Pendekar Patung Emas 31
Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Bagian 31
Pendekar Patung Emas Karya dari Qing Hong Air muka Cuo It Sian tampak berubah menjadi terperanyat bercampur gusar, dari matanya memancarkan sinar yang tajam sekali."Perkataan dari Ti siauw hiap ini apakah sungguh-sungguh?" Tanyanya. "Sedikit pun tidak salah," Sahut Ti Then mengangguk."Akhirnya boanpwe berdua melakukan pemeriksaan kembali di dalam perkam pungan tersebut, saat itu api sudah padam sedang boanpwe berdua kembali untuk mencari pedang yang lenyap di tengah abu tetapi di dalam ruangan tengah sudah menemukan lima sosok mayat yang sudah hangus terbakar, menurut dugaan boanpwe tentunya semalam ketiga orang berkerudung itu sudah menotok jalan darah kaku serta bisunya sehingga sewaktu terjadi kebakaran sama sekali tidak terdengar suara mereka yang berteriak minta tolong" Cuo It Sian menjadi setengah percaya setengah tidak, tanyanya lagi. "Lalu apa tujuan mereka untuk menculik kamu berdua ?" Dengan perlahan Ti Then menoleh arah Wi Ci To, tanyanya. "Wi Pocu bolehkah boanpwe berbicara?" "H mm m ..katakanlah" Sahut Wi Ci To mengangguk. Waktu itulah Ti Then baru berkata lagi terhadap diri Cuo It Sian yang sudah memperhatikan dirinya terus menerus. "Mereka bertiga mendapat perintah dari seorang lelaki berkerudung hitam, sedangkan tujuan dari lelaki berkerudung hitam itu sehingga menculik boanpwe berdua ialah hendak menggunakan kami berdua sebagai barang tanggungan untuk memaksa Pocu kami menyerahkan semacam barang." Sinar mata Cuo lt Sian segera berkilap-kilap, desaknya lebih lanjut . "Dia mau memaksa Wi Pocu menyerahkan barang apa?" "Soal ini dia orang terus menerus tidak mau mamberi penjelasan, katanya cuma sebuah barang yang sama sekali tidak berharga."Cuo It Sian segera berpaling memandang ke arah Wi Ci To lantas tanyanya. "Wi Pocu apakah kau tahu barang apa yang diminta olehnya?" "Aku orang she Wi pun tidak mengerti" Sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. "Pihak lawan mengatakan barang itu tidak berharga tetapi bisa dipikir tentunya sangat berharga sekali buat dirinya, Wi Pocu sebaiknya kau harus mengetahuinya." Wi Ci To segera tersenyum. "Aku orang she Wi benar-benar tidak tahu, di dalam loteng penyimpan kitab aku orang she Wi memang banyak tersimpan lukisan serta kitab-kitab kuno yang kelihatannya tidak berharga padahal sangat bernilai sekali, tetapi pihak lawan bilang tidak menghendaki lukisan atau kitab sehingga membuat aku orang she Wi sendiri pun tidak paham barang apa yang sebenarnya diminta olehnya." "Hal ini memang membuat orang menjadi kebingungan" Seru Cuo It Sian sambil kerutkan alisnya rapat-rapat. Dia berpikir sebentar lalu mengalihkan pandangannya ke arah Ti Then, tanyanya kemudian . "Jika didengar perkataan Ti siauw hiap agaknya kau orang sudah pernah bertemu dengan dirinya?" "Benar," Sahut Ti Then mengangguk. "Dia pernah datang ke gunung Kim Hud san pada beberapa jam yang lalu sewaktu masih ada di dalam istana Thian Teh Kong" Demikianlah dia pun segera menceritakan bagaimana lelaki berkerudung itu hendak bekerja sama dengan Bun Jin Cu lalu peristiwa yang sudah terjadi setelah itu. Cuo It Sian menjadi sangat terperanyat sekali. "Kalian sudah tahu siapakah mereka itu?" Tanyanya."Dia orang terus menerus memakai kerudung pada kepalanya bahkan sewaktu berbicara sengaja mengubah nada suaranya sehingga kita tidak dapat mengenal dirinya." "LaIu menurut Ti Siauw hiap berapa besar usianya?" "Kurang lebih enam puluh tahunan" "Senyata tajam apa yang digunakan?" "Tidak membawa senyata tajam," Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Lalu ilmu silatnya termasuk ilmu yang berdasarkan Iwekang ataukah Gwa-kang?" "Ilmu silatnya termasuk dalam golongan orang yang meyakinkan Iwekang, tenaga dalamnya berhasil dilatih sehingga mencapai taraf yang sangat tinggi cuma saja tidak tahu dia dari aliran mana karena sebenarnya dia belum pernah secara sungguh-sungguh bergebrak dengan boanpwe" "Bagaimana dengan perawakan badannya?" "Tinggi besar seperti locianpwe, gemuk kurusnya pun sangat mirip dengan Locianpwe" "Ehmmm ..." Alisnya dikerutkan rapat-rapat lalu tanyanya kepada diri Wi Ci To. "Wi Pocu, apakah kau orang sudah teringat seseorang dari kalangan Bu lim yang mem punyai perawakan seperti itu?" "Aku ingat akan seseorang" Sahut Wi Ci To tertawa. "Siapa?" Tanya Cuo It Sian dengan amat girang. "Si pembesar kota Cuo It Sian." Sahut Wi Ci To sambil tertawa. Cuo It Sian jadi melengak disusul dengan suatu senyuman pahit menghiasi bibirnya."Wi Pocu kau orang jangan berguyon, dengan amat kejamnya dia sudah membinasakan orang-orang Lolap, pikirannya pun amat licik Lolap pasti akan mencari dirinya untuk membalas dendam" "Masih ada satu geguyon lagi yang Locianpwe setelah mendengar tentu akan gusar dan gembar-gembor saking marahnya" Timbrung Wi Lian ln secara tiba-tiba. Cuo It Sian menjadi melengak. "Geguyon apa?" Tanyanya. "Malam itu sewaktu masih ada di perkam pungan tersebut setelah kami berhasil meloloskan diri dari lautan api dan membinasakan orang berkerudung yang kedua, orang berkerudung terakhir sebelum meninggalkan tempat itu sudah memberitahukan suatu berita yang menggetarkan hati.." "Dia bilang apa?" Tanya Cuo It Sian dengan penuh perhatian. "Dia bilang pemimpin mereka bernama si pembesar kota Cuo It Sian" Seketika itu juga air muka Cuo It Sian berubah sangat hebat, sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap kearab Wi Ci To sekalian lalu ujarnya. "Kelihatannya kalian sudah menaruh curiga terhadap Lolap?" "Locianpwe kau jangan marah," Sela Ti Then dengan nada serius sekali. "Lelaki berkerudung itu memang berkata demikian." "Sedang kalian pun percaya terhadap omongannya?" Sambung Cuo It Sian sambil tertawa dingin. "Sudan tentu boanpwe tidak berani percaya perkataan dari orang berkerudung itu jelas sekali menujukkan kalau dia orang sedang sengaja mencelakai diri locianpwe" Mendengar perkataan tersebut hawa amarah dari Cuo It Sian dengan perlahan mereda kembali, dia segara mengangguk. "Kelihatannya bukan saja lelaki berkererudung itu hendak mendapatkan barang milikWi Pocu bahkan ingin mencelakai Lolap. Hmm, sungguh kejam siasatnya sekali panah mendapat dua burung yang mereka laksanakan." "Mungkin dia ada dendam sakit hati dengan Cuo heng sehingga berbuat demikian terhadapmu" Tiba-tiba Wi Ci To memperingatkan. "Selama hidupku Lolap benci orang-orang yang sudah bentrok dergan aku amat banyak sekali, tetapi entah lelaki berkerudung itu merupakan penyamaran dari musuhku yang mana?" "Ooh yaa masih ada satu urusan yang boanpwe ingin minta penjelasan"' ujar Ti Then lagi. "Pertanyaan ini setelah boanpwe katakan harap locianpwe jangan menjadi marah dibuatnya" "Urusan apa? " Tanya Cuo It Sian dengan pandangan yang amat tajam. "Di dalam gudang di bawah tanah itu ada terpendam sebuah tiang besi yang khusus digunakan untuk menyekap tawanan-tawan, apakah di dalam gudang bawah tanah orang lain juga mempunyai barang tersebut?" "Betul, urusan ini Lolap memang sukar untuk menjelaskannya ...." Berbicara sampai di sini dia segera menoleh kearah Wi Ci To dan tanyanya. "Wi Pocu, apakah kau masih ingat kalau lolap mempunyai seorang adik ?" "Tidak salah, tidak salah" Seru Wi Ci To membenarkan. "Urusan itu sudah terjadi pada sepuluh tahun yang lalu." "Jelas dari air muka Cuo lt Sian menunjukkan rasa sedihnya, dia menghela napas panjang. "Dia sudah hidup selama dua puluh satu tahun lamanya di dalam gudang bawah itu, setiap kali lolap teringat dirinya hatiku segera merasakan seperti diiris-iris - ...""Aaasaaah ., . , Locianpwe mem punyai seorang adik yang pernah tinggal di dalam gudang di bawah tanah itu?" Tanya Wi Lian In keheranan. "Benar." Sahut Cuo It Sian sambil mengangguk. "Dia jauh lebih cerdik dari lolap pada usia dua puluh tahun dia sudah berhasil meiatih ilmu silatnya sehingga mencapai pada tarap kesempurnaan tetapi akhirnya dikarenakan jatuh hati dengan seorang nona dan dikarenakan berbagai sebab sehingga tidak berhasil mengawini nona tersebut dia menjadi gila, bergerak sedikit saja lantas turun tangan membunuh orang akhirnya lolap tidak bisa berbuat apa-apa Iagi terpaksa mengurungnya di dalam gudang bawah tanah itu, dia hidup selama dua puluh satu tahun lamanya di dalam gudang bawah tanah tersebut dengan sangat menderitanya, akhirnya dia meninggal dunia karena sakit." Berbicara sampai di sini tidak tertahan lagi titik air mata menetes keluar membasahi wajahnya. " Oooh kiranya begitu" Seru Wi Lian In ikut terharu. "Tidak aneh kalau di dalam gudang tersebut sudah terpendam tiang besi yang begitu kuatnya." Sekali lagi Cuo It Sian kerutkan alisnya rapat-rapat. "Tetapi yang paling aneh bagaimana lelaki berkerudung itu bisa tahu kalau di dalam gudang bawah tanahku itu ada barang seperti itu sehingga bisa menawan kalian berdua ke sana?" "Hal itu berarti juga kalau lelaki berkerudung itu sangat memahami keadaan dari Locianpwe, atau dengan perkataan lain kemungkinan sekali lelaki berkerudung itu adalah orang yang locianpwe sangat kenal" "Tidak salah" Cuo It Sian mengangguk. "Tetapi sekarang lolap masih tidak bisa menduga siapakah dia orang " "Ada satu hari boanpwe pasti bisa menangkap si rase tua itu, sampai waktunya aku tentu akan menyerahkan kepada locianpwe untuk dijatuhi hukuman yang setimpal""Jikalau lolap yang menangkapnya terlebih dahulu maka lolap segera akan memberi kabar kepada kalian oooh benar, Wi Pocu waktu itu lolap dengar dari Ti siauw hiap yang katanya Hu pocu meninggal karena bunuh diri, apakah bunuh dirinya itu sungguh- sungguh ada sangkut pautnya dengan lelaki berkerudung itu?" "Ehmmm" Sahut Wi Ci To sembarangan lalu bungkam kembali. Air muka Cuo It Sian agak sedikit berubah kurang senang, cepat- cepat dia berganti bahan pembicaraan. "Lantas Wi Pocu punya maksud untuk langsung pulang ke dalam Benteng sekarang juga?" "Benar," Sahut Wi Ci To mengangguk. "Sampai saat ini cita-cita dari lelaki berkerudung itu sama sekali belum mencapai, sudah tentu dia orang tidak akan berpangku tangan saja, kemungkinan sekali dia bisa kembali ke dalam Benteng" Baru saja berbicara sampai di situ mendadak air mukanya berubah sangat hebat cepat-cepat bentaknya "Cepat tiarap" Cuo It Sian, Suma San Ho serta Wi Lian In empat orang segera bisa mendengar suara menyambarnya senyata rahasia yang menampok angin berkelebat kearah mereka dengan cepat tubuhnya bersama-sama membungkuk ke bawah untuk menghindar. "Braaaaak , .. " Dengan disertai suara desiran yang amat tajam senyata rahasia itu melewati atas kepala kelima orang itu nancap di atas batang pohon di pinggir jalan. Pada ujung anak panah itu terikatlah secarik kertas putih, jelas sekali pihak-musuh sedang mn menyambit suratnya dengan menggunakan perantara anak panah. Cuo It Sian, Ti Then serta Suma San Ho yang melihat hal ini bersama-sama membentak keras, tubuh mereka bersama-sama berkelebat menuju ke arah mana berasalnya suara sambitan tadi.Di kedua belah samping jalan gunung itu semuanya merupakan pepohonan yang amat rindang dan rapat sekali sehingga mereka bertiga menubruk ke depan beberapa kaki jauhnya tubuh mereka sudah lenyap di balik pepohonan. Wi Lian In pun ingin ikut mengejar tapi keburu ditahan oleh Wi Ci To ujarnya. "Tidak perlu, ada mereka tiga orang lebih dari cukup" Liuw Khiet segera meloncat mendekati pohon itu dan mencabut keluar anak panah tersebut yang kemudian dengan sangat hormatnya diangsurkan kepada Wi Ci To. Sebatang anak panah yang bersurat, pocu silahkan lihat, ujarnya. Wi Ci To segera menerima anak panah itu dan melepaskan secarik kertas yang terikat pada batang anak panah itu laIu dibacanya. Sebentar saja air mukanya sudah berubah sangat hebat sekali. Kiranya pada kertas tersebut bertulisan . "Dipersembahkan kepada Pek Kiam pocu. Wi Ci To. Tiga pendekar pedang merah dari Benteng kalian, Ih Kun. Kha Cay Hiong serta Pauw Kia Yen telah berada ditangan lohu. Jikalau kalian tidak ingin melihat mereka bertiga dibunuh oleh aku orang, cepatlah persiapkan barang yang sudah lohu ingini itu. Menanti balasan dari saudara." Di bawah surat itu tidak tampak adanya nama si pengirim. Tetapi sekali pandang saja Wi Lian In segera berteriak keras. "Aaaah tentu si lelaki berkerudung itu yang menulis." Air muka Wi Ci To berubah menjadi pucat ke hijau-hijauan menahan rasa gusar, dengan dinginnya dia berdiri di sana tanpa mengucapkan sepatah kata pun tetapi barang siapa saja yang melihatnya tentu segera akan mengetahui bagaimana kegusaran yang sedang bergolak di dalam hatinya."le Kun, Kha Cay Hiong serta Pauw Kia Yen bagaimana bisa terjatuh di tangannya?" Tanya Wi Lian In dengan sangat terperanyat. Dari sepasang mata Wi Ci To segera memancar keluar sinar mata yang amat tajam sekali, sepatah demi sepatah sahutnya . "Kepandaian silat mereka bertiga tidak rendah sekali pun tidak berhasil memenangkan pihak lawan belum tentu bisa tertawan oleh mereka tentunya sewaktu mereka berangkat kemari di tengah jalan sudah terkena jebakan yang dipasang oleh mereka" "Lalu bagaimana baiknya?" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tanya Wi Lian In murung. "Jikalau Tia tidak menyerahkan barang itu tentunya mereka bertiga akan dibunuh secara kejam" Wi Ci To tetap berdiam diri tidak mengucapkan sepatah kata pun sedangkan dari sepasang matanya jelas sekali tampak kegusaran yang sukar untuk ditahan. Sekali lagi Wi Lian In menghela napas panjang ujarnya. "Semula aku orang selalu menaruh curiga kalau lelaki berkerudung itu adalah Cuo it Sian. kiranya dugaanku tersebut sebetulya salah" Baru saja bicara sampai d sini tampak Cuo It Sian, Ti Then serta Suma San Ho bertiga sudah berkelebat mendatang. Di tangan Ti Then tampaklah seorang lelaki kasar berbaju hijau yang terkena cengkeramannnya. Ditangan lelaki berbaju hijau itu masih memegang sebuah busur, jeias sekali panah tadi dialah yang memanah. Melihat hal itu Wi Lian In menjadi amat gusar, teriaknya. "Hoore sudah ketangkap, sudah ketangkap" Bagaikan sedang menenteng seekor ayam kecil saja dengan amat ringannya Ti Then berkelebat mendatang kemudian dengankerasnya membanting tubuh lelaki berbaju hijau itu ke hadapan Wi Ci To, ujarnya. "Tidak salah, budak inilah yang baru saja memanahkan anak panah tersebut" Dari dandanan lelaki berbaju hijau itu jelas menunjukkan kalau dia merupakan seorang lelaki kasar yang sering berbuat jahat, dia orang yang dibanting ke atas tanah oleh Ti Then segera m merasakan kepalanya amat pening dadanya sesak, untuk beberapa saat lamanya tidak sanggup untuk bangun. Lama sekali baru kelihatan dia jatuhkan diri berlutut di hadapan Wi Ci To, ujarnya dengan badan gemetar. "Thay ya am pun ..hamba . , hamba" "Siapa namamu?" Bentak Wi Ci To dengan amat keras. "Hamba bernama Mao ji, penduduk dari Lam Khuan Sian " Sahut lelaki berbaju hijau itu dengan badan gemetar. "Anak panah tadi kau yang memanah?" Tanya Wi Ci To kembali. "Benar ....benar , , . " Sahut lelaki berbaju hijau itu sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Hamba tolol dan tidak tahu aturan harap Loya mau mengam puni dosa hamba" "Kau sudah seberapa lama mengikuti lelaki berkerudung itu?" Potong Wi Ci To kembali. "Tidak - . , hamba tidak kenal dengan dia orang, kurang lebih setengah jam yang lalu sewaktu hamba melewati gunung ini dia sudah mencegat hamba, dia orang tanya maukah hamba mencari untung besar sepuluh tail perak, karena hamba kena jiret kerlipan uang perak seberat sepuluh tail perak, dia perintahkan hamba untuk bersembunyi di balik pohon dan sewaktu melihat kalian turun segera anak panah bersurat ini suruh dipanahkan . ." "Omong kosong" Bentak Wi Ci To secara tiba-tiba.Lelaki berbaju hijau itu menjadi sangat terperanyat, dia mengangguk-anggukkan kepalanya semakin cepat lagi. "Sungguh perkataan dari hamba .semuanya sungguh-sungguhi ..coba kau lihat?" Sembari berkata dari dalam sakunya dia mengambil keluar sepuluh tahil perak dan ujarnya kembali . "Coba kau lihat inilah uang sepuluh tahiI perak yang dia orang hadiahkan kepada hamba" "Kau orang masih tidak mau bicara terus terang ?" Bentak Wi Ci To kembali sambil melototkan sepasang matanya besar-besar. Saking cemasnya hampir-hampir lelaki berbaju hijau itu dibuat menangis, teriaknya dengan terputus-putus. "Perperkataan hamba.sungguh-sungguh, jika kau orang ..orang tua tidak percaya hamba . hamba segera ..segera angkat sumpah." "San Ho bunuh dia!" Perintah Wi Ci To kemudian sambil menoleh ke arah Suma San Ho. Suma San Ho sudah tahu pocu mereka selamanya tidak pernah membunuh orang secara sembarangan, dia tahu Pocunya ini sedang menakut-nakuti dirinya karena itu dia segera menyahut kemudian mencabut keluar pedangnya dan ditempelkan ke atas lehernya siap ditebaskan ke atas kepalanya. Saking takutnya lelaki berbaju hijau itu menjerit-jerit seperti babi yang disembelih, teriaknya. "Oooh ..thay ya am pun . thay ya am punilah hamba, di rumah hamba masih ada seorang ibu yang sudah berusia delapan puluh tahun, hamba tidak boleh mati.." "Baiklah, lepaskan dia pergi" Seru Wi Ci To kemudian sambil tersenyum.Suma San Ho segera mendorong badannya ke depan sambil membentak. "Sana menggelinding cepat-cepat dari sini" Bagaikan baru saja mendapatkan rejeki nomplok lelaki berbaju hijau itu segera berteriak kegirangan, sambil menghembuskan napas lega dia merangkak bangun seperti anying yang kena gebuk dengan terbirit-birit melarikan diri dari sana. "Tia" Ujar Wi Lian In sewaktu melihat ayahnya melepaskan orang itu pergi. "Kau orang tua tidak seharusnya melepaskan dia dengan begitu saja kemungkinan sekali dia anak buah dari lelaki berkerudung tersebut" Wi Ci To tidak berdaya setelah melihat lelaki berbaju hijau itu pergi jauh baru ujarnya kepada Ti Then dengan suara yang amat lirih. "Ti kiauw tauw coba kau buntuti dirinya, lohu akan menanti kau di dalam rumah penginapan Ya Lay di dalam kota Ci Kian Sian. Ti Then segera menyahut dan dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh dia berkelebat masuk ke dalam hutan untuk membuntuti dirinya dari tempat kejauhan. Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di tanab rumput di bawah gunung, tampak lelaki berbaju hijau itu dengan cepatnya berlari menuju ke kota Lan Khuan sian, selama di dalam perjalanannya ini dia beberapa kali menengok ke belakang agaknya dia merasa takut Wi Ci To sekalian mengejarnya. Sudah tentu jejak dari Ti Then tidak dapat diketahui olehnya, terus menerus menyaga jarak yang tertentu dengan dirinya selama di dalam perjalanan ini dia menguntit dengan sangat berhati-hati sekali.Setelah mengikuti sejauh puluhan lie akhirnya sampailah mereka di dalam kota Lam Khuan sian, begitu masuk ke dalam kota lelaki berbaju hijau itu sudah tidak tampak rasa kaget atau ketakutan. Dengan badan tegak langkah Iebar dia berjalan dengan seenaknya di tengah jalan, agaknya dia merupakan seorang benggolan yang paling ditakuti di dalam kota Lam Khuan Sian ini banyak orang-orang yang berlalu lalang di tengah jalan ketika bertemu dengan dia orang segera bungkukkan badannya memberi hormat. Ti Then tetap menguntit dirinya dari tempat kejauhan, setelah melalui jalan raya yang besar mendadak tampak lelaki berbaju hijau itu berbelok ke sebuah jalan kecil dan akhirnya berbelok pula ke sebuah lorong kecil dan mamasuki sebuah rumah yang sudah bobrok. Baru saja dia mendorong pintu untuk masuk, dari dalam rumah segera terdengar suara seseorang perempuan yang tinggi melengking sedang bertanya. "Siapa? " "Aku ..Lo kongmu." Sahut lelaki berbaju hijau itu sambil menutup kembali pintu rumahnya. Tampaklah seorang wanita setengah baya yang rambutnya awut- awutan tidak karuan berjalan keluar dari dalam rumah, tanyanya. "Heei kenapa sepagi ini kau orang sudah pulang?" "Ambillah secawan air teh terlebih dulu"Seru lelaki berbaju hijau itu sambil duduk di atas sebuah kursi. "Hmmm," Terdengar perempuan yang rambutnya awut-awutan itu tertawa dingin. "Jika dilihat dari modelmu tentunya kau orang berhasil memperoleh suatu jual beli yang agak lumayan ?" "Sedikit pun tidak salah," Sahut lelaki berbaju hijau itu sambil tertawa senang.Perempuan yang rambutnya awut-awutan itu segera masuk ke dalam rumah mengambil secawan teh dan diangsurkan kepadanya. "Lo nio tahu setiap kali kau mem punyai uang tentu badanmu bisa gemetar dengan keras," Serunya sambil tertawa. Sehabis minum secawan air teh lelaki berbaju hijau itu segera mengangsurkan cawan kosongnya kepada dia orang ujarnya sambil mengangkat kakinya ke atas kursi. "Hey nasinya sudah matang?" "Wooumasih terlalu pagi" "Maknya .... nenek anying" Maki lelaki berbaju hijau itu dengan amat gusarnya. "Tentu kau orang berjudi lagi?" "Tidak salah" Sahut perempuan itu tidak mau kalah. "Kau bisa pergi main pelacur di luaran sedang Lo nio tidak pernah pergi cari lelaki unluk main, apa kau tidak terima? kau mau cari gara-gara dengan aku yaaa ?" Lelaki berbaju hijau itu segera mendengus dingin, dari dalam sakunya dia mengambil keluar sepuluh tahil peraknya dan dengan berat digebrakkan ke atas meja. "Coba kau lihat barang apa ini?" T eriaknya keras. Pandangan mata perempuan tersebut terasa menjadi terang, dengan cepat dia merebut uang itu sambil mengusap-usapnya dengan penuh bernapsu, dengan perasaan amat girang bercampur terkejut dan keheranan tanyanya "Heeey, kau dapat merampas dari mana? " "Maknya, setiap kali aku punya uang tentu kau menganggap aku mendapatkannya dengan jalan merampas." "Kalau tidak kau mendapatkan keuntungan dari toko yang mana ?" Seru perempuan tersebut sambil tersenyum-senyum kuda."Aku bukan mendapatkannya dari cari untung di toko, aku orang memperoleh uang itu dengan taruhan nyawa" Teriak lelaki berbaju hijau itu dengan mendongkol. "Oooh..tidak kusangka kau masih bisa mencari uang juga, eei dengan cara bagaimana kau mendapatkan uang itu ?" "Sore itu sewaktu aku tiba dibawab kaki gunung Kim Hud san tiba-tiba perjalananku dihadang oleh seseorang lelaki berkerudung.." "Aduh.."teriak perempuan itu dengan amat keras. "Apakah kau orang tukang todong sudah bertemu dengan perampok?" "Maknya ... " Sekali lagi lelaki berbaju hijau itu memaki sambil melototkan matanya. "Kalau bicara perlahan sedikit, neneknya,,. aku orang setiap hari harus gulung sana gulung sini bukankah cuma memelihara kau perempuan cabul. sekarang kau malah maki aku tukang todong..perempuan sundal" -ooo0dw0ooo- Jilid 25 : Kecurigaan pada si pembesar kota "BAGUS ! bagus !" Seru perempuan itu kembali sambil tertawa. "Perduli apa, teriak atau tidak berteriak pokoknya tetangga-tetangga kita sudah pada mengerti semua keadaan kita, kau orang masih takut apa lagi?" "Hm !"' dengus lelaki berbaju hijau itu kurang puas." Tetapi uang sebanyak sepuluh tahil yang aku dapatkan ini hari bukan dapat dari merampas"' "Scbenarnya sudah terjadi urusan apa?" Tanya perempuan yang rambutnya awut-awutan itu dengan nada serius, sedang senyuman yang semula menghias bibirnya kini lenyap tak berbekas lagi."Lelaki berkerudung itu tanya padaku apakah mau untung sepuluh tahil perak, aku yang melihat wajahnya dalam hati segera tahu kalau dia orang ada urusan yang ingin meminta bantuanku, karena itu aku segera menerimanya, dia lalu mengambil keluar sepuluh tahil perak dan diberikan kepadaku di samping memberikan pula sebuah busur dan sebatang anak panah yang di atasnya terikat segulung kertas " "Aku tahu, sekarang!" Nyeletuk perempuan itu. "Dia orang minta kau pergi membunuh orang, bukan begitu ?" Lelaki berbaju hijau itu menjadi sangat gusar sekali. "Kenapa kau terus menerus memotong pembicaraan orang ?" "Baik - ..baiklah .... sekarang kau lanjutkanlah perkataanmu !" "Lalu dia membawa aku menuju ke sebuah jalan gunung di atas gunung Kim Hud-san, dia meminta aku bersembunyi di dalam hutan di samping jalan gunung tersebut, katanya nanti bakal ada lima, enan oraag yang akan turun gunung melalui jalan itu, dia memesan kepadaku kalau melihat mereka turun, panah bersurat ini harus dipanahkan kearah mereka." "Akhirnya kau berhasil membinasakan salah seorang diantara mereka ?" Tanya perempuan itu kembali. Dengan amat kasarnya lelaki berbaju hijau itu menggebrak meja yang ada di sampingnya. "Aku suruh kau orang jangan memotong pembicaraanku, kau mengerti tidak?" Bentaknya dengan amat gusar. "Baik. baiklah kau boleh teruskan !" "Lelaki berbaju hitam itu tidak perinlahkan aku untuk membunuh orang, dia cuma meminta aku memanahkan secarik surat kepada mereka, enam orang yang baru saja turun gunung itu, aku lalu menunggu di dalam hutan selama setengah jam lamanya ternyata sedikit pun tidak salah, ternyata dari atas gunung muncul enamorang, aku segera memanahkan, setelah itu lalu putar ..badan melarikan diri ...." "Tidak aneh seluruh badanmu berkeringat bau, lalu bagaimana selanjutnya?" Timbrung perempuan itu kembali. Lelaki berbaju hijau itu menelan ludah lebih dulu kemudian baru sambungnya. "Aku belum barhasil lari seberapa jauh segera sudah terkejar oleh seorang tua dan dua orang pemuda, sewaktu aku melihat tidak bisa melarikan diri lagi dari kejaran mereka terpaksa memutar badan memberikan perlawanan sengit kepada mereka ..." "Akhirnya kau berhasil dikalahkan?" Seru perempuan itu sambil tertawa. "Jika aku orang kalah saat ini mana mungkin bisa kembali kerumah ?" "Hm ! hm ! terus terang saja aku beritahu kepadamu si orang tua serta kedua orang pemuda itu semuanya merupakan gentong nasi belaka tidak sampai dua jurus aku sudah berhasil pukul mereka bertiga sehingga jatuh bangun dan akhirnya berlutut di depanku minta diam puni jiwanya, aku yang melihat keadaan mereka sangat kasihan sekali lalu mengam puni mereka" Mendengar kisahnya ini agaknya perempuan itu tidak mau percaya, sambil mencibirkan bibirnya dia tertawa mengejek. "Oooh sungguh ??" Serunya kurang percaya. "Sudah tentu sungguh, kapan aku orang pernah menipu dirimu ?" Balas teriak lelaki berbaju hijau itu dengan serius. "Lalu siapa lelaki berkerudung itu ?" "Siapa yang tahu" Jawab lelaki berbaju hijau itu sambil gelengkan kepalanya. "Setelah itu aku pun tidak pernah bertemu kembali dengan dirinya, kelihatannya dia menyerupai seorang kakek tua yang sudah berusia lima, enam puluh tahunan, tubuhnya kurus sekaliTi Then yang bersembunyi di balik rumah setelah mendengar perkataannya sampai di sini segera mendorong pintu berjalan masuk ke dalam. "Mao Ji !" Serunya sambil tertawa. "Coba kau ulangi sekali lagi badan lelaki berkerudung itu apakah kurus sekali?" Agaknya lelaki berbaju hijau itu mimpi pun tidak pernah menyangka kalau Ti Then bisa membuntuti dirinya sampai di sini, melihat kehadiran dirinya air mukanya segera berubah sangat hebat, sambil berteriak aneh tubuhnya meloncat ke atas sedang tangannya menyambar sebuah kursi yang terbuat dari bambu dan dilemparkan kearah Ti Then. Ti Then segera ayunkan telapak tangannya mengirim satu pukulan menghantam datangnya kursi bambu itu sehingga hancur berantakan dan tersebar ke atas tanah, tubuhnya dengan mengambil kesempatan ini mendesak maju ke depan lalu mencengkeram baju didada lelaki berbaju hijau itu. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Jika kau berani sedikit bergoyang saja segera aku orang akan mencabut keluar seluruh. Otot-ototmu satu demi satu!" Ancamnya sambil tertawa. Agaknya lelaki berbaju hijau itu termasuk manusia yang suka menindas yang lemah tapi takut dengan yang keras, kali ini badannya dicengkeram oleh Ti Then segera gemetar dengan amat kerasnya. "Baa .... baaik I Baik !' sahutnyagugup. "Ada omongan kita bicarakan secara baik-baik .... ada omongan kita bicarakan secara baik-baik" Air muka perempuan yang rambutnya awut-awutanan itu pun kelihatan amat gugup dan terkejut sekali, dengan cepat dia menyusupkan uang seberat sepuluh tahil perak itu ke dalam sakunya lalu mengambil sapu siap dipukulkan ke atas badan Ti Then."Ayoh cepat lepas tangan!" Jeritnya dengan suara yang melengking tinggi. "Kenapa kau menangkap lakiku?" Ti Then tidak ambil gubris terhadap dirinya, dia tetap memandang kearah lelaki berbajau hijau itu sambil tertawa, tanyanya. "Kau sudah melihat betul-betul? Apa tidak salah lelaki itu mem punyai badan yang amat kurus sekali ?'' Dia bisa sangat memperhatikan bentuk badan dari Lelaki berkerudung itu karena dia ingin membuktikan "Lelaki berkerudung"' yang memerintahkan lelaki berbaju hijau untuk mengirim surat ancaman ini benar atau tidak sama dengan lelaki berkerudung yang muncul di dalam istana Thian Teh Kong itu, karena menurut apa yang dilihat olehnya lelaki berkerudung yang munculkan dirinya di dalam istana Thian Teh Kong itu mem punyai potongan badan yang tinggi besar, jikalau perkataan dari lelaki berbaju hijau yang mengatakan lelaki yang berkerudung itu mem punyai badan yang amat kurus sekali adalah sungguh-sungguh maka hal ini dengan amat jelas sekali membuktikan kalau Lelaki berkerudung yang mengirim surat ancaman ini sama sekali bukanlah lelaki berkedung yang ditemuinya. Dia merasa hal ini sangat penting sekali, alasan yang paling penting adalah bilamana Lelaki berkerudung yang sudah memerintahkan lelaki berbaju hijau itu adalah lelaki berkerudung yang ditemuinya maka jelas sekali menunjukkan si pembesar kota atau Si Sian Thay-ya, Cuo It Sian bukanlah lelaki berkerudung hitam itu, sebaiiknya jikalau lelaki berkerudung yang memerintahkan lelaki berbaju hijau ini sama sekali lain dengan "lelaki berkerudung hitam yang ditemuinya di dalam istana Thian Teh Kong maka keadaan dari Si Sian Thay-ya atau si pembesar kota Cuo It Sian sangat mencurigakan sekali. Agaknya lelaki berbaju hijau itu saking tegangnya sehingga napasnya serasa sesak sekali, ujarnya kembali dengan gugup :"Beeee ... benar ... beee .... benar tubuhnya kurus ... kurus- sekali" " Seberapa tinggi badannya ?? " Tanya Ti Then kembali. "Tidak terlalu tinggi, seperti ... sepe-perti isteriku ini ... " Ti Then segera melirik sekejap ke arah perempuan yang awut- awutan itu lagi, serunya kembali sambil tertawa . "Kau tidak omong kosong bukan ! " "Tidak! tidak! perkataan hamba sungguh-sungguh benar tidak ada sepatah kata pun yang berbohong. " "Tapi apa yang aku dengar selama setengah harian di luar rumah tadi sudah merasakan di dalam sepuluh patah katamu ada sembilan bagian yang sedang berbohong." Wayah lelaki berbaju hijau itu segera berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, lama sekali dia orang tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun juga. Air muka Ti Then segera berubah menjadi sangat serius sekali, serunya . "Aku sudah tahu kau orang adalah seorang tukang todong yang terkutuk, kali ini aku am puni nyawa anyingmu. Tapi lain kali jikalau kau orang masih saja melakukan pekerjaan semacam ini heee ....heee .... jangan salahkan aku orang akan mencabut nyawamu pada setahun kemudian" Selesai berkata dengan mengerahkan tenaga dalamnya dia mendorong rubuh ujung tembok dari rumah itu. Setelah itu dengan perlahan dia menoleh ke arah perempuan dengan rambut yang awut-awutan tadi, tambahnya. "Lelakimu ini sungguh pandai berbohong, terang-terangan tadi aku melihat dia orang mendapatkan lima puluh tahil perak dari lelaki berkerudung itu sekarang dia bilang cuma mendapat sepuluh tahil perak saja. Heee .... heee . , kamu orang sudah kena dibohongi" Sehabis berkata dengan langkah lebar dia berlalu dari sini.Belum jauh dia meninggalkan rumah itu segera terdengar suara bantingan barang-barang yang amat ramai dari dalam rumah tersebut disusul dengan suara makian dari perempuan tersebut . "Bagus, bagus sekali ! Kau lelaki bangsat, pandai juga kamu orang mengkorup uang belanya, terang-terangan orang lain perseni kau sebanyak lima puluh tahil perak sekarang kau cuma mengaku mendapat sepuluh tahil perak saja, cepat serahkan empat puluh tahil perak yang lain, kalau tidak Lo-nio segera akan adu jiwa dengan dirimu !" "Eeeeei ... tunggu dulu, tunggu dulu. Kau jangan mau mendengar omongannya, aku betul-betul cuma mendapatkan sepuluh tahil perak dari orang itu ... Aduh !! " Selanjutnya terdengarlah suara yang amat berisik sekali bergema dari dalam rumah tersebut. Dalam hati diam-diam Ti Then merasa sangat geli sekali, dia segera berbelok keluar dari lorong itu melalui jalan besar, saat ini malam hari sudah tiba, perut pun terasa amat lapar, dalam hati dia segera mengambil keputusan untuk mencari sebuah rumah makan untuk berdahar dulu kemudian baru melakukan perjalanan malam menuju ke kota Ci Kiang sian untuk bertemu dengan Wi Pocu sekalian. Dengan mengikuti jalan besar, dia kembali berjalan puluhan langkah jauhnya, mendadak di depan sebuah kuil dia melihat banyak orang yang berkerumun mengelilingi sebuah lapangan, dari tengah banyak orang itu terdengarlah suara tambur serta gembrengan yang amat ramai sekali, sekali pikir saja dia segera tahu tentunya ada orang yang jual akrobat sedang mamberikan tontonannya di sana, dengan perlahan dia pun berjalan menuju ke sana. Tampak orang yang melakukan pertunjukan tersebut adalah seorang kakek tua, seorang pemuda serta seorang nona, saat ini si kakek tua yang ada di tengah kalangan sedang mempertunjukkan Ilmu jari sakti Ci Sin Kang" Yang jarang ditemui di dalam Bu-lim, dia orang menggunakan jari tengah serta jari telunjuk dari tangankanannya menutul permukaan tanah la!u tubuhnya berdiri dengan mengandalkan kekuatan jari tersebut, atau dengan perkataan lain dia menahan seluruh berat badannya dengan mengandalkan kekuatan jarinya itu. Sungguh merupakan sebuah ilmu kepandaian yang sangat lihay sekali ! Ti Then sama sekali tidak menyangka kalau orang yang melakukan pertunjukan tersebut merupakan seseorang yang memiliki kepandaian silat demikian tingginya, dalam hati merasa sangat terkejut bercampur keheranan. Dia segera maju ke depan untuk meIihat lebih jelas lagi, tapi sewaktu dia melihat jelas wayah dari orang tua itu seketika itu juga hatinya seperti digodam dengan sebuah palu yang amat besar, seketika itu juga seluruh tubuhnya gemetar dengan amat kerasnya. Dengan cepat dia mendesak untuk maju ke barisan yang paling depan lantas teriaknya dengan suara yang amat keras . "Yan Locianpwe ! " Betul, dia memang kenal dengan orang tua penjual silat ini. Bukan saja dia kenal dengan orang tua she Yan ini bahkan pada masa yang lalu dia orang masih, mem punyai hubungan yang sangat penting sekali dengan orang tua She Yan ini. Kakek tua yang sedang mempertunjukkan ilmu "lt Ci Sin Kang" Itu sewaktu mendengar ada orang yang memanggil namanya dia segera berhenti bermain dan bangkit berdiri, matanya dengan perlahan menyapu ke sekeliling tempat itu bersamaan pula tanyanya "Kawan dari mana yang sudah memanggil aku orang ?" Sewaktu kakek tua itu melihat Ti Then ada di sana air mukanya segera berubah hebat. "Kau....Ti Then ?" Serunya.Ti Then mengangguk dengan perlahan, jelas sekali wayahnya kelihatan amat terharu sekali. Wajah kakek tua itu pun terlihat sangat terharu, setelah melototi Ti Then beberapa waktu lamanya mendadak kepada para penonton yang ada di dalam kalangan itu dia merangkap tangannya menjura. "Saudara-saudara sekalian !" Ujarnya sambil tertawa. "Pertunjukan ini hari sampai di sini saja, terima kasih atas kunjungan dari saudara-saudar sekalian!" Ketika para penonton mendengar dia mau bubaran segera pada meninggalkan tempat itu, uang persenan yang diberikan pun tidak seberapa banyak. Si pemuda serta sang nona yang mengikuti kakek tua itu agaknya kenal juga dengan diri Ti Then, ketika melihat para penonton pada bubaran mereka bersama-sama berjalan mendekati diri Ti Then, jelas pada air muka mereka memperlihatkan kegemasan serta kebencian hatinya. Setelah memperhatikan diri Ti Then beberapa saat lamanya terdengar si pemuda itu tertawa dingin. "Kelihatannya pada waktu dekat-dekat ini kau orang mendapatkan penghasilan yang lumayan juga ?" Air muka Ti Then sedikit pun tidak berubah sedangkan mulutnya tetap membungkam di dalam seribu bahasa. Sang nona itu pun segera tertawa dingin, tambahnya . "Kenapa kau orang tidak berbicara ? Apa mungkin kau sudah tidak kenal dengan kami orang-orang yang hidupnya tergantung menjual silat ?" Air muka kakek tua itu segera berubah amat keren, bentaknya . " Wi lh, Lan-ji, jangan kurang ajar kalian, cepat bereskan barang- barang itu dan kembali ke rumah penginapan terlebih, dulu!"Pemuda yang bernama Wi Ih serta nona yang bernama Lan-ji itu tidak berani membangkang perintah dari sang kakek tua, dengan gusarnya mereka melotot sekejap kearah Ti Then lalu dengan uring- uringan berlalu dari sana untuk membereskan gembrengan, tambur serta alat-alat Iainnya yang ada di dalam kalangan. Tampak kakek tua itu berjalan maju menggandeng tangan Ti Then lalu ujarnya . " Ayoh pwrgi, kita mencari satu tempat untuk omong-omong". Dengan berdiam diri Ti Then mengikuti dari samping kakek tua itu dan berjalan ke sebuah rumah makan. "Bagaimana kalau kita naik ke atas loteng ? " Tanyanya sambil menghentikan langkahnya. "Baiklah, kita minum berapa cawan. " Sahut sang kakek tua sambil mengangguk. Mereka berdua segera naik ke atas loteng rumah makan itu dan mencari sebuah tempat untuk duduk, setelah meminta beberapa macam arak mereka saling berpandangan tanpa ada yang mengucapkan kata-katanya terlebih du!u, agaknya mereka berdua merasa banyak perkataan yang hendak diucapkan tetapi tidak tahu baiknya memulai dari bagian yang mana karena itu sama-sama bungkam diri. Lama sekali baru terdengar Ti Then yang mula-mula memecahkan kesunyian. "Kau orang tua sudah ada berapa tahun lamanya melakukan pertunjukan jual silat?" Tanyanya. "Sudah hampir satu tahun lamanya." "Kenapa kau memilih jalan ini untuk melanjutkan hidup kalian ?" Kakek tua itu segera tertawa pahit. "Kecuali menjual silat Lohu masih bisa melakukan pekerjaan apa lagi ?""Aaaai .... semuanya ini dikarenakan kesalahan hamba ... " Seru Ti Then sambil menundukkan kepalanya. Kakek tua itu pun ikut menghela napas panjang. "Kau orang tidak usah menyalahkan dirimu sendiri, orang yang sering berjalan malam pun tidak urung akan bertemu juga dengan setan." ''Wi Ih bocah itu tidak jeiek" Sambung kakek tua itu lagi. "Dan belum pernah, meninggalkan Lohu sedangkan Lan-ji pun mem punyai perhatian terhadap dirinya, maka itu pada beberapa bulan yang lalu Lohu sudah kawinkan mereka berdua." "Hal itu bagus sekali !" Sahut Ti Then sambil mengangguk. "Sikap serta tindak tanduk mereka tadi kurang baik terhadap dirimu harap kau orang jangan marah di hati " Ujar kakek tua itu lagi. "Tidak .... tidak ! Mereka memang seharusnya membenci diriku " Ujar Ti Then dengan amat murung. "Kau sudah bertemu dengan dirinya?" "Siapa ?" Tanya Ti Then melengak. "Si Hong Liuw Kiam Khek atau si jagoan pedang yang suka pelesiran, Ing Ping Siauw?" "Belum ?" Jawabnya sambil gelengkan kepalanya. Kakek tua itu segera menghela napas panjang kembali. "Kau orang apa merasa yaki perbuatan itu dilakukan oleh si jagoan pedang suka pelesiran Ing Ping Siauw ?" Tanyanya. "Di dalam sepuluh bagian ada delapan bagian tidak salah, karena sejak kejadian itu. di dalam Bu-lim tidak pernah terdengar namanya mau pun beritanya lagi. " 000O000"Janyinya dengan dirimu masih ada setahun Iamanya bukan ?" Tanya takek tua itu lagi. "Benar !" Sekaii lagi kakek tua itu menghela napas panjang. "Lohu betul-betul tidak paham apa tujuannya dia orang berbuat demikian ?" "Aku rasa tentunya demi nama baik dirinya, ada orang bilang si jagoan pedang suka pelesiran, Ing Ping Siauw, si naga mega Hong Mong Ling serta cayhe merupakam tiga orang jago dari angkatan muda, dia orang sangat mengharapkan bisa menduduki pda jagoan yang pertama diantara tiga jagoan angkatan muda lain." Baru saja kakek tua itu mau berbicara lagi tampak si pelayan sudah membawa sayur serta arak, dia segera menutup mulutnya kembali. Menaati setelah pelayan itu mengatur sayur serta arak di atus rneja Ti Then segera bangkit memenuhi cawan dari si orang tua lalu memenuhi juga cawannya sendiri, setelah itu dengan berdiam diri masing-masing menghabiskan isi cawannya sendiri-sendiri. "Pada akhir-akhir ini kau orang bagaimana ?" Tanya kakek tua itu tiba-tiba. "Cayhe sekarang menyabat sebagai Kiauw-tauw di dalam Benteng Pek Kiam Po" "Apa ?" Seru kakek tua itu kaget. "Cayhe menyabat sebagai Kiauw-tauw di dalam Benteng Pek Kiam Po." "Hal ..hal ini mana mungkin ?" Seru kakek tua itu ragu-ragu. "Orang yang bisa menyabat sebagai Kiauw-tauw di dalam Benteng Pek Kiam Po seharusnya mem punyai kepandaian silat yang jauh di atas para pendekar pedang merah lainnya yang ada di dalam Benteng, sedangkan kau ..kau , .""Cayhe sudah menemui suatu kejadian yang aneh dan mendapatkan pelajaran ilmu silat yang amat lihay dari seorang manusia aneh di dalam Bu-lim ... " "Siapakah manusia aneh tersebut?" "Hal inilah cayhe ingin sekali mengutarakannya keluar, tetapi berhubung adanya sebab-sebab yang amat penting pada saat ini cayhe tidak bisa memberitahukan seluruh keadaan dari manusia aneh tersebut harap kau orang tua suka memaafkan." "Dia bisa melatih ilmu silatmu sehingga melebihi kepandaian silat dari pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po?" Tanya kakek tua itu kembali. "Benar " "Kalau begitu tentang Ing Ping Siauw sudah tentu tidak ada persoalannya lagi?" "Benar, tetapi cayhe harus menanti delapan bulan kemudian baru bisa mencari dirinya, sekarang cayhe masih belum bisa." "Kenapa ?" Tanya kakek tua itu melengak. "Sebab-sebabnya cayhe tidak bisa menjelaskan" Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Ehmmm" "Menunggu setelah semua persoalan ini telah beres tentu cayhe bisa menceritakan seluruh persoalan ini kepada kau orang tua" "Ehmmm" "Bagaimana hidup kalian sampai sekarang?" "Masih baik" "Tapi harus melakukan pertunjukan silat terus bukanlah suatu acara yang baik" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sebaliknya Lohu merasa sangat bagus sekali, sekali pun pendapatannya amat sedikit tetapi tidak ada ikatan apa pun.""Tetapi bilamana sampai bertemu dengan orang yang pernah dikenal .... bukankah.." "Lohu mengandalkan kepandaian untuk mencari uang kenapa harus malu bertemu dengan orang lain? " "Cayhe cuma mengharapkan kau orang tua bisa membangun kembali kejayaan serta kewibawaanmu seperti tempo hari." "Tidak bisa jadi, siapa yang masih percaya dengan Lohu ?" "Kalau begitu bagaimana kalau berdagang?" "Soal itu harus membutuhkan sejumlah uang." "Kalau lima belas laksa tahil perak cukup tidak?" "Ehm,..berapa?" Ti Then segera mengambil keluar uang kertas yang didapatkannya dari si Giok Bin Langcun, Cu Hoay Lo lalu diberikan kepada orang tua tersehut, ujarnya . "Uang kertas ini dikeluarkan oleh gudang uang di kota Tiang An. kau orang tua dengan membawa uang kertas ini bisa pergi mengambil uang sebesar lima belas laksa tahil perak." "Kau mendapatkan uang sebanyak ini dari mana??" Tanya kakek tua itu dengan amat terperanyat sekali. "Uang itu bukan milik cayhe, pada dua bulan yang lalu secara tidak sengaja cayhe sudah berhasil menawan diri si "Giok Bian Langcun" Cu Hoay Lo, kau orang tua tentunya sudah pernah mendengar nama "Giok Bin Langcun" Cu Hoay Lo bukan ?" "Ehmm benar!" Sahut kakek tua itu sambil mengangguk. "Menurut berita yang tersiar katanya dia merupakan seorang penyahat cabul yang kejahatannya sudah bertumpuk-tumpuk.'' "Benar, waktu itu sewaktu cayhe beserta putri dari Wi Pocu, Wi Lian In karena ada urusan melewati sesuatu tempat telah ditemui oleh Giok Bin Langcun ini, dengan mengambil kesempatan sewaktu cayhe sekalian mcnginap di sebuah rumah penginapan dia secaradiam-diam sudah mencampurkan obat pemabok ke dalam makanan kami, akhirnya hal itu sudah ditemui oleh cayhe dan berhasil menawannya, karena dia kepingin hidup terus segera mengambil keluar uang kertas ini untuk menebus nyawanya..." Kakek tua itu segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, potongnya . "Lalu kau orang menerima uang kertasnya ini dan melepaskan dirinya pergi?" "Tidak, cayhe menerima pemberian uang kertasnya ini lalu menajatuhi hukuman mati kepadanya." "Eeeeh .... seharusnya setelah kau orang mau menerima uangnya ini tidas sepantasnya membinasakan dirinya" Seru kakek tua itu. "Sesaat cayhe turun tangan aku sudah menanyainya dengan amat jelas, cayhe dapat tahu kalau uang itu dia berhasil kumpulkan dari hasil rampokannya selama ini, karena itulah cayhe merasa uang itu tidak sah buat menebus nyawanya, apalagi cayhe pun tidak punya perhatian untuk menggunakan uang sebanyak lima belas laksa tahil perak ini, cayhe mem punyai maksud bilamana ada waktu luang mau berangkat menuju ke- Tiang-An antuk mengambil uang tersebut dan dibagikan kepada kaum miskin." "Kalau begitu Lohu semakin tidak berani menerima uang itu?"' ujar kakek tua kemudian. "Tidak mengapa!" Sahut Ti Then dengan perlahan. "Menanti setelah tahun depan aku barhasil menyelesaikan urusan ini dengan si jagoan pedang suka pelesiran Ing Ping Siuw kau orang boleh mengurangi lima belas laksa tahil buat aku orang." "Tidak!" Seru kakek tua itu sambil gelengkan kepalanya. "Kau bisa bertemu dengan Ing Ping Siuw atau tidak masih merupakan satu persoalan, sekarang lohu tidak bisa menerima pemberian uang tersebut.""Cayhe percaya bisa bertemu dengan Ing Ping Siuw dan menyelesaikan persoalan ini, kau orang tua harap berlega hati untuk menerimanya." "Tidak perlu!" Ujar kakek tua itu sambil gelengkan kepalanya. "Lohu sampai sekarang masih belum miskin benar-benar sehingga makan pun tidak ada, aku tidak perlu membutuhkan uang sebegitu banyak, Lebih baik kau menyimpannya kembali !" Agaknya Ti Then tahu sifat dari orang tua itu dia pun tidak mau mendesak lebih lanjut, dan memasukkan kembali uang ketas itu ke dalam sakunya. "Kalau begitu" Ujarnya "kemudian. "Kita harus menentukan waktu untuk bertemu muka kembali, kalau tidak di tempai yang demikian luasnya cahe diharuskan pergi ke mana untuk menemui dirimu??" "Perjanyian dari Ing Ping Siuw masih ada satu tahun lamanya, kalau begitu kita tentukan saja pada hari ini tahun depan kita bertemu muka kembali di bawah loteng Cuan Yen Lo dikota Tiang An." "Baiklah! Sampai waktunya aku orang tentu akan menunggu." Kakek tua itu segera meneguk habis isi cawannya lalu memperhatikan diri Ti Then sambil tertawa. "Sekali lagi Lohu mau beritahu kepadamu, kau orang tidak usah merasa menyesal dikarena urusan itu, Lohu tahu kau orang merupakan seorang pemuda yang jujur maka itu tidak perduli lain kali kau bisa atau tidak menyelesaikan persoalan ini lohu sama sekali tidak memikirkannya di dalam hati." "Tidak !" Seru Ti Then dengan tegas. "Tentang persoalan itu pasti akan cayhe urus sampai selesai." ''Lohu sangat tertarik dengan kehebatan dan kepandaianmu bisa menyabatsebagai Kiauw-tauw di dalam Benteng Pek Kiam Po" Ujar orang tua itu sambil ter senyum. "Dapatkah kau orang menceritakan kisahmu secara bagaimana bisa memasuki Benteng Pek Kiam Po ?" "Cayhe kenal dengan seorang pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po, dia orang she-Shia bernama Pek Tha yang merupakan anak murid dari Wi Pocu, pada suatu hari....yaitu setelah cayhe memperoleh kejadian aneh .... sewaktu melakukan perjalanan melalui kota Gobi cayhe sudah bertemu dengan Shia Pek Tha itu, dia kukuh mau mengundang cayhe untuk mertamu di dalam bentengnya, waktu itu Wi Pocu punya keinginan untuk mengetahui kepandaian silat dari cayhe, apakah bisa memenangkan pendekar pedang merah dari Bentengnya lalu dia perintahkan beberapa orang pendekar pedang merah untuk menyajal kepandaian cayhe, akhirnya beberapa orang pendekar pedang merah itu sudah terkalahkan di tanganku, ternyata Wi Pocu jadi orang sangat jujur, bukannya menjadi marah dia malah memuji-muji cayhe bahkan memberi jabatan Kiauw-tauw kepada cayhe, melihat sikapnya yang bersungguh-suugguh terpaksa cayhe menerimanya" "Sungguh tidak kusangka kau bisa menemui kejadian aneh seperti ini" Seru kakek tua itu sambil memperlihatkan rasa herannya. "Lalu ada urusan apa ini hari kau datang kekota Lam Khuan sian ini ?" "Jika membicarakan persoalan ini sukar sekali untuk dijelaskan dengan sepatah dua patah kata saja, persoalan ini dimulai dari muridnya Wi Pocu yaitu Hong Mong Ling main perempuan lacur di tempat luaran ... ." Demikianlah dia segera menceritakan bagaimana Hong Mong Ling diusir dari perguruan, bagaimana dia orang bekerja sama dengan Hu Pocu menculik Wi Lian In lalu bagaimana Hong Mong Ling menyiarkan berita bohong di luaran yang menyatakan dirinya sudh memperoleh kitab pusaka "Ie Cin Keng" Dari Siauw-lim-Pay lalubagaimana si anying langit rase bumi merebut kitab tersebut sehingga terjadi peristiwa yang amat panjang. Sewaktu kakek tua itu mendengarkan, kisah ini tak terasa lagi hatinya merasa sangat terperanyat sekali, tanyanya : . "Sebenarnya Wi Pocu mem punyai barang pusaka apa toh sehingga membual leIaki berkerudung itu mau melakukan tindakan kejam semacam ini ?" "Tidak tahu" Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Selama ini Wi Pocu tidak mau mengakui sudah menyimpan semacam barang pusaka atau tidak, cayhe sendiri pun tidak tahu" Mereka berdua sambil berdahar sambil bercerita tidak terasa lagi hari sudah menunjukkan tengah malam, para tetamu yang bersantap di rumah makan itu pun sudah pada berlalu, akhirnya kakek tua itu bertanya. "Kalau begitu malam ini juga kau punya maksud untuk keluar dari kota untuk bertemu dengan Wi Pocu?" "Benar" "Kalau begitu" Ujar kakek tua itu sambil bangkit berdiri. "Kita berpisah dulu di sini, pada hari yang sama tahun depan kita bertemu kembali di loteng Cian Yen Lo di kota Tiang An!" Ti Then segera memanggil pelayan untuk bikin rekening lalu bersama-sama turun dari loteng dan berpisah di tengah jalan, kakek tua itu kembali ke rumah penginapan sedangkan Ti Then dengan melakukan perjalanan malam meninggalkan kota untuk menunju ke kota Ci Kiang sian yang jaraknya ada ratusan li jauhnya. Setelah melakukan perjalanan selama satu malam pada waktu hari mendekati terang tanah dia sudah tiba dikata Ci Kiang Sian. Setelah menemukan rumah penginapan Ye Lay dan bertanya pada pemilik rumah penginapan itu dia segera mengetahui kalau Wi Ci To sekalian memang betul menginap di sana, dengan diantar oleh pelayan dia berjalan mendatangi sebuah kamar.Pelayan itu segera menuding kearah pintu kamar itu, ujarnya . "Sianseng tua yang she-Wi itu menginap di dalam kamar yang sebelah tengah, mungkin saat ini belum bangun." Ti Then segera mengetuk pintu sambil berseru . "Pocu, apakah kau orang sudah bangun ?" Pintu kamar segera terbuka, tampak Wi Ci To sambil tersenyum sudah berdiri di balik pintu. "Ti Kiauw-tauw kau melakukan perjalanan malam '?" Tanyanya. '"Benar," "Silahkan masuk.'' Baru saja Ti Then duduk di dalam kamar nya Wi Ci To tampaklah Wi Lian In, Suma San Ho serta s i pembesar kota Sian Thay Ya yang mendengar suaranya dari kamar sebelah sudah pada berdatangan untuk menanyakan jejak dari lelaki berbaju hijau itu. "Orang itu tentu bukan anak buah dari lelaki berkerudung itu" Ujar TiThen kemudian. "Kemarin cayhe menguntit dirinya terus hingga ke dalam kota Lam Khuan sian ... " Dia orang segera menceritakan seluruh apa yang didengarnya kepada semua orang. Sedangkan mengenai orang tua yang ditemuinya dikota tersebut dia orang sama sekali tidak mengungkap barang sepatah kata pun juga. Wi Ci To segera menghela napas panjang. "Hal ini sungguh berada diluar dugaanku. Lohu kemarin menyuruh Ti Kiauw tauw membuntuti dirinya tidak lebih cuma takut sudah salah menduga " "Pihak lawan apakah tidak mengirim berita lagi?" Tanya Ti Then kemudian. "Tidak""Kemarin tulisan di atas anak panah itu mengatakan apa saja ?" Tanya Ti Then kembali. "Dia bilang tiga orang pendekar pedang merah dari Benteng kita .... Ih Kun,Kha Hiong serta Pauw Kia Pen sudah terjatuh ke tangannya, dia minta barang yang diinginkan supaya dipersiapkan dan menunggu beritanya." Ti Then menjadi amat terperanyat. "Hmm ! ternyata permainanya Iihay juga!" "Benar" Seru Wi Ci To sambi! Tertawa dingin. "Tetapi di kemudian hari ia bakal menyesal su sudah memperlihatkan permainan ini!" "Kini Wi Pocu punya rencana apa untuk menghadapi mereka ?" "Kini orang kita tidak tahu mereka sudah membawa orang-orang itu kemana terpaksa kita harus kembali ke dalam Benteng untuk menunggu berita." "Di atas suratnya apakah dia orang juga tidak menjelaskan barang apa yang ia minta??" Tanya Ti Then lagi. "Tidak" Sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. "Agaknya dia mengira Lohu sudah tahu barang apa yang dia minta itu, pada hal Lohu sendiri sampai sekarang pun masih tidak tahu barang apa yang sebenarnya dia inginkan." Ti Then segera menoleh ke arah Cuo It Sian lalu dengan amat sopannya bertanya. "Apakah Cuo Locianpwe punya rencana untuk ikut bersama- sama kita pergi ke Benteng Pek Kiam Po ?" "Benar" Sahut Cuo It Sian sambil mengangguk. "Dia berani mencari gara-gara dengan Ioolap sudah tentu lolap harus baik-baik memberi pelajaran kepadanya." Ti Then termenung berpikir sebentar lantas baru ujarnya kembali:"Sekarang dia orang sudah berhasil menawan ketiga orang kita, setelah ada barang tanggungan sudah seharusnya dia orang menampakkan dirinya." "Lolap percaya dia masih belum berani menampakkan diri secara terang-terangan" Ujar Cuo lt Sian sambil tertawa dingin tak henti- hentinya. "Kecuali dia orang sudah tidak sayang dengan nyawanya sendiri." "Lantas Pocu apa sudah mengambil keputusan untuk menerima ancamannya ini?"' tanya Ti Then kemudian sambil menoleh ke arah Wi Ci To. "Lohu sendiri sampai sekarang masih belum bisa mengambil keputusan, karena Lohu tidak tahu barang apa yang orang dia mintai, apa lagi seharusnya dia orang memperlihatkan terlebih dulu Ih, Kha serta Pauw tiga orang yang sudah mereka tawan." Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Pedang Pusaka Thian Hong Karya Kho Ping Hoo Darah Daging Karya Kho Ping Hoo