Sepasang Rajah Naga 17
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 17
Pemuda yang ke dua, yang lebih kecil, amat tampan dan usianya masih tampak muda sekali, masih remaja. Akan tetapi sikapnya yang lembut dan wajahnya yang manis dan tampan sekali amat menarik perhatian. Pakaian mereka sederhana saja, namun sikap dan pembawaan mereka jelas menunjukkan bahwa mereka berdua bukan dua pemuda petani atau dusun yang sederhana. Dua orang "Pemuda"
Itu adalah Wong Sin Cu dan Ouw Yang Hui yang menyamar sebagai seorang pria. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Wong Sin Cu membantu Ouw Yang Hui untuk mencari Ibu kandungnya yang diketahui pergi dengan seorang pendekar Siauw-Lim-Pai bernama Gan Hok San. Mereka berdua merantau ke selatan sampai jauh dan Sin Cu bertanya-tanya kepada banyak tokoh kang-ouw di mana adanya pendekar Gan Hok San.
Akan tetapi walaupun nama pendekar ini pernah terkenal, tidak ada yang dapat memberi keterangen kepadanya di mana kini pendekar itu tinggal. Sampai hampir enam bulan mereka berdua melakukan perjalanan. Hubungan antara mereka menjadi semakin akrab dan di sepanjang perjalanan, Ouw Yang Hui mengaku bernama Wong Hui, adik dari Wong Sin Cu. Ouw Yang Hui semakin kagum dan hormat kepada pemuda itu yang ternyata seorang pemuda yang selalu bersikap sopan dan lembut kepadanya, Di lain fihak, Sin Cu juga semakin terpikat dan jatuh hati kepada gadis yang selain cantik jelita, juga memiliki kebijaksanaan dan baik budi, sikapnya lembut. Akan tetapi keduanya menyimpan perasaan hati mereka dan biarpun mereka bersikap akrab namun tetap saja membatasi diri dengan kesopanan.
Dalam perantauan yang berbulan-bulan itu, tentu seringkali mereka menghadapi gangguan dari orang-orang jahat, akan tetapi dengan itu silatnya yang tinggi, semua gangguan itu dapat ditanggulangi oleh Sin Cu. Melihat betapa gadis itu pernah mempelajari ilmu silat, yaitu dasar-dasarnya dan memiliki kegesitan, Sin Cu lalu mengajarkan ilmu langkah ajaib Chit-Seng Sin-Po (Langkah Sakti Tujuh Bintang) kepada Ouw Yang Hui. Gadis ini memang pada dasarnya memiliki kelemasan dan keluwesan, pandai pula menari sehingga ketika diajari ilmu langkah itu, ia dapat menguasainya tanpa banyak kesukaran. Lewat beberapa bulan kemudian setelah mereka melakukan perjalanan dan setiap ada kesempatan berlatih ilmu langkah, akhirnya Ouw Yang Hui mahir ilmu Chit-Seng Sin-Po.
Kini jangan harap seorang jagoan yang jahat dapat menangkap atau memukulnya dengan mudah karena ilmu langkah yang dikuasainya itu dapat membuat ia bergerak dengan gesit dan menghindarkan segala macam serangan kasar. Akhirnya Sin Cu mengambil keputusan untuk mengajak Ouw Yang Hui pergi ke pegunungan Sung-San di Propinsi Honan dan berkunjung ke Kuil Siauw-Lim-Si di pegunungan itu. Mereka berkunjung dan kepada para Hwesio yang berjaga di pintu gerbang mereka minta untuk diperkenankan menghadap ketua Kuil. Mereka diperkenankan melewati pintu gerbang, akan tetapi ketika tiba di bangunan di mana ketua Siauw-Lim-Pai tinggal, mereka dihadang oleh seorang Hwesio penjaga. Hwesio penjaga yang sudah setengah tua itu ternyata waspada sekali. Setelah melihat Ouw Yang Hui, dia berkata dengan suara tegas.
"Omitohud.! Kalian tidak boleh masuk. Nona ini menyamar pria, dan di sini tidak boleh ada wanita masuk!"
Sin Cu terkejut dan cepat memberi hormat.
"Suhu memang benar. Adik saya ini memang seorang wanita dan ia terpaksa menyamar sebagai pria agar tidak mendapat banyak gangguan dalam perjalanan. Kami datang jauh dari Kotaraja dan mohon bertemu dengan yang terhormat ketua Siauw-Lim-Pai untuk keperluan yang amat penting, Mohon diperkenankan menghadap."
"Omitohud, kedatanganmu membawa seorang wanita yang menyamar sudah mencurigakan, orang muda. Karena itu sebelum Pinceng (aku) dapat memperkenankanmu masuk menghadap ketua, katakanlah dulu siapa namamu dan apa keperluanmu minta menghadap ketua agar Pinceng dapat melapor ke dalam dan menanti keputusan ketua, apakah engkau diperkenankan menghadap atau tidak."
Sin Cu kini maklum bahwa peraturan di Siauw-Lim-Pai amat ketat. Dia teringat akan Gurunya yang pernah mengatakan bahwa Gurunya merupakan sahabat baik dari para tokoh Siauw-Lim-Pai. Maka diapun lalu menjawab.
"Terima kasih, Suhu. Nama saya Wong Sin Cu dan saya adalah murid dari Suhu Bu Beng Siauwjin. Saya mohon berjumpa dengan ketua Siauw-Lim-Pai untuk bertanya dimana saya dapat bertemu dengan seorang tokoh Siauw-Lim-Pai bernama Gan Hok San."
Mendengar disebutnya nama Bu Beng Siauwjin dan juga Gan Hok San, Hwesio itu mengangguk-angguk dan wajahnya menjadi cerah.
"Omitohud! Begitukah? Baik, silakan sicu menanti sebentar, akan Pinceng laporkan ke dalam."
Sin Cu dan Ouw Yang Hui duduk di atas bangku yang terdapat di luar bangunan itu. Tak lama kemudian Hwesio itu muncul kembali dan berkata,
"Silakan Wong-sicu (orang gagah Wong) masuk, Lo-Suhu sudah menanti di ruangan depan. Akan tetapi nona ini harap menunggu saja di sini."
Sin Cu bangkit dan memandang kepada Ouw Yang Hui.
"Engkau tunggulah di sini sebentar."
Ouw Yang Hui yang tahu aturan itupun mengangguk dan tersenyum. Sin Cu melangkah masuk. Setelah tiba di ruangan depan, dia melihat seorang Hwesio tua, berusia kurang lebih tujuh puluh tahun, kepalanya yang gundul memakai topi Pendeta, jubahnya kuning dan dia memelihara jenggot panjang yang sudah putih semua. Hwesio tua itu duduk bersila di atas dipan dan biarpun sudah tua renta, namun sepasang matanya bersinar kilat ketika dia menatap ke arah wajah Sin Cu. Berhadapan dengan orang tua ini, Sin Cu merasa seperti berhadapan dengan Gurunya. Hwesio tua ini mempunyai wibawa yang luar biasa, yang membuat dia tanpa disengaja bertekuk lutut.
"Lo-Cianpwe, teecu Wong Sin Cu mengaturkan hormat,"
Katanya dengan sikap hormat.
"Omitohud! Angkat mukamu dan jawablah, orang muda. Benarkah engkau murid Bu Beng Siauwjin?"
Suara Hwesio itu lembut sekali dan terdengar ramah. Sin Cu menurut. Dia mengangkat mukanya memandang wajah Hwesio itu dan menjawab,
"Benar, Lo-Cianpwe. Suhu Bu Beng Siauwjin adalah Guru teecu."
Tiba-tiba Hwesio tua itu menggerakkarn tangan kirinya dan telunjuknya menuding kearah Sin Cu. Suara bercicit terdengar dan serangkum hawa menyambar ke arah Sin Cu. pemuda itu terkejut bukan main, mengenal itu sebagai serangan It-Yang-Ci yang sudah tinggi sekali tingkatnya, mampu menyerang dari jarak jauh mengandalkan tenaga sakti. karena maklum betapa hebatnya tenaga sakti It-Yang-Ci itu, Sin Cu tidak berani menyambut secara langsung. Dia menggulingkan tubuhnya ke atas lantai dan ketika bergulingan itu dia mengerahkan tenaga dan menggunakan It-Yang-Ci pula untuk menangkis dari samping.
"Pyarrr..."
Dua tenaga sakti bertemu dan serangan Hwesio itu ditangkis dari samping oleh tenaga Sin Cu.
"Omitohuud... bagus sekali, kiranya It-Yang-Ci yang kutukar dengan Thai-Yang Sin-Ciang dari Bu Beng Siauwjin itu tidak sia-sia, bahkan sudah diturunkan kepada muridnya dengan baik sekali. Majulah, Sin Cu dan mari kita bicara. Pinceng yakin bahwa engkau memang benar murid Bu Beng Siauwjin,"
Kata Hwesio tua itu.
"Pinceng adalah Hui Sian Hwesio, sahabat baik Suhumu."
Sin Cu merangkak dan duduk berlutut kembali seperti tadi.
"Terima kasih, Lo-Cianpwe."
"Sudahlah, engkau bukan murid Siauw-Lim-Pai. Jangan berlutut terus. Bangkit dan duduklah di atas kursi itu agar lebih enak kita bicara."
Sin Cu bangkit dan memberi hormat lagi dengan membungkuk sebelum duduk di atas sebuah kursi yang menghadap ke dipan yang diduduki Hwesio itu.
"Nah, sekarang ceritakan kepada Pinceng, mengapa engkau mencari Gan Hok San? Dia adalah Sute (adik seperguruan) Pinceng yang termuda, akan tetapi dia tidak mau menjadi seorang Hwesio. Bagaimanapun juga, dia tidak mengecewakan menjadi murid Siauw-Lim-Pai karena di dunia kang-ouw sepak terjangnya menjunjung nama baik dan kehormatan Siauw-Lim-Pai. Sekarang engkau mencarinya. Katakanlah, engkau mencarinya sebagai kawan atau lawan?"
"Mana berani teecu memusuhi Gan-Taihiap, Lo-Cianpwe? Biarpun belum mengenalnya, teecu juga sudah mendengar bahwa beliau seorang pendekar yang budiman dan gagah perkasa. Tidak, Lo-Cianpwe, teecu mencarinya bukan sebagai lawan, melainkan sebagai kawan. Sebelas tahun kurang lebih yang lalu, seorang Ibu muda dan puterinya telah diculik penjahat dan mereka berpisah. Ibu muda itu ditolong oleh Gan-Taihiap dan kini puterinya mencari Ibunya yang terpisah darinya itu. Sahabat teecu yang menunggu di luar itulah puteri si Ibu muda yang ditolong Gan-Taihiap. Karena kami tidak tahu di mana kini Ibu muda itu, maka kami tidak mempunyai petunjuk lain kecuali menemui Gan-Taihiap dan bertanya kepadanya tentang Ibu sahabat teecu itu.
"Omitohuud...! Jadi begitukah persoalannya? Wong-sicu, kalau begitu sudah sepatutnya kalau Pinceng memberi tahu kepadamu di mana Sute Gan Hok San kini berada. Kalau dia belum pindah lagi, dia tinggal disebuah dusun yang disebut Sia-Bun, dan dusun itu berada di lereng pegunungan Beng-San. Nah, engkau carilah ke sana dan mudah-mudahan engkau dapat berjumpa dengannya. Dengan hati girang Sin Cu lalu menghaturkan terima kasih dan mohon pamit.
Bersama Ouw Yang Hui dia lalu melakukan perjalanan langsung ke Beng-San dan pada pagi hari itu mereka berdua berhasil menemukan rumah Gan Hok San di dusun Sia-Bun, di lereng pegunungan Beng-San. Gan Hok San dapat menduga bahwa dua orang pemuda asing itu tentu mempunyai keperluan penting maka memasuki pekarangan rumahnya. Dia sebagai tuan rumah yang biasanya memang ramah, segera bangkit berdiri dan melangkah maju menyambut. Melihat seorang pria berusia lima puluhan tahun menyambut kedatangan mereka. Sin Cu dan Ouw Yang Hui memandang penuh perhatian. Melihat sikap pria yang berpakaian sebagai petani itu demikian gagah, Sin Cu menduga bahwa tentu dia inilah pendekar Gan Hok San. Maka dia lalu melangkah maju menghampiri dan mengangkat kedua tangan di depan dada, diturut oleh Ouw Yang Hui.
"Maafkan kami berdua kalau kedatangan kami mengganggu, Paman. Apakah ini rumah kediaman Taihiap Gan Hok San?"
Tanya Sin Cu dengan sikap hormat. Gan Hok San senang dengan sikap kedua orang pemuda itu. Tepat seperti yang dia duga. Dua orang pemuda ini jelas bukan pemuda dusun yang sederhana, melainkan dua orang pemuda terpelajar yang bersusila.
"Benar sekali, orang muda,"
Jawabnya. Dengan wajah girang Sin Cu lalu berkata.
"Kalau begitu, bolehkah kami berdua menghadap Taihiap Gan Hok San? Kami berdua mempunyai keperluan yang penting sekali untuk bicara dengan beliau."
Gan Hok San tersenyum.
"Akulah Gan Hok San dan jangan sebut aku dengan Taihiap-Taihiap segala. Engkau tadi telah menyebut Paman dan itu baik sekali, orang muda. Siapakah kalian berdua, Ah, mari, mari masuk dan duduklah agar lebih leluasa kita bicara!"
Katanya ramah. Sin Cu dan Ouw Yang Hui mengikuti pendekar itu memasuki ruangan depan dan mereka dipersilakan duduk berhadapan dengan dia, terhalang sebuah meja.
"Nah, sekarang katakan siapa engkau, orang muda, dan siapa pula eh..., nona ini."
Sin Cu dan Ouw Yang Hui terkejut. Pandang mata pendekar ini sungguh tajam. Sekali pandang saja sudah tahu bahwa Ouw Yang Hui adalah seorang wanita!
"Maafkan kami, Paman. Saya bernama Wong Sin Cu dan ia ini memang seorang gadis yang menyamar pria agar tidak terganggu dalam perjalanan. Namanya... Siang Bi Hwa,"
Kata Sin Cu yang sengaja menyebut nama baru Ouw Yang Hui seperti yang sudah mereka sepakati berdua untuk sementara merahasiakan nama aselinya. Dalam perjalanan, Ouw Yang Hui yang menyamar pria itu diaku sebagai adiknya bernama Won Hui. Akan tetapi di depan Gan Hok San yang seketika telah mengetahui bahwa Ouw Yang Hui adalah seorang gadis yang menyamar pria, dia tidak merasa perlu untuk memperkenalkan nama samaran pria itu.
"Lalu, apakah yang dapat kulakukan untuk kalian? Keperluan apakah yang membawa kalian datang berkunjung ke rumah kami."
"Maafkan kami, Paman,"
Kata pula Sin Cu dengan lembut.
"Sesungguhnya kami mencari seorang wanita bernama Sim Kui Hwa. Apakah ia berada di sini?"
Mendengar pertanyaan ini, alis pendekar itu berkerut. Bermacam dugaan dan kecurigaan mengganggu hatinya.
"Kalau ia berada di sini, apa kehendak kalian?"
Dia bertanya agak ketus karena bagaimanapun juga hatinya merasa tidak senang mendengar isterinya ditanyakan seorang laki-laki muda.
"Ah... tidak ada apa apa Paman,kami hanya ingin berjumpa dan bicara dengannya...!"
Kata Sin Cu agak gugup melihat tuan rumah tampaknya tidak senang.
"Hemm.., begitukah? Baik, akan kupanggil ia ke sini."
Setelah berkata demikian, dia meninggalkan tamunya dan masuk ke ruangan dalam. Baru saja dia pergi, muncul seorang anak perempuan berusia sembilan tahun. Anak itu adalah Gan Li Hong yang sebetulnya sudah sejak tadi berada di luar ruangan tamu itu dan mendengarkan percakapan tadi. la melihat Ayahnya keluar, lalu ia masuk kedalam ruangan itu dengan sikap lincah dan marah. la tidak ikut mendengarkan percakapan pertama sehingga tidak tahu bahwa pemuda tampan yang tampak masih remaja itu adalah seorang wanita. la melangkah maju menghadapi dua orang "Pemuda"
Itu dan bertolak pinggang, mengedikkan kepalanya.
"Hei, kalian ini adalah pemuda-pemuda yang kurang sopan dan kurang ajar, ya?"
Sin Cu dan Ouw Yang Hui saling pandang dengan membelalakkan mata, lalu keduanya tersenyum merasakan benar betapa lucunya keadaan itu. Mereka ditegur seorang bocah yang menganggap mereka kurang sopan dan kurang ajar sehingga mereka menjadi bingung siapakah diantara mereka dan bocah itu yang dewasa dan siapa pula yang kanak-kanak! Mereka melihat betapa anak kecil berusia sembilan tahun itu memiliki sepasang mata yang mencorong penuh keberanian dan sikapnya gagah seperti seorang pendekar sungguhan, wajahnya mungil dan manis sekali sehingga sikap yang gagah-gagahan itu tidak menyeramkan melainkan lucu sekali.
"Eh, anak yang manis, kenapa engkau marah-marah kepada kami? Mari sini kita berkenalan. Siapakah namamu, adik manis?"
Kata Ouw Yang Hui sambil tersenyum ramah dan menghampiri anak perempuan itu.
"Nah-nah! Engkau merayuku, ya? Aku masih kanak-kanakpun engkau sudah merayu! Benar-benar yang dinamakan pemuda berandalan tak tahu malu adalah yang seperti kalian ini!"
"Hemm, adik yang manis. Apa sebabnya engkau mengatakan kami pemuda berandalan yang tidak sopan dan kurang ajar?"
Tanya Ouw Yang Hui dengan heran.
"Pernah kubaca dalam kitab bahwa kalau laki-laki minta bertemu dan bicara dengan wanita, itu namanya tidak sopan dan kurang ajar. Kalian ini dua orang pemuda, tidak bicara dengan Ayah malah mencari Ibu. Bukankah itu tidak sopan? Kalian memang patut dihajar!"
Tiba-tiba saja Gan Li Hong yang galak itu melayangkan tinjunya menyerang ke arah perut Ouw Yang Hui. Sekarang Ouw Yang Hui bukan gadis lemah seperti ketika ia masih menjadi Siang Bi Hwa di rumah Cia-Ma. la telah berlatih ilmu langkah Chit-Seng Sin-Po. Sekalipun seorang ahli silat kalau tidak yang pandai sekali jangan harap akan dapat mernukulnya, apalagi seorang gadis cilik seperti Li Hong. Dengan mudah saja Ouw Yang Hui mengelak dengan geseran kakinya, Melihat pukulan pertamanya luput, Li Hong menjadi semakin marah dan iapun sudah menyerang bertubi-tubi dengan kedua tangannya. Namun, sambil tersenyum Ouw Yang Hui melangkah ke sana-sini dan semua pukulan itu luput!
"Li Hong, hentikan!"
Tiba-tiba terdengar bentakan dan Gan Hok San telah muncul dari pintu yang menembus ke dalam. Mendengar bentakan itu Li Hong menghentikan serangannya dan mundur mendekati Ayahnya. Gan Hok San tadi telah menemui Sim Kui Hwa, isterinya. Ketika dia menceritakan kepada isterinya bahwa ada dua orang pemuda yang datang mencarinya, Sim Ku Hwa mengerutkan alisnya dan merasa heran,
"Dua orang pemuda? Aku tidak mengenal pemuda manapun. Apa maksudnya hendak bertemu denganku?"
"Aku tidak tahu. Mereka tidak memberi tahukan keperluan mereka, hanya menyatakan ingin berjumpa dan bicara denganmu,
"Ah, ini mencurigakan,"
Kata Sim Kui Hwa.
"Siapa tahu mereka berniat buruk."
"Hemm, siapakah yang akan berniat buruk terhadapmu?"
Kata Hok San.
"Ih, lupakah engkau akan sikap Ouw Yang Lee kepadaku? Tidak, aku tidak mau bertemu dengan mereka sebelum tahu lebih dulu apa yang mereka inginkan. Siapa nama mereka?
"Pemuda itu bernama Wong Sin Cu sedangkan gadis yang menyamar pemuda itu bernama Siang Bi Hwa."
"Hemm, ada gadis menyamar pemuda lagi. Mereka itu mencurigakan, sebaiknya engkau selidiki lebih dulu dan tanyakan apa kehendak mereka yang sebenarnya."
Mendengar penolakan isterinya, Gan Hok San merasa bahwa isterinya benar juga. Maka diapun kembali ke ruangan tamu di mana dia melihat Li Hong sedang kalang kabut menyerang gadis yang menyamar sebagai pria itu. Maka dia membentak Li Hong untuk menghentikan serangan-serangannya dan diapun melihat bahwa gadis berpakaian pria itu memiliki gerak langkah yang aneh sekali ketika menghindarkan diri dari serangan bertubi puterinya. Mengertilah dia bahwa gadis itu seorang yang memiliki ilmu silat yang aneh dan kecurigaannya yang bangkit setelah dia bicara dengan isterinya itu semakin membesar.
"Li Hong, kenapa engkau menyerang orang?"
Bentak Gan Hok San kepada puterinya.
"Mereka adalah pemuda-pemuda kurang ajar dan berandalan, patut dihajar, Ayah!"
Kata Li Hong.
"Tidak mengapalah, Paman. Saya yang bersalah. Saya memuji-mujinya sebagai anak yang cantik manis dan ia marah, menganggap saya seorang pemuda kurang ajar dan ia menyerang saya. Adik ini sudah lincah dan gagah sekali, Paman,"
Kata Ouw Yang Hui.
"Bagaimana, Paman? Apakah kami dapat bertemu dan bicara dengan Bibi Sim Kui Hwa?"
Tanya Sin Cu ketika melihat pendekar itu muncul seorang diri saja.
"Nanti dulu. Kalian ceritakan dulu apa keperluan kalian hendak bertemu dan bicara dengan Sim Kui Hwa. Sebelum kalian menceritakan apa keperluan kalian, ia tidak mau bertemu dengan kalian yang tidak dikenalnya."
Gan Hok San adalah seorang laki-laki gagah yang jujur, maka diapun mengatakan apa adanya. Ouw Yang Hui menoleh dan memandang kepada Sin Cu. Pemuda ini mengangguk dan berkata lirih,
"Sebaiknya engkau ceritakan sajalah dengan terus terang."
"Silakan duduk dan bicaralah terus terang apa kehendak kalian,"
Kata Gan Hok San. Mereka duduk kembali. Li Hong juga dekat duduk dengan Ayahnya, mendengarkan penuh perhatian.
"Paman Gan Hok San,"
Kata Ouw Yang Hui dengan lembut.
"Saya mendengar bahwa Paman telah menyelamatkan seorang wanita bernama Sim Kui Hwa dari tangan penjahat yang menculiknya. Kemudian Paman menyelamatkannya dari ancaman majikan Pulau Naga dan Paman membawnya pergi dari Pulau Naga. Sekarang kami datang untuk bertanya kepada Paman dimana adanya Sim Kui Hwa itu? Kalau ia berada di sini, saya ingin bertemu dan bicara dengannya."
Gan Hok San mengerutkan alisnya, memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik, lalu perlahan-lahan dia bangkit berdiri.
"Apakah engkau datang dari Pulau Naga?"
Tanyanya penuh kecurigaan.
"Saya memang berasal dari Pulau Naga, Paman."
"Dan kalian datang sebagai utusan Ouw Yang Lee untuk membunuh aku dan Sim Kui Hwa?"
Desak Gan Hok San.
"Ayah, hajar saja mereka yang jahat ini!"
Li Hong juga bangkit berdiri dan memasang kuda-kuda untuk siap menyerang. Sikapnya seperti seekor anak harimau yang siap mencakar dan menggigit, akan tetapi tidak berbahaya. Lucu sekali! Ouw Yang Hui Juga bangkit berdiri.
"Ah, tidak sama sekali, Paman! Saya saya..."
Ouw Yang Hui tidak melanjutkan ucapannya melainkan terbelalak memandang kepada seorang wanita cantik yang muncul di pintu tembusan ke ruangan dalam itu. Wanita itu adalah Sim Kui Hwa. Dua orang wanita itu bertemu pandang, saling memperhatikan. Biarpun kini Ouw Yang Hui bukan anak perempuan berusia tujuh tahun lagi, melainkan seorang gadis berusia delapan belas tahun dan menyamar sebagai pria lagi, namun Sim Kui Hwa tidak pangling. Juga Ouw Yang Hui segera dapat mengenal Ibunya yang baginya tampak masih seperti dulu, cantik dan anggun. Bagaikan tertarik oleh kekuatan magnit kedua wanita itu melangkah maju saling menghampiri, Bibir mereka bergerak gemetar menahan jerit tangis, seperti bendungan lemah menahan tekanan air bah.
"
Ibuuuuu...!"
"Hui-ji (anak Hui)... ah... Ouw Yang Hui..."
Bendungan itu pecah diterjang banjir. Kedua orang itu lari saling mengharmpiri dan di lain saat mereka telah berhadapan. Ouw Yang Hui menjatuhkan diri berlutut dan merangkul kedua kaki Ibunya sambil menangis tersedu-sedu.
"Ibuuu... ahh Ibuuu...!"
Sim Kui Hwa menjatuhkan diri berlutut pula dan merangkul puterinya, mendekap kepala itu pada dadanya, mEnciuminya diantara banjir air mata.
"Hui-ji, terima kasih Tuhan... Hui-ji anakku...!"
Gelora perasaan yang amat hebat, bahagia, terharu, dan iba menjadi satu, tidak tertahan oleh wanita yang berperasaan lembut itu. Sim Kui Hwa terkulai pingsan dalam rangkulan Ouw Yang Hui.
"Ibuuu!"
Ouw Yang Hui memeluk Ibunya yang terkulai lemas. Melihat ini, Gan Hok San menghampiri dan menekan tengkuk isterinya beberapa kali. Sim Kui Hwa siuman kembali lalu merangkul puterinya dan kedua orang wanita itu menangis. Sin Cu memandang dengan mata basah. Dia merasa terharu sekali, teringat akan dirinya sendiri yang sudah tidak berAyah-Ibu. Dia memandang kepada Gan Hok San yang juga tampak terharu, dan memandang kepada Li Hong. Anak itu kelihatan terheran-heran dan bingung. Baik Sin Cu maupun Gan Hok San hanya memandang dan membiarkan Ibu dan anak itu bertangis-tangisan karena hal itu memang perlu sekali bagi kedua orang wanita itu untuk melampiaskan segala gejolak perasan mereka. Setelah tangis mereka mereda, Gan Hok San berkata kepada mereka.
"Sudahlah, sekarang kita masuk dan bicara di dalam."
Sim Kui Hwa bangkit dan merangkul anaknya. lbu yang berbahagia itu kini tersenyum dengan muka masih basah air mata sambil memandang wajah Ouw Yang Hui.
"Ah, aku ingin melihat wajahmu yang sebenarnya, Hui-ji. Hayo kita masuk dan engkau berganti pakaian dulu. Engkau anak nakal, kenapa harus menyamar menjadi laki-laki segala?"
La merangkul dan membawa Ouw Yang Hui masuk ke dalam, dikuti oleh Gan Hok San yang mengajak Sin Cu masuk. Li Hong yang tampaknya masih bingung itu mengikuti pula. Sin Cu dipersilakan duduk di ruangan dalam itu oleh Gan Hok San. Li Hong juga duduk di situ, memandang kepada Sin Cu. Anak ini masih kaget dan heran melihat pertemuan antara Ibunya dan "Pemuda"
Yang sebenarnya seorang gadis yang menyamar. Semua peristiwa ini tidak dimengertinya. Mengapa pemuda yang palsu itu menyebut Ibu kepada Ibunya? Siapakah ia? Dan siapa pula pemuda yang kini duduk berhadapan dengan Ayahnya?
"Sungguh aku tidak mengira sama sekali bahwa ia itu Ouw Yang Hui. Kalau dari tadi mengakui namanya, tentu aku tahu dan dapat memberitahukan Ibunya."
"Maaf, Paman. Memang telah kami sepakati bersama untuk menyembunyikan namanya sebelum ia bertemu dengan Ibunya. Dan memang selama ini ia mempergunakan nama sebutan Siang Bi Hwa dan di waktu menyamar menggunakan nama pria Wong Hui sebagai adik saya."
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gan Hok San, menghela napas panjang.
"Sungguh kami merasa berbahagia sekali akan pertemuan ini. Sudah bertahun-tahun aku mencoba untuk mencari jejaknya namun selalu tanpa hasil. Ibunya sampai hampir putus asa untuk dapat bertemu kembali dengannya."
(Lanjut ke Jilid 16)
Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 16
"Ayah..."
Suara Li Hong melengking terbawa oleh rasa penasaran di hatinya. Gan Hok San memandang wajah Li Hong.
"Ada apakah, Li Hong?"
"Ayah, sebetulnya siapakah Enci yang menyamar sebagai pemuda tadi? Kukira ia pemuda betulan, tidak tahunya seorang wanita. Aku menjadi malu sendiri atas sikapku tadi, Ayah."
"Nanti saja kau tanya sendiri kepadanya, Li Hong, atau engkau boleh tanyakan kepada Ibumu,"
Kata Gan Hok San dan pada saat itu dia menoleh ke arah pintu dan memandang terbelalak kepada seorang gadis cantik jelita yang muncul di pintu bersama isterinya. Ouw Yang Hui sudah berdandan sebagai seorang gadis yang cantik jelita bagaikan bidadari dari kahyangan! Bahkan Li Hong terlonjak dan berseru dengan kagum.
"Wah...! Engkau cantik sekali...! Ibu, siapakah Enci ini sebetulnya?"
Li Hong berlari dan menggandeng tangan Ibunya. Sim Kui Hwa tersenyum dan menuntun kedua orang puterinya itu dan mengajak mereka duduk mengelilingi meja besar.
"Li Hong, ini adalah Encimu, namanya Ouw Yang Hui. Hui-ji, ini adalah adikmu yang nakal bernama Gan Li Hong."
"Enciku? Wah, aku bangga mempunyai Enci yang secantik ini!"
Kata Li Hong sambil berdiri lalu menghampiri Ouw Yang Hui. Ouw Yang Hui merangkulnya.
"Hong-moi (adik Hong), apakah engkau masih marah dan hendak memberi hajaran kepadaku?"
Tanyanya menggoda.
"lhh, Hui-ci (Enci Hui), siapa marah kepadamu? Aku hanya marah kepada pemuda-pemuda yang berandalan. Aku malah minta maaf kepadamu, Enci."
Ouw Yang Hui mEncium pipi adiknya.
"Tidak perlu minta maaf karena engkau tidak bersalah apapun kepadaku. Duduklah."
La menarik Li Hong duduk di atas kursi di sebelahnya.
"Hui-ji, ini adalah Ayahmu. Aku telah menikah dengan penolongku ini sejak diusir dari Pulau Naga dan kami mempunyai seorang anak, ialah adikmu Li Hong ini."
Sebagai seorang gadis yang terpelajar dan berkelakuan baik berprIbudi tinggi, Ouw Yang Hui cepat bangkit dan memberi hormat kepada Gan Hok San.
"Terimalah hormat saya, Ayah."
Gan Hok San memandang dengan wajah berseri-seri.
"Waduh, tahu-tahu aku mempunyai seorang anak gadis yang sudah dewasa dan cantik jelita! Sungguh aku merasa berbahagia sekali dan engkau tentu akan dapat menjadi pembimbing yang baik bagi Li Hong adikmu, Hui-ji."
Ouw Yang Hui tersenyum dan hatinya girang bukan main. la memaklumi mengapa Ibunya kini menjadi isteri pendekar ini setelah diusir bahkan akan dIbunuh Ouw Yang Lee. Gan Hok San ini memang seorang pendekar yang budiman dan baik budi, sikapnya juga amat ramah dan baik, menerimanya seperti anak sendiri. Sim Kui Hwa memandang kepada Sin Cu yang sejak tadi hanya duduk diam saja dan yang ikut berseri wajahnya menyaksikan pertemuan yang penuh kegembiraan dari keluarga itu.
"Hui-ji, siapakah pemuda yang menemanimu ini?"
Tanya nyonya itu.
"Ah, maaf, hampir aku lupa, Ibu. Dia itu adalah penolongku yang menyelamatkan aku dari bahaya maut dan yang begitu berbaik hati untuk mengantar aku mencarikan Ibu sampai dapat. Tanpa bantuannya, tidak mungkin kita akan dapat saling bertemu, Ibu."
Sim Kui Hwa yang juga berwatak lembut itu lalu mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat kepada Sin Cu.
"Sicu (orang gagah), terimalah ucapan terima kasihku yang tak terhingga atas semua pertolonganmu terhadap anak kami Ouw Yang Hui."
Sin Cu cepat bangkit berdiri dan membalas penghormatan itu.
"Ah, Bibi yang baik, harap jangan bersikap sungkan. Apa yang saya lakukan sama sekali bukan pertolongan, melainkan sudah sewajarnya bagi saya untuk melakukan kewajiban. Hal seperti ini tentu telah dimaklumi benar oleh seorang pendekar besar seperti Paman Gan Hok San."
"Ha-ha-ha, engkau tentu seorang pendekar muda yang gagah dan budiman, Wong Sin Cu."
"Oh ya, aku malah lupa memperkenalkan namanya kepadamu, Ibu. Namanya Wong Sin Cu. Ayah malah sudah mengetahuinya ketika kami tadi memperkenalkan diri kepada Ayah,"
Kata Ouw Yang Hui sambil tertawa. Kini wajah Ibu dan anak itu dipenuhi tawa ria dan wajah mereka berseri penuh kebahagiaan.
"Nah, sekarang tiba saatnya Enci Hui dan Ibu menceritakan semua ini kepadaku. Sejak tadi aku merasa heran dan bingung setengah mati,"
Kata Li Hong yang lincah.
"Adikmu benar, Hui-ji. Kami semua juga ingin sekali mendengar apa yang telah kau alami selama ini. Bertahun-tahun aku setiap hari memikirkanmu, dan Ayahrnu ini juga sudah berusaha sekuat tenaga mencari jejakmu, namun tak berhasil,"
Kata Sim Kui Hwa.
"Nanti dulu!"
Tiba-tiba Gan Hok San berseru sambil mengangkat tangannya dan menoleh kepada isterinya.
"Apakah tidak sebaiknya kalau kita lebih dulu makan pagi? Sin Cu dan Hui-ji tentu lelah dan lapar setelah melakukan perjalanan jauh."
"Ah, ya... Sampai lupa aku saking gembiranya. Hayo, Hui-ji dan Li Hong, kalian membantu aku di dapur,"
Kata Sim Kui Hwa. Dua orang anak perempuannya itu sambil tersenyum berdiri dan mengikutinya. Tak lama kemudian keluarga itu sudah duduk menghadapi meja makan dan mereka makan pagi dalam suasana gembira.
Bahkan Sin Cu terbawa merasa gembira sekali melihat betapa wajah Ouw Yang Hui yang cantik jelita itu tampak merah semringah, cerah berseri-seri dan sepasang mata yang indah lembut seperti mata burung Hong itu bercahaya. Setelah makan pagi mereka duduk kembali ke ruangan dalam dan seorang pembantu wanita menyingkirkan bekas makan pagi dan membersihkan meja. Dengan suasana santai Ouw Yang Hui yang diharuskan menceritakan pengalamannya itu mulai bercerita. la menceritakan betapa ketika dalam usia tujuh tahun ia dipisahkan dari Ibunya dan dilarikan oleh seorang anak buah penculik, orang yang melarikannya itu di tengah jalan dihadang lalu dIbunuh oleh dua orang laki-laki jahat lainnya. Kemudian ia dibawa oleh dua orang laki-laki itu ke kota Nam-Po dan di sana ia dijual, kepada seorang wanita bernama Cia-Ma, seorang mucikari.
"Seorang mucikari??"
Pertanyaan dengan suara kaget ini keluar dari mulut Sim Kui Hwa dan Gan Hok San hampir berbareng. Terkejut dan ngeri rasa hati mereka mendengar bahwa Ouw Yang Hui terjatuh ke tangan seorang mucikari dan mereka tentu saja otomatis membayangkan yang bukan-bukan menimpa diri Ouw Yang Hui. Sebelum Ouw Yang Hui sempat menjawab, Li Hong memandang kepada Ibunya dan bertanya,
"Ibu, mucikari itu apakah?"
Pertanyaan ini terasa seperti todongan pedang di depan dada Sim Kui Hwa. la menjadi terkesiap, bingung dan iapun memandang kepada suaminya. Akan tetapi dari pandang mata suaminya ia tahu bahwa suaminya itu menjadi lebih bingung dari padanya. Bagaimana ia harus menjawab pertanyaan anak perempuannya yang baru berusia sembilan tahun tentang mucikari? Akan tetapi setelah mempertimbangkan sebentar, Sim Kui Hwa menjawab dengan lembut.
"Mucikari adalah seorang wanita yang... tidak baik."
"Maksud Ibu, seorang wanita jahat?"
Li Hong mengejar.
"Begitulah,"
Jawab Ibunya singkat.
"Jahat bagaimana, Ibu? Suka mencurikah?"
"Tidak, Li Hong,"
Jawab Ibunya lembut.
"Kalau begitu, suka menipu?"
"Ya, begitulah. Suka menipu orang,"
Jawab Sim Kui Hwa.
"Sekarang diamlah, biar Encimu melanjutkan ceritanya. Ouw Yang Hui memaklumi kekagetan Ibu dan Ayah tirinya mendengar bahwa ia dijual kepada seorang mucikari, maka iapun lalu menerangkan dengan sejujurnya.
"Cia-Ma itu baik sekali kepadaku, Ibu. Sejak aku tinggal bersamanya, ia menganggapku sebagai anaknya sendiri. la mengundang Guru-guru sastra dan kesenian untuk mengajarku. Aku menjadi dewasa dan menguasai kesusasteraan dan kesenian, telah membaca kitab-kitab agama dan budi pekerti. Cia-Ma mengaturnya sehingga aku berada di tempat terhormat, bahkan dihormati semua Kongcu dari Nam-Po dan dari Kotaraja. Mereka tidak berani menggangguku dan hanya ingin mendengar aku bermain Yang-kim, meniup suling, dan bernyanyi. Bahkan Sribaginda Kaisar dengan menyamar pernah berkunjung untuk mendengarkan aku bermain musik dan bernyanyi."
"Ahhhh...!"
Sim Kui Hwa takjub akan tetapi di lubuk hatinya masih merasa khawatir. Anak gadisnya hidup di rumah seorang mucikari, di antara para gadis pelacur! Tentu saja ia khawatir bahwa puterinya itu tentu telah dijual oleh sang mucikari kepada para pria hidung belang.
"Sesungguhnya, Ibu, harus kuakui bahwa Cia-Ma amat menyayangku, bahkan ia menjaga diriku mati-matian agar tidak sampai tergoda dan terganggu oleh para Kongcu yang menjadi langganannya. la mEncita-citakan agar aku kelak dapat berjodoh dengan seorang pemuda bangsawan yang baik dan mulia agar hidupku dapat menjadi terhormat dan mulia. Ketika aku hendak diganggu oleh seorang pemuda bangsawan yang berandalan, diam-dian Kakak Wong Sin Cu ini membela dan menyelamatkanku. Itulah pertemuan dan perkenalan pertama dengan dia."Ouw-ya Hui menoleh kepada Sin Cu yang menundukan muka.
"Wong-sicu telah berbaik hati menolong anakku, sungguh aku berterima kasih sekali,"
Kata Sim Kui Hwa sambil memandang kepada pemuda itu.
"Ah, Bibi, semua yang saya lakukan itu sudah menjadi kewajiban saya dan tidak ada artinya,"
Kata Sin Cu.
"Kata-katamu itu menunjukkan kerendahan hatimu, sicu."
"Bibi, harap Bibi tidak menyebut sicu kepada saya. Sebut saja nama saya seperti yang dilakukan oleh Paman Gan Hok San."
Sim Kui Hwa mengangguk.
"Baiklah Sin Cu. Engkau adalah penolong dan sahabat baik Hui-ji, berarti merupakan orang dari kalangan kami sendiri. Lanjutkan ceritamu, Hui-ji."
"Seperti kukatakan tadi, Ibu, Sribaginda Kaisar dengan menyamar datang berkunjung untuk mendengarkan aku bermain musik dan bernyanyi. Ibu tentu tidak dapat menduga dengan siapa beliau itu datang berkunjung."
Sim Kui Hwa menggeleng kepalanya.
"Bagaimana aku dapat menduganya? Dengan siapakah beliau datang berkunjung, Hui-ji?"
"Bayangkan kekagetan dan kegirangan hatiku, Ibu. Beliau datang bersama Suheng!"
"Ahh! Suhengmu di sana bersama Sribaginda Kaisar?"
Seru Sim Kui Hwa heran.
"Benar, Ibu. Akan tetapi ternyata kemudian bahwa munculnya Suheng yang mengenalku itu mendatangkan melapetaka bagiku."
"Mengapa begitu?"
"Ternyata dia berada di Kotaraja bersama Ayah Ouw Yang Lee dan dia bercerita kepada Ayah tentang diriku. Pada suatu hari Ayah Ouw Yang Lee datang dan mengamuk di rumah Cia-Ma. Dia membunuh Cia-Ma yang tidak berdosa dan merobohkan para penjaga keamanan. Aku melarikan diri ke arah Kotaraja, maksudku untuk mohon pertolongan Sribaginda Kaisar. Akan tetapi Ayah dapat mengejarku dan dia bermaksud membunuhku, Ibu."
"Manusia berwatak iblis!"
Sim Kui Hwa menyumpah.
"Dulu dia hendak membunuh aku, kini hendak membunuh puterinya sendiri pula."
"Hui-ji, bagaimana engkau dapat lolos dari tangan Ayahmu?"
Tanya Gan Hok San yang sejak tadi hanya diam mendengarkan.
"Cu-Ko inilah yang muncul dan menolongku, dan Cu-Ko membawaku merantau untuk mencari Ibu. Berbulan-bulan kami merantau dan akhirnya dapat menemukan alamat Ibu disini maka hari ini kami dapat datang. Sekarang giliran Ibu untuk menceritakan pengalaman Ibu."
Sim Kui Hwa menghela napas panjang.
"Tidak banyak yang dapat kuceritakan, semua sudah kau dengar dari Suhengmu. Aku ditolong dari tangan penculik oleh Ayah tirimu ini, kemudian kami berdua pergi ke Pulau Naga. Ayah tirimu ini mengantarkan aku pulang ke sana. Akan tetapi Ouw Yang Lee tidak mau menerimaku bahkan ingin membunuhku. Ayah tirimu ini mencegah sehingga terjadi perkelahian. Ayah tirimu menang dan membawaku keluar dari Pulau naga. Karena di dunia ini aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi, akhirnya aku menikah dengan penolongku dan lahirlah Li Hong.
"Wah,... kalau begitu aku dan Enci Hui satu Ibu berlainan Ayah! Aku pernah baca dalam buku dongeng bahwa Kakak tiri itu jahat dan Hui-ci adalah Kakak tiriku!"
Kata Li Hong. Ouw Yang Hui merangkul anak perempuan yang lincah dan manja itu.
"Tidak semua Kakak tiri, Ibu tiri atau Ayah tiri itu jahat, adikku. Buktinya, Ayah tiriku ini tidak jahat dan akupun tidak akan jahat terhadapmu."
Pada saat itu terdengar suara nyaring dari luar rumah.
"Gan Hok San, keluarlah. Akhirnya aku bisa mendapatkan tempat tinggalmu dan aku datang untuk menebus kekalahanku dahulu!"
Wajah Sim Kui Hwa berubah!
"Itu... dia...! dia Ouw Yang Lee."
Gan Hok San melompat berdiri dan berkata kepada mereka yang berada di situ,
"Kalian semua berdiam di sini dan jangan keluar, berbahaya. Biar aku sendiri yang menghadapi dia!"
Mendengar ucapan suaminya, Sim Kui Hwa lalu menghampiri Ouw Yang Hui dan merangkul anaknya itu. Mereka tahu bahwa mereka berdualah yang diancam untuk dIbunuh oleh Ouw Yang Lee yang kini berada di luar rumah mereka. Melihat Ibu dan Encinya saling rangkul dan tampak ketakutan, Li Hong berkata marah.
"Biar aku membantu Ayah menghajar orang jahat yang datang!"
"Hong-moi, jangan"
Ouw Yang Hui melompat dan merangkul anak itu yang lalu didekapnya dan tidak dilepaskannya.
"Dia itu berbahaya sekali, engkau dapat dIbunuhnya!
"Aku tidak takut! Aku akan melawan dia!"
Li Hong meronta.
"Li Hong, jangan begitu. Diam kau dan tinggal saja di sini bersama kami!"
Sim Kui Hwa membentak. Biarpun bentakan Ibu itu lembut saja, namun seketika Li liong menjadi lemas. Anak ini biarpun galak dan keras hati, namun selalu tunduk dan taat kepada Ibunya.
"Cu-Ko..., tolonglah...!"
Kata Ouw Yang Hui lirih sambil memandang kepada Sin Cu. Pemuda itu mengangguk dan berkata kepada Sim Kui Hwa,
"Bibi, jangan khawatir, saya akan membantu."
Setelah berkata demikian, Sin Cu melangkah keluar dari ruangan itu. Ketika Gan Hok San meninggalkan ruangan dalam, dia masuk ke kamarnya dan menyambar pedangnya yang digantungkan di punggung. Setelah itu baru dia keluar dari rumah. Di pekarangan rumah itu telah berdiri Ouw Yang Lee bersama seorang wanita yang tampaknya baru berusia empat puluh tahun, pesolek dan pakaiannya mewah, di punggungnya tergantung siang-kiam (sepasang pedang).
Wanita itu adalah Cui-Beng Kui-Bo yang sebetulnya sudah berusia enam puluh tahun. Ouw Yang Lee hendak membalas kekalahannya terhadap Gan Hok San, akan tetapi karena maklum bahwa musuhnya itu lihai sekali, maka dia minta bantuan nenek itu untuk menemaninya. Ouw Yang Lee bukan hanya datang untuk menebus kekalahannya di Pulau Naga dahulu, akan tetapi juga untuk mencari Ouw Yang Hui yang mungkin saja telah menemukan Ibunya di tempat ini. Ouw Yang Lee memandang kepada Gan Hok San yang keluar dari pintu depan dengan mata mencorong karena marah. Dia bukan saja membEnci Gan Hok San yang pernah mengalahkannya, akan tetapi terutama sekali karena dia menganggap pendekar itu telah berjina dengan isterinya ketika Gan Hok San menolong isterinya Sim Kui Hwa itu.
"Ah, kiranya engkau yang datang, Ouw Yang Lee"
Kata Gan Hok San dengan sikap tenang dan dia memandang kepada Cui-Beng Kui-Bo dengan penuh perhatian dan diam-diam diapun terkejut sekali. Pernah satu kali dia melihat nenek ini ketika belasan tahun yang lalu para datuk dunia kang-ouw mengadakan pertemuan di puncak Thai-San.
"Hemm, kiranya Cui-Beng Kui-Bo juga datang bersamamu. Tidak tahu ada urusan apakah kalian berdua datang berkunjung?"
"Gan Hok San! Aku datang untuk membuat perhitungan denganmu. Aku akan, menebus kekalahanku dahulu!"
Ouw Yang Lee membentak marah.
"Ouw Yang Lee, sebetulnya diantara kita tidak ada permusuhan apapun, kenapa engkau mendesakku?"
Akan tetapi tiba-tiba Ouw Yang Lee mengalihkan perhatiannya ke arah pintu karena pada saat itu di ambang pintu muncul Sim Kui Hwa dan Ouw Yang Hui!
"Ha, bagus sekali, kalian ternyata berada di sini!"
Teriak Ouw Yang Lee.
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gan Hok San, kedatanganku ini hendak membunuh perempuan tak tahu malu Sim Kui Hwa dan untuk mengajak, pergi anakku Ouw Yang Hui!"
"Ouw Yang Lee, engkau sungguh seorang laki-laki yang tidak tahu malu!"
Tiba-tiba Sim Kui Hwa berkata dan suaranya yang biasanya lembut itu kini terdengar penuh nada teguran.
"Dahulu engkau sudah mengusirku dan tidak mau menerima aku sebagai isterimu, kenapa sekarang engkau malah mencariku?"
"Ayah! Sungguh aku merasa malu mempunyai Ayah sepertimu!"
Kata pula Ouw Yang Hui.
"Engkau hendak mencelakai kami Ibu dan anak. Aku tidak sudi ikut bersamamu!"
"Ouw Yang Lee, engkau sudah mendengar sendiri ucapan Ibu dan anak itu? Mereka sekarang bukan isteri dan anakmu lagi, melainkan isteri dan anakku. Aku akan melindungi mereka dengan taruhan nyawaku kalau engkau hendak mengganggu mereka, engkau harus melangkahi mayatku lebih dulu!"
Kata Gan Hok San dengan gagah, berdiri membelakangi dua orang wanita itu untuk melindungi mereka.
"Bagus, kalau begitu kami akan membunuhmu dulu sebelum aku membunuh Sim Kui Hwa dan membawa pergi Ouw Yang Hui. Kui-Bo, hajar dan bunuh manusia sombong ini!"
Kata Ouw Yang Lee dan Cui beng Kui-Bo yang memang sudah tahu bahwa ia diminta untuk menandingi Gan Hok San, sambil tersenyum genit menggerakkan kakinya dan tubuhnya berkelebat kedepan Gan Hok San. Gerakannya cepat sekali bagaikan seekor burung terbang saja dan Gan Hok San yang melihat ini terkejut dan maklum bahwa wanita ini adalah seorang ahli ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang amat tangguh. Hatinya menjadi khawatir sekali, bukan khawatir akan keselamatan diri sendiri, melainkan khawatir akan keselamatan isterinya dan kedua orang anaknya, Ouw Yang Hui dan Gan Li Hong. Pada saat itu terdengar teriakan nyaring.
"Tunggu dulu! Nenek jahat jangan ganggu Ayahku. Aku yang akan melawanmu!"
Li Hong meloncat dari belakang Ibunya, tangan kanannya membawa sebatang pedang kecil yang biasa ia pakai berlatih silat.! Melihat kenekatan anak perempuannya yang hendak langsung menyerang Cui-Beng Kui-Bo, Gan Hok San terkejut dan cepat dia menangkap anaknya dan ditariknya mendekati isterinya.
"Li Hong, jangan lancang! Berdiamlah di sini dan jaga Ibumu!"
"Hi-hi-hik! Bagus sekali, singa betina kecil! Mau aku mengambilnya sebagai muridku!"
Akan tetapi pada saat itu, Sin Cu keluar dari pintu dan menghadapi Gan Hok San sambil berkata.
"Paman Gan Hok San, perkenankan saya mewakili Paman menandingi nenek itu."
Gan Hok San memandang kepada Sin Cu dan tampak ragu dan khawatir. Tentu saja dia tidak menghendaki orang lain menjadi korban untuk membelanya. Dia tahu bahwa tingkat kepandaian Cui-Beng Kui-Bo jauh lebih tinggi dari tingkat kepandaian Ouw Yang Lee dan bahkan dia sendiri rasanya akan sukar mengalahkan nenek itu. Pemuda ini tentu akan tewas kalau berani menghadapi nenek itu. Melihat keraguan Ayah tirinya, Ouw Yang Hui berkata,
"Ayah, Cu-Ko memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dia pasti akan mampu mengalahkan lawannya. Aku percaya kepadanya, Ayah."
Mendengar ucapan Ouw Yang Hui, biar pun hatinya masih merasa ragu dan khawatir, dia memandang pemuda itu. Pandang mata mereka bertemu dan, Gan Hok San melihat sinar mata pemuda itu mencorong seperti mata naga! Dia lalu mengangguk.
"Berhati-hatilah, Sin Cu,"
Katanya. sementara itu, ketika Ouw Yang Lee melihat Sin Cu, dia menjadi terkejut bukan main. Dia mengenal pemuda itu sebagai seorang yang pernah menolong Ouw Yang hui ketika dia hendak membunuh gadis itu dan dia telah merasakan sendiri betapa lihainya pemuda itu.
Cui-Beng Kui-Bo tentu saja memandang rendah pemuda itu dan iapun tersenyum gembira melihat bahwa yang maju menandinginya adalah seorang pernuda yang tampan sekali. Wanita ini memang mata keranjang dan paling suka melihat pemuda-pemuda yang ganteng. lapun tidak ingin menggunakan sepasang pedangnya karena dengan tangan kosong akan lebih mudah baginya untuk mempermainkan pemuda tampan itu. Mereka berdiri saling berhadapan. Cui beng Kui-Bo tersenyum-senyum mengamati wajah pemuda itu dan Sin Cu juga memandang dengan penuh kewaspadaan karena dia dapat menduga bahwa orang yang diajak Ouw Yang Lee untuk menandingi Gan Hok San tentu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
"Hi-hih, orang muda yang ganteng! Siapa namamu? Aku selalu harus mengetahui siapakah nama orang yang bertanding dengan aku Cui-Beng Kui-Bo."
"Nama ku Wong Sin Cu."
"Wong Sin Cu, orang muda yang tampan. Aku merasa sayang sekali kalau wajahmu yang tampan itu menjadi cacad kalau engkau bertanding melawanku. Karena itu, sudahlah, tidak perlu engkau membela Gan Hok San. Engkau jadilah saja muridku yang tersayang. Maukah engkau, Wong Sin Cu?"
"Hei, nenek gila"
Tiba-tiba Li Hong berteriak dari samping Ibunya yang memegangi tangannya.
"Kakak Wong Sin Cu adalah seorang pemuda gagah perkasa, seorang pendekar. Tidak perlu engkau membujuk rayu dengan omonganmu yang jahat. Kalau memang engkau memiliki nyali, maju dan lawanlah dia!"
Mendengar ucapan yang lantang itu, wajah Cui-Beng Kui-Bo menjadi merah dan ia memandang ke arah Li Hong dengan mata melotot.
"Anak setan! Tunggu saja nanti, akan kucabut keluar lidahmu dari mulutmu yang lancang itu!"
Teriaknya marah sekali.
"Cui-Beng Kui-Bo, tidak perlu engkau marah-marah kepada seorang anak kecil. Kalau engkau tetap hendak membantu Ouw Yang Lee memusuhi Paman Gan Hok San yang tidak bersalah, marilah tandingi aku!"
Kata Sin Cu dengan sikap tenang. Untuk mengubah sikapnya yang tadi marah-marah tidak karuan seperti bukan sikap seorang datuk yang tenang, Cui-Beng Kui-Bo memandang kepada Sin Cu dan tersenyum, dIbuat semanis mungkin.
"Wong Sin Cu, sebelum kita bertanding akan kuberitahukan kepadamu bahwa kalau engkau kalah dalam pertandingan ini, aku akan memaksamu ikut denganku untuk menjadi muridku."
"Bagaimana kalau engkau yang, kalah, nenek busuk?"
Kembali Li Hong berteriak. Sim Kui Hwa mendekap mulut anak itu dengan tangannya, akan tetapi pertanyaan itu sudah keluar. Untuk membela pertanyaan Li Hong tadi, Sin Cu membenarkan.
"Benar sekali pertanyaan itu, bagaimana kalau engkau yang kalah, Kui-Bo?"
"Heh-heh,... mana mungkin aku kalah? Kalau aku kalah olehmu, aku akan pergi dan tidak akan datang mengganggumu lagi."
"Bagus, kalau begitu mari kita mulai,"
Kata Sin Cu yang sudah siap, walaupun, dia tidak memasang kuda-kuda khusus, hanya berdiri dengan sikap santai saja. Melihat pemuda itu tidak memasang kuda-kuda, Cui-Beng Kui-Bo mengerutkan alisnya. Sikap seperti itu, menghadapi pertandingarn dengan santai, merupakan sikap seseorang yang sudah yakin akan kemampuannya sendiri, seorang yang telah memiliki tingkat kepandaian tinggi sehingga dalam keadaan sikap tubuh bagaimanapun dia sudah menyembunyikan kewaspadaan dan ketahanan yang sempurna. Seperti biasa kalau menghadapi lawan yang memiliki kepandaian tinggi, Cui-Beng Kui-Bo mengandalkan ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang sudah amat tinggi tingkatnya. Dengan keringanan tubuhnya yang membuat ia dapat bergerak cepat sekali, ia mampu mengatasi dan mengalahkan banyak lawan.
"Sambut seranganku!"
Teriaknya dan tiba-tiba saja tubuhnya bergerak dan berkelebat dengan cepat, kedua tangannya sudah melakukan serangan bertubi dan silih berganti. Serangan ini hebat bukan main karena cepatnya sehingga sukar dielakkan atau ditangkis. Kedua tangan nenek itu seolah telah berubah menjadi banyak. Akan tetapi Sin Cu menghadapinya dengan tenang sekali. Dia menggunakan ilmu langkah ajaib Chit-Seng Sin-Po dan tubuhnya bergeser ke sana sini dan sungguh luar biasa, semua serangan yang datangnya seperti banjir itu tidak satupun yang mengenai tubuhnya! Sin Cu merasa heran sekali ketika mendapat kenyataan betapa serangan yang gencar itu sama sekali tidak berbahaya karena kedua tangan yang menyerang bertubi-tubi itu hanya membuat gerakan mengusap, mengelus, menyentuh, bahkan mencubit!
Menyadari bahwa wanita itu hendak mempermainkannya dan membelainya, wajah Sin Cu berubah kemerahan. Di lain pihak, Cui-Beng Kui-Bo yang tadinya hendak main-main, juga merasa heran bukan main. Biarpun ia bukan menyerang dengan pukulan berbahaya, namun usapan, sentuhan dan cubitan tangannya itu amat cepat dan akan sukar untuk dielakkan. Akan tetapi tidak satu kalipun kedua tangannya mengenai sasaran. Semua serangannya itu luput dan tubuh pemuda itu bergerak cepat dengan geseran-geseran kaki secara aneh! Karena merasa dipandang ringan, Sin Cu merasa panas juga hatinya. Dia mencari kesempatan dan setelah mendapatkan lowongan, dia menangkis tangan kanan nenek itu dengan kuat, mengerahkan tenaga saktinya.
"Dukkk...!"
Cui-Beng Kui-Bo mengeluarkan seruan kaget dan tubuhinya terdorong mundur, lengannya terpental ketika bertemu dengan lengan Sin Cu dan merasa betapa kulit lengannya itu panas bukan main. Kenyataan ini membuka mata nenek itu bahwa lawannya bukan hanya pandai mengelak secara aneh, akan tetapi juga memiliki tenaga sakti yang amat kuat. la merasa kecelik dan baru menyadari bahwa ia terlalu memandang ringan kepada seorang lawan yang sebetulnya tangguh sekali.
"Bocah, kau tidak boleh diberi hati"
Bentak Cui-Beng Kui-Bo dan sekarang barulah ia menyerang dengan sungguh-sungguh. Kedua telapak tangannya menyambar-nyambar ganas dengan pukulan dan tamparan tangan terbuka. Sin Cu terkejut sekali ketika pEnciumannya menangkap bau harum yang kuat keluar dari kedua telapak tangan itu. Maklumlah dia bahwa lawannya mempunyai tamparan yang mengandung hawa beracun yang berbahaya sekali. Dugaannya memang tepat karena pada saat itu, Cu beng Kui-Bo sudah tidak mau main-main lagi dan ia telah menyerang dengan ilmu andalannya, yaitu Hwa-Tok-Ciang (Tangan Racun Bunga) yang amat berbahaya.
Sekali saja terkena tamparan telapak tangan yang mengandung hawa beracun itu, cukup untuk mencabut nyawa seseorang. Namun Sin Cu adalah seorang pemuda yang sudah mewarisi ilmu-ilmu yang hebat dari Bu Beng Siauwjin. Maklum bahwa lawannya mempunyai kedua tangan yang mengandung racun berbahaya, diapun lalu mengerahkan Thai-Yang Sin-Ciang dan bersilat dengan aturan langkah Chit-Seng Sin-Po. Dengan begini dia mampu menghindarkan setiap serangan lawan dan membalas dengan tamparan dan pukulan tangan yang mengandung hawa panas! Melihat Cui-Beng Kui-Bo sudah ditandingi oleh pemuda yang ternyata mampu mengimbangi nenek lihai itu, Gan Hok San merasa heran, kagum dan lega. Tidak disangkanya bahwa pemuda yang datang mengantar Ouw Yang Hui itu ternyata seorang pemuda sakti! Dia lalu melangkah maju menghadapi Ouw Yang lee.
"Ouw Yang Lee, temanmu Cui-Beng Kui-Bo sudah menemukan lawan. Sekarang apa yang hendak kau lakukan? Kunasihatkan engkau agar kembali saja ke tempat asalmu dan jangan ganggu kami sekeluarga lagi. Atau apakah engkau ingin mengulangi lagi kekalahanmu dariku?"
"Manusia sombong! Sekarang aku akan membunuhmu!"
Bentak Ouw Yang Lee yang sudah mencabut pedangnya. Dia menerjang maju, mendorongkan tangan kirinya dan memukul dengan ilmu Ang-Tok-Ciang (Tangan Racun Merah). Telapak tangan kirinya berubah merah dan pukulan ini dahsyat bukan main. Namun dengan gesitnya Gan Hok San sudah menggerakkan tubuh ke kiri untuk mengelak sambil terus berputar dan mencabut pedangnya. Melihat pukulan tangan kirinya luput, Ouw Yang Lee sudah menyambung serangannya itu dengan serangan pedang yang menyambar ganas ke arah leher Gan Hok San. Pendekar ini mengayun pedangnya menyambut.
"Trang...!"
Pedang bertemu dan bunga api berpijar menyilaukan mata. Kedua orang ini mundur dua langkah, kemudian mereka bergerak maju lagi saling serang dengan serunya.
Sementara itu, Cui-Beng Kui-Bo menjadi semakin penasaran. Sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa pemuda tampan yang masih amat muda itu mampu menandinginya. Semua serangannya dapat dielakkan atau ditangkis oleh pemuda itu, bahkan kalau pemuda itu membalas, kadang ia merasa terdesak! Apa lagi kalau pemuda itu menyerangnya dengan totokan satu jari yang ia tahu adalah ilmu totok It-Yang-Ci yang amat dahsyat dari Siauw-Lim-Pai! Pemuda itu bukan hanya mampu menandinginya, bahkan merupakan lawan berat yang amat berbahaya baginya. Kenyataan pahit ini hampir tak dapat ia mempercayainya kalau tidak mengalaminya sendiri. la yang selama puluhan tahun sudah terkenal sebagai datuk dari selatan yang jarang bertemu tandingan, kini terdesak oleh seorang pria yang masih amat muda dan sama sekali tidak terkenal di dunia kang-ouw!
"Sratttt... Cringgg"
Kedua tangan Cui-Beng Kui-Bo bergerak ke punggung, tampak sinar berkelebat ketika kedua tangannya mencabut sepasang pedangnya dan ia lalu mengadukan sepasang pedang itu sehingga terdengar bunyi nyaring dan tampak api berpijar. Akan tetapi ia masih ingat akan kedudukannya sebagai seorang datuk besar, maka ia tidak mau menyerang lawan yang masih bertangan kosong karena itu ia berseru,
"Orang muda, keluarkanlah senjatamu dan lawanlah siang-kiam ku ini! Sin Cu telah merasakan kelihaian nenek itu. Dia tahu bahwa Cui-Beng Kui-Bo adalah seorang lawan yang tangguh sekali. Tadipun dia hanya baru dapat kadang-kadang mendesak dan kalau pertandingan tangan kosong itu dilanjutkan, dia tidak tahu entah dia akan dapat keluar sebagai pemenang atau tidak, dan andaikata dia dapat menang, hal itu akan makan waktu lama. Kini nenek itu membawa dua batang pedang, tentu ilmu silat sepasang pedangnya berbahaya sekali. Maka diapun tidak ragu-ragu lagi dan mencabut pedang yang tergantung di punggungnya.
"Singgg...!"
Tampak sinar putih berkelebat dan pedang Pek-Liong-Kiam (Pedang Naga Putih) peninggalan mendiang Panglima Kwee Liang telah berada ditangan kanannya. Melihat betapa pemuda itu telah mencabut sebatang pedang berbentuk naga putih, Cui-Beng Kui-Bo segera menggerakkan sepasang pedangnya dan membentak,
"Lihat pedang"
La sudah menyerang dengan dahsyat, sepasang pedangnya dengan cepat sekali berkelebat menyambar dari kanan-kiri bagaikan kilat. Jurus menggunting dengan sepasang pedang itu telah menutup jalan keluar dari kanan dan kiri. Akan tetapi Sin Cu tidak menjadi gugup, dengan langkahnya yang aneh tubuhnya sudah mundur ke belakang dan sekali memutar pedangnya, gulungan sinar putih menjadi perisai dirinya.
"Trang..., Cringgg...!"
Sepasang pedang itu bertemu dengan Pedang Naga Putih dan Cui-Beng Kui-Bo merasa betapa kedua tangannya tergetar. Akan tetapi Sin Cu juga merasa tangannya tergetar. Nenek itu menjadi marah dan sambil berteriak melengking ia sudah menerjang lagi, kini sepasang pedangnya yang digerakkan dengan amat cepat telah membentuk dua gulungan sinar yang bagaikan gelombang
samudera bergulung-gulung menerjang ke arah Sin Cu.
Sin Cu membuat pertahanan yang Kokoh kuat dengan pedangnya, bagaikan sebuah batu karang yang tidak bergeming diterjang ombak. Dia memainkan ilmu pedang rangkaian Bu Beng Siauwjin, ilmu pedang yang disesuaikan dengan pedang itu dan oleh Kakek sakti itu diberi nama Pek-Liong Kiam-Sut (Ilmu Pedang Naga Putih). Ketika Sin Cu memainkan ilmu pedang ini, pedangnya lenyap berubah menjadi gulungan sinar putih yang tebal, melayang-layang bagaikan seekor naga putih bermain-main di angkasa. Kadang-kadang terdengar bunyi denting nyaring kalau pedang kedua orang yang bertanding itu bertemu, disusul percikan bunga api. Terjadi pertandingan pedang yang amat seru. Akan tetapi pertandingan antara Ouw Yang Lee melawan Gan Hok San tidak berjalan seimbang. Setelah lewat seratus jurus, mulailah Ouw Yang Lee terdesak hebat.
Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Pembakaran Kuil Thian Loksi Karya Kho Ping Hoo Pendekar Pemabuk Karya Kho Ping Hoo