Ceritasilat Novel Online

Si Rajawali Sakti 6


Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 6



Seorang laki-laki keluar dari rumah penginapan itu menyambut Si Kurus. Orang itu adalah A Gun yang menjadi pengurus rumah penginapan berikut rumah makan itu, yang tadi malam menemui Hui Lan dan memberi minum secawan anggur kepada gadis itu. A Gun memberi hormat kepada laki-laki kurus Itu.

   "Bagaimana, A Gun? Arak dariku sudah diminumnya?"

   Tanya orang itu.

   "Sudah, Thaiya (Tuan Besar)............., sudah diminum akan tetapi hanya secawan saya tidak dapat membujuknya untuk minum lebih."

   "Secawan, sudah cukup untuk membuat ia tidur pulas. Hayo bawa kami ke kamarnya!"

   Orang itu menoleh dan memberi isarat kepada tiga orang anak buahnya untuk ikut. Mereka berempat la mengikuti A Gun menuju ke loteng d setelah tiba di depan kamar Hui Lan, Gun lalu mengeluarkan sebuah kunci dan membuka daun pintu kamar itu.

   Lampu dalam kamar itu masih bernyala karena agaknya Hui Lan tid sempat memadamkannya saking kuatnya kantuk menguasainya semalam. Dengan hati-hati orang kurus itu masuk kamar diikuti tiga orang anak buahnya yang memegang sebatang golok terhunus. A Gun sendiri tidak berani masuk, dan mengintai dari luar pintu dengan hati tegang dan. takut-takut.

   Setelah tiba di tepi pembaringan yang kelambunya juga tidak ditutup, mereka melihat Hui Lan masih tidur nyenyak, tertelentang dengan pakaian dan sepatu masih lengkap. Agaknya ia tidak sempat pula melepaskan sepatu dan berganti pakaian ketika akan tidur. Laki-laki kurus itu tersenyum menyeringai dan mencoba untuk menggoyangkan pundak Hui Lan, sedangkan tiga orang anak buahnya sudah siap menyerang kalau gadis itu terbangun. Namun, Hui Lan tidak terbangun seolah berada dalam keadaan pingsan. Ternyata obat bius yang terdapat dalam secawan arak yang diminumnya semalam amat kuat.

   "Aduh cantiknya................"

   "Tubuhnya indah..............."

   "Kulitnya putih mulus..............."

   Laki-laki kurus Itu menoleh dan memandang kepada tiga orang anak buahnya dengan merah.

   "Tutup mulut kalian dan jangan bicara atau berbuat kurang ajar kepada gadis ini. Ia akan kuserahkan kepada Tong Taijin (Pembesar Tong) yang tentu akan suka menukarnya dengan puluhan tail uang emas!"

   Mendengar ini, tiga orang itu terdiam. Mereka pun girang mendengar kemungkinan menerima hadiah uang perak dari Pembesar Tong yang terkenal royal kalau melihat gadis cantik.

   Laki-laki kurus itu adalah seorang kepala perampok berjuluk Sin-to Hui-Houw (Macan Terbang Golok Sakti) yang terkenal di sekitar daerah kota Kian-jung, terutama di sepanjang Sungai Yance seberang selatan. Dia memiliki sekit tiga puluh orang anak buah dan setiap pedagang, baik yang lewat sungai maupun darat, melewati daerah itu, harus membayar semacam pajak kepadanya kalau tidak ingin diganggu. Sin-to Hui-houw tidak pernah mendapat tentangan pasukan penjaga keamanan karena mempunyai hubungan erat dengan pembesar di kota itu. Boleh dibilang semua pembesar di situ telah menerima "upeti"

   Dari kepala perampok ini.

   Selain merampok dan menggar siapa yang tidak mau membayar sumbangan paksaan atau pajak berupa uang gerombolan ini juga tidak segan-segan mengganggu wanita-wanita muda. Sin-to Hui-Houw menjadi "pemasok"

   Gadis-gadis mulia dan cantik bagi para pembesar yang memiliki kesenangan menambah isi "harta"

   Mereka.

   Maka, tidaklah mengherankan apabila kehadiran Ong Hui Lan di kota Kiang-jung menarik perhatian kepala perampok itu. Akan tetapi ketika melihat bahwa gadis itu yang setiap tahun datang kesitu ditemani Tiong Gi Cinjin, kepala perampok itu menjadi jerih. Dia sudah mendengar akan kesaktian Tiong Gi Cin-Jin, maka biarpun Pembesar Tong yang perrnah melihat Hui Lan dan tergila-gila menyuruh dia mendapatkan gadis itu untuknya,'kepala perampok kurus itu belum juga berani mengganggu Hui Lan. Akan tetapi diam-diam dia memesan kepada A Gun, pengurus rumah penginapan Lok-an yang juga menjadi kaki tangannya untuk memberitahu apabila gadis itu muncul di hotelnya.

   Demikianlah, ketika mendengar laporan A Gun bahwa Hui Lan datang dan sekali ini datang seorang diri, cepat kepala perampok itu memberinya sebuah guci arak berisi anggur yang sudah di campuri obat bius kuat, untuk mengusahakan agar Hui Lan dapat terbius Sin-to Hui-houw memang memiliki seorang guru yang ahli racun dan ilmu silatnya cukup tinggi.

   Merasa yakin bahwa Hui Lan benar benar terbius dan seperti orang pingsan! Si Colok Sakti itu mengeluarkan tali hitam terbuat dari sutera yang amal kuat, lalu mengikat kedua pergelangan tangan dan kaki gadis itu. Kemudian dua orang anak buahnya mengangkat tubuh Hui Lan yang pingsan, dibawa keluar dani dimasukkan ke dalam kereta. Kepala perampok itu masuk pula ke dalam kereta yang lalu dijalankan oleh kusir ke eta dan di belakang kereta berjalan lima belas orang anak buah perampok untuk mengawal kereta. Peristiwa itu berlangsung cepat dan tak seorang pun tamu hotel itu tahu, bahkan ketika kereta itu berjalan keluar kota, tidak menarik perhatian. Apalagi pada saat it semua penghuni kota Kiang-jung sudah tidur.

   Obat bius yang membuat Hui Lan tertidur pulas itu memang kuat sekali. sampai pagi Hui Lan belum juga terbangun dari tidurnya yang tidak wajar.

   Sementara itu, Sin-to Hui-kouw menahan kereta itu di depan pondoknya di lengah hutan di tepi sungai dan segera mengirimutusan kepada Pembesar Tong yang bertempat tinggal di kota Hun-Iam, sebelah timur kota Kiang-jung di mana dia bekerja sebagai seorang kepala keamanan. Markas pasukannya berada di Kiang-jung, akan tetapi dia sendiri tinggal di Hun-lam, di mana dia memiliki sebuah gedung indah yang juga menjadi tempat peristirahatan atau tempat bersenang-senang karena isteri dan anak-anaknya tetap tinggal di sebuah rumahnya yang merangkap kantornya di kota Kiang-jung. Di Hun-lam inilah Tong Tai-jin menyimpan selir-selirnya di mana dia sering mengadakan pesta pora bersama teman-temannya yang sebagian besar merupakan rekan-rekannya atau sahabatnya, baik dari kalangan para hartawan atau pun para tokoh persilatan yang mendukungnya. Hidupnya seperti seorang raja saja dan memang pada waktu itu, setiap pembesar daerah yang berkuasa, merupakan raja kecil yang memiliki pemerintahan dan hukum sendiri, bahkan memiliki

   (Lanjut ke Jilid 06)

   Si Rajawali Sakti (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 06

   pasukan sendiri yang mendukungnya dan melaksanakan "hukum"

   Yang diadakan untuk membela kepentingannya

   Mendengar berita bahwa Si Golok Sakti telahberhasil menawan Ong Hui Lan, gadis yang membuatnya tergila-gila itu, Pembesar Tong menjadi girang bukan main. Dia sudah melakukan penyelidikan tentang Ong Hui Lan dan menyuruh orang membayangi ketika tahun lalu gadis itu pergi ke Nan-king. Dia tahu bahwa gadis itu adalah puteri dari Ong Su, bangsawan Kerajaan Chou, bekas Kepala Kebudayaan Pemerintah Chou yang telah jatuh. Maka dia semakin berbesar hati. Tentu mudah saja menghadapi Keluarga Ong itu kalau mereka berani menentangnya. Mereka itu dapat ia tuduh sebagai kaki tangan Kerajaan Chou yang sudah jatuh, yang menjadi pemberontak! Kalau sampai sekarang Tong Taijin belum bisa mendapatkan gadis itu adalah karena semua jagoannya mundur teratur ketika melihat Tiong Cinjin bersama gadis itu. Akan tetapi sekarang gadis itu sendirian dan sudah tertawan oleh Si Golok Sakti yang kini mempersilakan dia datang sendiri untuk menjemput kekasihnya yang baru itu. Bagaikan seekor srigala mencium darah dari daging yang lunak, Tong Koo, yaitu nama Pembesar Tong, menjilati bibirnya sendiri.. Kemudian dia lalu mengumpulk lima belas orang perajurit pengawal dan mengajak jagoan-jagoan andalannya, yaitu tiga orang yang dikenal sebagai Sun Hen-te (Tiga kakak beradik Sun) yang merupakan tiga orang laki-laki gagah berusia antara tiga puluh sampai empat puluh tahun dan terkenal memiliki ilmu pedang yang amat tangguh. Sebetulnya mereka ini bukan penjahat dan pernah menjadi murid-murid Thian-san-pai. Mereka menjadi pengawal-pengawal bayaran dari Tong Koo karena pembesar itu memberi mereka upah yang tinggi dan selalu royal dengan hadiah-hadiah. Bahkan mereka bertiga mendapatkan hadiah sebuah rumah yang cukup besar dan mewah.

   Demikianlah, pagi itu Pembesar Tong dikawal oleh lima belas orang perajurit dipimpin tiga Sun Heng-te naik kereta menuju ke hutan di mana Sin-to Hui-Houw menanti dengan tawanannya yang masih rebah pulas di dalam keretanya.

   Pada saat itu, jauh di udara, burung rajawali yang ditunggangi Sin Han L in melayang dan mengikuti rombongan Pembesar Tong itu.

   Seperti kita ketahui, Han Lin dan rajawali itu meninggalkan Thai-san. Karena pemuda itu ingin menggunakan kesempatan itu untuk berlalang-buana sebelum kembali ke Puncak Cemara di Cin-ling-san, maka dia menyuruh rajawali itu mengambil jalan memutar ke selatan.

   Mula-mula dia tertarik melihat rombongan kereta yang dikawal pasukan kecil yang melihat pakaiannya adalah para perajurit kerajaan. Akan tetapi tiga orang yang berpakaian preman dan duduk dengan tegak dan gagah di atas kuda masing-masing, jelas bukan perajurit. Han Lin tertarik sekali dan dia menyuruh Rajawali membayangi dari atas. Ketika rombongan memasuki hutan di tepi sungai Yang-ce, sebuah hutan yang lebat Han Lin menyuruh rajawali terbang rendah dan tetap membayangi mereka dari pohon ke pohon.

   Sementara itu, rombongan Tong Tai jin kini telah tiba di depan pondok, disambut dengan muka tersenyum-senyum oleh Sin-to Hui-houw.

   "Kiong-hi (selamat), Taijin! Taijin akan mendapatkan apa yang telah lama Taijin idam-idamkan!"

   Kata Sin-to H houw.

   "Bagus, mana gadis itu?"

   Tanya Tong Taijin yang berperut gendut dan bermuka bopeng (burik cacar).

   "la masih tidur pulas dalam kereta saya, Taijin. Boleh Taijin ambil dan pindahkan ke kereta Taijin sekarang."

   "Apa........... apa ia tidak berbahaya? Bukankah katamu ia murid seorang datuk yang lihai?"

   "Jangan khawatir, Taijin. Sekarang ia telah terbius dan apabila ia sadar, kaki tangannya terbelenggu kuat. la tidak akan mampu melawan dan tidak berdaya lagi."

   Kata Sin-to Hui-houw sambil tertawa.

   "Mari lihatlah sendiri, Taijin."

   Tong Koo, pembesar gendut bopeng itu, mengikuti kepala perampok menghampiri kereta di mana Hui Lan rebah tak berdaya. Setelah tirai kereta disingkap dan melihat gadis itu telentang dan tidur pulas, air liur memenuhi mulut Tong Taijin. Dia menoleh kepada tiga saudara Sun Hengte yang mengikutinya Untuk menjaga keselamatan majikan itu.

   "Angkat ia ke keretaku!"

   Katanya.

   Tiga orang Saudara Sun itu bukanlah orang-orang jahat. Mereka hanya beringas mengawal dan menjaga keselamatan Tong Koo dan mereka belum pernah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kegagahan mereka. Murid-murid Thian-san-pai ini menjadi pengawal Tong Koo hanya karena tertarik akan upah dan hadiah yang banyak. Maka mendengar majikan mereka menyuruh mengangkat seorang gadis yang agaknya pingsan itu dan memindahkannya ke kereta majikan mereka, ketiganya saling pandang dengan ragu. Akan tetapi karena memindahk seorang gadis pingsan bukan perbuat jahat, mereka akhirnya melakukannya. Dua orang dari mereka menggotong tubuh Hui Lan ke kereta Tong Taijin.

   Dari puncak sebatang pohon besar Han Lin melihat dan mendengar apa yang terjadi di bawah itu. Dia mengerutkan alisnya dan biarpun dia belum memiliki banyak pengalaman dan tidak pernah melihat kejahatan macam itu, namun nalurinya mengisaratkan kepadanya bahwa tentu terjadi hal yang tidak beres di bawah itu dan bahwa gadis yang kelihatan pingsan atau tidur dan sedang dipindahkan itu agaknya membutuhkan pertolongan.

   Akan tetapi karena orang-orang yang berada di bawah itu belum melakuka sesuatu yang jahat dan dia belum tahu apa yang sesungguhnya terjadi, siapa berada di pihak benar ataupun salah maka Han Lin menahan diri dan hanya menonton dengan penuh kewaspadaan.

   Sementara itu, hawa racun pembius itu mulai menguap dan meninggalkan Hui Lan. Ia mulai sadar dan sejenak ia bingung. Akan tetapi gadis yang cerdik ini segera teringat bahwa semalam ia minum anggur lalu terserang rasa kantuk, kini tahu-tahu ia digotong orang dalam keadaan kaki tangan terbelenggu. Maka tabulah ia bahwa ia menjadi korban kejahatan. Melihat banyaknya orang disekitar tempat itu, Hui Lan berhati-hati dan pura-pura masih pingsan. Ia membuka sedikit matanya dan mengamati mereka yang dekat dengannya. Dilihatnya bahwa pedangnya kini tergantung di pinggang seorang laki-laki tinggi kurus yang mempunyai golok tergantung di punggung, itu orang inilah yang menangkapnya selagi ia tidur dan merampas pedangnya. Pada saat itu, seorang laki-laki gendut muka bopeng berusia sekitar lima puluh tahun mendekatinya, lalu meraba pipinya dan berkata.

   "Ha, engkau akan menjadi selirku terbaru dan tersayang, Manis............!"

   Hui Lan tidak dapat menahan kesabarannya lebih lama lagi. Akan tetapi ia cerdik dan memaklumi bahwa ia terjatuh ke tangan orang-orang jahat yang mempunyai anak buah puluhan orang dan agaknya di antara mereka banyak pula yang memiliki ilmu silat tangguh. Maka ia tid ak mau sembarangan mengeluarkan kata kata. Ia harus memperhitungkan keadaannya. Ketika dua orang yang menggotongnya itu, yang agaknya memiliki tenaga kuat, memasukkan dan meletakkan tubuhnya dalam kereta kemudian Si Gendut Muka Bopeng itu juga masuk dan duduk di dekat tempat ia direbahkan telentang, mulailah Hui Lan menghimpun tenaga saktinya, perlahan-lahan membiarkan tenaga saktinya bergerak menyusup ke seluruh tubuhnya, kemudian mengumpulkannya ke dalam kedua pergelangan tangan dan kakinya.

   Pada saat itu, agaknya Tong Koci pembesar gendut bopeng itu melihat ia mulai bergerak. Pembesar Tong membungkuk dan mendekatkan mukanya pada muka Hui Lan, hendak menciumnya dari berkata.

   "Manisku, engkau sudah sadar? Mari ikut aku pulang dan bersenang-senang............"

   Tiba-tiba Hui Lan mengeluarkan suara pekik melengking yang amat nyaring dan belenggu kaki tangannya putus! Tangannya mendorong dan Tong Koo berteriak karena tubuhnya terlempar keluar dari tandu lalu terbanting jatuh ke atas tanah. Hanya terdengar bunyi "ngekkk!"

   Dan pembesar itu tak bergerak lagi karena jatuh pingsan!

   Tentu saja keadaan di situ menjadi gempar! Orang-orang tidak tahu apa yang telah terjadi dan mengapa tahu-tahu Pembesar Tong itu terlempar keluar dari Kereta. Akan tetapi pada saat itu, berkelebat bayangan keluar dari kereta dan bayangan itu bukan lain adalah Hui Lan. Begitu keluar dari kereta, gadis perkasa ini langsung saja melompat dan menerjang ke arah Sin-to Hui-houw, tangan kirinya dengan dua jari meluncur ke arah pasang mata kepala perampok tinggi kurus itu. Gerakan Hui Lan amat cepat dan tidak terduga sehingga Sin-to Hui-Houw yang banyak pengalaman itu pun terkejut bukan main dan cepat menarik tubuhnya kebelakang dan kedua tangannya bergerak melindungi matanya yang terancam buta! Akan tetapi pada saa itu, tangan Hui Lan telah bergerak cepat ke arah pinggang kepala perampok itu dan tahu-tahu pedang Ceng-hwa-kiam milik gadis itu yang tadi dirampas oleh Sin-to Hui-houw kini telah kembali tangan Hui Lan!

   "Keparat! Tangkap gadis liar ini!"

   Sin to Hui-houw berseru sambil mencabut goloknya. Lima belas orang anak buahnya juga mencabut golok dan mengepung Hui Lan. Bahkan juga lima belas orang per jurit pengawal Pembesar Tong sudah mencabut pedang dan ikut pula mengepung. Mereka marah melihat majikan atau atasan mereka dilempar keluar kereta. Hanya tiga bersaudara Sun Hente saja yang berdiri diam dan ragu. Ketika diangkat menjadi pengawal Tong Taijin, mereka sudah mengatakan kepada majikan mereka itu bahwa mereka tidak maudiperintah melakukan kejahatan dan pekerjaan mereka hanyalah melindungi Pembesar Tong. Tadi mereka terpaksa tidak dapat mencegah majikan mereka dilempar keluar karena hal itu sungguh terjadi tanpa ada yang menyangkanya, tadi, begitu melihat Tong Taijin terlempar keluar, mereka bertiga cepat Menghampiri dan memeriksa. Ternyata Tong Taijin tidak menderita luka parah, Hanya terkejut dan terbanting sehingga jatuh pingsan. Mereka mengangkat tubuh pembesar itu dan merebahkannya di dalam kereta, dan kini mereka bertiga lalunya menonton karena sebagai murid-murid Thian-san-pai mereka merasa malu kalau harus mengeroyok seorang gadis remaja bersama lima belas orang anggauta perampok yang dipimpin Sin-to Hui-houw yang lihai, ditambah pula dengan lima belas orang perajurit pengawal pembesar kerajaan!

   Sementara itu, Hui Lan berdiri tegak, alisnya berkerut, mulutnya membayangkan kemarahan, sepasang mata yang Indah Itu mencorong, dan pedangnya telah dihunus dan melintang depan dada, mengkilat kehijauan.

   "Gadis Liar, menyerahlah engkau sebelum kami menggunakan kekerasan!"

   Bentak Sin-to Hui-houw dengan na kemenangan karena dia telah mengepu gadis itu dengan tiga puluh orang anak buahnya dan perajurit.

   "Manusia-manusia busuk, penge hinai"

   Kalian menangkap aku dengan cara yang curang dan kotor, menggunakan pembius! Hai, manusia-manusia rendah budi, sebelum aku memberi hajaran ke kepada kalian, katakan, mengapa kali melakukan kejahatan ini kepadaku!"

   Pertanyaan ini tidak ada yang menjawabnya karena Sin-to Hui-houw sendiri tidak mempunyai alasan yang kuat. Dia melakukan penangkapan atas diri Hui Lan hanya atas perintah Tong pembesar yang mata keranjang dan yang tergila-gila kepada gadis itu. Keadaan menjadi sunyi karena pertanyaan gadis itu tidak terjawab. Sin-to Hui-houw yang melihat tiga orang Sun Heng-te diam saja, bahkan tidak mau ikut mengepung padahal mereka adalah pengawal-pengawal Tong Taijin, segera berseru.

   "Sam-wi Sun Heng-te, kenapa kalian diam saja? Jawablah pertanyaan gadis ini, mewakili Tong Taijin!"

   Seorang di antara tiga bersaudara itu, yang tertua, menggelengkan kepala dan mennjawab lirih.

   "Kami juga tidak tahu karena kami hanya menjadi pengawal, tidak tahu betul akan urusan Tong Taijin ngan kalian atau dengan Nona ini."

   Tiba-tiba Tong Taijin yang gendut itu Menjulurkan kepalanya keluar dari kereta.

   "Sun Heng-te, kenapa kalian diam saja? Tangkap gadis itu! la adalah seorang mata-mata pemberontak! Ketahuilah kalian semua bahwa ia adalah Ong Hui Lian, puteri dari Ong Su bekas Kepala kebudayaan Kerajaan Chou dan masih anggauta keluarga istana Chou. Nah, gadis ini sebagai keturunan keluarga Kerajaan Chou tentu menjadi mata-mata sisa orang-orang Chou yang memberontak!Karena itulah aku menangkapnya!"

   Dia berhenti sebentar untuk menenangkan pernapasannya yang terengah-engah.

   "Hayo kalian semua bergerak, tangkap mata-mata itu, hidup atau mati!"

   Mendengar ini, semua orang bergerak menyerang Hui Lan yang berada dalam kepungan. Akan tetapi, tiba-tiba bayangan gadis itu berkelebatan, didahului si pedang yang hijau bergulung-gulung dan terdengar teriakan-teriakan kesakitan senjata para pengeroyok beterbangan beberapa orang pengeroyok roboh dengan lengan terluka goresan pedang atau roboh terkena tamparan tangan kiri atau tendangan kedua kaki mungil Hui Lan Kehebatan gerakan gadis ini sungguh mengejutkan semua orang. Dalam waktu singkat saja sepuluh orang di antara tiga puluh orang anak buah yang mengeroyok itu telah roboh! Sisanya menjadi jera dan menjaga jarak.

   Kini tiga orang kakak beradik Sung Heng-te setelah mendengar ucapan Tong Taijin lalu mencabut pedang dan maju menghadapi Hui Lan Sin-to Hui-houw juga menggunakan goloknya menyerang sehingga Hui Lan kini dikeroyok empat orang yang memiliki ilmu silat cukup tangguh. Akan tetapi para anak buah kini hanya mengepung dari jauh dan merasa jerih untuk ikut maju menyerang setelah sepuluh orang rekan mereka roboh.

   Han Lin yang mengintai dari puncak pohon bersama rajawalinya, kagum bukan main. Kini dia tahu bahwa gadis itu ditangkap dengan obat bius dan dituduh menjadi mata-mata, kini dikeroyok. Akan tetapi gadis itu lihai sekali sehingga Han Lin menjadi kagum dan tahu bahwa dia harus membantu dan melindungi gadis Itu. Mudah diketahui siapa yang jahat dalam peristiwa itu. Puluhan orang laki-laki mengeroyok seorang gadis! Hal ini saja sudah memudahkan Han Lin siapa yang harus dibelanya. Akan tetapi melihat sepak terjang gadis itu, dia hanya menonton dengan kagum dan bersiap untuk menolong kalau gadis itu terancam bahaya.

   Perkelahian itu memang seru dan hebat sekali. Kini Hui Lan menghadapi lawan-lawan yang cukup tangguh. Empat orang pengeroyoknya tidak dapat disamakan dengan puluhan anak buah yang tadi mengeroyoknya. Ilmu pedang tiga orang bersaudara Sun Heng-te amat lihai, karena Thian-san-pai memang terkenal dengan ilmu pedangnya. Adapun Sin-to Hui houw tentu saja ahli bermain golok sehingga dia mendapat julukan Si Golok Sakti (Sin-to).

   Gadis itu ternyata memiliki ilmu pedang yang hebat. Ini pun tidak aneh Ong Hui Lan adalah murid tunggal dari Tiong Gi Cinjin yang berjuluk Tu Kiam-ong (Raja Pedang dari Timur) dan sudah mewarisi ilmu pedang dengan baik ditambah lagi ia bersilat dengan Ceng hwa-kiam yang bersinar hijau. Tubuhnya berubah menjadi bayangan yang dilindungi gulungan sinar hijau sebagai perisai. Bukan saja ia mampu menghalau empat senjata lawan dengan sambaran sinar hijau yang menangkis, bahkan ia pun mampu membalas dengan serangan yang tidak kalah hebatnya. Berulang-ulang terdengar bunyi berdentang dan tampak bunga api berpijar ketika sinar hijau itu bertemu dengan senjata empat orang pengeroyok.

   Han Lin yang menonton dari atas pohon, harus mengakui bahwa ilmu pedang gadis itu sudah mencapai tingkat yang tinggi dan permainan pedangnya sungguh indah, mengandung kelembutan, namun memiliki daya tahan yang amat kuat. Karena melihat betapa gadis itu dapat mengimbangi pengeroyokan empat orong itu, Han Lin tidak mau turun tangan membantu.

   Tiba-tiba terdengar Sin-to Hul-houw berseru nyaring.

   "Suhu...........! Bantulah aku...........!!"

   Akan tetapi tidak terdengar jawaban. Si Golok Sakti berseru mengulangi perkataannya sampai tiga kali, barulah terdengar jawaban dari dalam pondok.

   "Murid tolol! Bersama tiga orang mengeroyok seorang gadis muda masih tidak mampu mengalahkannya, betapa memalukan!"

   Suara itu terdengar parau dan dari dalam pondok muncullah seorang kakek yang usianya sekitar tujuh puluh tahun, mukanya penuh keriput dan tubuhnya kurus sekali, pakaiannya serba hitam dan dia memegang sebatang tongkat hitam yang mirip Ular.

   Begitu tiba di depan pondok dia langsung saja menyerang Hui Lan yang sudah dikeroyok empat orang itu dengan tongkat ularnya. Dari atas Han Lin melihat betapa serangan kakek bongkok ini dahsy sekali. Walaupun tubuhnya kurus dan bon kok, namun ketika menyerang, gerakann mengandung tenaga dahsyat dan dari ujung tongkat ularnya itu tampak sinar menghitam. Han Lin terkejut, apalagi melihat gadis itu melompat ke belakang dengan kaget dan segera terdesak oleh empat orang yang mengeroyoknya. Baru satu kali serangan saja kakek itu telah dapat membuat Hui Lan terkejut mundur dan didesak para pengeroyoknya. Han Lin maklum bahwa kini keadaaan gadis itu terancam bahaya, maka dia pun segera melayang turun diikuti rajawali yang mengeluarkan pekik dahsyat.

   Semua orang yang berada di bawah terkejut. Pada saat itu, Hui Lan terdesak dan kakek kurus bongkok yang lihai itu, yang bukan lain adalah guru Sin-to Hui-houw berjuluk Ban-tok Mo-ko (Iblis Selaksa Racun) sudah mendorongkan tangan kirinya ke arah Hui Lan yang sedang memutar pedang melindungi dirinya dari sambaran empat batang senjata pengeroyoknya. Uap hitam menyambar keluar dari telapak tangan kiri kakek itu.

   "Syuuttt........... blarrr.........!"

   Uap hitam terdorong dan terpental kembali ke tangan Ban tok Mo-ko yang menjadi terkejut sekali sekali dan dia sudah melompat ke belakang dan mengeluarkan seruan melengking.

   "Tahan semua............!!"

   Seruannya membuat muridnya, Sin-to Hui-houw, dan tiga Sun Heng-te menahan senjata mereka dan berlompatan ke belakang dekat kain bongkok itu.

   Hui Lan memandang kepada pemuda yang berdiri di dekatnya. Alisnya berkerut. Ia tahu bahwa pemuda yang tidak dikenalnya itu telah membantunya dan hal ini membuat ia tidak senang. Ia tidak membutuhkan bantuan dan merasa masih sanggup melawan semua pengeroyoknyal Mendengar kelepak sayap burung, semua orang memandang ke atas dan burung rajawali itu kini menyambar turun dan hinggap di atas cabang pohon yang tumbuh dekat tempat Han Lin berdiri.

   Kini Ban-to Mo-ko sambil menatap tajam wajah pemuda itu, berkata.

   "Ho-ho, bocah lancang! Siapakah engkau yang berani mencampuri urusan kami"

   Dia mengangkat tongkat ularnya dan menudingkan tongkat ke muka Han Lin "Apakah engkau sudah bosan hidup, berani menentang aku Ban-tok Mo-ko?"

   Han Lin pernah mendengar nama ini sebut gurunya sebagai seorang di antara datuk-datuk sesat.

   "Lo-cian-pwe,"

   Katanya hormat.

   "Saya tidak ingin menentang siapa pun tanpa sebab. Akan tetapi tadi saya melihat Nona ini dikeroyok puluhan orang laki-laki gagah, kemudian malah Lo-cian pwe sebagai seorang datuk ikut mengeroyok. Hal ini sungguh berlawanan dengan keadilan di dunia persilatan, maka terpaksa saya datang untuk melerai menghentikan pengeroyokan yang tidak adil dan curang ini."

   Mendengar ini, Ban-tok Mo-ko tampak malu dan rikuh sekali sehingga dia tidak dapat segera menjawab, hanya berani ah-uh-uh saja seperti orang bingung.

   "Heh, orang muda*"

   Tiba-tiba terdengar suara dari dalam kereta. Tong Koo yang bicara dengan keren.

   "Engkau gegabah, berani mencampuri urusan negara! Ketahuilah, gadis ini adalah seorang mata-mata pemberontak, ia keturunan keluarga Kerajaan Chou. Maka kami hendak menangkapnya. Kalau engkau membelanya, berarti engkau ingin menjadi pemberontak pula!"

   Diam-diam Han Lin terkejut. Kalau benar apa yang dikatakan orang gendut muka bopeng yang melihat pakaiannya seperti seorang pembesar itu, keadaannya menjadi gawat! Satu di antara nasihat-nasihat gurunya adalah bahwa dia sebaiknya tidak membantu para pemberontak yang hanya menimbulkan kekacauan dan perang yang akibatnya pasti menyengsarakan rakyat yang tidak tahu-menahu tentang perebutan kekuasaan antara orang-orang yang haus akan kedudukan dan kekuasaan.

   "Maaf, Nona. Benarkah engkau seorang pemberontak?"

   Han Lin memandang gadis itu dan bertanya

   .

   Hui Lan cemberut.

   "Jahanam gendut bopeng itu bicara bohong! Aku memang masih ada hubungan kekeluargaan dengan para bangsawan Kerajaan Chou, akan tetapi aku bukan pemberontak dan tidak Ingin memberontak. Kalau memberontak terhadap jahanam Itu, memang benar. Dia telah menyuruh kaki tangannya menangkapku dengan obat bius dengan niat kotor dan hina. Orang macam dia hanya mengotorkan dunia saja patut dihukum. Setelah berkata demikian, dengan gerakan cepat sekali seperti seekor bur ung tubuhnya sudah melompat dan meluncur ke arah kereta.

   Empat orang perajurlt yang berada dekat kereta cepat mengangkat pedang menyambut Hui Lan, akan tetapi begitu sinar hijau berkelebatan, empat orang itu terpelanting roboh dengan lengan teri dan pedang mereka terlempar.

   "Tolonggg.............. tolooonggggg...........

   "

   Tong Koo menjerit-jerit sambil berusaha melarikan diri setelah turun dari kereta akan tetapi sebuah tendangan membuat dia terjungkal dan ketika sinar hijau pedang di tangan Hui Lan menyambar pembesar itu berkaok-kaok dengan suara sengau dan menutupi mukanya yang sudah tidak memiliki bukit hidung. Hidungnya telah dibabat putus oleh pedang Hui Lan sehingga mengeluarkan banyak darah. Sejak saat itu Si Hidung gelang Tong Koo harus diubah julukannya menjadi Si Hidung Buntung!

   Melihat ini, ributlah para pengawal dan anak buah perampok. Sin-to Hui-houw, tiga orang Sun Heng-te, dan juga Ban-tok Mo-ko berlompatan hendak menyerang Hui Lan. Bahkan anak buah mereka yang masih ada sekitar dua puluh orang itu sudah menggerakkan senjata untuk mengeroyok.

   Akan tetapi Han Lin berkata kepada burung rajawali yang bertengger di atas pohon.

   "Tiauw-ko, lindungi gadis itu!"

   Dia sendiri lalu melompat dan berada dekat Hui Lan. Ketika Ban-tok Mo-ko menyerang dengan tongkat ularnya, Han Lin cepat menangkis dengan Pek-sim-kian. yang telah dicabutnya.

   "Trakkkkk.............!!"

   Tongkat ular itu terpental dan Ban-tok Mo-ko menjadi semakin marah. Kini dia menujukan serangan-serangannya kepada Han Lin. Dia bukan hanya menyerang dengan tongkat, akan tetapi juga dengan pukulan tangan kiri yang mengandung racun dan tendangan kakinya. Namun, semua serangannya itu dapat digagalkan oleh Han Lin dengan tangkisan dan elakan. Yang membuat kakek bongkok itu terkejut adalah ketika dia mendapat kenyataan betapa pemuda itu berani menangkis tangan beracunnya dengan tangan pula dan agaknya sedikit pun hawa beracun tangannya tidak mempengaruhi pemuda itu! Bahkon setiap kali beradu senjata atau tangan dia terdorong ke belakang sampai terhuyung, tanda bahwa dia kalah banyak dalam kekuatan tenaga sakti.

   Melihat gurunya agaknya kewalaha Sin-to Hui-houw segera datang membantunya. Han Lin dikeroyok dua, akan tetapi pemuda itu bersikap tenang pengeroyokan itu sama sekali tidak membuat dia sibuk, bahkan dia masih dapat membagi perhatiannya untuk mengamati keadaan gadis itu.

   Hui Lan kini dikeroyok tiga bersaudara Sun. Tadi, ketika dikeroyok empat orang saja, ia mampu mengimbangi mereka, maka kini setelah Sin-to Hui-houw meninggalkannya untuk mengeroyok pemuda itu tentu saja ia yang hanya dikeroyok tiga orang berada di pihak yang lebih unggul". Ketika dua kelompok perajurit dan anak buah perampok itu, sebanyak dua puluh orang, mulai maju mengeroyok Hui Lan, tiba-tiba rajawali itu menyambar dari .atas. Tadi ketika Han Lin menyuruh rajawali itu melindungi gadis itu, burung itu terbang tinggi dan kini dia menyambar dan menyerang dua puluh orang yang sudah mengurung dan hendak [mengeroyok Hui Lan. Tentu saja mereka terkejut bukan main dan biar mereka berusaha untuk melawan dan menyerang rajawali yang mengamuk itu, namun usaha mereka sia-sia belaka karena pedang dan golok mereka terpental dan tubuh mereka berpelantingan, terkena pukulan sepasang sayap, sepasang cakar dan serangan paruh burung itu. Mereka menjadi jerih dan tidak berani melawan lagi, bahkan mereka lalu lari meninggalkan tempat itu.

   Pembesar Tong Koo masih merintih-rintih sambil menutupi hidungnya dengan dua tangan yang sudah berlepotan darah. Tidak ada seorang pun yang melolongnya karena semua anak buahnya lari ketakutan. Sementara itu, Sin-to Hui-Houw sibuk sendiri membantu gurunya mengeroyok Han Lin dan mereka berdua juga mulai bingung karena semua serangan mereka sama sekali tidak pernah meryentuh tubuh pemuda itu. Tiga orang saudara Sun yang mengeroyok Hui Lan juga terdesak hebat. Akhirnya, seorang dari mereka terpelanting oleh tendangan kaki kanan Hui Lan, sedangkan orang kedua terguling dengan luka sabetan ujung pedang di pahanya. Orang ke tiga terpaksa menjauhkan diri, merasa tidak kuat melawan seorang diri.

   Melihat keadaan mereka yang jelas menderita kekalahan, Ban-tok Mo-ko yang licik maklum bahwa kalau dilanjutkan, dia sendiri akan sulit untuk dapat menyelamatkan diri dari pemuda yang amat lihai itu. Maka ketika dia mendapat kesempatan, dia berseru kepada muridnya.

   "Mari kita pergi!"

   Dia melompat belakang diikuti Sin-to Hui-houw. Tiba-tiba kakek bongkok itu melemparkan sesuatu ke arah Han Lin dan Hui Lan.

   "Nona, lari!"

   
Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Seru Han Lin dan cepat dia meluncur dan menyambar lengan Hui Lan, dibawanya melompat jauh meninggalkan tempat itu.

   Terdengar ledakan dan tampak hitam mengebul memenuhi tempat itu sehingga menjadi gelap dan tercium bau yang amat keras dan busuk. Dari tempat yang agak jauh pun Hui Lan masih dapat mencium bau busuk itu dan cepat menahan napas dan semakin menjauh, telah yakin betul bahwa asap itu memang mengandung racun yang amat jahat, Han Lin lalu menggunakan kedua tangannya untuk mendorong ke depan Ada angin pukulan yang menyambar ke depan dan meniup gumpalan asap hita itu. Melihat ini Hui Lan membantunya dengan pukulan jarak jauh sehingga asap itu membuyar dan tertiup angin pukul dua orang muda perkasa itu. Kemudia angin datang membantu dari samping dan ternyata burung rajawali itu pun mengkibas-ngibaskan kedua sayapnya, menimbulkan angin dan gumpalan asap itu segera tertiup pergi dan membubung ke atas.

   Setelah asap hitam beracun yang dilepas Ban-tok Mo-ko melalui bahan peledak itu menghilang dan tempat itu menjadi terang kembali, Hui Lan dan Han Lin melihat bahwa tidak ada seorang pun dari mereka yang tadi mengeroyok tinggal. Agaknya semua orang sudah melarikan diri ketika terdapat tabir asap hitam menutupi pandangan main tadi.

   Karena sudah jelas bahwa pihak musuhtidak ada lagi, kini Hui Lan mengalihkan perhatiannya kepada pemuda yang telah membantunya dan burung rajawali besar itu. Ia merasa kagum melihat burung itu yang tadi membantunya dengan gagah, membuat para anak buah yang mengeroyoknya berpelantingan. Juga diam-diam ia merasa kagum kepada pemuda yang tampan, lembut dan tampak Masa seperti orang yang tidak memiliki kepandaian silat, namun yang ia tahu memiliki ilmu yang lihai sekali seringga mampu mengalahkan kakek bongkok kepala perampok tadi.

   Setelah kini saling berhadapan dan perhatiannya tidak terbagi, Han Lin mendapat kenyataan bahwa gadis itu memiliki kecantikan yang lembut, dan sinar matanya menunjukkan ketegaran hati dan keberanian luar biasa. Han Lin teringat akan gadis cantik dan lihai yang muncul dalam pertandingan perebutan gelar di Puncak Thai-san. Dia merasa heran betapa dalam waktu yang tidak lama, berturut-turut dia bertemu dengan dua orang, gadis muda belia yang demikian lihai. Gadis pertama di Puncak Thai-san itu pun cantik jelita, lincah jenaka dan agak liar, akan tetapi ilmu silat juga hebat. Sayang dia tidak tahu si nama gadis itu dan dari aliran perguruan mana. Kini, dia bertemu lagi dengan seorang gadis muda belia yang cantik dan juga lihai. Dibandingkan dengan gadis pertama, sikap gadis ini jauh berbeda. Kalau yang pertama lincah jenaka,liar, gadis ke dua ini pendiam dan lembut, namun memiliki wibawa yang kuat. Keduanya juga memiliki keberanian mengagumkan. Dia tidak ingin melihat gadis Ini pergi tanpa berkenalan lebih dulu, maka Han Lin lalu mengangkat kedua tangan depan dada sebagai penghormatan dan berkata lembut, sambil tersenyum ramah.

   "Maafkan aku, Nona. Setelah kita saling berjumpa dalam keadaan luar biasa ini dan bersama-sama melawan orang-orang tadi, ingin aku memperkenalkan diri. Namaku Si Han Lin dan kalau boleh, aku ingin mengenal namamu yang terhormat."

   Hui Lan adalah murid Tiong Gi Cin-jin, seorang pertapa penganut Agama Khong-hu-cu yang mengutamakan sikap susila dan sopan santun, cepat membalas penghormatan itu. Akan tetapi. suaranya tidak begitu ramah karena ia masih curiga apakah pemuda ini benar-benar me miliki Iktikad baik karena selama ini yang ia temui adalah kenyataan betapa sebagian besar laki-laki berniat kurang ajar terhadap wanita dan kalau ada yang bersikap sopan/lemah lembut, sikap ini pun hanya merupakan cara mereka untuk merayu!

   "Aku tidak ingin berkenalan dan tadi pun aku tidak minta bantuanmu untuk melawan mereka, maka aku tidak merasa berhutang budi kepadamu. Akan tetapi karena engkau sudah memperkenalkan nama, kalau engkau ingin mengetahui namaku, aku adalah Ong Hui Lan."

   Han Lin tersenyum. Gadis ini benar-benar bersikap tegas, akan tetapi juga angkuh!

   "Terima kasih, Nona Ong. Aku tinggal di Puncak Cemara di Cin-ling-san, dan engkau tinggal di manakah, Nona?"

   Hui Lan mengerutkan alisnya. Baru saja bertemu, sudah bertanya nama dan setelah diberitahu, kini tanya alamat lagi. Apa sih maunya pemuda ini? Aka tetapi mendengar pemuda itu tinggal di Puncak Cemara, di Cin-ling-san, ia ter ingat akan pemberitahuan gurunya bahwa ada seorang sakti bernama Thai Kek Siansu yang tinggal di sana dan orang sakti itu memiliki sebuah burung rajawali raksasa, la mengerling ke arah rajawali Itu, lalu menjawab sambil lalu.

   "Aku Tinggal di Nan-king."

   "Nona Ong, apa yang sesungguhnya terjadi tadi? Mengapa engkau ditawan oleh mereka dan siapakah mereka itu?"

   Sambil mengerutkan alisnya Hui Lan menjawab.

   "Sudahlah, mau apa sih bertanya-tanya? Aku harus mengejar mereka untuk memberi hajaran keras agar mereka menjadi jera dan bertaubat untuk melakukan perbuatan curang dan jahat!"

   Melihat gadis itu hendak pergi, Han Lin cepat berkata.

   "Nona Ong, lawan yang sudah melarikan diri tidak perlu dikejar lagi. Memberi maaf adalah jauh lebih baik daripada membalas dendam."

   Hui Lan yang tadinya sudah memutar tubuh, kini menghadapi lagi pemuda Itu, alisnya berkerut dan sinar matanya mencorong.

   "Kebaikan harus dibalas kebaikan pula, akan tetapi kejahatan harus dibalas dengan hukuman yang setimpal agar si jahat menjadi jera. Kalau semua orang seperti engkau, mudah memaafkan para penjahat, dunia akan semakin kacau karena para penjahat berpesta pora, tidak takut berbuat jahat karena pasti akan dimaafkan oleh orang-orang seperti engkau Setelah berkata demikian, Hui Lan melompat jauh dan berlari cepat rneninggalkan Han Lin yang berdiri tertegun. Akan tetapi dia lalu tersenyum geli. Bukan main Ong Hui Lan itu! Begitu yakin bahwa kekerasan akan dapat menertibkan mereka yang tersesat dan suka berbuat jahat.

   Dia teringat akan pengertian yang ditanamkan gurunya ke dalam sanubarinya, pengertian yang telah membuka mata batinnya untuk melihat kenyataan dalam kehidupan ini. Kebaikan tidak mungkin dapat dipelajari, dilatih, apalagi dipaksakan dengan kekerasan. Kebaikan yang direkayasa seperti itu hanya akan melahirkan orang-orang munafik yang melakukan apa yang dinamakan kebaikan karena merasa takut, atau karena ingin mendapatkan "sesuatu"

   Sebagai imbalan jasa kebaikan yang dia lakukan. Sesuatu itu dapat berupa pujian, kebanggaan nama besar, balas jasa, baik dari manusia atau pun dari Tuhan. Dengan demikian, apa yang dia lakukan sebagai kebaikan hanya merupakan cara untuk mendapatkan sesuatu yang baginya bernilai lebih, terutama lebih menyenangkan atau lebih menguntungkan, sebagai tujuan akhirnya! Kebaikan bukanlah kebaikan lagi kalau menjadi tujuan.

   Kalau ada Kasih dalam diri, maka apa pun yang dilakukannya, sudah pasti baik bagi orang lain, tanpa dia menganggap bahwa apa yang dia lakukan adalah perbuatan baik. Kalau ada seorang ibu menimang-nimang anaknya, ia sama kali tidak merasa melakukan perbuatan baik. Kalau ada orang melihat orang lain dalam kesusahan lalu timbul perasaan iba dan segera menolongnya, dia pun tidak menyadari bahwa dia melakukan perbuatan baik. Perbuatan spontan seperti ini, demi kepentingan orang lain, muncul dari dalam sebagai bunga dan buah dari pohon kasih.

   Sebatang pohon mengeluarkan bunga dan buah di mana saja dia berada, tanpa maksud untuk melakukan suatu kebaikan juga tidak ditujukan kepada siapa pun juga. Keharuman bunga dan buahnya tersiar ke mana-mana, dapat dinikmati siapa saja, juga tidak apa-apa andai tidak ada yang menikmatinya. Demikianlah Kasih yang terdapat dalam sebuah benda di alam maya pada. Sinar matahari pun bersinar memberi kehangatan dan kehidupan kepada siapa saja tanpa bermaksud untuk memberi kebaikan, maka sekali tidak mempunyai tujuan bagi orang lain maupun bagi dirinya diri. Keadaan dirinya, seperti apa nya, itulah apa yang disebut kebenaran atau kebaikan, keharumannya bukan sengaja diharum-harumkan, karena mereka sudah harum. Dirinyalah keharuman sendiri, apa adanya, wajar.

   "Kuek-kuek-kuek..........!"

   Rajawali berbunyi dan Han Lin tersenyum.

   "Maaf, Tiauw-ko, aku tenggelam dalam lamunan sampai lupa padamu."

   Lalu menghampiri rajawali itu yang mendekam dan setelah Han Lin lompat ke atas punggungnya, rajawali itu mengeluarkan seruan girang lalu dia pun terbang.

   Pada suatu hari, di tanah datar yang rada di puncak di mana perkumpulan Hong-san-pai berada, tampak seorang muda sedang berlatih silat seorang diri. Tanah datar itu terletak di bagian bekang perkampungan Hong-san-pai yang berada di Puncak Hong-san. Hawa udara pagi itu dingin sekali, akan tetapi pemuda yang berlatih silat tangan kosong itu hanya memakai celana panjang tanpa baju sehingga tubuhhya dari pinggang ke atas telanjang. Tampak tubuh yang kokoh, kuat, dengan otot-otot tersembul dan tubuh itu penuh keringat karena sudah sejak pagi sekali dia berlatih silat. Pemuda itu selain bertubuh kokoh kuat dan tegap, Juga berwajah tampan gagah. Rambutnya hitam dan panjang, digelung keatas dan diikat sutera merah. Mukanya terbentuk persegi sehingga tampak jantan. Sepasang matanya tajam mencorong dan terkadang tampak bengis namun bola mata yang bergerak-gerak cepat itu membayangkan kecerdikan. Mulutnya selalu dihias senyum sinis seperti orang mengejek dan memandang rendah apa saja yang dilihatnya.

   Tiba-tiba dia menghentikan latihan lalu menghapus keringatnya dengan sehelai kain. Pemuda itu adalah puteraPangeran Chou Ban Heng, yaitu Chou Kian Ki. seperti telah kita ketahui, Chou Kian Ki dilatih ilmu silat oleh tokek gurunya sendiri, yaitu Hong-san Siansu yang menjadi gurunya. Kemudian dia menerima gemblengan dari tokoh-tokoh atau datuk yang mendukung gerakan ayahnya, yaitu selain digembleng kakek gurunya Hong-san Siansu, pun dilatih oleh K wan In Su yangberjuluk Kanglam Sin-kiam dan Im Yang Tosu yang selain ilmu silat, juga memiliki ilmu sihir. Kini, usia Chou Kian Ki sudah dua puluh lima tahun dan dia amat tekun mempelajari ilmu silat tinggi sehingga tingkat kepandaiannya sudah dapat mengimbangi tingkat guru-gurunya! Dia bahkan dapat menggabungkan ilmu silat dari Hong-san Siansu, Kwan In Su, dan Im Yang Tosu.

   Chou Kian Ki memanggil para anggauta Hong-san-pai yang kebetulan berada tak jauh dari situ. Sepuluh orang murid Hong-san-pai menghampirinya.

   "Pergunakan senjata kalian dan keroyoklah aku. Aku sedang melatih gabungan Tiga Silat Sakti. Jangan ragu, seranglah dengan sungguh dan. kerahkan seluruh tenaga kalian!"

   Sepuluh orang murid itu sudah tahu akan kelihaian Chou Kian Ki dan sudah seringkali mereka mengeroyok dan dibuat jatuh bangun oleh pemuda itu. Merek-ragu bukan takut melukai Kian Ki, sebaliknya ragu karena tidak ingin terluka

   "Hayo cepat lakukan! Mengapa kalian diam saja?"

   Bentak Kian Ki.

   "Chou Kongcu (Tuan Muda Chou), kasihanilah kami. Kami takut terpukul dan tewas dalam latihan ini."

   Kata seorang di antara mereka.

   "Bodoh kalian! Biarpun dengan mudah aku akan mampu membunuh kalian, akan tetapi mengapa aku harus membunuh Kalian, adalah anggauta Hong-san-pai anak buah sendiri. Aku tidak akan membunuh kalian. Hayo cepat serang aku!"

   Para anggauta itu takut kepada Kia Ki karena kalau putera pangeran ini melapor kepada Hong-san Pang-cu, ketua mereka, yaitu Hong-san Sian-su, merek tentu akan mendapat marah besar. Mereka saling pandang dan terpaksa mengeluarkan senjata masing-masing. Ada yang memegang toya (tongkat), ada yang memegang golok dan ada pula yang mencabut pedang.

   "Kongcu, kasihanilah kami dan jangan memukul terlampau keras!"

   Kata seorang dari mereka dan sepuluh orang itu lalu mengepung dan mulai menyerang Kian Ki dengan senjata mereka. Dari pengalaman mereka maklum bahwa mereka harus menyerang dengan sungguh-sungguh karena biasanya, yang main-main dan tidak bersungguh-sungguh akan menerima pukulan paling keras.

   Setelah sepuluh orang itu serentak menyerang, Kian Ki bergerak dengan cepat dan kuat. Tubuhnya bergeser kesana sini, menangkis dan mengelak sambil memainkan jurus-jurus campuran tiga macam ilmu silat yang telah dia gabungkan. Akibatnya hebat. Golok dan Pedang yang tajam dia sambut dengan lengan begitu saja dan senjata-senjata Para pengeroyok itu ada yang patah dan sebagian pula terlempar, disusul terpentalnya sepuluh orang itu seolah-olah disambar oleh kekuatan dahsyat yang tak tampak.

   "Bagus! Engkau telah rr"emperoleh banyak kemajuan dalam ilmu silat gabungan yang kau rangkai itu, Kian Ki!"

   Chou Kian Ki cepat memutar tubuhnya dan tiga orang gurunya itu sudah berdiri di situ. Hong-san Siansu Kwee Cin Lok yang juga menjadi Hong-san-pangcu, Kanglam Sin-kiam Kw'an In Su, dan Im Yang tosu. Segera dia memberi hormat dan berkata kepada Hong-san Siansu yang sesungguhnya merupakan kakek gurunya.

   "Berkat bimbingan Sukong (Kakek Guru) dan Jiwi Suhu (Guru Bertiga)!"

   "Bersiaplah, dan pertahankan diri baik-baik! Kami bertiga akan mengeroyokmu!"

   Kata Hongsan Siansu dan be sama Kwan In Su dan Im-yang Tosu dia lalu maju dan tiga orang guru itu Ialu menyerang dan mengeroyok murid mereka.

   Kian Ki yang maklum bahwa biarpun tiga orang tua itu hanya mengujinya namun mereka menyerang dengan sun guh-sungguh sambil mengerahkan tenaga mereka sehingga biarpun seandainya di terkena serangan tidak sampai tewas setidaknya dia akan menderita luka yang cukup nyeri. Maka dia pun mengerahka seluruh tenaga dan mainkan ilmu silai gabungan itu, melakukan perlawanan mati-matian! Dia bukan hanya mempertahankan diri, akan tetapi juga membala dengan serangan-serangan yang cukup berbahaya.

   Tiga orang tua Itu merasa gembira sekali dan mereka menyerang dengan sungguh-sungguh . karena mereka sudah sepakat bahwa ujian ini merupakan ujian terakhir. Tidak ada yang dapat mereka ajarkan lagi kepada Kian Ki. Mereka sudah bersepakat tadi bahwa kalau pun mereka itu dapat bertahan sampai lima puluh jurus terhadap serangan mereka bertiga, maka dianggap lulus.

   Dan ternyata Chou Kian Ki memang hebat sekali. Dia bukan saja mampu bertahan, bahkan dia dapat membalas dan sempat beberapa kali membuat Kwan In Su atau Im-yang Tosu terdesak mundur! Setelah lewat lima puluh jurus Hongsan Siansu berseru.

   "Cukup!"

   Dan dia bersama dua orang guru lain lompat ke belakang.

   Dengan tubuh penuh keringat akan tetapi pernapasannya tidak terengah-engah Chou Kian Ki berdiri menghadap tiga orang gurunya dan bertanya kepada kakek gurunya.

   "Bagaimana, Su-kong. Apakah masih banyak kekurangan teecu?"

   "Hebat, Kian Ki, engkau telah lulus ujian terakhir! Kini tidak ada lagi yang dapat kami ajarkan kepadamu!"

   Kata Hongsan Siansu dengan gembira sekali.

   "Siancai! Pinto sendiri kiranya tidak akan mampu mengalahkanmu, Kian Ki!"

   Kata Im-yang Tosu.

   "Kami benar-benar bangga kepadamu, muridku! Tidak sia-sia kami mengemblengmu dengan tekun. Engkau tidak mengecewakan, bahkan membuat kami merasa bangga sekali. Kalau masih ada perebutan gelar Thian-te Te-it Bu-hiap, kami yakin engkau akan keluar sebagai juaranya."

   Kata Kwan In Su.

   "Bahkan tanpa mengujimu pun aku tahu benar bahwa ilmu pedangmu sudah mencapai frngkat tertinggi sehingga kelak engkau berhak memakai gelar Kiam-ong (Raja ledang)!"

   Mendengar ucapan tiga orang gurunya Itu, Kian Ki yang memang memiliki dasar watak tinggi hati dan angkuh, tersenyum dan wajahnya yang tampan dan jantan itu berseri-seri, sepasang matanya bersinar dan dia mengangkat dadanya yang bidang dengan perasaan puas dan yakin bahwa tidak ada orang mura lain di dunia ini yang akan mampu menandinginya!

   "Sukong dan Jiwi Suhu, teecu tidak ingin memperebutkan gelar yang tidak ada artinya itu. Teecu akan membantu perjuangan Ayah dan melanjutkan sampai tercapai cita-cita Ayah, yaitu menumbangkan pemerintahan Sung dan membangun kembali Kerajaan Chou. Ayah atau teecu yang kemudian menjadi kaisar Kerajaan Cr"oul!"

   Ucapan itu terdengar nyaring penuh wibawa sehingga tiga orang itupun tertegun kagum, seolah mendengar murid mereka itu mengucapkan sumpah.

   Tiba-tiba terdengar suara tawa dan empat orang itu terkejut bukan Bahkan belasan orang murid Hong-san-pai yang berada di situ semua terpelanting dan menutupi telinga mereka dengan kedua tangan karena suara tawa yang aneh itu mengandung getaran yang amat hebat. Seolah-olah ada jarum-jarum runcing memasuki telinga mereka!

   ChouKianKi dan tiga orang gurunya cepat mengerahkan tenaga dalam untuk melindungi telinga dan jantung mereka sehingga tidak sangat tersiksa oleh getaran suara tawa Itu. Suara tawa itu seolah terdengar dari atas mereka!

   "Ha-ha-ha, manusia-manusia sombong dan picik! Baru dapat memiliki kepandaian. seperti itu saja sudah bercita-cita menumbangkan Kerajaan Sung? Ha "ha-ha bodoh dan sombong! Suara itu pun terdengar dari atas. Akan tetapi tidak ada orang di dekat situ, juga di atas tidak tampak ada mahluk hidup.

   Chou Kian K i yang tadi merasa paling hebat, tentu saja kini merasa terhina dan direndahkan. Dia marah sekali dan sambil berdiri tegak dan bertolak pinggang, dia berseru.

   "Hei, engkau setan ataukah manusia? kalau manusia keluarlah dan jangan bersembunyi seperti seorang pengecut Hadapilah dan lawan aku kalau memang kau memiliki kepandaian, jangan hanya menjual omong kosong sambil ber sembunyi!!"

   Hongsan Siansu dan dua orang kawannya merasa menyesal atas kesombongan murid mereka karena mereka bertiga yang lebih berpengalaman dapat menduga bahwa yang bersuara itu adalah seorang yang memiliki sin-kang amat kuat.

   "Huh, bocah sombong. Engkau ini siapakah telah membuka mulut lebar hendak menumbangkan Kerajaan Sung dan hendak menjadi kaisar kerajaan Chou yang sudah runtuh?"

   "Aku Chou Kian Ki, keluarga istana Kerajaan Chou. Ayahku adalah Pangeran Chou Ban Heng, keturunan mendiang Kaisar Chou Ong yang berhak menjadi Kaisar Kerajaan Chou! Hayo, perlihatka dirimu kalau engkau berani!"

   Tiba-tiba bertiup angin dan dari jauh tampak sesosok bayangan melayang datang! Ternyata orang ini tadi bicara dari tempat jauh dan ini saja membuktikan kehebatannya. Setelah tiba di depan mereka, kakek itu berdiri sambil memandang mereka satu demi satu dan mulutnya tersenyum mengejek.

   Empat orang dan para anggauta Hong-san-pai memandang kepada kakek yang baru datang itu dengan mata terbelalak Dia sudah tua sekali, rambut, jenggot, dan kumisnya sudah putih semua, mengkilap seperti benang-benang sutera putih. Pakaiannya juga dari kain putih yang dilibat-libatkan pada tubuhnya. Usia kakek Ini tentu sudah mendekati seratus tahun, sedikitnya sembilan puluh lima tahun!

   Melihat kakek itu sudah demikian tua dan kemunculannya demikian aneh, timbul juga perasaan segan di hati Chou Kian Ki sehingga dia diam saja, hanya memandang dengan heran. Adapun Hong-san Siansu dan dua orang rekannya yang sudah memiliki banyak pengalaman, walaupun tidak mengenal siapa adanya kakek tua renta itu, mereka dapat menduga bahwa yang datang adalah seorang datuk yang sakti.

   Hongsan Siansu lalu merangkap kedua tangan depan dada, memberi hormat dan berkata lembut.

   "Saudara tua, selamat datang di Hong-san-pai dan perkenankan kami memperkenalkan diri. Aku adalah ketua Hong-san-pai berjuluk Hong-san Siansu. Ini adalah dua orang rekanku, Kanglam Sin-kiam Kwan In Su, dan lm Yang Tosu. Pemuda ini adalah putera Pangeran Chou Ban Heng, bernama Chou Kian Ki dan dia menerima pelajaran dan kami bertiga. Kaiau boleh kami mengatahui, siapakah nama Saudara tua yang mulia dan terhormat?"

   Melihat sikap Hongsan Siansu yangbaik, kakek itu mengangguk-angguk.

   "Memakai nama apa pun juga, aku tetap saja begini. Akan tetapi kalau kalian ingin tahu, sebut saja aku Thian Beng Siansu."

   Tiga orang datuk itu mengingat-ingat akan tetapi rasanya belum pernah mereka mendengar akan nama ini.

   "Terimalah hormat kami, Siansu yang mulia. Kalau Siansu hendak memberi petunjuk kepada murid kami, silakan dan kami akan berterima kasih sekali."

   Kati pula Hongsan Siansu dengan sikap hormat

   "Aku tadi lewat dan kebetulan melihat dan mendengar apa yang terjadi sini. Aku tertarik mendengar bahwa pemuda ini demikian bersemangat hendak membangun kembali Kerajaan Chou dan menumbangkan Kerajaan Sung. Aku kagum akan semangatnyang yang besar. Akan tetapi setelah aku melihat kepandaiannya, aku kecewa. Dengan kepandaian serendah itu, bagaimana mungkin dia akan membangun kembali Kerajaan Chou? Hmmm, dia akan jatuh sebelum dia mulai!"

   Mendengar ucapan yang sangat memandang rendah ini, Hongsan Siansu dan tiga orang rekannya menjadi penasaran juga. Apalagi Chou Kian Ki. Dia mengerutkan alisnya dan kemarahannya bangkit kembali. Akan tetapi melihat sikap guru-gurunya amat hormat kepada kakek tua renta itu, dia pun memaksa dirinya bersikap hormat.

   "Locianpwe, mungkin Locianpwe adalah seorang yang memiliki kesaktian yang amat tinggi, akan tetapi Locianpwe terlalu memandang rendah kepada saya dan guru-guru saya."

   "Tidak ada yang memandang rendah karena memang kepandaianmu masih rendah, belum cukup untuk dipakai bekal merampas mahkota kerajaan."

   "Locianpwe, Sukong Hongsan Siansu, Suhu Kanglam Sin-kiam dan Suhu Im yang Tosu tadi telah maju bersama mengeroyok saya dan mereka menyatakan bahwa saya telah lulus ujian, dapat bertahan sampai lima puluh jurus. Sekarang Locianpwe mengatakan bahwa kepandaian saya masih rendah, apakah Locianpwe dapat membuktikan hal ini?"

   "Ho-ho, tentu saja! Sekarang aku ak mengujimu, kalau engkau mampu bertahan terhadap seranganku sampai lebih dari lima jurus, berarti penilaianku tidak salah. Bagaimana?"

   Kian Ki menjadi penasaran dan marah sekali. Kakek ini terlalu memandang rendah kepadanya. Tiga orang gurunya saja, secara berbareng menyerangn sampai lima puluh jurus, dia masih mampu bertahan. Sekarang kakek itu akan mengalahkannya sebelum lima jurus Tidak mungkin!

   "Baik, Locianpwe. Saya sudah siap seranglah!"

   Tantang Kian Ki sambil memasang kuda-kuda yang kokohdan gagah.

   Tiga orang datuk itu pun tertawa sekali. Mereka juga merasa yakin bahwa Kian Ki pasti mampu bertahan sampai lima jurus. Apa sih kepandaian kakek tua itu maka dia sesombong itu? Mana mungkin mampu mengalahkan Kian Ki sebelum lima jurus?

   "Bagusi Sekarang sambutlah serangan pertama ini!"

   Kata Thian Beng Siansu dan legitu tangan kirinya bergerak, ujung kain pembalut tubuhnya meluncur, menjadi sinar putih menyambar kearah KianK i. Pemuda itu sudah siap siaga. Dengan. amat waspada dia melihat datangnya serangan pertama itu dan cepat dia mengelak dengan loncatan ke kiri sambil menggerakkan tangan kanan menangkis sinar putih itu.

   

Naga Merah Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Dewi Maut Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini