Ceritasilat Novel Online

Pedang Karat Pena Beraksara 25


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID Bagian 25


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya dari Tjan I D   Maka sesudah mendengar perkataan itu, dia mendengus dingin dan sama sekali tidak memikirkan persoalan itu didalam hati.   Tapi, disaat Sah Thian yu dengan membawa ke empat orang bocah itu mundur kebelakang, mendadak berkumandang suara desingan tajam meleset ketengah udara, menyusul kemudian munculnya segulung cahaya api berwarna biru yang membumbung tinggi ke tengah udara.   Buyung Siu merasakan hatinya tergerak, segera pikirnya: "Mungkin itulah pertanda dari mereka untuk melakukan pengepungan !"   Baru saja ingatan tersebut melintas lewat di dalam benaknya, tampak tujuh delapan sosok bayangan abu-abu meluncur datang dengan kecepatan luar biasa. Buyung Siu segera mencabut pedangnya sambil membentak keras.   "Berhenti!"   Gerakan tubuh dari ke tujuh delapan sosok bayangan abu-abu itu cepat sekali, dalam waktu singkat mereka sudah tiba di depan mata.   Rupanya mereka adalah delapan orang kakek berjubah abu-abu yang membawa senjata penggaris baja di tangannya.   Disaat Buyung Siu membentak nyaring tadi empat orang diantara mereka segera berhenti dihadapannya, sedangkan-empat orang yang lain memencarkan diri secara tiba-tiba dan mengambil posisi dikiri dan kaynan Buyung Siu.   Perlu diketahui, orang persilatan pada umumnya hanya tahu tentang nama besar Tok seh-sia, tapi bagaimanakah kenyataannya yang sesungguhnya boleh dibilang jarang diketahui orang.   Agak tertegun Buyung Siu setelah menyaksikan kecepatan gerak kedelapan orang kakek berbaju abu-abu itu, apalagi setelah menyaksikan sikap dingin dan seram yang menyelimuti wajah mereka, diam-diam pikirnya dihati: "Entah apa kedudukan mereka didalam selat Tok seh sia?"   Berpikir demikian dengan kening berkerut ia tertawa terbahak-bahak, kemudian ujarnya. "Hanya mengandalkan kalian berdelapan saja untuk menantang aku orang she Buyung?"   Delapan orang kakek berjubah abu-abu itu tidak menjawab, mendadak salah seorang diantaranya berpekik rendah, delapan bilah senjata penggaris baja itu serentak bergerak secara bersama-sama, bayangan senjata meluncur memenuhi angkasa dan maju mengurung kedepan.   Buyung Siu tertawa nyaring, pedangnya digetarkan dengan jurus Jian-kun-pit-gi (seribu prajurit menghindari maut), tampak selapis cahaya pedang yang tebal segera melindungi seluruh tubuhnya.   Benturan nyaring yang memekikkan telinga segera berkumandang memecahkan keheningan, bayangan-bayangan senjata yang menyerang tiba dari kiri kanan depan mau pun belakang tubuhnya itu segera terhajar miring oleh sapuan pedangnya.   Namun Buyung Siu juga merasakan betapa mantap dan beratnya kedelapan bilah pedang lawan yang bersama-sama menekan ke atas tubuhnya itu.   Bukan begitu saja, malah dari ujung kedelapan senjata penggaris itu muncul segulung tenaga hisapan yang sangat kuat.   Untung saja dia sendiri yang menghadapi serangan tersebut, coba kalau berganti orang lain, niscaya pedang mereki sudah kena terhisap hingga terlepas.   Dengan perasaan amat terkejut dia lantas berpikir: "Kendatipun tenaga dalam yang dimiliki ke delapan orang ini amat sempurna, mustahil mereka dapat memancarkan tenaga hisapan disaat sedang melancarkan serangan ketubuh lawan, jangan-jangan senjata penggaris mereka mengandung alat pengisap yang kuat ? Waaaaah, kalau betul begini, aku tak boleh menghadapinya secara gegabah !"   Bagaimanapun juga pengalaman serta pengetahuannya memang sangat luar, hanya berpikir sebentar saja ia sudah dapat menduga kalau senjata yang mereka pergunakan mengandung besi semberani.   Bab-51 Delapan orang kakek berbaju abu-abu itu nampak tertegun pula dikala jurus serangan mereka berhasil dipukul sampai mental oleh sambaran pedang Buyung Siu, untuk beberapa saat lamanya mereka jadi termangu dan berdiri kaku.   Tapi, tampaknya mereka pun memiliki ilmu kerja sama yang amat hebat, walau pun senjata mereka kena dipentalkan oleh Buyung Siu, namun tubuh mereka tetap berdiri tak bergerak, bahkan sama sekali tak bermaksud untuk mengalah atau mundur.   Senjata mereka segera diputar kembali untuk saling menolong rekan lainnya, mereka berusaha agar Buyung Siu tak sempat melancarrkan serangan berikutnya.   Dalam waktu singkat, ke delapan orang itu memencarkan diri dengan tugas masing- masing.   Empat orang diataranya seakan-akan bertugas untuk mencegat pedang Buyung Siu dan memaksa untuk melakukan bentrokan-bentrokan secara kekerasan, sedangkan empat orang lainnya khusus melancarkan serangan-serangan maut yang dilepaskan dari kiri kanan, depan dan belakang.   OOO000ooo Sebagai seorang congkoan pasukan pedang pita hijau dalam perkumpulan Ban kiam hwee, Buyung Siu memang memiliki kepandaian ilmu pedang yang amat sempurna, namun dibawah serangan kerja sama dari delapan orang kakek berbaju abu-abu itu, dia toh merasa terdesak juga sehingga hampir boleh dibilang setiap kali dia melancarkan serangan, jurus serangannya selalu dicegat lebih dulu ditengah jalan oleh mereka, dengan keadaan seperti ini, tak heran kalau kelihayan ilmu silatnya hampir tak dapat dikembangkan sama sekali.   Pertempuran yang berkobar sekarang benar-benar amat seru, terdengar suara bentrokan nyaring yang memekikkan telinga berkumandang tiada hentinya.   Disaat Buyung Siu sedang seru melawan ke delapan orang kakek berbaju abu-abu itu, suitan nyaring berkumandang dari empat penjuru, menyusul kemudian nampak dua tiga puluh sosok bayangan hitam bermunculan dari empat penjuru dan sama-sama menerjang masuk ke dalam hutan.   Kalau jago pedang berpita hijau di bawah pimpinan Buyung Siu merupakan sekawanan jago pedang pilihan yang berilmu tinggi, begitu menyaksikan datangnya serbuan musuh, serentak mereka meloloskan senjata sambil menyongsong datangnya serangan tersebut.   Dalam waktu singkat dalam hutan tersebut berkumandang suara bentrokan senjata.   Pau kiam suseng Buyung Siu yang berada di bawah kerubutan senjata penggaris dari delapan orang kakek berjubah abu-abu itu praktis tak mampu berkutik secara leluasa, gerakan pedangnya selalu kena dibendung dan dihambat gerakan selanjutnya.   Bagaimana pun jua, dia memang seorang jago kawakan yang sudah amat berpengalaman dalam menghadapi musuh, begitu menyaksikan senjata penggaris mereka yang khusus dilengkapi dengan besi semberani, dengan cepat ia menyadari akan duduk soal yang sebenarnya.   Sudah jelas orang-orang Tok seh-shia itu memang khusus dipersiapkan untuk menghadapi orang-orang Ban-kiam hwee, dari sini pula dapat ditarik kesimpulan kalau rencana tersebut bukan dipersiapkan dalam sehari dua hari saja, atau dengan perkataan lain mereka telah menganggap Ban kiam hwee sebagai musuh paling tangguh didalam perjuangan mereka untuk menguasai seluruh dunia persilatan.   Memahami situasi yang dihadapi, Buyung Siu segera berpikir: "Walaupun aku telah bermaksud untuk menggunakan siasat melawan siasat dalam menghadapi situasi hari ini, namun bila aku tidak memberi sedikit kelihayan, tentu kejadian ini akan melemahkan dan merosotkan pamorku sebagai Pau kiam suseng !"   Walaupun Buyung Siu tak mampu membendung hawa amarahnya dibawah serangan yang bertubi-tubi dari musuhnya, namun di hati kecilnya dia telah menyiapkan suatu rencana "siasat melawan siasat", tapi apa gerangan rencananya itu, siapapun tak ada yang tahu dengan pasti...   Sembari mengerahkan tenaganya untuk dihimpun ke dalam pedangnya, secara diam- diam dia mulai mengamati serangan gencar yang dilakukan kedelapan orang kakek berbaju abu-abu itu, mendadak ia temukan kalau serangan orang-orang itu seperti mempunyai suatu perubahan yang tertentu.   Empat orang yang bertugas mengajak dia beradu kekerasan itu meski bertugas untuk menghadang setiap perubahan gerak pedang sendiri, tapi yang penting adalah untuk mengimbangi ke empat orang rekannya yang melancarkan serangan ke arahnya itu.   Sebab justru karena gerakan pedangnya terhambat, mereka baru mempunyai peluang untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.   Walaupun demikian, tak bisa dipungkiri kalau ilmu silat yang dimiliki kedelapan orang kakek berbaju abu-abu ini memang luar biasa hebatnya.   Buyung Siu mendengus dingin, mendadak ia memperketat permainan pedangnya, dengan jurus Liu im sia beng (bayangan melintas gerakan terhadang) ia serang si kakek yang berada disayap kanan.   Menyaksikan datangnya serangan pedang dari Buyung Siu seorang kakek lain segera menggetarkan senjatanya untuk menghalau sementara kakek disebelah kanan itu segera menutulkan senjatanya dan memmanfaatkan kesempatan tersebut untuk menerobos masuk kedalam.   Dengan serangan pedangnya ini, sesungguhnya Buyung Siu memang berniat untuk memancing lawannya menggunakan peluang tersebut, maka begitu melihat musuhnya yang satu menghalau yang lain menyerang pada saat yang bersamaan dengan tibanya sergapan itu mendadak ia membentak keras, pedangnya disodok lurus ke depan, hawa murni yang disalurkan ketubuh dikerahkan semua ke tangan, tiba-tiba saja gerakan tubuhnya menjadi lebih cepat.   Berbareng itu pula, dia miringkan sedikit tubuhnya sambil mendesak lebih kedepan, Oleh sebab dia maju sembari miringkan badannya, otomatis serangan yang dilancarkan kakek disebelah kanan mengenai sasaran kosong, padahal gerakan tubuh dari Buyung Siu cepatnya bukan kepalang sudah barang tentu dia tak akan membiarkan lawannya sampai menarik kembali ancamannya itu.   Tangan kirinya berkelebat kedepan langsung mencengkeram tubuh senjata penggaris itu.   Kejadian ini segera mengejutkan beberapa orang kakek berjubah abu-abu lainnya, mereka berusaha memberi perlindungan secepatnya sayang keadaan sudah terlambat Tahu-tahu senjata penggaris kakek disebelah kanan itu sudah kena dicengkeram, melihat datangnya sambaran pedang yang mengancam tubuhnya, mau tak mau dia harus lepaskan senjata sambil melompat mundur kebelakang.   Sayang keadaan sudah terlambat di mana ujung pedang tersebut menyambar lewat, bahunya segera terbacok telak, darah kental pun bercucuran keluar dengan deras.   Semua kejadian tersebut berlangsung dalam sekejap mata, tahu-tahu Buyung Siu dengan senjata peoggaris ditangan kirinya telah melancarkan serangan kekerasan lagi keatas senjata lawannya.   "Traang!"   Benturan nyaring yang memekikkan telinga berkumandang memecahkan keheningan, kakek berjubah abu-abu itu segera merasakan pergelangan tangannya menjadi kaku dan kesemutan, senjata penggarisnya terpental kesamping sementara tubuhnya terhuyung mundur setengah langkah ke samping.   Begitu berhasil dengan serangannya, Buyung Siu tertawa nyaring, tubuhnya berputar mengikuti gerakan pedang tersebut, dengan jurus To pit thian loo (menggulung hancur jaring langit) dia ciptakan selapis cahaya tajam yang menggulung kedepan.   Sedang senjata penggaris ditangan kirinya di ayunkan kearah dua batang senjata penggaris disisi kiri tubuhnya.   Serangan balasan yang dilancarkan olehnya sekarang benar-benar luar biasa, cahaya pedang berputar seperti roda lapisan hawa pedang menyelimuti angkasa, semuanya itu memaksa beberapa orang kakek berjubah abu-abu itu harus mundur dengan ketakutan.   Dari delapan orang kakek berjubah abu-abu itu, ada dua orang diantaranya yang sudah kehilangan senjata, enam orang lainnya menjadi kacau balau tak karuan, mereka tak berdaya untuk menolong keadaan lagi, kerja sama mereka yang tangguh segera jadi berantakan.   Tampaknya mereka sama sekali tidak menyangka kalau Buyung Siu berhasil mematahkan kerja sama mereka berdelapan dalam waktu sesingkat ini, kontan saja mereka jadi terkesiap dan mundur ke belakang.   Pada saat itulah, dari kejauhan sana berkumandang suara peluit yang dibunyikan dengan suara tinggi melengking di tengah kegelapan malam yang mencekam, suara peluit itu kedengaran amat menusuk pendengaran orang...   Begitu bunyi peluit tersebut berkumandang tiba-tiba saja ke delapan orang kakek berjubah abu-abu itu mengundurkan diri dari arena pertarungan.   Dua tiga puluhan lelaki berbaju abu-abu yang bersama-sama melancarkan serangan ke dalam hutan tadipun serentak mengundurkan diri dan berlalu dari situ dengan cepat.   Buyung Siu tidak mengerti apa sebabnya mereka mundur secara tiba-tiba, disamping itu dia pun kuatir apabila Wi Tiong hong berhasil di culik mereka sementara pertarungan sengit sedang berlangsung tadi maka bentaknya dengan suara menggeledek: "Berhenti kalian !"   Agaknya delapan orang kakek berbaju abu-abu itu ada maksud untuk melindungi kawanan lelaki berbaju abu-abu tersebut untuk mundur dari situ, oleh sebab itu kendatipun mereka sedang mundur, namun mundur agak pelan.   Tiba-tiba terdengar salah seorang diantara mereka berseru dengan suara menyeramkan.   "Walaupun ilmu pedang yang kau miliki sangat lihay, namun jangan harap bisa menahan lohu sekalian."   Buyung Siu tertawa nyaring. "Sekalipun Buyung Siu tak mampu menahan berdelapan, paling tidak masih mampu untuk menahan beberapa lembar nyawa kalian." "Buyung congkoan, memangnya kau masih memiliki kekuatan untuk bertarung kembali?"   Jengek kakek itu sinis. "Bila kau tidak percaya, mari kita buktikan bersama !" "Hmmm, aku lihat tak usah.."   Seru kakek itu dingin.   Begitu selesai berkata, ke delapan sosok bayangan manusia itu segera meluncur ke tengah udara dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya.   Sekarang Buyung Siu baru tahu kalau mereka hanya takut bila dikejar olehnya, maka secara sengaja mengulur waktu dengan mengajaknya berbincang-bincang, hal mana membuatnya tertawa terbahak-bahak...   Sementara itu, dari balik hutan di belakang tubuhnya, secara beruntun berjalan keluar tiga belas orang pendekar pedang berpita hijau, mereka bersama-sama berdiri disitu dengan sepasang tangan diluruskan kebawah.   Buyung Siu berpaling dan memandang sekejap, dia saksikan korban yang jatuh dari pihaknya cuma berapa orang saja, itupun cuma terluka ringan, jumlahnya sedikitpun tidak berkurang, padahal sewaktu datang berjumlah enam belas jago pedang.   Sambil manggut-manggut katanya kemudian.   "Bagaimana dengan Wi sauhiap? Apakah kena diculik oleh mereka...?"   Salah seorang diantara jago pedang tersebut segera membungkukkan badannya memberi hormat, sahutnya: "Hamba belum memperoleh perintah dari congkoan..."   Buyung Siu segera menjatuhkan sorot matanya memandang ke depan, ia saksikan Wi Tiong hojg berbaring dibawah pohon besar dalam keadaaa tak sadar, tanpa terasa keningnya berkerut kencang.   Tidak sampai jago pedang itu menyelesaikan kata-katanya, dia telan mengulapkan tangan seraya berkata: "Asalkan tidak sampai diculik oleh mereka hal ini sudah cukup...!"   Disaat dia sedang berpaling itulah, tampak beberapa sosok bayangan manusia sedang bergerak mendekat dengan kecepatan luar biasa.   Dengan kening berkerut Buyung Siu segera mendengus, tangan kirinya diulapkan memberi tanda kepada jago pedang yang berada dibelakang tubuhnya.   Semua kejadian berlangsung dalam sekejap mata, tiba-tiba saja terdengar seseorang yang tertawa keras dengan suara yang parau, kemudian menegur keras.   "Buyung loko, kau belum pergi?"   Buyung Siu tertawa dingin. "Jago lihay dari Tok seh sia masih belum mampu untuk mengurungku, saudara Sah, setelah berlalu tadi, mau apa kau datang lagi kemari, persoalan apa yang hendak kau sampaikan?"   Ternyata yang muncul adalah Hek sah seng tua Seh Thian-yu bersama ke empat orang tosu kecil itu.   Seh Thian yu baru berhenti berjalan setelah berada satu kaki dari hadapan lawannya, seraya menjura katanya sambil tertawa: "Siaute dengar delapan orang anak buah lotoa kami telah menderita kekalahan diujung pedang Buyung loko, bahkan dua puluh delapan bintang pun kalah semua ditangan jago pedang berpita hijau dibawah pimpinan loko sehingga banyak yang terluka, oleh sebab itulah sengaja siaute kemari untuk menyampaikan selamat kepadamu."   Diam-diam Buyung Siu berkerut kening, pikirnya: "Orang ini licik seperti rase, entah permainan busuk apakah yang sedang dipersiapkan olehnya?"   Berpikir demikian dia pun mendengus dingin tanpa mengucapkan sepatah katapun.   Sementara berbicara tadi, Seh Thian yu sudah berjalan semakin mendekat, tapi pada saat itulah ke tiga belas orang jago pedang berpita hitam itu sudah maju mengurung dengan kecepatan luar biasa, dalam waktu singkat kelima orang lawan sudah terkurung rapat-rapat.   Tiga belas bilah pedang dengan pancaran sinar yang membuat pagar melingkar disekitar situ, asal Buyung Siu menurunkan perintah nya, niscaya Sah Thian-yu berlima akan terluka diujung senjata tersebut.   Ternyata paras muka Sah Thian yu masih tetap tenang-tenang saja seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu ancaman pun, pelan-pelan dia berkata lagi: "Buyung loko, mengapa sih kau mempersiapkan barisan seperti ini untuk menghadapiku?" "Tadi, bukankah saudara Sah pugn telah memperli hatkan kelihayhan ilmu barisan mu terhadap siaute?"   Sah Thian yu segera tertawa terbahak-bahak.   "Haaaahh...   haaaah...   haaahh sudah lama siaute mendengar tentang kelihayan jago- jago berpita hijau dibawah pimpinanmu, maka soal musIihat barisan tersebut atau tidak sesungguhnya sama saja..." "Saudara Sah, mumpung kesempatan sudah berada didepan mata, bagaimaaa kalau kau coba saja kenyataannya ?"   Seru Buyung Siu dengan suara sedingin es. "Siaute pikir tak perlu untuk dicoba lagi." "Kalau begitu, ada urusan apa saudara Sah datang kemari ?"   Sah Thian yu tertawa licik.   "Berada didepan orang yang berpengalaman, tak ada gunanya berbohong, tentu saja kedatangan orang siaute gara-gara orang she Wi tersebut, aku bermaksud untuk mengajak Lo-ko merundingkan persoalan ini." "Heeehh...   heeehh...   heehh...   kini orang she Wi tersebut sudah terjatuh ketangan orang-orang Ban kiam hwee, tampaknya saudara Sah masih belum mau memadamkan niatmu untuk mengincar Lou bun si tersebut?"   Jengek Buyung Siu sambil tertawa dingin. Kembali Sah Thian yu tertawa seram.   "Bukan hanya Lou bun si saja, masih ada pula sebutir mutiara Ing kiam cu terus terang saja kukatakan kepada loko, siaute benar- benar berada dalam keadaan kepepet untuk melaksanakan tugas ini atas perintah."   Buyung Siu segera manggut-manggut.   "Orang she Wi itu berada disini, apabila saudara Seh memang berkepandaian hebat, silahkan untuk membawanya pergi." "Terima kasih, terima kasih, kalau toh loko sudah setuju siaute pun tidak akan sungkau sungkan lagi."   Kata Sah Thian yu sambil menjura tiada hentinya.   Buyung Siu menjadi curiga, apalagi setelah dilibatnya Sah Thian yu masih bisa mengucapkan perkataan semacam itu kendatipun sudah berada di tengah kepungan jago-jago pedangnya, mungkinkah dia sudah sinting atau tak waras otaknya ? Tanpa terasa dia bertanya sambil tersenyum.   "Apakah saudara Sah merasa punya keyakinan akan berhasil ?"   Sah Thian yu segera tertawa seram. "Heeh... heeeh.... saat ini para jago pedang, anak buah loko sudah tidak berkekuatan lagi untuk melangsungkan pertarungan tentu saja siaute akan membawa pemuda she Wi tersebut untuk berlalu dari sini."   Buyung Siu menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan itu, segera tanyanya: "Apakah saudara Sah telah melepaskan racun secara diam-diam?"   Sambil mengangkat bahunya Sah Thian yu tertawa.   "Setelah Buyung loko mengajukan pertanyaan, siaute pun tidak berani merahasiakan lagi, sesungguhnya kalian semua telah terkena semacam obat beracun yang lambat bekerjanya, seandainya tidak mengerahkan tenaga untuk bertarung, tiga hari kemudian racun tersebut baru akan mulai bekerja sampai waktunya tenaga dalam kalian akan punah tidak berbekas tetapi oleh sebab kalian telah melangsungkan pertarungan sengit barusan maka obat beracun tersebut sudah mulai bekerja dalam tubuh kalian...   Secara diam-diam Buyung Siu mencoba untuk mengerahkan tenaga dalamnya, betul juga, lamat-lamat dia merasa perutnya amat sakit.   Kenyataan tersebut kontan saja menggusar hatinya, ia segera membentak keras.   "Aku sudah harusnya menduga sampai disitu!" "Harap Buyung loko jangan salah paham racun itu bukan siaute yang lepaskan sebab ketika kalian sampai kemari, racun tersebut sudah mengeram dalam tubuh kalian,hanya saja..." "Hanya saja kenapa?"   Kembali Sah Thian yu tertawa seram.   "Hanya saja obat beracun yang bersifat lambat kerjanya ini meski sudah bekerja saat ini hanya terbatas tak mampu mengerahkan tenaga saja, didalam tiga hari mendatang nyawa kalian masih belum terancam oleh bahaya maut."   Sementara itu, ke tiga belas orang jago pedang berpita hijau itu sudah mencoba untuk mengerahkan tenaga, dan mereka mendapatkan kalau dalam tubuh mereka telah terdapat racun tersebut, maka mereka semua berdiri tak berkutik dengan pedang terhunus.   Dua puluh enam buah mata yang tajam bersama-sama dialihkan kearah congkoan mereka, tampaknya mereka sedang menantikan perintahnya untuk bertindak lebih jauh.   Buyung Siu memandang sekejap kearah anak buahnya, kemudian pelan-pelan berkata: "Betul, mereka semua memang telah keracunan."   Setelah berhenti sejenak, mendadak mencorong sinar tajam dari balik matanya, setelah tertawa tertawa terbahak-bahak katanya lagi: "Sah Thian yu, aku dan segenap jago pedang meski sudah keracunan, namun kami bisa pertaruhkan jiwa kami untuk membinasakan dirimu." "Apakah Buyung loko hendak memaksa siaute untuk menyerahkan obat penawaran racunnya?"   Tanya Sah Tnian yu sambil tertawa licik. "Benar, siaute memang bermaksud demikian"   Sekali lagi Sah Thian yu tertawa seram.   "Harap Buyung loko suka berpikir, sekarang, posisi kita sedang bermusuhan, mungkinkah siaute akan datang kemari dengan membawa obat penawar racunnya?" "Kalau begitu saudara Yu memaksa siaute untuk turun tangan?"   Desak Buyung Siu sambil menatap tajam-tajam. "Bila siaute tidak mempunyai keyakinan, bagaimana mungkin akan datang kemari untuk menyerempet bahaya?"   Katanya.   Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya lagi dengan suara yang dingin menyeramkan.   "Sekarang, saudara sekalian sudah tidak berkemampuan untuk melangsungkan pertarungan lagi, siaute pun tidak ingin diantara kita dua keluarga saling bertempur, asal kami telah membawa pergi orang she Wi tersebut, hal mana sudah lebih dari cukup."   Kepada ke empat orang bocah berbaju hitam yang berada dibelakangnya, ia membentak keras: "Sekarang kita boleh berangkat!"   Buyung Siu benar-benar gusar sekali, sambil membentak keras, telapak tangannya di ayunkan kedepan untuk melancarkan sebuah bacokan maut kearah Sah Thian yu.   Pau kiam suseng Buyung Siu bukan hanya sempurna didalam permainan ilmu pedang saja, tenaga dalam yang dimilikinya pun sudah mencapai ketingkatan yang luar biasa, serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini benar-benar luar biasa sekali.   Walaupun Sah Thian yu sudah tahu kalau pihak lawan telah keracunan namun dia toh tak berani juga untuk menyambut serangan tersebut dengan kekerasan, cepat dia mengigos kesamping untuk menghindarkan dari serangan.   Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Siapa tahu, setelah melepaskang pukulannya itui, mendadak parahs muka Buyung Siu berubah hebat, kemudian...   "Blaaamm!"   Tubuhnya jatuh terduduk keatas tanah.   Melihat congkoannya sudah turun tangan, tiga belas orang jago pedang itupun serentak menggerakan pedangnya sambil melancarkan kearah Sah Thian yu sekalian.   Sesungguhnya yang ditakuti oleh Sah Thian yu hanya Pau kiam suseng sudah roboh terduduk, tanpa terasa lagi dia segera tertawa terbahak-bahak.   Tangan kanannya dengan cepat dikebaskan dan senjata kebutannya sudah diayunkan ke arah depan.   "Traaang, traaang...   traaang...   !"   Suara dentingan nyaring berkumandang tiada hentinya.   Tahu-tahu tiga belas bilah pedang yang berada ditangan ketiga belas orang jago pedang tersebut sudah terlepas dari cekalan mereka.   kemudian di ringi dengusan tertahan, satu persatu terjatuh keatas tanah...   Sah Thian yu memandang sekejap kearah Bu yung Siu, kemudian setelah menjura dan tertawa katanya: "Buyung toako, silahkan beristirahat sebentar disini, sebentar keadaanmu akan sehat kembali, maaf kalau siaute harus mohon diri lebih dulu !"   Dia mengulapkan tangannya dan keempat bocah berbaju hitam itu segera bekerja, dua di antaranya mendekati mendekati Wi Tiong-hong yang masih tergeletak tak sadar di bawah pohon dan siap menggotongnya pergi, "Tunggu sebentar!"   Tiba-tiba Sah Thian yu berseru kembali.   "coba kalian menggeledah dulu sakunya dan mengambil keluar benda itu"   Seorang bocah berbaju hitam segera menggeledah saku Wi Tiong hong, tapi selang sejenak kemudian dia bangkit berdiri seraya berkata: "Benda itu tidak berada di dalam sakunya!"   Sah Thian yu menjadi tertegun, dia segera berpaling, betul juga, Wi Tiong hong tergeletak disitu, bahkan pedangnya juga tak nampak. Tanpa terasa ia mendengus dingin, katanya.   "Mungkin sudah mereka dapatkan benda- benda tersebut cepat kalian geledah saku mereka satu persatu!"   Dalam pada itu.   Buyung Siu dan ketiga belas orang jago pedang berpita hijau itu sedang merasakan kesakitan yang hebat, karena harus mengerahkan tenaga dalam tadi, kini isi perutnya terasa seperti mau hancur, hawa murninya buyar sama sekali.   Dengan keadaan seperti ini, tentu saja mereka tak mampu untuk mencegah penggeledahan atas diri mereka.   Sah Thian-yu turun tangan menggeledah sendiri saku Buyung Siu, sedangkan ke empat orang bocah berbaju hitam itu menggegledah saku ke tiga belas jago pedang lainnya.   Namun meski sudah digeledah sekian lama, Lou bun-si maupun mutiara Ing kiam cu belum juga ditemukan.   Diam-diam Sah Thian yu lantas berpikir: "Tadi, bocah beparat ini telah bersua muka dengan orang-orang dari Lam-hay bun serta Thian sat bun, jangan-jangan benda tersebut sudah diambil oleh kedua rombongan manusia itu ?" ""Hmmm, budak liar dari Lam hay bun itu sudah menaruh perasaan cinta kepada bocah keparat ini, sedangkan orang-orang Thian sat bun juga sudah bersekongkol dengannya, sudah pasti kedua rombongan itu tak bakal membegal barangnya ditengah jalan, siapa tahu kalau bocah keparat ini telah menyadari kalau dirinya akan menjadi incaran orang banyak maka dia menyerahkan barang- barang tersebut kepada mereka !"   Berpikir sampai disini, dia lantas tertawa seram, gumamnya kemudian: "Bocah keparat, sekalipun kau licik, setelah orangmu terjatuh ke tangan kami, memangnya benda-benda itu tak akan kau serahkan dengan sendirinya !"   Dia lantas mengulapkan tangannya sambil berseru: "Bawa dia pulang !"   Begitu selesai berkata.   dia segera berjalan lebih dulu meninggalkan tempat tersebut, sedangkan keempat orang bocah berbaju hitam itu mengikuti dtbelakangnya sambil menggotong tubuh Wi Tiong hong.   Tek lama setelah Sah Thian-yu pergi, ditengah jalan raya kembali berkumandang suara derap kaki kuda yang bergerak mendekat dari kejauhan sana.   Rombongan tersebut berjumlah dua puluhan orang lebih, mereka meluncur datang dengan kecepatan luar biasa, penunggang kudanya adalah sekawanan manusia berbaju ringkas deruan pedang berpita hitam pinggangnya.   Rupanya rombongan yang baru datang itu adalah pasukan jago pedang berpita hitam dari Ban kiam-hwee.   Orang yang berada dikuda paling depan adalah seorang kakek kurus kecil berkucir kecil yang mengenakan baju berwarna biru, dia tak lain adalah congkoan dari pasukan jago pedang berpita hitam, Siu bun-kui jiu (tangan setan pencabut nyawa) Chin Tay-seng adanya.   Dengan lengan kanan terkulai di bawah dan tangan kiri mengendalikan tali les kuda, sepasang matanya nampak berkilat tajam ditengah kegelapan malam.   Saat ini dia berjalan dipaling depan dengan sorot mata yang menyapu kian kemari dengan tajamnya.   Ketika semakin mendekat mendadak ia berseru tertahan, dengan cepat ia melejit turun dari atas kudanya, begitu melayang turun dihadapan Buyung Siu, serunya dengan terkejut: "Mungkinkah Buyung Congkoan? Aah, betul saudara Buyung! Apakah...   apakah kau terluka berat?"   Begitu ia berhenti, dua puluh orang jago pedang berpita hitam yang berada dibelakang tubuhnya ikut berlompat turun dari atas kudanya."   Sementara itu, Buyung Siu dan tiga belas orang jago pedang berpita hijau sudah berhasil mengurangi rasa sakit isi perutnya setelah bersemedi berapa saat, cuma mereka masih belum dapat mengerahkan tenaganya.   Maka setelah mendengar teguran itu, dia membuka matanya pe;an, kemudian berbisik: "Saudara Chin kah yang telah datang ?"   Siaute mendapat perintah dari Kiamcu untuk datang memberi bantuan, bagaimanakah keadaan luka saudara Buyung?"   Tanya Chin Tay seng kembali. Pelan-pelan Buyung Siu bangkit berdiri, setelah isi perutnya tidak merasa sakit lagi, dia menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya pelan: "Siaute dan mereka semua terkena racun yang amat ganas" "Keracunan?"   Seru Chin Tay seng terkejut.   "apakah saudara Buyung telah berjumpa dengan orang-orang Tok seh sia?" "Seandainya racun itu dilepaskan dihadapanku, siaute masih dapat untuk menghadapinya tapi besar kemungkinan mereka telah mencampuri hidangan yang kami makan dengan racun" "Oooh, telah terjadi peristiwa seperti itu?"   Seru Chin Tay seng dengan perasaan terkesiap.   Dia memandang sekejap kesekeliling tempat itu, kemudian katanya lagi: "Dari enam belas orang jago pedang yang saudara Buyung bawa, adakah yang terluka atau tewas?" "Yaa, didalam pertarungan tadi, ada tiga orang saudara yang terluka parah dan tewas." "Apakah saudara Buyung telah berhasil menyusul Wi sauhiap ?" "Ketika siaute sampai disini, Wi sauhiap telah keracunan dan roboh tak sadarkan diri, anehnya baik mutiara Ing kiam cu maupun Lou bun si sudah tak ditemukan lagi dalam sakunya." "Oooh...   mana orangnya sekarang ? Apakah sudah diculik oleh orang-orang Tok seh sia" "Aaaai, kalau dibicarakan memang memalukan, siaute bersama mereka berhasil memukul mundur orang-orang itu dalam suatu pertarungan sengit, tapi akhirnya kami keracunan dan roboh Wi sauhiap pun dilarikan oleh Sah Thian yu."   OoOooooOoo Sekilas senyuman licik segera menghiasi wajah Chin Tay-seng, serunya kemudian dengan nada gusar: "Siaute telah datang terlambat sehingga berakibat terjadinya peristiwa ini, oooh ..   apakah saudara Buyuog masih mampu untuk naik ke atas kuda ?" "Siaute hanya terkena racun keji.   asal tidak mengerahkan tenaga, keadaanku masih tidak membahayakan, aku pikir untuk menunggang kuda pun masih mampu." "Kalau begitu silahkan saudara Buyung untuk naik ke atas kuda, kalau toh Wi sauhiap sudah terjatuh ke tangan orang-orang Tok seh sia, kejadian ini perlu segera dilaporkan kepada Kiamcu agar bisa mengambil tindakan seperlunya."   Sementara pembicaraan berlangsung seorang jago pedang berpita hitam telah muncul sambil menuntun seekor kuda, lalu memayang Buyung Siu naik keatas kuda dan menuntun kuda itu untuk meninggalkan tempat tersebut.   Tiga belas orang jago pedang berpita hijau pun dibimbing para jago pedang berpita hitam naik ke atas kuda, dua orang menunggang seekor kuda dan bersama-sama berangkat menuju ke bukit Pit bu san.   Kentongan pertama baru tiba.   Tempat ini merupakan sebuah ruang batu yang diatur sangat indah dan megah dalam lambung bukit Pit bu san.   Empat sekeliling ruangan tersebut berupa pintu batu yang tertutup rapat, diluar setiap pintu tampak dua orang jago pedang berpita hitam melakukan penjagaan.   Suasana disitu amat ketat dan serius, seakan-akan sedang menghadapi serangan musuh tangguh.   Waktu itu, beberapa orang tokoh penting dari Ban kiam hwee sedang melakukan perundingan rahasia dalam ruangan batu.   Lentera kristal diatas atap rugangan memancarkian sinar yang therang, mutiara yang berkilauan tajam memenuhi dinding batu disekeliling ruangan.   Namun setiap orang yg hadir dalam ruangan itu sedang diliputi oleh suasana yang murung dan masgul.   Ban kiam hweecu duduk dikursi utama tanpa bergerak, selembar wajahnya yang berwarna semu emas tidak nampak sedikit perubahanpun.   Tapi tiga orang gadis berpedang pita kuning yang berdiri dibelakangnya menunjukkan sikap yang amat gusar.   Dihadapan Ban-kiam hweecu terdapat dua buah kursi, disebelah kiri duduk congkoan pedang berpita hijau Pau kiam suseng Buyung Siu, sedangkan yang duduk disebelah kanan adalah congkoan pedang berpita hitam, Siu bun kui jiu Chin Tay Seng.   Paras muka kedua orang congkoan itu diliputi oleh ketegangan dan murung, seolah- olah sedang menghadapi suatu persoalan besar yang amat berat.   Suasana didalam ruangan batu itu dicekam oleh suasana hening yang berat dan menyesakkan napas, sedemikian heningnya sampai suara jatuhnya jarum pun kedengaran.   Setiap kali Ban kiam hwee cu menghadapi persoalan yang berat dan sulit, dia selalu bersikap demikian hal ini merupakan suatu kebiasaan baginya.   Bila dia butuh untuk berpikir dan merenung kan persoalan itu, maka dia duduk tenang ditempat duduknya tanpa bersuara, dalam keadaan demikian, siapapun tak berani buka suara untuk mengganggunya.   Lewat beberapa saat kemudian, Ban-kiam Hwecu baru menggerakan kelopak matanya dan bertanya: "Sudah hampir kentongan pertama bukan?" "Mungkin kentongan pertama sudah lewat"   Buru-buru congkoan pasukan pedang berpita hijau Chin Tay seng menjawab. Ban kiam hwe cu segera menghembuskan napas panjang, "SAAT INI seharusnya Chin Kiu-moay sudah kembali, mungkin diapun memenuhi musibah ?" "Kiam cu, ke mana perginya nona Cho?"   Menggunakan kesempatan itu Chin Tay seng segera bertanya.   Sengaja tak sengaja Ban kiam Hwee cu melirik sekejap kearahnya, kemudian menyahut.   "Berbuhung Wi sauhiap membawa barang mestika, dan berita itu sudah tersiar kemana-mana, maka untuk mencegah orang banyak mengincar benda mestika itu, setelah Buyung congkoan berangkat aku telah menitahkan Cho Kiu moay untuk secara diam-diam menguntit orang-orang Lam hay bun itu serta menyaksikan tindak tanduk mereka."   Mendengar perkataan itu, Chin Tay seng segera tertawa seram: "Tampaknya budak dari Lam hay bun itu sudah menaruh perasaan cinta terhadap Wi sauhiap, aku pikir tak mungkin dia akan turun tangan terhadap Wi sauhiap, cuma seandainya nona Cho sampai ketahuan jejaknya oleh kakek she Oh itu.   sulitlah untuk dikatakan." "Yang aku kuatirkan sekarang bukan masalah tersebut."   Kata Ban kiam hwe cu lagi, "berbicara dari kepandaian silat yang dimiliki Cho Kiu moay, sekalipun dia bukan tandingan dari orang she Oh tersebut namun untuk mundur secara selamat bukanlah masalah yang sulit."   Setelah berhenti sejenak kembali dia melanjutkan.   "Bayangkan saja Buyung congkoan dengan orang-orang dari Tok seh shia telah terjadi pertarungan dan dipecundangi orang, hal ini mungkin dapat terjadi, tapi kenyataannya aku dan seluruh orang yang hadir disini ternyata telah diracuni orang pula, hal ini sudah jelas menunjukkan kalau Cho Kiu moay pun tidak terkecuali"   Rupanya Ban kiam hweecu bersama segenap anggota Ban-kiam-hwee yang hadir disana telah keracunan semua. "Kejadian ini sangat mencurigakan"   Buyung Siu segera berseru.   "kalau sampai kita yang berada dibukit Pit bu san pun keracunan semua, hamba pikir hanya ada dua kemungkinan saja, pertama ada orang yang berhasil menyusup kemari dan meracuni hidangan yang kita makan, atau ke dua, ditempat ini memang terdapat penghianatnya...."   Salah seorang diantara tiga dayang yang berdiri dibelakang Bankiam hwee cu, yakni gadis yang berada disebelah kiri segera menimbrung: "Betul, sudah pasti disini terdapat penghianat Chin congkoan, diantara jago-jago pedang di bawah pimpinanmu, mungkinkah terdapat orang yang tidak jelas asal usulnya?"   Congkoan pasukan pedang berpita hitam Chin Tay seng menyeka keringat yang membasahi tubuhnya.   kemudian menyahut: "Pertanyaan dari nona Jin itu sulit untuk siaute jawab, sebab dari ke tujuh puluh dua orang jago pedang pimpinanku harnpir semua nya telah berbakti kepada Ban kiam hwee semenjak sepuluh tahun berselang, sekali pun siaute tak berani mengatakan kalau tiada persoalan dengan mereka, namun untuk menyelidiki dalam waktu singkat pun rasanya sulit." "Sekalipun ada penghianatnya kita juga tak usah kuatir kalau dia bisa terbang kelangit."   Kata Ban Kiam hweecu dingin.   Chin Tay-Seng segera menundukkan kepalanya rendah-rendah katanya kembali: "Hamba benar-benar pantas untuk mati, masa peristiwa diluar dugaan ini bisa terjadi didaerah kekuasaan hamba, aaai...   termasuk hamba sendiri pun tidak tahu sejak kapan telah keracunan..."   Buyung Siu yang mendengar perkataan itu segera mendengus, pikirnya dengan cepat: "Tampangmu seperti itu, mana mungkin mirip orang yang lagi keracunan..?" "Menurut pendapat hamba."   Chin Tay seng kembali berkata.   "soal Kiamcu yang keracunan lebih baik jangan sampai tersebar luaskan ke tempat luaran."   Ban kiam Hwee cu kembali mendengus.   "Hmmm, seandainya ditempat ini terdapat penghianatnya, kendatipun kabar ini tak sampai kita sebarkan, kalau toh dia bisa meracuni makanan kita, memangnya tak bisa menyiarkan berita ini keluar ?" "Bukan begitu maksud hamba..."   Buru-buru Chin Tay seng berseru agak gelagapan.   Ban kiam hweecu mengalihkan sorot matanya ke wajah orang itu, kemudian ujarnya dingin: "Aku ingin mendengar pendapat dari Chin congkoan." "Maksud hamba, dari kita yang hadir disini sekarang termasuk Kiamcu sendiri hanya enam orang, tentu saja tak mungkin bisa terdapat penghianat." "Sulit untuk dikatakan."   Tukas salah seorang dayang dibelakang Ban kiam Hweecu dengan suara dingin.   Merah padam selembar wajah Chin Tay seng karena jengah, serunya kemudian agak tersipu-sipu: "Kita semua sudah keracunan, sedang bukit Pit bun san merupakan maskas besar pasukan pedang pita hitam, bila nona Kho berkata demikian, bukankah hal tersebut sama artinya dengan kau menuduh siaute sebagai penghianatnya ?" "Memangnya aku salah berbicara ?"   Jengek nona Kho. "Adik Hui jangan sembarangan berbicara, dengarkan penjelasan Chin cengkoang lebih jauh"   Ucap Ban kiam hweecu.   Rupanya dari empat orang dayang yang mengiringi Ban kiam hweecu, selain Hek bun kun Cho Kiu moay, tiga orang yang berdiri dibelakang Ban kiam hweecu sekarang adalah Jin Kiam moay, Cho Hut moay dan Lim Thian moay.   Ke empat orang ini sangat menguasai ilmu Hui liong kiu si (sembilan jurus naga terbangku) sedangkan nama tengah mereka pun diambil dari kata "Kiu kiam bui thian"   Atau sembilan pedang terbang dilangit.   Sesungguhnya mereka merupakan jago-jago lihay yang berkepandaian sedikit di bahwah Ban-kiam hweecu sendiri, hanya di dalam sebutan mereka adalah dayang Ban- kiam hweecu.   Sesudah mendengar ucapan dari Ban kiam hweecu tadi, buru-buru congkoan berpita hitam Chin Tay seng membungkukkan badannya seraya berkata lagi: "Maksud hamba, tadi Buyung congkoan telah mendapat peringatan dari Sah Thian yu agar dalam tiga hari mendatang jangan mengerahkan tenaga, asal tidak mengerahkan hawa murninya maka orang keracunan tidak akan sampai terancam jiwanya." "Menurut pendapat hamba, tugas terpenting yang harus kita laksanakan sekarang adalah Kiam cu segera mengirim surat lewat merpati pos untuk menitahkan Huan, Kiong dan Lok congkoan agar segera datang kemari memberi bantuan, mereka harus tiba disini didalam tiga hari."   Ban kiam Hwee cu tidak memberi komentar apa-apa, dia hanya mengiakan belaka.   Kembali Chin Tay seng berkata: "Sedangkan nengenai kita yang berada di-sini, asalkan kita tutup pintu Iembah kendati pun ada musuh tangguh yang menggempur kita dalam satu dua hari mendatang, mustahil mereka bisa menjebolkan pertahanan kita ini."   Kembali Ban kiam Hwecu hanya manggut-manggut tanpa mengucapkan sepatah katapun.   Chin Tay seng memutar biji matanya kesana kemarin kemudian berkata lebih jauh: "Asal kita tidak menguarkan berita ini keluar, sudah pasti tiada orang yang bakal tahu kalau Kiam cu telah keracunan, apalagi Kiamcu mengenakan topeng, mustahil orang lain bisa mengetahui akan keadaan yang sebenarnya."   Rupanya Ban kiam hweecu benar-benar mengenakan topeng, tak heran kalau wajahnya berwarna semu emas.   Melihat Ban kiam hwecu hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, setelah berhenti sebentar Chin Tay seng berkata lebih jauh: "Hamba rasa, bila Kiam cu dapat berjumpa lagi dengan beberapa orang pendekar pedang sehingga mereka dapat menyiarkan kabar yang mengatakan bahwa Kiam cu sama sekali tidak terluka, bukan saja kita dapat menenteramkan hati orang bila didalam markas ini benar-benar terdapat mata-matanya, kitapun bisa membuat musuh kita menjadi bingung dan tak bisa mengetahui, entah bagaimanakah pendapat Kiami-cu tentang usul hamba ini? Apakah dapat di laksanakan?" "Menurut Chin congkoan, siapakah yang harus ku undang untuk berjumpa denganku?"   Tanya Ban kiam hwecu hambar.   "Menurut pendapat hamba, Ma koan tojin dari bukit Hong san.   Thi lo han Kwong beng taysu dan si Naga berekor botak To Sam seng dari kota Huan-yang merupakan manusia-manusia yang sudah lama ternama di dalam dunia persilatan, semenjak bergabung dengan perkumpulan kita, hingga sekarang mereka belum pernah berjumpa dengan Kiam cu." "Kau menginginkan aku untuk mengundang mereka bertiga?" "Hamba masih ada persoalan yang hendak dilaporkan."   Chin congkoan, masih ada urusan apa?" "Semenjak Hu congkoan kami Pak Bun siu-meninggal dalam bagian pita hitam kami masih belum menemukan penggantinya yang tepat, sedang dari ke tiga orang tersebut baik dalam soal ilmu silat.   kecerdasan maupun kedudukannya dalam dunia persilatan, hamba pikir serasi sekali dengan kedudukan tersebut, hamba ingin Kiam cu memilih salah seorang diantara mereka bertiga setelah perjumpaan nanti untuk mengisi kekosongan kedudukan wakil congkoan tersebut"   Ban kiam Hweecu manggut-manggut.   "Ehmm, aku setuju dengan usulmu itu Chin congkoan, sekarang juga kau turunkan perintah dan perintahkan kepada Huan congkoan sekalian agar didalam tiga hari mendatang segera muncul disini memberi bantuan, sedangkan mengenai Ma koan tojin bertiga, kau boleh membawa mereka menghadap besok pagi saja" "Hamba terima perintah"   Buru-buru Chin Tay seng berseru sambil bangkit berdiri. "Kini, aku hendak beristirahat dulu, congkoan berdua boleh pergi meninggalkan tempat ini."   Buyung Siu ikut bangkit berdiri, kemudian bersama Chin Tay seng mengundurkan diri dari ruangan tersebut.   **** Ketika sadar kembali, Wi Tionghong tak tahu ia sedang berada dimana ? Tempat itu merupakan sebuah kamar yang amat jelek, ia sedang berbaring disebuah pembaringan kayu dengan tubuhnya ditutup sebuah selimut, diujung pembaringan tersebut terletak sebuah meja dengan sebuah lentera.   Segulung bunga api meletik diujung sumbu lentera yang kecil, cahaya yang dihasilkan sedikitpun tidak cerah.   Inilah sebuah rumgah gubuk dengan jendela papa, bunyi katak bergema dari sekeliling sana, bahkan lamat-lamat masih kedengaran pula suara gonggongan anjing dikejauhan sana.   Tapi kesemuanya itu sudah cukup jelas, tampak Wi Tiong hong sudah dapat menduga kalau dia sedang berada di dalam kamar tidur seorang petani miskin.   Tapi...   mengapa dia dapat tertidur disini? Wi Tiong hong mencoba untuk memutar otak dan mengingat kembali semua kejadian yang telah dialaminya, namun tidak berhasil ia tak dapat mengingat kembali apa gerangan yang telah terjadi.   Akhirnya Wi Tiong hong menghembuskan napas panjang dan mencoba untuk bangkit berdiri, siapa tahu baru saja dia menggerakkan tubuhnya, kepala terasa pening sekali, ke empat anggota badannya lemah tak bertenaga, ternyata dia tak sanggup untuk bangkit berdiri.   Mendadak ia tertegun, lalu segera menjadi sadar bahwa pusing dan lemasnya badan bukan dikarenakan kebetulan melainkan karena sesuatu kejadian tertentu.   Semuanya ini diketahui olehnya dari pengalamannya berkelana dalam dunia persilatan selama ini.   Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Pengalaman memberitahukan kepadanya bahwa pusingnya kepala karena ia telah dibius orang dengan obat tidur, sebab hanya orang yang mendusin dari pengaruh obat tidur baru akan menunjukkan gejala demikian, sedangkan mengenai ke empat anggota badannya yang ia masih tak bertenaga, hal ini dikarenakan jalan darahnya tertotok, sehingga ke empat anggota badannya itu tak mampu berkutik Iagi.   Semua kejadian tersebut dia menjadi teringat kembali dengan kakek berjubah hijau yang telah dijumpai ditengah jalan dan mengaku sebagai teman ayahnya itu, kemudian ia teringat pula kalau Kam Liu cu dan Su Siau hui sekalian datang menyusul, kemudian kakek berjubah hijau pergi dan dia berpamitan dengan semua orang karena harus menemukan paman tak di ketahui namanya itu.   Didalam menempuh perjalanan itulah....   dia merasa seperti pusing sekai , kemudian...   dia tak dapat mengingat kembali, itu menunjukkan kalau dia berbaring disini karena telah dipecundangi orang, kalau toh dia disergap orang, mengapa dirinya tidak merasakan sama sekali..   Sementara dia masih termenung, mendadak pintu kamar dibuka orang dan seorang gadis bertubuh ramping yang memakai baju hitam pelan-pelan berjalan masuk ke dalam ruangan lalu mendekati pembaringan.   Wi Tiong hong membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, ketika dia berpaling dijumpainya gadis tersebut bergaun hitam dengan usia dua puluh tiga empat tahunan wajahnya potongan kwaci dengan alis mata yang melentik matanya bulat indah dan bibirnya kecil mungil...   Selain itu pinggangnya tergantung sebilah pedang panjang berpita kuning, dia sedang memandang ke arahnya dengan biji mata yang jeli dan senyuman manis dikulum.   Wi Tioang hong kenal dengan gadis tersebut, karena orang itu bukan lain adalah salah seorang pelayan Ban-kiam hweecu, yakni Hek bun kun Cho Kiu moay.   Maka dengan cepat Wi Tiong hong menjadi sadar kembali, rupanya dia sudah terjatuh ke tangan orang-orang Ban kiam-hwee.   Tak heran kalau dia terkena obat tidur tanpa disadari, rupanya mereka telah mencampurkan obat tersebut di dalam air teh yang diminumnya.   Tak heran pula kalau jalan darah pada ke empat anggota badannya tertotok, rupanya mereka telah berjaga-jaga disepanjang jalan dan menunggu sampai dia jatuh pingsan sebelum membekuknya kemari.   Orang kuno bilang: Siapa membawa mestika dia ibaratnya mengundang bencana.   Baik mutiara Ing-kiam-cu maupun pena mestika Lou-bun si.   kedua-duanya merupakan benda mestika yang di ncar setiap orang, sebuah saja sudah cukup menarik perhatian orang apalagi kedua-duanya berada didalam sakunya.   Ditambah pula kedua macam mestika itu merupakan benda untuk menaklukan pihak Ban kiam hwee, tak heran kalau mereka enggan melepaskannya dengan begitu saja.   Dengan lemah gemulai Cho Kiu moay berjalan mendekati pembaringan kemudian sambil menatap wajah Wi Tiong hong, tanyanya lembut.   "Kau telah mendusin ?"   Suaranya amat lembut dan hangat, sama sekali berbeda dengan suara dingin dan kaku di hari-hari biasa, dari suara yang begitu lembut dapat diketahui kalau dia sangat memperhatikan keadaan Wi Tiong-hong.   Bab-52 Diam-diam si anak muda itu mendengus, kemudian sahutnya dengan suara dingin: "Yaa.   aku baru saja sadar."   Jawaban tersebut diutarakan dengan nada amat mendongkol. Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh.   "Nona Cho melaksanakan tugas atas perintah atasanmu, pahala yang bakal kau peroleh kali ini tentu besar sekali !"   Cho Kiu moay membelalakkan matanya lebar-lebar, lalu bertanya dengan keheranan: "Kau kenal denganku ? Aaah apa yang kau katakan ?" "Bukankah kau sedang melaksanakan perintah dari Ban-kiam hwecu untuk menangkapku?"   Cho Kiu moay segera tertawa. "Tentu saja bukan." "Nona Cho berhasil menangkapku hidup-hidup, sudah jelas hal ini merupakan sebuah jasa yang amat besar, masa aku salah berbicara?"   Cho Kiu-moay tertawa cekikikan, "Aku yang menangkap dirimu ?"   Serunya. "Memangnya bukan ?" "Mengapa aku harus menangkapmu ?" "Hmmm, mengapa? Memangnya aku harus menerangkan kepadamu satu persatu."   Dengus Wi Tiong-hong. Cho Kiu moay mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian berkata.   "Tentu saja kau harus berkata, kalau tidak, bagaimana mungkin aku bisa tahu?" "Lantas mau apa kau datang kemari ?"   Sekali lagi Cho Kiu moay tertawa cekikikan.   "Aku kemari untuk mendengarkan ucapanmu, menurut kau apa maksudku datang kemari?"   Tiba-tiba saja Wi Tiong hong naik pitam, sambil tertawa dingin serunya lantang: "Setelah sadar tadi, aku merasa kepalaku pusing sekali, ke empat anggota badanku tak mampu bergerak, sudah pasti kalian menggunakan siasat licik dengan menggunakan obat tidur untuk merobohkanku, kemudian baru menotok jalan darahku dan membekukku kemari, adapun tujuannya...heeehh...   heeeh...   tentu saja untuk memperoleh mutiara Ing kiam cu serta Lo bun si tersebut."   Cho Kiu moay segera tertawa merdu: "Kau memang cerdik sekali, dugaanmu memang tepat semuanya!" "Membekukku dengan menggunakan siasat licik bukan perbuatan seorang enghiong..."   Teriak Wi Tiong hong sambil melotot gusar.   Cho Kiu moay memutar biji matanya kian kemari, lalu berkata.   "Jadi kau menuduh aku mencelakaimu secara diam-diam atas perintah dari Kiam cu?" "Memangnya bukan?" "Tepat sekali, ehmm...   Wi sauhiap! Bagaimanakah pandanganmu terhadap Kiam-cu kami." "Hweecu kalian tampan, gagah dan agung, jadi orang supel dan berlapang dada, sesungguhnya dia merupakan seorang sobat yang boleh dibina, sayang sekali..."   Mencorong sinar tajam dari balik mata Cho Kiu moay, ditatapnya wajah Wi Tiong hong lekat-lekat kemudian tanyanya: "Sayang kenapa?" "Sayang dia telah menjadi Ban-kiam Hweecu" "Bersediakah kau menerangkan lebih jelas lagi?"   Kata Cho Kiu moay dengan suara lembut.   "Sebagai seorang ketua dari Ban-kiam hwee, sudah barang tentu dia harus menomor satukan kepentingan perkumpulannya lebih dulu daripada persahabatan." "Maksudmu, sebenarnya kalian bisa menjadi sahabat yang amat karib, tapi berhubung Kiamcu adalah Ban kiam hwee cu, dan lagi dia merampas mutiara Ing kiam cu serta Lou bun si milikmu demi kepentingan perkumpulan, maka kau tak dapat mengikat tali hubungan dengannya." "Benar."   OooOooooooOooo "Kau benar-benar sahabat karib yang paling mengetahui perasaan Kiamcu kami..."   Seru Cho Kiu-moay kemudian "Tapi sayang, kami harus berhadapan sebagai musuh kini."   Cho Kiu-moay segera menepuk bebas jalan darah di lengan kiri Wi Tiong hong, kemudian ujarnya sambil tertawa: "Wi sauhiap, coba kau periksa dulu apakah mutiara Ing kiam cu tersebut masih berada di jari tanganmu ?"   Sejak ia membebaskan jalan darah pada lengan kiri Wi Tiong hong yang tertotok, si anak muia tersebut sudah dapat melihat kalau cincin berisi mutiara Ing kiam cu tersebut masih melingkar di jari tangannya.   Sebelum ia sempat memberikan jawabannya Cho Kiu moay telah mengambil Lou bun si dari atas meja dan diperlihatkan dihadapan Wi Tiong hong kemudian katanya pula: "Lou bun si berada disini, sudahkah Wi sauhiap lihat dengan jelas? Hal ini membuktikan kalau kami sama sekali tidak berniat untuk merampas barang mestika milikmu."   Wi Tiong hong mendengus dingin.   "Sekarang, aku sudah terjatuh ketangan kalian, sekalipun sesaat ini kalian belum mangambilnya, cepat atau lambat benda tersebut toh sudah merupakan benda yang berada dalam saku kalian?" "Aaah, kau ini mengapa sih selalu berpikir yang jeleknya saja? Hmm, benar-benar tak tahu berterima kasih, tahukah kau untuk menolong kau seorang, kiam cu kami telah mengirim banyak orang untuk melindungimu sehingga berhasil menyelamatkan selembar jiwamu? Kau selalu menuduh kami hendak mengincar barang mestika milikmu, coba kalau tidak tahu kau masih mempunyai liangsim, dan mengatakan kiam cu kalian sebagai "orang yang pantas dijadikan sahabat"   Tentu aku tak akan sudi menggubris dirimu lagi!"   Wi Tiong hong menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan tersebut, dengan nada setengah percaya setengah tidak katanya kemudian.   "Nona, kalau memang kau telah menyelamatkan jiwaku, mengapa pula harus menotok jalan darah pada ke empat buah anggota badanku?"   Cho Kiu moay memandang sekejap kearahnya lalu tertawa. "Sekarang, aku belum dapat membebaskan totokanmu itu."   Katanya. "Mengapa?" "Sebab dengan begitu kau akan lebih jujur!"   Sahut sinona sambil tertawa ringan.   Dengan ucapan tersebut, maka bisa diartikan bila totokan jalan darah pada ke empat anggota badan Wi Tiong hong dibebaskan, maka si anak muda itu akan menjadi tak jujur.   Setelah ucapan tersebut diutarakan Cho Kiu moay baru merasa kalau dibalik ucapan tersebut sesungguhnya mengandung penyakitnya, merah padam selembar wajahnya karena jengah, buru-buru dia berkata lagi: "Sebab racun yang bersarang di dalam tubuhmu sudah terlalu mendalam, kau harus berbaring secara baik-baik dan tidak boleh bergerak secara sembarangan, itulah sebabnya jalan, darahmu terpaksa harus kutotok."   Merah padam selembar wajah Wi Tiong hong, buru-buru dia minta maaf: "Nona, mengapa tidak kau ucapkan sedari tadi ? Coba kalau kau terangkan, aku pasti tak akan melakukan kesalahan."   Cho Kiu moay mengerling sekejap ke arahnya, lalu serunya sambil mencibirkan bibir: "Sekarang kau sudah mengerti tentunya ?" "Terus terang saja, masih banyak persoalan yang tidak kupahami apakah nona bersedia memberi keterangan ?" "Tak usah ditanyakan lagi, lebih baik aku saja yang memberitahukan kepadamu,"    Asmara Dibalik Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo Kilat Pedang Membela Cinta Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini