Sepasang Rajah Naga 18
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 18
Tadinya, Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee majikan Pulau Naga ini mengira bahwa dia akan mampu menebus kekalahannya dahulu dari Gan Hok San karena selama ini dia telah berlatih setiap hari memperdalam ilmu silatnya. Tidak tahunya Gan Hok San juga berbuat serupa sehingga pendekar Siauw-Lim-Pai inipun rnengalami kemajuan. sehingga ketika kini bertanding lagi, tentu saja Gan Hok San lebih unggul setingkat dibandingkan Ouw Yang Lee. Setelah saling serang selama seratus jurus, Ouw Yang Lee kini terdesak hebat oleh permainan pedang Gan Hok San yang mantap dan Kokoh. Ouw Yang Lee hanya dapat menangkis sambil main mundur, tidak mendapat kesempatan lagi untuk membalas. Pada suatu saat, pedang di tangan Gan Hok San menyambar ganas ke arah leher Ouw Yang Lee dalam jurus pedang Petir menyambar Lonceng Emas.
"Singgg...!"
Pedang itu membentuk sinar yang menyambar cepat dan kuat sekali. Ouw Yang Lee yang sudah terdesak, terkejut dan cepat dia menangkis dengan pedangnya sambil mengerahkan tenaganya. menangkis pedang, akan tetapi tubuhnya terhuyung dan kesempatan itu dipergunakan Gan Hok San untuk mengejar tiga langkah dan mengayun kakinya menendang.
"Wuuuttt... Desss!!"
Lambung Ouw Yang Lee terkena tendangan. Tubuhnya terpelanting dan dia roboh bergulingan. Untung baginya Gan Hok San tidak bermaksud membunuhnya sehingga dia membatasi tenaga ketika menendang. Ouw Yang Lee tidak terluka parah namun dia cukup maklum bahwa kalau pertandingan dilanjutkan, akhirhya dia akan kalah dan mungkin tewas di tangan lawannya. Dia menoleh ke arah Cui-Beng Kui-Bo yang juga belum mampu merobohkan Sin Cu. Dia menjadi putus asa dan menyesal mengapa dia tidak mengajak Tho-Te-Kong ketika mendatangi Gan Hok San. Kalau Kakek sakti itu ikut, tentu dia telah berhasil membunuh Gan Hok San sekarang dan Sim Kui Hwa, dan dapat memboyong Ouw Yang Hui ke Kotaraja dijadikan sarana mendapatkan kedudukan tinggi!
"Kui-bo, mari kita pergi!"
Teriaknya kepada Cui-Beng Kui-Bo sambil melompat jauh dan melarikan diri. Mendengar seruan ini dan melihat betapa rekannya yang mengajaknya ke tempat itu telah melarikan diri, tentu saja Cui-Beng Kui-Bo yang tidak mempunyai urusan pribadi dengan keluarga Gan, tidak bersemangat lagi untuk melanjutkan pertandingan. Selain lawan mudanya ternyata lihai bukan main, juga kawannya yang menjadi biang keladi perkelahian itu tidak ada lagi dan kalau sampai Gan Hok San mengeroyoknya, tentu ia akan celaka. Maka iapun melompat jauh ke belakang lalu melarikan diri mengejar Ouw Yang Lee. Sin Cu hanya berdiri memandang lalu menyarungkan kembali pedangnya, tidak berusaha mengejar. Gan Hok San mengharmpiri Sin Cu. Juga Sim Kui Hwa dan kedua orang anaknya menghampiri pemuda itu.
"Ah, ternyata engkau hebat sekali, Sin Cu. llmu silatmu begitu tinggi sehingga engkau mampu menandingi iblis betina yang amat lihai itu. Kalau tidak ada engkau yang membela, tentu kami semua akan celaka di tangan kedua orang jahat itu.."
"Sungguh kami berterima kasih Sekali kepadamu, Sin Cu. Kami telah berhutang budi, berhutang nyawa kepadamu,"
Sambung Sim Kui Hwa.
"Aku bahkan telah berhutang nyawa dan budi berulang kali, Ibu. Dia juga pernah mencegah Ayah Ouw Yang Lee membunuhku dan dia telah mengalahkannya,"
Kata Ouw Yang Hui sambil memandang kepada Sin Cu dengan perasaan bangga sekali karena pemuda itu adalah sahabatnya dan ia yang telah membawa pemuda itu ke situ sehingga dapat menolong mereka.
"Harap Paman sekalian tidak bersikap sungkan. Perbuatanku. tadi hanya sewajarnya saja. Bukankah kita harus saling menolong kalau yang satu terancam bahaya?"
"Akan tetapi aku merasa khawatir sekali!"
Kata Sim Kui Hwa kepada suaminya.
"Ouw Yang Lee itu seorang yang amat keras hati. Dia selalu menganggap diri sendiri yang paling tangguh dan dia tidak dapat menerima kekalahan. Kekalahannya yang kedua kalinya ini tentu tidak membuat dia jera. Pasti dia akan datang lagi, membawa teman-temannya yang lebih lihai."
Mendengar ini, Gan Hok Sam berkata,
"Marilah kita masuk dan bicara di dalam untuk mempertimbangkan bagaimana baiknya"
Mereka semua masuk ke ruangan dalam dan duduk mengelilingi meja. Mereka semua tampak gelisah oleh ucapan Sim Kui Hwa tadi.
"Ayah,"
Kata Ouw Yang Hui kepada Gan Hok San.
"Apa yang dikatakan Ibu tadi memang benar sekali. Bagaimana kalau mereka datang lagi dan menyerang kita?"
"Hemm, takut apa? Bukankah di sini ada Ayah, dan terutama ada pula Kakak Wong Sin Cu? Kalau ada Kakak Sin Cu, biar mereka datang bersama beberapa orang jahatpun, pasti dia akan mampu menghajar mereka!"
Kata Li Hong dengan suaranya yang nyaring dan merdu.
"Ah, Li Hong. Bagaimana Sin Cu dapat lama tinggal di sini? Tak lama lagi tentu dia telah pergi meninggalkan rumah kita,"
Kata Sim Kui Hwa.
"Akan tetapi kenapa? Kenapa dia tidak tinggal saja di sini selamanya?"
Tanya pula anak itu sambil menoleh dan memandang kepada Sin Cu.
"Hush, Li long, jangan bicara ngawur! Kakakmu Sin Cu bukan anggauta keluarga kita, bagaimana bisa tinggal di sini selamanya?"
Bentak Gan Hok San kepada anak perempuannya yang centil dan pandai berbantahan itu, Akan tetapi dibentak demikian itu, Li Hong tidak jadi mundur, bahkan ia lalu berkata kepada Ayahnya dengan suara lantang.
"Kenapa Kak Sin Cu tidak menjadi anggauta keluarga kita, Ayah? Kalau dia menjadi suami Enci Hui, tentu dia menjadi anggauta keluarga kita, menjadi Kakak iparku! Kurasa mereka berdua setuju. Engkau setuju kalau menikah dengan Kak Sin Cu, bukan, Enci Hui?"
Semua orang terkejut mendengar ucapan yang lancang ini dan seketika wajah Ouw Yang Hui menjadi merah sekali. Apalagi kalimat Li Hong terakhir yang bertanya kepadanya itu. Sejenak ia bingung, kemudian ia lari meninggalkan ruangan itu menuju ke ruangan belakang. la belum mengenal keadaan dalam rumah itu, maka ia tidak tahu di mana kamar Ibunya. la lari asal keluar saja dari ruangan itu, saking rikuh dan malunya! "Kak Sin Cu, engkau tentu mau menikah dengan Enci Hui, bukan?"
Li Hong agaknya tidak melihat betapa Ayah Ibunya melotot kepadanya dan ia mengajukan pertanyaan itu kepada Sin Cu. Pemuda ini akan menghadapi serangan pedang yang berbahaya dengan lebih tenang dari pada menghadapi pertanyaan Li Hong itu. Diapun kebingungan, tidak tahu harus menjawab bagaimana, hanya menentang pandang mata Li Hong yang demikian terbuka dan jujur, sepasang mata kanak-kanak yang bening dan tajam, yang seolah mampu menjenguk ke dalam dadanya. Diapun memilih diam tidak menjawab, hanya menundukkan mukanya, tersipu.
"Li Hong! Terlalu lancang mulutmu Hayo engkau masuk, cari Encimu dan minta maaf kepadanya!"
Gan Hok San membentak dengan suara mengandung kemarahan. Sekali ini Li Hong menurut. la turun dari kursi, memandang Ayahnya, lalu membalikan tubuh dan bersungut-sungut meninggalkan ruangan itu, mencari Encinya di dalam. Suasuna menjadi hening di dalam ruangan itu. Sin Cu masih duduk menundukkan mukanya. Gan Hok San dan isterinya kadang-kadang saling pandang dan mereka pun merasa rikuh sekali kepada pemuda yang sudah berjasa besar menyelamatkan mereka semua itu. Kemudian Sim Kui Hwa teringat lagi akan kekhawatirannya dan memandang kepada Sin Cu yang masih menunduk.
"Sin Cu, bantulah kami memikirkan apa yang terbaik yang dapat kami lakukan menghadapi ancaman mereka itu?"
Ketika mengajukan pertanyaan ini Sim Kui Hwa sudah tidak ingat lagi akan usul yang keluar dari mulut kecil puterinya yang lancang tadi. Mendapat pertanyaan itu, Sin Cu mengangkat muka memandang kepada Sim Kui Hwa, kemudian kepada Gan Hok San. Setelah menghela napas panjang menenangkan kembali perasaannya yang tadi terguncang oleh ulah Li Hong, Sin Cu berkata dengan suara tenang.
"Apa yang dikhawatirkan Bibi memang beralasan. Agaknya Ouw Yang Lee adalah seorang yang pendendam dan tidak dapat menerima kekalahan. Mungkin saja dia datang kembali dan membawa teman-teman yang lihai. Oleh karena itu menurut pendapat saya, jalan satu-satunya yang terbaik bagi. Paman adalah meninggalkan tempat ini, pindah ke tempat lain agar jangan sampai dapat ditemukan Ouw Yang Lee."
Gan Hok San mengerutkan alisnya dan menggeleng kepalanya.
"Melarikan diri dengan ketakutan? Menjadi pelarian? Tidak, Sin Cu, itu bukan sikap seorang pendekar! Selama hidupku aku belum pernah melarikan diri dan bersembunyi ketakutan dari seseorang!"
"Saya percaya itu, Paman. Saya sendiri juga tidak akan lari bersembunyi kalau menghadapi ancaman siapa saja, tetapi lupakah Paman bahwa ada suatu pendapat di antara para budiman bahwa keberanian tanpa perhitungan dan ngawur merupakan suatu kenekatan yang menjurus kepada kebodohan. Seorang bertangan kosong yang dikepung lima ekor harimau besar yang mengancamnya seyogianya melarikan diri memanjat pohon menyelamatkan diri, akan tetapi kalau dia nekat melawan sampai mati dengan tubuh terkoyak-koyak, apakah dia dapat dinamakan gagah perkasa? Apakah hal itu hanya membuktikan kebodohannya sehingga dia mati konyol? Orang-orang yang tadi menyerang ke sini adalah orang-orang yang kejam dan buas melebihi harimau. Pula mereka yang terancam keselamatannya bukan hanya Paman, melainkan isteri dan anak-anak Paman. Apakah Paman hendak mempertaruhkan nyawa mereka, siap mengorbankan mereka demi berkukuh mempertahankan kegagahan yang sesungguhnya hanya merupakan kenekatan yang mengandung kebodohan?"
Gan Hok San tertegun dan sampai lama tidak mampu mengeluarkan kata-kata. Apa yang diucapkan pemuda itu tidak dapat di bantah kebenarannya. Akan tetapi, dia telah diakui sebagai seorang pendekar sakti dari Siauw-Lim-Pai sejak dia muda dan selama ini dia mempertahankan gelar pendekar Siauw-Lim-Pai itu. Bagaimana mungkin kini dia harus bersembunyi, lari terbirit-birit dan ketakutan karena ancaman seorang seperti Ouw Yang Lee? Dia menghela napas panjang dan berkata,
"Sin Cu, aku mengerti apa yang kau maksudkan. Akan tetapi tahukah engkau bahwa bagi seorang pendekar, nama dan kehormatan lebih berharga dari pada nyawa? Sejak muda aku dikenal sebagai seorang pendekar Siauw-Lim-Pai. Kalau sekarang aku melarian diri dari Ouw Yang Lee, dia pasti akan menyebarkan berita bahwa aku lari ketakutan. Hal itu bukan hanya akan menghancurkan nama dan kehormatanku, bahkan juga mencemarkan nama besar Siauw-Lim-Pai. Bayangkan, seorang pendekar Siauw-Lim-Pai lari ketakutan menghadapi ancaman seorang musuh!"
"Saya kira bayangan Paman itu berlebihan. Paman bukan melarikan diri karena takut, melainkan melarikan dan menyembunyikan keluarga Paman agar mereka terbebas dari ancaman maut. Pula, rasanya tidak mungkin Ouw Yang Lee berani menyebarkan kabar bohong itu. Dialah yang bertindak pengecut, bukan menghadapi Paman seorang diri satu lawan satu melainkan mengajak datuk-datuk sesat untuk menyerang Paman. Nama besar Siauw-Lim-Pai tidak akan tercemar karena Paman tidak melakukan hal yang tidak patut atau tercela. Paman hanya menyelamatkan keluarga Paman dari ancaman orang yang licik dan curang."
Gan Hok San menoleh kepada isterinya yang masih duduk sambil menundukkan mukanya. Dia tidak tahu bahwa sejak tadi Sim Kui Hwa merasa sedih dan menahan-nahan tangisnya dengan menundukkan mukanya.
"Hwa-moi, bagaimana pendapatmu?"
Pendekar itu bertanya kepada isterinya. Pertanyaan suaminya itu menjebol pertahanan wanita itu dan iapun menangis tersedu-sedu, menutupi mukanya dengan kedua tangan. Melihat hal ini, Gan Hok San terkejut bukan main dan dia memandangi isterinya dengan mata terbelalak keheranan. Akan tetapi Sin Cu tenang saja melihat nyonya itu menangis karena dia sudah dapat menduga apa yang terkandung dalam hati nyonya itu ketika mendengar percakapan dia dan Gan Hok San.
"Isteriku! Kenapa engkau menangis? Kenapa kau begini bersedih? Katakanlah, mengapa?"
Gan Hok San bertanya sambil memegang dan mengusap pundak isterinya penuh kasih sayang. Biarpun dia mengenal isterinya sebagai seorang wanita yang sangat lembut dan peka rasa, namun belum pernah ia menangis sesedih ini. Sim Kui Hwa menggunakan saputangan untuk mengusap air matanya dan ia menahan tangisnya. Setelah agak reda isaknya, ia lalu memandang suaminya dengan mata merah dan berkata lembut.
"Suamiku, engkau lakukanlah apa yang kau rasa baik..., kami bertiga siap kehilangan nyawa kami yang tidak berharga untuk menjaga nama dan kehormatanmu..."
Suara yang lembut penuh kepasrahan itu dirasakan oleh Gan Hok San bagaikan sebatang pedang yang menusuk ulu hatinya. wajahnya menjadi pucat sekali, lalu berubah merah dan dia mendekati dan memegang kedua tangan isterinya.
"Aih, betapa bodoh aku! Betapa mementingkan nama dan kehormatan diri yang kosong sampai mengabaikan keselamatan isteri dan anak-anak tercinta! Kui Hwa, maafkan aku. Sekarang aku menyadari bahwa sikapku tadi sungguh bebal dan hanya ingat diri sendiri. Engkau benar, Sin Cu. Aku harus menyelamatkan anak isteriku dari ancaman bahaya orang-orang yang kejam dan buas. Hentikan tangismu, isteriku. Mari kita berkemas. Sekarang juga kita akan pergi meninggalkan rumah ini!"
Sim Kui Hwa sudah berhenti menangis dan ia memandang kepada Sin Cu dengan sinar mata berterima kasih. la merasa dirinya dan kedua orang anaknya dipentingkan dan disayang suaminya.
"Baik, mari kita berkemas,"
Katanya dan ia sudah bangkit berdiri.
"Nanti dulu, Hwa-moi. Duduklah dulu karena aku hendak membicarakan sebuah urusan yang amat penting dengan engkau dan Sin Cu,"
Kata Gan Hok San. Isterinya duduk kembali mendengar ucapan ini dan Sin Cu memandang pendekar itu dengan sinar mata bertanya. Ada hal penting apakah yang akan dibicarakan, pendekar itu dengannya? Karena merasa heran, maka diapun bertanya,
"Paman, urusan penting apakah yang hendak Paman bicarakan dengan saya?"
"Sin Cu, kuharap engkau suka menjawab pertanyaanku dengan sejujur-jujurnya karena biarpun kita baru saja saling bertemu, namun kami sudah menganggap engkau sebagai seorang penolong dan sahabat yang amat baik. Sin Cu, berapakah usiamu sekarang?"
Tentu saja Sin Cu merasa heran dengan pertanyaan tentang usia ini.
"Usia, Paman? Eh, usia saya kalau tidak salah tahun ini saya berusia dua puluh satu tahun."
"Dan apakah engkau sudah beristeri, Sin Cu?" Sin Cu tersenyum akan tetapi wajahnya menjadi kemerahan. Dia menggeleng kepala dan menjawab singkat.
"Belum, Paman."
"Dan apakah engkau sudah ditunangkan oleh orang tuamu kepada seorang gadis?"
Gan Hok San mengejar. Sin Cu masih belum mengerti ke arah mana pertanyaan bertubi itu dan menjawab sejujurnya,
"Belum, Paman."
Kui Hwa kini mendengarkan dengan penuh perhatian karena ia sudah dapat menduga ke arah mana pertanyaan suaminya kepada pemuda itu. Mendengar jawaban itu, wajah Gan Hok San berseri.
"Dan siapakah orang tuamu, Apa pekerjaan Ayahmu dan di mana tempat tinggalnya?"
Ditanya tentang orang tuanya, tiba tiba awan gelap menyelimuti wajah Sin Cu yang biasanya cerah itu. Pandang matanya redup dan dia menghela napas dalam untuk menenangkan hatinya sebelum menjawab.
"Paman dan Bibi, saya tidak tahu di mana adanya Ayah dan Ibu saya sekarang, Bahkan wajah merekapun saya tidak ingat lagi. Saya berpisah dari mereka sejak saya berusia tiga tahun dan yang saya ingat adalah bahwa Ayah saya bernama Wong Cin."
Gan Hok San saling bertukar pandang dengan isterinya. Mereka berdua terkejut sekali mendengar ini dan Gan Hok San cepat berkata.
"Ah, maafkanlah aku, Sin Cu. Aku tidak tahu akan hal itu. Maafkan aku kalau pertanyaanku tadi membuatmu bersedih."
"Tidak mengapa, Paman. Akan tetapi... mengapa Paman menanyakan tentang semua itu kepada saya?"
Kembali suami isteri itu saling pandang dan dari pandang mata isterinya, Gan Hok San tahu bahwa isterinya telah mengerti ke mana tujuan pembicaraannya tadi.
"Sin Cu, kita adalah orang-orang yang menghargai kejujuran, maka kami akan berterus terang saja, mudah-mudahan apa yang akan kami katakan ini tidak akan menyinggung perasaannu. Ketahuilah, ucapan yang dikeluarkan secara lancang oleh anak kami Li Hong tadi berkesan mendalam di hati kami dan merupakan dorongan yang kuat menimbulkan keinginan hati kami untuk membuat usul Li Hong tadi menjadi kenyataan! Engkau belum terikat dengan wanita lain, oleh karena itu, jika engkau tidak berkeberatan dan dapat menyetujui, kami akan merasa berbahagia sekali untuk menjodohkan anak kami Ouw Yang Hui denganmu. Bagaimana pendapmu, Hwa-moi, engkau juga tentu setuju bukan?"
Sim Kui Hwa mengangguk dengan tersenyum.
"Tentu saja aku setuju sekali dan akan merasa berbahagia kalau Sin Cu. menjadi menantuku."
Sin Cu menunduk dan wajahnya berubah merah sekali. Jantungnya berdebar, tegang dan girang. Dia harus mengakui bahwa semenjak pertama kali bertemu Ouw Yang Hui, hatinya telah terpikat dan setelah mereka melakukan perjalanan bersama selama beberapa bulan sehingga dia mendapat kesempatan untuk mengenal gadis itu dari dekat, melihat sikap dan wataknya langsung dia jatuh cinta! Walaupun selama beberapa bulan itu dia tidak pernah menyatakan cintanya melalui kata-kata, namun melihat sikap gadis itu kepadanya, dia hampir yakin bahwa Ouw Yang Hui agaknya tidak akan menolak cintanya. Betapapun juga, dia masih ragu dan harus memperoleh kepastian dulu dari mulut gadis itu apakah suka berjodoh dengannya.
"Paman Gan Hok San, tadi Paman mengatakan bahwa Paman menghargai kejujuran. Baiklah, saya akan menjawab dengan sejujurnya kepada Paman dan Bibi. Terus terang saja, saya merasa amat iba dan sayang kepada Hui-moi dan saya akan merasa berbahagia sekali untuk dapat hidup berdua dengan Hui-moi sebagai suami isteri dan melindunginya selama hidup saya. Akan tetapi, Paman dan Bibi. Bagaimana mungkin kita membicarakan soal perjodohan Hui-moi di luar sepengetahuannya? Saya kira yang terpenting adalah bagaimana tanggapan Hui-moi mengenai usul perjodohan ini. Saya baru berani menyatakan kesanggupan saya hanya suka apabila Hui-moi sendiri suka menerimanya."
Suami, isteri itu saling pandang dan keduanya mengangguk-angguk, kagum akan pendirian pemuda itu yang tidak mementingkan kesenangan sendiri. Pemuda lain yang jatuh cinta kepada Ouw Yang Hui tentu akan menerima usul itu dengan gembira tanpa memperdulikan lagi Ouw Yang Hui suka atau tidak dengan ikatan jodoh itu!
"Bagaimana pendapatmu, Hwa-moi?"
Tanya Gan Hok San kepada isterinya. Sim Kui Hwa tersenyum.
"Sebelum aku menyatakan persetujuanku, aku sudah mempertimbangkannya dengan melihat sikap Hui-ji. Biarpun kami saling berpisah sejak ia berusia tujuh tahun dan baru hari ini saling bertemu kembali, akan tetapi aku belum melupakan wataknya yang pemalu. Ketika tadi Li Hong dengan lancang mengusulkan perjodohannya dengan Sin Cu, ia melarikan diri keluar dari ruangan ini, akan tetapi aku melihat ia tersenyum malu-malu. Kurasa ia tidak akan keberatan bahkan senang dengan ikatan jodoh ini. Betapapun juga, biarlah aku minta kepastian darinya sekarang juga."
Setelah berkata demikian Sim Kui Hwa meninggalkan ruangan itu dengan langkah yang lembut. Setelah ditinggal berdua saja, Gan Hok San lalu berkata kepada Sin Cu.
"Sin Cu aku melihat gerakanmu ketika melawan Cui-Beng Kui-Bo dengan tangan kosong tadi, sebelum aku bertanding derngan Ouw Yang Lee. Gerakanmu demikian aneh dengan langkah-langkah aneh engkau selalu dapat menghindarkan diri dari serangan nenek iblis itu. Kemudian, pernah aku melihat engkau mempergunakan serangan seperti gerakan It-Yang-Ci. Benarkah engkau mermpergunakan It-Yang-Ci?"
"Pandang mata Paman tajam sekali. Memang sebenarnyalah, saya pernah menyerang balik dengan It-Yang-Ci."
"Tidak aneh kalau aku mengenal jurus itu. Aku adalah murid Siauw-Lim-Pai! Akan tetapi, bagaimana engkau dapat menguasai It-Yang-Ci? Siapakah Gurumu, Sin Cu?"
"Guru saya adalah Bu Beng Siauwjin"
Gan Hok San terbelalak.
"Ahh...! Kakek aneh yang luar biasa itu? Aku pernah melihatnya satu kali ketika beliau datang berkunjung ke Kuil Siauw-Lim-Si."
"Memang menurut pengakuan Lo-Cianpwe Hui Sian Hwesio ketua Siauw-Lim-Pai, Suhu adalah sahabat baik beliau."
"Pantas engkau memiliki ilmu yang demikian tinggi, Sin Cu. Dan engkau sudah mengenal Suheng Hui Sian Hwesio pula?"
"Benar, Paman. Saya dan Hui-moi mencari Paman sampai berbulan-bulan tanpa hasil. Agaknya sudah lama Paman tidak berkecimpung di dunia kang-ouw sehingga para tokoh kang-Ouw Yang Saya tanya tidak tahu di mana Paman berada, kemudian saya pergi ke Siauw-Lim-Si dan bertanya kepada Lo-Cianpwe Hui San Hwesio. Dari beliau itulah saya mendapatkan alamat Paman di sini."
"Ah, pantas kalau begitu. Jasamu besar sekali terhadap Hui-ji dan kami!"
Gan Hok San menjadi semakin ramah dan mereka lalu bercakap-cakap tentang bermacam hal, terutama tentang dunia kang-ouw dan
tentang keadaan Kotaraja dimana kekuasaan para menteri korup yang dikepalai oleh Thaikam Liu Cin merajalela. Sementara itu, Li Hong yang keluar dari ruangan mendapatkan Ouw Yang Hui duduk seorang diri di ruangan belakang. Anak itu menghampiri Encinya, memegang tangan gadis itu.
"Engkau, Hong-moi?"
Ouw Yang Hui merangkulnya.
"Ah, Enci, Ayah dan Ibu menyuruh aku minta maaf kepadamu. Apakah aku bersalah kepadamu, Enci? Dan kalau aku bersalah,maukah engkau memaafkan aku?"
Ouw Yang Hui merangkul dan mEncium pipi yang kemerahan itu.
"Ah, engkau tidak bersalah apa-apa, Li Hong. Tentu saja kalau engkau bersalah aku mau memaafkanmu, akan tetapi engkau tidak bersalah apa-apa."
"Ayah dan Ibu bilang aku lancang sekali ketika bicara tentang perjodohanmu dengan Kak Sin Cu."
Ouw Yang Hui tersenyum.
"Tidak, engkau tidak lancang."
"Enci, mari kita bicara di kamarku."
Anak itu menarik tangan Ouw Yang Hui dan mereka lalu masuk ke dalam kamar anak perempuan tu. Mereka duduk di tepi pembaringan dan Li Hong lalu berkata manja.
"Enci Hui, Kak Sin Cu itu orangnya baik sekali, ya? Gagah perkasa pula. Engkau tentu mau menjadi isterinya, bukan? Kalau aku sudah dewasa seperti Enci, tentu aku mau menikah dengannya!"
Ouw Yang Hui tertawa.
"Kenapa engkau tidak menikah saja dengan dia, Hong-moi?"
"Ih, aku masih anak kecil, Enci. Mana bisa? Kalau aku sudah dewasa nanti, tentu Kak Sin Cu sudah tua. Engkau yang lebih pantas menjadi isterinya, Hui-ci. Apakah engkau tidak suka kepadanya, Enci?"
Melihat adik tirinya yang baru dijumpainya itu demikian terbuka dan jujur, Ouw Yang Hui merasa tidak enak kalau harus pura-pura lagi. la mengangguk dan berkata,
"Aku suka sekali padanya, Hong-moi."
"Nah, kalau begitu engkau tentu mau menjadi isterinya, bukan?"
"Tentu saja aku suka, akan tetapi hal tidak semudah itu, Hong-moi. Tergantung juga kepada Kak Sin Cu apakah dia suka berjodoh dengan aku."
"Wah, aku akan bEnci dia kalau dia tidak suka! Engkau begini cantik jelita seperti bidadari, bagaimana mungkin Kak Sin Cu tidak suka padamu? Pula, bukankah Kak Sin Cu sudah mengantarmu mencari Ayah dan Ibu sampai dapat ditemukan? Dan dia sudah membela kita mati-matian. Aku berani memastikan bahwa dia tentu suka sekali kepadamu dan suka menjadi suamimu!"
"Ah, engkau ini ada-ada saja, Hong moi. Orangnya belum menyatakan apa-apa engkau sudah berani memastikan!"
Kata Ouw Yang Hui sambil merangkul adiknya itu. Hatinya senang sekali dapat mengeluarkan isi hatinya kepada orang lain, biarpun orang lain itu hanya seorang anak perempuan. la senang sekali mempunyai seorang adik selincah itu, yang usul dan bicaranya sungguh sesuai dengan apa yang berada dalam hatinya! Daun pintu terbuka dari luar dan muncullah Sim Kui Hwa. Melihat Kakak adik itu saling rangkul duduk di tepi pembaringan, hatinya merasa senang sekali. Hati Ibu mana yang tidak senang melihat kerukunan Kakak beradik tiri ini? Tadinya ada sedikit was-was dalam hatinya bahwa tidak akan terdapat kecocokan dan kerukunan pada hati kedua orang bersaudara tiri itu.
"Wah, kiranya kalian berada di sini! Hui-ji, aku mencarimu sampai di belakang tadi, tidak tahunya engkau berada di kamar adikmu,"
Kata Sim Kui Hwa sambil masuk ke dalam kamar dan duduk di atas kursi dekat pembaringan.
"lbu, Enci Hui biar tidur saja disini bersamaku. Kamar ini untuk kami berdua."
Kata Li Hong.
"Baiklah, kamar untuk Encimu harus dipersiapkan lebih dulu,"
Jawab Ibunya.
"Ibu mencari aku?"
Tanya Ouw Yang Hui melihat pandang mata Ibunya kepada seperti mengandung sesuatu yang penting.
"Ya, aku mencarimu, Hui-ji. Aku ingin membicarakan hal yang amat penting denganmu. Li Hong, engkau keluarlah biarkan aku bicara berdua dengan Encimu."
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"lbu, biarlah adik Hong berada di sini, tidak apa ia ikut mendengarkan,"
Kata Ouw Yang Hui melihat adiknya cemberut mendengar Ibunya menyuruh ia ke kamar.
"la masih kanak-kanak, Hui-ji,"
Bantah Sim Kui Hwa.
"Aku bukan kanak-kanak lagi, Usiaku sudah sembilan tahun Ibu!"
Kata Li Hong.
"Biarlah, Ibu. Tidak ada rahasia antara aku dan Hong-moi. la kuanggap bukan kanak-kanak lagi. Kalau Ibu hendak bicara, harap bicara saja. Segala tentang diriku boleh diketahui Hong-moi."
Ouw Yang Hui membela adiknya dan gadis cilik itu merasa girang sekali, lalu memegang tangan Encinya dan memandang kepada Ibunya dengan sinar mata penuh kemenangan!
"Ya sudahlah, akan tetapi engkau diam saja mendengarkan dan tutup mulut, Li Hong, jangan lancang,"
Ibunya memperingatkan. Li Hong hanya mengangguk sambil tersenyum manis.
"Nah, katakanlah, Ibu. Kepentingan apakah itu yang hendak Ibu bicarakan dengan aku?"
"Begini, nak. Pertama-tama, dan hal ini Li Hong juga perlu mengetahui, bahwa kita semua harus cepat-cepat meninggalkan rumah dan dusun ini, pergi pindah ke tempat yang lebih aman.
"Akan tetapi kenapa, Ibu?"
Tanya Ouw Yang Hui dan Li Hong hampir berbareng.
"Seperti kita bicarakan tadi, kita khawatir kalau-kalau Ouw Yang Lee membawa kawan-kawannya datang menyerbu kita lagi. Atas nasihat dari Sin Cu, akhirnya Ayah menyetujui untuk meninggalkan dusun ini dan pindah ke tempat lain. Akan tetapi kemudian Ayah kalian dan aku mempunyai keinginan untuk menjodohkan engkau dengan Sin Cu, Hui-ji."
"Nah, apa kataku tadi? Memang paling tepat sekali kalau Enci Hui menikah dengan Kak Sin Cu"
Sorak Li Hong gembira sambil mengguncang-guncang tangan Ouw Yang Hui yang masih dipegangnya. Sim Kui Hwa tersenyum. Anaknya yang satu ini memang lincah, nakal dan bandel, akan tetapi memiliki sifat gagah seperti Ayahnya.
"Memang, Ayah kalian mendapatkan pikiran itu setelah tadi mendengar usul lancang Li Hong."
La mengaku.
(Lanjut ke Jilid 17)
Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 17
"Lancang, akan tetapi benar kan tidak apa-apa, Ibu?"
Anak itu membela diri.
"Sekarang Ayahmu dan aku tidak mau mendahuluimu mengambil keputusan, Hui-ji. Aku ingin mendengar tanggapanmu akan hal ini."
"Ibu, yang penting adalah bagaimana tanggapan Kak Sin Cu,"
Kata Ouw Yang Hui lirih.
"Pemuda itu dengan sejujurnya telah mengakui bahwa dia mencintamu dan dengan senang hati akan menerima usul itu asalkan engkaupun menyetujuinya. Bagaimana pendapatmu, Hui-ji?"
Ouw Yang Hui menundukkan mukanya yang berubah kemerahan dan jantungnya berdebar penuh kebahagiaan, Sesungguhnya berita itu tidak mengherankan hatinya karena dari sikap dan pandang mata serta tutur sapa Sin Cu terhadapnya selama ini sudah cukup jelas baginya bahwa pemuda itu amat mencintanya. Akan tetapi setelah hal itu dinyatakan secara berterang, ia menjadi tersipu malu juga. Melihat puterinya hanya menundukan muka sambil tersenyum simpul dan mukanya kemerahan, tidak menjawab, Sim Hwa mendesak.
"Bagaimana, Hui-ji?, Setujukah engkau atau tidak kalau kami jodohkan dengan Sin Cu.?"
Ouw Yang Hui masih diam saja.
"Ibu... Enci Hui setuju! Setuju seratus prosen, Ia telah mengaku kepadaku bahwa ia mencinta Kak Sin Cu, Ibu."
Tiba-tiba Li Hong berteriak.
"Hong-moi!"
Ouw Yang Hui berseru lirih sambil mencubit paha adiknya. Li Hong mengaduh, menggosok-gosok pahanya yang tercubit sambil menertawai Encinya.
"Bagaimana, Hui-ji? Katakanlah bagaimana tanggapanmu? Atau benarkah kata Li Hong tadi bahwa engkau juga cinta Sin Cu?"
Sambil menundukkan mukanya menjadi semakin merah Ouw Yang menjawab lirih,
"Aku... aku menyerahkan saja kepada keputusan Ibu dan Ayah..."
Sim Kui Hwa mengangguk maklum. Jaman itu, kalau seorang gadis menyetujui sebuah pinangan, ia akan tersenyum dan menjawab malu-malu bahwa ia menurut saja keputusan orang tuanya, sebaliknya kalau ia menolak, ia akan menangis dan menyatakan masih belum ingin menikah dan berbagai alasan lain untuk menolak. Maka, sikap Ouw Yang Hui sudah jelas.
"Hui-ji, urusan ini merupakan hal yang teramat penting. Karena itu, tahanlah rasa rikuh dan malumu dan mari kita semua keluar untuk mengadakan perundingan dengan Ayahmu dan Sin Cu bagaimana sebaiknya yang harus kita lakukan menghadapi ancaman Ouw Yang Lee."
Ouw Yang Hui agak ragu karena malu, akan tetapi Li Hong lalu memegang tangannya dan menarik-narik Encinya sehingga akhirnya gadis itu mau melangkah keluar kamar menuju ke ruangan dalam bersama Ibunya. Ketika memasuki ruangan itu, Ouw Yang Hui tidak berani mengangkat mukanya. la melangkah maju dituntun Li Hong sambil menundukkan mukanya. Sebetulnya, setelah seringkali memperlihatkan kepandaian bermain musik dan bernyanyi ditonton oleh para pemuda bangsawan dan hartawan, Ouw Yang Hui bukan seorang gadis pemalu lagi.
Akan tetapi sekali ini, menghadapi Sin Cu pemuda yang dikaguminya dan yang kelak diusulkan menjadi calon suaminya, Ia merasa malu sekali untuk bertemu pandang dengan pemuda itu. Kalau saja ia tahu bahwa pada saat ia memasuki ruangan itu Sin Cu juga selalu menundukkan mukanya. Dengan dituntun Li Hong, akhirnya Ouw Yang Hui duduk dan dengan nakal Li Hong sengaja menuntunnya sehingga tanpa disadarinya Ouw Yang Hui menduduki kursi yang tepat berada di sebelah kanan kursi yang di duduki Sin Cu! la baru tahu ketika sudut matanya melirik ke kiri dan mendapat kenyataan bahwa ia duduk berdampingan dengan pemuda itu. Akan tetapi ia telah terlambat untuk berpindah tempat duduk karena ia sudah duduk di atas kursi dan rasanya tidak pantas kalau berpindah.
"Heii, Enci Hui dan Kak Sin Cu! Kenapa kalian berdua hanya menundukkan muka saja? Apakah kalian berdua tidak berani mengangkat muka dan saling memandang.?"
Tentu saja kedua orang muda yang tanpa sengaja duduk saling berdampingan itu menjadi semakin tersipu dan dengan senyum-senyum malu mereka saling lirik, hanya sekali kerling saja lalu mata mereka menunduk kembali.
"Li Hong, jangan nakal dan menggoda mereka! Duduk diam dan dengarkan saja seperti seorang anak yang baik!"
Bentak Tan Hok San.
"Baik, Ayah. Aku selalu menjadi anak yang baik, Ayah,"
Kata Li Hong dengan sikap nakal yang lucu.
"Bagaimana, Hwa-moi?"
Tanya Gan Hok San kepada isterinya. Isterinya mengangguk.
"Hui-ji tidak berkeberatan dan tidak menentang ikatan perjodohan itu,"
Jawabnya, tanpa mengatakan bahwa Ouw Yang Hui menerima atau menyetujui karena kata-kata itu tentu akan membuat gadis itu merasa lebih malu lagi.
"Bagus kalau begitu. Nah, Sin Cu dan Hui-Ji, agaknya Tuhan telah menjodohkan kalian berdua. Kami telah mengambil keputusan untuk, menjodohkan kalian dan kalian berdua juga tidak berkeberatan yang berarti kalian menerima dengan baik ikatan perjodohan antara kalian ini. Sin Cu... sekarang kita tinggal membicarakan ketetapan hari pernikahan kalian berdua. Kami tidak perlu tergesa-gesa pindah dari dusun ini. Dengan adanya engkau di sini, kita tidak perlu takut lagi akan ancaman bahaya. Kita berdua akan dapat menghalau ancaman orang-orang jahat itu!"
"Maafkan saja, Parnan Gan Hok San dan Bibi, juga engkau, Hui-moi. Akan tetapi, terus terang saja saya belum dapat menentukan hari pernikahan saya sekarang."
"Akan tetapi kenapa, Sin Cu? Setelah kalian berdua menikah, baru kami bertiga akan pindah. Kami tidak mengkhawatirkan keselamatan Hui-ji lagi karena ada engkau yang akan melindunginya."
"Maafkan saya, Paman. Seperti telah saya ceritakan, kepada Paman tadi, saya harus lebih dulu mencari Ayah Ibu saya. Saya akan menjadi seorang anak yang tidak berbakti kalau saya menikah tanpa restu dan tanpa diketahui orang tua. Oleh karena itulah, Paman dan Bibi, saya terpaksa harus menangguhkan hari pernikahan saya sampai dapat menemukan Ayah dan Ibu saya. kalau tidak begitu saya akan selalu dihantui rasa bersalah dan tidak berbakti terhadap mereka."
"Akan tetapi..."
Gan Hok San berkata penuh keraguan.
"Sin Cu, kalau begitu berarti engkau akan meninggalkan kami untuk pergi mencari kedua orang tuamu. Engkau akan membiarkan kami semua terancam bahaya maut di tangan Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya?"
Tanya Sim Kui Hwa dengan hati sedih. Melihat pemuda yang menjadi dambaan hatinya itu terdesak, tiba-tiba timbul semangat dan keberanian Ouw Yang Hui yang muncul dari kebijaksanaannya.
"Ayah dan Ibu, apa yang dikemukakan Kak Sin Cu tadi memang benar sekali. Kita harus menghargai perasaan baktinya terhadap Ayah Bundanya. Adapun mengenai ancaman Ayah Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya itu, bukankah Ayah dan Ibu sudah mengambil keputusan untuk pindah dari sini ke lain tempat yang aman?"
"Itulah yang menjadi pemikiranku, Hui-ji. Manakah ada tempat yang aman bagi kita? Ke manapun kita pergi, tentu Ouw Yang Lee akhirnya akan dapat menemukan kita."
"Ayah, aku pernah pergi, berkunjung ke Kuil Siauw-Lim-Si di pegunungan Sung-San propinsi Honan. Ayah adalah murid Siauw-Lim-Pai dan di sana terdapat banyak Pendeta yang berilmu tinggi. Kalau kita pindah ke perkampungan atau dusun di lereng Sung-San, dekat Kuil Siauw-Lim-Si, pasti a"ah Ouw Yang Lee tidak akan berani mengganggu Ayah."
Gan Hok San menepuk pahanya.
"Ah, benar sekali! Bagaimana aku tidak berpikir sejauh itu? Engkau benar, Hui-ji. Selain kita dapat aman di sana, kita juga dapat berkebun dan bertani di tanah pegunungan yang subur itu dan aku bahkan dapat memperdalam ilmuku di sana. Engkau dan Li Hong juga harus belajar ilmu silat dengan tekun sehingga kalian dapat melindungi diri sendiri dari ancaman orang-orang jahat."
"Aku, sudah berlatih ilmu langkah dari Kak Sin Cu,"
Kata Ouw Yang Hui malu-malu.
"Benarkah, Enci? Ah, engkau tentu hebat. Lain kali ajari aku, ya?"
Li Hong berseru gembira.
"Sudah, diamlah, Li Hong. Aku ingin bicara dengan Sin Cu, jangan ganggu dan dengarkan saja,"
Kata Gan Hok San kepada Li Hong, kemudian dia menoleh kepada Sin Cu dan berkata,
"Baiklah, Sin Cu. Kami dapat menghargai niatmu menunda pernikahan sampai engkau berhasil menemukan orang tuamu. Akan tetapi kami menghendaki agar engkau dan Hui-ji lebih dulu terikat tali pertunangan sebelum kita berpisah agar perjodohan kalian sudah dipastikan. Engkau tidak keberatan, bukan?"
Sin Cu merasa tidak enak untuk menolak. Dia memang jatuh cinta kepada Ouw Yang Hui sejak pertama kali bertemu dan tentu saja dia menginginkan gadis itu menjadi jodohnya. Kalau hanya baru bertunangan saja, tentu Ayah Ibunya kelak tidak akan tersinggung dan dia percaya bahwa Ayah Ibunya adalah orang-orang bijaksana sehingga tidak akan melarang dia berjodoh dengan seorang gadis seperti Ouw Yang Hui.
"Baiklah, kalau hanya untuk ikatan pertunangan, saya menurut kehendak Paman dan Bibi dan sebelumnya saya juga menghaturkan banyak terima kasih atas kebaikan dan budi kecintaan Paman sekeluarga terhadap diri saya yang sebatang kara ini."
"Bagus! Kita rayakan dulu pertunangan ini, baru kami pergi ke Sung-San!"
Seru Gan Hok San dengan gembira. Pertunangan itu dirayakan dengan pesta. Semua penduduk dusun Sia-Bun yang jumlahnya sekitar tiga ratus jiwa diundang. Karena keluarga itu memang hendak pindah, maka Gan Hok San menyembelih semua hewan ternak berupa sapi, ayam yang ada untuk berpesta bersama semua penghuni dusun itu. Maka upacara pertunangan itupun diadakan dan sepasang orang muda yang bertunangan itu melakukan sembahyang kepada Tuhan,
Bersumpah untuk saling setia, disaksikan Bumi Langit. Pada keesokan paginya, Gan Hok San sekeluarga membagi-bagikan barang barang mereka yang tidak dapat mereka bawa kepada penduduk dusun Sia-Bun yang kurang mampu, bahkan membagi-bagikan pula tanah ladang mereka kepada penduduk yang membutuhkan, memberikan rumahnya kepada pelayan wanita tua yang sudah bertahun-tahun melayani mereka. Para penduduk menjadi terheran-heran dan bertanya-tanya. Gan Hok San memberitahu mereka bahwa dia sekeluarga akan pindah ke Kotaraja di mana dia mendapatkan pekerjaan. Keterangan palsu itu dia berikan untuk menghilangkan jejak dan agar tidak ada seorangpun tahu bahwa dia sekeluarga akan pergi ke Sung-San dan Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya tidak akan dapat melacak jejak keluarganya.
Setelah selesai membagi-bagikan semua harta kekayaan mereka yang tidak dapat mereka bawa serta, Gan Hok San sekeluarga meninggalkan dusun Sia-Bun dengan sebuah kereta. Barang-barang berharga yang dapat mereka bawa memenuhi kereta itu. Gan Hok San sendiri yang mengusiri kereta yang ditarik dua ekor kuda. Sim Kui Hwa, Ouw Yang Hui dan Gan Li Hong duduk di dalam kereta, sedangkan Sin Cu mengikuti dengan mengerahkan ginkang sehingga dia tidak tertinggal oleh larinya dua ekor kuda penarik kereta itu. Sin Cu mengambil keputusan untuk mengawal keluarga menuju Sung-San. Hatinya tidak akan merasa tenang sebelum keluarga itu tiba di Sung-San dengan selamat dan hidup aman disana, dekat dengan Kuil Siauw-Lim-Si.
Di pesisir Laut Timur terdapat sebuah pegunungan memanjang dari utara selatan. Pegunungan di sepanjang pantai lautan ini merupakan bukit-bukit karang yang berkapur sehingga sebagian besar bukit-bukit di situ tanahnya tandus dan hanya ditumbuhi pohon-pohonan tertentu yang biasa tumbuh di tanah berbatu karang itu. Akan tetapi ada sebuah bukit dari pegunungan itu yang agaknya memiliki tanah yang lumayan subur sehingga bukit itu penuh dengan pohon dan tanaman lainya. Bukit yang cukup besar dan dipenuhi hutan belantara ini dikenal sebagai Houw-San (Bukit Harimau). Mungkin nama ini disebut orang karena pada waktu dahulu di bukit ini banyak harimaunya.
Akan tetapi sekarang sudah tidak ada lagi sisa harimau di situ. namun, tetap saja tidak ada pedusunan dIbukit itu, bahkan tidak ada orang atau pemburu berani memasuki hutan-hutan pegunungan itu karena kini tempat itu dikenal sebagai tempat tinggal orang-orang yang lebih ganas dan berbahaya dari pada segerombolan harimau! Pedagang atau pelancong tidak ada yang berani lewat dekat bukit itu. semua orang sudah tahu bahwa bukit itu dihuni oleh segerombolan orang yang amat berbahaya dan jahat, orang-orang yang pekerjaannya hanya merampok atau membajak di laut. Karena tidak ada orang yang berani tinggal di daerah Bukit Harimau itu, maka Houw-San seolah-olah menjadi milik gerombolan yang tinggal di lereng Houw-San, di antara hutan lebat. Gerombolan itu membuka hutan dan membangun sebuah perkampungan di lereng Houw-San.
Sudah lebih dari dua puluh lima tahun mereka tinggal di perkampungan itu, dan kini perkampungan itu telah menjadi sebuah perkampungan yang cukup besar karena para anggauta gerombolan itu banyak yang telah beranak isteri. Jumlah para anggauta gerombolan itu kurang Lebih lima puluh orang dan bersama anak isteri mereka, perkampungan itu dihuni oleh tidak kurang dari dua ratus jiwa. Keadaan kehidupan mereka di perkampungan itu tampak biasa saja, seperti kampung kampung lain. Rata-rata mereka berkeadaan cukup. Hasil rampokan dan bajakan cukup besar untuk membiayai kebutuhan mereka. Akan tetapi kalau mereka berada di luar perkampungan mereka sendiri, apalagi kalau sedang bertugas merampok atau membajak, mereka merupakan orang orang yang amat kejam dan ganas melebihi harimau-harimau.
Dengan mudah saja mereka membunuh korban mereka, menculik wanita untuk dipaksa menjadi isteri mereka, dan merampas harta milik orang sesuka hati mereka. Gerombolan yang sudah lama terbentuk ini rata-rata berusia empat puluh tahun lebih. Hanya ada beberapa orang saja yang masih muda, yaitu para anggauta baru. pemimpin mereka tinggal di sebuah rumah terbesar di perkampungan itu, rumah yang cukup mewah. Dia bernama Lo Cit dan berjuluk Tok-Gan-Houw (Harimau Mata satu), seorang laki-laki bertubuh tinggi besar yang mukanya penuh brewok yang sudah berwarna dua. Usia Tok-Gan-Houw Lo Cit sudah mendekati enam puluh tahun, namun tubuhnya masih tampak kekar dan Kokoh kuat. Dia terkenal lihai dengan senjatanya yang menyeramkan, yaitu sebatang golok yang besar dan berat lagi tajam.
Setelah usianya semakin tua, Lo Cit tidak memimpin sendiri kalau anak buahnya melakukan perampokan. Akan tetapi kalau mereka menyerang sebuah perahu besar berisi banyak harta di Laut Timur, dia sendiri yang memimpin anak buahnya. Hasil bajakan ini biasanya besar sekali dan satu kali membajak, hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai berbulan- bulan. Untuk mengisi kekosongan di waktu menganggur, yaitu di waktu mereka tidak melakukan perampokan atau pembajakan,para anggauta gerombolan itu menggarap sawah ladang di sekitar lereng itu yang tanahnya cukup subur. Mereka menanam sayur dan pohon-pohon buah. Bahkan ada pula beberapa puluh ekor sapi dan domba mereka ternakkan. Tok-Gan-Houw Lo Cit tidak mempunyai anak, juga tidak mempunyai isteri yang tetap.
Setiap kali gerombolannya menangkap dan menculik wanita-wanita, dia memilih beberapa orang yang paling cantik. Akan tetapi dia seorang pembosan dan menganggap para wanita itu sebagai hIburan dan kesenangan belaka. Setelah merasa bosan, dia menyerahkan para wanita itu kepada anak buahnya, Pada waktu itu, dalam rumah Tok-Gan-Houw Lo Cit tidak ada wanitanya. Wanit? terakhir baru saja dia berikan kepada seorang anak buah yang dianggapnya berjasa, setelah dia mengeram wanita itu dalam rumahnya selama beberapa bulan. Pagi itu cuaca cerah dan suasana amat indahnya. Matahari pagi memandikan permukaan burni dengan cahayanya yang hangat menyehatkan dan menghidupkan. Burung-burung berkicau riang di pepohonan, seolah hari itu tidak akan terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan.
Sebagian anggauta gerombolan itu sudah meninggalkan perkampungan dan bekerja di ladang yang berada di sekitar perkampungan itu. Para anggauta yang tinggal di perkampungan tinggal kurang lebih lima belas orang. Para isteri para anggauta gerombolan sIbuk bekerja di dapur masing-masing atau sedang mencuci pakaian. Anak-anak bermain-main di pelataran rumah masing-masing. Teriakan dan tawa mereka menghidupkan suasana di perkampungan itu, seolah perkampungan itu adalah perkampungan biasa yang dihuni para petani dusun yang hidup penuh damai. Akan tetapi keadaan di pintu gerbang perkampungan itulah yang membedakan perkampungan ini dengan perkampungan dusun para petani biasa. Di dekat pintu gerbang itu terdapat sebuah gardu penjagaan dan di situ ada enam orang anggauta gerombolan yang melakukan penjagaan secara bergiliran.
Siang malam gardu itu dipergunakan oleh enam orang anggauta yang bertugas jaga. Gadis yang berjalan di atas jalan kasar yang dIbuat gerombolan menuju ke perkampungan itu amat cantik dan tampak gagah, Langkahnya tegap seperti langkah seorang perajurit yang terlatih baik. Usianya sekitar sembilan belas tahun, Wajahnya berbentuk bulat dan berkulit putih sekali. Putih halus dan kemerahan menunjukkan tubuh yang sehat. Sepasang matanya lebar dan mempunyai sinar yang tajam dan penuh keberanian. Hidungnya mancung dan bentuk mulutnya manis sekali, dengan sepasang Bibir yang menggairahkan. Sebintik tahi lalat di dagunya menambah kemanisan wajah itu. Tubuhnya yang sedang mekar itu ramping agak montok. Pakaiannya berwarna merah muda, tidak mewah namun rapi ringkas bersih. Di punggungnya tampak sebatang pedang bersarung indah dan beronce kuning.
Gadis ini bukan lain adalah Ouw Yang Lan. Seperti kita ketahui, Ouw Yang Lan telah berkunjung ke Pulau Naga, akan tetapi Ouw Yang Lee, Ayah kandungnya dan Tan Song Bu yang kini telah diangkat anak oleh Ouw Yang Lee dan menjadi Ouw Yang Song Bu tidak berada di Pulau karena telah pergi ke Kotaraja. Setelah gagal bertemu Ayahnya di Pulau Naga dan mendengar bahwa Ibu tirinya, Sim Kui Hwa diusir oleh Ayahnya dari Pulau Naga, Ouw Yang Lan lalu meninggalkan Pulau itu dan kini tujuannya adalah mencari Tok-Gan-Houw Lo Cit, orang yang menjadi biang keladi penyerbuan ke Pulau Naga sehingga mengakibatkan ia dan Ouw Yang Hui beserta Ibu-Ibu mereka tersingkir dari Pulau Naga. Dan pada pagi hari yang cerah itu iapun tiba di lereng Houw-San, memasuki hutan yang menjadi sarang gerormbolan yang dipimpin oleh Tok-Gan-Houw Lo Cit.
la dapat menemukan sarang musuh besarnya ini setelah bertanya-tanya pada orang-orang dusun yang berada di kaki pegunungan Houw-San. Dari Ayah tirinya, Thai-Lek-Kui Ciang Sek, ia hanya mendengar bahwa sarang Tok Han-houw Lo Cit berada di lereng bukit. Akhirnya sampailah ia di depan pintu gapura perkampungan gerombolan itu. Tentu saja ia segera menarik perhatian orang-orang yang tinggal di perkampungan itu. Perkampungan itu merupakan tempat terasing. Tidak ada orang luar pernah datang berkunjung. Tidak ada yang berani menkati perkampungan itu, bahkan memasuki hutan itupun tidak'ada yang berani. Maka kemunculan seorang gadis yang amat cantik di depan pintu perkampungan itu sungguh membuat orang merasa terheran heran.
Enam orang anak buah gerombolan yang pada saat itu bertugas menjaga keamanan kampung dan berada di dalam gardu penjagaan, segera keluar dari gardu dan, mereka menghadang di depan pintu gapura ketika melihat gadis asing itu berjalan menghampiri pintu. Akan tetapi mereka tersenyum dan bersikap ramah, tidak seperti biasa kalau mereka menghadapi orang asing. Para anggauta itu terkenal sadis dan galak kalau menghadapi orang asing di luar penghuni perkampungan mereka sendiri. Akan tetapi kini mereka tersenyum ramah kepada Ouw Yang Lan karena gadis itu luar biasa cantiknya. Seorang di antara mereka yang hidungnya pesek hampir rata dengan pipinya mempergunakan kekuasaannya sebagai pemimpin penjaga untuk menghampiri Ouw Yang Lan dan berkata,
"Hei, nona manis berhenti dulu.! Siapakah nona dan datang dari mana, Apa keperluan nona datang di perkampungan kami?"
"Twako, barangkali ia datang untuk mencari jodoh!"
Kelakar seorang anggauta regunya. Si hidung pesek tertawa.
"Ha-ha, benarkah demikian? Kalau begitu kebetulan sekali karena baru saja aku menceraikan isteriku dan sudah kuserahkan kepada seorang rekan. Bagaimana kalau aku saja yang menjadi suamimu, nona?"
"Kau harus bertindak cepat, Twako. kalau sampai dilihat Pangcu (Ketua), engkau tentu tidak akan kebagian!"
Kata pula seorang anak buah yang lain. Ouw Yang Lan sudah mengerutkan sepasang alisnya, akan tetapi ia masih dapat menahan kesabarannya karena ia tidak ingin berurusan dengan orang-orang kasar ini.
"Katakanlah, apakah ini perkampungan gerombolan yang dipimpin oleh Tok-Gan-Houw Lo Cit?"
Tanyanya.
"Wah, celaka, Twako! la sudah mengenal Pangcu, pasti engkau tidak akan kebagian!"
Kata seorang an?k buah. Akan tetapi si hidung pesek tidak melayani kelakar rekan-rekannya. Dia merasa heran bahwa seorang gadis asing mengenal Pangcunya dan timbul kecurigaannya, apa lagi melihat bahwa gadis ini tidak seperti gadis-gadis biasa. Gadis ini membawa pedang di punggungnya dan sedikitpun tidak tampak ketakutan menghadapi mereka berenam.
"Nona, engkau siapa dan dari mana?"
"Tidak penting aku siapa dan dari mana."
Jawab dulu, apakah Tok-Gan-Houw tinggal di perkampungan ini?"
"Tidak salah, ini perkampungan para pendekar yang dipimpin ketua kami, Tok-Gan-Houw Lo Cit,"
Kata si hidung pesek dengan bangga dan tanpa malu-malu menyebut perkampungan mereka sebagai perkampungan para pendekar.
"Hemm, begitukah? Kalau begitu, biarkan aku lewat dan memasuki perkampungan. Aku ingin bertemu dan bicara dengan Tok-Gan-Houw Lo Cit!"
Kata Ouw Yang Lan dengan tegas, Karena menduga bahwa gadis itu mungkin seorang kenalan ketua mereka enam orang penjaga itu tidak berani bersikap sembarangan lagi. Sementara itu,munculnya seorang gadis asing di pintu perkampungan menjadi bahan pembicaraan orang-orang yang berada di perkampungan dan tak lama kemudian belasan orang anggauta lain telah berkumpul di pintu perkampungan.
"Nona, tidak mudah begitu saja untuk bertemu dengan ketua kami! Nona harus mengatakan dulu kepada kami siapa nama nona, datang dari mana dan apa keperluarnya nona ingin bertemu dengan Pangcu,"
Kata si hidung pesek dengan penuh gaya karena dia menjadi pusat perhatian para rekannya dan dialah yang berkuasa dalam penjagaan di situ.
"Tidak perlu kalian tahu siapa aku dan apa keperluanku!"
"Nona harus mengaku!"
"Kalau aku tidak mau, kalian mau apa?"
Tanya Ouw Yang Lan. Si hidung pesek berseru kepada lima orang regu penjaga itu.
"Kawan-kawan, nona ini mengacau, kita tangkap ia dan hadapkan kepada pancu!"
Lima orang anak buahnya gembira mendengar perintah ini.
Mereka semua, berenam, lalu menerjang ke depan untuk menyergap dan meringkus gadis cantik itu. Gatal-gatal hati dan tangan mereka untuk dapat menangkap dan mendekap, meringkus Ouw Yang Lan, merasakan kelembutan tubuh yang denok montok itu dengan tangan mereka. Akan tetapi, tiba-tiba tubuh gadis itu bergerak cepat sekali, kedua tangan dan kakinya sudah membagi-bagi tamparan dan tendangan bagaikan kilat menyambar dan berturut-turut enam orang itu berpelantingan dan roboh dengan, dada sesak, perut mulas atau muka bengkak.! Sebelum si hidung pesek yang ditampar mukanya sehingga pipi kirinya membengkak dan hidungnya semakin tidak tampak lagi, itu sempat bangkit, ujung pedang di tangan Ouw Yang Lan sudah menempel di lehernya. Dia dapat merasakan ujung pedang yang runcing itu menodong kulit lehernya sehingga dia tidak berani bergerak lagi.
"Kalau kalian maju mengeroyok, leher dia akan kupenggal lebih dulu!"
Bentak gadis itu kepada para anggauta gerombolan yang tampaknya hendak turun tangan ngeroyoknya. Lalu sambil menekan pedangnya ke leher si hidung pesek, ia berseru.
"Ayo suruh seorang kawanmu pergi melapor pada Tok-Gan-Houw Lo Cit agar dia kesini menemuiku di sini!"
Si hidung pesek yang ketakutan segera berkata kepada teman-temannya,
"Cepat kalian lapor kepada Pangcu. Cepat...!"
Beberapa orang penjaga yang tadi terpelanting roboh dan menjadi jerih segera berlompatan lari memasuki perkampungan.
Mereka langsung lari ke rumah induk yang menjadi tempat tinggal ketua mereka. Tok-Gan-Houw Lo Cit sedang duduk menghadapi meja yang dipenuhi makanan kecil dan air teh, dihidangkan oleh isterinya yang baru dua bulan tinggal di rumah itu. Isterinya itu seorang gadis manis yang diculiknya dari dusun yang jauh letaknya dari pegunungan itu dan dipaksa menjadi isterinya yang baru. Karena ancaman disiksa dan dIbunuh, gadis dusun yang tak berdaya itu menerima nasib. Air matanya sudah habis terkuras dan pagi itu melayani "Suaminya"
Dengan wajah dingin tanpa perasaan apapun, seperti mayat hidup saja tanpa semangat dan perasaan lagi. Ketika Lo Cit yang sedang minum air teh hangat itu melihat tiga orang anggautanya datang berlari-lari, dia mengerutkan alisnya dan membentak.
"Hei, ada apa kalian berlari-lari seperti dikejar setan? Kalian tidak melihat aku sedang santai? Apakah kalian tidak menghormati aku lagi?"
Tiga orang itu menjadi ketakutan dan serentak mereka menjatuhkan diri berlutut menghadap sang ketua yang terkenal galak dan kalau sudah marah dapat menurunkan tangan kejam itu.
Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ampunkan kami, Pangcu. Kami hendak melapor bahwa di luar pintu perkampungan muncul seorang gadis yang mengamuk merobohkan kami enam orang penjaga dan kini mengancam akan membunuh kepala jaga. la menuntut agar Pangcu keluar menemuinya."
Tok-Gan-Houw Lo Cit memang memiliki watak yang keras dan galak sekali terhadap anak buahnya. Dan memang orang-orang kasar seperti anak buahnya itu baru menjadi taat kalau diperlakukan dengan keras. Mendengar laporan itu, dia menjadi marah dan membanting cangkir teh sehingga hancur berkeping-keping.
"Tolol! Menghadapi seorang gadis saja kalian tidak becus, tidak mampu menang darinya?"
"la... ia lihai sekali, Pangcu. Kami berenam sudah mencoba untuk menangkapnya, akan tetapi kami berenam roboh dalam segebrakan saja."
"Ilmu silatnya tinggi, Pangcu."
"Goblok kalian! Orang macam apa gerangan gadis itu?"
"la cantik jelita akan tetapi ilmu silatnya tinggi Pangcu."
"Hemm, cantik jelita dan lihai?"
Si mata satu Lo Cit menggumam, matanya yang tinggal sebelah kanan itu termenung. Belum pernah dia mendapatkan seorang gadis yang cantik dan lihai pula. Agaknya wanita seperti itulah yang patut menjadi isterinya, bukan gadis-gadis dusun yang lemah bodoh seperti selama ini.
"Siapa namanya? Dari mana ia datang"
"la tidak mau mengakui namanya. hanya minta agar Pangcu sendiri yang keluar menemuinya."
Tok-Gan-Houw Lo Cit menoleh kepada isterinya yang sejak tadi hanya menundukkan, mukanya.
"Pergi kau ke kamar dan ambilkan golok besarku. Cepat!"
Isteri yang usianya paling banyak delapan belas tahun itu berlari-lari kecil untuk ke dalam dan tak lama kemudian ia sudah kembali sambil membawa sebatang golok besar dengan kedua tangannya. la nampak sukar dan berat sekali membawa golok besar itu.
Lo Cit bangkit berdiri, menyambar golok itu dari tangan isterinya, kemudian melompat keluar dan dengan langkah besar dia menuju ke pintu gerbang perkampungan. Ketika dia tiba di pintu gerbang dan keluar, dia melihat para anak buahnya yang belasan orang banyaknya berkumpul di dekat pintu gerbang seolah bingung dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Maka melihat munculnya Lo Cit, belasan orang anak buah itu lalu menyingkir ke kanan-kiri membuka jalan membiarkan sang ketua lewat. Lo Cit keluar dari pintu gerbang dan dia melihat seorang gadis yang amat cantik manis berdiri dengan kaki kiri menginjak punggung seorang anak buahnya yang berhidung pesek dan menjadi kepala jaga pada pagi hari itu dan gadis itu menodongkan pedangnya ke tengkuk orang yang diinjak punggungnya. Lo Cit terbelalak kagum, matanya yang tinggal sebuah itu bersinar-sinar.
Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Raja Pedang Karya Kho Ping Hoo Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo