Pendekar Patung Emas 37
Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Bagian 37
Pendekar Patung Emas Karya dari Qing Hong Berbicara sampai di sini dia segera putar tubuh dan kirim satu kerdipan mata kepada Wi Lian in untuk kemudian bersama-sama melarikan diri dari sana.Wi Lian In- pun dengan cepat meloncat naik ke atas kuda tunggangannya siap melarikan kuda tersebut dari sana. Pada saat itulah terdengar Cuo It Sian yang ada di belakang sudah membentak dengan suara yang amat dingin sekali. "Kuda itu pun sekalian tinggal di sini." Dia agak melengak dibuatnya tetapi tidak berani membangkang terpaksa cepat-cepat meloncat turun dari kudanya lantas sambil mengikuti diri Ti Then melarikan diri dengan cepat dari sana. Dua orang manusia seekor anying bersama-sama melarikan diri ketempat yang amat sunyi sekali, kurang lebih setelah berlari satu, dua li dan dilihatnya Cuo It Sian tidak mengadakan pengejaran Ti Then baru mengajak Wi Lian In untuk menyusup masuk ke dalam sebuah hutan. Mereka berdua mencari sebuah hutan untuk duduk beristirahat. Lama sekali mereka saling berpandangan kemudian tidak tertahan lagi sudah tertawa terbahak-bahak. "Aku sudah hidup dua puluh satu tahun lamanya tetapi selamanya belum pernah menemukan urusan yang demikian menggelikan" Ujar Ti Then kemudian sambil tertawa. "Kenapa tidak" Sambung Wi Lian In segera. "Urusan ternyata begitu tepatnya. sama sekali aku tidak menduga bisa bertemu dengan dirinya di tempat tersebut." Ti Then segera menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal "Yang aneh, bagaimana dia bisa menginap dirumah petani tersebut?" Ujarnya. "Kemungkinan sekali petani itu pun merupakan anak buahnya," Seru Wi Lian In memberikan usulnya. "Tidak mungkin," Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "jarak dari tempat ini kekota Tiong Cing Hu ada seribu li lebih, tidak mungkin dia bisa mem punyai anak buah ditempat ini.""Kalau tidak kenapa dia tidak menginap di dalam kota saja?" Dengan perlahan-lahan Ti Then angkat kepalanya, dan memandang dirinya dengan pandangan mata yang amat tajam sekali. "Kemungkinan sekali dia takut di dalam kota sudah bertemu dengan orang yang pernah dia kenal karena itu sengaja dia pinyam rumah petani itu untuk menginap satu malam," Ujarnya kemudian. "Jarak tempat ini dengan gunung Cun san sudah amat jauh sekali kenapa dia masih takut dengan orang lain?" Ujar Wi Lian ln dengan cepat. "Aku kira tentunya begini kemungkinan sekali di dalam kota Tiong Cing Hu sama juga ada seorang Pembesar Kota Cuo It Sian lagi." "Kau bilang apa?" Wi Lian In melengak. "Dengan perkataan lain saja, tentunya dia sudah mengatur seorang penggantinya di dalam rumahnya itu sehingga membuat penduduk disekeliling tempat itu menganggap dia orang belum pernah meninggalkan kota Tiong Cing Hu barang selangkah pun. Dikarenakan hal itu sudah tentu dia tidak dapat bertemu dengan orang-orang yang pernah dikenalnya di tengah jalan." "Kau berdasarkan akan hal apa bisa mengambil kesimpulan demikian?" Tanya Wi Lian In kebingungan. "Pada beberapa hari yang lalu karena kita menaruh curiga dialah orang yang sudah mengadakan jual beli dengan Hu Pocu serta diam-diam membinasakan Hong Mong Ling pernah pergi kekota Tiong Cing Hu untuk mencari dirinya sewaktu kita bertemu muka tentunya kau masih ingat apa yang diucapkan untuk pertama kalinya bukan?" "Dia bilang apa?" Tanya Wi Lian In. "Sewaktu dia melihat kita sedang menaruh rasa curiga terhadap dirinya, dia pernah bilang selama setengah tahun lamanya ini diasama sekali belum pernah meninggalkan kota Tiong Cing Hu barang selangkah pun, bahkan berkata juga kalau penduduk disekitar tempat itu setiap hari bisa melihat dirinya, bukan begitu?" "Benar... benar..." Sahut Wi Lian In sambil menganggukkan kepalanya berulang kali. "Dia memang pernah mengucapkan kata- kata tersebut." "Tetapi, ternyata dia bisa membinasakan Hong Mong Ling di atas gunung Kim Teng san. Sedangkan orang-orang di kota Tiong Cing Hu setiap hari bisa melihat dirinya? maka itu aku percaya tentu dia mem punyai seorang pengganti. Dia hendak menggunakan tubuh seorang penggantinya menutupi seluruh gerak geriknya yang sebetulnya sedang direncanakan." "Kalau memangnya demikian maka bila mana dia berbuat sesuatu pekerjaan yang jahat ditempat luaran siapa pun tidak akan bisa menduga kalau pekerjaan itu adalah hasil perbuatannya," Seru Wi Lian In dengan terperanyat. "Benar," Sahut Ti Then membenarkan. "Maka itu dia harus menghindarkan diri dari pertemuan dengan orang-orang yang pernah dikenal olehnya." "Dia berbuat demikian tentunya tujuan yang sedang dicari adalah hendak mencuri potongan pedang dari ayahku." "Benar" Sahut Ti Then mengangguk. Wi Lian In segera mengerutkan alisnya rapat-rapat. "Aku benar-benar tidak paham sebetulnya potongan pedang itu mem punyai rahasia apa?" Ujarnya. "Aku percaya ada suatu hari kita bisa mengetahui keadaan yang sesungguhnya." "Sekararg kita harus berbuat bagaimana?" Ujar Wi Lian In kemudian sambil menghela napas panjang. "Lanjutkan kuntitan kita, ada kesempatan segera turun tangan mencuri pedang tersebut.""Menurut pandanganmu, dia benar-benar tidak mengenal kita atau cuma berpura-pura saja?" "Kemungkinan sekali tidak, jikalau dia sudah kenal dengan kita air mukanya tidak akan setenang itu." "Tetapi kedua ekor kuda itu kita harus mencari akal untuk mencurinya kembali," Seru Wi Lian In. "Kemungkinan sekali dia menginap dirumah petani itu, besok pagi sesudah menanti dia pergi kita baru menuntunnya kembali." "Lalu malam ini kita mau menginap di mana?" "Masuk ke dalam kota saja." "Kalau begitu mari kita segera berangkat" Ujarnya Wi Lian In kemudian sambil bangkit berdiri. Mereka berdua segera berjalan keluar dari hutan itu untuk melanjutkan perjalanannya masuk ke dalam kota dan mencari sebuah rumah penginapan untuk masing-masing masuk ke dalam kamarnya sendiri-sendiri beristirahat. Keesokan harinya setelah bersantap pagi mereka berdua lantas membajar rekening dan meninggalkan rumah penginapan tersebut. Wi Lian In yang melihat hari masih amat pagi sekali, segera dia menghentikan langkahnya. "Lebih baik kita terlambat sedikit tiba di sana, kalau pergi terlalu pagi kemungkinan sekali dia masih belum meninggalkan tempat tersebut" Ujarnya. "Sejak semula dia sudah meninggalkan tempat itu." Jawab Ti Then sambil tertawa. "Bagaimana kau bisa tahu?" Tanya Wi Lian In melengak, Ti Then tersenyum. "Kemarin malam pada kentongan ketiga aku sudah keluar kota satu kali" Ujarnya."Bagus sekali yaaa, ternyata kau melakukan gerak gerikmu dengan amat rahasia, kenapa tidak beritahukan kepadaku terlebih dulu?" Seru Wi Lian In sambil melototkan matanya lebar-lebar. "Jangan marah dulu" Ujar Ti Then tertawa. "Aku rasa jika pergi seorang diri jauh lebih leluasa sehingga tidak sampai ditemui olehnya." Air muka Wi Lian In segera berubah sangat hebat, dia merasa benar-benar tidak senang. "Aku tahu, tentunya kau benci karena aku mengikuti dirimu terus, bukankah begitu?" Serunya sambil mencibirkan bibirnya. "Kalau memangnya begitu kemarin malam aku bisa langsung membuntuti dirinya." Wi Lian In segera kirim satu kerlingan mata kepadanya. "Sewaktu kau tiba dirumah petani itu, apa dia sedang siap-siap mau berangkat dari sana?" Tanyanya. "Benar," Jawab Ti Then mengangguk. "Kenapa kau tidak segera kembali kerumah penginapan untuk membangunkan aku lantas bersama-sama menguntit dirinya?" Omel Wi Lian In lebih lanjut. "Dia orang yang mengambil keputusan untuk berangkat ditengah malam berarti juga kalau dia sudah menaruh rasa curiga terhadap diri kita berdua bilamana pada waktu itu kita membuntuti dirinya maka pastilah jejak kita segera akan di temukan olehnya." "Tetapi sekarang kemungkinan sekali dia sudah berada ditempat yang amat jauh sekali" Seru Wi Lian In. Ti Then segera menuding kearah si anying Cian Li Yen yang ada disisi badannya. "Kita ada Cian Li Yen sebagai penunjuk jalan tidak takut dia akan terbang ke atas langit," Ujarnya.Pada waktu bercakap-cakap itulah tanpa terasa mereka berdua sudah keluar dari pintu kota. Tidak lama kemudian mereka sudah tiba di depan rumah petani itu. Pada waktu itu sikakek tua yang kemarin sedang dengan bocah cilik pada saat ini sedang menyapu diluar halaman, ketika dilihatnya Ti Then serta Wi Lian In berjalan kearahnya tanpa terasa air mukanya sudah berubah sangat hebat. "Buat apa kalian datang kemari lagi?" Tanyanya kurang tenang. Ti Then sambil tersenyum segera merangkap tangannya memberi hormat. "Cayhe kakak beradik sengaja datang untuk meminta kuda kami. Silahkan Lotiang suka menuntun keluar kedua ekor kuda itu dan kembalikan kepada kami." "Kedua ekor kuda itu kalian dapatkan dengan jalan mencuri, kalian begitu berani datang kemari lagi?" Seru kakek tua itu. "Bilamana tidak berani kami tidak akan kemari." "Pergi, pergi." Teriak kakek tua itu sambil mengulap tangannya berulang kali. "Kedua ekor kuda itu sudah tidak ada dirumah Lohan lagi." "Sudah dibawa pergi orang itu?" Tanya Ti Then kemudian. "Benar, dia sudah berangkat pada tengah malam kemarin." "Haaa... haaa... aku tahu kalau Lo Tiang sedang berbohong, hiii... bukan begitu?" Seru Ti Then sambil tertawa. Sepasang mata kakek tua itu segera melotot keluar lebar-lebar. "Kalau bicara lebih baik kalian sedikit tahu sopan," Serunya dengan amat marah. "Lohan sudah hidup sampai sekarang, selamanya belum pernah berbohong." "Cuma sayang kali ini kau sudah berbohong," Sambung Ti Then dengan cepat."Jikalau kalian tidak mau pergi lagi Lohan segera akan lapor kepada pengadilan biar mereka tangkap kalian," Ancam kakek tua itu kemudian. Air muka Ti Then segera berubah sangat hebat sekali. "Boleh, boleh... silahkan Lotiang pergi melapor, cuma saja... Heee... jikalau kau tidak cepat-cepat bawa kedua ekor kuda itu keluar cayhe segera akan turun tangan membakar habis rumah serta gudangmu itu." Mendengar ancaman tersebut sikakek tua itu benar-benar merasa sangat terperanyat sekali. "Cis... kalian pembegal kuda, nyali kalian sungguh besar," Teriaknya dengan keras. "Ditengah siang hari bolong kalian juga berani memperlihatkan keganasan kalian?" Wi Lian In agaknya merasa sikap dari Ti Then ini terlalu kasar dan buas. Dengan diam-diam dia menyawil ujung bajunya. "Koko," Ujarnya dengan suara yang amat lirih kemudian. "Sama sekali perkataan dari lo tiang ini benar, kedua ekor kuda itu pastilah sudah dibawa pergi oleh orang itu." "Tidak," Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya. Wi Lian In jadi melengak. "Kau melihat sendiri dia pergi dengan tangan kosong?" Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tanyanya. "Benar," Sekali lagi Ti Then mengangguk. Si kakek tua itu jadi mencak-mencak saking gusarnya. "Jikalau kalian tidak percaya boleh pergi mencari disekeliling tempat ini," Teriaknya dengan keras. "Bagaimana kalau aku menirukan apa yang sudah kalian bicarakan?" Ujarnya Ti Then kemudian sambil tertawa dingin. "Kau mau bicara apa?" Tanyanya melengak"Kemarin malam sewaktu orang itu mau pergi dia pernah berkata demikian: Loheng kedua ekor kuda ini lohu tidak mau, baiknya aku hadiahkan kepada kalian saja. Hnm waktu itu ternyata kau berlaku sungkan sungkan dan cepat menyawab: Tidak... tidak.. Lohan tidak berani menerimanya, lebih baik kau Lo sianseng bawa pergi saja. Orang itu lantas tertawa dan berkata lagi. Kau tidak usah sungkan-sungkan lagi, di dalam Benteng Lohu masih ada beratus-ratus ekor kuda jempolan, lohu sama sekali tidak akan memandang tinggi kedua ekor kuda ini. Mendengar perkataan tersebut air mukamu segera memperlihatkan rasa kegirangan. Cuma saja kemudian kau menyawab dengan agak murung. Cuma saja jikalau kedua orang pembegal kuda itu datang lagi Lo han harus berbuat bagaimana untuk menghadapinya? Dijawab oleh orang itu. Mereka tidak akan berani datang kemari lagi, bilamana Lo heng takut, tidak urung untuk sementara waktu bawalah kedua ekor kuda itu untuk dititipkan pada tetangga, bilamana mereka datang lagi untuk meminta kudanya Lo heng boleh bilang saja kuda tersebut sudah Lo hu bawa... beberapa patah kata itu tentunya ceyhe tidak salah berbicara bukan?" Mendengar perkataan tersebut air muka sikakek tua itu segera berubah jadi pucat kehijau-hijauan. "Kau... kau sudah mendengar semua pembicaraan kami?" Tanyanya. "Tidak salah" Sahut Ti Then Sambil mengangguk. "Bahkan aku masih melihat putramu menuntun kedua ekor kuda tersebut meninggalkan tempat ini." Kakek tua itu jadi amat sedih sekali, dengan cepat dia berteriak keras. "Hok Lay..... Hok Lay....." Dari dalam ruangan itu segera meloncat keluar seorang petani berusia pertengahan yang pada tangannya mencekal sebuahtongkat pikulan yang berat, dengan amat gusarnya dia berteriak- berteriak terhadap diri Ti Then. "Bajingan. sungguh besar nyalimu, kaliau mau pergi tidak? kalau tidak pergi juga lohu segera akan menghajar putus sepasang kaki anying kalian." Ti Then segera tertawa, dari dalam sakunya dia mengambil sekerat perak. "Begini saja," Ujarnya kemudian sambil menimang-nimang uang perak itu. "Cayhe beri uang perak ini kalian sebagai uang ganti rugi, bagaimana?" Petani berusia pertengahan itu segera memperlihatkan sikapnya untuk berkelahi, dia melintangkan tongkat pikulan itu ke depan. "Tidak." Teriaknya keras. "Kedua ekor kuda itu bukan milik kalian, kalian tidak berhak untuk memintanya kembali." "Bukan milik kami apa mungkin milik kalian?" Seru Ti Then sambil tertawa dingin. "Tidak salah," Jawab petani berusia pertengahan itu dengan amat ketusnya. "Lo sianseng itu berkata sendiri kalau kedua ekor kuda itu dihadiahkan kepada kami. Sudah tentu kedua ekor kuda itu adalah milik kami." Sepasang mata dari Ti Then dengan perlahan menyapu sekejap kesekeliling tempat itu, ketika dilihatnya sebuah batu putih menggeletak ditengah lapangan dia segera berjalan menuju ke sana dan meraba sebentar batu itu. "Batu ini sungguh besar sekali," Serunya sambil tertawa. "Tentu ada tiga ratus kati beratnya bukan?" "Kau hendak berbuat apa?" Teriak petani berusia pertengahan itu dengan gusarnya sambil maju dua langkah ke depan.Dengan menggunakan sepasang tangannya Ti Then mengangkat batu besar itu kemudian dipindahkan ketangan kanannya dan diangkat dengan menggunakan satu tangan. "Coba kau lihat, kau percaya bisa menangkan aku tidak?" Ujarnya sambil tertawa. Sembari berkata dia berjalan mengelilingi lapangan tersebut. Batu putih itu paling sedikit ada dua ratus kati beratnya, tetapi di dalam tangannya kelihatan sangat enteng sekali seperti sedang mengangkat kapas saja. Kali ini petani berusia pertengahan itu benar-benar dibuat terperanyat sampai termangu-mangu, sepasang matanya terbelalak lebar-lebar untuk beberapa saat lamanya dia tidak sanggup untuk mengucapkan sepatah kata pun. Kakek tua itu semakin dibuat terperanyat lagi, dengan gugup serunya. "Sudah.... sudahlah Hok Lay, kau tidak usah banyak beribut dengan dirinya lagi, cepat tuntun kedua ekor kuda itu bawa kemari dan kembalikan kepada mereka." Agaknya petani berusia pertengahan itu masih tidak mau kalah, dengan uring-urungan teriaknya. "Kau jangan mengira tenagamu besar lalu kami takut dengah dirimu, cukup aku berteriak maling aku mau lihat kalian akan melarikan diri kearah mana," Tangan kanan dari Ti Then segera ditekuk kemudian didorong kearah atas dan mengerahkan tenaga dalamnya untuk melemparkan batu putih tersebut beberapa kaki jauhnya ketengah udara lantas tertawa terbahak-bahak. "Haaaa... haaa... haaa... asal kau berteriak maling aku segera lemparkan batu ini ke atas atap rumah kalian," Ancamnya. Melihat kejadian itu sipetani berusia pertengahan itu tidak berani banyak bercakap lagi saat inilah dia baru tidak berani mengumbarnafsunya lagi. Sambil melempar tongkat itu ke atas tanah dengan uring-uringan dia pergi dari sana. Jilid 29.3 : Pencuri tiga tangan insaf Tidak lama kemudian kedua ekor kuda itu sudah dituntun kembali. Ti Then segera menyusupkan uang perak itu ketangan sikakek tua tersebut kemudian menerima tali les kudanya dan bersama sama dengan Wi Lian In melarikan kudanya meninggalkan tempat itu. Mereka berdua dengan cepatnya berlari menuju kejalan raya, saat itulah terdengar Wi Lian In berkata sambil tertawa. "Untung sekali kemarin malam kau sudah datang, kalau tidak kita benar-benar bakal tertipu oleh mereka ayah beranak." "Hal ini tidak bisa menyalahkan mereka ayah beranak dua orang, mereka sama sekali tidak tahu kalau kedua ekor kuda itu sebenarnya adalah milik kita berdua, dia mengira kalau memangnya Cuo It Sian sudah menjetujui untuk menghadiahkan kedua ekor kuda itu kepada mereka, hal ini berarti juga sudah menjadi miliknya." "Kemarin malam Cuo It Sian berangkat menuju kearah mana?" Tanya Wi Lian In kemudian. Ti Then segera menuding kearah sebelah Barat. "Dia melanjutkan perjalanannya melalui tempat itu, kelihatannya dia bermaksud untuk kembali kekota Ciong Cing Hu." Mendadak Wi Lian In menarik tali les kudanya untuk menghentikan perjalanannya. "Coba kau ambil keluar sepatu milik Cuo It Sian itu dan berikan kepada si anying Cian Li Yen agar dia membauinya kembali" Ujarnya."Baik," Sahut Ti Then dan dia segera mengeluarkan sepatu itu dan membiarkan si anying Cian Li Yen untuk menciuminya beberapa kali. Setelah itu tampaklah si Cian Li Yen, segera berputar beberapa kali di atas jalan raya untuk mencari jejaknya, setelah itu diiringi suara gonggongannya yang amat keras ia lantas berlari menuju ke arah sebelah Barat. Mereka berdua dengan cepat mengikutinya dari belakang. Hari kedua, orang berserta anying itu sudah tiba disebuah kota untuk bersantap sesudah beristirahat sebentar lantas melanjutkan kembali perjalanannya. Menanti mendekati magrib mereka sudah melakukan perjalanan seratus lie dan sampailah disebuah kota yang bernama Ngo Hong Sian. Wi Lian In segera memerintahkan anyingnya Cian Li Yen untuk berhenti, setelah itu kepada Ti Then ujarnya. "Apa mungkin dia ada di dalam kota ini?" "Dia berangkat kemarin malam jika ditinyau dari kekuatan kakinya saat ini kemungkinan sekali sudah meninggalkan kota kurang lebih lima puluh lie jauhnya maka itu dia tidak mungkin masih ada di dalam kota ini." "Dia melakukan perjalanan dengan berjalan kaki tidak mungkin bisa menandingi kita yang menunggang kuda, kemungkinan sekali dia sedang beristirahat di dalam kota," Ujar Wi Lian In memberikan pendapatnya. "Kemarin dia sudah menginap satu malam dirumah petani itu sedangkan jarak antara kota Kong An Sian dengan tempat ini tidak lebih cuma beberapa ratus li saja, sudah tentu dia tidak akan mau masuk kekota, aku rasa ini hari tidak mungkin dia berani nginap di dalam kota.""Coba kau lihat," Ujar Wi Lian In kemudian sambil menuding kearah sianying Cian Li Yen. "Cian Li Yen terus mau lari masuk ke dalam kota, jelas sekali dia pernah masuk ke dalam kota, lebih baik kita sedikit berhati-hati." "Dia memang pernah masuk ke dalam kota." Ujar Ti Then sambil tersenyum. "Tetapi aku berani bertaruh saat ini dia pasti sudah tidak ada di dalam kota lagi." "Baik, mari kita masuk ke dalam kota untuk memeriksa." Selesai berkata dia segera sentak kudanya untuk berjalan memasuki pintu kota. Cian Li Yen masih tetap berlari memimpin jalan di depan, setelah berlari melewati beberapa buah jalan akhirnya dia berhenti sebentar di depan sebuah rumah makan dan menciumi beberapa kali tempat disekeliling tempat itu setelah itu baru melanjutkan kembali larinya kearah sebelah depan. Ti Then segera tersenyum. "Kelihatannya dia pernah berhenti sebentar di dalam rumah makan ini" Ujarnya sambil menyengir. "Tadi kau bilang dia tidak berani masuk ke dalam kota, kenapa sekarang terbukti dia berani berhenti di dalam kota?" "Kemungkinan sekali dia yang melakukan perjalanan jauh merasa lelah dan lapar maka itu sengaja memberanikan dirinya untuk masuk kota bersantap." Baru saja mereka bercakap cakap sampai di situ mendadak tampak anying Cian Li Yen berbelok memasuki sebuah lorong kecil. Mereka berdua cepat-cepat melarikan kudanya melanjutkan kuntitannya. "Aduh aku sudah lapar," Ujar Wi Lian In secara tiba-tiba. "Mari kita makan dulu di sini kemudian baru melanjutkan kejaran kita." "Tidak," Potong Ti Then cepat. "Kita cuma bisa membeli sedikit barang saja untuk kemudian dimakan diluar kota."Ketika itulah mereka bisa melihat ujung jalan terdapat sebuah rumah makan segera kudanya dilarikan menuju ke sana dan Ti Then meloncat turun dari kudanya untuk membeli sedikit ransum untuk kemudian melanjutkan kembali perjalanannya kearah depan. Selama di dalam perjalanan ini Cian Li Yen berbelok-belok lagi beberapa lorong dan tikungan, akhirnya sampailah disebuah jalanan yang amat sunyi sekali. Lama kelamaan akhirnya Wi Lian In merasakan juga akan sesuatu, dia tertawa. "Dugaanmu sedikit pun tidak salah dia tentu takut ditemui oleh orang-orang yang pernah dia kenal karena itu sengaja mencari jalan yang jarang sekali dilalui orang," "Jika dilihat dari keadaan sekarang ada kemungkinan dia sudah berjalan keluar melalui pintu kota sebeelah selatan." "Dugaannya sedikit pun tidak salah" Tidak lama kemudian si anying Cian Li Yen sudah memimpin mereka berlari menuju ke kota sebelah selatan dan berlari terus menuju keluar kota. Kurang lebih setelah meninggalkan kota sejauh satu li sianying Cian Li Yen berhenti berlari dan membaui sesuatu di pinggir jalan lalu bergonggong tiada hentinya "Eeei..... sudah terjadi urusan apa?" Tanya Wi Lian In keheranan. "Biar aku turun ke sana untuk lihat-lihat?" Dengan cepat dia meloncat turun dari atas kuda dan berjalan menuju ke samping jalan untuk memeriksa. Terlihatlah di atas tanah rumput sudah dibasahi hampir separuh bagian bahkan tercium bau yang amat menusuk hidung, dalam hati seketika itu juga tahu apa yang sudah terjadi. Dengan cepat dia menepuk-nepuk badan si anying Cian Li Yen."Cian Li Yen jangan menggonggong lagi jarak kita dengan pihak musuh sudah amat dekat sekali kau janganlah sembarangan menyalak, nanti malah jejak kita konangan." "Ada barang apa tuh di atas tanah rumput itu?" Tanya Wi Lian In. "Dia sudah kencing di sana." Sahut Ti Then sambil naik ke atas kuda tunggangannya. "Sehingga membuat tanah rumput itu jadi basah kemungkinan sekali setengah jam yang lalu dia kencing di sini." "Kalau jarak kita dengan dirinya mungkin sekali tidak sampai sepuluh li saja," Ujarnya Wi Lian In. "Benar, karenanya sejak sekarang gerak gerik kita harus jauh lebih berhati-hati lagi." Dia segera mengangsurkan makanan yang dibelinya tadi kepadanya. "Mari, kita sembari makan sembari melanjutkan perjalanan ujarnya lagi." Wi Lian In segera mengambil satu biji bakpau buat sianying Cian Li Yen-nya kemudian baru mengambil satu biji lagi buat dirinya sendiri, ujarnya kemudian sembari bersantap. "Kalau kita membuntuti dirinya terus menerus seperti ini aku rasa bukanlah satu cara yang bagus, kita harus mencari satu akal untuk turun tangan mencuri pedang itu..." Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Benar," Sahut Ti Then sembari makan bakpaunya. "Tetapi aku masih belum mendapatkan cara untuk mencuri pedang tersebut..." "Bilamana dia mau menginap dirumah penginapan ada kemungkinan kita mem punyai kesempatan untuk turun tangan mencuri. Tetapi jikalau dia tidak mau menginap dirumah penginapan lalu kita mau berbuat apa?" "Jarak dari sini ke kota Tiong Ting Hu masih ada beberapa hari lamanya baiknya secara perlahan-lahan saja kita mencari kesempatan untuk turun tangan."Padahal bukannya dia tidak punya siasat untuk mencuri pedang tersebut sebaliknya dia tidak ingin memperoleh pedang tersebut dengan cepat. Karena dia tahu begitu dia berhasil mendapatkan pedang pendek itu dan diserahkan kepada Wi Ci To maka ada kemungkinan sekali dirinya segera akan dikawinkan dengan Wi Lian In, dia tetap tidak ingin menikah dengan Wi Lian In di bawah perintah dari majikan patung emas, karena itu dia hendak sengaja mengulur waktu lebih lama lagi. Tetapi dia pun tahu si manusia berkerudung berbaju biru, pemuda yang dikirim majikan patung emas untuk mengawasi gerak geriknya sedang mengawasi dirinya terus menerus, maka itu dia harus mau tidak mau memperlihatkan juga sikap sedang berpikir dan mencari siasat untuk mencuri pedang itu. Sudah tentu Wi Lian In sama sekali tidak mengetahui akan hal ini. Terdengar dia berkata lagi. "Tidak perduli bagaimana pun, kita harus berhasil mencuri pedang pendek itu sebelum dia tiba dirumahnya di kota Tiong Cin Hu. Bilamana membiarkan dia pulang ada kemungkinan kita akan menemui kesukaran sewaktu turun tangan mencuri pedang itu." "Aku rasa hal ini belum tentu," Bantah Ti Then segera. "Kemungkinan sekali setelah dia tiba dirumah, kita malah lebih mudah untuk turun tangan." "Bagaimana bisa jadi?" "Setelah sampai dirumah sudah tentu dia tidak akan membawa pedang pendek itu di badannya terus menerus, asalkan... Iiih" Mendadak dia memperdengarkan satu jeritan kaget bersamaan pula menghentikan kudanya. "Ada urusan apa?" Tanya Wi Lian In dengan sangat terperanyat sekali."Baru saja aku menemukan di atas jalan raya berkelebat sesosok bajangan manusia hitam." Air muka Wi Lian In segera berubah sangat hebat. "Apa mungkin bajangan hitam itu adalah dirinya?" Dengan suara yang amat lirih. "Ada kemungkinan," Sahut Ti Then sambil mengangguk. Wi Lian In jadi merasa sangat tegang. "Dia pastilah sudah menemukan diri kita bagaimana kita sekarang?" Tanyanya gugup. "Biar aku cari satu siasat..." Seru Ti Then termenung berpikir sebentar. "Bagaimana kalau mengundurkan diri?" Ujar Wi Lian In memberikan usulnya. "Tidak," Jawab Ti Then dengan cepat. "Kita tidak boleh mengundurkan diri diri. harus pura-pura tidak mengetahui akan hal ini dan tetap melanjutkan perjalanan menuju ke depan." "Bilamana dia munculkan dirinya untuk menghalangi perjalanan kita?" Tanya Wi Lian In lebih lanjut. "Kalau begitu kita pura-pura merasa sangat terkejut kemudian melarikan kudanya untuk lari berpencar, jangan sekali-kali turun tangan melawan dirinya." "Melarikan diri secara berpencar?" Seru Wi Lian In sambil mengerutkan alisnya. "Benar, jikalau dia mengejar aku maka kau melarikan diri dulu kekota Ngo Hong sian dan tunggu aku di sana, aku pasti bisa meloloskan diri dari kejarannya. "Ayoh jalan, sikap kita harus seperti tidak menemukan apa-apa." Setelah berbicara sampai di sini dia segera melarikan kudanya untuk melanjutkan perjalanan kearah depan. Wi Lian In segera mengikuti dari sampingnya.Mereka berdua sembari makan bakpaunya bersama-sama melanjutkan perjalanannya ke depan. Sikap mereka tenang-tenang saja tanpa terdapat perubahan apa pun. "Koko..." Tiba-tiba Wi Lian In membuka mulutnya berbicara. "Kuda Ang Shan Khek yang kita dapatkan dari Ti Kiauw tauw dari benteng Pek Kiam Po itu agaknya tidak mudah untuk melepaskannya, untuk keselamatan kita lebih baik lepaskan saja." Ti Then paham apa maksud dari perkataannya ini, segera dia menyambung. "Tidak, jikalau aku takut banyak urusan aku tidak akan begitu berani merampas kembali kuda itu dari tangan sipetani tua tersebut." "Tetapi," Ujar Wi Lian In lagi. "Bilamana sampai bertemu kembali orang she Wi itu kemungkinan sekali kita bakal menemui kesulitan." "Jangan kuatir, kita tidak mungkin bisa ketemu lagi dengan dirinya" Ujar TI Then tertawa. Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan mendadak terdengar suara bentakan yang amat keras sekali berkumandang keluar dari dalam hutan di samping jalan diikuti munculnya seorang lelaki kasar. Lelaki ini berusia kurang lebih tiga puluh tahunan, wajahnya kurus kering perawakannya juga tidak terlalu tinggi dengan memakai baju berwarna hitam dan pada tangannya mencekal sebilah golok yang memancarkan sinar yang berkilauan. Jika dilihat dari potongan wajahnya yang amat buas dan kejam sekali, jelas sekali dia adalah seorang pembegal dan bukannya Cuo It Sian sipembesar kota itu. Baik Ti Then mau pun Wi Lian In, yang melihat akan hal ini diam- diam pada menghembuskan napas lega. Mereka cuma takut bertemu muka dengan Cuo It Sian, jikalau terhadap orang lain mereka masih tidak memandang sebelah mata pun.Ketika lelaki berbaju hitam itu meloncat turun ketengah jalan segera dia mengangkat goloknya dan dengan buasnya membentak. "Jikalau kalian maui nyawa cepat serahkan buntalan serta kuda itu." Ternyata sedikit pun tidak salah, dia orang bukan lain adalah seorang pembegal jalan. Wi Lian In segera tertawa cekikikan dan menghentikan kudanya. "Aduh.... celaka.... aku sudah bertemu dengan sipembegal jalan." Sipembegal jalan itu sewaktu melihat pada wajah mereka sama sekali tidak memperlihatkan rasa ketakutan barang sedikit pun juga, dia sendiri malah merasa kurang aman dengan cepat tubuhnya maju kembali satu langkah ke depan kemudian mengangkat goloknya siap dibacok ke depan. "Ayoh cepat turun dari kuda," Bentaknya dengan kasar. "Kalau tidak Toaya-mu segera akan bacok-bacok kepala kalian jadi dua bagian." "Jikalau kau mengingini buntalan serta kuda kami lebih baik tanya dulu dengan Cian Li Yen-ku itu," Ujar Wi Lian In sambil tertawa. Si pembegal jalan itu jadi melengak. "Siapa itu Cian Li Yen?" Tanyanya. Wi Lian In segera menunjuk si anying Cian Li Yen yang ada di depan kudanya. "Itulah dia," Jawabnya. Sipembegal jalan itu melirik sekejap kearah sianying Cian Li Yen itu lantas memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang amat menyeramkan. "Macan- pun Toaya-mu bisa bunuh apalagi cuma seekor anying. Hee..... hee..... sungguh lucu sekali....""Kalau kau berani ayoh kau maju........ kau boleh coba-coba rasanya digigit oleh Cian Li Yen....." Ti Then yang melihat Wi Lian In hendak memerintahkan anyingnya untuk melancarkan serangannya kearah sipembegal jalan itu dengan gugup dia mencegah. "Tidak..... jangan, kau jangan memerintahkan sianying Cian Li Yen untuk menggigitnya dulu." Dengan perlahan Wi Lian In putar kepalanya dan kirim satu senyuman manis kepadanya. "Kau tidak usah kuatir terhadap diri Cian Li Yen, dia sudah memperoleh latihan yang amat keras sekali.... dengan kekuatannya sudah cukup untuk memberi perlawanan terhadap seorang jagoan berkepandaian tinggi dari dalam Bu-lim." "Aku tahu," Ujar Ti Then sambil tertawa. "Yang aku kuatirkan kalau Jin-heng ini sampai digigit Cian Li Yen dan menemui ajalnya." Berbicara sampai di sini dia segera menoleh kearah sipembegal jalan itu lalu ujarnya sambil tertawa "Aku lihat wajahmu rada sedikit kukenal agaknya aku pernah bertemu dengan dirimu disuatu tempat.... siapa namamu??" "Tidak usah banyak omong," Bentak sipembegal itu sambil melototkan matanya lebar-lebar, aku mau tanya kalian ingini harta atau jiwa? ayoh cepat jawab." Lama sekali Ti Then memperhatikan dirinya dengan amat teliti tanpa memberikan jawaban, akhirnya secara tiba-tiba saja dia tertawa terbahak-bahak. "Haa... haa sekarang aku sudah teringat kembali," Sahutnya. "Bukankah kau adalah si Sam Su Tou Ji atau sipencuri tiga tangan Kauw Ban Li?" Mendengar disebutnya nama itu airmuka sipencuri tiga tangan segera berubah sangat hebat sekali, terburu-buru dia mundur satulangkah ke belakang, sepasang matanya yang seperti tikus dengan tajamnya berkedip-kedip beberapa kali. "Kawan kau berasal dari golongan mana? kenapa kenal dengan diriku?" Tanyanya dengan terperanyat. "Jika dibicarakan sebenarnya kita adalah termasuk kawan lama," Ujar Ti Then sambil tertawa. Seketika itu juga sipencuri tiga tangan dibuat melengak lagi. "Kawan yang aku sipencuri tiga tangan Kauw Ban Li pernah temui tidak akan terlupakan kembali," Ujarnya. "Sudah tentu, sudah tentu," Sahut Ti Then sambil mengangguk. "Dahulu kau tidak pernah bertemu dengan wajahku semacam ini maka sudah tentu kau tidak kenal lagi?" "Lalu apakah kawan sedang menyamar?" Tanya sipencuri tiga tangan dengan terperanyat. "Benar." Walau pun sipencuri tiga tangan masih tidak tahu siapakah sebenarnya sipedagang berusia pertengahan yang ada di hadapannya saat ini, tetapi dia tahu sudah bertemu dengan seorang jagoan dari Bulim, tidak terasa lagi dia sudah mundur satu langkah ke belakang. "Kawan siapakah sebetulnya kau?" Tanyanya. "Kurang lebih dua tahun yang lalu kita pernah bertemu muka dikota Tiang Ang hari itu aku hendak naik ke atas sebuah loteng rumah makan sedang kau mau turun dari atas loteng, lagakmu seperti orang sedang kemabokan dan sewaktu turun sudah menabrak diriku... sudah ingat bukan?" "Tidak salah," Sahut Si pencuri tiga tangan dengan wajah yang sudah berubah memerah dia angkat bahunya ke atas. "Cayhe memang pernah berkeluntungan selama dua tahun lamanya di dalam kota Tiang An, di dalam dua tahun ini memang setiap haricayhe berada di dalam keadaan mabok terus. Entah siapakah sebetulnya kau orang." "Seharusnya kau masih ingat dengan diriku" Ujar Ti Then sambil tertawa. "Karena setelah kejadian itu kau pernah berkata dengan aku, kau bilang baru untuk pertama kalinya kau tertangkap sewaktu menyalankan operasimu." Air muka sipencuri tiga tangan segera berubah semakin riku sekali. "Sesungguhnya aku semuanya sudah mengalami tiga kali gagal dalam pekerjaanku, pertama kali tertangkap ditangan sipendekar baju hitam Ti Then, sedangkan kedua serta ketiga kalinya air sungai menenggelamkan kuil raja naga aku sudah mencopet kawan berasal dari satu jalan." "Dan akulah orang yang untuk pertama kalinya menangkap dirimu itu" Sambung Ti Then sambil memperendah suaranya. "Kau adalah...." Teriak sipencuri tiga tangan dengan sangat terperanyat. "Stt.... jangan menyebut nama serta julukanku, kalau tidak aku segera akan suruh kau merasakan bagaimana rasanya kalau otot serta urat nadi di-pisah-pisahkan." Mendengar perkataan tersebut si pencuri tiga tangan jadi semakin terkejut dengan cepat dia mengucek-ucek matanya lalu dengan seluruh kekuatannya melototi diri Ti Then. "Apa betul dirimu ?" Ti Then segera mengangguk dan tersenyum. "Hari itu kau berpura-pura mabok dan menumbuk aku sewaktu naik ke atas loteng, mengambil kesempatan itu kau sudah mencuri uang perakku, tetapi segera bisa aku ketahui, aku lantas kirim satu totokan merubuhkan dirimu, tubuhmu lantas terjatuh ke bawah loteng sehingga membuat seluruh wajah dan badanmu bengkak- bengkak menghijau setelah itu."Sipencuri tiga tangan yang mendengar perkataan itu sampai di sana dengan cepat dia membuang golok yang ada ditangannya dan jatuhkan diri berlutut untuk kemudian menganggukan kepalanya. "Hamba ada mata tak berbiji, ternyata kali ini sudah berani mengganggu kau Ti.. Ti.. " "Jangan sebut namaku," Seru Ti Then dengan cepat. Seluruh tubuh si pencuti tiga tangan segera tergetar dengan amat kerasnya. "Baik... baik... sahutnya dengan gugup. Hamba harus mati, silahkan kau orang suka memaafkan aku sekali ini lagi, lain kali hamba bersumpah tidak akan berbuat jahat lagi dan tidak akan melakukan perbuatan yang memalukan ini lagi." "Sekarang kau berdirilah, jangan terus menerus berlutut," Ujar Ti Then sambil tertawa. "Kalau kau suka memaafkan diriku dan mengam puni lagi diriku maka hamba baru berani berdiri," Ujarnya sipencuri tiga tangan sambil tetap melanjutkan anggukan kepalanya. "Semuanya kau sudah membunuh berapa orang?" Tanya Ti Then kemudian. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Seorang pun aku tidak membunuh," Sahut sipencuri tiga tangan sambil gelengkan kepalanya berulang kali. "Omong kosong." "Sungguh," Seru sipencuri tiga tangan merengek. "Golok dari hamba ini selamanya cuma digunakan untuk menakut-nakuti orang yang lewat di sini saja, setetes darah pun belum pernah terciprat dari golok tersebut." -ooo0dw0ooo- Jilid 30 "HMM.. nyalimu semakin lama semakin berani yaaa, pertama- tama kau ahli mencopet harta benda orang lain, sekarang semakin berani lagi perbuatanmu, berani benar menggunakan golok untuk membunuh orang dan merampok harta kekayaan yang dibawa," Bentak Ti Then dengan keras. "Hamba benar-benar tidak membunuh seorang pun" Teriak si pencuri tiga tangan dengan keras. "Kali ini hamba jadi si pembegal sesungguhnya dikarenakan desakan biaya hidup, hamba terpaksa mau tidak mau harus melakukan pekerjaan ini." "Telur nenekmu, apakah ketiga buab tanganmu sudah dipotong orang lain?" Bentak Ti Then lebih lanjut, Si pencuri tiga tangan segera tertawa pahit. "Boleh dibilang memaag sudah dipotong orang lain" Sahutnya perlahan. "Siapa yang punya keahlian yang begitu dahsyatnya sehingga melarang kau untuk melakukan pekerjaan mencopet lagi?" Liong Touw Lotoa kami sendiri. "Miauw So Suseng?" Seru Ti Then sambil memandang tajam wajahnya. "Benar, memang dia orang," Sahut si pencuri tiga tanga mengangguk. "Dia melarang, kau mencopet baraag milik orang lain?" "Benar," Sekali lagi si pencuri tiga tangan mengangguk. "Kenapa?" "Ada satu kali di kota Tiang An juga hamba melihat ada seorang kakek tua yang memakai baju yang amat perlente, dari badan kakek berbaju perlente itu hamba berhasil meacuri sebuah intan permata yang mahal harganya. sewaktu aku merasa kegirangan itulah mendadak aku menghadap. saat itu terlihatlah banyak kawan-kawan lain dari satu golongan sudah pada berkumpul di sana. Liong Touw LoToa tanya di antara kita siapa yang sudah mencuri sebuah intan permata dari badan seorang kakek tua yang memakai baju perlente siauw jin segera mengaku akulah yang si pencuri, dengan langkah lebar Liong Touw Lo toa segera menghampiri siauw jin dsn lantas hadiahi beberapa tamparan membuat mukaku jadi beegkak" "Kenapa?" Tanya Ti Then tertawa. Dengaa wajah yang meringis kera dia menyawab "Siauw jin punya mata tidak melihat gunung Thay san, kiranya kakek tua berjubah perlente itu bukan lain adalah ayah dari Liong Touw Lotoa kami" "Haaa , haaaa .,. haaa , , bagus sekali bagus sekali" Seru Ti Then sambil tertawa terbahak-baha. Kau manusia rendah juga berani mengganggu kepala Thay Swi memang harus mati , . memang harus mati," "Heeeei ..." Si pencuri tiga tangan menghela napas panyan- panjang dengan sedihnya. "Selama beberapa tahun ini nasib siauw- jin memang kurang mujur- selalu mendapatkan mangsa yang salah saja," "Liong Touw Lo-toa kalian memang tidak seharusnya memberi hukuman kepadaku dia boleh mencopet harta kekayaan milik orang lain kenapa orang lain tidak diperkenankan mencopet harta kekayaan milik ayahnya?" "Dia bilang siauw-jin sudah memyeset kulit mukanya karena itu menghukum hamba untuk Menutup tangan selama tiga tahun lamanya. coba kau bayangkan jikalau mengharuskan hamba menutup pintu selama tiga tahun lamanya dia selama tiga tahun ini tidak dapat pekerjaan bagaimana siauw ji bisa mendapat uang untuk membeli makanan? di dalam keadaan yang terpaksa siauw jin mau tidak mau harus ganti pekerjaan sebagai pembegal jalan. tetapi siauw jin benar-benar tidak pernah melukai barang seorang pun, yang hamba minta cumalah harta kekayaan orang yang lewat di sinikarena hamba tahu melukai orang cuma mendatangkan kerepotan saja karena itu siauw-jin tidak berani melakukan pekerjaan itu." "Eeeei apa kau sering sekali membegal harta kekayaan dari orang yang lewat di jalan ini?" Tiba-tiba Wi Lian In nyeletuk. "Tidak," Jawab si pencuri tiga tangan sambil gelengkan kepalanya. "Setiap tempat siauw-jin cuma melakukaa pekerjaan selama tiga lima hari saja, siauw-jin tidak berani berdiam terlalu lama." "Dijalan ini kau sudah melakukan berapa hari?" Tanya Wi Lian In. "Ini hari adalah hari kedua, tetapi cuma mendapatkan tiga kali hasil saja, mendapat uang tidak seberapa banyak." "Kurang lebih setengah jam yang lalu apakah kau melihat ada seorang kakek tua berbaju hijau lewat di sini." "Oouw ... nona maksudkan si pembesar kota Cuo It Sian?" Tanya si pencuri tiga tangan. "Tidak salah" Sahut Wi Lian In dengan amat girang. "Kau melihat dirinya?" "Benar," Sahut si pencuri tiga tangan mengangguk. "Untung sekali siauw-jin segera mengenal kembali kalau dia adalah si pembesar kota sehingga tidak berani muuculkan diri untuk menghalangi perjalanannya, jikalau siauw-jin tadi tidak sampai melibat lebih jelas mungki nyawa anyingku pun sudah lenyap." "Dia melihat dirimu tidak?" Sekail lagi sipencuri tiga tangan menggelengkan kepalanya .Begitu siauw-jin melihat dirinya berjalan mendatang, siauw-jin lantas bersembunyi di balik pepobonan dan tidak berani bergerak sampai napas pun tidak berani terlalu keras" "Bagus ,, bagus sekali," Seru Wi Lian In dengan amat girang sekali. "Sekarang aku mau Tanya lagi" Ilmu mencopetmu lihay atau tidak ?"Si pencuri tiga tangan tidak mengetahui apa meksud dari perkataan ini, dia jadi ragu-ragu sebentar. "Tidak berani dikatakan terlalu lihay. yaa , , ..boleh di kata cukup untuk memperoleh sesuap nasi saja." Sahutnya kemudian. "Sebetulnya bagaimana ?" Tanya Wi Lian In kemudian sambil menoleh kaarah Ti Then. Ti Then tersenyum. "Diantara kawan-kawan segolongannya bolwh dikata dia merupakan salah seorang jagoannya yang berkepandaian paling tinggi" "Kalau begitu bagaimana kalau kita mintai bantuannya ?" "Baik sih baik. cuma .. - .." "Kenapa ?" "Kauw Ban Li," Seru Ti Then sambil menoleh kearah diri si pencuri tiga tangan "Beranikah kau pergi msncuri barang yang ada dibadan Cuo It Sian?" Mendengar perkataan tersebut si pencuri tiga tangan jadi amat terperanyat sekali dengan gugupnya dia menggelengkan kepalanya. "Tidak ... tidak , ..siauw-jin tidak berani.. siauw-jin tidak berani" Tolaknya dengan cepat. "Si pembesar kota Cuo It Sian merupakan salah satu jagoan yang berkepandaian paling tinggi pada saat ini di dalam Bu-lim bilamana tidak untung siauw-jin kena tertawan bukankah nyawaku akan melayang ?" "Cuo It Sian bukanlah seorang iblis tukang penjagal manusia, buat apa kau takuti dirinya?" Sambung Wi Lian In lebih lanjut. "Tidak , ..tidak," Ber-turut sipencuri tiga tangan menggelengkan kepalanya lagi berulang kali. "Sekali pun nyali siauw jin lebih besar pun tidak akan berani mengganggu diri si pembesar kota itu." Kami ingin sekali mendapatkan semacam barang milik Cuo It Sian. bilamana kau mau membantu usaha kita ini dan mencurikan benda tersebut buat kami maka jasa mu itu bisa digunakan untukmenebus dosamu kali ini. kami bisa lepaskan satu jalan hidup buat dirimu, kalau tidak bmm.., hm m..." Mendengar perintahnya itu sepasang mata dari si pencuri tiga tangan terbelalak lebar-lebar, dengan amat terkejut sekali serunya. "Kalian berdua ingin mendapatkan barang apa dari sipembesar kota Cuo It Sian itu?" "Kau menyanggupi dulu untuk mencurikan buat kami sesudah itu aku baru beritahu urusan ini kepadamu." Sinar mata dari si pencuri tiga tangan segera beralih ke atas wajah dari Ti Then jelas air mukanya memperlihatkan keragu- raguan serta rasa terperanyatnya. "Kau dengan si pembesar kota adalah sama-sama seorang pendekar yang mem punyai nama sangat terkenal sekali di dalam Bu-lim" Serunya. "kenapa ..kenapa . " "Alasannya aku tidak bisa memberitahukan kepadamu," Jawab Ti Then samnbil tertawa. "tetapi aku boleh beritahu kepadamu akan sesuatu. jikalau ksu bantu mendapatkan barang itu berarti juga sudah membantu kami untuk melakukan satu pekerjaan mulia." Agaknya rasa hormat dari si pencuri tiga tangan terhadap diri sipembesar kota Cuo It Sian jauh melebihi rasa hormatnya terhadap diri Ti Then mendengar perkataan tersebut dia tetap memperlihatkan rasa keragu-raguannya. "Sungguh ?" Tanyanya. "Kau tahu siapakah dia orang?" Tanya Ti Then kemudian sambil menuding kearah diri Wi Lian In. "Siauw jin tidak tahu," Jawab si pencuri tiga tangan sambil gelengkan kepalanya. "Dia adalah putri kesayangan dari Wi Pocu dari Benteng Pek Kiam Po. Wi Liao In adanya,""Aaaah kiranya nona Wi," Teriak si pencuri tiga tangan Kauw Ban Li dengan amat terperanyat. Dengan nada serta kedudukan dari nona Wi serta aku orang tidak perduli kami hendak melakukan pekerjaan apa pun kau boleh merasa berlega hati." "Aku masih bisa menanggung akan sesuatu, apa yang kami minta bukanlah harta kekayaan melainkan semacam barang yang semula adalah milik ayahku sendiri," Sipencuri tiga tangan jadi amat terperanyat sekali. "Aaaaa ... Cuo It Sian sudah mencuri barang milik ayahmu?" "Kita tidak bisa mengatakan dia sudah mancuri barang milik ayahku" Sahut Wi Lian In lebih lanjut. "Pokoknya dikarenakan semacam alasan yang tidak bisa dijelaskan. .- coba kau jawablah dulu mau bekerja untuk kami atau tidak?" "Yang Siauw jin takuti kalau sampai aku ketangkap olehnya kemungkinan , kemungkinan" Seru Si pencuri tiga tangan tetap ragu ragu. "Sekali pun begitu belum tentu harus menemui ajal" Potong Wi Lian In dengan cepat. "Asalkan kau tidak bilang kami yang memerintahkan dirimu untuk melakukan pekerjaan tersebut maka dia cuma menganggap kau sebagai searang pembegal jalan biasa saja, paling banyak yaaa bakal merasakan sedikit penderitaan saja" Si pencuri tiga tangan termenung berpikir sebentar, lalu tanyanya lagi "Jikalau Siauwjin tidak untung kena tangkap, bilamana dia hendak turun tangan membinasakan hamba maukah kalian berdua turun tangan menolong Siauw jin?" "Tidak" Jawab Ti Then sambil gelengkan kepalanya. Diam-diam Si pencuri tiga tangan menarik napas panjang- panjang dia tertawa pahit."Kalau begitu siauw jin tidak punya nyali untuk melakukan pekerjaan ini" Ujarnya. "Asalkan kau jangan bilang kami yang memerintahkan dirimu untuk melakukan perbuatan tersebut, aku rasa tidak akan berbahaya" "Tidak bisa jadi . tidak bisa jadi" Teriak si pencuri tiga tangan Kauw Ban Li sambil goyangkan tangannya berulang kali. "Kalau begitu yaa sudah," Dia tahu dengan kepandaian dari si pencuri tiga tangan bilamana dia sudah menyanggupi untuk mencurikan pedang pendek yang ada di tangan Cuo It Sian maka kemungkinan sekali pekerjaan tersebut dapat mencapai hasil yang diharapkan, tetapi dia pun tidak mengharapkan bisa berhasil tnencuri pedang pendek itu secepatnya, karena itu dia orang tidak mau terlalu memaksa si pencuri tiga tangan untuk melakukannya. Tetapi Wi Lian In tidak mau melepaskan begitu ssya kesempatan yang baik ini dia tertawa dingin. "Tidak, kau harus menerima pekerjaan ini" Tandasnya Si pencuri tiga tangan jadi amat gugup sekali. "Nona Wi, kau baik-baiklah melepaskan diriku, Siauw jin benar- benar tidak punya nyali untuk mencopet barang milik si pembesar kota" Ujarnya setengah merengek. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Walau pun kepandaian silatnya amat tinggi tetapi terhadap perbuatan mencopet sama sekali dia tidak bisa berjaga-jaga buat apa kau takuti dirinys ?" "Tetapi ,. " "Kalau kau tidak-setuju juga boleh saja" Ujar Wi Lian In kemudian sambil meloncat turun dari kudanya. "Sekarang ambil kembali golokmu itu,""Nona Wi, kau bermaksud untuk berbuat apa?" Tanya Si pencuri tiga tangan dengan ketakutan lantas mundur beberapa langkah ke belakang. "Aku tidak dapat melepaskan seorang pembegal yang mendatangkan celaka buat orang orang yang melakukan perjalanan melewati tempat ini, tetapi aku sanggup untuk memberi satu kesempatan buatmu untuk beradu jiwa, bilamana kau ingin tetap hidup maka kau harus mengalahkan diriku" Saking takutnya seluruh air muka Si pencuri tiga tangan sudah berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat. "Tidak, tidak" Serunya sambil goyangkan tangannya berulang kali. "Siauw jin tahu kalau kepandaian hamba bukanlah tandingan dari nona Wi. Nona Wi kau am punilah aku orang ini," "pungut senyatamu dan berdiri!" Perintah Wi Lian In dengan suara yang amat dingin. Si pencuri tiga tangan segera menoleh kearah Ti Tben dan memohon kepadanya. "Ti ..slauwhiap, kita sudah punya jodoh untuk bertemu muka satu kali. tolonglah diriku dan lepaskan siauw jin kali ini" "Sayang aku tidak berkuasa" Seru Ti Then sambil gelengkan kepalanya. Mendadak Wi Lian In berkelebat dan maju mencengkeram baju di dadanya lantas mengangkat badannya yang sedang berlutut di atas tanah itu. "Aku kasi muka padamu kau tidak mau menerima, ini hari janganlah kau menyalahkan kalau nonamu tidak akan berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu." Selesai berkata telapak tangannya segera diangkat dan siap-siap turun tangan melancarkan serangan. Si pencuri tiga tangan jadi amat terperanyat sekali, teriaknya kemudian."Baik, baiklah, siauw jin menerima permintaan kalian itu." Tangan kanan dari Wi Lian In segera di tekuk, kedua jari tengah serta telunjuknya dengan bagaikan kilat cepatnya berkelebat menotok jalan darah Hiat Bun Sang Ci Hiat pada iga kanannya lalu baru lemparkan badannya ke atas tanah. "Totokan ini aku menggunakan ilmu totokan tunggal dari Benteng Pek Kiam Po kami di dalam kolong langit saat ini tiada seorang pun yang bisa membebaskannya kecuali aku serta ayahku, sekarang aku totok dulu jalan darah Hiat Bun Sang Ci Hiat di badanmu, enam bulan kemudian jikalau tidak diobati maka kau akan muntah darah dan binasa." Mendengar perkataan dari Wi Lian In ini si pencuri tiga tangan benar-benar merasa ketakutan. "Nona Wi" Teriaknya ngeri. "Siauw jin sudah menyanggupi nona untuk melakukan pekerjaan tersebut, kenapa sekarang nona masih turun tangan juga mencelakai diri siauw jin?" "Jangan takut, di dalam sepuluh hari ini kau tidak akan marasa badannya berubah" Ujar Wi Lian In tenang saja. "Menanti sesudah kau berhasil memperoleh barang tersebut aku segera akan turun tangan membebaskan jalan darahmu itu dan mengobatinya." "Bilamana siauw jin tidak sanggup untuk mencopet barang itu?" Tanya Si pencuri tiga tangan dengan kaget. "Untuk menolong nyawamu sendiri kau harus berhasil mendapatkan benda tersebut" "Tapi kalau siauw-jin tidak untung tertawan olehnya, lalu ..." "Menanti setelah dia membebaskan dirimu aku baru turun tangan menolong dirimu." "Baiklah," Ujar Si pencuri tiga tangan kemudian dengan sedih lantas bangkit berdiri. "Sekarang beritahu kepada siauw jin kalian menghendaki benda apa dari badannya." "Sebilah pedang yang bernama Biat Hun Kiam.""Pedang pendek itu apa selalu ada di badannya?" Tanya Sipencuri tiga tangan lebih lanjut. "Tidak salah" Sahut Wi Lian In mengangguk. "Kau harus bzrusaha mencurinya dapat pedang pendek itu sebelum dia tiba dirumahnya dikota Tiong Cing Hu." "Dia lewat ditempat ini setengah jam yang lalu, ada kemungkinan saat ini sudah berada beberapa puluh li jauhnya, bolehkah siauw-jin berangkat sekarang juga?" "Dia tidak tahu ada orang yang hendak mengejar dirinya, kau lebih baik mengejarnya dengan sekuat tenaga, kemungkinan sekali masih bisa menyandak dirinya." "Setelah aku berhasil memperoleh barang itu siauw jin harus mencari kalian kemana?" Tanya sipencuri tiga tangan kemudian. "Asalkan kau lari balik kemari sudah tentu bisa bertemu dengan kita." "Baiklah," Ujar si pencuri tiga tangan sambil garuki kepalanya. "Siauw jin segera akan mengejar dirinya, semoga saja di dalam dua tiga hari ini bisa memperoleh hasil," Selesai berkata dia merangkap tangannya memberi hormat lalu putar badannya beelalu dari sana. "Tunggu dulu," Tiba-tiba Ti Then berteriak. "Ti siauwhiap ada perintah apa lagi?" Tanya sipencuri-tiga tangan sambil putar badan. "Tidak perduli kau berhasil mendapatkan barang itu atau tidak lebih baik kau jangan membocorkan urusan ini ketempat luaran, kalau tsdak sebelum kau berhasil mulai di dalam pekerjaanmu kau bakal menemui kematian." "Baik, baik, baik . ." Seru sipencuri tiga tangan berulang kali. "Tentang hal ini siauw jin paham, sekali pun siauwjin sudah makan nyali macan juga tidak akan berani membocorkan urusan ini ketempat luaran""Kalau begitu baiklah, sekarang kau boleh pergi," Seru Ti Then kemudian sambil mengulapkan tangannya. Si pencuri tiga tangan cepat-cepat putar badannya dan berlari meninggalkan tempat itu hanya di dalam sekejap saja dia sudah lenyap di balik kegelapan. Wi Lian In segera membungkukkan badannya memungut kembali golok yang menggeletak di atas tanah itu lantas dibuangnya ke tengah hutan setelah itu baru naik kembali ke atas kuda tunggangannya dan tersenyum. "Kau mengira dia bisa memperoleh hasil tidak ?" "Ilmu mencopetnya sangat libsy sekali, ada kemungkinan dia bisa memperoleh hasil," "Bilamana dia bisa memperoleh hasil kemungkinan sekali Cuo It Sian tidak menduga kalau pekerjaan itu kita yang perbuat bukan ?" Tanya Wi Lian In kemudian. "Bagaimana bisa jadi ?" "Dulu sewaktu dia meocopet uang perakmu bukankah dia berpura-pura seperti seorang mabok dan menumbuk dirimu ?" "Tidak salah," Sahut Ti Then mengangguk. "Bilamana waktu itu kau tidak merasa dan kemudian kau menemukan uangmu sudah lenyap, tentu di dalam anggapanmu sudah menduga dialah yang berbuat, bukan begitu ?" "Benar" "Kalau begitu jikalau dia mencopet dengan menggunakan cara yang sama maka Cuo It Sian di kemudian hari bisa menduga kalau pedang pendeknya itu ada kemungkinan dicopet orang lain, sedangkan orang-orang Benteng Pek Kiam Po kita tidak ada seorang pun yang memahami ilmu mencopet maka itu dia tidak akan menduga kalsu pekerjaan itu kita yang perbuat.""Perkataanmu ini kedengarannya memang sangat beralasan" Seru Ti Then tersenyum. "Apa mungkin salah?" Tanya Wi Lian In heran. "Menurut penglihatanmu: tidak perduli Si pencuri tiga tangan hendak mencuri pedang pendek itu dengan cara apa pun sewaktu Cuo It Sian menemukan pedang pendeknya kena tercuri maka dia akan menduga itulah perbuatan dari kita." "Tetapi dia tidak mem punyai bukti." "Buat apa dia membutuhkan bukti?" "Kalau begitu sewaktu dia menemukan pedang pendeknya tercuri dan memastikan kalau perbuatan itu adalah hasil pekerjaan dari Benteng Pek Kiam Po kita, coba kau pikir dia akan melakukan gerakan apa lagi" Tanya Wi Lian In. "Sudah tentu dia akan berusaha untuk merebut kembali dari tangan kita" "Hmmm," Dengus Wi Lian Ia dengan dingin. "Kali ini dia jangan harap bisa merebutnya kembali dari tangan kita," "Tetapi sekarang kita belum memperoleh hasil," "Aku percaya Si pencuri tiga tangan pasti akan berhasil" Sahut Wi Lian In sambil tertawa kikuk- "Tadi kau menggunakan cara apa menotok jalan darah Hiat Bun Sang ci Hiat-nya?" Tanya Ti Then kemudian. "Coba kau terka," Seru Wi Lian Im sambil tertawa ringan. Ti Then segera angkat bahunya. Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Sakit Hati Seorang Wanita Karya Kho Ping Hoo Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo