Pendekar Tongkat Liongsan 4
Pendekar Tongkat Dari Liongsan Karya Kho Ping Hoo Bagian 4
Pucatlah wajah Coa Kim Nio yang cantik. Hampir saja ia tidak percaya atas keterangan ini, sungguhpun ia masih ingat dengan samar-samar wajah pengemis muda yang dulu minta menjadi muridnya.
"Ah... jadi Kau kah anak muda dulu itu?"
Kemudian Coa Kim Nio tertawa.
"Nah, bukankah benar penolakanku dulu? Kalau kau menjadi muridku, maka kepandaianmu takkan sehebat sekarang ini."
Kong Lee lalu menjura kepadanya dan kepada Pauw Kian.
"Maafkanlah aku, sekarang aku harus pergi dari sini melanjutkan perantauanku."
Pemuda itu lalu membalikkan tubuh dan hendak pergi.
"Lim-taihiap, tunggu..."
Kata Coa Kim Nio yang mengejarnya.
"Ada apa, Nona?"
"Kau... kau hendak ke mana?"
"Hendak meneruskan perjalananku, sampai aku tiba kembali di kampungku."
"Di mana kampungmu?"
"Di Bi-ciu!"
"Kalau begitu, kita menuju ke jurusan yang sama. Taihiap tidak keberatankah kau kalau kita jalan bersama-sama?"
Untuk sesaat Kong Lee merasa ragu-ragu. Ia tidak tahu harus menerima atau menolak. Untuk menolak, ia merasa tidak enak, pula ia memang tertarik oleh sikap dan wajah cantik jelita dari nona ini sehingga ia tahu bahwa melakukan perjalanan bersama gadis ini akan menyenangkan sekali. akan tetapi kalau ia menerima iapun merasa malu. Maka ia lalu berkata,
"Terserah saja kepadamu, nona. Jalan di muka bumi ini bukan milikku pribadi, siapa saja boleh pakai maka bagaimana aku bisa melarangmu?"
Coa Kim Nio menjadi girang sekali sehingga wajahnya yang cantik berseri menambah manisnya.
"Sumoi, kau jangan mencari perkara lagi!"
Kakak seperguruannya menegur.
"Tinggal saja di sini dan bantu pekerjaanku."
"Ah, aku sudah bosan dengan pekerjaan merampok!"
Kata gadis itu tak peduli, lalu menarik tangan Kong Lee mengajak pergi dari situ.
"Baik, kalau begitu, jangan kau kembali lagi ke sini!"
Teriak Pauw Kian dengan marah. Akan tetapi, Kim Nio dan Kong Lee telah pergi jauh dengan berlari cepat.
Coa Kim Nio benar-benar merupakan kawan seperjalanan yang baik dan menggembirakan. Nona ini selain luas pengalamannya, juga bersikap jenaka dan dalam segala hal berusaha menyenangkan hati Kong Lee. Sebaliknya Kong Lee adalah seorang pemuda yang baru berusia dua puluh tahun dan pengalamannya dalam hal pergaulan, terutama dengan seorang wanita masih dangkal dan hijau. Maka kini setelah bertemu dengan seorang gadis yang cantik dan pandai mengambil hati, tidak heran bahwa ia jatuh hati dan timbul rasa sayang dan cinta di dalam hatinya terhadap Coa Kim Nio. Ia maklum bahwa gadis itu sedikitnya empat atau lima tahun lebih tua daripadanya, namun dilihat dari luar, tampaknya gadis itu lebih tua darinya, karena memang Coa Kim Nio memiliki kecantikan yang membuat ia nampak masih muda sekali.
Mereka melakukan perjalanan dengan gembira dan selama itu Kim Nio memperlihatkan sikap yang sopan dan mereka berdua selalu menjaga agar di dalam pergaulan dan hubungan mereka selalu tidak melanggar batas-batas kesusilaan. Hal ini tentu saja selalu dijaga oleh Kong Lee yang memang masih bersih hatinya dan ia sama sekali tidak pernah menyangka bahwa di dalam hati gadis itu timbul rasa cinta yang besar terhadap dirinya! Ia hanya menganggap bahwa nona itu sangat baik hati dan menganggap ia sebagai seorang saudara atau kawan baik. Pada suatu hari, pernah Kong Lee menyatakan kekecewaannya mengapa gadis itu sampai tersesat dan menjadi seorang perampok. Coa Kim Nio hanya tersenyum dan menjawab,
"Bukankah sekarang aku telah tobat dan belajar menjadi orang baik-baik?"
Mendengar jawaban ini, Kong Lee tertawa dan hatinya merasa girang dan puas. Ketika gadis itu minta ia menuturkan riwayatnya, Kong Lee lalu menceritakan dengan terus terang. Kim Nio terkejut ketika mendengar bahwa anak muda itu adalah murid Liong-san Lo-kai yang termahsyur itu.
"Pantas saja kau demikain hebat, kiranya kau adalah murid locianpwe itu,"
Katanya kagum. Dan ketika mendengar bahwa suhunya berpesan agar ia menantang pibu dan mencoba kepandaian para tokoh Go-bi-san, Kim Nio menjadi girang sekali.
"Lim-taihiap,"
Katanya dengan wajah sungguh-sungguh.
"Orang-orang Go-bi-pai memang terkenal sombong, karena mereka memang memiliki ilmu pedang yang hebat. Kiam-hwat (ilmu pedang) dari Go-bi sukar sekali dilawan, dan aku sendiri pernah bertempur melawan seorang anak murid Go-bi bernama Louw Bin Tong. Walaupun aku dapat menang, akan tetapi hal ini hanya terjadi setelah kami bertempur lebih dari dua ratus jurus dan hanya karena lwee-kangku lebih tinggi sedikit dari lwee-kangnya. Kebetulan sekali diapun pernah menantang aku supaya naik Go-bi-san, maka bagaimana pikiranmu kalau kita sekarang saja langsung naik ke Go-bi-san untuk sekalian memenuhi perintah suhumu?"
"Tapi aku ingin pulang dulu ke Bi-ciu hendak bertemu dengan ibuku yang telah lama kutinggalkan,"
Jawab Kong Lee.
"Kalau kau pulang dulu ke Bi-ciu, maka perjalanan itu akan makan waktu lama sekali karena ke Go-bi-san jalannya memutar. Sebaliknya kalau sekarang kita langsung pergi ke Go-bi-san, kita akan menghemat waktu dan perjalanan,"
Gadis yang sudah banyak merantau itu lalu menerangkan jalan yang menuju ke Go-bi-san dan Bi-ciu. Akhirnya Kong Lee setuju dan mereka lalu membelok ke barat untuk menuju ke pegunungan Go-bi yang luas itu.
Perjalanan ke Go-bi-san memakan waktu dua pekan lebih dan ketika mereka tiba di bukit itu, tiada habisnya Kong Lee mengagumi pemandangan di perjalanan mendaki gunung itu. Perjalanan mendaki gunung itu dilakukan dengan mudah dan tidak banyak mengalami rintangan-rintangan karena mereka berdua memiliki kepandaian tinggi. Jurang-jurang yang hanya beberapa tombak lebarnya dapat mereka lompati begitu saja dan mereka mendaki batu-batu karang dengan cepat bagaikan jalan di tanah datar saja. Pada waktu itu, di lereng gunung Go-bi-san terdapat sebuah kuil besar dan di sinilah para pemuda Go-bi-pai berdiam. Yang menjadi ketua pada waktu itu adalah seorang hwesio bernama Liat Song Hosiang, akan tetapi sudah sepuluh tahun lebih hwesio tua yang lihai ini menyembunyikan dirinya dalam sebuah kamar di kuil itu dan tak pernah keluar!
Untuk mengurus semua keperluan, diserahkan kepada tiga orang murid keponakannya, yakni Bok Ti Hwesio, Kim Ti Hwesio, dan Hok Ti Hwesio, murid-murid dari sute Liat Song Hosiang yang telah meninggal dunia. Adapun Liat Song Hosiang sendiri tak pernah mempunyai seorang murid. Ketika masih dipimpin langsung oleh Liat Song Hosiang dan sutenya Hwat Song Hosiang yang telah meninggal dunia, kumpulan Go-bi terkenal sekali sebagai sebuah perkumpulan persilatan yang berdisiplin dan maju. Akan tetapi, semenjak meninggalnya Hwat Song Hosiang dan semenjak Liat Song Hosiang mengundurkan diri dan mencuci tangan dari segala urusan dunia menyembunyikan diri di dalam kamar dan tiap hari kerjanya hanya bersamadhi saja, maka di bawah pimpinan ketiga hwesio yang disebut Go-bi Sam-lojin atau Tiga Orang Tua dari Go-bi itu, keadaan Go-bi-pai mengalami kemunduran.
Hal ini terjadi karena ketiga hwesio itu memang mempunyai sifat yang sombong dan memandang rendah kepada kumpulan persilatan lain, sehingga kesombongan ini membuat mereka tidak mau memperdalam ilmu silat cabang mereka. Dulu ketika murid Liong-san Lo-kai naik ke Go-bi-san, ia bertemu dengan ketiga hwesio ini dan dikeroyok tiga hingga mengalami kematian. Biarpun pertempuran itu merupakan pibu, akan tetapi karena kedua pihak baik murid Liong-san Lo-kai maupun ketiga pemimpin Go-bi-pai itu mempunyai tabiat sombong, maka terjadilah pertempuran mati-matian sehingga mengorbankan jiwa. Dan ketika pertempuran itu terjadi, Liat Song Hosiang tidak diberitahu sehingga pertapa tua ini tidak tahu bahwa murid-murid keponakannya telah menewaskan seorang murid Liong-san-pai.
Sebetulnya di atas pegunungan Go-bi-san yang luas sekali itu terdapat banyak orang-orang pandai yang memiliki kepandaian silat dan kesaktian yang berbeda-beda. Juga keadaan mereka berbeda, ada yang menganut agama To dan menjadi tosu, ada pula yang menganut agama Buddha seperti Liat Song Hosiang dan semua penghuni kuil besar itu. Oleh karena itu, maka tentang Go-bi-pai atau perkumpulan persilatan cabang Go-bi ini seringkali membingungkan orang. Yang mengaku sebagai perkumpulan persilatan cabang Go-bi saja ada tiga buah yang mempunyai ilmu silat berlainan sekali, di antaranya Liat Song Hosiang dan dua buah rombongan para tosu. Sedangkan di samping itu, masih banyak sekali tidak mau mengaku sebagai perkumpulan Go-bi dan tinggal diam saja sebagai pertapa-pertapa yang saleh!
Oleh karena inilah, maka di dunia kang-ouw, seringkali terjadi ada seorang ahli silat yang mengaku dari perkumpulan Go-bi-pai tapi berkepandaian rendah sekali, tapi ada pula muncul ahli silat lain yang juga mengaku anak murid Go-bi, tapi kepandaiannya berlainan sekali dan hebat! Perkumpulan Go-bi-san yang dicari oleh Kong Lee adalah rombongan Liat Song Hosiang inilah, maka ia tidak salah pilih dan datang di tempat yang betul. Akan tetapi, musuh Coa Kim Nio yang mengaku anak murid Go-bi-pai dan bernama Louw Bin Tong itu, sama sekali bukan anak murid dari Go-bi Sam-lojin, akan tetapi anak murid seorang tosu bernama Pek-mau Tosu yang bertapa di puncak lain! Ketika kedua anak muda itu tiba di depan kuil, mereka disambut oleh anak-anak murid kuil itu tetapi mereka menyambut dengan ramah tamahh seperti lazimnya pendeta-pendeta yang menjalani penghidupan suci.
"Ji-wi datang darimana dan ada keperluan apa maka mendatangi kuil kami?"
Tanya seorang penerima tamu, yakni seorang hwesio gundul yang sudah lanjut usianya dan bertubuh kurus tinggi.
"Teecu bernama Lim Kong Lee dan kedatanganku ke sini adalah hendak menjumpai ketua Go-bi-pai."
Hwesio tua tinggi kurus itu memandang tajam.
"Ketua kami adalah Go-bi Sam-lojin, entah yang manakah yang hendak sicu jumpai?"
Kong Lee sudah mendengar dari suhunya, bahwa suhengnya yang tewas itu memang dirobohkan oleh ketiga tokoh Go-bi itu, maka ia menjawab,
"Teecu hendak bertemu dengan ketiga-tiganya!"
Pandangan mata hwesio itu makin heran, lalu katanya,
"Tunggulah sebentar, biar pinceng memberi laporan kepada ketiga ketua kami itu."
Tak lama kemudian, dari dalam keluar tiga orang hwesio yang usianya kurang lebih enam puluh tahun. Mereka ini kurus-kurus dan dengan dada terangkat mereka keluar menemui Kong Lee. Dalam pakaian pendeta dan kepala mereka yang gundul licin itu, mereka tampak hampir sama, baik bentuk badan maupun wajah mereka. Kong Lee cepat bangun berdiri dan menjura.
(Lanjut ke Jilid 04)
Pendekar Tongkat Dari Liong-San/Liong San Tung Hiap (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 04
"Apakah saya berhadapan dengan Go-bi Sam-lojin yang terhormat?"
"Betul, sicu. Kami adalah Go-bi Sam-lojin. Pinceng sendiri bernama Bok Ti, ini suteku Kim Ti, dan itu Hok Ti. Sicu ini siapa dan ada keperluan apa mencari kami?"
"Saya datang dari Liong-san dan kedatanganku ini tak lain karena mengingat akan kehebatan sam-wi suhu yang dulu pernah memberi pelajaran kepada suhengku, maka hatiku menjadi kagum sekali dan harap sam-wi suhu suka berlaku murah dan memberi petunjuk kepada aku orang muda."
Ketiga hwesio itu saling lirik dan Bok Ti Hosiang berkata sambil tersenyum,
"Ahh, jadi sicu ini seorang anak murid dari Liong-san? Bagus, bagus! Ternyata Liong-san Lo-kai mempunyai murid-murid yang muda, gagah, dan bersemangat! Apakah nona ini juga murid dari Liong-san?"
Tanyanya sambil melirik Coa Kim Nio. Nona itu menggelengkan kepala dan menjawab,
"Bukan, aku hanyalah seorang sahabat saja dari Lim-taihiap, akan tetapi akupun mempunyai sedikit urusan dengan seorang anak murid Go-bi yang bernama Lauw Bin Tong!"
"Kami tidak mempunyai seorang anak murid bernama Lauw Bin Tong di sini,"
Jawab Bok Ti Hosiang, lalu hwesio tua ini berkata kepada Kong Lee,
"Dan kau, sicu. Apakah maksudmu hendak mengadu ilmu kepandaian?"
"Saya hanya mohon sedikit pelajaran dari sam-wi suhu."
"Tapi kami Go-bi Sam-lojin selalu maju bersama-sama,"
Jawab Bok Ti Hosiang yang dapat menduga bahwa kepandaian pemuda dari Liong-san itu tentu tinggi, kalau tidak, maka tak mungkin ia berani naik ke Go-bi untuk mengajak pibu! Kong Lee maklum akan kelicikan orang itu, maka sambil tersenyum ia berkata,
"Kalau sam-wi suhu hendak maju bersama memberi petunjuk, maka hal itu lebih baik bagi saya, karena sekali bergerak dapat menerima banyak pelajaran!"
Mendengar jawaban ini, merahlah wajah Bok Ti Hosiang. Untuk menutupi easa malunya ia berkata,
"Karena nona ini datang bersamamu, maka boleh kalian berdua maju menghadapi kami. Mari, mari sicu dan kau nona, kita pergi ke lian-bu-thia untuk bermain-main sebentar!"
Setelah berkata demikian hwesio kurus ini bersama kedua sutenya lalu mendahului tamunya menuju ke ruang dalam, diikuti oleh Kong Lee dan Kim Nio. Sedangkan para anak murid Go-bi yang telah mendengar bahwa kedua orang muda itu datang hendak mengajak pibu dengan ketiga ketua mereka, segera meninggalkan pekerjaan masing-masing untuk menonton! Ruang tempat berlatih silat itu luas sekali dan kini telah dikelilingi oleh anak murid Go-bi yang jumlahnya dua puluh orang hwesio lebih. Mereka berdiri diam sebagai patung, tak berani bergerak atau membuat gaduh karena takut ditegur oleh ketiga ketua mereka. Sementara itu, Go-bi Sam-lojin telah membuka jubah mereka dan hanya mengenakan pakaian yang ringkas, walaupun lengan baju mereka masih lebar. Ikat pinggang warna kuning mengikat pinggang mereka dan pakaian mereka berwarna putih.
"Anak muda, majulah!"
Kata Bok Ti Hosiang, sementara itu Kim Ti Hosiang dan Hok Ti Hosiang sudah berdiri di kanan kirinya dengan kedua kaki terpentang dan tangan tergantung di kanan kiri. Akan tetapi Kong Lee memberi isyarat kepada Kiim Nio dan maju seorang diri menghadapi Go-bi Sam-lojin. Sambil menarik keluar tongkat bambunya, Kong Lee berkata,
"Sam-wi suhu, janganlah berlaku segan-segan, karena sesungguhnya aku ingin sekali berkenlan dengan kehebatan kiam-hwat dari Go-bi-pai!"
Ketiga hwesio itu saling pandang.
"Sicu,"
Kata Kim Ti Hosiang.
"Betul-betulkah kau hendak pibu dengan senjata tajam? Ingat, sicu, dulu ketika kami bertiga merobohkan suhengmu hingga tewas, kami benar-benar merasa menyesal sekali dan tidak ingin mengulangi lagi peristiwa itu!"
Kong Lee tersenyum.
"Terima kasih atas kekuatiran ini, tapi aku akan menjaga diri baik-baik!"
Terpaksa ketiga hwesio itu mencabut keluar pedang mereka dan membuat gerakan mengurung. Tapi Kong Lee bersikap tenang dan menyilangkan tongkatnya di dada menanti serangan. Go-bi Sam-lojin maklum bahwa anak muda yang sangat sopan santun ini tentu tidak mau menyerang lebih dulu, maka sambil berseru,
"Awas pedang!"
Bok Ti Hosiang mendahului membuka serangan. Melihat datangnya serangan-serangan yang sangat cepat dan kuat ini, diam-diam Kong Lee harus mengakui lawan-lawannya benar-benar memiliki kepandaian tinggi dan ia harus berlaku hati-hati sekali. maka tanpa berlaku segan-segan lagi ia getarkan tongkatnya dan menangkis dengan gerakan tongkat menendang.
Bok Ti Hosiang ketika merasa betapa pedangnya terbentur oleh tongkat itu dan seakan-akan tertendang kembali, merasa kaget dan tahu bahwa anak muda ini memiliki kepandaian jauh lebih hebat daripada kepandaian murid Liong-san yang dulu mereka robohkan. Maka ia lalu mengerakkan pedangnya dengan cepat, ditiru oleh kedua sutenya sehingga tak lama kemudian Kong Lee dikeroyok oleh tiga batang pedang yang digerakkan secara hebat. Ilmu pedang dari Bok Ti Hosiang dan kedua sutenya adalah ilmu pedang keturunan yang disebut Gin-ho Kiam-hwat (Ilmu Pedang Burung Ho Perak) dan diciptakan oleh guru Liat Song Hosiang, yakni sucouw dari Bok Ti Hwesio dan sutenya. Biarpun ketiga hwesio ini baru memiliki enam bagian saja dari ilmu pedang yang hebat itu, namun ilmu pedang mereka sudah hebat sekali, karena memang Gin-ho Kiam-hwat memiliki gerakan-gerakan yang cepat dan kuat serta mempunyai pecahan-pecahan yang tak terhitung banyaknya.
Maka kini dengan maju bertiga, mereka merupakan lawan berat bagi Kong Lee! Akan tetapi, Kong Lee telah mempelajari Liong-san Koai-tung-hwat dengan sempurna sehingga boleh dibilan sembilan bagian dari ilmu itu telah dapat ia jalankan dengan baik, ditambah lagi dengan usianya yang masih muda hingga tentu saja ia jauh lebih kuat daripada ketiga lawannya yang sudah tua. Ia dapat melawan dengan baik dan belum terdesak walaupun mereka telah bertanding selama ratusan jurus! Sebentar saja dua ratus jurus telah terlewat dan mash saja mereka bertempur ramai sekali. Sementara itu, Kim Nio melihat permainan pedang ketiga hwesio itu merasa heran karena gerakan-gerakan mereka berbeda sekali dengan gerakan Lauw Bin Tong yang mengaku anak murid Go-bi itu.
Demikianlah, ia memandang dengan penuh kekuatiran. Ia melihat betapa ketiga orang hwesio tua itu telah lenyap terbungkus sinar pedang mereka sendiri yang sungguh-sungguh hebatm sementara itu, di tengah-tengah terkurung oleh tiga gulungan sinar pedang itu, Kong Lee mainkat tongkatnya dengan gerakan yang kelihatan lambat, tapi yang dapat memunahkan semua serangan pedang yang menuju kepada tubuhnya! Tiba-tiba Kong Lee berseru keras dan tubuhnya lalu melayang ke atas dan menyerang dari atas dengan tongkatnya ke arah Kim Ti Hosiang! Dalam sekejap mata saja anak muda itu merubah ilmu tongkatnya dan kini iamengeluarkan gerak-geraknya yang gesit dan gin-kangnya yang hebat! Tadi memang sengaja ia mainkan bagian yang lambat untuk menghemat tenaga dan napas.
Setelah pertempuran berjalan hampir tiga ratus jurus dan lawannya sudah nampak lelah dan di jidat mereka telah keluar peluh maka tiba-tiba ia merubah ilmu silatnya dan kini bergerak cepat sekali, melebihi kecepatan lawan-lawannya. Kini dialah yang menyerang karena sambil berkelebat ke sana ke mari ia dapat memecahkan kurungan ketiga lawannya dan menyerang mereka berganti-ganti! Akan tetapi ketiga hwesio itu bukan orang-orang lemah. Selain memiliki ilmu kepandaian tinggi, mereka juga mempunyai pengalaman bertempur yang luas sehingga tidak mudah dibuat kaget begitu saja oleh perubahan gerakan Kong Lee. Biarpun telah berpencar dan tidak mengurung lagi, namun karena Kong Lee harus menyerang ketiga-tiganya, maka datangnya serangan itu berkurang cepatnya dan mereka tidak terlalu terdesak dan masih dapat menangkis dengan baik.
Hanya kini Kong Lee berada di pihak penyerang karena gerakannya yang gesit menyambar ke sana ke mari itu membuat para lawannya sukar sekali untuk balas menyerang. Demikianlah, seratus jurus terlewat pula tanpa ada ketentuan kalah menang dalam pertempuran yang hebat itu! Dua puluh orang anak murid Go-bi-pai yang menonton pertempuran itu tak berani bergerak dan hati mereka berdebar tegang karena selama mereka berada di situ telah mengalami banyak sekali pertempuran pibu, akan tetapi belum pernah melihat pertempuran seramai ini. Terutama sekali bagi Kim Nio, ia makin kagum akan kehebatan Kong Le dan hatinya makin mencintai anak muda yang gagah perkasa itu. Sementara itu, Go-bi Sam-lojin diam-diam terkejut sekali dan mengeluh, karena Kong Lee benar-benar merupakan lawan tangguh yang belum pernah mereka temukan selama hidup mereka.
Sebaliknya, Kong Lee sendiri yang baru kali ini keluar dari perguruan dan menghadapi lawan-lawan luar biasa uletnya, menjadi penyerang, namun serangan-serangannya selalu dapat dibatalkan lawan dan kalau terus-menerus seperti ini halnya, maka dia sendirilah yang akan kehabisan tenaga karena ia harus mengeluarkan tenaga tiga kali lipat dari tenaga yang dikeluarkan oleh masing-masing lawannya! Maka ia lalu mencari akal dan tiba-tiba merubah lagi gerakan serangannya. Kini ia tidak menyerang bergantian kepada tiga orang lawannya, akan tetapi mendesak Hok Ti Hosiang yang paling lemah di antara ketiga orang tua itu. Ia mendesak terus dan mengirim serangan langsung bertubi-tubi kepada Hok Ti Hosiang ini yang tidak menyangka akan mendapat serangan bertubi-tubi karena tadinya anak muda itu hanya memberi bagian sekali atau sejurus serangan lalu berpindah menyerang yang lain, menjadi sibuk sekali.
Setelah dapat menangkis tiga buah serangan berturut-turut, serangan ke empat yang dilakukan cepat sekali tak dapat ia tangkis dan pundak kanannya kena ditotok oleh ujung tongkat bambu anak muda yang hebat itu! Ia terhuyung ke belakang dan pedangnya terlepas dari pegangan tangannya yang menjadi lumpuh! Hok Ti Hosiang dengan meringis kesakitan lalu melompat keluar dari kalangan pertempuran karena tangan kanannya tergantung lumpuh tak dapat digerakkan lagi! Bok Ti Hosiang dan Kim Ti Hosiang tentu saja merasa terkejut dan marah sekali. mereka tak berdaya membela sutenya karena serangan Kong Lee dirubah tiba-tiba itu tak mereka sangka sehingga Hok Ti Hosiang kena tertotok. Kini keduanya maju bersama-sama dan mengamuk dengan hebat sambil mengirim serangan-serangan maut.
Akan tetapi, dengan mengeroyok bertiga saja mereka tidak mampu menjatuhkan Kong Lee, apalagi kini hanya berdua! Dengan tenang dan mudah saja anak muda itu dapat mematahkan semua serangan yang bergelombang ini dan balas menyerang. Karena tenaga kedua hwesio tua ini memang telah banyak berkurang, maka dalam saat yang baik sekali Kong Lee berhasil pula menendang pergelangan tangan Kim Ti Hosiang sehingga pedang hwesio itu terlempar ke atas dan jatuh di ats lantai mengeluarkan suara nyaring! Tendangan Kong Lee dilakukan dengan ujung sepatu dan tepat mengenai urat besar sehingga tangan Kim Ti Hosiang juga terluka hebat karena sambungan tulangnya terlepas dan dia menjadi tidak berdaya dan tak mampu maju membantu lagi. Kini Kong Lee hanya menghadapi Bok Ti Hosiang seorang yang memiliki kepandaian paling tinggi di antara ketiga tokoh Go-bi-san itu.
Bok Ti Hosiang mengumpulkan semua tenaganya dan melawan mati-matian sambil mengeluarkan ilmu pedangnya yang paling hebat sehingga untuk beberapa lama Kong Lee tak dapat merobohkannya. Kini Bok Ti Hosiang menggunakan pedang membabat ke arah tongkat sehingga kalau saja tongkat ini kena terbabat maka dapat terputuskan oleh pedangnya yang tajam. Namun bambu di tangan Kong Lee adalah bambu kering yang ringan sekali hingga tak mungkin diputuskan begitu saja oleh benturan pedang. Kong Lee menggunakan tenaga lemas untuk membuat bambunya terpental dan sambil menuruti gerakan pedang lawan, ia teruskan tongkatnya itu untuk menyerang. Karena gerakan ini tak terduga sama sekali, yakni ketika bambu itu terbentur dan terpental ke samping tapi cepat sekali lalu meluncur dari samping ke arah lambung,
Hwesio ini berseru kaget dan cepat mengelak ke belakang. Tapi Kong Lee tidak mau memberi ampun lagi dan ujung bambunya terus mengikuti tubuh lawannya, menotok punggung dari samping kanan dan dengan tepat menotok jalan darah siauw-hing-hiat sehingga Bok Ti Hosiang tak dapat mengelak lagi. Sambil berteriak nyaring tubuh hwesio ini terguling dan pedangnya terlempar! Masih untung baginya bahwa pemuda itu tidak mempunyai niat membunuh, sehingga setelah menggunakan tangan kiri mengurut beberapa kali pada punggung yang tertotok, ia dapat melompat berdiri lagi dengan muka pucat. Ketiga hwesio ini maklum bahwa betapapun juga, Kong Lee tidak bermaksud jahat dan hanya ingin mengalahkan mereka belaka, maka diam-diam mereka memuji anak muda yang berkepandaian tinggi itu.
"Sicu,"
Bok Ti Hosiang menjura sambil merangkapkan kedua tangannya.
"kepandaian sicu sungguh tinggi dan kami bertiga mengaku kalah. Biarlah lain waktu kalau kami masih berusia panjang, kami balas kebaikan sicu ini."
Sebelum Kong Lee dapat menjawab, tiba-tiba dari dalam kuil itu menyambar bayangan merah kepadanya. Ia kaget sekali karena bayangan merah itu adalah seorang kanak-kanak berusai paling banyak dua belas tahun dan datang-datang anak itu menyerang dengan sebuah pukulan yang berbahaya sekali ke arah lambungnya! Kong Lee cepat mengelak, tapi sebelum ia dapat menegur, anak berbaju merah itu menyerangnya lagi dengan pukulan-pukulan aneh yang sukar ditangkis!
"Ang-ji, jangan kurang ajar!"
Bentak Bok Ti Hosiang kepada anak baju merah itu yang dipanggilnya Ang-ji atau anak merah. Akan tetapi anak itu sambil menyerang terus menjawab,
"Bok-suhu, orang ini telah mengacau kuil kita, maka harus dihukum!"
Dan serangannya makin cepat. Kong Lee benar-benar heran dan terkejut.
Heran karena mengapa di dalam kuil ini terdapat seorang anak kecil bukan hwesio karena kepalanya memelihara rambut panjang yang dikepang menjadi dua sedangkan pakaiannya berwarna merah pula! Anak ini berwajah cakap dan kulitnya putih halus. Ia terkejut karena ilmu silat anak ini ternyata hebat sekali dan gerakan-gerakannya walaupun terdapat persamaan dengan ketiga hwesio yang tadi mengeroyoknya, namun lebih cepat dan mengandung bagian-bagian yang aneh! Kalau saja ia kurang hati-hati, pasti ia telah kena terpukul oleh bocah ini! Maka ia tidak mau berlaku sembrono melayani anak kecil ini dengan ilmu silat Liong-san Kun-hwat! Kong Lee hendak mengalahkan anak ini tanpa melukainya, akan tetapi ia kecele. Ternyata kepandaian anak ini biarpun belum matang, namun tingkatnya tidak di bawah ketiga hwesio itu, bahkan lebih sukar dilawan!
Dua kali tangan anak itu berhasil menampar dadanya dan kalau saja lwee-kang anak ini setingkat dengannya, pasti ia telah roboh olehnya. Kong Lee menjadi panas sekali dan sekarang ia mengeluarkan serangan-serangan yang hebat, dan kalau perlu ia harus merobohkan anak ini, asal tidak membunuhnya. Maka bertempurlah keduanya dengan ramai sekali. Kim Nio tercengang melihat gerakan-gerakan anak kecil itu karena begitu cepat dan gesit, diam-diam ia mengakui bahwa ia sendiri belum tentu dapat mengalahkan anak baju merah itu! Pada saat itu, tiba-tiba terdengar orang batuk dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang hwesio yang memelihara rambut. Hwesio ini kurus sekali dan wajahnya pucat, akan tetapi sepasang matanya mengeluarkan cahaya berapi. Semua hwesio yang berada di sini, termasuk Go-bi Sam-lojin, segera berlutut ketika melihat hwesio tua itu!
"Ang-ji, mundurlah."
Hwesio ini berkata dengan halus dan Ang-ji lalu melompat keluar dari kalangan pertempuran. Kong Lee menghela napas lega karena tadi berada dalam keadaan yang sulit sekali. Kalau sampai ia kalah oleh anak kecil itu, tentu ia merasa malu sekali akan tetapi kalau ia terpaksa melukainya, ia akan merasa menyesal, karena iapun merasa sayang kepada anak yang tinggi ilmu kepandaiannya itu. Kini ia menengok ke arah hwesio yang menyuruh Ang-ji mundur dan heranlah ia melihat betapa semua hwesio di situ berlutut di depan hwesio tua renta ini. Iapun lalu menjura dalam sekali untuk menyatakan hormatnya.
"Bagus, bagus! Si Pengemis tua kini telah memperoleh seorang murid yang baik. Sicu, kau telah berhasil menjunjung tinggi nama Liong-san-pai yang sesungguhnya tidak harus kalah oleh Go-bi-pai!"
Kemudian hwesio itu berkata kepada Ang-ji, anak merah itu,
"Ang-ji, lain kali kau jangan lancang tangan sebelum mendapat ijin dariku!" Kong Lee menjura lagi dan bertanya,
"Mohon dimaafkan jika teecu mengganggu kuil ini. Bolehkah kiranya teecu mengetahui nama locianpwe yang mulia dan siapa pulalah adik kecil ini?"
Hwesio tua itu tersenyum hingga mulutnya yang tak bergigi lagi itu tampak.
"Anak muda, pinceng bernama Liat Song Hosiang dan Ang-ji adalah anak baik yang melayani pinceng selama pinceng mengasingkan diri."
Terkejutlah Kong Lee mendengar ini. Suhunya pernah berpesan kepadanya bahwa jika ia naik ke Go-bi-san dan bertemu dengan seorang hwesio tua bernama Liat Song Hosiang, maka ia tidak boleh berlaku kurang ajar dan harus menyatakan hormatnya karena hwesio tua itu adalah ketua Go-bi-pai yang berkepandaian tinggi sekali dan menjadi sahabat Liong-san Lo-kai! Kong Lee tadi telah melihat kepandaian Ang-ji yang demikian tinggi, padahal Ang-ji hanyalah pelayan saja dari hwesio tua ini, maka dapat dibayangkan betapa hebatnya Liat Song Hosiang! Mengingat akan pesan suhunya, Kong Lee lalu menjatuhkan diri berlutut di depan hwesio itu dan berkata,
"Mohon locianpwe sudi memaafkan teecu yang telah berani berlaku kurang ajar."
"Ha, ha, Lo-kai ternyata pandai mendidik muridnya. Bangunlah, anak muda!"
Sambil berkata demikian, hwesio tua itu menggunakan tongkatnya yang melengkung untuk mengait pundak Kong Lee dan menariknya. Kong Lee maklum bahwa orang tua itu hendak mencoba kepandaiannya, maka ia mengerahkan lwee-kangnya dan tetap berlutut. Heran sekali, biarpun ia masih tetap berlutut, tapi pendeta tua itu berhasil mengangkat tubuhnya yang masih berlutut itu ke atas hanya dengan menyongkel perlahan dengan tongkatnya.
"Ha, ha, kau pandai sekali, anak muda. Pantas sekali menjadi murid kawan baikku."
Tiba-tiba hwesio tua itu berpaling kepada Go-bi Sam-lojin yang masih berlutut dan menahan sakit karena luka-luka mereka bekas tangan Kong Lee tadi.
"Kalian tiga orang tua yang seperti kanak-kanak! Biarlah hari ini menjadi pelajaran pahit bagi kalian agar lain kali suka menjaga diri dan menekan nafsu. Masih baik bahwa Liong-san Lo-kai mengirim muridnya hanya untuk memperlihatkan bahwa ilmu silat Liong-san-pai tidaklah serendah yang kalian anggap, dan sama sekali orang tua itu tidak menaruh dendam atas kematian muridnya yang dulu!"
Kemudian Liat Song Hosiang lalu berkata lagi kepada Kong Lee,
"Kalau kau bertemu dengan suhumu, sampaikan salamku kepadanya."
Setelah berkata demikian, hwesio tua itu lalu berjalan kembali ke ruang dalam, diikuti oleh Ang-ji Si Anak Baju Merah. Go-bi Sam-lojin lalu berdiri sambil menjura menyatakan maaf kepada Kong Lee. Setelah saling mengucapkan kata-kata merendah, Kong Lee mengajak Kim Nio meninggalkan tempat itu. Tapi gadis itu masih merasa gemas karena belum bertemu dengan Lauw Bin Tong yang dulu menantangnya supaya naik ke Go-bi-san. Nona ini lalu bertanya kepada Go-bi Sam-lojin,
"Sam-wi totiang, nohon tanya apakah benar-benar di sini tidak ada seorang muridmu bernama Lauw Bin Tong?"
Pendekar Tongkat Dari Liongsan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia lalu menuturkan betapa dulu ia pernah bertempur melawan orang she Louw itu yang menantangnya naik ke Go-bi-san.
"Entahlah, nona. Di sini benar-benar tidak ada orang she Louw itu. Barangkali di puncak lain di daerah ini masih ada rombongan lain yang mengaku sebagai perkumpulan cabang Go-bi, karena ketahuilah bahwa Go-bi-san adalah luas sekali dan banyak didiami orang-orang pandai."
Terpaksa Coa Kim Nio dengan kecewa sekali mengikuti Kong Lee turun gunung. Di sepanjang jalan Kim Nio tiada hentinya memuji kepandaian anak muda itu sehingga Kong Lee merasa bangga dan malu, akan tetapi di dalam hatinya ia merasa girang sekali mendapat pujian dari nona yang baik hati dan disayanginya ini. Ketika mereka tiba di bawah bukit, tiba-tiba dari depan datang seorang laki-laki menunggang kuda.
Kuda itu dilarikan cepat sekali, akan tetapi ketika penunggang kuda itu melihat Kim Nio, ia segera menahan kendali kudanya dan binatang itu tiba-tiba berhenti. Dari cara berhenti yang tiba-tiba ini, tahulah Kong Lee bahwa orang itu bukan orang sembarangan dan memiliki tenaga lwee-kang yang besar, kalau tidak demikian halnya, tidak mungkin ia dapat menghentikan lari kudanya secara demikian tiba-tiba. Laki-laki itu masih muda, usianya paling banyak tiga puluh tahun. Ia segera meloncat turun dari kuda dan menghampiri mereka. Sementara itu, ketika menengok kepada Kim Nio, Kong Lee melihat betapa gadis ini dengan muka pucat memandang kepada laki-laki itu dan jelas tampak bahwa gadis ini terkejut dan bingung sekali! Ketika laki-laki itu telah berada di depan mereka, ia lalu menuding muka Kim Nio dan berkata dengan keras,
"Hah! Perempuan tak tahu malu! Di manakah kau sembunyikan Ong Lui si manusia jahanam itu? Dan ini..."
Ia menuding kepada Kong Lee.
"Apakah kau sudah lari pula darinya dan ini adalah kekasihmu yang baru?"
Biarpun Kong Lee merasa betapa hebat penghinaan ini, namun tak dapat merasa marah karena tidak tahu akan maksud-maksudnya. Ia hanya memandang kepada Kim Nio yang mukanya menjadi merah sekali dan sebentar menjadi pucat kembali.
"Lu San! Jangan kauganggu aku karena sudah tidak ada hubungan apa-apa di antara kita. Kau pergilah!"
Kata Kim Nio dengan suara gemetar.
"Ha, ha, ha! Perempuan rendah! Perempuan hina! Kau takut kalau-kalau kekasihmu yang baru ini mengetahui segala rahasiamu yang kotor?"
"Lu San!"
Kim Nio berseru sambil mencabut pedangnya.
"Kau mau membunuh suamimu? Ha, ha. Lihat, kekasihmu sudah merasa curiga dan kalau ia sudah mengetahui segala perbuatanmu yang tidak tahu malu, tentu ia akan berbalik membencimu!"
"Bangsat yang ingin mampus!"
Tiba-tiba Kim Nio membentak dan menyerang. Akan tetapi laki-laki itu telah mencabut pedangnya juga dan menangkis dengan penuh kemarahan.
"Memang kita harus mengadu tenaga! Tapi aku takkan puas sebelum membunuh anjing Ong Lui itu lebih dulu dan kekasihmu yang kepucat-pucatan ini. Setelah kedua orang itu mampus baru aku akan membunuhmu!"
Sambil berkata demikian, laki-laki ini cepat mengelakkan sebuah serangan Kim Nio dan dengan gerakan tak terduga ia meloncat ke arah Kong Lee dan mengirim sebuah tusukan hebat ke dada pemuda itu! Tapi ia menemui batu! Dengan tenang sekali Kong Lee memiringkan tubuhnya, sekali ulur tangan saja ia berhasil merampas pedang itu. Bukan main terkejut laki-laki itu, karena sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa pemuda yang agaknya lemah ini ternyata demikian hebat!
"Celaka! Memang nasibku yang sial. Kekasihmu ini ternyata berkepandaian tinggi. Tapi betapapun tingginya kepandaiannya, ia tetap seorang rendah. Nah, kau mau bunuh aku, bunuhlah!"
Pada saat itu Kim Nio telah menyerang dengan sebuah tusukan ke arah lambung laki-laki itu, tapi Kong Lee cepat menangkis dengan pedang rampasan sehingga pedang di tangan Kim Nio hampir terlepas dari pegangannya!
"Tahan dulu, nona!"
Kata Kong Lee yang lalu menghadapi laki-laki itu.
"Dan kau, tahanlah sedikit lidahmu yang kotor itu! Kau datang-datang memaki orang sesukamu tanpa mau memberi penjelasan! Sebenarnya, siapa kau dan apa hubunganmu dengan nona ini?"
"Ha, ha, ha! Kim Nio, jadi kau belum memberitahukan kepadanya tentang keadaan dirimu yang kotor? Anak muda, kau tampan dan gagah serta ilmumu tinggi, tapi sayang kau bodoh sehingga mau saja ditipu oleh perempuan ini! Ketahuilah, dia adalah isteriku!"
Kong Lee terkejut sekali dan memandang muka Kim Nio meminta penjelasan, tapi wanita itu kini hanya menangis dan menggunakan kedua tangan menutupi mukanya yang cantik.
"Aku adalah Ting Lu San, suami wanita ini. Tapi isteriku yang rendah budi ini telah melarikan diri dengan seorang pemuda yang menjadi kawanku sendiri, yang bernama Ong Lui! Memang rendah sekali perbuatan mereka berdua! Bertahun-tahun, aku mencari-cari mereka dan tidak kusangka tiba-tiba bertemu di sini dengan anjing betina ini. Ternyata ia telah berganti kekasih pula!"
"Lu San, tutup mulutmu!"
Tiba-tiba Kim Nio meloncat menyerang lagi dan Kong Lee yang merasa sebal mendengar kata-kata Ting Lu San, lalu memberikan pedang yang tadi dirampasnya kepada Lu San. Lu San segera menyambut pedang itu dan menangkis serangan Kim Nio dan tak lama kemudian, suami isteri itu telah bertempur seru dan mati-matian! Kong Lee yang menderita pukulan batin, hanya berdiri melongo dan melihat pertempuran itu dengan kepala kosong. Ia merasa menyesal, kecewa, malu, dan marah. Gadis yang dicintainya ini, yang disangkanya seorang gadis baik-baik, cantik jelita, dan gagah perkasa, ternyata adalah seorang isteri yang melarikan diri dengan laki-laki lain!
Tapi betulkah ini? Ia harus mendengar sendiri dari Kim Nio dan memaksa gadis ini membuat pengakuan sejujurnya! Ketika ia menengok untuk melihat pertempuran itu, ternyata Coa Kim Nio telah mendesak Ting Lu San dengan hebat hingga laki-laki itu hanya mampu menangkis sambil mundur berputar-putar, menangkis dan mengelak menghindarkan diri dari serangan maut yang dilancarkan oleh Kim Nio dengan gemas! Melihat betapa laki-laki itu berada dalam keadaan berbahaya, walaupun ia mersa tidak berhak mencampuri urusan rumah tangga orang lain, namun karena ini menyangkut perkara jiwa, maka terpaksa Kong Lee bertindak. Ia melompat maju dan menggunakan tongkat bambunya menangkis pedang Kim Nio. Melihat betapa Kong Lee maju membantu laki-laki itu, Kim Nio mundur dan tahan pedangnya sambil berkata,
"Lim-taihiap, jangan kau mencampuri urusan ini dan biarkan aku membikin mampus laki-laki tak tahu malu ini!"
"Tidak bisa, Coa-lihiap, selama aku ada di sini, aku tidak bisa membiarkan saja orang membunuh tanpa sebab-sebab yang jelas!"
Sementara itu, Ting Lu San yang tak sanggup menghadapi Kim Nio, apalagi melihat bahwa di situ masih ada Kong Lee yang ulung, ia segera melompat ke atas kudanya dan pergi dari situ! Kong Lee berdiri berhadapan dengan Kim Nio dan memandang muka nona itu dengan mata tajam. Sementara itu, Kim Nio dengan air mata bercucuran berkata,
"Lim... koko... jangan kaupandang aku seperti itu... jangan kaupandang aku seperti itu..."
"Kalau kau menghendaki supaya hubungan kita tetap seperti semula, kau harus menceritakan segala hal mengenai peristiwa tadi!"
Kata Kong Lee dengan tandas. Tanpa menjawab, Kim Nio lalu berjalan dengan langkah lemas ke bawah sebatang pohon yang tumbuh di tepi jalan, diikuti oleh pandang mata Kong Lee yang tetap bersikap dingin. Kim Nio duduk di atas tanah di bawah pohon itu lalu melihat ke arah Kong Lee sambil berkata,
"Lim... taihiap, kalau kau ingin benar mengetahui halku, duduklah di sini."
Kong Lee menghampiri dan duduk di depan wanita itu, agak jauh dan tidak seperti biasanya.
Kemudian dengan kadang-kadang menggigit bibir, dan wajahnya sebentar pucat sebentar merah serta basah oleh air mata yang mengalir di sepanjang pipinya dan yang keluar dari kedua matanya yang merah dan memandang sayu, Coa Kim Nio menceritakan riwayatnya kepada Kong Lee yang mendengarkan dengan sikap masih dingin. Coa Kim Nio adalah anak tunggal dari hartawan Coa Keng di kota Tin-si-bun. Pada suatu hari ketika hartawan Coa membeli barang dagangan dari tempat lain dan membawanya ke kota Tin-si-bun, di tengah jalan barang-barangnya dirampok habis oleh para perampok hingga hartawan ini jatuh bangkrut dan miskin. Oleh karena ini, maka biarpun anaknya hanya seorang anak perempuan, tapi ayah Kim Nio lalu menyuruh anaknya belajar silat dari seorang hwesio di sebuah kelenteng, agar kelak dapat membalas sakit hatinya kepada para perampok itu.
Guru Coa Kim Nio adalah Beng An Hosiang, yang berilmu tinggi, tapi sayang sekali hwesio ini kurang baik perangainya. Selain Kim Nio, Beng An Hosiang masih mempunyai seorang murid lain, yakni Pauw Kian yang sebenarnya putera seorang perampok yang ingin melihat anaknya berkepandaian tinggi. Oleh karena mendapat guru yang berwatak buruk, pula karena suhengnya, yakni Pauw Kian, memang anak perampok, tentu saja Kim Nio juga terpengaruh oleh orang-orang sekelilingnya ini dan wataknya yang tadinya halus berubah kasar dan angkuh. Akan tetapi, ada sesuatu hal yang masih belum lenyap dari sanubari gadis itu, yakni baktinya terhadap orang tuanya. Biarpun ia telah memiliki kepandaian tinggi, namun Kim Nio tetap berbakti dan taat akan segala perintah orang tuanya.
Setelah gadis itu menjadi dewasa, ia berhasil membalaskan sakit hati ayahnya dengan mendatangi gerombolan perampok yang dulu merampok ayahnya dan ia bunuh mati beberapa orang pemimpinnya serta mengobrak-abrik sarangnya. Sejumlah besar harta para perampok itu dirampasnya dan diberikan kepada ayahnya sebagai pengganti kerugiannya dulu. Sementara itu, para anak buah perampok yang dikalahkan itu, merasa kagum sekali melihat kehebatan Kim Nio dan ketika mendengar bahwa Kim Nio adalah sumoi dari Pauw Kian yang pada waktu itu terkenal sebagai kepala rampok menggantikan ayahnya dan berjuluk Iblis Tangan Hitam, lalu mengangkat Kim Nio sebagai kepala mereka! Akan tetapi Kim Nio menolaknya dan ia membawa semua anak buah perampok itu menggabungkan diri dengan para perampok pimpinan suhengnya.
Adapun barang-barang yang ia rampas dari para perampok itu, telah berhasil membuat orang tuanya menjadi kaya kembali. Kemudian atas desakan orang tuanya, Kim Nio dikawinkan dengan seorang pemuda anak seorang berpangkat bernama Ting Lu San. Sebetulnya pada waktu itu, Kim Nio telah mempunyai seorang tunangan pilihannya sendiri, yakni seorang pemuda pembantu Pauw Kian yang berwajah tampan dan berkepandaian silat cukup tinggi. Akan tetapi ia tidak berani melawan kehendak orang tuanya, apalagi ketika diketahui bahwa Ting Lu San adalah seorang pemuda yang selain tampan dan terpelajar, juga mengerti ilmu silat cukup baik. Perkawinan dilangsungkan dengan meriah sekali karena hartawan Coa tidak sayang-sayang membuang uang dengan royal untuk merayakn pesta perkawinan anak tunggalnya.
Betapapun juga, watak Kim Nio yang sudah terpengaruh oleh watak orang-orang jahat dan tidak benar di sekelilingnya, membuat ia tak dapat mencinta suaminya walaupun suaminya itu sangat mengasihinya. Dengan diam-diam Kim Nio masih merindukan kekasihnya yang dulu, yakni Ong Lui pemuda pembantu suhengnya itu. Sebaliknya, dasar seorang perampok yang berani mati, Ong Lui secara berani sekali mendatangi rumah Ting Lu San dan memperkenalkan diri sebagai sahabat Kim Nio, Lu San adalah seorang yang mengerti ilmu silat dan ia telah tahu pula akan keadaan hidup orang-orang kang-ouw di mana tidak ada pantangan keras akan pergaulan berlainan kelamin. Ia maklum pula bahwa suheng dari isterinya yaitu Pauw Kian Si Iblis Tangan Hitam yang terkenal, maka ia menerima kedatangan Ong Lui dengan baik, terutama melihat betapa pemuda itu sopan dan tampan.
Karena seringnya Ong Lui mengunjungi rumahnya, lambat laun antara Lu San dan Ong Lui timbul persahabatan yang erat dan Lu San mulai mempercayai penuh sahabat barunya ini. Maka datanglah malapetaka menimpa orang tua Kim Nio! Di antara barang-barang rampasan yang diambil oleh Kim Nio dari sarang perampok, terdapat barang-barang perhiasan seorang pembesar tinggi yang dulu dirampok. Tentu saja Hartawan Coa tidak mengetahui hal ini dan karena ia merasa bangga akan barang-barang berharga yang memang indah itu, tiap kali ada kawan jauhnya datang, ia selalu mengeluarkan barang-barang itu dan memamerkannya. Pada suatu hari datanglah seorang kawannya dari kota raja mengunjunginya untuk urusan dagang. Seperti biasa, Hartawan Coa memamerkan barang-barang perhiasan itu yang membuat tamunya kagum sekali.
Akan tetapi, diam-diam tamu ini merasa kaget sekali melihat bahwa barang-barang perhiasan itu adalah milik seorang pembesar tinggi yang menjadi kawannya di kota raja dan yang dulu telah terampas oleh perampok. Tapi bagaimana sampai barang-barang itu jatuh ke dalam tangan Hartawan Coa ini? Diam-diam, setelah kembali ke kota raja ia lalu memberitahukan hal itu kepada pembesar tinggi pemilik barang-barang itu. Alangkah marahnya pembesar itu. Ia lalu mempergunakan pangkatnya untuk memerintah pembesar setempat menangkap Hartawan Coa dan menyita semua harta bendanya! Dan setelah diperiksa, selain barang-barang pembesar tinggi itu, terdapat pula barang-barang berharga dari orang-orang yang dulu dirampok hingga mereka lalu datang pula mengajukan dakwaan terhadap Hartawan Coa!
"Tentu dia seorang pemimpin perampok, lihat saja. Anak gadisnyapun seorang yang pandai ilmu silat!"
Kata seorang di antara para pendakwa yang mengenali barang masing-masing. Kemudian, Hartawan Coa dan isterinya ditangkap dan Hartawan Coa dijatuhi hukuman mati, sedangkan isterinya yang merasa malu sekali lalu membunuh diri dengan membenturkan kepalanya sampai pecah di tembok penjara!
Coa Kim Nio merasa marah dan sedih sekali, tapi apa dayanya menghadapi putusan pembesar dan pemerintah? Ia lalu mengajak suaminya lari ke dalam hutan minta perlindungan Pauw Kian. Karena selain kuatir terbawa-bawa dan mungkin juga ditangkap pula, Kim Nio dan suaminya juga merasa malu sekali atas terjadinya peristiwa itu. Kim Nio menjadi demikian berduka seingga ia jatuh sakit sampai dua bulan lebih. Ia merasa berdosa sekali karena menganggap bahwa orang tuanya binasa karenanya! Ia lalu bersumpah untuk memusuhi pemerintah yang menghukum kedua orang tuanya sehingga semenjak hari itu ia membantu pekerjaan Pauw Kian merampok! Suaminya Ting Lu San, tidak menyetujui cara hidup semacam ini, tapi apa dayanya?
Isterinya memang tak pernah mau menurut segala nasihatnya, sedang ia sangat cinta kepada Kim Nio. Kehidupan di dalam rimba ini membuat Kim Nio mendapat kesempatan lebih banyak untuk bertemu dengan Ong Lui bekas kekasihnya, dan iman wanita yang lemah ini tergoda dan gugur oleh bisikan setan. Ia makin benci kepada Ting Lu San suaminya dan cintanya terhadap Ong Lui makin mendalam! Dan pada suatu hari, kedua orang yang hatinya telah dikuasai iblis itu, melarikan diri dari tempat itu sambil membawa semua barang-barang berharga. Bukan main marah dan malunya Ting Lu San ketika melihat betapa isterinya melarikan diri dengan laki-laki lain! Hampir saja ia menjadi gila karenanya! Ia lalu meninggalkan sarang Pauw Kian dan pergi belajar silat lagi sampai pandai, karena niatnya hanya ingin mencari kedua orang itu untuk dibunuhnya!
Cintanya terhadap Kim Nio telah berubah menjadi kebencian yang hebat. Coa Kim Nio yang hatinya telah dikuasai iblis, melarikan diri dengan Ong Lui dan menuju ke selatan. Akan tetapi, beberapa bulan kemudian, terbukalah matanya dan tahulah ia bahwa Ong Lui bukanlah laki-laki yang menjadi idaman hatinya. Bukanlah laki-laki yang betul-betul mencintanya karena cinta laki-laki itu palsu belaka. Pada suatu malam, Ong Lui meninggalkan dia sambil membawa semua barang-barang yang dulu mereka bawa kabur! Bukan main marah Kim Nio melihat bahwa dirinya yang sudah berkorban meninggalkan suami itu ternyata hanya mengorbankan diri untuk seorang penipu jahat! Ia lalu mencari-cari Ong Lui dan mengejarnya dan beberapa lama kemudian berhasillah dia mengejar pemuda itu dan membunuhnya!
Setelah itu, Kim Nio lalu merantau ke mana-mana dan pengalamannya menjadi luas sekali, tapi hatinya menjadi dingin. Adakalanya ia kembali kepada Pauw Kian, suhengnya yang telah memaafkannya karena pergi membawa barang-barang berharga itu. Sambil menangis Kim Nio menuturkan kepada suhengnya akan segala riwayatnya dan walaupun Pauw Kian berhati keras, namun ia memang sayang kepada Kim Nio dan menganggapnya sebagai adik sendiri. Pada waktu Kim Nio tidak pergi merantau, ia tentu membantu pekerjaan suhengnya ini. Karena kepandaian Kim Nio memang tinggi, maka Pauw Kian menganggapnya sebagai tangan kanannya dan dalam waktu yang singkat saja barang-barang yang diperoleh wanita itu dalam perampokannya sudah jauh melebihi harga barang-barang yang dulu dibawanya lari.
Demikianlah riwayat Kim Nio sampai ia bertemu dengan Kong Lee dan hatinya yang tadinya telah tertutup rapat dan seakan-akan mati itu menjadi terbuka kembali dan ia jatuh cinta kepada pemuda yang sopan dan gagah perkasa itu. Setelah mendengar riwayat Kim Nio yang diceritakan oleh gadis itu sendiri dengan air mata bercucuran, Kong Lee merasa muak dan benci sekali. Ia menganggap bahwa Kim Nio adalah seorang wanita yang tak tahu malu dan tersesat jauh sekali. Biarpun merasa sangat kasihan mendengar nasib Kim Nio yang menyedihkan, namun hatinya yang masih panas merasa jijik melihat segala perbuatan yang dianggapnya tidak pantas dan tidak layak dilakukan oleh seorang isteri. Cintanya terhadap nona baju hija itu menjadi lenyap, berganti dengan rasa muak dan jijik. Setelah Kim Nio selesai bercerita, Kong Lee berdiri dan berkata dengan wajah dingin.
"Siapa menanam pohon, dia sendiri memetik buahnya. Kau telah menanam banyak pohon dosa, maka kau harus memikul hukumannya sendiri. Nah, selamat berpisah!"
Kong Lee lalu membalikkan tubuh dan melompat terus lari dari situ.
"Lim-taihiap... Kong Lee... tunggu... jangan tinggalkan aku..."
Kim Nio menjerit dan mengeluh sambil mengejar secepatnya, akan tetapi karena ilmu gin-kangnya masih jauh berada di bawah tingkat kepandaian Kong Lee, tak lama kemudian bayangan pemuda itu lenyap dari pemandangannya. Kim Nio menjatuhkan diri di atas tanah sambil menangis tersedu-sedu.
"Aku... aku cinta padamu..."
Demikian keluhnya dengan hati perih dan kalbu remuk redam. Kemudian ia menetapkan hatinya dan lari menyusul secepatnya. Ia maklum bahwa kepandaian pemuda itu jauh lebih tinggi dari kepandainnya sendiri dan bahwa tak mungkin baginya untuk dapat mengejar pemuda yang hebat itu, namun ia mengambil ketetapan untuk mencari pemuda itu sampai dapat dan minta belas kasihannya! Sementara itu, dengan hati gemas dan kecewa sekali, Kong Lee lari meninggalkan Kim Nio dan dengan berkeras hati ia mengambil keputusan takkan menjumpai lagi wanita itu selama hidupnya! Ia ingin cepat-cepat kembali ke kota raja untuk bertemu dengan ibunya, akan tetapi karena pikirannya terganggu oleh keadaan Kim Nio, wanita yang mendatangkan cinta pertama dalam hatinya itu, maka tanpa terasa lagi Kong Lee tersesat jalan dan masuk ke dalam sebuah hutan yang sangat liar!
Ketika melihat betapa hutan itu sangat liar dan tidak terdapat jalan di situ, Kong Lee berhenti sebentar dengan ragu-ragu. Dan pada saat itu ia melihat seorang tua sambil tertawa haha-hihi duduk di atas sebatang cabang pohon, tak jauh dari tempat ia berdiri. Orang itu berusia kurang lebih empat puluh tahun dan pakaiannya aneh sekali, karena terbuat dari bermacam-macam kain yang disambung-sambung menjadi satu, padahal kain itu semuanya masih baru! Dengan demikian maka pakaian itu boleh dibilang masih baru dan baik sekali, sedang kembangnya luar biasa, beraneka ragam tidak keruan. Dan yang lebih aneh lagi, orang tua itu sedang nongkrong di atas sebatang cabang sambil memakan sepotong paha burung yang mentah! Kong Lee terkejut dan heran sekali mengapa ada orang begitu aneh! Ia lalu memberi hormat dan bertanya,
"Lo-peh yang terhormat, mohon tanya hutan ini hutan apakah namanya dan manakah jalan yang menuju ke Bi-ciu?"
Tiba-tiba empek yang aneh itu tertawa terbahak-bahak dan terus saja makan daging mentah itu dengan enaknya. Setelah daging itu bersih tinggal tulangnya saja, ia lemparkan tulang itu ke bawah dan tulang itu menancap ke dalam tanah dan terus masuk ke dalam! Kong Lee makin terkejut melihat bahwa orang ini ternyata memiliki tenaga lwee-kang yang tinggi juga! Tiba-tiba empek itu lalu melayang turun dengan gerakan yang aneh tapi ringan dan tahu-tahu telah berdiri di depan Kong Lee sehingga sekali lagi pemuda ini terperanjat. Gin-kang empek inipun hebat sekali. tak disangkanya bahwa di tempat yang sunyi mati ini ia bertemu dengan orang yang demikian aneh dan berkepandaian tinggi.
"Kau mau tahu nama hutan ini?"
Kakek itu bertanya dengan suara parau.
"Ha, ha, ha! Ini namanya Hutan Selaksa Siluman! Dan kau tanya jalan? Aku hanya tahu jalan ke neraka untukmu! Ha, ha, ha!"
Sehabis berkata demikian, orang aneh itu lalu menubruk maju dan memukul dada Kong Lee dengan hebat! Tentu saja Kong Lee merasa heran dan marah. Ia mengelak cepat dan membentak,
"He, kau ini orang apa? Datang-datang menyerang orang lain, apa kau gila?"
"Ha, ha, ha! Kau sendiri yang gila memaki orang lain gila! Ha ha!"
Orang yang berotak miring itu kembali menyerang.
Terpaksa Kong Lee melayani dengan hati-hati dan sungguh-sungguh ternyata ilmu berkelahi orang gila ini sungguh-sungguh hebat. Pukulan-pukulannya tampaknya tidak keruan dan dilakukan dengan menyeruduk saja bagaikan kerbau gila, akan tetapi di dalam kekacauannya itu tersembunyi dasar ilmu silat yang sulit sekali dilawan. Selain ilmu silatnya yang aneh, ternyata orang gila itupun memiliki lwee-kang dan gin-kang cukup tinggi dan hanya sedikit kalah oleh Kong Lee. Oleh karena itu, agak sukar juga baginya untuk menjatuhkannya! Telah lama sekali mereka bertempur, lebih dari dua ratus jurus namun Kong Lee tetap tak dapat mengalahkan orang gila itu, karena ia kalah nekad! Akhirnya terpaksa Kong Lee mencabut tongkat bambunya dan tanpa malu-malu lagi ia gunakan senjata ini untuk menghadapi Si Gila.
"Ha, ha, ha! Hayo kuantar kau ke neraka!"
Orang gila itu berkali-kali berkata dan tertawa menyeramkan. Kini melihat betapa anak muda itu memegang sebatang tongkat, ia makin merasa geli agaknya, karena ketawanya makin sering dan keras.
Ia tidak peduli bahwa lawannya telah bersenjata, dan ia terus maju dan menyerang dengan sengit dan hebat. Kong Lee lalu mengeluarkan ilmu tongkatnya Liong-san Koai-tung-hwat yang hebat, dan betul saja, orang gila itu menjadi terdesak dan beberapa kali kena pukul dengan tongkat sehingga orang gila itu berteriak-teriak menangis dan tertawa berganti-ganti sehingga terdengar menyeramkan sekali. bahkan sewaktu-waktu ia mengeluarkan geraman-geraman seperti seekor binatang buas. Kong Lee memang tidak berniat membunuhnya atau melukainya, maka ia hanya menggunakan tongkatnya untuk menghajar saja agaar Si Gila itu mau tunduk. Akhirnya, karena tidak kuat melawan ilmu tongkat Kong Lee yang terlalu hebat baginya itu, Si Gila lau berteriak-teriak keras dan lari masuk ke dalam hutan! Kong Lee hendak mengejar, tapi pada saat itu terdengar suara wanita berseru,
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Naga Merah Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo