Ceritasilat Novel Online

Raja Silat 53


Raja Silat Karya Chin Hung Bagian 53


Raja Silat Karya dari Chin Hung   Air muka Boe Beng Tok-su sangat hambar sedikitpun tidak kelihatan adanya perubahan.   "JUstru inilah letak kebodohanmu, karena itu kau bakal mendatangkan bencana kematian buat dirimu sendiri" . Suara gelak tertawa Liem Tou semakin keras lagi.   "Haaaahh...haaahh,,.sungguh menggelikan, kau lagi mengigau di siang hari bolong, ayoh cepat katakan kau hendak membinasakan diriku dengan cara apa?? terus terang saja kuberitahu kepadamu, aku Liem Tou adalah seorang manusia yang tidak mempan terhadap tusukan pedang maupun bacokan golok, tidak hancur terbakar api dan tidak tenggelam ditelan air, sekali pun kau hendak menggunakan cara membokong juga percuma saja,"   Bibir Boe Beng Tok-su tampak bergerak-gerak tapi tak kedengaran sedikit suara pun tidak usah diragukan lagi ia tentu semasih sedang marah sehingga sukar ditahan tapi kini ia berusaha untuk mengendalikan sendiri.   Beberapa saat kemudian ia baru berkata dengan nada dingin.   "Liem Tou, asalkan kau ingat-ingat perkataanku itu sudah cukup, sebelum aku menemui ajalnya pasti akan datang kemari untuk menuncut balas dendam sedalam lautan ini. Sepuluh tahun, dua puluh tahun masihi belum terlambat, bahkan lima puluh tahun kemudian pun belum terlalu lama pokoknya kau tunggu saja saatnya!"   Liem Tou yang mendengar perkataan itu hatinya mulai merasa tidak tenang, karena selama ini apa yang telah diucapkan Boe Beng Tok-su selalu dilaksanakan. Kendati begitu air mukanya masih tetap tenang-tenang saja.   "Itu terserah kepadamu sendiri, tetapi sebelumnya aku ada pertanyaan yang hendak kutanyakan padamu, apakah istana- istana cabang perkumpulan Sin Beng Kauw sudah pada bubarkan diri??"   "Soal ini kau tak usah kuatir lagi, setelah aku bukan menjadi kauwcu lagi, sudah tentu perkumpulan Sin Beng Kauw telah lenyap dari kalangan Bu-lim."   "Itulah dia."   Kata Liem Tou seraya mengangguk, air mukanya berubah membesi.   "Bukankah kau ingin menuntut balas terhadap aku orang she Liem, nah! Silahkan turun tangan. setiap saat aku akan menantikan kedatanganmu, tapi bila kau berani membunuh seorang manusia yang tak berdosa .heeee .. heeee.. terus terang kuberitahu kepadamu, kau jangan harap bisa hidup lebih lama lagi dikolong langit."   Ketika Liem Tou menyelesaikan pembicaraannya sampai disitu, mendadak dari tengah udara berkelebat datang tiga titik bayangan hitam yang menyambar kearah Boe Beng Tok- su dengan kecepatan laksana sambaran petir, ia segera merasa keadaan tidak beres.   Tapi waktu sudah terlambat ketiga sosok titik hitam tersebut dalam sekejap mata telah menubruk keatas tubuh Boe Beng Tok-su.   "Sun Tji i! hati-hati...."   Bentak sang pemuda she Liem keras-keras.   Bersamaan dengan suara bentakan tersebut ia mengirim sebuah angin pukulan yang santer menghadang jalan pergi ketiga ekor burung elang tersebut.   Siapa nyana ketiga ekor burung elang yang sudah lama memperoleh didikan keras dari Thian Pian Siauw tju, memiliki kegesitan yang sangat luar biasa.   Dimana angin pukulan Liem Tou menyambar lewat, dua ekor diantara ketiga ekor burung elang tersebut kena terpukul pental sejauh lima, enam tombak dari tempat semula.   Sebaliknya burung elang terakhir yang tidak terkena sambaran aDgin pukulan mendadak terbang menukik beberapa tombak lebih kebawah.   Angin pukulan menyambar lewat dari sisi badannya, dan dalam sekejap mata itulah burung tersebut berpekik nyaring.   Paruhnya yang runcing dan kuat bagaikan baja langsung menutul mata sebelah kiri dari Boe Beng Tok-su.   Boe Beng Tok-su jadi gelagapan setengah mati, tahu-tahu mata kirinya terasa amat sakit sehingga tak kuasa lagi ia menjerit ngeri.   Bersamaan itu pula tangannya menyambar kedepan dengan tepat menangkap tubuh burung elang tersebut dengan kalap badan burung itu dibetoti kedua arah yang berlainan.   "Kraak!"   Seketika itu juga burung elang yang besar dan kuat kena dibetot Boe Beng Tok-su sehingga robek menjadi dua bagian, usus serta isi perutnya muncrat keluar di iringi semburan darah segar, matilah burung tersebut seketika itu juga.   Boe Bang Tok-su yang kesakitan saat ini merasa benci dan mendendam, tubuhnya gemetar keras dengan penuh kemurkaan teriaknva serak.   "Liem Tou, tidak kusangka manusia macam kaupun bisa turun tangan sekeji ini untuk membokong diriku. terhitung jagoan gagah macam apakah kau?? Baik! kita lihat saja akhirnya, pada suatu hari kau akan menyesal dengan perbuatanmu ini hari."   Liem Tou tak bisa berbuat apa-apa, ia berdiri termangu- mangu ditempat semula. Ketika itulah suara dari Giok djie kembali berkumandang datang.   "Paman Liem. terhadap manusia penuh dosa macam dia sekalipun dibunuh mati juga tak perlu disesali, bila tidak sekarang juga kita lenyapkan bangsat itu dari muka bumi, apakah kita sengaja tinggalkan dirinya untuk membalas dendam kepada kita dikemudian hari??"' Liem Tou tersentak kaget dan tersadar kembali dari lamunannya setelah mendengar teriakan tersebut, ujarnya penuh kegusaran.   "Giok djie! kau jangan banyak ikut campur dalam urusan ini. Perkataan seorang lelaki sejati selamanya tak perrah ditarik kembali setelah aku menyanggupi untuk biarkan ia hidup lebih lanjut apakah kau suruh aku jilat kembali ludah yang telah kukeluarkan??? kau perempuan cilik tahu urusan apa???"   "Paman Liem! kau berbuat demikian bukankah sama artinya mendatangkan bencana buat diri sendiri."   Teriak Giok djie kembali, agaknya iapun dibikin mendongkol.   "Jikalau kau diganti dengan Thian Pian Siauwtju. maka selamanya ia belum pernah memberi kesempatan bagi musuhnya untuk melancarkan pembalasan. apakah kau tidak mengerti pepatah yang mengatakan babat rumput seakar-akarnya untuk lenyapkan bencana dikemudian hari???."   Liem Tou yang kena terdesak semakin gusar lagi dibuatnya.   "Giok djie! jika kau berani bicara sepatah kata lagi, aku segera akan bertindak tidak sungkan-sungkan lagi kepadamu."   Ancamnya penuh kemarahan.   "Secara bagaima boleh bandingkan aku dengan Thian Pian Siauwtju?? dia adalah manusia macam apa? dia adalah seorang iblis sasat."   Pada dasarnya Giok djie memang seorang gadis berwatak keras, mendengar ancaman itu ia makin mendongkol.   "Tidak salah, dia adalah seorang iblis sesat tetapi siapa yang bilang dari tubuh seorang iblis sesat tak dapat kita contoh kebaikannya??"   Kembali bantahnya.   Pada saat itu air muka Liem Tou sudah berubah hijau membesi, padahal yang sebetulnya Liem Tou sendiripun bukannya tidak tahu, melepaskan Boe Beng Tok-su dari kematian merupakan suatu perbuatan yang tolol! tetapi justru kesalahan terletak pada janji yang pernah ia ucapkan sendiri, setelah salah ia bersikeras untuk melanjutkan kesalahan tersebut, dan kebetulan waktu itulah Giok djie mengorek- korek rahasia hatinya, tidak aneh jikalau ada hawa gusar yang terpendam dalam hatinya kontan meledak.   Sigadis cantik pengangon kambing dapat melihat seluruh peristiwa ini dengan sangat jelas, karena ia takut percekcokkan antara Liem Tou dengan Giok djie makin lama semakin membesar, ia segera menukas dari samping.   "Boe Beng Tok-su sudah lama berlalu, apa gunanya kalian bercekcok terus menerus?? setelah kejadian jadi begini terpaksa kita harus berbuat mengikuti keadaan. Ayoh! kita harus segera melanjutkan perjalanan. aku rasa setelah kali ini Boe Beng Tok-su menderita Kekalahan hebat bahkan kehilangan sebuah mata kirinya sejak kini ia tak dapat berbuat apa-apa lagi!"   Mendengar ucapan tersebut Liem Tou serta Giok djie sama- sama mendengar, sedikitpun tidak salah tampak oleh mereka berdua Boe beng Tok-su dengan menunggang perahu sampannya ketika ia sedang melarikan diri ketengah sungai kemudian menyeberangi dan menepi ditepian seberang.   Setelah melihat pihak musuh melarikan diri Liem Tou melirik sekejap kearah Giok djie lalu menghela napas panjang.   "Aiaai..coba kau lihat dia! betapa risihnya manusia macam orang itu, semoga saja sejak ini hari ia bisa melepaskan kesesatan kembali kejalan yang benar dan baik-baik jadi manusia, bila ia bisa berubah pendirian aku Liem Tou dengan hati gembira akan membantu dirinya."   Giok djie yang mendengar ucapan tersebut dari samping kalangan segera mendengus berat.   Liem Tou termangu mangu, setelah termenung sejenak ia baru meresapi bahwa tindakan Giok djie tadi sebenarnya adalah bermaksud baik.   ia segera berjalan menghampiri dia menepuk-nepuk pundaknya.   "Giok djie. kau jangan menyalahkan paman Liem mu!"   Ujarnya dengan nada yang halus.   "Terus terang kukatakan bahwa ucapanmu memang cengli dan bukannya aku tidak mengetahui, cuma setelah kujanjikan akan melepaskan sebuah jalan hidup buat dirinya, bagaimanapun juga aku tak bisa menjilat kembali ludahku sendiri. bila aku pungkiri apa yang telah kujanjikan maka tindakan ini bukan tindakan seorang lelaki sejati. kau mengerti maksudku bukan??? tadi. sebenarnya aku tidak patut marah- marah dengan kau, eku rasa kau sudah tidak menyalahkan diriku lagi bukan?"   Giok djie mengerling sekejap ke arah Liem Tou, mendadak ia tertawa cekikikan dan melengos.   Melihat sikap gadis cilik ini, dalam hati Leim Tou tahu ia sudah tidak menyalahkan dirinya lagi, segera ia bertepuk tangan memerintahkan para pengemudi perahu untuk menjalankan kembali sampan itu melanjutkan perjalanan.   Ketika matahari lenyap dibalik gunung, mereka telah keluar dari keresidenan Tsuan Ching.   Setelah melewati karesidenan Auh Wan dan Su kurang lebih tiga, empat hari maka simpan itu tiba di Lautan Timur Setelah sampan berada ditengah lautan timur yang luas, beberapa orang itu menemukan sebuah samudra yang luas tidak kelihatan ujung pangkalnya.   Liem Tou baru kebingungan kemana mereka harus pergi mencari diri Thian Pian SiauWtju??? Sekalipun mereka tahu Thian Pian Siauwtju tinggal diatas sebuah pulau kecil tapi di arah sebelah mana letak pulau kecil itu?? Tidak kuasa lagi Liem Tou bertanya kepada diri Giok djie.   "Kini kita sudah berada di Lautan Timur, tahukah kau Thian Pian Siauwtju tinggal di sebuah pulau kecil yang berbentuk seperti apa??"   "Aku hanya tahu diriku datang dari tengah samudra luas, tentang diarah manakah pulau kecil itu. aku sendiri juga bimbang dan kebingungan!. ,"   Jawab Giok djie dengan alis berkerut. Mendengar jawaban tersebut kontan semangat Liem Tou mendingin separoh, pikirnya.   "Samudra demikian luasnya dengan empat penjuru tiada bertepian. jikalau ia tidak tahu diarah sebelah manakah Thian Pian Siauwtju berdiam, apakah suruh aku membawa sampan ini mengarungi seluruh penjuru samudra??? bila demikian adanya sampai bulan dan tahun yang keberapa aku baru dapat menjumpai Thian Pian Siauwtju?? semisalnya sungguh- sungguh harus berbuat demikian, bukankah Hong susiok sudah keburu mati tersiksa olehnya?"   Setelah berpikir sejenak. tiba-tiba suatu pikiran cerdik berkelebat dalam benaknya.   "Giok djie, kau sudah banyak tahun berdiam diatas pulau kecil yang jauh letaknya dari daratan, tidak aneh kalau kau tidak mengetahui diarah sebelah manakah pulau itu terletak. Tapi tahukah kau diatas pulau tersebut mempunyai sesuatu ciri-ciri khas yang mudah diingat??"   "Di segala penjuru pulau kecil itu banyak terdapat batu- batu karang."   Jawab Giok djie dengan cepat.   "Burung-burung elang baik yang besar maupun yang kecil semuanya dipelihara diantara gua-gua karang tersebut. bahkan diseluruh pulau dipenuhi dengan tumbuhan pohon Lie Hoa, setibanya bulan tiga atau bulan empat bunga Lie Hoa mekar diempat penjuru, pemandangannya sangat indah sekali. Inilah keistimewaan dari pulau kecil itu."   "Aaah! Kalau begitu pulau tersebut bernama pulau Lie Hoa To?"   Giok djie segera mengangguk.   "Kemungkinan benar, tetapi ia belum pernah mengungkap nama pulau tersebut". Dalam benaknya Liem Tou segera mengambil keputusan, kepada Giok djie serta si gadis cantik pengangon kambing ujarnya.   "Aku rasa disekitar tepi lautan ini tentu banyak penduduk yang hidup disana sebagai kaum nelayan penangkap ikan, malam ini kita menginap disebuah rumah nelayan tersebut sekalian mencari tahu letak dari pulau Lie Hoa To ditambah pula sampan yang kita tumpangi sekecil ini mana mungkin bisa digunakan untuk keluar lautan? kita harus berganti dengan sebuah perahu besar untuk mengarungi samudra, entah bagaimana merurut pendapat kalian ?"   Si gadis cantik pengangon kambing serta Giok Djie sudah tentu tak ada perkataan lain mereka membungkam dalam seribu bahasa.   Mendadak Liem Tou taringat kembali akan kemampuan dirinya untuk berenang didalam air, jikalau menggunakan sebuah sampan kecil untuk melakukan perjalanan bukankah gerakannya akan jauh lebih cepat dan gesit dalam penyelidikan letak pulau Lie Hoa To tersebut? "Aakh..benar.   biar aku gunakan sampan kecil untuk menyelidiki terlebih dahulu kemudian baru bicara soal yang lain."   Pikir pemuda she Liem itu dihati.   Tetapi ia tidak sampai mengutarakan ke luar maksud hatinya ini.   demikianlah mereka bertiga dengan menumpah sampan kecil itu mendarat disebuah tepi pantai desa kaum Nelayan.   Melihat mnnculnya tiga orang manusia asing didesa tersebut, kaum nelayan penduduk disekitar sana jadi tercengang dan keheran-heranan, karena dalam dusun tersebut jarang sekali dikunjungi oleh orang asing.   Ketika Liem Tou melihat datang dari dusun Nelayan tersebut sangat miskin.   dan jumlah perempuan jauh lebih banyak dari kaum lelaki.   dalam bhati lantas berpikir;   "Kaum perempuan jelas tidak pernah keluar lautan untuk tangkap ikan, dari mulut mereka tidak mungkin bisa ditanyakan letak dari pulau Lie Hoa To tersebut, lebih baik aku pergi mencari sebuah keluarga yang kelihatannya rada kaya saja untuk berdiam sementara waktu,"   Setelah mengambil keputusan dalam hatinya ia lantas bertanya kepada seorang nelayan.   "Saudara, entah rumah siapa dalam dusun ini yang agak longgar dan dapat menampung kami bertiga untuK sementara waktu???"   Nelayan itu tidak langsung menjawab. ia melirik wajah Liem Tou, sigadis cantik pengangon kambing serta Giok djie lalu berpikir sejenak.   "Entah ada urusan apakah Khe-koan harus berdiam selama beberapa hari dalam dusun ini???"   Akhirnya ia bertanya.   "Urusan penting sih tidak ada, kami hanya ingin mencari tahu apakah disekitar lautan ini ada sebuah pulau kecil yang bernama Lie Hea To??" . Kembali Nelayan itu berpikir kembali mengeleng.   "Disekitar Lautan Timur sebelah sini hanya ada sebuah pulau Tauw Hoa To saja, belum pernah aku dengar nama pulau Lie Hoa To. Koan djien! mungkin kau salah mendengar!"   Serunya.   "Salah sih tidak mungkin salah lagi, atau mungkin karena kecilnya pulau ini sehingga kalian tidak begitu memperhatikan. Aaaakh? benar, aku ingin menanyakan satu hal lagi. Pernahkah kalian melihat beribu-ribu ekor burung elang yang terbang berbareng melewati tempat ini? jikalau pernah menjumpainya, masih ingatkah kau dari arah sebelah manakah mereka munculkan diri?"   Pertanyaan ini kontan membuat nelayan itu berdiri melongo dengan mata terbelalak keheranan lama sekali ia baru berseru.   "Pertanyaan yang Koan-djien ajukan sungguh lucu sekali , . cuma, pada suatu ketika agaknya pernah terjadi peristiwa macam ini.. coba biar aku berpikir sebentar... Aaakh- benar, agaknya peristiwa ini terjadi dua tahun berselang, agaknya pernah ada beribu-ribu ekor burung elang kecil maupun besar berbareng terbang lewati lempat ini. sedang dari arah menakah mereka datang aku kurang begitu ingat, pokoknya mereka datang dari tengah Lautan."   Mendengar kabar berita itu Liem Tou kegirangan setengah mati, buru-buru ia mengucapkan terima kasih kepada si nelayan tersebut. Sang Nelayan pun tertawa.   "Koan-djien! bilamana aku ingin mengetahui keadaan tersebut lebih jelas lagi lebih baik pergilah kedusun sebelah Utara untuk menjumpai Tjiau Toa pek. dia adalah Kepala kampung dusun ini dan banyak urusan yang ia ketahui". Sembari berkata nelayan itu menuding ke arah rumah kediaman Tjiau Toa pek yang dimaksudkan. Liem Tou segera ucapkan terima kasih, dengan membawa serta sigadis cantik pengangon kambing serta Giok djie mereka berangkat menuju kedusun sebelah Utara. Ditengah perjalanan si gadis cantik pengangon kambing tak dapat menahan rasa ingin tahunya lagi ia bertanya.   "Aku lihat sewaktu tadi kau mendengar pernah ada burung elang yang lewati tempat ini, wajahmu lantas kelihatan begitu gembira. sebenarnya apa sebabnya??".   "Usalkan kau pikir persoalan ini lebih cermat maka kau segara akan mengetahui alasan-alasannya"   Jawab Liem Tou setelah memandang sekejap gadis tersebut.   "Burung-burung elang tersebut terbang lewat tempat ini. ini berarti mereka sedang melakukan perjalanan dari pulau Lie Hoa To menuju kegunung Tjing Shia. asalkan kita bisa mengetahui arah gunung Tjing Shia yang tepat kemudian mengikuti arah kebalikannya pergi mencari, aku rasa tidak sulit untuk menemukan dimanakah letak pulau Lie Hoa To tersebut. coba kau pikir betul tidak???"   Baik si gadis cantik pengangon kambing mau pun Giok djie setelah mendengar ucapan tersebut jadi kegirangan seten gah mati.   Tidak lama kemudian mereka telah tiba didusun sebelah Utara, Kiranya Tjiau Toa pek yang di maksudkan berdiam disebuah bangunan rumah yang dikelilingi oleh pepohonan bambu yang hijau dan tumbuh sangat rapi, jelas tempat itu di atur dengan cermat sekali sehingga di pandang dari luar tempat itu tenang.   bersih dan menyenangkan.   Liem Tou segera mengetuk pintu dan berseru keras;   "Tempat inikah rumah kediaman dari Tjiau Toa pek??"   Dari dalam ruangan rumah.   "Yaya lagi keluar laut tangkap ikan, ada urusan??"   Belum selesai suara itu bergema Liem Tou mimpipun tidak menyangka orang yang keluar hanya seorang bocah cilik berusia delapan.   sembilan tahun dangan perbatasan pagar bambu ia mengalihkan separang matanya yang kecil dan jeli untuk perhatikan Liem Tou beberapa orang.   "Ooouw..sungguh bagus dan bersih wajah bocah ini,"   Tidak kuasa Liem Tou berseru memuji setelah melihat bocah kecil tersebut, Tidak lama pintu pagar dibuka dan bocah tadi munculkan diri untuk memberi hormat.   "Kalian bertiga tentu tamu-tamu yang datang dari tempat kejauhan, untuk mencari yayaku ada urusan apa? sebentar lagi yaya akan pulang dari laut."   "Engkoh cilik, usiamu masih sangat muda tapi banyak urusan yang telah kau ketahui, sungguh hebat ! Sungguh mengagumkan."   Puji Liem Tou sambil tertawa.   "Kami datang ke sini hanya ingin menyambangi yayamu belaka dan sebetulnya tak ada urusan yang penting. bolehkah kami duduk di dalam?"   Buru-buru si bocah cilik itu membuka pintu pagar mempersilahkan Liem Tou bertiga masuk kedalam.   Tanpa sungkan-sungkan lagi Liem Tou melangkah masuk, tampak olehnya pintu jendela bersih dari debu.   ruang tamu diatur dengan perabot yang sederhana tapi menarik, sedikitpun tidak mirip rumah kediaman seorang nelayan ! Teringat pula akan kecepatan gerak sang bocah sewaktu melongok keluar pagar tadi, diam-diam pemuda she Liem ini ambil perhitungan didalam hatinya "Tentu rumah ini adalah kediaman seorang pendekar silat yang tidak suka menampakkan kepandaiannya jelas mereka bukan kaum nelayan biasa ."   Pikirnya dihati. Karena berpendapat demikian timbullah hasrat Liem Tou untuk menyelidiki urusan tersebut dari mulut sang bocah yang sedang menghidangkan air teh".   "Engkoh cilik!"   Ujarnya sambil tertawa.   "Kau berdiam diri disini hanya dengan yayamu saja?? dimana Tia mu???"   Air muka sang bocah kontan berubah hebat sewaktu mendengar pertanyaan dari Liem Tou ini. tetapi dengan cepat ia sudah berubah tenang kembali.   "Soal ini aku sendiri juga tidak tahu. sejak aku mengerti urusan aku telah hidup berdua bersama yaya seorang bahkan iapun belum pernah membicarakan persoalan ini dengan diriku, harap suka memaapkan. bolehkah aku menanyakan nama besar dari Koei-khek (Tamu terhormat)?? Menanti Yaya pulang dari laut akupun bisa beritahu kepadanya sehingga tidak perlu Koei-khek repot-repot menperkenalkan diri lagi."   Melihat cara serta sikap bocah ini berbicara Liem Tou segera menyadari bahwa bocah cilik ini bukan saja mengerti urusan bahkan sangat terlatih. Selagi Liem Tou hendak memberikan jawaban, mendadak terdengar Giok djie sudah berebut berkata.   "Aakh! kulihat usiamu masih sangat muda kenapa sikapmu begitu pakai aturan sehingga bikin orang kurang leluasa melihatnya, nah? biarlah aku yang beritahukan urusan ini kepadamu. Dia she Liem bernama Liem Tou, sedang aku bernama Giok djie. sekarang aku? siapa namamu?" , Sembari berkata Giok djie bersuit nyaring, kearah luar pintu. dua ekor elang raksasa dengan cepat segeta meluncur masuk ke dalam ruangan dan hinggap di atas kedua belah pundak Giok djie.   Raja Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Giok djie ! kenapa kau begitu nakal?"   Tegur Liem Tou sewaktu melihat kecerobohan si gadis tersebut."   Bukankah usiamu jauh lebih tua daripada dirirya?? coba kau lihat bocah ini sungguh tahu kesopanan".   Bocah itu hanya tertawa ringan.   ia melirik sekejap keatas wajah Giok djie kemudian memandang ke dua ekor burung elang itu dengan cermat, beberapa saat kemudian mendadak ia bertanya.   "Kau benar bernama Gok djie?"   Siapa yang lagi membohongi dirimu ??"   Seru Giok djie cemberut, ia merasa sedikit diluar dugaan dengan pertanyaan tersebut. Bocah itu menelan air liur, ujarnya ragu-ragu.   "Aku bernama Tjioe..."   Siapa nyana belum selesai ia berkata mendadak dari pintu luar berkumandang datang suara teguran seseorang dengan suara yang berat dan mantap.   "Cucuku, kau lagi bicara dengan siapa? apakah rumah kita telah kedatangan tetamu?"   Mendengrr suara tersebut bocah lelaki itu segera menubruk ketempat luaran.   "OOUW ..yaya kau sudah kembali!"   Teriaknya keras.   "Benar, rumah kita telah kedatangan tiga orang tetamu. mereka datang dari tempat kejauhan !"   Buru-buru Liem Tou bangun menyambut kedatangan orang yang disebut "Yaya"   Oleh bocah cilik itu.   Dari luar pintu berjalan masuk seorang nelayan tua yang telah berusia lima enam puluh tahunan, pada pundaknya ia menjinjing sebuah jaring ikan yang besar, dandanannya tiada berbeda dengan nelayan-nelayan lainnya.   Tapi sewaktu sinar mata mereka berdua saling berbentrok satu sama lainnya, seketika ke dua orang itu sama-sama dibikin melengak.   Terang orang ini bukan seorang manusia biasa, kenapa ia bisa berdiam ditempat ini?"   Pikir Liem Tou dihati. Siorang tua itu sendiri setelah memandang sekejap wajah Liem Tou, dengan wajah penuh dihiasi dengan senyuman, ujarnya.   "Aaaaakh...! aku si orang tua tidak tahu akan kedatangan tetamu terhormat harap di maafkan ! harap dimaafkan !"   "Tidak berani!"   Seru Liem Tou seraya menjura.   "Cianpwee terlalu banyak adat justru seharusnya Kamilah yang minta maap karena dengan lancang telah mengganggu ketenangan Loocianpwee!"   Orang tua itu mendongak memperdengarkan suara gelak tertawa yang nyaring dan lantang, mendadak sinar matanya berkelebat dan melototi sepasang burung elang yang hinggap diatas pundak Giok djie dengan pandangan melotot.   iem Tou yang dapat melihat sikap aneh dari siorang tua itu timbullah rasa curiga dalam hatinya.   "Apa yang sebenarnya telah terjadi??"   Pikirnya dihati.   "apakah burung elang ini mempunyai hubungan yang erat dengan kakek serta cucunya itu??"' Dihati ia berpikir demikian sedang diluaran ujarnya.   "Tjayhe datang kemari menyambangi Cianpwee, tentu Cianpwee merasa tercengang dan heran atas kedatangan kami bukan?? padahal kami tidak ada urusan penting lainnya. tjayhe bertiga kecuali ingin minta ijin kepada cianpwee untuk berdiam beberapa hari disini, disamping itu tjayhe pun ingin minta keterangan akan letak sebuah pulau kecil. entah dapatkah cianpwee mengetahuinya!"   Mendengar ucapan tersebut Tjiau Toa pek Siorang tua itu mendongak kembali tertawa tergelak.   "Tju-wi adalah tamu terhormat yang datang dari tempat kejauhan, asalkan aku si orang tua tahu tentu akan kami beritahu sejelas-jelasnya. sedangkan mengenai tempat tinggal aku si orang tua merasa bangga karena kalian suka berdiam disini, hanya gubuk kami kotor mungkin tidak menyenangkan hati kalian. .!"   "Mana..mana..mana, terlebih dahulu tjayhe ucapan banyak terima kasih atas kemurahan hati cianpwee!"   Ujar Liem Tou ambil tersenyum.   "Pulau kecil yang ingin tjayhe cari bernama Lie Hoa To, tahukah cianpwee akan letak pulau tersebut??", Mendengar disebutkannya nama pulau itu kontan Tjiau Toa pek kerutkan keningnya. Belum sempat ia berkata si bocah cilik cucunya yang berada di samping sudah berteriak terlebih dahulu.   "Ooouw..pulau Lie Hoa To, ada. .. ada...."   Mendadak air muka Tjiau Toa pek berubah hebat.   "Tjioe djie, apa yang kau ketahui? cepat pergi siapkan santapan, sekalian masak beberapa ekor ikan segar untuk menghormati tetamu."   Kena ditegur Tjioe djie membungkam dan segera putar badan berjalan masuk kedalam. Setelah sang bocah masuk kedalam. Tjieu Toa pek baru berpaliag kearah Liem Tou.   "Tolong tanya siapakah nama besarmu?"   "Boanpwee Liem Tou."   Jawab sang pemuda berterus terang.   Secara samar-samar dari sepasang mata Tjiau Toa pek memarcarkan cahaya berkilat tapi hanya sebentar saja sudah lenyap kembali.   Hal ini semakin menambah tebal rasa curiga Liem Tou dalam hatinya, ia pertinggi kewaspadaannya.   Terdengar Tjiau Toa pek tertawa terbahak-bahak.   "Haaa... haa ..haa... aku si orang tua perrah mendengar berita bahwa dari daerah Tionggoan telah muncul seorang pendekar kerbau hijau yang bernama Liem Tou, apakah Koei-khek adalah si Tjing Gouw Hiap khek?"   Sewaktu mengucapkan perkataan tersebut dengan pandangan yang tidak leluasa ia pelototi wajah sang pemuda tajam-tajam.   "Tidak berani, gelar itu hanya pemberian kawan-kawan dunia kongouw kepada tjayhe belaka."   Kata Liem Tou tertawa.   "Padahal kepandaian tjayhe peroleh hanya ilmu silat kaki tiga belaka, mana berani menerima gelar sebagai seorang Hiap- khek? bila pandanganku tidak melamur justru locianpweelah seorang Tjianpwee dari Bu-lim, tjayhe masih mengharapkan banyak petunjuk dari diri tjianpwee !"   "Haa...haaa... haa..seorang kakek tua yang hidup tergantung dari menangkap ikan mana boleh disebut seorang Bu-lim tjianpwee?"   Sekali lagi Tjiau Toa Pek tertawa tergelak.   Melihat si orang tua itu tidak suka menerangkan asal usul sendiri Liem Tou merasa tidak enak untuk mendesak lebih lanjut.   Waktu itu ketika Giok djie mendengar apa yang diucapkan kedua orang itu makin lama makin menjauh dan sama sekali tidak menyinggung-nyinggung soal pulau Lie Hoa To lagi, hatinya merasa sedikit tidak sabaran, diam-diam ia bangun berdiri dan menyelinap masuk kedalam bilik.   Tampak olehnya Tjioe djie seorang diri sedang menanak disana.   Giok djie segera berjalan menghampiri.   "Heei...! aku lihat wajahmu ada sedikit kukenal"   Tegurnya. Tjioe-djie memandang pula sekejap kearah gadis itu kemudian mengagguk.   "Akupun demikian, agaknya aku pernah berjumpa dengan dirimu, benarkah kau bernama Giok djie?"   Pertanyaan yang sekali lagi diulang Tjioe djie ini membuat Giok-djie jadi kaget dan tercengang.   "Mengapa kau selalu saja menanyakan namaku?"   Tegurnya.   "Karena aku merasa pernah mendengar nama ini!". GioK-djie tertegun, ia berpikir keras tapi hasilnya tetap nihil karena itu tanyanya kembali.   "Eeei, . pulau Lie Hoi To yang tadi kau katakan sebetulnya terletak dimana??".   "Ditengah lautan! dahulu Yaya sering membawa aku pergi kesana, ditempat itu banyak terdapat burung-burung elang tapi setelah aku menjadi besar. yaya tidak pernah mengajak aku pergi kesana lagi'".   "Apakah yayamu tidak suka membawa kau pergi kesana??"   "Aku tidak tahu, yaya belum pernah mengungkap persoalan tersebut sampai kesoal ini". Giok-djie membungkam. sejurus kemudian mendadak ia teringat akan satu persoalan. tiba-tiba tanyanya;   "Kau pernah berlatih ilmu silat??"   Lama sekali Tjioe-djie melototi dirinya, akhirnya ia mengangguk.   "Pernah!"   Jawabnya lirih.' Tapi yaya melarang aku beritahu urusan ini kepada orang lain, kau jangan katakan kepada orang lain lho!"   "Aku tahu, dan sekarang kau harus harus beritahu kepadaku dimana letak pulau Lie Hoa To tersebut !"   Kembali Tjioe-djie berpikir kemudian ujarnya lirih.   "Bukankah tadi kau mendengar sendiri apa bila yaya sedang marah kepadaku? agaknya ia tidak perkenankan diriku untuk beritahu letak pulau tersebut kepada kalian, apa maksudmu mencari tahu letak pulau Lie Hoa To?"   Giok-djie yang makin melihat makin menaruh simpatik terhadap bocah ini, sekarang sama sekali tidak mengelabuhi dirinya.   "Kami hendak pergi mencari seseorang, kepandaian silat yang ia miliki luar biasa lihaynya dan dahulu aku mengikuti dirinya."   Sahutnya setengah berbisik.   "Aaakh. sekarang aku teringat sudah, bukankah ramamu Tjioe Leng Tju ?"   Sepasang mata Tjioe-djie yang terbelalak semakin melebar lagi. ia pelototi diri Giok-djie tak berkedip.   "Eeei..benar! darimana kau bisa tahu??"   Serunya terkejut bercampur tercengang.   "Ooouw..tidak kusangka kau adalah Tjioe Leng Tju."   Waktu itu Giok-djie sendiripun pun rasa kaget dan melengak.   "Aku adalah enci Giok mu. sewaktu berada diatas pulau Lie Hoa To kita hanya pernah berjumpa dua kali, tapi begitu kujumpai dirimu aku lantas suka padamu kau sangat baik dan penurut! kejadian itu mungkin telah berlangsung lima tahun berselang, bukankah waktu itu kau berdiam didalam rumah putih yang ada diatas pulau, bagaimana sekarang bisa berada disini??". Jilid-53 Liem Tou kepulau Lie Hoa To. AKU SUDAH tidak lagi semua urusan ini. Oouw...enci Giok ! maukah kau beritahu kepadaku tentang hal itu??". Dengan adanya penemuan ini perasaan hati Giok djie semakin tertekan lagi, ia menggeleng.   "Aku sendiripun tak dapat menceritakan persoalan itu. cuma bila dugaanku tidak salah kau seharusnya adalah putra Thian Pian Siauwtju coba lihat! potongan wajahmu sangat mirip sekali dengan dirinya."   "Thian Pian Siauwtju?? siapa itu Thian Pian Siauwtju, aku belum pernah mendengar nama orang ini !"   Sewaktu mereka sedang bercakap-cakap dengan asyik. mendadak dari luar jendela dapur Tjioe djie menemukan adanya bayangan putih yang berkelebat lewat, tak kuasa lagi dengan seluruh tenaga yang ada dia berteriak.   "Yaya kau dimana! Coba kau lihat dari luar jendela agaknya ada bayangan manusia sedang berkelebat lewat."   Teriakan tersebut seketika membuat hati Liem Tou tergetar bayangan hijau berkelebat lewat tahu-tahu ia sudah melayang keluar kamar dan sekali enjotkan badan berdiri diatas atap rumah.   dimana sinar matanya berkelebat mendadak dari tempat kejauhan ia temukan adanya sesosok bayangan putih sedang berlari menjauh.   Bila ditinjau dari potongan badan mau pun caranya berlari tak usah diragukan lagi Liem Tou dapat mengenali sebagai potongan badan Boe Beng Tok-su.   tidak kuasa lagi ia menggerutu didalam hati.   "Kurang ajar, sungguh orang itu bernyali berani mengikuti aku sampai disini!"   Dengan hati gemas Liem Tou segera meloncat turun kebawah.   "Benar-benar ada orang??"   Buru-buru si gadis cantik pengangon kambing menegur.   "Benar!"   Liem Tou mengangguk.   "Kembali simanusia yang tidak tahu diri itu."   "Siapa ??"   Tanya Tjiau Toa Pek secara tiba-tiba dengan sinar mata berkilat.   "Aku Tjiau Toa pek seharusnya merasa bangga bisa mendapat kunjungan begitu banyak kawan."   "Tjianpwee kau jangan marah, Cayhe telah membawa datang kerepotan buat diri Tjianpwee, bila dibicarakan sebetulnya orang ini mempunyai nama besar yang sangat terkenal, dia adalah Sin Beng kauwtju yang bernama Boe Beng Tok-su. Tjianpwe! pernahkah kau mendengar nama orang ini? "   Seluruh tubuh Tjiau Toa Pek tergetar keras setelah mendengar nama orang itu, wajahnya kelihatan begitu ketakutan.   "Sin Beng kauwtju? Siapa yang tidak tahu nama besarnya? Aduuh celaka, jika ia betul-betul datang habislah sudah..."   Melihat sikap siorang tua yang berpura-pura Liem Tou diam-diam tertawa dingin tiada hentinya.   "Kendati aku Liem Tou lebih tak becus pun masih dapat melihat apabila kau pandai bersilat."   Pikirnya dihati.   "Mungkin kepandaianmu tidak berada di bawah ilmu silat Boe Beng Tok- su apa gunanya kau perlihatkan sikap yang berpura-pura macam ini?"   Hingga detik inilah Liem Tou tahu Tjiau Toa pek yang berada di hadapannya saat ini kemungkinan besar mempunyai hal-hal yang tidak cocok dan berdiri pada posisi berlawanan dengan dirinya, teringat akan hal ini Liem Tou pun tidak sungkan-sungkan lagi.   "Kedatangan cayhe kali ini ke Timur terus terang saja sebetulnva hendak pergi mencari pulau Lie Hoa To untuk menjumpai Thian Pian Siauwtju, Ke Hong guna menghitung piutang tempo dulu, hanya sayang tidak kami ketahui dimanakah letak pulau Lie Hoa To tersebut, apabila loocianpwee mengetahui letak pulau tersebut harapkan suka memberi petunjuk. Tjayhe tentu merasa sangat berterima kasih sekali."   "Aku si orang tua sudah hidup puluhan tahun lamanya ditempat ini, dan nama pulau Lie Hoa To pernan kami dengar hanya saja arah yang sebetulnya kurang terang. Jikalau thayhiap ada maksud pergi kesana, demikian saja. bagaimanapun ini hari cuaca sudah menggelap, untuk sementara kalian berdiamlah sehari disini besok pagi aku akan bantu kalian pergi mencari tahu letak pulau Lie Hoa To tersebut, tentu aku tak akan bikin thayhiap jadi kecewa."   Liem Tou yang merasa ucapan itu memang rada cengli segera menyanggupi, hanya saja pada waktu itu pemuda kita dapat menemukan air muka Tjiau Toa pek rada sedikit tidak beres, timbullah rasa curiga dalam hatinya.   "Mungkinkah dibalik kesemuanya ini sedang menjalankan suatu siasat licik? Aku harus waspada dan selalu bersiap sedia."   Pikirnya didalam hati.   Ketika itu Giok djie telah berjalan keluar dari dalam dapur, sekalipun ia berhasil mendapat tahu keadaan yang sebenarnya dari Tjioe djie tapi ia gagal dalam mencari tahu letak dari pulau Lie Hoa To tersebut.   Malam itu setelah habis bersantap malam Giok-jie mencari satu kesempatan baik untuk memberitahukan urusan ini pada diri Liem Tou! "Paman Liem.   aku ingin memberitahukan satu urusan kepadamu, bocah cilik itu pernah kujumpai sewaktu masih berada diatas pulau Lie Hoa To.   Kemungkinan besar dia adalah putra dari Thian Pian Siauwtju!".   "Hakh, dikolong langit mana ada urusan seaneh ini??"   Mendengar perkataan itu mendadak Liem Tou tertawa.   "Ke Hong tidak punya istri, darimana ia bisa punyak anak?"   "Benar, tentang urusan itu aku sendiri pun kurang jelas cuma aku masih ingat bukankah pernah aku bercerita kepalamu apa bila diatas pulau itu terdapat sebuah rumah berwarna putih kecuali siauwtju seorang siapapun dilarang memasuki tempat itu, menurut pemikiran kemungkinan besar istrinya ia sembunyikan disana". Liem Tou tetap menggeleng.   "Persoalan ini tidak mendekati kenyataan aku masih kurang percaya.."   Raja Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Katanya. GIOK jie langsung mencibirkan bibirnya dengan mendongkol katanya.   "Thian Pian siauwtju justru merupakan seorang manusia yang tidak kenal aturan, apanya yang perlu diherankan??"   Ia segera putar badan menemani sigadis cantik pengangon kambing pergi istirahat.   Liem Tou tetap beristirahat diruang tetamu.tapi mana ia sanggup pejamkan mata? teringat akan kelihayan dari sikap Tjiau Toa pek tak terasa ia bangun dan duduk bersemedi sebentar.   perlahan-lahan pikiran serta semmgatnya jadi segar kembali Pendengarannva semakin tajam, ratusan tombak disekeliling tempat itu dapat ia dengar dengan jelas bahkan rontoknya setangkai daun keringpun tak bakal lolos dari telinganya.   Pada saat itulah telinganya dapat menangkap suara lari seseorang yang ringan tapi cepat melayang turun dari ratusan tombak jauhnya di luar gubuk tersebut orang itu datang dari tempat luaran.   Liem Tou dapat mendengar suara berkibarnya ujung baju tersampok angin, dalam beberapa kali loncatan saja orang itu sudah berada disamping gubuk tersebut lalu disusul dengan suara sentilan jari mengetuk jendela.   Suara itu berasal dari kamar Tjiau Toa Pek siempunya rumah.   "Oooow . kiranya ia mendatangkan pembantu."   Diam-diam pikir Liem Tou dalam hati. Tidak selang beberapa saat Liem Tou kembali dapat menangkap suara dibukanya sang jendela disusul dengan suara lirih dari sang bocah.   "Yaya kau pergi kemana !"   Kau pergilah tidur?"   Sahut Tjiau Toa pek lirih.   "Disini tak ada urusanmu lagi, dan haruslah kau ketahui persoalan ini sangat menegangkan, setelah kau menginjak dewasa kau bakal tahu sendiri, jikalau besok pagi orang-orang itu bertanya kemana aku pergi, kau harus menjawab aku sedang pergi kedusun untuk mencari tahu letak pulau Lie Hoa To. jangan sekali-kali kau ceritakan persoalan malam ini."   Suasana kembali sunyi senyap. Liem Tou tahu Tjiau Toa pek telah meloncat keluar dari jendela dan kini ia telah berada diluar rumah.   "Asalkan mereka belum keluar dari seratus tombak dari sini, aku tak boleh mengejutkan mereka, aku harus dengar dulu siapa yang barusan datang kemari."   Pikir Liem Tou didalam hati. Sedikitpun tidak salah, kedua orang itu sama-sama berhenti disuatu tempat lima puluh tombak dari ruangan gubuk. Terdengar Tjiau Toa pek berkata.   "Jikalau dugaanku tidak salah, kau pastilah Sin Beng Kauwtju." .   "Ooow.. dia?"   Seru Liem Tou sangat terperanjat didalam hatinya.   "Jika kudengar dari nada ucapannya jelas mereka saling mengenal."   Boe Beng Tok-su tertawa ringan.   "Bila dugaanku tidak meleset, kau dapat mengelabuhi sepasang mata Liem Tou si bangsat cilik itu tapi tak bakal bisa mengelabuhi diriku kau tentu adalah mertua Thian Pian siauwtju yang disebut orang sebagai Siauw Bian Thiat Tjiang atau si Telapak besi berwajah riang Tjiau Thian Kie adanya."   Tjian Toa pek mendengus dingin.   "Tempo dulu kau kirim orang datang untuk mengundang aku masuk perkumpulanmu sekarang apa maumu?? walaupun tempo dulu aku dengan si hweesio tujuh jari Tjhiet Tjie Tauw tuo mempunyai sedikit ikatan persahabatan, tapi akhirnya aku menyesal telah bergaul dengan dirinya. apa maksud kedatanganmu kemari jika kau tidak mau bicara ajoh cepat pergi dari sini." .   "Orang budiman tidak bicara kata-kata sembunyi."   Ujar Boe Beng Tok-su kembali tertawa.   "Tjiau Susiok aku lihat bukankah kau hendak menyeberang kepulau Lie Hoa To untuk mengirim kabar kepada diri Ke Hong?? aku lihat tak berguna usahamu ini, Liem Tou sudah bulatkan tekad dengan taruhan nyawa hendak menjumpai dirinya, cepat atau lambat ia bakal terluka ditangan Liem Tou' apa gunanya kau pergi mengirim kabar buat dirinya?"   "Siapa yang bilang aku mau pergi kepulau Lie Hoa To??"   Seru Tjiau Toa pek gusar.   "Siapa yang mau mengurusi urusan menantu jahanam tersebut?"   "Heee ..heeee. heeee . aku lihat kau sedang bicara lain diluar lain dihati! Walau pun Ke Hong dengan paksa mengawini putrimu bahkan dalam keadaan gusar ia telah menyelesaikan istrinya ditangan sendiri. tapi menantumu sampai akhirpun tetap merupakan menantumu apalagi kau sekarang sudah mempunyai cucu luar!"' Agaknya Tjiau Toa pek telah dibikin gusar oleh ucapan tersebut. ia membentak gusar.   "Kau siluman jahanam. sebenarnya ada urusan apa datang kemari???..."   "Sekarang ku masih belum boleh beritahu hal ini kepadamu, tapi lambat laun kau akan jadi jelas dengan sendirinya. Cuma kau boleh berlega hati, terhadap dirimu aku tidak bermaksud untuk mencelakai, nah sekarang bila kau mau pergi cepatlah pergi, maaf badanku masih menderita sedikit luka yang parah sehingga tak dapat membantu diri Ke hong. tetapi Liem Tou sibangsat cilik itu pada suatu hari pasti akan menemui ajalnya ditanganku. aku bisa bicara pasti bisa melakukannya,"   Terhadap apa yang diucapkannya Sun tji si, agaknya Tjiau Toa pek masih merasa tidak berlega hati. desaknya lebih lanjut.   "Setelah kedatanganmu punya maksud tertentu kenapa tidak cepat kau utarakan? seorang lelaki sejati bisa berbicara bisa berbuat kenapa tidak kau sekalian terangkan?? kemungkinan sekali aku sitelapak besi berwajah riang bisa menyembuhkan dirimu !"   "Urusan yang lain mungkin kau masih bisa menyempurnakan diriku. tapi urusan ini kau pasti tak dapat melakukannya."   Seru Boe Beng Tok-su dengan memperendah suaranya.   "Sekali lagi kuulangi perkataanku kepadamu kedatanganku kemari adalah bermaksud baik. kita sama-sama memperoleh manfaat yang tidak saling merugikan, dan malam ini sekalipun kukatakan kepadamu kau juga tak akan percaya, tapi sepuluh tahun kemudian kau pasti akan berterima kasih sekali kepadaku."   "Sepuluh tahun . .?"   Saking kaget dan tertegunnya Tjiau Toa pek berseru tertahan, Liem Tou dapat mendengar kesemuanya itu dengan sangat jelas.   Kembali Boe Beng Tok-su tertawa diiringi dengan ujung baju tersampok angin ia telah meloncat keluar dari lingkungan seratus iombak dan tidak kedengaran lagi suaranya.   Hingga saat inilah Liem Tou sudah tahu kedudukan yang sebenarnya dari Tjiau Toa-pek bahkan mengetahui pula bila malam ini ia hendak berangkat menuju pulau Lie Hoa To, kesempatan baik susah dipastikan ia segera bangun berdiri dan mengintip dari celah-celah pintu.   Tampak olehnya Tjiau Toa-pek dengan berpangku tangan sedang berjalan bolak-balik diluar pintu pagar.   Tidak usah diragukan lagi ia sedang memikirkan apa maksud kedatangan Boe Beng Tok-su kemari, tujuan orang itu membuat hatinya tidak tenang.   Beberapa saat kemudian ia mendongak, setelah diketahui waktu telah menunjukkan kentongan ketiga hatinya semakm cemas dan gelisah lagi, sepasang telapak tangannya mengepal kencang dan merasa cemas.   Akhirnya ia hentakkan kakinya ketanah kemudian berkelebat menuju kearah tepi lautan.   Melihat orang itu telah berlalu Liem Tou pun enjotkan badannya menerobos keluar dari jendela dan menguntil dari belakang.   Setelah berlarian beberapa ketika, sepasang mata Liem Tou yang bisa melihat sesuatu dengan jalan ditengah kegelapan dapat menemukan munculnya sebuah teluk alam disisi lautan dimana berpuluh-puluh sampan nelayan berlabuh disana.   Tjiau Toa pek langsung berkelebat menuju keteluk itu dengan kecepatan laksana sambaran kilat, Liem Tou yang melihat gerakan tubuhnya segera dapat menduga apa bila tenaga sinkang yang dimiliki orang tua ini telah berhasil mencapai kesempurnaan.   Diam-diam hatinya kegirangan, ia berpikir.   "Asalkan malam ini kau bisa tiba dipulau Lie Hoa To sudah tentu akupun bisa sampai juga."   Tapi iapun tahu jelas.   asalkan membiarkan ia melepaskan perahunya untuk berangkat ketengah lautan kemudian baru melakukan pengejaran dari belakang maka tindakannya ini pasti konangan.   Daripada berbuat demikian ia ambil keputusan untuk mendahului orang tua itu bersembunyi terlebih dahulu dibawah perahunya, setelah ia berangkat bukankah ia bakal ikut?? Ketika ia sudah berhasil mengambil keputusan.   jarak mereka dengan teluk dimana pada berlabuh tinggal seratus tindak belaka.   sedang Tjiau To pek hanya lima puluh tomdak didepan.   Liem Tou dengan kepandaian pemuda ini ia masih sempat mengejar sebelum orang itu menjalankan perahunya.   Dengan cepat badannya berkelebat lewat sejauh tujuh delapan tombak, dalam dua kali loncatan ia telah berada tiga puluh tombak jauhnya lalu dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya ia berputar satu kalangqn besar dan muncul kembali dari arah yang berlawanan dengan Tjiau Toa pek.   Setibanya ditengah teluk tersebut pemuda ini bersembunyi dibalik perahu para nelayan lainnya, dengan demikian Tjiau Toa pek sama sekali tidak menemukan jejaknya.   Pada waktu itu Liem Tou dapat melihat Tjiau Toa pek telah berjalan naik keatas sebuah perahu sampan dengan layar tunggal, diatas sampan tersebut hanya terdapat sebuah barak kecil yang hanya muat untuk menampung seseorang dari curahan hujan, Setelah melepaskan jangkar Tjiau Toa pek siap menjalankan perahunya menuju ketengah lautan.   Melihat keadaan dari sampan tersebut, Liem Tou mulai berpikir didalam hatinya.   "Untuk bersembunyi diatas perahu sampan sekecil ini tanpa konangan rasanya merupakan suatu hal yang mustahil."   Terpaksa secara diam-diam ia turun kedalam air untuk bersembunyi di belakang barisan perahu sampan itu turun dan membonceng dari sana.   Pada dasarnya ilmu berenang dari Liem Tou sangat lihay, setelah berada di dalam lautan ia tidak takut lagi kena didorong oleh ombak lautan yang besar.   Tidak lama kemudian Tjiau Toa pek dengan menggunakan sampan kecil itu telah meninggalkan teluk menuju kelautan bebas.   Suasana diempat penjuru sunyi senyap tak ada sedikit suarapun.   yang terlihat hanya rembulan yang tergantung di tengah awang-awang dan bintang berkelip di tempat kejauhan, angin laut berhembus tajam mendatangkan rasa perih di badan.   Setelah berada ditengah samudra bebas, Tjiau Toa pek bekerja makin keras.   sampan kecil tersebut bagaikan sebuah daun kering saja laksana anak panah yang terlepas dari busur meluncur kearah depan.   Kurang lebih setengah jam kemudian sampan telah berada ditengah samudra yang amat dalam, ombak segulung demi segulung bergelora mendatang membuat perahu sebentar naik sebentar turun.   Sampan itu dimainkan ombak bagaikan sebentar berada diatas puncak gunung sebentar kemudian terperosok kedasar lembah yang dalam sungguh membuat hati merasa bergidik.   Tapi Tjiau Toa pek sebagai seorang nelayan yang kerjanya setiap hari ada ditengah lautan, ombak sebesar itu sama sekali tidak mempengaruhi dirinya.   Kembali setengah jam lewat dengan cepatnya, agaknya Tjiau Toa-pek merasa jalannya perahu terlalu lambat terlihat tangan kirinya mencekal dayung dan tangan kanan mulai mengirim pukulan kosong menghantam permukaan air laut.   Dengan demikian gerakan sang perahu jadi lebih cepat berkali kali lipat, terutama sekali pukulan Tjiau Toa pek yang berat bagaikan hantaman benda ribuan kati ini semakin mempercepat gerakan perahunya.   Liem Tou yang membonceng dibelakang, sembari secara diam-diam memperhatikan arah yang mereka tuju pikirnya dihati.   "Kenapa aku tidak membantu dirinya sehingga bisa lebih cepat tiba dipulau Lie Hoa To ???"   Berpikir secara demikian tanpa berpikir panjang lagi telapak tangannya mengirim sebuah pukulan lunak keatas permukaan, pukulan ini halus dan sama sekali tidak meninggalkan bekas diatas permukaan laut walaupun kekuatannya sangat luar biasa.   Sang perahu kontan saja meluncur kedepan dengan kecepatan bertambah puluhan kali lipat.   Bantuan yang diberikan Liem Tou secara diam-diam ini segera mendatangkan rasa kaget dan tercengang bagi diri Tjiauw Toa pek, terdengar ia bergumam seorang diri.   "Sungguh aneh sekali, perahuku kenapa bisa meluncur dengan kecepatan beberapa kali lipat lebih hebat dari biasa?". Mendengar ucapan itu Liem Tou mengerti dihati Tjiau Toa pek telah timbul perasaan was-was, karena bersamaan dengan berhentinya si orang tua itu mengirim pukulan kosong keatas permukaan laut Liem Tou terpaksa berhenti pula membantu. Dengan demikian setelah perahu itu menerjang puluhan tombak jauhnya kedepan perlahan-lahan jadi lambat kembali. Melihat hal tersebut tak terasa lagi Tjiau Toa pek tertawa geli sendiri.   "Aku sungguh bodoh, buat apa kukhawatirkan hal yang tak berguna, kejadian apa lagi yang bisa menimbulkan keanehan kecuali perbuatan sendiri."   Karena berpikir demikian iapun kembali mengirim pukulan kosong keatas permukaan sehingga Liem Tou dapat membantu pula mempercepat perjalanan yang sedang mereka tempuh.   Perahu bergerak dengan cepatnya dan kentongan keempat pun telah tiba.   Liem Tou yang bersembunyi dibelakang perahu tidak berhasil mengetahui apakah mereka telah tiba dipulau Lie Hoa To atau belum, hanya secara mendadak ia dapat menangkap suara suitan Tjiau Toa pek yang nyaring dan bergema memenuhi seluruh permukaan lautan yang luas.   Suitan panjangnya berkumandang jauh sampai puluhan lie, dimana suara suitan lewat angin pukulanpun kembali menyambar.   "Aah, mungkin sudah hampir sampai pikirnya dalam hati.   "Jelas suara suitan itu ditujukan untuk mengirim kabar ke arah pulau."   Dengan tenaga murninya yang hebat Lim Tou menghantam keatas permukaan air laut.   Siapa sangka justru ketika itulah perahu sedang bergerak dengan kecepatan penuh.   tenaga tekanan dari Liem Tou ini kontan mengangkat sampan tersebut meninggalkan permukaan air setinggi beberapa coen dan menyusup puluhan tombak jauhnya.   Tjiau Toa pek yang ada diatas perahu segera merasakan badannya gontai sehingga hampir hampir saja terlempar jatuh ke dalam laut.   Saat ini ia tak dapat menahan diri lagi segera bentaknya.   "Keadaan pada malam ini sangat mencurigakan, hei siapa yang ada didasar perahu, ayoh cepat munculkan diri untuk berjumpa dengan diriku."' Teguran ini membuat Liem Tou berdesir, pikirnya.   "Pulau Lie Hao To belum kelihatan bayangannya, jikalau jejakku benar ditemukan bukankah usahaku selama ini akan menemui kegagalan??"   Ketika itulah Liem Tou secara mendadak merasakan kaki Tjiau Toa pek bergeser ke arah belakang perahu dan agaknya hendak melongok kebawah perahunya.   Liem Tou gelisah, diam-diam ia menyusupkan diri kedasar lautan sedangkan tangannya mencekal bagian perahu yang berada didasar air.   dengan berbuat demikian maka jejaknya akan terhindar dari pemeriksaan Tjiau Toa pek.   Sedikitpun tidak salah.   Tjiau Toa pek benar-benar bongkokkan badan untuk memeriksa dasar perahu tapi mana mungkin ia temukan bayangan manusia disana? tak terasa lagi siorang tua ini bergumam seorang diri.   "Sungguh ini hari kutemui setan, kenapa baik perahuku bisa terbang sendiri?? apa mungKin ada ikan hiu raksasa yg lewat dibawah lantas sekalian mengangkat badan perahuku? tapi ...siapa yang mau percaya dengan hal tersebut?"   Sejurus kemudian Liem Tou munculkan dirinya kembali keatas permukaan air laut tanpa menimbulkan sedikit suarapun, ia kuatir benarkah mereka sudah tiba dipulau Lie Hoa To atau belum! sembari mencekal pinggiran perahu sedikit demi sedikit ia bergeser keujung perahu dan memandang kedepan.   "Aaah... bukankah itu adalah sebuah pulau kecil??' serunya dalam hati. Dihadapan matanya tampak terbentang sebuah palau dengan bukit yang menjulang keangkasa sungguh indah dan megah pemandangannya. Liem Tou kegirangan setengah mati melihat munculnya pulau tersebut. meminjam tertutupnya pemandangan dari arah belakang kedepan oleh sebuah bilik kecil Liem Tou menerobos masuk kedalam perahu dan bersembunyi dibalik bilik tadi. Pada dasarnya perahu itu sudah dibasahi oleh ombak maka walaupun dengan badan basah kuyup ia naik keperahu sama sekali tidak meninggalkan bekas apapun juga. diam-diam ia menghembuskan napas panjang.   "Kenapa tidak sejak tadi aku datangi tempat ini??? tahu begini tak perlu repot-repot badanku terendam air laut selama satu kentongan lebih. Dengan badan capai ia membaringkan diri didalam perahu dan pejamkan mata atur pernapasan. Sedangkan Tjiau Toa pek yang ada diluar satu pukulan demi satu pukulan masih menggerakan perahunya. hanya saja kali ini kendati ia sudah keluarkan seluruh tenaga perahunya tidak juga berhasil bergerak secepat waktu tadi. Tidak lama kemudian perahu sudah menepi dan Tjiau Toa pek pun gerakkan perahunya mendekati pantai teriaknya secara tiba-tiba.   "Ke Hong! Ke Hong! jika kau berada di atas pulau cepatlah datang kemari, aku Tjiau Thian Kie ada perkataan yang hendak disampaikan kepada kamu,"   Walaupun ia sudah berteriak beberapa saat dari atas pulau belum juga kedengaran suara sahutan seorang manusiapun.   Terpaksa ia menjalankan kembali perahunya mengikuti sepanjang pantai dari tempat kejauhan akhirnya ia temukan cahaya lampu' Buru-buru teriaknya kembali.   "Adakah manusia diatas pulau?? cepat datang menjumpai aku Tjiau Thian Kie!"   Suara teriakan ini amat lantang dan nyaring tidak mungkin kalau orang yang ada diatas pulau tidak mendengar suaranya.   Siapa sangka begitu suara tadi meluncur keluar lampu yang semula berkelip-kelip di atas pulau kini padam sama sekali.   Tjiau Thian Kie jadi gusar dan mencak-mencak dengan langkah berat berjalan keujung perahu untuk melemparkan jangkar kelaut sedang ia sendiri meloncat naik ke atas pantai.   Liem Tou yang berada didalam bilik segera ikut bangun untuk menguntil dari belakang tapi belum sempat ia melakukan sesuatu mendadak tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat diatas pantai dan menghadang jalan pergi siorang tua itu.   "Siapa kau?? berani benar kau berteriak-teriak diatas pulau Lie Hoa To."   Tegur orang itu penuh kemarahan.   "Malam ini Siauwtju sedang merayakan hari perkawinannya berani benar kau merusak kesenangannya, ayo cepat menggelinding pergi dari sini !"   Liem Tou yang mendengar Thian Pian Siauwtju sedang kawin hatinya tergetar keras.   Kiranya orang yang barusan datang adalah Thiat Bok Thaysu, agaknya ia sudah kebanyakan meloloh air kata-kata, walaupun pikirannya belum sinting tapi wajahnya tidak sedingin keadaan biasanya.   Tjiau Thian Kie yang mendengar Tjian Pian Siauwtju sedang kawin.   seketika itu meladaklah rasa gusar dihatinya, tanpa banyak berbicara lagi telapak tangannya segera diayun kedepan mengirim sebuah pukulan yang maha dahsyat, Setelah itu barulah bentaknya.   "Budak jahanam itu berani kawin??? kurang ajar ia berani kawin dengan siapa ayoh cepat suruh ia menggelinding keluar menemui diriku!"   Walaupun ilmu pukulan tunggal beracun yang paling diandalkan Thiat Bok Thaysu telah dihancurkan oleh Liem Tou.   tetapi kepandaian yang sebenarnya sama sekali belum hilang.   dengan gesit ia melejit dan mundur beberapa tombak kebelakang.   Dengan demikian ia berhasil menghindarkan diri dari serangan dahsyat Tjiau Toa pek itu.   "Thiau Thian Kie! kau kira aku benar-benar tidak mengenali dirimu lagi?"   Teriaknya penuh kegusaran.   Raja Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "waktu itu beruntung kau lari terlalu cepat sehingga tidak sampai mati bersama dengan Tjiat Tjie siiblis tua dipuncak Lau Hong selama puluhan tahun kemudian kita berjumpa lagi disini. hal ini sungguh merupakan suatu pertemuan yang amat menggembirakan."   Oleh teguran itu sebaliknya Tjiau Thian Kie yang dibikin melengak, setelah memandang beberapa kejap wajah Thiat Bok Thaysu dengan teliti mendadak ia mendongak tertawa terbahak-bahak.    Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini