Ceritasilat Novel Online

Pendekar Tongkat Liongsan 3


Pendekar Tongkat Dari Liongsan Karya Kho Ping Hoo Bagian 3



Batu-batu karang telah menembus sepatunya dan telapak kakinya terluka oleh batu-batu yang runcing itu. Namun, anak muda yag keras hati itu tidak mau berhenti berlari, dan sedikitpun tidak ada keluhan keluar dari mulutnya. Semangatnya tetap besar hingga setelah berlari-lari setengah hari, sampailah ia di puncak bukit itu. Suhunya telah berdiri di atas sebuah batu karang dengan wajah kemerah-merahan dan jenggotnya yang putih berkibar-kibar tertiup angin gunung. Sedikitpun orang tua itu tak nampak lelah. Sebaliknya, Kong Lee ketika tiba di situ, hampir saja tak kuat berdiri karena lelahnya. Napasnya tersengal-sengal dan ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan suhunya. Liong-san Lo-kai lalu mengajak muridnya ke sebuah kuil tua yang berada di puncak sebelah barat, di mana pengemis tua itu melewatkan waktunya sambil bersamadhi.

   Adakalanya sampai bertahun-tahun ia berada di puncak Liong-san dan tidak meninggalkan tempat itu sebentarpun juga. Tapi adakalanya ia tinggalkan tempat itu dan merantau sampai bertahun-tahun, dan hidu sebagai seorang pengemis di kota-kota besar. Jika ia berada di puncak bukit itu, ia tak usah kuatir tidak mendapat makan, karena tanah pegunungan itu subur sekali dan kakek ini telah mengcangkuli beberapa petak sawah yang ditanami sayur dan lain-lain. Setelah Kong Lee berada di situ, maka segala pekerjaan harus dilakukan oleh anak muda itu. Mencari air di lereng gunung, mencangkul dan menebang kayu untuk bahan bakar dan lain-lain pekerjaan pula. Setiap hari anak muda itu harus mengambil air dari sebuah pancuran yang berada di lereng gunung, agak jauh dari kuil itu.

   Dan sampai setahun lebih Kong Lee tak pernah menerima pelajaran sedikitpun. Jangankan pelajaran praktek bersilat, teorinya tak pernah dibicarakan oleh suhunya yang aneh itu. Akan tetapi, suhunya mengadakan peraturan yang ganjil baginya dalam pekerjaan-pekerjaannya. Pertama kali ketika ia mengambil air dari pancuran di bawah puncak, ia tidak boleh mempergunakan pikulan biasa, akan tetapi ia diberi pikulan yang terbuat dari puluhan batang rotan digabung menjadi satu dan diikat kuat-kuat. Dan ia harus memikul dua kaleng air yang beratnya tidak kurang dari lima puluh kati itu dengan pikulan istimewa ini. Tentu saja ia harus berlaku hati-hati sekali, karena pikulannya ini, walaupun sangat kuat dan ulet, namun tetap mempunyai sifat lemas hingga kalau saja ia berlaku kurang hati-hati maka air di dalam kedua kaleng itu pasti akan habis tumpah di jalan.

   Sedangkan jalan antara kuil sampai ke tempat air terjun itu jauhnya tidak kurang dari lima li, dan melewati jalan naik turun, juga harus melewati beberapa jurang kecil yang harus diseberanginya sambil melompat! Selain itu masih juga harus melewati jalan berbatu-batu yang tajam dan dapat menembus sepatunya. Pada permulaan kali, sangat sukarlah bagi Kong Lee untuk dapat membawa dua kaleng air itu sampai ke kuil dengan masih penuh, dan dalam beberapa hari ia hanya dapat menyelamatkan airnya paling banyak setengah kaleng saja. Padahal keperluan yang dibutuhkan untuk menyiram tanaman dan untuk keperluan lain tidak kurang dari sepuluh kaleng atau lima pikul penuh! Betapapun sukarnya pekerjaan itu, Kong Lee berlaku sabar dan hati-hati sehingga dalam beberapa bulan saja ia berhasil membawa air itu dengan jalan agak cepat dengan selamat sampai di puncak dan air di dalam pikulannya masih penuh tanpa ada yang tumpah!

   Akan tetapi, setelah melihat bahwa anak muda itu dapat membawa air di pikulannya dengan baik dan tidak ada yang tumpah di jalan, gurunya lalu mencabut sebatang rotan yang tergabung di dalam pikulan itu! Dan demikianlah, pada saat Kong Lee berhasil membawa air dengan selamat tanpa tumpah sedikitpun sampai ke kuil, guru yang aneh ini selalu mencabut sebatang rotan lagi hingga setahun kemudian, rotan yang berada dalam pikulan Kong Lee hanya tinggal beberapa belas batang saja! Namun, berkat keuletan dan ketekunannya, anak muda itu sanggup memikul dua kaleng air itu dengan pikulannya yang makin mengecil ini dengan selamat, bahkan kini ia sanggup memikulnya sambil berlari-lari sedang air di dalam kaleng itu tidak tumpah setetespun!

   Selain cara mengambil air yang aneh ini, juga dalam hal membelah kayu, gurunya mempunyai peraturan yang lebih aneh lagi. Entah untuk apa maka Kong Lee diperintahkan membelah kayu setiap hati sehingga belahan kayu menjadi bertumpuk-tumpuk di belakang kuil. Kayu yang dipilihnya adalah kayu yang terkenal keras dan ulet, sedangkan kapak yang digunakan adalah kapak tumpul yang sudah tua dan yang tadinya terletak di dapur kuil hingga mata kapak itu sudah berkarat! Akan tetapi, ketika Kong Lee hendak mengasah kapak itu, suhunya melarang sehingga ia terpaksa menggunakan kapak tumpul itu untuk membelah kayu! Mula-mula memang sukar sekali karena dengan sebuah kapak tumpul, sebatang kayu tak dapat diputuskan dalam tiga puluh kali bacokan!

   Akan tetapi, lambat laun ia dapat juga membelah sebatang kayu dengan dua tiga kali bacokan saja, padahal kapaknya makin hari makin tumpul saja! Kong Lee bukanlah seorang anak muda yang bodoh. Walaupun mula-mula ia merasa heran dan tidak mengerti akan peraturan suhunya yang aneh dan yang seakan-akan sengaja menyiksa dirinya itu, lambat laun ia maklum bahw pekerjaan-pekerjaan tiap hari dilakukannya itu, bukanlah semata-mata pekerjaan biasa, akan tetapi adalah latihan-latihan yang ternyata mendatangkan kemajuan besar pada dirinya. Pengambilan air dengan menggunakan pikulan rotan itu membuat gin-kangnya maju pesat dan mengapak kayu dengan kapak tumpul itu mendatangkan tambahan tenaga yang hebat dan tidak kentara kemajuannya.

   Pada suatu hari, setelah ia berada di kuil itu hampir satu setengah tahun lamanya, Liong-san Lo-kai ikut dengan ia mengambil air. Orang tua itu juga membawa pikulan dengan dua kaleng kosong untuk mengambil air dan alangkah herannya Kong Lee ketika melihat bahwa pikulan suhunya hanya terdiri dari sebatang rotan saja! Ia merasa ragu-ragu apakah sebatang rotan itu akan cukup kuat untuk menahan dua kaleng air? Sedangkan ia sendiri yang masih menggunakan sepuluh batang rotan pada pikulannya, harus menggerakkan seluruh tenaga lwee-kangnya untuk dapat memikul air itu tanpa tumpah di jalan. Akan tetapi, setelah mereka mengisi air pada kaleng masing-masing, sambil tersenyum Liong-san Lo-kai berkata,

   "Muridku, dulu ketika kau pertama kali mengambil air, pikulanmu terbuat dari empat puluh batang rotan. Sekarang dengan sepuluh batang rotan saja kau sudah sanggup melakukan pekerjaan ini. Hal ini berarti bahwa gin-kang dan lwee-kangmu telah bertambah empat kali lipat daripada dulu. Apa Kau kira segala macam pekerjaan yang kaulakukan itu tidak ada gunanya? Ha, ha, muridku, kalau demikian halnya, maka aku tentu akan merasa malu menjadi suhumu!"

   Kemudian kedua orang itu memikul air masing-masing dan naik ke puncak, walaupun Liong-san Lo-kaii hanya menggunakan pikulan yang terbuat dari sebatang rotan saja, namun Kong Lee tidak mampu menyamai kecepatan gurunya yang jauh mendahuluinya! Hal ini membuat hati anak muda itu makin tunduk dan kagum. Ketika ia mengapak kayu dengan kapak tuanya yang sudah tua dan tumpul sekali, dengan sekali ayun saja ia telah dapat membelah sebatang kayu yang besar. Liong-san Lo-kai tertawa

   (Lanjut ke Jilid 03)

   Pendekar Tongkat Dari Liong-San/Liong San Tung Hiap (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   

   Jilid 03

   senang melihat kemajuan muridnya. Orang tua ini lalu maju menghampiri sebatang kayu yang besar dan sekali mengayunkan tangannya yang dimiringkan, maka kayu itu terbelah menjadi dua! Kong Lee memandang dengan mata kagum sekali dan ia buru-buru menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya.

   "Suhu, teecu mohon petunjukmu lebih jauh,"

   Katanya. Liong-san Lo-kai mengelus-elus jenggotnya yang panjang.

   "Muridku, untuk dapat melakukan apa yang kaulihat tadi, kau harus berlatih ladi dengan rajin. Dan selain itu, kau harus melatih hawa dan tenaga di dalam tubuhmu dengan jalan bersamadhi dan mengatur jalan pernapasanmu."

   Kemudian orang tua itu memberi pelajaran kepada muridnya tentang bersamadhi dan mengatur jalan pernapasan, akan tetapi sama sekali tidak menyebut-nyebut tentang pelajaran ilmu silat. Biarpun begitu, Kong Lee mendengarkan dengan penuh perhatian dan semenjak hari itu, ia mempergiat latihan-latihannya yang berupa pekerjaan itu sambil melatih diri dengan bersamadhi dan mengatur pernapasan!

   Setahun telah lewat pula tanpa terasa dan Kong Lee telah berdiam di puncak Liong-san lebih dari dua tahun bahkan hampir tiga tahun. Akan tetapi kini ia telah dapat memikul air dengan menggunakan sebatang rotan saja dan dapat membelah kayu dengan kedua telapak tangannya! Setelah melihat kemajuan muridnya ini, barulah Liong-san Lo-kai memberi pelajaran ilmu silat! Akan tetapi karena Kong Lee telah mempelajari dasar-dasar silat, maka orang tua itu hanya memberi dua macam ilmu silat saja, yakni ilmu silat tangan kosong yang disebut Liong-san Kun-hoat, dan ilmu tongkat yang disebut Liong-san Koai-tung-hwat atau ilmu tongkat aneh dari Liong-san! Kalau ilmu silat tangan kosong Liong-san Kun-hoat sudah aneh dan hebat sekali gerakan-gerakannya, adalah Liong-san Koai-tung-hwat benar-benar luar biasa!

   Karena di dalam ilmu tongkat ini terdapat pukulan dan gerakan mirip dengan gerakan pedang atau toya, hingga boleh dibilang bahwa ilmu tongkat ini adalah semacam ilmu gabungan dari ketiga macam senjata itu! Dan karena ilmu ini diciptakan oleh Liong-san Lo-kai sendiri maka hebatnya bukan main. Ketika mencipta ilmu tongkat ini, Liong-san Lo-kai dengan secara cermat sekali memasukkan gerakan-gerakan dari semua cabang persilatan hingga dengan demikian, maka Liong-san Koai-tung-hwat ini dapat memecahkan serangan-serangan dari ilmu silat terhebat dari cabang-cabang persilatan yang terkenal seperti Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai dan lain-lain lagi. Dengan penuh ketekunan, Kong Lee melatih diri sampai dua tahun lagi sehingga ia telah belajar ilmu silat di atas puncak Liong-san untuk lima tahun lamanya! Pada suatu hari suhunya memanggilnya,

   "Kong Lee, muridku. Sekarang telah tiba waktunya bagimu untuk turun gunung dan mempergunakan ilmu kepandaianmu untuk kebajikan."

   "Tapi, suhu, kepandaian teecu belum berarti..."

   "Ha, ha, ha! Muridku, memang seharusnya demikianlah sifat yang kaumiliki. Sederhana dan merendah. Ingatlah bahwa orang yang bodoh selalu memperlihatkan dan menyombongkan kebisaannya yang tak lain hanyalah kebodohannya semata. Kau merasa bahwa kepandaianmu belum berarti? Nah, memang demikianlah adanya. Kepandaian siapakah yang dapat disebut tinggi dan banyak artinya? Oleh karena itu, maka dengan kepandaianmu yang tak berarti itu kau jangan sekali-sekali berlaku sombong dan sewenang-wenang. Tapi betapapun juga, dibandingkan dengan kepandaianmu sebelum kau datang ke sini dulu kau telah mendapat kemajuan yang bukan sedikit! Ketahuilah bahwa sebelum aku menerimamu sebagai murid dan sengaka menunggumu di kuil rusak yang berada di kaki bukit ini, aku telah menyelidiki keadaanmu dan tahu pula akan riwayatmu. Maka sekarang pulanglah dan lakukan kewajibanmu sebagai seorang putera terhadap ibunya yang telah janda, juga sebagai seorang ksatria yang harus selalu mengulurkan tangan menolong sesama manusia yang ditimpa penderitaan. Tapi jangan sekali-kali melanggar sumpahmu dan dengan alasan apapun jangan sekali-kali kau membunuh orang!"

   Kong Lee berlutut dan menyatakan kesanggupannya untuk mentaati semua nasihat dan pesan suhunya. Liong-san Lo-kai lalu mengambil sebuah peti hitam dan membukanya. Kong Lee tercengang melihat bahwa di dalam peti itu terdapat beberapa potong pakaian yang terbuat dari sutera indah.

   "Muridku, pakaian-pakaian ini dulu sengaja kubuat untuk seorang muridku, tapi sayang sekali muridku itu telah tewas dalam sebuah pibu. Sayang sekali...! Ia sebetulnya memiliki bakat baik sekali, akan tetapi sayang bahwa kesabarannya kurang besar sehingga ketika ia mendengar betapa pihak Go-bi-pai menantang-nantangku, ia lalu pergi dari sini untuk menyambut tantangan itu. Ketika itu aku sedang pergi dan meninggalkan muridku itu seorang diri di sini. Maka datanglah utusan Go-bi-pai yang menantangku untuk mengadakan pertandingan silat di kota Lam-sun. Muridku itu tidak tahan mendengar ucapan-ucapan tantangan yang dianggapnya sangat menghina sehingga ia mewakili aku pergi ke Lam-sun. Akan tetapi, kepandaiannya belum tinggi, dan ia tak dapat melawan pihak Go-bi. Dan celakanya, ia berdarah panas hingga karena kenekadannya, ia tewas dalam pibu itu!"

   Kong Lee heran mendengar hal ini. Di dalam hatinya ia merasa heran sekali mengapa suhunya tidak membalaskan sakit hati muridnya itu? Agaknya orang tua itu dapat mengetahuui suara hatinya, maka lalu berkata,

   "Aku sendiri sudah tua dan aku tidak ada nafsu lagi untuk bertempur mencari permusuhan. Dan pula, pibu itu terjadi dengan jujur, maka soal kalah menang bukanlah apa-apa. Juga demikian dengan kematian dalam pibu yang sudah sewajarnya. Kau janganlah salah megerti, muridku. Memang benar kau kularang membunuh orang, akan tetapi, yang kumaksudkan membunuh ialah jika kau menjatuhkan tangan maut kepada seseorang dengan hati sengaja hendak membunuhnya. Kalau kau berada dalam sebuah pertempuran melawan seorang lawan dan dalam membela diri kau sampai menewaskan lawan itu, aku tidak menganggap kau melanggar sumpahmu. Akan tetapi kalau kau membunuh lawan yang sudah tidak berdaya, nah, itulah yang kumaksudkan membunuh dan melanggar sumpahmu. Mengertikah kau, muridku?"

   Kong Lee mengangguk maklum.

   "Muridku itu tewas dalam sebuah pibu yang jujur karena ia terlalu terburu nafsu. Oleh karena itu maka ketika menerima kau sebagai muridku, kau kulatih belajar sabar dan menahan nafsu agar kelak jangan sampai kau mengalami nasib seperti muridku itu. Ketika itu, aku pulang ke gunung ini membawa beberapa potong pakaian ini untuknya, tapi... ia telah pergi dan takkan kembali lagi. Sekarang pakaian ini kuberikan kepadamu, Kong Lee. Pakailah ini karena tidak pantas kalau kau pulang mengenakan pakaian pengemis, sehingga kau akan membuat malu nama ibumu saja."

   Kong Lee menerima pakaiannya itu dengan terharu dan berterima kasih sekali.

   "Dan jika ada kesempatan dan waktu, aku ingin sekali mendengar kau naik ke Go-bi-san dan mencoba kepandaian ahli silat di gunung itu. Aku yakin bahwa kau takkan kalah, muridku. Dengan jalan itu sedikitnya kau akan menebus hutang mereka kepadaku dan menggosok namaku yang telah menjadi suram karena jatuhnya muridku dulu."

   Maka mengertilah Kong Lee bahwa betapapun juga, suhunya ini masih mempunyai nafsu untuk membalas kekalahan muridnya, hanya saja, orang tua ini tidak mau bertindak sendiri dan mengharapkan dia untuk mewakilinya.

   "Baik, suhu. Akan teecu coba untuk memperlihatkan bahwa ilmu kepandaian suhu tidaklah serendah yang mereka duga!"

   Kemudian, setelah banyak-banyak menerima nasihat dan pesan suhunya yang aneh tapi baik hati itu, Kong Lee meninggalkan puncak Liong-san. Ia mengenakan pakaian sutera warna kuning yang indah sehingga tampak seperti seorang putera hartawan sedang melancong! Beberapa hari kemudian pada suatu pagi yang terang indah Kong Lee yang melakukan perjalanan menuju ke Bi-ciu yang sangat jauh letaknya dari Liong-san, memasuki sebuah hutan setelah singgah di sebuah kampung untuk menanyakan jalan menuju ke Bi-ciu. Ternyata bahwa perantauannya sebagai pengemis dulu ketika ia mencari-cari guru, berjalan jauh sekali sehingga untuk pulang kembali ke Bi-ciu, ia harus melewati dua propinsi yang besar dan luas! Karena ia memang sengaja hendak meluaskan pengalaman, maka ia berjalan dengan perlahan dan tidak terburu-buru, sungguhpun hatinya telah sangat rindu kepada ibunya.

   Ia meniru kebiasaan suhunya dan sebelum turun dari Liong-san, ia membuat sebatang tongkat bambu kuning yang tumbuh di puncak Liong-san. Tongkat ini kadang-kadang ia pegang, kadang-kadang ia selipkan diikat pinggangnya seperti sebatang pedang. Ketika ia tiba di tengah hutan, tiba-tiba ia mendengar suara beradunya senjata dan suara teriakan-teriakan. Ia segera menggunakan ilmu kepandaian lari cepat dan tak lamu kemudian ia telah tiba di tempat pertempuran yang sangat dahsyat. Seorang gadis cantik berpakaian hijau sedang dikeroyok oleh lima orang yang berpakaian sebagai piauwsu, dan gadis yang bersenjata sebatang pedang itu nampak terdesak sekali. harus ia akui bahwa ilmu pedang nona itu hebat sekali dan ia teringat akan seorang nona yangg dulu sering ia kenangkan karena pernah menjatuhkannya dalam dua jurus!

   Kong Lee memandang dengan penuh perhatian karena gerakan-gerakan gadis yang lincah dan gesit sekali itu membuat wajahnya sukar dilihat. Tetapi akhirnya ia kenali juga gadis itu! Tidak lain adalah Kim-gan-eng Coa Kim Nio Si Garuda Bermata Emas yang dulu pernah menyerang dan menjatuhkan Gan-piauwsu! Kelima piauwsu yang mengeroyok gadis itupun rata-rata memiliki ilmu silat tinggi dan keadaan gadis itu benar-benar berbahaya. Nona yang cantik itu telah mulai mundur-mundur saja dan mencari jalan keluar untuk melarikan diri, tapi lima orang pengeroyoknya mengurung rapat sekali sehingga ia tidak mendapat kesempatan untuk lari. Jidat yang halus kulitnya itu telah mulai berpeluh! Kong Lee tidak tega melihat keadaan ini, maka ia lalu melompat ke tengah lapangan pertempuran sambil berkata,

   "Cu-wi sekalian, harap bersabar dulu dan tahan senjata!"

   Akan tetapi, kelima orang piauwsu yang agaknya sedang marah sekali itu tidak mempedulikan seruan Kong Lee,

   Bahkan karena mereka menyangka bahwa pemuda ini tentu kawan dari Kim-gan-eng yang mereka keroyok, seorang di antara mereka menggunakan goloknya menyerang Kong Lee dengan gerak tipu Harimau Menyambar Hati! Kong Lee cepat mengelak dan sekali ia ulurkan tangan kanannya, penyerangnya itu merasa lengannya yang memegang golok menjadi lumpuh dan goloknya itu telah berpindah tangan! Terkejutlah kawanan piauwsu itu melihat kehebatan Kong Lee, dan tiba-tiba mereka menahan serangan. Kesempatan itu digunakan oleh Kim-gan-eng untuk melompat keluar dan lari secepatnya meninggalkan tempat itu! Kawanan piauwsu itu hendak mengejar, tapi gadis yang dikejarnya telah lenyap di antara pohon-pohon yang memenuhi hutan hingga mereka kembali ke tempat pertempuran sambil menyumpah-nyumpah.

   "Tuan, kau sungguh tidak adil dan sembrono sekali! Apakah kau juga kawan dari penjahat wanita itu maka berani memusuhi kami?"

   Kata seorang di antara mereka yang menjadi pemimpin. Kong Lee cepat-cepat mengangkat tangan memberi hormat.

   "Harap cu-wi suka memaafkan karena sesungguhnya siauw-te hanya kebetulan lewat saja di sini dan tidak mengenal siapa-siapa. Hanya karena melihat betapa seorang wanita, seorang diri pula, dikeroyok oleh loma orang gagah perkasa seperti cu-wi dan keadaannya terdesak sekali, maka siauw-te berlaku lancang untuk memisah, bukan maksud siauw-te membantu siapa-siapa."

   "Kalau saja kau tahu siapa adanya wanita setan yang kami keroyok itu, tentu kau tidak akan sudi ikut campur apalagi membantunya!"

   "Siapakah dia dan mengapa kalian mengeroyoknya?"

   Tanya Kong Lee pura-pura tidak tahu.

   "Dia adalah Kim-gan-eng Coa Kim Nio Si Garuda Bermata Emas yang sangat terkenal karena kejahatannya."

   "Apakah kejahatannya dan apakah ia mengganggu kalian?"

   "Ah, anak muda. Kau nampaknya berkepandaian tinggi, tapi ternyata kau belum mengenal orang-orang di dunia kang-ouw! Dia telah merampas lima ratus tail emas yang menjadi tanggungan kami! Dua hari yang lalu, ketika pembantu-pembantu kami mengawal segerobak barang berharga menuju ke Tit-le, perempuan itu mencegat di hutan ini dan merampas sekantung emas sebanyak lima ratus tail! Dan kami berlima sengaja mencarinya untuk menghajarnya. Hampir saja kami dapat membekuknya, tapi kau yang tidak mengerti apa-apa tiba-tiba telah menggagalkan usaha kami hendak mendapatkan kembali uang yang menjadi tanggungan kami itu,"

   Pemimpin piawsu itu menghela napas dan nampaknya jengkel sekali. Kong Lee buru-buru menjura dan minta maaf,

   "Ah, sungguh menyesal sekali siauw-te telah berlaku lancang, dan perbuatan siauw-te ini harus dihukum! Sekarang kuharap cu-wi suka mengantarkan siauw-te mengunjungi sarang perampok wanita itu dan siauw-te akan mencoba menebus dosa siauw-te tadi dan mendapatkan kembali emas kalian itu."

   Kelima orang piawsu itu saling pandang, dan pemimpin mereka berkata,

   "Kongcu, kau nampaknya seperti seorang sastrawan, tapi kami telah mengetahui bahwa kau berkepandaian tinggi karena dalam sekali serang saja dapat merampas golok suteku. Akan tetapi Kau ketahuilah bahwa pada waktu ini penjahat perempuan tadi tentu telah kembali ke sarangnya dan kau harus tahu bahwa di sarangnya terdapat suhengnya yang berkepandaian hebat sekali dan sukar dilawan! Kalau tidak mengingat suhengnya itu, kami berlima tentu sudah siap-siap pergi menyerbu ke sana."

   "Siapakah suhengnya itu?"

   Kong Lee pura-pura tidak tahu, padahal ia telah dapat menduga bahwa suheng dari nona cantik itu tentu Hek-ciu-mo Pauw Kian.

   "Suhengnya adalah seorang iblis yang amat hebaat dan tinggi ilmu silatnya dan kami berlima terus terang saja bukanlah tandingannya. Namanya Pauw Kian dan julukannya Hek-ciu-mo Si Iblis Tangan Hitam."

   Mengingat betapa dulu ia pernah dihina oleh Coa Kim Nio ketika minta berguru kepadanya, dan betapa ia hendak mencari Si Iblis Tangan Hitan untuk diangkat sebagai guru, maka makin besar keinginan Kong Lee hendak bertemu kepala rampok yang ditakuti orang itu.

   "Biarlah, akan siauw-te coba menghadapi Pauw Kian. Kalau sampai terjadi pertempuran, biar siauw-te melawan Pauw Kian dan cu-wi dapat menghadapi nona tadi,"

   Katanya.

   "Tapi harus diingat bahwa mereka itu mempunyai anak buah yang banyak pula,"

   Seorang piauwsu berkata. Kong Lee menjadi gemas dan berkata,

   "Kalau tuan berlima tidak berani, tunjukkanlah saja tempatnya dan siauw-te akan pergi sendiri. Kalau siauw-te berhasil mendapatkan kembali lima ratus tail emas itu, akan kuserahkan kepada kalian!"

   "Kongcu, siapa sebenarnya engkau maka bicaramu begini besar?"

   Pemimpin piauwsu itu bertanya.

   "Siauw-te she Lim bernama Kong Lee."

   "Dan kepandaian apakah yang kauandalkan untuk menghadapi Pauw Kian?"

   Kong Lee tersenyum dan mengeluarkan tongkat bambunya.

   "Inilah yang kuandalkan. Marilah kita berangkat kalau kalian memang berani."

   Kelima orang piauwsu itu heran sekali melihat bahwa senjata anak muda itu hanya sebatang tongkat bambu! Akan tetapi melihat sikap anak muda itu begitu tenang dan berani, timbul pula semangat dan keberanian mereka lalu mengantar Kong Lee menuju ke sebuah bukit kecil yang penuh dengan hutan dan tidak jauh dari hutan itu letaknya. Memang benar penuturan kelima piauwsu tadi. Dua hari yang lalu, ketika pembantu-pembantu mereka mengantarkan barang-barang berharga menuju ke Tit-le dan lewat di hutan itu,

   Tiba-tiba dari belakang pohon melompat keluar seorang nona berbaju hijau yang memegang sebatang pedang. Nona ini adalah Coa Kim Nio yang lalu membentak para piauwsu itu supaya berhenti. Pembantu-pembantu dari piauw-kiok (Perusahaan Pengantar Barang) Naga Kuning itu merasa heran melihat pencegat mereka, tapi mereka berhati tabah karena Oei-liong Piauw-kiok sudah terkenal dan jarang sekali ada perampok berani mengganggu karena segan berhadapan dengan para pimpinan piauw-kiok itu, yakni lima saudara seperguruan yang dijuluki Ngo-oei=liong atau Lima Naga Kuning. Akan tetapi, melihat sikap dan pakaian nona itu, mereka menduga bahwa nona itu tentulah Kim-gan-eng yang terkenal dan yang memang biasa melakukan perampokan seorang diri saja! Pemimpin rombongan piauwsu itu menjura dan menegur,

   "Kalau kami tidak salah duga, Li-hiap ini tentulah Kim-gan-eng yang terkenal!"

   Coa Kim Nio tertawa-tawa.

   "Matamu awas juga sahabat. Sekarang setelah kau tahu berhadapan dengan Kim-gan-eng, jangan banyak cerewet lagi dan serahkan kantong yang berisi lima ratus tail emas itu kepadaku sebagai tanda penghormatan!"

   Tentu saja para piauwsu itu tidak sudi mengalah karena walaupun nama Kim-gan-eng Coa Kim Nio sudah sangat termahsyur, namun pertanggungan jawab mereka berat sekali kalau harus menyerahkan harta yang mereka kawal itu. Maka terjadilah pertempuran hebat dan dengan mudah saja Coa Kim Ni menghajar semua piauwsu itu hingga mereka tak berdaya dan luka-luka. Dengan enak saja Coa Kim Nio lalu mengambil sekantong emas itu sambil berkata,

   "Katakan kepada Ngo-oei-liong bahwa yang mengambil emas ini adalah Kim-gan-eng, dan jika mereka merasa marah, boleh mereka datang di tempat ini. Aku menanti kedatangan mereka di sini selama dua hari. Kalau dalam dua hari mereka tidak muncul, maka emas ini menjadi milikku yang sah!"

   Lalu pergilah wanita itu. Demikianlah, maka dua hari kemudian, kelima piauwsu itu datang di tempat itu dan bertempur melawan Kim-gan-eng Coa Kim Nio dan hampir saja mereka dapat merobohkan wanita itu kalau tidak keburu datang Kong Lee yang menggagalkan kemenangan mereka. Akan tetapi, karena ia memang jujur, pemuda itu merasa menyesal sekali atas gangguan yang tidak disengaja dan ia sanggup untuk merampas kembali emas itu dari tangan Kim-gan-eng,

   Hingga bersama-sama kelima naga kuning itu ia pergi ke sarang Kim-gan-eng dan suhengnya yakni Hek-ciu-mo Si Iblis Tangan Hitam. Kedatangan Kong Lee dan kelima piauwsu itu agaknya telah diketahui olehPauw Kian dan sumoinya, karena ketika mereka tiba di luar hutan yang menjadi sarang kawanan perampok itu, mereka telah disambut oleh segerombolan perampok yang dikepalai oleh seorang yang bertubuh pendek gemuk. Pemimpin perampok ini dengan sikap hormat lalu mempersilakan mereka masuk ke dalam hutan di mana Pauw Kian dan Coa Kim Nio telah menanti. Coa Kim Nio mengenakan pakaian serba hijau yang baru dan indah sedangkan dirambutnya terhias bunya warna merah sehingga ia sama sekali tidak pantas disebut seorang perampok yang ganas. Kong Lee melihat laki-laki yang berdiri di dekat Coa Kim Nio.

   Ternyata Pauw Kian adalah seorang laki-laki berusia kurang lebih empat puluh tahun, wajahnya tampan dan cambang bauknya terpelihara baik. Tapi yang paling menyeramkan adalah telapak tangannya, karena tangan itu dari pergelangan ke bawah berwarna hitam! Diam-diam Kong Lee terkejut karena ia teringat akan penuturan suhunya bahwa memang ada orang di rimba hijau (perampok) dan sungai telaga (kaum bajak) yang memiliki kepandaian-kepandaian tinggi dan melatih tangan mereka sedemikian rupa sehingga mereka benar-benar hebat dan berbahaya sekali. Di antara ilmu-ilmu yang aneh itu terdapat ilmu-ilmu untuk membuat kedua tangan menjadi ampuh, kuat, dan bahkan mengandung bisa yang berbahaya! Latihan-latihan menguatkan tangan ini ada yang disebut Ang-see-ciang (Tangan Pasih Merah), Pek-see-ciang (Tangan Pasir Putih), dan lain-lain.

   Kalau melihat tangan Pauw Kian yang kehitam-hitaman dan mengeluarkan cahaya terang ini, Kong Lee dapat menduga bahwa kepala rampok ini tentu telah melatih tangannya dengan ilmu Tiat-see-ciang (Tangan Pasir Besi) yang sungguhpun tidak mengandung bisa, namun kekuatan dan kehebatannya luar biasa karena kedua tangan itu dengan tenaga penuh merupakan senjata yang berbahaya dan bahkan sanggup digunakan untuk melawan senjata tajam tanpa terluka! Pauw Kian telah mendengar dari sumoinya bahwa kelima Naga Kuning telah mengeroyoknya dan hampir ia mendapat celaka, tapi untung keburu tertolong oleh seorang pemuda sasterawan. Kini melihat betapa pemuda itu datang bersama-sama dengan para piauwsu, tentu saja Pauw Kian dan Coa Kim Nio menjadi heran sekali.

   "Ha, ha, ha! Ngo-oei-liong sungguh tabah sekali, berani memasuki tempatku. Apakah barangkali karena sudah dapat mendesak sumoiku, lalu kalian menganggap bahwa kalian boleh saja memperlihatkan kepandaian di sini?"

   Pauw Kian menyambut kedatangan mereka dengan kata-kata menyindir. Ngo-oei-liong memang sudah maklum akan kehebatan kepandaian kepala rampok itu, maka mereka lalu menjura dan yang tertua berkata merendah,

   "Pauw-tai-ong, harap dimaafkan kami berlima yang lancang dan tidak tahu diri. Kedatangan kami ini sebetulnya hendak mohon kemurahan hati tai-ong untuk mengembalikan emas yang menjadi tanggung jawab kami, karena kalau tidak, nama piauwsu kami akan rusak dan tak seorangpun mau mengirimkan barang melalui kami lagi."

   "Ha, ha, enak saja kau bicara! Kalian tadi sudah ebrani berlaku begitu kurang ajar menyerang sumoiku dan hampir saja melukainya. Kalau aku tidak menghajar kalian untuk kekurang ajaran kalian itupun sudah boleh dibilang aku berlaku murah. Sekarang biarlah emas itu untuk menebus kekurang ajaranmu tadi!"

   Tentu saja kelima piauwsu itu merasa marah dan tidak senang mendengar ucapan ini, akan tetapi mereka masih merasa takut-takut terhadap Pauw Kian hingga mereka kini hanya memandang ke arah Kong Lee untuk minta bantuan. Ternyata pada saat itu Kong Lee tengah memandang kepada Coa Kim Nio dengan mata kagum, karena dalam pandangan matanya, tak pantas nona itu menjadi seorang perampok. Juga ia merasa heran sekali mengapa nona itu tidak kelihatan menjadi tua dan tetap seperti gadis yang dulu merobohkan Gan-piauwsu ketika ia berusia lima belas tahun atau lima tahun yang lalu. Masih tetap muda, cantik dan jelita. Kini melihat semua mata kelima piauwsu itu ditujukan ke arahnya, Kong Lee lalu menjura kepada Pauw Kian dan berkata dengan suara halus,

   "Lo-enghiong, aku sebagai orang luar seharusnya tidak boleh mencampuri urusan ini, akan tetapi karena kebetulan sekali aku terlibat, apa boleh buat aku berlaku lancang. Memang sebetulnya, di dalam pertempuran antara kelima piauwsu ini dengan adikmu, adalah kehendak adikmu sendiri yang menantang kepada mereka. Dan di dalam pertempuran itu, adikmu yang kalah, maka sudah sepantasnya kalau ia mengembalikan barang yang dirampasnya. Aku, tanpa kusengaja telah memisah dan karenanya membikin rugi kepada piauwsu-piauwsu ini, maka untuk menebus kesalahanku ini, kuharap dengan sangat supaya kau dan adikmu berlaku bijaksana dan adil serta menginsyafi akan kekalahan adikmu dan mengembalikan emas itu kepada yang berhak."

   Tiba-tiba kedua mata Pauw Kian berputar-putar dan alis mata bangun berdiri. Untuk sebutan "lo-enghiong"

   Saja ia sudah marah sekali, karena sungguhpun usianya sudah empat puluh tahun, namun ia belum kawin dan karenanya tidak suka disebut orang tua. Apalagi mendengar kata-kata Kong Lee yang biarpun halus tapi bersifat menasihatinya itu, ia menjadi marah bukan main.

   "Eh, eh, anak muda kurang ajar. Siapa kau maka berani-berani ikut datang membela para piauwsu ini?"

   Kong Lee tersenyum tenang.

   "Aku Lim Kong Lee dan orang biasa saja yang mengharap kejujuran dan keadilanmu terhadap sesama manusia."

   Pauw Kian membanting-banting kakinya karena gemas.

   "Kau tadi bilang bahwa adikku kalah oleh kelima piauwsu ini? Baik, sekarang emas itu telah berada di tanganku dan jika kelima piauwsu ini dapat mengalahkan aku, baru aku mau menyerahkan emas itu. Atau barangkali kau sendiri hendak maju? Boleh!"

   Dengan sikap sombong sekali Pauw Kian Si Iblis Tangan Hitam menantang. Kelima piauwsu tak berani menjawab karena mereka tidak ada harapan untuk dapat mengalahkan Pauw Kian. Dengan sikap masih tenang dan bibir tersenyum, Kong Lee maju dan berkata,

   "Biarlah aku yang maju mencoba-coba, karena aku harus menebus kesalahanku terhadap kelima piauwsu ini."

   "Baik, majulah!"

   Pauw Kian tertawa menghina lalu membuka jubah luarnya hingga nampak tubuhnya yang tegap dan besar hanya terbungkus oleh pakaian yang ringkas dan tipis. Kini kedua lengannya nampak dan ternyata bahwa lengan itu dari pergelangan tangan ke atas, berkulit putih bersih sehingga kedua tangan yang hitam itu kelihatan mengerikan sekali. Kong Lee menarik keluar tongkat bambunya dan mengencangkan ikat pinggangnya dengan gerakan perlahan dan lemah lembut hingga melihat sikap ini, kelima piauwsu itu berdebar-debar kuatir. Mereka sungguh ragu-ragu untuk percaya bahwa pemuda yang halus ini akan berani melawan Pauw Kian Si Iblis Tangan Hitam! Sementara itu Coa Kim Nio yang semenjak tadi memandang kepada Kong Lee dengan penuh ekakguman akan kecakapan dan kehalusan perangai pemuda itu, melangkah maju dan berkata kepada Pauw Kian,

   "Suheng, biarkan aku sendiri yang menghadapi siucai (pemuda pelajar) ini. Tadi aku dikalahkan oleh para piauwsu curang itu dengan keroyokan, kalau satu sama satu, belum tentu aku kalah."

   Pauw Kian maklum di dalam hatinya bahwa sumoinya ini tertarik akan kebagusan pemuda ini dan selain tahu akan keberanian sumoinya yang memiliki kepandaian cukup tinggi, juga Si Iblis Tangan Hitam ini menduga bahwa pemuda sasterawan itu tentu berkepandaian tinggi pula. Maka apa salahnya kalau sumoinya mencoba-coba dulu agar ia dapat mengukur sampai di mana kehebatang Kong Lee! Maka ia mengangguk dan berkata sambil tertawa,

   "Majulah, sumoi, tapi jangan kauhabiskan sendiri! Biarlah kau main-main dengan dia sebentar dan nanti biar aku sendiri yang menyelesaikannya!"

   Sungguh ia sangat tekebur dan memandang rendah, hingga Kong Lee menjadi mendongkol dan mengambil keputusan untuk memperlihatkan kehebatannya!

   "Kongcu, majulah!"

   Dengan suara yang merdu dan kerlingan mata tajam, Coa Kim Nio mencabut pedangnya dan melintangkan pedang itu di depan dadanya.

   "Baik, dan kau hati-hatilah!"

   Kata Kong Lee. Kemudian ia mengirim serangan pertama dengan tongkat bambunya ke arah pundak nona itu. Melihat datangnya serangan yang dilakukan dengan sembarangan dan perlahan ini, tidak saja para piauwsu yang tadinya menaruh harapan besar kepada Kong Lee menjadi mendongkol dan kecewa, tapi juga Pauw Kian tidak dapat menahan hatinya untuk tidak tertawa.

   Sementara itu, Coa Kim Nio juga memandang ringan lawannya. Sambil tersenyum dan mengeluarkan suara tertawa yang ditahan, ia mengelak lalu balas menyerang dengan sebuah tikaman ke arah dada Kong Lee. Sungguh mengherankan sekali, pemuda itu seakan-akan tidak tahu bahwa dirinya diserang dan sama sekali tidak mengelak! Coa Kim Nio semenjak tadi telah tertarik sekali hatinya kepada pemuda yang ganteng ini, maka hatinya tidak tega untuk melukainya. Melihat bahwa pemuda itu sama sekali tidak mau mengelak atau menangkis, nona ini segera memiringkan pedangnya agar tidak sampai melukai Kong Lee. Kong Lee tersenyum dan di dalam hati ia berterima kasih kepada nona ini. Agaknya Coa Kim Nio ini tidak mau melukainya. Maka ia lalu berkata,

   "Nona, seranglah yang betul, kalau tidak, dalam tiga jurus saja pedangmu akan terampas olehku!"

   Terdengar suara tertawa keras dari Pauw Kian karena Si Iblis Tangan Hitam ini merasa geli sekali mendengar ucapan Kong Lee.

   "He, Ngo-oei-liong, mengapa kalian membawa seorang anak yang masih keluar ingusnya ke sini? Suruhlah ia pulang kepada ibunya untuk minum air susu lebih dulu!"

   Hinaan ini tak dipedulikan oleh Kong Lee dan pada saat Coa Kim Nio menyerang lagi, seperti tadi ia tidak mengelak, akan tetapi begitu ujung pedang telah mendekati kulit dadanya, tiba-tiba tongkat bambunya berputar sedemikian rupa dan "traang!!"

   Pedang di tangan Coa Kim Nio terlepas dan terlempar ke atas! Dengan sabar dan tenang Kong Lee menggerakkan tongkatnya yang dapat "menangkap"

   Gagang pedang itu dan diputar-putarnya sehingga gagang pedang itu seakan-akan menempel pada ujung tongkat sambil terputar bagaikan sebuah kitiran!

   "Mari, terimalah kembali pedangmu, nona!"

   Katanya sambil menyodorkan pedang itu kepada Coa Kim Nio yang berdiri melongo dengan muka merah. Sementara itu, Pauw Kian juga memandang dengan heran, karena sesungguhnya ia tidak tahu bagaiman pedang sumoinya dapat terlepas dan terampas, sedangkan gerakan-gerakan pemuda itu sungguh aneh, kelihatannya begitu lemah dan perlahan! Apakah sumoinya yang main gila dan sengaja mengalah? Akan tetapi, tidak demikian dengan Ngo-oei-liong. Kelima orang piauwsu ini bertepuk tangan memuji dengan wajah berseri-seri. Kini mereka merasa girang sekali dan timbullah kembali kepercayaan mereka kepada Kong Lee, sungguhpun mereka sendiri juga tidak mengerti bagaimana Kim-gan-eng yang lihat itu dapat dikalahkan dalam dua jurus saja!

   "Lim-kongcu, kau sungguh hebat sekali! Aku menerima kalah,"

   Berkata Coa Kim Nio dengan sinar mata kagum sekali dan bibirnya yang makin tersenyum, ia lalu mundur sambil mengerlingkan matanya ke arah Kong Lee. Pauw Kian menjadi marah sekali hingga wajahnya menjadi merah padam.

   "Anak kecil yang sombong! Coba kaulayani aku hendak kulihat kepandaian siluman macam apakah yang kaumiliki!"

   Bentaknya.

   Sambil membentak demikian, Pauw Kian lalu mengeluarkan senjatanya yang hebat, yakni sebuah pian baja lemas yang merupakan cambuk pendek penuh duri-duri tajam. Senjata ini adalah sebuah senjata yang berbahaya dan ganas, karena tiap duri yang memenuhi senjata cambuk pendek itu dari gagang sampai ke ujungnya merupakan kaitan-kaitan kecil hingga kalau duri-duri itu sampai menancap di kulit, maka daging tubuh akan tertembus dan urat-urat tertarik keluar! Juga, di dalam tangan Pauw Kian yang hebat, senjata itu dapat menjadi kaku semacam tongkat yang dipakai menotok jalan darah dan dapat menjadi lemas seperti cambuk. Akan tetapi Kong Lee dengan sangat tenang hanya tersenyum memandang, lalu berkata perlahan,

   "Kaulah yang sombong, bukan aku. Marilah kita mencoba-coba kepandaian!"

   Pauw Kian menerkam maju sambil menggerakkan cambuk berdurinya menyabet ke arah leher Kong Lee, tapi pemuda itu mengangkat tongkat bambunya ke atas dan menangkis.

   Ia sengaja menangkis untuk mencoba tenaga lawan dan mendapat kenyataan bahwa tenaga Iblis Tangan Hitam ini jauh lebih tinggi daripada tenaga Coa Kim Nio, akan tetapi tak cukup besar untuk membuat ia kuatir. Sebaliknya, ketika cambuknya dapat tertangkis hingga terpental kembali, Pauw Kian merasa heran sekali dan berlaku hati-hati, karena ketika menyerang tadi ia telah menggunakan tiga perempat bagian dari seluruh tenaganya. Akan tetapi dapat tertangkis demikian mudah oleh tongkat bambu itu sehingga ia dapat menduga bahwa pemuda ini adalah seorang yang memiliki tenaga lwee-kang yang tinggi. Ia lalu menyerahkan seluruh tenaganya dan memutar-mutar cambuknya sedemikian rupa sehingga merupakan serangan-serangan bergelombang yang bertubi-tubi menyerang bagian-bagian berbahaya dari tubuh lawan!

   Para piauwsu yang mengetahui betapa hebat serangan-serangan Si Iblis Tangan Hitam ini, menahan napas dengan cemas. Merka maklum bahwa jika jago mereka sampai kalah dan dirobohkan, mereka terpaksa harus berkelahi mati-matian, karena tentunya kepala rampok yang kejam itu tak mau melepaskan mereka begitu saja. Akan tetapi menghadapi serangan-serangan hebat dari Pauw Kian ini, Kong Lee tidak gentar dan berlaku tetapi tenang. Ia mengeluarkan kepandaiannya dan memainkan ilmu tongkat Liong-san Koai-tung-hwat. Dan ketika ia mainkan tongkatnya, semua piauwsu menjadi heran sekali, karena tampaknya pemuda itu hanya menggerak-gerakkan tongkatnya dengan perlahan dan lambat sekali,

   Akan tetapi setiap gerakan itu dapat menangkis dan membentur kembali senjata lawan yang berbahaya. Tidak demikian saja, bahkan dengan tongkat bambunya yang ringan itu, Kong Lee dapat membalas dengan serangan-serangan dahsyat. Hal ini tentu saja membuat Pauw Kian terkejut sekali. Ia tidak melihat bagaimana pemuda itu memutar tongkatnya, akan tetapi ke mana saja pian baja di tangannya menyerang, selalu bertemu dengan tongkat lawan yang menangkisnya! Maka sambil mengertakkan gigi karena marah, Si Iblis Tangan Hitam ini menyerang makin ganas dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk menjatuhkan anak muda yang aneh itu. Coa Kim Nio yang telah maklum akan kehebatan suhengnya, mula-mula terkejut dan kuatir melihat betapa suhengnya tampak marah sekali dan nafsu membunuh terbayang di mata Iblis Tangan Hitam itu.

   Ia kuatirkan nasib pemuda yang tampan dan yang telah menarik hatinya itu. Akan tetapi setelah menyaksikan betapa Kong Lee dengan tenang dan mudah saja menghadapi kakak seperguruannya, nona baju hijau itu menghela napas, tidak hanya kagum karena lega, tapi juga karena kagum. Belum pernah selama hidupnya ia bertemu dengan anak muda sehebat ini. Maka hatinya makin tertarik saja. Sebetulnya kalau ia mau, Kong Lee sejak tadi dapat merobohkan Pauw Kian dengan serangan-serangan mematikan, namun ia tidak mau menewaskan kepala rampok itu karena ia hanya bermaksud merobohkan lawannya tanpa melukainya. Bukankah maksudnya hanya hendak minta kembali emas yang dirampas? Oleh karena inilah, maka ia masih belum mengirim serangan-serangan mematikan dan hanya lebih banyak menangkis sajaa.

   Kalau Pauw Kian tidak sedang dibuat mata gelap oleh perasaan marah dan dendam, tentu ia akan dapat merasai hal ini dan tahu bahwa anak muda itu memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri dan senhaja berlaku mengalah. Akan tetapi, Iblis Tangan Hitam itu yang selama bertahun-tahun telah membuat nama besar sebagai seorang yang berkepandaian tinggi hingga disegani lawan ditakuti lawan, mana mau menyerah begitu saja tanpa memberi perlawanan? Demikianlah ia berlaku nekad dan menyerang bagaikan laku seekor kerbau gila. Sambil bertempur, Kong Lee memikir dengan penuh keheranan mengapa kepandaian Iblis Tangan Hitam dan terutama kepandaian Kim-gan-eng hanya sedemikian saja, jauh lebih rendah dari dugaannya dulu. Kalau diukur kepandaiannya, kedua orang ini masing-masing tidak akan dapat mengalahkan Thio Sui Kiat!

   
Pendekar Tongkat Dari Liongsan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Mengapa dulu ketika ia bertemu dengan Coa Kim Nio, dalam dua jurus saja ia dapat dirobohkan oleh gadis itu? Ia tidak mengerti bahwa sebenarnya hal itu tak perlu diherankan, karena ketika ia menghadapi Thio Sui Kiat dan ia dijatuhkan dalam tiga jurus ualah disebabkan, karena orang tua itulah yang menyerang dan ia sendiri hanya mempertahankan diri dengan gerakan Bendungan Baja Menahan Banjir yang memang kuat dan sukar dipecahkan. Sebaliknya ketika menghadapi Coa Kim Nio, dialah yang menyerang nona itu sehingga pertahanannya tidak kuat dan mudah saja ia dirobohkan. Kalau saja ia hanya mempertahankan dan membela diri dengan gerakan Bendungan Baja Menahan Banjir dan membiarkan nona itu menyerangnya, belum tentu dalam dua puluh jurus gadis itu akan dapat merobohkannya!

   Kini melihat betapa Pauw Kian bertempur dengan nekad, ia lalu merasa gemas juga. Dengan cepat ia merubah gerakan tongkatnya dan kini tongkat bambu yang kecil itu bergerak cepat sekali dan seakan-akan berubah menjadi seekor ular yang masih hidup. Setiap serangan ditujukan kepada jalan-jalan darah yang melumpuhkan. Pauw Kian sibuk juga menghadapi serangan yang hebat ini dan mulai terdesak. Pada suatu saat yang baik, ketika Pauw Kian menangkis tongkatnya dengan keras, Kong Lee memberikan pukulan tangan kirinya yang dikirim ke arah tangan Pauw Kian yang memegang cambuk. Melihat datangnya pukulan yang demikian keras dan berbahaya, Pauw Kian hanya dapat menarik lengannya dan membiarkan cambuknya yang penuh duri itu terpukul oleh tangan Kong Lee untuk membuat tangan pemuda itu terluka.

   Akan tetapi, sungguh mengherankan. Ketika cambuk itu terpukul oleh tangan Kong Lee yang dimiringkan, Pauw Kian tidak kuat lagi untuk memegang senjata itu lebih lama, dan dengan keras cambuk itu terpukul dan terlempar dari pegangannya! Sedangkan tangan anak muda itu sedikitpun tidak luka! Ketika Pauw Kian memandang ke arah cambuknya, matanya terbelalak kaget karena ternyata semua duri yang berada di bagian cambuk yang terpukul, telah patah-patah dan bengkok-bengkok! Dari sini dapat dibayangkan betapa hebat dan kuat tenaga tangan pemuda ini! Kelima piauwsu bersorak girang, juga Coa Kim Nio kagum sekali sehingga wajahnya berseri-seri. Akan tetapi, Pauw Kian dengan muka sebentar pucat sebentar merah, maju dan membentak,

   "Anak muda, kini bersiaplah engkau menghadapi serangan kedua tanganku!"

   Kong Lee memandang tajam.

   "Orang she Pauw, bukankah tongkat bambuku telah mengalahkan cambukmu? Lebih baik kita sudahi saja pibu ini dan Kau kembalikan emas yang kaurampas dari Ngo-oei-liong piauwsu!"

   "Memang benar cambukku kalah oleh tongkatmu, dan memang ilmu tongkatmu hebat. Akan tetapi, kedua tanganmu belum mengalahkan kedua tanganku!"

   Kepala rampok yang merasa belum puas ini hendak menggunakan kehebatan kedua tangannya yang hitam untuk mencari kemenangan!

   "Pauw-tai-ong, aturan pibu menyebutkan siapa yang kalah dalam satu pertempuran, maka ia harus menerima kekalahan itu dengan jujur. Kau sendiri yang tadi mengajak Lim-taihiap bertempur menggunakan senjata, dan kau sudah kalah. Apakah kau hendak melanggar peraturan itu?"

   Bukan main marahnya Pauw Kian mendengar kata ini. Ia memang seorang perampok yang kejam, ganas, dan suka berkelahi. Akan tetapi ia hargai kejujuran dan tentu saja ia merasa terhina sekali kalau ia dianggap tidak jujur. Dengan suara parau ia memerintahkan anak buahnya mengambil kantung berisi emas yang dirampas Coa Kim Nio itu, lalu ia lemparkan ke arah kelima piauwsu yang menerimanya dengan girang.

   "Ngo-oei-liong!"

   Teriak Pauw Kian.

   "Kalian lima orang pengecut hanya dapat mengambil kembali emas itu dengan mengandalkan tenaga anak muda ini. Sekarang, enyahlah kalian dari sini sebelum kuhancurkan kepala kalian!"

   Lima orang piauwsu itu memandang ke arah Kong Lee dan pemuda itu mengangguk kepada mereka, lalu berkata,

   "Ngo-wi harap kembali saja, bukankah urusan ngo-wi sudah beres? Dan siauw-te telah menebus kesalahan siauw-te tadi, bukan?"

   Kelima piauwsu itu menjura dengan wajah girang sekali. Yang tertua di antara mereka berkata,

   "Baiklah, beritahu taihiap bertempat tinggal di mana dan dari cabang persilatan mana?"

   Kong Lee tertawa,

   "Siauw-te baru saja turun dari Liong-san!"

   "Kalau begitu, taihiap tentulah murid dari Liong-san-pai! Pantas saja begini hebat! Biarlah semenjak saat ini, kami berlima mengenangkan sebagai Liong-san Tung-hiap (Pendekar Tongkat dari Liong-san)!"

   Setelah menjura lagi kepada Kong Lee, kelima orang piauwsu itu lalu pergi dari situ dengan girang dan membawa pergi lima ratus tail emas itu.

   "Ha, ha, Liong-san Tung-hiap! Pantas sekali nama ini untukmu, karena memang ilmu tongkatmu hebat! Anak muda, kau sungguh berani sekali. tidakkah kau takut ditinggalkan seorang diri oleh kawan-kawanmu?"

   "Apakah yang kautakuti?"

   Jawab Kong Lee atas pertanyaan Pauw Kian yang mengandung ejekan itu.

   "Memang aku sengaja hendak mencoba bagaimana hebatnya kedua tangan dari Iblis Tangan Hitam!

   "Majulah! Kalau kau bisa merobohkan aku dan mengalahkan kedua tanganku ini, sudahlah, aku takkan berani menyebut-nyebut namaku di muka umum. Tapi kalau kau yang kalah, jangan kau menyesal kalau harus menerima kematian di sini!"

   Tiba-tiba suara kepala rampok itu menjadi menyeramkan. Kemudian, dengan mengeluarkan seruan hebat, kedua tangannya yang hitam itu menyerang dengan hebat!

   Memang benar bahwa kedua tangan hitam Pauw Kian tidak mengandung bisa, akan tetapi kehebatannya tidak berkurang karenanya. Kedua tangan ini telah menjadi keras seperti besi dan mempunyai kekebalan terhadap segala macam senjata tajam. Kalau tangan lawan beradu dengan tangan hitam ini, maka kulit lawan itu akan lecet-lecet dan tulangnya akan patah-patah. Juga kesepuluh jari tangan dapat digunakan sebagai cengkeraman baja yang kuat sekali. Pendeknya, kedua tangan ini telah berubah menjadi sepasang senjata yang luar biasa hebatnya dan bahkan lebih berbahaya dari sepasang senjata baja! Karena, kalau senjata yang terbuat dari logam mati, pergerakannya hanya terbatas dan menurut keinginan hati si pemegang senjata saja, sebaliknya kedua tangan hitam ini adalah barang hidup yang mempunyai perasaan dan dapat dirubah-rubah kedudukannya sesuka hati, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan.

   Kong Lee cukup maklum akan hal ini, maka ia berlaku waspada sekali. Ia tahu bahwa biarpun dalam hal tenaga lwee-kang ia tak usah kalah terhadap Pauw kIan, demikianpun dalam hal ilmu silat tangan kosong, karena ia memiliki ilmu kepandaian silat Liong-san Kun-hoat, akan tetapi harus ia akui bahwa kekebalan tangannya tak mungkin dapat melawan kekebalan tangan lawan ini. Dulu di puncak Liong-san ia hanya melatih kedua tangannya dengan cara membelah kayu dengan tangan kosong, akan tetapi Pauw Kian telah melatih tangannya dengan bubuk besi yang jauh lebih keras daripada kayu! Akan tetapi, sebagaimana semua orang mengetahui, ilmu berkelahi tidaklah tergantung semata-mata kepada kekerasan tangan atau pukulan. Betapapun kerasnya tangan, kalau pukulan tidak mengenai sasaran yang tepat apakah gunanya?

   Demikianlah, dengan gin-kangnya yang jauh lebih tinggi daripada gin-kang Pauw Kian, Kong Lee mempermainkan lawannya. Tidak percuma ia melatih diri bertahun-tahun di puncak Liong-san, memikul air dengan sebatang rotan sambil berlari-lari naik turun bukit dan melompati jurang sehingga ilmu meringankan tubuhnya telah mencapai tingkat yang tinggi sekali. Semua serangan Pauw Kian dapat ia patahkan dengan mudah saja, dan pada tiap kali ia harus menangkis ia selalu menggunakan tangannya untuk menangkis lengan lawan di sebelah atas sambungan pergelangan tangan, di bagian kulit yang putih atau sekali-kali ia menangkis sambil menotok pergelangan siku! Oleh karena itu, maka Pauw Kian menjadi tak berdaya dan kepalanya pening, karena anak muda yang memiliki gerakan gesit bagaikan seekor burung itu menyambar-nyambar di sekeliling tubuhnya, membuat ia berputar-putar tiada hentinya!

   Setelah bertempur lima puluh jurus lebih, tiba-tiba Kong Lee mulai membalas serangan-serangan lawannya dengan mengeluarkan ilmu silat Liong-san Kun-hoat yang paling berbahaya. Pauw Kian merasa kewalahan menghadapi serangan-serangan yang aneh dan memiliki banyak sekali perubahan yang tak terduga ini. Ia sibuk sekali menghindarkan diri dari kedua tangan Kong Lee yang menyerang bagian-bagian berbahaya dari tubuhnya dengan totokan jari. Kemudian, ketika sebuah totokannya dielakkan, tubuh Kong Lee mulai terhuyung-huyung ke kanan kiri sehingga membingungkan Pauw Kian. Tadinya kepala rampok ini merasa kaget dan girang karena menyangka bahwa anak muda ini telah lelah, akan tetapi ternyata di dalam terhuyung-huyung itu, Kong Lee bahkan mengeluarkan serangan-serangan yang lebih sukar dielakkan pula. Inilah ilmu silat Delapan Dewa Mabuk!

   Menghadapi ilmu silat ini, Pauw Kian tidak berdaya dan tiba-tiba dadanya kena tertumbuk oleh kepalan tangan Kong Lee! Sebetulnya, menurut gerakan aslinya, pukulan ini harus disertai tenaga lwee-kang sepenuhnya sehingga biarpun nampaknya hanya memukul perlahan saja namun akan menghancurkan isi dada dan mendatangkan luka dalam yang berbahaya sekali. Akan tetapi, dengan sengaja Kong Lee merubah gerakannya dan memukul dengan keras sekali, menggunakan tenaga gwa-kang (tenaga luar) sehingga terdengar suara "buk!"

   Yang keras ketika kepalan tangannya menumbuk dada Pauw kian hingga kepala rampok itu terdorong jauh dan jatuh bergulingan! Akan tetapi, karena Kong Lee hanya menggunakan tenaga gwa-kang, maka Pauw Kian tidka menderita luka dalam, hanya kulit dadanya saja menjadi matang biru! Setelah dapat berdiri lagi, Pauw Kian menjura ke arah Kong Lee.

   "Liong-san Tung-hiap! Kau orang muda sungguh mengagumkan. Aku Pauw Kian benar-benar tunduk dan takluk!"

   Setelah berkata demikian, Pauw Kian menjatuhkan diri duduk di atas tanah dengan muka merah. Coa Kim Nio dengan sangat kagum lalu menghampiri Kong Lee dan berkata dengan lagak menarik hati,

   "Lim-kongcu, kau sungguh-sungguh hebat dan membuat aku kagum sekali! kita harus menjadi sahabat baik!"

   Sambil berkata demikian, gadis ini menggunakan jari-jari tangannya yang halus menyentuh tangan Kong Lee. Pemuda ini tersenyum saja lalu berkata perlahan,

   "Pantaskah aku menjadi sahabat Kim-gan-eng yang perkasa? Harap kauingat, siocia, lima tahun yang lalu aku berlutut di depanmu dan mohon menjadi muridmu, tapi kau tidak sudi menerimaku!"

   Untuk beberapa lama Coa Kim Nio tidak mengerti maksud kata-kata ini dan memandang heran dengan kedua matanya yang bagus itu terbelalak lebar, lalu ia berkata heran,

   "Lim-kongcu apa... apakah maksudmu?"

   "Siocia, masih ingatkah kau kepada Gan-piauwsu yang dulu kaurobohkan? Dan masih ingatkah kau akan seorang pengemis muda yang juga kaurobohkan dalam dua kali gerakan saja? Kemudian pengemis muda itu mengejarmu dan mohon menjadi murid, tapi kau menolaknya dengan penuh penghinaan? Nah, akulah pengemis itu, maka jangan kausebut aku kongcu!"

   

Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini