudah terkupas bahkan seluruh tubuhnya sudah digenangi dengan air bercampur darah yang amis sekali baunya, keadaan begitu seram dan memaksa orang mau muntah. "Mayat ini belum pernah dipindah dari tempat semula, kelihatannya mereka belum datang ke sini" Ujar Ti Then kemudian- "Tetapi aneh, seharusnya penduduk disekitar dusun ini tahu kalau ditempat ini terjadi kebakaran tetapi kenapa tidak ada orang yang datang??" "Api mulai membakar ditengah malam buta, kemungkinan sekali mereka memang tidak melihatnya" "Lalu satu keluarga dari petani yang mendiami tempat ini sudah pergi kemana?" Potong Wi Lian In tiba-tiba. Ti Then termenung berpikir sebentar kemudian baru jawabnya. "Ada dua kemungkinan, yang pertama sudah dibunuh oleh mereka, yang kedua sudah pindah dari tempat sini. jikalau sudah pindah lalu.." "Lalu yang perintah mereka sudah tentu si pembesar kota Cuo It sian" Potong Wi Lian In-"Benar" Jawab Ti Then mengangguk. "Cuo It Sian merupakan pemilik tanah dari perkam pungan ini, hanya dia seorang saja yang bisa memerintahkan penduduk sini untuk pindah." "Waaaah. .waaah... celaka, pedang kita sudah tentu rusak karena terbakar" "Pedang itu tidak mungkin bisa terbakar rusak. ayoh kita lihat- lihat di dalam sana, mungkin pedangnya masih ada." Demikianlah mereka berdua segera masuk ke dalam rumah itu untuk mencari kembali pedang mereka, sesampainya diruangan yang sudah terbakar hangus di sana di temuinya oleh mereka lima sosok mayat yang sudah terbakar hangus. "Ooh Thian " Teriak Wi Lian In dengan perasaan terperanyat. " Kelima sosok mayat ini apakah mayat dari pemilik rumah ini?" "Pasti benar" Jawab Ti Then dengan wajah serius. "Coba kau lihat diantara kelima sosok mayat adalah mayat bocah . ." Tak tertahan lagi Wi Lian In menarik napas dingin, dengan gemas teriaknya. "Hmm ... sungguh kejam hati bajingan-bajingan itu" Ti Then pun mengerutkan alisnya rapat-rapat. "Yang aneh, sewaktu kemarin malam kita melarikan diri dari ruangan bawah tanah kenapa tidak menemukan mereka-mereka ini?" " Kemarin malam kita sama sekali tidak masuk ke dalam ruangan tamu ini." "Tetapi sewaktu terjadi kebakaran seharusnya orang-orang ini berteriak minta tolong ... ." Bantah Ti Then lagi, tapi sebentar kemudian dia sudah menjerit tertahan "HHmm, mereka berlima tentu telah di totok jalan darah bisunya sehingga tak sanggup untuk berteriak minta tolong, Heeey..sungguh mengerikan" Wi Lian In tidak berani terlalu banyak melihat lagi, serunya kemudian- "Mari kita keluar saja."Ti Then melakukan pencarian kembali di antara reruntuhan tembok, tetapi tetap tidak menemukan kembali kedua belah pedang mereka, akhirnya dia mengundurkan diri juga dari ruangan tamu itu untuk mencari diantara reruntuhan ditempat lainnya. Mereka berdua dengan susah payah mencari setengah harian lamanya tetapi tetap tidak memperoleh hasil, terpaksa dengan hati kesal Ti Then berdua berhenti mencari. Ti Then mengambil keluar bubuk obat dan membubuhinya pada luka Wi Lian In kemudian membubuhi juga pada kakinya sendiri, setelah itu baru ujarnya. "Aku lihat di dalam waktu yang sangat singkat tidak mungkin kita memperoleh hasil, kita tak usah menunggu lagi, sekarang juga kita berangkat ke istana Thian Teh Kong." "Baiklah, aku mau berganti pakaian dulu tolong kau jagakan jikalau ada orang datang cepat-cepat beritahu padaku" "Jadi maksudmu sewaktu kau berganti pakaian aku tidak usah menutup mataku?" Goda Ti Then sambil tertawa. "cis ... jangan omong sembarangan aku mau berganti pakaian di belakang runtuhan tembok itu,tapi kau jangan ngintip lho, kalau tidak... awas aku pukul kau." "Kita sekarang sudah jadi suami istri, buat apa kau begitu rikuh- rikuh terhadap aku orang??" "Bukan suami istri, tapi calon suami istri" Bantah Wi Lian In dengan serius. " Kemarin malam aku sudah berbicara sangat jelas, jikalau kita mati maka boleh dianggap kita sudah menjadi suami istri, tetapi kalau tidak mati kita harus undurkan sebutan kita sebagai calon suami istri." "Omongan apa itu??" Seru Ti Then sambil menghela napas panjang-panjang "Aku sungguh menyesal kenapa kemarin malam tidak terbakar mati saja?"Wi Lian In segera tertawa cekikikan, dia melepaskan buntalannya dan berjalan ke balik reruntuhan tembok untuk berganti pakaian- "Cepat sedikit, aku juga mau berganti" Wi Lian In yang di balik runtuhan tembok segera menyawab. "Kenapa kau tidak berganti pakaian di sana saja??" "Waaah tidak bisa .. .tidak bisa, jika ada orang datang aku harus lari kemana??" "Kau seorang lelaki takut apa lagi?" Seru Wi Lian In sambil tertawa geli. " Orang lelaki tidak takut orang lelaki tapi takut dengan orang perempuan, jikalau secara tiba-tiba datang seorang nona dan waktu itu aku sedang telanyang .. waah kemana aku harus lari??" "Hmmm, kamu orang sedang mimpi yaa?" Teriak Wi Lian In sambil tertawa terus. Ditengah percakapan itulah dia sudah selesai berganti pakaian dan berjalan keluar dari balik runtuhan tembok. Ti Then segera melepaskan buntalannya sendiri. "Sekarang giliranku, kau jangan mengintip aku ganti pakaian lho" Serunya sambil tertawa Air muka Wi Lian in seketika itu juga berubah menjadi merah padam. "Cis..siapa yang mau mengintipkan ganti pakaian??" Sambil tertawa Ti Then berjalan ke balik runtuhan tembok kemudian melepaskan semua pakaiannya yang sudah kotor, siapa tahu baru saja dia memakai celananya mendadak terdengar Wi Lian in yang ada diluar sudah berteriak. "Aduh celaka ada orang datang" Seketika itu juga Ti Then menjadi kelab akan, tanpa memakai pakaian atasnya lagi dengan badan setengah telanyang dia berlari keluar. "Dimana..dimana??" Tanyanya gugup, seketika itu juga Wi Lian In tertawa cekikikan sehingga badannya terbungkuk- bungkuk .-ooo00000ooo- Dua hari kemudian mereka sudah tiba dekat dengan gunung Kim Hud san- dimana terletaknya istana Thian Teh Kong, dari jauh hanya terlihatiah pegunungan yang saling bersambungan menembus awan. Jika dilihat dari kejauhan puncak Kim Hud san semuanya ada empat buah, lingkar melingkar sambung menyambung laksana naga yang sedang tertidur keadaannya amat megah sekali. Tak terasa lagi Wi Lian In sudah memuji. " Gunung Kim Hud San inijauh lebih bagus dari pada gunung Kiam Teng san." "Aku dengar di atas gunung ada tempat-tempat pesiar yang bagus-bagus dan indah sekali seperti kuil Lian Hia si, si Ci Gi, gua sak Gouw Tong, gua Ku Hud Tong dan lain-lainnya. Katanya dahulu sering banyak pelancong yang berpesiar ke sana. ." "Lalu sejak si anying langit rase bumi mendirikan istana Thian Teh Kong di sana kaum pelancong jarang yang berani ke sana?" "Benar." Sahut Ti Then mengangguk. "Bukan saja kaum pelancong tidak berani berpesiar ke sana, sampai pada hwesio yang berdiam di dalam kuil di atas gunung pun pada meninggalkan gunung, mereka tidak berdiam menjadi satu dengan kaum perampok." "Hmmm si anying langit rase bumi sungguh buas sekali." Maki Wi Lian In dengan gusar. "Mereka tidak pergi ke tempat lain justru datang ke sini merusak pemandangan indah.". "Bukan begitu saja" Tambah Ti Then lagi. "Aku dengar semua kuil yang ada digunung sekarang ini sudah dijadikan sarang perampok oleh mereka." "Lalu istana Thian Teh Kong didirikan di sebelah mana?""Mungkin tidak jauh dari si ci Go tetapi tempat yang sejelasnya aku sendiri juga tidak tahu" "Jarak waktu dengan saat perjanyian masih ada dua hari lamanya, kini kita mau langsung naik ataukah menanti Tia di bawah gunung saja?" "Siang hari menunggu di bawah gunung" "Kalau malam naik ke gunung melakukan penyelidikan?" Sambung Wi Lian In sambil tersenyum. "Benar." Jawab Ti Then sambil mengangguk "Si rase bumi Bun Jin Cu kini sudah kehilangan suaminya, dengan kepandaian serta kekuatan anak buahnya dia tidak mungkin berani menantang ayahmu secara terang-terangan, kemungkinan sekali mereka sudah pergi mengundang jago-jago Bu lim lainnya untuk mereka di dalam pertempuran kali ini atau mungkin juga dia sudah mengatur jebakan buat kita agar kita terpancing, karenanya kita harus naik ke atas gunung untuk mengadakan penyelidikan terlebih dahulu." Wi Lian in segera angkat kepalanya memandang keadaan cuacanya lalu baru ujarnya. "Sekarang masih ada waktu satu jam baru malam hari menjelang datang, lebih baik kita cari suatu tempat yang baik untuk istirahat." Ti Then segera pentangkan matanya memandang keadaan sekeliling tempat itu, terlihatlah di sebelah kiri diantara rentetan pegunungan yang melingkar terdapat sebuah hutan yang sangat lebat sekali, serunya kemudian sambil menuding kearah sana. "Mari kita ke sana saja." Sewaktu naik gunung mereka berdua sudah menitipkan kuda tunggangan mereka pada rumah kaum tani disekitar tempat itu, karenanya gerak geriknya mereka sekarang jadi lebih lebih leluasa, hanya di dalam beberapa kali loncatan saja mereka berdua sudah berada di dalam hutan yang lebat itu."Kita bersembunyi di dalam hutan yang begini lebat, jikalau Tia datang apa dia orang tua bisa melihat kita?" Ujar Wi Lian In kemudian sesampainya di dalam hutan itu. "Bisa, tempat ini merupakan jalan gunung untuk menuju ke atas gunung." "Buat sementara orang lain tentu akan menggunakan jalan ini tetapi buat ayahku belum tentu" Ti Then segera tersenyum. "Tidak ayahmu pasti bisa menggunakan jalan ini untuk naik gunung." "Alasanmu." "Karena ayahmu merupakan seorang yang suka terus terang, jikalau dia naik gunung untuk memenuhi janyi pastilah dia akan secara terang-terangan naik gunung, tidak mungkin dia orang tua mau naik gunung secara sembunyi-sembunyi." Ketika Wi Lian In mendengar dia orang sedang memuji ayahnya dalam hati lantas merasa sangat gembira sekali, tanpa terasa lagi dia sudah melemparkan satu senyuman manis kepadanya. "Perkataanmu sedikit pun tidak salah. Tia memang seorang lelaki yang demikian-" Ti Then tersenyum, tambahnya kemudian- "Tetapi kemungkinan sekali kita tidak bisa bertemu dengan ayahmu jika terus menanti di sini" "Perkataanmu kenapa begitu plin plan?" Seru Wi Lian In melengak. "Kemungkinan sekali si otak dari penculikan diri kita itu sama sekali tidak tahu kalau kita sudah melarikan diri Wi Lian In segera merasa perkataannya sedikit pun tidak salah, tak terasa lagi dia mengangguk. "Ehmm jika memang betul-betul begitu, bilamana Tia sudah mendengar kalau kita tertawan kemungkinan sekali sudahmembatalkan datang ke sini untuk memenuhi undangan dari pihak istana Thian Teh Kong" Sinar matanya yang amat indah itu berkedip-kedip sebentar kemudian dengan merasa kuatir tambahnya. "Lalu bagaimana kita sekarang??" "Biar aku seorang diri naik ke atas gunung untuk memenuhi undangan" "Lalu aku??" "Pergi cari ayahmu." " Kau suruh aku pergi kemana mencarinya?" "Sebelum si otak penculikan itu mau menggerakkan ayahmu, dia tentu membiarkan ayahmu melihat diri kita terlebih dulu. Karenanya kau harus menuju ke dusun Thay Peng cun sana." "Tetapi" Bantah Wi Lian In lagi "Dengan seorang diri kau naik ke atas gunung untuk memenuhi undangan, apakah kamu orang sudah merasa punya pegangan untuk mengalahkan si rase bumi Bun jin Cu beserta anak buahnya??" "Jika mereka menyerang satu persatu aku merasa masih punya kekuatan untuk menghalau mereka, bilamana mereka bergerak secara bersama-sama tidak kuat jauh lari dengan kedua belah kakiku ini." "Tidak" Sekali lagi bantah Wi Lian In. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Malam ini kita masih menyelidiki dulu keadaan istana Thian Teh Kong kemudian baru balik ke sini menunggu Tia, bilamana lusa masih belum datang untuk memenuhi janyi hal itu berarti Tia sudah ikut si penculik itu pergi ke perkam pungan Thay Peng cun itu, kita harus berusaha bertemu dengan sirase bumi Bun jin Cu untuk mengundurkan perjanyian ini, setelah itu bersama-sama pergi mencari Tia." "Demikian pun baik juga, tetapi malam ini biar aku seorang diri saja yang pergi mengintip. kau lebih baik tunggu saja di sini."" Kenapa ??" Seru Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya. "Jika seorang diri saja yang mengintip maka keadaan kita sukar diketatui oleh mereka, jikalau kita harus pergi bersama-sama, bilamana sampai ketemu waahh sulit buat kita untuk menolong dari jebakan si rase bumi Bun Jin Cu." "Tidak aku juga mau ikut" "Baik" Seru Ti Then setengah mengancam "Bilamana kau tidak mau mendengar omonganku, sesudah kembali kebenteng Pek Kiam Po aku segera minta berhenti dari ayahmu" Mendengar ancaman itu Wi Lian In jadi gugup. "Baik . .... baik" Serunya cepat. "Aku mendengar omonganmu, aku mendengar omonganmu" Ti Then segera tersenyum. " Calon istriku yang paling cantik, sekarang silahkan mengambil keluar rangsum kita, bagaimana kalau kita makan bersama-sama .??" Mereka berdua lalu mendahar rangsum tersebut setelah itu saling berpelukan dan bermesraan, lama sekali di bawah pohon yang rindang. Tiba-tiba terdengar Wi Lian In menghela napas panjang. "Haay ... malam begitu cepat datang." "Heehh ... kenapa ???" Saru Ti Then melengak. Wi Lian In segera tersenyum malu, kepalanya ditundukkan rendah-rendah. "Kau mau berangkat kapan?? " "Sebentar lagi, dari sini untuk mencapai istana Thian Teh Kong masih ada setengah hari perjalanan-" Perlahan-lahan Wi Lian In menyatuhkan dirinya kembali ke dalam pelukannya, ujarnya sambil memejamkan sepasang matanya." Lebih baik kau berangkat pada kentongan pertama saja, si rase bumi Bun Jin Cu tentu sudah mengatur banyak penjagaan di sekeliling istananya, kalau pergi terlalu pagi malah lebih mudah di ketahui oleh mereka" Perlahan-lahan pada wajahnya terpancarkan suatu sinar kebahagian, sinar tersebut tentu bisa ditemui di wajah setiap nona yang sedang terjerumus di dalam lembah percintaan, karena hal inilah Ti Then segera tahu kenapa dia minta dirinya berangkat sesudah kentongan pertama, dia bukan merasa kuatir atas keselamatan dirinya kalau sampai diketahui oleh anak buahnya si rase bumi Bun Jin cu melainkan dia mengharapkan bisa bergumul dan bermesra-mesraan lebih lama lagi dengin dirinya. Jilid 20.2 Terperangkap di istana Thian Teh Kong Setiap kali dia menghadapi "Rasa cinta yang demikian tebalnya" Ini Ti Then selalu merasa seperti meneguk secawan arak yang manis bercampur rasa pahit, dalam hati dia merasa girang juga merasa murung, karena dalam pikirannya segera terbayang kembali olehnya kalau dia hanya menerima perintah dari seseorang..dia cuma sebuah patungnya saja. Tanpa terasa lagi tangannya mulai mengusap wajahnya yang halus itu, sembari merasakan kenikmatan dari perasaan cintanya yang berkobar-kobar ini dalam hatinya merasa perih juga seperti diiris-iris oleh beribu-ribu golok. Tetapi Wi Lian In sama sekali tidak mengetahui akan hal ini, pada wajahnya terbayang suatu senyuman yang sangat gembira, ujarnya sambil tertawa ringan-"Aku punya usul. ." "Usul apa?" Tanya Ti Then melengak. "Selesai kita membereskan urusan di sini kita langsung pulang ke dalam Benteng saja, sewaktu kau bertemu dengan si locia itu pelayan tua kau bisa secara diam-diam kasi tanda kepadanya. ."Untuk beberapa waktu lamanya Ti Then dibuat bingung oleh perkataannya yang tidak ada ujung pangkalnya ini. "Beri tanda apa kepada si Lo-cia..???" "Hmm, kau pura-pura bodoh." Seru Wi Lian In dengan manyanya, sedang tangannya dengan perlahan mencubit kakinya Ti Then- "Oooh. ." Ti Then segera paham apa yang sedang dimaksudkan-. "Kau minta aku suruh si Locia mewakili aku pergi meminang dirimu??" "Si Locia sangat suka kalau kita orang bisa bersatu, dia tentu mau membantu kamu orang." "Tapi aku tidak bisa omongnya." "Tidak usah terus terang, secara diam-diam saja kau beri tanda kepadanya" "Bagaimana caranya?" Tanya Ti Then lagi. "Sewaktu lain kali dia mengungkat kembali hubungan diantara kita berdua, kau bolehlah berkata kepadanya sambil tertawa. "Locia, kau cuma bicara di mukaku terus apa gunanya?, sesudah dia mendengar perkataanmu ini dia toh punya pikiran untuk menjadi mak comblangnya, walau pun dia cuma seorang pelayan saja, tetapi dia sudah turut dengan ayahmu selama puluhan tahun lamanya, perkataannya Tia tidak akan menganggapnya sebagai angin lalu" "Bilamana ayahmu tidak setuju?" Tanya Ti Then sambil tertawa. "Tidak mungkin, bilamana Tia menolak dia orang tua tidak mungkin bisa membiarkan kita berdua melakukan perjalanan bersama-sama pada kali ini." "Bilamana ayahmu bermaksud untuk menjodohkan kau kepadaku, kenapa tidak tunggu saja sampai dia bilang sendiri?" Wi Lian in tidak bisa berbuat apa-apa lagi, tak terasa lagi sambil tertawa malu dia mencubit kembali kaki Ti Then berulang kali."Baiklah" Serunya dengan gemas. "Sudah..sudahlah, aku sama sekali tidak memaksa." "Lian In" Seru Ti Then kemudian sambil menghela napas panjang. "Sekali lagi aku mau berbicara aku betul-betul suka padamu tetapi kemungkinan sekali pada satu hari kau bisa mengetahui kalau aku bukanlah seorang yang baik." Wi Lian In pun ikut menghela napas panjang. "Andaikata seperti apa yang kau katakan, di kemudian hari kau berbuat tidak baik kepadaku, waktu itu aku mau menerimanya dengan rela hati, bajingan itu selamanya tidak pernah mengatakan begitu, dia selalu bilang kalau dia jadi orang sangat jujur, sangat pendiam sangat berbudi dan bagaimana cintanya kepadaku. ." Setelah mendengar perkataan ini Ti Then semakin merasa menyesal, dalam hati segera dia mengambil satu keputusan pikirnya. "Dia begitu cinta dan menaruh hatinya kepadaku, bagaimana aku tega mempermainkan dirinya?? Heey. sudah. .sudahlah, lain kali jikalau majikan patung emas perintahkan aku untuk melakukan pekerjaan yang merugikan mereka ayah beranak. sekali pun harus binasa aku juga tidak melakukannya." Sesudah mengambil keputusan ini, hatinya pun terasa begitu leganya, mendadak dia ulurkan tangannya mengangkat kepalanya ke atas kemudian kirim sebuah ciuman mesra ke atas bibirnya. Wi Lian In sama sekali tidak menduga dia bisa berbuat demikian, seketika itu juga dia dibuat kelabakan, tetapi hal ini pun merupakan suatu kejadian yang sangat diinginkan sejak dahulu karenanya dia hanya memberi sedikit perlawanan kemudian berdiam diri membiarkan Ti Then melakukan penyerbuannya. Suasana yang manis dan mendebarkan hati itu hanya di dalam sekejap saja sudah berlalu, kentongan pertama kini menjelang di depan mata, terpaksa dengan hati berat Ti Then mendorongbadannya ke samping lalu bangkit berdiri "Sekarang aku harus berangkat" Ujarnya perlahan. "Ti Toako, biarkan aku mengikuti dirimu?" Mohon Wi Lian In segera. "Tidak. kau harus menanti di sini." "Woow..kamu orang. ." Seru Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya. "Aku tidak ingin kau pun menempuh bahaya, aku juga tidak mau membiarkan si rase Bumi Bun Jin Cu menawan dirimu karenanya terpaksa aku harus berbuat demikian-" "Kalau begitu kapan kau baru kembali??" "Sebelum terang tanah, bilamana sesudah terang tanah aku belum kembali juga, hal ini berarti juga aku sudah menemui sesuatu kejadian diluar dugaan, waktu itu kau harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini pergi cari ayahmu, paham tidak??" "Tidak, jikalau kau tidak kembali aku pasti mau raik ke atas gunung mencari kau." "Hmm" Sahut Ti Then sambil tertawa "Jikalau benar-benar begitu tentu si rase bumi segera membagi hartanya kepada anak buah mereka." "Soal ini aku tidak mau ikut campur" Desak Wi Lian In tetap ngotot. "Besoknya aku mesti bersama-sama kau orang" "Baik..baiklah" Sambung Ti Then dengan cepat "Urusan tidak akan berobah menjadi demikian beratnya, kau tidak usah berbicara lagi, aku mau pergi" Baru saja dia selesai berbicara tubuhnya sudah berkelebat sejauh puluhan kaki kemudian dengan cepatnya berlari dan lenyap di balik pepohonan yang amat lebat disekitar tempat itu. Bagaikan melayangnya seekor burung elang dengan amat cepatnya dia berkelebat menuju ke atas puncak gunung Kim Hudsan, di dalam sekejap mata saja sudah berada di atas sebuah puncak bukit, sambil berdiri diam diam memandang kealam di sekelilingnya. Terlihatlah kurang lebih satu li di punggung gunung secara samar-samar terlihatlah memancarnya beberapa titik lampu yang sangat terang, dia tahu tempat itu pasti bukanlah istana Thian Teh Kong melainkan sebuah kuil yang sudah direbut oleh orang-orang istana Thian Teh Kong. Tubuhnya dengan berkelebat menuju ke arah dimana berasalnya sinar yang terang itu. Tetapi sesudah berlari selama beberapa waktu lamanya mendadak dia merasakan kalau keadaan sedikit tidak beres. Karena kini dia sudah berada kurang lebih empat lima li jauhnya memasuki gunung tetapi selama perjalanan ini dia sama sekali tidak bertemu dengan seorang penjaga pun. Gerak geriknya sangat gesit dia cepat sekali, tetapi selama ini dia tidak lupa untuk memeriksa setiap tempat yang kemungkinan sekali ditempati sebagai pos penjagaan, tetapi setiap tempat pegunungan yang dilalui selama ini bukan saja keadaannya amat terang bahkan tidak tampak seorang penyahat pun yang berjaga ditempat-tempat yang strategis. Keadaan seperti tidak perduli untuk orang yang berjalan malam macam apa pun tentu merasakan suatu keadaan yang tidak beres. Atau dengan perkataan lain tidak ada penjagaan di atas gunung bukannya berarti si rase Bun Jin Cu sudah mengendorkan penjagaan terhadap serangan orang lain, melainkan dia sudah perintahkan orang agar termakan ke dalam jebakan yang membingungkan ini, dia sengaja tidak memberi penjagaan pada pos-posnya, hal ini bermaksud agar musuhnya terjerumus ke dalam jebakannya yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Karenanya gerak gerik Ti Then semakin berhati-hati, dia tidak berani bergerak maju secara serampangan, tubuhnya dibungkukkan rendah-rendah, kemudian dengan menggunakan pohon-pohon serta dedaunan yang tumbuh di sana sebagai penghalang pandangan, bergerak dengan sangat hati-hati sekali, dia sama sekali tidak membiarkan sinar rembulanmenyinari tubuhnya sehingga meninggalkan bayangan di belakangnya, apalagi sesuatu yang membuat orang lain merasa curiga. Sebentar dia berlari cepat, sebentar kemudian dia berhenti dan berjongkok, gerak geriknya amat berhati-hati, sesudah membuang waktu yang sangat banyak akhirnya dia berhasil juga mendekati tempat dimana berasalnya sinar lampu tadi. Dengan terburu-buru dia menerobos ke dalam sebuah semak kemudian menongolkan kepalanya keluar, terlihatlah olehnya sebuah pemandangan yang lain daripada yang lain, bahkan hal itu membuat dia berdiri tertegun. Apakah sinar lampu itu mendadak lenyap? Bukan, sinar lampu masih ada, cuma yang ia lihat sekarang bukanlah sinar lampu melainkan sinar dari api yang sedang berkobar. Di atas punggung gunung itu tidak tampak adanya kuil lagi, melainkan setumpukan puing-puing berserakan memenuhi permukaan tanah. Setumpukan puing-puing itu diantaranya masih mengepulkan api yang lumayan besar. Tempat itu memang betul-betul merupakan sebuah kuil, cuma sekarang kuil itu sudah terbakar hingga tinggal puing-puingnya. Iih..sudah terjadi peristiwa apa? Apa mungkin Wi Ci To sudah tiba? Tidak mungkin, dia adalah seorang yang tahu aturan dan bukanlah manusia semacam dia sebelum waktunya yang sudah dijanyikan pasti tidak akan mempercepat waktunya datang ke atas gunung untuk melancarkan serangan bokongan. Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Karena Wanita Karya Kho Ping Hoo Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo