Si Rajawali Sakti 18
Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 18
"Sesungguhnya demikian, Han Lin Kasih hanya dapat menjadi pengisi batin kita kalau kita selalu dekat dengan Tuhan. Kasih itu merupakan Sinar Tuhan dan Sinar itu dapat menyinari batin kita apabila batin kita tidak lagi tertutup dan digelapkan oleh nafsu-nafsu daya rendah yang mementingkan diri sendir. Manusia tidak mungkin dapat belajar mengasihi atau belajar baik. Segala kebaikan itu adalah buah dari Kasih. Kalau Kasih menghuni batin kita, maka nafsu daya rendah tidak akan berdaya, akan lumpuh dan Kasih itu merupakan induk yang melahirkan pikiran, ucapan, dan perbuatan yang sudah pasti baik dan benar, yaitu baik dan benar. bagi orang lain, bukan bagi dirinya sendiri karena baik dan benar bagi diri sendiri adalah licik dan palsu."
"Suhu, bagaimana kalau ada orang lain melakukan perbuatan jahat kepada kita yang amat menyakitkan badan dan batin kita?"
"Han Lin, satu di antara buah Kasih lah mengampuni kesalahan orang lain pada kita. Dengan dasar Kasih, mengampunl merupakan hal yang amat mudah. dan mengampuni merupakan kewajiban mutlak dari setiap orang, karena haknya teah kita terima, yaitu pengampunan bagi kesalahan kita dari Tuhan Maha Pengasih. Bukankah kita selalu mohon pengampunan dariNya? Bagaimana Tuhan dapat mengampuni bagi kesalahan kita kalau kita sendiri tidak mau mengampuni kesalahan orang terhadap kita? Ini namanya mau menang sendiri dan mau enak sendiri dan itu merupakan kejahatan!"
"Suhu, di dunia ini begitu terdapat orang yang menderita duka nestapa dalam hidupnya. Selama teecu melakukan perjalanan, lebih banyak menjumpai orang yang berduka dari yang bersuka. Mengapa dalam kehidupan ini demikian banyak kedukaan?"
"Han Lin, adanya duka karena suka, seperti adanya susah karena senang. Keduanya yang berlawanan tidak dapat dipisahkan, seperti siang tidak dapat dipisahkan dari malam karena keduanya merupakan kembar! Senang atau susah hanya merupakan pikiran yang dipengaruhi nafsu yang bentuk si-aku dirugikan, dia susah, Karena segala sesuatu itu tidak langgeng selalu berubah, maka timbullah susah-senang mempermainkan manusia. Semua perasaan Itu, susah-senang, kecewa dengan segala macam marah, benci, iri dengki, semua disebabkan oleh pengaruh nafsu yang menguasai hati akal pikiran sehingga membuahkan perbuatan jahat" "Kalau begitu, jika Kasih datang dari Tuhan, maka nafsu itu datang dari Setan dan kita perlu . membuang semua nafsu, Suhu?"
Thai Kek Siansu tertawa lembut.
"He-he , sama sekali tidak demikian, Han Lin. Nafsu ada pada setiap orang rnanusia sejak dia dilahirkan, maka nafsu juga merupakan pemberian dari Tuhan agar nafsu melayani kebutuhan manusia hidup di dunia ini. Tanpa adanya nafsu, manusia tidak dapat hidup di dunia. Nafsulah yang mendorong manusia sehingga dapat membuat segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kehidupan ini. Nafsu yang membuat manusia dapat menikmati kehidupan. Tanpa adanya kenikmatan dalam makan yang dipengaruhi nafsu dalam selera makan, manusia tidak akan suka makan, demikian dengan nafsu yang mempengaruhi hal-hal lain. Akan tetapi, juga nafsu yang mencelakakan manusia, yaitu apabila nafsu daya rendah berbalik menjadi majikan dan kita manusia menjadi pelayannya. Kalau sudah begitu, maka manusia berpikir, berbicara, dan bertindak sesuai dengan dorongan nafsu yang membentuk si-aku dan kegelapan nafsu daya menutupi jiwa sehingga Sinar Kasih Tuhan tidak dapat meneranginya."
"Kalau begitu, kita perlu mengendalikan nafsu, Suhu?"
Thai Kek Siansu menghela napas panjang.
"Sulit sekali bagi kita manusia untuk mengendalikan nafsu hanya mengandalkan hati akal pikiran saja, Han Lin Karena hati akal pikiran sendiri fsudah bergelimang nafsu. Satu-satunya kekuatan yang akan mampu mengendalikan nafsu daya rendah hanyalah Kekuasaan Tuhan semata. Dan agar Kekuasaan Tuhan dapat bekerja, satu-satunya kemungkinan adalah apabila kita mendekatkan diri kepadaNya."
"Bagaimana agar Tuhan dekat dengan kita, Suhu?"
"Hanya apabila kita dekat denganNya. Dekat dengan Tuhan berarti memiliki iman sepenuhnya kepada Tuhan, Iman barulah lengkap apabila kita percaya berserah diri, pasrah kepadaNya dengan sepenuh dan selengkapnya, dengan hati yang sabar dan rela menerima apa pun yang terjadi dan datang kepada kita dengan keyakinan bahwa segala yang terjai di luar kekuasaan kita untuk mengubahnya itu adalah sesuai dengan ke hendak Tuhan! Kepasrahan yang mutlak inilah yang mendekatkan kita dengan Tuhan karena Dia mengasihi orang yang beriman penuh kepasrahan. Kalau sudah gitu, kekuasaanNya akan menyinari jiwa kita sehingga nafsu daya rendah kembali bekerja sesuai dengan tugas m ereka, yaitu menjadi pelayan kita."
"Bagaimana teecu harus menjawab kalau ada yang bertanya apakah sikap pasrah itu tidak membuat kita malas berusaha sehingga tidak akan mendapatkan kemajuan dalam kehidupan kita?"
"Sikap demikian itu salah sama sekali! Tuhan menciptakan kita manusia lengkap dengan segala anggauta badan termasuk hati akal pikiran dan naisu-nafsunya. Karena itu, sudah semestinya kalau kita pergunakan semua alat pelengkap anggauta badan itu, kita pergunakan sesuai dengan fungsi masing-masing. Kekuasaan Tuhan sendiri bekerja tiada hentinya sehingga seluruh alam semesta dapat berfungsi dengan baik. Itulah yang sebut sejalan dengan Tao (Jalan), adalah Kekuasaan Tuhan, Kodrat Tuhan. Siapa menyalahi kodrat, dia membuat dosa yang akan dipikul akibatnya. Kita butuh makan, haruslah mencari makanan itu, bahkan kalau sudah dapat dan kita makan, tetap saja kita harus bekerja yaitu mengunyah dan menelan makan. Sesudah makan memasuki lambung, tentu saja anggauta badan kita berupa lambung itu bekerja menghancurkan makanan dan setiap tetes darah kita juga bekerja. Karenanya, kita manusia harus berusaha sekuat tenaga, itu merupakan kewajiban mutlak, akan tetapi sebagai dasarnya, kita harus pasrah kepada Tuhan karena bagaimanapun kita berusaha, hasil akhirnya berada di Tangan Tuhan. Karena itu hasil yang ditentukan Tuhan haruslah kita syukuri, besar atau kecil, manis atau pun pahit. Karena segala hal yang terjadi telah ditentukan Tuhan dan apa pun yang terjadi dengan kita, karena itu keputusanNya, sudah pasti yang terbaik bagi kita."
Sunyi sekali di sekitar puncak. Hening sekali. Tidak ada sedikit pun angin semilir. Daun-daun pohon tidak ada yang bergoyang, bahkan semua suara terhenti, tidak tampak lagi burung terbang di udara. Seolah segala sesuatu ikut mendengarkan apa yang diucapkan Thai Kek Siansu kepada muridnya itu. Semenjak pagi itu, Han Lin tinggal bersama gurunya, memperdalam ilm-ilmu yang sudah dikuasainya dan memperkuat iman dan penyerahannya kepada Tuhan dengan latihan penyerahan, ditemani oleh Thai Kek Siansu.
Setelah menjadi murid Ketua Beng-kauw, Chou Kian Ki berhubungan dekat dengan Coat Kim Lian. Gadis remaja ini memang sejak pertama telah tertarik oleh ketampanan Kian Ki, lebih-lebih ketika-melihat betapa Kian Ki dapat mengalahkan Gu Kian! la tahu bahwa diam-diam ayahnya dahulu mengharapkan agar ia menjadi jodoh Gu Kian mungkin akan diangkat menjadi penganti ketua. Akan tetapi setelah bertemu Kian Ki, baru Kim Lian menyadari bahwa tidak mencinta Gu Kian dan tidak ingin menjadi isterinya. Rasa sukanya kepada Kian Ki makin bertambah melihat sikap Kian Ki yang baik dan sopan kepadanya dengan sikapnya yang lembut dan anggun seperti yang biasa menjadi sikap bangsawan. Membandingkan Gu Kian dengan Kian Ki, ia melihat seperti seekor burung gagak dengan seekor burung merak! Mulailah Kim Lian bergaul dengan Kian Ki, bahkan setiap kali berlatih silat, ia selalu memilih Kian Ki sebagai mitra tandingnya, padahal dahulu selalu Gu Kian yang
(Lanjut ke Jilid 18 - Tamat)
Si Rajawali Sakti (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 18 (Tamat)
menemaninya.
Melihat keadaan Kian Ki yang amat akrab dan mesra dengan Kim Lian, Cu Yin merasa tidak senang. Cu Yin memang tidak pernah mencinta Kian Ki hanya untuk teman bersenang-senang saja menuruti hawa nafsunya, la yang sudah mulai bosan dengan Kian Ki, ditambah lagi melihat keakraban pemuda bangsawan itu dengan Kim Lian, kini merasa tidak betah tinggal di perkampungan Beng-kauw. Rasa tidak betah dan tidak senang ini semakin bertambah ketika Coat-beng-kwi memperlihatkan sikap merayunya, bahkan sempat pernah mengatakan bahwa Coat-beng-kwi akan senang kalau Cu Yin suka menjadi selirnya yang jumlahnya sudah belasan orang itu! la ingin pergi dari perkampungan Beng-kauw, akan tetapi Coat-beng-kwi tidak memberi ijin, juga Kian Ki tidak membolehkannya.
Biarpun kini dia mulai menjauhi Cu Yin, bagi Kian Ki, Cu Yin masih amat penting dan berguna. Wanita yang banyak pengalaman dan cerdik itu patut dijadikan pembantunya yang boleh dipercaya. Pula, kalau Cu Yin pergi kemudian menyebar berita bahwa dia kini berada di Hek-hwi-san, di pusat Beng-auw, mungkin Kerajaan Sung akan mengirim pasukan dan orang-orang sakti untuk menangkap atau membunuhnya. Pada suatu malam, ketika Cu Yin duduk termenung dalam kamarnya dengan hati kesal, daun pintu kamarnya diketuk orang. Ketika daun pintu dibukanya, melihat Coat-beng-kwi dengan muka merah dan agaknya setengah mabuk memasuki kamarnya, ia cepat mundur menjauh.
"Lai Cu Yin, malam ini aku ingin di sini."
Kata Coat-beng-kwi sambil menyeringai.
Cu Yin mengerutkan alisnya.
"Locianpwe, berkali-kali sudah saya katakan bahwa saya tidak mau melayani keinginan Locianpwe. Harap Locianpwe keluar karena tidak baik kalau dilihat orang Locianpwe memasuki kamar saya."
"Huhl Siapa berani mencegah memasuki kamar siapapun juga? Akan, kubunuh dia! Dan engkau jangan selalu menolak, manis, jangan sampai kesabaranku habis!"
Setelah berkata demikian Ketua Bengkauw itu menjulurkan tangan kanannya untuk menangkap.
Cu Yin cepat melompat ke belakang menghindar akan tetapi alangkah kagetnya karena tangan itu tetap saja dapat mencengkram pundaknya. Kiranya lengan itu dapat mulur (memanjang) seperti karet ia hendak meronta, akan tetapi jari tangan Coat-beng-kwi menekan dan tiba-tiba tubuhnya menjadi lemas tak berdaya! Dengan ringan, tangan Coat-beng-kwi mengangkat tubuh Cu Yin dan dibawa dekat pembaringan, lalu ditelentangkan di atas pembaringan. Cu Yin menjadi marah sekali, la memang sudah sering bergaul dengan pria, akan tetapi belum pernah ia dipaksa atau diperkosa. Bahkan ia yang memaksa pria menuruti kehendaknya. Ia marah dan khawatir, merasa dihina.
"Locianpwe, kalau Locianpwe melanjutkan, kelak saya akan melapor kepada subo Hwa Hwa Moli bahwa Locianpwe memperkosa saya!"
Tiba-tiba saja pegangan Coat-beng-kwi mengendur. Dia tampak ragu-ragu, mendengus marah, lalu memaki.
"Anak setan.....!"
Dan keluarlah Coat-beng-kwi dari kamar itu.
Cu Yin merasa lega, akan tetapi juga sedih, la menutupkan pintu kamarnya lalu duduk di atas kursi dan menangis merasa sedih karena setelah ia beerhasil membujuk Ketua Bengkauw untuk menerima Kian Ki sebagai murid, kini sebagai balasan Kian Ki malah menjauhinya akrab dan dengan Co Kim Lian. Juga ia rasa sedih dan marah karena Ketua Beng-kauw mulai mengejar-ngejarnya. Ia masih berhasil menggertaknya untuk laporkan kepada gurunya, akan tetapi bagaimana kalau kemudian ketua Beng-kauw itu menjadi nekat dan memaksa memperkosanya? la akan merasa terhina sekali. Dan semakin sedih hatinya mengingat bahwa tidak mungkin ia melarikan diri dari situ karena jalan menuruni bukit penuh dengan perangkap dan jebakan yang amat berbahaya dan dapat menewaskannya! Teringat akan semua ini, Cu Yin menangis.
"Tok-tok-tok!"
Tiba-tiba daun kamarnya diketok lagi dari luar. debar rasa jantung Cu Yin karena mengira bahwa tentu Coat-beng-kwi datang lagi dan mungkin sekali ini tidak akan menghiraukan gertakannya dan maksanya untuk menuruti keinginannya. Diam-diam ia mencabut pedangnya dan siap untuk menyerang Ketua Bengkauw itu. Kini ia mulai membenci orang-orang yang selama ini ia kagumi dan suka. la benci Kian Ki, benci Coat-beng-kwi, dan membenci serta menyesali kehidupannya yang sudah-sudah, la mulai menyadari bahwa semua perbuatan Jahat dan keji yang selama Ini ia lakukan pada akhirnya mendatangkan akibat yang buruk kepadanya. Biarlah, kalau perlu ia mati di tangan Coat-beng-kwi untuk menebus semua dosanya. Mulai sekarang ia harus mengubah jalan hidupnya.
"Tok-tok! Cu Yin, bukakan pintunya!"
Cu Yin menyimpan kembali pedangnya dan bernapas lega. Itu suara wanita dan kalau ia tidak keliru, itu suara Co Kim Lian. Mau apa gadis itu mengunjunginya?
Cu Yin membuka daun pintu dan Kini Lian melangkah masuk. Begitu ia masuk dan memandang Cu Yin, Kim Lian ber kata.
"Hemmm, engkau menangis, Cu Yin?"
Cu Yin tidak dapat menyembunyikan keadaannya. Ia mengusap air mata masih membasahi pipinya dan berkata "Aku aku tidak betah tinggal di sini Kim Lian. Duduklah, ada keperluan apakah engkau datang ke kamar ini?"
"Aku tahu kenapa engkau menangis Cu Yin. Aku melihat tadi ayahku masuk ke sini dan keluar lagi dalam keadaan marah-marah."
Cu Yin menghela napas.
"Kim Lian aku..... aku sudah tidak tahan lagi. tidak betah tinggal di sini."
"Kalau begitu, kenapa engkau tidak pergi saja meninggalkan Hek-kwi-san?"
"Bagaimana mungkin, Kim Lian? Aku tidak bisa meninggalkan bukit yang penuh alat rahasia jebakan yang berbahaya ini. Aku akan terjebak dan mati sebelum dapat turun ke bawah."
Kim Lian tersenyum mengejek.
"Eh kau benar ingin pergi? Meninggalkan Chou Kongcu? Bukankah engkau amat setia kepadanya?"
"Aku memang pergi, meninggalkan semuanya! Dia tidak peduli lagi kepadaku. Aku ingin pergi meninggalkan tempat ini, akan tetapi bagaimana mungkin?"
"Kalau memang ingin pergi, apa sukarnya? Aku dapat membawamu turun bukit tanpa bahaya."
"Aih, benarkah, Kim Lian? Benarkah engkau mau menolongku? Kalau begitu, mari kita pergi, tolong aku dengan menjadi penunjuk jalan yang aman dari jebakan!"
"Tidak sekarang, akan tetapi nanti menjelang pagi. Bersiaplah, aku akan menjemputmu menjelang pagi nanti." Setelah berkata demikian, Kim Lian tersenyum dan meninggalkan kamar itu.
Malam itu Cu Yin sama sekali tidak tidur. Setelah membungkus semua pakaianya dengan kain ia lalu duduk melamun. Terkenanglah ia akan semua pengalaman hidupnya sejak ia meninggalkan tempat tiggal gurunya, Hwa Hwa Moli, di puncak Ang-hwa-san. Kenangan akan semua pengalamannya itu sungguh kini tampak memalukan dan menyedihkan. Ia membiarkan dirinya diperhamba nafsu-nafsunya sehingga mencampakkan semua pertimbangan, hanya bertindak menuruti keinginan dirinya untuk bersenang-senang belaka. Kini timbul perasaan sesal dan malu. Tadinya ia tinggal di puncak A hwa-san bersama Hwa Hwa Moli, gurunya, dan Pek Bian Ci suci-nya (kakakseperguruannya). Baik gurunya maupun sucinya itu keduanya merupakan wanita-wanita pembenci pria.
Perasaan membenci kaum pria ini ditanamkan Hwa Hwa Moli kepada dua orang muridnya sehingga Lai Cu Yin,.seperti juga sucinya di dasar hatinya membenci kaum pria . Kalau ia kemudian mempermainkan pria hal itu bukan terdorong rasa suka aatau cintanya, melainkan terdorong nafsu semata. Karena itu. setelah ia merasa bosan dengan seorang pria, la tidak segan-segan untuk membunuhnya atau meninggalkannya begitu saja! Hal ini lakukan setelah ia meninggalkan Ang-san dan mulai merantau. Kini ia mulai menyadari akan semua perbuatannya yang jahat dan ia mulai merasa menyesal, malu dan muak kepada diri sendiri. Pada waktu menjelang pagi, setelah terdengar ayam berkeruyuk, Kim Lian mengetuk pintu kamarnya. Cu Yin menggendong buntalan pakaiannya, lalu ia mengikuti jejak kaki Kim Lian menuruni puncak sehingga ia selamat tiba di kaki Bukit Hek-kwi-san.
"Kalau engkau ingin tiba di bagian kaki Pegunungan Beng-san ini engkau pergilah menuruni lereng di kaki Bukit Hek-kwi-san ini ke selatan. Bagian selatan itu merupakan bagian paling mudah untuk menuruni Pegunungan Beng-san,"
Demikian Kim Lian berkata, lalu gadis itu pergi mendaki bukit dan naik lagi ke puncak H ek-kwi-san.
Cu Yin merasa berterima kasih sekali, la lalu melanjutkan perjalanan menuju ke, arah selatan, menuruni bukit-bukit dari Pegunungan Beng-san yang luas itu. Matahari mulai menumpahkan sinarnya yang lembut, mengusir halimun putih yang menghalangi pandangan mata.
Akan tetapi ketika Cu Yin tiba di sebuah jalan tebing yang curam, tiba-tiba ia mendengar teriakan orang dari arah belakangnya, la cepat menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya, la melihat Kian Ki dan Kim Lian berlari cepat menghampirnya. Hatinya mulai tidak enak. Ia tahu bahwa Kian Ki tidak setuju kalau ia pergi meninggalkan Hek kwi-san. Bagaimana sekarang dia dapat mengejarnya? Ah, pasti Kim Lian , memberitahu! Apa sih niat hati gadis remaja itu? Cu Yin sama sekali tidak mengira bahwa Kim Lian adalah seorang gadis amat cerdik.
Diam-diam Kim Lian merasa tidak suka kepada Cu Yin datang bersama Kian Ki dan tampak menjadi teman akrab pemuda yangdi kaguminya itu. Maka ia ingin agar Yin pergi dari Hek-kwi-san, dan setelah ia sendiri yang menjadi penunjuk jalan sehingga Cu Yin dapat menuruni Bukit Setan Hitam dengan selamat, la mendaki lagi dan memberitahu kepada Kian Ki bahwa Cu Yin telah melarikan diri dari situ! Tentu saja Kian Ki terkejut dan marah. Dia tidak ingin Cu Yin pergi karena hal itu membahayakan keselamatannya. Maka, bersama Kim Lian dia segera melakukan pengejaran. Tentu saja mudah bagi Kim Lian untuk mengetahui ke arah mana Cu Yin pergi karena la sendiri yang menunjukkan kepada Cu Yin agar la lari ke arah selatan.
Setelah berhadapan dengan Cu Yin, Kian Ki berkata dengan suara ketus.
"Cu Yin, engkau hendak pergi ke mana? Beraninya engkau pergi meninggalkan Hek-kwi-san tanpa memberitahu kepadaku!"
"Chou Kongcu,"
Kata Cu Yin dengan suara memohon.
"Biarkan aku pergi. Engkau sudah berhasil mencapai keinginanmu menjadi murid Ketua Bengkauw. Aku sudah tidak betah lagi tinggal di sana, maka biarkanlah aku pergi."
"Tidak! Engkau harus kembali ke puncak Hek-kwi-san, Engkau tidak boleh pergil"
Bentak Kian Ki marah.
"Suheng, kalau ia dibiarkan pergi, ia dapat membuka rahasia Bengkauw dan mengabarkan bahwa engkau berada di Bengkauw,"
Kata Kim Lian.
"Cu Yin, hayo engkau ikut dengan kami, kembali ke perkampungan Bengkauw!"
Sekali lagi Kian Ki membentak. Cu Yin mengerutkan alisnya. Kini ia menyadari bahwa Kim Lian memang sengaja mengatur agar Kian Ki marah kepadanya dan memaksanya kembali.
"Tidak, sampai mati pun aku tak sudi kembali ke sana!"
Cu Yin berkata lantang.
"Kalau begitu terpaksa aku gunakan kekerasan kepadamu!"
Kian berseru dan dia menerjang maju he menangkap lengan Cu Yin.
Gadis ini juga sudah marah sekali, maka begitu menarik lengannya mengelak, ia langsung mencabut pedangnya yang memakai ronce-ronce merah. Melihat gadis itu mengelak dan mencabut pedang hendak melawan. Kian Ki memuncak kemarahannya. Kalau tadi dia hanya ingin membawa kembali Cu Yin karena bagaimanapun juga ia masih membutuhkan Cu Yin yang cerdik dan juga dapat menjadi kekasih yang menyenangkan, kini dia menganggap gadis itu sebagai musuh.
"Singgggg.....!"
Tampak sinar hitam berkilat ketika Kian Ki mencabut Hek kong-kiam.
"Perempuan rendahi Kau bosan hidup"
Bentaknya dan dia segera menyerangan dengan pedang hitamnya. Cu Yin menangkis dan balas menyerang.
Terjadi perrkelahian mengadu silat pedang yang seru. Kim Lian hanya menonton, dalam hatinya merasa gembira sekali. Siasatnya berrhasil. Ia ingin agar Kian Ki membenci Cu Yin dan sekarang pemuda itu bahkan ingin membunuh Ang-hwa Niocu Li Cu Yin! Kalau Kian Ki sudah membunuhnuh Cu Yin berarti ia tidak mempunyai saingan lagi untuk mendapatkan cinta pemuda putera pangeran itu. Biarpun Cu Yin melawan mati-matian, namun kini tingkat kepandaiannya kalah jauh dibandingkan tingkat kepandaian Kian KI. Dalam hal ilmu pedang, mungkin ia tidak kalah, juga dalam hal ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang membuat ia mampu bergerak cepat, kecepatannya tidak kalah banyak dibandingkan Kian Ki.
Akan tetapi ia kalah jauh dalam hal tenaga sakti sehingga setiap kali pedang mereka bertemu di udara, pedang Cu Yin terpental dan ia merasa telapak tangannya tergetar dan nyeri. Namun ia tetap melawan dengan gigih dan mati-matian. Ia memang sudah nekat. Dari pada harus kembali ke Beng kauw dan menjadi bahan penghinaan lebih baik mati saja di tangan Chou Kian Ki pemuda yang tidak mengenal budi iIa sudah membantu perjuangan ayah Kian Ki mati-matian, bahkan la yang mengusahakan agar Kian Ki diterima menjadi murid Bengkauw, akan tetapi kini Kian Ki berusaha untuk membunuhnya!
Karena kalah jauh dalam kekuatan sin-kang, maka lewat tiga puluh jurus saja Cu Yin mulai terdesak dan merasa lelah sekali karena untuk menangkis pedang lawan ia harus mengerahkan seluruh tenaganya. Apalagi kini Kian Ki menyelingi gerakan pedang di tangan kanannya dengan dorongan tangan kiri yang mengandung hawa pukulan dahsyat. Beberapa kail Cu Yin terhuyung ke belakang. Tanpa disadarinya, ia mulai mundur sampai di tepi tebing yang curam. Melihat ini, tiba-tiba Kian Ki berseru nyaring dan setelah menyimpan pedangnya, dia merendahkan tubuh dan mendorong dengan kedua tangan hawa pukulan yang amat dahsyat menyambar dan mendorong tubuh Cu Yin hingga terpental ke belakangi Cu Yin menjerit ketika merasa tubuhnya melayang ke bawah.
Kian Ki melompat ke tepi tebing dan menjenguk ke bawah, diikuti oieh Kim Lian yang merasa girang melihat Cu Yin terjerumus jatuh ke jurang yang demikian curamnya. Akan tetapi ketika mereka menjenguk ke bawah, tidak tampak apa-apa saking dalamnya jurang Itu. Mereka yakin bahwa tubuh Cu Yin pasti hancur terjatuh dari tempat sedemikian tingginya. Melihat Kian Ki seperti termenung, seolah menyesali tindakannya terhadap Cu Yin, Kim Lian lalu menggandeng tangannya dan menariknya bangkit.
"Sudahlah, Chou Suheng. Gadis yang genit itu telah binasa, untuk apa dipikirkan lagi? Untung ia telah tewas karena kalau ia kembali ke Bengkauw, ia hanya akan mendatangkan kekacauan saja. Kau tahu, dengan genitnya ia telah mencoba untuk merayu ayahku."
Kian Ki menatap tajam wajah Kim Lian.
"Ah. benarkah?"
"Apakah engkau tidak percaya ku, Chou Swheng? Aku melihat ketika ia mencoba untuk merayu ayahku"
Kian Ki mengerutkan alisnya.
"Hemm sungguh tak tahu malu"
Katanya marah.
"Sudahlah, Suheng, Untuk apa mikirkan orang seperti dia? Bukankah sini ada aku? Mari kita pulang!"
Kim Lian menggandeng tangan Kian Ki mereka segera kembali mendaki Bukit Setan Hitam dan tidak lagi mempedulikan Lai Cu Yin yang mereka yakini tentu sudah mati di dasar jurang.
Ong Su dan istennya menerima kedatangan Ong Hui Lan dengan girang namun juga terharu. Mereka terharu karena sudah mendengar akan kegagalan perjuangan Pangeran Chou Ban Heng untuk merebut kekuasaan dan membangun Kerajaan Chou, akan tetapi mereka merasa girang melihat puteri mereka dalam keadaan selamat. Bekas Kepala Kebudayaan Kerajaan hou itu juga merasa heran melihat puterinya datang bersama seorang pemuda yang diperkenalkannya sebagai Liu Cin, murid Siauwlimpai. Karena Hui Lan ingin bicara urusan yang penting dan gawat dengan orang tuanya, maka dengan lembut gadis itu minta kepada Liu Cin Agar ia mendapatkan kesempatan bicara sendlrl dengan orang tuanya.
"Cin-ko, silakan engkau beristirahat dan menanti di ruangan tamu. Aku ingin bicara dengan ayah ibuku."
Lui Cin tersenyum dan berkata.
"Jangan repot-repot mengurus diriku, Lan-moi. Biarlah aku bermalam di rumah penginapan saja dan besok pagi aku akan datang ke sini dan berpamit. Paman dan bibi, maafkan saya, saya mohon diri."
Ong Su dan isterinya mengangguk dan mereka merasa suka melihat pemuda yang gagah dan bersikap sopan itu. Setelah Liu Cin keluar dari rumah itu, barulah Hui Lan merasa bebas untuk bicara dengan orang tuanya.
"Ayah. dan Ibu, keadaan di kota sungguh terbalik dari apa yang Ayah bayangkan semula."
"Apa maksudmu?' tanya Ong Su.
"Pangeran Chou Ban Heng yang telah diangkat menjadi Jenderal Penasehat Perang Kerajaan itu hendak melakukan pemberontakan secara keji sekali, menyuruh para pembantunya yang terdiri dari orang-orang kangouw golongan sesat untuk membunuh pejabat-pejabat pemerintah yang adil dan bijaksana, para pendukung Jenderal Chou Ban Heng terdiri dari para penjahat besar.. Semula saya memang ingin menyesuaikan dan membantu gerakan Jenderal Chou Ban Heng, akan tetapi, malapetaka menimpa diriku sehingga saya terpaksa pergi meninggalkan keluarga Chou, Ayah."
Ong Su dan isterinya bertukar pandang dengan heran.
"Malapetaka? maksudmu, Lan-ji (anak Lan)?"
Tanya ibunya khawatir.
Mendengar pertanyaan ibunya, Hui Lan menubruk, merangkul ibunya dan menangis tersedu-sedu. Tentu saja ayah itan ibunya terkejut sekali melihat ulah puten mereka itu. Sebagal orang tua yang berpengalaman, mereka mendiamkannya dulu agar Hui Lan melampiaskan rasa dukanya sampai reda melalui tangisnya. Setelah tangis gadis itu mereda, ibunya berkata lembut.
"Hui Lan, engkau adalah seorang gadis yang memiliki kegagahan. Hentikan tanggismu dan ceritakan kepada kami apa yang telah terjadi."
"Ayah, Ibu..... pada suat u malam.....Chou Kian Ki mem..... perkosa saya....."
Ong Su membelalakkan matanya dan Nyonya Ong merangkul puterinya.
"Tapi, engkau telah mempelajari ilmu silat dari Tiong Ci Cinjin sampai bertahun-tahun!"
Ong Su membentak.
"Engkau bukan seorang gadis yang lemah dan mudah diperkosa begitu saja, Apakah engkau tidak bisa melawan jahanam itu?"
Ong Su marah sekali.
"Ayah, jahanam itu menggunakan obat bius. Saya terbius sehingga tidak sadar,kata Hui Lan sambil menahan tangisnya
"Setelah saya sadar, saya segera menyerang dan hendak membunuhnya. Akan tetapi, dia memiliki ilmu kepandaian silat yang lebih tinggi daripada aku Ayah. Saya tidak berdaya....."
"Keparat busuk Chou Kian Ki itu. Akan tetapi, bukankah engkau telah menjadi tunangannya, calon jodohnya? Kenapa dia melakukan perbuatan terkutuk itu?"
"Karena saya menentang perbuatan kejam yang dilakukan mereka, maka mereka sengaja mengatur hal itu. Tentu dengan harapan agar aku, setelah perkosa, terpaksa mau membantu mereka. Akan tetapi aku tidak sudi, Ayah. Setelah malapetaka itu terjadi, saya makin membenci mereka. Saya lalu melarikan diri meninggalkan rumah Keluarga Chou. Tahukah Ayah dan Ibu apa yang dilakukan si jahanam Chou Kian Ki itu? Dia mengejar saya bersama seorang wanit a iblis cabul bernama Ang-hwa Niocu Lai Cu Yin. Dia hendak memaksa saya kembali ke rumahnya. Sebelum mereka muncul, saya saya tadinya hendak membunuh diri di hutan itu. Akan tetapi lalu datang pemuda yang tadi bersama saya, Ayah, yaitu Liu Cin menyelamatkan saya dan menasehati saya agar jangan membunuh diri. Dia menyadarkan saya bahwa kalau saya sakit hati dan ingin membalas dendam, saya harus memperdalam ilmu silat. Saya menurut dan ingin mencari guru lagi, lalu muncullah jahanam Chou Kian Ki dan wanita cabul itu. Saya melawan, dibantu Liu Cin. Kami kalah dan saya nyaris tertawan. Akan tetapi muncul seorang pendekar sakti, yaitu Si Han Lin dan dialah yang menyelamatkan kami, mengusir Chou Kian Ki dan Lai Cu Yin."
Ong Su dan isterinya semakin marah kepada Chou Kian Ki dan mereka minta kepada Hui Lan untuk melanjutkan ceritanya. Hui Lan menceritakan semua pengalamannya betapa bersama Liu Cin ia mempelajari ilmu berpasangan, yaitu Thian-te Im-yang Sin-kun sehingga tingkat Kepandaian mereka memperoleh kemajuan pesat. Kemudian ia dan Liu Cin membantu Kerajaan Sung menentang pemberontakan Chou Ban Heng yang didukung tokoh-tokoh sesat dunia kangouw sehingga pemberontakan itu dapat dihancur bahkan Chou Ban Heng tewas di pertempuran.
"Demikianlah, Ayah dan Ibu. harap Ayah dapat mengerti mengapa saya membantu pemerintah Kerajaan Sung dan menentang Chou Ban Heng dan jahanam Chou Kian Ki itu."
Ayahnya mengangguk-angguk.
"He, kalau mereka sejahat itu, memang tak patut untuk dibantu. Agaknya memang sudah nasib Kerajaan Chou habis riwayatnya sampai di sini. Jadi, pemuda Cin itu menjadi sahabat baikmu yang telah menolong dan membelamu. Hemim katakan, apakah engkau suka padanya?"
Ditanya demikian, wajah Hui menjadi kemerahan. Sambil menunduk mukanya ia menjawab.
"Saya mengagumi dan suka padanya. Ayah. Dia seorang yang jujur, baik budi dan murid Siau iimpai yang gagah perkasa."
"Dan dia mencintamu?"
Ong Su mengejar.
Hui Lan semakin menunduk, la hanya dapat menjawab dengan anggukan kepalanya. Biarpun Liu Cin tidak mengatakannya secara terang-terangan, akan tetapi gala gerak-gerik, ucapan, dan pandang mata pemuda itu jelas menunjukkan bahwa pemuda Itu mencintanya.
"Hui Lan, apakah dia mengetahui bahwa engkau telah telah..... diperkosa orang?"
Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tanya ibunya dengan khawatir.
Hui Lan menggelengkan kepalanya.
"Saya belum menceritakan hal itu, Ibu. Hanya kepada Ayah dan Ibu saja saya memberitahukan hal itu."
"Engkau tidak boleh menceritakannya, Hui Lan!"
Kata ibunya.
"Ini tidak benar!"
Ong Su mencela isterinya.
"Kalau dia benar-benar mencintamu dan ingin berjodoh denganmu, dia bahkan harus tahu benar akan keadaan dirimu. Engkau harus Derttrus-terang menceritakan hal itu kepadanya, Hui Lan. Kecuali kalau engkau tidak ingin menjadi isterinya, jangan ceritakan!"
"Akan tetapi, kalau dia tahu anak kita bukan perawan lagi, tentu dia tidak mau menikah dengan Hui Lan!"
Balas Nyonya Ong.
"Hemm, itu tandanya bahwa tidak sungguh mencinta Hui Lan.Pendeknya kalau engkau juga mencintai dan ingin menjadi istennya, engkau harus menceritakan keadaanmu itu, Hui Lan
"Saya memang akan menceritakan Ayah. Akan tetapi hal itu akan saya lakukan setelah saya dapat membunuh jahanam Chou Kian Ki! Saya baru akan menikah setelah dapat membunuhnya!"
"Tidak, Hui Lan, jalan pikiranmu! tidak betul! Mengapa engkau membiar dirimu diracuni dendam? Kalau engkau mengejar Chou Kian Ki dan dapat menemukannya, belum tentu engkau dapat membunuhnya, karena dia mungkin sudah mempunyai kawan-kawan yang lebih tangguh lagi. Engkau bahkan membahayakan dirimu."
"Akan tetapi perbuatannya yang terkutuk itu harus dihukum. Ayah!"
"Apa dia kurang mendapat hukuman? Usaha pemberontakan ayahnya gagal dan hancur, ayahnya sendiri tewas, mungkin keluarga orang tuanya dihukum, dia sendiri menjadi pelarian dan buruan pemerintah, kawan-kawan pendukungnya binasa. Apakah Itu bukan merupakan hukuman yang amat berat baginya? Dia sudah terhukum, Hui Lan. Engkau tidak perlu iagi memikirkannya. Sebaiknya mengatur dirimu sendiri. Engkau sudah cukup dewasa, dan kalau ada kecocokan dengan Liu Cin, sekaranglah saatnya engkau berterus terang kepadanya dan melihat bagaimana tanggapannya. Kalau keadaan dirimu itu tidak membuat cintanya berubah, aku dan ibumu yang akan membiicarakan urusan perjodohan ini karena dia sudah yatim piatu. Kalau cintanya berubah, berarti dia tidak berharga bagimu dan sebaiknya engkau putuskan hubunganmu dengannya!"
Setelah mempertimbangkan pendapat ayahnya dan melihat kebenarannya, Hui Lan mengambil keputusan untuk membuat pengakuan kepada Liu Cin. Atas permintaan Hui Lan, mereka berdua pada suatu sore keluar dari kota Nan-king dan mendaki sebuah bukit kecil. Dari atas bukit itu mereka dapat melihat kota Nan-king dari atas. Sunyi situ karena hari sudah sore. Tidak orang lain mengganggu percakapan mereka.
"Cin-ko, engkau tentu heran mengapa aku mengajak engkau berjalan-jalan pergi ke tempat ini.?"
"Engkau agaknya hendak membicarakan sesuatu yang penting, yang tidak boleh didengar orang lain, Lan-moi. benarkah dugaanku?"
Hui Lan mengangguk.
"Benar, Cin-ko. Ingatkah engkau betapa dulu aku menggantung dan hendak membunuh diri?"
"Tentu saja aku ingat. Bagaimana dapat melupakannya? Peristiwa itu merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah kulihat sepanjang hidupku!"
"Dan ingatkah engkau betapa nekat hendak memperdalam ilmuku agar aku dapat membunuh jahanam Chou Ki?"
Kembali Liu Cin mengangguk.
"Dan tahukah engkau mengapa demikian putus asa hendak bunuh-diri dan demikian besar dendamku kepada jahanam Chou Kian Ki?"
"Hemmm, maukah engkau menceritakan hal yang dulu kau rahasiakan itu kepadaku, Lan-moi?"
"Tadinya memang hendak kurahasiaan, akan tetapi setelah aku bicara dengan ayah dan ibuku, aku mengambil keputusan untuk membuka rahasia itu kepadamu, Cin-ko. Engkau tentu tahu bahwa aku telah ditunangkan dengan Chou Kian Ki dan oleh ayah dikirim ke kota raja untuk membantu Chou Ban Heng yang menurut ayah tadinya dianggap seorang pejuang yang hendak membangun kembali Kerajaan Chou. Akan tetapi setelah berada di sana dan melihat cara-cara yang dilakukan Chou Ban Heng yang membunuhi para pejabat yang terkenal baik dan bijaksana, aku menentang mereka. Kemudian, pada suatu malam, aku terbius dan dalam keadaan tidak sadar karena terbius itu aku aku telah..... diperkosa oleh si jahanam Chou Kian Ki! Nah, legalah hatiku kini. Engkau tahu bahwa tadinya aku hendak membunuh Chou Kian Ki karena aku telah diperkosanya, aku"
Aku bukan perawan lagi, Cin-ko."
Hui Lan menahan tangisnya, la tak mau tampak lemah, tidak mau disangka minta dikasihani oleh Liu Cin. la menanti dengan tenang, siap menghadapi tanggapan bagaimanapun dari Liu Cin. Liu Cin tersenyum! Bukan senyum mengejek seperti yang dikhawatirkan Lan, melainkan senyum yang tulus.
"Terus terang saja, Lan-moi. Aku banyak memikirkan keadaanmu. Melihat engkau hendak menggantung diri, bertekad membunuh Chou Kian Ki, sudah mengambil kesimpulan bahwa kau tentu mengalami penghinaan amat hebat, yang dilakukan Chou Ki. Dan penghinaan apakah yang hebat bagi seorang gadis daripada perkosaan? Aku sudah menduga bahwa kau, entah bagaimana terjadinya, telah diperkosa oleh jahanam itu."
"Engkau sudah menduganya, Cin-ko? Dan engkau..... engkau tidak memandang rendah, tidak memandang kotor diriku?"
Kini Hui Lan hampir tak dapat menahan tangisnya. Kembali Liu Cin tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Mengapa memandang rendah atau memandang kotor? Lan-moi, apakah kau kira aku sepicik itu? Aku..... aku menghormatimu, aku mencintamu dan keadaan dirimu itu terjadi karena bukan kesalahanmu. Engkau menjadi korban kejahatan, bagaimana mungkin aku malah menghinamu? Sama kali tidak, Lan-moi, aku mengasihani mu."
Keharuan dan kelegaan hatinya membuat Hui Lan tidak mampu lagi membendung air mata yang sudah sejak tadi memenuhi pelupuk matanya, la menangis tersedu-sedu. Liu Cin mendekati dan ketika dia menaruh tangannya dengan lembut di pundak gadis itu untuk menghiburnya, Hui Lan menjatuhkan diri dalam pelukan Liu Cin, menangis di atas dada yang bidang itu. Ia merasa lega dan bahagia, seolah ada batu besar yang selama ini menghimpit dalam dadanya ini terangkat.
"Lan-moi, engkau tentu dapat merasakan betapa aku menghormati dan menghargaimu karena aku cinta padamu, Lan-moi."
Liu Cin menahan agar suaranya tidak terdengar sedih ketika dia melanjutkan.
"Akan tetapi, patutkah orang seperti aku mencintamu, Lan-moi?"
"Cin-ko.....I"
Hui Lan membantah "Kenapa engkau berkata begitu? Aku yang tidak patut mendapatkan cintamu"
"Tidak, Lan-moi. Engkau puteri orang yang terhormat, engkau masih mempunyai ayah dan ibu. Sedangkan aku"
Aku seorang yatim piatu yang tidak mempunyai apa-apa, miskin dan papa....."
"Cukup, Cin-ko. Jangan bicarakan itu lagi. Mari, mari kita menghadap ayah dan ibu. Ayah ingin bicara denganmu Cin-ko."
"Bicara denganku? Tentang apa, Lan-moi?"
Liu .Cin bertanya, nadanya kaget dan khawatir.
"Tentang kita"
Hui Lan menggandeng tangan pemuda itu dan merekacepat menuruni bukit dan kembali ke kota Nan-king.
Atas persetujuan Ong Su dan isterinya, Liu Cin dijodohkan dengan Ong Hui Lan. Karena Liu Cin merupakan seorang pemuda yatim piatu, maka Ong Su lalu menghubungi guru pemuda itu, ialah Ceng Im Hosiang yang kini berada di Siauw-lin-pai (Kuil Siauwlim) dan hwesio ini di anggap sebagai wali dari Liu Cin. Tentu saja Ceng In Hosiang merestuinya dan perayaan pernikahan antara Liu Cin dan Hui Lan dirayakan di rumah keluarga Ong Su dengan meriah. Tentu saja para sahabat diundangnya, di antaranya tidak ketinggalan hadir pula Si Han Lin, Bu Eng Hoat, dan Song Kui Lin. Si Han Lin merasa semakin berbahagia ketika dia berhasil membujuk Perwira Kwa Siong, ayah tiri Song Kui Lin, dan ibu gadis itu, untuk menjodohkan Kui Lin dengan Bu Eng Hoat. Seperti juga halnya Liu Cin, Bu Eng Hoat yang yatim piatu diwakili oleh gurunya, Thong Losu.
Sampai di sini pengarang mengak kisah Rajawali Sakti ini dengan harapan mudah-mudahan kisah ini ada manfaatnya bagi para pembacanya. Kalau keadaan mengijinkan, pengarang akan merangkai kisah di mana akan muncul tokoh-tokoh dalam kisah ini, terutama sekali Han Lin, Chou Kian Ki dan yang lain. Sampai jumpa di lain cerita.
TAMAT
Penerbit : CV. Gema 1993, Solo
Djvu dibuat oleh : Syaugy_ar
Convert : Bintang 73, Tjandra
Final Edit & Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website - http://kangzusi.com
282
Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo Suling Emas Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo