Pendekar Patung Emas 28
Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Bagian 28
Pendekar Patung Emas Karya dari Qing Hong "Selanjutnya?" "Sekarang berjalan melalui batuan hijau yang ada di sebelah tengah, kau maju lagi tujuh langkah ke depan" Dengan mengikuti petunjuk itu si menteri pintu segera berjalan maju melalui batuan hijau yang ada di sebelah tengah, setindak demi setindak dia berjalan maju ke depan. Menanti setelah Bun Jin Cu seka lian bertindak pada langkah yang kelima mendadak dia menghela napas dengan amat sedihnya. "Si Im Piauw orang-orang berkata manusia binasa karena harta burung mati karena makanan kenapa kau tidak mau percaya terhadap pepatah kuno itu ?" "Kau berbicara apa?" Seru menteri pintu melengak. Baru saja dia berkata sampai di situ kaki kirinya sudah menekan pada batuan hijau yang keenam, segera dia merasakaa batuan hijau yang diinyaknya itu menekan turun ke bawah, hatinya segera merasa tidak beres tetapi baru saja dia bersiap mengundurkan diri dari sana waktu sudah tidak mengijinkan lagi. "Sreeet ..sreet . ." Suara berdesirnya anak panah yang meluncur keluar bagaikan air hujan dengan amat cepatnya meluncur keluar dari empat penjuru ruangan dan berkelebat menuju kearah mereka.Seketika itu juga ada berpuluh-puluh anak panah yang berhasil menembusi bagian kepala, lengan, dada serta kaki dari menteri pintu serta Bun Jin Cu. Segera terdengarlah si menteri pintu memperdengarkan suara jeritan ngerinya yang penghabisan, tubuhnya berkelejet beberapa kali lalu rubuh ke atas tanah tidak berkutik kembali. Tubuh Bun Jin Cu pun ikut rubuh ke atas tanah tetapi dia sama sekali tidak memperdengarkan suara teriakan yang ngeri sebaliknya tertawa keras dengan amat seramnya. Suara tertawanya semakin lama semakin perlahan akhirnya dia tundukkan kepalanya menemui ajalnya dengan mulut penuh senyuman. Ti Then, Wi Lian In serta Suma San Ho tidak bisa melihat kejadian apa yang sudah terjadi di dalam jalan rahasia itu, tetapi mereka pun sedikitnya mendengar peristiwa apa yang telah berlangsung, terdengar Ti Then dengan perasaan terkejut bercampur girang berteriak keras "Haaaa mereka sudah menggerakkan alat rahasia " Dengan sekuat tenaga Suma San Ho menoleh ke belakang, ketika dilihatnya tubuh Bun Jin Cu serta si menteri pintu yang menggeletak di atas tanah dengan tubuh penuh tertancap oleh delapan sembilan batang dengan anak panah tak terasa lagi dia sudah menjerit tertahan. "Tidak salah, mereka sudah binasa terkena sambaran anak panah." "Bagus - , . bagus sekali." Teriak Wi Lian In dengan amat girangnya sehingga melupakan badannya yang amat sakit. "Sekarang mereka sudah binasa, itulah yang dinamakan pembalasan dari Thian""Ternyata dia punya keberanian untuk mengadu jiwa dengan sang pengkhianat, hal ini sungguh berada di luar dugaanku" Ujar Ti Then dengan terharu. "Itulah disebabkan dia terlalu becci terhadap si menteri pintu yang sudah mengkhianati dirinya sehingga tanpa sayang jiwanya sendiri dia sudah mengadu jiwa dengan dirinya" Timbrung Suma San Ho dengan amat gembira. "Sekarang aku mau mulai berusaha membebaskan totokan jalan darahku bagaimana kau? Tempat-tempat yang terpukul terasa sakit tidak?" "Ada sedikit sakit tetapi tidak mengapa aku rasa perlahan-lahan akan sembuh dengan sendirinya .., . Suma suheng, bagaimana dengan keadaanmu?" "Ie-heng baik-baik saja" Sahut Suma San Ho dengan cepat." Cuma saja tangan serta kakiku terikat kencang-kencang oleh otot kerbau itu ... ." "Eeeeh lelaki berkerudung itu sudah berada di dalam istana, kita harus cepat-cepat berusaha untuk meloloskan diri dari ikatan tiang kayu ini" Tiba-tiba Wi Lian in memperingatkan. "Tadi si menteri pintu bilang dia orang sudah membinasakan si pembesar Jendela, entah hal ini benar atau tidak?" "Aku kira sedikit pun tidak salah" Jawab Suma San Ho cepat. "Karena ingin menelan semua harta kekayaan kemungkinan sekali dia tidak akan melepaskan diri pembesrJendela" "Kalau memang demikian adanya, cayhe rasa keselamatan kita untuk sementara tidak mengapa" "Tidak salah" Jawab Suma San Ho. "Lelaki berkerudung itu tidak ada yang menunjuk jalan dia tentunya tidak berani menerjang secara sembarangan ke sini dengan menerjang kedelapan belas alat-alat rahasia yang sudah dipasang si anying langit rase bumi disekeliling tempat ini""Sekarang persoalannya sekali pun kita berhasil melepaskan diri dari belenggu ini tapi tidak bia menorobos keluar dari tempat ini" Ujar Ti Then lagi. "Lebih baik kita bicarakan persoalan itu setelah kita lolos dari tiang kayu ini, kau membutuhkan waktu berapa lama untuk membebaskan diri dari totokan jalan darahmu itu ?" "Kurang lebih setengah jam lamanya" "Kalau begitu cepatlah kau mengerahkan tenagamu, tidak perduli bagaimana pun kita harus meloloskaa diri dari ikatan tiang kayu ini sebelum lelaki berkerudung itu berhasil memasuki ruangan siksa ini." "Baik, aku tidak akan berbicara kembali dengan kalian." Ti Then segera memejamkan matanya untuk pusatkan seluruh perhatiannya mengatur pernapasan, dengan mengikuti aliran jalan darah dia berusaha menggunakan hawa murninya untuk menerjang jalan darahnya yang tertotok. Waktu itu lelaki berkerudung yang sedang menanti diluar ruangan Khie Ie Tong sewaktu melihat si menteri pintu sudah amat lama sekali tidak keluar-keluar juga hatinya tidak sabaran, sambil menggendong tangan dia berjalan mondar mandir dan bergumam seorang diri. "Hmmm, sudah begitu lama kenapa dia tidak balik? tentu di sana sudah terjadi peristiwa, tetapi jikalau dia tidak berhasil menguasai Bun Jin Cu sebaliknya dibunuh olehnya kenapa si rase bumi itu tidak keluar untuk menengok ?? apakah dia sudah bersiap sedia umuk bertahan di dalam ruangan siksanya itu?" Mendadak telinganya menangkap suatu gerakan tubuh yang mencurigakan, tubuhnya dengan cepat berkelebat bersembunyi di balik sebuah wuwungan rumah. "Ada orang yang datang?" Tidak salah, tempat itu sudah kedatangan dua orang.Kedua orang itu kurang lebih sudah berusia empat puluh tahunan, tubuhnya memakai baju singsat berwarna hijau dengan sebuah golok besar tergores pada punggungnya, jika dilihat dari wajahnya yang bengis kejam jelas sekali mereka bukanlah manusia baik-baik. Gerakan tubuh mereka sangat mencurigakan sekali, seiampainya di depa t ruangan Cbi le Tong sewaktu dilihatnya tubuh si pembesar jendela sudah menggeletak tak bernyawa di atas tanah wajah mereka segera berubah amat hebat. Mereka saling berpandangan sekejap lalu terdengarlah salah seorang yang berbadan tinggi besar berbisik dengan suara yang amat lirih. "Bukankah dia orang adalah sipembesar jendela ?" Lelaki kasar yang punya bentuk badan pendek kecil segera mengangguk. "Tidak salah, dialah si pembesar jendela itu." "Sungguh heran sekali," Terdengar lelaki berbadan tinggi besar itu berseru dengan pandangan terperanyat. "Dia sama sekali tidak mengkhianati diri Teh Ho Kenapa dia pun terbunuh ?" "Entah si menteri pintu masih ada tidak?" Tiba-tiba silelaki berbadan pendek memberi peringatan sedang matanya berputar memandang ke sekeliling tempat itu. "Si pembesar jendela sudah mati sudah tentu si menteri pintu pun tidak akan hidup kemungkinan juga dia sudah meninggalkan tempat ini." "Tapi Teh Ho kemungkinan juga masih di dalam." "Tidak mungkin" Seru lelaki berbadan besar itu cepat. "Aku berani bertaruh dengan kau orang, dia pasti sudah meninggalkan istana Thian Teh Kong ini" "Tapi lebih baik kita sedikit berhati-hati jangan dikarenakan sedikit harta kita malah kehilangan nyawa"Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu sambungnya kembali. "Omong terus terang saja, Lo Liuw, sebenarnya kau merasa Teh Ho masih ada seberapa banyak harta kekayaan yang terpendam di ruang bawah tanahnya ? apa barang-barang ini pasti ada ?" "Pasti, tidak salah lagi" Sahut lelaki berbadan besar itu sambil mengangguk. "Lo cu sudah kerja selama tujuh, delapan tahun lamanya di dalam ruangan alat-alat rahasia dan sering sekali melihat Thian Cun serta Teh Ho memasuki ruangan siksa itu, mereka pasti sudah menyembunyikan sejumlah harta kekayaan di dalam ruangan itu." "Jikalau di dalam ruangan siksa itu benar-benar sudah tersimpan sejumlah harta kekayaan bagaimana Teh Kong ini?" Sela si lelaki berbadan pendek itu. "Aku orang tua bisa mengambil kesimpulan kalau dia orang sudah meninggalkan tempat itu alasaanya ada dua Pertama, esok hari merupakan waktu janyinya kepada Wi Ci To untuk mengadakan pertandingan, dia orang bukanlah tandingan dari Wi Ci To karenanya dia harus menghindarkan diri dari tempat tersebut, kedua: menurut anggapannya harta kekayaan yang disimpan di dalam ruangan siksa tak ada yang mengetahuinya, karena itu dengan berlega hati dia meninggalkan tempat itu, dia bisa balik kembali ke atas gunung setelah waktu perjanyian dengan Wi Ci To lewat." Lelaki kasar berbadan pendek itu segera termenung berpikir sebentar akhirnya sambil memandang tajam wajahnya dia berkata. "Lalu apakah ksu sudah merasa yakin bisa melewati kedelapan belas buah alat rahasia itu ?" "Aku orang tua sudah bekerja selama tujuh, delapan tahun lamanya di dalam kamar alat-alat rahasia itu, terhadap semua alat rahasia aku sudah mengenalnya seperti mengenali jariku sendiri,kau boleh berlega hati tidak perlu melewati kedelapan belas alat rahasia itu pun masih bisa sampai di dalam ruangan siksa" Mendengar perkataan teisebut lelaki berbadan pendek itu menjadi amat girang sekali. "Kalau memangnya demikian urusan tidak bisa ditunda-tunda lagi, ajoh mari kita masuk ke dalam" "Sekali lagi aku orang tua berbicara" Tiba-tiba ujar lelaki berbadan tinggi besar itu dengan serius. "Setelah kita mendapatkan harta kekajaan itu maka aku orang tua akan mendapatkan tujuh bagian sedangkan kau orang cuma tiga bagian." "Tidak ada persoalan. tetap seperti perkataan semula."Jawab lelaki pendek itu mengangguk berulang kali. "Kalau begitu ikutilah diri lohu" Ujarnya kemudian sambil melanjutkan langkahnya memasuki ruangan Khie Ie Tong tersebut, Pada saat mereka berdua berjalan memasuki pintu ruangan Khie Ie Tong itulah si lelaki berkerudung yang semula bersembunyi di atas wuwungan rumah mendadak melayang turun ke atas tanah dan bergerak menuju ke belakang badan kedua orang laki-laki kasar itu. Kedua orang lelaki kasar itu masih tetap tidak merasakan sesuatu, mereka melanjutkan perjalanannya terus menaiki tangga. Tangan kanan dari lelaki berkerudung itu dengan cepat berkelebat mencengkam leher dari lelaki berbadan pendek itu kemudian mengangkat seluruh badannya ke atas. " Aduuh .. " Saking terkejutnya lelaki berbadan pendek itu sudah berteriak tertahan. Tetapi baru saja suara teriakannya keluar dari mulut tubuhnya sudah dilemparkan beberapa kaki jauhnya oleh lelaki berkerudungitu sehingga kepalanya hancur dan darah segar berceceren keluar, tubuhnya hanya berkelejet beberapa kali lalu rubuh binasa. Lelaki berbadan tinggi besar itu menjadi amat terperanyat sekali hamper-hampir membuat sukmanya pun ikut melayang, sambil menjerit-jerit keras tubuhnya dengan cepat mengundurkan diri ke belakang. Tubuh lelaki berkerudung itu bagaikan bayangan setan saja mengikuti terus dari belakang badannya. "Heee ..hee jangan lari aku tidak akan membinasakan dirimu" Lelaki berbadan tinggi besar itu tidak mau tahu, pergelangan tangan kanannya dengan cepat di balik mencabut keluar golok yang terselip pada pinggangnya lalu dengan dahsyatnya dibacok ke atas kepala lelaki berkerudung itu. Tubuh lelaki berkerudung itu dengan cepat berkelebat ke samping, telapak tangannya di balik mencengkeram pergelangan tangan lawannya sedang mulutnya membentak keras. "Lepas" Seketika itu juga lelaki berbadan tinggi besar itu merasakan pergelangan tangan yang dicengkeram oleh orang berkerudung itu terasa amat sakit sekali, golok di tangannya tidak dapat dicekal lagi dengan menimbulksn suara yang amat nyaring goloknya terjatuh ke atas tanah. Saking-takutnya seluruh tubuh lelaki berbadan tinggi besar itu gemetar dengan amat kerasnya, sepasang lututnya menjadi lemas, tak kuasa lagi dia jatuhkan diri berlutut di atas tanah. "Ooh Thayhiap am puni aku orang" Mohonnya dengan suara gemetar. "Hmm.. aku bilang tidak akan membunuh kau yah tidak bunuh, apa telingamu sudah tuli?" Mendengar perkataan tersebut lelaki itu menjadi terkejut bercampur gembira, serunya berulang kali."Baik, baik, kau ..kau siapakah kau orang tua?" "Lohu adalah Wi Ci To dari benteng Pek Kiam Po" Sahut orang berkerudung itu dingin. "Aaaah?" Tak kuasa lagi lelaki itu menjerit tertahan lalu berdiri melongo tak bisa mengucapkan sepatah kata pun juga. Sinar mata lelaki berkerudung itu segera berkelebat dengan amat tajamnya, dia tertawa dingin tak henti-hentinya. "Siapa namamu? tanyanya. "Hamba bernama Liuw Khiet" Sahut lelaki tersebut sambil menelan ludah. "Kau pun anak buah dari istana Thian Teh Kong?" "Benar" Jawab si Liauw Khiet mengngangguk."Tetapi sekarang hamba sudah mengkhianati Teh Ho dan bukan anggota dari istana Thian Teh Kong lagi." "Tadi kau bilang sudah bekerja selama tujuh delapan tahun lamanya di dalam ruangan alat rahasia, perkataanmu itu sungguh- sungguh atau sedang berbohong?" "Sungguh ... sungguh waktu itu hamba benar-benar terdesak karenanya tidak berani melawan."" "Kau benar-benar mem punyai cara untuk memasuki ruangan siksa itu tanpa melalui kedelapan belas alat rahasia tersebut? " Sambung lelaki berkerudung itu. Benar. "Seru lelaki tersebut setelah ragu ragu sebentar. "Bagus sekali, kau bawalah lohu masuk ke dalam," "Wi Pocu mau berbuat apa masuk ke dalam ruangan siksa itu?" Tanya Liuw Khiet ragu ragu. "Mencari Bun Jin Cu" "Aaaah " Liuw Khiet segera berteriak kaget. "Teh Ho masih ... masih ada di dalam istana Thian Teh Kong?""Tidak salah" Sahutnya mengangguk. "Dia tahu lohu sudah datang lalu tidak berani keluar bertempur, selama ini dia terus menerus bersembunyi di dalam ruangan siksanya saja, karena itu terpaksa lohu harus masuk ke dalam mencarinya." Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tentang soal ini ...tentang ini.." Lelaki berkerudung itu segera tertawa dingin. "Jikalau kau orang tidak mau baik-baik membawa lohu masuk ke dalam, jangan salahkan lohu akan membinasakan dirimu" Air muka Liuw Khiet segera berubah pucat pasi, sahutnya berulang kali. "Baik..baik. hamba akan membawa Wi Pocu masuk ke dalam. cuma ..". "Cuma apa ?" "Jikalau Wi Pocn tidak berhasil membinasakan dirinya maka hamba akan menerima akibat yang mengerikan." "Ooooh... hehe ,, heee .. kau boleh berlega bati," Ujar lelaki berkerudung itu sambil tertawa seram. "Lohu pasti berhasil membasmi dirinya" "Setelah Wi Pocu membinasakan dirinya apakah kau orang tua juga mau melepaskan hamba?" "Sudah tentu, sudah tentu "Sahut orang berkerudung itu berulang kali. "Jikalau di dalam ruangan siksa itu benar-benar terdapat harta kekayaan maka Lohu mau perseni beberapa bagian kepadamu." Mendengar perkataan tersebut Liuw Khiet menjadi amat girang sekati, dia segera mengangguk. "Baik , , . baik , ,, terima kasih Wi Pocu, sejak ini hari hamba tentu akan berubah sifat dan jadi orang baik-baik"Lelaki berkerudung itu tidak mau banyak bicara lagi dia segera menarik tangannya berjalan memasuki ruangan Khie Ie Tong itu tanyanya. "Kita masuk melalui ruangan Khie Ie Toag ini?" "Benar, di belakang meja panjang itu." "Lohu tahu diatss permukaan ruangan ini sudah dipasang papan terbalik, kita harus berjalan melalui mana sehingga tidak mengenai alat rahasia tersebut?" "Papan membalik ini bukan bergerak secara otomatis tetapi harus digerakkan dengan tenaga manusia, alat untuk menggerakkan papan itu ada di bawah meja panjang tersebut, kini di balik meja panjang tidak ada orang yang ada di sana dengan sendirinya alat rahasia ini tidak akan berjalan" "Hmm, jika kau berani menipu lohu jangan salahkan aku membinasakan dulu dirimu" Tiba-tiba ancam lelaki berkerudung itu dengan suara yang amat berat. "Wi Pocu harap kau berlega hati, hamba sekali pun punya nyali lebih besar- pun tidak berani menipu kau orang tua" "Baiklah, mari kita masuk ke dalam" Dengan menarik tangan Liuw Khiet dia berjalan memasuki ruangan Khie Ie Tong itu. Dengan sangat berhati-hati sekali dia berjalan menuju ke belakang meja panjang itu lalu bungkukan badannya memeriksa, tetapi di atas meja itu sama sekali tidak terlihat adanya tombol rahasia segera di dalam anggapannya Liuw Khiet sudah apusi dirinya, dengan amat gusar sekali dia mengerahkan tenaga murninya untuk menggencet pergelangan tangan dari Liuw Khiet. "Hmm, heee .... hee ,, di bawah meja panjang itu sama sekali tidak ada tombol rahasia," Ujarnya sambil tertawa dingin.Seketika itu juga Liuw Khiet merasa kan pergelangan tangannya sangat sakit se hir-tga serasa menusuk tulang, dia cepat-cepat bungkukkan badannya "Ada. ada, hamba akan membukanya buat kau orang tua lihat," "Dimana tombol rahasia itu?" Seru lelaki berkerudung itu kembali sambil tertawa dingin, tetapi lima jarinya yang mencengkeram pergelangan tangan Liuw Khiet sudah mulai mengendor. Dengan terburu-buru Liuw Khiet mengulur tangannya menepuk dan mendorong meja panjang tersebut, segera terlihatlah sebuah jalan rahasia yang sangat gelap. Pada tengah pintu ruangan rahasia itu tampaklah empat buah tomboi yang berwarna merab, kuning, hitam dan putih empat warna. Dia segera menuding kearah tombol tersebut sambil berkata . "Coba kau orang tua lihat, bukankah ini merupakan tombol- tombol alat rahasia?" "Ehmm ..kenapa ada empat buah banyaknya" "Yang merah digunakan untuk membuka papan berputar, yang hitam untuk turun sedang yang putih untuk naik ke atas dan yang kuning digunakan untuk menutup papan berputar" Sahut Liuw Khiet menerangkan. "Apa yang dimaksud dengan naik ke atas dan turun ke bawah" "Jika kita menekan tombol hitam maka papan yang kita inyak sekarang akan turun ke bawah dan terus meluncur sampai jalan rahasia di bawah tanah" "Oooh kiranya begitu, di dalam jalan rahasia dbawah tanah adakah alat rahasia?" Tanya lelaki berkerudung itu menjadi paham kembali. "Tidak ada, di sana cuma ada tiga buah pintu besi""Setelah melewati ketiga buah pintu besi itu kita akan sampai di dalam ruangan siksa?" "Benar " Agaknya lelaki berkerudung itu tidak percaya kalau susunan ditempai itu bisa begitu sederhananya, nada suaranya segera berubah menjadi amat keras. "Tadi kau bilang di dalam ruangan siksa itu si anying langit rase bumi sudah menyimpan barang-barang berharganya, kalau memang begitu kenapa di dalam ruangan siksanya dia tidak memasang alat rahasia apa pun?" "Jaian rahasia ini biasanya cuma digunakaa oleh Thian Cun serta Teh Ho dua orang saja, untuk keselamatan mereka sendiri sengaja mereka tidak memasang alat rahasia di sana," "Baiklah, sekarang kau boleh pencet tombol itu," Liuw Khiet segera menekan tombol berwarna hitam itu, papan yang seluas tiga depa itu segera tanpa mengeluarkan sedikit suara pun meluncur ke bawah menuju ke ruangan rahasia yang ada di bawah tanah. Ruangan bawah tanah itu terbuat dari batu batu cadas yang amat kuat, luasnya ada empat depa sedang tingginya satu kaki dan panjangnya lorong tersebut tidak diketahui karena tiga kaki dari sana sudah terhalang oleh sebuah pintu besi. Lelaki berkerudung itu segera menarik Liuw Khiet turun ke atas tanah tanyanya kembali "Di dalam lorong bawah tanah ini apakah tidak ada lampu?" "Tidak ada" "Kalau begitu" Ujar lelaki berkerudung itu lagi sambil menuding kearah papan yang baru saja meluncur ke bawah itu."jika barang ini sudah naik ke atas bukankah kita harus meraba-raba ditengah kegelapan.""Tidak mengapa, pintu besi itu mudah untuk dibukanya." Agaknya lelaki berkerudung itu merasa hatinya kurang mantap, dia segera menuding kearah pintu besi ini dulu kemudian baru menaikkan kembali barang ini. Liuw Khiet segera menyahut, dia berjalan ke depan pintu besi yang ada di dalam lorong bawah tanah lalu mencekal gelang pintu dan menariknya lima kali lalu mendorong ke belakang. "Kraaak .." Dengan menimbulkan suara yang amat nyaring pintu besi itu segera membuka ke samping. Saat ini di hadapan mereka terbentanglah sebuah jalan rahasia yang panjangnya ada tiga kaki, pada ujung jalan rahasia itu muncul kembali sebuah pintu besi yang bentuknya serupa dengan pintu besi di hadapan mereka sekarang ini. "Pintu besi yang kedua itu apa perlu di buka pula?" Tanya Liuw Khiet sambil memandang kearah orang itu. "Bukankah kau bilang semuanya ada tiga buah pintu?" "Benar" "Kalau begitu buka semuanya terlebih dahulu kita batu menutup pintu masuk " Liuw Khiet segera menyahut dan berjalan ke depan pintu besi yang kedua itu tangannya menarik gelangan pintu empat kali dan mendorongnya ke belakang, pintu besi itu pun terbuka. Ketika dia berhasil membuka pintu yang ketiga, tampak jalan rahasia itu berbelok ke kanan, pada ujungnya terdapatlah sebuah pintu batu "Itulah ruangan siksa" Ujar Liuw Khiet dengan perlahan sambil menuding kearah pintu batu itu. Suaranya rada gemetar, karena dia merasa sangat takut dan ngeri terhadap diri si rase bumi Bun Jin Cu."Jika pintu besi itu ditutup mati dari dalam kita harus berbuat bagaimana untuk membukanya ?" Tanya lelaki berkeruduog itu pula dengan suara perlahan. "Terpaksa kita harus menghancurkan pintu tersebut." Lelaki berkerudung itu segera termenung berpikir sebentar, akhirnya jawabnya "Baiklah,lohu akan kembali ke sana untuk menutup pintu, kau baik-baiklah menunggu di sini" Sembari berkata tangan kanannya dengan cepat berkelebat menotok jalan darah kaku dari tubuh Liuw Khiet. Belum sempat Liuw Khiet menjerit tertahan tubuhnya sudah jatuh duduk di atas tanah, wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Lelaki berkerudung itu dengan cepat membalikkan badannya kembali ke pintu depan lalu menekan tombol berwarna putih itu untuk menaikkan kembali papan tersebut, setelah itu berjalan kembali ke depan pintu batu dan mendorong pintu tersebut dengan sekuat tenaga, tetapi pintu itu sama sekali tidak gemilang. Dia menjadi gusar, tubuhnya mundur satu langkah ke belakang lalu membentak keras dan melancarkan satu tendangan dahsyat kearah pintu tersebut. "Braaak ..,"suara yang amat nyaring segera bergema memenuhi seluruh lorong tetapi pintu itu sema sekali tidak tampak cedera, jelas sekali memperlihatkan kalau pintu tersebut memang amat kuat sekali. Ti Then, Wi Lian In serta 3uma San Ho yang mendengar dari luar ruangan siksa itu ada suara orang yang sedang menendang pintu dalam hati segera tahu kalau lelaki berkerudung itu sudah sampai di sana, mereka bertiga segera saling bertukar pandangan dengan hati yang ngeri."Ti Kiauw tauw" Terdengar Wi Lian In berkata dengan suara yang amat cemas. "Kau sudah berhasil membebaskan jalan darahmu?" Ti Then gelengkan kepalanya tetapi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Sebetulnya pada detik-detik terakhir itu dia sudah akan berhasil membebaskan jalan darah kaku yang tertotok pada badannya tetapi suara tendangan pintu yang berkumandang secara tiba-tiba itu membuat dia merasa terkejut sehingga hawa murni yang sudah dipersatukan menjadi buyar kembali. Tetapi dia tidak berani banyak berbicara dia hendak mengumpulkan kembali hawa murninya untuk menggunakan kesempatan yang terakhir ini menerjang jalan darahnya yang tertotok sehingga bisa terbebas sebelum pihak musuh berhasil mendobrak hancur pintu batu tersebut. Kirannya kayu yang mengikat tangannya kini sudah terputus oleh tangannya, asalkan jalan darahnya terbebas maka sepasang tangannya segera akan bebas bergerak. "Braaak. Braak. Braak" Pintu batu itu ditendang kembali sehingga membuat pintu menjadi tergetar dengan amat kerasnya, jika ditinyau dari keadaan saat ini kemungkinan sekali sebentar lagi pintu itu akan terpukul bancur. Wi Lian In menjadi sangat terperanyat, teriaknya dengan hati cemas. "Cepat ... ccpat sekali, Ti Kiauw tauw kau cspatlah sedikit, mereka sudah hampir berhasil menerjang piniu itu" "Jangan takut." Tiba-tiba Suma San Ho menenangkan suasana yang mulai menegang itu. "Pintu itu terhalang oleh besi, untuk beberapa saat lamanya dia tidak mungkin bisa msnjebolkan pintu itu,""Tidak" Bantah Wi Lian In dengan cepat," Dia bisa menghancurkan pintu itu dengan cepat. "Braak. Braaak" Braak." Suara tinjuan yang amat nyaring bergema kembali, ternyata sedikit pun tidak salah pintu itu sudah kelihatan mulai mengendor dari engselnya, Mendadak terdengar lelaki berkerudung itu tertawa terbahak bahak. "Hey Bun Jin Cu" Teriaknya mengejek. "Kau bersembunyi terus di dalam ruangan bukanlah suatu cara yang bagus lebih baik kau orang cepat bukakan pintu buat aku?" Wi Lian In menjadi melengak, medadak di dalam benaknya berkelebat suatu ingatan dengan menirukan nada suara dari Bun Jin Cu teriaknya "Hey siapa kau orang?" Lelaki berkerudung itu sama sekali tidak mengerti kalau Bun Jin Cu sudah mati, karenanya dia orang sama sekali tidak mencurigai pula kalau suara itu bukan suara dari Bun Jin Cu sendiri, kakinya sekali lagi menendang pintu batu itu dengan berat-berat lalu tertawa terbahak-bahak. "Jika kau orang mau tahu siapakah Lohu kenapa tidak membuka pintu mempersilahkan aku orang masuk saja?" "Tidak, aku tidak akan membukakan pintu sebelum kau orang menjelaskan siapakah adalah kau orang" "Kau boleh berlega hati" Teriak lelaki berkerudung itu. "Lohu bersumpah tidak akan mengganggu seujung rambut pun dirimu. Lohu sengaja datang kemari untuk membicarakan kerja sama kita untuk menghadapa Wi Ci To" "Bagus, bagus sekali" Sahut Wi Lian In dengan menirukan lagak dari Bun Jin Cu. "Tetapi aku orang masih tidak mengetahui siapassbenarnya kau, bagaimana aku bisa menyetujui untuk bekerja sama dengan dirimu?" "Lebih baik kita bicarakaa soal ini setelah berhadap-hadapan muka, di samping itu lohu pua bisa memberitahukan namaku" "Hee . hee . aku tidak akan tertipu oleh pancinganmu" Seru Wi Lian In mendadak sambil tertawa dingin. "Jika mau membicarakan soai ini leoih baik kau berdiri saja di pintu luar" "Omong yang mudah saja lohu hendak menggunakan putrinya serta bangsat cilik she-Ti itu untuk memaksa Wi Ci To menyerahkan sebuah barang" "Kau akan memaksa Wi Ci To untuk menyerahkan barang apa ?" Desak Wi Lian In lebih lanjut. f "Sebuah barang yang sangat tidak berharga untuk dibicarakan." "Kalau memangnya tidak berharga, buat apa kau mencari barang tersebut?" "Barang itu sangat tidak berharga, sampai dijual pun tidak laku," "Sebetulnya barang apa yang sedang kau cari?" Desak Wi Lian In terus. "Lohu tidak bisa memberitahukan hal ini kepadamu." "Hal ini berarti juga kau sama sekali tidak bermaksud sungguh- sungguh untuk bekerja sama dengan diriku." "Lohu akan segera memberikan uang sebesar seratus ribu tahil perak untuk membeli tawaranmu itu." Wi Lian In segera tertawa dingin. "Aku orang sama sekali tidak tertarik dengan uang seratus ribu tahil perakmu itu." "Tapi Lohu masih bisa membantu dirimu untuk menghadapi Wi Ci To, dengan tenaga gabungan dari kita berdua Wi Ci To pasti bisadiringkus dengan mudah" Ujar lelaki berkerudung itu coba memaksa Bun Ji Cu untuk tertarik. "Sekarang aku sudah punya tiga orang tawanan, buat. apa aku orang takut dengan Wi Ci To lagi?" "Kau terlalu memandang rendah dirinya, dia tidak akan mau kau kuasai dengan begitu mudahnya" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Oooh benar?" Seru Wi Lian In sambil tertawa terbahak-bahak. "Coba kau bilang tegakah dia orang melihat putrinya, dia masih mem punyai berpuluh puluh orang pendekar pedang merah yang memberikan bantuannya. Kau tidak akan bisa bertahan melawan kerubutan mereka." "Hii ..hiii . .hii . , . menunggang keledai membaca not lagu, kita lihat saja bagaimana hasilnya nanti. " Sela Wi Lian In kemudian sambil tertawa. "Tidak perduli bagaimana pun apa kau sudah ambil keputusan untuk tidak mau bekerja sama dengan Lohu ?" Tiba-tiba ancam lelaki berkerudung itu sambil tertawa dingin. Wi Lian In menoleh memandang sekejap kearah Ti Then, ketika dilihatnya dia masih mengerahkan tenaga dalamnya untuk membebaskan jalan darahnya yang tertotok lalu ujarnya lagi. "Di dalam keadaan seperti ini aku punya beberapa syarat, jika kau bisa penuhi syarat-syarat tersebut aku baru mau bekerja sama dengan dirimu" "Cepat kau katakana!" "Pertama, sebutkan siapa kau orang. Kedua, katakan barang apa yang hendak kau paksakan dari Wi Ci To untuk diserahkan kepada dirimu" "Hmmm " Dengus lelaki berkerudung itu dengan kurang senang. "Buat apa kau tertarik dengan urusan ini?""Tertarik?" Mendadak Wi Lian In tertawa terbahak-bahak "Sifat manusia memang demikian" "Jikalau lohu tidak mau berbicara apakah kau tidak ingin menerima permintaan dari lohu untuk mengadakan Kerja sama?" Seru lelaki berkerudung itu dengan amat dingin. Wi Lian In tidak memberikan jawaban secara langsung, dia segera tertawa. "Jikalau kau mau bsrbicara terus terang, aku orang pasti akan merahasiakannya bahkan tidak mau pula barang yang hendak kau hadiahkan kepadaku, kau lihat bagaimana?" "Tidak" Potong lelaki berkerudung itu dengan tegas. "Permintaanmu itu lohu tidak sanggup untuk memenuhinya,aku cuma minta kau mau menyetujui kerja sama diantara kita kalau tidak lohu segera akan menerjang masuk ke dalam ruanganmu ini" Dia berhenti sebentar lalu sambungnya sambil tertawa seram . "Jikalau Lohu berhasil mendobrak pintu ini sampai waktu itu sekali pun ingin bekerja sama dengan Lohu aku pun tidak akan mau" Wi Lian In yang melihat jalan darah dari Ti Then belum berhasil juga dibebaskan hatinya merasa amat cemas sekali nada ucapannya segera berubah amat halus sahutnya "Jikalau aku orang menyanggupi kau hendak menggunakan cara apa untuk membantu diriku untuk menghadapi Wi Ci To?" "Sewaktu besok pagi dia naik ke atas gunung dia orang tentu membawa banyak sekali pendekar pedang merah. Lohu membantu dirimu membasmi semua pendekar pedang merah lalu bersama- sama bergabung tenaga menghadapi dirinya." "Kau punya pegangan kuat untuk mengalahkan para pendekar pedang merah itu?" "Sama sekali tidak ada soal" Jawab lelaki berkerudung itu singkat."Tetapi aku pun percaya tanpa bantuan dari dirimu aku masih sanggup untuk menghadapi para pendekar pedang merah itu dan membasminya semua" "Hmm" Terdengar lelaki berkerudung itu tertawa dingin. "Kau hendak menggunakan cara apa untuk membasmi seluruh pendekar pedang merahnya?" "Asalkan aku berhasil memanctng mereka untuk memasuki ruangan di bawah tanah ini maka aku bisa menggerakkaa alat rahasia untuk membasmi para pendekar pedang merah itu" Mendengar perkataan itu lelaki berkerudung itu segera terbahak bahak. "Cuma sayang kedelapan belas alat rahasiamu itu sudah aku hancurkao semua, coba pikirlah jika aku tidak berhasil menghancurkan alat-alat rahasia itu bagaimana Lohu bisa sampai di sini dalam keaadaan selamat?" "Haaa.. kau berhasil melewati kedelapan belas alat rahasiaku itu?" Teriak Wi Lian In pura-pura kaget. "Sedikit pun tidak salah" Jawab lelaki berkerudung itu sambil tertawa tergelak. "Karena Lohu melihat si menteri pintu lama sekali tidak kembali juga, di dalam keadaan cemas terpaksa aku menerjang kemari seorang diri, sekarang kedelapan belas alat rahasiamu itu sudah berhasil Lohu hancurkan" "Hmmm, tidak kusangka kau lihay juga"teriak Wi Lian In semakin terperanyat. "Maka itu sekarang kau cuma ada satu jalan saja .... menyanggupi untuk bekerja sama dengan Lohu" "Soal ini aku harus pikirkan terlebih dulu, sudah tentu kau harus memberi waktu buat aku orang berpikir sebentar bukan?""Tidak" Tolak lelaki berkerudung itu ketus. "Jika kau tidak mau menerima maka Lohu segera akan menerjang pintu batumu ini" "Jikalau kau orang benar-benar punya maksud untuk bekerja sama dengan aku sudah tentu membiarkan aku untuk berpikir sebentar". Lelaki berkerudung itu termenung berpikir sebentar, akhirnya dia baru menyawab "Baiklah, cepat kau berpikir" Ketika Wi Lian In mendengar dia orang sudah menyetujui untuk mcmberi waktu kepada dirinya untuk berpikir hatinya menjadi agak lega, segera kepada Ti Then tanyanya dengan suara perlahan. "Hey, kau harus menunggu berapa waktu lagi baru berhasil membebaskan diri dari totokan jalan darah?" Ti Tben tetap bungkam tidak mengucapkan sepatah kata pun. "Jangan ganggu dia, waktu masih belum tiba sekali pun kau ribut juga tidak Berguna" Tiba-tiba Suma San Ho menimbrung dengan suara yang perlahan. Wi Lian In mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia tidak berbicara lagi. Beberapa saat kemudian terdengarlah suara teriakan dari lelaki berkerudung berkumandang lagi agaknya dia sudah merasa tidak sabaran. "Bun Jin Cu, kau sudah mengambil keputusan belum?" "Kau jangan ribut,aku sedang barpikir masak-masak" Seru Wi Lian In dengan gugup. "Hmm jika kau mau cepat-cepatlah bilang kalau tidak mau yaa cepat menolak buat apa berpikir lama-lama?" Teriak lelaki berkerudung itu dengan amat gusar."Aku sedang memikirkan satu urusan jikalau aku setuju untuk bekerja sama dengan dirimu nanti setelah kau mendapatkan barang yang kau dapatkan apakah kau orang masih melanjutkan untuk bekerja sama dengan dirimu? ataukah kita berjalan berpisah?" "Jika kau orang senang untuk bekerja sama terus dengan lohu sudah tentu lohu akan membantu kau untuk mendirikan istana Thian Teh Kong kembali." "Kalau begitu bukankah kita orang akan menduduki sebagai pemimpin baru dari istana Thian Teh Kong?" "Haaaa ... haaa . , , jika lohu yang menduduki puncak pimpinan hal ini tidak akan merendahkan nama besar dari dirimu." "Tadi aku dengar dari si menteri pintu serta pembesar jendeia katanya kepandaian silatmu amat tinggi sekali, tetapi saudara bukan apaku bagaimana kau orang bisa menduduki tempat puncak pimpinan dari istana Thian Teh Kong?" "Hiii.. hiii ,. jika kau mau, lain kali kita bisa hidup bersama untuk selama- lamanya," "Baiknya sih baik cuma aku takut di tertawai orang lain" Seru Wi Lian In tertawa malu-malu. Lelaki berkerudung itu segera tertawa terbahak-bahak. "Usiamu masih sangat muda, jika kawin lagi memang sepantasnya siapa yang berani mentertawakan dirimu?" "Tetapi . ,Heeey." Tak tertahan lagi Wi Lian In menghela napas panjang. "Aku masih tidak bisa melupakan suamiku yang terdahulu." "Orang yang sudah mati tidak akan bisa hidup kembali, buat apa kau begitu rindu kepadanya?" "Semasa hidupnya dia terlalu baik kepadaku, bagaimana aku orang tidak memikirkan dirinya?" "Kalau begitu" Ujar lelaki berkerudung itu kemudian sambil tertawa serak. "Kau ingin menyanda untuk selamanya?""Tentang soal ini untuk sementara waktu aku masih belum mengambil keputusan" "Jika kau tidak ingin kawin lagi yah sudahlah, setelah kita bekerja sama untuk melenyapkan benteng Pek Kiam Po kita bisa berjalan menurut jalannya masing-masing" "Tunggu dulu" Tiba tiba Wi Lian In berteriak dengan suara berat. "Aku hendak menanyakan suatu urusan kepadamu" "Ada urusan apa lagi?" Tanya lelaki kerudung itu sambil mendengus dingin. "Ini tahun kau umur berapa?" "Sudah enam puluh tahun lebih." "Aih ..." Teriak Wi Lian In dengan amat keras. "Sudah berumur enam puluh tahun ?" "Kenapa ?" "Usiamu sudah terlalu tua" Lelaki berkerudung itu menjadi amat gusar sekali setelah mendengar perkataan dari Wi Lian In itu, kakinya dengan hebat melancarkan satu tendangan kilat ke arah pintu batu itu, sedang mulutnya dengan amat gusar membentak. "Jika kau orang tidak punya maksud kawin dengan Lohu buat apa ikut campur dengan bertanya-tanya umurku?" "Aaaah ....jangan marah dulu, jangan marah dulu" Seru Wi Lian In dengan gugup "Aku masih belum mengambil keputusan" "Kau siluman rase sungguh amat licik kau hendak mengulur ulur waktu ??" Teriak lelaki berkerudung itu sambil melancarkan tendangan kembali menghajar pintu batu itu. Wi Lian In yang mendengar dia melancarkaa serangan kembali menghajar pintu batu itu dalam hati merasa sangat cemas sekali, apalagi saat ini jalan darah dari Ti Then belum berhasil dibebaskan, terpaksa teriaknya dengan amat keras:"Aku mau bertanya kembali tentang satu urusan, kau sudah beristri belum?" Lelaki berkerudung itu tidak mau memberikan jawabannya lagi, dengan sekuat tenaga dia melancarkan tendangan menghajar pintu batu itu sehingga membuat seluruh ruangan siksa menjadi tergetar dengan amat kerasnya. Situasi sudah mencapai pada tarap sangat kritis sekali. Saat ini Ti Then masih tetap memejamkan matanya untuk mengatur pernapasan dari atas kepalanya tampak butiran keringat sebesar kacang kedelai dengan derasnya menetes keluar, wajahnya merah padam agaknya dia sudah mencapai pada puncak latihannya. ooo00ooo 38 Tak tertahan lagi Wi Lian In berseru dengan suara yang perlahan. "Ti Kiauw tauw, cepat sedikit dia dan hampir berhasil mendobrak pintu tersebut" Baru saja perkataannya selesai mendadak terdengar suara jatuhnya benda besi ke atas tanah ... pantek dari pintu batu itu sudah berhasil digetarkan hingga terlepas dari tempatnya. Bersamaan dengan membukanya pintu batu itu bagaikan kilat cepatnya lelaki berkerudung itu berkelebat masuk ke dalam tubuhnya tegak sepasang tangannya disilangkan di depan dada, lagaknya sedang siap menerima serangan musuh. Tetapi ketika dilihatnya di dalam ruangan siksa itu sama sekali tidak tampak bayangan dari Bun Jin Cu dia menjadi tertegun, bersamaan pula tubuhnya berdiri tegak matanya dengan amat tajam sekali menyapu sekejap ke arah diri Ti Then, Wi Lian In serta Suma San Ho bertiga. "Dimana Bun Jin Cu?" Tanyanya dengan suara berat. "Dia sudah lari." Cepat-cepat sahut Suma San Ho."Heee , he , .. dia lari kearah mana?" Seru si lelaki berkerudung itu sambil tertawa dingin. "Tadi aku lihat dia orang berlari menuju ke belakang dinding batu itu." Sepasang mata lelaki berkerudung itu dengan cepat msnyapu sekejap kesekeliling tempat itu, ketika dilihatnya pada dinding batu pada bagian belakang dari ruang siksa itu tampak sebuah lubang besar dia segera menjerit tertahan. "Dia melarikan diri melalui dinding batu itu?" Tanyanya lagi. "Tidak salah" Mendadak lelaki berkerudung itu berkelebat menuju ke samping dinding batu itu dan menengok ke dalam ruangan jalan rahasia yang ada di balik dinding, waktu itu lah dia menemukan pada kurang lebih tiga kaki di dalam ruangan rahasia itu menggeletak dua sosok mayat yang dia orang bisa melihat dengan jelas orang tersebut bukan lain adalah Bun Jin Cu serta si menteri pintu tubuhnya segera terasa bergetar dengan amat keras. "Iiilh ..dia sudah mati?" Serunya tertahan. "Siapa yang sudah mati?" Tanya Suma San Ho pura-pura merasa terperanyat. "Bun Jin Cu serta si menteri pintu, mereka suduh menginyak alat rahasia dan kini sudah binasa ditengah jalan rahasia itu terhajar hujan panah" "Tidak aneh sewaktu kau berhasil menerjang pintu dan memasuki ruangan ini kita mendengar suara teriakannya, kiranya dia sudah terkena alat rahasia ..haa...haaa hal ini sungguh menyenangkan sekali, tidak kusangka sama sekali Bun Jin Cu pun bisa menemui ajalnya terkena alat rahasia yang dipasangnya sendiri" Lama sekali lelaki berkerudung itu memandang tajam mayat Bun Jin Cu yang menggeletak di atas tanah, mendadak dia mengambilsebuah batu cadas yang besar dan disambitkan tepat menghajar mayatnya yang menggeletak di atas tanah. Batu cadas itu dengan amat kerasnya terjatuh ke atas tubuh Bun Jin Cu sehingga mengeluarkan suara yang amat keras sekali. Ketita batu itu mengggelinding ke samping dengan tepat membuat wajah Bun Jin Cu tertoleh kearah luar. Kiranya dia takut Bun Jin Cu sedang berpura-pura mati karenanya sengaja dia menyambitkan batu itu untuk memeriksa apakah Bun Jin Cu benar-benar sudah binasa, kini ketika dilihatnya dia orang benar-benar sudah menemui ajalnya seketika itu juga hatinya menjadi sangat gembira sambil mendongakkan kepalanya tertawa terbahak serunya. "Tidak salah, tidak salah, dia orang memang betul-betul sudah binasa, haaa . .haa baaa ..- berarti juga kalian bertiga kini sudah menjadi barang di dalam kantong lohu" Ditengab suara tertawanya yang amat keras tubuhnya melayang menuju ke hadapan Ti Then bertiga. Melihat lelaki berkerudung itu melayang mendekati mereka bertiga,, Suma San Ho menjadi kuatir, ujarnya dengan cepat. "Kita bertiga harus terjatuh ketangan saudara hal ini sungguh merupakan suatu tejadian jng sangat beruntung" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Oooh benar?" Teriak leliki berkeru dung itu sambil tertawa tergelak. "Sedikit pun tidak salah" Sahut Suma San Ho membenarkan. "Bun Jin Cu menawan kami dikarenakan mau membalas dendam sedangkan saudara cuma hendak menggunakan kami untuk merebut semacam barang saja" "Tetapi jikalau Wi Ci To tidak mau menyerahkan barang yang Lohu minta itu maka kalian pun jangan harap bisa hidup" Ujar lelaki berkerudung itu sambil tertawa seram."Sekali pun perkataanmu sedikir pun tidak salah tetapi saudara pun tidak akan membinasakan kita pada saat ini, bukan begitu?" Lelaki berkerudung itu tidak memberikan jawabannya, dengan langkah perlahan dia berjalan menuju kehadaoan Ti Then lalu mengangkat kepalanya yang tertunduk dengan lemasnya itu. Ketika dilihatnya sepasang mata Ti Then terpejam rapat-rapat, sepertinya sedang jatuh tidak sadarkan diri tak terasa lagi dia sudah tertawa dingin. "Kenapa dengan bangsat cilik ini?" "Dia sudah terpukul rubuh oleh Bun Jin Cu" Sahut Suma San Ho berbohong. Dengan amat teliti sekali lelaki berkerudung itu memeriksa kedua buah tiang kayunya yang terpatahksn, melihat ini dia menghela napas panjang. "Heytenaga dalamnya sungguh tidak lemah, kayu yang begitu kuatnya dia masih bisa mematahkannya" "Karena dia memutuskan kayu tiang itulah Bun Jin Cu baru memukulnya hingga jatuh tidak sadarkan diri, pukulannya sungguh amat kejam sekali." Dengan langkah perlahan lelaki berkerudung itu beralih ke hadapan Wi Lian In ejeknya sambil tertawa. "Heehee..agaknya kau pun sudah merasakan sedikit deritamu juga?" Wi Lian In melengos, mulutnya tetap ditutup rapat-rapat. Lelaki berkerudung itu pun segera beralih ke depan tubuh Suma San Ho. "Bun Jin Cu bersiap-siap mau melarikan diri kenapa dia tidak mau membunuh dirimu terlebih dulu?" Ujarnya sambil tertawa. "Kemungkinan sekali dia tidak bermaksud uniuk melarikan diri meninggalkan istana Thian Teh Kong ini, agaknya dia berusahauntuk membawa si menteri pintu bersembunyi di suatu tempat lalu baru balik kemari membawa kita semua meninggalkan ruangan siksa, siapa sangka mereka sudah tidak kebentur dengan alat rahasia sehingga menemui ajalnya." Agaknya lelaki berkerudung dia sama sekali tidak mencurigai perkataan dari Suma San Ho ini, dia segera mengangguk. "Sebetulnya Lohu punya maksud sungguh-sungguh untuk bekerja sama dengan dirinya, asalkan dia mau menyanggupi diri Lohu maka dia pun tidak akan menerima kematiannya dengan demikian mengenaskan" "Sebetulnya saudara bermaksud meminta barang apa dari Pocu kami?" Tiba-tiba tanya Suma San Ho. "Soal ini kalian tidak perlu tahu" Sahutnya ketus. "Apakah kitab pusaka Ie Cin Keng itu?" Mendengar disebutnya kitab pusaka Ie Cin Keng lelaki berkerudung itu segera terbahak-bahak. "Kitab pusaka Ie Cin Keng itu sekali pun kalian hadiahkan untuk Lohu sebagai kertas pembersih pantatku. Lohu belum tentu mau." "Apakah dikarenakan sebuah lukisan?" Tiba-tiba timbrung Wi Lian In, Agaknya lelaki berkerudung itu dibuat melengak, tapi sebentar kemudian sudah tertawa kembali. "Haaa ... haaa . , , haaa , ..bagaimana kalian bisa pikirkan tentang lukisan? apakah di dalam loteng penyimpan kitab dari ayahmu itu sudah tersimpan sebuah lukisan yang sangat berharga sekali?" "Di dalam loteng penyimpan kitab ayahku kecuali kitab serta lukisan tidak ada barang yang berharga lagi." "Lobu tidak menghendaki kitab-kitab serta lukisan-lukisan dari ayahmu itu" Ujar lelaki berkerudung itu sambil tertawa. " Sekali punkitab serta lukisan lukisan itu lebih berharga lohu tidak akan memandang barang sekejap pun" "Lalu kau orang menghendaki barang apa?" Desak Wi Lian In. "Soal ini kalian tidak perlu tahu" Potong lelaki berkerudung itu sambil gelengkan kepalanya. "Bukankah lohu tadi sudah bilang kalian tidak usah ikut mengetahui persoalan ini?" Tiba-tiba Wi Lian In menghela napas panjang ujarnya. "Aku sangat haus dapatkah kau orang carikan secawan teh buat diriku?" "Ditempat ini mana ada teh?" Ujar lelaki berkerudung itu sambi menyapu sekejep kesekeliling tempat itu. "Aku pun tidak tahu, coba kau keluarlah dari sini tolong membantu aku carikan" Perasaan curiga segera menyelimuti wajahnya, mendadak dia tertawa seram. "Heee ..hee , . sekarang aku tahu, bukankab kau sedang menipu lohu untuk keluar dari sini lalu dengan mengambil kesempatan itu melarikan diri dari tempat ini?" "Jikalau kami mem punyai cara untuk melarikan diri tidak akan menanti sampai sekarang, buat apa kau orang banyak curiga?" "Tapi kekasihmu segara akan sadar kembali" Ujar lelaki berkerudung itu sambil menuding kearah Ti Then. "Dia sudah berhasil memutuskan tiang kayu yang mengikat tubuhnya maka setelah dia sadar kembali dengan cepat dia akan berhasil melepaskan otot kerbau yang mengikat badannya, bukan begitu?" "Dia baru saja dipukul dengan amat kejam, tidak mungkin dia orang bisa sadar kembali dengan cepat" Ujar Wi Lian In sambil menghela napas panjang dengan amat sedihnya.Lelaki berkerudung itu tak bias menahan gelinya, dia segera tertawa keras. "Jika kau mau minum the boleh saja, tetapi Lohu harus menotok jalan darah kakunya dulu" "Kalau begitu sudahlah, aku tidak jadi minum" Teriak Wi Lian In dengan gugup. "Hal ini semakin membuktikan kalau kau sedang menipu diri Lobu, sekarang Lohu harus menotok jalan darah kakunya terlebih dulu" Selesai berkata jari tangannya dipentangkan lalu dengan kecepatan bagaikan kilat menotok jalan darah kaku pada tubuh Wi Lian ln. Wi Lian In yang melihat permainannya yang pura-pura malah jadi berantakan tak terasa lagi menjadi sangat gusar, makinya. "Bajingan tua, kau tunggu saja setelah ayahku datang tentu ada tontonan yang bagus buat kau orang" Lelaki berkerudung itu tertawa terbahak-bahak, kakinya mulai bergerak mendekati diri Ti Then. "Lohu memang kepingin sekali kalau ayahmu bisa datang kemari dengan cepat" Sambil berkata jari tangannya pun dengan cepat diangkat menotok jalan darah kaku pada tubuh Ti Then. Pada saat jari tangannya hendak mendekati jalan darah kaku pada tubuh Ti Then itulah mendadak sepasang tangan dari Ti Then diangkat, tangan kirinya dengan kecepatan bagaikan kilat membabat kearah lambungnya. Seketika itu juga lelaki berkerudung itu mendengus berat, tubuhnya dengan sempoyongan mundur tiga langkah ke belakang lalu berjongkok sambil memegangi lambungnya yang kena hajar.Hal ini memperlihatkan kalau serangan dari Ti Then tadi dengan amat tepat sekali berhasil menghajar lambungnya sehingga dia mendapatkan luka dalam yang tidak ringan. Dengan cepat Ti Then bungkukkan badannya melepaskan otot kerbau yang mengikat kakinya, dia harus cepat-cepat melepaskan ikatan kakinya ini untuk meloloskan diri, karena sebentar lagi lelaki berkerudung itu tentu akan melancarkan serangan ke arahnya. Tetapi baru saja dia berhasil melepaskan belenggu pada kaki kanannya lelaki berkerudung itu sudah bangkit berdiri. Dengan disertai suara bentakan yang amat kerasnya menubruk maju ke depan, telapak tangan kanannya dipentangkan sehingga tampaklah lima jarinya yang bagaikan cakar burung elang dengan amat dahsyat menghajar jalan darah "Yu Bun hiat" Pada dada sebelah kirinya. Datangnya serangan ini sangat dahsyat sekali, agaknya dia hendak membinasakan Ti Then sebelum terlepas dari ikatan karena itu tubuhnya pun tidak sanggup untuk meloloskan diri dari tiang kayu tersebut melihat datangnya serangan pihak musuh terpaksa tubuhnnya menyingkir ke samping bersamaan pula kaki kanannya dengan sekuat tenaga menjejak permukann tanah sehingga tubuhnya akan sedikit meleng, dengan bersusah payah akhirnya dia berhasil juga menghindarkan diri dari serangan musuh. Tangannya dengan cepat menyambar otot kerbau yang semula digunakan untuk mengikat tangannya itu dengan menggunakannya sebagai cambuk dia melancarkan serangan melilit leher pihak lawan. Tubuhnya yang harus memikul sebuah tiang kayu yang amat berat tetapi berhasil juga menghindarkan diri dari satu serangan dahsyat jeng dilancarkan oleh lelaki berkerudung itu bahkan berhasil pula menggunakan otot kerbau sebagai cambuk balas melancarkan serangan membuat Wi Lian In serta Suma San Ho yang melihatnya merasa sangat kagum, tak terasa lagi mereka berteriak mcmuji. Sebaliknya gerakan silat dari lelaki berkerudung itu pun tidak bodoh, bukannya mundur tubuhnya semakin mendesak maju kedepan, tubuhnya yang sebelah atas membungkuk untuk menghindarkan diri dari ancaman otot kerbau dari Ti Then sedangkan sepasang telapak tangannya bersama-sama membabat ke depan menghajar pinggang dari Ti Then. Kecepatan geraknya amat mengagumkan sekali laksana berkelebatnya sinar kilat di tengah udara. Ti Then segera bersuit panjang mendadak dengan membawa serta tiang kayu yang mengikat badannya dia meloncat sejauh lima enam kaki jauhnya ke ujung kanan dari dinding batu itu. Di bawah dinding batu itu tersedialah bermacam-macam alat siksa yang diantaranya tergantung sebuah rantai besi. Dengan cepat Ti Then menyambar rantai besi itu kemudian digetarkan dan menyapu ke tubuh lelaki berkerudung yang saat itu datang mengejar. Melihat datangnya serangan rantai lelaki berkerudung itu segeta tertawa dngin kakinya menggelincir ke samping, tubuhnya dengan cepat rebah kekiri, telapak tangan kirinya bagaikan kilat cepat menyambar datangnya serangan rantai dari Ti Then itu. Ti Then mana mau membiarkan rantainya tertangkap, dengan cepat tangannya digetarkan kembali, rantai besi itu mendadak bagaikan seekor ular dengan licinnya beputar-putar lalu dengan dahsyatnya menusuk ke dada pihak lawan. Agaknya lelaki berkerudung itu sama sekali tidak menyangka kalau Ti Then bisa memainkan rantai itu sehingga demikian sempurnanya, untuk sesaat dia tidak sanggup untuk memecahkan jurus tersebut terpaksa dengan cepat tubuhnya melayang mundur kembali ke belakang. Ti Then berhasil mendesak mundur pihak lawannya dengan cepat dia meloncat kembali ketengah udara kemudian memepetkan tiang kayunya pada dinding batu. Kiranya dia sudah menemukan kalau di atas dnding itu tergantung sebuah golok baja, dia berharap bisa memperoleh golokbaja itu sehingga bisa digunakan untuk memutuskan otot kerbau yang mengikat kakinya. -ooo0dw0ooo- Jilid 23 : Wi Ci To datang memenuhi janji Sudah tentu lelaki berkerudung itu pun mengetahui maksud hatinya, karena itu setelah tubuhnya terdesak mundur ke belakang disertai dengan suara bentakan yang amat keras tubuhnya sekali lagi menubruk ke arah depan. Ti Then yang meloncat kearah dinding di mana tergantung golok baja itu sama sekali tidak segera mencabut keluar golok tersebut. Mendadak dia membentak keras, rantai besi ditangannya dergan sekuat tenaga diobat-obitkan ke depan lalu meluncur terlepas dari tangannya. Rantai besi itu bagaikan seutas tali dengan kecepatan tinggi meluncur dengan dahsyatnya menghajar tubuh lelaki berkerudung itu. Agaknya lelaki berkerudung itu sama sekali tidak menyangka Ti Then bisa melakukan hal itu, untuk sesaat lamanya dia terdesak untuk menyingkir ke samping kiri menghindar diri dari sambitan rantai besi itu. Dan pada saat yang amat singkat itulah Ti Then sudah berhasil mencabut keluar golok baja yang tergantung di atas dinding lalu dengan beberapa kali bacokan berhasil memutuskan otot kerbau yang mengikat kaki kirinya. Dengan demikian dia sudah bebas dari belenggu. Setelah tidak ada tiang kayu yang mengganggu gerakannya pun semakin bebas lagi, serangan yang dilancarkan kearah lelaki berkerudung itu menjadi semakin gencar siapa tahu pada saat dia hendak menggerakkan golokya melancarkan serangan itulah lelaki berkerudung itu sudah berhasil meloncat ke hadapan Wi Lian In.Telapak tangan lelaki berkerudung itu dengan cepat ditekan ke atas batok kepala dari Wi Lian ln sembari membentak mengancam . "Jangan bergerak, sedikit kau bergerak saja Lohu segera akan menyagal budak ini" Ti Then sama sekali tidak menyangka kalau orang berkerudung itu bisa menggunakan cara yang paling rendah untuk mempersalahi dirinya, dia segera menghentikan langkahnya. "Heee ..heee - . beranikah kau bertempur secara jujur dengan diriku?" Tantangnya dengan wayah adem. Ketika lelaki berkerudung itu melihat ternyata dia benar-benar tidak berani bergerak maju hatinya merasa agak lega, dia pun tertawa dingin dengan amat seramnya. "Aku tidak ada keperluan untuk berbuat demikian." Serunya. "Tidak kusangka di dalam Bu lim ternyata masih ada juga manusia yang tidak tahu malu seperti kau" Dengus Ti Then dengan amat gusar. Lelaki berkerudung itu segera menyengir kejam. "Lohu tidak malu, yang aku takuti cuma tujuanku yang tidak mencapai sukses" "Sekarang kau tidak akan bisa mencapai tujuanmu lagi, jikalau kau ingini nyawamu cepatlah bergelinding dari sini," "Hmm, sekarang Lohu masih ada di atas angin, kenapa harus menggelinding dari sini ?" Serunya dengan nada mengejek. Mendadak suaranya berobah menjadi amat keren, dengan gusarnya dia membentak. "Lepaskan golokmu, kalau tidak jangan salahkan lohu tidak berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap budak ini " "Ti Kiauw tauw,jangan perduli dirinya " Teriak Wi Lian In dengan cepat. "Cepat kau serang dia orang, kau tidak usah mengurusi diriku lagi."Telapak tangan kiri dari lelaki berkerudung itu dengan cepat dipentangkan di depan dadanya dengan gaya hendak meraba teteknya. "Kau surgguh-sungguh tidak takut ?" Ancamannya sambil tertawa menyengir dengan kejamnya. Seketika itu juga air muka Wi Lian In berubah pucat pasi, dia tidak berani membuka mulut lagi. Ketika lelaki berkerudung itu melihat dia tidak berani berteriak lagi kepalanya dengan perlahan ditoleh kearah Ti Then. Karena Wanita Karya Kho Ping Hoo Naga Merah Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo