Pedang Karat Pena Beraksara 7
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID Bagian 7
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya dari Tjan I D Sambil berkata dia lantas berpaling ke arah mana berasalnya suara tersebut. Ternyata diujung barisan rumah penjara itu nampak seorang sipir bui sedang duduk disitu sambil melakukan pengawasan. Dia adalah seorang manusia berbaju hitam, tapi karena ia duduk diujung ruangan dan lagi jaraknya teramat jauh, maka sulit untuk melihat jelas paras mukanya. Terdengar manusia berbaju hitam itu mendengus dingin. "Bocah keparat, masih saja ber-kaok2 keras? Nampaknya kau sudah bosan hidup?" Wi Tiong hong masih ingin berkata lagi, tapi Ting ci kang yang disekap diruang sebelah segera menarik ujung bajunya sambil berbisik. "Saudara Wi, bertanya lagi kepadanyapun percuma, lebih baik bersabarlah dulu untuk sementara waktu dan nantikan setiap perubahan dengan tenang, untung saya orang yang disekap dalam ruangan ini bukan hanya kita berdua." Tampaknya Wi Tiong hong amat mempercayai perkataan Ting cin kang, sambil menahan diri segera bisiknya. "Ting toako, tahukah kau siapa yang disekap disebelah kananku? Dia adalah Tok Hay ji." Ting ci kang segera manggut-manggut. "Bukan cuma Tok Hay ji saja, bahkan Ma-koan tojin, Thi Lo han dan si naga tua berekor botak pun sudah disekap semua ditempat ini." Wi Tiong hong baru terperanjat setelah mendengar perkataan itu, kemarin ia masih menyaksikan kehebatan ilmu silat yang dimiliki ketiga orang itu, berbicara sesungguhnya, kepandaian mereka masih terhitung kelas satu dalam dunia persilatan tapi kenyataannya sekarang mereka toh disekap juga disini. Dari sini dapat dibuktikan kalau mereka memang benar-benar ditangkap oleh Thian Sat nio. Berpikir sampai disini, tak tahan lagi dia berseru. "Ting toako, apakah ditangkap oleh Thian-Sat nio ?" Ting ci kang termenung dan berpikir sebentar, lalu sahutnya dengan suara rendah. "Mungkin saja benar, tapi sampai sekarang keadaannya masih belum begitu jelas..." Belum habis dia berkata, mendadak dari ujung lorong sana nampak Cahaya api melintas lewat, agaknya disana terdapat sebuah pintu, seorang dengan membawa lampu lentera yang terbuat dari kertas minyak berhenti ditempat itu dan seperti lagi berbicara dengan orang berbaju hitam tadi... Tapi lantaran jaraknya terlampau jauh, maka tidak jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Akhirnya mereka hanya mendengar orang berbaju hitam itu mengiakan dan membalikkan badan berjalan masuk keruang dalam. Diam-diam Ting ci kang menitahkan Wi Tiong-hong agar duduk. Orang berbaju hitam itu langsung berjalan menuju kedepan terali besi yang menyekap Ting ci kang dan berhenti, dari sakunya dia mengeluarkan sekelompok anak kunci dan membuka gembokan disitu. Kemudian sambil membuka pintu besi, katanya dengan suara dalam. "Chin congkoan kami mempersilahkan saudara Ting untuk menghadap. ada persoalan yang hendak diperbincangkan." Ting ci kang segera bangkit berdiri berjalan menuju ke pintu, tanyanya. "Siapakah Chin congkoan kalian itu ?" "Maaf, aku tak dapat memberitahukan kepadamu." "Kalau toh dia menyuruh aku orang she Ting untuk menghadap. mana boleh aku orang she Ting tidak menanyakan dulu siapakah dia ?" Raut wajah orang berbaju hitam itu nampak kaku dan sama sekali dia itu tidak berperasaan apapun, tetap dengan sikapnya yang dingin dan menjawab. "Aku hanya membukakan pintu besi untukmu, soal lain aku tidak tahu sama sekali." Mendengar jawaban tersebut, Ting ci kang segera tertawa ter-bahak2, sahutnya. "Haaaahhh... haaahhh... haaaahhhh... sekalipun kau tidak berbicara, akupun tahu, Chin congkoan kalian adalah Siautian kui jiu (tangan setan pembetot sukma) Chin Tay seng." Paras muka orang berbaju hitam itu agak berubah. Tiba2 terdengar suara teguran merdu bergema dari ujung lorong tersebut. "ciang losu, kenapa kau ? Mengapa tidak segera kau gusur keluar Ting ci kang ? Chin congkoan sedang menunggu." "Baik " Sahut orang berbaju hitam itu berulang kali, kemudian sambil mendepakkan kakinya ketanah dia berseru. "sobat Ting, cepatan sedikit, Chin congkoan sedang menantikan dirimu ..." Tampaknya dia seperti menguatirkan sesuatu sebab sampai suara pembicaraannya pun kedengaran gemetar. Ting ci kang tertawa angkuh dan segera berpaling, dengan ilmu menyampaikan suara segera katanya kepada Wi Tiong hong. "Saudara Wi, keadaan yang kita hadapi sekarang teramat kacau, sebelum aku balik kemari, ada persoalan apapun lebih baik disabarkan untuk sementara waktu." Wi Tiong hong manggut-manggut. Dengan langkah lebar Ting ci kang segera berjalan keluar dari balik terali besi dan menelusuri jalan lorong tersebut, menanti dia sudah keluar dari pintu diujung sana, Cahaya lentera disudut lorong segera dipadamkan dan suasana pun pulih kembali didalam kegelapan. Tampaknya pintu disana telah dirapatkan kembali. Setelah menghantar kepergian toakonya, Wi Tiong hong balik dan hendak duduk kembali, tiba-tiba dia seperti ada orang sedang memanggilnya. "Ssttt..." Ia segera berpaling, tampak Tok Hay ji sedang berjongkok disamping terali besi sambil menggape ke arahnya. Wi Tiong hong segera menghampirinya, dengan dipisahkan oleh terali besi dia bertanya. "Ada urusan apa kau memanggilku ?" Tok Hay ji segera menempelkan ujung jarinya ke atas bibir, lalu bisiknya lagi. "Sstt ... kalau berbicara jangan keras2." Didengar dari nada pembicaran yang berat, rendah dan parau, Wi Tiong hong dapat menduga kalau luka yang dideritanya tak enteng, maka dia lantas bertanya. "Ada urusan apa ?" "Aku ingin menitipkan satu pesan padamu, apakah kau bersedia membantuku?" "Menitipkan soal apa?" "Luka yang kuderita terlampau parah dan entah bisa melepaskan diri dari sini," Bisik Tok Hay ji. "maka bila kau dapat melarikan diri dari tempat ini, tolong sampaikanlah pesanku ini kepada seseorang ... mau bukan ?" "Sampai sekarang, siapakah yang menyekap diriku ditempat inipun tidak kuketahui dengan jelas, aku pikir sulit untuk melarikan diri" Napas Tok Hay ji nampak tersengkal-sengkal, dia segera mengatur napasnya sebentar, lalu baru berkata. "Aku percaya kau pasti dapat meloloskan diri dari sini dan kau pasti keluar dari sini lebih dulu daripada aku, itulah sebabnya aku hendak titip pesan kepadamu." "Baiklah, kalau aku keluar lebih dulu dari sini, pasti akan kusampaikan pesanmu itu, tapi pesan itu harus kusampaikan kepada siapa dan dimana ?" Tok Hay ji memejamkan matanya sambil menarik napas panjang, tiba-tiba wajahnya berubah menjadiamat serius, sambil merendahkan suaranya pelan2 dia berkata. "Ulurkan tanganmu kemari, akan kutuliskan diatas tanganmu." Wi Tiong hong segera menj ulurkan tangannya melewati terali besi dan disodorkan kedepannya, Tok Hay ji segera menulis beberapa huruf diatas telapak tangannya. "Sampaikan kepada Hong tiang kuil Poo in si diluar pintu selatan kota Sang siau." "Apa yang harus kuberitahukan kepadanya?" Kembali Wi Tiong hong bertanya lagi. Tok Hay ji segera menulis kembai . "Dibawah undak-undakan pintu pedang, gua ditanah kayu didalam." "Hanya ucapan tersebut ?" Tok Hay-ji nampak tersengkal sengkal dan mengangguk. kembali dia menulis. "Persoalan ini adalah menyangkut keselamatan seseorang, kau harus menyampaikannya sebelum hari kesepuluh dari hari ini." "Andaikata dalam sepuluh hari ini aku belum juga bisa meloloskan diri ... ?" Tanya Wi-Tlong hong. Tok Hay ji berpikir sebentar, kemudian ujarnya. "Kalau sampai demikian, lebih baik kita bicarakan sampai waktunya nanti." Setelah terluka parah, agaknya dia sudah kelewat banyak berbicara, napasnya nampak tersengal-sengal dan mukanya makin memucat, pelan-pelan dia memejamkan matanya kembali dan tak berbicara lagi. Wi Tiong hong sendiripun merasa gelisah sekali karena Ting toakonya yang dibawa pergi hingga kini belum nampak juga kembali, tak ada hentinya dia mendongakkan kepala memandang kepintu dilorong ujung sana. Mendadak dari ujung lorong sana kembali nampak cahaya api memancar masuk. pintu di buka orang dan muncul kembali seseorang sambil membawa lentera orang itu sedang berbisik-bisik dengan orang berbaju hitam yang menjaga penjara itu. Selang sejenak kemudian, orang berbaju hitam itu mengiakan dan segera berjalan masuk kedalam ruangan. Keadaan tersebut tak jauh berbeda dengan apa yang dilihatnya tadi, diam-diam Wi Tiong-hong segera berpikir. "Nampaknya Ting toako telah selesai diperiksa, entah sekarang tiba giliran siapa ?" Sementara dia masih berpikir, orang berbaju hitam itu sudah berhenti secara tiba-tiba di depan terali besi yang dihuni Wi Tiong hong. Menyaksikan kejadian itu, Wi Tiong hong jadi sangat tegang, segera pikirnya. "Ternyata aku yang diundang untuk berbicara, Ting toako belum kembali, nampaknya ia sedang menunggu kedatanganku." Sementara dia masih termenung, orang berbaju hitam itu sudah mengeluarkan anak kunci dan membuka gemboknya didepan pintu, kemudian sambil membuka pintu besi itu tanyanya. "Kau yang bernama Wi Tiong hong ?" "Benar, memang aku." "Ikuti aku keluar dari sini." "Apakah Chin congkoan kalian mengundangku untuk ber-bincang2 ... ?" Tanya Wi Tiong-hong. "Entah " "Kalau bukan Chin congkoan yang mengundangku kesana, masih ada siapa lagi ?" Dengan tak sabar orang berbaju hitam itu segera menyahut. "Setelah keluar dari sini, kau toh tahu sendiri, kalau kau bertanya kepadaku aku harus bertanya kepada siapa ?" Mendengar perkataannya yang dingin dan kaku itu, membara juga hawa amarahnya dalam hati Wi Tiong hong, baru saja ia hendak mengumbar hawa amarahnya, mendadak ia teringat kembali dengan pesan Ting toakonya yang wanti2 kepadanya bersabar dalam menghadapi setiap persoalan, terpaksa dia harus menekan kembali perasaan hatinya. Setelah keluar dari pintu besi, dengan langkah lebar dia segera menelusuri lorong tersebut. orang berbaju hitam itupun tidak banyak bicara lagi, setelah menutup pintu besi, dia segera mengikuti dibelakang wi Tiong hong. Tiba diujung lorong sana, tampak sebuah pintu terbuka lebar, seorang dayang berbaju hijau sedang berdiri disana sambil membawa sebuah lampu lentera. Menyaksikan wi Tiong hong berjalan keluar, dia segera mengangkat lenteranya tinggi- tinggi untuk menyoroti wajah pemuda itu, kemudian tegurnya. "Diakah yang bernama Wi Tiong hong?" Sementara itu Wi Tiong hong telah meminjam sinar lentera itu untuk memperhatikan pula paras muka dayang berbaju hijau itu, tapi apa yang kemudian terlihat membuatnya tertegun. Ternyata meski dayang ini berbicara dengan suara yang merdu dan lemah lembut, namun paras mukanya justru dingin lagi jelek. hidungnya pesek dengan bibir yang tebal, hanya sepasang matanya yang nampak jeli dan bening. Sementara ia sedang mengawasi wajah dayang tersebut, terdengar orang berbaju hitam yang berada dibelakangnya mengiakan berulang kali. "Benar, benar, dialah yang bernama Wi Tiong hong." "Tak bakal salah bukan?" Kembali dayang berbaju hijau itu bertanya. orang berbaju hitam segera tertawa paksa. "Tak bakal salah, beberapa orang saja yang hamba urusi, masa bisa salah pilih?" Kembali dayang berbaju hijau itu mengalihkan sinar matanya ke wajah Wi Tiong hong, tapi setelah memandangnya sekejap. ia segera berkata dengan suara dingin. "Kau bernama Wi Tiong hong?" Ketika didengarnya dayang itu bertanya terus menerus dengan nada tak percaya, habis sudah kesabaran Wi Tiong hong, sahutnya pula dengan suara dingin. "Kecuali aku, disini tak ada Wi Tiong hong kedua" "Hmmm, tentu saja aku harus bertanya sampai jelas" Dengus dayang berbaju hijau itu. "sekarang tentunya nona sudah jelas bukan?" Tiba2 terdengar orang berbaju hitam itu membentak marah. "Bocah keparat, kau berani mencari gara gara dengan nona Hong?" "Mengapa tidak?" Tiba-tiba dayang berbaju hijau itu berpaling dan membentak ke arah manusia berbaju hitam itu. "Kau tak usah banyak mulut " Kemudian kepada Wi Tiong hong katanya lagi dengan suara dingin, "sekarang, kau boleh keluar " Secara diam-diam Wi Tiong hong dapat merasakan meski dayang berbaju hijau ini hanya seorang dayang, namun kedudukannya justru jauh lebih tinggi daripada orang berbaju hitam itu, maka tanpa banyak berbicara lagi dia menurut dan berjalan keluar dari pintu. "Nona masih ada pesan apa lagi ?" Tanya orang berbaju hitam itu kemudian sambil membungkukkan badannya. "Tidak ada urusan lagi." Orang berbaju hitam itu segera mengiakan dan menutup kembali pintu ruangan tersebut. Didengar dari suara pintu yang menutup rapat tadi. Wi Tiong hong dapat mengenali kalau suara tersebut terbuat dari besi baja yang amat tebal, hal ini membuatnya menjadi tertegun. Dia lantas mengalihkan kembali sorot matanya kedepan, ia jumpai diluar pintu baja tersebut merupakan sebuah lorong gelap yang sangat panjang, cahaya lentera hanya bisa menyinari sekitar lima enam depa sehingga tak dapat terlihat berapa panjang lorong tersebut. Dayang berbaju hijau itu berhenti tidak bergerak. dari sakunya dia mengeluarkan selembar kain hitam, kemudian ujarnya dangan suara dingin. "Bila kau ingin turut aku keluar dari sini, maka sepasang matamu harus di kat lebih dahulu berdirilah disitu dan jangan bergerak. aku hendak mengikatkannya lebih dulu sebelum berangkat." "Peraturan macam apa itu ?" Dayang berbaju hijau itu segera tertawa lebar-lebar sehingga kelihatan dua baris giginya yang putih bersih katanya. "Tampaknya kau seperti enggan untuk keluar dari sini ?" "Apakah nona hendak mengajakku untuk menjumpai Chin congkoan ?" Tanya pemuda itu. Dengan cepat dayang berbaju hijau itu menggelengkan kepalanya berulang kali. "Kau mah tak usah menjumpai Chin congkoan." "Lantas nona hendak mengajakku kemana ?" Wi Tiong hong merasa keheranan. "cerewet amat kau ini, cepat tutup matamu dengan kain ini dan aku akan mengajakmu ke luar, setibanya diluar apakah kau tak akan mengetahui dengan sendirinya? Aku tak punya banyak waktu untuk ribut denganmu." Wi Tiong hong segera termenung dan berpikir sebentar, teringat akan pesan Ting ci- kang yang memintanya agar bersabar dalam menghadapi setiap persoalan, diapun segera manggut-manggut. "Baiklah, silahkan nona menutupi mataku." Setelah menutupi sepasang matanya dengan kain hitam, dayang berbaju hijau itu baru berkata sambil tertawa merdu. "Selesai, nah ikutilah aku sekarang " Dia segera menarik ujung baju wi Tiong hong dan mengajaknya menuju kedepan. Wi Tiong hong membiarkan dirinya dituntun maju kedepan tapi setelah berjalan sekian lama dan belum juga berhenti, tak tahan lagi lantas bertanya. "Nona, sebenarnya kau hendak mengajak aku pergi ke mana?" Dayang berbaju hijau itu segera tertawa cekikikan. "Sungguh menjengkelkan, tampaknya sebelum kuberitahukan kepadamu, kau seperti kuatir ada orang hendak melahapmu? Ketahuilah, ada orang yang telah menebusmu keluar." "Ada orang menebusku keluar?" Makin lama Wi Tiong hong merasa semakin keheranan, dia lantas mendesak lebih jauh. "maksud nona kalian hendak membebaskan aku?" "Aneh sekali pertanyaanmu itu?" Sambil berjalan dayang berbaju hijau itu berkata, "setelah ada orang menebusmu, kalau bukan dibebaskan, lantas mau diapakan?" "Entah siapakah orang itu?" "Tentu saja teman karibmu." "Teman karibku?" Diam-diam Wi Tiong hong merasa keheranan, sejak kapan dia mempunyai sahabat karib? Karena semakin keheranan maka diapun bertanya lagi. "sekarang orang itu berada dimana ?" Sementara pembicaraan berlangsung, Wi Tiong hong merasa kakinya se-akan2 sedang menginjak anak tangga batu dan selangkah demi selangkah berjalan naik keatas. Si anak muda itu segera berpikir lebih jauh mungkinkah orang yang telah menebusnya adalah sahabat Ting toako? Mungkinkah Ting toako juga sudah berada di atas? Berpikir sampai disitu tak tahan lagi dia lantas bertanya. "Aku ingin ada satu persoalan ingin kutanyakan, harap nona bersedia menjawabnya." "Persoalan apa ?" "Apakah Ting toako sudah keluar dari sini ?" Mendengar pertanyaan tersebut, dayang berbaju hitam itu segera mendengus dingin. "Hmm, kau maksudkan Ting ci kang? orang ini memang pantas untuk di habisi nyawanya." "Kenapa dengan Ting toako ?" "Tidak apa apa, dia masih ada urusan." Anak tangga batu itu paling tidak mencapai ratusan lebih, mendadak dayang berbaju hijau yang berjalan di depan menghentikan langkahnya, dia seperti sedang membuka sebuah papan batu, kemudian maju lagi tiga langkah sebelum akhirnya berkata. Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Nah, sekarang kau boleh melangkah keluar" Wi Tiong hong segera melangkah keluar dari undak-undakan batu itu dan mencapai di muka tanah datar, sekalipun matanya masih di tutup dengan kain hitam, namun angin dingin yang menghembus lewat terasa menyegarkan badan. Dayang yang memakai baju hijau itu masih saja menarik ujung bajunya dan mengajaknya berjalan ke kiri berputar ke kanan selama seperminum teh sebelum akhirnya berhenti. Dengan suatu gerakan cepat dia menyelinap ke belakang tubuh wi Tiong hong, membebaskan kain hitam yang menutupi matanya, kemudian mengayunkan pula telapak tangannya menghantam punggung si arak muda itu. ooooOoooo Bab-15 Wi Tiong hong segera merasakan sekujur badannya bergetar keras dan tahu-tahu nadi pentingnya yang tersumbat telah menjadi bebas kembali, menyusul kemudian pandangan matanya menjadi silau, tahu tahu dia sudah berdiri di tengah sebuah hutan. Terdengar dayang berbaju hijau itu berkata di sisi telinganya. "Temanmu sedang menantikan kedatanganmu diluar hutan sana, cepatlah kesana." Kemudian tampak bayangan hijau berkelebat lewat, dengan cepat dayang itu sudah menyelinap kedalam hutan dan lenyap tak berbekas. Memandang bayangan punggungnya, diam2 Wi Tiong hong merasa tertegun, pikirnya. "Hanya seorang dayang saja sudah memiliki ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurnanya, bisa dibayangkan betapa lihaynya majikan orang itu...Thian Sat niokah orang itu?? Yaaa, selain Thian Sat nio, masih ada siapa lagi??" Berpikir sampai disitu, dengan langkah lebar dia segera berjalan menuju keluar hutan. Sementara itu senja sudah menjelang tiba, sinar malahan sore memancarkan sinar keemas-emasnya menyinari seluruh jagad. Diluar pohon siong tampak seseorang sedang berdiri menanti. orang itu mengenakan sebuah topi pet berwarna merah da rah dengan jubah berwarna hijau terbuat dari kain wool, dia sedang bergendong tangan sambil memandang kejauhan, sikapnya amat santai. Tertegun wajah Wi Tiong-hong menyaksikan wajah orang itu, sebab orang ini bukan cuma tidak dikenal saja bahkan perjumpaannya kali inipun merupakan perjumpaan untuk yang pertama kalinya, mengapa dia tahu kalau dia ditangkap oleh Thian Sat nio dan datang menebusnya? Sungguh tajam pendengaran orang itu, baru saja Wi Tiong hong berjalan keluar dari dalam hutan, seolah-olah punggungnya punya mata, dengan cepat dia membalikkan badan dan manggut-manggut sambil tertawa katanya. "Saudara Wi sudah datang? Mari kita pergi" Sikapnya bagaikan bertemu dengan sahabat karib saja, begitu berjumpa lantas menyapa. Sekarang wi Tiong hong baru dapat menyaksikan wajah dari orang ini, dia mempunyai muka berwarna merah dengan mata yang besar danalis mata yang tebal, usianya antara puluh tahunan dan benar- benar baru dijumpai untuk pertama kalinya. Cuma, secara lamat-lamat dia pun merasa seperti kenal wajah tersebut, hanya untuk sesaat tidak teringat olehnya dimanakah mereka pernah bersua. Setelah ragu-ragu sejenak. dia lantas maju dua langkah ke depan, kemudian sambil menjura katanya. "Saudara adalah ..." Tampaknya orang itu dapat menangkap kesangsian yang menghiasi wajah si anak muda itu, maka sebelum ia sempat berbicara orang itu sudah tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh ..haaahhh .. haaahhh ...agaknya saudara Wi sudah tidak teringat lagi denganku? Haaahhh ...haaahhh ..tiga hari berselang, ketika fajar baru menyingsing, bukankah kau telah mengundangku dan losam untuk minum arak ?" Setelah disinggung kembali, secara tiba-tiba Wi Tiong hong jadi teringat kembali siapa gerangan orang itu. Tak heran kalau dia merasaamat mengenal wajah orang tersebut, ternyata dia tak lain adalah sipengemis pemain ular yang pernah dijumpainya tiga hari berselang. Tahu siapa orang itu, dia segera berseru tertahan kemudian sambil menjura serunya. "oooh - - ternyata saudara adalah... ." Mendadak ia berhenti berbicara, karena bagaimanapun juga dia merasa agak rikuh untuk mengucapkan kata "sipengemis penuhi ular" Untung saja sebelum Wi Tiong hong sempat melanjutkan perkataannya, orang itu sudah tertawa terbahak-bahak sambil menukas. "Kau sudah teringat? Benar, siaute adalah Kam Liu cu." Begitu mendengar nama "Kam Liu cu" Disebutkan, sekali lagi Wi Tiong hong menjadi tertegun-Bukankan Kam Liu cu adalah jagoan lihay dari Thian sat bun ? Bukankah dia adalah si- manusia aneh berbaju hitam dan berilmu tinggi dan bertarung melawan Ma koan tojin, Thi Lohan dan si naga tua berekor botak tempo hari? Begitu ingatan tersebut melintas didalam benaknya, dengan wajah tertegun ia lantas mendongakkan kepala sambil berseru. "oooh, rupanya kau anggota Thian Sat bun." Sahut Kam Liu cu. "baru pagi tadi bila kau sudah terjatuh ke tangan orang orang Ban kim hwee, itulah sebabnya aku sengaja datang kemari untuk memintakan pembebasan bagimu, mereka tak mencelakai dirimu bukan ?" "perkumpulan selaksa pedang ? jadi aku bukan ditahan Thian Sat nio?" Wi Tiong-hong nampak keheranan. Kembali Kam Liu cu tersenyum. "Suhu telah lama pergi dari tempat ini, justru dia sebagai orang tua telah melepaskan mereka karena memandang diatas wajah saudara Wipada hari itu, masa setelah melepaskan mereka lantas ditangkap kembali ?" Wi Tiong hong segera teringat kembali kalau orang itu datang untuk menyelamatkan dirinya dan belum menyampaikan rasa terima kasih, buru-buru dia lantas menjura seraya katanya. "Atas pertolongan saudara yang telah menyelamatkan jiwaku, aku mengucapkan banyak banyak terima kasih." Kam Liu cu segera tertawa tergelak. "Haaahhh... haaaanhhh... haaaahhh... kita kan sama-sama teman, masa urusan kecil ini mesti dipikirkan terus ?" "Ada satu hal yang sama sekali tidak kupahami, entah saudara Kam bersedia untuk menjelaskan atau tidak ? Dikarenakan persoalan apakah orang orang Ban kiam hwee membekuk begitu banyak orang dan menyekapnya ?" "Yaa, apa lagi ? tentu saja dikarenakan mustika Lo bun si tersebut . ." "Lo bun si, benda apakah itu ?" Wi Tiong hong keheranan dan merasa ingin tahu. Kam Liu cu memandang sekejap kearahnya kemudian baru menjawab. "Saudara Wi, lebih baik kau jangan mencampuri tentang persoalan ini, suasana dalam dunia persilatan diwaktu ini sudah Cukup kaCau balau, mungkin saja hal ini menimbulkan kejadian yang tak di nginkan, persoalan itu toh tak ada sangkut pautnya dengan dirimu, lebih baik jangan ditanyakan lagi." Melihat orang itu enggan banyak berbicara, sudah tentu Wi Tiong hong merasa rikuh untuk banyak bertanya lagi. Kam Liu cu memandang sekejap lagi kearahnya, kemudian ujarnya lebih lanjut. "Saudara Wi, tempat ini sangat berbahaya. lebih baik kita cepat-cepat meninggalkan tempat ini saja." Mendadak Wi Tiong hong teringat pada pedang karatnya yang telah diambil oleh orang-orang Ban Kiam hwee dan belum dikembalikan kepadanya, ia lantas berseru tertahan. "Aaaah, pedangku telah diloloskan oleh mereka dan belum dikembalikan kepadaku." Mendengar perkataan itu, Kam Liu cu segera tertawa terbahak-bahak. "Haahh . , haahh . ,haahh . .apa artinya sebilah pedang mustika? Berapa hari kemudian aku pasti akan menggantinya dengan sebilah yang lebih bagus." "Tidak bisa, pedang itu merupakan benda milik pamanku dimasa lalu dan merupakan satu-satunya tanda mata yang dia tinggalkan kepadaku, aku tak dapat kehilangan benda itu, harap saudara tunggu sebentar, aku akan mencari mereka untuk meminta kembali pedang itu." Selesai berkata, dia lantas membalikkan badan berjalan menuju ketengah hutan. "Saudara Wi, sekalipun engkau pergi untuk mencarinya juga percuma." Seru Kam Liu cu. "apalagi sekarang hari sudah malam, lebih baik kita mencari tempat untuk beristirahat lebih dulu, akan kuusahakan untuk mendapatkan kembali pedang tersebut." Tergerak hati Wi Tiong hong, buru-buru katanya. "Aku masih ada satu hal ingin mohon petunjuk." "Soal apa?" "Apakah saudara Kam sangat mengenal orang-orang dari Ban kiam hwe tersebut?" "Guruku pernah mempunyai hubungan yang baik dengan Kiamcu generasi yang lalu,jadi boleh dibilang hanya suatu hubungan persahabatan biasa saja." "Aku terbebas berkat tebusan dari saudara Kam, maka aku masih ada seorang teman.. ." "Kau maksudkan Ting ci kang dari perkumpulan Thi pit pang ?" "Benar, Ting toako yang kumaksudkan." "Apakah kalian mempunyai hubungan yang sangat akrab ?" "Walaupun aku belum lama berkenalan dengannya, tapi Ting toako adalah seorang yang supel dan gagah, lagi pula aku datang bersama dia tentu saja aku tak bisa menyaksikan Ting toako masih tetap tertinggal ditangan orang orang Ban kiam hwee sementara aku berhasil dibebaskan atas jaminan dari saudara Kam." "Maksudmu kau hendak menolongnya melepaskan diri dari mara bahaya ?" "Aku sadar bahwa kemampuan yang kumiliki masih belum mampu untuk berbuat demikian oleh karena itu aku ingin memohon bantuan dari saudara Kam, apakah kiranya dapat menebus pula Ting toako ?" Kam Liu cu segera memperlihatkan rasa berat hati dan serba salah, katanya kemudian, "Kedudukkan Ting ci kang berbeda dengan dirimu, aku rasa Ban Kiam hwe tak akan membebaskan dirinya dengan begitu saja." Wi Tiong-hong yang mendengar pembicaraan seperti menyetujui buru-buru katanya lagi. "Segala sesuatunya tentu berkat bantuan saudara Kam." "Persoalan ini sedikit rada sukar..." Kata Kam Liu cu sambil termenung. Dia memandang sekejap kearah Wi Tiong hong, mendadak tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh ... haaahhn ...haaahhh saudara Wi, hampir saja aku lupa kalau kau membawa lencana Siu lo cin leng ?" "Betul, betul lencana Siu- Lo- cin-leng memang berupa lencana besi, benda itu merupakan tanda pengenal dari Siu-Lo cinkun dimasa lalu, barang siapa memegang lencana tersebut dia merupakan utusan dari cinkun, bagaimana juga utusan dari Ban kiam-hwee pasti akan memberi muka kepadamu." Wi Tiong hong sama sekali tidak menyangka kalau lencana besi rongsokan yang ditemukan dalam peti kayu milikpaman yang tak di kenalnya itu mempunyai manfaat yang besar, tak heran kalau orang tua itu memberi pesan kepadanya agar menyimpannya baik2 dan jangan sampai hilang. Sekarang masalahnya sudah jelas, rupanya waktu itu Thian Sat-nio mengundurkan diri karena telah menyaksikan lencana besi tersebut. Berpikir demikian buru2 dia merogoh ke-dalam sakunya dan mengeluarkan benda itu. "Saudara Kam, benda inikah yang kau maksudkan sebagai lencana Siu-Lo cin leng?" Oleh karena lencana besi itu ia simpan di dalam baju bagian dalam, maka benda tersebut tak sampai didapatkan Thi Lohan. Kam Liu cu memandang benda itu sekejap. kemudian menganguk berulang kali. "Benar, benar, memang benda itulah yang ku maksudkan, baik, mari kita sekarang juga berangkat." Selesai berkata, dia lantas membalikkan badan dan berjalan menuju kaki bukit. "Saudara Kam, tadi aku masuk dari tengah hutan sana, apakah mereka tidak berada disini?" Wi Tiong-hong segera berseru. Tanpa berpaling Kam Liu cu tertawa terbahak-bahak. "Haaahh ... haaahhh .... mereka sengaja bermain sembunyi dan berbuat setan untuk membohongimu, dia suruh aku tinggal dibawah tebing ciang su nia, paham mereka serombongan masih berada di depan sana." Wi Tiong hong jadi teringat sewaktu ia digandeng oleh si dayung berbaju hijau tadi, jalanan yang ditempuh memang merupakan jalanan yang tingi rendah tak menentu, hal mana persis seperti apa yang dilalui sekarang, maka diapun lantas mengikuti dibelakang Kam Liu cu berjalan menelusuri kaki bukit. Tak selang berapa saat kemudian mereka telah tiba dibawah kaki bukit berbatu itu, tanahnya tak terhitung tinggi namun batuan cadas berserakan dimana-mana, sebuah hutan telah menghadang jalan pergi mereka ... Baru saja Kam Liu cu menghentikan langkahnya, dari dalam hutan sudah kedengaran suara seseorang membentak keras. "Siapa disitu?" Seorang lelaki berbaju hitam yang menyoren pedang dan bermata angkuh muncul dari dalam hutan dengan langkah lebar, sorot matanya yang tajam memperhatikan wajah kedua orang itu sekejap lalu berdiri tak bergerak disitu. Kam Liu cu buru buru menjura, katanya. "Sobat, tolong beritahu ke dalam kalau Kam Liu cu dari Thian sat bun ingin berjumpa dengan chiu congkoan kalian." Lelaki berbaju hitam itu tidak mengucapkan sepatah katapun, dia segera membalikkan badan dan menyelinap ke dalam hutan. Sepeninggal orang berbaju hitam itu, Kam Liu cu baru mendengus sambil berkata pelan. "Tampaknya kawanan jago pedang berwarna hitam dari Ban kiam hwee rata- rata memiliki ilmu silat yang menganggumkan ..." Ucapan tersebut diutarakan dengan setengah bergumam, seperti merasa kagum, tapi seperti juga bernada menyindir. Wi Tiong hong merasa rikuh untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka dia hanya membungkam, sorot matanya dialihkan memperhatikan pandangan alam sekeliling tempat itu. Mereka berdua menunggu sesaat lamanya namun belum ada juga yang muncul, nampaknya Kam Liu cu sudah tidak sabar menunggu. Wi Tiong hong segera bertanya. "Saudara Kam, sebenarnya tempat apakah ini?" "Pit bu san..." Sahut Kam Liu cu cepat. Sambil berkata dia awasi hutan itu lekat-lekat kemudian katanya seraya berpaling. "Mari kita masuk saja" Selesai berkata, dia lantas masuk dulu ke dalam hutan dengan langkah lebar. Dalam perjalanan kali ini, sudah barang tentu Kam Liu-cu pemimpinnya, maka Wi Tiong hong menyaksikan dia berjalan masuk ke dalam hutan, serta merta diapun mengikuti di belakangnya. Baru saja mereka berdua masuk kedalam hutan, tampak bayangan manusia berkelebat lewat, kembali ada seorang lelaki berbaju hitam yang menyoren pedang menghadang jalan pergi mereka. "Harap kalian berdua berhenti" Serunya dingin. Kam Liu cu mendengus dingin. "Hmmm, kami datang kemari untuk mencari Chin congkoan kalian." Serunya. "Sudah ada orang yang masuk ke dalam untuk memberi laporan, sebelum congkoan mengijinkan kalian berdua masuk ke dalam, lebih baik kalian berdua menunggu saja diluar hutan." Kam Liu cu mengerutkan dahinya, mencorong sinar merah membara dari balik matanya, dia seperti hendak mengumbar hawa amarahnya itu. Untung saja lelaki berbaju hitam yang masuk ke dalam untuk memberi laporan tadi sudah muncul kembali pada saatnya, terdengar dia berkata dengan lantang. "Chin congkoan mempersilahkan kalian berdua masuk kedalam." Lelaki berbaju hitam yang menghadang dihadapan mereka berdua pun tidak banyak berbicara lagi, dia segera menyelinap kesebuah pohon. sekali lagi Kam Liu cu mendengus dingin. "Hmm, besar amat lagak dari Chin congkoan kalian itu " Serunya. Jalan kecil didalam hutan menghubungkan langsung dengan sebuah bangunan rumah gubuk di-depan sana, saat itulah terdengar suara teguran nyaring berkumandang keluar dari balik rumah gubuk itu. "Kam thayhiap. setelan pergi kau muncul kembali, aku rasa pasti ada sesuatu petunjuk yang hendak kau sampaikan, kebetulan lohu sedang ada sedikit persoalan sehingga tak dapat menyambut kedatanganmu itu." Begitu suara itu muncul, nampak pula seorang kakek berbaju hitam yang kurus kecil sambil membawa sebuah huncwe berjalan keluar dari balik rumah gubuk itu untuk menyambut kedatangan mereka. Menjumpai kakek itu, Wi Tiong hong segera berpikir. "Rupanya orang inilah Chin congkoan dari Ban kiam hwee, benar benar kedudukan seseorang tak bisa dinilai dari rupa, Seandainya aku tidak bersua muka disini, aku benar-benar akan menganggapnya sebagai seorang kakek dusun" Sementara itu Kam Liu cu telah tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh...haaahhh.. .haaabhh.. .Chin loko kelewat merendah, yaa, benar siaute memang masih ada sedikit urusan kecil yang mesti merepotkan loko." Chin congkoan memandang sekejap kearah Wi Tiong hong, kemudian mempersilahkan mereka berdua masuk ke dalam ruangan, setelah itu katanya sambil mempersilahkan. "Duduklah Kam tayhiap." "Terima kasih banyak atas kesudian Chin loko memberi muka kepada siaute dengan melepaskan Wi lote, untuk itu terimalah rasa terima kasih siaute" Kata Kam Liu cu sambil menjura. Chin congkoan segera tertawa ter-bahak2. "Haaahhh ... haaahhh ... haaahhh . ." Memandang diatas wajah emas dari Kam tay-hiap. lohu mana berani tidak menuruti semua permintaan Kam tayhiap?" Ucapannya memangamat sedap didengar. Kembali Kam Liu cu berkata. "Saudara Wi ini merasa masih mempunyai sebilah pedang yang masih tertinggal disini, maka aku harap..." Belum habis perkataan itu diucapkan, Chin congkoan telah menukas dengan cepat. "Aaah, itu mah urusan kecil, itu mah urusan kecil, mungkin sebelum pergi mereka telah melupakan hal ini, baiklah lohu segera periksakan hal tersebut". Selesai berkata dia lantas bertepuk tangan sekali, dari balik ruangan segera muncul seorang bocah berbaju hitam yang berdiri dengan sikap sangat menghormat. Kata Chin congkoan kemudian. "Pergilah ke nona Hong dan coba tanyakan kepada dia, dengan sebilah pedang yang milik Wi Tiong hong sauhiap masih tertinggal disini, suruh dia segera mengambilnya." Bocah berbaju hitam itu segera mengiakan, dia lantas membalikkan badan dan mengundurkan diri dari situ. Tak selang berapa saat kemudian, dia telah muncul sambil membawa sebilah pedang dan dipersembahkan dengan hormat. Chin congkoan segera menuding kearah Wi Tiong hong sambil menambahkan. Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "cepat kembalikan kepada sauhiap," Sedang kepada Wi Tiong hong ujarnya. "Wi sauhiap. coba kau periksa, apakah pedang benar pedang tersebut?" Wi Tiong hong menerima pedang tersebut dari tangan si bocah berbaju hitam, kemudian manggut-manggut. "Yaa, benar memang benda inilah milikku, terima kasih banyak Chin cong koan." Chin congkoan sama sekali tidak menggubris perkataan itu, dia lantas berpaling kembali kearah Kam Liu cu sambil berkata lebih lanjut. "Maaf seribu kali maaf, bagaimanapun juga hal ini merupakan keteledoran anak buahku sehingga harus merepotkan Kam thayhiap untuk datang sendiri kemari, lohu benar2 minta maaf." Kam Liu cu tertawa tergelak. "Aaah, Chin loko terlalu merendah, Selain daripada itu siaute masih ada satu hal pula yang hendak dirundingkan dengan Chin loko." Chin congkoan agaknya tertegun setelah mendengar perkataan itu, kemudian dengan senyum tak senyum dia berkata. "Entah Kam thayhiap masih ada petunjuk apa?" "Saudara Wi merasa masih ada seorang rekannya yang tetap ditahan di sini ..." Sengaja dia menarik panjang nada terakhir dari perkataan tersebut kemudian tidak dilanjutkan lebih jauh. Chin congkoan menghisap huncweenya dalam- dalam kemudian menyemburkan asap tebal ke udara, dia menatap wajah Kam Liu cu lekat lekat, kemudian katanya pelan. "Kam tayhiap. silahkan kau utarakan dengan terang terang." Dia sudah tau kalau yang dimaksudkan oleh Kam Liu cu adalah Ting ci kang namun dia bergelak seolah-olah tak mengerti. Kam Liu cu tertawa, lanjutnya lebih jauh. "orang yang siaute maksudkan itu adalah Ting ci kang dari perkumpulan Thi pit pang." Paras muka Chin congkoan tetap tenang tanpa emosi, dia mengangguk pelan. "Jadi maksud Kam tayhiap..." Kam Liu cu tertawa terbahak-bahak. "Haaaahhh... haaahhh.., haaahhh... maksud kedatangan kami adalah meminta kepada Chin loko agar bersedia pula untuk melepaskan Ting ci kang." Chin congkoan tertawa hambar. "Pemintaan dari Kam thayhiap seharusnya siaute turuti." Buru2 Kam Liu cu menjura sambil berkata. "Berkat kesudian Chin loko untuk memberi muka kepada siaute, kau telah memberi suatu kebaikan kepadaku, kali ini aku tak berani memohon sendiri kepada Chin loko atas permintaan tersebut." "Lantas hal ini menurut kemauan siapa???" Tanya Chin congkoan agak tertegun. Kam Liu cu segera menuding kearah Wi-Tiong hong sambil menjawab. "Atas permintaan dari saudara Wi, dia adalah murid Thian goan totiang dari Butong pay, dia memohon kepada Chin loko agar sudi memberi muka pula kepadanya." Chin congkoan melirik sekejap kearah Wi Tiong hong, kemudian dengan senyum tak senyum dia mendengus pelan, setelah itu baru katanya dengan cepat. "Sepantasnya kalau lohu pun memberi maka kepada Wi sauhiap. cuma saja sahabat Ting ini jauh berbeda dengan Wi sauhiap Heeehhh ... heeehh.... berbicara yang lebih jelas lagi, justru karena Wi sauhiap melakukan perjalanan bersama sobat Ting, maka kau baru ikut-ikutan terundang kemari, oleh karena itulah walaupun engkau tidak diminta oleh Kam tayhiap. lohu sendiripun dapat segera membebaskannya. Sedangkan mengenai Ting ci kang, dia merupakan orang yang diserahkan atasan kepadaku, maaf kalau lohu tak dapat menuruti permintaanmu itu." "Jadi kalau begitu Chin loko tidak bersedia memberi muka kepada saudara Wi?" Seru Kam Liu cu cepat. Nada suaranya sudah mulai mendesak dan menyudutkan orang. "Tentang soal ini lohu benar-benar tak sanggup memberikan keputusannya, harap Kam-tayhiap sudi memaafkan." Dia tidak mengucapkan kata-kata tersebut kepada Wi Tiong hong kecuali terhadap Kam Liu-cu, itu berarti dia sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap Wi Tiong hong. Kam Liu cu segera mengangkat bahunya sembari berkata. "Soal ini sama sekali tiada hubungan dengan siaute, dan tadipun sudah siaute terangkan berulang kali, kali ini aku tak berani memohon bantuan serta kemurahan dari loko lagi, cuma entahlah saudara Wi akan menerimanya atau tidak ?" Hanya saja secara diam-diam dia merasa heran, pemuda she Wi itu sesungguhnya dilepaskan berkat ia memberi muka kepada pihak Thian Sat bun, sedang dia sendiri sama sekali tak memandang sebelah matapun juga kepadanya. Tapi kalau didengar dari perkataan Kam Liu cu, dia seperti mempunyai asal usul besar. Chin congkoan adalah seorang jago kawakan yang sudah berpengalaman banyak tahun dalam dunia persilatan sudah barang tentu dia dapat memahami pula apa yang di maksudkan oleh Kam Liucu tersebut. oooOOooo Bab-16 TIDAK. Kam Liu Cu juga pernah berkata kalau dia tak lebih hanya muridnya Thian Goan Cu dari Bu-tong pay. Perkumpulan Ban kiam hwee takkan memandang sebelah matapun terhadap perguruan Bu tong pay, soal ini tentu saja Kam Liu cu mengetahui dengan amat jelas, tapi mengapa dia malah melimpahkan persoalan itu kini diatas tubuh pemuda she Wi tersebut ? Chin congkoan sudah termasuk seorang jagoan tua yang sangat lihay, tapi kali ini dia tak habis tahu dibuatnya, dia tak tahu mainan busuk apakah yang sesungguhnya sedang dilakukan oleh Kam Liu cu kepada dirinya?. Setelah termenung sebentar dengan perasaan ragu, akhirnya dia berpaling kearah Wi Tlong hong dan tertawa tenang. "Entah Wi sauhiap ada petunjuk apa?" Tegurnya. Diam-diam Kam Liu cu memberi kerlingan mata kepada pemuda itu, kemudian katanya sambil tertawa. "Saudara Wi, apa yang diucapkan Chin loko memang benar, Ting ci kang dari perkumpulan Thi pit pang merupakan orang yang diserahkan Kiam cu mereka kepadanya, tentu saja Chin loko tak bisa mengambilkan keputusannya. ." Chin congkoan makin lama semakin keheranan, tiba tiba saja Kam Liu cu membantunya berbicara, itu berarti dibalik kesemuanya itu pasti ada sebab musababnya. Tampak Kam Liu cu tersenyum, kemudian berkata lebih lanjut . "Lebih baik kau keluarkan saja tanda lencana tersebut, agar Chin loko juga turut menyaksikannya, dengan begitupun dia bisa memberikan pertanggunganjawabnya kepada Kiam cu." Wi Tiong hong memang sudah mempersiapkan sedari tadi, dia segera mengiakan dengan Cepat merogoh keluar lencana besi itu dari saku-nya, kemudian sambil berdiri lurus dia membuka telapak tangan kirinya dan memperlihatkan lencana besi yang berwarna hitam pekat itu. Chin congkoan adalah seorang yang berpengalaman sangat luas, begitu menyaksikan lencana besi tersebut paras mukanya kontan saja berubah hebat, sambil tertawa paksa buru buru dia menjura. "Aaah... rupanya Wi sauhiap adalah pemegang lencana Siu lo cin leng, maaf . .. maaf." Pada saat itulah Kam Liu cu telah berbisik kembali dengan ilmu menyampaikan suara. "Saudara Wi, sekarang kau sudah boleh menyimpan kembali lencana tersebut." Wi Tiong hong menurut dan segera masukkan kembali lencana besi itu kedalam sakunya. Terdengar Chin congkoan berkata kembali. "Lencana Siu lo cin leng hampir dua puluh tahun lamanya tak pernah muncul didalam dunia persilatan, kalau toh Wi sauhiap membawa lencana tersebut, tentu saja atasan kamipun harus menuruti perkataan sauhiap. cuma tidak diketahui apakah Wi sauhiap bersedia memberi waktu satu hari kepada kami sehingga lohu bisa melaporkan dulu kejadian ini kepada atasan kami sebelum dilakukan pembahasan." "Chin congkoan akan melepaskan kapan?" Tanya Wi Tiong hong kemudian. "Besok tengah hari, asal Wi sauhiap meninggalkan alamat, saudara Ting pasti akan pergi mencarimu sendiri." Wi Tiong hong termenung dan berpikir sebentar, kemudian diapun mengangguk. "Baiklah, aku akan menantikan kabarmu dirumah penginapan Ko ciau di kota Sang siau." "Baik, kita putuskan dengan sepatah kata ini." "Saudara Wi" Kam Liu cu segera berkata. "waktu sudah tidak banyak lagi, mari kita pergi", "Haaahhh ...haaahhh... Chin loko, maaf kalau aku telah mengganggumu." Selesai berkata dia lantas menjura dan berjalan keluar dari dalam rumah gubuk itu. Wi Tiong hong juga turut menjura, lalu mengikuti dibelakang Kam Liu cu berjalan keluar dari rumah gubug itu. Sekulum senyuman licik yang menggidikkan hati segera tersungging diujung bibir Chin conkoan, tapi dia mengikuti juga dibelakang kedua orang itu, setibanya diluar rumah gubuk dia baru berseru lantang. "Silahkan kalian berdua berjalan sendiri, maaf kalau lohu tak dapat menghantar lebih jauh." Tak selang berapa saat kemudian, kedua orang itu sudah keluar dari dalam hutan. Sambil berjalan Kam Liu cu segera berkata. "Saudara Wi, sewaktu kau mengeluarkan lencana tadi, mengapa tidak kau minta kepadanya untuk segera melepaskan tawanannya ?" Wi Tiong hong menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, serunya kemudian, "Mengapa saudara Kam tidak mengatakan sedari tadi?" "Kau yang memegang tanda lencana tersebut, tentu saja kau pula yang harus berbicara. Kebiasaan lencana Siu lo cin leng, lencana datang perintahpun datang, kecuali kalau dia menolak lain ceritanya, kalau tidak masa diberi waktu untuk mengulur ulur waktu ?" "Apakah besok dia akan melepaskan orang?" Tanya Wi Tiong hong dengan cepat. Kam Liu cu segera tertawa. "Soal itu tak usah kau kuatirkan, Chin Tay-seng sudah terhitung seorang jago yang termasyhur selama banyak tahun, setelah dia menyanggupi permintaanmu untuk melepaskan orang pada esok tengah hari, tentu saja apa yang dijanjikan akan ditepati." "Maksudku semula adalah suruh dia melepaskan orang lebih dulu kemudian baru melaporkan kejadian tersebut kepada Kiam-cu nya, tapi sekarang kejadiannya malah terbalik, dia melaporkan kejadian tersebut kepada Kiam-cu nya lebih dulu sebelum melepas orang." Wi Tiong hong segera menghembuskan napas panjang, "Asal apa yang dikatakannya masuk hitungan dan Ting toako benar benar dilepaskan, sekalipun terlambat sehari juga tidak jadi soal." Kam Liu cu tersenyum. "Hati orang siapa tahu, apalagi dunia persilatan memang merupakan suatu tempat yang amat berbahaya dengan segala macam kelicikan ada didalamnya, setiap saat bisa terjadi suatu peristiwa yang sama sekali diluar dugaan, itulah sebabnya selama melakukan perjalanan didalam dunia persilatan, jangan percaya kepada orang lain, lebih baik percaya kepada dirinya sendiri." Berbicara sampai disitu, dia mendongakkan kepalanya memandang keadaan cuaca sejenak, kemudian katanya lagi. "Sekarang hari sudah mulai gelap. bila saudara Wi ingin berangkat ke kota Sang siau, lebih baik cepatlah berangkat." "Apakah saudara Kam tak akan pergi kekota Sang siau?" "Aku masih ada urusan lain yang harus segera diselesaikan tak mungkin bagiku untuk menunda waktu lagi. Kita adalah sobat yang bertemu secara kebetulan, aku ingin sekali menyampaikan sebuah nasehat kepadamu, dan aku rasa ucapan mana mau tak mau terpaksa harus kusampaikan juga kepadamu menjelang perpisahan ini. Saudara Wi, kau baru terjun ke dalam dunia persilatan, tidak baik kalau mencampuri urusan ini, lebih baik bagaimana urusan sudah beres besok, cepatlah tinggalkan kota Sang siau ini." "Nasehat dari saudara Kam pasti akan siaute ingat terus." Sahut Wi Tiong-hong dengan serius. "dan terima kasih atas pertolonganmu siaute tak tahu setelah perpisahan pada hari ini, sampai kapan lagi kita bisa berjumpa kembali??" Kam Liu cu segera tertawa terbahak-bahak. "Haahh...haahhh ...selama kita melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, kesempatan untuk bersua kembali akan dijumpai setiap saat, semoga saudara Wi bisa baik baik menjaga diri dalam perjalananmu selanjutnya." Dia segera melompat menuju kejalan raya, dan bergerak kedepan dengan cepat, didalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan sana. Menanti bayangan tubuh orang itu sudah menjauh, Wi Tiong hong baru berpikir. "Tempo hari sebenarnya aku tidak bermaksud untuk berkenalan dengannya, padahal kalau dibilang berkenalan pun tidak tepat, sebab aku hanya kena ditipu uang sebesar berapa puluh tahil perak belaka, sungguh tak kusangka sewaktu aku menjumpai bahaya, dia justru datang membebaskan diriku. Terutama pula kegagahannya dan kesetiaan kawannya, dia benar benar seorang sahabat sejati ..." Untuk sesaat dia merasa menjadi bimbang sekali, dalam dunia persilatan penuh dengan kejahatan dan kebaikan, ia tidak habis mengerti perguruan Thian sat bun sesungguhnya suatu perguruan yang baik ataukah perguruan jahat? Tidak!! Terlalu banyak persoalan yang tidak diketahui olehnya, termasuk juga asal usul sendiri, paman yang tak diketahui namanya serta serentetan kejadian yang telah berlangsung baru- baru ini. Kini langit sudah menjadi gelap. Wi Tiong hong tak sempat untuk berpikir lebih jauh lagi, dengan langkah lebar dia segera berangkat menuju ke arah kota Sang siau. Sementara perjalanan sedang dilakukan mendadak dari arah depan sana secara lamat- lamat dia saksikan ada sesosok bayangan manusia sedang melakukan perjalanan pula kearah depan, tampaknya orang itupun hendak menuju kekota Sang siau pula. Untuk sesaat dia tidak terlalu memperdulikan akan persoalan itu, dia hanya mempercepat langkahnya untuk menempuh perjalanan. Dari bukit Pit bu sau san sampai di kota Sang siau, jaraknya tak lebih cuma puluhan lie. Satu didepan yang lain dibelakang. kedua belah pihak sama sama melakukan perjalanan dengan cepat. Tak selang sepertanak nasi kemudian, dari kejauhan sana sudah nampak titik hitam yang merupakan dinding kota. Mendadak orang yang berjalan didepannya itu menghentikan langkahnya, membalikkan badan dan menghadang di tengah jalan. Wi Tiong hong sama sekali tidak menyangka kalau secara tiba-tiba dia bakal menghentikan perjalanannya dan menghadang ditengah jalan-Hatinya menjadi tertegun dan buru buru pula menghentikan perjalanannya. sekarang dia sudah berada kurang lebih satu kaki dihadapan orang tersebut. Di bawah sinar cahaya rembulan, dapat dilihat kalau orang itu adalah seorang pemuda berbaju biru, ditangan kanannya dia membawa sebuah kipas, usianya paling banter baru dua puluh tahunan, wajahnya ganteng dan tubuhnya tegap. Waktu itu, pemuda berbaju biru tersebut sedang berdiri dengan wajah diliputi kegusaran, terdengar ia menegur dengan suara dingin. "Apakah kau tidak merasa bahwa caramu menguntitku dari belakang merupakan suatu perbuatan yang sangat bodoh?" Wi Tiong hong agak tertegun, lalu sahutnya sambil menjura. "Saudara salah paham, aku tidak bermaksud menguntitmu, akupun sedang melakukan perjalanan .. ." "Tutup mulutmu" Bentak pemuda berbaju biru itu dengan kuning berkerut. "siapakah yang akan menyebut saudara denganmu ?" Mendengar bentakan tersebut, sekali lagi Wi Tiong hong merasa tertegun, segera pikirnya. "Sombong amat orang ini, masa disebut saudara saja marah2? Toh aku memanggilnya sebagai saudara hanya dalam sopan santun saja?" Sementara dia masih termenung, pemuda berbaju biru itu sudah menegur dengan dingin. "Sepanjang jalan kau sudah menguntit diriku terus menerus, sudah pasti kau mendapat perintah dari seseorang untuk melakukan hal ini, asalkan kau bersedia mengakui terus terang aku bisa saja memberikan hukuman yang agak ringan kepadamu." Wi Tiong hong merasa agak mendongkol juga setelah mendengar perkataan dari orang yang sama sekali tak tahu aturan itu, dengan suara dingin dia lantas berseru. "sobat, ucapanmu itu. ." "Siapa yang akan bersahabat denganmu?" Sekali lagi pemuda berbaju biru itu menukas. "aku hanya bertanya kepadamu, siapa yang memerintahkanmu untuk mengikuti aku ?" Dua kali kena dibentak secara kasar oleh lawannya, Wi Tiong hong sudah bilang dia tak sanggup untuk menahan diri lagi, ditatapnya wajah lawannya lekat-lekat kemudian tegurnya. "Kau hendak pergi ke mana?" "Hmm, kau juga pantas untuk bertanya kepadaku hendak ke mana?" Dengus orang itu. Mencorong sinar tajam dari balik mata Wi Tiong hong, dia segera tertawa nyaring. "Haaahh ... haaahhh ...haaahhh ...itulah dia, kalau aku tidak pantas untuk bertanya kepadamu, tahukah kau bahwa kaupun tidak berhak untuk menanyai diriku." Tampaknya pemuda berbaju biru itu agak tertegun setelah mendengar ucapan tersebut, tanpa terasa dia mengawasi wajah Wi Tiong hong sekali lagi, kemudian nada sinis serunya. "Tampaknya nyalimu tidak terhitung kecil?" "Yaaa, lagakmu juga tidak terhitung kecil " Sambung wi Tiong hong dengan cepat. "Hmmm, mungkin kau masih belum tahu siapakah aku?" "Jalan yang terbentang disini adalah jalan pemerintah, kau boleh melewatinya, mengapa aku tidak? Aku pun tak ingin mengetahui siapakah kau, sedang kaupun tak usah tahu siapakah diriku ini." Paras muka pemuda berbaju biru itu segera berubah hebat, mencorong sinar penuh hawa dari balik matanya, sambil tertawa dingin serunya. "Tampaknya jika kau tidak diberi sedikit pelajaran, tentu enggan rasanya untuk berbicara terus terang?" Wi Tiong hong tertawa. "Kalau keadaan berbalik dan akulah yang menuduh kau yang menguntilku sepanjang jalan, apakah kau hendak mengakui akan hal ini?" Pemuda berbaju biru itu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak- bahak. Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Haaahhh ... haaahhh .... haaahhh ... tampaknya sebelum melihat peti mati kau takkan mengucurkan air mata ? jika kau enggan berbicara secara terus terang, itu berarti kau sedang mencari kematian buat dirimu sendiri." Mendengar ucapan mana, Wi Tiong hong segera berpikir. "Heran, mengapa dunia persilatan ini penuh dengan manusia yang tak tahu aturan? Baru bisa sedikit ilmu silat, sikapnya sudah sombong, jumawa dan lagaknya luar biasa, sedikit-sedikit lantas turun tangan mengajak orang berkelahi .. ?" Berpikir demikian, dia lantas berkata sambil tertawa. "Kalau di dengar dari pembicaraanmu itu, tampaknya kau hendak mengajakku untuk berkelahi." "Hmmm...dengan mengandalkan kemampuan itu masih belum pantas untuk bertarung melawanku." Wi Tiong hong masih muda, diapun berjiwa panas, maka setelah mendengar perkataan yang jelas tak memandang sebelah matapun padanya itu, kontan saja rasa mendongkolnya muncul, dengan suara keras teriaknya lantang. "Mengapa tidak pantas ?" Pemuda berbaju biru itu sengaja mendongakkan kepalanya memandang keangkasa dengan Sikap yang amat dingin, dan sombong. "Dibawah ujung senjata Tan san-gin-sau (Baju biru kipas perak) tak pernah membiarkan korbannya tetap hidup, kalau kau hendak menantangku untuk bertarung maka kau bakal mampus secara mengenaskan, kau akan hal ini ?" "Mengerti soal apa ?" "Kau ingin menggorok leher sendiri? Atau menantangku untuk bertarung ?" Ketika Wi Tiong hong mendengar nada pembicaraan orang itu makin lama semakin sesumbar, seakan-akan asal dia turun tangan niscaya bakal mati secara mengenaskan, kontan saja amarahnya berkobar, pikirnya dengan cepat. "Sekalipun ilmu silatmu amat lihay, hari ini aku pasti akan mengajakmu untuk beradu kepandaian." Berpikir demikian, dia lantas menyahut sambil tertawa nyaring. "Sekalipun aku harus mati, mengapa tidak kau perlihatkan dulu sedikit kepandaian silatmu itu dihadapanku ?" "Bagus sekali." Begitu ucapan tersebut diutarakan mendadak pemuda berbaju biru itu menerjang kedepan dengan kecepatan luar biasa, pergelangan tangan kanannya diangkat, lalu dengan menggunakan senjata kipas peraknya dia menotok ke atas dada Wi Tiong hong dangan suatu serangan gencar. "Roboh kau " Bentaknya. Sejak mendengar perkataan yang jumawa dan tekebur, Wi Tiong hong memang telah bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak di nginkan. Tawon Merah Bukit Hengsan Karya Kho Ping Hoo Drama Gunung Kelud Karya Kho Ping Hoo Leak Dari Gua Gajah Karya Kho Ping Hoo