Pendekar Bego 10
Pendekar Bego Karya Can Bagian 10
Pendekar Bego Karya dari Can Ia hanya bisa membagikan separuh saja bagian dari tenaganya untuk menghadapi pocu, padahal pukulan dari Khekpo pocu dilakukan dengan segenap tenaga, kontan saja ditengah ledakan nyaring tubuh say siujin mo terlempar beberapa depa lebih keatas. Tapi pada saat itulah tenaga besar yang menekan kepalanya telah meluncur tiba... Berbicara dari ilmu silat enam-tujuh orang itu, tentu saja mereka masih bukan tandingan Say siujin mo, namun tenaga gabungan mereka bertujuh tak boleh dianggap enteng, seketika itu juga gembong iblis itu kembali ditekan meluncur ke bawah. Dalam keadaan demikian tubuh Say siujin mo ibaratnya ditekan oleh dua gulung tenaga yang berlawanan arah, semua tulang belulang dalam tubuhnya segera bergemerutukan keras, jelas ia sudah tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Sungguhpun ilmu silat Say siujin mo amat lihay ia telah mengambil tindakan yang keliru, coba kalau tidak terlintas niatnya untuk kabur lewat atap rumah, mungkin keadaannya tidak sedemikian mengenaskannya. Kini keadaannya sungguh mengenaskan tubuhnya tergencet di tengah udara oleh dia kekuatan yang saling bersamaan, mau naik keatas tak bisa, mau turun kebawahjuga tak dapat, kerugian yang dideritapun makin lama semakin besar. Say siujin mo cukup mengetahui posisinya yang gawat, beberapa kali ia mencoba untuk berkelit dan menghindarkan diri, tapi daya tekanan yang datang dari atas dan bawah itu kian lama kian bertambah berat. Pada saat itulah, kawan jago lain yang telah ikut turun tangan, ada yang melompat ke udara, ada pula yang menanti dibawah tubuh Say siujin mo sambil melepaskan pukulan pukulannya. -oooo0dw0oooo- Jilid 9 TUBUH Say siujin mo seolah olah tergantung diudara, bagaimanapun ia meronta tubuhnya selalu berada diposisi semula, seakan akan ia sudah terkurung dalam sebuah jaring besaryangtak berwujud, yang mana jaring itu makin lama makin mengecil dan menggencet tubuhnya. Ong It sin yang tergeletak ditanah tak mampu berkutik maupun mengucapkan sepatah katapun, tapi semua kejadian tersebut dapat ia saksikan dengan jelas. Ia tidak tahu kalau nama Say siujin mo sebetulnya sudah berada diujung tanduk, pemuda itu malah mengira ia memiliki ilmu silat yang amat lihay sehingga dapat berhenti di udara sekian lamanya. Untung jalan darahnya tertotok, coba bisa bersuara sejak tadi ia sudah bersorak sorai untuk memujinya. Say siujin mo sangat geram bercampur panik, tenaga dalam hasil latihannya selama puluhan tahun sudah dikerahkan sedemikan rupa untuk meronta dan melepaskan diri dari cengkeraman musuh, tapi apa mau dikata jika daya tekanan yang datang dari empat penjuru kian lama kian bertambah kuat, akhirnya saking tak tahan dia menjerit keras Setelah mendengar jeritan itu, Ong It sin baru sadar kalau keadaan gembong iblis itu berbahaya, tanpa terasa diapun ikut menjadi gelisah... Menurut jalan pemikirannya, jika Say siujin mo sampai menderita kerugian, pastilah bocah itu yang mendapat sasaran pelampiasan, padahal ia mendapat pesan dari Be Siausoh untuk menjaga bocah itu sampai dewasa, seandainya bocah itu sampai menjumpai musibah, bagaimanakah pertanggung jawabannya nanti dengan nona tersebut. Sayang pemuda itu tak bisa berbuat apa apa, kecuali cemas tak sebuah tindakanpun bisa dia lakukan. Sementara itu, semua jago dari benteng Khekpo sudah merasa yakin bahwa kemenangan berada dipihak mereka, sorak sorai mulai berkumandang memenuhi ruangan- Pada saat itulah, tanpa pengetahuan siapapun tiba tiba dalam ruangan telah muncul seorang kakek bermata besar berhidung mancung dan berambut putih, pelan-pelan ia masuk kedalam ruangan dan mendekati arena pertarungan. Begitu berada dalam ruangan, kakek itu segera tertawa terbahak bahak. "Haaah... haaah... haaah... sungguh ramainya" Sesungguhnya perkataan dari kakek berambut putih itu diutarakan dengan suara lembut, dalam suasana gaduh yang sedang diramaikan oleh teriakan Say siujin mo serta tempik sorak kawan jago Khekpo mustahillah jika suara tersebut dapat kedengaran jelas. Tapi keanehan kembali terjadi, sekalipun suara si kakek berambut putih itu lembut dan pelan, tapi setiap orang dapat menangkapnya dengan jelas sekali, tanpa terasa sinar mata semua orang dialihkan ke arah kakek itu. Raut wajah kakek itu amat asing bagi setiap anggota Khekpo, tentu saja tak seorangpun yang mengenalinya sekali lagi semua orang dibuat tertegun Paras muka Khekpo pocu berubah hebat. Selang Ong It sin lantas mengenali kembali kakek berambut putih itu tak lain adalah kakek yang beberapa kali telah menolongnya sewaktu perkampungan Lie khe ceng terjadi musibah. "Siapa kau?" Terdengar Khekpo pocu membentak keras. Kakek berambut putih itu segera tertawa. "Aku adalah seorang tamu tak diundang yang datang untuk menyalahi pocu dalam dua hal, buat apa aku musti memberitahukan namaku?" Sambil berkata tangannya lantas digape ke arah Ong It sin Mengikuti gapean itu, Ong It sin merasa munculnya segulung tenaga yang amat lembut menghisap tubuhnya sehingga mau tak mau badannya melayang padahal jarak yang satu dengan lainnya mencapai beberapa kaki. Dalam sekejap mata pemuda itu sudah terjatuh di bawah kaki kakek berambut putih itu. Paras muka Khekpo pocu kembali berubah hebat teriaknya tertahan. "Haah... Ilmu Bu siang sin lip apakah kau adalah seorang jago lihay dari kalangan Buddha?" Padahal kakek berambut putih itu sama sekali tidak menunjukkan dandanan dari seorang pendeta beragama. Tapi setelah mendengar perkataan ini dia manggut juga. "Siancay, siancay, aku memang orang dari kalangan Buddha" Sahutnya. "Hmm... Kepalamu penuh dengan rambut yang beruban, mana mungkin menjadi seorang pendeta?" "Haaah... haaah... haaah... ada mulanya dari tiada, dalam pandanganku didunia ini sesungguhnya tiada sesuatu bendapun, mana mungkin kepalaku dipenuhi oleh rambut liar?" Seraya berkata, sambil menjinjing tubuh Ong It sin dia maju selangkah lagi, kemudian tangan kirinya digape ke depan dan mencengkeram Say siujin mo yang berada ditengah udara. Waktu itu Say siujin mo yang dikepung puluhan orang jago sudah kepayahan setengah mati tapi begitu digape oleh si kakek berbaju putih itu, segulung tenaga hisapan yang amat dahsyat telah menghisapnya terlepas dari gencetan musuh. Semua orang merasakan sekujur tubuhnya bergetar keras terpengaruh oleh tenaga hisapan tadi... Sebelum semua orang tahu apa gerangan yang telah terjadi, tiba tiba... "Blaaang" Tubuh Say siujin mo sudah mencelat ke udara dan melayang turun dibawah kaki kakek berambut putih itu. kemudian dengan tangan kiri menenteng Say siujin mo, tangan kanan menenteng Ong It sin, sambil tertawa terbahak-bahak kakek berambut putih itu berseru. "Maaf, maaf!" Dengan langkah lebar dia lantas keluar dari ruangan itu. Serentak para jago dari benteng Khekpo menjerit keras, ada beberapa orang diantaranya siap menerjang kemuka. "Jangan sembarangan bergerak" Cegah Khekpo pocu sambil merentangkan tangannya. Berbareng dengan teriakan itu tubuhnya melompat ke depan dan tahu-tahu sudah tiba dibelakang kakek itu, tubuhnya segera direndahkan, telapak tangannya dibalik dan... "Weess" Sebuah pukulan dilontarkan kedepan. Kedua tangan kakek itu sedang menenteng dua orang manusia tak mungkin baginya untuk melancarkan serangan, apalagi diapun tidak bersiap siap untuk turun tangan, tampaknya pukulan dari pocu itu segera akan bersarang ditubuhnya. Tapi pada saat itulah, tiba tiba gerakan tangan pocu terhenti di tengah jalan, seakan-akan antara telapak tangannya dengan punggung kakek berambut putih itu terhalang oleh suatu benda sehingga gerakannya tertahan setengah jalan Sedangkan gerakan tubuh kakek berambut putih itu justru semakin bertambah cepat sedemikian cepatnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, dalam sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas. Kenapa gerakan tubuh dari kakek berambut putih itu bisa bertambah cepat? Mungkin hanya Khekpo seorang yang memahaminya... Ternyata kakek berambut putih itu telah manfaatkan tenaga pukulannya itu untuk mempercepat gerak majunya, atau dengan perkataan lain, serangan dari Khekpo pocu itu bukannya berhasil melukai lawan, malah sebaliknya seakan-akan ia telah membantu kakek itu untuk lebih cepat kabur dari sana. Dengan geramnya Khekpo pocu berteriak aneh tubuhnya secepat kilat ikut menerobos keluar, tapi setiba diluar ruangan terlihat para pengawal tergeletak disana sini dalam keadaan tertotok. sementara kakek berambut putih itu sudah lenyap tak berbekas. Sekian saat kemudian setelah berdiri tertegun di depan pintu, Khekpo pocu segera putar badannya sambil membentak ke arah dalam ruangan- "Beritahu kepada semua bagian, lakukan pengejaran sekuat tenaga" Serentak semua orang mengiakan dan masing masing berlalu dari situ. Khekpo pocu sendiri dengan membawa beberapa orang tianglo ikut pula melakukan pengejaran Sementara itu si kakek berambut putih itu sudah berlari kedepan dengan kecepatan luar biasa. Ong It sin hanya merasakan telinganya mendengar angin kencang, pemandangan dikedua belah sampingnya bergerak lewat dengan kecepatan yang tinggi Jalan darahnya yang tertotok waktu itu sudah dibebaskan, beberapa kali ia hendak buka suara, tapi angin kencang yang berhembus lewat membuatnya sukar untuk bernapas. Dalam sekejap mata, tujuh delapan puluh li sudah dilewatkan, saat itulah si kakek berambut putih baru menghentikan tubuhnya. Dengan lega Ong It sin pun menghembuskan napas panjang, ternyata mereka telah berada dalam sebuah lembah kecil yang terpencil, suara air yang mengalir berkumandang dari atas dinding tebing disekeliling situ, ditambah aneka bunga yang tumbuh disekitar sana membuat pemandangan tampak sangat mempesonakan. Kakek itu maju ke depan dan duduk diatas sebuah batu besar. Ong It sin yang ada dicengkeramannya segera dilepaskan hingga duduk terperosok disampingnya, sedangkan Say siujin mo terlepas dari cengkeramannya, dengan ujung jari yang ditegangkan secepat kilat dia mengurung sekeliling tubuh kakek berambut putih itu, sedemikian cepatnya gerakan tadi hakekatnya sukar ditulisnya dengan kata kata. Siapa tahu kakek berambut putih itu masih tetap duduk diatas batu sambil tertawa cekikikan, serangan yang tertuju kepadanya itu sama sekali tidak digubris atau dilakukan perlawanan, tapi akibatnya Say siujin mo mundur kebelakang dengan wajah ketakutan. Ong It in mengira Say siujin mo hendak kabur dari situ, ia lantas berteriak keras. "Hei, kau jangan kabur. Kemana mau bawa lari si bocah itu?" Say siujin mo tidak menggubris perkataan anak muda itu bahkan menengok kearahnya pun tidak. cuma dengan mata terbelalak diawasinya kakek berambut putih itu lekat lekat. Si kakek berambut putih itu sendiripun cuma balas memandang kearahnya sambil tertawa cekikikan, mereka berdua bersama sama tidak bersuara dan sama sama tidak melakukan gerakan apa apa Lewat sejenak kemudian, Say siujin mo baru mengajukan lengan kanannya kedepan, menyusul kemudian tangan kirinya juga ikut diayun ke depan, suara gemuruh yang amat nyaring pun menggelegar diudara. Kakek berambut putih itu berkata dengan dingin. "Ilmu Kiu thian to sou kang yang kau miliki masih belum mencapai puncak kesempurnaannya. setiap kali kau pergunakan sekali, isi perutmu terluka sebagian, dari pada digunakan tanpa hasil apa apa, aku lihat lebih baik tak usah digunakan lagi" Sesungguhnya say siujin mo telah bersiap sedia untuk melancarkan serangan lagi, tapi setelah mendengar perkataan itu dia menjadi tertegun, paras mukanya berubah hebat, ia menarik kembali serangannya sambil membentak. "Siapa kau?" Sambil menuding ke arah Say siujin mo, kakek berambut putih itu menjawab. "Siapakah kau, siapa pula aku" "Hei, apa maksudmu?" "Apa maksudnya kau musti bertanya pada diri sendiri, masakan kau masih belum mengerti?" Sekali lagi Say siujin mo tertegun, tiba tiba ia menjadi paham akan sesuatu, serunya. "ooohh... kau adalah... haaah..." Tiba tiba ia tertawa terbahak bahak. selang sesaat kemudian baru ujarnya lagi. "Kau mentertawakan ilmu Kiu thian to sou kang ku belum mencapai puncak kesempurnaan, tapi kau sendiripun tidak berhasil mencapainya. Huuh... kau anggap aku takut kepadamu? Nih rasain sebuah pukulanku terlebih dahulu..." Kakek berambut putih itu goyangkan tangannya berulang kali. "Tunggu sebentar" Katanya. "bagaimana kalau kau dengarkan lagi beberapa patah kataku?" "Baik akan kudengarkan apa lagi yang hendak kau ucapkan kepadaku..." Seru Say siu jin mo. Kakek berambut putih itu tersenyum, pelan-pelan ujarnya. "Dulu aku masih mengira hanya ilmu Kiu thian to sou kang saja yang merupakan ilmu silat yang tiada tandingannya di dunia ini, tapi Setelah kejadian aku baru tahu bahwa ilmu Kiu thian to sou kang sesungguhnya adalah suatu ilmu yang menggelikan. Aku lihat kau tak usah berbuat ulah lagi dalam dunia persilatan, sebab aku sendiripun merasa geli bila membayangkan perbuatanku dulu lebih baik angkatlah diriku menjadi gurumu, masuklah ke agama Budha dan menjadi pendeta" Say siujin mo tertawa terbahak-bahak. "Haaah... haahh... haaahh... sudah habiskah perkataanmu itu?" Ejeknya. "kalau sudah selesai, maka bersiap siaplah untuk menyambut sebuah pukulan lagi" "Setiap kali melancarkan serangan dengan Kiu thian to su kang, bila gagal melukai orang maka dirinya yang akan terluka, mengertikah kau akan hal ini?" "Haaahh... haaahh... kau anggap aku tak dapat melukai dirimu?" "Tentu saja tidak bisa, sebab jika kugetarkan balik kekuatan pukulanmu itu, maka akibatnya kau bakal terluka, padahal sebagai pendeta aku tak ingin melakukan perbuatan seperti itu" Sambil berkata kakek itu gelengkan kepalanya berulang kali, seakan-akan persoalan ini amat menyedihkan hatinya. Say siujin mo berteriak keras, tidak menanti selesainya perkataan orang, lengannya lantas diayunkan ke depan melancarkan serangan dahsyat. Sungguh hebat angin pukulan yang dilepaskan orang itu, sampai sampai Ong It sin yang berada disampingnya pun ikut merasakan datangnya gulungan angin puyuh yang membuat tubuhnya terguling keluar. Kakek berambut putih itu berseru tertahan menyusul datangnya serangan yang dilancarkan orang itu. Kiranya ilmu Kiu thian to sou ciang yang digunakan Say siujin mo semuanya terdiri dari sembilan tingkat kekuatan, setiap kali pukulan dahsyat tersebut dilancarkan makin ke atas kekuatannya makin menghebat. Tapi kali ini, setiap serangan yang dilancarkan selalu dapat ditahan balik oleh segulung tenaga pukulan yang lembut. Akibatnya setiap kali pukulannya terpukul baik membuat badannya terdorong selangkah dengan sempoyongan, dalam sekejap mata ia telah mundur sembilan langkah, dan setelah mundur sembilan langkah badannya terjatuh ke tanah dan muntah darah segar. Sebaliknya kakek berambut putih itu tetap sehat walafiat tanpa kekurangan sesuatu apapun. Ia bangkit berdiri sambil menghela napas, kemudian katanya. "Seranganmu terlampau cepat, coba kau sedikit agak lambat, aku akan menggunakan tenaga sinkang ku untuk melakukan perlawanan dan kaupun tidak akan terluka" Say siujin mo membelalakkan matanya lebar lebar, jelas ia merasa tidak habis mengerti kenapa kakek berambut putih itu berkata demikian. Ong It sin sendiripun tidak mengerti, tapi paling tidak ia tahu kalau kakek berambut putih itu adalah seorang yang baik, ia lebih suka dirinya yang menderita luka dari pada membiarkan Say siujin mo menderita akibat dari pantulan serangan Kiu thian to sou kangnya. Tapi sayang Say siujin mo terlalu cepat melancarkan serangannya sebab itu dalam keadaan demikian mau tak mau dia musti memukul balik tenaga serangannya, dan akibatnya say siujin mo roboh tak berkutik. Sementara itu Say siujin mo telah merangkak bangun sambil berkata. "Ilmu silatku bukan tandinganmu, lebih baik kita berjumpa lagi lain kali, buat apa kau musti mengucapkan kata kata ejekan seperti itu?" Kakek berambut putih itu gelengkan kepalanya berulang kali. "Aku tahu ucapan itu hanya sia-sia belaka bila kutujukan kepadamu, tapi kaupun musti tahu jika kau hendak membalas dendam kepadaku, itu sama artinya dengan mencari penyakit buat diri sendiri. Kini aku tak ingin menyusahkan dirimu lagi, kau katakan bocah itu kau simpan dimana?" Mendengar ucapan itu, Ong It sin merasa amat girang buru buru ia melompat bangun sambil berseru "Betul, kau musti mengatakan dulu dimanakah kau sembunyikan bocah itu, asal kau mau menjawab, untuk sementara waktu akupun tidak akan menagih hutang kepadamu atas terjadinya peristiwa berdarah diperkampungan Li keh ceng" Paras muka Say siujin mo berubah menjadi hijau membesi, sambil tertawa dingin katanya. "Aku menahan siau pocu dari benteng Khekpo karena hendak kutuntut pedang Husi kiam dari pocu, sebelum pedangnya kudapatkan mana boleh bocah itu kuserahkan kepadamu?" "Pedang antik itu sudah tidak ada dalam benteng Khekpo lagi" Buru buru Ong It sin berseru. "Darimana kau bisa tahu?" Tanya Say siujin mo dengan suara sedingin es beku. "Kenapa aku tidak tahu? Pedang antik itu..." Sebenarnya dia mau bilang kalau pedang antik itu berada disakunya. Tapi mendadak saja teringat dengan pesan Be Siausoh, nona itu pernah berpesan agar soal pedang antik yang ada dalam sakunya jangan sekali kali diberitahukan kepada orang lain, maka cepat cepat ia telan kembali kata katanya itu. Say siujin mo tertawa dingin berulang kali, pada hakekatnya ia tak pandang sebelah matapun kepada Ong It sin, tentu saja perkataannya juga tidak diperhatikan. Ong It sin sangat gelisah, kembali dia berteriak. "Eeeh... kau jangan mencoba coba untuk menahan bocah itu terus menerus, kamu tahu ilmu silat locianpwe itu? Huuh... sekali tangannya menuding, sudah pasti nyawamu akan kabur terbirit birit pulang ke rumah nenek moyangmu" Paras muka Say siujin mo berubah hebat, agak takut ia melirik kakek berambut putih itu sekejap. terus badannya menyurut mundur beberapa langkah. Ong It sin mengira si manusia iblis berkepala singa mau merat dari situ, cepat cepat dia berteriak. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hei, kamu jangan kabur dulu, masa mau merat dengan begitu saja...? Hayo pulangkan dulu bocah itu" Sambil berteriak terlak dia lantas menubruk ke muka dan menyambar ujung baju orang. Jangan dianggap sesudah terluka lantas Say siujin mo tak bertenaga lagi, untuk melayani manusia macam Ong It sin yang terhitung seorang jagoan berilmu cetek. sudah barang tentu kekuatannya lebih dari cukup, Ketika dirasakan Ong It sin menubruk ke arahnya, ia sama sekali tak berpaling, apa lagi memutar badannya, sikutnya langsung saja disodok kebelakang dengan sepenuh tenaga. Ong It sin kaget, dia tahu kalau sikut itu ditubruk juga, sudah pasti dadanya akan tersodok keras akibatnya dia pasti akan menderita kerugian besar. Tapi mau menahan gerak majunya juga telah terlambat, maka dalam gugup dan paniknya, dari gaya menubruk ia malah merubah gayanya menjadi gaya terleset. "Braaak... dudduk..." Pantatnya langsung diadu dengan tanah, tentu saja sakitnya melilit lilit. Tapi dia tidak berkurang keberaniannya, sambil merangkak bangun dia tubruk lagi orang itu sambil berteriak. "Hei, kamu kemanakan bocah itu? Hayo cepat beri pengakuan yang terus terang kepada siauyamu? Say siujin mo tidak gubris teriakan orang sikut kirinya kembali bekerja menyodok ke belakang. Kelihatannya sikutnya itu akan segera mampir di dada Ong It sin yang akan mengakibatkan pemuda itu meringis kesakitan tiba tiba satu kejadian aneh berlangsung. Sebelum ujung sikut itu menghantam dadanya, tahu tahu Ong It sin merasa kerah bajunya dicengkeram orang dan tubuhnya langsung saja diangkat keudara. Berada diudara Ong It sin segera meronta ronta macam monyet kegerahan teriaknya berulang kali. "Hei, hei, cepat lepas tangan cepat lepaskan aku, coba lihat hampir saja ia kena ditangkap. ayoh lepas tangan, kalau tidak dia tentu akan merat dari sini" Tiba tiba badannya diturunkan kembali ke bawah sepasang kakinya lantas menempel di tanah. Buru buru anak muda itu berpaling, dilihatnya si kakek berambut putih yang mencekal kerah bajunya sedang tertawa haha hihi sambil memandangi wajahnya. "Heeehh... heehh... heeeh... masa iya kata katamu itu? Betul kau bisa tangkap orang itu?" Sambil mengoceh, kakek berambut putih itu lantas menuding ke arah Say siujin mo yang sudah kabur dari sana. Tampak sesosok bayangan manusia sedang berkelebat lewat menuju ke depan sana, sekalipun lantaran isi perutnya terluka maka kaburnya tidak terlalu cepat, tapi bagi takaran Ong It sin, larinya sudah macam terbang saja. "Tentu saja aku dapat menyusulnya" Jawab Ong It sin tak mau kalah "kamu tahu? Aku kan seorang jago lihay kelas satu dari dunia persilatan? Rupanya ia sudah terluka parah, makanya lantaran kuatir kalah ditanganku, dia lantas ambil langkah seribu" "Haaah... haaah... haaah... kau adalah seorang jago kelas satu...?" Kakek berambut putih itu tertawa terpingkal- pingkal. "siapa yang memberitahukan soal ini kepadamu?" "Seorang sahabatku yang bernama si nenek. dia yang memberitahukan kesemuanya itu kepadaku" "Aaah... dia?" Tiba tiba saja kakek berambut putih itu menghela napas panjang. Ong It sin merasa gelisah sekali karena Say siujin mo sementara itu makin lama sudah semakin jauh dari situ. Cepat cepat dia memberi hormat kepada kakek itu, lalu katanya. "Lotiang, kalau pingin berkeluh kesah, silahkan berkeluh kesah seorang diri sampai tua, aku mah ingin menyusul orang itu Selamat tinggal sampai jumpa lagi" Dia sudah slap untuk kabur dari situ ketika kakek berambut putih itu kembali menarik tangannya. "Apa gunanya kau susul orang itu?" Ia menegur Ong It sin mengebaskan tangannya berusaha meronta dari cekalan, sayang tidak berhasil terpaksa ia menjawab. "Apa lagi? Aku kepingin tahu nasib si bocah itu?" "Anak siapa? Masa anakmu?" Tanya sikakek. Merah padam selembar wajah Ong It sin yang jelek hingga mirip babi panggang. "Huus, jangan ngaco belo kau. Masa aku bisa punya anak?" Teriaknya "kamu tahu, bocah itu adalah siaupocu dari benteng Khekpo. coba kau lihat, dia sudah semakin jauh dari sini mau disusul juga tak mungkin, bagaimana sekarang?" Sebelum si anak muda sempat menjawab kembali kakek berambut putih itu mengoceh lebih lanjut. "Benteng Khekpo letaknya jauh di kota barat dengan kau juga bukan sanak bukan keluarga, mati hidup dari siau pocu apa sangkut-pautnya dengan dirimu? Kau toh datang dari luar perbatasan dan baru tiba di Suchuan? Masa ada hubungannya dengan mereka?" Ong It sin menjadi melongo, ia termangu mangu keheranan, pikirannya. "Heran, kenapa ia bisa tahu aku datang dari Kwan gwan dan belum lama tiba di wilayah Su chuan?" Tapi waktu itu tiada kesempatan buat Ong It sin untuk berpikir lebih jauh, terpaksa katanya. "Ibunya yang bernama Be Siau soh..." Tiba tiba pemuda itu membungkam, sebab dia tak tahu apa yang mesti diucapkan selanjutnya. Maka dibilang ia menjaga bocah itu lantaran Be Siau soh pernah mengadakan hubungan gelap semalam suntuk dengannya? Sulit Mau dibilang dia jatuh cinta kepada gadis itu? Rasanya juga malu. Maka ia gelagapan, mukanya merah padam lagi macam babi panggang, untuk sesaat tak diketahui olehnya apa yang musti dikatakan. Lewat beberapa waktu kemudian, ia baru bisa berkata. "Eeeh... eeeh... maksudnya dia titip anak itu kepadaku dan menyuruh aku yang merawatnya sampai dewasa hayo cepat lepaskan tanganku" Seakan akan memahami suara hati pemuda itu si kakek berambut putih manggut manggut, ketika diawasi matanya, ternyata sinar mata pemuda itu bercahaya terang, seakan akan rahasia hubungan gelapnya dengan Be Siau soh sudah terbongkar dan membuatnya menjadi malu. Ia jadi tersenyum sendiri dan tidak berbicara lagi. Sementara itu Ong It sin tertunduk malu, jantungnya berdenyut kencang mukanya merah padam dan untuk sesaat tak berani bersuara. Lewat sekian lama kemudian, ia baru mendongakkan kembali kepalanya. Waktu itu Say siujin mo sudah berada jauh sekali dari hadapan mereka malah hampir saja bayangan tubuhnya sudah tak kelihatan dari pandangan mata. "coba lihat" Teriaknya mendongkol. "makin pergi makin jauh, kenapa kau belum juga melepaskan tanganku?" "Jangan kuatir, akan kubantumu untuk mencarinya kembali," Kata si kakek berambut putih itu pelan Jawaban itu bikin Ong It sin mau tertawa tak bisa mau nagispun sungkan, dia menghela napas berulang kali. "Aaai... kenapa tidak bilang saja kalau kau memang sengaja hendak permainkan aku? Jaraknya saja sudah terpaut sejauh itu.." Tiba tiba ia lihat kakek berambut putih itu berkemak kemik seperti lagi berbicara sesuatu, tapi ia tidak mendengar suara apapun, apa lagi memahami apa yang sedang ia katakan. Ong It sin makin mendongkol, dia mengira kakek berambut putih itu memang sengaja lagi permainkan dirinya, saking dongkol dan marahnya pemuda itu sampai tak tahu apa yang musti dikatakan- Tapi pada saat itulah secara tiba-tiba dia jumpai Say siujin mo sedang pelan-pelan berjalan balik kearah mereka. Ong It sin menjadi tertegun, ia mencoba untuk mengucak matanya sambil mempertegas pandangan matanya. "Jangan dianggap mustahil" Kata si kakek kemudian sambil tertawa. "janganpula kau anggap aku lagi menyihirmu, coba lihat, toh aku berhasil memanggilnya kembali?" Ketika dilihatnya anak muda itu masih melongo dia lantas berkata lebih lanjut. "Hey, coba lihatlah. Bukankah dia telah datang menghampirimu?" Dalam pembicaraan itulah Say siujin mo telah mempercepat langkahnya dan menuju kehadapan mereka. Nafas orang itu tersengkal sengkal, seakan akan kuatir jika sampai terlambat maka akibatnya adalah bencana lebih besar yang akan menimpa dirinya... Ong It sin keheranan setengah mati, mulutnya sampai melongo dan matanya terbelalak lebar, dia cuma bisa memandangi si kakek berambut putih itu dengan pandangan bodoh. "coba kau lihat kepandaianku ini, bagaimana? Lebih hebat daripada kau menyusulnya bukan?" Kata si kakek berambut putih itu. Sekarang, Ong It sin betul-betul sudah takluk dengan kehebatan kakek itu, buru buru katanya . "Yaa, yaa... betul, kau memang betulpada hakekatnya kepandaianmu beberapa kali lipat lebih hebat daripada kepandaianku yang sudah terhitung nomor satu ini?" Sementara mereka masih berbicara, Say siujin mo telah berhenti dihadapan mereka, mukanya amat tak sedap dipandang, katanya. "Aku tahu kepandaianku masih bukan tandinganmu, maka aku mencoba untuk menghindarimu, ampunilah aku, lain kali aku tak akan mencatut namamu lagi, masakah kau masih belum juga mau berhenti?" Sekalipun Ong It sin orangnya bodoh, tapi kata kata seperti itu cukup ia pahami, maka dengan wajah tertegun ia lantas berpikir. "Aneh, apa maksudnya dengan perkataan itu? Masakah Say siujin mo telah mencatut nama dari kakek berambut putih itu?" Bagi orang lain mereka pasti memahami makna dari ucapan tersebut, tapi kecerdasan Ong It sin memang terbatas sekali, berpikir sampai disitu ia sudah tak dapat melanjutkan kembali jalan pemikirannya . Walau begitu hatinya timbul kecurigaan hanya saja kecurigaan tersebut hanya disimpan didalam hatinya. Terdengar si kakek berambut putih itu sedang berkata "Ilmu kiu thian to siu kang yang kau pelajari masih belum mencapai tingkat kesempurnaan, maka bila kau gagal melukai orang tubuhmu sendiri yang bakal terluka dan kini kekuatanmu telah kupukul balik dengan tanganku, tahukah kau bagaimana cara pengobatannya?" Sebetulnya Say siujin mo sedang berdiri dengan wajah marah, tapi ucapan tersebut segera menggetarkan perasaannya secara otomatis paras mukanya juga ikut berubah menjadi tulus dan bersungguh sungguh. Kalau dilihat dari gerak geriknya, seakan akan dia ingin mengetahui bagaimana cara pengobatannya, tapi diapun merasa malu untuk mengucapkannya, maka untuk sesaat lamanya ia menjadi bingung, termangu dan tak tahu apa yang musti diperbuat. oodoowoo Kedengaran kakek berambut putih itu berkata kembali. "Jika tidak memperoleh cara pengobatan yang tepat pada saatnya, sekalipun luka dalam yang kau derita tak akan nampak dari luar, tapi dalam kenyataan luka tersebut akan menyusup kedalam delapan nadi penting di sekujur tubuhmu, tidak sampai setahun kemudian disaat latihanmu mencapai saat yang kritis, dia akan mulai bekerja, nah, waktu itu kau akan tersiksa sekali, mau hidup tak bisa mau matipun tak dapat, bayangkan sendiri bagaimana rasanya" Paras muka Say siujin mo berubah makin pucat keabu- abuan, keringat dingin membasahi jidat serta ujung hidungnya. Bagaimanapun juga Ong It sin adalah seorang pemuda yang berhati welas, ia tak tega menyaksikan kejadian tersebut, tak tahan lagi ia lantas berseru. "Kalau begitu ajarkanlah cara pengobatan tersebut kepadanya, agar ia terhindar dari siksaan hidup itu." "Boleh saja cuma dia musti menyanggupi tiga buah permintaan yang kuajukan" Sejak awal tadi, Say siujin mo memang sudah ingin tahu bagaimana cara penyembuhan tersebut sebagai seorang yang berlatih ilmu Kiu thian to sou kang, sudah barang tentu dia mengetahui pula sampai dimanakah kedahsyatan dari kepandaian itu. Bila digunakan untuk melukai orang, maka mereka yang terluka akan tersiksa hebat lukanya makin hari akan semakin parah, hingga mencapai hari kesembilan lukanya akan parah sekali jika tidak dlobati tepat pada saatnya, niscaya orang itu akan mampus. Kini pukulan Kiu thian to sou kangnya gagal melukai orang dan malah melukai diri sendiri, tentu saja keadaan lukanya pun kian hari akan kian bertambah berat, jika hari kesembilan bisa dilewatkan dengan selamat maka jiwanya baru dapat diselamatkan. Maka dia buru buru meninggaikan tempat itu dengan harapan bisa cepat mencari tempat untuk mengobati lukanya. Tapi kemudian dengan ilmu menyampaikan suaranya si kakek berambut putih itu telah mengundangnya balik. Kakek berambut putih itu bertanya kepadanya, apakah dia ingin mengetahui cara untuk menyembuhkan lukanya karena ingin tahu maka buru buru dia balik kembali kesana. Dan kini Ong It sin telah mewakilinya untuk menanyakan persoalan ini, memanfaatkan kesempatan baik ini buru buru ia bertanya. "Apa saja tiga buah permainan itu?" Kakek berambut putih itu berpaling kearahnya kemudian menjawab. "Dengarkan baik baik, pertama selanjutnya kau harus mengasingkan diri diwilayah See ih dan tak boleh berkeliaran lagi dimana-mana, keempat orang muridmu juga musti dijaga baik baik tidak diperkenankan membuat ulah dan keonaran lagi dalam dunia persilatan dengan mencatut nama Ciong lay su shia" Mula mula Say siujin mo merasa agak keberatan, tapi setelah dipertimbangkan sejenak, akhirnya dia manggut juga. "Baik" Katanya. "Kedua, kau harus mengatakan dimanakah bocah itu kau sembunyikan" Kata kakek berambut putih itu lebih lanjut. Say siujin mo agak tertegun sejenak. sesudah membungkam sekian lama ia baru menjawab. "Bocah itu berada ditangan muridku" "cepat kirim tanda pengenal dan perintahkan kepada muridmu agar menghantar kembali bocah itu ke benteng Khekpo" Kembali Say siujin mo tertegun. "Waah... kalau kuserahkan bocah itu kepada pihak mereka, bukankah hal ini sama artinya dengan kau merampas pedang antik Hu si ku kiam dari tanganku?" "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... bukan cuma pedang antik Husi ku kiam saja yang akan kuambil, sarung pedang cian nian llong siau itupun akan kuambil juga" Mendengar perkataan itu, serta merta Say siujin mo menyurut tubuhnya mundur selangkah, teriaknya keras keras. "Tidak bisa, sarung pedang itu tak bisa kuserahkan kepadamu. Kau tahu, kenapa aku musti bertarung mati matian ketika berada dalam benteng Khekpo Tal lain adalah untuk melindungi sarung pedang cian nian llong siau tersebut, masa sekarang kuserahkan benda tersebut dengan begitu saja kepadamu?" Kakek berambut putih itu tertawa lebar. "Haaah haaah haaahh baiklah, jadi kau enggan menyerahkannya kepadaku?" Demikian ia mengejek. Setelah berhenti sejenak. katanya lebih jauh "Seandainya aku merampasnya dengan kekerasan kira kira sanggupkah kau mempertahankan benda itu?" Say siujin mo kaget, peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya, ia tak mampu menjawab. Sekalipun belum terluka, ia sudah bukan tandingan kakek berambut putih itu, apa lagi kini isi perutnya sudah terluka parah? Seandainya kakek berambut putih itu benar- benar hendak merampas sarung pedang cian nian llong siau, sudah dapat dipastikan ia tak akan sanggup untuk mempertahankannya. Kakek berambut putih itu tertawa dingin, kembali ujarnya. "Padahal akupun tak usah merampas dengan kekerasan, cukup kuikuti saja dirimu secara diam diam, maka dengan luka yang kau derita akibat membaliknya pukulan Kiu thian to sou kang, pada hari kelima keadaanmu pasti parah sekail, kau tentu sudah tergeletak tak mampu bangun lagi, nah pada waktu itulah aku bisa mengambil sarung pedang tersebut tanpa bersusah payah..." Say siujin mo berdiri terbelalak dengan mulut melongo, tubuhnya menggigil sangat keras. Kakek berambut putih itu angkat bahunya sambil tertawa, katanya lebih lanjut. "Sampai waktunya, sarung pedang cian nian liong siau juga bakal menjadi milikku, apakah kau masih belum juga mengerti?" Say siujin mo berteriak keras ia lantas merogoh ke dalam sakunya dan melemparkan sarung pedang yang bobrok dan kumal itu kedepan. Setelah menerima sarung pedang itu, si kakek berambut putih berkata lagi. "Baik, setelah kau bersedia menyerahkan sarung pedang cian nian hong siau kepadaku, itu berarti jiwamu masih dapat tertolong" Say siujin mo tidak mengucapkan apa apa lagi ia merogoh ke sakunya dan kali ini melemparkan sebuah benda keudara. "Sreet..." Cahaya merah segera meluncur ke udara dan meledak keras, bunga bunga cahaya berwarna indah segera menyebar keempat penjuru, lama sekali warna warni itu baru membuyar. Tak lama kemudian tampaklah empat sosok bayangan manusia berkelebat menuju kearah mereka berada salah seorang diantaranya adalah seorang perempuan berambut panjang yang membopong seorang bocah kecil. Ketika keempat orang itu sudah dekat dengan mereka, Ong It sin segera mengenalinya sebagai Ciong lay su shia (empat sesat dari Ciong lay) sedangkan bocah yang berada dalam dukungan perempuan berambut putih itu tak lain adalah siaupocu dari benteng Khek po. Ong It sin amat gelisah setelah menjumpai bocah itu, apa lagi bila teringat akan pesan dari Be Siau soh, buru buru ia maju menyongsong kedatangan mereka sambil teriaknya. "Hayo, serahkan bocah itu kepadaku" Perempuan berambut panjang itu menyingkir ke samping lalu mendongakkan kepalanya dan memandang Ong It sin dengan penuh kegusaran Tapi sebelum ia sempat berbuat sesuatu Say siujin mo sudah keburu berteriak keras. "Serahkan bocah itu kepadanya" Perempuan berambut panjang itu tertegun, kejadian tersebut sungguh berada diluar dugaan mereka. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sekalipun demikian, perintah dari gurunya tak berani dibangkang, tanpa mengucapkan sepatah katapun ia serahkan bocah itu ketangan Ong It sin- Dengan gembira Ong It sin menerima bocah itu dan membopongnya dengan penuh kasih sayang, sedang bocah itu tampaknya dapat kenali kembali si anak muda itu segera tertawa lebar. Untuk sesaat lamanya Ong It sin berdiri termangu mangu, ia berpikir bahwa tugas yang harus segera dilaksanakan sekarang adalah menghantarkan bocah itu balik ke benteng Khek po. Teringat oleh pesan Be Siau soh, apa lagi terbayang segala kebaikan nona itu kepada nya Ong It sin menjadi enggan untuk mengurusi persoalan lain ia tak ambil peduli apa yang hendak dilakukan Say siujin mo, kakek berambut putih dan Ciong lay sushia, sambil membopong bocah itu ia lantas berlalu dari sana dengan langkah lebar. Dalam waktu singkat ia sudah menempuh perjalanan sejauh beberapa li, saat itulah dia baru teringat akan si kakek berambut putih dan lain lainnya, tanpa terasa pikirnya. "Waaah... tidak tahu bagaimana kelanjutan dari pertarungan itu? Bagaimana pula dengan si kakek berambut putih itu?" Berpikir sampai disitu dia lantas berhenti dan berpaling, tapi dengan cepat pemuda itu tertegun. Ternyata si kakek berambut putih itu sedang mengikuti dibelakangnya sambil cengar cengir sedangkan Say siujin mo dan ciang lay su shia entah sudah pergi ke mana? "Hei kemana cuma kau seorang?" Buru buru Ong It sin menegur. "Sudah beberapa li kau berjalan sambil membopong bocah itu masa kau suruh merekapun mengikuti dirimu?" "Aaah... rupanya aku sudah menempuh perjalanan sejauh beberapa li, lantas... lantas... mau apa kau menguntil dibelakangku?" "Tentu saja aku ada urusan denganmu aku menginginkan sebuah benda milikmu" Ong It sin merasa amat terkejut, buru buru dipeluknya bocah itu semakin erat, teriaknya cemas. "Apa yang kau inginkan?Jangan mencoba coba untuk merampas bocah ini tahu? Aku bisa beradu jiwa denganmu" "Haaahhh... haaahhh... haaahhh mau adu jiwa juga percuma kalau tidak percaya coba lihatlah sendiri" Kakek itu terbahak bahak dengan kerasnya. Tiba tiba ia mengulurkan tangannya ke depan. Ong It sin melongo, dia tak tahu apa maksud si kakek itu dengan mengulur tangannya kedepan tapi sebelum ingatan kedua melintas dalam benaknya tahu tahu lengan kanannya terasa kesemutan dan bocah yang berada dalam pelukannya itu tiba tiba saja terbang kedepan. Ong It sin sangat kaget, buru buru dia menerkam kedepan untuk merampas kembali bocah itu, tapi si bocah sudah keburu berada ditangan kakek berambut putih itu. "Hayo katakan sekarang, dengan cara apa kau hendak beradu jiwa denganku?" Ejek si kakek sambil melompat mundur. Ong It sin membentak keras, ia memburu kedepan sambil berusaha merampas kembali bocah itu tapi bagaimanapun cepatnya ia bergerak. selisih jaraknya dengan kakek itu selalu terpaut saut kaki lebih, padahal ia sudah tancap gas paling top, tapi selalu saja kakek itu tak mampu disusulnya. Tak lama kemudian nafas Ong It sin sudah ngos ngosan seperti kerbau, ia terkulai lemas ditanah dengan bermandi keringat, teriaknya keras keras. "cepat kau kembalikan bocah itu kepadaku" "Baik" Diluar dugaan tiba tiba kakek berambut putih itu benar benar melemparkan bocah itu kepadanya. Cepat cepat Ong It sin melompat bangun dan menubruk bocah itu setelah berhasil membopongnya kembai ia baru dapat menghembuskan napas lega ditatapnya kakek itu dengan termenung, ia tak tahu permainan setan apa yang sedang dilakukan lawannya itu. "Nah, sekarang jawablah sejujurnya, andaikata bocah itu kurampas mungkinkah kau dapat beradu jiwa denganku?" Tanya si kakek berambut putih itu sambil tertawa. "Tidak bisa.. tidak bisa, lebih baik kau jangan merampasnya lagi" Buru buru anak muda itu menjawab sambil mundur ke belakang, karena ia kuatir bocah itu dirampas lagi. "Yaa tentu saja aku tak bisa merampasnya sebab aku lihat kau punya hubungan yang sangat intim dengan ibunya, maka bocah ini kau anggap bagaikan mestika, bukan begitu? Baiklah bocah itu tak akan kurampas, tapi kau musti menyerahkan sebuah benda lain kepadaku" Ong It sin merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan telinganya mendengung keras ketika mendengar kakek itu menyinggung soal hubungan gelapnya dengan Be Siau soh, hampir saja ia jatuh semaput. Sesudah termangu mangu sebentar, ia baru bertanya lagi. "Apa... apa yang kau inginkan?" "Apa lagi? Tentu saja pedang antik Hu si kiam yang berada dalam sakumu itu" Sekalipun ucapan itu tidak terlampau keras tapi bagi pendengaran Ong It sin bagaikan guntur yang membelah bumi disiang hari belong, kontan saja ia melompat keudara sambil berteriak. "Ngaco belo tidak bisa, tak dapat kuserahkan kepadamu sebab aku... aku tak punya apa yang kau namakan pedang antik Hu si kiam itu" Karena merasa kaget setelah mendengar kakek itu menghendaki pedang mustika Husi kiamnya, serta merta pemuda itu menjerit tanpa sadar, tapi ketika teringat bahwa ilmu silat orang itu lihay maka buru buru ia menyangkalnya ini menyebabkan perkataannya menjadi saling bertentangan sendiri. Menanti ucapan itu telah selesai diutarakan ia baru teringat kalau dirinya tidak terbiasa berbohong, tentu saja perkataannya itu tak akan dipercaya orang. Sambil tertawa getir, cepat cepat ia mundur beberapa langkah dengan ketakutan-Kakek berambut putih itu tidak mengejar kedepan, dia hanya berkata. "Kau jangan berbohong lagi hayo serahkan pedang mestika Husi kiam itu kepadaku, kalau tidak maka kau dan anakmu tak akan hidup lebih lama lagi didunia ini.!" Ong It sin panik sekali peluh sudah membasahi tubuhnya, ia menjadi sangsi dan tak tahu apa yang musti dikatakan- Matanya serasa berkunang kunang, pandangannya menjadi gelap. pemuda itu seolah olah menyaksikan kembali bayangan tubuh dari Be Siau soh, iapun seakan akan mendengar suara dari gadis itu sedang mendengung disisi telinganya, ia seperti mendengar lagi gadis itu sedang berpesan kepada nya agar melindungi pedang itu dengan sepenuh tenaga, lalu menyerahkan kepada si bocah setelah dewasa nanti. Tapi kini, kakek berambut putih itu telah memaksanya untuk menyerahkan pedang mestika Hu si kiam itu kepadanya... Andai kata bocah itu tidak berada dalam pelukannya, maka tanpa berpikir panjang ia pasti akan menampik permintaan orang serta melindungi senjata mestika itu mati matian, tapi sekarang bocah itu berada dalam bopongannya, mau tak mau dia mesti memikirkan juga keselamatannya . Terdengar kakek berambut putih itu berkata lagi sambil tertawa. "Kuanjurkan kepadamu lebih baik cepat cepat serahkan kepadaku, terus terang saja kukatakan kepadamu banyak rahasiamu yang telah kuketahui, kalau pedang itu tidak kau serahkan lagi kepadaku, maka rahasia besarmu itu akan kuutarakan kepada orang banyak, akan kulihat..." "Jangan, jangan, jangan kau utarakan kepada siapapun" Buru buru pemuda itu menukas sebelum lawannya menyelesaikan perkataan itu. "Baik, aku tak akan mengutarakan kepada orang tapi pedang itu musti kau serahkan kepadaku" "Kau.. kau... kau toh selama ini baik sekali kepadaku, pedang itu... pedang itu tak akan berguna bagimu, sebaliknya aku telah mendapat pesan dari orang untuk... untuk menyimpan benda itu baik baik menanti bocah ini sudah dewasa nanti baru serahkannya kepadanya, aku telah mengabulkan permintaan orang maka perintah itu kulakukan baik baik kenapa kau mesti menyusahkan diriku?" Ucapan tersebut membuat kakek berambut putih itu menjadi tertegun, sesaat kemudian ia baru berkata "Aku tahu kau orangnya baik sekali, setelah kau berterus terang kepadaku, akupun berterus terang kepadamu, benda itu akan membahayakan jiwamu." "Tapi toh tak ada orang lain yang tahu, masa bisa berbahaya?" "Yaa, kalau cuma sehari dua hari sih tidak apa apa, tapi kau toh mesti menyimpannya banyak tahun, jika selama tahun-tahun ini kau bertindak kurang berhati-hati hingga rahasia diketahui orang lain, akibatnya jiwamu akan terancam maka dari itu untuk menghindari segala hal yang tak diinginkan, lebih baik untuk sementara waktu pedang itu disimpan ditempatku saja" "Sungguh?" Bisik Ong It sin tertegun. "Kalau aku sedang berbohong, biar Thian mengutuk diriku" Melihat orang sudah angkat sumpah berat, dan lagi menurut keadaan yang diceritakan ia merasa bahaya sekali untuk selalu membawa serta pedang mestika itu, akhirnya setelah sangsi sejenak diambilnya juga pedang itu dari sakunya. "Pedang ini... pedang ini sampai kapan baru akan kau serahkan kembali kepadaku?" "Bila bocah itu telah dewasa nanti, pedang ini tentu saja akan kuserahkan kembali kepadamu." Tiba tiba jari tangannya ditudingkan kedepan. "sreet" Segulung tenaga pukulan segera meluncur ke depan dan memukul diatas gagang pedang mestika tersebut: Ong It sin merasa tak sanggup untuk memegang pedang itu lebih jauh, dengan berubah menjadi sekilas cahaya tajam senjata itu segera meluncur ke udara, berada ditengah angkasa pedang itu berputar lagi setengah lingkaran sebelum terjatuh ketangan kakek berambut putih itu. Setelah mendapatkan senjata tersebut, kakek berambut putih itu menyarungkannya ke dalam sarung pedang cian nian liong siau, serta merta sinar berkilauan yang memancar dari tubuh pedang itupun lenyap tak berbekas... "Nah, sampai ketemu lagi" Seru kakek itu kemudian sambil mengulapkan tangannya. "Hei, hei, kau mesti ingat dengan janjimu" Teriak Ong It sin. "bila bocah itu telah dewasa..." Belum habis perkataan itu, terpaksa Ong It sin harus berhenti berteriak sebab ketika itu si kakek berambut putih tadi sudah lenyap dari pandangan mata. Ong It sin menghela napas, pikir-pikir ia merasa masih untung juga karena bocah itu bisa ditemukan kembali, bagaimanapun juga nyawa seorang bocahkan lebih penting daripad nilai sebilah pedang mustika. Lega juga perasaan hatinya, dengan langkah lebar ia lantas berangkat menuju ke benteng Khekpo. Sepanjang jalan ia tidak menjumpai peristiwa apapun, kurang lebih dua hari kemudian anak muda itu baru sampai didepan pintu gerbang benteng Khekpo. Begitu tiba didepanpintu, seseorang segera menyambut kedatangannya. Dengan suara lantang Ong It sin berseru. "Bocah ini adalah siau pocu kalian, hayo cepat bawa aku menghadap pocu kalian" Sebenarnya beberapa orang penjaga itu bersikap angkuh dan ketus, akan tetapi setelah mendengar ucapan tersebut buru buru mereka membungkukkan badan dengan hormat sam menyambut kedatangannya. Sesampainya diruang tengah, ia menyaksikan beberapa orang tianglo itu ada pula disana, mereka menatap kearahnya dengan pandangan dingin dan menyeramkan. Tak lama kemudian Pocu dari benteng Khekpo pun muncul dengan langkah ogah-ogahan. Ong It sin segera menyongsongnya sambil berseru. "Pocu, aku telah membawa kembali anakmu," Dalam anggapan pocu dari benteng Khekpo itu pasti akan kegirangan setengah mati. Siapa tahu pocu itu hanya berkata dengan suara dingin. "oya...?" Kepada seorang dibelakangnya ia lantas berseru. "Sambut bocah itu" Dua orang perempuan setengah umur segera tampil ke depan dan menghampiri Ong It sin- Pemuda itu merasakan gelagat tidak beres dia bermaksud tak akan menyerahkan bocah itu kepada mereka, tapi terbayang kembali usahanya selama ini hanya bermaksud untuk mengajak bocah itu kembali ke benteng Khekpo, ia merasa bukan tindakan yang betul kalau ia menahan bocah itu lebih jauh. Maka terpaksa ia menyerahkan juga bocah itu ketangan seorang perempuan setengah baya. Setelah menerima bocah tadi, perempuan itu segera mengundurkan diri dari ruangan dan lenyap dibalik pintu. Memandang hingga bocah itu lenyap dari pandangan mata, tiba tiba timbul perasaan masgul di hati anak muda itu. Sementara ia masih termenung terdengar Pocu dari benteng Khekpo telah berkata dengan suara dingin. "Terima kasih banyak atas bantuanmu untuk menghantar pulang anakku, pengawal ambil lima puluh tahil emas" Seorang laki laki segera muncul sambil membawa sebuah baki, diatas baki terletak lima buah kepingan uang emas yang setiap kepingannya mempunyai bobot sepuluh tahil. "Hei, apa maksudmu dengan perbuatan ini?" Seru Ong It sin dengan wajah tertegun. "Aku tahu untuk melakukan perjalanan jauh kau membutuhkan uang, maka terimalah uang itu sebagai ongkos jalanmu" Merah padam selembar wajah Ong It sin karena malu, tiba tiba katanya agak tergagap. "Apa... apa apaan kamu ini, aku... aku tak menghendaki uang itu, aku... aku hanya ingin berdiam disini" "Kenapa kau ingin tinggal disini?" Tanya pocu dari benteng Khekpo lagi dengan suara dalam. "Aku... aku ingin menyaksikan bocah itu meningkat hingga dewasa, aku mendapat..." Sebetulnya dia hendak menerangkan kalau mendapat "pesan orang" Untuk tinggal disana, tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya ia merasa ucapan seperti itu tidak seharusnya diutarakan dihadapan pocu, maka buru buru diapun membungkam. Tampaknya pocu dari benteng Khekpo itu merasa tak senang untuk berbicara dengannya, dia ulapkan tangannya berulang kali sambil berseru. "cepat pergi, cepat pergi, aku ogah menyaksikan raut wajah mu itu" Tiga kali dia ulapkan tangannya, tiga kalipula Ong It sin mundur kebelakang, dalam waktu singkat ia sudah berada beberapa kaki jauhnya dari tempat semula. Dia masih ingin mengucapkan sesuatu lagi, tapi dua orang laki laki kekar yang berada disampingnya segera maju dan menghalangi didepan tubuhnya seorang menekan bahu kirinya sedang yang lain menekan bahu kanannya, kemudian membentak. "Hayo jalan-.." Kena didorong oleh dua orang laki laki bertubuh kekar itu dalam waktu singkat Ong It sin sudah diseret keluar dari pintu gerbang. "Blaang..." Pintu segera ditutup rapat rapat. Ong It sin yang berada diluar pintu segera berteriak teriak. "Hei, kenapa kalian begitu tak tahu peraturan, masa aku diusir mentah mentah dari sini?" Hanya suara pantulannya yang kedengaran dari balik pintu, sedang orang orang benteng Khekpo tak ada yang menggubrisnya sama sekali. Kembali ia berteriak beberapa kali, mendadak sebilah tombak yang bercahaya tajam muncul di depan mata dan langsung ditusukkan ke dadanya. Ong It sin kaget, cepat dia menengadahkan kepalanya, tampak seorang busu dengan wajah yang kaku sedang mendekatinya selangkah demi selangkah. Pemuda itu ketakutan, buru buru dia mundur kebelakang, kurang lebih tiga sampai lima kaki kemudian, busu itu baru menghentikan pengejarannya... Ong It sin merasa mendongkol bercampur gusar, tapi diapun sadar bahwa tak mungkin baginya untuk tetap tinggal dalam benteng Khekpo, ia merasa bagaimanapun juga bocah itu adalah putra pocu sendiri, jadi tak mungkin kalau ia sampai menyiksa darah daging sendiri ***(hal53-56 hilang Separo, langsung ke hal57)*** "Tentu saja, dia adalah si nenek" "Aaah... rupanya dia Sekarang dia berada di mana?" Pemuda itu benar benar merasa gembira sekali, karena si nenek berjanji akan mengajaknya mengunjungi lembah Ciong Cu kok. Gara gara persoalan Be Siau soh, ia sudah mendapat halangan hampir tiga bulan lamanya, dan sekarang ketika ia merasa menemui jalan buntu secara tiba tiba mendengar kabar lagi tentang si nenek. tentu saja hatinya merasa amat girang. Dengan gelisah serunya kemudian kepada keempat orang itu. "Hayo, kenapa tidak kalian jawab? Sekarang si nenek berada di mana?" "Ikuti saja kami, akan kami tunjukkan untukmu" Tanpa berpikir panjang lagi berangkatlah Ong It sin mengikuti dibelakang keempat orang itu. Sepanjang jalan mereka hanya menelusuri jalan setapak yang sempit dan kecil, hutan semak belukar membentang dimana-mana, lama sekali mereka berjalan tapi belum juga tiba ditempat tujuan. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lama kelamaan Ong It sin tak sabar, segera teriaknya. "Sudah hampir tiba?" Empat orang itu tetap membungkam. Ong It sin coba mengulangi kembali pertanyaannya tadi, tapi tiada jawaban pula yang didapat, lama kelamaan pemuda itu merasa seram juga sebab suasananya makin lama semakin misterius... Tiba tiba timbul sebuah pikiran dalam hatinya sambil menjerit aneh teriaknya. "Hei, apakah kalian telah membunuh si nenek?" Serentak empat orang itu berhenti, kemudian berpaling dan mengawasi Ong It sin lekat lekat. Ong It sin mendengus dingin, kembali ujarnya. "Siapa kah kalian, kenapa membunuh si nenek? sekarang kau memancingku untuk mendatangi tempat yang sepi, apakah kau berniat mencelakai diriku...?" Tiba tiba empat orang itu tertawa terbahak bahak. suaranya amat keras seperti orang yang mendengar suatu cerita lucu. Pada saat itulah dari tempat kejauhan kedengaran si nenek berseru dengan suara yang dingin menyeramkan. "Hei, apa yang sedang kalian tertawakan? orang yang dimaksud sudah ketemu belum?" "Sudah, sudah ketemu" Jawab salah satu diantara keempat orang itu. "ia bilang kami telah mencelakaimu, bahkan katanya ia dipancing ke tempat sepi untuk dibunuh, dia... haaahhh... haaahhh... haaahhh... dia masih menganggap dirinya betul betul seorang jago lihay kelas satu dari dunia persilatan" Sambil berkata keempat orang itu tertawa terus tiada hentinya. Ong It sin melotot besar, serunya. "Siapa bilang aku bukan seorang jagoan kelas satu dari dunia persilatan?" "Hmm,cuma si nenek pernah berpesan kepadaku lantaran ilmuku terlalu tinggi maka aku tak beleh sembarangan turun tangan, hmm coba tidak. pasti akan kulepaskan sebuah pukulan agar sepasang mata kalian betul betul terbuka lebar" Gelak tertawa keempat orang itu semakin keras dan terpingkal-pingkal, agaknya cerita tersebut sangat mengkilik kilik hati mereka. Tiba tiba sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, tahu tahu si nenek sudah berdiri dihadapan mereka sambil membentak. "Hey, apa yang kalian tertawakan?" Bentakan dari si nenek memang cukup berwibawa, seketika itu juga keempat orang itu menghentikan gelak tertawanya. Sinenek mau selangkah kedepan, sambil berdiri dihadapan Ong It sin bentaknya "Kemana saja kau selama ini? Apakah kau telah sampai dilembah Ciong Cu kok?" Sewaktu mengajukan pertanyaan itu, mukanya hijau membesi dan sikapnya sangat tegang. Buru buru Ong It sin menjawab. "oooh... tidak. dimana letaknya cong cu kok saja tidak kuketahui, mana mungkin aku bisa pergi sendiri kesitu??" Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo Pedang Pusaka Thian Hong Karya Kho Ping Hoo