Ceritasilat Novel Online

Raja Silat 55


Raja Silat Karya Chin Hung Bagian 55


Raja Silat Karya dari Chin Hung   "Tapi bukankah Boa Beng Tok su dengan Thian Pian siauwcu tidak terikat dendam sakit hati apapun ? mengapa kau mengatakan keadaannya dalam bahaya??.Agaknya gadis ini masih tidak paham maka dari itu ia mendesak terus.   "Wan Moay! coba kau pikir apa maksudnya Boe Beng Tok Su membawa pergi putra Thian Pian Siawcu?? Pertama, karena bocah ini memiliki bakat yang bagus sehingga dapat dididik menjadi seorang jago lihat. Kedua asalkan Thian Pian Siawcu dapat dibinasakan ini hari maka dilain waktu ia bisa menggunakan alasan ini untuk memerintahkan bocah tersebut menuntut balas kepada kita. Boe Beng Tok Su telah mengambil keputusan untuk mendidik bocah ini selama sepuluh tahun. Ia akan pinjam kekuatan bocah tersebut membalas dendam sakit hatinya tapi ini hari setelah ia naik ke puncak Ie Cie Hong dan melihat Thian Pian Siawcu tidak mati karena takut rencananya gagal. coba kau pikir, dapatkah ia melepaskan diri Thian Pian Siawcu???"   Mendengar ucapan itu rada cengli, si gadis cantik pengangon kambing mengirim pukulan kosong makin santer lagi. Ketika itulah dari tempat kejauhan di tengah lautan mendadak Giok Jie menemukan sebuah titik hitam sedang bergerak mendatang.   "ach..! di sanapun datang sebuah perahu"   Teriaknya tak tertahan. Liem Tou adalah seorang pemuda yang cerdik, setelah berpikir sebentar segera ujarnya.   "Perahu itu pasti dltumpangi Ciau Toa Pek. tentu ia berhasil menemukan jejak Boe Beng Tok Su maka segera mengejar kemari". Ketika perahu mereka tiba sepuluh tombak jauhiya dari tepi pantai, mendadak Liem Tou bangun berdiri.   "Tak bisa ditunggu lagi, aku harus berangkat selangkah terlebih dahulu.."   Serunya.   Ia enjotkan badan kemudian dalam bebeerapa kali tutulan di atas permukaan air laut tubuhnya sudah berada di tepi pantai.   lalu dengan kerahkan ilmu meringankan tubub meluncur ke atas puncak It Cie Hong.   Sawaktu ia lari naik dengan cepatnya itulah tiba tiba terdengar dua kali pekikan nyaring bergema di tengah angkasa, tampak kedua ekor burung elang tersebut mendadak meluncur ke bawah dengan gerakan sedang menyerang musuh.   Liem Tou makin mempercepat larinya, seluruh tenaga sinkang yang dimiliki dikeluarkan semua.   Di bawah sorotan sinar sang surya tampaklah sesosok bayangan manusia berkelabat naik ke atas puncak, saking cepatnya sehingga susah dibedakan lagi lelaki atau perempuan orang itu.   ketika itulah dari atas puncak berkumandang keluar suara gelak tertawa Boe beng Tok Su.   mendengar suara itu, Liem Tou merasakan hatinya bergidik, pikirnya.   "Suara gelak tertawanya ini menunjukkan rasa bangga karena ia berhasil memenuhi maksud hatinya. atau mungkin ia sedang melangsungkan suatu pertarungan sengit melawan Thian Pian Siauwcu? Mereka berdua sama sama menderita luka, hanya saja luka Thian Pian Siawcu baru sana diterima sedangkan luka Boe Beng Tok su sudah agak lama dan hampir mendekati kesembuhan..."   Sedikitpun ia tidak berani berhenti, dalam sekejap mata ia sudah tiba di puncak gunung tersebut.   Ketika itulah terdengar suara tertawa dingin yang pendek dan rendah berkumandang keluar, suara itu berasal dari Thian Pian Siawcu hal ini menandakan apabila Thian Pian Siawcu belum menemui ajalnya.   Liem Tou segera bersuit panjang dan tertawa bergelak.   "Sun Ci Si, kau jangan pergi! tindakanmu sungguh keterlaluan!"   "Haa ..haaa..haaa. , . Liem Tou; kedatanganmu terlambat satu langkah"   Suara sautan dari Boe Beng Tok Su bergema turun dari puncak. Bagaikan selapis cahaya Liem Tou meluncur naik ke atas puncak "Sun Ci Si, jika kau berani mencelakai Thian Pian Siauwcu, maka kau tak bakal lolos dari tanganku lagi!"   Ketika Liem Tou tuba kurang lebih sepuluh tombak dari puncak mendadak tampak bayangan putih berkelebat lewat.   "Aduh celaka..!"   Tak terasa lagi ia berseu tertahan.   Tubuhnya meluncur makin cepat lagi.   Siapa sangka ketika ia tiba di atas puncak tampaklah tubuh Thian Phian Siawcu telah terlentang di atas tumpukan bangkai bangkai burung elangnya, dada bagian depan basah oleh nada dorah.   Sepasang matanya melotot bulat sedang sinar matanya sudah buyar.   Jelas ia tak ada harapan untuk hidup lebih lama.   Menanti keadaan itu Liem Tou jadi sangat gusar, melihat bayangan putih tadi sedang bergerak menuju bawah puncak.   Ia sengera mengejar dari belakang.   Tapi, waktu itulah Thian Pian Siawcu muntah darah dan menegur lirih.   "Liem Tou!"   Buru buru Liem Tou menghampiri dirinya.   "Ke heng. bagaimana keadaan lukamu'"   Tanyanya serius."   Biarlah aku kejar dulu Boe Beng Tok su kemudian baru kembali menjumpai dirimu!"   Tapi Thian Pian siauwcu menggeleng. Ia meronta kemudian meloncat bangun.   "Liem Thayhiap, aku serahkan anakku kepadamu !' teriaknya keras. Kembali ia muntah darah berulang kali, tubuhnya roboh ke atas tanah dan si jagoan aneh dari Bu Lim ini pun menghembuskan napasnya yang penghabisan.   "Apa yang Ke Heng pesankan pasti akan siawte lakukan"   Kata Liem Tou dengan sedih.   Menanti ia berpaling kembali ke bawah puncak, bayangan putih tadi sudah lenyap di tengah hutan.   Waktu itulah si gadis cantik pengangon kambing serta Giok Jie sama sama telah tiba di atas puncak, melihat Thian Pian Siawcu sudah mati buru buru tanyanya.   "Benar ia mati di tangan Boe Beng Toksu?"   Liem Tou mengangguk.   "Kali ini aku tidak akan mengampuni dirinya lagi, aku akan segera mengejar kebawah puncak, aku rasa ia belum jauh melarikan diri dari tempat ini."   Baru saja pemuda ini menyelesaikan kata katanya, dari bawab puncak sudah terdengar suara teriakan seseorang.   'Sun Ci Si, cepat kembalikan Cioe dji-ku, kau tak bakal lolos dari sini".   Tampak si telapak besi berwajah riang Cau Thian Kie lari naik ke atas puncak.   Liem Tou yang ingin memperlihatkan diri kepada Ciau Thian Kie apabila Thian Pian Siawcu mati di tangan Boe Beng Tok Su, ia segera menyongsong kedatangan sembari berseru.   "Ciau Locianpwee. aku ada satu perkataan hendak diutarakan kepadamu' dan kami berharap cianpwee mau mempercayainya". Ketika Ciau Thian Kie menemukan diri Liem Tou ada di sana, air mukanya berubah serius, seluruh tubuhnya tergetar keras. 'Bukankah kau telah berhasil menuntat balas? buat apa kau beritahukan urusan ini kepadaku?"   "Dendam sih telah kami balas. tapi Thian Pian Siauwcu tidak kami bunuh, ia masih hidup"   Kata Liem Tou sambil mengangguk.   "Siapa sangka ketika kami datang kesini lagi, ia telah dicelakai orang. Sebelum Ke heng menemui ajalnya, ia memberi pesan terakhir untuk serahkan putranya Cioe Ling Cu kepadaku, dan aku sudah menyanggupi untuk pikul tugas ini. Inilah yang hendak kuberitahukan kepada Cianpwee, serahkan saja soal Cioe Ling Cu ke tangan aku Liem Tou, aku pasti pergi mencari diri Boe Beng Tok Su"   Agaknya Ciau Thian Kie merasa sedikit diluar dugaan setelah mendengar ucapan itu, ia berdiri melengak.   "Jika sungguh sungguh demikian. Aku harus mengucapkan terima kasih dahulu padamu...tapi Cioe Ling Cu tetap akan kucari sendiri..ohh, aku ingin bertanya kepadamu..."   Mendadak air mukanya berubah jadi serius.   sambungnya: 'Kau mengatakan bahwa Ke hong mati di tangan orang lain apakah ia mati di tangan Boe Beng Tok Su? Antara Ke Hong dengan Boe Beng Tok su tiada ikatan dendam sakit hati apapun.   mengapa ia akan turun tangan keji terhadap dirinya?? "Inilah sebabnya ia hendak mercelakai dan memfitnah diriku, sepuluh tahun kemudian setelah Cioe Ling Cu menginjak dewasa.   ia punya alasan untuk secara berterus terang untuk menuntut balas kepada diriku"   "Hmm! Liem Tou! kau takut setelah Cioe Ling Cu menginjak dewasa lantas datang menuntut balas terhadap dirimu"   Teriak Ciau Tbian Kie sambil mendengus dingin. Mendengar ucapan tersebut Liem Tou jadi sangat terperanjat.   "Ciau Thian Kie, apa maksud ucapanmu ini??? aku Liem Tou adalah seorang manusia yang suka berterus terang dan belum pernah melakukan suatu pekerjaan yang tidak boleh diketahui orarg lain, Siapa yang patut kutakuti??? yang kukatakan kesemuanya adalah benar. Kau aku anggap aku bicara begini karena aku takut ada orang datang mencari balas dengan diriku?? kau anggap Ke Hong mati ditanganku dan kini menimpahkan kesalahan ini ke pundak orang lain??."   "Liem Ton soal ini Kau tak perlu pungkiri lagi. aku bisa pergi cari Boe Beng Tok su untuk bertanya sendiri kepadanya"   Teriak Ciau Thian Kie dengan nada berat.   Tanpa menanti jawaban dari pemuda itu lagi ia putar badan lari turun dari puncak.   Melihat orang tua itu berlalu Liem Tou tidak turun tangan mancegah, ia pikir biarlah Ciau Thian Kie pergi dari sana untuk mencari jejak Boe Beng Tok su.   Setelah orang itu berlalu Liem Tou balik lagi ke atas puncak, sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap seluruh pandangan di pulau Lie Hoa To tersebut.   menanti ia gagal mendapatkan jejak Boe Beng Tok su.   dalam hati lantas berpikir;   "Asalkan Boe Beng Tok su masih ada disini, apa yang perlu kukatakan lagi.. mungkinkah ia berhasil lolos dari tangaku?"   Kepada si gadis cantik pengangon kambing segera ujarnya.   "Bagaimanapun juga sekarang kita harus pergi mencari diri Boe Beng Tok su, tapi bilamana kita tidak menghancurkan dahulu perahu yang ia tumpangi maka mungkin sekali menggunakan keadaan gelap nanti malam ia bisa ngeloyor pergi dari sini, ayo jalan! setelah menemukan perahunya, kita tak perlu takut ia berhasil meloloskan diri lagi"   Si gadis cantik pengangon kambing mengangguk. Bila ditinjau dari atas bukut dapat dilihat sekeliling pantai pulau itu banyak terdapat tempat tempat yang digunakan untuk persembunyian. Kembali Liem Tou berkata.   "Kau tunggulah aku di atas puncak ini, paling banyak setengah jam, aku akan kelilingi seluruh pantai pulau Li Hoa To ini, setelah kuhancurkan perahu yang ditumpangi Boe Beng Tok Su kita baru cari tempat persembunyiannya."   Setelah memperoleh ijin dari si gadis cantik pengangon kambing, Liem Tou segera lari turun gunung dan melakukan pemeriksaan di sepanjang pantai pulau kecil itu, akhirnya di ujung sebelah barat laut pulau tersebut sang pemuda berhasil temukan perahu yang digunakan Boe beng Tok Su.   perahu tersebut kosong tak berpenghuni.   Dari pinggir pantai Liem Tou segera mengirim satu pukulan gencar menghantam perahu kecil itu, dengan kekuatan daya pukulan pemuda itu, kontak perahu tadi hancur dan tenggelam tersapu ombak.   Setelah berhasil menenggelamkan perahu tersebut, ia berpaling sembari bersuit panjang memberi tanda buat si gadis cantik pengangon kambing sedang ia sendiri berkelebat menuju ke atas puncak.   Siapa nyana di atas puncak kosong tak tampak bayangan gadis itu, hatinya menjadi kaget.   "Wan Moay, kau berada di mana?"   Teriaknya dari atas puncak Suaranya halus tapi memanjang sehingga seluruh pulau Lie Hoa To dapat menangkap suaranya itu, setelah lama ditunggu akhirnya dari arah sebelah barat terdengar suara sebutan dari si gadis cantik pengangon kambing serta bentakan Ciau Thian Kie.   Tak usah diragukan lagi tentu mereka berhasil menemukan diri Boe Beng Tok su dan kini mungkin telah bergebrak dengan sengitnya.   Buru buru ia salurkan hawa sinkang dengan ilmu meringankan tubuh lari turun ke bawah puncak.   Seperminum teh kemudian dari tempat kejauhan Lien Tou dapat menangkap suara hembusan angin pukulan serta suara Boa Beng Tok su sedang berkata.   "Ciau Thian Kie, aku lihat lebih baik kita jangan bergebrak kembali, kalau kau samapai berhasil membinasakan diriku. maka hal ini berarti Cioe Ling Cu selama hidup tidak akan berhasil kau temukan kembali".   "Sun Ci Si ! Kau dengan si bangsat tua Ciat Ci Tauwto boleh dikata berasal dari satu cetakan, banyak akal dan keji". Teriak Ciau Thian Kie sangat gusar! 'Hmm jikalau ini hari kulepaskan dirimu. dikemnudian hari kau tentu akan mencelakai Cioe jie sehingga mati tanpa mendapatkan tempat kubur." 'Pada malam itu aku pernah berkata kepadamu. aku berbuat demikian kesemuanya adalah bermaksud baik. Jikalau Cioe Ling Cu ikut diriku maka sepuluh tahun kemudian aku tanggung dia tak bakal menjumpai tandingan di kolong langit. Di samping itu iapun bisa balaskan dendam sakit hati kematian ayahnya." 'Boe Beng Tok su ! kau bilang siapakah si pembunuh ayah Cioe Ling Cu? . .' Bentak si gadis cantik pengangon kambing gusar. 'Sudah tentu Liem Tou si bangsat cilik serta itu si gadis cantik pengangon kambing, apa yang perlu kau tanyakan lagi?"   "Haaa .haaa . Sun Ci Si, tindakanmu ini hanya merupakan suatu permainan lagu lama dari Thiat Ci Tauw to, mungkin kau bisa mengelabui orang lain tapi jangan harap bisa mengelabui diriku"   Teriak Ciau Thian Kie sambil tertawa tergelak. 'Sun Ci Si, cepat katakan kau sembunyikan Cioe Ling Cu dimana? aku mau mencari kembali dirinya guna balaskan dendam sakii hati terbunuhnya Ke Hong. karena musuh besarnya bukan lain adalah kau sendiri"   "Eeeiii. Ciau Thian Kie, kau jangan bicara begitu, aku dengan Ke Heng tiada ikatan dendam maupun sakit hati apalagi putranya sudah angkat diriku sebagai guru, apa gunanya aku mencelakai dirinya??"   Ketika itu Liem Tou telah bersembunyi di belakang sebuah pohon besar mencuri dengar pembicaraan mereka, di samping itu ia pun menonton jalannya pertarungan antara Boe Beng Tok Su melawan Ciau Thian Kie.   Pada dasarnya baik Sun Ci Sie maupun si telapak besi berwajah riang sama sama telah terluka parah, sekalipun di dalam pertarungan ini mereka sama sama menggunakan tenaga penuh, kedahsyatannya tidak sehebat tadi lagi, angin pukulannya tidak santer.   Selama ini si gadis cantik pengangon kambing serta Giok Jie berdiri disisi kalangan hanya menonton belaka, mereka tidak ikut campur dalam pertarungan tesebut.   Agaknya Ciau Thian Kie sengaja mengulur waktu untuk menanti kedatangan Liem Tou ke sana, sudah tentu saja maksudnya ini dapat diketahu pula oleh Boe Beng Tok Su.   Beberapa kali ia ingin melarikan diri dari sana, tapi takut kalau si gadis cantik pengangon kambing yang ada di sisi kalangan setiap saat turun tangan mencegah, saking ragu ragunya terakir ia harus melepaskan kesempatan bagus.   Setelah Liem Tou merasa waktunya telah tiba, iapun meloncat keluar dari tempat persembunyiannya.   Melihat munculnya sang pemuda, Boe Beng Tok Su menjerit kaget, dengan kalap ia mengirim dua babatan dahsyat ke depan memaksa Ciau Thian Kie mundur dua langkah ke belakang.   "Sun Ci Si. kau jangan pikir untuk pergi lagi"   Seru Liem Tou sembari tersenyum.   "Kenapa kita tidak berjumpa dalam keadaan bersahabat saja seperti waktu perjumpaan kita di atas sampan tempo dulu??"   Setelah melihat munculnya Liem Tou di sana, Boe Beng Tok Su pun mengerti tidak mungkin baginya lagi berhasil melarikan diri, dalam keadaan seperti ini, karenanya ia berdiri tak berkutik.   "Liem Tou, apa yang kau kehendaki?? ucapanmu masih mengus di telingaku, apakah sekarang kau ada maksud berubah pikiran?? "Sun Ci Sie aku bisa saja mengampuni selembar jiwamu. tapi aku takut ini hari ada orang lain yang tak bakal suka melepaskan dirimu"   Jengek Liem Tou kembali sambil tertawa. Mendengar di antara ucapan pemuda she Liem itu mengandung maksud hendak membinasakan dirinya, dengan gusar Boe Beng Tok Su membentak keras.   "Liem Tou! kau bangsat cilik, ucapanmu lebih bau daripada kentut anjing."   Liem Tou hanya tertawa saja mendengar makian tersebut, sejak ia memperdalam ilmu semedi, napsu angkara murkanya sudah banyak berkurang. Terhadap ucapan macam begitu sudah tidak banyak mmpengaruhi dirinya lagi.   "Sun Ci Si!"   Ujarnya hambar.   "Ada baiknya kau jangan memaki orang lain, terus terang kuberitahukan kepadamu. Ke Heng telah menitipkan putranya Cioe Ling Cu kepadaku. Sekarang aku hendak tuntut dirimu,bocah itu telah kau sembunyikan dimana??" 'Heee.. heee..heee, . kau jangan harap bisa menemukan dirinya, apalagi tidak mungkin Thian Pian Siauwcu bisa titipkan anaknya kepadamu! !'. seru Boe Bang Tok su sambil tertawa dlngin tiada hentinya. Melihat kelakuan lawannya, timbul rasa gusar di dalam diri Liem Tou. Air mukanya membesi dan menunjukkan sikap wibawa yang membuat orang lain bergidik, katanya serius: 'Sun Ci Si! sewaktu kau berada di puncak It ci Hong aku dengar kau berteriak.   "Liem Tou, kedatanganmu terlambat satu tindak!", ini membuktikan apabila Thian Pian Siawcu menemui ajalnya ditanganmu, kenapa tidak kau akui saja seluruh perbuatan terkutukmu di hadapan Ciao Loo Cianpwee saat ini? Aku lihat ada baiknya cepat dikit kau beritahu dimana kau sembunyikan Cioe Ling Cu berada, kalau tidak...hmm! Selamanya Liem Tou tidak takut orang lain tak suka bicara terus terang"   Kembali Boo Beng Tok su tertawa dingin tiada hentinya.   "Aku lihat belum tentu!"   Mendadak tampak bayangan putih berkelebat lewat, sesosok tubuh meloncat tiga tombak ke angkasa.   Liem Tou tegap berdiri tak berkutik di tempat semula, hanya sepasang matanya dengan cepat mengikuti semua gerak geriknya.   Mendadak dari tengah udara Sun Ci Si merogoh sakunya, melihat hal tersebut hati Liem Tou rada tergerak.   "Wan Moay, Giok Jie cepat mundur ke belakang"   Teriaknya keras. Pada saat itulah Boe Beng Tok Su telah membentak keras.   "Liem Tou! Kau terlalu mendesak diriku, sekarang rasakanlah kelihayanku..."   Sepasang tangan bersama sama diayunkan ke depan, mendadak dari telapak tangannya menyambaar datang dua gulung angin pukulan yang santar.   Di balik kesantaran angin pukulan tersebut dengan ketajaman mata Liem Tou mendadak ia temukan adanya segulung bubuk warna merah ikut menyambar datang.   Liem Tou makin terperanjat lagi, diam diam pikirnya.   "Jika akupun mengirim sebuah pukulan untuk memukul buyar bubuk merah itu, si gadis cantik pengangon kambng dan Giok jie serta Thian kie beberapa orang pasti akan jadi korban. jikalau aku tidak mengirim pukulan maka dirikulah yang akan terkurung di bawah ancaman serangan lawan. Terhadap angin pukulannya sich tak perlu takuti. justru bubuk merah inilah yang berbahaya, benda itu pasti semacam bubuk beracun yang sangat ganas". Setelah ingatan tersebut berkelebat lewat dalam benaknya, mengetahui urusan amat bahaya buru buru teriaknya.   "Wan moay! Giok Jie! cepat kirim angin pukulan untuk menahan datangnya bubuk bubuk beracun itu mengenai badan", Bersamaan itu pula sepasang telapaknya bersama sama didorong ke depan melancarkan sebuah pukulan bertenaga singkang lunak yang maha hebat, tanpa suara tanpa gerakan tahu tahu bagaikan selapis tembok baja yang sangat kuat menahan datangnya serangan angin pukulan Boe Beng Tok Su. Si gadis cantik pengangon kambing yang ada di samping buru buru menarik Giok jie berdiri berdempet dengan dirinya, lalu bersama sama mengirim angin pukulan dengan mengikuti gerakan dari Toa loo Cin Keng. Setelah melihat si gadis cantik pengangon kambing selamat, Liem Tou siap mengirim sebuah pukulan dahsyat lagi untuk merubuhkan diri Sun Ci Si, tapi ketika itulah mendadak terdengar Ciau Thian Kie berkaok keras.   "Sun Ci Si, kau berani turun tangan keji terbadap diriku!"   Sepasang tangannya dengan kalap mencakar wajah sendiri disusul badannya bergelindingan di atas tanah bagaikan orang berpenyakit ayan.   Melihat keadaan seperti ini diam diam Liem Tou menghembuskan napas dingin, telapak tangannya segera dibabat keluar sehebat hebatnya.   Raja Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Boe Beng Tok su menjerit tertahan, badannya kena tersapu mental sejauh lima tombak dan jatuh terbanting di atas tanah keras keras.   Liem Tou sama sekali tidak berhenti sampai disitu saja, kembali bentaknya keras: 'Wan moay.   Giok jie cepat mundur seratus tombak ke belakang!"   Si gadis cantik pengangon kambing serta Giok jie sama sama menurut dan meloncat mundur beberapa tombak ke belakang.   Menanti kedua orang gadis tersebut telah mengundurkan diri, Liem Tou muli menggerakkan sepasang telapaknya mengirim pukulan maut yang menggidikkan hati, seketika itu juga lima puluh tombak di sekeliling kalangan dipenuhi dengan desiran angin pukulannya.   Jilid 55 : Ie Hee San-cung kembali ramai (Tamat) BEBERAPA saat kemudian bubuk beracun telah tersapu bersih dari tempat itu.   Tapi pada saat itu pula bayangan tubuh Boe Beng Tok su telah lenyap tak berbekas entah orang itu telah melarikan diri kemana? Sekalipun begitu Liem Tou tahu Boe Beng Tok su telah menderita luka, ia tak bakal berhasil melarikan diri terlalu jauh.   Tanpa berpikir panjang lagi badannya segera menyusup masuk kedalam sebuah hutan Lie Hoa Liem disisi kalangan.   Ketika itulah ia temukan sesosok bayangan putih dengan gerakan yang cepat sedang menerobos masuk kedalam hutan.   "Sun Ci Si.kau hendak melarikan diri kemana?"   Bentak Liem Tou keras keras.   Bagaikan sebatang anak panah ia meluncur masuk kedalam hutan Lie Hoa Liem dimana Boe Beng Tok su sedang melarikan diri terbirit birit.   Liem Tou tertawa dingin tiada hentinya.   diam diam ia kumpulkan tenaga sinkang nya keatas kedua jari tangan serta telunjuknya, lalu dengan gusar bentaknya.   "Sun Ci Si! berhenti."   Bersamaan dengan suara bentakan tersebut jari taagannya berkelebat lewat mengirim sebuah sentilan tajam kedepan, segulung angin pukulan yang maha dahsyat laksana angin taupan menghajar punggung Boe Beng Tok su.   Bagaimanapun juga Boe Beng Tok su adalah seorang jago Bu lim yang memiliki pengalaman sangat luas mendengar adanya angin serangan mengancam punggungnya dengan sebat ia berkelit kesamping.   Liem Tou tidak menjadi bingung.   hawa murninya disalurkan lebih menghebat sekejap mata ia melancarkan tujuh, delapan buah totokan sekaligus.   Setiap desiran jari tangan meluncur tanpa menimbulkan suara yang keras tapi bagi Boe Beng Tok su cukup mengejutkan batinya ia tahu kali ini dirinya akan musnah.   Sembari putar badan tanpa menghindar atau berkelit bentaknya kalap"   "Liem Tou, seluruh kolong langit sejak ini menjadi milikmu, kenapa kau begitu mendesak aku orang?"   Sembari membentak ia kumpulkan seluruh kekuatan yang dimilikinya mengirim segulung angin pukulan yang maha dahsyat.   Tetapi bagaimana pun juga Boe Beng Tok su yang masih menderita luka tidak memadahi untuk melawan serangan jari tangan Liem Tou.   Terdengar ia mendengus berat tahu-tahu badannya sudah tertotok kaku dan roboh keatas tanah.   kendati begitu dengan gusar ia melototi diri Liem Tou tajam2.   Saat itulah lambat lambat Liem Tou berjalan menghampiri diri Boe Beng Tok su, meroooh sakunya dan mengambil keluar sebungkus bubuk warna merah, 'Heee...hee Sun Ci Si ! sekarang akan kulihat kau dapat berbuat jahat lagi tidak? ayoh terangkan dimana kau sembunyikan diri Cioe Ling Cu??* Sekalipun seluruh tubuh Sun Ci tak dapat berkutik, dengan paksakan diri ia menggeleng juga.   Liem Tou tertawa dingin mendadak ia cengkeram lehernya lalu dengan menggunakan ilmu melepaskan otot dan tulang ditekannya keras-keras.   Seketika itu juga Boe Beng Tok Su merasakan seluruh badannya sakit hingga merasuk ke tulang sumsum.   "Liem Tou!"   Makinya kalang kabut.   "Aku benci kau sehingga pingin kutelan dagingku mentah- mentah, jangan harap kau bisa mendapatkan jawaban dari mulutku,' Liem Tou menambahi lagi tenagaaya dengan dua bagian, kontan Boe Beng Tok-su merasa kesakitan. keringat dingin sebesar kacang kedelai bagaikan curahan hujan mengucur keluar tiada hentinya, bedan pun gemetar keras. Tetapi sambil gertak gigi ia tetap mempertahankan diri. Melihat keketusan serta kekerasan kepala orang ini, Liem Tou tertawa dingin tiada hentinya.   "Oooouw, ..jadi kau ingin mencari siksaan buat dirimu?? baik! Satu detik kau tidak mau bicara satu detik pula tak akan kulepaskan cengkeramanku!' Kelima jarinya yang mencengkeram tengkuk Sun Ci Si makin diperkencang lagi bahkan makin lama makin kuat dan makin kencang. Lama kelamaan Boe Beng Tok-su tak dapat menahan rasa sakitnya lagi, ia mulai menjerit-jerit bagaikan babi disembelih, air mukanya pucat pasi melebihi mayat, ia tidak kuat menahan diri lagi.   "Ayoh cepat bicara, asal kau suka bicara akan kulepaskan dirimu""   Jeritan Boe Beng Tok-su yang keras ini segera memancing datangnya sigadis cantik pengangon kambing serta Giok-jie. terdengar gadis itu berbisik kepada diri Liem-Tou dengan suara yang lirih.   "Ciau Thian Kie sudah mati, sepasang matanya berubah jadi dua buah lubang darah"   Bila tidak mendengar berita ini masih tidak mengapa, setelah mendengar berita kematian si orang tua itu Liem Tou jadi gusar, cengkeramannya makin diperkencang. Kali ini Boe Beng Tok-su benar-benar tidak kuat menahan diri, teriaknya keras;   "Cepat lepas tangan. aku bicara, aku bicara!"   Liem Tou segera lepas tangan.   "Kau bebaskan dulu jalan darahku yang tertotok, aku hantar kalian kesana!"   Kata Boe Beng Tok-su sambil menghembuskan napas panjang. Liem Tou memandang sekejap kearahnya kemudian tertawa dingin.   "Heee.. .heee.,,. aku takut kau bisa melarikan diri dari hadapanku "   Sekali tabok punggungnya sepasang lutut Boe Beng Tok-su melemas dan jatuh berlutut diatas tanah, Tapi sebentar kemudian ia sudah meloncat bangun dan berjalan menuju ketepi pantai.   "Eeei...kau hendak kemana???'' tegur Liem Tou cepat.   "Menumpang perahu kembali ke daratan" 'Haaa... haaaa perahumu sudah hancur, lebih baik ikut bersama-sama kami saja!"   Mendengar perkataan itu Boe Beng Tok-su tertawa dingin tiada hentinya.   "Perahumu pun sudah kuhancurksn sejak tadi"   Kali ini Liem Tou yang tertegun. tapi sebentar kemudian ia sudah teringat akan perahu yang ditumpangi Ciau Kie, segera pemuda ini tertawa dingin.   "Kalau begitu kita gunakan perahu dari Ciau Thian Kie saja"   Untuk ketiga kalinya Boe Beng Tok su tertegun, akhirnya ia menunduk dan bungkam dalam seribu bahasa.   Liem Tou memimpin beberapa orang itu menuju keperahu Ciau Thian Kie, dengan si gadis cantik pengangon kambing yang pegang kemudi Liem Ton serta Boe Beng Tok su duduk di ujung perahu.   Waktu itu sang surya telah condong ke-barat, cahaya keemasan memancarkan sinarnya keempat penjuru membuat permukaan air laut berwarna kemerah merahan, pemandangan waktu itu amat indah sekali.   Liem Tou serta Boe beng Tok su, si jagoan dari kalangan putih serta dari kalangan hitam itu duduk diujung perahu dengan pikiran yang berbeda beda.   Dengan waiah penuh senyuman mendadak Liem Tou berbisik lirih.   "Cahaya sang surya waktu sore amat indah sekali, hanya sayang senja telah menjelang datang"   Beberapa ucapan ini sekalipun tiada bermaksud apa-apa tetapi dalam pendengaran Boe Beng Tok-su bagaikan sebilah pisau yang dihunjamkan kedalam perutnya, kontan wajahnya berubah hebat, dengan sinar mata mendongkol ia melirik sekejap wajah Liem Tou.   Tapi pemuda kita tidak ambil perduli"Sun Ci Si!"   Ujarnya kembaii "Aku ingin bertanya satu hal kepadamu, Ah-ie mu begitu menaruh perhatian kepadamu bahkan berharap kau bisa lepaskan kejahatan kemball ke jalan yang benar.   Kenapa kau selalu tidak menggubris dirinva??" (Ah-ie adalah panggilan untuk adik ibu.) Boe beng Tok su mendengus dingin.   "Liem Tou! Aku tidak ada perkataan yang bisa diutarakan kepadamu kau jangan ngaco belo lagi"   "Tidak! Aku tetap merasa apabila kau dapat melepaskan jalan yang sesat, kembaii ke jalan yang benar tanpa kehilangaa kejantananmu serta juga kegagahan seorang jago Bu lim sejati"   Kata Liem Tou seraya menggeleng. 'Karena itulah beberapa kali aku memberi kesempatan bagimu untuk memilih jalan yang benar, Siapa nyana kau tidak mau tahu maksud baikku, bukannya berbuat kebaikan sebaliknya malah berbuat kejahatan.   "aaaai ! kali ini kau tak dapat salahkan diriku lagi, karena Ah-ie mu sendiripun tak suka menggubris dirimu lagi "   "Hmm! siapa yang minta ia mengurusi diriku??? aku tidak punya Ah ie macam dia "   Tapi secara mendadak ia mengucurkan air mata. Mengambil kesempatan itulah Liem Tou segera membentak keras .   "Sun Ci Si, asal kau suka kembali ke jalan yang benar aku Liem Tou pasti akan memberikan satu jalan hidup buat dirimu"   Siapa nyana Boe Beng Tok su tetap menggeleng, suara tangisannya makin terisak. 'Lebih baik kalian bunuh saja diriku kapan pun juga aku tak bisa kembali kejalan yang benar, aku benci diriku sendiri! aku benci diri kalian pula !"   Liem Tou jadi melengak, pikirnya.   "Bila kutinjau dari kucuran air matanya, jelas ia muiai menyesali semua perbuatannya, tapi kenapa ia perlihatkan sikap begitu lagi ?? jikalau demikian adanya ia pasti punya kesulitan yang tak dapat diutarakan keluar"   Ia termenung, otaknya mulai berputar memikirkan persoalan ini. Akhirnya Liem Tou berhasil juga mendapatkan suatu gambaran ujarnya kembali.   "Sun Ci Si ! kau dapat memiliki sikap tidak takut terhadap suatu kematian, aku Liem Tou merasa sangat kagum ! tapi aku pikir dalam hati kecilmu pasti ada suatu rahasia suatu kesulitan yang susah diutarakan kepada orang lain, kenapa tidak kau beritahukan kepadaku ?? aku Liem Tou bukan seorang yang berhati keji, mungkin sekali kesulitanmu bisa kubantu"   Boe Beng Tok-su tidak menggubris sekali pun Liem Tou mengulangi pertanyaan itu berulang kalli ia tetap membungkam. Tapi lama kelamaan Boe beng Tok-su dibikin terharu juga dengan suara yang hampir tidak terdengar katanya .   "Bagaimanapun juga aku tidak ingin hidup lagi, akupun tak takut beritahukan urusan ini kepadamu, tahukah kau seorang manusia yang normal mempunyai berapa macam napsu yang paling dibutuhkan?"   Liem Tou melengak, ia tidak mengerti apa maksud Sun Ci Si mengungkap persoalan ini, tapi jawabnya juga .   "Menurut apa yang kuketahui, manusia mempunyai dua macam napsu dasar yang harus dipenuhi. Pertama adalah napsu untuk tetap hidup dan kedua adalah napsu sex, napsu mengadakan hubungan senggama dengan lawan jenisnya."   Boe beng Tok su mengangguk, tetapi ia tak bicara lagi Melihat orang itu membungkam, Liem Tou jadi tercengang.   "Apa maksudnya bicara demikian? ' diam diam pikir sang pemuda dalam hati mendadak hatinya bergerak.   "Apakah kehidipanmu mendapat tekanan dari sesuatu ? benda atau orang?? Aku rasa dahulu tak mungkin demikian"   Boe beng Tok su tetap menggeleng dan tidak menjawab Tapi perlahan lahan Liem Tou dapat meraba kejadian yang sebenarnya.   "Ia bukan tertekan hidupnya, hal ini tentu di sebabkan alat kelaminnya ada suatu masalah yang tak dapat di berltahukan kepada orang lain"   Pikirnya dalam hati. Karena berpikir sampai kesitu, iapun teringat kembaii akan sikap Boe Beng Toksu yang sama sekali tidak mendekati perempuan walaupun semua tindakannya adalah pekerjaan busuk. Hatinya langsung terbuka, segera tanyanya lirih .   "Sun heng! Apakah anumu telah dikebiri oleh seseorang??"   "Liem Tou, kau jangan bertanya lagi, mau bunuh ayoh cepat bunuh!' bentak Boe beng Tok su keras keras dari sepasang matanya memancarkan cahaya tajam. Detik ini juga Liem Tou dapat memabami persoalan tersebut, ia merasa kejanggalan ini tak mungkin ditolong siapapun iapun tahu justru karena persoalan inilah membuat pikirannya mempeoleh pukulan yang berat sehingga tanpa terasa ia berbuat jahat. Timbulah rasa simpatik di hati liem Tou. Perlahan lahan Boe Beng Tok su bangun berdiri, sinar matanya memandang ketengah samudra dengan terpesona kemudian duduk kembali.   "Liem Tou, terus terang kuberi tahu kepadamu, Cioe Ling Cu berada disebuah hutan kurang lebih dua puluh li disebelah dusun kaum nelayan, kau pergi carilah sendiri ! "   Mendengar ucapan itu Liem Tou merasa berterima kasih.   "Asalkan Sun heng suka berubah pikiran hal ini merupakan rejeki bagi kalangan Bu-lim kita"   Boe Beng Tok su tersenyum, mendadak air mukanya berubah hebat, telapak tangannya laksana kilat menyapu keluar.   "Liem Tou, kolong langjt ini menjadi milikmu"   Bentaknya keras. Dalam keadaan tidak bersiap sedia pundak Liem Tou terpukul telak badannya dengan sempoyongan mundur kebelakang hampir hampir saja terjatuh kedalam lautan.   "Eeeei ,, buat apa kau berbuat demikian?"   Teriak Liem Tou kaget.   Dengan cepat iapun ikut meloncat keda1am air lalu menyelam cepat cepat untuk menolong diri Boe Beng Tok su.   Segulung ombak besar menghajar datang membuat Liem Tou terpelanting beberapa tombak jauhnya dari tempat semula, menanti ia menyelam kembali kedalam air jejak Boe Beng Tok su lenyap tak berbekas, Liem Tou segera muncul kembali keatas permukaan air, segulung ombak datang menghajar badannya., Sekuat tenaga ia berusaha menenangkan hatinya, melihat jarak dengan perahu sudah terpaut sejauh lima puluh tombak, ia tidak berani berbuat gegabah, dengan cepat pemuda ini berenang kembaii ke perahu.   "Wan moay! Berhenti, berhenti, Sun Ci Si sudah mati tenggelam dalam laut"   Si gadis cantik pengangon kambing mengirim dua buah pukulan menghentikan gerakan perahu, Liem Tou segera meloncat naik.   "Bagaimana?? ia berhasil melarikan diri?"   Tanya sang gadis cemas.   Liem Tou menggeleng tanpa banyak bicara lagi ia mengirim sebuah pukulan mengundurkan perahunya ke belakang sehingga sang perahu berturut-turut mundur sejauh puluhan tombak lebih.   Maksud Liem Tou ia ingin mengitari samudra itu sekalian menolong Boe Beng Tok su, tapi sejak Sun Ci Si meloncat kedalam laut jejaknya lenyap tak berbekas sekali pun dapat dicari beberapa waktu tidak berhasil juga menemukan dirinya, Akhirnya Liem Tou menghela napas panjang, ia mengerti Boe Beng Tok su tentu sudah tertelan oleh ombak samudra yang sangat deras ini, ujarnya.   "Aaaaai .... tidak kusangka sebetulnya dia seorang cacad. tidak aneh kalau sifatnya demikian kasar, berangasan dan keji"   "Bukankah baik baik saja kenapa kau bilang cacad ?"   "Ia memang cacad, hanya dibagian manakah ia cacad aku merasa kurang leluasa untuk beritahu kepadamu "   Kata Liem Tou sambil melirik sekejap kearahnya.   Liem Tou mengatakan kurang leluasa, pada hal kenyataan telah beritahukan hal ini kepadanya, kontan merah padam selembar wajah gadis itu sehingga buru buru melengos.   Liem Tou tersenyum sepasang telapaknya bergerak berulang kali, tidak selang beberapa saat mereka telah tiba kembali di tepian.   Ucapan Boe Beng Tok su sedikitpun tak salah, disebuah hutan kurang lebih dua puluh li disebelah utara dusun nelayan mereka berhasil menemukan Cioe Ling Cu tapi bocah itu telah diikat diatas pohon selama sehari semalam.   Terpaksa Liem Tou menceritakan kejadian naas yang dialami yayanya Ciau Ihian Kie serta ayahnya Thian Pian Siauwcu, walaupun bocah itu menangis sedih iapun tak bisa berbuat apa apa.   Sejak itu hari Cioe Ling Cu mengikuti diri Liem Tou, karena melihat bakatnya yang bagus pemuda kita jadi kegirangan karena ia bisa menerima murid sebaik ini.   Malam itu Liem Tou dengan membawa si gadis cantik pengangon kambing, Giok-jie serta Cioe Ling Cu beristirahat di sebuah rumah makan dalam sebuah kota kecil tapi yang aneh kali ini Liem Tou bersikap istimewa memesan dua buah kamar, Tindakan dari sang pemuda ini tentu saja mendatangkan rasa heran dihati si gadis cantik pengangon kambing.   "Eeeei biasanya kita hanya menggunakan sebuah kamar saja. kenapa ini hari kau minta dua kamar?"   Liem Tou hanya tertawa tidak menyahut kembali ia suruh sang pelayan menyediakan sayur serta arak. Setelah itu barulah ujarnya;   "Wan moay, apakah ini hari kau merasa tidak senang?"   "Hm! ini hari ada tiga orang yang mati, kenapa aku harus gembira?"   "Kenapa tidak gembira? pertama, dendammu sudah terbalaskan, kedua. permusuhanku dengan para jago Bu lim pun telah beres dan sejak ini aku dapat hidup tenang. ketiga dua orang iblis pentolan yang sering mengacau dunia kangouw sudah lenyap, ke empat malam ini kita boleh menikah secara resmi, kenapa kau tidak gembira ?"   Bicara tentang hal yang terakbir Si gadis cantik pengangon kambing jadi malu dengan gemas ia menowel pipi Lien Tou.   "Hmm aku tidak mau menggubris dirimu,' Liem Tou tidak mengurusi perbuatan gadis ini ia meneguk secawan arak lalu ujarnya lagi.   "Wan moay, aku tidak boleh tidak harus berbuat demikian"   Ia merendek sejenak, lalu dengan suara yang lirih bisiknya disisi telinga gadis itu.   "Karena kau sudah menjadi hujien-ku !"   Saking malunya si gadis cantik pengangon kambing tak berani mendongakan kepalanya, dengan suara lirih ia hanya berkata: 'Lain kali enci Ie bisa menyalahkan diriku."   Liem Tou mendongak dan tertawa terbahak-bahak ia segera memerintahkan Giok-jie serta Cioe Ling Cu tidur dikamar yang lain.   Perjamuan telah selesai.   Lampu dimatikan.   Kehidupan manusia pun dimulai di atas ranjang.   XXXX Diatas jalan raya Cian Tiam tampak seekor kerbau dengan di tunggangi seorang pemuda berusia tujuh, delapan belas tahunan perlahan lahan berjalan melakukan perjalanan.   Raja Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Wajah pemuda perlente itu penuh dihiasi senyuman, sembari menyanyi tiap kali ia menyapa orang orang yang sedang melakukan perjalanan disepanjang jalan raya.   Ia begitu bangga dan gembira menunjukkan ada sesuatu hal yang telah terpenuhi olehnya Orang itu bukan lain adalah Liem Tou, baru saja ia mengambil kerbaunya dipantai Sat Kiem Than dilautan Auh Hay, Auh Hay Ong dengan kumpulkan semua anggotanya menghantar perjalanan pemuda ini dengan penuh kemeriahan hal ini membuat pemuda she Liem jadi gembira dan bangga.   Kini ia sedang melakukan perjalanan ke rumah kegunung Go bie setelah melakukan perjalanan sehari semalam melewati daerah keresidensn Tsuan Tiam.   Setelah berlari keras, kini Liem Tou menjalankan kerbaunya lambat lambat disamping ia hendak beristirabat sebentar.   'Engkoh Cing Houw-ko! "ujar Liem Tou sambil tertawa "   Selama beberapa tahun ini kau telah banyak menbantu diriku. entah bagaimana seharusnya kuucapkan terima kasih padamu?? beruntung sejak kini kita tak akan berpisah kembali, kita akan selalu bersama sama!"   Kerbau itu mendengus psnjang tanda mengerti. Mendadak dalam hati Liem Tou timbul suatu pikiran aneh, sembari tertawa keras ujarnya.   "Engkoh kerbau! orang mengatakan kuda larinya paling cepat. sekarang aku hendak pergi ke gunung Go bie, dapatkah kau membawa aku kesana dengan cepat?"   Sekali lagi kerbau itu mendengus berat. 'Bagus sekali engkoh kerbau. ayoh cepat kita berangkat kegurung Go bie!"   Seraya berteriak ia menjepit kakinya keatas perut kerbau itu.   Kerbau milik Liem Tou ini sangat pintar mendengar perintah tersebut ia mulai berlari cepat, larinya kerbau itu boleh dikata laksana petir yang menyambar di tengah udara.   Dengan mata serta telinga biasa, orang hanya mendengar suara derapan kaki yang santar tapi dalam sekejap mata hanya terasa angin tajam menyambar lewat kemudian suara derapan kaki tersebut lenyap tak berbekas.   Selama perjalanan kerbau ini entah sudah mengejutkan berapa banyak orang, bahkan ada kalanva ketika Liem Tou sedang gembira sewaktu kerbaunya berkelebat lewat disisi orang orang itu pemuda Liem Tou sekalian menoleh wajah orang orang itu.   Tidak aneh kalau orang tersebut ketakutan setengah mati sehingga berteriak kalang kabut.   Ada siluman! Ada siluman!' Demikianlah, didalam beberapa hari saja mereka telah tiba dikaki gunung Go bie.   Demi menghormati gurunya jauh-jauh Liem telah turun dari binatang tunggangannya dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.   Tidak selang beberapa saat telah tiba di tebing Leng Ay pintu gua tampak tertutup rapat-rapat, suasana sunyi senyap tak kedengaran suara sedikitpun.   Dengan sangat hormat Liem Tou berlutut di depan pintu, setelah memberi hormat katanya lirih.   "Tecu Lien Tou datang menghunjuk hormat kepada sucouw, suhu dan susiok sekalian."   Lama sekali ia menunggu di depan pintu, tapi di balik ruangan sama sekali tak terdengar suara sahutan.   Akhirnya pemuda ini bangun berdiri siap berlalu dari sana.   Mendadak, suara ledakan keras bergema memenuhi angkasa, pintu batu tersebut tahu-tahu hancur berantakan jadi berkeping-keping.   Liem Tou terperanjat, dengan cepat ia berpaling.   Tampak olehnya didalam ruang tersebut duduk empat orang dalam kedudukan setengah busur.   Orang yang duduk ditengah adalah Lok Yong Sucouw, salah seorang Auw Hay Siang Hiap, disebelah kanan adalah suhunya Thiat Sie poa, sedang disebelah kiri si siucay buntung serta si pengemis pemabok.   Liem Tou jadi keheranan, gumamnya.   "Pintu batu baik-baik menutupi ruangan tersebut, kenapa secara mendadak bisa hancur sendiri?? jelas hal ini dikarenaka suatu pukulan yang maha dahsyat "   Bila ditinjau dari besarnya pintu tersebut, paling sedikit beratnya ada ribuan kati, mana mungkin bisa dihancurkan dalam satu kali hantaman saja?? Kecuali seorang telah berhasil melatih tenaga sinkangnya mencapai puncak kesempurnaan kalau tidak siapa yang bisa berbuat demikian? Lalu siapakah yang diantara keempat orang itu yang berbuat?? Ia tak berani berlaku ayal lagi, dengan cepat badannya menjatuhkan diri berlutut walaupun ia tahu saat ini mereka berempat sedang bersemedi dan tak bakal tahu akan kedatangannya, tapi sebagai adat istiadat ia tak mau melanggarnya.   Ketika itulah mendadak sepasang mata Thiat Sie poa terpentang, melibat sorotan cahaya matanya Liem tou merasa terperanjat karena cahaya itu tajamnya luar biasa dan belum pernah ia temui selama ini diam diam ia merasa girang buat kesuksesan gurunya.   Thiet Sie poa pun memandang sekejap ke arahnya kemudian mengangguk setelah melirik sekejap kearah sisiucay buntung serta sipengemis pemabok kembali ia pejamkan mata.   Liem Tou tidak mengerti apa maksudnya si Thiat Siepoa berbuat demikian, iapun berpaling memandang sekejap wajah si siucay buntung serta si pengemis pemabok.   Bila tidak melihat masih tidak mengapa justru kerena itulah keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.   Terlihat olehnya air muka siucay buntung maupun si pengemis pemabok telah berubah menguning dan hijau membiru, seluruh tubuh mereka gemetar keras sedang keringat mengucur membasahi seluruh jidatnya.   Jelas mereka telah salah jalan menuju ke neraka.   Keadaan semacam ini sangat membahayakan jiwa seseorang sekalipun tidak sampai binasa paling sedikit akan membuat seseorang jadi cacad selama hidupnya.   Liem Tou segera mengerti maksud dari lirikan Thiat Sie poa kearahnya tadi.   Ia tak berani buang banyak waktu lagi.   buru buru berjalan menghampiri sisiucay buntung serta si pengemis pemabok lalu duduk di belakang mereka, sepasang telapak bersama sama ditempelkan keatas punggung kedua orang itu.   Dengan mengerahkan tenaga menurut ajaran So Kong Sim hoat ia salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh mereka berdua dan menembusi bagian urat yang membeku di badan mereka sewaktu berlatih tadi.   Kurang lebih sepertanak nasi kemudian si siucay buntung serta si pengemis pemabok sama sama batuk dan muntahkan riak kental.   dengan demikian napas pun jadi lancar kembali.   Tapi Liem Tou tidak melepaskan mereka dengan demikian saja, bisiknya lirih : 'Susiok berdua harap pejamkan mata mengatur pemapasan menanti seluruh badan sudah merasa leluasa barulah bangun."   Kedua orang itu benar benar mengikuti ucapan pemuda tersebut, mereka pejamkan mata kembali untuk mengatur pernapasan pula.   Si siucay buntung serta pengemis pemabok bersama sama bangun berdiri.   mereka mengerti barusan saja jiwa mereka ditolong Liem Tou.   Diam diam kedua orang itu merasa sedih tak disangka olehnya karena ingin mempelajari ilmu silat yang lebih tinggi hampir hampir saja jiwa sendiri ikut melaysng.   "Eeeei ..pengemis busuk bagaimama kita sekararang ?"   Tanya sisiucay buntung kemudian. Si pengemis pemabok tertawa terbahak-bahak.   "Bagaimana lagi? aku si pengemis bisa bermabok-mabokan sepanjang hari sekali mabok semua kemurungan lenyap dengan sendirinya. justru kau si kutu bukulah yang harus menanggung sengsara !"   Mendengar ucapan itu si siucay tertawa tergelak .   "Justru didalam kitab terdapat emas segudang, kitab dapat membuat aku lupa makan lupa tidur. apa yang perlu kutakuti ?"   "Bagus, bagus , . , bagus kau membaca buku aku minum arak, kita sama sama kehilangan semangat seorang enghiong hoohan, ,ayo jalan, temani aku si pengemis minum arak dulu, selama beberapa bulan ini sepasaug kakiku sudah terlalu linu untuk duduk terus"   "Eeei apa yang perlu kau cemaskan, Bocah cilik itu sudah menolong selembar jiwa kita, bagaimanapun juga kita harus menantikan dirinya."   Tapi baru saja ucapannya selesai sambil tersenyum Liem Tou telah berjalan keluar dari dalam gua.   "Susiok berdua! Kalian tak boleh pergi dengan begitu saja pada saat ini!"   Serunya cepat.   "Kenapa tidak boleh?? Apakah kau berani menanggung kelinuan sepasang kakiku?"   Teriak sipengemis pemabok sambil mendelik.   "Bukannya begitu.' kata Liem Tou sambil menggeleng, 'Pintu gua sudah hancur berantakan, kita harus berusaha untuk membetulkan. apakah kalian hendak membiarkan sucouw serta suhu yang ada didalam gua mandah tertiup angin?"   "Aaakh!! Aku tidak pernah berpikir sampai disini. Baik. kita cepat turun tangan"   Sambung si siucay buntung cepat.   Demikianlah mereka bsrtiga dengan bekerja sama mencari sebuah batu besar seberat ribuan kati untuk menutup kemtali gua tersebut.   Sewaktu Liem Tou menceritakan secara bagaimaoa suhunya Thiat Sie poa pukul hancur gua tadi, mereda berdua sama-sama mengagumi disamping mereka pun mulai memaki : 'Dengan andalkan sebuah sie poa bututnya dimana pun ia tak pernah menderita kerugian, justru kita berdua yang jujur malah jadi kujur ....   kurang ajar,..   kurang ajar !"   Liem Tou melihat urusan telah selesai, segera ujarnya kepada sisiucay buntung serta sipengemis pemabok;   "Daripada susiok bsrdua berjaga disini dengan percuma, jauh lebih baik ikut aku saja pergi keperkampungan Ih hee sancung di gunung Cing Sbia, disana sutit bisa baik menjamu susiok berdua dengan arak serta sayur bagus". Mendengar ada arak bagus, sipengemis pemabok nomor satu berteriak terlebih dahulu.   "Bagus sekali, kita segera berangkat"   Liem Tou segera menggape kerbaunya, seraya menepuk pantat binatang itu katanya lagi.   "Engkoh kerbau, dapatkah kau mengangkut kami bertiga?". Kerbau itu segera goyang-goyangkan ekornya. 'Bagus sekali"   Liem Tou kegirangan ' Silahkan susiok berdua naik didepan".   Si siucay buntung saling bertukar pandangan sekejap dengan sipengemis pemabok lalu sambil tertawa terbahak- bahak meloncat naik ke atas punggung kerbau dan tinggalkan sedikit tempat dipantat kerbau itu untuk Liem Tou.   Setelah meloncat naik Liem Tou pun membentak.   'Engkoh kerbau, ayoh berangkat!"   Kerbau itu mendengus berat, dengan cepat ia meloncat turuni tebing Leng Ay menuju ke bawah puncak gunung Go bie, larinya gesit dan mantap sedikit pun tidak terlihat keberatan, Demikianlah mereka bertiga pun dengan menunggang seekor kerbau berangkat menenuju kegunung Cing Shia.   Malam hari telah tiba, mereka bertiga tetap melanjutkan perjalanan, kurang lebih kentongan keempat sampai juga mereka dibawah gurung Ha Mo san ditepi sungai yang besar.   Suasana amat sunyi dan gelap, susah melihat jari-jari tangan sendiri.   Liem Tou saat ini amat gembira.   tidak lagi ikut mengganggu ketenangan rakyat dalam perkampungan, bisiknya kepada diri si-siucay buntung serta sipengemis pemabok.   "Kurang ajar, mereka lagi enak enakan tidur kita pulang mana boleh tidak disambut oleh mereka??"   Pemuda ini segera mengepos napas bersuit nyaring, dengan tidak sungkan sungkan ia berteriak.   "Eeeei..adakah manusia diatas gunung??? Cung-cu telah kembali! .."   "Hey Liem Tou, kau sudah gila? bukankah perkampungan Ih Hee San cung sudah musnah??"   Tegur si siucay buntung serta si pengemis pemabok hampir berbareng dengan nada curiga.   Liem Tou tidak menjawab, ia tersenyum.   Saar itulah dari atas gedung tampak berkelebatcya cahava lampu disusul dengan munculnya lampu diseluruh penjuru, dalam sekejap mata puncak gunung Ha Mo san seperti meledak, seluruh penjuru bermandikan cahaya suara riuh pun meledak gegap gempita.   Dibawah sorotan cahaya yang amat terang benderang itulah sisiucay buntung, sipengemis pemabok serta Liem Tou dapat melihat beratus-ratus manusia berkerumun di samping jembatan Pancabut nyawa seraya menggape gape kearah mereka.   Melihat suasana itu mereka bertiga jadi melengak.   Keadaan dari perkampungan Ie Hee San cung telah berubah sama sekali, rumah rumah gedung berdiri berjajar dengan megahnya, pepohonan, gardu semuanya lengkap.   Si siucay buntung serta si pengemis pemabok yang melihat kejadian itu merasa agak tercengang, merasakan pula keadaan diri sendiri yang kusut tidak karuan mereka merasa malu pada diri sendiri.   Mendadak Liem Tou membentak keras;   "Engkoh kerbau, ayoh jalan !' Kerbau tersebut mendengus, badannya segera menyusup kedepan menyeberangi sungai dengan aliran yang deras itu. Karena takut kerbaunva tidak kuat, Liem Touw segera salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh badan kemudian disalurkan kedalam tubuh kerbau tadi, dengan demikian kerbau itu dapat bergerak diatas permukaan air dengan cepatnya. 'Ooo ...sungguh lihay"   Teriak si siucay buntung serta sipengemis pemabok hampir berbareng seraya menjulurkan lidahnya.   "Kita berdua jadi ketinggalan bila dibandingkan dengan berbau ini"   Liem Tou tersenyum. 'Susiok berdua !' katanya.   "Sekalipun kalian jalan api menuju ke neraka dan gagal mempalajari ilmu sakti, tapi tenaga sinkang kalian telah bertambah beberapa kali lipat jika di bandingkan dengan keadaan dahulu, kalau tidak percaya, nah cobalah sendiri."   Pertama-tama si pengemis pemabok yang tidak tahan, ia segera meloncat turun dari atas punggung kerbau dan menutul di atas permukaan air untuk bergerak ke depan.   Sekalipun tidak salah, ia merasakan badan sendiri ringan bagaikan burung walet, tak kuasa lagi pengemis ini mendongak dan tertawa terbahak-bahak.   Melihat kejadian itu, si siucay buntung segera berteriak.   "Bagus, akupun ikut !"   Badannya segera menutul dari ujung air dan iapun bergerak dengan ringannya diatas permukaan sungai dengan kaki tunggalnya.   Melihat tontonan itu orang yang ada di atas gunung segera bertepuk tangan memuji, suasaca makin gempar.   Si pengemis pemabok jadi girang, teriaknya.   "Eei, buntung tua. begaimana kalau kita coba bertanding ilmu silat kita berdua ??"   Tidak menanti jawaban dari si siucay buntung lagi badannya segera menubruk kedepan, angin pukulan dengan membawa suara desiran tajam di hantam ke dada lawan. Si siucay buntung pun tidak ingin perlihatkan kelemahannya, ia berteriak keras.   "Bagus !"   Ujung kaki menutup permukaan air, badannya berkelebat menyingkir dari datangnya serangan tersebut kemudian telapaknya menyambar mengirim sebuah serangan balasan.   Seketika itu juga terjadilah suatu pertarungan yang amat ramai diantara mereka berdua, air sungai muncrat keempat penjuru mengiringi berkelebatnya bayangan manusia kesana kemari, suasana amat ramai.   Melihat tontonan gratis itu, orang-orang yaug ada diatas gunung bersorak sorai memberi semangat mereka berdua.   Siapa sangka mereka bergebrak semakin lama mereka berdua makin gembira.   siapa pun tak mau berhenti terlebih dahulu.   Bila demikian terus mungkin bergebrak sepanjang tiga hari tiga malam pun tiada habis nya.   Melihat keadaan mereka Liem Tou tertawa.   "Susiok berdua harap berhenti ssbentar,, kalau bergebrak demikian terus menerus tak akan selesai, lebih baik lain kali kalian cari musuh tangguh dalam dunia kangouw saja."   Si siucay buntung serta sipengemis pemabok bersama- sama menarik kembali serangannya dan tertawa terbahak bahak. Mendadak terdengar si pengemis pemabok berkata;   "Eei...buntung tua. Karena barusan aku kepingin minum arak maka badanku agak lemah, kalau sudah minum arak...ha haa haa... siapa yang sudi kalah ditanganmu??"   "Baik"   Teriak si siucay buntung tidak terima.   "Besok kita bergebrak lagi, sebelum berhasil temukan siapa menang siapa kalah jangan berhenti..."   Mendadak si siucay buntung teringat akan sesuatu hal, tanyanya kepada diri Liem Tou.   "Bocah buyung, menurut pendapatmu bagaimana kalau suhu si sie poa butut-mu dibandingkan dengan kami?"   Liem Tou tertawa.   "Menurut pendapatku, sie poa suhuku telah banyak membantu kita, dengan kelihayannya meramal Kioe Keng Pat Kwa ia mencampurkan diri dengan hasil latinan yang diterimanya saat ini, menurut pandanganku kalau tidak salah maka tenaga sinkang yang ia miliki sudah berada diatas sucouw, tenaga lweekangnya sudah berhasil mencapai puncak kesempurnaan"   Mendengar ucapan itu semangat si siucay buntung serta pengemis pemabok jadi mendingin.   "Aaaakh! aku tak percaya* teriaknya.   "Mau percaya atau tidak itu urusan susiok sendiri". Siapa sangka baru saja ia menyelesaikan kata katanya, mendadak sesosok bayangan kuning menggulung datang. Sebelum Liem Tou dapat melihat jelas wajah orang itu, tahu tahu angin pukulan tela h menyambar datang. Merasakan kadahsyatan serangan itu Liem Tou berteriak keras.   Raja Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Bagus! susiok, cepat terima datangnya serangan !"   Si siucay buntung serta si pengemis pemabok bersama- sama membentak keras, kedua orang itu segera meloncat kedepan menghadang datangnya orang itu sedangkan telapak dibabat keluar dengan mengirim sebuah pukulan yang maha dahsyat.   Tapi gerakan dari bayangan kuning itu sangat cepat, dengan gesit dan lincah ia berhasil menerobos masuk kemudian melayang keluar di antara menyambarnya angin pukulan gencar itu.   Melihat kelihayan pihak lawan Liem Tou menjulurkan lidahnya.   "Entah manusia darimana memiliki kepandaian silat sedahsyat ini??' pikirnya di hati. Biarpun dia mengamati, sampai saat ini belum berhasil juga mengingat siapakah orang ini. Pada saat itulah bayangan kuning yang sedang beegebrak melawan si siucay buntung serta si pengemis pemabok tertawa terbahak-bahak.   "Bocah cilik, kau sungguh gembira sekali, setelah dikelilingi istri yang cantik ternyata melupakan aku si bangkotan tua yang hampir mati, aku tak akan membiarkan dirimu enak- enakkan terus, 1ihat serangan !"   Dari antara berkelebatnya bayangan tubuh si siucay buntung serta si pengemis pemabok segulung angin pukulan yang keras menyambar kearah Liem Tou.   Sebelum mengetahui asal usul yang sebetulnya dari orang itu, Liem Tou tidak ingin turun tangan secara gegabah, badannya buru buru mundur lima depa kebelakang Siapa sangka ternyata angin pukulan itu menyambar datang dari arah belakang.    Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini