Ceritasilat Novel Online

Bukit Pemakan Manusia 21


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 21


Bukit Pemakan Manusia Karya dari Khu Lung   Apa yang dikatakan memang merupakan suatu kenyataan, manusia berkerudung emas itu tak sanggup membantah barang sepatah katapun.   Seratus tujuh puluh jurus, seratus delapan puluh jurus.   Gui Sam tong sudah harus memaksakan diri untuk melakukan pertahanan, tenaga dalam yang sudah hilang akibat mempertahankan diri itupun telah mencapai delapan puluh persen lebih.   Serangan demi serangan yang dilancarkan manusia berkerudung itupun sudah semakin lamban, tampaknya hal inipun disebabkan dia kehabisan tenaga.   Seratus sembilan puluh jurus sudah lewat..   Mendadak manusia berkerudung hitam ini menghimpun sisa tenaga yang dimilikinya untuk melepaskan sebuah bacokan dari atas menuju ke bawah.   Gui Sam-tosg terpaksa haius menggigit bibir sambil mengayunkan pedangnya untuk menangkis, tapi akibatnya, sekalipun bacokan maut itu berhasil ditahan, namun dia sendiri juga sudah terpental sehingga jatuh dan terguling diatas tanah.   Seratus Sembilan puluh satu jurus! Mendadak manusia berkerudung mengayunkan pedangnya ambil melancarkan sebuah tusukan kilat dari sisi sebelah samping.   Gui Sam-tong benar benar sudah tak samnggup untuk mempertahankan diri lagi terpaksa dia harus menggunakan sepasang tangannya untuk bersama sama menggenggam pedangnya menahan ancaman tersebut.   Sebaliknya, manusia berkerudung itupun teah menggunakan kedua belah tangannya pula untuk menggenggam gagang pedang tersebut.   Pada jurus yang keseratus sembilan puluh dua, sekali lagi manusia berkerudung itu rnelancarkan serangan dengan menggunakan jurus Heng sau kang hoo (menyapu rata sungai besar) Untuk kesekian kalinya, kembali Gui Sam tong berhasil menahan serangan tersebut, cuma tangannya telah tak bertenaga lagi untuk menggenggam pedang, seketika itu juga senjata nya mencelat sejauh enam tujuh depa dari tempat semula.   Habis sudah kini dalam keadaan demikian jangankan tenaga untuk perlawanan, untuk merangkak selangkah saja Gui Sam tong sudah tidak marrpu lagi.   Bagaimana dengan manusia berkerudung itu? Dia masih sanggup untuk menyerang sebanyak tiga gebrakan lagi.   Itulah sebabnya, manusia berkerudung itu mulai memperdengarkan suatu tertawanya yg menyeramkan, suara tertawanya telah bercampur aduk dengan suara dengusan napas yang memburu.   Sekali lagi dia mengangkat pedangnya tinggi tinggi, kemudian dengan sisa kekuatan yang dimilikinya dia melepaskan sebuah bacokan maut kebawah untuk membegal batok kepala Gui sam tong.   Didalam keadaan demikian Gui Sam tong hanya bisa memejamkan matanya belaka, diam dia merasa agak mendendam juga terhadap Wong Peng ci.   Cuma dalam keadaan kehabisan tenaga sehingga kekuatan untuk bergerak saja tak punya seseorang pasti akan enggan untuk berfikir terlalu banyak, maka rasa dendamnya terhadap Wong Peng ci pun hanya melintas sebentar dalam benaknya.   Kini pedang mestika dari manusia berker.   dung emas uu sudah berada diatas batok kepala Gui Sam tong.   Mendadak suatu kejadian aneh telah berlangsung.   Ternyata bacokan pedang mestika dari manusia berkerudung itu tak berhasil diayunkan kebawah.   Padahal Gui Sam tong telah memejamkan matanya rapat-rapat sambil menunggu datang nya Kematian! Karena tengkuknya tidak merasa sakit serta dia membuka matanya kembali Apa yang kemudian yang terlihat, kontan saja membuat Gui Sam tong tertawa gembira.   Tampak Wong Peng ci sedang mencengkeram pergelangan tangan dari manusia berkerudung itu.   kemudian dengan gampang sekali dia telah merampas pedang mestika yang berada di genggaman manusia berkerudung itu dan membuangnya jauh jauh.   Malahan peristiwa aneh itu tidak berlangsung sampai disitu saja.   Setelah berhasil merampas pedang mestika manusia berkerudung itu, ternyata Wong Peng ci.   segera turun tangan melepaskan kerudung yang menutupi wajah orang itu.   Bedtu kain ketudungnya terlepas, segera terlihatlah bahwa erang itu adalah seorang kakek berusia lima puluh tahunan.   Gui Sam tong menjadi tertegun beberapa saat lamanya bagaikan bertemu dengan setan, ia tak tahu apa gerangan yang telah terjadi.   Mengapa manusia berkerudung itu tidak mencoba untuk berkelit atau mencoba melakukan perlawanan.   Untung saja beberapa persoalan yang menjadi teka teki d.dalam benaknya itu segera memperoleh jawaban.   Begitu kain kerudungnya dicopot, kakek itu sepera menjerit keras dengan perasaan kalut "Aaah....   jadi.....   jadi kau masih mempunyai ilmu silat ?"   Begitu mendergar perkataan tersebut, Gui sam tong segera memahami apa gerangan yang sudah terjadi.   ia segera tertawa.   Kepada kakek tersebut, Wong Peng-ci segera berkata.   'Ucapanmu memang tepat sekali tenaga dalam dari aku orang she Wong masih terap utuh, tentang ini tentunya jauh diluar dugaan si tua bangka pemegang lencana Lok hun pay bukan ? Dan tentu saja termasuk pula diri mu."   Kata orang she Wong tersebut.   "Aku rasa kau pasti lebih memahami tentang peraturan dari si tua bangka pemegang lencana Lok hun pay bukan? Barang siapa kain kerudungnya terlepas sehingga kelihatan wajah asli nya, itu berarti hanya ada jalan kematian yang tersedia bukan ?"   Sembari berkata, dia lantas turun tangan untuk menotok jalan dari kakek itu Kemudian dia merogoh kedalam saku kakek itu dan mengeluarkan sebuah lencana emas Hou tau kim pay dari sakunya.   Sekarang kakek itu baru tahu kalau dia sudah tertipu, dalam keadaan demikian mau menangispun ia tak bisa lagi.   Berbeda dengan Gui Sam tong, dia menjadi amat gembira, sambil melompat bangun seru nya ;   "Lo Wong, rupanya ilmu silatmu masih belum punah ?"   "Yaa, belum, tentunya kau tidak menyangka bukan?"   Kata Wong Peng ci sambil tertawa Gui Sam tong segera menggelengkan kepala nya berulang kali.   "Jangan toh aku, sekalipun si setan tua itu pun tak pernah menyangka sampai disitu."   Sekali lagi Wong Peng ci tertawa terbahak bahak, katanya kepada Gui Sam tong sambil menuding kearah kakek itu .   "Lo Gui, tahukah kau kalau situa yang sudah menyelamatkan selembar jiwamu?"   Gui Sam tong agak tertegun, Segera serunya .   "Apa? Barusan, hampir saja tua bangka ini hendak merenggut selembar jiwaku, menngapa kau malah mengatakan....."   Sambil tertawa terkekeh-kekeh Wong Peng ci segera berkata.   "Coba kalau tua bangka keparat ini datang terlambat satu langkah saja! bukankah kau akan segera turun tangan melawanku ?"   "Benar, baru saja aku akan turun tangan terhadap dirimu, keparat itu telah muncul!"   "Nah itulah dia, padahal kau menganggap tenaga dalamku sudah punah, tentu saja kau tak akan bersiap sedia terhadap diriku, kau tentu akau maju kedepan dan turun tangan se enaknya, karena menurut anggapanku serangan yang macam apapun pasti akan berhasil membunuhku ? Padahal asal kau turun tangan, apakah aku tak akan segera turun tangan untuk menghadapi dirimu....?"   Paras muka Gui Sam tong segera berubah hebat.   "Benar, benar! Karena kuanggap tenaga dalammu sudah punah, sudah barang tentu aku tidak akan mempergunakan senjata tajam, lebih-lebihlagi tak akan bersiap sedia, jika aku sampai turun tangan......haaah......haaah,.....haaaahh"   Mendadak paras Wong Peng-ci berubah hebat, kemudian serunya lebih jauh.   "Lo Gui. tenaga dalam serta kepandaian silat mu tentunya jauh lebih tinggi daripada diriku bukan ?" 'Selisihpun tidak terlalu banyak, tidak banyak, hanya sedikit sekali.....'Gui Sam-tong tersenyum. Jelas ucapan tersebut merupakan ucapan yg amat sungkan, hanya saja perkataan yang di utarakan bukan pada waktunya. Wong Peng-ci tidak tertawa paras mukanya berubah semakin berubah dingin lagi maka katanya lebih jauh.   "Dan sekarang ?"   Tampaknya Gui Sam tong seakan akan tidak memahami perkataannya itu, segera jawabnya "Sekarang..,sekarang.,."   "Maksudku, kini kau sudah melakukan pertarungan sengit, tapi tenaga dalammu telah banyak yang hilang akibat suatu pertarungan yg seru, apakah kau masih bisa diikatakan kepandaianmu masih sedikit lebih hebat daripadaku!' Dengan cepat Gui sam tong memahami ucapan tersebut, katanya kemudian dengan cepat.   "Temu saja aku sudah tak mampu untuk menandingi dirimu sekarang..."   "Nah itulah dia, bila aku tak menghajar si harimau selagi berada dalam kurungan apakah aku akan menunggu sampai si harimau pulang gunung baru memberi kesempatan Kepadanya untuk mencengkeramku? Saudara Gui, kau ada lah seorang yang cerdas, tentunya kau cukup memahami tujuan akan perkataanku ini."   Gui Sam Tong mengerti, tentu saja dia mengerti.   maka diapun tidak banyak berbicara Sebaliknya Wong Peng ci kembali berkata sambil tertawa; 'Aku pikir, sekarang tentunya saudara Gui sam tong sudah mengerti bukan, apa sebab-nya aku berlagak seakan akan tak punya kepandaian lagi? tentunya kaupun sudah paham bukan kenapa aku baru turun tangan setelah kalian berdua kehabisan tenaga lebih dahulu ...?"   Gui Sam tong segera menundukkan kepalanya rendah rendah.   "   Saudara wong benarkah kau hendak turun tangan kepada diriku ?"   Serunya "Haah.. haa ..ha.... mengapa tidak?"   Ya, mengapa Wong Peng Ci tak akan berbuat demikian ? Kalau berbicara soal perasaan, kedua belah pihak boleh dibilang sama sekali tak berperasaan.   Kalau dibilang teman? Dia malah semula bermaksud untuk merenggut jiwanya.   Dan sekarang keadaan sudah terbalik, apalagi yang dia lakukan selain berkentut? Wong Peng ci memperhatikan sekejap kakek , itu, lalu memandang pula ke arah Gui Sam tong, setelah iit baru katanya.   "Saudara Gui, kau harus menahan diri"   Sembari berkata, dia segera turun tangan, Gui Sam tong ingin berkelit, tapi dia tak mampu untuk berkelit.   Bukannya tak mau berkelit, tapi tak bertenaga lagi untuk berkelit.   Bila seseorang sudah kehabisan tenaga dan beristirahat, maka semua kelelahan akan datang bersama sama, waktu itu dia ingin bergerak pun tak bisa, karena dia memang tak berkekuatan lagi untuk bergerak.   Oleh karena itu, semua kepandaian silat yg miliki Gui Sam tong segera dipunahkan.   Nasib kakek itu lebih buruk lagi, bukan cuma enaga dalamnya saja yang dipunahkan, bahkann lengan kirinya sudah tak dapat dipergunakan lagi untuk selamanya.   Menyusul kemudian, Wong Peng ci mengambil keluar lencana emas Pa tau kim pay dari saku Gui Sam tong dan membebaskan jalan darah kakek itu kemudian sambil tertawa terkekeh kekeh dia berjalan meninggalkan tempat itu Sepeninggal Wong Peng ci, kakek itu dan Gai Sam tong baru menghela napas panjang.   Inilah yang dinamakan sama sama terluka dan sama sama ruginya.   Gui Sam tong memandang sekejap kearah ka kek itu, kemudian tegurnya;   "Saudara siapa namamu?"   "Cu Sam po"   Jawab kakek itu sambil tertawa "Aaaai...saudara Cu, bagaimana kalau sekarang kita berunding b a g a i m a n a b a i k n y a ? ' D e n g a n c e p a t C u S a m p o m e n g g e l e n g k a n k e p a l a n y a b e r u l a n g kali.   "Tak ada gunanya, hanya ada sebuah jalan yg tersedia buat kita sekarang, jalan kematian?"   Tapi Gui Sam tong segera menggelengkan pula kepalanya.   "Tidak, kita masih bisa hidup, masih ada harapan untuk hidup lebih lanjut!"   Mendengar perkataan itu, Cu Sam po menjadi tertegun, segera serunya dengan cepat.   "Tapi harus menggunakan cara apa?"   "Asal situa bangka itu mengirim orang lagi maka kita akan segera hidup!"   "Bisa hidup?"   Cu Sam po tertawa getir 'Kecuali kabur dari dunia ini!"   Gui Sam po segera menempelkan bibirnya disisi telinga Cu San po dan membisikkan sesuatu.   Cu San po segera tertawa dan menganggut berulang kali, kemudian merekapun diam-diam meninggalkan tempat itu.   Gui Sam tong dan Cu San po telab pergi, tujuannya tidak jelas, apakah mereka berdua berhasil meloloskan diri dari pengejaran Lok hun pay juga tidak jelas.   Tapi ada suatu hal yang segera memperoleh jawaban, yakni dari Wong Peng ci segera munculkan diri lagi.   Karena dia mendapat perintah dari Sun Tiong lo untuk menantikan suatu penyelesaian disini.   Ternyata penyelesaiannya sama sekali diluar dugaan, Sun Tiong lo maupun Bau-ji dan Hou-ji tak ada munculkan diri disana.   Sekalipun Wong Peng ci sudah menunggu sekian lama, ternyata tak seorangpun yang menampakkan diri.   Sampai akhirnya Wong Peng ci baru dapat memahami sebab musababnya dan segera berlarian menuju kedepan.   Alasannya sederhana sekali, asal dilihat ke dalam sebuah huran yang terletak tak jauh da ri tempat terjadinya peristiwa itu, maka segera sesuatunya akan menjadi jelas.   Didalam hutan terdapat Sun Tiong lo, ada Nona Kim, ada Bauji, juga ada Beng Liau huan dan pelayannya, kecuali Beng Liau huan yg kurang leluasa untuk duduk sehingga masih tetap berada diatas kuda, yang lainnya sudah turun dari kudanya berbincang bincang.   Yang pertama-tama buka suara lebih dulu adalah Bau ji, dia berkata pada Sun Tiong lo.   "Ji te, sebenarnya apa yang menjadi tujuan mu dengan berbuat demikian?"   "Tentu saja dikarenakan sesuatu alasan yang maha besar"   Jawab Sun Tiong lo sambil tertawa.   "Tapi, katakanlah, apa alasannya?"   Bau ji mengerutkan dahinya kencang kencang.   "Bagaimana kalau kita menebak bersama-sama "   Nona Kim segera mengerling sekejap keara Sun Tiong lo kemudian menjawab; 'Bagaimanapun juga kau toh mempunyai akal muslihat paling banyak, anggap saja kami tak dapat menebaknya" -oo0dw0oo-   Jilid 24 SUN TIONG LO segera tertawa.   "Hasil yang kita peroleh pada hari ini besar sekali, yang paling penting adalah bila setelah ini muncul kembali manusia berkerudung berbaju emas dihadapan kita, maka dalam sekilas pandangan saja aku dapat menentukan apakah dia asli atau palsu."   Mendengar perkataan itu, semua orang menjadi amat girang sekali. Bau ji segera bertanya.   "Kau dapat melihatnya dari mana ?"   Sekali lagi Sun Tiong lo tertawa.   "Tentu saja dari tubuh Wong Peng ci, Gui Sam tong serta Cu San poo..."   "Dapatkah kau memberi keterangan dengan lebih jelas lagi?"   Seru nona Kim agak mendongkol. Sun Tiong lo memandang sekejap kearah nona itu, kemudian sahutnya.   "Setelah Wong Peng ci berhasil dibekuk, tanpa sengaja dia telah menggunakan suatu hal yaitu kedudukannya dalam Lok hun pay adalah menduduki urutan yang kedelapan !"   "Hal mana telah kami dengar pula!"   Seru Bau si cepat.   "Benar, itulah sebabnya aku lantas mengajaknya untuk berbincang-bincang, dalam hal ini secara diam-diam aku telah memperhatikan pula segala sesuatu dari Wong Peng ci.   "Segala sesuatunya?"   Seru nona Kim keheranan. Sun Tiong lo manggut-manggut.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Benar, segala sesuatunya."   "Sudah cukup Siau-liong, sekarang kau harus berbicara dengan lebih jelas lagi!"   Seru Siau Hou cu sambil tertawa.   "Benar, aku memang hendak mengatakannya, tapi harus kumulai lagi sejak awal."   Nona Kim segera mendengus.   "Baik, kalau dari awal yaa dari awal, tapi cepatlah kau katakan!"   Sun Tiong lo sama sekali tidak memperdulikan kegelisahan semua orang, ia masih saja berbicara pelan-pelan.   "Akhirnya apa saja yang bisa kuingat dari tubuh Wong Peng ci, akupun mengingatnya secara baik- baik, kemudian akupun mengatur suatu kesempatan untuk melakukan suatu penyelidikan."   "Jadi kau menotok jalan darah Wong Peng ci pun merupakan suatu kesempatan yang sengaja kau atur?"   Kata nona Kim dengan kening berkerut. Sun Tiong lo segera manggut-manggut.   "Yaa, seharusnya dikatakan kalau aku telah menggunakan suatu kesempatan, cuma kesempatan ini andaikata bukan Lok Hun pay sendiri, maka dia tak akan sanggup untuk melakukannya."   "Kenapa bisa begitu?"   "Tiada manusia yang sama didunia ini, misalnya saja..."   "Jite, katakan saja hal-hal yang penting !"   Tukas Bau ji. Sun Tiong lo segera mengiakan, katanya.   "Sejak aku sudah mengetahui asal usulku sendiri, secara diamdiam aku mulai mempelajari watak serta kebiasaan dari Lok Hun pay tersebut, kemudian setelah berjumpa dengan toako, aku lebih mengenali lagi tentang diri Lok Hun pay tersebut."   "Oleh karena itu, tatkala Wong Peng ci munculkan diri dengan gayanya sebagai Lok Hun pay, sampai akhirnya tertangkap dan munculkan diri dengan wujud aslinya, aku telah menduga Lok Hun pay sudah pasti masih mengirim orang untuk mengawasi jago-jago lihaynya."   "Waktu itu, belum terlintas dalam ingatanku untuk memperalat Wong Peng ci, karena walaupun aku tahu masih ada orang lain yang mengawasinya, tapi jelas dia tak akan mempunyai persiapan apapun terhadap usaha kita untuk menemukan jejak Lok Hun pay.   "Tapi setelah tanpa sengaja Wong Peng ci mengatakan kalau dia adalah pengganti yang ke delapan, satu ingatan melintas didalam benakku, dan kumanfaatkan titik kelemahan manusia yang ingin mencari hidup dan takut mati, akupun lantas berunding dengan Wong Peng ci."   "Jadi persoalan inilah yang kau bicarakan ketika berbisik-bisik dengan Wong Peng ci tadi ?"   Sela Bau ji. Sambil tertawa Sun Tiong lo segera manggut-manggut.   "Benar, untuk mempertahankan kehidupannya, akhirnya Wong Peng ci menyanggupi syaratku."   Hou ji segera tertawa terbahak-bahak.   "Hahahahaha... maka kaupun lantas menotok jalan darahnya dan meninggalkan kepandaian silatnya..."   "Engkoh Hou, berbicara terus terang, aku sama sekali tidak mempertahankan ilmu silat yang dimiliki Wong Peng ci, melainkan kugunakan suatu kekuatan yang istimewa untuk menghancurkan kepandaian silat dari Wong Peng ci."   Sela Sun Tiong lo sambil tersenyum.   "Aaah, tidak benar"   Seru Bau ji.   "sudah jelas tenaga dalam yang dimiliki Wong Peng ci masih utuh."   Sun Tiong lo tertawa, kembali selanya.   "Bukankah siaute telah kukatakan tadi bahwa aku telah mempergunakan suatu kepandaian istimewa untuk menghancurkan ilmu silat dari Wong Peng ci ? Lebih jelas lagi, walaupun ilmu silatnya kelihatan masih tetap ada, sesungguhnya kekuatan tersebut hanya bisa bertahan selama dua jam belaka !"   Sekarang semua orang baru mengerti, demikian pula dengan Hou ji, Terdengar Sun Tiong lo berkata lebih jauh.   "Waktu itu, Wong Peng ci tidak tahu kalau perbuatanku ini bertujuan untuk memancing perhatian dari jago-jago yang mengawasinya, untuk menghindari segala hal yang tak diinginkan, serta mempermudah penyelesaiannya ?"   "Aku masih tetap tidak mengerti, sekalipun dapat memancing orang-orang yang mengawasinya, lantas apa pula yang bisa dilakukan?"   Sela Bau ji tidak habis mengerti. Semua orang mempunyai perasaan yang sama pula, maka tanpa terasa mereka bersama-sama berpaling kearah Sun Tiong lo. Sun Tiong lo segera tertawa.   "Toako, asalkan kau mendengarkan lebih lanjut maka kau akan mengerti, akhirnya Gui Sam tong menampakkan diri. Wong Peng ci tahu kalau aku berada disekitar tempat itu, maka untuk membaiki diriku, dia tak segan-segannya untuk mengajak Gui Sam Tong berbincang-bincang."   "Jangan kau lihat Wong Peng ci berniat untuk membaiki diriku, kenyataannya memang amat berguna sekali, perkataan yang berguna adalah menyuruh aku tahu kalau Gui Sam tong diantara rekan rekannya menduduki urutan ke tujuh..."   "Hmm, sekalipun dibedakan antara Lok liok atau lo jit, tapi apalah gunanya?"   Nona Kim mendengus dingin.   "Kegunaannya besar sekali. Tadi, bukankah sudah kukatakan bahwa segala sesuatu yang bisa kuperhatikan diatas tubuh Wong Peng ci telah kuperhatikan dengan jelas, sekarang muncul lagi seseorang dengan dandanan yang sama pula, apakah hal ini bisa dikatakan tak berguna?"   Hou ji yang pertama-tama mengerti paling dulu, dia lantas berseru.   "Ooh, rupanya kau hendak mengenali perbedaan antara Lo liok dengan lo pat ?"   "Tepat sekali"   Seru Sun Tions lo sambil bertepuk tangan.   "aku toh sudah bertanya kepada Wong Peng ci dan berhasil membuktikan kalau didepan Lok Hun pay mereka semua tetap menutupi wajahnya dengan kain kerudung dan tidak saling mengenal.   "Bayangkan saja, sembilan orang manusia berkerudung berbaju emas, ditambah pula dengan Lok Hun pay sendiri sehingga jumlahnya menjadi sepuluh, siapa yang membawa Kim pay, entah Liong tau kim-pay, atau Hou tau kim pay serta Pa tau kim pay, dia pula yang dapat memerintah orang lain."   "Tentu saja siapa yang membawa lencana Kim pay tersebut, dan ia harus memerintahkan nomor berapa untuk melakukan pekerjaan, sebelumnya Lok hun pay pasti telah mengatur segala sesuatunya dengan jelas dan sempuma."   "Tapi bagi Lok hun pay pribadi dia seharusnya dapat mengenali pengganti nomor berapakah yang berada di hadapannya dalam pandangan pertama, kalau semua orang berkerudung, lantas bagaimanakah caranya untuk mengenali mereka satu persatu ?"   "Maka dari itu, aku lantas mengambil kesimpulan kalau Lok Hun pay pasti mempunyai suatu cara yang khusus untuk mengenali kesembilan orang penggantinya itu, meskipun suatu pergaulan yang cukup lama lebih mempermudah baginya untuk mengenali siapakah mereka masing-masing, tapi hal itu tidak berlaku bagi orang yang berkerudung, apalagi perawakan tubuh mereka hampir seimbang, tentu saja hal ini semakin sulit lagi untuk dikenali."   "Dari sinilah aku lantas menduga kalau Lok hun pay telah memberikan suatu kode rahasia tertentu diatas pakaian, atau sepatu atau ikat pinggang yang dikenakan kesembilan orang penggantinya..."   "Tepat sekali."   Seru nona Kim sambil manggut-manggut.   "tak heran kalau semua orang menganggapmu jauh lebih pintar dari pada orang lain."   "Aaah, aku toh hanya bersikap lebih teliti dan seksama belaka."   Ucap Sun Tiong lo sambil tertawa.   "Bila dalam segala persoalan kita bisa menaruh perhatian lebih dalam daripada orang lain, maka orang ini tak akan melakukan suatu kesalahan lagi"   Kata nona Kim. Sun Tiong lo segera berpaling kearah nona Kim dan tertawa, hal ini membuat nona Kim menjadi tersipu-sipu dan segera menundukkan kepalanya rendah-rendah. Menyusul kemudian, Sun Tiong lo berkata lebih lanjut.   "Begitu aku sudah menyusun rencana dan Gui Sam tong munculkan diri, maka aku segera memperhatikan dengan seksama, apalagi setelah dia membantuku dengan mengatakan kalau Gui Sam tong adalah Lo jit, aku semakin gampang untuk mengenali rahasia dibalik kesemuanya itu."   "Kemudian ketika Cu Sam po menampakkan diri, berbicara sejujurnya, kemunculan orang itu sama sekali diluar dugaanku, tapi justru semakin membantu baik usahaku untuk membuktikan akan hal ini."   "Mungkinkah ditempat yang kau curigai itu terdapat suatu perbedaan ?"   Tanya Hou ji. Belum habis dia berkata, Sun Tiong Io telah menyahut dengan cepat.   "Benar, seluruh tubuh mereka kecuali suatu bagian tertentu, hampir semuanya sama, dan satu-satunya tempat yang tidak sama inilah aku berhasil memecahkan reka teki itu dan membuktikan akan kebenaran dari kecurigaanku?"   "Sebenarnya dimanakah letak ketidak samaan itu?"   Tanya Bau ji dengan kening berkerut.   "Pada kancing pakaian mereka! Pada setiap pakaian berwarna emas yang dipakai mereka bila ada sembilan buah kancing yang dijahit dari bawah ke arah kanan, maka berarti dia adalah Lo kiu.   "Bila ada delapan buah kancing maka iia adalah Lo pat, yaitu Wong Peng ci, kemudian tujuh buah kancing yaitu si Lo jit Gui Sam tong sedangkan Cu San poo mempunyai lima buah kancing kecil, itu berarti dia adalah lo ngo."   Bau ji segera berpikir sebentar, kemudian katanya.   "Aku sudah mengerti sekarang cuma dibalik kesemuanya itu masih ada sebuah persoalan lagi."   "Benar, memang masih ada persoalan lagi"   Kata Sun Tiong lo sambil tertawa.   "misalkan saia Lok Hun pay sendiri yang muncul dihadapan kita, dia seharusnya mempunyai sembilan buah kancing yang agak kecilan ataukah sembilam buah kancing yang agak besar !"   Bau ji manggut-manggut.   "Benar, memang persoalan inilah yang ku maksudkan."   "Bila dipikirkan persoalan ini rasanya merupakan suatu persoalan, tapi bila berbicara sejujurnya, maka hal inipun bukan merupakan suatu persoalan !"   "Apa maksud dari perkataanmu itu?"   Bau ji tidak habis mengerti.   "Sesungguhnya persoalan itu sederhana sekali, kancing yang besar atau kecil sebetulnya bukan suatu masalah, tapi mengapa Lok hun pay justru menyukai anak buahnya menggunakan kancing kecil ?"   "Aku tidak memahami arti dari perkataan mu itu"   Kata Bau ji tetap tidak habis mengerti. Pelan-pelan Sun Tiong lo menjelaskan.   "Misalkaa saja Wong Pengci, mengapa dia mengenakan delapan biji kancing kecil dan sebutir kancing lebih besaran, sedang Gui Sam tong mengenakan tujuh biji kancing kecil dan dua biji agak besar."   "Hal ini dikarenakan Lok Hun pay adalah orang yang angkuh dan tinggi hati, maka setiap benda yang besar bentuknya adalah melambangkan dia, karena itu aku berani menjamin, orang yang mengenakan pakaian dengan sembilan biji kancing berbentuk besar, sudah pasti adalah Lok Hun pay pribadi."   Semua orang saling berpandangan sekejap, kemudian merekapun manggut-manggut merasa setuju. Nona Kim lantas berkata.   "Jadi kalau begitu orang yang memakai sembilan biji kancing kecil adalah Lokiu?"   Sun Tiong lo segera manggut-manggut.   "Aku rasa kemungkinan besar memang demikian"   Nona Kim segera tertawa.   "Sekarang akupun mengerti sudah, mengapa kau tidak munculkan diri lagi!"   "Yaa, aku tahu hal ini memang tak akan bisa mengelabuhi dirimu."   Sahut Sun Tiong lo sambil tertawa. Selesai berkata, dia lantas berkerut kening seakan-akan menjumpai suatu persoalan penting.   "Ada sesuatu yang menyulitkan dirimu?"   Tanya nona Kim sambil mendekat.   "Ada suatu persoalan memang harus dirundingkan secara baikbaik, mari kita berangkat sekarang, didepan sana terdapat sebuah kota besar, mari kita mencari rumah penginapan dan membicarakan persoalan ini lagi dengan seksama."   Gui Sam tong dan Cu San Poo kehilangan kuda, kehilangan pula tenaga dalam mereka, terpaksa selangkah demi selangkah mereka harus berjalan menelusuri jalan yang sepi serta menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan.   Wong Peng ci yang lama menunggu kedatangan Sun Tiong lo tapi tak kunjung datang, dia seperti menyadari akan sesuatu, dengan cepat melakukan perjalanan kedepan.   Diapun tak berani menelusuri jalan raya, melainkan melalui gunung-gunung yang sepi.   Oleh karena itu dalam waktu singkat, ia telah berhasil menyusul Gui Sam tong dan Cu San Poo.   Tatkala Gui Sam tong dan Sam poo melihat Wong Peng ci menyusul tiba, paras mukanya segera berubah hebat, untuk menyembunyikan diri jelas tak mungkin, terpaksa mereka harus keraskan kepala sambil menanti kedatangannya.   Tapi suatu kejadian aneh segera berlangsung.   Wong Peng ci segera menyusup tiba, tapi segera berjalan lewat disamping Gui Sam tong serta Cu San Poo, jangankan berhenti, mengucapkan sepatah katapun tidak, seakan-akan dia tidak melihat akan kehadiran mereka berdua.   Sudah amat jauh Wong Peng ci melewati mereka berdua, tapi Gui Sam tong dan Cu Sam Poo masih berdiri termenung dengan mata terbelalak lebar.   Akhirnya sambil mengangkat bahu dan menggelengkan berulang kali, mereka melanjutkan perjalanan sambil berbincang-bincang.   Gui Sam tong yang pertama-tama buka suara paling dulu, katanya.   "Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang sangat aneh, apa yang dia ingin lakukan?"   Cu San Poo menggelengkan kepala ber-kali2.   "Siapa yang tahu, sahutnya "tapi yang pasti tentu ada persoalan yang amat penting artinya."   "Jangan-jangan dia sudah mengadakan hubungan rahasia dengan orang she Sun itu?"   Kata Gui Sam tong dengan kening berkerut. Kontan saja Cu San Poo tertawa dingin.   "Mustahil, masa burung gagak bisa berada bersama burung hong? apakah ini mungkin?"   Gui Sam tong tertawa getir dan tiada bicara lagi. Sebaliknya Cu San Poo segera berkata lagi setelah berpikir sebentar.   "Lo Gui, tiba-tiba saja aku mendapatkan se suaru firasat..."   "Firasat apa?"   "Andaikata tiada peristiwa yang terjadi hari ini, sekalipun kami bisa hidup terus dan mati tua, atau menjumpai musuh tangguh sehingga tewas, mungkin masing-masing pihak tak akan mengetahui nama yang sebenarnya dari masing-masing pihak."   Sambil tertawa getir Gui Sam tong segera mengangguk.   "Yaa, sejak kita terjerumus kedalam jaring Lok hun pay, jangan nama toh nama dan asal-usul, bahkan tubuh kita sendiripun bukan menjadi milik kita lagi!"   Cu San Poo menghela napas panjang.   "Aaaai... siapa bilang tidak, setiap hari kita berkumpul, tapi untuk mengucapkan sepatah kata yang paling sederhanapun tak boleh, masing-masing pihak saling menaruh curiga, saling menganggap kawannya sebagai musuh, hal ini... aaaaai!"   Gui Sam tong segera melanjutkannya cepat.   "Selain itu, seperti juga peristiwa kali ini, ketika aku mendapat perintah dari Pa tau kim tay dan mengetahui kalau orang yang harus kubunuh bernama Wong Peng ci, ternyata aku merasa agak girang..."   Belum habis dia berkata, Cu San Poo telah melanjutkan.   "Sedikitpun tak salah, ketika aku mendapat perintah Hou tau kimpay. untuk membunuhmu pun aku berperasaan demikian, kalau dipikirkan sekarang, aku masih saja tidak habis mengerti, coba katakanlah hal ini aneh tidak ?"   "Aku rasa hal ini pastilah merupakan suatu anggapan perasaan seseorang yang sudah lama dikekang dan ditindas sehingga kehilangan rasa peri kemanusian lagi dalam hatinya, oleh karena itu selain benci, dia sudah tidak mempunyai apa-apa lagi."   Cu San poo segera manggut-manggut.   "Benar ! Tapi untung saja sekarang keadaannya sudah baikan, inilah yang disebut sebagai suatu kebebasan yang seutuh-utuhnya !"   Gui Sam tong segera tertawa, Cu San poo juga ikut tertawa, Kemudian, Cu San poo segera segera berkata lebih jauh.   "Lo Gui, menurut pendapatmu, apakah kita dapat pulang ke rumah ?"   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Katanya kemudian.   "Dapat !"   Gui Sam tong mengangguk.   "siapa pun tak akan menduga kalau kita mempunyai keberanian sebesar ini untuk berbuat demikian."   "Benar juga perkataan itu, seandainya si "tua bangka"   Sama sekali tidak keluar dari gunung..."   "Tidak mungkin, jelas tidak mungkin!"   Gui Sam tong segera menukas sambil menggelengkan kepalanya lagi. Cu San-poo segera berpikir sebentar, lalu berkata.   "Tapi kita harus bertindak dengan berhati-hati, sebab persoalan ini bukan sesuatu yang bisa dianggap sebagai gurauan belaka !"   "Tak usah kuatir, selama banyak tahun ini sedikit banyak siaute sudah mempunyai sedikit persiapan !"   "Ooh, persiapan apakah itu?"   "Aku telah mempersiapan dua hal."   Kata Gui Sam-tong lagi sambil tertawa. Cu San poo memandang ke arah Gui Sam tong dengan wajah tertegun, dia tidak berkata apa apa. Gui Sam tong segera menepuknepuk bahu Cu San poo seraya berkata lagi.   "Pertama kita harus mencari tahu siapakah Lok hun pay yang sebenarnya."   "Ah, hal ini mana mungkin ?"   Kata Cu San poo cepat.   "Mengapa tak mungkin ? "kata Gui Sam tong.   "Ooh, coba katakan, bagaimana caramu untuk mengenali dirinya,"   Gui Sam tong segera mengangkat kaki kanannya seraya berkata "Saudara Cu, coba lihat sepatu yang kita kenakan ini."   Cu San poo menundukkan kepalanya dan memandang sekejap sepatu yang dikenakan Gui Sam tong, lalu memperhatikan pula sepatu yang dikenakan sendiri, setelah itu dengan keheranan dia berkata.   "Apakah ada sesuatu perbedaan dengan sepatu ini ?"   "Menggabungkan diri dengan kaum iblis, sama halnya dengan menjual diri kepada orang lain, entah sandang maupun pangan semuanya memerlukan bantuannya, tetapi dia pula yang mengatur segala-galanya lengkap dengan larangan-larangannya."   "Misalkan saja dengan sepatu yang kita kenakan ini, sepintas lalu persis sama antara satu dengan lainnya tapi jika diperhatikan lebih seksama lagi dan diperhatikan sepenuh hati, maka kau akan mengetahui kalau sepatu yang kita kenakan ini sesungguhnya tidak sama."   "Dimanakah letak ketidak samaan itu ?"   Tanya Cu San poo.   "Pada sol sepatunya, sol sepatu yang kita kenakan setebal Iima hun, sedangkan sol sepatunya delapan hun, kalau sol sepatu kita di jahit dengan rangkap enam maka punya dia dengan jahitan sepuluh susun, jika kau tidak percaya coba hitunglah sendiri !"   Sambil berkata Gui Sam tong segera melepaskan sepatunya dan mengacungkan di hadapan Cu San poo.   Benar juga, ternyata memang sol sepatu itu dijahit dengan enam lapisan.   Setelah selesai, mengenakan kembali sepatunya, Gui Sam tong segera berkata lebih jauh.   "Kali ini dia memberikan perintahnya sendiri kepadaku, aku rasa dia pasti merasa kurang berlega hati kepada Sun Tionglo, dan sekarang pasti sedang meminpin kawanan jago lihaynya untuk diam-diam mengejarnya. Cu San poo segera mengangguk.   "Ya, ada kemungkinan memang begitu!"   Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh.   "Lo Gui, bukannya aku tidak percaya denganmu, bila dapat mengungkap persoalan ini secara jelas."   "Boleh saja"   Tukas Gui Sam tong sambil tertawa.   "cuma sebelum kuterangkan sesuatu, aku hendak membicarakan satu hal lebih dulu kepadamu, yaitu kau tak boleh mencari tahu berita yang kuperoleh ini berasal dari siapa"   "Baik, aku akan bersedia menyanggupi permintaanmu itu"   Cu San poo segera manggut-manggut. Gui Sam tong memandang sekejap ke arah Cu San poo, kemudian katanya lagi.   "Aku masih ingat, ada suatu ketika dia memerintahkan seseorang untuk pergi membakar kuil Tay nian koan dikota Lok yang, waktu ini yang di utus pergi ada tiga orang..."   "Ya, aku masih ingat, memang ada peristiwa semacam ini !"   Sela Cu San poo. Gui Sam tong segera tertawa.   "Salah seorang diantara tiga orang yang di utus kesana adalah aku..."   "Tapi hal ini toh tak bisa membuktikan apa-apa?"   Kata Cu San poo sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Sekali lagi Gui Sam tong tertawa.   "Jangan terburu nafsu Lo Cu !"   Setelah berhenti sejenak, dia lantas bertanya lagi.   "Lo Cu, tahukah kau siapa yang telah menurunkan perintah pada waktu itu?"   "Siapa menurut kau?"   Tanya Cu San poo dengan wajah aneh. Gui Sam tong segera menepuk bahu Cu sau poo dan berseru.   "Orang itu adalah kau!"   Sehabis berkata dia lantas mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. Paras muka Cu San poo kelihatan agak tertegun, tidak menanti Gui Sam tong menghentikan tertawanya, ia sudah menukas.   "Lo Gui, darimana kau bisa tahu?"   Mendadak Gui Sam tong menarik mukanya lalu berkata.   "Lo Cu, apakah kau sudah lupa dengan perjanjian kita semula, kau tak boleh menanyakan sumber berita ini?"   Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Cu San poo hanya tertawa belaka.   "Bagaimana? Katakanlah benar atau tidak?"   Seru Gui Sam tong kemudian lebih jauh. Cu San poo tidak menjawab pertanyaan ini, sebaliknya malah bertanya lagi.   "Apakah kau dapat mengetahui siapakah saja yang menurunkan perintah kepadamu?"   Gui Sam tong manggut-manggut, tapi dengan cepat menggelengkan kepalanya lagi.   "Benar, tapi juga tidak betul!"   "Gui tua"   Seru Cu San poo segera dengan kening berkerut.   "seharusnya apa maksudmu?"   Gui Sam tong tertawa getir.   "Mengapa kau tidak gunakan sedikit otak untuk berpikir kembali, seandainya tenaga dalam kita belum punah dan nama kita tidak terungkap secara paksa, walaupun aku dapat mengenali kau adalah si nomor berapa, tapi apa yang bisa kulakukan?"   Cu San-poo segera manggut-manggut.   "Yaa, benar juga, aaai..!"   Gui Sam-tong segera mengalihkan pembicaraan ke soal lain, katanya.   "Cuma sekarang justru bermanfaat sekali, sekembalinya ke bukit kali ini, asal kita sembilan orang pengganti munculkan diri bersamasama, walaupun masing-masing tidak saling mengenal nama, tapi aku mengetahui dengan pasti nomor berapakah dia."   "Oleh karena itu, apakah didalamnya terdapat Lok hun pay si tua bangka itu atau tidak, jangan harap bisa mengelabuhi diriku, asal begitu maka aku mempunyai cara untuk menghadapi mereka, pergi dengan aman, pulang dengan aman pula!"   Cu San poo termenung sambil berpikir sejenak, kemudian tanyanya lebih jauh.   "Seandainya si lencana Lok hun pay hadir pula disuu?"   Gui Sam tong segera tertawa getir.   "Kalau sampai demikian, hal itu berarti saat pembalasan buat perbuatan kita pun sudah tiba."   Cu San poo tidak berbicara lagi, dia hanya menganggukkan kepalanya berulang kali.   Kedua orang itu segera mempercepat langkah masing-masing untuk meneruskan perjalanan, tapi itupun hanya terbatas sekali.   Baru berjalan dua tiga li, Cu san-poo baru teringat akan suatu persoalan lain, segera ujarnya lagi.   "Lo Gui, kau mengatakan semuanya telah mempersiapkan dua..."   Belum habis dia berkata, Gui sam tong telah menukas.   "Sekarang kau baru teringat?"   "Toh belum terlambat?"   Seru Cu san poo sambil tertawa. Gui Sam tong turut tertawa, sahutnya sambil menggeleng.   "Yaa, memang belum terlambat justru tepat waktunya!"   Setelah memandang sekejap ke arah Gui Sam-tong, Cu san poo baru berkata lagi.   "Nah, kalau memang begitu kau katakan!"   "Persiapanku yang lain adalah aku telah menyiapkan dua buah Liong tau Lok hun kim leng (lencana emas lok hun pay berkepala naga)!"   Cu San poo menjadi berdiri bodoh setelah mendengar perkataan itu, untuk sesaat lamanya dia sampai berdiri terbelalak dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Sambil tertawa kembali Gui Sam tong berkata.   "Sesungguhnya hal ini gampang sekali, asal mau memperhatikan dengan seksama, tiada persoalan yang tak dapat dilakukan!"   Cu San poo menghela napas panjang, katanya.   "Lo Gui, aku benar-benar takluk kepadamu, mari kita berangkat, sekalipun harus mati di atas bukit, akupun akan mati dengan hati yang rela dan pasrah!"   Maka kedua orang itu tidak berbicara lagi, selangkah demi selangkah mereka melanjutkan perjalanan. - ooo0dw0ooo- "Pelayan, datanglah sebentar !"   "Baik, baik tuan ..."   Pelayan mendorong sebuah pintu kamar dan melangkah masuk menuju ke sebuah serambi halaman.   Didalam serambi halaman tersebut tersedia tiga buah kamar, dekorasinya cukup mengagumkan.   Tapi didalam ke tiga buah kamar itu hanya tinggal seorang tamu, tamu itu datangnya menjelang fajar tadi, begitu datang laatas bertanya apakah terdapat kamar disertai halaman yang tenang.   Waktu itu, si pelayan masih ingat jelas, seluruh badan tamu itu basah kuyup oleh keringat, wajahnya merah, nafasnya terengah- engah, seperti baru saja melakukan perjalanan cepat siang dan malam.   Kini, selisih waktunya dari tamu itu mencari kamar baru sepertanak nasi, ketika mendengar suara panggilan, pelayan itu segera mendorong pintu dan masuk ke halaman, setelah itu menuju ke depan kamar.   Baru saja pelayan itu akan buka suara, dari balik kamar sudah kedengaran suara nafas orang yang memburu.   Dengan cepat pelayan itu mendorong pintu dan masuk kedalam, dalam tiga langkah yang menjadi dua langkah dia lari masuk ke kamar sebelah kanan yang agak gelap.   Tapi apa yang kemudian terlihat membuatnya berdiri bodoh, kemudian tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia membalikkan badan dan lari keluar.   "Kembali, cepat! Cepat!"   Seru tamu itu lagi.   Terpaksa pelayan itu berhenti, membalikkan badan dan masuk ke kamar gelap itu.   Walaupun si tamu hanya mengucapkan beberapa patah kata saja, namun lelahnya seperti seekor kerbau tua yang baru selesai membajak sawah seluas dua puluh hektar, mukanya pucat.   keringat dingin jatuh bercucuran dengan derasnya.   "Kau... kau....mengapa kau?"   Dengan gugup bercampur gelisah pelayan itu menegur. Tamu itu mengulapkan tangannya dengan paksa, kemudian setelah nafasnya yang memburu agak mereda, dia baru berkata.   "Pe...penyakit...penyakit lamaku kambuh lagi...ambil..ambilkan semangkok air untukku."   Dengan cekatan pelayan itu membangunkan tamunya dan mengambilkan semangkok air. Setelah meneguk air, keadaan tamu itu mulai lebih baikan, lewat sesaat kemudian baru menjadi tenang kembali. Saat itulah, si pelayan baru berkata Iagi.   "Perlukah dipanggilkan seorang tabib untuk memeriksakan keadaan penyakit yang kau derita?"   Mendengar perkataan itu tamu tersebut segera mengulapkan tangannya berulang kali.   "Tidak usah, sebentar aku akan menjadi baik sendiri !"   Apa pun yang dikatakan tamunya, pelayan itu bergidik juga dibuatnya, pepatah kuno bilang manusia makan lima macan biji bijian, maka tiada manusia yang terhindar dari penyakit, siapapun tak bisa menjamin penyakitnya akan sembuh sendiri.   Tapi orang yang mengusahakan rumah penginapan paling berpantang terhadap peristiwa semacam ini, bukan saja mati hidup tamu menyangkut soal nyawa, yang penting usahanya juga akan mengalami pengaruh yang besar.   Maka pelayan itu kembali membujuk.   "Tuan, aku lihat kalau memang sudah sakit lebih baik memanggil tabib saja, kalau tidak apa kerjanya si tabib? Beristirahatlah dahulu tuan, hamba akan mengundangkan..."   Belum habis dia berkata, si tamu kembali sudah mengulapkan tangannya sembari menukas.   "Penyakit yang kuderita bukan sembarangan penyakit, kau tak mengerti, para tabib dikolong langit pun tak ada yang mengerti!"   Pelayan itu menjadi geli sekali setelah mendengar perkataannya itu, katanya sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.   "Kau orang tua sungguh pandai sekali bergurau, lagi sakit dibilang bukan penyakit, kalau sampai tabib pun tidak mengenali penyakit yang kau derita itu, waah... penyakitmu itu sudah gawat dan repot sekali..."   Seusai berkata, dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari situ... Tamu tersebut menjadi naik darah, cuma walaupun lagi marah, suaranya tidak begitu keras, serunya.   "Tunggu sebentar, dengarkan dulu penyakit apakah yang sedang kuderita..."   Pelayan itu segera berhenti sambil tertawa, sementara hatinya berputar terus, kalau dilihat dari keadaan si tamu istimewa itu, dia tahu penyakit yang diderita tamunya ini tentu luar biasa sekali.   Baru berhenti bicara, si tamu sudah terengah-engah kembali, lewat sesaat kemudian dia baru berkata lagi.   "Aku sudah melakukan perjalanan semalaman suntuk, badanku kelewat lelah, yang lebih penting lagi aku sedang kelaparan, setiap kali sedang kelaparan, aku pasti akan menderita seperti ini, mengerti ?"   Kali ini si pelayan benar benar kegelian setengah mati, katanya tertahan.   Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Oooh, Thian, mengapa tidak kau katakan sedari tadi? Kau ingin makan apa ?"   Tamu itu berpikir setengah harian lamanya? lalu dengan badan yang lemas dia baru berkata.   "Masakkan semangkok mie, dalam bakmi itu beri dua butir telur ayam dadar..."   Oelayan itu mengiakan dan segera berlalu dari situ. Tiba tiba sang tamu berseru lagi.   "Apakah dalam rumah penginapan "kalian mempunyai kampak?"   Pelayan itu kembali tertegun dibuatnya, jantung yang baru saja menjadi tenang kembali, kini berdebar semakin keras. Menyaksikan keadaan si pelayan itu, sikapmu menjadi sadar kembali, dengan cepat dia melanjutkan.   "Bukan kampak yang kumaksudkan adalah sebuah pisau gunting kecil, maksudku gunting kecil untuk memotong kuku"   Pelayan itu segera menghembuskan nafas panjang, setelah mengiakan buru-buru dia berlalu dari ruangan tersebut.   Tak lama kernudian, gunting telah dikirim datang, sedang tamu itu segera berusaha keras untuk duduk kembali sepeninggal pelayan tersebut, dari belakang kursinya dia mengambil pakaian yang berwarna kuning emas.   Setelah pakaian emas itu diambil, dari dalam sakunya tamu itu mengeluarkan dua buah lencana berwarna emas.   "Aaah, ternyata tamu itu tak lain adalah Wong Peng ji."   Setelah mengeluarkan lencana emas kepala harimau dan kepala macan kumbang, dia berpikir sejenak, kemudian lencana harimaunya dia simpan dibawah bantal setelah itu dengan gunting dia mulai mengguntingi pinggiran lencana emas kepala macan tutul itu.   Dengan mempergunakan tenaga yang paling besar dia hanya berhasil menggunting sebuah lubang yang besarnya seujung jari, sementara keringat jatuh bercucuran dengan derasnya.   Dia nampak lelah sekali.   Bukan cuma lelah, bahkan seluruh badannya seakan-akan sudah tidak bertenaga lagi.   Ketika dia berhasil menakut-nakuti Gui Sam tong dan Cu San poo dalam hutan tadi hingga melarikan diri, kemudian munculkan diri kembali didalam hutan untuk menunggu kemunculan Sun Tiong lo, mendadak saja ia telah memahami akan satu hal.   Berbicara soal kebaikan, maka dia boleh bilang paling jarang melakukan kebaikan itu.   Berbicara soal kejahatan, agaknya kejahatan yang pernah dilakukan olehnya masih jauh melebihi perbuatan jahat yang dilakukan Cu San poo maupun Gui Sam tong.   Lantas atas dasar apakah dia memperoleh kebaikan dari lawannya untuk mendapatkan kembali kepandaian silat yang dimilikinya? Mustahil! jelas hal ini mustahil bisa terjadi! Oleh karena itu diapun memahami akan persoalan ini, persoalannya sederhana sekali, tentunya Sun Tiong lo telah mempergunakan kepandaian khusus untuk memunahkan ilmu silatnya setelah suatu jangka waktu tertentu, ilmu silatnya bakal punah dalam jangka waktu tertentu, lantas berapa langkah jangka waktu tertentu itu? Dia memang seorang yang pintar, Sun Tiong lo menitahkan kepadanya untuk melaksanakan tugas, bila tugas itu telah selesai, tentu saja tiada persoalan yang berharga untuk menahan seluruh kepandaian silat yang dimilikinya lagi, itu berarti...   Maka dia mulai merasa ketakutan dan bergidik, itulah sebabnya dia mulai lari, lari dengan secepat-cepatnya, beberapa jauh dia bisa lari berapa jauh pula dia akan menempuh.   Karena dia harus menghindarkan diri dari kemungkinan pengejaran orang-orang Lok hun pay, selain itu diapun harus sejauh-jauh meninggalkan Gui Sam tong dan Cu San poo.   Sebab kalau sampai mereka berjumpa lagi, sedang ilmu silat yang dilikinya telah punah, dengan dua lawan satu Wong Peng-ci tahu bahwa keadaan semacam ini tak akan menguntungkan baginya, atau dengan perkataan lain hanya jalan kematian saja yang tersedia baginya.   Justeru karena persoalan ini puIa, walaupun ditengah jalan dia telah berjumpa dengan Gul Sam tong serta Cu San poo, namun langkahnya sama sekali tidak dihentikan.   Tentu saja, ketika dia berjumpa dengan Cu San poo dan Gui Sam tong ditengah jalan tadi.   kepandaiannya silatnya masih utuh, untuk menghilangkan bibit bencana diitemudian hari dia bisa saja menggunakan kesempatan tersebut untuk melenyapkan lawanlawannya.   Tapi banyak kejadian di dunia ini memang aneh sekali, anehnya bukan kepalang.   Seperti dua orang yang saling bermusuhan, di hari-hari biasa A selalu berusaha untuk mencelakai C, sedang C juga selalu berusaha untuk mencelakai A, kedua belah pihak enggan hidup bersama mereka selalu berusaha untuk menggunakan cara yang paling keji untuk meniadakan lawannya.   Tapi suatu hari secara tiba-tiba A mengalami suatu musibah, entah kebakaran entah musibah lainnya, sedangkan C juga mengalami nasib yang sama, maka kedua itupun menjadi senasib sependeritaan...   Dalam keadaan seperti ini, bilamana kedua belah pihak saling berjumpa, maka A yang melihat keadaan C akan timbul perasaan ibanya, begitu pula ketika C bertemu dengan A, sekalipun mereka berdua saling bermusuhan satu sama lain, namun dalam suasana seperti itu mereka jadi tidak bersemangat lagi untuk mempersoalkan masalah lama.   Begitu juga keadaan dari Wong Peng ci sekarang, setelah tahu kalau kepandaian silatnya tak lama kemudian akan turut punah, dia menjadi segan untuk memikirkan masalah lain lagi apa yang diharapkan sekarang hanyalah bisa selamat dan bebas dari ancaman marabahaya.   Sepanjang perjalanan nasibnya masih terhitung beruntung, akhirnya dia berhasil juga tiba dikota tersebut.   Yang lebih beruntung lagi adalah sebelum kepandaian silatnya punah, ia telah mendapat kamar dirumah penginapan.   Tapi setelah dia melangkah masuk kedalam ruangan kamar dan memanggil pelayan, keadaannya menjadi parah.   Tiba-tiba saja kepandaian silatnya menjadi punah tak berbekas, tubuhnyapun menjadi lemas dan lunglai, sedemikian lamanya sehingga tak mampu untuk berdiri lagi, bukan cuma lemas bahkan linu, bukan linu biasa, bahkan lebih hebat daripada orang yang kena penyakit encok.   Dalam keadaan seperti ini, dia benar-benar tak sanggup menguasahi diri lagi, dia segera merintih dan memanggil pelayan.   Sewaktu Gui Sam tong dan Cu San poo kehilangan ilmu silatnya tadi, mereka sama sekali tidak mengalami penderitaan seperti ini, hal mana dikarenakan kepandaian yang digunakan Wong Peng ci kurang begitu liehay, disamping Gui Sam tong dan Cu San poo mendapat kesempatan yang cukup lama beristirahat.   Berbeda sekali keadaannya dengan Wong Peng ci.   Ketika mengetahui kalau ilmu silatnya bakal punah, dia telah menggunakan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk melarikan diri, sepanjang jalan dia lari terus tiada hentinya, ditambah lagi ilmu totokan yang dipergunakan Sun Tiong-Io juga sangat istimewa, secara otomatis penderitaan yang dialaminya pun berlipat ganda.   Ketika semua penderitaan telah berhasil di atasi, Wong Peng ci mulai memikirkan pula segala macam persoalan yang bakal dihadapinya sejak kini.   Bagaimanapun ganasnya manusia dan bagaimanapun lihaynya seseorang, ia toh membutuhkan juga nasi untuk mengisi perut.   Makan kedengarannya adalah sesuatu yang gampang, tapi tanpa uang bagaimana mungkin hal itu bisa diselesaikan.   Ya benar, uang, uang, uang, sekali lagi uang adalah faktor terpenting, yang mengatur segala-galanya.   Pepatah kuno pernah bilang: Uang sepeser dapat membuat seorang enghiong mampus.   Ucapan tersebut memang tepat sekali, dan benar-benar bisa membunuh seseorang.   Andaikata bikin mampus dalam sesaat, hal ini masih mendingan, yang lebih mengenaskan lagi kalau sampai setengah mati setengah hidup, dihina orang, dicemooh teman, kehilangan sanak, ditinggalkan kekasih, dihianati teman, disumpai orang tua, dipandang sinis oleh anak bini.   Perasaan seperti itu, penderitaan semacam itu, tak mungkin bisa dipahami oleh siapa pun.   Kalau lelaki tak punya uang tak punya ambisi, kalau bukan mencuri tentu merampok.   Kalau perempuan tak punya harga diri apa lagi tak punya uang, kalau bukan menjadi gundik orang, pasti menjadi pelacur ! Dan sekarang, Wong Peng-ci benar2 dihadapkan pada masalah yang pelik, yaitu membutuhkan uang, itulah sebabnya terpaksa dia harus membongkar lencana emas berkepala macan tutulnya.   Kalau dihari-hari biasa, Wong Peng ci tak perlu membutuhkan gunting, dan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, dia berhasil menggunting sedikit sekali.   Setelah beristirahat sebentar, dia bekerja keras sekali, dia berhasil menggunting sebagian.   Kemudian dia masukan sebagian kebawah bantal dan segera duduk beristirahat.   Jangan dilihat tenaga dalamnya kini sudah punah, setelah bersemedhi sekian waktu, semua perasaan linu, lemas, kaku dan sakit yang semula mencekam perasaannya seketika lenyap tak berbekas, keadaannya tak berbeda jauh dari manusia biasa.   Pelayan datang menghidangkan bakmi, kebetulan bakmi itu cukup untuk mengisi perut Wong Peng-ci yang sedang lapar.   Kemudian dia berpesan kepada pelayan agar menukarkan kedua potong hancuran emas itu menjadi uang perak.   Ia berpesan kepada pelayan agar menitipkan uang yang ditukarnya itu kepada kasir dan jangan memanggil dia, dia ingin tidur sepuas-puasnya dan segala persoalan dibicarakan kembali setelah dia bangun dari tidurnya nanti.   Pelayan menerima hancuran emas itu dan berlalu dengan senyuman di kulum.   Wong Peng-ci segera menjatuhkan diri ke atas pembaringan sepeninggal pelayan itu setelah menempuh perjalanan siang malam: ia tidur bagaikan seekor babi mampus! Entah berapa lama dia tidur, mendadak hujan turun dengan derasnya, begitu deras seolah-olah dituangkan dari tengah angkasa.   Wong Peng ci merasa seakan-akan lagi berjalan diluar kota, dia merasakan sekujur badannya basah kuyup oleh air hujan.   Tubuh bagian atasnya menjadi dingin dan menggelikan badan, sekujur tubuhnya gemetar, dia, Wong Peng ci segera tersadar kembali dari impiannya.   Ketika membuka matanya, ia mengalihkan sorot matanya ke depan jendela, hari telah menjadi gelap.   "Aaah, tidak benar! seandainya lagi bermimpi kehujanan, mustahil badannya terasa basah kuyup setelah bangun dari tidurnya. Ketika membalikkan badannya, Wong Peng ci berdiri bodoh, dia berdiri termangu bagaikan sebuah balok kayu. Dihadapan mukanya telah bertambah dengan sesosok tubuh manusia. Orang itu mengenakan pakaian berbaju emas dengan kain berkerudung warna emas juga, di tengah suasana remang-remang yang menyelimuti angkasa, orang itu duduk disisi pembaringan dengan sebuah teko air dingin berada di tangannya. Tak bisa disangkal lagi, air hujan yang dirasakan dalam mimpinya tadi berasal dari air teh didalam teko tersebut. Wong Peng ci hanya merasakan sekujur badannya kesemutan, tulang belulangnya menggigil keras dan tubuhnya sama sekali tak mampu berkutik, bahkan sepasang biji matanya pun turut menjadi terbelalak kaku. Pelan-pelan manusia berbaju emas itu meletakkan kembali teko air tehnya ke atas meja, kemudian dengan suara dalam perintahnya.   "Bangun! Ayoh cepat menggelinding bangun!"   Baru saja Wong Peng ci akan bangun, mendadak tergerak hatinya, dengan cepat di meraba ke bawah bantalnya.   Ternyata lencana kepala harimau serta sisa lencana kepala macan tutul yang disimpan dibawah bantal itu sudah lenyap tak berbekas.   Sementara itu, si orang berbaju emas itu sudah duduk diatas kursi dengan angkernya, dengan suara dalam dia lantas membentak.   "Apa yang kau cari ? Cepat menggelinding bangun !"   Wong Peng ci benar-benar menggelinding turun dan atas pembaringan tangannya segera meraba pakaian emas milik sendiri.   Mendadak orang berbaju emas itu mendengus dingin, hal ini membuat Wong Peng-ci ketakutan dan menarik kembali tangannya Setelah tertawa dingin, orang berbaju emas itu me negur.   "Darimana kau dapatkan kedua buah lencana emas ini ?"   "Benda... benda itu milik Gui Sam-tong dan Cu San poo,"   Jawab Wong Peng-ci dengan puara gemetar. Manusia berbaju emas itu seperti merasa agak tercenung, kembali bertanya.   "Mengapa bisa terjatuh ke tanganmu ?"   Sementara itu Wong Peng-ci telah menjadi tenang kembali, persoalan yang dihadapinya dapat kembali dengan seksama, maka dia tidak segera menjawab pertanyaan dari orang berbaju emas itu, tampaknya ia sedang mempertimbangkan sesuatu.   "Cepat jawab pertanyaanku !"   Bentak orang berbaju emas itu lagi dengan gusar.   "Tunggu dulu,"   Kata Wong Peng-ci kemudian "siapakah kau dan mengapa memasuki kamar yang kutinggali ? Mengapa pula kau membentak-bentak diriku ? Atas dasar apa kau berbuat demikian ? siapakah kau ? Katakan dulu, siapakah kau ?"   Mendadak sontak orarg berbaju emas itu bangkit berdiri, serunya sambil menuding ke arah Wong Peng-ci.   "Apakah kau kepingin mampus ?"   Entah mengapa ternyata nyali Wong Pengci bertambah besar, sahutnya sambil terbawa dingin.   "Kau berani membunuh orang? Bajingan, besar amat nyalimu..."    Pendekar Bego Karya Can Dendam Si Anak Haram Karya Kho Ping Hoo Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini