Ceritasilat Novel Online

Mustika Gaib 11


Mustika Gaib Karya Buyung Hok Bagian 11


Mustika Gaib Karya dari Buyung Hok   Meskipun Kang Hoo tidak tahu, kalau di antara kelenteng-kelenteng yang sudah ditinggalkan oleh para tosu atau Lhama itu masih terdapat dua kelenteng yang ditinggali oleh tosu-tosu jahat, itulah kelenteng Tiok-san-koan dan kelenteng Ceng hie koan yang menjadi pusat dari golongan tosu-tosu jahat.   Kang Hoo juga tidak tahu kalau benda yang dicarinya itu sebenarnya sudah tak ada di tempat itu, tapi karena ia tidak menanyakan lebih jauh pada Hong Pin dan ia hanya mendengar dari keterangan Hong Pin, kalau si pemuda buta itu datang ke daerah Kun san untuk mencari Angsa Emas Berkepala Naga.   Suara angin yang menggoyangkan daun pohon membuat keadaan di atas Kun san menjadi berisik.   Kang Hoo terus berlompatan diantara bukit-bukit pegunungan, dan jauh di bawah Kun san tampak itu telaga Tong teng, dari kejauhan warna telaga mengkilat ditimpa sinar matahari pagi.   Dari balik rumput alang-alang yang meninggi.   Kang Hoo memperhatikan keadaan tempat sekitarnya, dan ketika baru saja ia lompat ke depan untuk meneruskan perjalanannya, begitu kakinya menginjak rumput yang tumbuh di bawah bukit mendadak saja ia kejeblos masuk ke dalam lubang.   Kang Hoo kaget, ia ingin meletik ke atas, tapi sudah terlambat, karena badannya dengan cepat sudah jatuh di dasar lubang.   Suasana di dasar lubang gelap.   Begitu ia berdiri di dalam dasar lubang, ia memandang ke atas untuk melihat, ternyata lubang dimana tadi ia terperosok masuk sudah tertutup, itulah merupakan satu pintu rahasia.   Karena di atas penutup lubang yang merupakan pintu rahasia itu ditanami rumput-rumput, maka tak bisa diketahui orang kalau di dalam rumput itu terdapat sebuah lubang.   Keadaan lubang yang tertutup bagian atasnya tentu saja gelap karena sinar matahari tak dapat masuk ke dalam.   Tapi pada diri Kang Hoo terdapat seruling perak yang sangat aneh, bilamana di dalam keadaan gelap, maka trotolan yang terdapat pada seruling itu mengeluarkan cahaya meskipun cahaya yang keluar dari seruling perak itu tidak dapat menyamai terangnya sinar matahari, tapi sudah cukup untuk ia melihat keadaan di sekitar lubang itu.   Lubang dimana ia jatuh terperosok tidak seberapa lebar, itulah merupakan sebuah lubang seperti lubang sumur, tapi di bagian lain terdapat satu lubang terowongan, yang merupakan lorong panjang.   Dengan mengangkat seruling perak di depan sebagai obor, 222 Kang Hoo terus jalan maju, ia bisa melihat bagaimana lubang itu hanya merupakan galian tanah, dan dibeberapa bagian terdapat tiang-tiang kayu yang menunjang di atas agar lorong tanah itu tidak ambruk.   Setelah ia melewati jalan lorong berliku dua likuan jalan, ia tiba di sebuah jalan buntu.   Lorong itu buntu tak ada terusannya.   Di sana terdapat undakan batu menaik ke atas.   Sampai di sini Kang Hoo jadi berdiri melengak, ia bingung, lubang apakah ini sebenarnya.   Kalau lubang ini dibuat oleh manusia, untuk apakah manusia membuat lubang buntu? Sampai di sini ia niat balik kembali, ke tempat dimana ia jatuh terperosok, tapi baru ia jalan dua langkah, mendadak saja ia melihat di atas langit-langit lorong di bagian atas dari undakan batu terdapat batu persegi empat, Kang Hoo jadi heran, lama ia memandang ke atas, baru mendaki undakan-akan batu itu Di atas undakan batu Kang Hoo menjulurkan tangan ke arah batu segi empat di atas langit-langit, ia mendorong batu itu ke samping dan begitu ia berhasil menggeser batu tadi, di sana terdapat sebuah lubang empat persegi.   Kang Hoo memasuki lubang tadi, dan ketika ia keluar dari lubang goa itu, ia sudah berada di dalam sebuah kamar batu.   Luas kamar batu itu hanya enam kali tujuh kaki, di sekitar kamar merupakan dinding-dinding batu, tepi keadaan dinding batu itu sudah banyak yang pecah, dan di salah satu pojok dari lantai dinding batu terdapat segundukan tanah, di balik gundukan tanah itu terdapat sebuah lubang.   Kalau melihat bentuk lubang itu bisa dipastikan itulah sebuah lubang tikus.   Ketika Kang Hoo memandang ke arah pojok lain, di sana tampak sebuah peti kecil dari kayu, keadaan peti itu sudah rusak penuh debu, di sana sini bekas digerogoti tikus, sedang tutup peti juga sudah hancur.   Kang Hoo segera menghampiri, diangkatnya peti itu dan diperiksanya, kecuali debu yang tebal ia tak menemukan apa-apa.   Kang Hoo melempar kembali peti itu ke lantai, dan debu-debu yang menempel pada peti berhamburan, saat itu mendadak saja Kang Hoo melihat dari salah satu tepi peti terdapat satu huruf terbuat dari emas.   Saking herannya.   Kang Hoo mengambil kembali peti rusak tadi.   Lalu dibersihkannya.   Dan di sana tampak beberapa huruf yang terputus-putus, sudah tak dapat dibaca, karena bagian-bagian lainnya sudah lenyap digerogoti tikus.   Hanya masih ada satu huruf yang bisa terbaca, itulah tulisan yang berbunyi 'Angsa'.   Setelah membaca tulisan kuning emas pada sisi peti itu, Kang Hoo jadi berpikir, Apakah peti ini tempat disimpannya itu Angsa Emas Berkepala Naga? Meskipun keadaan Kang Hoo waktu ini seperti seorang pemuda gembel, tapi dia adalah keturunan seorang Peng pouw sie-long, dan ia sendiri telah lulus dalam ujian siu-cai, tentulah ia memiliki otak cerdik.   223 Mendapatkan keadaan peti dan kamar rahasia ini.   Kini ia bisa menduga, kalau lubang lorong di bawah tanah itu tentunya adalah ciptaannya seseorang yang ingin mencuri peti tersimpannya Angsa Emas Berkepala Naga.   Apakah dengan demikian Angsa Emas Berkepala Naga itu sudah dicuri orang dan kamar ini sebenarnya kamar dari bangunan apa? Apa yang dipikirkan Kang Hoo tidak jauh dari kenyataan yang sebenarnya, karena jalan lorong di bawah tanah itu memang adalah hasil kerjanya Cui tojin, yang dengan diam-diam telah membuat jalan rahasia di bawah tanah.   Tapi Cui tojin sendiri ketika masuk ke dalam kamar, ia sudah mendapatkan keadaan peti menjadi rusak, digerogoti tikus dan Angsa Emas sudah tak ada di tempatnya.   Karena Kang Hoo masih belum tahu kamar itu sebenarnya adalah kamar apa dan dari bangunan apa, setelah menyelipkan kotak pada pinggangnya, ia memeriksa sekitarnya dinding batu.   Meraba sana meraba sini, akhirnya secara kebetulan ia menekan sebuah tombol, begitu tombol tertekan maka terdengar suara kresekan dari bergesernya sebuah dinding batu.   Itulah pintu rahasia kamar tersebut.   Setelah pintu rahasia kamar itu terbuka, Kang Hoo segera lompat keluar.   Tapi baru saja ia lompat keluar, mendadak saja terdengar suara orang terkejut, disusul dengan berkelebatnya satu serangan kemplangan sebuah toya dari belakang ke atas kepalanya.   Karena kagetnya, Kang Hoo memutar badan, tanpa disadari, seruling peraknya ia sodorkan ke atas untuk menangkis datangnya serangan toya tadi.   Kalau saja kemplangan toya itu sempat membentur seruling peraknya, pastilah seruling Kang Hoo akan jadi remuk, karena toya yang datang menyerang dirinya itu adalah sebuah toya besi.   Tapi keadaan di atas dunia ini memang banyak hal-hal yang terjadi diluar dugaan orang, belum lagi kedua senjata itu beradu, mendadak saja toya besi yang datang menyerang batok kepalanya, sudah terpental lepas dari genggaman si penyerang, dan badan si penyerang sendiri mental membentur dinding ruangan.   Maka di dalam kamar itu terdengar suara berisik.   Kang Hoa yang tadi karena merasa kaget, ia melakukan gerakkan tangkisan dengan seruling perak, dan belum lagi seruling itu menyentuh senjata lawan, toya tadi sudah mental dari tuannya.   Dan pemiliknya sudah mental membentur dinding kamar.   Kini Kang Hoo bisa melihat bagaimana perawakan si penyerang.   Orang itu bertubuh gemuk berkepala botak, mengenakan jubah pertapaan, ia duduk numprah 224 bersandar di pojok dinding, sepasang matanya mendelik.   Kang Hoo yang dipandang demikian rupa dalam hati berkata, Tosu ini memiliki sepasang mata seperti mata setan.   Setelah berpikir begitu, ia lalu melangkah maju dan mengajukan pertanyaan, Suhu, maaf.   Bukan maksudku berlaku kurang ajar di kamar orang.   Tapi aku kebetulan masuk ke dalam kamar ini melalui jalan lorong di bawah tanah.   Dan ini tempat sebenarnya tempat apa? Tapi si tosu yang duduk bersandar pada dinding batu tak mendjawab, sepasang matanya mendelik terus memandang Kang Hoo.   Mendapat pandangan mata demikian, Kang Hoo menyangka kalau si tosu sedang memandang kesima padanya, lalu ia jalan lagi lebih mendekati katanya, Suhu.......   Tapi belum lagi Kang Hoo meneruskan ucapannya, mendadak saja ia tersentak kaget.   kini ia melihat punggung jubah si tosu sudah jadi merah.   Dalam kekagetannya, ia mendekati tosu tadi dan memeriksa, ternyata kepala si tosu sudah hancur akibat benturan pada dinding batu dalam kamar itu, dan napas tosu itupun sudah terhenti, hanya sepasang matanya saja yang terus mendelik.   Setelah ia mengetahui kalau tosu itu sudah tidak ada napas, Kang Hoo melangkah mundur, mulutnya menggerendeng, aku berdosa membunuh orang..   Berbarengan dengan akhir kata-kata Kang Hoo, dari luar kamar terdengar pinto diketuk orang berulang kali.   Kemudian terdengar orang berteriak-teriak memanggil, Auwyang tojin....Auwyang tojin ada apa? Di dalam ada kejadian apa? Mendengar suara teriakan itu, Kang Hoo mengkerutkan kening.   Pikirnya, tosu yang mampus ini bernama Auwyang tojin.   Dan suara jatuhnya toya besi di atas lantai dan benturan kepala si tosu pada tembok rupanya sudah terdengar oleh beberapa orang tosu lainnya, mereka lari ke depan kamar Auwyang tojin, dan mengetuk pintu.   tapi setelah mereka gedor beberapa kali.   Tak terdengar jawaban.   Mereka berteriak-teriak memanggil.   Kang Hoo merasa dirinya telah membunuh orang, ia jadi kebingungan, dengan para tosu ini ia juga tidak punya permusuhan apa-apa, maka cepat ia lompat ke arah pintu rahasia.   Tapi pintu rahasia sudah tertutup kembali hingga Kang Hoo harus mencari tombol yang merupakan kunci untuk membuka pintu itu.   Selagi ia sibuk kebingungan mencari tombol rahasia, para tosu yang berada diluar pintu, sudah mendobrak pintu dengan paksa, dari mana menerobos masuk tiga orang tosu berjubah pertapaan.   Di tangan mereka membawa senjata toya besi.   Begitu mereka menampak di dalam kamar terdapat seorang gembel yang sedang meraba raba dinding tembok, dan Auwyang tojin sudah menggeletak di bawah lantai bersandar pada dinding.   Dua orang sudah maju menerjang Kang Hoo, dan salah seorang segera lari ke arah Auwyang tojin yang pecah kepala.   225 Waktu itu Kang Hoo masih menghadap dinding tembok, serangan toya dua tosu sudah datang menyerang dirinya.   Ia mendengar bagaimana langkah-langkah kaki mereka lari serabutan masuk ke dalam.   Dan ia juga merasakan kesiuran kemplangan toya di atas kepalanya.   Tapi karena Kang Hoo yakin, kalau dalam dirinya memang sudah tertanam itu kekuatan Karakhter, dan ia juga tidak niat untuk mencelakai orang lain, mendapat serangan itu, ia berdiri tenang membelakangi.   Kedua tosu yang melakukan serangan bokongan dari belakangan, mereka sudah begitu geregetan, bagaimana di dalam kelenteng mereka bisa sampai kemasukan seorang gembel dan ketka serangan toya mengarah batok kepala Kang Hoo, dan menyaksikan bagaimana Kang Hoo masih tetap berdiri menghadap tembok membelakangi mereka, mereka jadi tersenyum asam.   Tapi senyum itu tak berlangsung lama karena disusul dengan satu kekuatan yang mereka alami bersama, karena toya besi yang sudah hampir membentur kepala si gembel mendadak mental balik ke atas, dan kedua tubuh tosu tadi terhuyung ke belakang, mereka seperti terdorong oleh satu kekuatan halus tak terlihat dan tak mengeluarkan suara.   Badan kedua tosu tadi terhuyung mundur sampai membentur dinding kamar.   Tapi karena Kang Hoo dalam menerima serangan itu, ia tidak menggerakkan anggota badannya untuk mengelak, maka kedua orang tosu itu hanya terdorong mundur saja dan setelah memepet pada dinding batu mereka segera lompat kembali menerjang dengan penuh hawa pembunuhan.   Saat itu Kang Hoo masih berdiri menghadap tembok, sepasang matanya terus mencari-cari itu tombol pembuka pintu rahasia ia tidak mau memperdulikan kedua tosu yang melakukan serangan dari belakang.   Sementara itu, si tosu yang lari memeriksa mayat Auwyang tojin, setelah mengetahui kalau Auwyang tojin sudah binasa karena pecah kepala, tahulah ia sudah kalau sang kawan itu binasa akibat benturan kepala pada dinding kamar.   Ia juga segera lompat bangun.   Berbarengan dengan lompat bangunnya tosu tadi, dua tosu yang baru saja terhuyung ke belakang sudah menyerang maju lagi, tapi aneh gerakan mereka tak dapat melangkah lebih dari dua langkah karena kembali mereka terhuyung mundur lagi.   Tosu yang baru saja lompat bangun, ia masih berdiri di samping mayat Auwyang tojin, ia bisa melihat bagaimana dua kawannya terhuyung mundur, melihat kejadian itu, ia menduga kamu si gembel yang menyelusup masuk ke dalam kamar kelenteng adalah seorang gembel yang memiliki kekuatan tenaga dalam sempurna.   Hingga hanya dengan berdiri diam, ia bisa membuat lawan mundur, tapi 226 hati si tosu ini juga dibuat heran, karena kalau gembel busuk di depannya ini mengerahkan tenaga dalam, bagaimana ia tidak melihat si gembel melakukan gerakan badan.   Dan juga tidak terdengar suara angin pukulan.   Karena rasa ingin tahunya, maka ia sudah lompat maju menerjang, kepalan tangannya meluncur mengarah lubang telinga dari Kang Hoo.   Sambaran angin pukulan tadi membentur lubang telinga kiri Kang Hoo, tapi belum lagi kepalan tangannya tiba pada sasaran, mendadak saja tubuh tosu itu mental ke belakang, membentur dinding tembok dan jatuh di atas mayat Auwyang tojin.   Kang Hoo mendapat serangan, dan ia belum juga menemukan tombol rahasia untuk membuka pintu, akhirnya ia membalik badan.   Seruling peraknya masih digenggamnya di tangan kanan, tanpa memperdulikan ketiga tosu itu, ia melangkah keluar pintu kamar.   Tapi ketika ia berada di luar pintu kamar, di sana sudah menghadang dua orang tosu berwajah bengis, kedua tosu itu dengan berbareng membentak, Siapa? ' Maaf, aku salah masuk jawab Kang Hoo.   Ini di dalam bangunan apa? Mendengar kata-kata Kang Hoo, kedua tosu yang menghadang di depannya mendelikkan mata, kemudian salah seorang membentak lagi, Gembel kurang ajar, kau kira kelenteng Tiok san-koan saat ini bisa dibikin sembarangan.   Nah kalau kau hendak keluar aku juga tidak akan melarang.   Tapi sebelumnya kau harus meninggalkan lebih dahulu batok kepalamu di lantai! Baru saja tosu itu mengakhiri kata-katanya, mendadak dari dalam kamar ketiga tosu yang tadi menyerang Kang Hoo berlari keluar mereka berteriak, Bekuk pembunuh! Gembel pembunuh! Mendengar teriakan itu, Kang Hoo menoleh ke belakang, serunya, Siapa pembunuh? Eh.   Gembel melarat, kau masih berani memungkiri perbuatanmu.   Auwyang tojin di dalam kamar, siapa lagi yang membunuhnya kalau bukan perbuatan jahatmu? Sementara tosu tadi bicara, salah seorang tosu yang berdiri menghadang di depan Kang Hoo sudah lari meninggalkan tempat itu.   Dan tak lama terdengar suara tanda bahaya dipukul, menandakan kalau di dalam kelenteng kemasukan musuh kuat.   Begitu suara tanda bahaya terdengar, maka puluhan tosu kepala gundul sudah mengurung tempat itu, bahkan langit-langit ruangan tampak beberapa orang tosu yang menongolkan kepalanya darj lubang-lubang rahasia, mereka siap akan melakukan serangan senjata rahasia ke arah Kang Hoo.   Kang Hoo melihat kalau di sekitar tempat itu sudah dikurung oleh puluhan tosu, ia membuka pembicaraan, Aku Kang Hoo.   Kedatanganku ke tempat ini secara 227 kebetulan saja.   Tidak ada niatan untuk membunuh orang.   Maka harap para tosu jangan salah paham.   Baru saja Kang Hoo berkata sampai di situ mendadak dari rombongan para tosu yang mengurung dirinya berjalan keluar seorang tua berusia kira-kira lima puluh tahunan, alisnya putih, hidung merah, sepasang mata memancarkan sinar tajam, wajah tosu itu sangat dingin beku.   Begitu ia berada empat kaki di depan Kang Hoo si tosu tua berkata, Kau murid siapa? Teecu, murid ....   Beng Cie Sianseng, Jawab Kang Hoo.   Beng Cie Sianseng........? Ulang tosu tua hidung merah sambil mengkerutkan kening.   Aku pernah mendengar nama itu pada beberapa belas tahun yang lalu.   Bukankah ia si pendekar pedang kitiran? Mendengar pertanyaan tosu tua itu, Kang Hoo jadi melengak, karena selama Beng Cie Sianseng melatih dirinya, sang guru tidak pernah menyebut-nyebut tentang pendekar pedang kitiran, bahkan senjata gurunya dalam melatih ia, menggunakan tongkat bambu tujuh ruas, meskipun tongkat bambu itu selalu diputar bagaikan kitiran dalam melakukan serangan atau mengelak dalam latihan.   Tapi sang guru belum pernah menggunakan pedang.   Kang Hoo baru melihat sang guru menggunakan pedang, ketika mereka melarikan diri dari kejaran gadis liar bangsa Bauw.   Dan sebelum itu sama sekali ia tidak pernah melihat sang guru menggunakan pedang.   Tapi di hadapan tosu tua hidung merah ini, ia harus segera memberi jawaban yang tepat, agar urusan jangan sampai jadi runyam.   Karena ia mencegah timbulnya salah paham yang lebih dalam maka tadi ia tidak menyebut Pek kut Ie-su sebagai gurunya, ia kuatir kalau guru aneh itu semasa mudanya dulu pernah membuat dendam terhadap para tosu dalam kelenteng ini.   Seperti halnya apa yang ia alami terhadap Hong Pin.   Waktu ini Kang Hoo juga masih belum tahu kalau para tosu yang mendiami kelenteng Tiok san koan adalah tosu-tosu jahat dari Pek-houw son.   Merekalah sebangsa tosu kejam tiada berperi kemanusiaan.   Karena Kang Hoo masih belum mengetahui sedang menghadapi tosu jenis macam apa, maka ia terus menjaga agar jangan gampai timbul bentrok dengan mereka.   Selagi Kang Hoo masih berdiri terheran-heran mendengar sebutan pendekar pedang kitiran itu, si tosu tua beralis putih berhidung merah sudah membentak, Eh, kerbau! Apa kau tuli.   Apa bukannya Beng Cie Sianseng pendekar pedang kitiran? Boleh jadi.   Jawab Kang Hoo.   228 Mendengar jawaban itu, para tosu yang mengurung di empat penjuru menjadi tertawa geli.   Maka ruangan kelenteng itu menggema mengeluarkan suara tawa mereka.   Terkecuali tosu tua hidung merah yang berada di depannya, ia hanya menunjukkan cengiran buasnya.   Kemudian katanya, Kau bicara jangan kurang ajar! Sebelum rokhmu kubetot, sebaiknya beri keterangan yang jelas, agar setelah aku membunuhmu aku bisa memberi laporan pada gurumu untuk ia segera datang membawa mayatmu.'' Tidak perlu! Tiba-tiba Kang Hoo berkata.   Suara yang keluar dari mulut si pemuda sangat tenang, meskipun terdengarnya nyaring.   Mustika Gaib Karya Buyung Hok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Koan cu, bunuh saja.   Gembel busuk itu, ia tel.h membunuh Auw-yang tojin.   Ya! Jangan diberi kesempatan ia lari kabur, terdengar lain suara dari rombongan para tosu itu.   Kang Hoo mendengar suara-suara itu ia tertawa kecil, lalu katanya, Aku datang tak ada orang yang bisa melarang.   Aku pergi tak ada satu manusia yang bisa mencegah, Setelah berkata begitu, Kang Hoo melangkah maju ke depan.   Tosu beralis putih berhidung merah melihat Kang Hoo melangkah maju, entah bagaimana seperti kena sihir tosu tua itu menyingkir ke samping, memberikan Kang Hoo jalan terus.   Para tosu lainnya, yang mengurung rapat tempat itu, begitu mereka melihat si tosu rambut putih memberi jalan, mereka serentak membuka jalan.   Dan Kang Hoo dengan langkah tenang lewat diantara gang manusia itu.   Dan tak lama ia sudah keluar dari kurungan para tosu, kini ia berada di dalam ruangan besar kelenteng.   Sementara itu tosu alis putih, hanya berdiri memandangi Kang Hoo, begitu pula puluhan tosu lainnya, mereka membuka jalan dan memandangi si pemuda.   Dan ketika Kang Hoo memasuki ruangan besar, mendadak saja si tosu berhidung merah dan alis putih terjangkit kaget, ia seperti baru sadar.   Teriaknya! Kejar! Bunuh gembel kerbau itu, jangan kasih ia lari kabur, Kang Hoo waktu itu sudah jalan di tengah-tengah? ruangan besar dalam kelenteng, ia mendengar suara teriakan tosu tua tadi, dan sebentar saja keadaan dalam ruang besar sudah dipenuhi oleh puluhan tosu, jalan maju sudah tertutup rapat, jalan mundur sudah terkurung.   Hmmm.   Kalau aku melayani mereka, pikir Kang Hoo.   Pastilah akan timbul kematian.   Dan di sini tentunya aku berdosa membunuh orang lagi, diluar kehendakku.   Tapi kalau aku lari kabur berarti aku seorang pengecut.   Maka biarlah kuberi sedikit ajaran pada tosu keparat ini.   Setelah itu dengan diam-diam aku bisa keluar dari kurungan mereka.   229 Setelah berpikir demikian, di tengah-tengah kurungan para tosu Kang Hoo berkata, Kepala gundul buruk! Kalau mau membunuh tuanmu, kalian cepat turun tangan.   Mau tunggu apa lagi? Mendengar kata-kata Kang Hoo, semua tosu kepala gundul jadi merah wajah mereka dan serentak mereka memandang pada tosu hidung merah beralis putih menunggu perintah.   Tosu hidung merah tahu kalau anak-anak muridnya menunggu perintah untuk segera turun tangan, maka ia segera mengebutkan ujung jubah bajunya.   Suatu tanda agar murid-muridnya segera melakukan serangan.   Para kepala gundul yang melihat sang Koan cu sudah memberi tanda, mereka berebutan maju menyerang Kang Hoo, hingga Kang Hoo terkurung rapat di tengah-tengah.   Maka sebentar saja di tempat itu terdengar suara berisik dari beradunya senjata toya besi, golok yang saling bentur sendiri.   Kemudian mereka terdorong mundur ke belakang.   Para tosu yang belum melakukan serangan, mereka masih pada berdiri, mereka bisa melihat bagaimana beberapa belas kawan mereka merangsek maju menyerang Kang Hoo, hingga tubuh Kang Hoo tak tampak terkurung oleh rapatnya serangan, mereka menyangka pastilah tubuh Kang Hoo akan segera hancur lebur ribuan keping.   Begitu pula jalan pikiran tosu hidung merah beralis putih.   Ia yakin kalau Kang Hoo segera akan menjadi perkedel.   Tapi ketika mendengar suara toya dan golok saling bentur sendiri di tengah udara, tosu hidung merah alis putih jadi membelalakkan mata, ia jadi kaget bukan kepalang dan belum lagi kekagetannya lenyap, para tosu yang melakukan serangan, mendadak berpentalan mundur kembali.   Hingga mereka pada membentur kawan- kawan mereka yang masih berdiri di pinggir menunggu giliran untuk menyerang.   Karena adanya benturan-benturan dari kawan-kawan mereka yang terpental mundur, maka suasana di dalam ruang besar kelenteng itu jadi kalut tidak keruan, mereka menjadi dongkol dan marah.   Tosu hidung merah yang berdiri diantara rombongan para tosu yang pada terhuyung-huyung mundur itu, ia juga jadi terdorong mundur, kemudian dengan mengeluarkan suara bentakan keras, ia mengibaskan lengan bajunya, Semua minggir, jangan panik tidak keruan.   Berbarengan dengan suara teriakan tosu hidung merah beralis putih tadi para tosu yang sedang kalut terhuyung-huyung diantaranya sudah ada yang rebah terguling terinjak-injak kawan-kawan mereka sendiri, mereka mendadak jadi berpencaran menjadi dua kelompok ke pinggir ruangan besar, itulah diakibatkan terkena serangan kibasan lengan jubahnya si tosu hidung merah alis putih.   230 Begitu para tosu itu pada terpelanting ke pinggir dinding ruangan besar, di tengah-tengah ruangan sudah jadi kosong, yang tinggal hanyalah para tosu yang jatuh terinjak-injak, mereka juga sudah cepat merayap bangun dan lari ke pinggir ruangan.   Begitu rombongan tosu-tosu itu sudah pada berdiri berbaris merapat pada empat sudut di dinding ruangan besar.   Mendadak saja mata si tosu tua hidung merah beralis putih terbelalak keluar.   Memandang ke tengah-tengah ruangan, karena di sana sudah tak tampak bayangan Kang Hoo.   Ternyata Kang Hoo, ketika para tosu berpentalan akibat terdorong oleh kekuatan Karakhter yang melindungi dirinya.   Kesempatan itu digunakan olehnya untuk segera meninggalkan mereka.   Dan tanpa banyak kesulitan Kang Hoo sudah berhasil menerobos ke luar kelenteng, ia terus lari kabur ke belakang gunung.   Sementara si tosu hidung merah beralis putih, sudah berteriak, Gentong nasi! Ayo, tangkap gembel keparat itu! Mendengar suara teriakan si tosu hidung merah beralis putih, rombongan tosu-tosu itu serabutan keluar.   Mereka mengejar Kang Hoo, tapi di luar kelenteng yang tampak hanyalah pohon-pohon dan burung-burung yang berterbangan di udara.   Bayangan Kang Hoo sudah tak tampak lagi.   Para tosu saling pandang dan beberapa orang melakukan pemeriksaan sekitar kelenteng.   Tapi mereka juga tak menemukan bayangan Kang Hoo.   ooOOoo KANG HOO kembali di bawah pohon dimana ia meninggalkan rombongan ribuan tikus.   Ia duduk bersandar, memperhatikan kotak kecil yang rusak bekas digerogoti tikus.   Ia yakin kalau kotak itu adalah tempat dari Angsa Emas Berkepala Naga, dan kalau melihat dari bentuk kotak itu, maka ia sudah bisa menduga besarnya Angsa Emas Berkepala Naga itu.   Tentulah benda yang dicari si pemuda buta Hong Pin, hanya sebesar kepalan tangan.   Setelah diperiksanya kotak tadi, diletakkan di atas tanah.   Kemudian pandangan wajahnya memandang kebiruannya langit di angkasa, ia seperti sedang berpikir keras.   Dan tak lama terdengarlah ia berkata sendiri, Angsa emas......   Angsa emas.   Kotaknya digerogoti tikus.   Dan dimana terdapat kotak ini, di bawah lantai terdapat sebuah lubang, itulah bukan lain dari pada lubang tikus, apakah Angsa emas itu sudah digondol lari tikus .....   Berkata sampai di situ, mendadak saja ia memeriksa kembali kotak rusak itu.   Kotak ta-di diletakkan di atas pahanya, kini ia meniup seruling! ya berirama mencicitnya tikus-tikus.   231 UARA SERULING ITU panjang terdengarnya, membawakan irama suara tikus.   Belum lama Kang Hoo meniup seruling, mendadak saja sudah terdengar suara cicit tikus yang sangat berisik mendatangi, beberapa eror tikus sudah berada di depan dirinya, mereka mengangkat kedua kaki depannya memandang Kang Hoo dan ribuan tikus lainnya terus berdatangan juga, mengurung diri Kang Hoo, suaranya sangat berisik sekali.   Mengetahui kalau ribuan tikus mendengar serulingnya kembali datang, dan kini di depannya terdapat beberapa ekor yang berdiri dengan mengangkat kaki depannya ke atas memperhatikan muka Kang Hoo, ia menghentikan tiupan serulingnya, kemudian menghitung tikus-tikus yang berdiri di depannya.   Ternyata ada delapan ekor.   Setelah mengetahui jumlah tikus yang berdiri di depannya, Kang Hoo mengangkat kotak rusak dari atas pahanya lalu diletakkan di depan kedelapan tikus-tikus itu, kemudian katanya, Inilah kotak Angsa Emas Berkepala Naga, tapi aku dapatkan hanya kotaknya saja.   Isinya entah kemana, melihat kalau dalam kamar rahasia di mana terdapat kotak ini terdapat lubang-lubang bekas jalan tikus.   Apakah kalian bisa mencari benda itu.   Itu juga bukan untuk kepentinganku.   Aku mencarinya untuk menolong salah satu sahabat.   Nanti bila kalian bisa mencari benda itu.   Aku bersumpah selama hidup tidak akan membunuh bangsa kalian.   Setelah berkata demikian, Kang Hoo memperhatikan delapan tikus yang berdiri di depannya, kedelapan tikus itu, setelah mendengar ucapan Kang Hoo, lagak mereka seperti manusia, mereka saling pandang diantara kawan mereka, lalu seruntulan mengelilingi kotak kecil tadi.   Dan empat ekor diantaranya telah mengangkat kotak itu, kotak tadi diangkat ke atas.   Kang Hoo yang memperhatikan tikus-tikus itu ia jadi heran.   Pikirnya, Hari ini aku sudah jadi seperti seorang gila bicara dengan binatang.   Apakah binatang-binatang ini mengerti maksud pembicaraanku.   Sekarang apa maksud mereka mengangkat peti kecil itu ke atas? Hai.   Sementara itu empat ekor tikus dengan kaki depannya masih mengangkat itu peti kecil, mereka berjalan berputaran, sedang empat akor lainnya mengelilingi keempat tikus tadi.   Beberapa kali terdengar suara cicit mereka.   Setelah sekian saat, empat ekor tikus yang menggotong peti kecil tadi, jalan ke rombongan ribuan tikus.   Begitu tikus penggotong peti memasuki rombongan ribuan tikus, mereka memberi jalan, kini mereka semua pada berdiri berjejalan dengan kaki depan ke atas, mereka 232 rupanya ingin melihat benda apa yang dibawa sang kawan.   Dengan masih duduk di bawah pohon.   Kang Hoo bisa melihat bagaimana kelakuan tikus-tikus itu.   Semasa kecilnya, di dalam rumah ia memang sering melihat tikus, yang membongkar mangkok di atas meja, cara kerja tikus itu memang memiliki sifat gotong royong dengan bertiga atau berempat mereka membuka tutup makanan di atas meja, kemudian masing-masing berebutan mencuri makanan yang ada di dalamnya.   Hari ini di depannya ia melihat bagaimana kelakuan empat ekor tikus tadi menggotong kotak kayu itu dipertontonkan kepada ribuan kawan-kawan mereka.   Inilah suatu kejadian yang seumur hidupnya belum pernah ia lihat.   Suasana sunyi di belakang gunung itu, dipecahkan dengan beberapa kali suara mencicit dari tikus-tikus yang melihat peti kayu digotong empat ekor tikus kawan mereka.   Setelah hamper mengelilingi ribuan tikus, mendadak saja dari belakang rombongan tikus, terdengar suara mencicit yang keras dan seekor tikus lompat lari melewati kepala kawan-kawannya, hingga kejadian itu membuat tikus-tikus yang terinjak jadi panik mereka seruntulan lari menyingkir.   Empat ekor yang menggotong peti, mendengar dan melihat ada seekor tikus lain mendatangi, mereka menghentikan langkahnya, menunggu datangnya tikus tadi.   Dan setelah itu mereka bersama-sama lari ke depan Kang Hoo.   Tikus yang baru ikut rombongan empat ekor penggotong peti sudah berdiri dengan mengangkat kaki depannya, memandang Kang Hoo.   Dan empat ekor yang menggotong peti sudah meletakkan peti tadi, mereka turut berdiri dengan mengangkat kaki depannya ke atas memandang Kang Hoo.   Menyaksikan kelakuan tikus-tikus itu, Kang Hoo jadi menggerendeng sendiri, katanya, Cita-cita ayah ingin menjadikan aku orang yang berguna setelah lulus ujian siu-cai, ia menyuruh aku mengikuti ujian luar biasa di kota raja.   Itulah karena harapan agar aku kelak bisa mendapat kedudukan pangkat.   Tapi perjalanan nasib ternyata ada berlainan, ayah binasa, dan kini tak pernah aku mimpi sebelumnya kalau aku bisa bergaul dengan ribuan tikus ini.   Aneh, ini tikus-tikus aneh.   Kang Hoo berkata, menggerendeng sendirian, dan tikus-tikus yang berdiri di depannya, mendengar suara Kang Hoo, mereka saling pandang.   Tidak mengerti apa maksud kata-kata si pemuda di depannya.   Kalau tikus- tikus itu tidak mengerti apa yang diucapkan Kang Hoo, sebaliknya Kang Hoo sendiri tidak mengerti sifat tikus-tikus, ia mengatakan itulah tikus-tikus aneh, sebenarnya tikus-tikus tidak aneh, tapi dirinya sendirilah yang aneh.   Ia membawa-bawa seruling perak, dan meniup suara bunyi mencicit bagaikan suara tikus.   Maka tikus-tikus itu menganggap kalau Kang Hoo adalah satu jelmaan dari tikus juga.   Hingga mereka tunduk terhadapnya.   Kalau saja Kang Hoo tidak membawa seruling itu, pastilah hari 233 ini yang masih tinggal di atas dunia hanyalah tulang-tulangnya saja, daging- dagingnya sudah lama berpindah ke dalam perut ribuan tikus itu.   Sementara itu, setelah melihat bagaimana kelakuan tikus-tikus yang berdiri di depannya, ia menunjuk dengan serulingnya ke arah kotak kayu yang menggeletak di tanah, katanya, Siapa di antara kalian yang telah menggondol benda emas dari dalam kotak itu? Mendengar suara Kang Hoo empat ekor tikus yang berdiri di depannya berbarengan memutar badan melihat ke arah kotak, tapi mereka tidak mengerti apa maksud ucapan Kang Hoo, setelah mereka membalik badan melihbat kotak itu, kembali mereka berdiri di depan Kang Hoo.   Tentu saja Kang Hoo jadi bingung, tikus- tikus ini tidak mengerti apa maksud perkataannya.   Tapi mendadak saja ia jadi girang katanya, Nah, kalian ajaklah rombongan kawan-kawan kalian.   Ikut aku.   Setelah berkata begitu, ia mengangkat kotak kayu di tangannya, kemudian bangun berdiri dan meniup serulingnya.   Berjalan ke depan.   Tikus-tikus tadi segera lari ke rombongan kawan-kawan mereka, lalu membuka jalan memberi Kang Hoo jalan di depan, dan ribuan tikus berlerotan jalan di belakang Kang Hoo, mengikuti suara mencicit dari irama seruling peraknya.   Tak lama Kang Hoo sudah berada tidak jauh dimana tadi ia masuk kejeblos ke dalam lubang rahasia.   Tapi begitu ia sampai di tempat itu, ia jadi kaget, karena lima orang tosu tampak sedang memeriksa lubang tersebut, rupanya mereka telah menemukan jalan rahasia di bawah tanah itu.   Ketika lima orang tosu mendengar suara mencicit tikus, mereka segera membalik badan melihat ke arah berdirinya Kang Hoo, waktu itu Kang Hoo sudah menghentikan suara serulingnya.   Sementara itu para tosu yang berdiri di pinggir lubang rahasia, mereka jadi kaget bukan kepalang, kekagetan mereka bukanlah karena munculnya Kang Hoo di depan mereka, tapi melihat banyaknya tikus-tikus yang seruntulan di belakang si pemuda.   Dan belum lagi mereka bisa berbuat sesuatu, ribuan tikus yang melihat ada lima sosok tubuh manusia di pinggir lubang mereka segera serabutan menerang.   Dan sebentar saja tikus-tikus itu sudah merayap naik ke kaki dan ke badan tosu-tosu tadi.   Lima tosu yang belum lagi bisa berbuat sesuatu, mereka mendadak mendapat serangan ribuan tikus, mereka mengeluarkan suara jeritan, kemudian berbareng lompat masuk ke dalam lubang.   Tapi gerakan ribuan tikus lebih cepat dari mereka, sebentar saja lubang rahasia ttu sudah penuh dijejali oleh tikus-tikus yang lari masuk.   Maka di dalam lorong jalan rahasia itu terdengar suara jeritan menyayatkan, tapi suara itu tidak terdengar lama karena sebentar kemudian sudah tak terdengar lagi.   234 Sementara itu Kang Hoo yang melihat kejadian itu ia melompongkan mulutnya, memelototkan sepasang matanya, ia tidak menduga sebelumnya kalau rombongan tikus-tikus ini adalah tikus-tikus liar yang sangat ganas.   Menyaksikan kalau tikus- tikus itu menyerang manusia, bulu kuduknya jadi merinding.   Sekian saat ia berdiri mematung, kemudian baru ia mengangkat serulingnya di depan matanya, diperhatikannya benar-benar seruling aneh itu.   Berkat seruling perak tadi maka ia selamat dari serangan ribuan tikus bahkan tikus-tikus itu kini menjadi takluk terhadap dirinya.   Seruling pusaka.   Gumam Kang Hoo, lalu ia memperhatikan rombonga tikus-tikus yang terus memasuki lubang rahasia di bawah tanah itu, setelah mereka masuk semua barulah Kang Hoo paling belakang jalan dan mendekati lubang rahasia tadi, dan ketika ia akan lompat turun, hatinya jadi bergidik, karena di bawah jalan rahasia itu berserakan tulang belulang dari lima sosok tengkorak manusia.   Itulah tulang-tulang lima orang tsu yang baru saja digerogoti ribuan tikus.   Menyaksikan itu, hati Kang Hoo tambah bergidik, ia mempererat genggaman serulingnya, kuatir kalau seruling itu nanti lenyap atau bisa terbang sendiri, bukankah tanpa seruling itu dagingnya bisa berpisah masuk ke dalam perut ribuan tikus.   Mustika Gaib Karya Buyung Hok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Setelah mempererat genggaman pada serulingnya dengan hati-hati ia lompat turun, dan melangkahi serakan tulang belulang para tosu yang menggeletak di bawah lubang.   Kemudian ia jalan maju menuju ujung jalan lorong.   Saat itu ribuan tikus sudah tak tampak di jalan bawah tanah itu.   Rupanya mereka telah mendahului Kang Hoo, dan ketika si pemuda berada di ujung lubang, ia melihat ke atas, dimana terdapat lubang yang terbuka maka ia pun segera menyusul masuk ke kamar rahasia.   Begitu tiba di dalam kamar rahasia Kang Hoo jadi kaget lagi, karena di sana sudah terdapat tiga tengkorak manusia lagi.   Kang Hoo tahu kalau itulah tentunya tiga tengkorak tosu.   Memperhatikan kamar itu, di sini hanya tinggal delapan ekor tikus, kedelapan ekor tikus itu begitu melihat Kang Hoo, mereka berdiri dengan mengangkat kaki depannya ke atas.   Melihat kalau di dalam kamar rahasia itu terdapat tengkorak manusia.   Kang Hoo jadi ragu-ragu, karena salah-salah ia juga bisa mengalami nasib seperti tengkorak yang menggeletak di lantai.   Selagi ia berdiri ragu-ragu, mendadak salah seekor tikus dari delapan ekor yang berdiri di depannya mengeluarkan suara mencicit dengan menunjukkan giginya di depan Kang Hoo.   Melihat gigi tikus itu, Kang Hoo jadi mundur ke belakang, ia siap meniup serulingnya.   Tapi ketika ia mengetahui kalau tikus tadi tidak melakukan serangan, 235 ia menenangkan hatinya, kemudian sambil tersenyum kecut, ia melihat ke bawah dinding kamar rahasia di mana terdapat timbunan tanah dan lubang.   Itulah tentunya lubang tikus.   Baru dengan rasa sedikit tergetar ia berkata, Itu lubang ....   kalian carilah isi benda dalam kotak ini.   Delapan ekor tikus mengikuti pandangan mereka ke arah lubang tadi..   lalu mereka seruntulan ke depan lubang, tapi mereka tidak mau masuk, hanya mengangkat kedua kaki depannya di depan lubang.   Melihat itu Kang Hoo jadi heran, dan baru saja ia mau membuka mulut, mendadak saja mata Kang Hoo jadi terbelalak lebar, karena dari dalam lubang tikus itu muncul keluar sebuah benda, benda itu terbuat dari emas berbentuk kepala singa.   Delapan ekor tikus yang menyaksikan benda tadi keluar dari lubang itu, mereka mengeluarkan suara mencicit.   Meskipun bentuk kepala naga mas yang baru nongol di depan lubang kotor karena tertimbun tanah, tapi sepasang mata Kang Hoo bisa membedakan itulah benda yang terbuat dari Emas, tentunya patung Angsa Emas Berkepala Naga, besarnya tidak lebih besar dari pada tikus-tikus yang berada di depannya.   Saking girang ia menjulurkan tangannya untuk mengambil, tapi mendadak tangan tadi ditarik kembali, ia kuatir, kedelapan tikus tadi menyambar tangannya.   Bukankah keadaan itu akan membuat dirinya lebih runyam lagi.   Tak lama terdengar dari salah seekor dari kedelapan tikus yang berdiri di depan lubang goa mencicit lagi, kemudian tampat Angsa Emas Berkepala Naga tergeser keluar lubang.   Sebenarnya kalau melihat gerakan dari patung Angsa Emas Berkepala Naga itu sangat aneh, karena nampaknya benda yang terbuat dan emas tadi seperti berjalan sendiri, tapi otak Kang Hoo cukup cerdas, ia telah mengetahui kalau di belakang benda tadi terdapat seekor tikus yang mendorong benda itu keluar.   Dan dugaan Kang Hoo benar, karena tidak lama setelah Angsa Emas tadi keluar seluruhnya dari permukaan lubang, menyeruntul keluar seekor tikus.   Setelah Angsa Emas tadi berada di luar lubang, empat dari delapan ekor tikus yang berdiri menunggu di luar lubang segera lari, dan mereka mengangkat dengan kaki depan mereka Angsa Emas itu, lalu dibawa ke depan Kang Hoo, dengan sikap seakan-akan mereka menyerahkan benda tadi.   Kang Hoo segera membungkukkan badan meskipun ia siap dengan serulingnya, kalau perlu ia akan segera bertindak.   Tapi sebenarnya kewaspadaan Kang Hoo tidak perlu, karena tikus-tikus itu mengetahui kalau Kang Hoo tidak dapat digerogoti, entah bagaimana mereka tak sanggup mnghadapi Kang Hoo, bukankah ketika mereka pertama kali bertemu dengan Kang Hoo di dalam goa mereka juga sudah menyerang, tapi mereka tak bisa mendekati si pemuda, seperti ada saja tembok yng tak tampak melindungi Kang Hoo.   236 Dan ketika mereka mendengar suara seruling yang mengeluarkan suara tikus maka tikus-tikus itu sudah jadi takluk.   Karena Kang Hoo dalam keadaan bingung dan terheran-heran hingga ia telah melupakan kejadian di dalam goa.   Ia terus waspada dan hati-hati, lebih-lebih setelah melihat sendiri dengan mata kepala kalau tikus-tikus ini senang dengan daging manusia.   Dengan penuh kewaspadaan dan sepasang mata memperhatikan tikus-tikus itu, tangan kiri Kang Hoo mengambil Angsa Emas yang digotong oleh empat ekor tikus.   Manakala ia telah mengangkat Angsa Emas dari usungan keempat ekor tikus tadi, Kang Hoo jadi girang, karena tikus-tikus itu tidak melakukan serangan bahkan mereka seperti sengaja memberikan benda tadi kepada Kang Hoo.   Sejenak Kang Hoo memperhatikan benda tersebut, Angsa Emas itu kotor penuh tanah, a menggosokkan pada celananya ingin memeriksa apakah benar seluruh benda ini terbuat dari emas, dan setelah ia mendapatkan kalau benda itu memang terbuat dari emas, ia menghela napas, katanya, Hong Pin, dengan benda ini sepasang matamu akan melek kembali.   Dan dosa guruku terhadap suhumu tentunya sedikit bisa ditebus.   Ucapan Kang Hoo tentunya tak bisa dimengerti oleh tikus-tikus itu, setelah mereka melihat Kang Hoo membersihkan Angsa Emas tadi dan mengeluarkan suara, kedelapan tikus itu beserta seekor yang keluar dari dalam lubang sudah pada menyerundul, gerakan mereka sangat cepat, sebentar saja sudah lari keluar kamar.   Kang Hoo ingin seger mengantar benda itu ke Cin-hong-to, ia juga keluar melalui pintu kamar, di luar kamar rahasia ia kembali jadi kaget, karena di sana menggeletak membujur satu tengkorak manusia.   Tapi Kang Hoo tidak mau perduli dengan tengkorak manusia itu, bukankah belum lama di kamar ini juga tanpa disengaja ia telah membunuh Auw yang tojin.   Dan kini tikus-tikus telah menggerogoti daging kawan si tosu.   Berjalan keluar kamar, pemandangan yang ia dapatkan serupa di sana sini terdapat tengkorak-tengkorak manusia.   Gila! Tikus-tikus ini mengapa begitu ganas sampai para tosu ini tak sempat mengeluarkan suara jeritan, mereka sudah menjadi tulang, daging dan berikut jubah-ubahnya pindah ke dalam perut ribuan tikus.   Kang Hoo memeriksa seluruh ruang kelenteng, kecuali tulang-tulang manusia yang bergeletakan di atas lantai, ia tak melihat lagi seekor tikuspun.   Hatinya jadi heran, kemana larinya tikus-tikus ini.   Apakah mereka sedang berpesta pora menggerogoti daging-daging tosu di luar kelenteng? Setelah berpikir begitu, Kang Hoo jalan keluar, tapi mendadak saja ia teringat sesuatu, bukankah untuk melakukan perjalanan ke laut Pok hay ia harus mengambil jalan air, mengikuti arus sungai Hong-hoo baru menuju ke laut bebas.   Teringat akan 237 itu, ia memeriksa laci-laci meja dan lemari dalam kelenteng itu mencari kalau-kalau di sana terdapat uang.   Dan benar saja, dari salah situ lemari dalam kamar, ia menemukan peti uang dari sana ia mengambil beberapa tail uang perak untuk bekal perjalanannya.   Baru ia lari keluar kelenteng.   Begitu tiba di halaman kelenteng, di sana terdapat beberapa tengkorak manusia lain dan ribuan tikus sudah pada bertebaran di atas pekarangan kelenteng.   Kang Hoo kuatir kalau tikus-tikus ini nanti akan mengganas di perkampungan, maka ia segera meniup serulingnya.   Dan menggiring tikus-tikus itu kembali ke tempat asalnya.   Setelah membawa kembali ribuan tikus tadi ke dalam goa.   Ditutupnya gua itu, baru Kang Hoo melanjutkan perjalanan.   Kini ia harus menuju tepi sungai Hong hoo, kemudian dengan jalan air ia akan berlayar menuju Cin-hong to di laut Pok-hay.   Sang surya tenggelam kembali di barat, hari berganti malam.   Entah sudah berapa kali siang berganti malam, Kang Hoo melakukan perjalanannya menuju tepi sungai Hong hoo dengan membawa Angsa Emas Berkepala Naga.   Langit gelap gulita, sinar kilat memecahkan kegelapan awan.   Hujan rintik-rintik mulai turun ke bumi.   Pada musim buah Bwee matang, seperti biasa waktu itulah Tiongkok mengalami musim hujan.   Keadaan hujan yang turun terus menerus, bagi penduduk kota bukanlah jadi persoalan, tapi bagi para petani yang tinggal di kedua tepi sungai Hong-hoo dari daerah Ce-yang terus sampai kalau laut Pok hay yang panjangnya lebih dari tiga ratus lie, keadaan itu sangat merugikan kaum tani.   Karena waktu itu, kaum tani baru akan panen dan ketan kuning baru saja tumbuh, kalau hujan turun terlalu lama dan air terlalu banyak, keadaan itu bisa merusak tanaman padi kering, begitu juga keadaannya pohon kacang, akan jadi rusak akarnya sedang pohon-pohon ketan kuning karena terlalu banyak air daunnya akan layu bahkan lain-lain tumbuhan juga jadi membusuk.   Tidak heran kalau hujan turun terus menerus beberapa hari, panen akan berkurang.   Keadaan hujan yang terus menerus bukan saja akan merusak tanaman bahkan air sungai akan meluap, dan gili-gili bisa jadi bobol, akibat dari semua itu maka akan timbullah bahaya banjir.   Sudah tigabelas hari hujan masih juga belum berhenti, penduduk siap-siap menjaga gili-gili agar jangan sampai bobol.   Dan sampai pada hari yang ketiga belas hujan masih juga belum mau berhenti, dan penduduk tani jadi semakin ketakutan.   Mereka beramai-ramai lalu menggotong keluar patung Malaikat Api Hwee-tek-seng- 238 kun dari dalam kelenteng.   Menurut kepercayaan penduduk, patung Hwee-tek-seng- kun dapat menghentikan turunnya hujan, maka di hari itu ketika hujan belum juga berhenti, mereka telah mengambil keputusan untuk menggotong keluar itu patung dan ditaruh di lapangan terbuka agar patung Dewa Api Hwee-tek-seng-kun segera menaklukkan dewa hujan Su-hai Liong ong.   Agar sang hujan bisa segera berhenti.   Enam hari dilewati lagi, tapi sang hujan masih belum mau berhenti, meskipun patung Dewa Api sudah diletakkan di lapangan terbuka.   Para penduduk yang melihat kalau patung Dewa Api belum bisa menghentikan hujan, sudah tak sabar.   Hari itu beberapa orang telah lari masuk ke dalam kelenteng mengambil toya yang dibuat dari kayu Co, setelah mereka mengambil toya kayu Co, mereka lari keluar, di bawah hujan besar lalu beramai-ramai mereka memukuli kedua tangan Dewa Api sampai jadi rusak tidak keruan macam.   Setelah beberapa orang itu memukuli kedua tangan patung Dewa Api di bawah hujan besar, mereka memandang patung tadi dengan penuh kegusaran, karena sang patung yang dipuja sangat sakti itu, hari ini tidak menunjukkan kesaktiannya.   Dan mereka member hukuman dengan memukul kedua tangan patung tadi.   Agar sang patung tahu kalau penduduk jadi marah, supaya dia segera berurusan dengan dewa hujan Su hay Liong-ong.   Salah seorang dari pemukul tangan patung dengan muka sengit ia memandang wajah patung itu, kemudian katanya, Hwee tek-seng kun, karena kau tidak mau berurusan sama raja Su-hay Liong-ong, maka hari ini di bawah hujan besar disaksikan orang banyak, kami telah mewakili menghajar kau.   Dan besok bila kau masih juga belum bisa menghentikan hujan, maka jangan harap orang-orang di tempat ini mau memujamu lagi.   Kau akan segera dibuat jadi hancur lebur.   Setelah berkata begitu, orang tadi memerintahkan penduduk yang menonton upacara penggebukan tangan patung membubarkan diri dan menjaga gili-gili.   Malampun tiba, hujan belum juga reda, nasib dari patung Hwee-tek-seng kun sudah di pintu kehancuran.   Tapi dipagi harinya, mendadak saja hujan yang semalam belum berhenti sudah menunjukkan keredaannya, kira-kira pada jam sepuluh pagi hujan tinggal gerimisnya saja, dan sinar matahari sudah mulai memancar.   Para penduduk yang melihat sinarnya matahari pagi dan berhentinya hujan, mereka jadi girang bukan kepalang.   Ternyata patung Dewa Api Hwee-tek seng kun sudah menunjukkan kesaktiannya.   Kalau pada kemarinnya mereka sangat benci dan gemas terhadap Hwee-tek seng kun, di pagi ini mereka berbalik sangat memuja patung yang dianggap sangat manjur.   Tanda kegirangan terlukis di wajah setiap orang, mereka lalu mengundang beberapa tukang pahat untuk memperbaiki tangan patung Hwee tek-seng-kun yang sudah rusak akibat gebukan toya pada kemarinnya.   Dan beberapa orang sudah pada pasang hio dan ingin melakukan 239 sembahyang dengan membawa sam seng kepala babi, sebagai tanda terima kasih atas budi kebaikannya malaikat api.   Diantara kesibukan-bukan para penduduk yang percaya akan patung Hwee-tek- seng-kun yang waktu itu memang merupakan satu kepercayaan yang sulit dihilangkan itu.   Dari antara ribuan penduduk yang berjejal sembahyang dan memberi Sam seng di depan Dewa Api, di sana turut berjejalan seorang pemuda.   Pemuda itu mengenakan celana robek-robek, dan ia tak memakai baju, di pinggangnya terselip seruling perak, dan sebuah bungkusan kain menggembol di sana.   Penduduk yang sibuk dengan urusan mereka tidak mau banyak perhatian terhadap pemuda itu yang bukan lain adalah Kang Hoo, dan si pemuda sendiri yang tidak mau ambil pusing atas kepercayaan penduduk di pinggir sungai Hong-hoo, ia hanya menonton keramaian itu, bercampur aduk bersama penduduk.   Sementara itu, dari kegirangannya kaum tani karena hujan telah berhenti, kini timbul satu kekuatiran, karena menurut laporan penjaga gili, air sungai yang mengalir kian lama kian tinggi.   Kejadian itu bisa membahayakan bobolnya gili-gili dan terjadinya bahaya banjir.   Para penduduk jadi sibuk kembali.   Beberapa orang penduduk sudah pada pergi ke tepi sungai untuk sembahyang, dan ketika mereka menampak di tengah sungai ada ular atau kodok air, mereka lalu pada berkemak kemik membaca doa.   Dan terdengar mereka berkata, Kim liong tay ongya punya kunjungan ke tempat kita dalam keadaan mendadak, hingga kita tidak bisa kasih barang sembahyang yang berharga hanya sedikit hio, lilin dan sam seng kepala babi, harap suka terima.   Kang Hoo bisa menyaksikan semua kelakuan penduduk di tepi sungai Hong hoo.   Kejadian itu adalah merupakan kepercayaan dari penduduk yang tinggal di sebelah bawah sungai Hong hoo, mereka sangat percaya akan adanya dewa-dewa yang menjaga setiap kejadian perubahan alam, Hujan adalah urusan patung dewa Hwee- tek seng-kun yang akan menghentikannya.   Tapi air sungai banjir disebabkan dewa sungai yang suka menjelma menjadi ular atau kodok air.   Sebenarnya setelah hujan berhenti, tentulah aliran air sungai belum bisa surut karena air yang mengalir dari atas pegunungan menuju semua ke sungai dan dibawa ke laut.   Dan dikala air sungai pasang, memang banyak ular dan kodok dari sawah yang terbawa hanyut.   Tapi bagi penduduk di sekitar tepi sungai Hong-hoo, mereka telah percaya bahwa diantara ular dan kodok itu terdapat jelmaannya malaikat yang diberi nama Kim liong Tay-ong dan Ngo-ciang kun.   Kim liong Tay ong adalah sejenis ular yang panjangnya dua kaki dan mempunyai sisik bersinar emas, kepalanya persegi dan matanya besar dan memiliki jenggot di bawah mulut.   240 Dan yang aneh dikala ular itu melihat ada orang sembahyang padanya, ular tadi berenang melawan aliran air menuju tepi sungai kemudian mengangkat kepalanya, seakan sang ular menerima pemberian sembahyang dan sam seng dari orang- orang.   Kemudian ular itu perlahan-lahan masuk selulup ke dalam air.   Bilamana setelah terjadi hujan besar, air sungai naik, di sana tampak muncul Kim liong Tay ong dan Ngo ciang kun unjukkan rupanya, maka rakyat bisa bertenang hati karena dimusim hujan itu tidak akan terjadi banjir besar, dan bilamana malaikat ular Kim-liong Tay-ong dan Ngo ciang-kun tidak muncul, maka bisa diramalkan pada tahun itu akan terjadi banjir yang mengakibatkan kerugian Kepercayaan terhadap takhyul demikian rupa telah tertanam dari generasi ke generasi di sekitar sungai Hong-hoo, lebih-lebih pada dua tahun yang lewat telah datang seorang tosu Hoan Sek Totiang, telah datang ke kelenteng Su tay-ong bio, dan menurut pengakuan tosu tadi ia berasal dari Bong san, maksud kedatangannya untuk memberi pertolongan pada rakyat yang ditimpa kemalangan.   Dua tahun yang lalu Hoan Sek totiang telah menunjukkan kesaktiannya, dikala sedang diadakan sembahyang terhadap malaikat Kim liong Tay ong dan Ngo ciang-kun, entah bagaimana, di atas sebuah piring porselen yang diletakkan di atas meja sembahyang, dengan mendadak orang bisa melihat munculnya ular enas dan beberapa macam kodok, diantaranya kodok kuning, kodok buduk dan lain-lain.   Kemudian, setelah Hoan Sek tojin berkemak-kemik sebentar, maka ular emas yang merupakan Kim liong Tay ong dan kodok kuning serta kodok buduk jelmaan dari malaikat Ngo ciang-kun, mendadak lenyap.   Bahkan pada tahun itu di sekitar tepi sungai Hong-hoo tidak mengalami banjir.   Penduduk dari perkampungan Cie yang melihat kejadian itu, mereka telah percaya betul atas kesaktiannya Hoan Sek Tojin dari gunung Bong-san.   Dan tahun ini setelah terjadi hujan terus-terusan, dan malaikat api yang diminta menahan hujan ternyata telah menunjukkan kesaktiannya, pagi ini sang surya sudah memancar kembali.   Tapi air hujan yang turun di empat penjuru, tentunya semuanya mengalir ke dalam sungai, dan karena lamanya hujan itu sampai berhari-hari sehingga air yang mengalir ke dalam sungai Hong hoo, semakin lama jadi semakin tinggi, serta alirannya sangat deras, kalau hal itu tidak segera diatasi maka akan terjadi kebobolan gili-gili dan mengakibatkan banjir besar.   Penduduk Cie-yang yang sudah dibuat percaya akan adanya malaikat Kim-liong Tay ong dan Ngo-ciang-kun, mereka semua lari masuk ke dalam kelenteng Su tay ong bio, untuk minta bantuan Hoan sek tojin guna mengatasi bahaya banjir.   Sementara itu, Kang Hoo tiba di daerah Cie-yang, ia bisa melihat bagaimana orang-orang kampung sejak kemarin telah melakukan upacara menghujankan malaikat api, dan ia juga melihat bagaimana penduduk Cie yang jadi marah ketika 241 sang malaikat belum bisa menahan datangnya hujan, dan ini pagi hujan mereda, mereka sibuk memperbaiki malaikat api yang rusak akibat gebukan.   Dan kesibukan baru timbul kembali, itulah disebabkan air sungai yang segera akan membobolkan gili-gili sungai Hong-hoo, Kang Hoo bisa menyaksikan bagaimana para penduduk itu berbondong-bondong masuk ke dalam kelenteng Su tay-ong bio, dan ia yang menyelusup di antara orang banyak juga turut masuk ke dalam kelenteng.    Goda Remaja Karya Kho Ping Hoo Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Sejengkal Tanah Percik Darah Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini