Ceritasilat Novel Online

Rajawali Lembah Huai 17


Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo Bagian 17



"Tidak!"

   Kata Bouw Kongcu.

   "Kami berjanji tidak akan mengejarmu lagi kalau kau membebaskan adikku."

   "Hemm, siapa dapat mempercayai omongan penjajah? Dengan puteri ini di tanganku, aku akan aman, tak seorangpun berani mengganggu. Kalian pergilah, dan setelah aku yakin benar kalian tidak dapat mengejarku, baru aku akan membebaskan gadis ini."

   Empat orang itu saling pandang dengan Bouw Ku Cin. Pemuda itu tidak melihat jalan lain untuk menyelamatkan adiknya. Kalau mereka menggunakan kekerasan, iblis itu tentu akan membunuh Mimi dan mereka tidak akan mampu berbuat sesuatu untuk mencegahnya.

   "Baik, Tay-lek Kwi-ong. Kami akan pergi. Akan tetapi, aku bersumpah. Kalau engkau tidak membebaskan adikku dan kalau engkau mengganggunya, aku akan mengerahkan pasukan untuk mencarimu sampai dapat!"

   Setelah mengeluarkan ancaman itu, Bouw Ku Cin mengajak empat orang pengawal meninggalkan kakek itu yang segera melanjutkan perjalanan sambil memondong tubuh Mimi. Setelah melakukan perjalanan lebih dari dua jam, baru dia membebaskan totokan pada tubuh gadis itu dan menurunkannya.

   "Hayo jalan. Kau ikut aku dan kalau engkau tidak banyak membantah, aku tidak akan mengganggumu!"

   "Tapi, bukankah engkau sudah berjanji kepada kakakku untuk membebaskan aku?"

   Bantah Mimi.

   "Ha-ha-ha, kalian yang untung dan aku yang rugi kalau kubebaskan engkau. Selama engkau bersamaku, siapa berani menggangguku? Ha-ha-ha, hayo jalan!"

   "Tidak! Kau... kau mengingkari janji. Engkau pembohong, penipu!"

   Dengan berani Mimi lalu menerjang. Akan tetapi, tubuhnya masih terasa kaku karena selama dua jam lebih tidak mampu bergerak, maka dalam beberapa gebrakan saja ia sudah roboh terkena tamparan pada pundaknya.

   "Hemm, lebih baik engkau tidak banyal membantah kalau tidak ingin tersiksa!"

   Kata Tay-lek Kwi-ong.

   "Aku hendak kaubawa ke mana?"

   "Tidak perlu bertanya, ikut saja,"

   Kata kakek itu sambil menyeringai.

   "Aku bukan orang tolol, tidak akan membahayakan diriku dengan mengganggumu. Akan tetapi, untuk menyelamatkan diriku, aku tidak segan untul menyiksa atau membunuhmu. Kalau engkau mentaatiku, kita sama-sama aman dan selamat."

   Mimi bukan seorang gadis bodoh. Ia harus bersabar. Selama iblis tua ini tidak mengganggunya ia akan bersikap tunduk dan taat sambil mencari kesempatan untuk melarikan diri. Demikianlah, ia menurut ketika disuruh berjalan dan ia tidak pernah membantah. Sore hari itu mereka memasuki sebuah rumah makan di dusun Ki-ciu, dusun yang besar dan ramai di Lembah Sungai Huai. Mereka mengambil tempat duduk di meja paling ujung. Tay-lek Kwi-ong duduk menghadap keluar agar selain dapat mengawasi gadis itu, diapun dapat mengawasi orang-orang yang datang dari luar karena dia masih curiga kalau-kalau para perwira dari Nan-king membayanginya.

   Seorang pelayan yang memakai topi kain menghampiri mereka. Pelayan itu menundukkan mukannya, akan tetapi Mimi dapat menangkap sinar mata tajam penuh selidik ditujukan kepadanya. Sejak ia dipaksa mengikuti Tay-lek Kwi-ong, ia sengaja menggosok kedua pipinya sehingga warna kecoklatan buatan itu luntur dan nampak kedua pipinya putih kemerahan, juga ia tidak lagi menggunakan suara pria, melainkan menggunakan suaranya sendiri. Hal ini ia lakukan agar semua orang tahu bahwa ia seorang wanita dan karena ia menggunakan pakaian pria, maka keadaan dirinya tentu akan menimbulkan perhatian orang lain.

   Ketika pelayan itu dengan sikap hormat bertanya masakan apa yang hendak dipesan, Tay-lek Kwi-ong menyebutkan nama beberapa masakan dan minta disediakan arak, kemudian sambil lalu dia bertanya kepada Mimi.

   "Engkau hendak makan apa?"

   Dengan suaranya yang merdu tapi lantang, Mimi menjawab.

   "Aku tidak mau makan!"

   Sepasang alis mata yang tebal itu berkerut dan pandang mata itu penuh kemarahan.

   "Sejak tadi engkau tidak makan tidak minum, engkau tidak lapar."

   "Biar aku mati kelaparan, lebih baik!"

   Kata pula Mimi dengan ketus. Ia melirik dan hatinya senang melihat betapa sikap dan ucapannya ternyata membuat pelayan itu seperti orang tercengang keheranan. Tay-lek Kwi-ong mendongkol bukan main. Sungguh akan merupakan perjalanan yang amat menjengkelkan sekali kalau tawanannya bersikap seperti ini.

   "Anak bandel, kaukira aku tidak mampu menjejalkan makanan ke dalam perutmu?"

   Bentaknya dan kepada pelayan dia berkata.

   "Sudah, cukup itu saja pesananku dan cepat keluarkan!"

   Karena ia sendiri memang merasa lapar dan tidak ingin mati kelaparan, dan sikap dan kata-katanya tadi hanya dimaksudkan untuk menarik perhatian orang, ketika hidangan dikeluarkan, Mimi mau juga makan sehingga hati Tay-lek Kwi-ong merasa lega.

   "Nah, begitulah. Jadi kita tidak saling menyusahkan,"

   Katanya.

   Setelah mereka keluar dari dusun Ki-ciu, Mimi berhenti melangkah dan bertanya.

   "Sebetulnya engkau hendak membawaku ke manakah?"

   "Tidak perlu kau mengetahui."

   "Kalau tidak diberi tahu, aku tidak akan sudi berjalan!"

   "Hemm, dan engkau lebih suka kuseret atau kutotok lalu kupanggul seperti tadi?"

   Sebelum Mimi menjawab, terdengar suara gaduh dan dari pintu gerbang dusun itu keluar berlarian belasan orang. Pelayan muda yang agak jangkung tadi berlari di depan dan begitu mereka berhadapan dengan Tay-lek Kwi-ong dan Mimi, pelayan itu berseru.

   "Inilah orangnya yang menculik gadis itu!"

   Tay-lek Kwi-ong memandang marah.

   "Mulut busuk! Siapa menculik gadis? Ini adalah anakku sendiri! Kalian mau apa?"

   Semua orang tertegun, juga si pelayan yang tadi memberitahu bahwa ada orang menculik seorang gadis yang dipaksanya makan seperti yang didengarnya dari percakapan mereka tadi.

   Selagi semua orang kebingungan mendengar bahwa gadis berpakaian pria itu adalah anak kakek yang disangka penculik, Mimi sudah berteriak.

   "Aku bukan anaknya dan dia memang menculik aku! Dia penjahat besar, tolonglah aku!"

   Setelah berkata demikian, Mimi sudah menerjang dan menyerang dengan pukulan ke arah dada Tay-lek Kwi-ong.

   Kakek ini menjadi marah sekali dan dia menangkis sambil mengerahkan tenaga sehingga tubuh gadis itu terhuyung. Sebuah tendangan mengenai lambungnya dan Mimi terpelanting pingsan. Tay-lek Kwi-ong sudah marah dan ingin membunuh Mimi yang tadinya akan dijadikan sandera agar dia tidak dikejar pasukan. Akan tetapi, ketika dia meloncat ke depan untuk mengirim pukulan terakhir, tiba-tiba sesosok bayangan menyambar dan ada angin yang kuat sekali meluncur ke arah dirinya. Tay-lek Kwi-ong terkejut dan cepat menangkis. Dua buah lengan bertemu dan Tay-lek Kwi-ong terdorong ke belakang. Dia terkejut dan memandang. Ternyata yang menyerangnya adalah si pelayan jangkung tadi. Kini pelayan itu tidak mengenakan topinya dan memandang kepadanya dengan sinar mata mencorong.

   "Tay-lek Kwi-ong, sungguh tidak kusangka seorang tokoh seperti engkau melakukan perbuatan rendah, menculik seorang gadis!"

   Kata pemuda itu.

   "Kau... kau Cu Goan Ciang...!"

   Tay-lek Kwi-ong berseru. Seorang di antara mereka yang kini mengepungnya berkata lantang.

   "Tay-lek Kwi-ong, dia adalah Beng-cu, engkau jangan bersikap kurang ajar!"

   Tay-lek Kwi-ong tertawa bergelak.

   "Beng-cu? Ha-ha-ha, aku baru mau mengakuinya sebagai Beng-cu kalau dia mampu menandingi dan mengalahkan aku!"

   Cu Goan Ciang yang sedang menghimpun kekuatan memang seringkali menyamar untuk menghubungi orang-orang gagah di dunia kang-ouw dan sekali ini dia menyamar sebagai seorang pelayan dari rumah makan yang memang khusus didirikan untuk menghubungi orang-orang kang-ouw yang kebetulan lewat di situ.

   Ketika tadi Tay-lek Kwi-ong memasuki rumah makan bersama seorang gadis yang menyamar sebagai seorang pria, dia terkejut dan timbul kecurigaannya, apa lagi ketika melihat sikap dan mendengar ucapan gadis itu. Akan tetapi, Goan Ciang tidak melakukan sesuatu karena dia tidak ingin menimbulkan keributan di dalam dusun itu. Setelah Tay-lek Kwi-ong dan gadis itu meninggalkan rumah makan, dia lalu mengajak beberapa orang anak buahnya dan melakukan pengejaran sampai ke luar dusun. Kini, mendengar ucapan Tay-lek Kwi-ong, Goan Ciang melangkah maju dan berkata dengan sikap tenang namun berwibawa.

   "Tay-lek Kwi-ong, sikapmu ini bukan sikap seorang gagah. Engkau ikut dalam pemilihan Beng-cu dan engkau sudah kalah, sudah mengundurkan diri. Semua orang kang-ouw mengetahui bahwa akulah yang menang dan terpilih, kenapa engkau sekarang bersikap seperti ini? Dan engkau sudah menculik seorang gadis. Akuilah kekalahanmu dan bebaskan gadis itu dan kami akan menerimamu sebagai seorang kawan seperjuangan."

   "Cu Goan Ciang, aku mengaku bahwa aku gagal dalam pemilihan Beng-cu. Akan tetapi, dalam pemilihan itu aku dikalahkan oleh Thian Moko, bukan olehmu. Maka, kalau engkau ingin aku mengakui kau sebagai Beng-cu, kalahkan aku dulu! Kalau tidak, lebih baik engkau pergi dan jangan mencampuri urusanku dengan gadis itu."

   "Beng-cu, kiranya tidak perlu melayani si sombong ini! Biar kami yang akan menghajarnya,"

   Kata beberapa orang pembantu Goan Ciang yang mengepung tempat itu.

   Akan tetapi sambil tersenyum Goan Ciang mengangkat tangan ke atas mencegah mereka. Dia melihat dalam diri Tay-lek Kwi-ong seorang pembantu yang dapat diandalkan. Memang orangnya kasar dan tinggi hati, akan tetapi kalau dapat ditundukkan, dengan ketinggian hatinya tentu akan dapat menjadi seorang pembantu yang tidak mau kalah dalam membuat jasa oleh para pembantu lainnya.

   "Baiklah, Tay-lek Kwi-ong, aku akan melayanimu untuk menentukan siapa yang lebih unggul di antara kita."

   Tentu saja jawaban Cu Goan Ciang ini sudah dia perhitungkan baik-baik. Cu Goan Ciang seorang yang amat cerdik dan ahli siasat maka dia telah yakin bahwa dia pasti akan mampu menundukkan raksasa ini, yang pernah dilihat sepak terjangnya ketika bertanding melawan Thian Moko tempo hari. Kalau dia tidak yakin, tentu dia tidak akan mempertaruhkan kedudukannya sebagai Beng-cu.

   "Bagus! Akan tetapi, pertandingan ini harus diimbali taruhan yang cukup berharga. Kalau engkau kalah olehku, maka kedudukan Beng-cu harus diserahkan kepadaku!"

   Mendengar ini, para pembantu Cu Goan Ciang menjadi marah dan mereka sudah bersungut-sungut. Akan tetapi Cu Goan Ciang menyabarkan mereka dengan mengangkat tangan, lalu sambil tersenyum dia bertanya kepada raksasa itu.

   "Tay-lek Kwi-ong, kalau aku mempertaruhkan kedudukanku, tentu engkau juga mau mempertaruhkan sesuatu, bukan?"

   "Aku mempertaruhkan nyawaku! Kalau aku kalah, engkau boleh membunuhku!"

   Kata raksasa yang berwatak keras itu.

   "Tidak, Kwi-ong. Kalau aku kalah, engkau boleh menjadi Beng-cu, akan tetapi kalau engkau yang kalah, engkau harus menjadi pembantuku, bersama kami ikut berjuang menentang penjajah! Selain itu, aku ingin agar engkau membebaskan wanita itu."

   "Cu Goan Ciang, kalau aku kalah, aku akan menjadi pembantumu terbaik, dan aku akan mempersembahkan gadis itu kepadamu sebagai tanda takluk."

   Cu Goan Ciang mengerutkan alisnya.

   "Aku tidak butuh wanita!"

   Bentaknya. Dia sudah mempunyai Tang Hui Yen sebagai calon isteri, bagaimana dia mau menerima persembahan seorang gadis lain? "Ha-ha-ha, engkau tidak tahu siapa gadis itu. Ia adalah puteri Menteri Bayan!"

   "Ahhh...!!"

   Cu Goan Ciang dan para pembantunya berseru kaget dan Cu Goan Ciang lalu berkata kepada para pembantunya.

   "Jaga baik-baik gadis itu, jangan sampai ia melarikan diri dan perlakukan ia dengan hormat dan baik!"

   "Nah, bersiaplah engkau untuk menandingiku!"

   Bentak Tay-lek Kwi-ong dan dia sudah mencabut golok besarnya dan memasang kuda-kuda di depan Cu Goan Ciang.

   Cu Goan Ciang menyilangkan sebatang ranting kayu sebesar lengan di depan dada dengan tangan kiri terbuka jari-jarinya membentuk cakar rajawali. Dia telah mengombinasikan ilmu silat Sin-tiauw ciang-hoat (Silat Rajawali Sakti) dan ilmu Hok-mo-tung (Tongkat Penakluk Iblis). Melihat lawannya hanya mempergunakan sebatang ranting sebagai senjata, Tay-lek Kwi-ong menjadi marah karena merasa dipandang rendah.

   "Engkau mencari mampus!"

   Bentaknya dan goloknya menyambar ganas, mendatangkan angin bersiutan dan nampak sinar terang menyambar-nyambar.

   Namun, dengan lincahnya Goan Ciang menghindarkan diri dan langsung saja ujung tongkatnya membalas dengan totokan ke arah ketiak kanan, sedangkan tangan kiri yang membentuk cakar itu mencengkeram ke arah kepala sebagai serangan susulan. Raksasa brewok itu meloncat ke belakang menghindarkan diri sambil memutar goloknya, kemudian menyerang lagi dengan dahsyat. Bagaimanapun juga, dia merasa penasaran kalau tidak mampu mengalahkan pemuda itu. Dia memang pernah kalah oleh Thian Moko dan hal itu tidak membuat dia penasaran karena Thian Moko adalah seorang datuk yang memiliki nama besar di dunia persilatan. Akan tetapi Cu Goan Ciang? Hanya seorang pemuda yang baru saja muncul di dunia kang-ouw walaupun namanya amat terkenal karena dia menjadi buruan pemerintah.

   Pertandingan itu berlangsung dengan seru, membuat para anak buah Cu Goan Ciang merasa kagum sekali. Sementara itu, Mimi juga sudah siuman dari pingsannya dan melihat betapa penculiknya bertanding melawan seorang pemuda jangkung yang dikenalnya sebagai pelayan dalam rumah makan tadi, ia tertegun penuh keheranan. Pemuda pelayan itu ternyata mampu menandingi Tay-lek Kwi-ong! Ia tadinya ingin melarikan diri melihat penculiknya sedang sibuk bertanding, akan tetapi melihat betapa pemuda itu sama sekali tidak terdesak, bahkan nampak Tay-lek Kwi-ong yang makin lama semakin repot dan hanya main mundur, ia menjadi ingin tahu dan ingin melihat penculiknya itu dikalahkan orang.

   Pula, para anak buah Cu Goan Ciang hanya mengawasinya, tidak mengepung secara menyolok sehingga Mimi sama sekali tidak mengira bahwa andai kata ia melarikan diri, ia tentu akan dihalangi oleh mereka. Tay-lek Kwi-ong semakin penasaran, akan tetapi juga mulai timbul rasa kagum dalam hatinya. Pemuda ini ternyata memang lihai bukan main. Biarpun senjatanya hanya sebatang ranting, akan tetapi dia sama sekali tidak mampu mendesak pemuda itu, bahkan beberapa kali dia terkena totokan ujung tongkat. Biarpun dia sudah melindungi tubuhnya yang kuat dengan kekebalan, tetap saja totokan itu membuat tubuhnya tergetar dan hampir saja dia roboh. Namun, dia masih merasa penasaran. Kalau pemuda itu belum dapat merobohkannya, dia tidak akan dapat merasa yakin bahwa dia membantu seorang yang benar-benar tangguh.

   "Hyaaattt...! Sing-sing-singgg...!!"

   Goloknya kini menyerang bertubi-tubi dengan bacokan beruntun. Bacokan itu terus berkelanjutan dari kiri ke kanan lalu membalik ke kiri dan membalik lagi. Cepat bukan main dan mengandung kekuatan dahsyat sehingga kalau bacokan itu mengenai tubuh lawan, tentu tubuh itu akan terbabat putus menjadi dua potong! Akan tetapi tiba-tiba dia terkejut bukan main karena tubuh lawan tiba-tiba lenyap. Dia hanya melihat bayangan seperti seekor burung saja melayang terbang ke atas. Sebelum hilang kagetnya, Cu Goan Ciang yang mempergunakan jurus dari Sin-tiauw ciang-hoat itu telah berada di belakang tubuh lawan, meluncur dari atas, tongkatnya menotok siku kanan lawan dan tangan kirinya mencengkeram pundak kiri lawan. Tay-lek Kwi-ong tidak sempat mengelak. Goloknya terlepas dari tangan kanan yang tiba-tiba menjadi lumpuh, dan pundak kirinya terkena cengkeraman yang membuat dia berteriak kesakitan. Ketika Goan Ciang menarik keras, tubuh kakek raksasa itu tidak mampu bertahan lagi dan diapun roboh terpelanting keras! Terdengar tepuk tangan.

   "Bagus, bagus, hantam saja! Tay-lek Kwi-ong itu penjahat besar yang kejam. Bunuh dia!"

   Yang bersorak itu adalah Mimi.

   Tay-lek Kwi-ong bangkit dan menyeringai karena pundaknya terasa nyeri. Dia mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada Cu Goan Ciang dan berkata dengan lantang.

   "Mulai saat ini, aku Tay-lek Kwi-ong menyatakan takluk dan siap membantu Beng-cu!"

   Cu Goan Ciang tersenyum, merasa girang bahwa dia telah dapat menundukkan raksasa ini yang dapat diandalkan tenaganya dalam perjuangannya melawan penjajah. Akan tetapi Mimi terkejut dan heran mendengar ucapan raksasa itu. Pelayan rumah makan itu disebut Beng-cu! Pada hal, ia pernah mendengar bahwa yang terpilih menjadi Beng-cu di dunia kang-ouw adalah Cu Goan Ciang, orang yang dikenal sebagai buruan pemerintah! Saking heran dan ingin tahunya, Mimi melangkah maju dan memandang kepada pemuda pelayan rumah makan itu penuh perhatian, mengamati dari atas ke bawah dengan terheran-heran. Memang seorang pemuda yang gagah pikirnya, tinggi tegap dan tubuhnya tegak seperti seekor burung rajawali, matanya mencorong penuh wibawa. Akan tetapi pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang pelayan!

   "Apakah engkau ini... yang bernama Cu Goan Ciang??"

   Cu Goan Ciang tersenyum dan mengangguk.

   "Benar, Bouw Siocia, dan kami harap engkau suka ikut dengan kami sebagai tamu kami."

   Mimi membelalakan matanya. Ia tadi belum siuman dari pingsannya ketika Tay-lek Kwi-ong menceritakan kepada Cu Goan Ciang bahwa ia adalah puteri Menteri Bayan.

   "Kau... bagaimana bisa tahu..."

   "Nona, mulai saat ini aku telah menjadi pembantu Beng-cu dan engkau menjadi tawanan Beng-cu,"

   Kata Tay-lek Kwi-ong.

   "Tidak! Aku tidak sudi!"

   Kata Mimi dengan marah. Bagaimana mungkin ia membiarkan dirinya menjadi tawanan pemimpin pemberontak yang menjadi orang buruan pemerintah? "Bouw Siocia, kami berjanji tidak akan bertindak kasar kalau engkau suka menyerah dengan baik-baik. Percayalah, kami tidak akan mengganggumu, hanya menawanmu sebagai tamu kami demi kepentingan perjuangan kami,"

   Kata Cu Goan Ciang.

   Para pembantunya lalu menodongkan senjata dan Mimi tidak dapat berbuat apapun, kecuali menurut, dengan muka cemberut ia mengikuti rombongan itu pergi memasuki hutan. Para pejabat di Nan-king menjadi gempar dan panik ketika Bouw Ku Cin pulang ke kota Nan-king dan melapor kepada Yauw-Ciangkun dan Shu-Ciangkun tentang ditawannya Mimi oleh Tay-lek Kwi-ong!

   Panglima Yatucin mencak-mencak saking marahnya karena dia takut kalau sampai mendapat teguran dari Menteri Bayan tentang diculiknya puteri menteri itu dan dia berkata.

   "Keparat jahanam penjahat itu. Akan kuperintahkan seluruh pasukan untuk mengadakan pembersihan di mana-mana, mencari sampai dapat ditemukan Bouw Siocia dan penculiknya. Kalau sampai tertangkap, jangan bunuh jahanam itu akan tetapi serahkan kepadaku hidup-hidup, akan kukuliti dia hidup-hidup!"

   "Harap Ciangkun tenangkan hati. Kalau kita menggerakkan pasukan, tentu lebih mudah bagi Tay-lek Kwi-ong untuk melarikan diri jauh-jauh sehingga sukar dicari jejaknya. Sebaiknya kalau Ciangkun menyerahkan kepada saya. Saya sendiri yang akan mencarinya, dibantu oleh beberapa orang yang saya percaya. Kalau dalam waktu seminggu saya belum berhasil, terserah kepada Ciangkun, kalau hendak mengerahkan seluruh pasukan."

   "Aku menyetujui usul Shu-Ciangkun,"

   Kata Bouw Ku Cin.

   "Agaknya kakek raksasa itu menawan adikku hanya untuk dijadikan sandera agar dia tidak dapat diganggu oleh pasukan. Kalau dikerahkan pasukan besar-besaran, amat berbahaya bagi keselamatan adikku. Biarlah Shu-Ciangkun yang mencari secara diam-diam lebih dulu, dan aku akan ikut mencari."

   Yauw-Ciangkun terpaksa menyetujui usul Shu Ta itu. Akan tetapi Shu Ta menolak keinginan Bouw Ku Cin untuk ikut mencari.

   "Sebaiknya kalau Bouw Kongcu tidak ikut. Kongcu telah dikenal olehnya, maka begitu bertemu kongcu, tentu dia akan menjadi curiga dan melarikan diri bersama Bouw Siocia. Biarlah saya dan beberapa orang pembantu saya yang akan mencari, dan kami akan menyamar. Saya kira tidak akan terlalu sukar mencari seorang yang bentuknya seperti raksasa itu."

   Akhirnya, pada hari itu juga, berangkatlah Shu Ta bersama empat orang perwira yang dipercayanya. Empat orang perwira ini adalah orang-orang sehaluan dengan dia, yaitu mereka yang berjiwa pahlawan dan bermaksud untuk membantu perjuangan menggulingkan pemerintah penjajah Mongol. Mereka berlima menyamar sebagai penduduk biasa, lalu keluar dari kota Nan-king, menuju ke Lembah Sungai Huai di utara. Shu Ta maklum bahwa kalau dia ingin berhasil menemukan Tay-lek Kwi-ong dalam waktu seminggu, dia harus mendapat bantuan dari Cu Goan Ciang!

   Itulah satu-satunya jalan karena daerah itu berada di dalam kekuasaan Cu Goan Ciang. Bahkan siapa tahu kalau-kalau Tay-lek Kwi-ong malah sudah menjadi sekutu Cu Goan Ciang! Sebelum meninggalkan Nan-king, dia lebih dahulu mengirim seorang penghubung agar memberitahu kepada Cu Goan Ciang akan niatnya berkunjung ke markas laskar yang sedang dihimpun suhengnya itu. Dalam keadaan biasa, tentu saja tindakan ini amat berbahaya bagi kedudukannya, karena tentu akan menimbulkan kecurigaan Yauw-Ciangkun. Akan tetapi, dengan jalan mencari jejak orang yang menculik Bouw Mimi, tentu saja dia dapat pergi ke manapun tanpa dicurigai.

   Biarpun demikian, Shu Ta dan empat orang kawannya amat berhati-hati melakukan perjalanan menyusuri sungai Huai. Ketika mereka bertemu dengan orang yang dijadikan penghubung, dan orang itu sedang kelihatan duduk di atas sebuah perahu dan memancing ikan, Shu Ta menyuruh empat orang kawannya untuk berpencar ke empat penjuru, memanjat pohon besar dan memeriksa keadaan sekeliling kalau-kalau ada orang lain yang mengawasi mereka. Setelah yakin bahwa tidak ada yang mengamati atau membayangi mereka, barulah lima orang itu naik ke perahu dan perahu diluncurkan perlahan ke tengah sungai.

   "Beng-cu telah siap menyambut Ciangkun dengan gembira sekali,"

   Kata penghubung itu.

   "Ketika Beng-cu bertanya kepentingan apa yang membuat Ciangkun hendak menemuinya, saya tidak dapat menjawab karena saya tidak mengetahui kepentingan Ciangkun."

   Shu Ta mengangguk senang.

   "Aku hanya rindu kepadanya dan ingin bercakap-cakap, cepat bawa kami ke sana."

   Perahu meluncur cepat dan menjelang senja, perahu mendarat di kaki sebuah bukit yang penuh hutan belukar. Daerah itu memang berbukit-bukit dan memang merupakan daerah yang baik sekali untuk menjadi markas laskar yang sedang dihimpun. Kalau sewaktu-waktu datang serangan pasukan pemerintah, laskar rakyat itu akan dapat menyelamatkan diri di bukit-bukit berhutan dan daerah itu tentu saja amat berbahaya bagi pasukan yang belum mengenal medan. Setelah mereka mendaki bukit dan tiba di tepi hutan ketiga, serombongan orang menghadang di depan. Cu Goan Ciang memimpin rombongan itu dan dengan langkah lebar dia menyambut kedatangan Shu Ta. Keduanya saling pandang, lalu dengan gembira saling berpelukan.

   "Suheng... engkau... hebat, suheng!"

   Kata Shu Ta gembira.

   "Engkau lebih hebat lagi, sute. Tanpa bantuanmu, tentu akan gagal semua usahaku. Mari kuperkenalkan dengan kawan-kawan kita."

   Cu Goan Ciang memperkenalkan belasan orang pembantu utamanya yang merupakan pendekar-pendekar dan ahli siasat yang namanya sudah terkenal di dunia kang-ouw. Ketika diperkenalkan kepada seorang raksasa brewok, sebelum Cu Goan Ciang menyebut namanya, dengan hati berdebar Shu Ta mendahuluinya.

   "Bukankah saudara ini yang berjuluk Tay-lek Kwi-ong?"

   
Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tay-lek Kwi-ong terbahak.

   "Ha-ha-ha, memang nama besar Panglima Shu bukan kosong belaka. Belum pernah kami saling bertemu, akan tetapi dia sudah dapat mengenalku!"

   Shu Ta menahan kesabarannya, walaupun ingin dia mencekik orang yang telah menculik gadis yang membuatnya tergila-gila, yang diam-diam amat dicintanya itu. Dia memperkenalkan empat orang perwira pembantunya yang juga merupakan orang-orang sehaluan, yang membantu perjuangan dengan mempersiapkan diri sebagai perwira sehingga dapat membantu dari dalam.

   "Sute, aku gembira sekali dapat bertemu denganmu. Banyak sekali yang perlu kita bicarakan. Akan tetapi, tentu engkau mempunyai kepentingan khusus maka engkau sampai mencari aku. Dan bagaimana engkau dapat pergi begitu saja berkunjung ke sini tanpa dicurigai?"

   Kini Shu Ta tidak dapat menahan kemarahannya lagi terhadap Tay-lek Kwi-ong.

   Dia menudingkan telunjuknya kepada raksasa brewok itu dan berkata.

   "Suheng, semua ini gara-gara perbuatan Tay-lek Kwi-ong! Aku datang untuk mencari dia yang telah berani menculik Bouw Siocia, puteri Menteri Bayan. Kalau sampai terjadi hal yang tidak baik terhadap diri puteri itu, aku minta suheng menyerahkan dia padaku!"

   Wajahnya merah, matanya berkilat.

   Melihat sikap sutenya ini, Cu Goan Ciang menjadi heran, akan tetapi dia memang cerdik dan sekilas pandang saja dia dapat menarik kesimpulan. Sutenya adalah seorang pejuang sejati yang membenci penjajah, bahkan rela memasuki bahaya dengan menjadi perwira untuk membantu perjuangan menjatuhkan pemerintah Mongol. Kini, melihat puteri seorang menteri Mongol tertawan, dia bukan merasa gembira, bahkan kelihatan marah sekali!

   "Aihh, Shu-sutem engkau kenapakah? Kenapa marah-marah mendengar puteri Menteri Bayan ditawan orang? Hemm, tentu ada apa-apanya ini..."

   Dia menggoda, akan tetapi yang digoda tetap marah.

   "Suheng, sebelum kita bicara tentang hal-hal lain, katakan dulu, di mana Mimi dan apa yang telah diperbuat Tay-lek Kwi-ong kepadanya!"

   Kini yakinlah hati Cu Goan Ciang.

   Perkiraannya tidak salah. Sutenya telah jatuh cinta kepada puteri Menteri Bayan itu. Dan ini tidak mengherankan. Setelah menjadi tawanan di situ dan diberi pakaian wanita yang baik, gadis itu baru kelihatan amat cantik jelita dan gagah! Dan juga wataknya amat baik dan segera sudah menjadi akrab sekali dengan kekasihnya, yaitu Tang Hui Yen. Kedua orang gadis itu sudah seperti sahabat lama saja, berlatih silat bersama, bergurau bersama. Dari Yen Yen dia mengetahui bahwa Mimi sama sekali tidak menghiraukan tentang politik, dan berjiwa pendekar.

   "Ha-ha-ha, tenangkan hatimu, sute. Nona Bouw Mimi memang berada di sini, menjadi tamu kehormatan kami."

   Shu Ta membelalakan matanya.

   "Suheng! Jadi engkau yang menyuruh dia menculik Mimi?"

   "Bukan begitu, akan tetapi kebetulan sekali Bouw Siocia dapat kami ambil alih dari tangan Tay-lek Kwi-ong yang hanya menawannya untuk disandera karena dia dikejar-kejar Bouw Kongcu dan para perwira. Tay-lek Kwi-ong juga merupakan seorang di antara kawan-kawan kita, pembantuku yang baik. Marilah, sute, mari kira bicara di tempat kami. Banyak yang dapat kita bicarakan dan tenangkan hatimu. Nona Mimi dalam keadaan sehat dan gembira, engkau dapat melihatnya sendiri nanti."

   Shu Ta merasa lega. Pandangan marah kepada Tay-lek Kwi-ong lenyap dan dia percaya sepenuhnya kepada suhengnya. Merekapun segera mendaki bukit itu dan ternyata di dekat puncak terdapat sebuah perkampungan. Dan Shu Ta diam-diam merasa kagum bukan main. Perkampungan itu seperti benteng saja! Terjaga ketat, dan biarpun dengan pakaian sederhana, namun anak buah suhengnya merupakan pasukan yang berpakaian seragam hitam, dan bendera dengan huruf BENG berkibar-kibar. Merekapun berbaris rapi menyambut kedatangan Beng-cu, dan ketika mereka melalui sebuah tempat tinggi, Cu Goan Ciang mengajak sutenya untuk naik dan memandang ke sekeliling.

   "Lihat baik-baik, sute. Kami sudah siap. Tidak kurang dari seratus ribu prajurit dalam pasukan kami!"

   Shu Ta berseru kagum.

   "Bukan main! Engkau hebat, suheng!"

   Dia melihat betapa di perbukitan sekeliling bukit itu, terdapat tenda-tenda hitam yang teratur rapi dan nampak jalan-jalan darurat yang menghubungkan satu bukit dengan yang lain. Kedudukan pasukan suhengnya ternyata sudah amat kuat, hal yang sama sekali tidak pernah disangkanya!

   "Wah, pasukan ini sudah cukup kuat untuk merebut Nan-king, suheng!"

   "Itulah yang perlu kita bicarakan. Mari kita ke tenda induk, akan tetapi sebaiknya engkau jangan bertemu dulu dengan nona Bouw. Setelah kita bicara nanti, baru engkau bertemu dan bicara dengannya. Agaknya ia... eh... kalian... saling mencinta, bukan?"

   Wajah Shu Ta berubah merah sekali dan dia memegang tangan suhengnya.

   "Terus terang saja, suheng. Aku jatuh cinta padanya. Ia gadis yang baik sekali, dan aku cinta padanya, aku tidak ingin melihat ia terganggu atau celaka. Akan tetapi ia sendiri... ah, aku belum tahu apakah ia mencintaku walaupun pergaulan kami cukup akrab."

   "Kita bicarakan soal itu nanti, sekarang kita harus mengadakan perundingan penting dengan para pembantuku yang terpercaya."

   Mereka mengadakan rapat di dalam tenda besar yang di jaga ketat sehingga tidak ada orang lain yang dapat mengintai atau ikut mendengarkan apa yang sedang dibicarakan. Yang hadir dalam rapat itu adalah para pembantu Cu Goan Ciang sebanyak lima belas orang termasuk Tay-lek Kwi-ong, dan juga empat orang pembantu Shu Ta. Di kepala meja duduk Cu Goan Ciang, sedangkan Shu Ta duduk di sebelah kanannya, tempat yang paling terhormat di samping Beng-cu.

   "Saudara sekalian harap dengarkan baik-baik apa yang akan dibicarakan antara aku dan sute Shu Ta karena ini merupakan rencana siasat kita selanjutnya. Nah, sute, kebetulan muncul peristiwa tertawannya Bouw Siocia, karena tadinya akupun sudah ingin mengadakan pertemuan denganmu untuk membicarakan rencana besar kita, yaitu menguasai kota Nan-king. Bagaimana kalau menurut pandangan dan siasatmu, sute?"

   "Suheng, kekuatan pasukan suheng yang sebesar seratus ribu orang itu memang cukup kuat, akan tetapi kalau suheng hanya mengerahkan pasukan menyerbu Nan-king begitu saja, aku meragukan hasilnya, dan andai kata berhasilpun, tentu akan mengorbankan banyak sekali anak buah laskar suheng. Akan lebih menguntungkan kalau kita menggunakan siasat "Memancing Lembah Meninggalkan Sarang."

   Cu Goan Ciang yang selalu kagum akan kecerdikan sutenya yang pandai mengatur siasat, apalagi setelah lama menjadi seorang panglima, segera minta penjelasan.

   "Kita harus berusaha agar Yauw-Ciangkun membawa sebagian besar pasukannya keluar dari Nan-king, dan aku sendiri bersama pasukan yang sehaluan, yaitu pasukan bangsa Han yang setiap saat akan menanti perintahku sebanyak kurang lebih tiga ribu orang, akan tetap tingal di Nan-king. Harus diusahakan agar sisa prajurit yang pro pemerintah dan yang tinggal di benteng tidak begitu banyak jumlahnya. Setelah mereka keluar, pintu gerbang akan kami tutup dan kalau mereka kembali, kami akan melarangnya. Mereka tentu akan menyerbu dan kami melawan dari dalam. Saat itu, suheng bersama pasukannya datang menyerang sehingga kedudukan pasukan pemerintah terjepit."

   Cu Goan Ciang mengangguk-angguk dan para pembantunya merasa kagum dan menyetujui rencana itu yang sekali pukul akan dapat menghancurkan pasukan pemerintah.

   "Hanya saja yang sulit, kita harus dapat mencari alasan yang tepat dan tidak mencurigakan untuk memancing Yauw-Ciangkun dan pasukannya keluar meninggalkan Nan-king,"

   Kata pula Shu Ta.

   "Aku sudah mempunyai akal itu, sute!"

   Kata Cu Goan Ciang dengan gembira dan mata memandang kepada Shu Ta yang masih muda namun banyak akalnya itu!

   "Seolah Tuhan sudah membantu kita, maka kebetulan sekali Bouw Siocia menjadi tawanan kita. Kita harus dapat mempergunakan kesempatan ini, untuk melancarkan usaha kita."

   "Harap kaujelaskan, suheng,"

   Kata Shu Ta dan diam-diam dia merasa khawatir sekali. Biarpun dia rela berkorban nyawa sendiri demi perjuangan membebaskan tanah air dan bangsa dari cengkeraman penjajah Mongol, akan tetapi agaknya dia akan merasa berat kalau harus mengorbankan diri Mimi yang dicintanya. Melihat sinar mata sutenya, Cu Goan Ciang dapat menyelami kekhawatiran sutenya itu.

   "Sute, kita hanya mempergunakan nama Bouw Siocia saja tanpa mengganggunya. Kebetulan engkau mendapat tugas menyelidiki dan mencari Bouw Siocia, bukan? Nah, engkau pulang dan melapor kepada Yauw-Ciangkun bahwa Bouw Siocia berada di sini, di tangan kami dan kauceritakan bahwa kami sudah bersiap-siap untuk melakukan pemberontakan dan sedang menghimpun kekuatan. katakan saja bahwa kekuatan kita hanya ada belasan ribu orang. Buatlah laporan agar mengejutkan dan juga memarahkan Yauw-Ciangkun sehingga dia akan mengerahkan pasukan seperti yang kaurencanakan tadi. Kita pancing agar dia membawa pasukannya menyerbu ke bukit ini."

   "Akan tetapi, hal itu akan mendatangkan pertempuran besar yang menjatuhkan banyak korban."

   "Sute, bagaimana mungkin dapat dicegah jatuhnya korban dalam pertempuran? Yang penting, korban di antara kita harus sesedikit mungkin dan di pihak musuh sebanyak mungkin. Kami akan mengatur jebakan untuk mereka. Sebagian dari pasukan kami akan diam-diam menuju ke Nan-king dan menjaga di luar pintu gerbang, dan sebagian lagi melakukan perang jebakan terhadap mereka. Daerah kami ini amat baik untuk menjebak musuh, banyak terdapat tebing dan jurang, juga lorong sempit. Pendeknya, kalau Yauw-Ciangkun berani membawa pasukannya ke sini, pasukan itu akan kami hancurkan. Kalau dia tidak terjebak, baru kita melaksanakan rencanamu tadi, yaitu menjepit mereka di luar kota Nan-king, engkau dan pasukanmu dari dalam, sedangkan pasukan kami dari luar. Akan tetapi, sebaiknya kalau mereka dapat terjebak dan dapat kami jepit di sini, sedangkan engkau dan pasukanmu melumpuhkan semua prajurit yang pro pemerintah dan masih berada di sana, juga menangkapi para pejabat yang pro pemerintah penjajah."

   Shu Ta kagum dan memberi hormat kepada suhengnya.

   "Suheng, pantas engkau terpilih menjadi Beng-cu. Memang engkau hebat. Aku setuju sekali!"

   "Bagaimana dengan saudara-saudara yang lain? Setujukah dengan rencana siasat kami tadi?"

   Semua orang menyatakan persetujuannya.

   "Bagus, kalau begitu kita semua sudah sependapat. Sebelum kita mengatur pembagian kerja dan mengatur persiapan untuk melaksanakan rencana itu, di sini akan kutekankan kepada semua pembantuku, termasuk juga engkau dan pasukanmu, sute. Harap dengarkan baik-baik dan perhatikan baik-baik. Agar kita selalu ingat bahwa perjuangan yang kita lakukan dengan mempertaruhkan segalanya ini adalah demi membebaskan tanah air dan rakyat dari pada cengkeraman penjajah. Kita ini berjuang untuk menolong rakyat, ingat ini baik-baik, dan yang saya maksudkan dengan rakyat adalah seluruh penduduk kota Nan-king, tua muda, pria wanita, kaya miskin, pendeknya seluruhnya! Oleh karena itu, setiap kali pasukan kita memasuki dan merebut suatu daerah, dusun atau kota, kita harus melarang keras pasukan kita untuk mengganggu rakyat. Yang melakukan perampokan harus dihukum berat, dan terutama yang membunuh rakyat dan memperkosa wanita harus dihukum mati! Kita sedang berjuang, dan perjuangan kita masih jauh dan panjang. Sebelum kita dapat mengusir penjajah Mongol dari seluruh daratan Cina, perjuangan kita belum selesai, dan untuk itu kita harus dapat menarik dukungan rakyat. Dukungan itu akan dapat kita peroleh kalau kita benar-benar membebaskan rakyat dari kesengsaraan, bukan dengan cara mengganggu mereka. Mengertikah kalian semua?"

   Shu Ta memandang kepada suhengnya dengan kagum. Di situlah letaknya rahasia keberhasilan suhengnya. Berjuang sebagai pahlawan dengan sikap sebagai pendekar. Itulah yang dikehendaki rakyat jelata, baik yang miskin maupun yang kaya. Rakyat tentu akan mendukung sepenuh hati kalau melihat pasukan yang membebaskan mereka dari kesengsaraan, dari penindasan, dengan sikap yang gagah perkasa, sebagai pendekar pembela keadilan dan kebenaran. Yang kaya akan rela menyumbangkan hartanya, yang miskin akan rela menyumbangkan tenaganya, yang pandai akan menyumbangkan akal dan kepintarannya. Hanya orang-orang jahat saja yang akan menjadi gentar berhadapan dengan pasukan seperti itu. Banyak memang kelompok pejuang pada waktu itu, orang-orang yang bergembar-gembor akan mengusir penjajah Mongol dari tanah air. Akan tetapi sepak terjang mereka sungguh tidak menyenangkan hati rakyat.

   Gerombolan ini lebih pantas disebut perampok dari pada pejuang. Mereka kalau menyerbu sebuah dusun, bukan hanya membunuh dan menumpas pasukan pemerintah, akan tetapi setelah memperoleh kemenangan, mereka berpesta pora dengan merampoki harta benda rakyat, dan menculik atau memperkosa wanita-wanita. Tentu saja rakyat tidak akan mendukung gerombolan seperti itu. Cu Goan Ciang dan Shu Ta lalu mengatur rencana siasat mereka untuk menyerbu kota Nan-king! Hampir semalam suntuk mereka bicara dan mengatur siasat. Kemudian Shu Ta tidur di tenda suhengnya. Pada keesokan harinya, barulah dia mendapat kesempatan untuk menemui Mimi seperti yang telah direncanakan bersama suhengnya semalam. Dia akan berterus terang kepada Mimi, tentang segalanya, tentang dirinya!

   Memang terdapat bahaya besar baginya, bahaya bahwa gadis itu akan marah dan membencinya, akan tetapi dia harus bersikap jujur dalam cintanya. Hanya ada dua pilihan baginya. Mencinta dan dicinta dengan sejujurnya, atau kehilangan gadis yang dicintanya, yang akan berubah membencinya. Sebagai seorang jantan dia harus berani menghadapi segala akibatnya, baik maupun buruk, menyenangkan maupun menyusahkan. Shu Ta keluar dari tenda setelah mandi dan dengan perasaan tegang namun tubuh terasa segar dia pergi ke lapangan rumput, karena Cu Goan Ciang mengatakan bahwa sepagi itu biasanya Bouw Siocia bersama Tang Hui Yen sedang berlatih silat di sana.

   Ketika dia tiba di lapangan rumput itu, benar saja dia melihat dua orang gadis sedang berlatih silat tangan kosong. Yang seorang adalah Mimi yang nampak sehat, cantik jelita dan berseri wajahnya, sedangkan lawannya adalah seorang gadis yang satu dua tahun lebih tua dari Mimi, gadis yang tinggi ramping, manis sekali dengan sinar mata tajam dan mulut yang manis terhias senyum dia melihat bahwa gerakan gadis yang menjadi lawan Mimi itu amat tangkas sehingga ia mampu menandingi Mimi dan latihan itu berlangsung seru dan cepat. Dan dia melihat pula seorang kakek yang bajunya berkembang penuh tambalan, rambutnya sudah putih semua dan dibiarkan riap-riapan.

   Dia pernah mendengar tokoh seperti itu dan dapat menduga bahwa tentu kakek ini yang berjuluk Pek Mau Lokai (Pengemis Tua Rambut Putih) yang menjadi guru kedua dari suhengnya. Dan kakek itu memang sedang memberi petunjuk kepada Mimi dengan seruan-seruannya. Shu Ta melangkah maju sampai dekat dan kedua orang gadis itu melompat mundur, menghentikan latihan mereka dan memandang kepada Shu Ta. Begitu melihat siapa pemuda yang berdiri di situ, sepasang mata Mimi terbelalak dan ia kelihatan terkejut bukan main.

   "Kau...? Kau... di sini...??"

   Akan tetapi cepat ia sudah melompat dan berdiri di depan Shu Ta seperti melindungi dan ia sudah mencabut pedangnya, memandang kepada Pek Mau Lokai dan Tang Hui Yen.

   "Enci Yen, lo-cian-pwe, kalau kalian mengganggunya, terpaksa aku melupakan persahabatan kita dan akan melawan mati-matian!"

   Pek Mau Lokai dan Tang Hui Yen yang sudah mendengar akan kehadiran Panglima Shu Ta di situ, yang semalam melakukan perundingan rahasia dengan para pimpinan perkumpulan Beng-pai, tertawa, bahkan Pek Mau Lokai tertawa bergelak.

   "Ha-ha-ha, sikapmu itu saja sudah membuka rahasia hatimu, Bouw Siocia. Ha-ha-ha!"

   Pek Mau Lokai lalu melangkah pergi meninggalkan tempat itu.

   "Adik Mimi, jangan khawatir, kami tidak akan berani mengganggu Shu-Ciangkun. Aku pergi dulu agar kalian dapat bicara dengan leluasa."

   Setelah berkata demikian, Yen Yen juga pergi meninggalkan mereka. Kalau tadi Mimi terkejut melihat munculnya Shu Ta secara tiba-tiba, kini ia semakin terheran-heran melihat sikap Pek Mau Lokai dan Tang Hui Yen. Sementara itu Shu Ta merasa jantungnya berdebar ketika melihat sikap Mimi yang tadi melindunginya seperti seekor singa betina melindungi anaknya dari ancaman bahaya. Kini mereka saling pandang.

   "Shu-Ciangkun, bagaimana engkau dapat berada di sini?"

   Kata Mimi, suaranya berbisik karena ia tidak ingin pembicaraan mereka di dengar orang lain dan iapun memandang ke sekeliling dengan sikap khawatir sekali.

   "Aku memang sengaja datang untuk mencarimu, nona."

   "Tapi... kita berada di tengah-tengah musuh! Tempat ini adalah pusat pasukan pemberontak yang dipimpin Beng-cu Cu Goan Ciang! Cepat engkau pergi dari sini sebelum terlambat..."

   "Tenanglah, nona, dan mari kita bicara dengan sabar. Ada yang perlu kuberitahukan kepadamu dan kuharap engkau tidak akan terlalu terkejut mendengarnya. Mari kita duduk di sana."

   Dia menunjuk ke arah sebuah bangku panjang tak jauh dari lapangan rumput itu. Biarpun tempat itu terkepung tenda-tenda yang amat banyak, namun tidak nampak ada orang memperhatikan mereka dan Shu Ta mengerti bahwa hal ini memang sudah diatur oleh suhengnya. Mereka lalu duduk berdampingan dan Mimi masih nampak gelisah dan bingung.

   "Ciangkun, apa artinya semua ini? Tidak tahukah engkau bahwa aku menjadi seorang tawanan di sini? Bagaimana engkau dapat masuk ke sini tanpa terganggu? Kalau mereka tahu engkau seorang panglima di Nan-king, tentu..."

   "Tenanglah, nona. Sebelum aku menjelaskan semuanya, lebih dulu aku ingin mengetahui keadaanmu. Bagaimana keadaanmu di sini? Apakah engkau diperlakukan buruk oleh mereka?"

   Dua pasang mata bertemu dan melihat pandang mata penuh kesungguhan dan penuh selidik dari panglima itu, Mimi menggeleng kepala.

   "Tidak, Ciangkun. Mereka memperlakukan aku dengan baik sekali, aku dianggap sebagai seorang tamu agung, bahkan mereka bersikap manis dan bersahabat, terutama Pek Mau Lokai yang mengajarkan jurus-jurus silat yang ampuh dan juga enci Tang Hui Yen amat baik kepadaku. Akan tetapi kau..."

   "Nanti dulu, nona. Aku girang mendengar engkau diperlakukan dengan baik, dan sekarang, katakanlah sejujurnya, bagaimana pendapatmu tentang Beng-cu dan para pemimpin pasukan pejuang yang bernama Beng-pai ini?"

   Gadis itu termenung.

   Semenjak ia berada di tengah-tengah para pemberontak, ia memang merasa terheran-heran dan kagum. Para pimpinan pemberontak itu, terutama sekali Cu Goan Ciang, Pek Mau Lokai, Tang Hui Yen dan para pembantu mereka, adalah orang-orang gagah perkasa yang lebih pantas dinamakan pendekar dari pada pemberontak! Yang amat mengesankan hatinya adalah ketika lima orang anggota melakukan pelanggaran, memperkosa dua orang gadis dusun di kaki bukit dan mereka ditangkap lalu dihukum mati oleh Beng-cu Cu Goan Ciang! Hal ini mengingatkan ia akan tingkah laku banyak prajurit kerajaan yang suka berbuat semena-mena, suka mengganggu rakyat, mengganggu wanita, dan mereka itu dibiarkan saja oleh komandan mereka. Ternyata mereka yang disebut pemberontak ini lebih berdisiplin, lebih tertib dan taat. Ia kagum sekali dan mulai merasa betah di situ, apa lagi setelah ia akrab dengan Hui Yen.

   "Bagaimana, ya?"

   Ia termangu.

   "Para pimpinan pemberontak ini bersikap sebagai pendekar yang mengagumkan, Ciangkun, akan tetapi bagaimanapun juga mereka adalah pemberontak yang ingin memberontak terhadap pemerintah."

   "Memang begitulah, nona. Mereka adalah pendekar-pendekar, dan mungkin kita menyebut mereka pemberontak, pemerintah menganggap mereka pemberontak, akan tetapi rakyat jelata menganggap mereka itu pejuan-pejuang, pahlawan dan patriot yang hendak membebaskan tanah air dan rakyat dari penjajah Mongol.

   "Ciangkun...!!"

   Mimi terbelalak dan memandang pemuda itu dengan wajah pucat.

   "Aku tahu benar bahwa engkau seorang gadis yang berbudi dan gagah perkasa, nona. Karena itu, aku berani berterus terang kepadamu. Bagaimana kita dapat mengatakan para pimpinan pejuang ini sebagai orang-orang jahat? Mereka melihat kesengsaraan rakyat, melihat betapa bangsa mereka terjajah oleh bangsa Mongol, dan mereka kini bertekad untuk membebaskan bangsa dari penjajahan. Bukahkah hal itu sudah sewajarnya, sepantasnya dan mereka itu tidak dapat dibilang jahat, bahkan sebaliknya, mereka itu pendekar-pendekar sejati?"

   "Tapi... tapi engkau sendiri... engkau menjadi seorang panglima muda, wakil Yauw-Ciangkun, panglima Nan-king! Bagaimana engkau dapat masuk ke sini dan... apa maksudmu dengan menemui aku dan menceritakan ini semua kepadaku?"

   "Inilah saatnya aku membuat pengakuan, nona. Aku adalah seorang di antara mereka, bahkan Beng-cu Cu Goan Ciang adalah suhengku. Aku sengaja menyusup ke Nan-king menjadi panglima untuk mempelajari keadaan kekuatan pasukan di Nan-king..."

   Kembali gadis itu terbelalak, bangkit berdiri dan telunjuknya menuding ke arah muka pemuda itu.

   "Jadi kau... kau... pemberontak?"

   Shu Ta tersenyum.

   "Ingat, nona, bukan pemberontak, melainkan pejuang, seperti para pimpinan Beng-pai di sini."

   "Kalau begitu kau... kau telah menipu kami, menipu aku..."

   "Tidak, nona. Memang tugasku menyelundup ke Nan-king untuk membantu suheng Cu Goan Ciang, akan tetapi ini merupakan urusan perjuangan, bukan urusan pribadi dan aku tidak pernah menipumu."

   "Tapi... engkau anggota pemberontak dan aku tawanan kalian. Lalu, apa yang akan kaulakukan dengan datang ke sini? Menghukum aku, gadis penjajah Mongol, penindas rakyat?"

   Mimi kelihatan marah sekali.

   "Nona, harap jangan salah sangka. Kami mempunyai pandangan lain terhadap dirimu. Kalau kami menganggap nona seorang yang jahat, tentu nona tidak akan diperlakukan dengan baik seperti yang kauakui sendiri tadi. Dan aku datang untuk menyaksikan sendiri bahwa nona diperlakukan dengan baik.

   "Akan tetapi kenapa? Bukankah engkau pemberontak dan aku puteri Menteri Bayan, bukankah aku ini musuhmu yang pantas kau bunuh?"

   "Tidak, nona. Aku mau mengorbankan apa saja, bahkan nyawaku, demi perjuangan membebaskan bangsa dari cengkeraman penjajah, akan tetapi aku tidak mau mengorbankan engkau, aku tidak rela melihat engkau diganggu siapapun. Bahkan suhengku sendiri, mungkin akan kujadikan musuh kalau dia mengganggumu!"

   Pandang mata gadis itu menjadi bingung, ada marah, ada terkejut, heran dan bimbang.

   "Tapi... tapi kenapa? Engkau sungguh aneh... sungguh aku tidak mengerti. Engkau pemberontak, memusuhi pemerintah, memusuhi bangsa Mongol, akan tetapi engkau membelaku, kenapa?"

   "Nona, ketahuilah bahwa yang kami musuhi adalah penjajah, bangsa apapun adanya penjajah itu pasti akan dimusuhi rakyat yang dijajah. Bukan bangsa Mongol, bukan bangsanya yang kami tentang, melainkan penjajahannya. Dan kalau aku membelamu lebih dari segalanya adalah karena aku... aku cinta padamu, nona Mimi."

   "Ahhh...!"

   Mimi menjatuhkan diri di atas bangku, bingung dan kedua pipinya berubah merah. Diam-diam ia memang amat mengagumi Shu Ta, dan akan mudahlah baginya untuk jatuh cinta kepada panglima muda itu. Akan tetapi sekarang, ternyata panglima muda itu adalah seorang pemimpin pemberontak!

   "Maafkan aku, nona. Bukan sepantasnya dan tidak pada saatnya yang tepat aku mengaku cinta padamu, akan tetapi aku ingin engkau mengetahui isi hatiku padamu, dalam kesempatan ini. Siapa tahu, kesempatan ini yang terakhir kalinya kita saling jumpa..."

   "Ciangkun... ah, engkau bukan panglima lagi, tidak semestinya aku menyebutmu Ciangkun. Shu Ta, setelah ternyata kita berhadapan sebagai musuh, lalu apa yang kauhendak lakukan terhadap diriku?"

   Bukan main pedihnya hati Shu Ta mendengar pertanyaan itu, akan tetapi dia menguatkan hatinya.

   "Nona Mimi, untuk sementara ini engkau tetap menjadi tamu agung di sini. Pasukan kami akan menyerbu Nan-king dan kalau kami sudah berhasil menduduki Nan-king, barulah nona kami beri kebebasan. Nona boleh pergi ke manapun nona kehendaki."

   Ucapannya terdengar penuh kesedihan.

   "Dan engkau akan membunuhi kakakku, keluargaku, dan semua pejabat di Nan-king?"

   "Nona, aku pribadi tidak akan membunuh siapapun, tidak akan membenci siapapun. Yang kami (Lanjut ke Jilid 17 - Tamat)

   Rajawali Lembah Huai (Cerita Lepas)

   Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 17 (Tamat)

   musuhi adalah penjajah, bukan perorangan dan kalau aku tewas, atau siapapun, yang membela penjajah tewas, hal itu adalah sebagai korban perang belaka, bukan permusuhan pribadi. Nah, selamat tinggal, nona, aku harus melaksanakan tugasku, mudah-mudahan kita dapat saling bertemu lagi dalam keadaan selamat dan dalam suasana yang lebih menyenangkan."

   Shu Ta memberi hormat dan membalikkan tubuh hendak pergi.

   "Shu Ta...!"

   Shu Ta berhenti dan membalikkan tubuh mendengar panggilan gadis itu. Mimi telah berdiri di depannya, wajahnya pucat akan tetapi gadis itu tidak menangis, bahkan berdir dengan sikap tegak dan gagah.

   "Sebelum engkau pergi, kau jawablah pertanyaanku dulu."

   "Tanyalah, nona."

   "Coba kau jawab, apa hubungan diriku dengan penjajahan? Salahkah kalau aku terlahir di dunia sebagai puteri ayahku? Sebelum aku lahir, ayah telah menjadi menteri kerajaan Mongol! Salahkah kalau aku dilahirkan sebagai gadis Mongol? Aku tidak minta dilahirkan sebagai sekarang ini! Nah, jawablah!"

   Tentu saja Shu Ta tertegun, sukar untuk menjawab, lalu dia menguatkan hatinya untuk menjawab.

   "Tidak ada yang menyalahkanmu, nona. Aku dijadikan seperti aku dan engkau dijadikan seperti engkau, kita tidak bersalah karena ini merupakan takdir, kehendak Tuhan. Salah tidaknya kita ini ditentukan oleh tindakan kita, bukan oleh kelahiran kita."

   "Hemm, kalau begitu, apakah engkau akan membenarkan tindakanku kalau aku mengkhianati bangsaku, mengkhianati ayahku sendiri dengan menentang kerajaan Mongol di mana ayahku menjadi menteri? Hayo jawab, apakah engkau menganggap benar kalau aku menjadi pengkhianat bangsaku?"

   "Nanti dulu, nona. Andai kata, engkau menjadi aku, lalu membantu penjajah untuk ikut menindas bangsa pribumi, itu baru pengkhianatan namanua. Akan tetapi, engkau tahu bahwa bangsa Mongol melakukan penjajahan, tindakan yang amat tidak baik. Kalau engkau tidak membantu penjajahan, bukan berarti engkau mengkhianati bangsamu. Andai kata ayah kita melakukan perbuatan jahat, mencuri misalnya, apakah kita juga harus ikut mencuri san akan dianggap pengkhianat kalau tidak ikut mencuri? Kuharap keterangan ini jelas bagimu. Terserah kepadamu, nona. Kalau kami sudah menduduki Nan-king, kami pasti akan membebaskanmu, dan terserah apakah nona akan membantu pemerintah untuk menentang kami."

   "Hemm, aku memang sudah tidak senang melihat penjajahan dilakukan bangsaku, akan tetapi apakah aku harus membantu kalian menentang bangsa dan ayahku sendiri?"

   "Memang engkau berada dalam kedudukan yang serba salah, nona. Engkau berada di pihak yang salah akan tetapi engkau menyadari kesalahan itu. Kalau ayah kita menjadi pencuri dan kita menyadari perbuatan itu tidak benar, kita tidak perlu ikut-ikutan mencuri. Akan tetapi juga amat berlawanan dengan nurani kalau kita ikut menangkap ayah kita sendiri. Yang paling tepat adalah menasihati ayah kita agar jangan lagi mencuri atau kalau hal itu tidak mungkih, yah... kalau... aku, aku akan tinggal diam saja."

   Mimi menundukkan mukanya.

   "Aku akan merenungkan jawaban-jawabanmu tadi, Shu Ta. Selamat berpisah."

   Shu Ta merasa lega sekali. Bagaimanapun juga, dia telah menyatakan cintanya, dan dia telah memberi pengarahan kepada gadis itu. Dia tidak akan menyalahkan Mimi andai kata kelak Mimi membantu pemerintah dan memusuhi para pejuang. Itu adalah haknya. Tentu saja dia mengharapkan tidak akan terjadi hal itu. Jantung Shu Ta berdebar keras penuh ketegangan ketika dia kembali ke Nan-king bersama empat orang pembantunya menghadap Yauw-Ciangkun dan di situ hadir pula Menteri Bayan!

   Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ternyata baru kemarin Menteri Bayan dan dua ratus orang prajuritnya tiba di Nan-king dan di marah bukan main mendengar dari puteranya, Bouw Ku Cin bahwa puterinya, Mimi diculik oleh seorang tokoh sesat bernama Tay-lek Kwi-ong! Dia memerintahkan untuk segera menyebar penyelidik mencari puterinya yang terculik, akan tetapi Yauw-Ciangkun segera memberitahukan bahwa pembantunya yang paling dapat diandalkan, yaitu Panglima Muda Shu Ta, sedang melakukan penyelidikan sendiri. Terpaksa Menteri Bayan menahan hatinya yang gelisah dan menanti kembalinya panglima itu. Begitu Panglima Shu Ta menghadap, Menteri Bayan segera membentaknya dengan marah.

   "Di mana puteriku? Bagaimana sih kerjanya pasukan keamanan di Nan-king sehingga puteriku sampai diculik orang? Akan kuhukum semua perwira keamanan kalau sampai puteriku tidak dapat ditemukan!"

   Shu Ta lalu berkata.

   "Harap paduka menenangkan hati, Taijin. Kami berlima sudah melakukan penyelidikan dan ternyata Bouw Siocia menjadi tawanan dari pasukan Beng-pai yang dipimpin oleh Cu Goan Ciang."

   "Brakkk!!"

   Menteri Bayan menggebrak meja di depannya, matanya mendelik marah-marah.

   

Pendekar Kelana Karya Kho Ping Hoo Asmara Berdarah Karya Kho Ping Hoo Antara Dendam Dan Asmara Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini