Ceritasilat Novel Online

Pendekar Patung Emas 36


Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Bagian 36


Pendekar Patung Emas Karya dari Qing Hong   "Oooh .... kiranya begitu."   "Locianpwe kenal dengan Cu Kiam Lojin ini ?"   Tanya Cau Ci Beng lagi."Kenal"   Sahutnya mengangguk. Cu Kiam Lojin berturut-turut sudah membuatkan empat bilah pedang buat suhu dia orang, sekarang yang boanpwe bawa ini adalah satu diantaranya."   "Kan It Hong adalah seorang akhli yang berpengalaman di dalam membikin pedang, setiap pedang yang dibuat oleh dia orang pastilah merupakan sebilah pedang yang amat bagus sekali."   "Benar,"   Jawab Cau Ci Beng mengangguk.   "Boanpwe sudah menggunakan pedang ini selama sepuluh tahun lamanya, sampai sekarang pedang ini masih tetap tajam tanpa memperoleh sedikit kerusakan apa pun"   "Lolap sekali pun ada jodoh pernah bertemu beberapa kali dengan Kan It Hong tetapi pedang yang dibuat lolap sama sekali belum pernah melihatnya, dapatkah Cau hiantit meminyamkan pedang itu kepadaku sebentar?"   Cau Ci Beng segera mencabut keluar pedangnya lalu dengan menggunakan sepasang tangannya diangsurkan ke depan. Cuo It Sian segera menerima pedang itu dan memperhatikannya di bawah sorotan sinar rembulan.   "Ehhh, ternyata memang sebilah pedang yang sangat bagus sekali,"   Pujinya berulangkali.   "Cau hiantit sudah membinasakan berapa banyak orang dengan menggunakan pedang ini?" 3 : Kehilangan jejak Cuo It Sian "Boanpwe sudah membinasakan puluhan orang, tetapi yang perlu diterangkan, manusia-manusia yang boanpwe bunuh kebanyakan adalah kaum penyahat yang sudah sering melakukan pekerjaan-pekerjaan durhaka, dan selama ini belum pernah membinasakan seorang manusia baik pun..""Sebaliknya Lolap pernah membinasakan seorang manusia baik"   Seru Cuo It Sian sambil membelai pedang tersebut dan menghela napas pendek.   "Oohbenar?"   Seru Cau Ci Beng melengak.   "Benar, Lolap terang-terangan tahu kalau dia adalah seorang manusia baik, tetapi mau tidak mau aku harus membinasakan dirinya."   "Lalu kenapa?"   Cuo It Sian tidak menyawab, dengan pandangan mata yang melongo dia memperhatikan pedang yang ada di tangannya kemudian baru angkat kepalanya dan bertanya.   "Kali ini Cau hian-tit melakukan perjalanan seorang diri ?"   "Benar"   Sahut Cau Ci Beng mengangguk.   "Boanpwe dengan seorang kawan sudah berjanyi untuk bertemu kembali beberapa hari yang akan datang di kota Hoa Yong Sian, karena takut tidak sampai kecandak waktunya maka terpaksa boanpwe melakukan perjalanan dengan siang malam, aku punya perhitungan setelah terang tanah nanti boanpwe sudah bisa tiba di atas gunung Cun san"   Dengan perlahan Cuo It Sian mengangguk.   "Kalau memangnya demikian, Cau Hian-tit cepat-cepatlah melakukan perjalanan,"   Ujarnya kemudian.   Selesai berkata pedang panjang yang ada ditangannya mendadak ditusuk ke depan menghajar ulu hati dari Cau Ci Beng.   Cau Ci Beng lantas berteriak ngeri dengan amat menyayatkan hati.   sepasang tanganya mencekal kencang-kencang pedang panjang itu sedang air mukanya memperlihatkan rasa kaget yang bukan alang kepalang, sambil melotot kearah Cuo It Sian serunya gemetar.   "Lo ... Locianpwe kenapa ... ke napa . .!"Bicara sampai di sini dia tidak kuat untuk bertahan lebih lama lagi, tubuhnya rubuh ke atas tanah dan menemui ajalnya seketika itu juga. Cuo It Sian segera menghela napas panjang.   "Kenapa aku membinasakan dirimu?"   Serunya dengan terharu.   "Heialasannya karena sewaktu kau tiba di gua naga di atas gunung Cun San kemungkinan sekali bisa menemukan tempat terkuburnya Kan It Hang dan dari penemuan mayat dari Kan It Hong yang terbunuh oleh orang lain jika dihubungkan dengan penemuan mala mini dengan lolap bukankah kau orang bisa timbul rasa curiga. Lain kali mungkin kau bisa menceritakan kisah ini kepada orang lain dan orang pastilah akan menaruh curiga kalau Kan It Hong adalah lolap yang turun tangan membinasakannya."   Dengan perlahan dia menggelengkan kepalanya lantas menghela napas panjang lagi.   "Kesemuanya ini adalah alasan lolap kenapa terpaksa aku harus turut membinasakan dirimu. bagaimana kau mati tidak meram sukmamu pergi mencari Wi Ci To untuk membalas dendam ini karena dialah yang memaksa lolap harus melakuka jalanan ini."   Selesai berkata dia segera memungut kembali pedangnya dan mulai menggali tanah untuk mengubur mayat dari Cau Ci Beng. Ti Then yang melihat kejadian itu di dalam hati benar-benar merasa sangat terkejut bercampur gusar, makinya diam-diam.   "Bajingan tua, kau patut menemui kematianmu, kau sudah membinasakan orang kini malah mengalihkan dosanya kepada orang lain"   Terhadap kematian dari Cau Ci Beng ini ia merasa amat menyesal sekali, karena sewaktu dia mendengar perkataan yang terakhir dari Cuo lt Sian tadi secara samar-samar dia sudah merasakan kalau Cuo It Sian bermaksud hendak melenyapkan saksi hidup.   Pada waktu itusebetulnya dia mem punyai kesempatan untuk kirim suara memberi peringatan kepada diri Cau Ci Beng, tetapidikarenakan dia belum benar-benar yakin kalau Cuo It Sian benar mau turun tangan membinasakan Cau Ci Beng di samping dia pun memikirkan perintah yang dibebankan kepadanya maka membuat dalam hatinya sedikit ragu-ragu sewaktu keadaan sangat kepepet itulah untuk memberi peringatan sudah tidak sempat lagi skhingga tidak berhasil menolong nyawa dari Cau Ci Beng.   Diam-diam dia menggigit kencang bibirnya, dalam hati pikirnya.   "Pokoknya ada satu hari aku tentu akan mengumumkan seluruh kejahatan dari kau bajingan tua di hadapan orang-orang Bu-lim kemudian menghancurkan badanmu sehingga berkeping-keping."   Agaknya Cuo It Sian sendiri pun takut I kalau sampai diketemukan oleh orang lain, gerak-geriknya amat cepat dan tidak selang kemudian dia sudah berhasil menggali liang yang amat besar dan memasukkan mayat Cau Ci Beng ke dalam liang tersebut kemudian menutupnya kembali dengan tanah, semuanya telah selesai dia baru putar badannya melarikan diri ke sebelah Barat.   Ti Then tetap menguntitnya dari arah belakang.   Dia tidak berani terlalu dekat dengan dirinya.   Ketika sang surya muncul kembali di ufuk sebelah timur Cuo It Sian sudah tiba di kota Hoa Yong Sian.   Ti Then segera mengikuti masuk ke dalam kota tersebut, ketika dilihatnya Cuo It Sian sembari berjalan di tengahi jalan kepalanya menengok ke kanan menengok ke kiri dia segera tahu kalau dirinya sedang mencari rumah penginapan, teringat kuda Ang Shan Khek nya masih dititipkan dipenginapan Im Hok tidak terasa diam-diam doanya.   "Lebih baik jangan dibiarkan dia masuk ke rumah penginapan Im Hok tersebut, kalau tidak aku akan menemui kesukaran untuk turun tangan."   Dia mem punyai rencana untuk meminyam keempatan sewaktu Cuo It Sian menginap di rumah penginapan dia segera berusaha untuk mencuri pedang pendek tersebut.Sebaliknya di rumah penginapan Im Hok sudah ada nama serta kudanya yang tertinggal di sana, karenanya dia tak ingin Cuo It Sian masuk ke dalam rumah penginapan Im Hok itu sehingga membuat urusan selanjutnya jadi berantakan.   Akhirnya rasa kuatir itu lenyap juga dari benaknya.   Cuo It Sian menginap di sebuah rumah pemginapan kecil dengan nama Ban Seng.   Ti Then segera tahu dia sengaja mencari sebuah penginapan kecil karena takut sampai ditemui oleh orang-orang yang dia kenal, bersamaan pula dia tahu tentunya dia sedang melakukan siasat siang mendekam malam bergerak paling sedikitnya dia akan mendekam di penginapan Ban Seng itu seharian lamanya.   Segera dia mengambiI satu siasat pula.   Dia segera membeli seperangkat sepatu dan pakaian baru kemudian dengan menggunakan beberapa macam barang untuk mengubah wajahnya sete!ah itu baru berjalan ke luar kota dan mencari sebuah tempat yang sunyi untuk mulai menyamar.   Terhadap ilmu mengubah wajah dia mem punyai satu pengalaman yang cukup sempurna, tidak lama kemudian dia sudah berhasil menyamar sebagai seorang pedagang pertengahan.   Setelah menyembunyikan sepatu, pakaian serta pedangnya dia baru berjalan kembali lagi ke dalam kota.   Setelah memasuki kota dia langsung menuju kerumah penginapan Ban Seng, ketika dilihatnya ada beberapa orang tamu sedang membayar rekening siap meninggalkan tempat tersebut dia segera menanti di samping, Tidak lama kemudian terlihatlah seorang pelayan maju memberi hormat kepadanya.   "Khek-koan.. kau . ."   "Mau mencari kamar,"   Sahut Ti Then dengan cepat.   "Baik ... baik."   Sahut si pelayan sambil membungkukkan badannya, silahkan Khek koan mengikuti hamba."Selesai berkata dia segera putar kepalanya berjalan masuk ke dalam.   "Apa tidak perlu tinggalkan nama?"   "Tidak usah..: tidak usah, silahkan kau orang beristirahat dulu ke dalam kamar, nanti baru."   "Tidak"   Potong Ti Then dengan cepat.   "Aku mau menulis namaku terlebih dulu, nanti sore ada kemungkinan seorang teman akan kemari mencari aku"   "Kalau begitu silahkan ikuti hamba pergi ke sana"   Sahut pelayan itu sambil menghentikan langkah kakinya.   Dia memimpin Ti Then menuju ke kamar kasir dan mengambil sebuah kitab untuk kemudian membukanya pada halaman yang terakhir menyilahkan Ti Then menulis namanya.   Tidak salah lagi pada nama tamu yang terakhir dia menemukan tinta bak yang masih belum kering benar, tetapi nama yang ditulis bukannya Cuo It Sian tiga kata melainkan Cu Khei Kui.   Ti Then yang tidak menemukan nama Cuo It Sian diantara nama-nama tersebut dia segera menuding ke atas nama Cu Khei Kui tersebut.   "Nama orang ini sungguh berarti sekali"   "Benar"   Sahut sang pelayan sambil tertawa.   "Nama ini adalah nama dari seorang tamu yang baru saja menginap di rumah penginapan kami."   Ti Then segera menulis namanya dengan sebutan Ciau Cuang di belakang nama Cu Khei Kui tadi sambil meletakkan kembali pitnya ke atas meja dia berkata sambil tertawa.   "Aku adalah seorang pedagang, dan paling suka membicarakan soal rejeki atau sial, nama orang ini adalah Khei Kui, tolong beri akusatu kamar yang persis disarnpingnya saja, biar aku pun ikut kecipratan rejeki."   "Boleh.. boleh, tetapi tetamu tua itu baru mau tidur, dia berpesan kepada hamba untuk jangan membangunkan dia, maka . "   "Aku pun hendak pergi tidur sebentar "   Potong Ti Then dingan cepatnya.   "Aku tidak akan membangunkan dirinya".   "Kalau begitu bagus sekali. Khek koan kau ingin makan?"   Tanya pelayan itu kemudian dengan cepat.   "Baiklah, ambilkan beberapa macam sayur dan bawa ke dalam kamarku"   Demikianlah si pelayan itu segera memimpin dia masuk ke dalam rumah penginapan dan membuka pintu kamar tepat di samping kamar dari Cu Khei Kui dan membiarkan Ti Then masuk, kemudian mempersiapkan makanannya.   Ti Then segera masuk ke dalam dia segera mepetkan badannya dengan tembok untuk mendengarkan suara yang ada di sampingnya dengan penuh perhatian, Dia cuma mendengar suara napas yang agak keras dari Cu Khei Kui itu, dia tentu pihak lawan sudah tertidur dengan amat pulasnya, segera dia pun mengundurkan diri ke samping pembaringan dan mulai memikirkan cara-cara untuk mencuri pedang pendek itu.   Tidak lama kemudian si pelayan sudah menghidangkan sarapan pagi.   "Khek koan,"   Serunya.   "Makanan pagimu sudah datang."   "Baik,"   Sahut Ti Then sengaja mengganti nada ucapannya.   "Setelan makan aku pun mau tidur, kau tidak perlu melayani aku lagi."   Dengan amat hormatnya pelayan itu menyahut.   setelah meletakkan sarapan itu di atas meja dia segera mengundurkan dirinya.Setelah bersantap pagi Ti Then pun membaringkan badannya ke atas tempat pembaringan melanjutkan pemikirannya cara-cara untuk mencuri pedang tersebut.   Akhirnya dia memperoleh dua cara : Pertama, sewaktu Cuo It Sian ada urusan dan meninggalkan kamarnya.   Dan kedua, Sewaktu dia berganti pakaian atau sedang mandi.   Tetapi kedua buah cara itu baru bisa dilakukan menanti setelah dia sadar kembali dari pulasnya, tetapi kapan dia baru sadar kembali dari pulasnya? "Ehmm, dia baru saja tertidur sudah tentu paling cepat siang nanti baru bangun, lebih baik kini dirinya pun tidur sebentar.   Berpikir sampai di sini dia tidak melanjutkan kembali pemikirannya, segera dia memejamkan matanya dan tertidur dengan nyenyaknya.   Siapa tahu baru saja dia tertidur tidak lama, mendadak dari luar kamar berkumandang datang suara yang amat ramai sekali.   Terdengar si pelayan itu dengan suara yang cemas sedang berteriak.   "Eei . ,..eei nona, kau sedang berbuat apa?"   Disambung dengan suara yang amat merdu dan nyaring dari seorang gadis memberi jawabannya.   "Nonamu sedang cari orang"   "Kau sedang cari siapa?"   "Kau tidak usah ikut campur"   "Nona, kaukau..menuntun anying itu, tentunya bukan sedang perintah dia untuk menggigit orang bukan?"   "Bukan!"   "Lalu.. kenapa kau menuntun anying itu datang kemari?""Tadi aku sudah bilang aku sedang mmencari orang, apa telingamu sudah tuli?"   "Tetapitetapi"   "Kalau kau banyak bicara lagi nonamu segera akan perintah Cian Li Yen ini untuk menggigit dirimu terlebih dulu"   Ti Then yang mendengar disebutnya nama Cian Li Yen tiga buah kata tidak terasa lagi menjadi sangat terkejut sekali, dengan gugup tubuhnya meloncat bangun kemudian serunya di dalam hati.   "Aduh ..celaka, bagaimana dia bisa sampai di sini?"   Pada saat dia ingin membuka pintu kamar itulah mendadak dari pintu kamar sebelah luar terdengar suara gonggongan anying sangat ramai sekali, kemudian disusul suara dari Wi Lian In berkata.   "Cian Li Yen, apa tidak salah kamar ini?"   Sekali lagi anying itu menggonggong dengan amat kerasnya bersamaan pula terdengar suara kuku anying yang mulai mencakar pintu kamar. Diam-diam Ti Then menghela napas panjang, pikirnya.   "Habis..habis sudah. Cuo It Sian yang ada di kamar sebelah sesudah mendengar suara itu tentu akan kabur"   Dia takut Wi Lian In berteriak memanggil namanya terpaksa dia segera maju ke depan membuka pintu kamar.   "Ada permainan setan apa? Siapa yang sudah membawa seekor anying gila mengganggu orang?"   Teriaknya dengan gusar.   Wi Lian In yang berdiri di depan pintu di dalam anggapannya orang yang ada di dalam kamar sudah tentu adalah diri Ti Then, ketika dilihatnya orang yang ada di depan matanya sekarang bukan lain adalah seorang lelaki berusia pertengahan dengan memelihara jenggot pendek pada janggutnya seketika itu juga dia melengak.   "Kau siapa?"   Serunya dengan air muka yang sudah memerah."Cayhe Ciau Cuang"   Sahut Ti Then dengan nada suara yang sengaja diperberat.   "Nona ada keperluan apa datang mencari cayhe?"   Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Untuk beberapa saat lamanya Wi Lian In dibuat kelabakan juga dengan paksa dia menarik anying Cian Li Yen-nya.   "Maaf, maaf aku sudah salah mencari orang,"serunya kikuk.   "Sungguh membingungkan, hmmm.."   Seru Ti Then sambil mendengus perlahan.   Selesai berkata dia hendak menutup pintu kamarnya kembali.   Siapa sangka si anying Cian Li Yen itu tidak mau mengakui kesalahannya, melihat Ti Then hendak menutup pintu dengan cepat tubuhnya kembali menubruk ke depan dan menggonggong dengan ramainya kearah diri Ti Then.   Dengan sekuat tenaga Wi Lian In segera menarik anyingnya ke belakang.   "Binatang jahanam !"   Makinya dengan gusar.   "Matamu betul- betul sudah buta"   Si anying Cian Li Yen itu tetap tidak mau mengaku salah, kakinya diangkat ke atas dan tak henti-hentinya menggonggong dengan menghadap diri Ti Then.   Si pelayan yang ada di samping sewaktu melihat kejadian ini dia jadi semakin keras lagi, teriaknya berulang kali.   "Coba kau lihat, aku tadi Tanya kau mencari siapa kau orang tidak mau menyawab, sekarang anyingmu sudah membangunkan tetamu kita semua sungguh kurang ajar..sungguh kurang ajar sekali"   "Cepat, tarik dia keluar"   Teriak Ti Then pula sambil mengulapkan tangannya.   "Kalau tidak jangan salahkan aku segera akan pukul anying itu dengan menggunakan tongkat"Wi Lian In menganggukkan kepalanya berulangkali lantas dengan sekuat tenaga menarik anying Cian Li Yen-nya untuk mengundurkan diri dari situ.   "Ayoh jalanayoh jalan,"   Bentaknya dengan keras.   "Kau anying goblok, anying konyol tunggu saja pembalasanku sekembalinya dari sini"   Pada saat itulah dari pintu kamar Cu Khei Kui yang ada di samping kamar Ti Then terbuka dengan perlahan disusul bergema datangnya suara seorang kakek tua."   "Ada urusan apa yang begitu ramai dan ributnya?"   "Aduh, habislah.."   Batin Ti Then diam-diam dia merasa hatinya berdebar dengan amat keras.   Dia berpendapat bahwa ketika Cuo It Sian berjalan keluar dari kamarnya dan melihat Wi Lian In seorang diri ada di sana, dia tentu akan menawan diri Wi Lian In, pada saat itu dirinya harus turun tangan memberi bantuan dengan begitu bukankah penyamaran- nya akan jadi berantakan? Atau dengan perkataan lain, seluruh usahanya yang susah payah ini hancur berantakan sampai di sini.   Tetapi sewaktu dia orang sedang menghela napas panjang dikarenakan kejadian inilah mendadak dia dibuat tertegun sesudah melihat wajah dari Cu Khei Kui itu.   Kiranya Cu Khei Kui yang baru saja keluar dari kamar itu bukanlah si pembesar kota Cuo It Sian melainkan adalah seorang kakek tua yang berperawakan kurus sekali.   Dengan mata terbelalak mulut melongo Ti Then memperhatikan kakek tua itu tajam-tajam untuk beberapa saat lamanya dia tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun.   Ia selalu menganggap Cu Khei Kui itu adalah adalah diri Cuo It Sian, siapa tahu dugaannya ternyata adalah salah besar, kesalahannya kali ini benar-benar amat lihay sekali.Kalau memangnya Cu Khei Kui ini bukanlah Cuo It Sian, lalu Cuo It Sian yang sebsnarnya tinggal di kamar sebelah mana? Begitu pikiran tersebut berkelebat di dalam benaknya, ketika dilihatnya Wi Lian In sudah hendak meninggalkan halaman rumah penginapan tersebut dia segera berteriak dengan keras.   "Nona, tunggu sebentar!"   Sembari berteriak dia mengejar ke depan dengan langkah yang cepat.   "Ada urusan apa?"   Tanya Wi Lian In setelah mendengar perkataan tersebut, dia berhenti dan putar badannya.   "Cayhe sekarang sudah jadi paham kembali bukankah nona sedang menggunakan penciuman anying ini sedang mencari seseorang?"   Sskali pun perkataanmu itu sedikit pun tidak salah lalu kau orang mau apa?"   Seru Wi Lian In ketus.   "Anying nona itu sudah mencari sampai di sepan kamar cayhe kemungkinan sekali tidak salah orang yang sedang nona cari ada kemungkinan pernah tinggal di dalam kamarku itu."   "Ehmmm. kemungkinan sekali memang demikian"   Seru Wi Lian In. Mendadak Ti Then memperendah suaranya, ujarnya dengan cepat.   "Aku adalah Ti Then, kau pergilah dulu sebentar kemudian aku akan menyusul datang."   Berbicara sampai di sini dia segera memperkeras suaranya.   "Kenapa nona tidak pergi ke tempat pemilik rumah penginapan ini untuk memeriksa daftar nama tetamu? Kemungkinan sekali dari sana bisa ditemukan kembali."   Wi Lian In agak melengak dibuatnya, tetapi sebentar kemudian dia sudah mengangguk berulang kali."Tidak salahtidak salah"   Serunya dengan cepat.   "Biarlah aku periksa sebentar"   Selesai berkata dengan terburu-buru dia menarik anying Cian Li Yen-nya untuk berlalu dari sana. Setelah melihat bayangan dari Wi Lian In lenyap dari pandangan Ti Then baru tertawa, putar badan dan ujarnya sambil gelengkan kepalanya berulang kali.   "Nona ini sungguh amat lucu sekali"   Si pelayan itu segera menjura berulang di depan Ti Then serta Cu Khei Kui.   "Maaf..maaf, sudah mengganggu kalian, maaf.."   Serunya sambil tertawa paksa. Cu Khei Kui tidak menyawab, dia putar badan berjalan masuk kembali ke dalam kamarnya dan menutup pintu kembali. Sedangkan Ti Then segera menarik tangan si pelayan itu ke samping.   "Aku mau bertanya kepadamu,"   Ujarnya dengan suara yang amat lirih sekali.   "Pagi ini orang yang memasuki rumah penginapanmu kecuali aku beserta si kakek tua she Cu itu masih ada siapa lagi?"   "Sudah tidak ada lagi,"   Sahut pelayan itu sambil gelengkan kepalanya.   "Sungguh?"   Tanya Ti Then keheranan.   "Sungguh,"   Sahutnya mengangguk.   "Tetapi kurang lebih dua jam sebelum aku memasuki rumah penginapanmu ini agaknya aku pernah melihat seorang kakek tua berjubah hijau memasuki rumah penginapan ini, kakek tua berjubah hijau itu mem punyai perawakan tinggi besar."   "Betul, betul.."   Sambung pelayan itu dengan cepat.   "Memang pernah ada seorang kakek tua berjalan memasuki rumah penginapan kita ini, tetapi dia tidak menginap di sini.""Kenapa?"   "Siapa yang tahu?"   Sahut pelayan itu sambil merentangkan tangannya ke samping.   "Semula dia punya rencana untuk tinggal di sini selama beberapa hari lamanya tetapi setelah bersantap pagi mendadak dia bilang ada urusan penting yang harus diselesaikan, dengan terburu- buru dia membayar rekening lantas meninggalkan tempat ini."   "Kalau begitu dia pernah masuk ke dalam kamar?"   "Benar, kamarnya ada tepat di hadapan kamarmu."   Sambil berkata dia menuding kearah sebaris kamar, lantas tanyanya lagi secara tiba-tiba.   "Khek-koan, kau kenal dengan Lo-sianseng itu?"   "Tidak kenal, Cuma saja aku tahu siapakah dia orang adanya.dia adalah..ehmmm..dia adalah seorang yang sangat luar biasa sekali."   Si pelayan itu jadi ingin tahu lebih lanjut, desaknya kemudian.   "Bagaimana hebatnya?"   "Dia adalah seorang penulis yang paling terkenal pada saat ini. Setiap tulisannya bisa laku sepuluh tahil perak."   "Aaaah.."   Teriak pelayan itu sambil menjulurkan lidahnya.   "Setiap tulisannya bisa laku sepuluh tahil perak? Oohh Thian.."   "kamar yang baru saja ditinggali apa sudah kau beresi?"   "Belum"   "Kalau begitu mari kita pergi ke kamarnya untuk memeriksa jikalau bisa menemukan tulisan-tulisannya yang dibuang kemungkinan sekali kita bisa untung besar"   "Belum"   Sahut si pelayan itu dengan cepat.   "Agaknya dia tidak pernah membuang semacam barang pun.""Kalau begitu, mari kita pergi mencari"   Sahut Ti Then menarik ujung bajunya.   Selesai berkata dia segera berjalan menuju kekamar tetamu yang amat panjang.   Si pelayan yang melihat dia begitu bernapsunya terpaksa ikut dari belakangnya dan membukakan pintu kamar dimana Cuo It Sian pernah ditinggali.   "Hamba berani bertaruh dengan Khek koan"   Ujarnya tertawa.   "Lo-sianseng itu sama sekali tidak membuang tulisan apa pun juga"   Ti Then tidak mengambil bicara, dia segera berjalan masuk ke dalam ruangan dan memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu, akhirnya di bawah sebuah pembaringan dia menemukan sepasang sepatu yang berbau amat busuk dan sudah berlubang, dalam hati dia merasa sangat girang sekali sambil memungut sepatu tersebut ujarnya.   "Sepasang sepatu bobrok ini apakah peninggalan dari Lo- sianseng itu?"   "Benar, apakah barang itu pun sangat berharga?"   Tanya si pelayan itu sambil tertawa.   Dari dalam sakunya Ti Then mengambil secarik kain lalu membungkus sepatu itu dengan sangat berhati-hati dan dimasukkan kembali ke dalam sakunya.   Setelah itu dia mengambil pula sebuah hancuran uang perak yang disusupkan ke dalam tangan pelayan itu.   "Boleh bukan aku membawa pergi sepasang sepatu bobrok ini ?"   Si pelayan itu jadi kebingungan, dia memandang ke atas hancuran keping perak yang ada di tangannya lantas memandang pula ke arah Ti Then dengan pandangan keheranan.   "Khek-koan."   Ujarnya.   "Dengan uang sebanyak ini paling sedikit kau masih bisa membeli dua pasang sepatu baru""Tetapi aku labih suka sepasang sepatu bobrok ini"   Sahut Ti Then tertawa.   "Karena barang yang pernah dipakai oleh seorang penulis terkenal sangat berharga sekali."   "Hamba tidak paham"   Ujar pelayan itu sambil gelengkan kepalanya berulang kali.   "Sudahlah.."   Ujar Ti Then sambil menepuk-nepuk pundaknya.   "Karena diganggu nona tadi setan tidurku pun sudah diusir keluar dari dalam badanku, aku segera mau meninggalkan rumah penginapan ini, coba kau pergi menghitung rekeningku."   "Kau mau pergi ?"   Tanya pelayan itu melengak. Ti Then segera berjalan dari kamar itu untuk masuk ke dalam kamarnya sendiri.   "Benar."   Jawabnya.   "Tetapi kau boleh berlega hati, aku sanggup untuk membayar uang sewa kamar selama satu hari penuh."   Sskembalinya di dalam kamarnya send:ri dia lantas memeriksa apakah barangnya ada yang ketinggalan setelah itu baru berjalan keluar untuk membayar rekening, akhirnya meninggalkan rumah penginapan tersebut.   Sekeluarnya dari pintu rumah penginapan itu dia sudah menemukan Wi Lian In serta si anying Cian Li Yen-nya sedang menanti di ujung jalan, dengan cepat dia berjalan menuju kearahnya dan lewat dari samping badannya.   "Tunggulah aku dipintu sebelah timur"   Ujarnya denan suara yang amat lirih.   "Sudah terjadi urusan apa ?"   Tanya Wi Lian In dengan cemas. Ti Then tidak menyawab, tapi melanjutkan kembali perjalanannya kearah depan. -ooo0dw0ooo-   Jilid 29.1 : Menggunakan anying Cian Li Yen DALAM HATI Wi Lian In merasa amat heran bercampur terkejut, tetapi dia tahu Ti Then berpesan demikian tentu ada sebab- sebabnya kareoanya tanpa bertsnya lebih lanjut dia segera mensrik anying Cian Li Yen-nya untuk berlari menuju kearah pintu kota sebelah Timur.   Ti Tben segara berjalan melewati sebuah jalan kecil lantas berdiri di pojokan lorong, secara diam-diam dia memperhatikan semua orang yang berjalan mengikuti dari belakang Wi Lian In, setelah dilihatnya bayangan dari Wi Lian In telah lenyap di ujung jalan dan betul-betul yakin kalau tidak ada orang yang membututinya dari belakang dia baru berani melanjutkan kembali langkahnya untuk mengejar diri Wi Lian In.   "Mari ikut aku,"   Serunya.   "Ada orang yang membuntuti kita?"   Tanya Wi Lian In dengan cepat.   "Tidak ada."   "Lalu kenapa kau begitu berhati-hati dan gerak-gerikmu begitu rahasianya."   Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Aku mau tidak mau harus mengadakan persiapan, karena ada seseorang yang kemungkinan sekali sudah mengetahui jejakmu."   "Siapa?"   "Nanti saja aku beritahukan kepadamu"   Sahut Ti Then dengan cepat, Selesai berkata dengan langkah yang lebar dia berjalan menuju ke tempat dimana pada pagi hsrinya dia menyembunyikan pakaian serta pedang panjangnya.   Matanya dengan perlahan memeriksa sebentar keadaan disekeliling tempat itu setelah dirasakannya tidak ada orang dia baru duduk di atas tanah rumput."Kau duduklah"   Ujarnya kemudian. Wi Lian In segera duduk saling berhadapan dengan dirinya.   "Eei ... kenapa kau menyamar dengan wajah yang begitu jeleknya?"   Tanyanya sambil teriawa. Lama sekali Ti Then memperhatikan dirinya, kemudian balik tanyanya.   "Lalu kenapa kau ikut keluar dari Benteng?"   "Aku harus tahu apa alasanmu meninggalkan Benteng tanpa psmit,"   Sahut Wi Lian In sambil mengerutkan alisnya.   "Bilamana aku adalah ayahmu maka aku harus keras-keras mengbajar pantatmu."   "Apa alasanmu meninggalkan Benteng tanpa pamit aku harus mengetahuinya dengan jelas"   Teriak Wi Lian In dengan gusar.   "Apa Shia Pek Tha tidak menjelaskan kepadamu?"   "Aku tanya kepadanya, dia bilang tidak tahu maka secara diam- diam dengan membawa anying Cian Li Yen aku meninggalkan Benteng. karena cuma anying Cian Li Yen saja yang bisa mengejar dirimu, kau jangan harap bisa melepaskan dtri dari diriku."   "Kali ini aku meninggalkan Benteng sebetulnya sedang pergi membereskan satu persoalan yang diperintahkan oleh ayahmu, aku sama sekali tidak bermaksud meninggalkan benteng Pek Kiam Po untuk selama-lamanya"   Ujar Ti Then memberikan penjelasannya. Lalu kenapa kau tidak memperbolehkan aku mengetahui ?"   Tanya Wi Lian In kurang senang.   "Karena aku takut kau akan ikut keluar maka itu aku tidak membiarkan kau mengetahuinya.   "   "Seharusnya kau mengetahui sifatku, bilamana kau memberitahu secara terus terang kepadaku kemungkinan sekali aku masih mau berdiam di dalam Benteng.""Mungkinkah ?"   Tanya Ti Then sambil tertawa pahit.   "Sudah .., sudahlah,"   Seru Wi Lian In sambil tertawa meringis.   "Sekarang aku sudah ikut keluar Benteng, lebih baik kau ceritakan dulu apa tugas yang sudah diberikan ayahku untuk kau laksanakap"   Ti Then melirik sekejap memandang kearah anying Cian Li Yen yang sedang berbaring di sampingnya, kemudian baru bertanya "Kau menggunakan anying Cian Li Yen ini membuntuti diriku apakah pernah melewati gunung Bu Leng san ?"   "Benar,"   Sahut Wi Lian In mengangguk.   "Di atas gunung ada sebuah rumah gubuk, kau menemukan sesuatu di sana?"   Tanya Ti Then lebih lanjut.   "Benar, agaknya kau pernah menginap satu malam di dalam gubuk tersebut bukan begitu?"   Sekali lagi Ti Then mengangguk.   "Lalu sewaktu kau memasuki rumah gubuk itu apakah sudah menemukan seseorang di sana ?"   Tanyanya.   "Tidak, majikan rumah itu adalah seorang penebang kayu, kemungkinan sekali dia sedang naik ke atas gunung untuk mencari kayu"   Ti Then yang mendengar perkataan tersebnt dia segera mengetahui kalau Wi Lian In sama sekali tidak bertemu dengan si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan.   Kwek Kwan San serta si manusia berkerudung berbaju biru yang dikirim majikan patung emas untuk mengawasi geraK geriknya itu karenanya dia lantas berkata.   "Tidak salah, aku sudah menginap satu malam di rumah pencari kayu itu untuk kemudian pada keesokan harinya meninggalkan tempat itu."   "Bilamana aku datang setengah hari lebih pagi kemungkinan sekali masih bisa bertemu dengan dirimu, kemudian agaknya kaumelanjutkan perjalanan menuju kearah sebelah Timur dan menuju ke gunung Cun san bukan demikian ?"   Ujar Wi Lian In.   "Betul, kalau memangnya kau pernah datang ke gunung Cun san sudah seharusnya kau paham apa tugasku kali ini bukan?".   "Aku mengejar terus sampai di depan mulut gua di atas gunung Cun san, tetapi agaknya kau tidak memasuki gua tersebut sebaliknya bersembunyi di belakang sebuah batu cadas yang besar, apakah kau sedang menyelidiki seorang yang berada di dalam gua tersebut?"   "Ehmmm.."   Sahut Ti Then mengangguk.   "Tahukah kau siapa yang bertempat tinggal di dalam gua tersebut?"   "Tidak tahu."   "Gua tersebut bernama gua naga, tempat itu adalah tempat tinggal dari si Cu Kiam Lojin Kan It Hong"   "Aaah , . kiranya Cu Kiam Lojin tinggal di dalam gua itu, buat apa kau pergi mencari dirinya?"   Tanya Wi Liau In dengan sangat terperanyat.   "Aku bukan pergi mencari dia, sebaliknya sedang menanti kedatangan seseorang"   "Aah... sekarang aku sudah paham"   "Ehm.."   "Bukankah kau sedang menanti kedatangan Cuo It Sian?"   "Benar,"   Sahut Ti Then mengangguk.   "Ayahmu mengira ada kemungkinan dia bisa pergi mencari Cu Kiam Lojin untuk membetulkan pedangnya, karena itu sengaja memerintahkan diriku untuk pergi ke gunung Cun san menanti dan curi kembali pedang itu"   "Lalu apakah dia sudah datang ke sana?"   "Sudah.""Lalu kau berhasil mencuri potongan pedang itu?"   "Tidak."   "Kenapa tidak mau merampas dengan terang-terangan"   "Ayahmu memerintahkan diriku untuk mencuri potongan pedang itu secara diam-diam tanpa sepengetahuan dirinya, dia orang tua melarang aku merampas dengan terang-terangan."   "Maksudnya?"   "Ayahmu tidak memberi keterangan"   "Apa Cu Kiam Lojin sudah berhasil menyambung kembali potongan pedang tersebut?"   "Sudah."   "Kau boleh mengadakan hubungan dengan Cu Kiam Lojin untuk mencuri kembali potongan pedang tersebut"   "Sebetulnya aku pun mem punyai maksud untuk bertindak demikian, cuma saja kedatanganku rada sedikit terlambat. Sewaktu aku tiba digua naga di atas gunung Cun san, Cu Kiam Lojin sudah berhasil menyambungkan potongan pedang dari Cuo It Sian itu sedang bersama-sama keluar dari gua aku takut jejakku sampai diketahui oleh Cuo It Sian maka sengaja aku bersembunyi di belakang batu besar."   "Akhirnya kau membuntuti Cuo It Sian terus sampai ke kota Hoa Yong Sian?"   Timbrung Wi Lian In.   "Benar,"   Jawab TiThen membenarkan.   "Tetapi aku hendak menceritakan satu peristiwa yang menyedihkan terlebih dulu sesaat sebelum Cuo It Sian meninggalkan gunung Cun san mendadak dia sudah turun tangan jahat terhadap diri Cu Kiam Lojin."   "Iihkenapa dia turun tangan jahat terhadap Cu Kiam Lojin ?"   Tanya Wi Lian In terperanyat."Dia membinasakan diri Cu Kiam Lojin ada kemungkinan dikarenakan dia tidak ingin membiarkan orang lain tahu kalau pedang pendek tersebut sudah pernah patah menjadi dua untuk kemudian disambung kembali."   "Perkataan apa itu?"   "Aku tidak tahu, tetapi aku percaya putusnya pedang pendek itu kemungkinan, sekali sudah menyimpan satu rahasia yang tidak memperkenankan orang lain untuk mengetahuinya,"   "Tia tentu tahu rahasia terputusnya pedang itu."   "Benar."   "Kau melihat dengan mata kepalamu sendiri dia membunuh Cu Kiam Lojin?"   "Benar,"   Jawab Ti Then mengangguk.   "Sewaktu aku headak masuk ke dalam gua naga uutuk mencari Cu Kiam Lojin mendadak dari dalam gua berkumandang keluar suara orang yang sedang berbicara."   Segera dia menceritakan kisah dimana Cuo It Sian membinasakan diri Cu Kiam Lojin kemudian bagaimana ditengah jalan membinasakaa pula anak murid dari si si kakek pedang baja Nyio Sam Pek yaitu si elang sakti Cau Ci Beng."   Ketika Wi Lian In mendeugar kalau pedang pendek Biat Hun milik Cuo It Sian itu sebenarnya adalah hadiah dari si kakek pedang baja Nyio Sam Pek dia semakin merasa terkejut bercampur heran.   "Jika demikian adanya rahasia yang menyelimuti pedang pendek milik Cuo It Sian ini mem punyai hubungan dan sangkut paut yang sangat erat sekali dengan si kakek pedang baja Nyio Sam Pek?"   "Aku rasa tidak ada."   "Tidak ada?"   Seru Wi Lian In keheranan.   "Betul, jika didengar dari perkataan si elang sakti Cau Ci Beng, pada beberapa tahun yang lalu Cuo It Sian pernah membantu NyioSam Pak membebaskan diri dari suatu bencana yang amat membahayakan nyawanya, untuk membalas budi kebaikan ini Nyio Sam Pal lantas menghadiahkan sepotong pedang pendek Biat Hun itu kepada Cuo It Sian setelah itu Nyio Sam Pak sama sekali belum pernah bertemu kembali dengan dirinya maka terputusnya pedang pendek Biat Hun ini agaknya sama sekali tidak ada hubungannya dengan diri Nyio Sam Pak."   Dengan perlahan Wi Lian In menganggukkan kepalanya.   "Kalau begitu"   Ujarnya kemudian.   "Dia dapat turun tangan membinasakan diri Cau Ci Beng kesemuanya dikarenakan takut Cau Ci Beng menemukan jenasah dari Cu Kiam Lojin di dalam gua naga kemudian menaruh curiga kalau dialah yang sudah turun tangan membunuh orang tua itu.   "Tidak salah"   Sahut Ti Then membenarkan.   "Tempat dimana dia bertemu dengan Cau Ci Beng cuma ada lima puluh lie jauhnya dari gunung Cun san, dia takut Cau Ci Beng menemukan mayat dari Cu Kiam Lo jin lantas menaruh curiga terhadap dirinya"   OooOooo Halaman 13-14 robek "Setelah mengetahui dia merasa ada yang mengikuti, aku mengambil keputusan untuk menyamar dan ikut menginap di dalam rumah penginapan tersebut bersamaan pula dengan ini mencari kesempatan yang baik untuk mencuri kembali potongan pedang itu, siapa tahu akhirnya aku sudah salah menganggap orang lain"   Ketika Wi Lian In mendengar dia sudah salah menganggap Cu Khei Kui sebagai Cuo It Sian tidak kuasa lagi sudah tertawa geli.   "Masih untung saja Cu Khei Kui itu bukanlah diri Cuo It Sian"   Ujarya.   "Apa artinya?"   Tanya Ti Then melengak.Wi Lian In tersenyum.   "Bilamana Cu Khei Kui itu adalah diri Cuo It Sian maka dengan perbuatanku tadi berarti juga sudah membocorkan pekerjaanmu, kau tentu akan membenci diriku setengah mati,"   Sahutnya.   "Betul,"sahut Ti Then sambil tertawa.   "Tetapi untung saja dengan perbuatanmu itu dengan cepat aku bias mengetahui kesalahan anggapanku, jikalau kau tidak dating ke sini kemungkinan sekali aku harus menunggunya sampai nanti malam baru tahu kalau aku sudah salah menganggap orang lain sebagai diri Cuo It Sian, waktu itu kemungkinan sekali dia orang sudah melarikan diri jauh-jauh"   "Kalau sekarang kita melakukan pengejaran masih bisa kecandak tidak?"   Tanya Wi Lian In kemudian.   "Kemungkinan sekali"   "Untuk sementara tidak mungkin pulang ke rumah."   "Tidak perduli dia hendak lari kemana pun aku masih ada satu cara untuk mendapatkannya"   Ujar Ti Then tertawa.   "Kau hendak mencari dengan cara apa?"   Ti Then segera menuding kearah anying Cian Li Yen itu, dia tertawa.   "Menggunakan Cian Li Yen untuk mencari jejaknya."   "Bilamana kita hendak menggunakan Cian Li Yen seharusnya ada semacam bararg dari Cuo It Sian baru bisa dilaksanakan,"   Dari dalam sakunya Ti Then segera mengambil keluar sepasang sepatu bobrok yang ditemukannya di dalam kamar Cuo It Sian itu.   "Barangnya ada di sini."   Serunya. Melibat hal itu Wi Lian In jadi amat girang sekali.   "Barang ini adalah barang peninggalannya?"   Tanyanya cepat.   "Benar,"jawab Ti Then mengangguk."Bagus ..bagus sekali"   Teriaknya.   "Mari kita segera melakukan pengejaran."   "Ayahmu tidak menghendaki kau ikut keluar dikarenakan dia takut kau terjatuh kembali ke tangannya."   Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kau jangan berpikir hendak mengusir aku pulang"   Sela Wi Lian In cepat.   "Kalau begitu kau harus mengubah dulu wajahmu, dengan demikian sewaktu mendekati dirinya tidak sampai bisa ditemui oleh dirinya"   "Baiklah, nanti setelah sampai di dalam kota aku akan mencari seperangkat baju -lagi dan barang-barang untuk mengubah wajah, eei, kuda Ang Shan Khek-mu ada dimana?"   Ujar Wi Lian In kemudian.   "Aku titipkan di rumah penginapan Im Hok di dalam kota.   "Karena kali ini aku keluar dari benteng secara diam-diam maka tidak sampai menunggang kuda, entah di dalam kota bisa tidak nembeli seekor kuda?"   "Kita pergi lihat-lihat saja."   Sehabis berkata dia mengambil keluar pakaian serta pedangnya dari balik semak dan bangkit berdiri.   Mereka berdua segera berjalan kembali ke dalam kota.   Ti Then kembali terlebih dahulu kemmah penginapan Im Hok untuk mengambil kembali kuda Ang Shan Kheknya, lantas membeli bahan- bahan untuk mengubah wajah buat Wi Lian In dan akbirnya di pasar kuda membeli seekor kuda untuk kemudian melanjutkan perjalanan keluar dari kota.   Sekeluar dari pintu kota sebelah Utara mereka berdua mencari sebuah hutan untuk membiarkan Wi Lian In mengubah wajahnya sendiri.Ketika berjalan keluar kembali dari dalam hutan itu dari seorang nona yang cantik Wi Lian In kini sudah berubah menjadi seorang perempuan berusia pertengahan yang banyak berkeriput.   Kepalanya diikat dengan secarik kain berwarna bijau pakaiannya memakai seperangkat baju amat besar sekali dengan sebuah tahi lalat menghiasi di bawah bibirnya, kelihatan dia jauh lebih jelek beberapa bagian.   "Selama di dalam perjalanan kali ini kita mau saling memanggil sebagai suami istri atau saudara saja?"   Tanya Ti Then kemudian sambil tertawa.   "Sesukamu,"   Sahut Wi Lian In sambil tertawa pula.   "Lebih baik kita jelaskan terlebih dulu sehingga jangan sampai di depan orang lain memanggil aku Niocu kepadamu sedang kau memanggil koko kepadaku"   "Bilamana harus jadi suami isteri kemungkinan sekali kau tidak ma uterus terang, lebih baik kakak beradik saja"   Ujar Wi Lian In sambil tertawa malu. Ti Then tidak banyak berbicara, dari dalam sakunya dia mengambil keluar kembali sepatu dari Cuo It Sian itu lantas diberikan kepadanya.   "Sekarang kau berikanlah barang ini biar dicium Cian Li Yen"   Wi Lian In segera menyambut barang tersebut dan diciumkan kepada anyingnya Cian Li Yen.   "Hey Cian Li Yen,"   Serunya.   "Kita mau pergi mencari dia orang, kan bawalah kami Ke sana"   Cian Li Yen lantas mascium sepatu itu beberapa saat lamanya dan kemudian berlari di tempat itu, agaknya dia tidak menemukan hawa dari Cuo It Sian disekitar tempat ini terbukti dengan cepatnya ia sudah menuju ke jalan raya."Ti Then serta Wi Lian In dengan cepat melarikan kudanya mengikuti dari belakangnya, setelah berlari sampai di atas jalan raya tampaklah Cian Li Yen berlarian bolak balik lari di atas jalan raya tersebut, agaknya dia masih belum menemui juga bau dari Cuo It Sian, akhirnya dia berdiri tidak bergerak di depan kuda Wi Lian In.   Kemungkisan sekali Cuo It Sian tidak melalui tempat ini, lebih baik kita bawa Cian Li Yen kembali ke kota terlebih dulu, biar dia mencari mulai dari rumah penginapan Ban Seng itu saja"   Ujar Ti Then kemudian.   "Baiklah,"   Sahut Wi Lian In.   Dia segera menarik tali les kudanya dan melanjutkan perjalanannya kembali ke kota Hoa Yang Sian.   Dengan disertai suara gonggongan yang keras Cian Li Yen dengan cepat berlari terlebih dulu ke depan.   Tetapi sewaktu berada dua puluh kaki dari pintu kota mendadak di sebuah perempatan jalan si Cian Li Yen, anying itu berhenti berlari dan mulai menciumi tanah di sekeliling tempat itu, kemudian angkat kepalanya dengan disertai suara gonggongan yang keras ia berlari kembali menuju kea rah Barat laut.   Dengan cepat Wi Lian In melarikan kudanya mengikuti dari arah belakang.   "Dia sudah mendapatkan bau badan dari Cuo It Sian,"   Teriaknya cepat.   "Kalau begitu perintah dia untuk melanjutkan kejarannya kearah depan"   "Cian Li Yen, apa jalan ini?"   Tanya Wi Lian In kepada anyingnya sambil menuding kearah satu jalan.   Sekali lagi si anying Cian Li Yen menggonggong kemudian berlari melalui jalan raya tersebut.Ti Then serta Wi Lian In segera melarikan kudanya di dalam kota kecil itu, dia segera memerintahkan Wi Lian In untuk memanggil kembali si anying Cian Li Yen.   "Aku mau melihat-lihat dulu ke dalam kota"   Ujarnya kemudian.   "Bilamana tidak menemui dirinya di dalam kota, kita baru melanjutkan kembali pengejaran kita"   "Lebih baik kau masuk ke kota dengan berjalan kaki saja"   Seru Wi Lian In dengan cepat.   "Kemungkinan sekali dia kenal dengan kuda Ang Shan Khek-mu itu"   Ti Tben segera merasakan perkataan tersebut sedikit pun tidak salah, dia lantas turun dari kudanya dan menyerahkan tali les kuda tersebut kepadanya untuk kemudian melanjutkan perjalanannya masuk dalam kota dengan berjalan kaki.   Kota kecil ini cuma punya satu jalanan saja dengan tujuh, delapan puluh rumah penduduk, di pinggir jalan ada rumah penginapan ada pula rumah makan.   Ti Then dengan mengikuti jalan raya itu memeriksa keadaan disekeliling tempat itu dengan sangat teliti, tetapi walau pun sudah sampai di ujung jalan tidak menemukan juga jejak dari Cuo It Sian, terpaksa dia berjalan keluar menyambut dirinya.   "Khek koan"   Serunya.   "Tidak masuk ke dalam untuk beristirahat sebentar?"   "Terima kasih"   Sahut Ti Then sambil menghentikan langkah kakinya.   "Cayhe sedang mencari seorang tua, apakah Loheng pagi ini pernah melihat seorang kakek tua berbaju hijau yang lewat di sini?"   "Ada ..ada .. bukankah kakek itu mem punyai perawakan tinggi besar dengan rambutnya yang sudah pada memutih?"   Ujar pelayan itu cepat.   "Benar ,. Benar"   Sahut Ti Then dengan amat girang. Pelajan itu segera menuding kearah ujung jalan tersebut."Kurang lebih satu jam yang lalu dia berlalu dengan melewati tempat ini dan melanjutkan perjalanannya ke sana."   Ti Then benar-benar merasa sangat girang sekali, dia segera rangkap tangan menjura "Terima kasih atas petunjukmu"   Ujarnya tergesa-gesa.   "Lain kali jika lewat di sini lagi aku tentu akan mampir di rumah makanmu"   Selesai berkata dengan langkah yang tergesa-gesa dia berjalan balik keluar kota itu kemudian memberi tanda untuk berrangkat kepada diri Wi Lian In. Sambil meloncat naik ke atas kudanya dia berkata.   "Dia sudah tidak ada di dalam kota ini lagi, mari cepat kita berangkat."   "Kau sudah mengadakan pencarian dengan teliti?"   Tanya Wi Lian In lagi.   "Aku sudah bertanya dengan seorang pelayan dari rumah makan, dia bilang pada satu jam yang lalu Cuo It Sian baru saja lewat dari kota ini."   "Kalau begitu,"   Seru Wi Lian In dengan amat girang sekali.   "Sebelum matahari terbenam nanti kita pasti bisa mengejar dirinya"   "Kita cuma bisa mencuri tidak boleh merampas, maka itu lebih baik menanti setelah dia menginap di rumah penginapan kita baru mencari kesempatan untuk turun tangan."   Ujar Ti Then sambil melarikan kudanya melanjutkan perjalanannya menuju kearah depan.   "Entah jalan raya ini berhubungan dengan kota mana.."   "Aku sendiri juga tidak tahu, pokoknya ada Cian Li Yen yang membawa jalan dan tujuan kita yaitu cuma mendapatkan Cuo It Sian kembali, kita tidak usah takut sampai tersesat jalan"   Sambil berbicara mereka berdua melarikan kudanya melewati kota kecil itu dengan dipimpin oleh si anying Cian Li Yen yang berlaridipaling depan, kurang lebih mengejar lagi dua puluh li jauhnya sampailah mereka d sebuah dusun kecil.   Waktu ini hari sudah mendekati siang, Ti Then seperti juga semula menghentikan kudanya diluar dusun lantas dia sendiri masuk mencari di sekeliling dusun setelah tidak melihat adanya bayangan dari Cuo It Sian dia baru berjalan keluar dari dusun tersebut.   Dengan membawa Wi Lian In akhirnya dia berjalan masuk kembali ke dalam dusun dan bersantap di sebuab rumah makan kecil, dari mulut sang pelayan mereka baru tahu kalau dusun ini bernama Khao Kia Ciang.   Akbirnya dengan mengikuti jalan raya itu mereka berjalan kembali sejauh tujuh puluh lie dan sampailah di sebuah kota besar yang bernama Kong An.   Demikianlah setelah selesai bersantap mereka melanjutkan perjalanannya kembali menuju kearah Barat laut dengan dipimpin oleh si anying Cian Li Yen, karena di dalam pikiran mereka berdua menduga tentunya Cuo It Sian menginap satu malam dikota Kong An sian.   Karena itu mereka melarikan kudanya cepat menuju ke sana.   Sewaktu mendekati magrib akhirnya mereka berdua sampai juga dikota Kong An sian, Ti Then segera menambat kuda tunggangannya diluar kota.   "Lebih baik kita titipkan kuda kita dirumah penduduk diluar kota saja, bagaimana pendapatmu?"   Tanyanya.   "Baik, di sebelah sana ada rumah penduduk."   Dia segera melarikan kudanya menuju ke rumah penduduk yang ditemuinya itu.   Sesampainya di depan pintu rumah penduduk itu terlihatlah seorang katek tua sedang bermain dengan seorang bocah cilik yang sedang belajar berjalan di sebuah lapangan penjemuran beras.Ti Then segera turun dari kudanya dan merangkap tangannya menjura.   "Lo-tiang. permisi."   "Oooo . - silahkan, silahkan, Lo-te ada keperluan apa?"   Sahut kakek tua itu sambil balas memberi hormat.   "Kedua ekor kuda dari cayhe kakak beradik.."   Baru saja dia berbicara sampai pada kata-kata yang terakhir mendadak dia merasakan hatinya tergetar dengan amat kerasnya.   Karena kembali ada seorang kakek tua berbaju hijau yang secara tiba-tiba saja berjalan keluar dari dalam ruangan rumah petani itu.   Sedang kskek tua berbaju hijau itu bukan lain adalah Cuo It Sian itu si pembesar kota, Hal ini benar-benar berada diluar dugaan mereka, mereka sama sekati tidak menyangka kalau Cuo lt Sian bisa munculkan dirinya dari rumah petani tersebut.   Di dalam sekejap itulah Ti Then cuma merasakan saking kagetnya hampir-hampir sukmanya ikut melayang tetapi bagaimana pun juga dia mem punyai satu sikap yang tidak gugup di waktu menghadapi masalah ini, dengan cepat dia pura-pura tidak kenal, memperhatikan pihak lawannya dan melanjutkan kata-katanya.   "Kuda ini adalah keturunan mongol yang amat bagus sekali, karena kami membutuhkan uang pesangon maka salah satu diantaranya akan kami jual"   Dia menuding ke arah kuda Ang Shan Khek yang ada di sampingnya.   "Kuda ini amat bagus sekali, cuma tidak tahu Lo-tiang membutuhkan tidak seekor kuda"   Ujarnya.   "Bilamana membutuhkan cayhe sanggup menjualnya dengan harga yang sedikit lebih murah,"   Wi Lian In yang melihat secara tiba-tiba Cuo It Sian munculkan dirinya dari dalam ruangan rumah petani itu dia pun merasa sangatterkejut sekali, ketika mendengar pada soal yang amat kritis itulah Ti Tuen bisa berpura-pura mau menjual kuda tidak terasa lagi diam- diam dia merasa kagum atas kecerdikan dari Ti Then ini.   "Benar, kuda kami ini membelinya dengan harga enam puluh tahil perak,"   Sambungnya dengan cepat.   "Bilamana Lo-tiang bermaksud mau membelinya kita bisa kurangi dengan beberapa tahil lagi."   Ketika kakek tua itu mendengar perkataan tersebut dia segera gelengkan kepalanya.   Jilid 29.2 : Penguntitan yang terpergok "Biar pun lo-te kurangi separuh pun lo-han tidak membelinya,"   Ujarnya tersenyum. Ti Then segera memperlihatkan rasa kecewa.   "Kalau begitu terpaksa kami harus menjualnya di pasar penjual kuda"   Ujarnya kemudian.   Dia takut Cuo It Sian mengetahui wajah aslinya maka itu sembari berkata dia segera menarik kuda Ang Shan Khek-nya untuk berlalu dengan cepatnya dari sana.   Mendadak Cuo It Sian maju mendekati kearah diri Ti Then sembari berteriak dengan keras.   "Lote, tunggu dulu."   Dalam hati Ti Then merasa hatinya semakin menegang, terpaksa dengan keraskan kepalanya dia putar badannya kembali.   "Lo-tiang ini, apakah kau bermaksud hendak membeli kuda ini?"   Ujarnya sambil tertawa paksa. Sambil tersenyum Cuo It Sian berjalan mendekati kuda Ang Shan Khek itu dan ulur tangannya untuk membelai."Ternyata memang benar-benar seekor kuda yang amat jempolan sekali..."   Serunya memuji.   "Pandangan mata lo-tiang ini sungguh luar biasa sekali,"   Sambung Ti Then dengan cepat sambil memperlihatkan senyumannya yang kepaksa.   "Kuda ini memang betul-betul seekor kuda jempolan yang sukar ditemui walau pun cayhe tidak berani mengatakan di dalam sehari kuda ini bisa menempuh seribu li tetapi untuk melakukan perjalanan tiga, lima ratus li di dalam satu hari agaknya sama sekali tidak ada persoalan lagi."   Agaknya Cuo It Sian pun sudah mengenal akan kuda Ang Shan Khek itu, pada air mukanya segera memperlihatkan senyuman yang amat licik sekali.   "Lote, kau mendapatkan kuda ini dari mana?"   Tanyanya.   "Be... beli... beli dari daerah Mongol."   "Kiranya tidak begitu bukan?"   Seru Cuo It Sian sembari memandang dirinya dengaa sinar mata yang amat tajam sekali.   Ti Then sengaja mnperlihatkan wajah yang sedikit ketakutan tetapi dipaksa untuk menenangkan hatinya, dia segera memperlihatkan satu senyuman yang kurang enak dipandang.   Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Bagaimana kau bisa bijara begitu?"   Serunya.   "Karena Lobu pernah melihat kuda ini."   "Eeeei... kau... kau orang tua pernah melihat kuda ini?"   Tanya Ti Then pura-pura terkejut.   "Benar,"   Jawab Cuo It Sian sambil tertawa.   "Bahkan tahu juga nama dari kuda itu, dia bernama Ang Shan Khek bukan begitu?"   "Tidak... tidak... tidak..."   Teriak Ti Then sengaja ketakutan lalu dengan gugupnya mundur beberapa langkah ke belakang.Dengan amat cepatnya Cuo It Sian segera bergerak maju ke depan telapak kirinya dengan dahsyatnya mencengkeram dada dari Ti Then.   "Cepat bicara,"   Bentaknya dengan keras.   "Kau mendapatkan kuda Ang Shan Khek ini dari mana?"   Saking takutnya seluruh tubuh Ti Then gemetar dengan amat kerasnya.   "Ada omongan kita bicarakan baik-baik... ada omongan kita bisa bicarakan baik-baik "   Serunya dengan gugup.   "Aduh..."   Teriak Wi Lian In pula yang ada di samping.   "Lotiang ini kenapa kau mencengkeram koko-ku?"   Cuo It Sian itu sipembesar kota sama sekali tidak memperdulikan dirinya, dengan sekuat tenaga dia menggoyang-goyangkan badan Ti Then.   "Kau mau bicara tidak?"   Serunya dengan suara yang amat berat dan dingin sekali. Jikalau tidak mau bicara lohu sekali pukul hancurkan badanmu.   "Baik... baik, aku bicara..."   Seru Ti Then cepat.   "Heei... sebetulnya begini, kuda ini... kuda hamba... hamba dapat mencuri dari seorang pemuda."   "Pemuda itu kurang lebih berusia dua puluh tahunan, wajahnya tampan dengan memakai baju berwarna hitam betul tidak?"   Seru Cuo It Sian sambil tertawa dingin. Pada air muka Ti Then segera memperlihatkan rasa terperanyatnya yang bukan alang kepalang.   "Benar, benar,"   Jawabnya.   "Bagaimana kau orang tua bisa tahu?"   Cuo It Sian tidak menyawab, sekali lagi dia tertawa dingin.   "Dia bukankah bernama Ti Then?"   Tanyanya."Hamba tidak tahu siapakah dirinya."   Ti Then menyawab sambil gelengkan kepalanya berulang kali.   "Pada beberapa hari yang lalu waktu hamba berjalan melewati kota Lok san Sian mendadak hamba dapat melihat pemuda itu dengan menunggang kuda menginap disebuah rumah penginapan, ketika hamba melihat kuda itu adalah seekor kuda jempolan rasa serakah segera meliputi hatiku, maka pada malam hari itu juga hamba segera mencuri kuda tersebut."   "Nyali kalian sungguh tidak kecil."   Bentak Cuo It Sian dengan keras.   "Hamba harus mati... hamba harus mati..."   Teriak Ti Then dengan seluruh tubuhnya gemetar amat keras.   "Harap... harap kau orang tua suka lepaskan hamba satu kali ini."   "Apa kau benar tidak tahu siapakah pemuda tersebut?"   Tanya Cuo It Sian kembali dengan suara yang amat berat.   "Hamba benar-benar tidak tahu, dia... dia ada hubungan apa dengan kau orang tua?"   "Dia adalah Kiauw-tauw dari Benteng Pek Kiam Po. Orang-orang Bu-lim menyebut sebagai si pendekar baju hitam Ti Then."   "Oooh... Thian,"   Teriak Ti Then dengan amat kerasnya.   "Kiranya dia adalah Kiauw-tauw dari Benteng Pek Kiam Po, sipendekar baju hitam Ti Then adanya... lalu kau... kau orang tua adalah... adalah Pocu dari Benteng Pek Kiam Po... sipendekar pedang naga emas Wi Toa Pocu?"   "Benar,"   Sahut Cuo It Sian sambil mengangguk sedang dan mulutnya tiada hentinya memperdengarkan suara tertawa yang amat dingin sekali.   "Heeei tidak kusangka ini hari aku bisa bagitu sialnya,"   Seru Ti Then dengan wajah minta dikasihani.   "Tidak kusangka sama sekali hamba sudah mencuri kuda dari Kiauw tauw Benteng Pek Kiam Po dan kini hendak menjualnya kepada Wi Toa Pocu."Wi Lian In- pun dengan cepat berjalan maju memohonkan am pun.   "Kau orang tua kalau memangnya adalah Wi Toa Pocu yang namanya sudah menggetarkan seluruh dunia kangouw seharusnya tidak memikirkan dosa dari kami manusia rendah, mohon Wi Toa Pocu suka mengam puni diri kokoku satu kali."   Cuo It Sian melirik sekejap kearahnya, lantas kepada Ti Then tanyanya dengan suara keren "Siapakah namamu?"   "Hamba bernama Bun Ih dengan julukan si tikus pembuat lubang sedangkan adikku bernama Bun Giok Kiauw dangan julukan kucing malam."   Cuo It Sian segera mendengus dengaa amat dinginnya.   "Cukup didengar dari julukan kalian kakak beradik Lohu sudah tahu kalau kalian adalah manusia-manusia rendah yang sering melakukan kejahatan. Seharusnya lohu turun tangan memberi hukuman mati kepada kalian, tetapi mengingat kalian baru untuk pertama kalinya terjatuh ketangan lohu maka kali ini aku kasih kesempatan buat kalian untuk mengubah sifatmu yang jelek itu, cepat menggelinding pergi."   Berbicara sampai di sini dia segera mendorong badan Ti Then dengan keras membuat dirinya jatuh berguling-guling di atas tanah dengan amat kerasnya. Dengan terburu-buru Ti Then merangkak bangun, lantas berkali- kali menjura.   "Terima kasih Wi Pocu mau memberi am pun kepada kami, hamba kakak beradik sejak ini hari tentu akan mengubah kelakuan kami untuk membalas budi kebaikan dari Pocu."    Nona Berbaju Hijau Karya Kho Ping Hoo Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini