Ceritasilat Novel Online

Si Rajawali Sakti 10


Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 10



"Ahhh..........! Siapa lagi kalau bukan ia? tiba-tiba Liu Cin berseru.

   "Ia-siapa, Liu Cin?"

   "Siapa lagi kalau bukan Ang Hwa Niocu! Kau tahu, tiga tangkai bunga merah yang menghias rambut Lai Cu Yin itu dapat ia pergunakan sebagai senjata rahasia yang ampuh. Kalau ia mampu menyambitkan setangkai kembang sebagai senjata gelap, tentu ia pandai menggunakan sepotong ranting kayu sebagai senjata rahasia. Ya, pasti ia orangnya yang menyerangmu tadi!"

   Kata Liu Cin gemas.

   "Akan tetapi kalau benar ia, mengapa ia harus menyerangku? Antara ia dan aku tidak ada permusuhan apapun, mengenal juga tidak!"

   "Hemmm, sekarang aku semakin mengenal siapa perempuan itu. Pasti ia seorang perempuan sesat yang kejam sekali! Ia menyerangmu tentu dengan niat untuk merampas calon suamimu. Engkau merupakan penghalang baginya, maka ia berusaha membunuhmu! Aku akan menegur dan menghajarnya!"

   Liu Cin kini menjadi marah sekali. Akan tetapi Hui Lan cepat mencegah.

   "Jangan bertindak gegahah, Liu Cin. Engkau akan celaka kalau bermusuhan dengan mereka. Terima kasih atas pembelaanmu kepadaku, akan tetapi jangan sekali-kali engkau menuduh perempuan itu. Apa buktinya? Engkau malah dituduh melempar fitnah dan kalau Chou Kian Ki membelanya, nyawamu terancam bahaya maut. Aku nasehatkan, sebaiknya engkau besok pagi-pagi mencari alasan untuk pergi dari tempat ini dan jangan kembali lagi!"

   "Dan engkau sendiri, Hui Lan? Eng kau tidak suka membantu mereka, bahkan menentang. Engkau tidak suka pula menjadi isteri Chou Kian Ki apa lagi melihat ulahnya bersama Lai Cu Yin walaupun demi baktimu kepada orang tua engkau terpaksa harus menerimanya. Ah, engkau seolah hidup di dalam gua penuh harimau yang akan menerkammu. Mengapa engkau tidak pergi saja?"

   Dengan wajah sedih Hui Lan meng gelengkan kepalanya.

   "Bagaimana aku dapat membantah kehendak ayahku? Selama ini aku belum pernah membalas jasa kebaikan orang tuaku. Aku tidak ingin menjadi seorang anak ,yang put-hauw (durhaka, tidak berbakti)."

   Ia menunduk, menyembunyikan matanya yang panas dan basah lagi, lalu ia berkata.

   "Pergilah, Liu Cin, kembalilah ke kamarmu dan besok pagi-pagi berpamitlah baik-baik dan tinggalkan tempat ini. Adapun aku........ biarlah aku menerima nasibku jadi isterinya.......... akan tetapi, aku bersumpah akan tetap menentang semua petbuatan jahat dari mereka semua............"

   Liu Cin merasa iba sekali. Akan tetapi apa yang dapat dia lakukan? Tidak mungkin dia mencampuri urusan orang lain, apalagi urusan perjodohan. Bagaimanapun juga, Hui Lan sudah mengambil icputusan menerima nasib menjadi isteri Chou Kian Ki, demi baktinya kepada orang tuanya! Timbul rasa iba dan di luar kesadarannya, pemuda itu mengalami cinta pertama yang membuat dia terharu dan juga sedih.

   "Kasihan engkau, Hui Lan. Kalau engkau mau pergi dari sini, aku akan membantumu dan melindungimu dengan taruhan nyawaku sekalipun........

   "

   Dia melangkah pergi meninggalkan ucapan lirih itu.

   Hui Lan tertegun mendengar ucapan itu, dan air matanya menetes turun, pandang matanya kabur tertutup air mata ketika ia memandang pemuda tinggi tegap berbaju kuning itu yang berjalan perlahan meninggalkan taman.

   Pada keesokan harinya, Liu Cin tidak mendapatkan halangan ketika dia berpamit kepada Jenderal Chou dengan alasan bahwa dia ingin berjalan-jalan di sekitar kota raja dan besok pagi akan kembali ke gedung itu. Dia membawa buntalan pakaiannya.

   Sementara itu, Hongsan Siansu sudah menemukan cara terbaik untuk menundukkan Ong Hui Lan agar gadis itu membantu rencana mereka. Kalau saja Chou Kian Ki tidak benar-benar jatuh cinta kepada Hui Lan, tentu Jenderal Chou dapat begitu saja mengusir gadis meninggalkan rumahnya. Akan tetaj Kian Ki menentang niat ini. Dia berkeras ingin memperisteri Hui Lan yang dicintanya. Biarpun dia telah mendapat t Lai Cu Yin yang dapat menjadi kekasih yang mengasyikkan, namun cintanya tetap ada pada Hui Lan dan dia hanya Ingin menjadikan Cu Yin sebagai hiburan saja, sedangkan dia ingin membentuk keluarga dengan Hui Lan. Dia ingin Hui lan menjadi ibu anak-anaknya. Karena itu, maka Hongsan Siansu mencari siasat yang dianggapnya paling baik. Malam itu, siasat ini dilaksanakan. Dengan tidak adanya Liu Cin di situ, hal ini bahkan memudahkan terlaksananya siasat itu.

   Malam itu, dengan cara yang berani sekali, bahkan terang-terangan, Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin berada dalam kamar Chou Kian Ki. Mereka minum arak sambil makan kue dan terjadilah percakapan yang tentu akan menarik sekali bagi orang lain kalau mendengarnya.

   "Menurutmu, bagaimana dengan gagasan siasat itu, Yin-moi?"

   Tanya Chou Kian Ki sambil minum araknya dari cawan perak.

   "Menurut aku, siasat itu bagus sekali dan kiranya hanya dengan cara itulah kalian akan berhasil, Chou Kongcu."

   "Engkau tidak cemburu, bukan?"

   Muda itu menggoda sambil mengamati wajah wanita yang menjadi kekasih barunya itu.

   Cu Yin tersenyum. Kemarin malam memang ia merasa tak senang ketika perkenalkan kepada Hui Lan dan mendengar bahwa gadis itu adalah calon isteri Kian Ki. Ia menganggap gadis itu akan menjadi penghalang niatnya? Bermain gila dan bersenang-senang denjan Kian Ki, maka diam-diam ia berusaha membunuhnya. Akan tetapi usahanya itu gagal karena Liu Cin menyambitkan batu-batu ke arah tempat ia bersembunyi. Agar jangan ketahuan, ia cepat melarikan diri. Akan tetapi setelah ia banyak bicara dengan Kian Ki dan mulai mengenal? watak pemuda yang mata keranjang ini ia tahu bahwa Hui Lan tidak akan me jadi penghalang.

   "Aih, Kongcu, mengapa cemburu? Kita sudah sepakat untuk sama-sama mencari kesenangan dan tidak ada ikatan di antara kita. Engkau bebas bermain cinta dengan wanita manapun, sebaiiknya aku pun tidak terikat kepadamu dan aku pun memperoleh kebebasan. Apalagi Hui Lan adalah calon isterimu yang sudah ditentukan oleh orang tuamu dan orang tua Hui Lan. Tentu saja aku tidak cemburu bahkan aku akan membantumu." "Membantuku? Membantu bagaimana?"

   (Lanjut ke Jilid 10)

   Si Rajawali Sakti (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 10

   "Membantu engkau mencapai kehendakmu tanpa harus menggunakan paksaan secara kasar karena kalau engkau melakukan perkosaan, aku sangsi apakah Hui Lan akan mau tunduk. Gadis itu memiliki watak yang keras. Aku mempunyai cara yang jauh lebih baik. Mendekatlah, agar kubisikkan siasatku dan tidak terdengar orang lain."

   Kian Ki mendekatkan telinganya ke mulut wanita itu dan sambil merangkul leher pemuda itu, Cu Yin berbisik-bisik. Kian Ki tampak senang sekali dan sambil menanti datangnya tengah malam mereka tenggelam dalam gelombang nafsu mereka sendiri.

   Manusia adalah mahluk yang paling sempurna perlengkapannya dan menjadi mahluk yang memiliki kepandaian dan kekuasaan karena kita disertai hati atau pikiran. Akan tetapi justeru pikiran kini yang dapat menyeret kita menjadi mahluk yang paling rapuh dan kejam. Kita mengadakan hukum-hukum, hukum adat, hukum agama, hukum pemerintah dan hukum-hukum kesusilaan dan lain-lain. Makin banyak kita manusia mengadakan hukum, makin banyak pula yang kita langgar sendiri!

   Mahluk selain manusia sejak lahir juga disertai nafsu-nafsu karena tanpa adanya nafsu yang menyertai hidup, makhluk tidak dapat hidup. Di antaranya selain mendorong untuk terdapat gairah hidup, nafsu juga memberi kenikmatan Kenikmatan nafsu dalam makan membuat semua mahluk suka makan sehingga tinggal hidup tidak mati kelaparan. Nafsu dalam hubungan sex membuat semua mahluk dapat menikmatinya dan mau melakukannya sehingga semua mahluk dapat berkembang biak dan tidak musnah. Akan tetapi semua mahluk selain manusia mempergunakan dan melakukan hasrat nafsunya di bawah pengendalian nalurinya sehingga semua berlangsung apa adanya dan wajar saja, apalagi karena makhluk mengadakan hukum apa pun maka tidak terjadi pelanggaran apa pun.

   Demikian pula manusia sejak lahir disertai berbagai macam nafsu yang mendatangkan kenikmatan sehingga menolong manusia mempertahakan hidupnya. Akan tetapi selain disertai nafsu, manusia juga dikaruniai hati akal pikiran dan kelebihan ini bahkan seringkah mendorong manusia berbuat menyimpang dari kewajaran dan batasan hukum-hukum yang mereka adakan sendiri. Pikiran yang membuat manusia bukan menjadi majikan dari nafsu-nafsunya sendiri, melainkan menjadi budak yang dikuasai nafsunya sendiri. Pikiran membayangkan kenikmatan-kenikmatan itu, ingin mengulang lalu mulailah kita melakukan pengejaran untuk dapat memperoleh kenikmatan yang ditimbulkan nafsu itu. Dan kalau nafsu sudah menjadi majikan, kita menjadi budak yang dikuasainya, maka terjadilah perbuatan-perbuatan yang melangga hukum-hukum yang kita adakan sendiri.

   Kenikmatan memiliki harta benda yang dapat memenuhi semua kebutuhan hidup seperti sandang-pangan-papan kita kejar-kejar dan dalam pengejaran ini muncullah segala macam cara yang melanggar hukum-hukum kita sendiri seperti mencuri. merampok, menipu, korupsi, manipulasi, dan sebagainya. Kenikmatan dalam hubungan sex yang sesungguhny amat indah dan suci karena hal itu m rupakan syarat mutlak untuk perkembangbiakan manusia, juga merupakan pencurahan yang paling inti dari kasih sa yang antara suami/isteri, oleh pikiran dibayang-bayangkan seolah dikunyah-kunyah sehingga membangkitkan gairah untuk mengejarnya. Pengejaran ini menimbulkan segala cara yang melanggar hukum-hukum yang diadakan manusi sendiri dan terjadilah perkosaan, perjinahan, pelacuran dan sebagainya!

   Kalau nafsu sudah memperbudak manusia, maka segala pengetahuan tidak ada artinya. Sejak ribuan tahun yang lalu, Tuhan telah memberi petunjuk melalui manusia-manusia yang dipilihNya agar menyebarkan pelajaran tentang hal yang baik sesuai dengan kehendak Tuhan, melaksanakan kebaikan dan mengharamkan serta menjauhi kejahatan atau perluatan yang melanggar hukum tadi. akan tetapi kenyataannya, segala pengetahuan yang ditampung dalam pikiran sama sekali tidak mampu mengendalikan nafsu. Adakah seorang pun pencuri di dunia ini yang tidak tahu bahwa mencuri itu jahat? Adakah seorang pun koruptor di dunia ini yang tidak tahu bahwa. korupsi itu jahat? Semua telah tahu! Setiap orang yang melakukan kejahatan tentu tahu bahwa apa yang dilakukannya! tidak baik dan tidak boleh! Akan tapi tetap saja di mana-mana terjadi tindakan yang jahat itu.

   Pengetahuannya, hati akal pikirannya, tidak mampu mengekang gairah nafsunya sendiri. Bahkan sang pikiran yang suka mengaku-aku sebagai Aku itu membela nafsu dan membantah pengetahuan tentang hukum dan pelanggarannya itu. Misalnya seorang pencuri, kalau kesadarannya akan kesalahannya itu muncul, hati akal pikirannya segera berbisik.

   "Tidak apa, ini kulakukan karena terpaksa untuk mencukupi kebutuhan hidup keluargaku."

   Seorang koruptor melawan kesadarannya sendiri dengan bisikan pikiran "Tidak apa-apa semua pejabat juga melakukan itu dan itu lebih banyak lagi!"

   Dan yang paling menyedihkan bahkan sang pikiran berbisik "Jangan khawatir, tidak ada orang yaitu tahu, tidak ada orang melihatnya."

   Dengan bisikan ini dia lupa bahwa dirinnya juga orang, akan tetapi sudah tidak di-orangkan sendiri, dan memang benar karena padas saat itu, orangnya sudah hampir berubah menjadi setan!

   Demikian pula halnya dengan dua orang anak manusia bernama Chou Kia Ki dan Lai Cu Yin itu. Mereka berkecimpung dalam lautan berahi yang mengasyikkan dan memabukkan. Apakah mereka tidak tahu bahwa perbuatan mereka itu melanggar hukum kesusilaan? Tentu saja mereka tahu, akan tetapi gairah nafsu sudah membuat mereka menjadi buta. Mereka menjadi hamba-hamba kenikmatann nafsu dan kesenangan sehingga menghalalkan segala cara demi memperoleh kenikmatan itu!

   Berbahagialah orang yang menyadari akan kelemahannya dan selalu berserah diri, mohon bimbingan Tuhan karena hanya Kuasa Tuhan yang akan mampu meredakan dan mengendalikan nafsu sehingga dia akan selalu ingat kepada Tuhan dan waspada terhadap setiap langkah dan tindakan dalam hidupnya.

   Setelah menjelang tengah malam, Kian Ki dan Cu Yin berindap-indap menghampiri kamar tidur Ong Hui Lan. Sebagai calon mantu Jenderal Chou, tentu Ong Hui Lan diberi sebuah kamar yang lebih indah, lebih besar dan lebih lengkap dibandingkan kamar-kamar lainnya. Mereka berdua mendekatkan telinga di jendela dan pendengaran mereka yang tajam dapat menangkap pernapasan Hui Lan dan tahu bahwa gadis itu sudah tidur pula. kemudian, dengan tenaganya yang amat kuat, Kian Ki dapat membuka jendela kamar itu dari luar tanpa menimbulkan suara keras. Kemudian Cu Yin mengeluarkan belasan batang hio-swa (dupa biting),. menyalakannya dan menimpukkan dupa-dupa biting ke dalam kamar, denngan tepat gagang dupa-dupa itu menancap di atas meja. Asap hio yang baunya harum dan aneh itu segera mememnuhi kamar yang jendelanya sudah ditutup kembali oleh Kian Ki dari luar kamar.

   Mereka berdua menunggu selama kurang lebih satu jam sampai belasan batang hio yang menancap di atas meja dalam kamar itu terbakar habis dan asapnya merembes perlahan-lahan keluar kamar melalui celah-celah atap. Ketika mereka menempelkan telinga pada jendela dan mendengar betapa pernapasan Hui Lan kini terdengar berat tanda bahwa ia sudah terpengaruh asap dan berada dalam keadaan tidur yang amat dalam seperti tiak sadar, Cu Yin sambil tersenyum dan memberi isarat agar dia memasuki kamar.

   Kian Ki juga tersenyum, lalu memasuki kamar melalui jendela itu, dan dia mencabuti gagang belasan batang hio dan menyerahkan kepada Yu Cin yang berada di luar. Cu Yin menerimanya lalu meninggalkan tempat itu kembali ke kamarnya sendiri.

   Agaknya setan-setan sendiri menggerakkan hati akal pikiran Kian dan Cu Yin yang malam itu melaku perbuatan terkutuk. Dalam keadaan tidur nyenyak dan tidak sadar atau kesadaranya hanya layap-layap saja, Ong Hui Lan tidak berdaya akan apa yang dilakukan Chou Kian Ki terhadap dirinya!

   Chou Kian Ki sesungguhnya mencintai Ong Hui Lan. Dia tidak ingin menyakiti gadis yang menjadi calon istcrinya itu dan memang dia melakukan perbuatan terkutuk itu dengan hati-hati dan penuh kasih sayang. Sebetulnya dia terpaksa melakukan ini karena niatnya itu bukan terdorong nafsu berahi, melainkan untuk mematahkan perlawanan Hui Lan yang menentang rencana ayahnya. Siap untuk menggauli Hui Lan secara ini memang sudah direncanakan oleh Hongs Siansu dan juga disetujui ayahnya. Kalau Hui Lan sudah digaulinya biarpun dengan setengah memperkosanya karena gadis itu berada dalam keadaan hampir tidak sadar oleh pengaruh dupa pembius, tentu tida ada alasan lagi bagi Hui Lan untuk mengulang rencana Jenderal Chou. la sudah menjadi isteri Kian Ki, sudah menjadi putusan Jenderal Chou, maka tidak ada jalan lain kecuali mendukung rencana oleh mertuanya!

   Keyakinan inilah yang mendorong Kian Ki tega menggauli tunangannya sendiri yang berada dalam keadaan hampir tidak sadar. Bagi Hui Lan, peristiwa yang dialaminya itu tentu saja membuatnya terkejut dan menolak. Akan tetapi karena ia sudah terbius, maka peristiwa itu hanya lapat-lapat saja, seperti orang bermimpi. Ketika keesokan harinya pagi-pagi sekali, pembius itu sudah melepaskan cengkeramannya dari kesadaran Hui Lan dan gadis itu terbangun dari tidur dan, dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia mendapatkan dirinya berada dalam rangkulan dan pelukan Kian Ki. Matanya terbelalak, jeritnya tertahan ketika ia melihat betapa mereka berdua dalam keadaan telanjang!

   "Ihhh!"

   Hui Lan bangkit dan suaranya membuat Kian Ki terbangun. Pemuda ini juga bangkit dan dia merangkul Hui Lan.

   "Lan-moi ............!"

   "Apa ........ apa yang terjadi ...........?

   yang kau lakukan ini........?"

   Hui Lan kata tergagap dan ia menarik seprei untuk menutupi badannya, mukanya pucat sekali dan matanya terbelalak memandang wajah Kian Ki. Kamar itu hanya diterangi sebuah lampu yang tidak begitu terang......!

   "Lan-moi, maafkan aku............!"

   Hui Lan melihat pakaiannya bertumpuk di sudut pembaringan. Cepat disambarnya pakaiannya dan sambil berkerudung selimut ia melompat turun dari pembaringan, bersicepat mengenakan pakaiannya di balik almari dan biarpun karena tergesa-gesa pakaiannya masih belum beres benar, ia sudah menghampiri pembaringan lagi. la melihat Kian Ki juga sudah mengenakan pakaiannya dan pemuda itu duduk di tepi pembaring dengan wajah khawatir.

   "Ki-ko, katakan, apa yang telah tejadi? Kenapa engkau berada di atas pebaringanku dan ......... dan........ apa yang kau"

   Apa ........... apa yang terjadi.........? Apa yang kau lakukan ini..........?"

   Hui Lan berkata tergagap dan ia menarik selimut untuk menutupi badannya, mukanya pucat sekali dan matanya terbelalak memandang wajah Kian Ki.

   "Apa yang kau lakukan?"

   La Terbelalak memandang kearah pembaringan di mana terdapat tanda-tanda bahwa ia telah ternoda! la telah dinodai Chou Kian Ki! "Kau..... kau. la menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka pemuda itu.

   "Engkau telah mengauliku, menodaiku.......Keparat........!"

   "Tenang dan sabarlah, Lan-moi. jangan ribut-ribut, apakah kau ingin seorang mendengar dan tahu akan keadaan ini?"

   Mendengar itu, tiba-tiba Hui Lan menangis. Ia menangis sesenggukan, la terisak-isak, akan tetapi ia mengguna kedua tangan menutupi mukanya menahan agar isak tangisnya tidak sampai terdengar kuat. la menyadari bahwa kalau ada orang mendengar bahwa telah ternoda, hilang kegadisannya, itu akan merupakan aib yang tak tertanggungkan perasaannya.

   Kian Ki menghibur dengan kata-kata lembut, akan tetapi dia tidak berani mendekat apalagi menyentuh tunangann itu.

   "Lan-moi, engkau tahu aku amat mencintamu. Malam tadi, karena kebanyakan minum arak, aku tidak kuat lagi menanggung rindu hatiku kepadamu.

   Aku ingin dekat denganmu, maka aku........ aku memasuki kamarmu dan aku.......... ahhh, Lan-moi. Hal itu telah terjadi. Engkau tunanganku, bukan? Calon isteriku. Kita saling mencinta dan apa salahnya kalau malam tadi kita sudah menjadi suami isteri? Besok aku akan minta kepada ayah agar kita segera melangsungkan pernikahan, menjadi suami isteri yang sah. Aku cinta kamu, Lan-moi, aku bersumpah, aku cinta kamu dan engkau akan menjadi isteriku, ibu anak-anakku................"

   "Tidak! Engkau jahanam keparat yang terkutuk. Setelah apa yang kau lakukan terhadap diriku ini, aku tidak sudi menjadi isterimu, tidak sudi menjadi sahabatmu sekalipun. Engkau menjadi musuhku, musuh yang harus kubunuh!"

   Setelah berkata demikian, tiba-tiba Hui Lan melompat ke depan dan menyerang dengan pukulan ke arah dada Kian Ki. Pemuda yang memang amat sayang kepada Hui Lan itu tidak melawan.

   "Wuuuttttt....... bukkk!"

   Pukulan tangan kanan Hui Lan itu tepat mengenai dada Kian Ki dan tubuh pemuda itu terjengkang di atas pembaringan. Pada saat terdengar suara orang-orang di luar kamar. Mendengar ini, Hui Lan yang kwatir kalau mereka mengetahui apa yang terjadi, segera menyambar pedang Ceng hwa-kiam miliknya dari dinding dia pun membuka daun pintu kamar pergi cepat keluar gedung. Para penjaga yang melihat gadis itu tergesa-gesa pergi hanya memandang heran akan tetapi tidak berani bertanya.

   Kian Ki yang tidak terluka parah oleh pukulan itu karena tadi dia telah melindungi dirinya dengan tenaga sakti segera melaporkan kepada ayahnya akan peristiwa itu. Dia menceritakan bahw dia telah berhasil melaksanakan siasat yang diajukan Hongsan Siansu, akan tetapi setelah sadar Hui Lan lalu pergi meninggalkan gedung.

   "Hemmm, gadis itu sungguh keras kepala dan keras hati? Yang menodainya adalah calon suaminya sendiri, mengatakan tidak mau menerima keadaan menghilangkan aib dengan cepat-cepat menikah denganmu? Mengapa ia malah pergi dan membawa aib yang akan menyiksa perasaan hatinya? Ah, agaknya gadis itu sesungguhnya tidak cinta padamu, Kian Ki"

   "Ayah, akan tetapi aku mencintainya! Aku harus mendapatkannya, aku akan mengejarnya, Ayah!"

   Setelah berkata demikian, Kian Ki cepat merapikan pakaian dan membawa pedangnya lalu keluar dari gedung untuk melakukan pengejaran terhadap Hui Lan yang melarikan diri. Tiba di pekarangan depan, Lai Cu Yin menyusulnya.

   "Chou Kongcu, sepagi ini engkau hendak ke mana?"

   Kian Ki berhenti melangkah dan setelah berhadapan dengan Cu Yin, dia menghela napas dan berkata, 'Yin-moi, aku harus mengejar dan mencari Lan-moi!"

   Cu Yin tersenyum dan berkata.

   "Aku tadi sudah mendengar bahwa Hui Lan melarikan diri. Akan tetapi, engkau sudah berhasil, bukan?"

   "Sudah, akan tetapi ia keras kepala.

   Setelah terbangun pagi tadi, ia mar marah, memukulku, lalu melarikan di Aku harus mendapatkannya kembali, Yin moi, aku tidak mau kehilangan Lan-moi isteriku!"

   Cu Yin tersenyum mengejek.

   "Hem, engkau amat mencintanya. Kalau engkau dapat menyusulnya akan tetapi ia kukuh tidak mau kembali apa yang akan lakukan?"

   "Aku akan minta maaf kepadanya aku akan membujuknya."

   "Kalau ia tetap menolak?"

   "Ah, aku tidak tahu harus berbuat apa..........."

   "Aku dapat menolongmu, Kongcu."

   "Bagus! Engkau memang cerdik. Kalau ia tetap menolak untuk kembali, padahal aku tidak mau kehilangan isteriku, lalu bagaimana, Yin-moi?"

   "Kita tangkap dan bawa ia kembali dengan paksa."

   "Akan tetapi ia akan bertambah benci padaku!"

   "Tidak, Kongcu. Kebenciannya hanya sebentar. Ingat, Hui Lan seorang perawan ketika kau gauli, tentu saja dara itu menjadi kaget, marah, dan bingung. Kalau kita tangkap dan bawa pulang, lalu kau bujuk perlahan-lahan, tentu ia akan menurut. Tidak mungkin ia membiarkan dirinya ternoda dan membawa aib kemana-mana. Kalau menjadi isterimu berarti ia tidak terkena aib dan hidup terhormat."

   "Ah, engkau kekasihku yang pandai!"

   Kian Ki menjadi girang dan merangkul Cu Yin.

   "Ih, nanti dilihat orang. Mari kita lipat kejar dan susul Hui Lan, Kongcu."

   Mereka berdua lalu keluar dari pekarangan dan mulai mencari jejak dan mengejar Hui Lan.

   Hui Lan berlari keluar dari kota raja sambil menangis. Air matanya bercucuran dan hatinya menjerit-jerit, la telah dinodai, ia telah diperkosa si jahanam Chou Kiah Ki, demikian hatinya jerit. Apa gunanya hidup lagi? la masuki hutan di tepi jalan umum dan tampak lagi dari jalan. Ia menyelinap antara pohon-pohon, kini melangkah perlahan tanpa arah tertentu. Kedua kaki melangkah sendiri tanpa digerakkan pik annya yang melayang-layang di antara kegelapan yang mengerikan. Pikiran yang keruh menimbang-nimbang, mencari jalan keluar terbaik, namun selalu nemukan jalan buntu.

   Kembali ke gedung Jenderal Chou menurut, menjadi isteri Chou Kian Tidak sudi, bantah hatinya. Dua hal yang membuat ia bagaimanapun juga tidak akan sudi menjadi isteri Chou Kian Pertama, karena keluara itu merencanakan pemberontakan dengan cara yang licik dan curang, berlawanan dengan nuraninya yang selalu menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. Kedua, kalau tadinya ada sedikit rasa kagum dan suka bukan cinta, terhadap diri Chou Kian Ki kini semua itu sirna dan berubah menjadi dendam dan benci! Laki-laki itu secara muram, tak mungkin ia dapat mencinta apalagi menjadi isterinya. Tidak, sampai mati pun ia tidak sudi kembali ke gedung Jenderal Chou, tidak sudi tunduk menjadi isteri jahanam Chou Kian Ki.

   Lalu bagaimana? Melarikan diri dan membawa aib yang akan bertahan selama hidupnya? Membiarkan kemungkinan keluarga Chou, kalau tidak berhasil membujuknya kembali, menyiarkan berita bahwa ia bukan perawan lagi dan mungkin menyebar fitnah bahwa ia yang bertindak menyeleweng dan membiarkan kegadisannya direnggut orang? Ah, betapa semua orang akan membicarakannya, mencibir, mengejek dan menghinanya! Dan ayah ibunya! Ayah ibunya bisa mati karena malu mendengar akan aib yang menimpa dirinya ini!

   Hui Lan berhenti dan menjatuhkan diri terduduk dan bersandar pada batang pohon besar dengan bingung. Dunia ini seolah gelap baginya. Kembali kepada Keluarga Chou ia tidak sudi, sebaliknya kalau tidak kembali ia menghadapi bencana yang lebih menyeramkan lagi, yang namanya dan nama ayah ibunya akan tercoreng kotoran yang tidak dapat dihapus sampai mati! Maju salah mundur tak benar! Lalu apa yang harus ta lakukan?

   "Ayah ............! Ibu ............!"

   Gadis itu menangis menggerung-gerung. Kini, di dalam hutan ia tidak menahan-nahan lagi suara tangisnya dan ia menjerit-jerit menyebut ayah ibunya dengan air mata oercucur Ia bersimpuh di bawah pohon itu, tubuhnya membungkuk-bungkuk sampai dahinya menyentuh tanah.

   "Suhuuuuu ........!!"

   Kini ia menyebut suhunya karena hanya tiga orang itulah ayahnya, ibunya, dan gurunya yang disambatinya.

   Akan tetapi tangis menggerung-gerung menyebut nama mereka bukan menghibur, bahkan semakin, menyayat meremas hatinya sehingga pandang matanya menjadi gelap dan membuat ia hampir jatuh pingsan. Akan tetapi ia menguatkan dirinya.

   Mati! Itulah jalan satu-satunya untuk membebaskan diri dari kedua pilihan yang sama-sama mengerikan dan amat dibencinya itu. Kembali ke Keluarga Chou tidak sudi, melanjutkan hidup menderita aib juga ia tidak sudi karena mengerikan, maka matilah yang akan membebaskannya dari kedua pilihan itu. Mati, bebas dari semua kesengsaraan dan penderitaan. Ia mengangkat kepala, memandang kepada dahan yang melintang di atasnya. Dahan yang cukup kuat, sebesar pahanya. Perlahan-lahan dengan kedua tangan gemetar akan tetapi tanpa ragu sedikitpun, Hui Lan menanggalkan pedang dari punggungnya, lalu meloloskan ikat pinggangnya yang panjang berwarna merah.

   Ia mengikatkan sabuknya di dahan pohon itu, lalu melompat ke atas dahan pohon,diikatkannya ujung sabuk ke lehernya.

   "Ayah, Ibu, Suhu, maafkan aku terpaksa meninggalkan kalian bertiga. Maafkan aku dan selamat tinggal........!"

   La lalu melompat turun dan tubuhnya tertahan dan tergantung ketika tali itu menjerat lehernya. Semua lalu gelap gulita.

   Hui Lan membuka matanya dan medapatkan dirinya rebah telentang di bawah pohon besar itu. Dengan heran melihat wajah seorang laki-laki duduk di atas batu, di dekatnya.

   "........... di mana aku............? Sorga atau Neraka..........?"

   La menggumam dan suaranya serak, lehernya terasa agak nyeri.

   "Nona, engkau masih berada di dunia di dalang hutan............."

   Kata Liu Cin dengan terharu. Dia merasa iba sekali melihat gadis ini, yang meraba-raba lehernya mecoba untuk bangkit duduk akan tetapi rebah kembali.

   Hui Lan yang mulai sadar itu memandang ke arah dahan pohon dan ia teringat semua.

   "Akan tetapi......... aku ............. aku mati, seharusnya aku mati ............."

   Liul Cin memperlihatkan gulungan sabuk merah di tangannya dan berkata "Nona,! engkau tidak mati, nyaris mati memang..............."

   "Kenapa? Ah, kenapa engkau mengagalkan aku mati? Kenapa?"

   Ia kini memaksa diri bangkit duduk dan memandang dengan mata melotot penasaran kepada pemuda itu. Kini baru ia menyadari bahwa ketika ia menggantung diri, pemuda ini tentu telah menyelamatkannya.

   "Nona, bunuh diri bukan perbuatan gagah. Bunuh diri itu dosa besar dan hanya dilakukan seorang pengecut, padahal aku tahu bahwa engkau bukanlah seorang pengecut, engkau seorang gadis gagah perkasa."

   '

   "Siapa engkau ...........??"

   Hui Lan dengan marah menatap wajah pemuda itu.

   
Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Nona Ong Hui Lan, lupakah engkau kepadaku? Aku Liu Cin."

   "Liu Cin? Ah, Liu Cin ............, mengapa tidak kau biarkan aku mati saja.......?"

   Gadis itu menangis sesenggukan.

   Liu Cin merasa kasihan sekali. Dia menyentuh kedua pundak gadis itu dan berkata dengan suara gemetar penuh perasaan.

   "Nona, apa yang terjadi denganmu? Siapa yang mengganggumu? Aku tersumpah untuk menghajar orang yang berani membuat engkau berduka seperti ini."

   Liu Cin ...........!!"

   Hui Lan mengeluh danterkulai kedepan, cepat dirangkul Liu Cin dan dalam keadaan setengah pingsan itu Hui Lan merangkul dan membenamkan mukanya di dada pemuda itu sambil menangis tersedu sedan.

   Liu Cin membiarkan gadis itu menangis sepuasnya di dadanya. Gadis itu kini seolah menemukan tempat untuk menumpahkan semua kesedihannya, setelah menumpahkan semua kehancuran hatinya melalui air mata yang membanjir keluar dan membasahi baju Liu Cin perlahan lahan Hui Lan menjadi tenang dan setelah ia merasa betapa ia menangis di dada Liu Cin dan membasahi baju pemuda itu, ia cepat menarik mundur tubuhnya dari pangkuan Liu Cin

   .

   "Liu Cin, ........... maafkan aku ........ tidak semestinya aku menangis begini .........."

   "Tidak mengapa, Nona. Bukankah kita telah berkenalan dan menjadi sahabat?"

   "Tapi, aku tidak dapat berterima kasih karena engkau selamatkan dari maut. Engkau bagiku malah menggagalkan kebebasanku."

   "Maafkan kalau aku membuat engkau merasa kecewa dan penasaran, Nona Ong. Akan tetapi sekali lagi kutekankan bahwa perbuatan bunuh diri adalah perbuatan para pengecut yang tidak berani menghadapi kenyataan dan hendak melarikan diri. Akan tetapi melarikan diri dengan cara bunuh diri bahkan membuat kita lebih menderita lagi. Apa engkau tahu bahwa bunuh diri membuat kita penjadi arwah penasaran? Coba Nona ingat-ingat lagi semua yang diajarkan oleh gurumu. Bukankah beliau juga mengeluarkan hal yang sama dengan apa yang katakan tadi?"

   Hui Lan menghela napas panjang.Sejak pertemuannya pertama dengan pemuda ini di taman bunga belakang gedung Jenderal Chou, ia entah bagaimana sudah mempunyai perasaan percaya kepada pemuda murid Siauwlimpai ini. Tadinya ia memandang Liu Cin dengan curiga karena pemuda itu datang bersama Lai Cu Yin yang genit, akan tetapi setelah mereka bercakap-cakap di taman, pandangannya terhadap pemuda ini menjadi lain. Dan kini, ucapan pemuda yang tampak lugu dan jujur ini begitu mengena dalam hatinya. Ia teringat akan nasehat-nasehat gurunya dan terbuka kesadarannya bahwa hampir saja ia melakukan hal yang amat bodoh dan pasti ditentang oleh gurunya.

   "Terima kasih, Liu Cin,"

   Ia kini rasa heran sendiri mengapa ia menyebut nama pemuda itu begitu saja seolah mereka telah menjadi sahabat baik lama sekali.

   "Nona.............."

   "Nanti dulu, Liu Cin. Sejak semula aku telah menyebut namamu begitu saja maka tidak enaklah kalau engkau menyebutku Nona. Engkau tahu bahwa namaku Hui Lan."

   Liu Cin tersenyum. Sebetulnya di merasa rikuh (canggung) untuk menyebut gadis itu namanya saja karena bagai manapun juga dia telah mendengar bahwa gadis ini masih keturunan bangsawan, selain puteri seorang bangsawan Kerajaan Chou yang pejabat tinggi, juga calon mantu seorang jenderal yang dahulunya seorang pangeran. Akan tetapi mendengar ucapan Hui Lan, dia merasa senang juga.

   "Baiklah, Hui Lan. Nah, sekarang engkau telah menyadari bahwa tindakanmu tadi itu sama sekali salah sehingga aku tidak khawatir engkau akan kedakukannya lagi. Ceritakanlah mengapa engkau begini berduka seperti orang putus asa? Apa yang telah terjadi? Padahal waktu kemarin dulu engkau masih hidup baik-baik di rumah calon mertuamu?"

   Hui Lan menghela napas panjang berulang kali. Bagaimana mungkin ia menceritakan apa yang telah terjadi, malapetaka yang menimpa dirinya, kepada Liu Cin yang sebetulnya merupakan orang asing baginya? Menceritakan aib yang menimpa dirinya? Ah, tidak mungkin. Akan tetapi ia tidak dapat mencari alasan lain, tidak biasa berbohong, maka ia berkata lirih.

   "Maafkan aku, Liu Cin. Aku tidak dapat menceritakan apa yang terjadi, hanya dapat kuceritakan bahwa aku telah melarikan diri meninggalkan Keluarga Chou. Tadinya aku memang merasa tidak mungkin dapat hidup terus dan mau membunuh diri, akan tetapi sekarang menyadari kekeliruanku. Aku tidak akan membunuh diri, Liu Cin dan terima kasih atas semua peringatan dan nasehatmu.

   Liu Cin mengangguk. Dia tidak dapat apa yang telah terjadi, akan tetapi yakin bahwa tentu terjadi bentrok antara Hui Lan dengan Keluarga Chou.

   "Apa engkau tidak akan kembali rumah Keluarga Chou? Ingat, engkau adalah calon mantunya, calon isteri Chou Kian Ki."

   "Aku tidak sudi! Aku bukan calon mantu Keluarga Chou lagi. Aku tidak sudi kembali ke sana, tidak sudi membantu rencana busuk mereka, tidak sudi menikah dengan jahanam itu!"

   Liu Cin merasa heran sekali dan yakin bahwa tentu telah terjadi sesuat yang hebat.

   "Akan tetapi kenapa........?

   Dia teringat bahwa gadis itu tidak mau menceritakan apa yang terjadi, maka tidak baik kalau ia memaksa terus hendak mengetahui urusan orang lain.

   "Maaf Hui Lan, aku lupa bahwa engkau tidak dapat menceritakan apa yang telah terjadi. Akan tetapi kalau engkau tidak mau kembali ke sana, apakah engkau kini akan pulang ke rumah orang tuamu?"

   Gadis itu menggelengkan kepalanya. '"Tidak juga, Liu Cin. Ayah ibuku yang tinggal di Nan-king tentu akan menjadi marah dan berduka melihat aku yang mereka jodohkan dengan Chou Kian Ki itu kini tidak mau membantu Jenderal Chou bahkan lari meninggalkan rumah mereka. Aku tidak tega melihat mereka berduka." ,

   "Kalau begitu, engkau hendak pergi ke tempat seorang dari para sanak keluargamu? Di mana?"

   Kembali Hui Lan menggelengkan kepala.

   "Tidak, aku tidak mempunyai sanak keluarga yang dapat kudatangi dan menampungku."

   "Eh? Kalau begitu, engkau hendak pergi ke mana, Hui Lan?"

   Tanya Liu Cin bingung, kasihan dan khawatir.

   "Entahlah, Liu Cin. Yang jelas, aku harus pergi dari semua ini, aku...... aku...... akan merantau dan aku akan mencari guruku, atau mencari guru lain untuk memperdalam ilmu silatku"

   Ia berteriak bahwa ia bersumpah dalam hati untuk membunuh Chou Kian Ki. Itu kini satu-satunya tujuan hidupnya, bahkan yang mendorongnya untuk tetap hidup. Membalas dendam!

   "Memperdalam ilmu silatmu? Akan tetapi, engkau sudah cukup lihai dan tangguh, Hui Lan."

   "Tidak, sama sekali belum cukup, Li Cin."

   Tentu saja masih jauh dari cukup karena Kian Ki merupakan lawan yang amat berat.

   "Kalau begitu, mari kita cari guru bersama, Hui Lan. Aku juga seorang yang hidup sebatangkara, tiada sanak saudara, dan aku pun ingin memperdalam ilmu silatku. Akan tetapi......., tentu saja kalau engkau mau melakukan perjalanan bersamaku."

   "Akan tetapi, kenapa engkau dapat tiba-tiba berada di sini, Liu Cin? Bukankah engkau menjadi tamu di rumah Keluarga Chou, bersama wanita genit itu dan menjadi pembantu apa yang dipetakan sebagai perjuangan Jenderal Chou?"

   Tanya Hui Lan yang memang maklum tahu bahwa Liu Cin telah pergi sendiri dari sana.

   "Tidak, Hui Lan. Sejak pagi kemarin aku sudah pergi dari sana dan sudah Mengambil keputusan untuk tidak kembali lagi ke sana."

   "Akan tetapi bagaimana dengan sahabat baikmu, Lai Cu Yin itu? Apakah engkau tinggalkan ia begitu saja?"

   "Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin bukan sahabat baikku, Hui Lan. Sejak awal telah kukatakan bahwa kami hanya kebetulan saja bertemu di perjalanan dan berkenalan. Aku mau melakukan perjalanan bersamanya karena tadinya ia bersikap baik sebagai seorang gadis pendekar yang sopan dan baik budi. Akan tetapi setelah melihat ulahnya di gedung Jenderal Chou, baru aku tahu orang macam apa adanya gadis itu. Nah, maukah engkau kutemani mencari seorang guru untuk memperdalam ilmu silat kita?"

   Hui Lan mengangguk.

   Dalam hatinya ia merasa girang dan berterima kasih sekali kepada pemuda sederhana ini. Tentu saja, dengan adanya teman seperjalanan seorang pemuda yang gagah sopan, dan jujur seperti Liu Cin, ia akan lebih bersemangat dan tabah. Ia sendiri belum pernah melakukan perjalanan jauh seorang diri, apalagi perjalanan yang tidak tentu arah tujuannya.

   Hui Lan lalu menanggalkan semua perhiasannya, anting, kalung, hiasan rambut, gelang yang kesemuanya terbuat dari emas permata, dan menyerahkannya kepada Liu Cin.

   "Simpanlah semua ini, Liu Cin, untuk keperluan dan bekal perjalanan kita. Aku pun memerlukan beberapa setel pakaiai pengganti karena semua pakaianku tidak kubawa serta ketika aku melarikan diri. Liu Cin tidak membantah, menerima perhiasan itu dan memasukkannya ke dalam buntalan pakaiannya.

   "Mari kita tinggalkan hutan ini dan mulai dengan perjalanan kita, Hui Lan."

   "Ke mana?"

   "Ke mana saja hati kita membawa Hui Lan."

   Mereka lalu melangkah keluar dari hutan dan setelah tiba di jalan umum, mereka menuju ke selatan karena ke utara berarti kembali ke kota raja dan tentu saja mereka tidak menghendaki kembali ke sana.

   Matahari telah naik tinggi ketika mereka tiba di daerah terbuka. Tidak ada pohon di daerah yang cukup luas itu. Dan melihat banyak pangkal pohon di daerah itu, mudah diketahui bahwa agaknya pohon-pohon di situ telah ditebangi orang. Mungkin tadinya merupakan sekumpulan pohon pilihan yang baik untuk membangun rumah, dan kini sudah habis di tebangi orang. Yang tampak hanya pangkal-pangkal pohon mencuat dari tanah dan kini tempat itu menjadi lapangan rumput yang lengang.

   Tiba-tiba mereka melihat dua bayangan orang berlari cepat dari depan. Mereka itu bukan lain adalah Chou Kian Ki dan Lai Cu Yin yang pagi tadi melakukan pengejaran terhadap Hui Lan. Mereka mengejar mengikuti jalan umum ke selatan dan karena mereka tidak mengetahui bahwa Hui Lan meninggalkan jalan untuk memasuki hutan, maka mereka melewati tempat itu sampai jauh. Setelah melalui beberapa dusun dan tidak ada yang lihat Hui Lan dalam dusun-dusun Kian Ki dan. Cu Yin lalu kembali, maklum bahwa agaknya Hui Lan tidak mengambil jalan menuju ke selatan itu. Ketika mereka berlari kembali ke utara lah mereka bertemu dengan Hui Lan dan Liu Cin yang sedang melakukan perjalanan ke selatan setelah keluar dari dalam hutan.

   Ketika dua bayangan itu sudah dekat dan mengenal bahwa mereka adalah Kian Ki dan Cu Yin, Hui Lan menjadi marah sekali. Ia sama sekali tidak gentar walaupun ia maklum bahwa ia tidak akan mampu mengalahkan Kian Ki.Maka ia sudah cepat mencabut Ceng-hwa-ki dan siap menyerang. Kian Ki mengerutkan alisnya ketika melihat Hui Lan bersama Liu Cin.

   "Lan moi, bagaimana engkau bisa bersamadengan Liu Cin di sini?"

   Tegurnya dengan dipenuhi cemburu.

   "Huh, aku berada di manapun bersama siapapun, apa pedulimu?"

   "Lan-moi, mari kita pulang. Aku sengaja datang menjemputmu."

   "Tidak sudi! Aku tidak sudi kembali rumahmu yang terkutuk!"

   "Aih, Lan-moi, engkau adalah isteriku, ingat?"

   "Jahanam, siapa isterimu? Aku bukan isterimu dan aku tidak sudi menjadi isteri jahanam macammu!"

   Bentak Hui Lan dan tangannya yang memegang pedang gemetar karena rasanya sudah tidak sabar lagi untuk menyerang pemuda itu.

   "Kongcu, gadis begini galak dan jahat, mengapa kaupilih menjadi isterimu?. Masih banyak gadis yang jauh lebih cantik dan lebih ramah daripada ini."

   Kata Lai Cu Yin.

   Akan tetapi Kian Ki tidak mempeedulikan ucapan Cu Yin. Dia tetap memandang Hui Lan dan merasa betapa cintanyamasih besar terhadap gadis ini.

   "Lan-moi, kau tahu aku amat mencintaimu. Marilah pulang bersamaku, sayang."

   "Tidak sudi!!"

   "Lan-moi, mau tidak mau engkau harus bersamaku karena engkau adalah isteriku.. Terpaksa aku akan menggunakan kekerasan dan membawamu pulang."

   "Nanti dulu!!"

   Tiba-tiba Liu Cin langkah maju.

   "Hemmm, engkau mau apa?"

   Bentak Kian Ki semakin marah kepada Liu karena memang dia merasa cem' melihat pemuda itu bersama tunangan

   "Chou Kian Ki, engkau tidak memaksanya."

   "Peduli apa kamu! Jangan mencampuri urusan rumah tangga orang. Hui Lan adalah isteriku, apa sangkutannya denganmu?"

   Bentak Kian Ki.

   "Cin-ko, jangan ikut campur. Ini bukan urusanmu."

   Kata Ang Hwa Niocu, Lan Cu Yin sambil tersenyum mengejek.

   "Di mana saja, kapan saja, terjadi kejahatan, penindasan, dan kesewenang-wenangan, itu adalah urusanku! Tidak peduli siapapun pelaku kejahatan itu pasti kutentang!"

   "Keparat kurang ajar! Liu Cin, wanita adalah isteriku, apakah engkau hendak menghalangi aku membawa pulang isteriku? Pendekar macam apa engkau ini yang hendak mencampuri pertikaian antara suami isteri?"

   "Chou Kian Ki, biarpun engkau mengakuii Hui Lan sebagai isterimu, akan tapi buktinya Hui Lan tidak mengakuinya. Ia tidak sudi menjadi isterimu, tidak sudi menuruti kehendakmu, tidak sudi kembali ke rumahmu. Kalau engkau hendak memaksa, berarti engkau melakukan paksaan dan penindasan. Aku terpaksa akan menentangmu!"

   "Keparat busuk! Yin-moi, kau hajar bocah kurang ajar ini, biar aku tangkap dulu isteriku!"

   Kata Kian Ki dan cepat dia menubruk ke arah Hui Lan dengan serangan totokan untuk merobohkan dan menangkap gadis itu.

   Namun Hui Lan cepat melompat ke kiri dan mengamuk dengan pedangnya yang dipergunakan untuk menyerang Kian Ki secara bertubi-tubi. Bagaimanapun juga, Hui Lan bukan seorang gadis lemah. Ia telah digembleng dengan ilmu silat tinggi oleh Tiong Cu Cinjin, maka ilmu pedangnya juga dahsyat sekali.

   Pedangnya lenyap berubah menjadi gulungan sinar hijau yang menyambar-nyambar. Biarpun Kian Ki jauh lebih lihai, akan tetapi karena dia tidak ingin melukai gadis yang dicintanya itu maka tidak mudah baginya untuk dapat menangkap Hui Lan yang mengamuk dengan marah itu. Sementara itu, sambil tersenyum manis Lai Cu Yin menghampiri Liu Cin

   "Cin-ko, kita adalah sahabat baik. Untuk apa kita bermusuhan? Lebih baik cepat pergi dari sini dan jangan mencampuri urusan Kongcu Chou Kian Ki."

   "Hemm, Lai Cu Yin. Sekarang aku mengerti bahwa engkau adalah seekor srigala berbulu ayam.Sekarang aku teringat akan cerita orang-orang dusun tentang siluman rase itu. Sudah pasti engkaulah siluman rase itu!"

   Mendengar ini, marahlah Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin. Biarpun ia tidak mencinta Liu Cin, tidak mungkin gadis yang membenci laki-laki ini dapat jatuh cinta, namun tadinya ia tertarik kepada Liu Cin yang sederhana dan lugu namun gagah dan tampan. Kini, rahasianya diketahui Liu Cin maka sambil mengeluarkan jerit melengking ia sudah mencabut pedang merahnya dan menyerang dengan cepat dan kuat.

   "Trang.,...!"

   Liu Cin sudah siap siaga, dia tadi sudah mengeluarkan sepasang tongkatnya yang terselip di buntalan pakaian lalu menangkis pedang Cu Yin dan sekaligus balas menyerang dengan tongkat ke dua.

   "Cring-tranggg!"

   Kembali pedang bertemu tongkat ketika Cu Yin menangkis. Mereka segera bertanding dengan hebat.

   Sementara itu, Hui Lan masih terus mengamuk dan menyerang Kian Ki dengan penuh kebencian. Pedangnya berubah menjadi sinar kehijauan, akan tetapi kini Kian Ki juga mengeluarkan pedangnya yang bersinar hitam. Pedangnya adalah sebatang pedang mustika yang bernama Hek-kang-kiam (Pedang Baja Hitam) yang amat kuat. Akan tetapi, dia menggunakan pedangnya hanya untuk melindungi dirinya, untuk menangkisi pedang Hui Lan. Dia sendiri membalas dengan totokan-totokan tangan kirinya untuk merobohkan Hui Lan.

   Akan tetapi karena sinkang (tenaga sakti) yang dikuasai Kian Ki jauh lebih kuat daripada Hui Lan, ketika pedang hitam itu menangkis pedang hijau, sekali kedua pedang bertemu Hui Lan merasa betapa lengannya tergetar hebat dan lama kelamaan lengan kanannya semakin lemah kehilangan tenaga. Lewat sekitar tiga puluh jurus, akhirnya jari tangan kiri Kian Ki berhasil menotok jalan darah pundak Hui Lan dan gadis itu terkulai roboh akan tetapi pedang Ceng-hwa-kia masih tetap dipegangnya. Ia tidak mampu bangkit kembali karena tubuhnya menjadi lemas dan seperti lumpuh!

   Yakin bahwa Hui Lan tidak mungkin dapat melarikan diri, Kian Ki melompat dan membantu Cu Yin yang masih bertanding seru melawan Liu Cin. Menghadapi Cu Yin saja Liu Cin sudah merasa repot untuk dapat mengalahkannya, apalagi kini Kian Ki maju membantu gadis itu. Liu Cin melawan mati-matian, akan tetapi tiba-tiba sebuah sinar merah kecil menyambar dan mengenai pundak kanannya. Seketika pundak dan lengan kanannya lumpuh, pegangan pada tongkat kanannya terlepas dan sebuah tendangan yang menyusul dari kaki Kian Ki mengenai pahanya. Liu Cin terkapar dan roboh.

   "Bunuh keparat itu, Yin-moi!"

   Kata Kian Ki yang hendak menghampiri Hui Lan sedangkan Cu Yin menghampiri Liu Cin. Akan tetapi pada saat itu, tiba-tiba terdengar bunyi lengking nyaring dan dari atas menyambar seekor burung rajawali besar. Dengan kecepatan kilat burung rajawali itu menyambar ke arah kepala Cu Yin yang menjadi terkejut dan cepat melempar diri ke bawah lalu bergulingan agar terlepas dari ancaman kedua cakar burung. Burung rajawali itu kini menyambar ke arah Kian Ki, namun Kian Ki sudah melompat mundur dan sambaran itu luput. Burung rajawali terus saja mengamuk, menyerang dua orang itu bergantian.

   Sementara itu, seorang pemuda pakaian serba putih sederhana, pemuda yang bukan lain adalah Sin-tiauw hiong (Pendekar Rajawali Sakti) Si Han Lin, muncul dan cepat dia menghampiri Hui Lan dan sekali tangannya bergerak ke arah punggung dan pundak gadis itu. Hui Lan terbebas dari totokan. Gadis memandang dan ia teringat akan pemuda aneh pemilik rajawali yang dulu pernah menolongnya dan menyelamatkannya pengeroyokan orang-orang jahat. Akan tetapi Han Lin hanya tersenyum kepadanya lalu cepat Han Lin melompat arah Liu Cin. la memeriksa keadaan Cin yang terkena senjata rahasia Ang hwa-piauw (Piauw Bunga Merah) yang tadi dilepas Cu Yin. Han Lin menotok dan mengurut pundak kanan Liu Cin membubuhkan obat gosok pada luka kecil di pundak setelah mencabut Piauw Bun Merah yang menancap di situ. Seketika Liu Cin dapat bergerak kembali karena pundak dan lengan kanannya tidak lumpuh.

   "Terima kasih, sobat!"

   Kata Liu Cin dan cepat dia melompat untuk menyambar tongkat kanannya yang tadi terlepas dari tangannya.

   "Wuuuttttt desss!"

   Pukulan jarak jauh tangan kiri Kian Ki menyerempet tubuh rajawali akan tetapi cukup kuat untuk membuat rajawali terpental dan beberapa puluh helai bulunya rontok, melihat ini, Han Lin berseru kepada burung rajawali.

   "Tiauw-ko, mundur!"

   Burung itu mengeluarkan bunyi dan segera terbang menjauhkan diri. Kini Kian Ki menjadi marah sekali kepada Han Lin yang sudah menggagalkan dia membunuh Liu Cin dan tentu saja akan menghalangi kehendaknya. Dan bocah berpakaian putih yang memiliki burung rajawali itu masih tampak begitu muda!

   "Bocah lancang, mampuslah!!"

   Kian Ki berseru nyaring, melompat ke depan dan setelah berhadapan dalam jarak satu tombak dari Han Lin, dia merendahkan diri, menyimpan pedangnya lalu mendorong dengan kedua tangan terbuka kearah Han Lin sambil mengerahkan seluruh tenaga saktinya. Tenaga sakti Kian Ki kuat luar biasa setelah dia dibanjiri tenaga sakti dari mendiang Thian Siansu, juga menyedot sebagian tenaga sakti dari Hongsan Siansu, Im-yang Tong dan Kwan In Su. Maka begitu dia mendorongkan kedua tangannya, hawa pukulan seperti angin badai melanda Han Lin. Pemuda ini sudah menduga akan kedahsyatan tenaga lawan, maka dia pun menyambutnya dengan tenaga lemas untuk melindungi dirinya.

   "Wuuutttt desssss!"

   Bagaikan sehelai daun kering tertiup angin kencang, tubuh Han Lin terlempar jauh kebelakang. Akan tetapi tubuh itu tidak terbanting jatuh, melainkan melayang dan membuat putaran melangkah kembali ke tempat tadi, di depan Kian Ki dan berdiri sambil tersenyum, jelas sama sekali tidak menderita apalagi terluka Kian Ki memandang dengan mata terbelalak. Tidak mungkin ini, pikirnya Tadi dia memukul dahsyat sekali, mengerahkan seluruh sinkangnya. Akan tetapi bocah itu hanya terlempar dan melayang kembali, bahkan sedikit pun tidak terluka!.

   

   "Siapa kau bocah lancang berani mencampuri urusan orang lain!"

   Bentaknya karena di samping kemarahannya, dia juga heran dan ingin sekali mengetahui siapa gerangan pemuda yang kelihatan masih remaja ini.

   Si Han Lin tersenyum dan dia pun mengamati pemuda gagah berpakaian mewah ini.

   "Wah, sobat, pukulanmu tadi hebat sekali, sayang dipergunakan dengan kejam untuk membunuh orang. Kau ingin tahu namaku? Aku Si Han Lin, dan engkau siapa sih, begini galak hendak membunuhi orang?"

   "Aku Chou Kian Ki, putera Jenderal Chou, Penasehat Angkatan Perang Kerajaan! Gadis itu adalah isteriku yang minggat bersama laki-laki itu, maka aku hendak mengambil isteriku kembali dan membunuh laki-laki jahanam itu!"

   Dia menuding ke arah Hui Lan dan Liu Cin yang kini sudah mengeroyok Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin yang tampak kerepotan menghadapi pengeroyokan dua orang itu. Mendengar keterangan Chou Kian Ki ini, Han Lin terkejut.

   Bukan terkejut mendengar pemuda gagah itu putera seorang jenderal yang berpangkat tinggi, melainkan terkejut mendengar bahwa Ong Hui Lan yang pernah dikenalnya itu ternyata isteri Chou Kian Ki yang minggat dan melarikan diri bersama pemuda yang terluka pundaknya tadi. Dia tidak boleh gegabah, harus mengetahui benar duduknya perkara jangan sampai dia malah membela orang-orang yang jahat dan bersalah. Maka dia lalu melompat ke tengah antara tiga orang yang sedang berkelahi itu sambil berseru.

   "Tahan dulu!"

   Melihat, pemuda yang tadi menolong mereka, Liu Cin dan Hui Lan biarpun sudah mendesak Lai Cu Yin, segera melompat ke belakang meunda serangan mereka. Sebaliknya, Cu Yin yang tadi melihat betapa Han Lin menolong Hui Lan dan Liu Cin, cepat menyerang pemuda itu dengan sambitan dua Ang-hwa-piauw ke arah sepasang mata Han Lin. Sambitan itu dilakukan dari jarak dekat hanya sekitar tiga tombak! Dua si merah itu meluncur cepat sekali karena yang diserang itu mata, bagian tubuh paling lemah, maka tentu saja itu merupakan serangan yang amat berbahaya. Tentu saja Hui Lan dan Liu Cin menjadi terkejut sekali dan marah melihat Cu Yin menyerang orang yang hanya melerai mereka dengan cara demikian curangnya. Akan tetapi dengan tenang saja Han Lin menggerakkan tangan kirinya.

   "Ceppp! Ceppp!"

   Dua buah senjata rahasia itu menancap di celah-celah jari tangannya! Kemudian dia menggerakkan tangan kiri itu ke arah Cu Yin. Dua sinar merah itu meluncur sedemikian cepatnya sehingga Cu Yin tidak sempat mengelak lagi. Tahu-tahu dua batang piauw bunga merah penghias rambut itu sudah bersarang kembali di rambutnya akan tetapi ujung tangkai penghias rambut yang dijadikan senjata rahasia itu melukai kulit kepalanya.

   "Aduhhh!"

   Tak tertahankan lagi Lai Cu Yin berteriak dan cepat mengambil dua tangkai bunga itu lalu menggaruk-garuk kepalanya yang terluka. Ada darah menodai jari tangannya yang menggaruk.

   "Wah, maafkan aku, Nona. Kusangka kulit kepalamu sudah cukup keras tersentuh tangkai bunga merah yang indah itu"

   Kata Han Lin sambil tersenyum menggoda. Cu Yin marah sekali akan tetapi ia pun bukan orang bodoh dan nekat. la dapat menduga bahwa pemuda berpakaian putih sederhana itu memiliki kepandaian yang amat tinggi, maka sambil merengut ia pun mundur mendekati Chou Kian Ki. Kini Han Lin menghadapi Liu Cin dan Hui Lan. Dia tersenyum kepada Hui Lan dan bertanya.

   Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Nona, apakah engkau masih mengenalku?"

   "Tentu saja, Han Lin. Engkau dan rajawalimu pernah menolongku."

   Jawab Hui Lan.

   "Nah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, Hui Lan. Menurut keterangan Chou Kian Ki putera jenderal ini, engkau adalah isterinya yang minggat dari rumahnya. Benarkah itu?"

   "Bohong! Aku bukan isterinya, memang tadinya aku ditunangkan kepadanya oleh orang tua kami, akan tetapi aku membatalkan ikatan perjodohan itu. Aku bukan isterinya dan aku tidak sudi jadi isterinya. Aku benci Keluarga Chou dan aku memang melarikan diri meninggalkan mereka karena aku tidak tinggal di sana, tidak sudi menjadi mantu Jenderal Chou! Jahanam busuk ini bohong, aku bukan isterinya, aku bahkan bukan tunangan, bukan apa-apanya lagi."

   Chou Kian Ki hendak membantah akan tetapi Si Han Lin mengangkat tangan mencegahnya bicara.

   "Biar aku tanya kepada sobat ini."

   Dia menghadapi Liu Cin.

   "Siapa namamu, Sobat?"

   "Aku she Liu, bernama Cin."

   "Sobat Liu Cin, aku mendengar keterangan dari Chou Kian Ki ini bahwa engkau mengajak lari Ong Hui Lan, benarkah?"

   "Bohong dan fitnah! Sama sekali tidak!"

   "Kalau begitu, mengapa engkau bersama Hui Lan? Bagaimana ceritanya?"

   Tanya pula Han Lin.

   "Aku pergi dari rumah Jenderal Chou karena aku tidak suka diajak bekerja sama olehnya. Kebetulan tadi pagi aku bertemu dengan Nona Ong ini. Aku melihat ia hendak bunuh diri dengan menggantung diri. Aku mencegahnya dan aku mendengar bahwa ia juga melarikan diri dari Keluarga Chou karena tidak suka lagi berada di sana. Lalu kami bersama-sama melakukan perjalanan. Sama Kali tidak ada hubungan apa pun antara kami, hanya merasa senasib dan aku ingin menolongnya."

   Liu Cin lalu memandang kepada Chou Kian Ki.

   "Kemudian selagi kami berjalan, muncul Chou Kian Ki dan wanita itu. Chou Kian Ki hendak memaksa membawa Ong Hui Lan pergi, karena gadis itu tidak mau dan hendak dipaksa, aku membelanya dan kami berkelahi melawan mereka!"

   Kini Si Han Lin memutar tubuhnya ncnghadapi Kian Ki dan Cu Yin.

   "Nah, sekarang aku sudah mendengar pengakuan mereka dan ternyata, seperti dugaanku, mereka berdua ini bersih tidak bersalah apa pun dan kalau mereka tidak bersalah, maka jelas kalian berdua lah yang bersalah, hendak merampas kemerdekaan orang dan bahkan hendak membunuh. Terpaksa aku harus menghalangi niat jahat itu, Chou Kian Ki!"

   Chou Kian Ki marah sekali. Dia merasa ditantang oleh pemuda berpakaian putih yang masih amat muda itu. Tadi ketika dia menyerang dengan pukulan jarak jauh, pemuda itu terlempar jauh akan tetapi dapat melayang kembali sama sekali tidak terluka. Biarpun hal merupakan keanehan dan membuat dia menduga bahwa pemuda itu merupakan kan lawan yang tangguh, namun Kian Ki tidak merasa gentar. Pemuda ini memang menjadi sombong bukan main, menganggap diri sendiri tanpa tanding. Tak orang pun dapat mengalahkannya.

   "Keparat, kalau begitu engkau sudah bosan hidup!"

   Teriaknya dan dia menerjang dengan dahsyat, menggunakan tangan kosong yang dipenuhi penyalur sinkang untuk menyerang Han Lin. Akan tetapi dengan tubuh ringan sekali Han Lin menghindarkan diri dengan langkah Ajaib Jiauw-pouw-poan-sin. Kedua kakinya melangkah ke sana sini dengan aneh, akan tetapi hebatnya, semua pukulan dan tendangan Kian Ki yang amat dahsyat itu tidak ada yang mampu menyentuh tubuhnya!

   Sementara itu, Hui Lan sudah menyerang Lai Cu Yin lagi, dibantu oleh Liu Cin. Mereka berdua menyerang gadis genit yang mereka tahu kini menjadi antek Chou Ban Heng itu dan mulai mendesaknya lagi karena betapapun lihainya, menghadapi dua orang itu Cu Yin merasa kewalahan juga. Kian Ki menjadi penasaran bukan main setelah belasan jurus dia menyerang secara bertubi-tubi, tak sebuah pun serangannya berhasil mengenai tubuh lawannya. Gerakan kedua kaki Han Lin demikian aneh akan tetapi langkah-langkah itu selalu seolah dapat mendahului semua serangannya sehingga pada saat serangan dia lakukan, lawannya telah bergerak menjauh sehingga selalu luput dari pukulan atau tendangannya.

   

Si Walet Hitam Karya Kho Ping Hoo Raja Pedang Karya Kho Ping Hoo Pendekar Gila Dari Shantung Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini