Pedang Karat Pena Beraksara 27
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID Bagian 27
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya dari Tjan I D "Siaute pasti akan berusaha dengan segala kemampuan yang kumiliki untuk menyelesaikan tugas itu, biar harus terjun ke lautan api, aku.... aku tak akan menampik." "Setelah nona Cho mencekoki pil beracun untukmu, tantu saja dia tak akan menghendaki nyawamu, dan dia suruh aku memantek tosu tua tersebut di atas pintu, mungkin hal ini dikarenakan dialah biang keladinya sehingga harus diselesaikan sendiri." "Hei, kau mengatakan siapa biang keladinya ?" Mendadak Ma koam tojin berteriak. "Tentu saja kau, hei, naga tua berekor botak bukankah dia biang keladinya ?" "Soal ini. .. siaute benar-benar tidak tahu." Cepat-cepat naga tua berekor botak menjawab sambil menggaruk-garuk kepadanya yang tidak gatal. "Kau bilang tidak tahu, kalau begitu pun dialah orangnya..." Mendadak Ma-koan lojin mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, tapi baru saja dia bergelak, lehernya yang bergetar segera menyentuh mata pedang menancap silang diatas lehernya, kontan saja lehernya tergores sehingga terluka, darah segar segera bercucuran dengan derasnya. Mengetahui akan hal itu, buru-buru ia segera hentikan gelak tertawanya sampai ditengah jalan. "Apa yang kau tertawakan?" Soat ji segera menegur. "Pinto mentertawakan Cho Kiu moay karena dia sudah salah taksir." Kata Ma koan tojin sambil tertawa seram. "Ban kiam hwecu masih muda dan tak mampu bekerja." "Apakah maksud perkataanmu itu?" Soat-ji membelalakkan matanya lebar-lebar. Ma koan tojin mendengus dingin. "Sudah sepuluh tahun lebih para jago pedang berpita hitam berbakti kepada Ban kiam bwee, tapi sayang sekali orang-orang yang sudah berbakti sepuluh tahun keatas itu hampir seluruhnya telah diancam dan disandera orang pada dua puluh tahun sebelumnya, sehingga keadaan mereka pada hakekatnya tak bebas lagi." Salah seorang diantara ke empat jago pedang berpita hitam itu segera melompat kedepan, kemudian bentaknya: "Hidung kerbau tua, kau jangan memfitnah orang semaunya sendiri..!" Bersama dengan terjangan tersebut, sekilas cahaya tajam segera menyambar kedepan langsung menusuk kedada Ma koan tojin. Hampir setiap jago pedang berpita hitam memiliki ilmu pedang yang sangat lihay, bila berada dihari-hari biasa, mungkin Ma koan-tojin masih mampu untuk menghadapi mereka tapi sekarang, tubuhnya masib terpantek diatas pintu dan sama sekali tak berkutik. Serangan dari jago pedang berpita hitam itu dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, cahaya pedang menyambar lewat, tampaknya Ma koan tojin dari bukit Hong san bakal tewas di ujung pedangnya. Namun baru saja jago pedang itu melompat bangun, mendadak ia mendengus tertahan kemudian ... "Blaam..." Jatuh terduduk diatas tanah dan tak mampu merangkak bangun lagi. Seperti terserang penyakit menular saja, tahu-tahu tiga orang jago pedang berpita hitam lainnya yang berada diluar pintu ikut bertumbangan pula keatas tanah, setelah itu tak seorangpun diantara mereka yang mampu merangkak bangun lagi. Soat-ji hanya berdiri disisi meja sambil membelalakkan matanya lebar-lebar lalu serunya: "Aah. dia hendak membunuhmu untuk melenyapkan saksi, hai! Naga tua berekor botak, kaukah yang telah menyelamatkan tosu tua tersebut..." Dengan cepat Naga tua berekor botak menggelengkan kepalanya berulang kali. "Sungguh aneh, pada hakekatnya siaute tak sempat untuk turun tangan !" Sementara itu Ma koan tojin masih tetap memicingkan matanya, namun sorot mata yang terpancar kemudian setelah ia membuka matanya setajam sembilu, dengan suara menyeramkan dia menegur: "Saudara To, dia telah dihajar jalan darahnya, coba kau bebaskan totokannya dan tanya kepadanya telah mendapat perintah dari siapa?" Naga tua berekor botak mengiakan dan segera maju mendekat, setelah di periksanya dengan seksama, segera ditemukan sebutir batu kecil di atas jalan darah Hian-ki-hiat pada dada jago pedang itu. Diam-diam ia menjadi amat terkejut, serunya tanpa terasa: "Aaaah, Mi-lik-tih-hiat atau memukul jalan darah dengan butiran beras..." Cepat dia menepuk bebas jalan darahnya sembari membentak keras: "Ayo cepat bilang, kau mendapat perintah siapa?" Baru saja tangannya yang menepuk bebas jalan darah orang itu digeserkan tempatnya mendadak sekujur tubuh jago pedang tersebut mengejang keras, lalu meleleh darah hitam dari mulutnya, setelah itu terkulailah dia dan tewas. "Aaah, dia telah bunuh diri dengan menelan racun!" Seru Naga tua berekor botak kemudian. ooooOOoooo Bab-54 "Kalau begitu dalam mulut orang-orang itu tentu sudah dipersiapkan obat beracun." Ucap Ma koan tojin dengan suara menyeramkan. "Yaa, dia takut membocorkan rahasianya maka ia baru bermaksud membunuhmu untuk menghilangkan saksi." Kata Soat-ji. "tapi kini dia sudah menelan racun dan mati, tentunya kau tak usah kuatir untuk berbicara segpuasnya bukan?" Ma koan lojin tertawa seram. "Setelah mereka siap turun tangan terhadap pinto, tentu saja pinto akan membeberkan pula rahasianya, tapi Ma koan dari bukit Hong san tak sudi berbicara selama ada di bawah ancaman orang, sekalipun akan kubeberkan juga mesti menunggu sampai kau mencabuti semua pedang pendek itu." Kembali Soat-ji mencibirkan bibirnya. "Dengan diriku, masalah mana tiada sangkut pautnya sama sekali, aku toh tidak menyuruh kau mengatakannya? Lebih baik tunggu saja sampai kedatangan enci Cho, hmm! Apa yang dikatakan enci Cho memang benar kau bukan otaknya, sudah pasti pelakunya, kalau tidak, mengapa orang lain tidak bermaksud membunuh naga tua berekor botak melainkan hendak turun tangan terhadap dirimu ?" Kembali Ma koan tojin tertawa seram. "Sayang sekali pinto tidak doyan dengan cara mengumpakan seperti ini, bila nona ingin bertanya, lebih baik tanyakan saja secara langsung kepada orang yang telah menelan racun ini, apa yang dia ketahui tak bakal lebih sedikit daripada apa yang pinto ketahui." Soat-ji segera berpaling dan bertanya kepada Naga tua berekor botak. "Kau benar benar tidak tahu ?" Naga tua berekor botak menggaruk-garukkan kepalanya yang gatal, kemudian menyahut: "Bila nona bersikeras ingin tahu, baiklah lohu akan mengutarakannya keluar, sesungguhnya semua persoalan ini adalah hasil kerja Chin Tay seng seorang." "Bukankah Chin Tay seng adalah congkoan pasukan pita hitam? Mengapa dia dapat berkhianat?" Dia seperti memahami semua seluk beluk dari perkumpulan Ban kiam hwee.." "Dihadapan umum Chin Tay-seng telah mengutungi lengan kanan sendiri, terhadap Ban-kiam hweecu dia merasa tak berkenan dihati. "Apa sangkut pautnya hal ini dengan Ban-kiam Hweecu?" Tanya Soat-ji keheranan. "Dengan nama serta kedudukan Ban kiam-hwee dalam dunia persilatan, dia merasa mengapa harus tunduk pula dibawah perintah Siu lo ci leng? Dia menganggap hal semacam ini merupakan ketidak becusan Ban kiam hweecu!" "Ooh .,.. jadi dia bersekongkol dengan orang-orang Tok seh sia lantaran membenci Ban kiam Hweecu!" "Bukan begitu, orang-orang Tok seh sia lah yang bersekongkol dengannya, konon pihak Tok seh sia mempunyai semacam rumput beracun yang dapat membantunya huntuk memulihkan kembali lengan kanannya yang lumpuh." "Jadi dia bersedia menggabungkan diri dengan pihak Tok seh sia, sehingga Kiamcu sendiripun diracuni?" "Bukan begitu, dia meracuni jago-jago berpita hitam lebih dulu." Naga tua berekor botak menerangkan. "Tapi, bukankah kawanan jago berpita hitam tiada yang keracunan...?" Soat-ji kembali keheranan. "Racun yang dicekokkan ketubuh kawanan jago berpita hitam itu konon tiada obat yang bisa memusnahkannya, tetapi setiap setengah bulan sekali harus mengambil sebutir obat penawar darinya, dengan begitu racun mana tak akan bekerja." "Cara ini memang sangat liehay, kalau tidak, sulit memang baginya untuk mengendalikan segenap jago pedang berpita hitam." Berbicara sampai disitu, dia lantas manggut-manggut dan berkata kembali. "Obat beracun semacam ini tentu saja atas pemberian dari orang-orang Tok Seh sia, tapi apa sebabnya dia tidak mempergunakan tersebut terhadap Ban kiam hweecu dan para jago berpita hijau?" Sebaliknya menggunakan racun yang lambat daya kerjanya?" "Soal ini lohu kurang begitu tahu." Ma koan tojin segera tertawa seram sambil menimbrung: "Soal itu mah gampang sekali, racun itu hanya digunakan terhadap para jago berpita hitam karena tujuannya yang terutama adalah mengendalikan mereka, tentu saja dia tidak akan mampu untuk mengendalikan Ban kiam-hweeecu serta para jago berpita hijau." "Benar juga perkataan ini, lantas mengapa pula dia melepaskan racun yang lamban daya kerjanya kedalam tubuh Ban kiam hweecu sekalian...?" "Racun itu baru akan bekerja selewatnya tiga hari." Kata Ma koan tojin sambil tertawa dingin. "dia berharap Ban kiam hweecu bisa mengetahui kalau semua orang telah keracunan, dalam situasi yang kritis ini, dia pasti akan meminta bantuan ke Liong bun sia." "Aku tidak mengerti dengan perkataan ini, bila dia membiarkan Ban kiam hweecu mengundang datang jago-jago lihaynya dari Liong bun sia sehingga kawanan jago itu berdatangan semua, bukankah hal ini justru tidak menguntungkan bagi posisinya..." Ma-koan lojin mendengus dingin. "Kekuatan inti dari Ban kiam-hwee, selain terdiri dari jago berpita hijau, masih ada jago-jago berpita merah dan putih, jumlah orang maupun ilmu silatnya masih jauh diatas kemampuan jago-jago berpita hitam, apabila mereka bisa berdatangan semua kesana, bukankah dia dapat bertindak dengan meringkus mereka sekaligus ?" Tergetar keras tubuh Soat-ji setelah mendengar perkataan itu dengan wajah berubah serunya: "Aaah, inilah siasat racun dari Chin Tay seng? sungguh berbahaya dan keji !" "Siapa tidak keji dia bukan lelaki sejati." Kata Ma-koan lojin sinis. "dalam dunia persilatan memang berlaku tradisi siapa kuat dia menang, terhitung seberapa hal tersebut ?" "Tak heran kalau enci Cho menahan kalian bertiga disini, rupanya kalian memang benar-benar mengetahui latar belakang dari siasat busuk tersebut..." Ucap Soat-ji. Kemudian setelah mendongakkan kepala dan memandang cuaca, mendadak serunya lagi dengan gelisah. "Aaaah, tengah hari sudah lewat, dan enci Cho sudah hampir pulang, aku belum menanak nasi untuknya." Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan lari menuju ke dalam dapur. Wi Tiong hong dapat mendengar semua pembicaraan tersebut dengan jelas, segera pikirnya: "Tampaknya semua pertanyaan yang diajukan Soat ji merupakan ajaran dari Cho Kiu moay, ini berarti Cho Kiu moay yang selalu berada di sekitar tempat ini, tak heran tahu ke empat jago pedang berpita hitam itu berhasil dibekuk dalam waktu singkat!" Tarbayang kalau Cho Kiu moay berada disekitar sana, apa lagi Ma koan tojin bertiga serta ke tiga orang jago pedang berpita hitam telah di kuasai semua, dia pun kembali kepembaringan dengan perasaan lega, kemudian bersemedi lagi untuk secepatnya memulihkan kondisi tubuhnya. Soat ji yang berada dalam dapur nampaknya repot sekali, terdengar suara merajang, suara memasak bergema tiada hentinya. Tak selang berapa saat kemudian pintu kamar dibuka orang dan Soat ji muncul dengan membawa sebuah baki kayu, ucapnya sambil tersenyum manis: "Siangkong, perutmu tentu sangat lapar, cepatlah bersantap dulu..." "Terima kasih nona." Kata Wi Tiong hong sambil melompat turun dari pembaringan. Merah selembar wajah Soat-ji karena jengah, ucapnya lagi dengan suara lirih. "Mungkin masakanku kurang enak dan tidak mencocoki seleramu..." "Bagaimana dengan nona sendiri? Tentunya kau belum bersantap bukan ?" "Aah, tidak mengapa, aku harus mengantar nasi untuk ke dua orang kakakku dulu, terpaksa siangkong harus mengurusi diri sendiri." "Silahkan nona, aku bisa membereskan diriku sendiri." "Kalau begitu aku akan pergi dulu!" Ucap Soat-ji sambil tersenyum manis. Selesai berkata, dia membalikkan badan dan berjalan keluar. Kali ini dia tidak merapatkan pintu kamarnya, sehingga Wi Tiong hong dapat menyaksikan keadaan diluar. Gadis itu kembali kedapur dan mengambil sebuah keranjang bambu, kemudian setelah mengenakan topi lebar, selangkah demi selangkah dia meninggalkan ruangan. "Nona, kau hendak kemana ?" Naga tua berekor botak segera menegur cemas. Oleh karena didalam perut bersarang sebutir pil beracun, mau tak mau dia pun harus menaruh perhatian khusus terhadap setiap gerak-gerik Soat-ji. Sambil tertawa Soat ji segera menyahut. "Aku hendak mengirim nasi untuk kakakku yang berada disawah, sebentar lagi nona Cho juga akan datang, tunggu saja disini dengan perasaan lega !" Sembari berkata, dia lantas melangkah keluar dari pintu rumah. "Hmmm ...pandai amat bersandiwara." Gumam Ma koan tojin dengan suara menyeramkan sepeninggal gadis itu. "padahal ilmu silat yang dimiliki dayang tersebut sama sekali tidak berada dibawah kepandaian kita semua !" "Maksud toheng, dia adalah penyaruan diri anggota Ban kiam hwee...?" Seru Naga tua berekor botak dengan perasaan terkesiap. "Benar, pinto tidak bisa menduga siapa gerangan orang tersebut..." "Mungkinkah Hek bun kun ?" "Tidak mirip, wajaihnya sama sekali tidak memakai bahan obat-obatan untuk menyamar diri, usianya masih begitu muda, namun kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliknya luar biasa, sungguh membuat hati orang tidak habis mengerti... ehmm, saudara To! Sekarang tentunya kau bisa membebaskan pinto bukan?" "Maksud toheng, kau hendak menyuruh siaute untuk mencabut pedang tersebut ?" "Bagi kemampuan yang dimiliki To heng, semestinya hal ini hanya merupakan suatu pekerjaan yang gampang sekali." Naga tua berekor botak tertawa kering. "Memang, bagi siaute mencabut ke enam bilah pedang tersebut merupakan pekerjaan yang gampang, tapi siapa pula yang akan memunahkan racun yang mengeram didalam perut siaute." Baru selesai dia berkata, mendadadak terdengar serentetan suara merdu bergema memecahkan keheningan: "Tidak sulit bila kau menginginkan obat penawar racun itu, cuma hal ini tergantung bagaimanakah penampilanmu sendiri !" Menyusul suara tertawa itu tampak sesosok bayangan manusia melangkah masuk ke dalam rumah. Bagaikan berjumpa dengan bintang penolongnya, dengan girang Naga tua berekor botak berseru: "Bagus, bagus sekali, akhirnya nona Cho muncul juga !" Berbicara sampai disitu, mendadak dia teringat akan perkataan nona tersebut, maka sambil berseru tertahan, buru-buru dia membungkukkan badannya sembari berkata: "Apa yang dipesankan nona, hamba telah melaksanakan dengan sebaik-baiknya, sekarang harap nona menyampaikan perintah yang kedua." Cho Kiu moay tertawa terkekeh-kekeh. "Bagus, sekarang lepaskan dulu orang itu !" Tentu saja nona itu tidak ragu Ma koan tojin dari bukit Hong san itu bakal melarikan diri dari hadapannya. Ketika Naga tua berekor botak saling bertatapan pandangan dengan nona tersebut, diam-diam ia merasa amat terperanjat segera pikirnya didalam hati: "Bukankah dia pun sudah terkena racun bersifat lamban dari Chin Tay-seng sehingga tenaga dalamnya telah punah? justru karena itu Chin Tay seng baru mhengutus kami bertiga untuk datang membekuknya, tapi heran, mengapa dia tidak menunjukkan gejala keracunan?" Kini, didalam perutnya telah bersarang sebutir pil beracun padahal tanpa ancaman yang bisa merenggut jiwa itu, asal kepandaian silat Cho Kiu moay belum punah saja, mustahil mereka bertiga mampu menandingi kelihayannya. Mendengar perkataan tersebut, si Naga tua berekor botak segera mengiakan berulang kali, ia segera mendekati pintu rumah, dan mencabut ke enam bilah padang pendek itu, lalu dengan hormat sekali meletakkannya keatas meja. Sementara itu, Cho Kiu moay telah mengambil tempat duduk dibelakang meja, sembari mendongakkan kepalanya kembali dia berkata. "Sekarang, bebaskan pula totokan jalan darah Thi lohan!" "Tadi hamba telah mencoba untuk membebaskan totokan jalan darahnya, namun tak berhasil membebaskan totokan Khong beng taysu." "Tepuk dulu Leng tay hiatnya, kemudian baru menotok jalan darah Hian ki-hiat." Perintah Cho Kiu moay dingin. Naga tua berekor botak menurut, dia menepuk dahulu jalan darah Leng tay-hiat ditubuh Thi lohan Khong beng hwesio kemudian baru menotok jalan darah Hian ki-hiat pada dadanya. Benar juga, baru saja jari tangannya menyodok, Thi lohan Khong beng hwesio telah memuntahkan segumpal riak kental, kemudian memutar biji matanya dan bangkit berdiri. Cho Kiu moay sama sekali tidak memandang sekejap marapun kearahnya, dengan suara dingin ia berseru kemudian. "Ma-koan tojin, kau tahu akan kesalahanmu?" Mao koan tojin sudah malang melintang didataran Tionggoan banyak tahun, dia pun termashur karena kekejiannya, namun setelah berhadapan muka dengan nona berwajah cantik tapi berhati kejam ini, ia seolah-olah mati kutunya, pada hakekatnya dia seperti tak berani menyalahi nona tersebut. Bukan hanya begitu, dilihat dari sikap Cho Kiu moay yang bebas dari pengaruh racun saja sudah membuatnya tak berani bertindak sembrono, dengan wajah serius dia lantas berkata hambar: "Entah dosa apakah yang telah hamba lakukan?" Cho Kiu moiu mendengus dingin. "Kalian telah menggabungkan diri dengan Ban kiam hwee, berkat perhatian dan menghargai dari Kiam cu, kau bahkan diberi jabatan sebagai wakil congkoan, seharusnya atas kebaikan tersebut kau berbakti dan setia kepada partai, ketika Chin Tay seng meracuni Kiamcu, seharusnya kau yang tahu akan rahasia ini melaporkan jalannya peristiwa kepada pemimpinmu, mengapa kau tidak melaporkan hal mana kepada Kiamcu ?" Thi lohan Khong beng hwesio segera merangkap sepasang lengannya didepan dada, "Omiotohud ! Hamba sekalianpun telah diracuni pula oleh Chin congkoan, sesungguhnya kami sudah tidak bebas lagi." "Semua persoalan yang kalian lakukan telah kuketahui." Kata Cho Kiu moay dingin, "Chin Tay seng berani mengkhianati perkumpulan, hmm! Tak nanti ia bisa meloloskan diri dari cengkeraman kami." Berbicara sampai disitu, dia lantas bangun berdiri, pedang berpita kuningnya dilololoskan dari sarung dan diantara getaran tangannya. "Cri ng !" Di ringi suara nyaring, selapis cahaya bianglala berwarna perak telah muncul dihadapan mukanya. Setajam sembilu sorot mata Cho Kiu moay, mendadak dia merentangkan tangannya ke depan, terdengar angin pedang menderu-deru, sekilas cahaya perak telah meluncur dari genggamannya. Tatkala cahaya pedang itu hampir sampai didepan pintu, tampak tangannya membuat gerakan ditengah udara, pedang yang sudah meluncur sejauh tujuh depa tadi mendadak memutar arahnya dan meluncur kembali ketangannya dengan kecepatan luar biasa. Cho Kiu-moay menyambut kembali pedangnya dan menancapkan ke atas tanah, lalu dari sakunya dia mengeluarkan dua butir pil berwarna hitam dan diletakkan di atas meja, serunya kemudian sambil tertawa dingin: "Kalau toh kalian telah menelan pil beracun dari Chin Tay-seng, maka sekarang aku mendapat perintah dari Kiam-cu, disini terdapat dua butir pil beracun yang kalian telan, tentu saja kalian boleh menolak untuk menelan pil tersebut, cuma kamu harus mampu menerima sembilan buah seranganku, asal berhasil maka kalian boleh meninggalkan ruangan ini dalam keadaan hidup." Walaupun ilmu melepaskan pedang terbang tadi belum mencapai titik kesempurnaan tapi bagaimanapun juga kepandaian tersebut merupakan ilmu pedang terbang yang jarang dijumpai dalam dunia persilatan. Ma koan tojin dan Thio lohan Khong beng hwesio sama sekali tak menyangka kalau seorang dayang dari Ban kiam hwecu pun bisa mempelajari ilmu pedang yang sempurna. Dia bilang, asal dia mampu bertahan sebanyak sembilan gebrakan maka mereka boleh mennpgalkan tempat tersebut, tentu saja ucapan mana bukan kosong belaka, akan tetapi merekapun tahu kalau tenaga gabungan mereka bertiga pun belum tentu akan berhasil memenangkan pertarungan itu. Ma koan tojin memang pada dasarnya seorang manusia licik yang banyak tipu muslihatnya, setelah menyaksikan situasi disana, pelan-pelan dia maju mendekati meja dan mengambil pil itu sambil diletakkan pada telapak tangannya, kemudian sambil mendongakkan kepalanya dia bertanya: "Nona, dapatkah kau memberitahu kepadaku, bagaimanakah sifat dari racun ini?" "Dua belas jam kemudian racun itu baru akan mulai bekerja, sang korban akan merasakan tubuhnya membusuk sebelum akhirnya hancur dan meleleh menjadi air." Mendengar ucapan mana, berubah hebat paras muka Thi-lohan Khong-beng hwesio. Berkilat sinar tajam dari balik mata Ma-koan tojin yang sipit itu, tiba-tiba dia mengambil pil tersebut dan dimasukkan ke dalam mulutnya kemudian. "kluuk !" Ditelan ke dalam perut. "Hamba siap menantikan perintah dari nona." Katanya kemudian sambil membungkukkan badan. Thi lohan Khong-beng hwesio tidak percaya kalau Ma-koan tojin yang dihari-hari biasa banyak curiga itu benar-benar akan menelan pil beracun itu, namun kalau dilihat dari mimik wajahnya kelihatan seakan-akan berbuat sungguhan, hatinya menjadi gelisah sekali. Selembar wajahnya yang putih dan gemuk itu mulai dibasahi dengan peluh sebesar kacang kedelai. Cho Kiu-moay pun tidak menyangka kalau Ma-koan tojin akan menelan pil tersebut sedemikian cepatnya, tapi ia sama sekali tidak memandang ke wajah Ma-koan tojin barang sekejap pun, sepasang matanya yang tajam bagaikan sembilu segera dialihkan ke wajah Thi lohan, setelah itu serunya sambil tertawa dingin. Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Taysu kau enggan menelan pil beracun ini berarti kau ada maksud untuk meminta pelajaran ?" Saking gelisahnya, Thi-lohan membungkukkan badannya berulang kali. "Hemm, hamba tidak berani." "Kecuali menelan pil beracun itu, kau harus menyambut sembilan buah seranganku, hanya ada dua jalan ini yang bisa kau tempuh." "Apakah saudara To juga telah menelan?" Tanya Thi lohan sambil berpaling. "Siaute telah menelan pil tersebut sedari tadi, aaai, bila dua belas jam kemudian racun itu akan bekerja, maka siaute bakal mampus satu jam lebih awal daripada kalian berdua." "Saudara, kau... kau benar-benar telah menelan pil itu?" Kembali Thi-lohan bertanya. Ma koan tojin tertawa seram. "Apakah taysu tidak melihat jelas ?" Cho Kiu moay segera tertawa terkekeh-kekeh. "Heeh, heeeh, heeeh, dari dulu hingga sekarang, tiada manusia yang dapat lolos dari kematian, taysu, sudahkah kau mengambil keputusan ?" Sambil bermuram durja Thi-lohan segera mengulurkan tangan, jari tangannya waktu itu sudah gemetar hampir kaku, sahutnya berulang kali: "Kalau memang kalian berdua telah menelannya, berarti tinggal pinto, pinto seorang tentu saja aku aku pun harus menelannya juga." Dengan memberanikan diri dia mengambil pil beracun itu dari atas meja, lalu sambil memejamkan matanya memasukkan pil itu kedalam mulut, Setelah itu ditelannya kedalam perut secara paksa. Pada hakekatnya kejadian seperti ini jauh lebih menegangkan daripada suatu pertempuran, selain harus memeras otak, juga banyak mengeluarkan tenaga. Begitu pil tadi masuk ke mulut, paras mukanya telah berubah menjadi pucat keabu- abuan, sepasang kakinya menjadi lemah dan gemetar keras. Akhirnya sambil terkulai lemas diatas tanah, Thi lohan berkata dengan lemah. "Omitohud, habis... habis sudah riwayat pinto ...? oooOooo Bab-55 MENANTI Thi lohan telah menelan pil beracun tersebut, Ma koan tajin baru menjura kepada Cho Kiu moay sembari berkata: "Hamba berdua telah menurut perintah dengan menelan pil beracun itu, entah apakah yang hendak nona berikan sekarang ?" Orang ini benar-benar berotak licik dan banyak sekali akal muslihatnya, sebelum Thi- lohan menelan pil tersebut, ia selalu menahan diri dan tidak mengucapkan sepatah katapun. Setelah mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa Tni lohan merasakan semangatnya berkobar kembali, buru-buru dia merangkak bangun dari atas tanah. "Bila kalian bersedia mendengarkan perintahku, tentu saja ada persoalan yang harus kalian lakukan, cuma sebelum hal ini dilakukan aku hendak menerangkan dulu, sesungguhnya pil beracun itu tiada obat penawarnya." Kontan tubuh Thi lohan yang gemuk itu lunglai dan roboh ke tanah dengan lemas, serunya sambil bermuram durja: "Kalau memang begitu, mengapa kau tidak membiarkan kami mati keracunan saja?" Naga tua berekor botak pun merasa sangat gelisah, serunya dengan suara parau: "Nona, kau telah berjanji kepada hamba, mengapa kau hendak mengingkari janji?" Sedangkan Ma-koan tojin segera menegur dengan kening berkerut: "Taysu, saudara To, bagaimana sih kalian ini? Bagaimanapun juga kita toh sudah diracuni oleh Chin Tay-seng, cepat atau lambat bakal mati juga akibat keracunan, kini kita sudah berbakti dengan Ban kiam hwee, dan nona Cho pun ada tugas yang harus kita kerjakan, sekalipun dia memberi pil beracun lebih dulu, hal ini tidak menjadi masalah buat kita. Nah, nona Cho ada perintah apa? silahkan saja di utarakan !" Sembari berkata, diam-diam dia mengerlingkan matanya berulang kali kearah mereka berdua. Naga tua berekor botak segera menyadari akan hal itu, buru-buru katanya pula sambil mengangguk: "Perkataan saudara To memang benar, kecuali mati tiada urusan besar lainnya, silahkan nona memberi perintah." "Kalau toh kalian berdua telah berkata demikian, apa lagi yang bisa pinto....pinto ucapkan?" Sambung Thi lohan. Cho Kiu moay segera mendengus. "Sudah kukatakan kalau tiada obat penawarnya, hal ini benar-benar memang tiada obat penawarnya, tapi asal kalian bisa melaksanakan tugas tersebut dengan baik, setelah kucekoki kalian dengan racun tentu saja mempunyai cara pula untuk memunahkan racun itu, coba kalian lihat benda apakah ini?" Pelan-pelan dia mengeluarkan sebatang pena kemala berwarna hijau dari sakunya, kemudian diperlihatkan dihadapan ketiga orang itu. Mencorong sinar terang dari balik mata si Naga tua berekor botak, serunya tertahan: "Aaah, Lou bun si!" Thi-lohan melompat bangun pula dari atas tanah, sambil merangkap tangannya di depan tiada ia berseru: "Buddha maha pengasih, pinceng tertolong sudah dari ancaman maut. ..!" Cho Kiu moay menyimpan kembali pena kemala tersebut kemudian katanya lagi: "Lou bun si dapat memunahkan segala macam racun keji yang ada di dunia ini, bila tugas kalian sudah selesai dikerjakan, bukan saja racun yang kalian telan akan segera punah, sekalipun racun yang mengeram dalam tubuh kalian akibat ulah dari Chin Tay- seng pun dapat dipunahkan sama sekali." Ma koan tojin segera manggut-manggut. "Hamba toh sudah bilang, setelah menggabungkan diri dengan Ban kiam hwe, tentu saja selama hidup tak akan berubah pendirian lagi, bila nona ada urusan silahkan saja disampaikan." Dari sakunya Cho Kiu moay mengeluarkan sepucuk surat rahasia, kemudian dengan wajah serius katanya: "Surat ini menyangkut masalah gagal atau berhasilnya perkumpulan kita, karena itu harap Hu congkoan melaksanakan semua tugas sesuai dengan apa yang kutulis dalam surat rahasia ini, bila ada kesalahan maka akibatnya cukup luar biasa." Ma koan tojin menerima surat rahasia itu sembari berjanji: "Bila hamba melakukan suatu kesalahan, Ma koan tojin dari Hong san akan mempersembahkan batok kepalanya!" Cho Kiu moay tertawa. "Jika Ban kiam hwee bisa membebaskan diri dari mara bahaya dan menjadi selamat, maka pahala Hu congkoan lah yang terutama, aku dapat mengajukan kepada kiamcu agar menaikkan pangkatmu, sudah barang tentu pada saat itu kedudukan congkoan pedang pita hitam akan menjadi milik Hu congkoan." "Terima kasih atas perhatiannya dari nona." Buru-buru Ma koan tojin berseru. "Biar harus terjun ke lautan api pun pinceng tak akan menampik." Sambung Thi lohan Khong beng hwesio pula. "nona, tugas apa yang hendak kau berikan kepada pinceng?" "Taysu dan Hu congkoan serombongan dalam surat itu sudah kujelaskan semua persoalan secara terperinci. nah, kalian boleh berangkat lebih dulu." Ma-koan tojin menyimpan surat itu kemudian bersama Thi Lohan berangkat meninggalkan ruangan. Baru tiba di depan pintu, dia saksikan didepan pintu telah berdiri menunggu empat orang jago pedang berpita hitam. Tidak, disamping mereka berdiri pula seorang kakek berkepala botak, berwajah merah dan memelihara jenggot kambing. Ketika menyaksikan Ma koan tojin dan Thi lohan telah berjalan keluar dari ruangan gubuk, orang itu segera maju menyongsong lalu sambil tersenyum dan menjura katanya: "To-heng, taysu, rupanya kalian bersembunyi dirumah ini, bikin siaute kebingungan saja." Menjumpai orang ini, Ma koan tojin serta Thi lohan Khong Beng hwesio menjadi terperanjat sekali. Di dalam rumah gubuk itu terdapat seorang Naga tua berekor botak To Sam-seng yang telah menelan pil beracun, sedang dari luar rumah gubuk muncul kembali seorang Naga tua berekor botak To Sam-seng. Kejadian tersebut kontan saja membuat dua orang jago kawakan yang sudah berpengalaman ini dibikin kebingun setengah mati. Sesungguhnya dari dua orang Naga tua berekor botak yang berada diluar rumah dan di dalam rumah, manakah yang asli dan mana pula yang gadungan ?" Soal asli gadungannya bisa tak usah diurus, tapi yang terpenting sekarang adalah orang ini seorang teman atau musuh ? Semgentara kedua oriang itu masih bherdiri tertegun, Naga tua berekor botak itu sudah maju kemuka sambil tertawa misterius, kemudian ujarnya: "Bukankah kalian berdua mendapat perintah dari nona Cho untuk melaksanakan pekerjaan? Untuk sementara waktu siaute akan ditugaskan di bawah komando Hu- congkoan dan menuruti perkataan kalian berdua..." Ma koan tojin adalah seseorang yang banyak menaruh curiga baru saja dia akan kembali kerumah untuk minta petunjuk dari Cho Kiu moay. Mendadak terdengar suara dari Cho Kiu moay telah berkumandang dari dalam rumah. "Hu congkoan tak usah banyak curiga, bawa saja mereka pergi bersamamu." Sepeninggalan Ma koan tojin sekalian, si-Naga tua berekor botak To Sam seng baru tak sanggup menahan sabarnya, dia segera menegur: "Nona, hamba..." "Tak usah bertanya..." Tukas Cho Kiu moay sambil tertawa. "tugasmu tidak kalah pentingnya dari mereka, aku akan serahkan pula sepucuk surat rahasia kepadamu, laksanakan saja menurut apa yang kutulis didalam surat tersebut." Selesai berkata benar juga, dia mengeluarkan sepucuk surat rahasia dari sakunya dan diangsurkan kedepan. Setelah menerima surat rahasia itu, Naga tua berekor botak baru membungkukkan badan sembari berkata: "Kalau begitu hamba akan memohon diri lebih dulu." "Tidak, kau tak boleh berangkat sekarang, kini masuk dulu ke kamar sebelah kanan dan baca isi surat rahasia tersebut hingga selesai, kemudian bakarlah surat mana dengan api." Naga tua berekor botak To Sam seng tidak mengetahui obat apa yang dijual dalam cupu-cupunya, terpaksa menurut perintah dan menuju ke kamar sebelah kanan. Oleh karena pintu kamar Wi Tiong-hong terbentang lebar, maka si anak muda tersebut dapat menyaksikan semua kejadian dengan jelas, diam-diam ia merasa kagum sekali. Nona Cho selain pandai ilmu siasat perang, juga pandai mengatur persiapan, tampaknya dia seperti mempunyai rencana yang matang sekali. Begitulah, selesai memberikan perintahnya, Cho Kiu moay membenahi rambutnya dan menuju kedalam kamar, sambil mendongakan kepala dia bertanya: "Wi shauhiap, bagaimanakah perasaanmu sekarang?" "Aku sudah merasa sembuh kembali" Cho Kiu-moay tertawa. "Bagus sekali kalau begitu." Katanya. "mungkin malam nanti masih ada persoalan lagi, sauhiap, pedangmu kusembunyikan dibawah pembaringan, mumpung masih ada waktu setengah hari. baik-baiklah beristirahat dulu, sekarang aku harus pergi karena masih ada urusan lain." "Nona. silahkan saja pergi." Ucap Wi Tiong-hong, Cho Kiu-moay berpaling sambil tertawa, kemudian membalikkan badan dan berlalu dari situ. Pada saat inilah, dari kejauhan sana berkumandang suara derap kaki kuda yang amat ramai, suara tersebut makin lama semakin mendekati rumah gubuk ini. Tak lama kemudian, suara tadi telah sampai didepan pintu, kemudian tampak seorang kakek kurus kecil berjubah hijau dengan mengempit sebuah kotak emas berjalanl masuk ke dalam. Kepada Cho Kiu moay dia memberi hormat lalu katanya: "Sesudah memperoleh perintah, hamba segera menyusul kemari, dibandingkan dengan Kiam..." "Thia sianseng bisa sampai disini pada saatnya, hal ini memang paling baik..." Tukas Cho Kiu moay cepat. Kakek kurus kecil itu berseru tertahan, lalu sahutnya sambil tertawa: "Yaa, kalau dihitung hitung masih lebih awal setengah jam dari pada waktu yang ditentukan nona, sebenarnya ada urusan penting apa?" "Bukankah kau pernah berjumpa dengan Hek sat seng Sah Thian yu..?" "Hamba bukan cuma sekali saja bertemu dengannya." Sahut kakek kurus kecil itu tertawa. "Masih ingat?" Kakek kurus kecil itu mengangkat bahu: "Asal hamba pernah bersua sekali saja, maka selamanya tak akan melupakan kembali." "Bagus sekali, kalau begitu ikutilah aku." Selesai berkata dia membalikkan badan dan menuju ke kamar sebelah kanan. Buru-buru kakek kurus kecil itu masuk pula ke dalam ruangan tersebut, kurang lebih seperminum teh kemudian Cho Kiu moay baru keluar dari kamar sebelah kanan dan buru-buru menuju keluar pintu. Matahari hampir tenggelam di ujung langit, Soat-ji dengan membawa keranjang bambu pulang dari sawah, kembali dia sibuk didapur untuk menanak nasi dan membuat sayur. SEBELUM hari menjadi gelap, Soat-ji muncul dikamar Wi Tiong-hong sambil menghidangkan hidangan malam, katanya kemudian: "Tadi nona Cho telah berpesan, sebelum malam tiba nanti mungkin ada kejadian disini, harap siangkong selekasnya bersantap dulu !" Tampaknya ia sibuk sekali, setelah meletakkan baki itu ke meja, ia segera mengundurkan diri. Seorang diri Wi Tiong hong menyantap hidangan malamnya, kemudian baru mengambil pedang dari bawah pembaringan tampak pada gagang pedang tersebut terdapat pita berwarna merah. "Bagus sekali." Ia segera berpikir. "tak nyana kalau aku bakal menjadi jago pedang berpita merahnya !" Mendadak tergerak hatinya, dia berpikir. "Sudah tentu Cho Kiu moay tak akan memasang pita merah pada gagang pedangku bila tanpa sebab musabab tertentu, ini berarti perbuatannya pasti mempunyai maksud-maksud tertentu." Berpikir demikian, ia lantas meletakkan pedang itu keatas pembaringan, kemudian duduk sambil bersandar. Cuaca makin lama semakin bertambah gelap, suasana remang-remang sudah menyelimuti seluruh jagad. Ditengah remang-remangnya cuaca inilah, tampak sesosok bayangan manusia dengan gerakan tubuh yang paling cepat meluncur ke arah rumah gubuk tersebut. Gerakan tubuh orang itu cepat sekali, dalam waktu singkat ia sudah tiba didepan rumah gubuk itu, mendadak kakinya menjadi lemas kemudian roboh terjengkang ke atas tanah. Waktu itu Soat-ji sedang mencuci mangkuk didalam dapur, ketika mendengar suara benturan keras itu, tergopoh-gopoh dia lari keluar begitu menyaksikan orang itu tergeletak ditanah, dengan terkejut segera serunya: "Kenapa dengan orang ini ? Koko, kalian cepat datang kemari !" Wi Tiong hong yang mendengar suara itu segera membuka pintu siap beranjak keluar. Tapi sebelum dia melangkah keluar, terdengar Soat ji telah berseru dengan nada gelisah. "Siangkong, kau jangan turut keluar, bila kau keluar maka urusan akan menjadi terbengkalai!" Karena mendengar perkataan itu terpaksa Wi Tiong hong harus mengundurkan diri kedalam ruangan lagi. Dari balik bilik nomor satu disebelah kanan rumah gubuk tampak ada dua orang lelaki sedang berjalan pulang sambil membawa cangkul, ketika mendengar teriakan dari adiknya, mereka segera mempercepat langkahnya memburu datang. Soat-ji segera memeriksa dengusan napas orang itu, kemudian sambil mendongakkan kepalanya dia berseru: "Dia masih bisa bernapas, ia belum mati." Ketika dua orang itu tiba di depan rumah, Soat ji berseru kembali: "Koko kalian cepat menggotongnya masuk kerumah, aku akan mengambil semangkuk kuah." Selesai berkata dia lantas masuk ke dalam rumah dengan cepat, Ketika melewati depan pintu ruangan Wi Tiong hong, mendadak bisiknya dengan suara lirih: "Siangkong, cepat kau tutup pintu kamarmu, bila aku tidak memanggilmu. harap kau jangan keluar." Wi Tiong hong tahu kalau perempuan ini sangat cerdas dan cekatan, mendengar perkataan tersebut, dia segera menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Dua orang lelaki petani itu segera meletakkan cangkulnya yang kemudian menggotong orang itu masuk ke ruang tamu dan membaringkannya keatas lantai, setelah itu memasang lentera. Agaknya ke dua orang itu agak gelagapan dan gugup, yang seorang memeriksa dadanya sedangkan yang lain menguruti otot kakinya, namun orang itu tetap tergeletak tak sadarkan diri. Wi Tiong hong yang menyaksikan kejadian tersebut diam-diam menjadi keheranan, dia tak habis mengerti apa sebabnya Soat-ji melarangnya keluar dari ruangan tersebut? Tak selang berapa saat kemudian. Soat-ji telah muncul kembali dengan membawa semangkuk kuah yang masih panas. Tampaknya dia dapat menyaksikan sikap gugup dan gelagapan dari kedua orang kakaknya, tanpa terasa dia tertawa cekikikan, "Kalau begini cara kalian sama sekali tak ada gunanya, coba lolohkan dulu kuah tersebut kemulutnya, bila keadaan kurang beres, kita harus mencari Ong tay hu dikota." Seusai berkata, dia lantas berjongkok sambil teriaknya lagi. "Jiko, cepat kau pentangkan mulutnya !" Jiko yang berada disisinya segera mendongkel mulut orang itu, dengan susah payah akhirnya dia berhasil juga membuka mulut orang ini." Soat ji segera berjongkok keatas tanah dari menyuapi orang itu dengan kuah, setelah itu katanya lagi. "Kasihan benar orang ini, bahkan untuk menelan saja tidak mampu toako, coba ambil ah sebuah sumpit dan tahanlah kepalanya. Toako yang berdiri disampingnya segera mengiakan, dengan cepat dia lari masuk kedalam dapur. Pada saat itulah terasa angin lembut berhembus lewat dalam ruangan, tiba-tiba saja disisi nona Soat-ji telah muncul seorang tosu kecil berbaju hitam. Sembari menghadang, tiba-tiba orang itu berseru. "Lebih baik kalian menyingkir saja." Soat ji tidak tahu kalau orang yang berada disisinya bukan toako, tanpa berpaling dia mengulurkan tangan kirinya sembari berseru. "Cepat serahkan sumpit itu kepadaku." Kemudian dia mendorong pergelangan tangan orang itu. Tojin kecil berbaju hitam itu mendehem sinis, kemudian serunya secara tiba-tiba. "Aku suruh kalian cepat menyingkir !" Soat ji baru terkejut setelah meidengar seruan itu, buru-buru dia menarik kembali telapak tangannya. Tangannya yang ditarik itu bukan di tarik kebelakang, melainkan menggunakan kesempatan tersebut kelima jari tangannya menyambar dan mencengkeram pergelangan tangan kanan tosu kecil berbaju hitam itu, kemudian sambil bangkit berdiri tegurnya. "Siapakah kau ?" Tojiu berbaju hitam itu tidak mengira kalau gadis itu bakal mencengkeram pergelangan tangannya, setelah tertegun sambil tertawa dingin tangan kirinya diayunkan ke depan menghantam tubuh Soat ji. Namun Soat ji mencengkeram pergelahngan tangan kanannya erat-erat, sambil miringkan badannya dia mengayunkan kuah dalam mangkuk ditangan kanannya dan diguyurkan ke wajah tojin tersebut. oooOooo Bab-56 "AAAH, siapa kau? berani memukul orang?" Teriaknya keras keras. "Toako, jiko, cepat tutup pintu rapat rapat, jangan biarkan dia kabur keluar !" Wi Tiong hong merasa terkejut sekali, diam-diam pikirnya. "Mungkinkah orang ini adalah Sah Thian-yu?" Tapi Soat ji telah berpesan kepadanya agar jangan keluar dari ruangan, meski dia merasa keheranan namun pemuda itu merasa lebih baik memang jangan keluar. Sang toako dan jiko tersebut benar-benar lari menuju kepintu setelah mendengar teriakan dari Soat-ji. Terdengar sang Jiko berseru: "Adikku, diluar pintu masih ada empat orang tosu kecil." "Kalau begitu berjagalah dimuka pintu dan jangan biarkan mereka masuk kemari." Toako dan Jiko segera mengiakan, mereka benar-benar menutup pintu dan berjaga diluar pintu. Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sementara itu, serangan yang dilancarkan Sah Thian yu berhasil dihindari Soat ji, tapi guyuran kuah panas dari Soat ji segera mengenai seluruh tubuh Sah Thian yu. Tampaknya Sah Thian yu tak mengira kalau seorang nona dusun bisa begitu cekatan, meski dia sudah mengerahkan tenaga, nyatanya gagal untuk melepaskan diri. Dengan perasaan kaget segera bentaknya: "Siapakah kau sebenarnya? Bila tidak lepas tangan lagi, jangan salahkan kalau aku takkan mengenal ampun lagi!" Sembari mencengkeram pergelangan tangan kanannya erat-erat, Soat-ji tertawa geli. "Sah Thian yu!" Serunya lantang. "mungkin kau tak kenal aku, tapi aku mengenalmu!" Selesai berkata dia lantas tertawa terpingkal-pingkal kemudian membungkukkan tubuhnya, tapi disaat dia berdiri kembali.... Sambil tertawa geram Sah Thian yu berseru. "Aku mengira siapa, ternyata Hek bun kun nona Cho!" Rupanya setelah Soat-ji membungkukkan badan tadi, kini telah berubah menjadi Hek bun kun Cho Kiu moay. Ternyata Hek bun kun Cho Kiu moay adalah Soat-ji. Dengan sorot mata memancarkan cahaya tajam, Cho Kiu moay berseru sambil tertawa dingin. "Sayang kau terlambat mengetahui hal ini!" Sah Thian yu tertawa seram. "Nona Cho, jangan lupa kalau banyak jago dari Ban kiam hwee kalian telah keracunan hebat, termasuk hweecu kalian juga." "Hal ini tidak usah kau pusingkan." Sahut Cho Kiu moay tertawa. "Tampaknya nona ingin beradu jiwa dengan siaute?" Cho Kiu moay tertawa merdu. "Kini, kau sudah tiada kesempatan lagi untuk beradu jiwa denganku." Oleh karena pergelangan tangan kanannya sudah dicengkeram lawan lebih dulu, sudah barang tentu Sah Thian yu jauh lebih menderita rugi daripada lawannya, mendengar ucapan mana dia lantas tertawa seram. "Heeh.... heeh... aku orang she Sah tak percaya kalau nona Cho bisa berbuat sesuatu terhadap diriku." Ditengah bentakan mana, pergelangan tangan kirinya di ayunkan, jari tangannya bagaikan tombak menyerang Cho Kiu moay dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat. Angin serangan jari yang tajam menciptakan selapis bayangan jari tangan yang menyilaukan mata, hampir saja seluruh jalan darah ditubuh Cho Kiu moay terkurung rapat. Cho Kiu moay tertawa dingin, tangan kanannya segera membuat gerakan jurus pedang, dengan gerakan Han-bwee eng cun (bunga bwee menyambut musim semi) dia babat miring kedepan. Babatan tersebut segera menimbulkan deruan angin pedang yang tajam dan mengerikan, seketika itu juga bayangan jari tangan dari Sah Thian-yu hancur berantakan. Sah Thian-yu sangat terperanjat, segera pikirnya: "Tak nyana kalau jurus serangan perempuan ini mengandung bawa pedang yang mengerikan, dari sini bisa diketahui sampai dimanakah kesempurnaan ilmu pedang yang dimilikinya, aku tak boleh memandang enteng akan dirinya !" Berpikir demikian, tiba-tiba saja serangan jari tangannya berubah menjadi serangan telapak tangan, secara beruntun dia melepaskan delapan buah serangan berantai. Dengan tangan kanan menyambut serangan lawan tentu saja gerakan Cho Kiu moay jauh lebih leluasa dan bebas, secara beruntun dia menggerakan tangannya untuk membendung kedelapan buah serangannya, lalu melancarkan tiga buah serangan balasan. Sebaliknya pergelangan tangan kanan Sah Thian-yu dicengkeram Cho Kiu moay dengan erat, dengan demikian masing-masing pihak hanya mengandalkan tangan sebelah untuk saling melancarkan serangan, kecepatan geraknya membuat orang tak sanggup untuk mengikutinya. Dalam waktu singkat, dia sudah melancarkan dua puluh jurus lebih. Sudah banyak tahun Sah Thian yu termashur dalam dunia persilatan, dia merupakan salah satu diantara Su tok thian ong (Empat racun-raja langit) dari Tok seh sia, sudah barang tentu ilmu silat yang dimilikinya sangat tinggi. Akan tetapi setelah bertarung sekian lama dengan Cho Kiu moay, dijumpainya makin lama ilmu silat yang dimiliki gadis itu semakin tinggi, jurus serangan yang digunakan pun makin bertarung semakin bertambah aneh. Dimana serangannya menyambar, angin serangan tajam bagaikan pedang, hawa udara pun serasa dingin mencekam, hatinya kontan menjadi bergidik. Serangan yang dilancarkan Cho Kiu moay sangat aneh, meskipun bertarung dengan tangan kosong. namun pergelangan tangan kanan nya bagaikan sebilah pedang begitu enteng, lincah dan luar biasa. Empat puluh gebrakan kemudian, Sah Thian yu sudah didesak sehingga cuma bisa menangkis belaka tanpa memiliki kekuatan untuk melancarkan serangan balasan. Sembari turun tangan, Cho Kiu moay berseru sambil tertawa merdu: "Sah Thian yu, sekarang tentunya kau sudah percaya bukan, sudah kukatakan kalau kau tidak mempunyai kesempatan untuk beradu jiwa, benar bukan..." Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling kearah kiri kanan ruangan dan berteriak lagi. "Wi sauhiap, Thia Sianseng, sekarang kalian boleh keluar semua...!" Mendengar teriakan mana, Wi Tiong hong membuka pintu sambil berjalan keluar, sedangkan dari ruang depan pun muncul seorang kakek kurus berbaju hijau yang menjinjing sebuah peti emas kecil. Pada saat itu juga dari dalam kamar sebelah kanan menerjang keluar sesosok bayangan hitam dan langsung kabur ke arah pintu luar. Tampaknya dia tak sempat untuk membuka pintu lagi, begitu sampai di depan pintu kakinya segera menjejak... "Blaaam !" Pintu tersebut segera tertendang sehingga hancur menjadi empat-lima bagian, kemudian dengan membuat sebuah lubang besar, dia menerobos keluar dari sana. Wi Tiong hong hanya melihat orang itu berbaju hitam, berperawakan kurus kecil, belum sempat melihat jelas wajahnya, orang itu sudah kabur keluar. Untuk sesaat dia tak tahu siapakah orang yang kabur itu, baru saja akan mengejar... Tiba-tiba terdengar Cho Kiu moay berseru sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Wi sauhiap, kuserahkan orang ini kepadamu." Dengan meliukkan pinggangnya tahu-tahu dia sudah menyelinap kehadapan Wi Tiong-hong, kemudian tangan kirinya ditarik, tahu-tahu dia sudah menyeret Sah Thian yu ke depan si anak muda tersebut. Wi Tiong hong sangat terkejut melihat Sah Thian-yu disodorkan kehadapannya oleh gadis tersebut, buru-buru dia menggerakkan tangannya dan mencengkeram pergelangan tangan Sah Thian-yu. Semua kejadian tersebut dilakukan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, begitu melepaskan Sah Thian yu, Cho Kiu moay telah meluncur kedepan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya. Sembari menerobos keluar melalui lubang itu, bentaknya keras-keras: "Sah Thian-yu, kau hendak kabur kemana?" Wi Tiong hong menjadi tertegun. "Kalau yang kabur adalah Sah Thian yu, lantas siapakah yang dia serahkan kepadaku ini ?". Berpikir demikian dia lantas mendongakkan kepalanya sambil menengok ke depan tampak orang yang dicengkeram pergelangan tangan kanannya itu kalau bukan Hek- sat seng kun Sah Thian-yu lantas siapa lagi ? Tampak lengan kirinya terkulai kebawah kecuali melotot gusar kearahnya, dia sama sekali tak mampu meronta, sudah jelas jalan darahnya telah ditotok oleh Cho Kiu moay. Dia masih belum merasa lega, dengan cepat ditotoknya kembali dua buah jalan darahnya, kemudian baru melepaskan cengkeramannya. Sekarang dia baru dapat melihat jelas orang yang tergeletak diatas tanah itu, baik wajah mau pun potongan badan ternyata persis sekali dengan dirinya, tanpa terasa sekali lagi dia menjadi tertegun. Tapi setelah teringat akan perkataan dari Cho Kiu moay semalam, dengan cepat dia sadar kembali apa yang telah terjadi. Rupanya orang ini adalah salah seorang anggota Buyung Siu, congkoan pedang pita hijau yang menyaru sebagai dirinya dan kemudian ditangkap oleh para jago Tok-seh sia. Kini orang tersebut berada dalam keadaan tak sadar, mungkin sudah diracuni mereka. Tampak kakek berjubah hijau yang menenteng peti emas itu berdiri disitu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kemudian membuka pintu yang jebol dan berjalan keluar. Tak selang berapa saat kemudian terdengar suara derap kaki kuda berkumandang memecahkan keheningan makin lama suara itu semakin menjauh, rupanya dia sudah berlalu dengan menunggang kuda tersebut. Saat itulah dari luar pintu berjalan masuk Toako dan Jiko dari Soat-ji yang menyaru sebagai dua lelaki petani, dengan cepat mereka menyeret Sah Thian yu memasuki ruangan sebelah kanan. Wi Tiong hong segera berpikir: "Cho Kiu moay telah menyaru sebagai Soat-ji, kalau begitu dua orang lelaki ini adalah penyaruan dari jago-jago pedang berpita hijau. Bagaikan segulung angin Cho Kiu moay meluncur masuk kedalam ruangan, sedangkan dua orang lelaki itu sudah mundur kedalam ruang kanan dan menutup pintu kamar rapat2. "Thia sianseng telah pergi?" Tanya Cho Kiu moay sambil berpaling kearah Wi Tiong hong. Wi Tiong hong tahu kalau dia sedang menanyakan si orang kakek berbaju hijau itu, sambil manggut-manggut sahutnya. "Sudah pergi, apakah nona berhasil menyusulnya ?" "Tidak. biarkan saja dia pergi!" Kata Cho-Kiu moay kemudian sambil tertawa hambar. "Sebenarnya siapa sih yang berhasil melarikan diri itu?" Kembali Cho Kiu moay tertawa. "Dia toh sudah berhasil melarikan diri, apa gunanya untuk dibicarakan lagi?" Sembari berkata dia berjalan mendekati jago pedang berpita hijau yang menyaru sebagai Wi Tiong hong itu, kemudian sembari berpaling dan tertawa katanya: "Bukankah sudah kukatakan dia akan kembali sendiri kemari." "Dia telah keracunan?" "Itu mah gampang" Kata Cho Kiu moay, Sembari berkata, kepada kedua orang lelaki berdandan petani itu perintahnya: "Cepat ambilkan air" Orang yang menyaru sebagai Sam-ko itu mengiakan, lalu mengambil setengah mangkuk air dan dipersembahkan. Cho Kiu moay menerima mangkuk berisi air itu, kemudian dengan berhati-hati sekali mencelupkan Lou bun si tersebut kedalam mangkuk berisi air itu, setelah itu dia baru membungkukkan badan sambil mengangkat pena Lou bun si ke udara, dan setelah itu ditujukan kemulut jajo pedang berpita hijau yang tak sadarkan diri itu. Tak selang beberapa saat kemudian dari ujung pena itu menetes keluar setitik butiran air berwarna hijau pupus dan menetes kemulut jago pedang berpita hijau itu. Setelah meneteskan air itu tiga tetes, Cho Kiu-moay bangkit berdiri dan membuang sisa airnya, kemudian menyimpan Lou bun si itu ke dalam sakunya. Kepada Wi Tiong hong katanya kemudian sambil tertawa. "Wi sauhiap tak usah kuatir, selewatnya besok, akan kuserahkan kembali Lou bun si ini kepadamu." Sesungguhnya Wi Tiong hong sama sekali tidak mengetahui kegunaan dari Lou bun si tersebut, tanpa terasa dia bertanya: "Cukupkah hanya tiga tetes ?" "Lou bun si merupakan benda yang khusus untuk memunahkan berbagai macam racun di dunia ini, hanya tiga tetes saja sesungguhnya sudah lebih dari cukup bahkan selama tiga tahun dia tidak akan mempan diracuni orang lagi, bila terlalu banyak dipakai, bukankah hanya membuang mestika dengan percuma?" "Nona membuang sisa air tersebut dari dalam pena, apakah ini tidak lebih pantas disayangkan?" "Mendengar perkataan itu, Cho Kiu moay tertawa terkekeh-kekeh. "Rupanya kau masih belum mengetahui kegunaan dan Lou bun si tersebut, sebenarnya yang kubuang itu hanya air biasa saja, air yang sudah masuk ke batang pena baru berkasiat memunahkan racun apabila menetes keluarnya melalui ujung pena." "Ooooh, rupanya begitu." Sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba jago pedang berpita hijau itu membuka matanya dan duduk di atas tanah, begitu menyaksikan kehadiran Cho Kiu moay disitu, dia menggerakkan bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu. Cepat-cepat Cho Kiu moay mencegah: "Racun kejimu baru saja punah, cepat atur pernapasan dan jangan sembarangan berbicara." Jago pedang berpita hijau manggut-manggut, benar juga, dia memejamkan matanya lalu duduk bersemedi dan mengatur pernapasan. Cho Kiu moay menghembuskan napas panjang, sambil memandang dua orang lelaki berdandan petani itu katanya sambil tertawa: "Pekerjaan yang kita lakukan, akhirnya berhasil juga diselesaikan." "Yah, kesemuanya ini berkat perhitungan nona yang hebat." Seru dua orang lelaki itu sembari menjura. "Ilmu menyaru muka dari nona sungguh luar biasa sekali." Puji Wi Tiong hong pula, "belum pernah terbayang olehku bahwasanya nona Soat-ji sesungguhnya cuma nona, aku malah menyangka disini benar-benar terdapat nona Soat-ji sungguhan." "Siapa bilang tak ada orangnya ? Dikemudian hari kau akan berjumpa sendiri dengannya." Seru Cho Kiu-moay sambil tertawa. "Tentu saja orangnya adalah nona sendiri?" "Bukan." Ucap Cho Kiu-moay serius. "aku hanya menyaru sebagai wajahnya belaka, padahal nona Soat-ji dengan Cho Kiu moay bukan seorang manusia yang sama. Berkata sampai disitu, dia lantas berpaling sambil perintahnya: "Sekarang waktu sudah tidak pagi lagi, cepat bereskan segala sesuatunya, kita harus segera berangkat." Kedua orang lelaki kekar itu mgengiakan, lalu menuju ke ruang sebelah kanan. "Apakah nona masih ada urusan lain ?" Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo Pedang Pusaka Thian Hong Karya Kho Ping Hoo Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo