Sepasang Rajah Naga 15
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 15
"Ah, aku tidak pernah kedinginan, Hui-moi,"
Kata Sin Cu sambil memandang kagum. Dalam keadaan pakaian kusut dan rambut awut-awutan, Ouw Yang Hui bahkan tampak lebih cantik! "Aku selalu dekat dengan api unggun."
"Cu-Ko, di mana aku bisa mendapatkan air untuk mandi?"
Sin Cu tertegun. Dalam keadaan seperti itu gadis itu masih ingat untuk mandi pagi. Agaknya Ouw Yang Hui maklum akan keheranan Sin Cu.
"Maafkan aku, Cu-Ko. Bukan aku hendak bermanja-manja, akan tetapi sudah menjadi kebiasaan bagiku untuk mandi pagi. Kalau tidak mandi rasanya badanku tidak segar, tidak enak dan lesu. Akan tetapi kalau tidak ada air, apa boleh buat..."
"Tentu ada, Hui-moi. Mari kita mencarinya. Aku tidak tega meninggalkanmu seorang diri di tempat sunyi ini selagi aku mencari sumber air. Mari kita mencari bersama. Dalam hutan ini pasti ada sumber air. atau anak sungai yang airnya jernih."
Mereka lalu meninggalkan tempat itu. Sin Cu menggendong buntalan pakaian yang berisi pedangnya, lalu memadamkan sisa api unggun agar tidak menjalar dan membakar hutan. Setelah mencari beberapa lamanya, akhirnya mereka menemukan sebatang anak sungai yang airnya jernih. Ouw Yang Hui menjadi girang bukan main.
Setelah Sin Cu pergi menjauhkan diri dan membelakanginya, tidak terlampau jauh agar dia tetap dapat melindungi gadis itu, Ouw Yang Hui lalu menanggalkan semua pakaiannya dan iapun memasuki air yang dalamnya sepinggang itu. Pada saat berkecimpung dalam air yang jernih dan sejuk segar itu, lenyaplah semua sisa duka yang menggerogoti hatinya. Yang terasa olehnya hanya kesegaran lahir batin dan merasa aman karena yakin bahwa Sin Cu yang berdiri membelakanginya di sana itu tentu akan melindunginya dari segala marabahaya. Setelah membersihkan tubuhnya, Ouw Yang Hui merasa menyesal juga karena ia tidak dapat berganti pakaian. Terpaksa ia kenakan kembali pakaiannya yang sudah kusut. la tidak dapat berhias diri, tidak dapat memakai bedak, bahkan tidak dapat menyisir rambutnya. la membiarkan rambutnya terjurai ketika ia menghampiri Sin Cu dan berkata lirih.
"Aku telah selesai mandi, Cu-Ko."
Sin Cu memutar tubuhnya dan melihat Ouw Yang Hui dengan rambut terjurai itu menjadi kagum. Bagaikan setangkai bunga mawar bermandikan embun pagi. Begitu segar dan indah.
"Engkau tidak mandi, Cu-Ko? Kalau saja dia seorang diri, agaknya dia akan malas mandi dalam air yang dingin itu. Akan tetapi melihat Ouw Yang Hui begitu mementingkan kebersihan, dia merasa malu kalau tidak mandi.
"Aku mau mandi, Hui-moi. Engkau tunggu di sini sebentar."
"Baik, Cu-Ko. Aku akan ducduk di sini membelakangimu,"
Kata Ouw Yang Hui sambil tersenyum geli. la melihat kecanggungan dan kegugupan Sin Cu. Sin Cu menurunkan buntalan pakaiannya dan membawa satu stel pakaian bersih, dibawanya ke tepi anak sungai dan diapun mandi. Setelah masuk ke dalam air yang sepinggang dalamnya, barulah dia merasa betapa segarnya mandi di waktu pagi itu. Dia mandi dengan perasaan gembira. Kegembiraan yang secara aneh muncul karena kenyataan disana bahwa Ouw Yang Hui menunggunya! Dia selalu memandang kearah gadis yang duduk membelakanginya itu untuk menjaga kalau-kalau ada bahaya mengancam gadis itu, Setelah puas mandi dan membersihkan tubuh, diapun naik ke tepi anak sungai dan mengenakan pakaian bersih, kemudian dia menghampiri Ouw Yang Hui.
"Wah, segarnya!"
Dia berkata di belakang Ouw Yang Hui. Gadis itu bangkit berdiri dan memutar tubuhnya. Melihat Sin Cu memakai pakaian bersih, ia berkata.
"Aku iri kepadamu, Cu-Ko. Engkau dapat berganti pakaian bersih, sedangkan aku tidak."
Melihat gadis itu tidak merias wajahnya seperti wanita lain, tiba-tiba Sin Cu mendapat sebuah pikiran yang dianggapnya amat baik.
"Hui-moi, aku masih mempunyai pakaian bersih beberapa stel, bagaimana kalau engkau mengenakan pakaian bersih dariku?"
"Ihh! Mana mungkin, Cu-Ko? Lupakah engkau bahwa aku seorang wanita? Bagaimana dapat memakai pakaian pria?
"Kenapa tidak, Hui-moi. Engkau tidak mencukur alismu seperti kebanyakan kaum wanita. Kalau engkau mengenakan pakaian pria, engkau akan menjadi seorang pemuda yang tampan sekali. Kurasa hal ini perlu sekali, Hui-moi. Kita akan melakukan perjalanan, mungkin sampai jauh. Kalau engkau muncul sebagai seorang gadis muda yang cantik jelita, tentu kita akan menghadapi banyak gangguan dan urusan. Akan tetapi sebaliknya kalau muncul sebagai seorang pemuda tampan, tidak akan ada yang mengganggumu. Bagaimana pendapatmu?"
Ouw Yang Hui mengerutkan alisnya. Belum pernah ia berpikir, mimpipun belum pernah, bahwa pada suatu hari la harus menyamar sebagai seorang pria!
"Maksudmu, aku harus menyamar sebagai seorang pria?"
"Hanya untuk sementara waktu saja, Hui-moi. Sampai engkau dapat bertemu kembali dengan Ibumu. Ingat, dengan menyamar sebagai pria, engkau akan lebih leluasa dan bahaya yang mengancam dirimu akan menjadi berkurang, bahkan lenyap sama sekali."
"Dan engkau tidak akan bersusah pAyah lagi menjaga dan melindungiku, Cu-Ko. Ah, baik sekali itu. Aku setuju, Cu-Ko. Akan tetapi rambutku yang panjang ini..."
"Mudah saja. Kau gelung rambut itu keatas, kemudian diikat dengan pengikat rambut."
"Dan lubang di daun telingaku?"
"Dapat ditutup dengan tanah dicampur kapur atau ditutup rambut. Dibantu dengan sikapmu yang kau buat seperti sikap seorang pria, tak seorangpun akan mengetahui bahwa engkau seorang wanita."
Sin Cu memilihkan sesetel pakaiannya yang terbaru, berwarna biru, dan memberikan pakaian itu kepada Ouw Yang Hui. Gadis itu menerimanya dan membawa pakaian itu kebalik semak belukar dan di sana ia berganti pakaian pria itu. Pakaian itu agak kebesaran sehingga terpaksa bagian lengannya yang kepanjangan digulung. Rambutnya ia gulung ke atas dan diikat sehelai kain pengikat rambut berwarna kuning. Setelah selesai sambil mematut-matut diri ia keluar dari balik semak-semak dan mendapatkan Sin Cu berdiri membelakangi semak-semak itu. Ia tersenyum senang. Biarpun semak belukar itu telah menyembunyikan dirinya, tetap saja Sin Cu membelakangi semak-semak itu. Betapa baik dan sopan tingkah laku pemuda itu.
"Cu-Ko, bagaimana pandanganmu, sudah pantaskah aku menjadi seorang pemuda?"
Sin Cu memutar tubuhnya dan memandangi gadis yang kini menyamar pria itu. Dia tersenyum. Walaupun pemuda di depannya itu terlampau tampan, namun cukup menyembunyikan kewanitaan Ouw Yang Hui. Dia mengangguk puas.
"Cukup baik, Hui-moi... eh, aku harus menyebut engkau Hui-te (adik laki-laki Hui) sekarang. Dan engkau memakai nama margaku saja dan mulai sekarang mengaku adikku bernama Wong Hui."
"Baik, Cu-Ko,"
Kata Ouw Yang Hui dengan girang. Sin Cu lalu mencari tanah liat dan mencampurnya dengan tanah kapur dan mengoleskan campuran itu untuk menutup bekas lubang di daun telinga Ouw Yang Hui.
"Mari kita berangkat, Hui-te. Kita mencari dusun atau kota di mana kita dapat membeli makanan dan juga mencari pakaian yang sesuai ukuranmu."
"Engkau mempunyai uang Cu-Ko,? kalau tidak cukup, ini perhiasanku dapat dijual untuk membeli pakaian dan untuk bekal perjalanan kita. Ouw Yang Hui mengeluarkan perhiasan terdiri dari sepasang gelang emas, kalung, giwang dan cincin yang tadi dilepasnya semua ketika ia berganti pakaian pria.
"Aku masih mempunyai sedikit uang dan cukup untuk membelikan beberapa stel pakaian untukmu, Hui-moi. Simpanlah perhiasanmu itu."
"Tidak, Cu-Ko. Engkau yang menyimannya untuk bekal. Ka?au ada orang melihat aku menyimpan perhiasan wanita, tentu hal itu dapat membongkar rahasiaku."
Sin Cu tersenyum.
"Engkau benar juga. Hui-moi."
"Cu-Ko, mulai sekarang jangan menyebut aku Hui-moi. Engkau lupa lagi. kalau terdengar orang lain, apa gunanya aku menyamar pria."
"Eh, ya. Maafkan, aku lupa, Hui-te. Mari kita berangkat. Mereka lalu berangkat menuju ke timur. Tujuan mereka memang mencari pendekar Gan Hok San di selatan, akan tetapi mereka mengambil jalan memutar ke timur agar jangan melalui kota Nam-Po.
"Taijin, apa yang saya ceritakan itu adalah apa yang sebenarnya terjadi. Im Yang Kauw adalah sebuah perkumpulan yang berpihak kepada mereka yang menentang dan memusuhi Paduka. Merekalah yang memaksa saya dahulu mengabdi kepada Koan Ciangkun dengan maksud agar dengan membonceng pengaruh Koan Ciangkun saya dapat menentang Paduka. Baru seteiah Koan Ciangkun tewas dan saya mendapat kesempatan menghadap Taijin, saya tahu bahwa Im Yang Kauw itu keliru. Paduka adalah seorang pejabat tinggi yang baik dan bijaksana, juga amat setia kepada Sri Baginda Kaisar."
Thaikam Liu Cin mengangguk-angguk sambil mengelus jenggotnya yang pendek. Dia sedang duduk berunding dergan para jagoannya, yaitu Ouw Yang Lee, Hek Moko,Pek Moko, Im Yang Tojin dan Ouw Yang Song Bu.
"Hemm, begitukah? Im Yang Kauw ikut-ikutan menentangku? Berarti mereka menentang Kaisar! Mereka pemberontak!"
Liu Cin mengepal tinju kanannya dengan marah.
"Taijin, apa sukarnya untuk membasmi mereka? Taijin tinggal melapor kepada Sri Baginda Kaisar bahwa Im Yang Kauw bermaksud memberontak agar dikirim pasukan untuk membasminya. Mudah sekali kata Ouw Yang Lee.
"Tidak semudah itu,"
Kata Im Yang Tojin.
"Harap Taijin ketahui bahwa Im Yang Kauw adalah sebuah perkumpulan yang amat kuat. Murid-murid atau anggauta yang berkumpui di pusat Im Yang Kauw saja ada seratus orang lebih, kesemuanya adalah orang-orang yang memiliki kepandaian silat yang cukup tangguh. Di samping itu, di sana berkumpul pula tokoh-tokoh Im Yang Kauw, yaitu Kakak-Kakak dan adik-adik seperguruan saya yang jumlahnya belasan orang."
"Hemm, apa masalahnya? Kalau dikirim ratusan orang prajurit, ditambah kita berlima yang menandingi para tokoh Im Yang Kauw, mereka tentu akan dapat dibasmi. Apalagi kalau pasukan pengawal dari Liu Taijin dikerahkan, dipimpin Giam Ciangkun,"
Kata Hek Moko.
"Bagaimana kau pikir, Totiang, akan cukupkah itu untuk menghancurkan Im Yang Kauw?"
Tanya Thaikam Liu Cin kepada Im Yang Tojin. Im Yang Tojin menggelengkan kepalanya.
"Masih sulit, Taijin. Bukan saya memandang rendah kepada rekan-rekan saya yang membantu Taijin. Akan tetap para tokoh Im Yang Kauw memiliki Im Yang Ngo-Kiam-Tin (Barisan Lima Pedang Im Yang)! Dan barisan yang terdiri dari lima orang ini luar biasa lihainya. Bahkan banyak cadangannya sehigga kalau di antara lima orang itu ada yang roboh, seketika akan ada penggantinya. Amat sulit dikalahkan."
"Hemm, kalau begitu kita harus bertindak hati-hati dan jangan terburu nafsu,"
Kata Thaikam Liu Cin dengan alis berkerut. Thaikam yang amat licik ini sesungguhnya seorang pengecut, Mendengar tentang kehebatan Im Yang Kauw, hatinya segera mengecil dan nyalinya surut.
"Harap Taijin tidak khawatir. Kami berdua sudah memberitahu bahwa Supek (Uwa Guru) kami akan datang. Dia sudah menerima penawaran kami untuk memperkuat barisan pembantu Taijin. Kalau ada dia, urusan membasmi Im Yang Kauw adalah urusan kecil!"
Kata Pek Moko.
"Heran sekali, bukankah dia sudah berjanji akan datang hari ini? Mengapa belum juga datang?"
Kata Hek Moko. Pada saat itu terdengar suara tawa bergelak. Semua orang terkejut dan mencari-cari, akan tetapi tidak ada orang yang tertawa di ruangan itu. Pada hal suara itu demikian dekat seolah yang tertawa berada di antara mereka dalam ruangan itu.
"Ha-ha-ha, Tho-Te-Kong (Malaikat Bumi) tidak pernah melanggar janji! Aku sudah datang."
"Supek"
Hek Moko dan Pek Moko berseru dengan girang. Ada angin menerabas masuk ruangan dari pintu yang terbuka dan tiba-tiba saja di ambang pintu telah berdiri seorang laki-laki yang usianya tentu sudah mendekati tujuh puluh tahun. Tubuhnya kurus kering jangkung, rambut dan kumis jenggothya panjang dan sudah putih semua akan tetapi wajahnya masih segar sehat seperti wajah kanak-kanak. Tubuhnya tertutup pakaian serba kuning yang longgar, kepalanya tertutup kopyah bulu domba dan kakinya memakai sepatu kulit. Tangan kirinya memegang sebatang tongkat bambu kuning. Kakek ini muncul sambil menyeringai tersenyum lebar memperlihatkan rongga mulut yang sudah tidak bergigi lagi.
"Akan tetapi bagaimana engkau dapat masuk sampai di sini tanpa terhalang pintu besi dan pasukan pengawal?"
Thaikam Liu Cin bertanya heran sekali.
"Ha-ha-ha, Liu Taijin, Tidak ada pintu besi dan pasukan pengawal yang mampu menghalangi kalau The-Te-Kong memasuki suatu tempat. Menurut dua murid keponakanku ini, Hek Moko dan Pek Moko, Taijin membutuhkan bantuan saya, maka saya datang berkunjung."
"Benar sekali. Engkaukah yang berjuluk Tho-Te-Kong? Silakan duduk, kebetulan sekali kita sedang membicarakan sesuatu yang memerlukan bantuanmu,"
Kata Thaikam Liu Cin. Sambil tertawa, Kakek itu lalu duduk dan tanpa sungkan-sungkan lagi dia nyambar seguci arak dan minum dari guci itu seperti orang minum air saja.
Im Yang Tojin, Ouw Yang Lee dan Ouw Yang Bu memandang dengan takjub. Kakek tadi telah mendemonstrasikan tenaga khikang sehingga mampu mengirim suaranya sehingga suara itu sudah sampai diruangan itu sebelum orangnya muncul. dan dapat memasuki Istana Thaikam Liu Cin tanpa diketahui para prajurit pengawal juga mampu melewati pintu-pintu besi, bukan merupakan hal yang mudah,jelas bahwa Kakek ini memiliki tingkat kepandaian yang amat tinggi. Im Yang Tojin, Ouw Yang Lee yang sudah lama berkecimpung di dunia kang-ouw memang sudah pernah mendengar akan nama Tho-Te-Kong yang terkenal sebagai seorang sakti yang sudah lama tidak pernah muncul lagi di dunia kang-ouw, akan tetapi yang pada waktu dulu, dua puluhan tahun yang lalu pernah malang melintang di dunia kang-ouw.
(Lanjut ke Jilid 14)
Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 14
"Ha-ha-ha, benar sekali laporan Hek Pek Moko kepada saya, Liu Taijin, bahwa Taijin adalah seorang pembesar yang bijaksana. Buktinya Taijin telah memaafkan cara saya, datang berkunjung seperti ini. Sekarang perintahkanlah apa yang harus saya lakukan untuk Taijin,"
Kata Tho-Te-Kong.
"Sebelum kita bicara, kami ingin memperkenalkan dulu para pembantu kami ini kepadamu, Lo-Cianpwe (orang tua gagah). Hek Moko dan Pek Moko tentu sudah engkau kenal karena mereka adalah murid-murid keponakanmu sendiri. Totiang ini adalah Im Yang Tojin, seorang tokoh dari Im Yang- kauw. Yang itu adalah Sicu (orang gagah) Ouw Yang Lee yang berjuluk Tung-Hai-Tok, majikan Pulau Naga, dan yang muda itu adalah puteranya bernama Ouw Yang Song Bu. Lima orang ini telah menjadi para pembantu kami yang setia dan sekarang dengan kehadiran Lo-Cianpwe, maka kedudukan kita menjadi semakin kuat."
Tho-Te-Kong mengangguk-angguk ketika Im Yang Tojin, Ouw Yang Lee dan Song Bu memberi hormat kepadanya atas perkenalan itu. Sikapnya seperti tidak acuh.
"Apakah yang Taijin risaukan dan bantuan apa yang biasa saya berikan?"
Tanya Kakek itu.
"Kami baru saja menbicarakan tentang Im Yang Kauw yang bersikap meenentang dan memusuhi saya, Lo-Cianpwe. Dan menurut Im Yang Tojin, kedudukan. Im Yang Kauw itu kuat sekali. Di sana terdapat banyak tokoh Im Yang Kauw yang berkepandaian tinggi sehingga kekuatan pasukan dan lima orang pembantu kami mungkin akan mendapatkan kesulitan kalau melakukan penyerbuan kesana. Baru saja Hek Pek Moko mengatakan bahwa kalau ada Lo-Cianpwe yang membantu, maka tentu akan mudah membasmi perkumpulan yang menentang kami itu,"
"Im Yang Kauw? Hmm, bukankah Im Yang Tojin ini tokoh Im Yang Kauw Bagaimana dia kini akan menentang perkumpulannya sendiri?"
Tanya Tho-Te-Kong sambil menatap wajah Im Yang Tojin dengan alis berkerut.
"Memang benar saya seorang tokoh Im Yang Kauw, Lo-Cianpwe. Akan tetapi, setelah saya berdekatan dengan Liu Taijin, pandangan saya berlawanan dengan pandangan rnereka. Saya menentang mereka yang memusuhi Liu Taijin, maka saya menceritakan semua rahasia Im Yang Kauw kepada Liu Taijin."
"Aku tahu bahwa tingkat kepandaian dua orang murid keponakan ini sudah cukup baik. Engkau sendiri adalah tokoh Im Yang Kauw, dan akupun pernah mendengar akan nama besar majikan Pulau Naga yang masih dibantu oleh puteranya. Akan tetapi mengapa kau katakan bahwa Im Yang Kauw akan sulit kalian kalahkan? Apanya sih yang hebat pada Im Yang Kauw?"
Tanya Kakek itu dengan nada memandang rendah.
"Ceritakanlah tentang kehebatan Im Yang Kauw, Totiang, agar Lo-Cianpwe Tho-Te-Kong dapat mengetahui dengan jelas,"
Kata Thaikam Liu Cin.
"Tho-Te-Kong Lo-Cianpwe, tadi sudah saya ceritakan kepada Liu Taijin dan para rekan lain betapa kuatnya Im Yang Kauw. Selain mereka mempunyai seratus orang lebih anggauta yang rata-rata memiliki ilmu silat yang lumayan, juga ada belasan orang Suheng dan Sute saya yang memiliki ilmu silat yang tingkatnya sudah tinggi. Yang amat sukar dikalahkan adalah kalau para Suheng dan Sute saya itu membentuk Im Yang Ngo Kiam-Tin, dan di samping semua kekuatan itu masih ada lagi ketua Im Yang Kauw, Yaitu Toa Suheng (Kakak seperguruan tertua) Im Yang Siansu yang tingkat kepandaiannya jauh melampaui tingkat semua Sutenya termasuk saya."
"Hua-ha-ha-ha, apa sih sukarnya menghancurkan Im Yang Ngo Kiam-Tin? Aku pernah mendengar tentang Im Yang Ngo Kiam-Tin (Barisan Pedang) itu. Tongkat bambuku ini akan memporak-porandakan kiam tin itu. Dan ketua Im Yang Kauw itupun serahkan saja kepadaku. Itu urusan kecil."
Kata Tho-Te-Kong lalu dia minum lagi arak dari gucinya sehingga terdengar suara menggelegak. Melihat sikap yang congkak ini, Liu Thaikam mengerutkan alisnya dan dalam hatinya timbul keraguan. Biasanya orang yang bersikap sombong itu seperti gentong kosong.
"Lo-Cianpwe Tho-Te-Kong, sudah menjadi kebiasaan kami bahwa kalau kami menerima seorang pembantu baru, kami harus menguji dulu untuk melihat sampai di mana kemampuannya. Ujian ini berlaku bagi pembantu bagian Bun (Sastra) maupun Bu (Silat). Oleh karena itu, bagaimana pendapatmu kalauau kami menyuruh lima orang pembantu kami ini untuk menguji kepandaianmu agar hati kami dapat merasa yakin?"
Dengan matanya yang bersinar tajam Tho-Te-Kong menyapu ke arah lima orang yang duduk di seberang meja dan dia terkekeh.
"Heh-heh-heh-heh, boleh saja Taijin. Boleh saja, bahkan kalau mau ditambah beberapa orang lagi, silakan!"
Pada saat itu terdengar suara melengking memasuki ruangan itu.
"Tho-Te-Kong, tua bangka jelek! Di mana engkau?"
Semua orang terkejut, kecuali Tho-Te-Kong yang menyeringai mendengar suara itu.
"Liu Taijin, ia adalah sahabat baikku berjuluk Cui-Beng Kui-Bo (Biang Hantu Pengejar Roh). Bolehkah ia masuk ke sini saya ajak untuk membantu Taijin?"
Tanya Tho-Te-Kong kepada Thaikam Liu in. Pembesar itu merasa girang sekali. Wanita berjuluk Cui-Beng Kui-Bo itu tentu juga lihai sekali. Makin banyak orang lihai membantunya, semakin baik dan semakin kuat kedudukannya.
"Tentu saja boleh. Suruh ia masuk!"
Katanya gembira. Tho-Te-Kong lalu bangkit berdiri, menarik napas panjang lalu terdengar dia berteriak. Tidak terlalu lantang teriakan itu, namun getarannya menembus seluruh ruangan, bahkan terasa getaran itu mengguncangkan isi dada semua orang yang berada di situ.
"Kui-Bo! Jangan sungkan-sungkan, masuklah ke sini, kami menunggumu!"
Hening sejenak. Semua orang menanti datangnya wanita yang mempun"ai julukan mengerikan itu.
Seperti kemunculan Tho-Te-Kong tadi, ada angin kuat menerpa masuk ruangan melalui daun pintu yang terbuka dan tiba-tiba saja di ambang pintu telah berdiri seorang wanita yang keadaannya menyolok sekali. Wanita itu bertubuh sedang dan montok. Usianya sudah hampir lima puluh tahun akan tetapi tampaknya ia baru berusia empat puluh tahunan. wajahnya tampak cantik karena, polesan tebal, berbedak dan bergincu. la tersenyum senyum dengan mata mengerling kesana kemari, genit bukan main. Rambutnya digelung keatas seperti wanita bangsawan, pakaiannya dari Sutera mahal dan tubuhnya memakai perhiasan gelang kalung giwang dan cincin yang mewah. Di punggungnya tampak sepasang pedang bersilang. Ketika pandang matanya bertemu dengan Thaikam Liu Cin, ia memandang penuh perhatian lalu bertanya.
"Apakah saya berhadapan dengan Liu Taijin yang amat terkenal itu?"
Thaikam Liu Cin mengangguk dan tersenyum.
"Senang sekali bertemu denganmu, Kui-Bo. Silakan duduk,"
Kata pembesar itu yang dengan akrab menyebut Kui-Bo untuk menyenangkan hati tamu atau pembantu barunya. Cui-Beng Kui-Bo membungkuk untuk memberi hormat, lalu mengambil tempat duduk.
"Terima kasih, Taijin,"
Katanya dengan suara manja dan genit. Melihat sikap wanita ini, diam-diam Song Bu merasa ngeri dan juga muak. Seorang Nenek yang amat menakutkan, pikirnya. Tentu lihai sekali dan dari penampilannya saja dia dapat menduga bahwa Nenek itu tentu seorang yang kejam dan jahat sekali. Sejak tadi hati pemuda ini memang sudah merasa tidak enak dan tidak senang.
Tadi dia mendengar akan ulah Ayah angkatnya yang mengamuk di Nam-Po dan mendengar bahwa Ouw Yang Lee telah membunuh Cia-Ma dan kabarnya Ouw Yang Hui telah melarikan diri entah ke mana. Dia merasa menyesul sekali dan menganggap perbuatan Ayah angkatnya itu kejam dan jahat sekali. Akan tetapi dia belum sempat menegur karena ada panggilan dari Liu Taijin sehingga terpaksa dia dan Ayah angkatnya datang menghadap bersama para jagoan lainnya. Kini melihat munculnya Tho-Te-Kong dan Cui-Beng Kui-Bo, hatinya merasa makin tidak enak. Dia merasa seperti berada di antara orang-orang yang berbahaya dan jahat sekali. Bagaimanapun juga Song Bu memiliki dasar watak yang gagah, biarpun gemblengan yang didapatnya dari Ouw Yang Lee membuat dia menjadi keras hati, namun dalam sanubarinya masih terdapat pertimbangan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang jahat.
"Kui-Bo, aku telah diterima untuk membantu Liu Taijin, dan engkaupun ku masukan juga. bagimana pendapatmu?,"
Tanya Tho-Te-Kong kepada Nenek yang diakuinya sebagai sahabat baik itu. Cui-Beng, Kui-Bo memandang kepada Liu Taijin.
"Kalau Liu Taijin suka menerima ku sebagai pembantu, tentu saya senang sekali bekerja sama."
Liu Taijin adalah seorang yang amat cerdik. Melihat pemunculan Nenek itu seperti juga permunculan Tho-Te-Kong, tanpa diketetahui penjaga dan dapat masuk keruangan itu begitu saja, membuktikan bahwa kepandian Nenek itu juga sangat tinggi.
"Kui-Bo, tadi baru saja kunyatakan kepada Lo-Cianpwe Tho-Te-Kong bahwa sudah menjadi kebiasaan kami kalau menerima seorang pembantu baru harus melalui pengujian dulu dan aku mengusulkan agar Lo-Cianpwe Tho-Te-Kong diuji kepandaiannya melawan lima orang pembantu pembantuku ini."
Liu Taijin menunjuk kepada lima orang pembantunya. Dengan sudut matanya Cui-Beng Kui-Bo mengerling kepada mereka berlima, kerlingan itu berhenti pada wajah Song Bu, menatap wajah pemuda itu dengan senyum genit.
"Tho-Te-Kong, siapakah mereka ini tanya Nenek itu. Tho-Te-Kong tersenyum yang mukanya hitam dan mukanya putih adalah murid-murid keponakanku yang berjuluk Hek Pek Moko. Yang lain tentu engkau pernah mendengar namanya. Totiang ini adalah Im Yang Tojin, seorang tokoh Im Yang Kauw. Yang tinggi besar gagah itu adalah Majikan Pulau Naga yang berjuluk Tung-Hai-Tok dan pemuda tu adalah puteranya. Mereka berlima yang akan mengujiku."
Cui-Beng Kui-Bo memandang kepada Liu Taijin.
"Kalau begitu, sayapun mau uji oleh lima orang ini, Taijin,"
Katanya dengan nada memandang rendah. Diam-diam Thaikam Liu Cin merasa girang. Lima orang pembantunya itu adalah orang-orang yang memiliki kepandaian hebat sekali. Kalau Kakek dan Nenek ini masing-masing berani melawan mereka berlima, dapat dibayangkan betapa sakti mereka berdua itu. Akan tetapi Thaikam yang sudah berpengalaman inipun tahu betapa anehnya watak orang-orang kang-ouw (sungai telaga dunia persilatan) sehingga bukan tidak mungkin dalam pertandingan uji kepandaian itu mereka akan saling bunuh! Karena itu, karena merasa, sayang kalau sampai dia kehilangan seorang dari para pernbantunya itu, dia berkata,
"Pertandingan ini hanya merupakan uji kepandaian, maka kami pikir tidak perlu kalian bertanding ilmu silat. Dapat diatur saja agar masing-masing memilih uji kecepatan atau uji tenaga."
"Hi-hik, bagus sekali! Liu Taijin khawatir kalau sampai para pembantunya cedera atau tewas. Baiklah, aku memilih uji kecepatan saja. Itu saya melihat ada tanaman di pot."
La bangkit dan menghampiri sebuah pot besar di mana tumbuh sebatang tanaman bunga yang daunnya selebar tangan. la mengambil enam daun lalu kembali ke meja.
"Kalian berlima, juga aku, masing-masing menyelipkan setangkai daun di baju bagian dada dan kalian berlima boleh mencoba untuk mengambil daun dari bajuku, sedangkan aku akan berusaha untuk mengambil daun daun dari baju kalian berlima. Kalau sampai daun dibajuku dapat terambil lebih dulu, aku mengaku kalah!"
Liu Taijin mengangguk anggukkan kepalanya.
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Perlombaan mengambil daun dari baju baik sekali untuk ujian kecepatan dan ketangkasan! Kami setuju. Akan tetapi antara kalian tidak ada yang diperbolehkan menyerang dengan pukulan."
Mereka semua setuju dan meja kursi lalu ditarik ke pinggir. Ruangan itu cukup luas untuk pertandingan adu kecepatan. Liu Taijin dan Tho-Te-Kong menonton dari sudut, duduk di atas kursi, Cui-Beng Kuibo lalu berdiri di tengah ruangan yang kosong, dengan setangkai daun terselip di kancing baju dadanya. la berdiri tegak dengan kedua tangan bertolak pinggang, mulutnya tersenyum dan matanya bersinar-sinar. Tanpa menggerakkan kepalanya hanya matanya yang berputar-putar, ia mengikuti gerakan lima orang penguji yang kini menghampirinya dan mengelilinginya. lima orang itupun memasang setangkai daun pada lubang kancing baju mereka.
"Aku sudah siap, kalian boleh mulai"
Tantang Nenek itu sambil memperlebar senyumnya sehingga deretan giginya yang bersih lengkap itu tampak berkilau.
Ouw Yang Lee pernah mendengar nama besar Cui-Beng Kui-Bo ini. Walaupun dia belum pernah bertemu dengan datuk wanita yang dulu amat terkenal di selatan itu, namun dia sudah mendengar bahwa wanita itu memiliki kesaktian. Kemunculannya dalam ruangan tamu Istana Thaikam Liu Cin saja sudah membuktikan kesaktiannya. Ia sendiri rasanya tidak mungkin dapat memasuki ruangan itu tanpa diketahui para penjaga dan dapat melalui banyak pintu besi yang terjaga kuat. Kini, melihat wanita itu sudah siap, dia merasa penasaran. Dia Sendiripun bukan seorang lemah yang tidak terkenal sepanjang pantai Laut Timur. Maka dia lalu mengeluarkan bentakan nyaring dan tiba-tiba saja tangan kirinya menyambar ke arah daun yang menempel di baju Nenek itu. Sambaran tangannya luar biasa cepatnya sehingga yang tampak hanya bayangan lengannya.
Namun ternyata Nenek itu lebih cepat lagi. Sebelum tangan itu tiba dekat dadanya, ia sudah mengelak dan sambaran tangan ke arah daun itu luput. Dari kanan-kiri Hek Pek Moko cepat bergerak. Mereka berduapun merasa penasaran karena dipandang rendah datuk wanita itu. Kalau Supek (Uwa Guru) mereka yang memandang rendah, hal itu masih dapat mereka terima. Akan tetapi Cui-Beng Kui-Bo biarpun namanya sudah mereka kenal, namun mereka belum pernah menyaksikan kelihaiannya. Maka kini mereka berdua dengan gerakan tangkas dan berbareng menggerakkan tangan menyambar dari kanan-kiri untuk merenggut setangkai daun dari baju Nenek itu. Mereka merasa yakin bahwa seorang dari mereka tentu akan berhasil. Namun, luar biasa sekali. Dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, Nenek itu telah mengelak ke belakang sehingga sambaran tangan kedua orang itupun luput.
"Haitt..!"
Im Yang Tojin kini menerjang dengan kedua tangan membentuk cakar mencengkeram ke arah daun di baju Cui-Beng Kui-Bo. Kedua tangannya itu bergerak susul menyusul.
"Plak! Dukk!"
Kedua tangan yang mencengkeram itu bertemu dengan dua lengan Nenek itu yang menangkisnya sehingga kedua tangan Im Yang Tojin terpental ke kanan-kiri. Pada saat itu, Song Bu menerjang maju. Patut diketahui bahwa setelah tinggal di Kotaraja menjadi pembantu Thaikam Liu Cin dan dekat dengan rekan-rekan pengawal, ilmu silat Song Bu mengalami kemajuan pesat. Dengan sikapnya yang baik dan pandai membawa diri, Im Yang Tojin dan sepasang Hek Pek Moko dengan senang hati mau mengajarkan ilmu-ilmu andalan mereka. Im Yang Tojin mengajarkan Im Yang Sin-Ciang, Pek Moko mengajarkan Pek-Tok-Ciang dan Hek Moko mengajarkan Hek-Tok-Ciang. Dengan demikian maka Song Bu menjadi lihai sekali, bahkan mungkin dia lebih lihai dari pada Ouw Yang Lee dan rekan-rekan lain yang menjadi jagoan Thaikam Liu Cin!
"Lihat tanganku!"
Song Bu berseru dan diapun menggerakkan tangannya merenggut ke arah daun di baju Cui-Beng Kui-Bo. Cepat dan kuat sekali gerakannya sehingga baju Nenek itu berkibar. Nenek itu terkejut, tidak mengira bahwa pemuda itu tidak kalah hebatnya dibandingkan para jagoan lain dan terpaksa ia melompat ke belakang untuk menghindarkan diri sambil mengibaskan tangannya.
"Plakk!"
Tangan kiri Song Bu bertemu dengan tangan kanan Nenek itu. Song Bu merasa betapa tangannya tergetar hebat dan terpental ketika bertemu dengan tangan kecil Nenek itu.
"Bagus, engkau hebat juga, orang muda yang ganteng"
Nenek itu memuji dengan sikap genit. Akan tetapi pada saat itu, lima orang pengeroyoknya telah maju lagi dan serangan datang dari beberapa penjuru untuk merenggut lepas daun dari bajunya.
Namun, Cui-Beng Kui-Bo memperlihatkan ketangkasannya. Tubuhnya berkelebatan seperti seekor burung walet dan setiap kali ada tangan yang hampir mengenai sasaran, la menggunakan kedua tangannya untuk menangkis. Thaikam Liu Cin yang sedikit banyak pernah belajar silat memandang dengan takjub. Dia tidak dapat mengikuti gerakan Nenek itu dengan pandang matanya karena terlalu cepat. Yang dilihatnya hanya bayangan yang berkelebatan di antara lima orang penyerang itu. Bahkan Tho-Te-Kong diam-diam dia memuji dalam hatinya. Pantas Nenek itu memilih ujian kecepatan karena ternyata ia memiliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang luar biasa sekali. Dia sendiri harus mengaku bahwa ginkang yang dikuasainya masih kalah dibandingkan dengan ginkang Nenek itu.
Biarpun lima orang itu tidak menyerang dengan memukul, namun ujian itu hampir sama dengan pertandingan silat biasa. Nenek itu harus mempertahankan dan melindungi setangkai daun yang dijadikan rebutan oleh lima orang pengeroyoknya seolah-olah mereka itu semua menyerang ulu hatinya, tempat yang amat berbahaya. Bahkan lima orang pengeroyok yang kesemuanya lihai itu kadang mempergunakan kaki untuk menendang ke arah dada untuk membuat daun itu terpentai agar dapat dirampas. Agaknya Cui-Beng Kui-Bo sengaja hendak mempertontonkan dan memamerkan kecepatannya. Ia hanya mengelak dan menangkis, melindungi daun di bajunya agar tidak terampas selama tiga puluh jurus. Tiba-tiba ia bergerak lebih cepat lagi. Liu Taijin melihat betapa bayangan yang berkelebatan itu seolah berubah menjadi banyak.
"Sambut serangan balasanku"
Terdengar Nenek itu berseru dan tubuhnya bergerak jauh lebih cepat dari pada gerakan mereka.
Tiba-tiba, secara berturut-turut Pek Moko melompat ke belakang disusul Hek Moko, Im Yang Tojin dan Ouw Yang Lee. Mereka berlompatan kebelakang wajah mereka kemerahan karena daun yang berada di baju mereka telah lenyap disambar tangan Cui-Beng Kui-Bo yang bagaikan kilat menyambar cepatnya! Kini hanya tinggal Song Bu yang masih "Melawannya"! Agaknya Nenek itu memang sengaja "Memberi muka"
Kepada pemuda yang menarik hatinya itu dan tidak begitu mendesaknya sehingga kalau yang lain sudah kehilangan daunnya, pemuda itu masih dapat mempertahankannya. Akan tetapi, jelas tampak oleh mereka semua bahwa Song Bu terdesak terus. Pemuda itu hanya mampu mengelak dan menangkis, sedangkan bayangan Cui-Beng Kui-Bo yang seperti berubah menjadi banyak itu,
Mengusap dagu, menowel pipi, meraba dada dan pundak, akan tetapi belum juga mengambil daun itu! Tentu saja Song Bu merasakan hal ini. Sudah beberapa kali dagunya diusap, pipinya ditowel, pundak dan dadanya diraba, bahkan dua kali pinggulnya dicubit. Dia tahu bahwa Nenek itu mempermainkannya tanpa dia ketahui apa maksudnya dan diapun tahu benar bahwa kalau Nenek itu menghendaki, tentu daun di dadanya juga sudah dapat direbut. Dia merasa penasaran dan marah, merasa dipermainkan, maka dia sengaja merenggut daun di bajunya dan melepaskannya jatuh ke atas lantai. Dia sendiri lalu melompat ke belakang! Cui-Beng Kui-Bo tersenyum lebar dan mengambil daun yang dijatuhkan Song Bu itu, kemudian dengan langkah bagaikan seekor harimau kelaparan, pinggulnya bergoyang-goyang, ia menghampiri meja Liu Taijin dan meletakkan lima tangkai daun itu ke atas meja.
"Inilah, Taijin, lima helai daun dari baju mereka. Dan ini daun yang berada di bajuku masih ada."
La melepaskan daun dari bajunya dan menaruhnya di atas meja pula. Liu Taijin mengangguk-angguk sambil tersenyum.
"Engkau memang hebat sekali, Kui-Bo dan pantas untuk menjadi pembantu utamaku di samping Lo-Cianpwe Tho-Te-Kong kalau dia mampu mengalahkan lima orang rekannya."
Diam-dian Song Bu merasa penasaran dan tidak puas. Dia memang harus mengakui bahwa dalam hal ginkang, dia kalah jauh dibandingkan Nenek itu. Akan tetapi dia tentu tidak akan mengaku kalah dan menyerah begitu saja andaikata dia harus berkelahi melawan Nenek itu. Dia dapat mempergunakan banyak macam ilmu pukulan yang sudah dikuasainya untuk menyerang. Akan tetapi tentu saja dia tidak dapat menyatakan perasaan hatinya itu dan hanya dapat duduk diam dengan hati yang semakin tidak senang. Tho-Te-Kong bangkit berdiri dan mengambil sehelai daun dari atas meja dan berkata kepada Thaikam Liu Cin,
"Liu Taijin, sekarang tiba giliran saya untuk diuji dalam hal kekuatan oleh lima orang ini. Saya juga akan menggunakan sehelai daun untuk ujian ini. Saya akan melontarkan daun ini ke atas, kemudian lima orang ini boleh mendorongnya dengan tenaga sinkang mereka dan saya akan mempertahankan dengan dorongan pula. Kami akan mengadu tenaga melalui daun itu sehingga siapa yang kalah atau menang akan mudah tampak."
Thaikam Liu Cin tersenyum dan mengangguk-angguk. Dia tertarik sekali. Pernah dia menyaksikan seorang ahli sinkang menggunakan dorongan telapak tangan memadamaan belasan batang lilin yang bernyala, bahkan mendorong benda berat sampai terpental jauh tanpa menyentuhnya. Pertandingan mendorong daun satu lawan lima ini tentu menarik sekali.
"Bagus, kami setuju. Pertandingan itu menarik dan tidak berbahaya. Kalian berlima, mulailah menguji tenaga Lo-Cianpwe Tho-Te-Kong"
Katanya kepada lima orang jagoannya. Sambil tersenyum Tho-Te-Kong menghampiri tengah ruangan dan lima orang itupun melangkah ke tengah ruangan, berhadapan dengan Kakek tinggi kurus itu. Lima orang itu sudah tahu apa yang harus mereka lakukan dan terutama sekali Ouw Yang Lee dan Im Yang Tojin merasa penasaran. Kalau mereka berlima menyatukan tenaga sinkang, bagaimana rnungkin Tho-Te-Kong akan mampu menandingi mereka? Maka, tanpa dikomando, lima orang itu sudah memasang kuda-kuda dan diam-diam mengumpulkan dan mengerahkan sinkang mereka ke arah kedua telapak tangan. Melihat Lima orang itu telah siap. Tho-Te-Kong tersenyum dan dia berseru,
"Kalian berlima boleh mendorong daun itu agar terbang membalik ke arahku"
Dia lalu melontarkan daun hijau itu, ke atas kemudian diapun menyusul dengan kedua gerakan tangannya yang mendorong ke arah daun yang melayang turun itu. Pada saat itu juga, lima orang itu sudah mendorongkan kedua telapak tangan masing-masing kearah daun. Angin pukulan yang dahsyat menyambar ke arah daun itu. Akan tetapi daun itu tidak bergerak karena dari arah berlawanan daun itupun didorong oleh sinkang (tenaga sakti) Tho-Te-Kong.
Daun berhenti bergerak di tengah udara terjepit antara dua tenaga dahsyat yang berlawanan. Terjadilah adu tenaga yang seru. Bagi orang yang yang tidak mengerti, kalau melihat peristiwa ini tentu akan menjadi bengong terlongong dengan heran. Lima orang itu berdiri dengan memasang kuda-kuda dan kedua tangan mereka terjulur ke depan,telapak tangan menghadap ke depan ke arah sehelai daun yang diam tak bergerak di udara, dan dari arah yang berlawanan seorang Kakek tua juga berdiri dengan kedua kaki di tekuk dan diapun menjulurkan kedua telapak tangan ke arah daun. Daun itu sendiri bergerak-gerak perlahan, kadang kearah Kakek itu, dan kadang membalik kearah lima orang itu. Daun itu seperti didorong oleh tenaga yang tidak tampak, mundur maju. Thaikam Liu Cin dan Cui-Beng Kui-Bo menonton adu tenaga ini dengan hati tegang.
Mereka tahu bahwa tenaga lima orang yang disatukan itu amat hebat. Akan tetapi agaknya mereka tidak mampu mendorong daun itu ke arah Tho-Te-Kong. Maju mundurnya daun itu menunjukkan bahwa tenaga mereka berlima itu tidak mampu mengalahkan tenaga sakti Tho-Te-Kong atau paling hebat hanya mampu mengimbanginya Perlahan-lahan dari ubun-ubun kepala lima orang itu mengepul uap, menunjukkan bahwa mereka berlima telah mengerahkan tenaga sepenuhnya. Akan tetapi Tho-Te-Kong masih tersenyum dan keadaannya masih tegar seolah dia tidak mengeluarkan terlalu banyak tenaga. Kedua telapak tangan Ouw Yang Lee tampak merah sekali karena dia telah menggunakan tenaga Ang-Tok-Ciang (Tangan Racun Merah), Kedua telapak tangan Song Bu lebih aneh lagi, kadang berwarna merah, kadang putih seperti kapur dan kadang hitam seperti arang!
Hal ini karena dia menggunakan Ang-Tok-Ciang, Pek-Tok-Ciang (Tangan Racun Putih) dan Hek-Tok-Ciang (Tangan Racun Hitam) yang dipelajarinya dari Ouw Yang Lee, Pek Moko dan Hek Moko secara bergantian. Kedua tangan Pek Moko tentu saja berwarna putih seperti kapur dan kedua tangan Hek Moko berwarna hitam seperti arang. Kedua telapak tangan Im Yang Tojin berwarna biasa saja, akan tetapi tangan kanannya mengandung hawa panas dan tangan kirinya mengandung hawa dingin. Dia telah mengerahkan tenaga dari Im Yang Sin-Ciang (Tangan Sakti Im Yang). Karena itu, dapat dibayangkan betapa hebatnya serangan lima orang itu. Tenaga sakti yang mendorong dari telapak tangan mereka mengandung hawa panas, dingin dan beracun! Akan tetapi ternyata Tho-Te-Kong dapat menahan mereka berlima dengan sinkangnya yang amat kuat.
Bahkan dia masih tersenyum dan tiba-tiba Kakek itu mengeluarkan suara mendesis, perutnya yang kecil itu tampak bergerak-gerak keluar masuk dan kedua lengannya tergetar. Liu Taijin yang menonton dengan penuh perhatian melihat betapa daun itu kini mengepulkan asap seperti terbakar dan perlahan-lahan daun itu hancur menjadi abu, sehingga kini dua tenaga dari kedua fihak itu langsung bertemu tidak melalui apa-apa lagi. Dan akibatnya, lima orang itu terdorong mundur sampai beberapa langkah. Tho-Te-Kong masih berdiri seperti tadi, sama sekali tidak bergeser dari pasangan kuda-kudanya. Lima orang itu terkejut, maklum bahwa mereka telah kalah dan mereka lalu berlompatan ke samping melepaskan diri dari adu tenaga singkang itu. Tho-Te-Kong juga menyimpan tenaga kembali dan tertawa sambil menuju ke meja di mana Liu Taijin duduk.
"Taijin sudah melihat dan puas dengan hasil ujian tenaga saya?"
Katanya. Liu Taijin mengangguk-angguk.
"Bagus, engkau memang pantas menjadi pembantu utama kami, Lo-Cianpwe Tho-Te-Kong. Mari kita duduk berbincang-bincang kembali."
Dia memberi isyarat agar mereka mengatur meja kursi di tengah ruangan seperti tadi dan mereka lalu duduk mengelilingi meja. Liu Taijin bertepuk tangan tiga kali dan seorang pengawal yang tadinya berjaga di luar segera masuk.
"Perintahkan para pelayan di dapur untuk mengeluarkan hidangan yang lengkap. Cepat!"
Pengawal memberi hormat dan berlari keluar. Tak lama kemudian para pelayan wanita berdatangan membawa hidangan yang masih mengepul dan mereka lalu makan-minum dengan gembira sebagai sambutan selamat datang kepada Tho-Te-Kong dan Cui-Beng Kui-Bo, Mereka membicarakan urusan Im Yang Kauw yang hendak mereka serbu dan akhirnya Liu Taijin berkata kepada mereka semua.
"Sekarang, kami minta kalian bertujuh untuk menanti sampai kami menghadap Sri Baginda Kaisar dan melaporkan tentang Im Yang Kauw yang berniat memberontak! Kalau Sri Baginda sudah mengijinkan, kami akan mengerahkan dua ratus orang prajurit dengan para perwiranya dan kalian bertujuh membantu pasukan untuk membasmi lm Yang Kauw."
Tujuh orang itu menyanggupi dan mereka lalu bubaran. Untuk dua orang pembantu utama itu disediakan masing-masing sebuah kamar seperti para pembantu lainnya.
=====================================================================================
Kesempatan yang ditunggu-tunggu dengan hati tak sabar oleh Song Bu tiba. Mereka berdua keluar dari ruangan tamu dan kini mereka berjalan berdampingan menuju kamar masing-masing yang bersebelahan.
"Ayah, saya hendak bicara dengan Ayah."
Mendengar nada suara serius dalam kata-kata putera angkatnya, Ouw Yang Lee menoleh kepada Song Bu.
"Hemm, hendak bicara apakah? Mari masuk ke kamarku."
Mereka berdua memasuki kamar dan setelah menutupkan daun pintu kamar itu, langsung saja Song Bu berkata,
"Ayah, saya baru saja mendengar tentang kejadian di Nam-Po. Berita yang kudengar bahwa Ayah telah membunuh Cia-Ma dan mengejar-ngejar adik Ouw Yang Hui. Apakah Ayah juga membunuh Hui-moi pula?"
Dengan muka cemberut Ouw Yang Lee berkata,
"Sayang sekali aku tidak berhasil membunuh gadis pelacur yang sudah mencemarkan nama dan kehormatanku! Perempuan hina itu berhasil melarikan diri."
Dia tidak ingin menceritakan bahwa dia telah kalah bertanding melawan seorang pemuda yang melindungi Ouw Yang Hui. Dia masih penasaran dan malu akan kekalahan itu. Dalam hatinya, Song Bu merasa lega dan senang mendengar bahwa Ayah angkatnya tidak berhasil membunuh Ouw Yang Hui yang telah berhasil melarikan diri.
"Ayah telah bertindak keliru, kalau Ayah membEnci dan hendak membunuh Hui-Moi."
Ouw Yang Lee mengerutkan alisnya dan sepasang matanya memandang wajah pemuda itu dengan mencorong marah.
"Apa? Kau salahkan aku yang hendak membunuh anak durhaka yang telah menjadi pelacur hina ituz.? la telah mencoreng mukaku sebagai Ayahnya dan mencemarkan namaku!"
"Ayah memang salah, sama sekali salah. Hui-moi sama sekali bukan pelacur, ia seorang gadis yang baik, bijaksana dan terhormat...!
"Lancang kau menyalahkan aku! la telah menjadi anak seorang mucikari, bukankah itu berarti bahwa ia menjadi seorang pelacur hina?"
"Ayah keliru, salah sangka. Ia memang benar diambil anak oleh Cia-Ma, seorang mucikari. Hui-moi dahulu dijual oleh penculiknya kepada Cia-Ma dan bukan kesalahannya kalau ia menjadi anak angkat seorang mucikari. Akan tetapi Cia-Ma mencintanya dan tidak ingin ia menjadi seorang pelacur. Cia-Ma bahkan mengundang Guru-guru untuk mendidiknya menjadi seorang terpelajar dan halus budi. Tahukah Ayah bahwa Hu-moi terkenal di Nam-Po bahkan sampai di Kotaraja sebagai seorang gadis penjelmaan dewi Kwan Im Pouwsat yang menolak selaksa tail perak untuk melayani seorang pria? la dipuji dan disanjung sebagai seorang gadis yang terhormat, cantik dan pandai."
"Aku tidak perduli. Tetap saja ia tinggal dirumah pelacuran, rumah kotor dan...!
"Dengar dulu, Ayah. Tahukah Ayah bahwa Sri Baginda Kaisar sendiri pernah menyamar dan mengunjungi rumah Cia-Ma, khusus untuk mendengarkan Hui-moi bermain musik dan bernyanyi? Bahkan terhadap Kaisar sendiri ia bersikap sopan dan hormat! dan tahukah Ayah bagaimana sikap Sri Baginda Kaisar terhadapnya? Sri Baginda juga kagum dan hormat kepada Hui-moi, bahkan menganugerahkan Hui-moi dengan janji akan memenuhi semua permintaan Hui-Moi."
Ouw Yang Lee terbelalak.
"Sri Baginda Kaisar... Berkunjung kepadanya...?"
"Benar, Ayah. Karena saya sendiri yang mengawal Sri Baginda Kaisar ketika beliau berkunjung itu. Dan tahukah Ayah apa yang diminta oleh Hui-moi ketika Sri Baginda menjanjikan akan memenuhi segala permintaannya? la hanya minta agar Sri Baginda Kaisar menindak tegas dan menghukum para pejabat yang korup dan sewenang-wenang! Dan Ayah menuduh seorang gadis bijaksana seperti itu sebagai seorang pelacur?"
Ouw Yang Lee benar-benar tertegun. Sampai lama dia tidak mampu bicara, masih takjub membayangkan betapa Kaisar sendiri berkunjung kepada Ouw Yang Hui dan menjanjikan akan memenuhi semua permintaan gadis itu. Kalau saja Ouw Yang Hui minta menjadi selir, tentu berarti dia akan menjadi mertua Kaisar!
"Dan apakah Ayah tidak dapat membayangkan betapa marahnya Sri Baginda Kaisar kalau mendengar bahwa Ayah hendak membunuh gadis yang dikagumi beliau itu. Untung bahwa Ayah belum membunuhnya. Kalau Hui-moi sampai terbunuh Ayah dan Sri Baginda Kaisar mendengarnya, kemanakah Ayah hendak melarikan diri?"
Ouw Yang Lee menjadi pucat mendengar ucapan ini. Dapat dia membayangkan kalau dia menjadi seorang pelarian, seorang buruan yang dikejar-kejar kemarahan Kaisar!
"Ah, Song Bu! Kenapa baru sekarang kau ceritakan hal ini kepadaku?"
"Karena Ayah tidak mau mendengarkan. Baru saja saya menceritakan bahwa adik Ouw Yang Hui menjadi anak angkat Cia-Ma dan tinggal di sana, Ayah sudah marah-marah dan pergi mencarinya."
"Untung aku belum membunuhnya! Ah, akan tetapi ke mana larinya anak itu? Ketika aku mengejarnya, Ia... Ia dilarikan seorang pemuda yang lihai. Song Bu, engkau harus mencarinya sampai dapat! la dapat membantu kita untuk dimintakan kedudukan kepada Sri Baginda Kaisar! Cepat, Song Bu, carilah ia sampai dapat."
"Baik, Ayah. Akan tetapi bagaimana dengan penyerbuan ke Im Yang Kauw? Liu Taijin tentu akan mencari saya."
"Engkau tidak usah ikut. Dengan adanya Tho-Te-Kong dan Cui-Beng Kui-Bo, kami sudah cukup kuat untuk membasmi Im Yang Kauw. Biar aku yang melapor dan minta ijin untukmu dan kukatakan bahwa engkau harus cepat pulang ke Pulau Naga untuk keperluan keluarga yang amat mendesak."
Song Bu memang merasa tidak senang untuk ikut menyerbu dan membasmi Im Yang Kauw bersama para jagoan itu, Dia menganggap Im Yang Tojin bertindak khianat terhadap perkumpulannya sendiri. pengkhianatan dianggapnya sebagai tindakan pengecut dan diam-diam Song Bu sudah tidak suka.
Apa lagi dengan munculnya orang orang seperti Tho-Te-Kong dan Cui-Beng Kui-Bo yang sombong dan juga dia membEnci Nenek yang genit itu. Maka, tugas mencari Ouw Yang Hui diterimanya dengan gembira sekali. Diapun mengkhawatirkan gadis itu, gadis yang menjadi Sumoinya bahkan menjadi adik angkatnya, gadis yang menggetarkan jantungnya karena kecantikannya yang luar biasa dan kebijaksanaannya yang mengagumkan. Dia harus mencari dan menemukan Ouw Yang Hui dalam keadaan selamat dan kini diapun mendapat kesempatan untuk mencari Tok-Gan-Houw Lo Cit yang nenjadi dalang atas penculikan terhadap Ouw Yang Lan dan Ouw Yang Hui bersama kedua orang Ibu mereka. itu, mendengar perintah Ayah angkatnya untuk mencari Ouw Yang Hui, dia merasa girang sekali.
"Kalau begitu, baiklah, Ayah. Saya berangkat malam ini juga,"
Katanya. Setelah berkata demikian, Song Bu lalu memasuki kamarnya dan berkemas. Dia membawa beberapa stel pakaian, membawa bekal uang yang banyak dia dapatkan sebagai gaji dan juga dari para pemuda bangsawan yang suka memberi hadiah kepadanya dan tidak lupa membawa pedang pemberian Guru yang kini menjadi Ayah angkatnya, yaitu Toat-Beng Tok-Kiam. Setelah berpamit dari Ayah angkatnya, berangkatlah Song Bu malam itu juga.
Karena semua prajurit yang menjaga Istana Thaikam Lui Cin sudah mengenalnya, maka dengan leluasa dia keluar dari Istana, terus berjalan keluar dari Kotaraja menuju ke Nam-Po karena dia hendak menyelidiki dan mencari jejak Ouw Yang Hui dari kota itu. Thaikam Lui Cin dapat menerima alasan yang dikemukakan Ouw Yang Lee tentang tidak hadirnya Ouw Yang Song Bu. Ouw Yang Lee mengatakan bahwa ada keperluan keluarga yang amat mendesak dan penting sehingga dia mengutus puteranya untuk pulang dulu ke Pulau Naga. Liu Taijin tidak merasa kehilangan karena bukankah di situ sudah ada Tho-Te-Kong dan Cui-Beng Kui-Bo yang amat lihai? Dengan mereka berdua ditambah Im Yang Tojin, Hek Pek Moko dan Ouw Yang Lee, semua berjumlah enam orang jagoan yang memimpin dua ratus prajurit, Liu Taijin merasa yakin bahwa Im Yang Kauw yang menentangnya akan dapat dibasmi dengan mudah.
Setelah Kaisar mendengar laporan Thaikam Liu Cin tentang Im Yang Kauw di Kim-San yang hendak memberontak, tentu saja Kaisar mengijinkan Thaikam Liu Cin mengirim pasukan untuk menumpasnya, Lima hari kemudian Thaikam Liu Cin mengutus kepala pasukan pengawalnya, Giam Tit, untuk memimpin dua ratus orang prajurit dan disertai enam orang jagoannya, pasukan itupun berangkat menuju ke Kim-San dengan menunggang kuda. Im Yang Kauw adalah sebuah perkumpulan agama yang merupakan pecahan dari agama To-Kauw. Im Yang Kauw mendasari ajarannya dengan keyakinan akan kekuasaan Im dan Yang (Positive dan Negative). kedua unsur Im dan Yang inilah yang memegang peran penting dalam segala hal yang ada didunia ini.
Dua unsur yang berlawanan satu sama lain, akan tetapi Yang Maha PEncipta mEnciptakan segala sesuatu melalu bertemunya kedua unsur Im dan Yang, Wanita dan pria, gelap dan terang, bumi dan langit, buruk dan baik, pendeknya unsur Im dan Yang inilah, biarpun sifatnya berlawanan namun keduanya ini yang menggerakkan dunia dan kehidupan. Ada yang satu harus ada yang lain karena kalau yang satu tidak ada, maka yang lainpun tidak ada. Bahkan dalam diri manusia dialiri kedua unsur Im dan Yang ini, Kalau kedua unsur Im dan yang ini berimbang, maka manusianya akan sehat, sebaliknya kalau tidak berimbang maka kesehatannya akan terganggu dan muncullah penyakit. Mana mungkin ada siang kalau tidak ada malam? Mana bisa ada baik kalau tidak ada buruk dan tidaklah mungkin ada senang kalau tidak ada susah, demikianlah jalan perputaran Im dan Yang.
Seperti semua perkumpulan agama pada waktu itu, Im Yang Kauw juga melatih para muridnya dengan ilmu bela diri. Ilmu silat dipelajari bukan hanya untuk menjaga kesehatan, melainkan juga untuk memperkuat kedudukan mereka, untuk menjaga diri, dan dihubungkan pula dengan kesehatan batin. Yang menjadi ketua Im Yang Kauw pada waktu itu adalah seorang pria berusia enam puluh tahun yang berjuluk Im Yang Siansu Dia adalah seorang tokoh Im Yang Kauw yang memiliki ilmu kepandaian silat tinggi sekali, Orangnya sederhana, bertubuh sedang dan memelihara jenggot panjang sampai ke lehernya, Jubah Pendetanya juga sederhana saja, dergan gambar bulatan Im Yang di dadanya, Ketua ini masih terhitung Suheng dari Im Yang Tojin yang kini menjadi seorang di antara pembantu-pembantu Thaikam Lui Cin,
Im Yang Tojin sudah lima tahun diusir dari Im Yang Kauw karena dia dianggap berdosa melanggar pantangan berat dari Im Yang Kauw, yaitu dia berlaku jina melakukan hubungan gelap dengan isteri seorang petani di bawah gunung. Ketika hal ini diketahui, maka Im Yang Siansu lalu mengusirnya. Im Yang Tojin merasa malu sekali dan dia pun pergi ke Kotaraja. Biarpun dia telah melakukan penyelewengan berjina dengan isteri orang, namun dia masih membawa sikap yang diambil oleh Im Yang Kauw, yaitu membela Kaisar dan menentang para pejabat korup dan lalim. Karena itu dia menghambakan diri kepada Koan-Ciangkun, seorang Panglima yang setia kepada Kaisar dan yang menentang Thaikam Liu Cin. Akan tetapi, ketika Koan-Ciangkun terbunuh olel Ouw Yang Lee, Im Yang Tojin dapat terbujuk oleh Liu Taijin dan akhirnya menjadi pembantu Thaikam yang besar kekuasaannya itu,
Setelah melihat kekuasaan Thaikam itu kemudian, timbulah niat di hati Im Yang Tojin untuk membalas dendam kepada Im Yang Kauw yang telah mengusirnya. Maka dia membuka rahasia Im Yang Kauw yang menentang Thaikam Liu Cin sehingga Thaikam itu minta ijin Kaisar untuk mengirim pasukan ke Kim-San dan membasmi Im Yang Kauw. Pada waktu itu, Im Yang Kauw mempunyai tiga belas orang tokoh, Sebagai Toa-Suheng (Kakak seperguruan tertua) adalah Im Yang Siansu yang kini menjabat kedudukan ketua. Sesudah Im Yang Siansu, lalu Thian Im Cu sehugai orang nomor dua dan Thian Tang Cu sebagai orang nomor tiga. Im Yang Tojin adalah murid urutan ke empat dan selebihnya, yang sembilan orang lagi, adalah para Tosu yang berada di bawahnya atau para Sutenya (adik seperguruan).
Dengan kepergian Im Yang Tojin yang terusir dari situ, kini di Im Yang Kauw tinggal dua belas orang Tosu yang merupakan pimpinan. Selain dua belas orang Tosu pimpinan ini, terdapat kurang lebih seratus sepuluh orang murid Im Yang Kauw yang tinggal di pusat Im Yang Kauw, yang berdiri di lereng Kim-San (Gunung Emas) itu. Pusat mereka itu merupakan sebuah perkampungan yang dikelilingi pagar tembok dan dalam perkampungan terdapat puluhan buah bangunan yang menjadi tempat tinggal para murid yang kesemuanya adalah pria. murid tidak diharuskan menjadi Tosu dan berpakaian biasa walaupun mereka semua tentu saja mempelajari ajaran agama lm Yang. Usia para murid itu dari dua puluh tahun sampai empat puluh tahun, Mereka bertani, akan tetapi yang menjadi penghasilan pokok mereka untuk memmenuhi kebuTuhan hidup mereka adalah menggali biji emas yang terdapat di Kim-San.
Walaupun tidak amat banyak, namun mereka dapat menemukan biji emas dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebuTuhan mereka sehari-hari. Pada suatu hari di satu siang Im Yang Siansu berunding dengan sebelas orang Sutenya. Ketua Im Yang Kauw ini berusia kurang lebih enam puluh tahun, tampak sederhana namun berwibawa dan wajahnya tampak lebih muda dari pada usia yang sebenarnya. Disebelah kanannya duduk Thian Im Cu yang berusia lima puluh enam tahun dan di sebeiah kirinya duduk Thian Yang Cu yang berusia lima puluh tiga tahun. Adapun sembilan orang Sute lainnya yang lebih muda duduk berhadapan dengan tiga orang ini Mereka membicarakan tentang berita yang mereka dengar dari Kotaraja bahwa Panglima Koan Tek yang setia kepada Kaisar itu telah terbunuh tanpa ada yang mengetahui siapa pembunuhnya.
Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Pusaka Gua Siluman Karya Kho Ping Hoo Dara Baju Merah Karya Kho Ping Hoo