Ceritasilat Novel Online

Suling Pusaka Kumala 15


Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo Bagian 15



"Bibi, aku hendak menulis resep untuk membeli obat luka, harap bibi menyuruh orang mengambil kertas dan alat tulis."

   Kata Kiok Hwa kepada wanita itu dengan suara lembut dan pandang mata ramah.

   Wanita itu mengerutkan alis dan memandang ragu, akan tetapi ia melangkah juga keluar dari kamar dan muncul kembali bersama Toa Ok. Kiranya datuk itu tidak pergi jauh dari kamar itu! "Apalagi yang kau butuhkan, Sian-li?"

   "Toa Ok, semua darah beracun telah dapat kukeluarkan. Bahaya telah lewat, akan tetapi aku harus mengobati luka Ini dan juga aku harus mengusir semua hawa beracun dari tubuhnya dengan tusukan jarum. Aku butuh kertas dan alat tulis untuk membuat resep agar dibelikan obatnya."

   Toa Ok pergi dan kembali membawa kertas dan alat tulis. Agaknya dia masih curiga kepada Kiok Hwa sehingga semua kebutuhannya dia yang melayani, bahkan dia ikut berjaga tidak jauh dari kamar itu! Setelah menuliskan resep obat luka, Kiok Hwa lalu mulai melakukan pengobat dengann tusuk jarum ke bagian-bagian tubuh yang penting. Setelah membiarkan jarum-jarum itu menancap di bagian tubuhnya yang penting, Kiok Hwa hanya mempergunakan dua jarum emas dan dua jarum perak, menyisakan dua macam jarum itu masing-masing sebatang. Kemudian ia menoleh kepada wanita yang masih berjaga dengan pedang di tangan itu dari menghampirinya.

   "Pengobatan telah selesai dan Sam Ok telah sembuh, hanya tinggal menanti ia siuman kembali,"

   Katanya sambil tersenyum. Wanita itu menggerakkan bibirnya yang manis seperti hendak tersenyum pula, akan tetapi senyum itu urung, akan tetapi cukup membuat wajah itu tampak manis sekali.

   "Engkau pandai mengobati,"

   Demikian komentarnya dengan kata-kata yang tidak begitu jelas.

   Tiba-tiba Kiok Hwa mendekatinya dan berseru.

   "Heii, engkau juga dalam keadaan tidak sehat, bibi!"

   Wanita itu tampak kaget, akan tetapi ia menggeleng kepala.

   "Tidak, aku tidak sakit."

   "Kalau tidak percaya coba tekan ke dua pelipismu dengan kedua tangan, tentu akan terasa pening dan nyeri."

   Kata Kiok Hwa dan suaranya mengandung kekuatan karena diam-diam ia mengerahkan khi-kang dalam suaranya.

   Wanita itu tampak ragu, akan tetapi lalu menyarungkan pedangnya di punggung dan ia menggunakan dua buah jari tangan kanan kiri untuk menekan kedua jelipisnya. Pada saat itu, dengan kecepatan kilat dan gerakan ringan sekali, tubuh Kiok Hwa berkelebat dan ia sudah berhasil menotok jalan darah thian-hu-liat di tubuh wanita itu. Tanpa dapat berteriak wanita itu roboh dengan lemas. Kiok Hwa menyambut tubuhnya dan merebahkan wanita itu telentang di atas lantai. Kemudian dengan cepat ia menggunakan sebatang jarum emas dan sebatang jarum perak untuk menusuk dahi dan ubun-ubun kepala wanita itu. Ia memutar-mutar dua batang jarum itu dan melihat wanita itu memejamkan kedua matanya dan alisnya berkerut-kerut.

   "Bibi, engkau dicari puteramu yang bernama Han Lin,"

   Berulang-ulang Kiok Hwa membisikkan kata-kata ini di dekat telinga wanita itu.

   Setelah beberapa kali memutar-mutar dua batang jarum itu dan membisikkan kata-kata ini, wanita itu membuka matanya dan ia memandang kepada Kiok Hwa dengan sinar mata penuh pertanyaan. Kiok Hwa yang melihat betapa sinar mata itu telah normal, cepat berkata.

   "Bibi yang baik, Han Lin mencari-carimu."

   Ia lalu mencabut kedua batang jarum itu. Wanita itu bangkit duduk.

   "Han Lin..... Han Lin..... di mana Han Lin puteraku......? Han Lin....!"

   Ia menjerit memanggil-manggil Han Lin. Ia bangkit berdiri dan mencari-cari dengan pandang matanya ke kanan kiri. Dua sosok bayangan berkelebat masuk dan mereka adalah Toa Ok dan Ji Ok. Ji Ok segera menghampiri wanita itu, dan wanita itupun memegang lengannya.

   "Suamiku, di mana Han Lin.....?"

   Ia bertanya dan Ji Ok merangkulnya dengan mesra,

   "Tenanglah, isteriku. Jangan khawatir aku akan mencarikan untukmu. Marilah ....!"

   Dia merangkul dan mengajak wanita itu keluar dari kamar.

   Sementara itu, Toa Ok sudah mencabut pedangnya dan menodongkan pedang itu ke depan dada Kiok Hwa. Dia menghardik.

   "Sian-li, apa yang kau lakukan terhadap wanita itu?"

   Kiok Hwa menggerakkan kedua pundaknya.

   "Apa yang kulakukan? Bukankah pertanyaan itu terbalik? Sepatutnya aku yang bertanya kepada kalian, apa yang kalian lakukan terhadap wanita itu! Aku hanya berusaha mengobatinya, karena ia berada dalam keadaan terbius racun perampas ingatan."

   "Awas kau! Jangan mencampuri urusan kami. Wanita itu adalah isteri Ji Ok. Engkau tidak berhak mencampuri urusan suami isteri itu! Engkau di sini adalah eorang tawanan, tidak boleh berbuat semaumu sendiri!"

   Pedang itu masih menodong dada, akan tetapi dengan tersenyum Kiok Hwa menggunakan tangannya untuk mendorong pedang itu ke samping.

   "Begini sikap seorang tokoh besar dunia kang-ouw yang berjuluk Toat-beng Kui-ong Toa Ok? Baru saja terlepas dari mulutmu bahwa engkau tidak menganggap aku sebagai tawanan. Akan tetapi setelah aku mengobati Sam Ok sampai berhasil sembuh, engkau menjilat kembali kata-kata yang telah keluar dari mulutmu. Tidakkah engkau khawatir namamu akan jatuh menjadi rendah karena sikapmu ini?"

   Setelah berkata demikian Kiok Hwa menghampiri Sam Ok dan memeriksa keadaannya. Pernapasan datuk wanita itu sudah normal kembali, maka ia lalu mecabuti empat batang jarum dan mengurut tengkuk Sam Ok. Diurut tengkuknya, Sam Ok membuka matanya dan menghela napas panjang. Ketika ia melihat Kiofk Hwa berdiri di tepi pembaringan dan merasakan betapa tubuhnya tidak nyeri lagi ia segera menyadari bahwa Kiok Hwa telah menyembuhkannya. Iapun cepat bangkit dan melihat Toa Ok masih memegang pedang mengancam gadis itu. Sam Ok berdiri dan memandang kepada Toa Ok dengan alis berkerut.

   "Toa Ok, apa yang kau lakukan itu? Bukankah gadis ini telah mengobati dan menyembuhkan aku? Aku tidak ingin engkau bersikap kasar kepadanya!"

   "Hemm, Sam Ok berpikirlah yang sehat!"

   Balas Toa Ok dengan bentakan! "Memang benar Pek I Yok Sian-li ini telah menyembuhkanmu, akan tetapi tetap saja ia masih menjadi sandera kita dan ia merupakan satu-satunya jalan untuk mendatangkan Im-yang-kiam."

   Sam Ok memandang kepada Kiok Hwa dengan sinar mata penuh selidik.

   "Jadi Engkaukah Pek I Yok Sian-li yang terkenal itu? Apakah benar pemuda itu akan datang menukarkan Im-yang-kiam untuk membeli kebebasanmu?"

   Kiok Hwa maklum bahwa ia berhadapan dengan orang-orang yang tidak segan melakukan kecurangan dan kejahatan apapun juga dan ia tidak dapat mengharapkan orang macam Sam Ok untuk mengenal budi pertolongan orang. Maka iapun menjawab seenaknya.

   "Kuharap saja tidak begitu bodoh untuk menyerahkan Im-yang-kiam kepadamu. Aku tidak peduli apa yang akan kalian lakukan kepada ku. Aku tidak takut mati."

   Mendengar ucapan ini, Sam Ok yang baru saja diselamatkan nyawanya oleh gadis itu malah tertawa geli.

   "Hi-hi-hi-hi , orang yang amat berguna seperti engkau ini sayang kalau mati begitu saja. Dengan adanya engkau di sisiku, aku tidak takut akan serangan musuh yang bagaimanapun juga. Engkau selalu akan dapat mengobatiku, hi-hi-hik! Toa Ok, gadis ini tidak seharusnya ditodong pedang! Ia harus dijaga sebaiknya agar jangan sampai lolos, akan tetapi juga jangan dibunuh. Kita membutuhkan tenaga ahli seperti gadis ini!"

   "Ha-ha-ha, engkau benar sekali, Sam ok. Akan tetapi kita harus memancing bocah itu datang menyerahkan Im-yang-kiam. Dengan begitu kita akan mendapatkan kedua-duanya. Kalau pedang Im-yang-kiam berada bersama kita dan Pek I Yok Sianli selalu menemani kita, kita tidak takut apa-apa lagi."

   Kiok Hwa sengaja tertawa mengejek "Bicara memang mudah, Toa Ok dan Sam Ok. Kalian boleh merencanakan apa saja. Akan tetapi Han Lin adalah seorang pendekar yang berilmu tinggi. Kalian semua akan kalah olehnya. Apalagi dia dibantu oleh Eng-ji yang juga memiliki ilmu kepandaian tinggi. Lihat saja pukulan Toat-beng Tok-ciang yang dipergunakan Eng-ji terhadap Sam Ok. Sekali pukul saja Sam Ok hampir mati!"

   Mendengar ini, Sam Ok mengepal kedua tangannya dan ia berseru.

   "Kiranya bocah remaja keparat itu yang telah memukulku. Aku akan membalasnya dan kalau dia berani datang ke sini, aku akan membunuhnya dengan kedua tanganku sendiri!"

   Berkata demikian ia mengamangkan tinjunya dan karena mengerahkan tenaga ini, lukanya mengeluarkan darah.

   "Sam Ok, lukamu masih belum tertutup, menanti obat yang sedang dibelikan."

   Kata Kiok Hwa dan pada saat seperti itu kembali ia menjadi seorang ahli pengobatan yang memperhatikan si-sakit yang dirawatnya. Pada saat itu, anak buah Pek-lian-kauw yang membeli obat datang dan masuk, menyerahkan bungkusan obat kepada Toa Ok. Toa Ok menerimanya dan memberikan kepada Kiok Hwa.

   "Ini obatnya. Pergunakanlah untuk mengobati luka di pundak Sam Ok."

   Kiok Hwa menerima obat itu sambil tersenyum.

   Ia bersikap tenang sekali sehingga Toa Ok dan Sam Ok diam- diam merasa tidak enak juga. Dua orang ini sudah terbiasa melakukan kejahatan dari terbiasa pula melihat korban mereka ketakutan setengah mati. Kini melihat korban mereka bersikap demikian tenang, bahkan mengobati Sam Ok dengan ketelitian yang sama sekali tidak memperlihatkan permusuhan, mereka berdua merasa aneh dan tidak enak sekali. Kalau Kiok Hwa menangis dan mohon ampun mereka tentu akan merasa gembira bukan main. Akan tetapi melihat kini Kiok Hwa membubuhkan obat pada luka di pundak Sam Ok, mereka berdua merasa seolah-olah dipandang rendah dan ditertawakan oleh gadis itu.

   Kiok Hwa mencurahkan perhatiannya kepada pundak Sam Ok dan sebentar saja ia sudah menutup luka torehan jarum tadi dengan obat bubuk yang dibeli menurut resepnya.

   "Nah, sekarang tinggal menunggu luka itu kering. Darah dan hawa beracun sudah bersih, lukanyapun tidak seberapa dalam, dalam waktu satu dua hari akan kering dan sembuh."

   Kata Kiok Hwa sambil membungkus lagi sisa obat dan enam batang jarum pinjaman itu. Setelah membungkusnya, ia menaruhnya di atas meja.

   Sam Ok dan Toa Ok saling pandang, merasa tidak enak sekali. Kalau orang lain melihat sikap dan kata-kata Kiok Hwa tentu akan menjadi rikuh sekali. Akan tetapi bagi dua orang datuk sesat ini, sudah lama rasa rikuh dan tenggang rasa sudah mati dalam batin mereka. Mereka hanya merasa tidak enak. Dari perasaan tidak enak dan merasa tidak dipandang sebelah mata oleh Kiok hwa yang kelihatan meremehkan keganasan dan kejahatan mereka, Toa Ok menjadi marah. Orang yang tidak memandang Kepada kekuasannya sama dengan menghinanya!

   "Gadis ini berbahaya, harus dikurung dan dijaga ketat agar tidak meloloskan diri!"

   Katanya kepada Sam Ok. Kemudian kepada Kiok Hwa dia berkata.

   "Hayo Sianli, keluar dari kamar ini dan ikut aku!"

   Kiok Hwa tidak membantah. Ia melangkah keluar digiring oleh Toa Ok menuju ke bagian belakang dari rumah besar itu. Ternyata ia dibawa ke sebuah kamar yang agaknya memang dibuat untuk mengeram orang yang dianggap berbahaya. Kamar itu sederhana sekali tetapi cukup lengkap dengan pembaringan meja dan kursi. Akan tetapi pintu dan jendelanya terbuat dari jeruji besi yang kokoh kuat.

   "Masuklah, engkau akan dilayani sebagai tamu kami di kamar ini. Asalkan engkau tidak mencoba untuk meloloskan diri, kami tidak akan mengganggumu"

   Setelah berkata demikian, Toa Ok meninggalkan kamar itu, menutup dan mengunci pintunya, menyerahkan kunci kepada penjaga dan kamar itu dijaga oleh lima orang anak buah Pek-lian-kauw.

   Malam itu Kiok Hwa duduk bersila diatas pembaringan dalam kamar tahanan itu. Sedikitpun ia tidak merasa khawatir akan dirinya sendiri. Ia tidak pernah mempunyai musuh dan tidak ada alasan bagi siapapun juga untuk memusuhinya, Ia selalu mengulurkan tangan untuk menolong orang, bukan untuk mengganggu orang atau memusuhinya. Dalam membela diri sekalipun ia tidak ingin melukai orang lain. Ia hanya memikirkan Han Lin. Ia yakin bahwa Han Lin tidak akan tinggal diam dan tentu akan mencarinya, untuk membebaskannya dan sekalian membebaskan ibunya.

   Ia merasa yakin kini bahwa wanita itu memang benar ibu Han Lin. Tadi ketika ia berhasil menyadarkannya barang sebentar, wanita itu teringat kepada Han Lin dan memanggil-manggilnya. Ia maklum bahwa Han Lin seorang yang tinggi ilmunya dan memiliki kebijaksanaan, juga cukup cerdik maka tidak perlu ia mengkhawatirkan keselamatannya. Akan tetapi dengan adanya ia dan ibunya yang seolah menjadi sandera di situ, ia khawatir kalau-kalau Han Lin akan menjadi lemah dan terjatuh ke dalam perangkap musuh. Ia tahu pula bahwa Eng-ji tentu akan membantu Han Lin dan Eng ji juga memiliki ilmu yang tinggi.

   Akan tetapi Sam Ok amat lihai dan mereka berada di sarang Pek-lian-kauw yang anak buahnya amat banyak. Bagaimana Han Lin berdua Eng-ji akan mampu membebaskan ia dan ibu Han Lin tanpa menempuh bahaya besar? Teringat akan semua ini, tiba-tiba ia teringat kepada Eng-ji. Gadis yang menyamar pria itu amat mencinta Han Lin. Demikian hebat cintanya sehingga hampir-hampir saja gadis itu nekat membunuhnya karena cemburu!

   Teringat akan kenyataan ini, sejenak hati Kiok Hwa diliputi kesedihan. Ia tahu bahwa ia amat mencinta Han Lin dan ia pun tahu bahwa Han Lin juga mencintai-nya. Akan tetapi, di sana ada Eng-ji yang cintanya mengebu-ngebu terhadap Han Lin. Gadis itupun telah memperlihatkan kesetiaannya kepada Han Lin, walaupun Han Lin belum tahu bahwa Eng-Ji adalah seorang wanita. Ia tahu bahwa kalau ia berkeras mempertahankan hubungannya dengan Han Lin, menjadikan Han Lin kelak sebagai suaminya, hal itu akan menghancurkan kebahagiaan dan mungkin kehidupan Eng-ji Dan ia tidak mau melakukan hal yang membuat hancur hati seseorang. Tidak, ia harus mengalah! Ia harus membiarkan Han Lin nenjadi jodoh Eng-ji, bukan jodohnya. Ia rela berkorban. Pula, belum tentu ia akan dapat hidup berbahagia di samping Han Lin. Ia tidak menyukai kekerasan. Ia tidak suka melihat orang saling melukai, apalagi saling membunuh. Dan Han Lin dalah seorang pendekar yang selalu memusuhi para penjahat. Banyak musuh-nya, padahal ia tidak ingin mempunyai seorang pun musuh. Eng-ji lebih cocok menjadi isteri Han Lin. Keduanya sama-sama pendekar, keduanya sama-sama memusuhi dunia penjahat.

   Malam telah larut. Lima orang pengawal di luar kamar tahanan telah diganti oleh lima orang lain, kunci diserah terima. Kiok Hwa masih duduk bersila di atas pembaringan dan lima orang penjaga itu hanya menengok dan memandang padanya. Biarpun tawanan itu seorang gadis yang cantik jelita, tidak seperti biasanya, lima orang anak-anak buah Pek-lian-kauw tidak berani mengganggunya karena mereka tahu bahwa tawanan ini adalah tawanan istimewa, seorang ahli pengobatan yang dijadikan tawanan juga tamu yang diperlakukan dengan baik dan hormat. Bicarapun mereka berbisik bisik seolah-olah tidak mau mengganggu gadis yang sedang duduk bersila dan mejamkan kedua matanya seperti orang tertidur pulas itu.

   Sementara itu, di luar, di bawah sinar bulan, dua sosok bayangan berkelebat dengan cepat sekali sehingga tidak dapat dilihat bayangan mereka. Mereka menyelinap dari bawah pohon yang satu ke pohon yang lain mendekati perkampungan Pek-lian-kauw.

   Mereka itu bukan lain adalah Han Lin dan Eng-ji. Han Lin bergerak di depan dan Eng-ji mengikuti dari belakang. Ini adalah kehendak Han Lin yang menduga bahwa sarang Pek-lian kauw tentu mengandung perangkap dan jebakan yang berbahaya. Maka dia bergerak di depan dengan hati-hati dan dia menyuruh Eng-ji mengikutinya dari belakang. Setelah tiba di luar tembok yang mengelilingi perkampungan itu, Han Lin berhenti dan memberi isarat kepada Eng-ji untuk berhenti bergerak pula. Dia menuding ke atas tembok, memberi isarat bahwa dia akan menyelidiki medan terlebih dulu. Eng-ji mengerti dan dia mengangguk.

   Setelah memperhitungkan dengan hati-hati, Han Lin lalu membuat gerakan melompat. Dia hinggap di atas pagar tembok itu dan berjongkok, memeriksa ke dalam. Sunyi saja di situ dan di sebelah dalam pagar tembok itu adalah sebuah kebun. Tidak ada yang berjaga di situ dan agaknya yang dijaga hanya di gapura pagar tembok itu, di mana terdapat lima orang penjaga. Melihat ini dia menjadi girang dan cepat memberi isarat kepada Eng-ji yang menunggu di bawah untuk melompat naik. Eng-ji melompat dan berjongkok di samping Han Lin. Di bawah sinar bulan, dua orang itu tampak seperti dua ekor burung besar yang hinggap di atas pagar tembok itu.

   "Mari kita ke bangunan besar yang dikelilingi bangunan kecil di sana itu,"

   Han Lin berbisik sambil menuding ke depan. Di bawah sinar bulan mereka dapat melihat sebuah bangunan besar yang dikelilingi setengah lingkaran oleh bangunan kecil sedangkan di belakang bangunan besar itu terdapat sebuah bukit besar.

   "Akan tetapi hati-hati, ikuti jejakku. Kalau aku terjebak engkau dapat menolongku, jangan sampai kita keduanya terjebak musuh."

   Eng-ji mengangguk. Ia cukup cerdik untuk dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh Han Lin. Iapun dapat menduga bahwa sarang perkumpulan sesat seperti Pek-lian-kauw tentu dilindungi oleh perangkap-perangkap atau jebakan-jebakan yang berbahaya. Han Lin melompat turun ke sebelah dalam pagar. Kemudian dia dan Eng-ji menyusup-nyusup di antara pohon-pohon dan semak di kebun itu mendekati bangunan-bangunan di perkampungan itu. Tidak terjadi sesuatu, tidak ada jebakan! menghalangi mereka sampai mereka menyelinap di antara bangunan-bangunan kecil yang mengelilingi bangunan besar. Mereka mendengar suara orang-orang di dalam bangunan-bangunan kecil, suara para anggauta Pek-lian-kauw. Akan tetapi tidak banyak di antara mereka yang berada di luar sehingga Han Lin dan Eng-ji tidak dapat menemui kesulitan untuk menghampiri bangunan besar. Mereka melihat betapa di depan bangunan besar itu terdapat sebuah gardu penjaga dan terdapat belasan orang penjaga di situ.

   Tidak salah lagi, mereka menduga, bangunan ini tentu menjadi pusat dan tempat tinggal para pimpinan. Sam Ok tentu berada di situ pula, bersama Kiok Hwa dan juga ibu Han Lin. Maka, Han Lin mengambil jalan memutar ke belakang bangunan besar dan meloncat ke atas wuwungan rumah. Eng-ji mengikutinya dari belakang. Dari atas wuwungan mereka mengintai ke bawah dan melihat bahwa keadaan di bawah remang-remang. Agaknya para penghuninyasudah masuk kamar atau tertidur, dan lampu-lampu besar telah dipadamkan, hanya tinggal beberapa lampu gantung saja yang menerangi ruangan tengah itu. Bangunan itu besar dan di bagian tengah ada ruangan terbuka, semacam taman. Tiba-tiba mereka melihat dua orang sedang meronda, membawa sebuah lampu di tangan kiri dan sebatang golok di tangan kanan. Melihat mereka, Han Lin berbisik.

   "Kita robohkah mereka tanpa suara"

   Eng-ji mengangguk dan mereka berdua segera melayang turun. Dua orang peronda itu terkejut sekali ketika tiba-tiba ada dua orang berada di depan mereka. Sebelum mereka dapat bersuara atau bergerak, cepat sekali Han Lin dan Eng ji menyerang dengan totokan dan dua orang itu roboh dengan lemas. Han Lin dan Eng-ji merampas lampu yang mereka bawa. Han Lin mengambil sebatang dari golok mereka dan menodongkan golok itu di leher seorang di antara dua peronda yang sudah tidak mampu bergerak atau bersuara itu.

   "Hayo tunjukkan kepadaku di mana gadis berbaju putih itu dikeram!"

   Bisiknya kepada peronda itu sambil membebaskan totokannya sehingga orang itu dapat bergerak kembali akan tetapi membiarkan totokan yang membuat dia tidak dapat mengeluarkan suara. Orang itu bangkit berdiri dan mengangguk-angguk sambil menuding ke arah belakang rumah.

   Han Lin lalu menyeret orang ke dua, disembunyikan di dalam kegelapan, kemudian Ia menodong peronda yang ditawannya untuk menjadi petunjuk jalan. Eng-ji mengikutinya dari belakang dengan sikap waspada kalau-kalau mereka diserang orang dari belakang. Melihat mereka berhasil sedemikian mudahnya, hati kedua orang muda itu bahkan merasa tidak enak sekali. Mengapa sarang Pek-lian-Kiuw ini begitu lemah penjagaannya? Akan tetapi karena mereka sudah menangkap seorang peronda yang menjadi penunjuk jalan, merekapun melanjutkan usaha mereka untuk membebaskan ibu lian Lin dan Kiok Hwa.

   Dalam keadaan tidak mampu mengeluarkan suara dan ditodong, peronda itu tidak berdaya. Dia berjalan di depan Han Lin, leher bajunya dicengkeram tangan kiri Han Lin dan punggungnya ditodong golok. Dia membawa Han Lin ke belakang bangunan itu, melalui lorong sempit dan akhirnya dia berhenti, menunjuk ke depan di mana terdapat sebuah kamar dan di depan kamar itu terdapat lima orang penjaga.

   Melihat peronda datang bersama Han Lin dan Eng-ji, lima orang penjaga itu menjadi terheran-heran, akan tetapi Han Lin sudah menotok roboh penunjuk jalan kemudian bersama Eng-ji dia menerjang maju. Dua orang itu mengamuk, dengan mudah merobohkan lima orang itu dengam totokan-totokan. Han Lin mempergunakan It-yang-ci sehingga tiga kali menggerahkan tangan dia telah merobohkan tiga orang, sedangkan Eng-ji mempergunakan Pek-lek-ciang-hoat (Ilmu Pukulan Halilintar) yang membuat dua orang roboh pingsan dalam waktu singkat.

   Han Lin lalu menggeledah dan dalam saku seorang di antara mereka dia menemukan kunci pintu kamar tahanan. Cepat dia membuka pintu itu dan masuk, diikuti oleh Eng-ji. Dalam kamar mereka melihat Kiok Hwa duduk bersila di atas pembaringan. Ketika mendengar pintu terbuka, Kiok Hwa membuka matanya dan melihat Han Lin dan Eng-ji ia tidak menjadi terkejut karena memang sudah menduganya sejak semula. Akan tetapi ia menjadi khawatir sekali.

   "Hati-hati, cepat keluar!"

   Katanya. akan tetapi terlambat! Terdengar suara ledakan-ledakan keras dan beberapa buah benda dilempar ke dalam kamar, juga pintu kamar itu telah tertutup dari luar dan dirantai kokoh kuat! Ledakan itu diikuti oleh asap kebiruan yang memenuhi kamar itu.

   "Asap beracun! Tahan napas!"

   Teriak Ciok Hwa. Mendengar ini, Han Lin dan Eng-ji menahan napas mereka. Akan tetapi, Han Lin berpikir bahwa tidak mungkin mereka menahan napas terlalu lama. maka diapun berkata dengan nyaring.

   "Eng-ji! Kiok-moi! Mari satukan tenaga dan dorong pintu agar jebol!"

   Setelah berkata demikian, dia mengerahkan separuh tenaga sinkangnya mendorong ke arah pintu, dibantu oleh Eng-ji dan Kiok Hwi Tenaga sinkang tiga orang itu dikerahkan dan disatukan.

   "Brolll......!"

   Pintu yang terbuat dari besi jeruji itupun ambrol, terlepas dari tembok dan jatuh bergedubrakan diluar kamar tahanan. Tiga orang itu lalu berloncatan keluar. Han Lin memegang Im yang-kiam, Eng-ji memegang Ceng-hong kiam dan Kiok Hwa yang tadinya bertangan kosong diberi golok rampasan oleh Han Lin. Mereka bertiga melompat keluar dan disambut oleh Sam Ok bertiga yang dibantu oleh dua orang pimpinan Pek-lian-kauw dan belasan orang anak buahnya!

   "Ha-ha-ha-ha!"

   Terdengar Toa Ok tertawa.

   "Kalian seperti tikus-tikus yang sudah masuk perangkap!"

   Akan tetapi Han Lin dan Eng-ji sama sekali bukan tikus-tikus yang tidak berdaya. Sama sekali bukan. Mereka mengamuk dan membuka jalan keluar! Han Lin sengaja membiarkan Kiok Hwa di tengah, Eng-ji yang berada di depan dan dia dibelakang.

   Dengan amukan mereka berdua, dibantu oleh Kiok Hwa yang ternyata mampu memainkan golok dengan indahnya melindungi dirinya dari serangan banyak orang, mereka mampu menerobos keluar dari kepungan dan melarikan diri keluar dari lorong itu. Akan tetapi karena dihadang, mereka tidak dapat mengambil jalan semula, melainkan terdesak dan terpaksa mengambil jalan belakang yang membawa mereka tiba di bagian belakang gedung itu. Mereka lalu melarikan diri di belakang gedung yang merupakan sebuah kebun dan jalan mendaki karena di belakang gedung itu terdapat sekuah bukit.

   "Eng-ji, lari terus naik ke bukit itu!"

   Han Lin berseru sambil memutar pedang- menahan para pengejar dan pengeroyok.

   Dia harus menghadapi Thian-te Sam Ok yang dibantu oleh ketua dan wakil ketua cabang Pek-lian-kauw

   (Lanjut ke Jilid 16)

   Suling Pusaka Kumala (CeritaLepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 16

   yang cukup lihai sehingga Han Lin harus mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya tutuk menahan mereka sehingga Eng-ji dan Kiok Hwa sempat melarikan diri ke arah bukit. Dengan It-yang-ci yang dikerahkan dengan tenaga sakti Jit-goat Sin-kang (Tenaga Sakti Matahari dan Bulan) dia memaksa lima orang pengeroyoknya untuk mundur dan dia lalu melompat dan mengejar Eng-ji dan Kiok Hwa yang sudah berlari lebih dahulu. Akan tetapi Thian-te Sam-ok dan para anggauta Pek lian-kauw melakukan pengejaran dan di antara mereka ada yang membawa obor.

   Han Lin dapat menyusul Eng-ji dan Kiok Hwa. Mereka berlari terus mendaki bukit yang berbatu-batu itu. Ketika melihat sebuah gua besar, Han Lin berseru "Mari kita masuk dan sembunyi dalam gua itu agar terhindar dari pengepungan dan pengeroyokan!"

   Mereka bertiga lalu berlari menuju guha. Kalau berada di guha, mereka tidak dapat dikepung dari dapat melakukan perlawanan lebih baik karena jumlah pengeroyoknya tidak dapat banyak. mengingat guha itu terlalu sempit untuk mereka yang hendak mengeroyok! Mulut guha itu ada dua meter lebarnya, akan tetapi sebelah dalamnya ternyata luas. Akan tetapi sinar bulan tidak hanyak memasuki guha sehingga keadaan di dalam guha itu gelap sekali.

   "Kita bersembunyi di dalam!"

   Kata Han Lin sambil bergerak di depan, meraba-raba mencari jalan. Sementara itu, para pengejar juga sudah tiba di depan Guha.

   "Ha-ha-ha-ha, kalian benar-benar seperti tikus-tikus dalam kurungan!"

   Terdengar suara Toa Ok tertawa dan terdengarlah suara gemuruh. Tiga orang pelarian itu cepat menengok dan di bawah sinar banyak obor mereka melihat betapa ada pintu baja yang berat dan kuat sekali tiba-tiba telah menutup mulut guha dari atas!

   "Mari kita menerjang keluar!"

   Ajak Eng-ji. Dengan nekat ia telah memutar tubuhnya dan dengan pedang di tangan ia hendak menerjang dan membobol pintu haja. Akan tetapi dari luar tiba-tiba meluncur banyak sekali senjata rahasia seperti pisau terbang, paku, jarum dan anak panah.

   "Awas, Eng-ji. Cepat kembali masuk!"

   Seru Han Lin yang melompat ke depan dan memutar Im-yang-kiam untuk menangkis semua senjata rahasia itu bersama Eng-ji. Mereka lalu berlompat lagi masuk ke dalam guha. Di situ mereka aman dari serangan senjata rahasia karena terowongan dalam guha itu membelok ke kanan dan mereka terlindung.

   "Kita berlindung di sini. Mereka tidak akan mampu menyerang kita,"

   Kata Han Lin.

   "Akan tetapi, Lin-ko. Berapa lama kita akan mampu bertahan di sini? Jika tidak mampu keluar dan kita tentu akan mati kelaparan di tempat ini."

   Kata Kiok Hwa dengan suara lembut dan sikap tenang.

   "Kita tunggu sampai terang tanah baru mencari jalan untuk dapat keluar dari sini,"

   Kata Han Lin.

   Mereka bertiga tidak dapat berbuat lain kecuali menanti lewatnya malam yang gelap dalam guha itu. Mereka bertiga duduk bersila dan menghimpun tenaga untuk menghadapi segala kemungkinan. Diam-diam Han Lin merasa lega juga melihat sikap kedua orang itu. Kiok Hwa tampak tenang sekali, sedangkan Eng-ji yang kelihatan marah kepada musuh juga sama sekali tidak kelihatan takut. Bahkan Eng-ji bersikap seolah hendak menghibur dan membesarkan hati kedua orang kawannya.

   "Kalian tunggu saja. Kalau mereka berani memasuki guha ini, mereka akan kubunuh semua! Jangan takut selama masih ada aku di sini."

   Katanya kepada Han Lin dan Kiok Hwa. Kiok Hwa tersenyum melihat lagak Eng-ji.

   "Masih baik kalau mereka memasuki guha dan mencoba menyerang kita, karena kita mendapat kesempatan untuk lolos. Akan tetapi kalau mereka hanya berjaga di luar dengan senjata rahasia mereka dan mencegah kita keluar dari sini, bagaimana?"

   
Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tanya Kiok Hwa.

   "Kita coba lagi untuk menerjang keluar!"

   Kata Eng-ji penuh semangat.

   "Kita tunggu sampai besok baru kita mencari jalan kejuar. Sekarang lebih baik kita beristirahat sambil menghimpun tenaga untuk menghadapi besok."

   Kata Han Lin.

   "Wah, mana mungkin aku dapat tidur? Dalam keadaan terperangkap, terkepung dan tidak berdaya begini? Lebih baik kita mengobrol dan menceritakan riwayat kita masing-masing. Kita sekarang sudah senasib sepenanggungan, sudah sewajarnya kalau kita lebih mengenal satu sama lain. Kalau kita sudah pernah bercerita tentang riwayat hidup kita, sekarang toleh diulang lagi dengan jelas. Giliran-ku lebih dulu, enci Kiok Hwa. Ceritakanlah siapa orang tuamu, siapa gurumu dan dari mana engkau berasal?"

   Kiok Hwa menghela napas panjang.

   Teringat akan keadaan dirinya yang sebatang kara dan tidak mempunyai keluarga lagi, ia menjadi sedih juga. Ditelannya kesedihannya dan sambil mengembangkan senyum di wajahnya ia menjawab.

   "Tidak ada yang menarik dalam riwayatku. Aku dilahirkan di sebuah dusun kecil yang tidak berarti. Ayahku seorang ahli sastra yang gagal menjadi sarjana dan hidup miskin bersama ibu dan aku di dusun, hidup sebagai petani penggarap karena tidak mempunyai tanah sendiri. Ilmu kesusasteraan yang dikuasainya sama sekali tidak ada harga dan gunanya di dusun yang kecil terpencil itu. Pada suatu waktu, dusun kami dilanda wabah penyakit yang amat ganas. Kami sekeluarga diserang penyakit. Pada waktu itu muncullah seorang ahli pengobatan yang merantau. Dia adalah Thian-beng Yok sian. Dia turun tangan mengobati penduduk dusun yang terserang penyakit. Dia juga mengobati kami, akan tetapi hanya aku yang dapat diselamatkan. Ayah dan ibuku sudah terlampau berat penyakitnya dan meninggal dunia, meninggalkan aku seorang diri di dunia ini. Aku lalu diambil murid oleh Thian-beng Yok-sian dan ikut suhu merantau sambil mempelajari ilmu silat dan ilmu pengobatan. Akan tetapi aku lebih tekun mendalami ilmu pengobatan karena setelah ayah dan ibu meninggal karena penyakit, aku mengambil keputusan untuk memerangi penyakit dan menyembuhkan orang-orang yang terserang penyakit tanpa membedakan kaya miskin, pintar bodoh atau baik maupun jahat."

   Eng-ji mengerutkan alisnya.

   "Hemm, sekarang mengertilah aku mengapa aku melihat Sam Ok masih segar bugar, pada hal ia telah terkena pukulan Toat-beng lok-ciang dariku. Tentu engkau yang telah mengobati dan menyembuhkannya, enci Kiok Hwa."

   "Benar, Eng-ji. Aku melihat ia terluka keracunan lalu aku mengobatinya."

   Eng-ji menghela napas.

   "Boleh saja engkau tidak membedakan antara kaya miskin atau pandai dan bodoh. Akan tetapi kalau engkau menolong dan mengobati yang jahat, itu berarti mencari penyakit sendiri! Lihat buktinya, walau pun engkau telah menolong Sam Ok, tetap saja ia memusuhimu."

   "Aku mengobati tanpa pamrih, tidak menuntut balas jasa, maka terserah apa yang akan ia lakukan, Eng-ji. Akan tetapi kalau ia hendak membunuhku atau mencelakakan aku, tentu aku akan membela diri sedapat mungkin."

   "Enci Kiok Hwa, apa artinya membela diri kalau engkau tidak mau melukai atau membunuh orang?"

   Eng-ji menegur.

   Melihat betapa Eng-ji seperti mendesak Kiok Hwa, Han Lin lalu berkata "Eng-ji, sekarang tiba giliranmu untuk menceritakan riwayatmu. Aku pernah mendengar ceritamu, akan tetapi belum jelas benar."

   "Benar, Eng-ji. Akupun ingin mendengar riwayatmu."

   Kata Kiok Hwa.

   Eng-ji menghela napas panjang.

   "Riwayatku tidak lebih baik daripada riwayatmu, enci Kiok Hwa. Akupun ditinggal mati ibuku dan ayahku juga meninggalkah aku, biarpun ketika itu dia masih hidup, Aku tidak tahu jelas di mana dia sekarang. Ayahku adalah seorang yang terkenal di dunia kang-ouw, bernama Suma Kiang dan berjuluk Huang-ho Sin-liong (Naga Sakti Sungai Huangho). Adapun ibuku, menurut ayahku, hanya seorang wanita dusun belaka, dari dusun Cia-ling bun di lereng Tai-hang-san. Akan tetapi ibuku telah meninggal dunia ketika aku masih kecil dan ayah tidak memberitahukan mengapa ibuku meninggal dunia. Dia bahkan marah kalau aku minta penjelasan. Dia hanya mengatakan ibuku telah mati di dusun itu dan sejak itu aku hidup berdua bersama ayah, setelah untuk sepuluh lahun lamanya ayahku menitipkan aku kepada Bibi Cia, seorang janda yang baik hati. Dalam usia tiga belas tahun aku Ikut ayah merantau dan mempelajari Ilmu silat. Kemudian ayah membawaku ke Puncak Ekor Naga di Cin ling-san dan aku berguru kepada suhu Hwa Hwa Cin-jin, mempelajari ilmu sampai lima tahun. Akan tetapi pada suatu hari muncul Thian-te Sam-ok bersama wanita yang diaku Ibu oleh Lin-ko itu. Mereka mengeroyok dan biarpun suhu Hwa Hwa Cinjin berhasil memukul mundur dan mengusir mereka, akan tetapi dia terluka parah dan meninggal dunia. Dia memesan agar aku membakar jenazahnya dan menaburkan abu jenazahnya di Sungai Huang-ho, dan agar aku mencari ayah dan membalas dendam kepada Thian-te Sam-ok. Nah, ternyata sebelum aku berhasil membalas dendam kepada mereka, aku malah masuk dalam perangkap mereka!"

   Eng-ji mengepal tinju dengan gemas.

   "Ketika aku melihat engkau bertanding, aku melihat engkau mempergunakan pukulan dengan jari dan gerakanmu itu mirip sekali dengan ilmu It-yang-ci. Apakah engkau pernah mempelajari ilmu it Yang-ci?"

   "Ilmu itu adalah Toat-beng Tok-cian. Menyerangnya dengan menggunakan tiga jari. Memang pada dasarnya ilmu itu adalah ilmu It-yang-ci yang oleh ayahku telah diubah menjadi Toat-beng Tok-cian yang mengandung hawa beracun. Ayah menguasai ilmu It-yang-ci, walaupun tidak sepenuhnya. Katanya pernah dia mempelajarinya dari seorang hwesio Siaw lim-pai."

   Tentu saja Eng-ji tidak mengerti bahwa setelah mempelajari It-yang-Ci dari hwesio tua itu, Suma Kiang bahkan membunuh hwesio itu!

   Han Lin mengangguk-angguk, diami diam mencatat dalam hatinya bahwa musuh besarnya itu, Suma Kiang, ternyata paham pula ilmu It-yang-ci. Dia harus bersikap hati-hati kalau bertemu dan terpaksa bertanding dengan musuh besarnya.

   "Guruku pernah bercerita bahwa Huang-ko Sin-liong adalah seorang tokoh di sepanjang Lembah Huang-ho yang terkenal sekali, Eng-ji."

   Kata Kiok Hwa.

   "Menurut suhu, belasan tahun yang lalu Huang-ho Sin-liong amat ditakuti di daerah itu,"

   Eng-ji tersenyum bangga.

   "Memang, menurut ayahku sendiri, belasan tahun yang lalu dia menjadi rajanya di Lembah huang-ho, semua perampok dan bajak sungai tunduk dan takluk belaka kepadanya!"

   Kiok Hwa dan Han Lin saling pandang penuh arti. Mereka merasa heran melihat kebandelan Eng-ji yang merasa bangga karena ayahnya adalah seorang datuk sesat yang menundukkan semua perampok dan bajak sungai! Akan tetapi karena Eng-ji sendiri memperlihatkan sikap yang gagah dan baik, tidak seperti penjahat bahkan lebih cocok menjadi pendekar, keduanya hanya merasa heran saja. Kiok Hwa memandang Han Lin.

   "Kalau saja Lin-ko tidak keberatan, sekarang tiba gilirannya untuk menceritakan riwayatnya yang pasti menarik sekali."

   Han Lin menunduk dan berpikir. bagaimana dia dapat menceritakan riwayatnya yang sesungguhnya? Satu kali ia pernah menceritakan riwayat yang sesungguhnya, yaitu kepada A-seng dan akibatnya, A-seng mencuri Suling Pusaka Kemala miliknya! Tidak, dia harus menyembunyikan identitasnya sebagai seorang pangeran! Kalau hal itu diceritakan, maka hanya akan menimbulkan banyak urusaan saja.

   "Lin-ko, kenapa diam saja? Bagaimana riwayatmu? Aku ingin sekali mendengar yang sejelasnya. Apalagi dengan keadaan ibumu di sini, sungguh membuat aku tertarik sekali untuk mengetahui sejelasnya duduk perkaranya."

   Kata Eng-ji.

   "Riwayatku juga tidak menarik dan hanya penuh dengan kesedihan belaka Aku tinggal di utara bersama ibuku. Ibuku adalah seorang Puteri Mongol, keponakan seorang kepala suku Mongol di sana."

   "Ahhh......!"

   Eng-ji berseru dan memandang kagum.

   "Pantas wajah Lin-ko seperti agak asing dan menarik!"

   Kiok Hwa tersenyum saja dan tidak mengeluarkan komentar.

   "Akan tetapi ibuku bernasib malang, bahkan sampai sekarang juga....."

   Han Lin menghela napas panjang. Kemudian Ia dapat menekan perasaannya.

   "Aku tidak pernah mengenal ayahku. Ayah telah meninggalkan ibu sejak aku berada dalam kandungan."

   "Ahh!"

   Kembali Eng-ji berseru.

   "Siapakah nama ayahmu, Lin-ko?"

   "Ayahku seorang Han, kebetulan she Han juga, bernama Tung.

   Menurut ibuku, ayahku seorang laki-laki yang gagah perkasa dan bijaksana. Dia meninggalkan ibuku untuk merantau ke selatan, akan tetapi tidak pernah ada berita darinya sampai aku lahir dan berusia tiga tahun."

   "Aneh sekali. Tentu telah terjadi apa-apa dengan ayahmu, Lin-ko."

   Kata Kiok Hwa.

   "Ibu juga mengira demikian. Menurut ibu, ayah seorang bijaksana, tidak mungkin melupakan ibu. Akan tetapi malapetaka menimpa diri kami ketika aku berusia tiga tahun. Seorang penjahat besar datang mengacau perkampungan kami dan menculik ibu dan aku. Dia lihai sekali sehingga penduduk perkampungan Mongol tidak berdaya. Kami dilarikan ke selatan oleh penjahat itu."

   "Siapa penjahat terkutuk itu, Lin ko?"

   Han Lin memandang kepada Eng-Ji dan tersenyum, menggeleng kepalanya "Aku tidak tahu namanya."

   "Lalu bagaimana, Lin-Ko?"

   Kata Kiok Hwa yang merasa tertarik sekali dan ikut terharu dengan nasib Han Lin dan ibunya.

   "Penjahat itu membawa kami ke selatan,"

   Kata Han Lin yang ingin mempersingkat riwayatnya karena dia tidak ingin menyebut-nyebut nama Gobi Sam-sian di depan Eng-ji.

   "Si jahanam itu hendak memaksa ibu menjadi isterinya. Ibu tidak mau dan ketika dikejar penjahat itu, ibu melompat ke dalam jurang yang teramat dalam dan aku ketika itu menganggap bahwa tidak mungkin ibuku dapat selamat setelah terjatuh dari tempat yang sedemikian tingginya sampai seolah-olah tanpa dasar. Aku dijadikan perebutan antara penjahat itu dan Toa Ok, kemudian Toa Ok dan Sam Ok juga memperebutkan aku. Pada saat itulah aku ditolong oleh Bu-beng Lo-jin, yang kemudian menjadi guruku, bernama Cheng Hian Hwesio."

   "Dan sampai sekarang engkau belum tahu di mana adanya penjahat itu, Lin ko?"

   Tanya Eng-ji. Han Lin menggeleng kepalanya.

   "Jahanam terkutuk. Kalau aku bertemu dia, akan kutabas batang lehernya untuk membalas sakit hatimu, Lin-ko"

   Kata Eng-ji dan Han Lin diam saja, merasa tidak enak sekali karena pemuda remaja itu tidak tahu bahwa yang diancam itu adalah ayahnya sendiri!

   "Dan engkau juga tidak tahu di mana ayahmu berada, Lin-ko?"

   "Menurut ibuku, ayahku tadinya pergi hendak mencari pekerjaan di kota raja. Karena itu, aku hendak menyusul ke kota raja mencarinya."

   Jawab Han Lin.

   Setelah saling menceritakan riwayat masing-masing, ketiga orang muda itu lalu duduk beristirahat menghimpun kekuatan sambil menunggu datangnya pagi hari di mana diharapkan sinar matahari akan menerangi guha itu dan mereka dapat mencari jalan keluar.

   Sinar matahari pagi mulai menerobos kasuk ke bagian luar dari guha itu dan sinar terang mulai mengusir kegelapan di dalam guha. Tiga orang yang terperangkap itu sudah sadar dari samadhi mereka, tiba-tiba mereka mendengar suara ribut-ribut di sebelah luar guha. Eng-ji meletakkan telunjuknya di depan mulut memberi isyarat kepada dua orang kawannya untuk tidak mengeluarkan suara. Lalu dia berindap keluar mendekati pintu jeruji baja dan mengintai keluar. Ternyata yang ribut-ribut di luar dan saling berbantahan itu adalah Toa ok, Ji ok dan Sam Ok.

   "Tidak, aku tidak akan menyerahkan mereka itu kepada kalian. Mereka semua harus dibunuh!"

   Kata Toa Ok dengan sikap marah kepada Ji Ok dan Sam Ok.

   "Toa Ok, sudah terlalu lama engkau bersikap seolah-olah engkau menguasai kami dan kami harus selalu tunduk terhadap kehendakmu! Sudah tiba saatnya bagi kita menentukan siapa yang pantas menjadi Toa Ok (si Jahat Nomor Satu)! bagaimanapun juga, dua orang pemuda itu harus diserahkan kepadaku!"

   Kata Sam Ok dengan nada suara marah.

   "Dan gadis ahli pengobatan itu harus menjadi milikku!"

   Kata pula Ji Ok.

   "Toa Ok, engkau sudah hendak memiliki Im-yang-kiam dan kami hanya minta orang-orang itu, mengapa engkau berkeras tidak menyetujui kehendak kami? Sikapmu membuat aku tidak mungkin mau tunduk lagi kepadamu!"

   Toa Ok mengerutkan alisnya yang tebal.

   "Sejak kapan kalian berani membantah kehendakku? Im-yang-kiam memang akan menjadi milikku dan tiga orang itu harus mati karena mereka akan merupakan ancaman bahaya bagi kita. Aku sudah memutuskan itu dan habis perkara!!"

   "Ha-ha, Ji Ok dan Sam Ok. Kalian hanya diperalat oleh Toa Ok, hanya dijadikan antek untuk memenuhi semua kehendaknya. Kalian berdua telah dipandang rendah dan tidak dihargai oleh Toa Ok. Hal ini terjadi karena kalian adalah pengecut-pengecut yang tidak berani melawannya!"

   Toa Ok marah sekali mendengar ucapan Eng-ji itu, apalagi ketika melihat Eng-ji mengintai dari balik pintu jeruji. Dia menggerakkan tangan kirinya menghantam dengan pukulan jarak jauh ke arah Eng-ji. Akan tetapi Eng-ji sudah mengelak dan melompat kembali ke dalam guha.

   "Ji Ok dan Sam Ok, kalau kalian tidak berani menentang Toa Ok, ternyata kalian hanya boneka-boneka yang tidak ada harganya sama sekali!"

   Kembali Eng-ji berteriak dari dalam guha. Suara lantang Eng-ji ini terdengar oleh Ji Ok dan Sam Ok dan cukup membakar hati mereka. Ji Ok yang biarpun usianya sudah enam puluh tahun namun tampak masih seperti orang berusia empat puluh tahun, tampan dan lemah-lembut itu berkata sambil tersenyum.

   

   "Toa Ok, mulai saat ini aku tidak mengakuimu lagi sebagai orang pertama dari Thian-te Sam-ok!"

   "Aku juga tidak sudi mengakuimu sebagai pemimpin kami!"

   Kata Sam Ok.

   "Keparat, kalian hendak menentang aku?"

   Bentak Toa Ok.

   "Aku tidak takut padamu!"

   Ji Ok.

   "Akupun tidak takut!"

   Kata pula Sam Ok

   "Ha-ha-ha, setelah kalian berani, lihat muka Toa Ok yang menjadi pucat panik .Dia tidak berani menghadapi kalian?"

   Eng-ji berteriak lagi sambil tertawa.

   Kini Toa Ok yang merasa hatinya panas sekali.

   "Persetan kalian!"

   Bentaknya dan cepat dia menerjang maju menyerang kedua orang rekannya itu dengan pukulan Ban-tok-ciang yang amat dahsyat itu.

   Dua orang itu cepat mengelak dan membalas sehingga terjadilah perkelahian yang seru dan hebat antara Toa Ok melawan Ji Ok dan Sam Ok yang mengeroyoknya. Melihat ini, Eng-ji cepat berkata kepada Han Lin dan Kiok Hwa.

   "Sekarang kesempatan kita untuk menerjang keluar membobolkan pintu!"

   Han Lin menarik tangan Kiok Hwa dan mereka bertiga menyerbu pintu Akan tetapi mereka terkejut ketika banyak senjata rahasia menyambutnya. Kiranya para penjaga itu masih tetap berjaga di situ dan menghujankan anak anah dan senjata rahasia lain sehingga tiga orang itu sibuk mengelak lalu terpaksa kembali ke dalam guha.

   "Kita tidak dapat lolos dari depan,"

   Kata Han Lin.

   "Biarpun engkau berhasil memancing tiga orang Thian-te Sam-ok itu berkelahi sendiri, akan tetapi penjagaan masih ketat."

   "Setidaknya, perpecahan antara Thian-te Sam-ok telah melemahkan keadaan mereka,"

   Bantah Eng-ji.

   Thian-te Sam-ok adalah tiga orang tokoh datuk yang berwatak aneh dan jahat sekali. Kalau tidak begitu mereka tidak akan mendapat julukan Thian-te Sam-ok (Tiga Jahat Bumi Langit). Mereka itu kejam, licik, tinggi hati dan mau menang sendiri saja. Karena mereka membagi diri sendiri menjadi bertingkat, ada tingkat satu, dua dan tiga, maka terjadilah persaingan antara mereka sendiri. kalau tidak ada sesuatu yang diperebutkan memang mereka tidak saling mengiri, akan tetapi kalau sudah mengenai kepentingan diri masing-masing, timbullah hati dan permusuhan di antara mereka. Ji Ok tidak pernah merasa kalah dalam hal apa juga dibanding Toa Ok, dan Sam Ok juga tidak mau tunduk begitu saja terhadap Ji Ok atau Toa Ok. Terutama sekali terhadap Toa Ok yang selalu bersikap memimpin dan mau enaknya sendiri saja, sudah lama Ji Ok dan Sam Ok merasa tidak puas.

   Kini, permintaan Ji Ok untuk mendapatkan Kiok Hwa dan permintaan Sam Ok untuk mendapatkan Han Lin dan Eng-ji di tolak oleh Toa Ok maka setelah mendengar ucapan Eng ji yang memanaskan perut, Persaingan tiga orang yang memang sudah mulai bernyala itu menjadi semakin berkobar dan perkelahian tidak dapat dihindarkan lagi. Toa Ok dikeroyok oleh Ji Ok dan Sam Ok! Lian Hoat Tosu dan Lian Bok Tok ketua dan wakil ketua cabang Pek-liai kauw itu melihat perkelahian di antara Thian-te Sam-ok, tidak dapat berbuat sesuatu. Mereka tidak berani mencampuri urusan tiga orang datuk itu karena bergabungnya tiga orang datuk itu dengan mereka memperkuat kedudukan mereka. Pula, mereka sama sekali tidak mempunyai kepentingan dengan cekcoknya tiga orang datuk itu, maka merekapun hanya nenonton sambil tetap mempersiapkan anak buahnya untuk menjaga agar tiga orang musuh yang terperangkap dalam guha itu tidak dapat lolos.

   Perkelahian itu telah mencapai puncaknya. Toa Ok telah mencabut pedang kim-liong-kiam dan mengamuk dikeroyok dua oleh rekan-rekannya sendiri. Ji Ok iuga sudah mengeluarkan sabuk sutera putihnya dan bersilat dengan menggerakkan sabuk sutera putih itu yang berkelebatan dan berliak-liuk seperti seekor ular putih yang panjang. Sam Ok juga sudah mencabut Hek-kong-kiam yang beracun tu. Mereka berkelahi mati-matian, mengirim serangan-serangan maut, baik dengan senjata mereka maupun dengan tangan kiri yang mengirim pukulan-pukulan beracun yang amat berbahaya. Tangan kiri Toa Ok dan Ji Ok mendorong-dorong dengan ilmu pukulan Ban-tok-ciang, sedangkan jari tangan kiri Sam Ok juga menyambar-nyambar dengan ilmu Ban tok-ci (Jari Selaksa Racun).

   Biarpun mereka merupakan rekan-rekan yang telah sama-sama membuat nama besar sebagai tri tunggal, namun ternyata dasar ilmu silat mereka saling berbeda. Hanya ilmu Ban-tok-ciang saja yang sama karena ilmu ini memang dirangkai oleh mereka bertiga. Maka pertandingan itu menjadi seru bukan main. Kalau lawan satu sama satu, tingkat Toa Ok memang agak lebih tinggi dibandingkan dua orang rekannya. Akan tetapi sekali ini dia dikeroyok dua sehingga keadaan menjadi seimbang, bahkan Toa Ok mulai terdesak setelah perkelahian berjalan lima puluh jurus lebih. Toa Ok marah sekali dan menganggap bahwa dua orang rekan bawahannya itu memberontak. Maka diapun menggerakkan pedang dan tangan kirinya dengan sungguh-sungguh, dengan niat untuk membunuh mereka berdua yang kini dianggap menghalanginya. Demikian pula Ji Ok dan Sam Ok, mereka ingin membunuh Toa Ok agar tidak ditekan dan dikuasai lagi oleh Toa Ok.

   Tiba-tiba Toa Ok mengeluarkan teriakan memanjang dan tubuhnya berputar seperti gasing! Dia telah mengeluarkan Ilmu silat simpanannya, yaitu yang disebut Pat-hong Hong-i (Delapan Penjuru angin Hujan). Tubuhnya berputar seperti gasing dan dari putaran itu mencuat sambaran pedangnya dan hantaman Ban-tok-ciang. Demikian cepatnya gerakan Toa Ok ini sehingga dalam detik yang sama, tangan kirinya menghantam dada Ji Ok dan pedang Kim-liong-kiam di tangan kanannya menusuk paha Sam Ok! Akan tetapi sebelum roboh, Sam Ok berhasil pula menyabetkan pedang Hek-kong-kiam dan mengenai pundak Toa Ok! Tiga orang Thian-te Sam-ok itupun roboh semua dan menderita luka-luka parah. Chai Li yang melihat Ji Ok roboh, dengan ganas lalu menyerang Toa Ok dengan pedangnya. Toa Ok sudah roboh karena terluka pundaknya, akan tetapi ketika melihat Chai Li menyerangnya, dia menggerakkan kakinya menendang.

   "Wuuuttt...... desss....!!"

   Tendangan yang keras mengenai lambung Chai Li dan wanita itu terlempar jauh lalu robot pingsan, pedangnya terlempar pula!

   Toa Ok yang menderita luka bacokan pedang Hek-kong-kiam di pundaknya, maklum. bahwa keadaan dirinya berbahaya sekali. Pedang Sam Ok itu mengandung racun yang amat berbahaya. Kalau tidak segera mendapat pengobatan seorang ahli, dia tentu akan tewas karena lukanya itu. Dia teringat akan Pek I Yok Sian-li, maka dengan suara nyaring diapui berteriak ke arah dalam guha.

   "Pek I Yok Sian-li, keluarlah engkau. Kami membutuhkan bantuanmu untuk mengobati luka-luka kami!"

   "Toa Ok!"

   Seru Eng-ji nyaring.

   "Jangan mencoba-coba untuk membujuk enci Kiok Hwa untuk mengobati kalian. Kalian amat jahat dan telah menjebak kami biarlah kalian mampus karena luka-luka itu. Enci Kiok Hwa tidak sudi mengobatimu!"

   Akan tetapi, Toa Ok berseru lagi "Pek I Yok Sian-li, keluarlah. Kami berjanji akan membebaskanmu kalau engkau suka mengobati kami sampai sembuh!"

   Sementara itu, di sebelah dalam guha, Kiok Hwa yang melihat betapa buntalan pakaiannya berada dalam gendongan Han Lin, segera berkata kepada pemuda itu.

   "Lin-ko, ke sinikanlah buntalanku itu. Aku hendak mengobati mereka."

   "Kiok-moi! Engkau akan ditipunya! Dia tidak akan membebaskanmu setelah engkau menolong mereka. Mereka amat jahat, tidak perlu ditolong....!"

   "Tidak, Lin-ko. Aku harus menolong mereka yang menderita luka-luka parah dan aku tidak minta imbalan apapun."

   Kata Kiok Hwa dengan suara tegas. Mendengar kata-kata dan melihat sikap Kiok Hwa ini, Eng-ji berteriak lagi keluar guha.

   "Toa Ok, berjanjilah bahwa engkau akan membebaskan kami semua, baru enci Kiok Hwa akan mengobati kalian!"

   Terdengar jawaban Toa Ok, ditujukan kepada Kiok Hwa,

   "Pek I Yok Sian-li, kami berjanji kalau engkau sudah mengobati kami sampai sembuh, kami akan membebaskan kalian bertiga!"

   Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Eng-ji berteriak lagi, nyaring sekali.

   "Bukan berjanji, bersumpahlah!"

   Sampai lama tidak terdengar jawaban lalu Toa Ok berteriak.

   "Kami bersumpah akan membebaskan kalian semua setelah kami disembuhkan!"

   Eng-ji bersungut-sungut.

   "Jangan percaya kepada Toa Ok, enci Kiok Hwa. Biar dia sudah bersumpah, orang macam itu mana dapat dipercaya sumpahnya?"

   "Eng-ji, aku harus mengobati mereka dan aku tidak minta imbalan apa-apa untuk itu."

   Kata Kiok Hwa sambil menerima buntalan pakaiannya dan Han Lin.

   "Nah aku keluar dulu. Sukur kalau mereka mau membebaskan kita kelak."

   Tanpa dapat dibujuk lagi oleh Eng ji dan Han Lin, Kiok Hwa melangkah ke pintu jeruji baja. Melihat yang keluar hanya Kiok Hwa yang menggendong buntalan, Toa Ok lalu menyuruh Lian Hoa Tosu ketua cabang Pek-lian-kauw untul membukakan pintu guha itu. Dengan tenang Kiok Hwa keluar dari pintu lalu dikunci dan dirantai lagi. Kiok Hwa langsung saja memeriksa luka dipundak Toa Ok. Ia mengerutkan alisnya.

   "Otot besar dan tulangnya tidak terbacok putus, akan tetapi pedang itu mengandung racun yang amat berbahaya. Kalau tidak cepat diobati, dapat merenggut nyawa."

   Katanya sambil membubuhkan obat bubuk penyedot racun pada luka itu, kemudian membalut pundak itu.

   "Tinggal mengobati dengan tusuk jarum untuk menghilangkan hawa beracun yang mengeram di dalam pundak."

   Katanya.

   Kemudian ia memeriksa Sam Ok yang pahanya tertusuk pedang Kim-liong-kiam. Seperti halnya dengan Toa Ok, luka di paha ini juga mengandung racun yang berbahaya. Setelah mengobati luka di paha Sam Ok dan menotok jalan darahnya menyadarkannya dari pingsannya, iapun menyuruh Sam Ok pergi ke dalam rumah seperti Toa Ok untuk diobati dengan tusuk jarum. Setelah itu ia memeriksa keadaan Ji ok. Akan tetapi ketika ia menghampiri Sam Ok untuk memeriksa, Ji Ok yang meringis karena menderita nyeri itu berkata.

   "Periksalah isteriku lebih dulu, aku nanti saja belakangan."

   Kiok Hwa menoleh kepada Chai Li yang masih rebah pingsan. Ia merasa heran melihat sikap Ji Ok demikian mementingkan wanita yang disebutnya isterinya itu. Akan tetapi ia menurut dan menghampiri Chai Li. Setelah diperiksanya, ternyata Chai Li tidak menderita luka dalam yang parah, hanya isi perutnya terguncang karena tendangan yang mengenai lambung itu. Akan tetapi karena timbul dalam pikirannya untuk coba menyadarkan ingatan Chai Li, Kiok Hwa pura-pura mengerutkan alisnya dan ia berkata.

   "Wah, lukanya berbahaya sekali! Aku harus mengobatinya dengan tusuk jarum. Harap bawa ia ke dalam rumah."!

   Ji Ok lalu memberi perintah kepada anak buah Pek-lian-kauw untuk mengangkut Chai Li ke dalam rumah. Setelah itu barulah dia membiarkan dirinya diperiksa. Lukanya hebat dan berbahaya. Di dadanya terdapat tanda telapak jari tangan yang menghitam, sebagai akibat pukulan Ban-tok-ciang oleh Toa Ok. Kiok Hwa menotok beberapa jalan darah untuk mencegah racun menjalar makin jauh, lalu mengusulkan agar Ji Ok diangkut pula ke dalam rumah. Akan tetapi Ji Ok minta dibaringkan sekamar dengan Chai Li! Dia ingin tahu bagaimana keadaan wanita yang dianggap sebagai isterinya yang tercinta itu.

   Kiok Hwa mempergunakan kepandaiannya untuk mengobati mereka semua dan berkat kepandaiannya yang tinggi dan obat-obat manjur yang tersedia dalam buntalan pakaiannya, ia dapat menyembuhkan Toa Ok dan Sam Ok. Akan tetapi ia masih merawat Ji Ok dan Chai Li. Ia sengaja memberi pengobatan tusuk jarum kepada Ji Ok yang membuat datuk itu tidak sadarkan diri untuk beberapa jam lamanya! Kesempatan ini dipergunakan oleh Kiok Hwa untuk mengobati Chai Li, tidak saja mengobati bekas tendangan dari Toa Ok kepada wanita itu, akan tetapi terutama sekali untuk menyadarkan kembali ingatannya yang bilang karena pengaruh racun perampas ingatan!

   Mula-mula memang ia mengobati lebih dulu lambung Chai Li yang terkena tendangan hebat dari Toa Ok itu. Setelah memberi minum obat yang akan melindungi isi perut, ia mulai melakukan tusuk jarum yang membuka ingatan Chai Li yang tertutup. Selama mengalami pengobatan tusuk jarum ini, Chai Li tidak sadarkan diri dan memang hal ini dilakukan dengan sengaja oleh Kiok Hwa sebagai ahli pengobatan. Setelah tertidur selama tiga jam, Chai Li membuka matanya perlahan dan ia merintih, lalu memandang kepada Kiok Hwa.

   "Siapa engkau......? Di mana aku....?"

   

Naga Merah Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Pendekar Super Sakti Karya Kho Ping Hoo Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini